15
PEMANFAATAN NIRA BATANG SORGUM SEBAGAI BIOETANOL DENGAN VARIASI MASSA RAGI FERMENTASI DAN TEMPERATUR DISTILASI Tri Rachmanto, Aspiadi, Hendry Sakke Tira* Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Mataram, Jln. Majapahit No. 62 Mataram Nusa Tenggara Barat Kode Pos : 83125, Telp. (0370) 636087; 636126; ext 128 Fax (0370) 636087. *Email: [email protected] ARTICLE INFO ABSTRACT Article History: Received Accepted ailable online As the development of the era of the need for energy sources increases, but this is not balanced with the availability of energy sources. Humans are still very dependent on fuel oil as an energy source. Petroleum is constantly being sought and taken in order to meet needs, as a result of decreasing petroleum supplies, the current energy crisis. To anticipate it, humans turn to bioenergy, the energy source produced by plants that contain lots of sugar, one of which is sorghum. This research aims to determine the effect of fermentation mass and distillation temperature as independent variables on alcohol content, specific gravity and bioethanol heating value as the dependent variable. In this study the fermentation mass used was 10 gr/l, 20 gr/l, and 30 gr/l while the distillation temperature was 70, 75, and 80 0 C. Making bioethanol with sorghum juice is done by fermentation. In the manufacturing process each sample has a volume of 1 liter with a fermentation time of 3 days. From this research it was found that alcohol content increased with increasing distillation temperature. The highest alcohol content was obtained at 98.10 % while the lowest alcohol content was 93.35 %. Specivic gravity decreased with increasing distillation temperature and inversely proportional to the alcohol content obtained. The highest specific gravity is 0.8764, while the lowest is 0.7994. Calorific value increases with increasing distillation temperature. The highest calorific value was obtained at 24222.31 J/gr while the lowest was 14326.78 J/gr. Keywords: Shorgum Mass Of Fermented Yeast Distillation Temperature Alcohol Content Specific Gravity Calorific Value PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara agraris, kehidupan sebagian besar masyarakatnya ditopang oleh hasil-hasil pertanian dan pembangunan disegala bidang industri jasa maupun industri pengolahan bahan baku menjadi bahan jadi. Proses pembangunan di Indonesia mendorong tumbuhnya industri yang berbahan baku hasil pertanian (agroindustri) (Nurdyastuti, 2008). Salah satu jenis bahan bakar nabati yang sudah lama dikembangkan untuk menggantikan bahan bakar minyak (BBM) adalah bioetanol yang dibuat dari biomassa (tanaman) melalui proses biologi (fermentasi).

pemanfaatan nira batang sorgum sebagai bioetanol dengan

Embed Size (px)

Citation preview

PEMANFAATAN NIRA BATANG SORGUM SEBAGAI BIOETANOL DENGAN VARIASI MASSA RAGI FERMENTASI DAN TEMPERATUR

DISTILASI Tri Rachmanto, Aspiadi, Hendry Sakke Tira*

Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Mataram, Jln. Majapahit No. 62 Mataram Nusa Tenggara Barat Kode Pos : 83125, Telp. (0370) 636087; 636126; ext 128 Fax (0370) 636087. *Email: [email protected]

ARTICLE INFO

ABSTRACT

Article History: Received Accepted ailable online

As the development of the era of the need for energy sources increases, but this is not balanced with the availability of energy sources. Humans are still very dependent on fuel oil as an energy source. Petroleum is constantly being sought and taken in order to meet needs, as a result of decreasing petroleum supplies, the current energy crisis. To anticipate it, humans turn to bioenergy, the energy source produced by plants that contain lots of sugar, one of which is sorghum. This research aims to determine the effect of fermentation mass and distillation temperature as independent variables on alcohol content, specific gravity and bioethanol heating value as the dependent variable. In this study the fermentation mass used was 10 gr/l, 20 gr/l, and 30 gr/l while the distillation temperature was 70, 75, and 80

0C. Making bioethanol with sorghum juice is

done by fermentation. In the manufacturing process each sample has a volume of 1 liter with a fermentation time of 3 days. From this research it was found that alcohol content increased with increasing distillation temperature. The highest alcohol content was obtained at 98.10 % while the lowest alcohol content was 93.35 %. Specivic gravity decreased with increasing distillation temperature and inversely proportional to the alcohol content obtained. The highest specific gravity is 0.8764, while the lowest is 0.7994. Calorific value increases with increasing distillation temperature. The highest calorific value was obtained at 24222.31 J/gr while the lowest was 14326.78 J/gr.

Keywords: Shorgum Mass Of Fermented Yeast Distillation Temperature Alcohol Content Specific Gravity Calorific Value

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara agraris,

kehidupan sebagian besar masyarakatnya

ditopang oleh hasil-hasil pertanian dan

pembangunan disegala bidang industri jasa

maupun industri pengolahan bahan baku

menjadi bahan jadi. Proses pembangunan di

Indonesia mendorong tumbuhnya industri yang

berbahan baku hasil pertanian (agroindustri)

(Nurdyastuti, 2008).

Salah satu jenis bahan bakar nabati

yang sudah lama dikembangkan untuk

menggantikan bahan bakar minyak (BBM)

adalah bioetanol yang dibuat dari biomassa

(tanaman) melalui proses biologi (fermentasi).

Menurut (Prihandana dan Hendroko), bioetanol

adalah etanol yang diperoleh dari proses

fermentasi bahan baku yang mengandung pati

atau gula. Bahan bakar nabati (BBN) ini

digunakan sebagai pengganti premium

(gasoline). Etanol yang dapat digunakan

sebagai bahan bakar nabati adalah alkohol

murni yang bebas air (anhydrous alcohol).

Campuran premium menghasilkan emisi gas

buang yang lebih ramah terhadap lingkungan

karena oksigennya dapat meningkatkan efisiensi

pembakaran. Bioetanol dapat dengan mudah

diproduksi dari tanaman-tanaman yang

mengandung gula. Diantaranya tetes tebu, nira

bergula, sagu, jagung dan singkong. Dari

berbagai jenis tanaman yang dapat dijadikan

sebagai sumber bahan baku bioetanol, salah

satu diantaranya adalah tanaman sorgum (Tati,

2003).

Sorgum (Sorgum bicolor L.) merupakan

salah satu jenis tanaman serealia yang

mempunyai potensi besar untuk dikembangkan

di Indonesia karena mempunyai daerah adaptasi

yang luas. Tanaman sorgum toleran terhadap

kekeringan dan genangan air, dapat berproduksi

pada lahan marginal, serta relatif tahan terhadap

gangguan hama dan penyakit. Batang sorgum

apabila diperas akan menghasilkan nira yang

rasanya manis. Kadar air dalam batang sorgum

kurang lebih 70 persen yang artinya kandungan

niranya kurang lebih sebesar itu. Batang sorgum

yang menghasilkan nira biasanya digunakan

sebagai pakan ternak belum memiliki nilai

ekonomis. Memingingat gula sorgum

mengandung kadar glukosa yang cukup besar

karena kualitas nira sorgum manis setara

dengan nira tebu dan belum dimanfaatkan

secera maksimal maka dipandang sangatlah

tepat bila dilakukan penelitian yang bertujuan

untuk mendapatkan alkohol dari nira sorgum

dengan proses fermentasi. Oleh karena itu

dilakukan penelitian ini dengan memvariasikan

massa ragi dan temperatur distilasi untuk

mendapatkan kadar etanol yang terbaik.

DASAR TEORI Sorgum

Gambar 1. Sorgum

Sorgum merupakan tanaman yang

proses budidayanya mudah dengan biaya yang

relatif murah, dapat ditanam monokultur

maupun tumpangsari, produktifitas sangat

tinggi. Selain itu tanaman sorgum lebih resisten

terhadap serangan hama dan penyakit

sehingga resiko gagal relatif kecil (Rahmi,

2007).

Rata - rata sorgum memiliki tinggi 2,6

sampai 4 meter. Pohon dan daun sorgum

sangat mirip dengan jagung. Pohon sorgum

tidak memiliki kambium. Jenis sorgum manis

memiliki kandungan yang tinggi pada batang

gabusnya sehingga berpotensi untuk dijadikan

sebagai sumber bahan baku gula sebagaimana

halnya tebu. Daun sorgum berbentuk lurus

memanjang. Biji sorgum berbentuk bulat

dengan ujung mengerucut, berukuran diameter

+ 2 mm (Rahmi, 2007

Ragi

Ragi tape adalah bahan yang dapat

digunakan dalam pembuatan tape,baik dari

singkong maupun beras ketan. Menurut

Tarigan (1988) ragi tape merupakan populasi

campuran yang tediri dari spesies-spesies

genus Aspergilius, Saccharomyces, Candida,

Hansenulla, dan bakteri Acetobacter.Genus

tersebut hidup bersamasama secara

sinergis.Aspergillus menyederhanakan tepung

menjadi glukosa serta memproduksi enzim

glukoamilase yang akan memecah pati dengan

mengeluarkan unit-unit glukosa,sedangkan

Saccharomyces, Candida dan Hansenulla

dapat menguraikan gulamenjadi alkohol dan

bermacam-macam zat organik lain sementara

itu Acetobacter dapat merombakalkohol

menjadi asam. Beberapa jenis jamur juga

terdapat dalamragi tape, antara lain

Chlamydomucor oryzae, Mucor sp, dan

Rhizopus sp.

Gambar 2. Saccharomyces Cerevisiae

Pada umumnya kisaran suhu pertumbuhan

untuk khamir adalah samadengan suhu

optimum pada kapang sekaitar 25-30 dan suhu

maksimum kirakira 35-47. Sementara itu

pertumbuhan khamir pada umumnya lebih baik

pada suasana asam dengan pH 4-4,5, dan tidak

dapat tumbuh dengan baik pada medium alkali,

kecuali jika telah beradaptasi. Khamir tumbuh

pada kondisi aerobic, tetapi yang bersifat

fermentatif dapat tumbuh secara anaerobic

meskipun lambat (Fardiaz,1992).

Saccharomyces cerevisiae merupakan

spesies yang bersifat fermentative kuat. Tetapi

dengan adanya oksigen, Saccharomyces

cerevisiae juga dapat melakukan respirasi yaitu

mengoksidasi gula menjadi karbondioksida dan

air. Kedua sistem tersebut menghasilkan energi,

meskipun yang dihasilkan dari respirasi lebih

tinggi dibandingkan dengan melalui fermentasi.

Saccharomy cescerevisiae akan mengubah

70 % glukosa di dalam substrat menjadi

karbondioksida dan alkohol, sedangkan sisanya

tanpa ada nitrogen diubah menjadi produk

penyimpanan cadangan. Produk penyimpanan

tersebut akan digunakan lagi melalui proses

fermentasi endogenous jika glukosa di dalam

medium sudah habis (Fardiaz,1992).

Nira

Nira adalah cairan yang keluar dari

pohon ataupun batang penghasil nira seperti

aren, tebu, lontar, sorgum dan tanaman

penghasil nira lainnya. Komposisi nira dari suatu

jenis tanaman dipengaruhi beberapa faktor yaitu

antara lain varietas tanaman, umur tanaman,

kesehatan tanaman, keadaan tanah, iklim,

pemupukan, dan pengairan. Demikian pula

setiap jenis tanaman mempunyai komposisi nira

yang berlainan dan umumnya terdiri dari air,

sukrosa, gula reduksi, bahan organik lain, dan

bahan anorganik. Air dalam nira merupakan

bagian yang terbesar yaitu antara 75 – 90 %.

Sukrosa merupakan bagian zat padat yang

terbesar berkisar antara 12,30 – 17,40 %. Gula

reduksi antara 0,50 – 1,00 % dan sisanya

merupakan senyawa organik serta anorganik

(Anonim, 2012a).

Fermentasi

Fermentasi adalah proses produksi

energi dalam sel dalam keadaan anaerobik

(tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi

adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik,

akan tetapi terdapat definisi yang lebih jelas

yang mendefinisikan fermentasi sebagai

respirasi dalam lingkungan anaerobik. Gula

adalah bahan yang umum dalam fermentasi.

Beberapa contoh hasil fermentasi adalah etanol,

asam laktat, dan hidrogen. Akan tetapi beberapa

komponen lain dapat juga dihasilkan dari

fermentasi seperti asam butirat dan aseton.

Fermentasi etanol alkohol dan CO2 oleh mikroba,

Karbohidrat akan dipecah dahulu menjadi gula

sederhana yaitu dengan hidrolisa pati menjadi

unit – unit glukosa (Fardiaz, 1988).

Etanol

Etanol, disebut juga etil alkohol, alkohol

murni, alkohol absolut, atau alkohol saja. Etanol

adalah sejenis cairan yang mudah menguap,

mudah terbakar, tak berwarna, dan merupakan

alkohol yang paling sering digunakan dalam

kehidupan sehari - hari. Senyawa ini merupakan

obat psikoaktif dan dapat ditemukan pada

minuman beralkohol dan termometer modern.

Etanol adalah salah satu obat rekreasi yang

paling tua. Etanol termasuk ke dalam alkohol

rantai tunggal, dengan rumus kimia C2H5OH dan

rumus empiris C2H6O. Etanol sering disingkat

menjadi EtOH, dengan “Et” merupakan

singkatan dari gugus etil (C2H5). Fermentasi

gula menjadi etanol merupakan salah satu

reaksi organik paling awal yang pernah

dilakukan manusia. Efek dari konsumsi etanol

yang memabukkan juga telah diketahui sejak

dulu (Wasito, 2005).

Distilasi

Distilasi adalah cara pemisahan zat cair

dari campurannya berdasarkan perbedaan titik

didih atau berdasarkan kemapuan zat untuk

menguap. Dimana zat cair dipanaskan hingga

titik didihnya, serta mengalirkan uap ke dalam

alat pendingin (kondensor) dan mengumpulkan

hasil pengembunan sebagai zat cair. Pada

kondensor digunakan air yang mengalir sebagai

pendingin.

Gambar 3. Alat distilasi sederhana

Alkohol

Alkohol sebagai hasil fermentasi tipe

anaerobik dari aktivitas khamir. Semua

organisme membutuhkan energi untuk

hidupnya yang diperoleh dari hasil

perombakan bahan pangan yang mengandung

gula. Dengan adanya oksigen beberapa

mikroorganisme mencerna glukosa, karbon

dioksida dan sejumlah besar energi yang

digunakan untuk tumbuh (Buckle et.al, 2007).

Pembentukan alkohol dilakuka dalam

kondisi anaerob oleh Saccharomyces

cereviciae yang merupakan jenis mikroba

fakultatif anaerob. Mikroba tersebut

mempunyai dua mekanisme dalam

mendapatkan energi. Jika ada udara, maka

energi atau tenaga diperoleh melalui

respirasi aerob, hal tersebut tidak digunakan

dalam pembentukan alkohol melainkan untuk

pertumbuhan dan perkembangan sel.

Sedangkan tenaga yang diperoleh melalui

respirasi anaerob sebagian digunakan untuk

pembentukan alkohol (Judoamidjojo et.al,

1990).

Tinggi rendahnya kadar alkohol yang

diperoleh sangat dipengaruhi oleh cepat

lambatnya pertumbuhan sel ragi yang

digunakan dalam fermentasi bahan. Cepat

lambatnya pertumbuhan khamir dapat

dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya

komposisi media yang digunakan sebagai

media pengembangbiakan mikroba mulai

persiapan sampai fermentasi dapat berjalan

optimum ketika pertumbuhan enzim

maksimum dan ketersediaan substrat cukup.

Suhu yang digunakan selama proses

fermentasi akan mempengaruhi mikroba yang

berperan dalam proses fermentsi. Suhu yang

baik untuk fermentasi maksimum adalah 30 °C.

Makin rendah suhu fermentasi makin banyak

alkohol yang dihasilkan, karena pada suhu

rendah fermentasi akan lebih kompleks dan

kehilangan alkohol yang dibawa gas CO2 akan

lebih sikit, pada suhu yang tinggi akan

mematikan mikroba dan menghentikan proses

fermentasi (Jaworski, 2008).

Nilai kalor Nilai kalor (heating value) merupakan

salah satu sifat dasar yang penting dari bahan

bakar yang dianggap sebagai energi dalam

bentuk kalor yang ditransfer ketika produk dari

pembakaran sempurna suatu sampel bahan

bakar didinginkan sampai temperatur mula-mula

dari bahan bakar. Nilai kalor berbanding terbalik

dengan berat jenis. Pada volume yang sama,

semakin besar berat jenis suatu minyak semakin

kecil nilai kalornya, demikian juga sebaliknya

semakin rendah berat jenis semakin tinggi nilai

kalornya. Sebagai contoh adalah berat jenis

bahan bakar diesel lebih tinggi dari pada bahan

bakar bensin sehingga nilai kalordari bahan

bakar diesel lebih rendah daripada bahan bakar

bensin (Kusuma,2010).

Nilai kalor bahan bakar dapat dibedakan

menjadi dua, yaitu nilai kalor atas dan nilai kalor

bawah.

Nilai kalor atas

Kuantitas yang dikenal sebagai nilai kalor

atas (Higher Heating Value) ditentukan dengan

cara mendinginkan hasil atau produk

pembakaran yang berupa gas panas ke

temperatur asal sebelum pembakaran dilakukan,

dimana dalam perhitungannya dilibatkan juga

kalor laten penguapan air. Pengukuran ini sering

dilakukan den gan mendinginkan produk hingga

temperatur lingkungan.

Nilai kalor bawah

Kuantitas yang dikenal sebagai nilai kalor

bawah (Lower Heating Value) ditentukan

dengan cara mengurangkan kalor laten

penguapan air dari nilai kalor atas. Perhitungan

nilai kalor bawah mengasumsikan bahwa

komponen air dari suatu proses pembakaran

tetap berada dalam keadaan uap pada akhir

proses pembakaran, yang mana hal ini

berlawanan dengan yang disebutkan pada nilai

kalor atas yang mengasumsikan bahwa

komponen air dalam proses pembakaran

kembali kedalam keadaan cair setelah terjadi

penguapan selama proses pembakaran. Nilai

kalor bawah juga mengasumsikan bahwa kalor

laten penguapan dari air dalam bahan bakar dan

produk reaksi tidak dipulihkan (Anonim 6,2012).

Brix Kadar gula (Brix) adalah total padatan

terlarut yang mengandung sukrosa, fruktosa,

dan glukosa. Terdapat hubungan antara

konsentrasi gula (dalam hal ini sukrosa) dalam

satuan brix dengan kandungan total gula

pereduksi (monosakarida: glukosa dan fruktosa).

Konsentrasi gula dalam jus berkorelasi secara

linear dengan total gula pereduksi. Ketika brix

kandungan gula mencapai lebih dari 15% maka

mungkin untuk membuat gula berada dalam

fasa cair yaitu sirup berkualitas tinggi. Pada gula

sorgum, brix kandungan gula >15% dapat

dicapai dengan mudah. Oleh karena itulah

alasan mengapa bentuk gula sorgum adalah

sirup bukan gula padat baik itu kristal seperti

gula tebu maupun gula padat seperti gula merah

aren. Untuk mengetahui nilai brix diperlukan

suatu alat ukur (Anonim, 2012b)

Starter

Starter adalah populasi mikroba dalam

jumlah dan kondisi fisiologis yang siap

diinokulasikan pada media fermentasi. Mikroba

pada starter tumbuh dengan cepat dan

fermentasi segera terjadi.Media starter biasanya

identik dengan media fermentasi. Media ini

diinokulasi dengan biakan murni dariagar miring

yang masih segar (umur 6hari). Starter baru

dapat digunakan 6 hari setelah diinokulasi

dengan biakan murni. Pada permukaan

starter akan tumbuh mikroba membentuk

lapisan tipis berwarna putih. Lapisan ini disebut

dengan nata. Volume starter disesuaikan

dengan volume media fermentasiyang akan

disiapkan. Dianjurkan volume starter tidak

kurang dari 5% volume media yang akan

difermentasi menjadi nata. Nata adalah

biomassa yang sebagian besar terdiri dari

selulosa, berbentuk agar dan berwarna putih.

Pemakaian starter yang terlalu banyak tidak

dianjurkan karena tidakekonomis, Bakteri Starter

mengandung berbagai jenis Mikroba dan Enzim

yang bekerja secara sinergiuntuk menghasilkan

asam amino, vitamin dan enzim pencernaan

yang bermanfaat bagi pertumbuhandan

kesehatan ikan/udang.

Bahan bakar

Bahan bakar adalah materi yang bisa

diubah menjadi energi. Biasanya bahan bakar

mengandung energi panas yang dapat

dilepaskan dan dimanipulasi. Kebanyakan

bahan bakar digunakan manusia melalui proses

pembakaran (reaksi redoks) dimana bahan

bakar tersebut akan melepaskan panas setelah

direaksikan dengan oksigen di udara. Proses

lain untuk melepaskan energi dari bahan bakar

adalah melalui reaksi eksotermal dan reaksi

nuklir (seperti Fisi nuklir atau Fusi nuklir).

Hidrokarbon (termasuk di dalamnya bensin dan

solar) sejauh ini merupakan jenis bahan bakar

yang paling sering digunakan manusia. Bahan

bakar lainnya yang bisa dipakai adalah logam

radioaktif (Anonim 5,2012). Secara khusus

bahan bakar didefinisikan sebagai senyawa

kimia yang terutama tersusun dari karbon dan

hidrogen yang bila direaksikan dengan oksigen

pada suhu dan tekanan tertentu akan

menghasilkan produk berupa gas dan sejumlah

energi.

Specific gravity

Specific gravity didefinisikan sebagai

perbandingan berat dari sejumlah volume bahan

bakar terhadap berat air untuk volume yang

sama pada suhu tertentu. Densitas bahan bakar

relatif

terhadap airdisebut specific gravity.

Hubungan antara specific gravity (SG)

dan densitas dapat dilihat pada persamaan

dibawah ini :

Dimana : = densitas substansi yang

diukur (kg/m3)

= densitas air (kg/m3)

Karakteristik ini berkaitan dengan

besarnya nilai kalor dan daya yang dihasilkan

oleh bahan bakar per satuan volume bahan

bakar. Specific gravity (SG) air ditentukan sama

dengan satu. Karena specific gravity adalah

perbandingan, maka specific gravity tidak

memiliki satuan. Pengukuran specific gravity

biasanya dilakukan dengan hydrometer. Specific

gravity digunakan dalam perhitungan yang

melibatkan berat dan volume (Anonim 2,2004).

METODE PENELITIAN

Tempat penelitian

Penelitian dilakukan dibeberapa tempat

yang memiliki peralatan penunjang diantaranya :

1. Laboratorium Kimia Analitik Fakultas MIPA

Universitas Mataram untuk pengujian specific

gravity dan distilasi.

2. Laboratorium Energi Baru Terbarukan (EBT)

Fakultas Teknik Universitas Mataram.

3. Laboratorium Kimia Bahan Pangan jurusan

Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas

Peternakan Universitas Mataram.

ALAT DAN BAHAN

alat dan bahan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah :

1. Distilasi vakum

2. Thermometer infared

3. Alcoholmeter

4. Gelas ukur

5. Refractometer

6. Timbangan digital

7. Jerigen fermentator

8. Pipet

9. Bom kalorimeter

10. Heater

11. Mesin pemeras

12. Hydrometer

13. GC (Gas Chromatography)

14. Nira sorgum

15. Ragi roti

16. Urea dan NPK

VARIABEL PENELITIAN

1. Variabel terikat

a. Kadar alcohol (%)

b. Volume alcohol (ml)

c. Specific gravity

d. Nilai kalor (J/gr)

2. Variabel bebas

a. Variasi massa ragi pada proses

fermentasi untuk pembuatan bioetanol

yakni dengan variasi 10 gr/l, 20 gr/l, dan

30 gr/l.

b. Variasi temperatur pada proses distilasi

untuk pembuatan bioetanol yakni dengan

variasi 70 °C, 75 °C, dan 80 °C ±2 °C.

PROSEDUR PENELITIAN

1. Pemerasan sorgum

Sebelum melakukan proses pemerasan,

terebih dahulu batang sorgum dibersihkan

daunnya. Setelah semua daun pada batang

sorgum bersih maka batang sorgum siap untuk

diperas. Proses pemerasan dilakukan

menggunakan mesin pemeras. Setelah itu nira

hasil perasan dari batang sorgum difilter

menggunakan filter air untuk mengurangi

kotoran pada nira.

2. Penentuan brix

Nira hasil perasan batang sorgum

dipanaskan menggunakan kompor dengan

temperatur 80-90 °C hingga diperoleh brix 16%.

Digunakan refraktometer untuk mengetahui

bahwa nira yang dimasak sudah mencapai brix

16%. Selain untuk menaikkan brix pemanasan

ini juga bertujuan untuk membunuh bakteri yang

ada pada nira sorgum.

3. Pembuatan starter

Membuat starter sebanyak 10 % dari

volume sampel yang akan difermentasi.

Kemudian ditambahakan Urea dan NPK masing-

masing 0,5 gr/l dan 0,6 gr/l. Kemudian

ditambahkan variasi massa ragi masing -

masing sebanyak 10 gr/l, 20 gr/l dan 30 gr/l.

Setelah itu masukkan starter ke dalam botol

untuk dikocok sampai semua campuran benar -

benar tercampur dan starter tersebut dibiarkan

dalam keadaan aerob selama 12 jam.

4. Pencampuran

0

5

10

15

20

0 2 4 6 8 10 12

Bri

x (

%)

Waktu (Jam)

Grafik Hubungan Waktu Starter

Dengan Brix

massa ragi 10

massa ragi 20

massa ragi 30

Nira sorgum yang telah disesuaikan kadar

padatannya (brix) dan beratnya, dicampurkan

dengan starter yang telah dibuat. Untuk satu

variasi ragi menggunakan 1 buah jrigen

fermentor dimana masing-masing jrigen berisi 3

liter nira sorgum dan dicampurkan dengan

masing-masing starter yang telah dibuat.

5. Proses fermentasi

Fermentasi dilakukan secara annaerob

(tanpa oksigen) menggunakan temperatur

ruangan antara 23-33 °C, dimana proses

fermentasi ini akan berlangsung selama 3 hari

dan dalam keadaan anaerob. Dilakukan

mengukuran brix pada hari ke-3 untuk melihat

brapa % gula yang telah diuraikan menjadi

alkohol.

6. Proses distilasi

Pada proses distilasi menggunakan

variasi temperatur 70 °C, 75 °C dan 80 °C.

Diagram alir penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Starter Starter merupakan bahan tambahan yang

digunakan pada tahap awal proses fermentasi.

Starter merupakan biakan mikroba tertentu yang

ditumbuhkan di dalam substrat atau medium

untuk tujuan proses fermentasi. Fungsi starter

itu sendiri adalah untuk biakan mikroorganisme

yang akan mempercepat proses fermentasi

berlangsung dalam keadaan anaerob.

Tabel 1. Hubungan waktu starter dengan brix

waktu

(jam)

massa ragi

10 (Gram)

massa ragi

20 (Gram)

massa

ragi 30

(Gram)

0 16 16 16

2 11 11 10

4 6 6 5

6 5 5 5

8 5 5 5

10 5 5 5

12 5 5 5

Gambar 4. Hubungan waktu starter dengan brix Dari Gambar 4. bisa dilihat penurunan

brix selang waktu 2 jam, pada 2 jam pertama

dan kedua terjadi penurunan brix secara

signifikan dan 2 jam selanjutnya sampai

mencapai waktu starter yang telah ditentukan

yaitu 12 jam tidak terjadi penurunan brix

disebabkan karena mikroba mampu memakan

gula sampai titik itu yaitu 5 %. Untuk massa ragi

yang digunakan pada penelitian ini tidak terlalu

berpengaruh terhadap penurunan brix, karena

terlihat pada tabel 4.1 dan gambar 4.1

perbedaan penurunan atua perubahan brix yang

diamati selama 12 jam tidak terlalu signifikan.

2. Penentuan kadar alcohol Untuk lebih jelasnya hasil pengujian

pengaruh temperatur distilasi terhadap

konsentrasi alkohol pada massa ragi 10 gram,

20 gram dan 30 gram dapat kita lihat pada tabel

di bawah ini :

Tabel 2. Hubungan konsentrasi alkohol dengan

temperatur distilasi dan

massa ragi

Temperatur

(°C)

Massa Ragi

(gram)

Kadar

Alkohol

(%)

70 10 93,35

75 10 97,29

80 10 98,10

70 20 96,64

75 20 97,53

80 20 97,78

70 30 97,10

75 30 97,88

80 30 97,91

Gambar 5. Hubungan konsentrasi alkohol

dengan massa ragi dan temperatur distilasi

Alkohol diperoleh melalui fermentasi

karbohidrat dengan bantuan katalis (ragi).

Dimana selama proses tersebut sekumpulan

bakteri yang terdapat didalam ragi yaitu

Saccharomyces cereviciae akan menguraikan

karbohidrat menjadi glukosa yang kemudian

glukosa diuraikan menjadi alkohol yang

merupakan salah satu dari produk fermentasi

yang kita harapkan dalam panelitian ini. Setelah

proses fermentasi selesai dilakukan ke tahap

berikutnya yaitu distilasi. Dimana pada proses

distilasi ini pemisahan 2 jenis zat yaitu air dan

alkohol dengan cara dipanaskan pada

temperatur yang telah ditentukan.

Dari Gambar 5. ditujukkan bahwa

seiring bertambahnya temperatur distilasi atau

mendekati titk didih alkohol yaitu 78 °C maka

kadar alkohol yang dihasilkan semakin tinggi

dengan menggunakan massa ragi 10 gram, 20

gram dan 30 gram. Pada penelitian ini bisa

dilihat bahwa kadar alkohol tertinggi yang

dihasilkan adalah 98,10 % pada temperatur

30

35

40

45

50

55

5 15 25 35

Vo

lum

e A

lko

ho

l (m

l)

Massa ragi (gram)

Grafik Hubungan Volume

alkohol dengan massa ragi dan

temperatur distilasi

T 70

T 75

T 80

distilasi 80 oC dengan menggunakan massa ragi

10 gram seperti apa yang ditujukkan pada

gambar di atas. Pada penelitian sebelumnya

yang meneliti tentang Analisa Pengaruh Lama

Fermentasi Dan Temperatur Distilasi Terhadap

Sifat Fisik (Specific Gravity Dan Nilai Kalor)

Bioetanol Berbahan Baku Nanas (Comosus)

mendapatkan kadar alkohol tertinggi yaitu

76,03 % dengan waktu fermentasi 9 hari dan

temperatur distilasi 60 °C (Sutanto R dkk,2013).

Kadar alkohol pada penelitian ini lebih tinggi

daripada kadar alkohol yang didapatkan pada

penelitian sebelumnya, disebabkan karena pada

penelitian ini menggunakan ragi fermipan,

sedangkan pada penelitian sebelumnya yang

menggunakan ragi tape. Ragi fermipan adalah

ragi yang mudah larut dan tercampung dengan

nira saat fermentasi dan lebih cendrung

mengubah gula menjadi alkohol yang terdapat

pada nira, sedangkan ragi tape sulit larut dan

tercampur pada saat fermentasi karena ragi

tape cendrung digunakan untuk fermentasi

bahan padat yang banyak mengandung

karbohidrat.

Dari Gambar 5. terdapat garis putus-

putus yang menunjukkan kadar alkohol 99,5%

dan 80 %, yang mana kadar alkohol 99,5 %

sudah memenuhi standar untuk bahan bakar

motor, sedangkan kadar alkohol 80 %

merupakan standar untuk bahan bakar kompor

rumah tangga (Sri dkk, 2011) (Litya1 J dan

Iskandar R1, 2014). Pada penelitian ini kadar

alkohol tertinggi yang dihasilkan <99,5 %, jadi

belum bisa digunakan sebagai bahan bakar

untuk kendaraan. Tetapi sudah memenuhi untuk

standar bahan bakar kompor rumah tangga,

karena kadar alkohol yang diperoleh pada

penelitian ini rata-rata >80 %.

Pada penelitian ini bisa disimpulkan

bahwa massa ragi tidak terlalu berpengaruh

terhadap kadar alkohol karena berapapun

massa ragi yang digunakan antara 10 gr, 20 gr

dan 30 gr akan menghasilkan kadar alkohol

yang tinggi dengan menggunakan temperatur

distilasi 80 °C.

3. Penentuan volume alkohol Tabel 3. Hubungan volume alkohol dengan

massa ragi dan temperatur distilasi

Temperatur

(°C)

Massa Ragi

(gram)

Volume

Alkohol

(ml)

70 10 45

75 10 42

80 10 41

70 20 45

75 20 40

80 20 38

70 30 53

75 30 50

80 30 49

Gambar 6 Hubungan volume alkohol dengan

massa ragi dan temperatur distilasi

Dari Gambar 6. dapat dilihat bahwa

semakin rendah temperatur yang digunakan

pada saat proses distilasi maka semakin tinggi

volume alkohol yang dihasilkan, hal ini juga

berhubungan dengan kadar alkohol yang

dihasilkan karena semakin tinggi kadar alkohol

maka semakin rendah volume alkoholnya

disebabkan karena pada temperatur <80 (°C)

waktu yang dibutuhkan untuk distilasi semakin

lama untuk memperoleh alkohol. Hal ini

juga disebabkan dengan semakin banyaknya

kadar air yang ikut menguap pada saat proses

distilasi karena, dengan temperatur <80 (°C)

akan menambah kadar air disebabkan karena

semakin lamanya waktu distilasi. Pada gambar

di atas bisa dilihat volume alkohol tertinggi

adalah 53 ml pada temperatur distilasi 70 (°C)

dengan massa ragi 30 gram. Dapat disimpulkan

bahwa jika ingin mendapatkan volume alkohol

yang tinggi maka harus menggunakan massa

ragi 30 gr dan distilasi dengan temperatur

<80 °C tapi dengan kadar alkohol yang

dihasilkan rendah. Sebaliknya jika yang

diinginkan kadar alkohol yang tinggi maka

gunakan temperatur distilasi 80 °C dengan

volume yang dihasilkan rendah.

4. Perhitungan Spesific Gravity Perhitungan untuk data pengujian

bioetanol dengan massa ragi fermentasi 10

gram dan temperatur distilasi 70 °C adalah

sebagai berikut :

Diketahui:

Massa alkohol (m) = 23,9439 gr

Volume alkohol (v) = 30 ml

Massa aquades (ma) = 27,3180 gr

Volume aquades (va) = 30 ml

Temperatur aquades= 25 °C

= 0,7981 gr/ml

= 0,9186 gr/ml

= 0,8764

Tabel 4. Nilai densitas alkohol dan specific

gravity pada tiap variasi massa ragi dan

temperatur distilasi

Temperatur

(°C)

Massa

Ragi

(gram)

Densitas

Alkohol

(gr/ml)

Spesific

Gravity

70 10 0,7981 0,8764

75 10 0,7598 0,8344

80 10 0,7280 0,7994

70 20 0,7614 0,8361

75 20 0,7574 0,8317

80 20 0,7563 0,8305

70 30 0,7528 0,8349

75 30 0,7525 0,8264

80 30 0,7523 0,8261

𝜌 23,9439 𝑔𝑟

30 𝑚𝑙

𝜌𝑎 27,3180 𝑔𝑟

30 𝑚𝑙

𝑆𝐺 0,7981 𝑔𝑟/𝑚𝑙

0,9106 𝑔𝑟/𝑚𝑙

Gambar 7. Hubungan massa ragi dan

temperatur distilasi terhadap spesific gravity

alkohol

Dari Gambar 7. bisa dilihat bahwa

semakin tinggi temperatur distilasi maka specific

gravity semakin rendah. Hal ini disebkan karena

pada temperatur distilasi 80 °C kadar alkohol

yang dihasilkan semakin tinggi, semakin

tingginya kadar alkohol maka semakin rendah

kadar air yang terdapat di dalam alkohol

tersebut. Hal ini berpengaruh pada perhitungan

densitas alkohol ( ), semakin rendah kadar air

yang terdapat di dalam alkohol maka massa

alkohol semakin rendah. Semakin rendahnya

massa alkohol inilah yang menyebabkan

spesific gravitynya semakin rendah. Untuk

massa ragi tidak terlalu bepengaruh karena

menggunakan massa ragi berapapun antara 10

gr, 20 gr dan 30 gr dengan temperatur yang

tinggi yaitu 80 °C akan mendapatkan spesific

gravity yang rendah, sebaliknya jika

menggunakan temperatur yang rendah maka

terlihat jelas spesific gravitynya tinggi. Hal ini

desebabkan karena kadar alkohol yang

dihasilkan pada saat distilasi menggunakan

temperatur yaitu 70 °C dan 75 °C lebih rendah.

Dari Gambar 7. juga dapat dililihat

terjadi penurunan spesific gravity seiring

bertambahnya kadar alkohol, pada temperatur

distilasi 70 °C terjadi penurunan spesific gravity

yang signifikan disebabkan karena peningkatan

kadar alkohol yang diperoleh dari massa ragi 10

gram ke 20 gram, sedangkan pada massa ragi

30 gram kadar alkohol yang dihasilkan

mendekati massa ragi 20 gram, jadi

perbedaannya tidak terlihat. Pada temperatur

distilasi 75 °C perubahan spesific gravity tidak

terlalu terlihat pada gambar, karena perbedaan

kadar alkohol yang diperoleh tidak jauh berbeda

atau nilainya mendekati satu sama lain.

Sedangkan pada temperatur distilasi 80 °C

terjadi peningkatan nilai spesific gravity dari

massa ragi 10 gram ke 20 gram yang sangat

signifikan, karena penurunan kadar alkohol, dan

akan turun lagi pada massa ragi 30 gram seiring

peningkatan kadar alkohol.

Pada penelitian ini bisa disimpulkan

bahwa nilai spesific grafity berbanding terbalik

dengan kadar alkohol yang dihasilkan.

5. Penentuan Nilai Kalor

Temperatur

(°C)

Massa

Ragi

(gram)

Nilai

Kalor

(cal/gr)

Nilai

Kalor

(J/gr)

70 10 1784 7464,256 75 10 2286 9564,624 80 10 3011 12598,024

70 20 2178 9112,752

75 20 2361 9878,424

80 20 2323 9719,432

70 30 2242 9380,528

75 30 2429 10162,936 80 30 2540 10627,360

0,78

0,8

0,82

0,84

0,86

0,88

0,9

0 20 40

Sp

esif

ic G

ravit

y

Massa Ragi (gram)

Grafik hubungan massa ragi

dan temperatur distilasi

terhadap spesific gravity

alkohol

T 70

T 75

T 80

Gambar 8. Hubungan massa ragi dan temperatur distilasi terhadap nilai kalor Dari Gambar 8. dapat dilihat bahwa nilai kalor

tertinggi terdapat pada alkohol dengan

menggunakan massa ragi 10 gram dan

temperatur distilasi 80 °C dan yang terendah

adalah dengan variasi massa ragi 10 gram dan

temperatur distilasi 70 °C . Nilai kalor akan

semakin naik seiring dengan bertambahnya

temperatur distilasi, karena pada temperatur

80 °C kadar alkohol yang dihasilkan semakin

tinggi. hal ini secara tidak langsung telah

menunjukkan bahwa bioetanol yang memiliki

kadar alkohol yang lebih tinggi cendrung akan

melepaskan panas yang lebih besar jika

dibandingkan dengan bioetanol dengan kadar

yang lebih rendah. Seperti yang telah dijelaskan

sebelumnya bahwa nilai kalor berbanding

terbalik dengan berat jenis. Bisa disimpulkan

bahwa semakin tinggi kadar alkohol maka

semakin rendah berat jenisnya dan semakin

tingginya nilai kalor.

Dari hal tersebut di atas sekiranya

dapat dipahami bahwa nilai kalor dipengaruhi

oleh faktor-faktor yang juga mempengaruhi

kadar alkohol, contohnya, pada penelitian ini

adalah massa ragi fermentasi dan temperatur

distilasi. Namun yang perlu diperhatikan dalam

hal ini adalah temperatur distilasinya, karena hal

ini memiliki hubungan dengan jumlah etanol

yang dihasilkan, dimana semakin rendah

temperatur semakin tinggi pula jumlah etanol

yang diperoleh, tetapi kadarnya semakin rendah,

oleh karena itu nilai kalornya juga akan rendah.

Dari Gambar 8. terdapat garis putus-

putus yang menunjukkan nilai kalor premium

dan alkohol murni. Pada penelitian ini nilai kalor

tertinggi yang diperoleh adalah 24222,31

J/gram mendekati nilai kalor alkohol murni yaitu

29288 J/gram (Mulyono and Suseno, 2010).

Tetapi masih jauh dengan nilai kalor premium

yaitu 48000 J/gram (Putri 2016). Seperti yang

sudah dijelaskan alkohol yang diperoleh pada

penelitian ini bisa digunakan sebagai bahan

kompor rumah tangga dengan melihat nilai kalor

yang mendekati alkohol murni dan standar

kadar alkohol untuk kompor adalah <80 %. Jadi

bisa disimpulkan bahwa rata-rata kadar alkohol

yang diperoleh pada penelitian ini sudah bisa

digunakan sebagai bahan bakar kompor rumah

tangga.

Dari Gambar 8. juga dapat dilihat

penurunan nilai kalor seiring semakin rendahnya

kadar alkohol yang diperoleh, dari massa ragi 10

gram ke 20 gram penurunannya terlihat

signifikan kemudian meningkat lagi pada massa

ragi 30 gram dengan temperatur distilasi 80 °C.

Pada temperatur distilasi 75 °C peningkatan nilai

kalor tidak signifikan, disebabkan karena

perbedaan kadar alkohol pada temperatur ini

tidak terlalu jauh. Pada temperatur 70 °C terjadi

peningkatan nilai kalor seiring dengan

meningkatnya kadar alkohol dari massa ragi 10

gram ke massa ragi 20 gram, sedangkan dari

massa ragi 20 gram ke 30 gram peningkatannya

tidak terlalu terlihat disebabkan keran

perbedaan kadar alkoholnya tidak signifikan.

Seperti yang sudah dijelaskan nilai kalor

berbanding lurus dengan kadar alkohol yang

diperoleh, nilai kalor akan meningkat seiring

dengan meningkatnya kadar alkohol.

Kesimpulan dan Saran 1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah

dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut:

Kadar etanol tertinggi yang didapatkan

adalah sebesar 98,10 % dengan

menggunakan massa ragi 10 gram dan

temperatur distilasi 80 °C.

Volume etanol tertinggi adalah 53 ml dengan

menggunakan massa ragi 30 gram dan

temperatur distilasi 70 °C.

Ragi juga berpengaruh terhadap peningkatan

volume etanol tetapi nilai kalor akan

berkurang.

Kadar etanol yang dihasilkan tidak terlalu

berpengaruh dengan massa ragi yang

digunakan, karena dengan temperatur

distilasi 80 °C akan menghasilkan kadar

etanol yang tinggi menggunakan ragi 10

gram, 20 gram, dan 30 gram.

Nilai spesific gravity yang diperoleh

berbanding terbalik terhadap kadar etanol

yang didapatkan, karena semakin tinggi

kadar etanol maka semakin rendah nilai

spesific gravity.

Nilai kalor tertinggi yang diperoleh pada

penelitian ini adalah 12598,024 J/gr dan

yang terendah 7464,256 J/gr.

2. Saran

Diharapkan pada penilitian selanjutnya

agar menggunakan bahan lain yang

mengandung gula cukup tinggi dan mempunyai

nilai ekonomis sebagai bahan baku untuk

pembuatan bioetanol agar nantinya bisa

dibandingkan dengan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Akhir, Y.M., Chairul, & Drastinawati. 2015. Pembuatan Bioetanol Dari Fermentasi Nira Aren (Arenga Pinata) Menggunakan Yeast Saccharomyces Cerevisiae Dengan Pengaruh Variasi Konsentrasi Nutrisi Dan Waktu Fermentasi. JOM FTEKNIK, Vol. 2 No. 1, p. 1-4.

Anonim, 2012a. Nira Aren.

(http://gulasemutaren.blogspot.com) Akses tanggal 22 Oktober 2018.Mataram.

Anonim, 2012b. Pengertian Brix.http: pemurnian-

nira-di-pabrik-gula Akses tanggal 22 februari 2012.Makassar.

Anonim 5, 2012, Bahan bakar berdasarkan fasenya,http://id.wikipedia.org/wiki/Bahan bakar.

Anonim 2, 2004,Bahan bakar dan pembakaran,www.energyefficiencya sia.org.

Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet dan M. Wotton, 1987. Ilmu Pangan. Penerjemah H Purnomo dan Adiono. UI – Press, Jakarta.

Fardiaz, S., 1992, Mikrobiologi Pangan 1, Jakarta: PT. Gramedia Utama Pustaka, hal 62, 105, 110, 245, 246, dan 235.

Judoamidjojo, RM., E.G. Sa’id, dan L.Hartoto. 1989. Biokonversi. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Dirjen Dikti, Pusat Antar Universitas Bioteknologi Institut Pertanian Bogor.

Kartini, A.M., & Pandebesie, E.S. (2016). Produksi Bioetanol Dari Batang Sorghum Bicolor (L.) Moench Dengan Saccharomyces Cerevisiae Dan Konsorsium S. Cerevisiae-Pichia Stipites. Jurnal Purifikasi, vol. 16, No. 2. p. 119-127.

Khodijah, S., & Abtokhi, A., 2015. Analisis Pengaruh Variasi Persentase Ragi (Saccharomyces Cerevisiae) Dan Waktu Pada Proses Fermentasi Dalam Pemanfaatan Duckweed (Lemna Minor) Sebagai Bioetanol, Jurnal Neutrino, Vol. 7 No. 2, p. 71-76.

Maimuna, S., 2004, Pengaruh interaksi variasi suhu dan lama fermentasi terhadap kadarglukosa dan kadar alkohol tape ketan hitam, Malang:Skripsi tidak diterbitkan. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan TeknologiUniversitas Islam Negeri Malang.

Nowak, J., 2008, Ethanol Yield and Productivity of Zymomonas mobilis in Various Fermentation Methods, Electronic Journal of Polish Agricultural Universities, Vol. 3, No. 2 seri Food Science and Technology.

Nurydastuti,I. 2008. Prospek Pengembangan bioufel sebagai substiutsi bahan bakar minyak.Http://www.sinarharapan.com.

Rahmi, Syuryawati, Zubachtirodin. 2007. Teknologi Budidaya Gandum. Balai Penelitian Tanaman Serealia.Maros.

Sutanto, R., Jaya, H., & Mulyanto, A. (2013). Analisa Pengaruh Lama Fermentasi Dan Temperatur Distilasi Terhadap Sifat Fisik (Specific Gravity Dan Nilai Kalor) Bioetanol Berbahan Baku Nanas (Ananas Comosus. Dinamika Teknik Mesin, Volume 3 No. 2. p.91-99.

Tarigan, J., 1988, Pengantar Mikrobiologi Umum, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Pendidikan.

Tati, Nurmala, S.W. 2003. Serealia Sumber Karbohidrat Utama. Rineka Cipta. Jakarta.

Volk, Wesley A., 1993, Mikrobiologi Dasar, edisi ke-5, Erlangga, Jakarta.

Wasito. 2005. Proses Pembuatan Etanol. Http://www.suaramerdeka.co.id. Diakses tanggal 17 nov 2012. Makassar

Wijaya, K., Bagus I Gusti, 2010. Pengolahan sampah organik menjadi etanol dan pengujian sifat fisika Biogasoline.

Zely, F.D. 2014. Pengaruh Waktu Dan Kadar Saccharomyces Cerevisiae Terhadap Produksi Etanol Dari Serabut Kelapa Pada Proses Sakarifikasi Dn Fermentasi Simultan Degan Enzim Selulase, Universitas Bengkulu.

Zenius, A., 2016. Analisa Bioetanol Dari Nira Aren Menggunakan Destilasi Fraksinasi Ganda Sebagai Bahan Bakar. Kendari: Universitas Halu Oleo.