Upload
fica19
View
25
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
PENDAHULUAN
1. Definisi
IUFD (Intra Uterine Fetal Death) merupakan kematian janin yang terjadi
tanpa sebab yang jelas, yang mengakibatkan kehamilan tidak sempurna
(Uncomplicated Pregnancy). Kematian janin terjadi kira-kira pada 1% kehamilan
dan dianggap sebagai kematian janin jika terjadi pada janin yang telah berusia 20
minggu atau lebih, dan bila terjadi pada usia di bawah usia 20 minggu disebut
abortus. Sedangkan WHO menyebutkan bahwa yang dinamakan kematian janin
adalah kematian yang terjadi bila usia janin 20 minggu dan berat janin waktu lahir
diatas 1000 gram.1
Pada dasarnya untuk membedakan IUFD dengan aborsi spontan, WHO dan
American College of Obstetricians and Gynaecologists telah merekomendasikan
bahwa statistik untuk IUFD termasuk di dalamnya hanya kematian janin intra
uterine dimana berat janin 500 gr atau lebih, dengan usia kehamilan 20 minggu
atau lebih.2 Tapi tidak semua negara menggunakan pengertian ini, masing-masing
negara berhak menetapkan batasan dari pengertian IUFD.3
2. Etiologi
Penyebab dari kematian janin intra uteri yang tidak dapat diketahui sekitar
25-60%, insiden meningkat seiring dengan peningkatan usia kehamilan. Pada
beberapa kasus yang penyebabnya teridentifikasi dengan jelas, dapat dibedakan
berdasarkan penyebab dari faktor janin, maternal dan patologi dari plasenta.1
a. Faktor Ibu
1) Ketidakcocokan Rh darah Ibu dengan janin
Akan timbul masalah bila ibu memiliki Rh negatif, sementara ayah
Rh positif, sehingga janin akan mengikuti yang lebih dominan yaitu Rh
positif, yang berakibat antara ibu dan janin akan mengalami
ketidakcocokan rhesus. Ketidakcocokan ini akan mempengaruhi kondisi
janin tersebut. Misalnya dapat terjadi kondisi hidropsfetalis, yaitu suatu
reaksi imunologis yang menimbulkan gambaran klinis pada janin antara
lain berupa pembengkakan pada perut akibat terbentuknya cairan yang
berlebihan pada rongga perut (asites), pembengkakan kulit janin dan
1
penumpukan cairan di rongga dada atau rongga jantung. Akibat dari
penimbunan cairan-cairanyang berlebihan tersebut, tubuh janin akan
membengkak yang dapat mengakibatkan darah bercampur dengan air. Jika
kondisi demikian terjadi dapat menyebabkan kematian janin.1,3IUFD
akibat ketidakcocokan Rh darah ibu dan janin terjadi sekitar 2,7%3.
2) Ketidakcocokan golongan darah Ibu dengan janin
Terutama pada golongan darah A, B, dan O yang sering terjadi
adalah antara golongan darah anak A atau B dengan ibu bergolongan darah
O atau sebaliknya. Hal ini disebabkan karena pada saat masih dalam
kandungan, darah janin tidak cocok dengan darah ibunya, sehingga ibu
akan membentuk zat antibodi.1,3IUFD akibat ketidakcocokan golongan
darah ibu dengan janin terjadi sekitar 3%3.
3) Berbagai penyakit pada ibu hamil
Penyakit-penyakit yang terjadi pada ibu hamil sehingga
mengakibatkan kematian janin dapat disebabkan oleh 2 faktor, yaitu :
1. Kelainan Metabolik
a. Diabetes Gestasional
Kadar glukosa yang tinggi pada ibu dapat menyebabkan
terjadinya IUFD sekitar 16,2%17. Hiperinsulinemia yang terjadi
pada janin akan meningkatkan kecepatan metabolisme dan
keperluan oksigen untuk menghadapi keadaan seperti
hiperglikemia dan keto-asidosis.1,16
2. Kelainan Vaskular
a. Hipertensi Gestasional
Hipertensi dapat menyebabkan suplai O2 pada janin
berkurang yang disebabkan oleh berkurangnya suplai darah dari
ibu ke plasenta yang disebabkan oleh spasme dan kadang-kadang
trombosis dari pembuluh darah ibu. 1,3 IUFD akibat hipertensi
gestasional terjadi sekitar 21,6%.17
b. Pre-eklamsi
2
Preeklampsia merupakan komplikasi kehamilan yang ditandai
dengan peningkatan tekanan darah disertai proteinuria pada wanita
hamil yang sebelumnya tidak mengalami hipertensi.1.2
Komplikasi pada ibu berupa sindroma HELLP (Hemolysis,
Elevated Liver Enzyme, Low Platelet), edema paru, gangguan
ginjal, perdarahan, solusio plasenta bahkan kematian ibu.
Komplikasi pada bayi dapat berupa kelahiran premature, gawat
janin, berat badan lahir rendah atau intra uterine fetal death
(IUFD).2 IUFD akibat hipertensi gestasional terjadi sekitar 10,6%.17
4) Trauma saat hamil
Trauma bisa mengakibatkan terjadinya solusio plasenta.Trauma
terjadi misalnya karena benturan pada perut, baik karena kecelakaan atau
pemukulan. Trauma bisa saja mengenai pembuluh darah di plasenta,
sehingga menyebabkan solusio plasenta dan atau ablasio plasenta, yang
pada akhirnya aliran darah ke janin pun terhambat sehingga dapat
menyebabkan kematian janin. 1,2,3 IUFD akibat trauma saat hamil
dilaporkan terjadi sekitar 8%2,3.
5) Infeksi pada ibu hamil
a. Toxoplasma
Infeksi toxoplasma pada kehamilan dapat menyebabkan abortus
spontan (4%), kematian janin dalam kandungan (3%), janin hidup dengan
kelainan tertentu (7%), toksoplasmosis bawaan (5%).8 Secara keseluruhan,
kurang dari ¼ bayi yang mengalami toksoplasmosis kongenital
menampakkan gejala klinis pada saat lahir. Sebagian besar baru akan
memperlihatkan gejala kemudian hari. Toksoplasma menyerang otak janin
dan dapat menyebabkan berat badan janin rendah, hepatosplenomegali,
ikterus dan anemia. Gejala defisit neurologis seperti kejang-kejang,
kalsifikasi intrakranial, retardasi mental dan hidrosefalus atau
mikrosefalus. Pada kedua kelompok biasanya terjadi korioretinitis. 7,8
b. Rubella
3
Rubella telah dibuktikan dapat menyebabkan abortus (2%),
kematian janin dalam kandungan (3%), dan kelainan kongenital yang
berat.8Infeksi rubella pada janin dapat menghambat pertumbuhan intra
uterin, kelainan hematologi, hepatosplenomegali, ikterus, dan kelainan
kromosom sehingga dapat mengganggu kesejahteraan janin dalam
kandungan yang berdampak pada kematian janin7,8.
c. Cytomegalovirus
Cytomegalovirus merupakan penyebab tersering infeksi perinatal,
dengan insidens mencapai 0,5-2% neonatus. Infeksi cytomegalovirus pada
janin dapat menghambat pertumbuhan intra uterin, kelainan hematologi,
hepatosplenomegali, hidrosefalus, mikrosefalus, ikterus, dan hidrofetalus
sehingga mengganggu kesejahteraan janin dalam kandungan yang
berdampak pada kematian janin
d. Herpes Simplex Virus
Fetus seringkali terinfeksi oleh virus ini melalui serviks atau jalan
lahir. Virus kemudian dapat menginvasi uterus apabila terjadi ketuban
pecah. Hampir separuh dari neonatus yang terinfeksi adalah preterm dan
resiko infeksi mereka tersebut berhubungan dengan jenis infeksi maternal
primer atau rekuren. Dari 50% infeksi neonatal pada infeksi maternal
primer namun hanya 4-5% yang terjadi pada infeksi rekurens.5,7Dari suatu
penelitian dilaporkan bahwa tidak ada dari 34 neonatus yang terpajan
terhadap virus rekurens pada saat persalinan yang terinfeksi. Hal ini
diduga terjadi karna inocuum virus yang lebih kecil dan terdapat antibodi
yang ditransfer lewat plasenta yang menurunkan insidens dan beratnya
penyakit pada neonatal. Infeksi yang terlokalisir biasanya memiliki luaran
yang baik.7
e. Malaria
Malaria juga terkenal dapat memicu IUFD. Kematian janin intra
uteri dapat terjadi akibat hiperpireksi, anemi berat, penimbunan parasit di
dalam plasenta yang menyebabkan gangguan sirkulasi ataupun akibat
infeksi trans-plasental. Kematian janin intra uteri akibat malaria dilaporkan
terjadi sebanyak 4%.5,17
4
f. TBC
Tuberkolusis paru adalah suatu penyakit menular yang
disebabkanoleh basilMikobacterium tuberkolusis. Karena kehamilan
belum terbukti meningkatkan risiko TB, epidemiologi TB pada kehamilan
adalah refleksi dari kejadian umum kasus TB.Indonesia merupakan negara
ketiga di dunia dalam urutan jumlah penderita TBC setelah India (30%)
dan China (15%) dengan presentase sebanyak 10% dari total penderita
TBC di dunia.Patogenesis infeksi tuberkulosis pada wanita hamil sama
dengan pada wanita tidak hamil [17]. Namun, gejala tuberkulosis pada ibu
hamil dapat hadir secara diam-diam, karena gejala malaise dan kelelahan
yang terjadi lebih dianggap gejala akibat kehamilan daripada penyakit.
Selain itu, selama kehamilan menjadi sulit untuk mengenali penurunan
berat badan. Komplikasi kebidanan telah dilaporkan dapat mengakibatkan
aborsi spontan, kehamilan dengan rahim kecil, dan berat badan sub-
optimal pada kehamilan. Lainnya termasuk persalinan prematur, berat
lahir rendah dan peningkatan mortalitas neonatal. Keterlambatan diagnosis
merupakan faktor independen, yang dapat meningkatkan morbiditas
obstetri sekitar empat kali lipat, sementara risiko persalinan prematur
mungkin meningkat sembilan kali lipat.18
6) Prolonged Pregnancy (kehamilan diatas 42 minggu)
Kehamilan lebih dari 42 minggu dapat menyebabkan kematian
janin sekitar 5% 2,3 Jika kehamilan telah lewat waktu, plasenta akan
mengalami penuaan sehingga fungsinya akan berkurang. Janin akan
kekurangan asupan nutrisi dan oksigen. Cairan ketuban bisa berubah
menjadi sangat kental dan hijau, akibatnya cairan dapat terhisap masuk
kedalam paru-paru janin. Hal ini bisa dievaluasi melalui USG dengan
color Doppler sehingga bisa dilihat arus arteri umbilikalis jantung ke
janin. Jika demikian kehamilan harus segera dihentikan dengan cara
induksi. Itulah perlunya taksiran kehamilan pada awal dan akhir
kehamilan.1
7) Hamil pada usia lanjut
5
Peningkatan usia maternal juga akan meningkatkan risiko IUFD1.
Wanita diatas usia 35 tahun memiliki risiko 40-50% lebih tinggi akan
terjadinya IUFD dibandingkan dengan wanita pada usia 20-29 tahun11.
Risiko terkait usia ini cenderung lebih beratpada pasien primipara
dibanding multipara. Alasan yang mungkin dapat menjelaskan sebagian
risiko terkait usia ini adalah insiden yang lebih tinggi akan terjadinya
kehamilan multiple, diabetes gestasional, hipertensi, dan malformasi fetal
pada wanita yang lebih tua.
8) Kematian Ibu
Jika terjadi kematian ibu, sudah jelas janin juga akan mengalami
kematian dikarenakan fungsi tubuh yang seharusnya menopang
pertumbuhan janin tidak lagi ada.1,3 Insidensi terjadinya IUFD karena
kematian ibu adalah 50%.
9) Ruptur uteri
Ruptur uteri pada kehamilan merupakan komplikasi yang jarang
tetapi memiliki insiden yang tinggi terhadap morbiditas janin dan ibu.
Berdasarkan penelitian dari tahun 1976-2012, menggambarkan kejadian
pecahnya rahim, dilaporkan 2.084 kasus di antara 2.951.297 wanita hamil,
menghasilkan tingkat ruptur uteri keseluruhan dari 1 di 1.146 kehamilan
(0,07%). Luka rahim dari operasi caesar sebelumnya merupakan faktor
risiko yang paling umum. Bentuk lain dari operasi rahim yang
menghasilkan sayatan ketebalan penuh (seperti miomektomi), persalinan
disfungsional, augmentasi persalinan dengan oksitosin atau prostaglandin,
turut menjadi faktor resiko pecahnya rahim.
b. Faktor Janin
1) Gerakan Sangat Berlebihan
Gerakan bayi dalam rahim yang sangat berlebihan, terutama jika
terjadi gerakan satu arah saja dapat membahayakan kondisi janin. Hal ini
dikarenakan gerakan yang berlebihan ini akan menyebabkan tali pusar
terpelintir. Jika tali pusar terpelintir, maka pembuluh darah yang
mengalirkan darah dari ibu ke janin akan tersumbatsehingga dapat
6
menyebabkan iskemik, hipoksia dan kematian janin dalam kandungan
(10,8%).17 Gerakan janin yang sangat aktif menandakan bahwa kebutuhan
janin tidak terpenuhi.1,2,3
2) Kelainan kromosom
Kelainan kromosom meningkatkan risiko terjadinya IUFD.
Kuleshov dkk melaporkan bahwa sekitar 14% IUFD terjadi akibat
kelainan kariotipe. 16 Kematian janin akibat kelainan genetik biasanya baru
terdeteksi pada saat kematian sudah terjadi, yaitu dari hasil otopsi janin.
Hal inidisebabkan karena pemeriksaan kromosom saat janin masih dalam
kandungan beresiko tinggi dan memakan biaya banyak.1,2,3
3) Kelainan bawaan bayi
Yang bisa mengakibatkan kematian janin adalah hidropsfetalus,
yakni akumulasi cairan dalam tubuh janin. Jika akumulasi cairan terjadi
dalam rongga dada bisa menyebabkan hambatan nafas bayi. Kerja jantung
menjadi sangat berat akibat dari banyaknya cairan dalam jantung sehingga
tubuh bayi mengalami pembengkakan atau terjadi kelainan pada paru-
parunya.1,3 Kematian janin akibat kelainan bawaan terjadi sekitar 1,6% 7,17
4) Malformasi janin
Pada janin yang mengalami malformasi, berarti pembentukan organ
janin tidak berlangsung dengan sempurna. Karena ketidaksempurnaan
inilah suplai yang dibutuhkan janin tidak terpenuhi, sehingga
kesejahteraan janin menjadi buruk dan bahkan akan menyebabkan
kematian pada janin.1,3 Kematian janin akibat malformasi janin terjadi
sekitar 1,3%.7,17
5) Kehamilan multiple
Pada kehamilan multiple ini resiko kematian maternal maupun
perinatal meningkat. Berat badan janin lebih rendah dibanding janin pada
kehamilan tunggal pada usia kehamilan yang sama (bahkan perbedaannya
bisa sampai 1000-1500gr ). Hal ini bisa disebabkan regangan uterus yang
berlebihan sehingga sirkulasi plasenta juga tidak lancar. Jika
ketidaklancaran ini berlangsung hingga keadaan yang parah, suplai janin
7
tidak terpenuhi dan pada akhirnya akan menyebabkan kematian janin
sekitar 18%.1,3,10
6) Intra Uterine Growth Restriction
Janin IUFD rata-rata memiliki berat badan yang kurang dibanding
janin normal pada tingkat usia gestasional yang sama. Hal ini disebabkan
karena proses restriksi pertumbuhan yang mungkin berbagi penyebab yang
sama dengan insufisiensi plasenta.1,10 IUGR adalah penyebab penting
IUFD. IUGR diketahui berhubungan dengan kehamilan multipel,
malformasi kongenital, kelainan kromosom fetal dan preeklampsia. Dalam
studi Gardosi dkk, dilaporkan bahwa 41% kasus IUFD adalah janin yang
kecil untuk usia gestasional dan kelompok ini juga sangat berisiko memicu
terjadinya persalinan prematur.1,10
7) Infeksi (parvovirus B19, CMV, listeria)
Infeksi ini terjadi dikarenakan oleh virus, dan jika virus ini telah
menyerang maka akan menyebabkan janin mengalami gangguan seperti,
pembesaran hati, kuning, pengapuran otak, ketulian, retardasi mental, dan
lain-lain. Dan gangguan ini akan membuat kesejahteraan janin memburuk
dan jika dibiarkan terus-menerus janin akan mati.1,6 Dilaporkan bahwa
kematian janin akibat infeksi terjadi sekitar 6-15% dari seluruh kasus
IUFD5,6,7
c. Faktor Plasenta1,6
Sejumlah kelainan plasenta berhubungan dengan IUFD misalnya inflamasi
membran, kompresi tali pusat, lesi akibat insufisiensi vaskular uteroplasental yang
tampak sebagai infark, dan solusio plasenta yang dilaporkan sebanyak 12 %
menyebabkan IUFD1,17. Kompresi tali pusat juga dilaporkan memicu IUFD secara
langsung. Kompresi tali pusat dapat menghambat aliran darah dan oksigen ke
janin, sehingga dapat menyebabkan iskemik, hipoksia dan kematian. Secara
keseluruhan faktor plasenta dapat menyebabkan kematian janin sebanyak 25-
30%.9,10
3. Patologi Anatomi
Janin yang meninggal intra uterin biasanya lahir dalam kondisi maserasi.
Kulitnya mengelupas dan terdapat bintik-bintik merah kecoklatan oleh karena
8
absorbsi pigmen darah. Seluruh tubuhnya lemah atau lunak dan tidak bertekstur.
Tulang kranialnya sudah longgar dan dapat digerakkan dengan sangat mudah satu
dengan yang lainnya. Cairan amnion dan cairan yang ada dalam rongga
mengandung pigmen darah. Maserasi dapat terjadi cepat dan meningkat dalam
waktu 24 jam dari kematian janin.1,3 Dengan kata lain, patologi yang terjadi pada
IUFD dapat terjadi perubahan-perubahan sebagai berikut1
a) Rigor mortis (tegang mati)
Berlangsung 2 ½ jam setelah mati, kemudian janin menjadi lemas sekali.
b) Stadium maserasi I
Timbul lepuh-lepuh pada kulit. Lepuh-lepuh ini mula-mula berisi cairan
jernih kemudian menjadi merah. Berlangsung sampai 48 jam setelah janin
mati.
c) Stadium maserasi II
Lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air ketuban menjadi merah coklat.
Terjadi setelah 48 jam janin mati.
d) Stadium maserasi III
Terjadi kira-kira 2 minggu setelah janin mati. Badan janin sangat lemas
dan hubungan antar tulang sangat longgar. Terdapat edema di bawah kulit.
4. Tanda dan Gejala
Pada wanita yang diketahui mengalami kematian janin intra uterine
(IUFD), pada beberpa hari berikutnya mengalami penurunan ukuran payudara.1
Tanda-tanda lain yang juga dapat ditemukan adalah sebagai berikut:
1) Tidak ada gerakan janin. Pada umumnya, ibu merasakan gerakan janin
pertama pada usia kehamilan 18 minggu (pada multipara) atau 20 minggu
(pada primipara). Gerakan janin normalnya minimal 10 kali sehari.
2) Gerakan janin yang sangat hebat atau sebaliknya, gerakan janin yng
semakin pelan atau melemah.
3) Ukuran abdomen menjadi lebih kecil dibandingkan dengan ukuran pada
saat kehamilan normal dan tinggi fundus uteri menurun atau kehamilan
9
yang tidak kunjung besar, dicurigai bila pertumbuhan kehamilan tidak
sesuai bulan.
4) Bunyi jantung anak tidak terdengar
5) Palpasi janin menjadi tidak jelas
6) Pergerakan janin tidak teraba oleh tangan pemeriksa
7) Pada foto rontgen dapat terlihat:
Tulang-tulang cranial saling menutupi (tanda spalding)
Tulang punggung janin sangat melengkung (tanda naujokes)
Ada gelembung-gelembung gas pada badan janin
5. Penatalaksanaan Kematian Janin Intrauterin
Kelahiran harus segera diinduksi secepatnya setelah diagnosa dapat
ditegakkan.2,3 Pada satu penelitian, penundaan kelahiran lebih dari 24 jam setelah
terdiagnosis dihubungkan dengan peningkatan terjadinya masa anxietas
dibandingkan dengan wanita yang kelahirannya diinduksi dalam waktu 6 jam.3
Ketika janin berada di dalam uterus selama 3-4 minggu, level fibrinogen
bisa turun yang dapat menyebabkan koagulopati. Hal ini sangat jarang terjadi
pada kehamilan tunggal karena penegakan diagnosa dan induksi yang dilakukan
lebih awal. Pada beberapa kasus kehamilan kembar, tergantung dari tipe
plasentasi, induksi setelah kematian kedua janin mungkin dapat menghambat
perkembangan janin menjadi matur. Pada kasus ini beberapa spesialis anak tidak
merekomendasikan untuk memeriksakan koagulasi darah. Secara umum, resiko
berkembangnya disseminated intravascular coagulopathy sangat jarang.1
Kematian janin awal dapat ditangani dengan pemberian laminaria diikuti
oleh dilatasi dan ekstraksi. Pada wanita dengan kematian janin sebelum usia
kehamilan kurang dari 28 minggu, induksi dapat dilakukan dengan menggunakan
prostaglandin E2 vaginal suppositoria (10-20 mg tiap 4-6 jam), misoprostol
pervaginal atau per oral (400 mcg tiap 4-6 jam), dan/atau oxytocin (terutama bagi
wanita dengan sectio caessaria).1,5 Pada wanita dengan kematian janin pada usia
kehamilan setelah 28 minggu, harus menggunakan dosis yang lebih rendah. The
American College of Obstetricians and Gynaecologists mengatakan bahwa untuk
10
induksi kelahiran prostaglandin E2 dan misoprostol hendaknya tidak digunakan
pada wanita denga riwayat sectio caessaria karena resiko terjadinya ruptur uteri.5
Penanganan rasa nyeri pada pasien dengan induksi kelahiran untuk kasus
kematian janin lebih mudah ditangani dibandingkan dengan pasien dengan janin
yang masih hidup. Narkotik dengan dosis yang lebih tinggi bermanfaat untuk
pasien, dan pemberian morfin biasanya cukup efektif untuk pengendalian rasa
nyeri.
Berikut tahapan-tahapan penanganan pada ibu yang didiagnosa mengalami
IUFD1,3:
1. Jika kematian janin intra uterine telah jelas ditemukan, pasien harus
diberitahukan secara berhati-hati dan dihibur. Pertimbangkan untuk menunda
prosedur evakuasi janin untuk membiarkan pasien menyesuaikan secara
psikologis terhadap kematian janin tersebut. Penundaan tersebut juga
mempunyai keuntungan tambahan dengan memberikan kesempatan pada
serviks untuk lebih siap. Jika persalinan tidak terjadi segera setelah kematian
janin, terutama pada kehamilan lanjut, koagulopati maternal dapat terjadi,
walaupun keadaan ini jarang terjadi sebelum 4-6 minggu setelah kematian
janin. Setelah 3 minggu, lakukan pemeriksaan koagulasi yang termasuk
hitung trombosit, kadar fibrinogen, waktu protrombin, partial tromboplastin
time (PTT), dan analisis produk degradasi fibrinogenserta lakukan secara
serial. Berikan immunoglobulin rhesus pada semua gravida rhesus negatif
kacuali ayah janin diketahui pasti dengan rhesus negatif. Berikan dosis kecil
(30μg) pada trimester I dan dosis penuh pada kehamilan akhir.
2. Penggunaan USG pada kehamilan dini telah menunjukkan bahwa kematian
janin terjadi pada gestasi kembar lebih sering daripada yang diperkirakan
sebelumnya. Keadaan ini biasanya asimtomatik, walaupun mungkin terjadi
bercak pada vagina. Tidak diperlukan intervensi, dan dapat diharapkan
terjadinya resorpsi pada janin yang mati. Hipofibrinogenemia maternal adalah
komplikasi yang jarang dan harus diamati pada kasus tersebut. Koagulopati
konsumtif juga dapat timbul pada janin yang hidup. Keadaan ini mengarahkan
pada perlunya persalinan segera jika kematian salah satu janin terjadi pada
11
Tentukan usia kehamilan dan cari adanya kehamilan ganda
Ditemukan janin tunggal Ditemukan kehamilan ganda dengan satu janin masih hidup
kehamilan yang lanjut dan maturitas janin yang lainnya telah diyakini dengan
pemeriksaan unsur-unsur pulmonal dalam cairan amnion.
3. Prostaglandin E2 dalam bentuk supositoria vagina (20 mg tiap tiga sampai
lima jam) adalah efektif untuk evakuasi janin yang telah mati pada
midtrimester.1,3 Walaupun insidensi keberhasilan adalah tinggi, terjadinya
retensi plasenta memerlukan kuretase. Dokter dapat menggunakan dosis 15-
methylprostaglandin F2 intramuskuler (250 μg pada interval satu dan satu
sampai satu setengah dan seengah jam) jika selaput amnion telah pecah.
Sesuaikan jadwal dosis untuk menghindari stimulasi yang berlebihan. Adanya
kegagalan mengarahkan pada anomali rahim. Persiapkan aminophylline dan
terbuTaline untuk menghindari bronkospasme jika prostaglandin diberikan
pada pasien asmatik. Penggunaan oksitosin secara bersamaan harus dihindari
karena resiko rupture uterin.1
4. Jika janin telah mati dalam waktu yang cukup lama, ukuran rahim menurun
cukup banyak untuk memungkinkan evakuasi dengan penyedotan dapat
dilakukan dengan aman. Pemeriksaan keadaan koagulasi, seperti yang telah
disebutkan, harus dilakukan.1 Jika keadaan tersebut ditemukan, atasilah
koagulopati dan lanjutkan dengan evakuasi. Kira-kira 80% akan memasuki
persalinan dalam dua atau tiga minggu. Jika timbul koagulopati, heparin dapat
dipakai untuk memperbaikinya sebelum melakukan evakuasi rahim, tetapi
penggunaan heparin pada keadaan tersebut tidak sepenuhnya bebas dari
bahaya. Histerotomi hampir tidak pernah diindikasikan kecuali terdapat
persalinan dengan seksio secaria sebelumnya atau operasi miomektomi.
Evakuasi instrumental transervikal dan kehamilan trimester ketiga yang telah
lanjut memerlukan keahlian dan pengalaman khusus untuk menghindari
perforasi dan perdarahan. Laminaria mungkin berguna dalam kasus tersebut.
5. Semua gravida dengan rhesus negatif harus diberikan immunoglobulin rhesus.
Jika diperkirakan terdapat interval lebih dari 72 jam antara kematian janin dan
persalinan, berikan dosis immunoglobulin yang sesuai dengan segera.
Penjelasan pasca persalinan adalah bagian yang penting dalam perawatan total
pasien. Tiap usaha harus dilakukan untuk mendapatkan ijin otopsi janin,
karyotiping dan pemeriksaan lain yang dindikasikan.1,3
12
Penanganan Khusus
13
Tentukan apakah Rhesus negatif dan lakukan desensitisasi. Berikan immunoglobulin rhesus daam dosis yang tepat sesuai dengan
usia kehamilan.
Lakukan dilatasi dan evakuasi vakum atau berikan regimen prostaglandin intramuskular / intravaginal
Jika terjadi pada kehamilan akhir, pertimbangkan intervensi dengan induksi persalinan atau seksio sesaria untuk mencegah koagulopati janin yang hidup.
Kematian janin dapat terjadi akibat gangguan pertumbuhan janin, gawat janin,
atau kelainan bawaan atau akibat infeksi yang tidak terdiagnosis sebelumnya
sehingga tidak diobati.
Jika pemeriksaan radiologik tersedia, konfirmasi kematian janin setelah 5 hari.
Tanda-tandanya berupa overlapping tulang tengkorak, hiperfleksi kolumna
vertebralis, gelembung udara di dalam jantung dan edema scalp.
USG: merupakan sarana penunjang diagnostik yang baik untuk memastikan
kematian janin di mana gambarannya menunjukkan janin tanpa tanda
kehidupan: tidak ada denyut jantung janin, ukuran kepala janin, dan cairan
ketuban berkurang.
Pilihlah cara persalinan dapat secara aktif dengan induksi maupun ekspektatif,
perlu dibicarakan dengan pasien dan keluarganya sebelum keputusan diambil.
Bila pilihan penanganan adalah ekspektatif:
- tunggu persalinan spontan hingga 2 minggu;
- yakinkan bahwa 90% persalinan spontan akan terjadi tanpa
komplikasi.
Jika trombosit dalam 2 minggu menurun tanpa persalinan spontan, lakukan
penanganan aktif.
Jika penanganan aktif akan dilakukan, nilai serviks:
- jika serviks matang, lakukan induksi persalinan dengan oksitosin
atau prosaglandin.
- jika serviks belum matang, lakukan pematangan serviks dengan
prostaglandin atau kateter foley.
Catatan: Jangan lakukan amniotomi karena beriiko infeksi.
- persalinan dengan seksio sesarea merupakan alternatif terakhir.
Jika persalinan spontan tidak terjadi dalam 2 minggu, trombosit menurun, dan
serviks belum matang, matangkan serviks dengan misoprostol:
- tempatkan misoprostol 25 mcg di puncak vagina; dapat diulangi
sesudah 6 jam.
- jika tidak ada respon sesudah 2 x 25 mcg misoprostol, naikkan
dosis menjadi 50 mcg setiap 6 jam.
14
DUGAAN KEMATIAN JANIN
Hilangnya pergerakan janinTidak terdapat pertumbuhan janinTidak terdapat denyut jantung janin
Hitung trombositKadar fibrinogenWaktu protrombin (PT)Partial Thromboplastin Time (PTT)Produk Degrdasi Fibrin (FDP)Ultrasonografi
Tegaskan kematian janin dengan ultrasongrafi
Berikan penjelasan dan dukungan dalam keadaan duka cita
Catatan: Jangan berikan lebih dari 50 mcg setiap kali dan jangan
melebih 4 dosis.
Jika ada tanda infeksi, berikan antibiotika untuk metritis.
Jika tes pembekuan sederhana lebih dari 7 menit atau bekuan mudah pecah,
waspada koagulopati.
Berikan kesempatan kepada ibu dan keluarganya untuk melihat dan
melakukan berbagai kegiatan ritual bagi janin yang meninggal tersebut.
Pemeriksaan patologi plasenta adalah untuk mengungkapkan adanya patologi
plasenta dan infeksi.
6. Komplikasi yang mungkin Terjadi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu hamil dengan IUFD dapat
terjadi bila janin yang sudah meninggal tidak segera dilahirkan lebih dari 2
minggu.1,3 Akan tetapi, kasus janin yang meninggal dan tetap berada di rahim ibu
lebih dari 2 minggu sangat jarang terjadi. Hal ini dikarenakan biasanya tubuh ibu
sendiri akan melakukan penolakan bila janin mati, sehingga timbulah proses
persalinan. Adapun komplikasi yang mungkin terjadi adalah sebagai berikut:
15
1) Disseminated Intravascular Coagulation (DIC), yaitu adanya perubahan
pada proses pembekuan darah yang dapat menyebabkan perdarahan atau
internal bleeding.1,3
2) Infeksi
3) Koagulopati maternal dapat terjadi walaupun ini jarang terjadi sebelum 4-
6 minggu setelah kematian janin.
Oleh karena adanya komplikasi akibat IUFD, maka janin yang telah
meninggal harus segera dilahirkan. Proses kelahiran harus segera dilkukan secara
normal, karena bila melalui operasi akan terlalu merugikan ibu. Operasi hanya
dilakukan jika ada halangan untuk melahirkan normal. Misalnya janin meninggal
dalam posisi melintang atau karena ibu mengalami preeklampsia.1,3
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. X
Umur : 40 tahun
I. Anamnesis
1. Keluhan Utama : Perut mulas – mulas
2. Keluhan Tambahan : -
3. Riwayat Penyakit Sekarang
16
Pasien datang dengan keluhan perut mulas-mulas sejak 10 jam
sebelum masuk UGD RS UKI. Perut terasa seperti diremas-remas, hilang
timbul dan semakin lama keluhan dirasakan semakin berat. Mulas muncul
3x setiap + 15 menit. Keluar flek darah disangkal. Riwayat trauma
disangkal. Haid pertama dari haid terakhir tanggal 2 Agustus 2012. Saat
ini pasien sedang hamil 35 minggu, G4P2A1, riwayat antenatal care baik,
tidak ada keluhan. Riwayat persalinan sebelumnya yaitu Sectio Caesarea
sebanyak 2x. Pasien sudah tidak merasakan gerakan janin sejak 1 hari
sebelum masuk RS. 2 minggu sebelum masuk RS pasien pernah
mengalami demam, demam muncul secara perlahan dan berlangsung
sepanjang hari. Pasien tidak mengukur suhu tubuhnya. Selama demam
pasien tidak berobat ke dokter dan tidak minum obat untuk megurangi
demamnya.
4. Riwayat Penyakit Dahulu : disangkal
5. Riwayat Haid :
Haid pertama umur 12 tahun
Siklus : Teratur, 28-30 hari.
Durasi : Reguler ( 26-30 hari )
Kuantitas : 3-4 kali ganti pembalut ( + 120cc )
Haid pertama dari haid terakhir tanggal 2 Agustus 2012 selama 4 hari,
sebanyak + 120cc, sehingga perhitungan partus adalah tanggal 9 Mei
2013.
6. Riwayat Perkawinan :
Perkawinan pertama, dengan suami sekarang sudah 10 tahun.
7. Riwayat kehamilan, kelahiran nifas yang sudah-sudah
I. Sectio Caesaria a.i janin besar
II. Sectio Caesaria a.i jarak kehamilan terlalu dekat ( 6 bulan )
III. Abortus
IV. Ini
Jumlah anak yang hidup : 2 orang
Umur anak terakhir : 8 tahun
17
8. Riwayat Penyakit :
Penyakit dahulu : disangkal
Penyakit dalam keluarga : disangkal
9. Riwayat Operasi :
Sectio Caesaria tahun 2004
Sectio Caesaria tahun 2005
Kuretase tahun 2008
II. PEMERIKSAAN UNTUK PERSALINAN
1. Pemeriksaan Umum :
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80x/menit
Nafas : 20x/menit
Suhu : 36,90 C
Berat badan : 65kg
Tinggi badan : 156cm
BMI : 26,6 metric
Mata : Conjungtiva tidak anemis, sklera tidak
ikterik, air mata +
Telinga : Normotia, liang telinga lapang/lapang,
secret -/-, serumen -/-
Hidung : Cavum nasi lapang/lapang, septum deviasi
-/-, secret-/-
Mulut : Mukosa bibir lembab
Tonsil : T1-T1, tidak hiperemis
Faring : tidak hiperemis
Leher : trakea di tengah, tidak terdapat pembesaran
kelenjar getah bening
Mammae : ASI -/-
Massa -/-
18
Nyeri -/-
Retraksi -/-
Thoraks :
Inspeksi : Pergerakan dada simetris kanan = kiri,
Palpasi : Vocal fremitus simetris kanan = kiri,
Perkusi : Sonor kanan = kiri
Auskultasi : Bunyi nafas dasar vesikuler, rhonki -/-,
wheezing -/-,
Bunyi jantung I dan II normal, murmur -/-,
gallop -/-
Abdomen
Inspeksi : Perut tampak buncit sesuai masa
kehamilan, linea nigra +
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), defense muscular (-),
Perkusi : Timpani, nyeri ketok (-)
Auskultasi : Bising usus (+), 3x/menit
Genitalia :
Flek : -
Fluour : -
2. PEMERIKSAAN OBSTETRIK
Pemeriksaan Luar
Leopold I : TFU 35cm,
Bagian teratas janin teraba bulat, lunak,
tidak melenting. Kesan bokong.
Leopold II : pada perut sebelah kanan teraba keras,
datar, memanjang, tidak terputus-putus kesan punggung
kanan.
Leopold III : Pada bagian bawah teraba bulat, keras,
melenting kesan kepala.
Tgl. & Jam TFU Letak pres.
&turunnya
HIS BJJ Edem
Eks.
Umur
kehamilanFrek Lama Kekua-tanRelak
19
9/4/13 5.30
WIB
35cm Preskep 3x 20’ kuat + - - 35 mgg
Leopold IV : tangan pemeriksa membentuk sudut
konvergen, kepala belum masuk PAP.
Pemeriksaan Dalam
a. Inspekulo : tidak dilakukan
b. Vagina Toucher
Keadaan porsio dan pembukaan : Porsio axis
posterior, lunak, pembukaan (-)
Ketuban : (+)
Stasion : Hodge I
Posisi : Presentasi kepala
c. Pemeriksaan panggul : tidak dilakukan
III. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Darah : Hb : 8,8 gr/dL
Leukosit : 12600/uL
Hematokrit : 27%
Trombosit : 368000/uL
Hemostasis:
Masa perdarahan : 1.30 menit
Masa pembekuan : 12.30 menit
Masa protrombin : - Kontrol : 13 detik
- Pasien : 15 detik
Hit. Jenis : -
Gol. Darah : -
WR/Khan/VDRL : -
Gula darah sewaktu : 80mg/dl
Imunologi : HbsAg Non reaktif
Urine : Protein : -
Sedimen : -
20
Reduksi : -
Diagnosis :
Ibu : G4P2A1, hamil 35 minggu, ancaman partus premature +
suspek IUFD
Fetus : Janin tunggal, susp. IUFD
Prognosis :
Ibu : Dubia ad bonam
Fetus : Dubia ad malam
Penanganan :
1. Rawat inap
2. Observasi Keadaan umum, tanda-tanda vital,kontraksi, dan DJJ
3. Periska H2TL, MP3, GDS, dan HbsAg
4. Rencana USG Kehamilan
5. Diet : Puasa sementara
6. IVFD : I Dextrose 5% + Bricasma ( 16 tetes/menit )
7. Menjelaskan kepada pasien tentang keadaan kehamilan dan
rencana perawatan.
FOLLOW UP
9 April 2013
Pukul 07.00 WIB
PH : 1
S : perut mulas-mulas,
O : Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
TD : 100/80 mmHg
Nadi : 80x/menit
Nafas : 20x/menit
Suhu : 36,50C
Status Generalis :
Mata : sclera tidak ikterik, konjungtiva
21
tidak anemis.
Ekstremitas : akral hangat, capillary refill
time <2’, tidak terdapat edem pada
ekstremitas atas dan bawah
Mammae : ASI -/-, Massa -/-, Nyeri
-/-,retraksi -/-
Thoraks : BND vesikuler, rhonki -/-,
wheezing -/-, BJ I dan II normal, murmur -/-,
gallop -/-
Abdomen : perut tambak buncit sesuai
masa kehamilan, linea nigra (+), supel,
defense muscular (-), nyeri tekan (-),
kontraksi (+),nyeri ketok (+), bising usus
(+),3x/menit
Leopold I : TFU 35cm. Bagian teratas
janin teraba bulat, lunak, tidak melenting.
Kesan bokong.
Leopold II : pada perut sebelah kanan ibu
teraba keras, datar, memanjang, tidak
terputus-putus kesan punggung kanan.
Leopold III : Pada bagian bawah ibu
teraba bulat, keras, melenting kesan kepala.
Leopold IV : tangan pemeriksa
membentuk sudut konvergen, kepala belum
masuk PAP
Genitalia : Flek (-), Fluor (-)
A : G4P2A1, hamil 35 minggu,riwayat SC
2x, ancaman partus prematur+susp.IUFD
P : Diet : Puasa
IVFD : I Dextrose 5% + Bricasma 2 amp
( 16 tetes/menit )
MM : -
22
10 April 2013
Pukul 07.00 WIB
PH : 2
PO : 1
S : nyeri pada luka bekas operasi, flatus (+),
BAB (-), kontraksi (+)
O : Keadaan Umum: Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
TD : 100/80 mmHg
Nadi : 80x/menit
Nafas : 20x/menit
Suhu : 36,50C
Status Generalis :
Mata : sclera tidak ikterik, konjungtiva
tidak anemis.
Ekstremitas : akral hangat, capillary refill
time <2’, tidak terdapat edem pada
ekstremitas atas dan bawah
Mammae : ASI +/+, Massa -/-, Nyeri -/-
retraksi -/-
Thoraks : BND vesikuler, rhonki -/-,
wheezing -/-, BJ I dan II normal, murmur -/-,
gallop -/-
Abdomen : perut tambak datar, luka
bekas operasi tertutup verban, darah (-), pus
(-), supel, defense muscular (-), nyeri tekan
(+), kontraksi (+),nyeri ketok (+), bising usus
(+) lemah ,3x/menit
Genitalia : Lokhia rubra (+), Fluor : sulit
dinilai
Hasil pemeriksaan laboratorium :
Hb : 9,4 gr/dL
Leukosit : 16700/uL
Hematokrit : 28,7%
Trombosit : 348000/uL
Fibrinogen : 427mg/dL
23
Tanggal 11 April 2013
Pukul 07.00 WIB
PH : 3
PO : 2
A : P3A1 pasca histerotomie + tubektomie
bilateral a.i IUFD + cukup anak, lahir bayi
perempuan, 2000gr, 39 cm, meninggal.
P : Diet : Biasa
IVFD : II RL + syntocinon 1 amp
II Dextrose 5% ( selang seling 30
tetes/menit dalam 24 jam )
MM : Kedacilin 3 x 1gr
Alinamin F 2 x 1 amp
Vit. C 2 x 200mg
Kaltrofen supp 3 x 1
S : nyeri pada luka bekas operasi, flatus (+),
BAB (-),
O : Keadaan Umum: Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
TD : 100/80 mmHg
Nadi : 82x/menit
Nafas : 22x/menit
Suhu : 36,30C
Status Generalis :
Mata : sclera tidak ikterik, konjungtiva
tidak anemis.
Ekstremitas : akral hangat, capillary refill
time <2’, tidak terdapat edem pada
ekstremitas atas dan bawah
Mammae : ASI +/+, Massa -/-, Nyeri -/-<
retraksi -/-
Thoraks : BND vesikuler, rhonki -/-,
wheezing -/-, BJ I dan II normal, murmur -/-,
gallop -/-
24
Abdomen : perut tambak datar, luka
bekas operasi tertutup verban, darah (-), pus
(-), supel, defense muscular (-), nyeri tekan
(+), kontraksi (+),nyeri ketok (+), bising usus
(+), 3x/menit
Genitalia : Lokhia rubra (+), Fluor : sulit
dinilai
A : P3A1 pasca histerotomie + tubektomie
bilateral a.i IUFD + cukup anak
P : Diet : Biasa
IVFD : Aff infus
MM : Amoxan 3 x 500mg
Becom C 1 x 1tab
Parlodel 3 x 1 tab
Kaltrofen supp 3 x 1
Tanggal 12 April 2013
Pukul 07.00 WIB
PH : 4
PO : 3
S : nyeri pada luka bekas operasi, BAB (-),
O : Keadaan Umum: Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
TD : 100/70 mmHg
Nadi : 84x/menit
Nafas : 22x/menit
Suhu : 36,30C
Status Generalis :
Mata : sclera tidak ikterik, konjungtiva
tidak anemis.
Ekstremitas : akral hangat, capillary refill
time <2’, tidak terdapat edem pada
ekstremitas atas dan bawah
Mammae : ASI +/+, Massa -/-, Nyeri
-/-,retraksi -/-
Thoraks : BND vesikuler, rhonki -/-,
wheezing -/-, BJ I dan II normal, murmur -/-,
25
gallop -/-
Abdomen : perut tampak datar, luka bekas
operasi tertutup verban, darah (-), pus (-),
supel, defense muscular (-), nyeri tekan (+),
kontraksi (+),nyeri ketok (+), bising usus (+),
3x/menit
Genitalia : Lokhia sanguilenta (+), Fluor :
sulit dinilai
A : P3A1 pasca histerotomie + tubektomie
bilateral a.i IUFD + cukup anak
P : Diet : Biasa
IVFD : -
MM : Amoxan 3 x 500mg
Becom C 1 x 1tab Laxadin 2 x 1C
Parlodel 3 x 2,5mg Mefinal 3 x 500mg
Gambaran USG
26
27
28
DISKUSI
Menurut WHO,IUFD (Intra Uterine Fetal Death ) merupakan kematian
janin dalam kandungan yang telah berusia 20 minggu atau lebih, dengan berat
badan janin lebih dari 1000gr.
Dalam laporan kasus ini, diagnosis IUFD ( Intra Uterine Fetal Death )
ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Kematian janin yang terjadi dapat disebabkan oleh faktor ibu (5-10%), faktor
janin (25-40%), dan faktor plasenta (25-35%).
Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien umur 40 tahun dengan G4P2A1,
hamil 35 minggu, datang dengan keluhan perut mulas-mulas sejak 10 jam SMRS.
Keluar flek dan darah dari kemaluan disangkal. Selain itu pasien juga mengatakan
bahwa ia sudah tidak merasakan gerakan janin sejak 1 hari SMRS. Keadaan ini
sesuai dengan salah satu dasar diagnosis IUFD secara subjektif.
Pada pemeriksaan fisik yaitu pemeriksaan obstetri, dari palpasi pemeriksa
tidak menemukan adanya gerakan janin. Dan pada auskultasi menggunakan
doppler, tidak terdengar bunyi jantung janin. Dari pemeriksaan penunjang USG
ditemukan gambaran tulang-tulang cranial saling tumpang-tindih (tanda
Spalding). Hal ini turut membuktikan adanya kematian janin intra uteri.
Menurut literatur, usia ibu > 5 tahun pada saat hamil sangat mempengaruhi
kesejahteraan ibu dan janin. Pada kasus ini pasien berumur 40 tahun dimana usia
tersebut sangat rentan untuk mengandung karena dapat menyebabkan resiko yang
besar bagi ibu maupun janin.
Menurut literatur, ketidakcocokan rhesus antara ibu dan janin akan
mempengaruhi kondisi janin tersebut. Pada kasus ini ketidakcocokan rhesus
antara ibu dan janin dapat disingkirkan karena ibu dan suami memiliki rhesus
darah yang sama.
29
Menurut literatur berbagai macam penyakit sistemik pada ibu hamil
seperti diabetes dan hipertensi dapat menyebabkan kematian janin. Pada kasus ini
kematian janin akibat penyakit sistemik dapat disingkirkan karena ibu tidak
memiliki riwayat diabetes, hipertensi, dan penyakit sistemik lainnya.
Trauma pada ibu hamil juga dilaporkan dapat menyebabkan kematian
janin. Pada kasus ini penyebab tersebut dapat disingkirkan karena ibu tidak pernah
mengalami trauma selama kehamilannya.
Menurut literatur infeksi maternal seperti TORCH, malaria, TBC, dan
demam tifoid dapat menyebabkan kematian pada janin. Dalam kasus ini kematian
janin karena infeksi perlu dipikirkan. Dari anamnesis diperoleh bahwa ibu pernah
mengalami demam 2 minggu sebelum masuk RS selama 6 hari. Dapat dipikirkan
bahwa demam yang dialami ibu karena adanya proses infeksi. Disamping itu
pasien memiliki binatang peliharaan kucing di sekitar rumahnya, yang menurut
literatur dapat menyebabkan infeksi toksoplasmosis pada janin. Akan tetapi disini
kami belum menemukan adanya data pemeriksaan TORCH sehingga kematian
janin masih mungkin disebabkan oleh infeksi toksoplasma tersebut.
Kematian janin karena infeksi malaria pada ibu dapat disingkirkan karena
beberapa bulan terakhir ibu tidak pernah bepergian ke daerah endemik malaria
dan ibu tidak pernah mengalami keluhan-keluhan yang sesuai dengan gejala
infeksi malaria.
Kematian janin karena infeksi TBC pada ibu juga dapat disingkirkan
karena dari anamnesis dan pemeriksaan fisik ibu tidak memiliki keluhan-keluhan
yang berhubungan dengan infeksi TBC.
Menurut literatur prolonged pregnancy (kehamilan di atas 42 minggu)
dapat menyebabkan kematian janin dalam kandungan. Dalam kasus ini usia
kehamilan ibu adalah 35 minggu sehingga etiologi tersebut dapat disingkirkan.
Keadaan sosio-ekonomi pasien menengah ke bawah yang menurut
literature dapat memicu terjadinya kematian janin dalam kandungan. Dijelaskan
juga bahwa gaya hidup seperti merokok, minum alkohol, minum obat-obatan
dalam jangka waktu yang lama selama kehamilan dapat memicu terjadinya
kematian janin. Namun dalam kasus ini pasien tidak memiliki riwayat merokok,
minum alcohol, dan konsumsi obat-obatan dalam jangka waktu yang lama.
30
Dari data yang ditemukan, kematian janin yang disebabkan oleh faktor
janin sudah dapat disingkirkan. Karena ibu memiliki riwayat antenatal care yang
baik, tidak ditemukan adanya hidropsfetalus, malformasi janin, kehamilan
multiple, dan IUGR ( Intra Uterine Growth Restriction ) yang menurut literatur
dapat menyebabkan kematian janin dalam kandungan.
Menurut literatur kematian janin dalam kandungan juga dapat disebabkan
oleh faktor plasenta dan tali pusat seperti solusio plasenta, plasenta previa, dan
lilitan tali pusat. Dalam kasus ini etiologi tersebut dapat disingkirkan karena pada
antenatal care tidak ditemukan adanya kelainan plasenta dan lilitan tali pusat. Hal
ini terbukti juga pada saat janin lahir tidak ditemukan adanya kelainan tersebut.
Menurut literatur penatalaksanaan pada kasus IUFD dilakukan terminasi
dengan cara induksi dan diharapkan agar janin lahir spontan. Dalam kasus ini
dilakukan terminasi kehamilan dengan tindakan sectio caesarea atas dasar
permintaan pasien sekaligus dilakukan sterilisasi. Janin lahir mati, jenis kelamin
perempuan, berat badan 2000gr , panjang badan 39 cm. Kematian janin dapat
diperkirakan sudah terjadi lebih dari 2 minggu (stadium maserasi 3) karena dari
pemeriksaan fisik badan janin sangat lemas dan hubungan antar tulang sangat
longgar serta terdapat edema di bawah kulit.
31
KESIMPULAN
Pada pasien ini ditegakkan diagnosis kematian janin intra uteri (IUFD)
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Pada kasus ini, kemungkinan penyebab IUFD ialah faktor maternal, yaitu
faktor usia ibu dan infeksi TORCH.
Penatalaksanaan IUFD yaitu dengan cara induksi persalinan tetapi pada
kasus ini dilakukan dengan sectio caesarea atas dasar permintaan pasien
sekaligus untuk sterilisasi.
SARAN
Pemeriksaan laboratorium TORCH sebaiknya dilakukan pada ibu karena
merupakan faktor resiko IUFD.
Pemeriksaan darah khususnya pemeriksaan fibrinogen sebaiknya
dilakukan untuk mencegah komplikasi IUFD.
Edukasi pada pasien ini adalah menjelaskan mengenai program KB dan
memotivasi ibu untuk mengukutinya, mengingat ibu sudah hamil 5 kali
dengan jumlah anak hidup 2 orang. Dan usia ibu juga sangat rentan untuk
hamil lagi. Tetapi pada kasus ini ibu telah memilih kontrasepsi mantap
sehingga dilakukan tubektomi bilateral.
Memberikan dukungan psikologis agar ibu tidak terganggu akibat
kematian janin yang telah dialami, peran keluarga juga sangat penting
untuk memberikan dukungan kepada ibu.
DAFTAR PUSTAKA
32
1. Cuningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap III LC, Hauth
JC,Wenstrom KD. Williams Obstetrics 23rd Ed. New York : McGraw-Hill
2001
2. Edlow et al. Intrauterine fetal demise and maternal morbidity. J ACOG
2011;117:307-16.
3. Wiknjosarto,H. 2002. IlmuKebidanan. Jakarta:YayasanBinaPustaka
4. J Bar et al. The placental vascular component in early and late
interauterine fetal death. Thrombosis Research 2012;130:901-905.
5. Geels YP, de Gouberville MC, Visser L, van Asten HA. Comparing
vaginal and sublingual administration of misoprostol for labour induction
in women with intra-uterine fetal death. Tropical doctor 2010;40:77-80.
6. Silingardi E, Santunione AL, Rivasi F, Gasser B, Zago S, Garagnani L.
Unexpected intrauterine fetal death in parvovirus B19 fetal. Am J forensic
med pathol 2010;30:394-397.
7. Sen MR, Shukla BN, Banerjee T. Prevalence of serum antibodies to
TORCH infection in and around Varanasi, northern india. J clin and diag
res 2011;6:1483-85
8. Subramanya S, Patham B, Kupesic SP. Recognizing TORCH group of
infections on fetal sonography. Donald school J of ultrasound in obs and
gyn 2009;3(4):47-50
9. Gravensteen IK, Helgadottir LB, Jacobsen EM. Long-term impact of
intrauterine fetal death on quality of life and depression: a case-control.
BMC pregnancy and childbirth 2012;12:43
10. Pilliod RA, Cheng YW, Snowden JM, et al. The risk of intrauterine fetal
death in the small-for-gestational-age fetus. Am J Obstet
Gynecol2012;207:318.e1-6.
11. Atsumi H et al. The role of care-seeking delays in intrauterine fetal deaths
among “near miss’ woman.Paediatric and Perinatal Epidemiology, 2012,
26, 388–397
33
12. Salihu HM, Ibrahimou B, Dagne GA. Intra-uterine exposure to dual fetal
programming sequences among surviving co-twins.The Journal of
Maternal-Fetal and Neonatal Medicine, 2011; 24(1): 96–103
13. L.B. Helgadottir et al. The association of antiphospholipid antibodies with
intrauterine fetal death: a case–control study. Thrombosis
Research;130(2012):32–37
14. Anami et al.Antenatally diagnosed congenital orbital teratoma inwhich
rupture was associated with intrauterinefetal death. J. Obstet. Gynaecol.
Res. Vol. 38, No. 3: 578–581, March 2012
15. Enders et al. Risk of fetal hydrops and non-hydropic late intrauterine fetal
death after gestational parvovirus B19 infection. Journal of Clinical
Virology 2010;49:163–168
16. Grimes DA. Estimation of pregnancy-related mortality risk by pregnancy
outcome, United States, 1991 to 1999. Am J Obstet Gynecol
2006;194:924.
17. Ezechi OC, Kalu Bke, Ndububa VI, Nwokoro CA. Induction of Labour by
Vaginal Misoprostol for Intrauterine Fetal Death. J Obstet Gynecol Ind
2004;54(6):561-3
34