52
PENDAHULUAN 1. Definisi IUFD (Intra Uterine Fetal Death) merupakan kematian janin yang terjadi tanpa sebab yang jelas, yang mengakibatkan kehamilan tidak sempurna (Uncomplicated Pregnancy). Kematian janin terjadi kira-kira pada 1% kehamilan dan dianggap sebagai kematian janin jika terjadi pada janin yang telah berusia 20 minggu atau lebih, dan bila terjadi pada usia di bawah usia 20 minggu disebut abortus. Sedangkan WHO menyebutkan bahwa yang dinamakan kematian janin adalah kematian yang terjadi bila usia janin 20 minggu dan berat janin waktu lahir diatas 1000 gram. 1 Pada dasarnya untuk membedakan IUFD dengan aborsi spontan, WHO dan American College of Obstetricians and Gynaecologists telah merekomendasikan bahwa statistik untuk IUFD termasuk di dalamnya hanya kematian janin intra uterine dimana berat janin 500 gr atau lebih, dengan usia kehamilan 20 minggu atau lebih. 2 Tapi tidak semua negara menggunakan pengertian ini, masing-masing negara berhak menetapkan batasan dari pengertian IUFD. 3 2. Etiologi Penyebab dari kematian janin intra uteri yang tidak dapat diketahui sekitar 25-60%, insiden meningkat seiring dengan peningkatan usia kehamilan. Pada beberapa kasus yang penyebabnya teridentifikasi dengan 1

164186212-Case-IUFD

  • Upload
    fica19

  • View
    25

  • Download
    3

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 164186212-Case-IUFD

PENDAHULUAN

1. Definisi

IUFD (Intra Uterine Fetal Death) merupakan kematian janin yang terjadi

tanpa sebab yang jelas, yang mengakibatkan kehamilan tidak sempurna

(Uncomplicated Pregnancy). Kematian janin terjadi kira-kira pada 1% kehamilan

dan dianggap sebagai kematian janin jika terjadi pada janin yang telah berusia 20

minggu atau lebih, dan bila terjadi pada usia di bawah usia 20 minggu disebut

abortus. Sedangkan WHO menyebutkan bahwa yang dinamakan kematian janin

adalah kematian yang terjadi bila usia janin 20 minggu dan berat janin waktu lahir

diatas 1000 gram.1

Pada dasarnya untuk membedakan IUFD dengan aborsi spontan, WHO dan

American College of Obstetricians and Gynaecologists telah merekomendasikan

bahwa statistik untuk IUFD termasuk di dalamnya hanya kematian janin intra

uterine dimana berat janin 500 gr atau lebih, dengan usia kehamilan 20 minggu

atau lebih.2 Tapi tidak semua negara menggunakan pengertian ini, masing-masing

negara berhak menetapkan batasan dari pengertian IUFD.3

2. Etiologi

Penyebab dari kematian janin intra uteri yang tidak dapat diketahui sekitar

25-60%, insiden meningkat seiring dengan peningkatan usia kehamilan. Pada

beberapa kasus yang penyebabnya teridentifikasi dengan jelas, dapat dibedakan

berdasarkan penyebab dari faktor janin, maternal dan patologi dari plasenta.1

a. Faktor Ibu

1) Ketidakcocokan Rh darah Ibu dengan janin

Akan timbul masalah bila ibu memiliki Rh negatif, sementara ayah

Rh positif, sehingga janin akan mengikuti yang lebih dominan yaitu Rh

positif, yang berakibat antara ibu dan janin akan mengalami

ketidakcocokan rhesus. Ketidakcocokan ini akan mempengaruhi kondisi

janin tersebut. Misalnya dapat terjadi kondisi hidropsfetalis, yaitu suatu

reaksi imunologis yang menimbulkan gambaran klinis pada janin antara

lain berupa pembengkakan pada perut akibat terbentuknya cairan yang

berlebihan pada rongga perut (asites), pembengkakan kulit janin dan

1

Page 2: 164186212-Case-IUFD

penumpukan cairan di rongga dada atau rongga jantung. Akibat dari

penimbunan cairan-cairanyang berlebihan tersebut, tubuh janin akan

membengkak yang dapat mengakibatkan darah bercampur dengan air. Jika

kondisi demikian terjadi dapat menyebabkan kematian janin.1,3IUFD

akibat ketidakcocokan Rh darah ibu dan janin terjadi sekitar 2,7%3.

2) Ketidakcocokan golongan darah Ibu dengan janin

Terutama pada golongan darah A, B, dan O yang sering terjadi

adalah antara golongan darah anak A atau B dengan ibu bergolongan darah

O atau sebaliknya. Hal ini disebabkan karena pada saat masih dalam

kandungan, darah janin tidak cocok dengan darah ibunya, sehingga ibu

akan membentuk zat antibodi.1,3IUFD akibat ketidakcocokan golongan

darah ibu dengan janin terjadi sekitar 3%3.

3) Berbagai penyakit pada ibu hamil

Penyakit-penyakit yang terjadi pada ibu hamil sehingga

mengakibatkan kematian janin dapat disebabkan oleh 2 faktor, yaitu :

1. Kelainan Metabolik

a. Diabetes Gestasional

Kadar glukosa yang tinggi pada ibu dapat menyebabkan

terjadinya IUFD sekitar 16,2%17. Hiperinsulinemia yang terjadi

pada janin akan meningkatkan kecepatan metabolisme dan

keperluan oksigen untuk menghadapi keadaan seperti

hiperglikemia dan keto-asidosis.1,16

2. Kelainan Vaskular

a. Hipertensi Gestasional

Hipertensi dapat menyebabkan suplai O2 pada janin

berkurang yang disebabkan oleh berkurangnya suplai darah dari

ibu ke plasenta yang disebabkan oleh spasme dan kadang-kadang

trombosis dari pembuluh darah ibu. 1,3 IUFD akibat hipertensi

gestasional terjadi sekitar 21,6%.17

b. Pre-eklamsi

2

Page 3: 164186212-Case-IUFD

Preeklampsia merupakan komplikasi kehamilan yang ditandai

dengan peningkatan tekanan darah disertai proteinuria pada wanita

hamil yang sebelumnya tidak mengalami hipertensi.1.2

Komplikasi pada ibu berupa sindroma HELLP (Hemolysis,

Elevated Liver Enzyme, Low Platelet), edema paru, gangguan

ginjal, perdarahan, solusio plasenta bahkan kematian ibu.

Komplikasi pada bayi dapat berupa kelahiran premature, gawat

janin, berat badan lahir rendah atau intra uterine fetal death

(IUFD).2 IUFD akibat hipertensi gestasional terjadi sekitar 10,6%.17

4) Trauma saat hamil

Trauma bisa mengakibatkan terjadinya solusio plasenta.Trauma

terjadi misalnya karena benturan pada perut, baik karena kecelakaan atau

pemukulan. Trauma bisa saja mengenai pembuluh darah di plasenta,

sehingga menyebabkan solusio plasenta dan atau ablasio plasenta, yang

pada akhirnya aliran darah ke janin pun terhambat sehingga dapat

menyebabkan kematian janin. 1,2,3 IUFD akibat trauma saat hamil

dilaporkan terjadi sekitar 8%2,3.

5) Infeksi pada ibu hamil

a. Toxoplasma

Infeksi toxoplasma pada kehamilan dapat menyebabkan abortus

spontan (4%), kematian janin dalam kandungan (3%), janin hidup dengan

kelainan tertentu (7%), toksoplasmosis bawaan (5%).8 Secara keseluruhan,

kurang dari ¼ bayi yang mengalami toksoplasmosis kongenital

menampakkan gejala klinis pada saat lahir. Sebagian besar baru akan

memperlihatkan gejala kemudian hari. Toksoplasma menyerang otak janin

dan dapat menyebabkan berat badan janin rendah, hepatosplenomegali,

ikterus dan anemia. Gejala defisit neurologis seperti kejang-kejang,

kalsifikasi intrakranial, retardasi mental dan hidrosefalus atau

mikrosefalus. Pada kedua kelompok biasanya terjadi korioretinitis. 7,8

b. Rubella

3

Page 4: 164186212-Case-IUFD

Rubella telah dibuktikan dapat menyebabkan abortus (2%),

kematian janin dalam kandungan (3%), dan kelainan kongenital yang

berat.8Infeksi rubella pada janin dapat menghambat pertumbuhan intra

uterin, kelainan hematologi, hepatosplenomegali, ikterus, dan kelainan

kromosom sehingga dapat mengganggu kesejahteraan janin dalam

kandungan yang berdampak pada kematian janin7,8.

c. Cytomegalovirus

Cytomegalovirus merupakan penyebab tersering infeksi perinatal,

dengan insidens mencapai 0,5-2% neonatus. Infeksi cytomegalovirus pada

janin dapat menghambat pertumbuhan intra uterin, kelainan hematologi,

hepatosplenomegali, hidrosefalus, mikrosefalus, ikterus, dan hidrofetalus

sehingga mengganggu kesejahteraan janin dalam kandungan yang

berdampak pada kematian janin

d. Herpes Simplex Virus

Fetus seringkali terinfeksi oleh virus ini melalui serviks atau jalan

lahir. Virus kemudian dapat menginvasi uterus apabila terjadi ketuban

pecah. Hampir separuh dari neonatus yang terinfeksi adalah preterm dan

resiko infeksi mereka tersebut berhubungan dengan jenis infeksi maternal

primer atau rekuren. Dari 50% infeksi neonatal pada infeksi maternal

primer namun hanya 4-5% yang terjadi pada infeksi rekurens.5,7Dari suatu

penelitian dilaporkan bahwa tidak ada dari 34 neonatus yang terpajan

terhadap virus rekurens pada saat persalinan yang terinfeksi. Hal ini

diduga terjadi karna inocuum virus yang lebih kecil dan terdapat antibodi

yang ditransfer lewat plasenta yang menurunkan insidens dan beratnya

penyakit pada neonatal. Infeksi yang terlokalisir biasanya memiliki luaran

yang baik.7

e. Malaria

Malaria juga terkenal dapat memicu IUFD. Kematian janin intra

uteri dapat terjadi akibat hiperpireksi, anemi berat, penimbunan parasit di

dalam plasenta yang menyebabkan gangguan sirkulasi ataupun akibat

infeksi trans-plasental. Kematian janin intra uteri akibat malaria dilaporkan

terjadi sebanyak 4%.5,17

4

Page 5: 164186212-Case-IUFD

f. TBC

Tuberkolusis paru adalah suatu penyakit menular yang

disebabkanoleh basilMikobacterium tuberkolusis. Karena kehamilan

belum terbukti meningkatkan risiko TB, epidemiologi TB pada kehamilan

adalah refleksi dari kejadian umum kasus TB.Indonesia merupakan negara

ketiga di dunia dalam urutan jumlah penderita TBC setelah India (30%)

dan China (15%) dengan presentase sebanyak 10% dari total penderita

TBC di dunia.Patogenesis infeksi tuberkulosis pada wanita hamil sama

dengan pada wanita tidak hamil [17]. Namun, gejala tuberkulosis pada ibu

hamil dapat hadir secara diam-diam, karena gejala malaise dan kelelahan

yang terjadi lebih dianggap gejala akibat kehamilan daripada penyakit.

Selain itu, selama kehamilan menjadi sulit untuk mengenali penurunan

berat badan. Komplikasi kebidanan telah dilaporkan dapat mengakibatkan

aborsi spontan, kehamilan dengan rahim kecil, dan berat badan sub-

optimal pada kehamilan. Lainnya termasuk persalinan prematur, berat

lahir rendah dan peningkatan mortalitas neonatal. Keterlambatan diagnosis

merupakan faktor independen, yang dapat meningkatkan morbiditas

obstetri sekitar empat kali lipat, sementara risiko persalinan prematur

mungkin meningkat sembilan kali lipat.18

6) Prolonged Pregnancy (kehamilan diatas 42 minggu)

Kehamilan lebih dari 42 minggu dapat menyebabkan kematian

janin sekitar 5% 2,3 Jika kehamilan telah lewat waktu, plasenta akan

mengalami penuaan sehingga fungsinya akan berkurang. Janin akan

kekurangan asupan nutrisi dan oksigen. Cairan ketuban bisa berubah

menjadi sangat kental dan hijau, akibatnya cairan dapat terhisap masuk

kedalam paru-paru janin. Hal ini bisa dievaluasi melalui USG dengan

color Doppler sehingga bisa dilihat arus arteri umbilikalis jantung ke

janin. Jika demikian kehamilan harus segera dihentikan dengan cara

induksi. Itulah perlunya taksiran kehamilan pada awal dan akhir

kehamilan.1

7) Hamil pada usia lanjut

5

Page 6: 164186212-Case-IUFD

Peningkatan usia maternal juga akan meningkatkan risiko IUFD1.

Wanita diatas usia 35 tahun memiliki risiko 40-50% lebih tinggi akan

terjadinya IUFD dibandingkan dengan wanita pada usia 20-29 tahun11.

Risiko terkait usia ini cenderung lebih beratpada pasien primipara

dibanding multipara. Alasan yang mungkin dapat menjelaskan sebagian

risiko terkait usia ini adalah insiden yang lebih tinggi akan terjadinya

kehamilan multiple, diabetes gestasional, hipertensi, dan malformasi fetal

pada wanita yang lebih tua.

8) Kematian Ibu

Jika terjadi kematian ibu, sudah jelas janin juga akan mengalami

kematian dikarenakan fungsi tubuh yang seharusnya menopang

pertumbuhan janin tidak lagi ada.1,3 Insidensi terjadinya IUFD karena

kematian ibu adalah 50%.

9) Ruptur uteri

Ruptur uteri pada kehamilan merupakan komplikasi yang jarang

tetapi memiliki insiden yang tinggi terhadap morbiditas janin dan ibu.

Berdasarkan penelitian dari tahun 1976-2012, menggambarkan kejadian

pecahnya rahim, dilaporkan 2.084 kasus di antara 2.951.297 wanita hamil,

menghasilkan tingkat ruptur uteri keseluruhan dari 1 di 1.146 kehamilan

(0,07%). Luka rahim dari operasi caesar sebelumnya merupakan faktor

risiko yang paling umum. Bentuk lain dari operasi rahim yang

menghasilkan sayatan ketebalan penuh (seperti miomektomi), persalinan

disfungsional, augmentasi persalinan dengan oksitosin atau prostaglandin,

turut menjadi faktor resiko pecahnya rahim.

b. Faktor Janin

1) Gerakan Sangat Berlebihan

Gerakan bayi dalam rahim yang sangat berlebihan, terutama jika

terjadi gerakan satu arah saja dapat membahayakan kondisi janin. Hal ini

dikarenakan gerakan yang berlebihan ini akan menyebabkan tali pusar

terpelintir. Jika tali pusar terpelintir, maka pembuluh darah yang

mengalirkan darah dari ibu ke janin akan tersumbatsehingga dapat

6

Page 7: 164186212-Case-IUFD

menyebabkan iskemik, hipoksia dan kematian janin dalam kandungan

(10,8%).17 Gerakan janin yang sangat aktif menandakan bahwa kebutuhan

janin tidak terpenuhi.1,2,3

2) Kelainan kromosom

Kelainan kromosom meningkatkan risiko terjadinya IUFD.

Kuleshov dkk melaporkan bahwa sekitar 14% IUFD terjadi akibat

kelainan kariotipe. 16 Kematian janin akibat kelainan genetik biasanya baru

terdeteksi pada saat kematian sudah terjadi, yaitu dari hasil otopsi janin.

Hal inidisebabkan karena pemeriksaan kromosom saat janin masih dalam

kandungan beresiko tinggi dan memakan biaya banyak.1,2,3

3) Kelainan bawaan bayi

Yang bisa mengakibatkan kematian janin adalah hidropsfetalus,

yakni akumulasi cairan dalam tubuh janin. Jika akumulasi cairan terjadi

dalam rongga dada bisa menyebabkan hambatan nafas bayi. Kerja jantung

menjadi sangat berat akibat dari banyaknya cairan dalam jantung sehingga

tubuh bayi mengalami pembengkakan atau terjadi kelainan pada paru-

parunya.1,3 Kematian janin akibat kelainan bawaan terjadi sekitar 1,6% 7,17

4) Malformasi janin

Pada janin yang mengalami malformasi, berarti pembentukan organ

janin tidak berlangsung dengan sempurna. Karena ketidaksempurnaan

inilah suplai yang dibutuhkan janin tidak terpenuhi, sehingga

kesejahteraan janin menjadi buruk dan bahkan akan menyebabkan

kematian pada janin.1,3 Kematian janin akibat malformasi janin terjadi

sekitar 1,3%.7,17

5) Kehamilan multiple

Pada kehamilan multiple ini resiko kematian maternal maupun

perinatal meningkat. Berat badan janin lebih rendah dibanding janin pada

kehamilan tunggal pada usia kehamilan yang sama (bahkan perbedaannya

bisa sampai 1000-1500gr ). Hal ini bisa disebabkan regangan uterus yang

berlebihan sehingga sirkulasi plasenta juga tidak lancar. Jika

ketidaklancaran ini berlangsung hingga keadaan yang parah, suplai janin

7

Page 8: 164186212-Case-IUFD

tidak terpenuhi dan pada akhirnya akan menyebabkan kematian janin

sekitar 18%.1,3,10

6) Intra Uterine Growth Restriction

Janin IUFD rata-rata memiliki berat badan yang kurang dibanding

janin normal pada tingkat usia gestasional yang sama. Hal ini disebabkan

karena proses restriksi pertumbuhan yang mungkin berbagi penyebab yang

sama dengan insufisiensi plasenta.1,10 IUGR adalah penyebab penting

IUFD. IUGR diketahui berhubungan dengan kehamilan multipel,

malformasi kongenital, kelainan kromosom fetal dan preeklampsia. Dalam

studi Gardosi dkk, dilaporkan bahwa 41% kasus IUFD adalah janin yang

kecil untuk usia gestasional dan kelompok ini juga sangat berisiko memicu

terjadinya persalinan prematur.1,10

7) Infeksi (parvovirus B19, CMV, listeria)

Infeksi ini terjadi dikarenakan oleh virus, dan jika virus ini telah

menyerang maka akan menyebabkan janin mengalami gangguan seperti,

pembesaran hati, kuning, pengapuran otak, ketulian, retardasi mental, dan

lain-lain. Dan gangguan ini akan membuat kesejahteraan janin memburuk

dan jika dibiarkan terus-menerus janin akan mati.1,6 Dilaporkan bahwa

kematian janin akibat infeksi terjadi sekitar 6-15% dari seluruh kasus

IUFD5,6,7

c. Faktor Plasenta1,6

Sejumlah kelainan plasenta berhubungan dengan IUFD misalnya inflamasi

membran, kompresi tali pusat, lesi akibat insufisiensi vaskular uteroplasental yang

tampak sebagai infark, dan solusio plasenta yang dilaporkan sebanyak 12 %

menyebabkan IUFD1,17. Kompresi tali pusat juga dilaporkan memicu IUFD secara

langsung. Kompresi tali pusat dapat menghambat aliran darah dan oksigen ke

janin, sehingga dapat menyebabkan iskemik, hipoksia dan kematian. Secara

keseluruhan faktor plasenta dapat menyebabkan kematian janin sebanyak 25-

30%.9,10

3. Patologi Anatomi

Janin yang meninggal intra uterin biasanya lahir dalam kondisi maserasi.

Kulitnya mengelupas dan terdapat bintik-bintik merah kecoklatan oleh karena

8

Page 9: 164186212-Case-IUFD

absorbsi pigmen darah. Seluruh tubuhnya lemah atau lunak dan tidak bertekstur.

Tulang kranialnya sudah longgar dan dapat digerakkan dengan sangat mudah satu

dengan yang lainnya. Cairan amnion dan cairan yang ada dalam rongga

mengandung pigmen darah. Maserasi dapat terjadi cepat dan meningkat dalam

waktu 24 jam dari kematian janin.1,3 Dengan kata lain, patologi yang terjadi pada

IUFD dapat terjadi perubahan-perubahan sebagai berikut1

a) Rigor mortis (tegang mati)

Berlangsung 2 ½ jam setelah mati, kemudian janin menjadi lemas sekali.

b) Stadium maserasi I

Timbul lepuh-lepuh pada kulit. Lepuh-lepuh ini mula-mula berisi cairan

jernih kemudian menjadi merah. Berlangsung sampai 48 jam setelah janin

mati.

c) Stadium maserasi II

Lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air ketuban menjadi merah coklat.

Terjadi setelah 48 jam janin mati.

d) Stadium maserasi III

Terjadi kira-kira 2 minggu setelah janin mati. Badan janin sangat lemas

dan hubungan antar tulang sangat longgar. Terdapat edema di bawah kulit.

4. Tanda dan Gejala

Pada wanita yang diketahui mengalami kematian janin intra uterine

(IUFD), pada beberpa hari berikutnya mengalami penurunan ukuran payudara.1

Tanda-tanda lain yang juga dapat ditemukan adalah sebagai berikut:

1) Tidak ada gerakan janin. Pada umumnya, ibu merasakan gerakan janin

pertama pada usia kehamilan 18 minggu (pada multipara) atau 20 minggu

(pada primipara). Gerakan janin normalnya minimal 10 kali sehari.

2) Gerakan janin yang sangat hebat atau sebaliknya, gerakan janin yng

semakin pelan atau melemah.

3) Ukuran abdomen menjadi lebih kecil dibandingkan dengan ukuran pada

saat kehamilan normal dan tinggi fundus uteri menurun atau kehamilan

9

Page 10: 164186212-Case-IUFD

yang tidak kunjung besar, dicurigai bila pertumbuhan kehamilan tidak

sesuai bulan.

4) Bunyi jantung anak tidak terdengar

5) Palpasi janin menjadi tidak jelas

6) Pergerakan janin tidak teraba oleh tangan pemeriksa

7) Pada foto rontgen dapat terlihat:

Tulang-tulang cranial saling menutupi (tanda spalding)

Tulang punggung janin sangat melengkung (tanda naujokes)

Ada gelembung-gelembung gas pada badan janin

5. Penatalaksanaan Kematian Janin Intrauterin

Kelahiran harus segera diinduksi secepatnya setelah diagnosa dapat

ditegakkan.2,3 Pada satu penelitian, penundaan kelahiran lebih dari 24 jam setelah

terdiagnosis dihubungkan dengan peningkatan terjadinya masa anxietas

dibandingkan dengan wanita yang kelahirannya diinduksi dalam waktu 6 jam.3

Ketika janin berada di dalam uterus selama 3-4 minggu, level fibrinogen

bisa turun yang dapat menyebabkan koagulopati. Hal ini sangat jarang terjadi

pada kehamilan tunggal karena penegakan diagnosa dan induksi yang dilakukan

lebih awal. Pada beberapa kasus kehamilan kembar, tergantung dari tipe

plasentasi, induksi setelah kematian kedua janin mungkin dapat menghambat

perkembangan janin menjadi matur. Pada kasus ini beberapa spesialis anak tidak

merekomendasikan untuk memeriksakan koagulasi darah. Secara umum, resiko

berkembangnya disseminated intravascular coagulopathy sangat jarang.1

Kematian janin awal dapat ditangani dengan pemberian laminaria diikuti

oleh dilatasi dan ekstraksi. Pada wanita dengan kematian janin sebelum usia

kehamilan kurang dari 28 minggu, induksi dapat dilakukan dengan menggunakan

prostaglandin E2 vaginal suppositoria (10-20 mg tiap 4-6 jam), misoprostol

pervaginal atau per oral (400 mcg tiap 4-6 jam), dan/atau oxytocin (terutama bagi

wanita dengan sectio caessaria).1,5 Pada wanita dengan kematian janin pada usia

kehamilan setelah 28 minggu, harus menggunakan dosis yang lebih rendah. The

American College of Obstetricians and Gynaecologists mengatakan bahwa untuk

10

Page 11: 164186212-Case-IUFD

induksi kelahiran prostaglandin E2 dan misoprostol hendaknya tidak digunakan

pada wanita denga riwayat sectio caessaria karena resiko terjadinya ruptur uteri.5

Penanganan rasa nyeri pada pasien dengan induksi kelahiran untuk kasus

kematian janin lebih mudah ditangani dibandingkan dengan pasien dengan janin

yang masih hidup. Narkotik dengan dosis yang lebih tinggi bermanfaat untuk

pasien, dan pemberian morfin biasanya cukup efektif untuk pengendalian rasa

nyeri.

Berikut tahapan-tahapan penanganan pada ibu yang didiagnosa mengalami

IUFD1,3:

1. Jika kematian janin intra uterine telah jelas ditemukan, pasien harus

diberitahukan secara berhati-hati dan dihibur. Pertimbangkan untuk menunda

prosedur evakuasi janin untuk membiarkan pasien menyesuaikan secara

psikologis terhadap kematian janin tersebut. Penundaan tersebut juga

mempunyai keuntungan tambahan dengan memberikan kesempatan pada

serviks untuk lebih siap. Jika persalinan tidak terjadi segera setelah kematian

janin, terutama pada kehamilan lanjut, koagulopati maternal dapat terjadi,

walaupun keadaan ini jarang terjadi sebelum 4-6 minggu setelah kematian

janin. Setelah 3 minggu, lakukan pemeriksaan koagulasi yang termasuk

hitung trombosit, kadar fibrinogen, waktu protrombin, partial tromboplastin

time (PTT), dan analisis produk degradasi fibrinogenserta lakukan secara

serial. Berikan immunoglobulin rhesus pada semua gravida rhesus negatif

kacuali ayah janin diketahui pasti dengan rhesus negatif. Berikan dosis kecil

(30μg) pada trimester I dan dosis penuh pada kehamilan akhir.

2. Penggunaan USG pada kehamilan dini telah menunjukkan bahwa kematian

janin terjadi pada gestasi kembar lebih sering daripada yang diperkirakan

sebelumnya. Keadaan ini biasanya asimtomatik, walaupun mungkin terjadi

bercak pada vagina. Tidak diperlukan intervensi, dan dapat diharapkan

terjadinya resorpsi pada janin yang mati. Hipofibrinogenemia maternal adalah

komplikasi yang jarang dan harus diamati pada kasus tersebut. Koagulopati

konsumtif juga dapat timbul pada janin yang hidup. Keadaan ini mengarahkan

pada perlunya persalinan segera jika kematian salah satu janin terjadi pada

11

Page 12: 164186212-Case-IUFD

Tentukan usia kehamilan dan cari adanya kehamilan ganda

Ditemukan janin tunggal Ditemukan kehamilan ganda dengan satu janin masih hidup

kehamilan yang lanjut dan maturitas janin yang lainnya telah diyakini dengan

pemeriksaan unsur-unsur pulmonal dalam cairan amnion.

3. Prostaglandin E2 dalam bentuk supositoria vagina (20 mg tiap tiga sampai

lima jam) adalah efektif untuk evakuasi janin yang telah mati pada

midtrimester.1,3 Walaupun insidensi keberhasilan adalah tinggi, terjadinya

retensi plasenta memerlukan kuretase. Dokter dapat menggunakan dosis 15-

methylprostaglandin F2 intramuskuler (250 μg pada interval satu dan satu

sampai satu setengah dan seengah jam) jika selaput amnion telah pecah.

Sesuaikan jadwal dosis untuk menghindari stimulasi yang berlebihan. Adanya

kegagalan mengarahkan pada anomali rahim. Persiapkan aminophylline dan

terbuTaline untuk menghindari bronkospasme jika prostaglandin diberikan

pada pasien asmatik. Penggunaan oksitosin secara bersamaan harus dihindari

karena resiko rupture uterin.1

4. Jika janin telah mati dalam waktu yang cukup lama, ukuran rahim menurun

cukup banyak untuk memungkinkan evakuasi dengan penyedotan dapat

dilakukan dengan aman. Pemeriksaan keadaan koagulasi, seperti yang telah

disebutkan, harus dilakukan.1 Jika keadaan tersebut ditemukan, atasilah

koagulopati dan lanjutkan dengan evakuasi. Kira-kira 80% akan memasuki

persalinan dalam dua atau tiga minggu. Jika timbul koagulopati, heparin dapat

dipakai untuk memperbaikinya sebelum melakukan evakuasi rahim, tetapi

penggunaan heparin pada keadaan tersebut tidak sepenuhnya bebas dari

bahaya. Histerotomi hampir tidak pernah diindikasikan kecuali terdapat

persalinan dengan seksio secaria sebelumnya atau operasi miomektomi.

Evakuasi instrumental transervikal dan kehamilan trimester ketiga yang telah

lanjut memerlukan keahlian dan pengalaman khusus untuk menghindari

perforasi dan perdarahan. Laminaria mungkin berguna dalam kasus tersebut.

5. Semua gravida dengan rhesus negatif harus diberikan immunoglobulin rhesus.

Jika diperkirakan terdapat interval lebih dari 72 jam antara kematian janin dan

persalinan, berikan dosis immunoglobulin yang sesuai dengan segera.

Penjelasan pasca persalinan adalah bagian yang penting dalam perawatan total

pasien. Tiap usaha harus dilakukan untuk mendapatkan ijin otopsi janin,

karyotiping dan pemeriksaan lain yang dindikasikan.1,3

12

Page 13: 164186212-Case-IUFD

Penanganan Khusus

13

Tentukan apakah Rhesus negatif dan lakukan desensitisasi. Berikan immunoglobulin rhesus daam dosis yang tepat sesuai dengan

usia kehamilan.

Lakukan dilatasi dan evakuasi vakum atau berikan regimen prostaglandin intramuskular / intravaginal

Jika terjadi pada kehamilan akhir, pertimbangkan intervensi dengan induksi persalinan atau seksio sesaria untuk mencegah koagulopati janin yang hidup.

Page 14: 164186212-Case-IUFD

Kematian janin dapat terjadi akibat gangguan pertumbuhan janin, gawat janin,

atau kelainan bawaan atau akibat infeksi yang tidak terdiagnosis sebelumnya

sehingga tidak diobati.

Jika pemeriksaan radiologik tersedia, konfirmasi kematian janin setelah 5 hari.

Tanda-tandanya berupa overlapping tulang tengkorak, hiperfleksi kolumna

vertebralis, gelembung udara di dalam jantung dan edema scalp.

USG: merupakan sarana penunjang diagnostik yang baik untuk memastikan

kematian janin di mana gambarannya menunjukkan janin tanpa tanda

kehidupan: tidak ada denyut jantung janin, ukuran kepala janin, dan cairan

ketuban berkurang.

Pilihlah cara persalinan dapat secara aktif dengan induksi maupun ekspektatif,

perlu dibicarakan dengan pasien dan keluarganya sebelum keputusan diambil.

Bila pilihan penanganan adalah ekspektatif:

- tunggu persalinan spontan hingga 2 minggu;

- yakinkan bahwa 90% persalinan spontan akan terjadi tanpa

komplikasi.

Jika trombosit dalam 2 minggu menurun tanpa persalinan spontan, lakukan

penanganan aktif.

Jika penanganan aktif akan dilakukan, nilai serviks:

- jika serviks matang, lakukan induksi persalinan dengan oksitosin

atau prosaglandin.

- jika serviks belum matang, lakukan pematangan serviks dengan

prostaglandin atau kateter foley.

Catatan: Jangan lakukan amniotomi karena beriiko infeksi.

- persalinan dengan seksio sesarea merupakan alternatif terakhir.

Jika persalinan spontan tidak terjadi dalam 2 minggu, trombosit menurun, dan

serviks belum matang, matangkan serviks dengan misoprostol:

- tempatkan misoprostol 25 mcg di puncak vagina; dapat diulangi

sesudah 6 jam.

- jika tidak ada respon sesudah 2 x 25 mcg misoprostol, naikkan

dosis menjadi 50 mcg setiap 6 jam.

14

Page 15: 164186212-Case-IUFD

DUGAAN KEMATIAN JANIN

Hilangnya pergerakan janinTidak terdapat pertumbuhan janinTidak terdapat denyut jantung janin

Hitung trombositKadar fibrinogenWaktu protrombin (PT)Partial Thromboplastin Time (PTT)Produk Degrdasi Fibrin (FDP)Ultrasonografi

Tegaskan kematian janin dengan ultrasongrafi

Berikan penjelasan dan dukungan dalam keadaan duka cita

Catatan: Jangan berikan lebih dari 50 mcg setiap kali dan jangan

melebih 4 dosis.

Jika ada tanda infeksi, berikan antibiotika untuk metritis.

Jika tes pembekuan sederhana lebih dari 7 menit atau bekuan mudah pecah,

waspada koagulopati.

Berikan kesempatan kepada ibu dan keluarganya untuk melihat dan

melakukan berbagai kegiatan ritual bagi janin yang meninggal tersebut.

Pemeriksaan patologi plasenta adalah untuk mengungkapkan adanya patologi

plasenta dan infeksi.

6. Komplikasi yang mungkin Terjadi

Komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu hamil dengan IUFD dapat

terjadi bila janin yang sudah meninggal tidak segera dilahirkan lebih dari 2

minggu.1,3 Akan tetapi, kasus janin yang meninggal dan tetap berada di rahim ibu

lebih dari 2 minggu sangat jarang terjadi. Hal ini dikarenakan biasanya tubuh ibu

sendiri akan melakukan penolakan bila janin mati, sehingga timbulah proses

persalinan. Adapun komplikasi yang mungkin terjadi adalah sebagai berikut:

15

Page 16: 164186212-Case-IUFD

1) Disseminated Intravascular Coagulation (DIC), yaitu adanya perubahan

pada proses pembekuan darah yang dapat menyebabkan perdarahan atau

internal bleeding.1,3

2) Infeksi

3) Koagulopati maternal dapat terjadi walaupun ini jarang terjadi sebelum 4-

6 minggu setelah kematian janin.

Oleh karena adanya komplikasi akibat IUFD, maka janin yang telah

meninggal harus segera dilahirkan. Proses kelahiran harus segera dilkukan secara

normal, karena bila melalui operasi akan terlalu merugikan ibu. Operasi hanya

dilakukan jika ada halangan untuk melahirkan normal. Misalnya janin meninggal

dalam posisi melintang atau karena ibu mengalami preeklampsia.1,3

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. X

Umur : 40 tahun

I. Anamnesis

1. Keluhan Utama : Perut mulas – mulas

2. Keluhan Tambahan : -

3. Riwayat Penyakit Sekarang

16

Page 17: 164186212-Case-IUFD

Pasien datang dengan keluhan perut mulas-mulas sejak 10 jam

sebelum masuk UGD RS UKI. Perut terasa seperti diremas-remas, hilang

timbul dan semakin lama keluhan dirasakan semakin berat. Mulas muncul

3x setiap + 15 menit. Keluar flek darah disangkal. Riwayat trauma

disangkal. Haid pertama dari haid terakhir tanggal 2 Agustus 2012. Saat

ini pasien sedang hamil 35 minggu, G4P2A1, riwayat antenatal care baik,

tidak ada keluhan. Riwayat persalinan sebelumnya yaitu Sectio Caesarea

sebanyak 2x. Pasien sudah tidak merasakan gerakan janin sejak 1 hari

sebelum masuk RS. 2 minggu sebelum masuk RS pasien pernah

mengalami demam, demam muncul secara perlahan dan berlangsung

sepanjang hari. Pasien tidak mengukur suhu tubuhnya. Selama demam

pasien tidak berobat ke dokter dan tidak minum obat untuk megurangi

demamnya.

4. Riwayat Penyakit Dahulu : disangkal

5. Riwayat Haid :

Haid pertama umur 12 tahun

Siklus : Teratur, 28-30 hari.

Durasi : Reguler ( 26-30 hari )

Kuantitas : 3-4 kali ganti pembalut ( + 120cc )

Haid pertama dari haid terakhir tanggal 2 Agustus 2012 selama 4 hari,

sebanyak + 120cc, sehingga perhitungan partus adalah tanggal 9 Mei

2013.

6. Riwayat Perkawinan :

Perkawinan pertama, dengan suami sekarang sudah 10 tahun.

7. Riwayat kehamilan, kelahiran nifas yang sudah-sudah

I. Sectio Caesaria a.i janin besar

II. Sectio Caesaria a.i jarak kehamilan terlalu dekat ( 6 bulan )

III. Abortus

IV. Ini

Jumlah anak yang hidup : 2 orang

Umur anak terakhir : 8 tahun

17

Page 18: 164186212-Case-IUFD

8. Riwayat Penyakit :

Penyakit dahulu : disangkal

Penyakit dalam keluarga : disangkal

9. Riwayat Operasi :

Sectio Caesaria tahun 2004

Sectio Caesaria tahun 2005

Kuretase tahun 2008

II. PEMERIKSAAN UNTUK PERSALINAN

1. Pemeriksaan Umum :

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Composmentis

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi : 80x/menit

Nafas : 20x/menit

Suhu : 36,90 C

Berat badan : 65kg

Tinggi badan : 156cm

BMI : 26,6 metric

Mata : Conjungtiva tidak anemis, sklera tidak

ikterik, air mata +

Telinga : Normotia, liang telinga lapang/lapang,

secret -/-, serumen -/-

Hidung : Cavum nasi lapang/lapang, septum deviasi

-/-, secret-/-

Mulut : Mukosa bibir lembab

Tonsil : T1-T1, tidak hiperemis

Faring : tidak hiperemis

Leher : trakea di tengah, tidak terdapat pembesaran

kelenjar getah bening

Mammae : ASI -/-

Massa -/-

18

Page 19: 164186212-Case-IUFD

Nyeri -/-

Retraksi -/-

Thoraks :

Inspeksi : Pergerakan dada simetris kanan = kiri,

Palpasi : Vocal fremitus simetris kanan = kiri,

Perkusi : Sonor kanan = kiri

Auskultasi : Bunyi nafas dasar vesikuler, rhonki -/-,

wheezing -/-,

Bunyi jantung I dan II normal, murmur -/-,

gallop -/-

Abdomen

Inspeksi : Perut tampak buncit sesuai masa

kehamilan, linea nigra +

Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), defense muscular (-),

Perkusi : Timpani, nyeri ketok (-)

Auskultasi : Bising usus (+), 3x/menit

Genitalia :

Flek : -

Fluour : -

2. PEMERIKSAAN OBSTETRIK

Pemeriksaan Luar

Leopold I : TFU 35cm,

Bagian teratas janin teraba bulat, lunak,

tidak melenting. Kesan bokong.

Leopold II : pada perut sebelah kanan teraba keras,

datar, memanjang, tidak terputus-putus kesan punggung

kanan.

Leopold III : Pada bagian bawah teraba bulat, keras,

melenting kesan kepala.

Tgl. & Jam TFU Letak pres.

&turunnya

HIS BJJ Edem

Eks.

Umur

kehamilanFrek Lama Kekua-tanRelak

19

Page 20: 164186212-Case-IUFD

9/4/13 5.30

WIB

35cm Preskep 3x 20’ kuat + - - 35 mgg

Leopold IV : tangan pemeriksa membentuk sudut

konvergen, kepala belum masuk PAP.

Pemeriksaan Dalam

a. Inspekulo : tidak dilakukan

b. Vagina Toucher

Keadaan porsio dan pembukaan : Porsio axis

posterior, lunak, pembukaan (-)

Ketuban : (+)

Stasion : Hodge I

Posisi : Presentasi kepala

c. Pemeriksaan panggul : tidak dilakukan

III. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Darah : Hb : 8,8 gr/dL

Leukosit : 12600/uL

Hematokrit : 27%

Trombosit : 368000/uL

Hemostasis:

Masa perdarahan : 1.30 menit

Masa pembekuan : 12.30 menit

Masa protrombin : - Kontrol : 13 detik

- Pasien : 15 detik

Hit. Jenis : -

Gol. Darah : -

WR/Khan/VDRL : -

Gula darah sewaktu : 80mg/dl

Imunologi : HbsAg Non reaktif

Urine : Protein : -

Sedimen : -

20

Page 21: 164186212-Case-IUFD

Reduksi : -

Diagnosis :

Ibu : G4P2A1, hamil 35 minggu, ancaman partus premature +

suspek IUFD

Fetus : Janin tunggal, susp. IUFD

Prognosis :

Ibu : Dubia ad bonam

Fetus : Dubia ad malam

Penanganan :

1. Rawat inap

2. Observasi Keadaan umum, tanda-tanda vital,kontraksi, dan DJJ

3. Periska H2TL, MP3, GDS, dan HbsAg

4. Rencana USG Kehamilan

5. Diet : Puasa sementara

6. IVFD : I Dextrose 5% + Bricasma ( 16 tetes/menit )

7. Menjelaskan kepada pasien tentang keadaan kehamilan dan

rencana perawatan.

FOLLOW UP

9 April 2013

Pukul 07.00 WIB

PH : 1

S : perut mulas-mulas,

O : Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Composmentis

TD : 100/80 mmHg

Nadi : 80x/menit

Nafas : 20x/menit

Suhu : 36,50C

Status Generalis :

Mata : sclera tidak ikterik, konjungtiva

21

Page 22: 164186212-Case-IUFD

tidak anemis.

Ekstremitas : akral hangat, capillary refill

time <2’, tidak terdapat edem pada

ekstremitas atas dan bawah

Mammae : ASI -/-, Massa -/-, Nyeri

-/-,retraksi -/-

Thoraks : BND vesikuler, rhonki -/-,

wheezing -/-, BJ I dan II normal, murmur -/-,

gallop -/-

Abdomen : perut tambak buncit sesuai

masa kehamilan, linea nigra (+), supel,

defense muscular (-), nyeri tekan (-),

kontraksi (+),nyeri ketok (+), bising usus

(+),3x/menit

Leopold I : TFU 35cm. Bagian teratas

janin teraba bulat, lunak, tidak melenting.

Kesan bokong.

Leopold II : pada perut sebelah kanan ibu

teraba keras, datar, memanjang, tidak

terputus-putus kesan punggung kanan.

Leopold III : Pada bagian bawah ibu

teraba bulat, keras, melenting kesan kepala.

Leopold IV : tangan pemeriksa

membentuk sudut konvergen, kepala belum

masuk PAP

Genitalia : Flek (-), Fluor (-)

A : G4P2A1, hamil 35 minggu,riwayat SC

2x, ancaman partus prematur+susp.IUFD

P : Diet : Puasa

IVFD : I Dextrose 5% + Bricasma 2 amp

( 16 tetes/menit )

MM : -

22

Page 23: 164186212-Case-IUFD

10 April 2013

Pukul 07.00 WIB

PH : 2

PO : 1

S : nyeri pada luka bekas operasi, flatus (+),

BAB (-), kontraksi (+)

O : Keadaan Umum: Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

TD : 100/80 mmHg

Nadi : 80x/menit

Nafas : 20x/menit

Suhu : 36,50C

Status Generalis :

Mata : sclera tidak ikterik, konjungtiva

tidak anemis.

Ekstremitas : akral hangat, capillary refill

time <2’, tidak terdapat edem pada

ekstremitas atas dan bawah

Mammae : ASI +/+, Massa -/-, Nyeri -/-

retraksi -/-

Thoraks : BND vesikuler, rhonki -/-,

wheezing -/-, BJ I dan II normal, murmur -/-,

gallop -/-

Abdomen : perut tambak datar, luka

bekas operasi tertutup verban, darah (-), pus

(-), supel, defense muscular (-), nyeri tekan

(+), kontraksi (+),nyeri ketok (+), bising usus

(+) lemah ,3x/menit

Genitalia : Lokhia rubra (+), Fluor : sulit

dinilai

Hasil pemeriksaan laboratorium :

Hb : 9,4 gr/dL

Leukosit : 16700/uL

Hematokrit : 28,7%

Trombosit : 348000/uL

Fibrinogen : 427mg/dL

23

Page 24: 164186212-Case-IUFD

Tanggal 11 April 2013

Pukul 07.00 WIB

PH : 3

PO : 2

A : P3A1 pasca histerotomie + tubektomie

bilateral a.i IUFD + cukup anak, lahir bayi

perempuan, 2000gr, 39 cm, meninggal.

P : Diet : Biasa

IVFD : II RL + syntocinon 1 amp

II Dextrose 5% ( selang seling 30

tetes/menit dalam 24 jam )

MM : Kedacilin 3 x 1gr

Alinamin F 2 x 1 amp

Vit. C 2 x 200mg

Kaltrofen supp 3 x 1

S : nyeri pada luka bekas operasi, flatus (+),

BAB (-),

O : Keadaan Umum: Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

TD : 100/80 mmHg

Nadi : 82x/menit

Nafas : 22x/menit

Suhu : 36,30C

Status Generalis :

Mata : sclera tidak ikterik, konjungtiva

tidak anemis.

Ekstremitas : akral hangat, capillary refill

time <2’, tidak terdapat edem pada

ekstremitas atas dan bawah

Mammae : ASI +/+, Massa -/-, Nyeri -/-<

retraksi -/-

Thoraks : BND vesikuler, rhonki -/-,

wheezing -/-, BJ I dan II normal, murmur -/-,

gallop -/-

24

Page 25: 164186212-Case-IUFD

Abdomen : perut tambak datar, luka

bekas operasi tertutup verban, darah (-), pus

(-), supel, defense muscular (-), nyeri tekan

(+), kontraksi (+),nyeri ketok (+), bising usus

(+), 3x/menit

Genitalia : Lokhia rubra (+), Fluor : sulit

dinilai

A : P3A1 pasca histerotomie + tubektomie

bilateral a.i IUFD + cukup anak

P : Diet : Biasa

IVFD : Aff infus

MM : Amoxan 3 x 500mg

Becom C 1 x 1tab

Parlodel 3 x 1 tab

Kaltrofen supp 3 x 1

Tanggal 12 April 2013

Pukul 07.00 WIB

PH : 4

PO : 3

S : nyeri pada luka bekas operasi, BAB (-),

O : Keadaan Umum: Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

TD : 100/70 mmHg

Nadi : 84x/menit

Nafas : 22x/menit

Suhu : 36,30C

Status Generalis :

Mata : sclera tidak ikterik, konjungtiva

tidak anemis.

Ekstremitas : akral hangat, capillary refill

time <2’, tidak terdapat edem pada

ekstremitas atas dan bawah

Mammae : ASI +/+, Massa -/-, Nyeri

-/-,retraksi -/-

Thoraks : BND vesikuler, rhonki -/-,

wheezing -/-, BJ I dan II normal, murmur -/-,

25

Page 26: 164186212-Case-IUFD

gallop -/-

Abdomen : perut tampak datar, luka bekas

operasi tertutup verban, darah (-), pus (-),

supel, defense muscular (-), nyeri tekan (+),

kontraksi (+),nyeri ketok (+), bising usus (+),

3x/menit

Genitalia : Lokhia sanguilenta (+), Fluor :

sulit dinilai

A : P3A1 pasca histerotomie + tubektomie

bilateral a.i IUFD + cukup anak

P : Diet : Biasa

IVFD : -

MM : Amoxan 3 x 500mg

Becom C 1 x 1tab Laxadin 2 x 1C

Parlodel 3 x 2,5mg Mefinal 3 x 500mg

Gambaran USG

26

Page 27: 164186212-Case-IUFD

27

Page 28: 164186212-Case-IUFD

28

Page 29: 164186212-Case-IUFD

DISKUSI

Menurut WHO,IUFD (Intra Uterine Fetal Death ) merupakan kematian

janin dalam kandungan yang telah berusia 20 minggu atau lebih, dengan berat

badan janin lebih dari 1000gr.

Dalam laporan kasus ini, diagnosis IUFD ( Intra Uterine Fetal Death )

ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Kematian janin yang terjadi dapat disebabkan oleh faktor ibu (5-10%), faktor

janin (25-40%), dan faktor plasenta (25-35%).

Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien umur 40 tahun dengan G4P2A1,

hamil 35 minggu, datang dengan keluhan perut mulas-mulas sejak 10 jam SMRS.

Keluar flek dan darah dari kemaluan disangkal. Selain itu pasien juga mengatakan

bahwa ia sudah tidak merasakan gerakan janin sejak 1 hari SMRS. Keadaan ini

sesuai dengan salah satu dasar diagnosis IUFD secara subjektif.

Pada pemeriksaan fisik yaitu pemeriksaan obstetri, dari palpasi pemeriksa

tidak menemukan adanya gerakan janin. Dan pada auskultasi menggunakan

doppler, tidak terdengar bunyi jantung janin. Dari pemeriksaan penunjang USG

ditemukan gambaran tulang-tulang cranial saling tumpang-tindih (tanda

Spalding). Hal ini turut membuktikan adanya kematian janin intra uteri.

Menurut literatur, usia ibu > 5 tahun pada saat hamil sangat mempengaruhi

kesejahteraan ibu dan janin. Pada kasus ini pasien berumur 40 tahun dimana usia

tersebut sangat rentan untuk mengandung karena dapat menyebabkan resiko yang

besar bagi ibu maupun janin.

Menurut literatur, ketidakcocokan rhesus antara ibu dan janin akan

mempengaruhi kondisi janin tersebut. Pada kasus ini ketidakcocokan rhesus

antara ibu dan janin dapat disingkirkan karena ibu dan suami memiliki rhesus

darah yang sama.

29

Page 30: 164186212-Case-IUFD

Menurut literatur berbagai macam penyakit sistemik pada ibu hamil

seperti diabetes dan hipertensi dapat menyebabkan kematian janin. Pada kasus ini

kematian janin akibat penyakit sistemik dapat disingkirkan karena ibu tidak

memiliki riwayat diabetes, hipertensi, dan penyakit sistemik lainnya.

Trauma pada ibu hamil juga dilaporkan dapat menyebabkan kematian

janin. Pada kasus ini penyebab tersebut dapat disingkirkan karena ibu tidak pernah

mengalami trauma selama kehamilannya.

Menurut literatur infeksi maternal seperti TORCH, malaria, TBC, dan

demam tifoid dapat menyebabkan kematian pada janin. Dalam kasus ini kematian

janin karena infeksi perlu dipikirkan. Dari anamnesis diperoleh bahwa ibu pernah

mengalami demam 2 minggu sebelum masuk RS selama 6 hari. Dapat dipikirkan

bahwa demam yang dialami ibu karena adanya proses infeksi. Disamping itu

pasien memiliki binatang peliharaan kucing di sekitar rumahnya, yang menurut

literatur dapat menyebabkan infeksi toksoplasmosis pada janin. Akan tetapi disini

kami belum menemukan adanya data pemeriksaan TORCH sehingga kematian

janin masih mungkin disebabkan oleh infeksi toksoplasma tersebut.

Kematian janin karena infeksi malaria pada ibu dapat disingkirkan karena

beberapa bulan terakhir ibu tidak pernah bepergian ke daerah endemik malaria

dan ibu tidak pernah mengalami keluhan-keluhan yang sesuai dengan gejala

infeksi malaria.

Kematian janin karena infeksi TBC pada ibu juga dapat disingkirkan

karena dari anamnesis dan pemeriksaan fisik ibu tidak memiliki keluhan-keluhan

yang berhubungan dengan infeksi TBC.

Menurut literatur prolonged pregnancy (kehamilan di atas 42 minggu)

dapat menyebabkan kematian janin dalam kandungan. Dalam kasus ini usia

kehamilan ibu adalah 35 minggu sehingga etiologi tersebut dapat disingkirkan.

Keadaan sosio-ekonomi pasien menengah ke bawah yang menurut

literature dapat memicu terjadinya kematian janin dalam kandungan. Dijelaskan

juga bahwa gaya hidup seperti merokok, minum alkohol, minum obat-obatan

dalam jangka waktu yang lama selama kehamilan dapat memicu terjadinya

kematian janin. Namun dalam kasus ini pasien tidak memiliki riwayat merokok,

minum alcohol, dan konsumsi obat-obatan dalam jangka waktu yang lama.

30

Page 31: 164186212-Case-IUFD

Dari data yang ditemukan, kematian janin yang disebabkan oleh faktor

janin sudah dapat disingkirkan. Karena ibu memiliki riwayat antenatal care yang

baik, tidak ditemukan adanya hidropsfetalus, malformasi janin, kehamilan

multiple, dan IUGR ( Intra Uterine Growth Restriction ) yang menurut literatur

dapat menyebabkan kematian janin dalam kandungan.

Menurut literatur kematian janin dalam kandungan juga dapat disebabkan

oleh faktor plasenta dan tali pusat seperti solusio plasenta, plasenta previa, dan

lilitan tali pusat. Dalam kasus ini etiologi tersebut dapat disingkirkan karena pada

antenatal care tidak ditemukan adanya kelainan plasenta dan lilitan tali pusat. Hal

ini terbukti juga pada saat janin lahir tidak ditemukan adanya kelainan tersebut.

Menurut literatur penatalaksanaan pada kasus IUFD dilakukan terminasi

dengan cara induksi dan diharapkan agar janin lahir spontan. Dalam kasus ini

dilakukan terminasi kehamilan dengan tindakan sectio caesarea atas dasar

permintaan pasien sekaligus dilakukan sterilisasi. Janin lahir mati, jenis kelamin

perempuan, berat badan 2000gr , panjang badan 39 cm. Kematian janin dapat

diperkirakan sudah terjadi lebih dari 2 minggu (stadium maserasi 3) karena dari

pemeriksaan fisik badan janin sangat lemas dan hubungan antar tulang sangat

longgar serta terdapat edema di bawah kulit.

31

Page 32: 164186212-Case-IUFD

KESIMPULAN

Pada pasien ini ditegakkan diagnosis kematian janin intra uteri (IUFD)

berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Pada kasus ini, kemungkinan penyebab IUFD ialah faktor maternal, yaitu

faktor usia ibu dan infeksi TORCH.

Penatalaksanaan IUFD yaitu dengan cara induksi persalinan tetapi pada

kasus ini dilakukan dengan sectio caesarea atas dasar permintaan pasien

sekaligus untuk sterilisasi.

SARAN

Pemeriksaan laboratorium TORCH sebaiknya dilakukan pada ibu karena

merupakan faktor resiko IUFD.

Pemeriksaan darah khususnya pemeriksaan fibrinogen sebaiknya

dilakukan untuk mencegah komplikasi IUFD.

Edukasi pada pasien ini adalah menjelaskan mengenai program KB dan

memotivasi ibu untuk mengukutinya, mengingat ibu sudah hamil 5 kali

dengan jumlah anak hidup 2 orang. Dan usia ibu juga sangat rentan untuk

hamil lagi. Tetapi pada kasus ini ibu telah memilih kontrasepsi mantap

sehingga dilakukan tubektomi bilateral.

Memberikan dukungan psikologis agar ibu tidak terganggu akibat

kematian janin yang telah dialami, peran keluarga juga sangat penting

untuk memberikan dukungan kepada ibu.

DAFTAR PUSTAKA

32

Page 33: 164186212-Case-IUFD

1. Cuningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap III LC, Hauth

JC,Wenstrom KD. Williams Obstetrics 23rd Ed. New York : McGraw-Hill

2001

2. Edlow et al. Intrauterine fetal demise and maternal morbidity. J ACOG

2011;117:307-16.

3. Wiknjosarto,H. 2002. IlmuKebidanan. Jakarta:YayasanBinaPustaka

4. J Bar et al. The placental vascular component in early and late

interauterine fetal death. Thrombosis Research 2012;130:901-905.

5. Geels YP, de Gouberville MC, Visser L, van Asten HA. Comparing

vaginal and sublingual administration of misoprostol for labour induction

in women with intra-uterine fetal death. Tropical doctor 2010;40:77-80.

6. Silingardi E, Santunione AL, Rivasi F, Gasser B, Zago S, Garagnani L.

Unexpected intrauterine fetal death in parvovirus B19 fetal. Am J forensic

med pathol 2010;30:394-397.

7. Sen MR, Shukla BN, Banerjee T. Prevalence of serum antibodies to

TORCH infection in and around Varanasi, northern india. J clin and diag

res 2011;6:1483-85

8. Subramanya S, Patham B, Kupesic SP. Recognizing TORCH group of

infections on fetal sonography. Donald school J of ultrasound in obs and

gyn 2009;3(4):47-50

9. Gravensteen IK, Helgadottir LB, Jacobsen EM. Long-term impact of

intrauterine fetal death on quality of life and depression: a case-control.

BMC pregnancy and childbirth 2012;12:43

10. Pilliod RA, Cheng YW, Snowden JM, et al. The risk of intrauterine fetal

death in the small-for-gestational-age fetus. Am J Obstet

Gynecol2012;207:318.e1-6.

11. Atsumi H et al. The role of care-seeking delays in intrauterine fetal deaths

among “near miss’ woman.Paediatric and Perinatal Epidemiology, 2012,

26, 388–397

33

Page 34: 164186212-Case-IUFD

12. Salihu HM, Ibrahimou B, Dagne GA. Intra-uterine exposure to dual fetal

programming sequences among surviving co-twins.The Journal of

Maternal-Fetal and Neonatal Medicine, 2011; 24(1): 96–103

13. L.B. Helgadottir et al. The association of antiphospholipid antibodies with

intrauterine fetal death: a case–control study. Thrombosis

Research;130(2012):32–37

14. Anami et al.Antenatally diagnosed congenital orbital teratoma inwhich

rupture was associated with intrauterinefetal death. J. Obstet. Gynaecol.

Res. Vol. 38, No. 3: 578–581, March 2012

15. Enders et al. Risk of fetal hydrops and non-hydropic late intrauterine fetal

death after gestational parvovirus B19 infection. Journal of Clinical

Virology 2010;49:163–168

16. Grimes DA. Estimation of pregnancy-related mortality risk by pregnancy

outcome, United States, 1991 to 1999. Am J Obstet Gynecol

2006;194:924.

17. Ezechi OC, Kalu Bke, Ndububa VI, Nwokoro CA. Induction of Labour by

Vaginal Misoprostol for Intrauterine Fetal Death. J Obstet Gynecol Ind

2004;54(6):561-3

34

Page 35: 164186212-Case-IUFD