49
Penyusun: Oleh Dokter Muda Nurul Mahirah Binti Meor Halil 030.04.267 Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti Jakarta 2011 0

51091925 CASE Neuro Trauma Capitis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

trauma kapitis

Citation preview

Page 1: 51091925 CASE Neuro Trauma Capitis

Penyusun:

Oleh Dokter Muda Nurul Mahirah Binti Meor Halil

030.04.267

Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

Jakarta 2011

0

Page 2: 51091925 CASE Neuro Trauma Capitis

STATUS NEUROLOGIS

1. IDENTITAS PASIEN

• Nama : Tn X

• Jenis kelamin : Laki-laki

• Tanggal lahir : 10 Mei 1953

• Tempat Lahir : Jakarta

• Umur : 48 tahun

• BB : 61 kg

• Tinggi badan : 160 cm

• Pekerjaan : Pedagang

• Pendidikan : Tamat SMA

• Status : Menikah

• Agama : Islam

• Alamat : X

• Bangsa : Jawa

• Warganegara : Warganegara Indonesia

• Tanggal masuk RS : 17 Februari 2011

2. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis pada tanggal 17 Februari 2011 di X.

a. Keluhan Utama :

Penurunan kesadaran selama 15 menit, 1 jam SMRS.

b. Keluhan Tambahan :

Luka lecet di pelipis kanan dan lutut kanan.

Mata kanan bengkak, biru, sulit dibuka.

Bahu kanan nyeri.

1

Page 3: 51091925 CASE Neuro Trauma Capitis

c. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke instalasi gawat darurat X dibawa oleh temannya dengan keluhan

riwayat penurunan kesadaran selama 15 menit, terjadi 1 jam SMRS. Pasien pasca

kecelakaan lalu lintas antar motor dengan motor. Kejadian berlangsung jam 9

malam di kawasan yang gelap, tidak ada lampu jalan, tidak hujan dan jalan aspal,

tidak basah, tidak ada pasir maupun tumpahan minyak di sekitar tempat kejadian.

Awal kejadian pasien mengendarai motor sendirian tanpa memakai helm, jaket

maupun sepatu. Pasien berangkat dari masjid, sedang dalam perjalanan menuju ke

rumahnya. Pasien ditabrak dari samping kiri saat membelok ke kanan dari jalan

besar menuju masuk ke gang kecil rumahnya. Pasien tidak ingat mekanisme jatuh,

tetapi pasien ingat kejadian sebelum dan sesudah kecelakaan tersebut. Memori

terakhir pasien sebelum kecelakaan adalah melihat adanya motor dari arah

berlawanan sedang melaju dengan kecepatan tinggi. Pasien sedang dalam keadaan

buru-buru mahu pulang untuk menonton acara bola di TV. Menurut saksi mata

yang bercerita kepada isteri pasien, pasien mengendarai motor tidak kencang,

sekitar 30 km/jam dan sedang berbelok ke kanan. Motor pasien jatuh ke sisi

kanan. Pasien mengikut arah jatuh dengan posisi kepala kanan membentur trotoar

terlebih dahulu, lalu membentur aspal dengan posisi miring ke kanan di atas jalan.

Motor tidak menimpa pasien. Pasien langsung tidak sadarkan diri. Isteri pasien

langsung panggil ke tempat kejadian, lalu pasien dibawa ke rumah sakit oleh taksi

yang lewat dibantu orang di sekitar kejadian. Setelah 15 menit kejadian, pasien

mulai sadar namun tampak kebingungan dan menanyakan apa yang terjadi kepada

isterinya. Bicara tidak nyambung atau kacau disangkal. Akibat dari benturan

kepala dan wajah tersebut, pelipis kanan pasien mengalami luka lecet, mata kanan

bengkak, sulit dibuka dan kulit disekitar biru kemerahan. Di kepala daerah

belakang sebelah kanan ada luka yang mengeluarkan darah. Pasien tidak tahu

ukuran luka karena ditekan terus dengan handuk kecil saat diperjalanan. Darah

memenuhi setengah dari handuk tersebut. Luka lecet juga didapatkan pada lutut

kanan. Saat di Instalasi gawat darurat, pasien merasa pusing di seluruh kepala,

pusing yang dirasakan seperti berputar, berkurang dengan menutup mata. Luka

pasien dijahit, namun pasien tidak tahu dijahit berapa. Pasien juga mengalami

mual dan muntah tidak menyemprot sebanyak 2 kali saat di mobil. Jumlah muntah

kira-kira setengah gelas aqua masing-masing. Muntah berisi makanan dan lendir,

bercampur bercak-bercak darah merah terang, berbau asam. Selain itu pasien juga

2

Page 4: 51091925 CASE Neuro Trauma Capitis

mengaku dari hidung kanan keluar darah namun berhenti sendiri saat di rumah

sakit. Tidak ada cairan keluar dari telinga pasien. Pasien juga mengeluh

merasakan nyeri pada bahu sebelah kanan, namun tidak ada kesan memar atau

luka. Semua anggota badan masih dapat digerakkan walaupun terasa pegal.

Kelemahan anggota disangkal. Di rumah sakit tersebut pasien mendapat

pertolongan pertama, dibersihkan lukanya dan dilakukan rontgen dada,

pemeriksaan darah serta pemeriksaan CT Scan kepala. Saat dipindahkan ke

bangsal, pasien sudah merasa tidak pusing maupun mual. Hanya perih di bagian

luka lecet. Saat kecelakaan, pasien tidak sakit atau panas. Pasien dan isteri

menyangkal adanya riwayat kejang sebelumnya, menderita ayan, sering bengong

atau mengelamun, menggunakan narkoba, minum alkohol, maupun

mengkonsumsi obat-obatan seperti obat batuk, obat penenang, obat tidur dan obat

flu. Pasien mengakui tidak mengantuk saat mengendarai motor, tidak melakukan

aktivitas berat yang membuatnya kelelahan atau adanya riwayat bergadang sehari

sebelumnya. Gangguan pendengaran disangkal, penglihatan dobel disangkal,

bicara pelo tidak ada.

d. Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien tidak pernah mengalami kejadian hilang kesadaran. Ini merupakan pertama

kali pasien berobat ke rumah sakit dan dirawat. Pasien mengaku sebelumnya

sering mengalami kecelakaan kecil dan hanya mengalami lecet tanpa keluhan lain.

Riwayat alergi obat (-), Riwayat hipertensi (-), Riwayat gangguan jiwa/stress (-)

Riwayat diabetes melitus (-), Riwayat asma (-), Riwayat maag (-), Riwayat sakit

jantung (-), Riwayat stroke (-), Riwayat sakit ginjal atau hati (-).

e. Riwayat Penyakit Keluarga :

Riwayat hipertensi (-), Riwayat diabetes mellitus (-), Riwayat stroke (-), Riwayat

trauma (-), Riwayat epilepsi (-), Riwayat gangguan jiwa (-)

f. Riwayat Pola Hidup dan Kebiasaan

Penggunaan tembakau (-)

Minum alkohol (-)

Penggunaan narkoba (-)

3

Page 5: 51091925 CASE Neuro Trauma Capitis

3. PEMERIKSAAN FISIK (pada tanggal 14 Februari 2011)

a. Keadaan Umum

Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang

Kesadaran : Compos Mentis GCS= E4M6V5=15

Kooperasi  : Kooperatif

Sikap : Berbaring aktif

Keadaan gizi : Cukup BMI: 23,2 Normal

Postur : Athletikus

Berat Badan : 61 kg

Tinggi badan : 160 cm

BMI : 24.5 Normal

Tekanan Darah : 125/80 mmHg

Nadi : 78 x / menit, isi cukup, irama reguler, equal

Suhu Badan : 36,60 C

Pernafasan : 18 x / menit, irama reguler tipe abdominotorakal

Penggunaan otot nafas tambahan (-)

b. Keadaan lokal

Trauma Stigmata : Vulnus laceratum regio parietal dextra.

Eksoriasi pada palpebra kanan, patella kanan .

Oedem dan hematom palpebra kanan

Bahu kanan nyeri statis dan dinamis namun dapat

digerakkan

Kulit : Warna sawo matang, sianosis (-), ikterik (-) Eksoriasi

pada palpebra kanan, patella kanan

Kepala : Normosefali, rambut hitam beruban, distribusi merata,

tidak mudah dicabut, tidak ada alopesia, benjolan (-),

Vulnus laceratum post hecting diperban pada regio

parietal dextra, nyeri tekan (-).

Pulsasi Aa. Carotis : Teraba cukup, irama reguler, kanan dan kiri equal

Kelenjar getah bening : Tidak teraba membesar

Columna vertebralis : Lurus di tengah

Mata : Hematoma kacamata (Brill hematom) -/-, hematom

palpebra +/-, oedem palpebra +/-, konjungtiva anemis

4

Page 6: 51091925 CASE Neuro Trauma Capitis

-/-, sklera ikterik -/-, ptosis -/-, lagoftalmus -/-, pupil

bulat isokor, refleks cahaya langsung +/+, refleks

cahaya tidak langsung +/+ .

Telinga : Normotia +/+, hematoma retroaurikuler (Battle’s sign)

-/-, perdarahan -/-, otorea-/-

Hidung : Deviasi septum -/-, perdarahan -/-, rhinorea -/-

Mulut : Lidah kotor (-), perdarahan(-)

Tenggorok : Faring hiperemis (-), tonsil T1-T1.

Gigi : Caries (-), missing (-)

Leher : Bentuk simetris, trakea lurus di tengah, kelenjar getah

bening tidak teraba membesar, tiroid di tengah, JVP 5-2

cm H2O

Pemeriksaan jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V, 1 cm medial dari linea midklavikularis

sinistra

Perkusi :

Batas jantung atas : ICS III garis sternalis kiri

Batas jantung kanan : ICS IV, 1 cm lateral linea sternalis kanan

Batas jantung kiri : ICS VI, 1 cm medial linea midclavikularis kiri

Auskultasi : BJ 1 BJ 2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Pemeriksan paru

Inspeksi : Gerakan nafas simetris statis dan dinamis

Palpasi : Vocal fremitus simetris, krepitasi (-)

Perkusi : Sonor di kedua lapang paru

Auskultasi : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Pemeriksaan abdomen

Inspeksi : Datar

Palpasi : Lemas, hepar dan lien tidak teraba membesar, nyeri tekan (-)

Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen

Auskultasi :  BU (+) normal

5

Page 7: 51091925 CASE Neuro Trauma Capitis

Pemeriksaan Ekstremitas :

Ekstemitasatas : akral hangat + / +, edema - / -, bahu kanan sakit dan tidak

dapat digerakkan, krepitasi -/-, deformitas -/-, CRT < 2 detik

Ekstemitasbawah : Ekskoriasi di patella kanan, akral hangat + / +, edema - / -,

krepitasi -/-, deformitas -/-, clubbing finger (-), CRT < 2 detik

PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

a. Tanda Rangsang Meningeal

Kaku Kuduk : -

Brudzinski I : -

Brudzinski II : -                     

    Kanan                   Kiri

Laseque :     >70˚                      >70˚

Laseque menyilang : - -

Kernig : >135˚                     >135˚

Peningkatan tekanan intrakranial

o Penurunan kesadaran (-)

o Papil oedem -tidak dilakukan pemeriksaan

o Pupil anisokor (-)

o Trias cushing (-)

b. N. Kranialis

N.I : Normosmia +/+

N.II :

Acies visus : dengan menghitung jari > 3/60 kanan dan kiri 3/6

(keterbatasan ruangan)

Campus visus : normal

Tes buta warna : normal

Funduskopi : tidak dilakukan

6

Page 8: 51091925 CASE Neuro Trauma Capitis

N.III ; N.IV ; N.VI

Kedudukan bola mata : ortoforia - ortoforia

Pergerakan bola mata :

Nasal : normal

Temporal : normal

Atas : normal

Bawah : normal

Temporal bawah : normal

Eksoftalmus : -/-

Nistagmus : -/-

Ptosis : -/-

Pupil

o Bentuk : Bulat / bulat

o Diameter : 3 mm / 3 mm

o Refleks cahaya langsung : +/+

o Refleks cahaya tidak langsung : +/+

o Reaksi akomodasi : normal

o Reaksi konvergensi : normal

N.V

Cabang motorik

o Membuka mulut : Baik

o Menggerakkan rahang : Baik

o Jaw refleks : Baik

Cabang sensorik oftalmikus : Baik/ Baik

Cabang sensorik maksilaris : Baik/ Baik

Cabang sensorik mandibularis : Baik/ Baik

N.VII

Motorik orbitofrontal : Kesan parese (-)

Motorik orbikularis okuli : Kesan parese (-)

Motorik orbikularis oris : Kesan parese (-)

Chovstek : Negatif

7

Page 9: 51091925 CASE Neuro Trauma Capitis

Pengecapan lidah

o Manis : Baik

o Asin : Baik

o Asam : Baik

o Pahit : Baik

N.VIII

Vestibular

Vertigo :  Negatif

Nistagmus :  -/-

Cochlear

       Test Rinne : +/+ (tuli sensorineural -)

Webber : Tidak ada lateralisasi (tuli konduktif -)

Schwabach : Sama dengan pemeriksa

N.IX ; N.X

Motorik : Baik/baik

Sensorik : Baik/baik

N.XI

Mengangkat bahu : Baik/baik

Menoleh :  Baik/baik

N.XII

Pergerakan lidah : Lidah di tengah

Atrofi : -

Fasikulasi : -

Tremor : -

c. Sistem motorik tubuh

Kekuatan otot : 5555 | 5555

5555 | 5555

d. Gerakan involunter

Tremor : -/-

8

Page 10: 51091925 CASE Neuro Trauma Capitis

Chorea : -/-

Atetose : -/-

Miokloni : -/-

Tics : -/-

Trofik : Eutrofik/Eutrofik

Tonus : Normotonus /Normotonus

Sensorik : Baik

Fungsi otonom

Miksi : Inkontinensia (-)

Defekasi : Inkontinensia (-)

Sekresi keringat : Baik

d. Fungsi cerebellar dan Koordinasi

Ataxia : -

Tes Romberg : Baik

Disdiadokokinesia : -

Jari - jari : Baik

Jari - hidung : Baik

Tumit - lutut : Baik

Rebound Phenomenon : Baik

Hipotoni : -/-

e. Fungsi Luhur

Astereognosia     : -

Apraksia              : -

Afasia                   : -

Disgrafia : -

f. Fungsi Otonom

9

Page 11: 51091925 CASE Neuro Trauma Capitis

Miksi : baik

Defekasi : baik

Sekresi keringat : baik

g. Refleks fisiologis

Kornea : +/+

Biseps : +2/+2

Triseps : +2/+2

Radius : +2/+2

Dinding perut : +/+

Kremaster : tidak dilakukan

Patella : +2/+2

Tumit : +2/+2

Fissura ani : tidak dilakukan

h. Refleks patologis

Hofman Trommer : -/-

Babinski : -/-

Oppenheim : -/-

Gordon : -/-

Schaefer : -/-

Chaddock : -/-

Gonda : -/-

Klonus tumit : -/-

Klonus lutut : -/-

i. Keadaan Psikis

Intelegensia : Baik

Tanda regresi : -

Demensia : -

4. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Tanggal 13 Februari 2011

10

Page 12: 51091925 CASE Neuro Trauma Capitis

Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan

Hematologi

Hemoglobin 16,7 ↑ 11,7 – 15,5 g/dl

Hematokrit 51 ↑ 33 – 45%

Leukosit 14,5 ↑ 5,0 – 10,0 rb/ul

Trombosit 356 150 – 440 rb/ul

Eritrosit 5,39 3,80 – 5,20 jt/ul

VER/HER/KHER/RDW

VER 90 80,0-100,0 fl

HER 30,9 26,0-34,0 pg

KHER 32,6 32,0-36,0 g/dl

RDW 14,1 11,5-14,5 %

5. PEMERIKSAAN RADIOLOGIK

Tanggal : 13 Februari 2011

Rontgen Thorax Posterior-Anterior

Thoraks simetris kanan dan kiri

Dinding thoraks tidak ada massa

Tulang klavikula, costae, stenum tampak tidak ada diskontinuitas

Sela iga dalam batas normal dan simetris

Jantung -CTR <50%

-elongasi aorta tidak ada

Paru -tidak ada infiltrat, kalsifikasi, maupun massa.

-corakan bronkovaskular tidak meningkat

Diafragma bentuk kubah kanan dan kiri

Sinus costo phrenicus lancip kanan dan kiri

Kesan: Tidak ada fraktur tulang.

Jantung dalam dan paru dalam batas normal.

Tanggal : 13 Februari 2011

CT Scan Dengan Kontras

11

Page 13: 51091925 CASE Neuro Trauma Capitis

Sulcy dan gyri baik

Tak tampak hematome epidural, subdural

Tampak subarachnoid hemorrhagik falx cerebri posterior

12

Page 14: 51091925 CASE Neuro Trauma Capitis

Tak tampak midline shift

Sistem ventrivle dan cisterna normal

Pons dan cerebellum normal

Sinus paranasalis normal

Tulang-tulang normal

Kesan: Tak tampak hematom epidural

Tampak subarachnoid hemorhaggik pada falx cerebri posterior

6. RESUME

Pasien Tn X keluhan utama riwayat penurunan kesadaran selama 15 menit, 1

jam SMRS pasca kecelakaan lalu-lintas jam 9 malam. Pasien mengendarai motor

sendirian tanpa proteksi ditabrak motor saat membelok kanan dari jalan besar dengan

kelajuan 30 km/jam. Pasien tidak ingat mekanisme jatuh, tetapi pasien ingat kejadian

sebelum dan sesudah kejadian. Pasien jatuh ke sisi kanan, kepala kanan membentur

trotoar terlebih dahulu, lalu membentur aspal dengan posisi miring ke kanan di atas

jalan langsung tidak sadarkan diri, lalu dibawa ke rumah sakit. Setelah 15 menit,

pasien mulai sadar dan kebingungan. Bicara tidak nyambung atau kacau disangkal.

Ekskoriasi di pelpebra kanan dan patella kanan, mata kanan oedem, sulit dibuka dan

hematom ,occipital kanan terdapat vulnus laceratum. Saat di Instalasi gawat darurat,

pasien vertigo. Mual dan muntah tidak menyemprot sebanyak 2 kali saat di mobil,

jumlah setengah gelas aqua masing-masing berisi makanan, lendir, bercampur darah

segar, berbau asam. Hidung kanan epistaxis berhenti sendiri, otorea tidak ada. Nyeri

pada bahu kanan. Semua anggota badan masih dapat digerakkan walaupun terasa

pegal. Parese dan plegi disangkal. Riwayat konvulsi, epilepsi, dm, hipertensi (-),

penggunaan narkoba, alkohol, obat-obatan seperti obat batuk, obat penenang, obat

tidur dan obat flu (-). Gangguan pendengaran disangkal, penglihatan dobel disangkal,

bicara pelo tidak ada, tidak mengantuk dan kelelahan saat mengendarai. Pada

pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda vital

Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang

Kesadaran : Compos Mentis GCS= E4M6V5=15

Tekanan Darah : 125/80 mmHg

Nadi : 78 x / menit, isi cukup, irama reguler, equal

Suhu Badan : 36,60 C

13

Page 15: 51091925 CASE Neuro Trauma Capitis

Pernafasan : 18 x /menit

Trauma Stigmata : Vulnus laceratum regio parietal dextra.

Eksoriasi palpebra dextra dan patella dextra

Oedem dan hematome palpebra dextra

Artralgia acromial dextra statis dan dinamis

Pada hasil lab didapatkan leukositosis reaktif dan kadar eritrosit yang meningkat. Ct

scan dengan hasil perdarahan subarachnoid pada falx cerebri posterior.

7. DIAGNOSIS KERJA

Diagnosis klinis : Vulnus laceratum regio parietal dextra.

Eksoriasi palpebra dextra dan patella dextra.

Oedem dan hematome palpebra dextra.

Artralgia acromial dextra statis dan dinamis.

Leukositosis reaktif

Diagnosis patologis : Contusio cerebri

Subarachnoid hemorrhagic

Diagnosa etiologi : Cedera kepala sedang

8. PENATALAKSANAAN

Non-medikamentosa

ABC

Posisi tidur, bagian kepala ditinggikan sekitar 300

Perawatan luka

Diet biasa: kalori 1800 K/hari

Medikamentosa

IVFD NaCl 0,9% 12 tetes/menit

Ketoprofen oral 2 x 1

Phosphatidyl Serine 2 x 500 mg

Cefadroxil 3 x 500 mg

Nimodipine 4 x 30 mg

14

Page 16: 51091925 CASE Neuro Trauma Capitis

Ranitidin 3 x 1 amp IV

Pantoprazole Na 1 x 1

9. RENCANA PEMERIKSAAN

Lumbal Pungsi

10. PROGNOSA

Ad vitam : ad bonam

Ad functionam : ad bonam

Ad sanationam : ad bonam

CEDERA KEPALA

Definisi

15

Page 17: 51091925 CASE Neuro Trauma Capitis

Cedera kepala adalah serangkaian kejadian patofisiologik yang terjadi setelah trauma

kepala ,yang dapat melibatkan kulit kepala ,tulang dan jaringan otak atau kombinasinya

(Standar Pelayanan Medis ,RS Dr.Sardjito). Cedera kepala merupakan salah satu penyebab

kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi

akibat kecelakaan lalu lintas .(Mansjoer Arif ,dkk ,2000)

Pendahuluan

Cedera kepala adalah cedera yang mengenai kepala dan otak, baik yang terjadi secara

langsung maupun tidak langsung. Tulang tengkorak yang tebal dan keras membantu

melindungi otak. Tetapi meskipun memiliki helm alami, otak sangat peka terhadap berbagai

jenis cedera. Otak bisa terluka meskipun tidak terdapat luka yang menembus tengkorak.

Kerusakan otak bisa terjadi pada titik benturan dan pada sisi yang berlawanan. Cedera

percepatan-perlambatan kadang disebut coup contrecoup (bahasa Perancis untuk hit-

counterhit). Cedera kepala yang berat dapat merobek, meremukkan atau menghancurkan

saraf, pembuluh darah dan jaringan di dalam atau di sekeliling otak. Bisa terjadi kerusakan

pada jalur saraf, perdarahan atau pembengkakan hebat. Perdarahan, pembengkakan dan

penimbunan cairan (edema) memiliki efek yang sama yang ditimbulkan oleh pertumbuhan

massa di dalam tengkorak. Karena tengkorak tidak dapat bertambah luas, maka peningkatan

tekanan bisa merusak atau menghancurkan jaringan otak. Karena posisinya di dalam

tengkorak, maka tekanan cenderung mendorong otak ke bawah. Otak sebelah atas bisa

terdorong ke dalam lubang yang menghubungkan otak dengan batang otak, keadaan ini

disebut herniasi.

Sejenis herniasi serupa bisa mendorong otak kecil dan batang otak melalui lubang di

dasar tengkorak (foramen magnum) ke dalam medula spinalis. Herniasi ini bisa berakibat

fatal karena batang otak mengendalikan fungsi vital (denyut jantung dan pernafasan). Cedera

kepala yang tampaknya ringan kadang bisa menyebabkan kerusakan otak yang hebat. Usia

lanjut dan orang yang mengkonsumsi antikoagulan (obat untuk mencegah pembekuan darah),

sangat peka terhadap terjadinya perdarahan disekeliling otak (hematoma subdural).

Anatomi

16

Page 18: 51091925 CASE Neuro Trauma Capitis

Otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit, dan tulang yang membungkusnya.

Tampak perlindungan tersebut, otak yang lembut akan mudah sekali terkena cedera dan

mengalami kerusakan. Dan begitu rusak, neuron tidak dapat diperbaiki lagi. Tepat diatas

tengkorak terletak galea aponeurotika yaitu jaringan fibrosa, padat, dapat digerakan dengan

bebas, yang membantu menyerap kekuatan trauma eksternal. Diantara kulit dan galea

terdapat lapisan lemak dan lapisan membran dalam yang mengandung pembulu-pembuluh

darah besar yang bila robek, sukar mengadakan vasokontriksi sehingga dapat menyebabkan

kehilangan darah bermakna. Tepat dibawah galea terdapat ruang subaponeurotik yang

mengandung vena emisaria dan diploika, pembuluh ini dapat membawa infeksi dari kulit

sampai ke dalam tengkorak.

Gambar 1: Tabula dan pembuluh darah di kepala.

Dikutip dari : Neural System Development - Cerebrospinal Fluidaccessed : http://embryology.med.unsw.edu.au/Notes/neuron6a.htm

Tulang tengkorak terdiri dari dua dinding atau tabula yang dipisahkan oleh tulang

berongga. Dinding luar disebut tabula eksterna dan dinding bagian dalam disebut tabula

interna yang mengandung alur-alur yang berisi arteria meningea anterior, media, dan

posterior. Apabila arteria tersebut terkoyak maka akan tertimbun dalam ruang epidural.

17

Page 19: 51091925 CASE Neuro Trauma Capitis

Meningens terdiri dari tiga lapis dari luar ke dalam yaitu dura mater, araknoid, dan pia

mater. Dura adalah membran yang liat, semitranlusen, tidak elastis dan melekat erat dengan

permukaan dalam tengkorak.

Gambar 2 : Lapisan meningens dan tempat perdarahan.

Dikutip dari : Anatomy & Causes: Cranial Anatomy

accessed : http://dryogeshgandhi.com/cranial.htm

Fungsinya (1) melindungi otak, (2) menutupi sinus-sinus vena, (3) membentuk

periosteum tabula interna. Bagian tengah dan poterior disuplai oleh a. Meningea media yang

bercabang dari a. Vertebralis dan a. Carotis interna. Arakhnoid adalah membran fibrosa halus

dan elastis, membran ini tidak melakat dengan dura mater, ruangan antara kedua membran

disebut ruang subdural. Vena-vena otak yang melewati ruangan ini hanya mempunyai sedikit

jaringan penyokong sehingga mudah sekali terkena cedera dan robek pada trauma kepala.

Diantara arakhnoid dan pia mater terdapat ruang subarakhnoid yang melebar dan mendalam

pada daerah tertentu dan memungkinkan sirkulasi cairan serebrospinal. Pia mater adalah

membran halus yang memiliki sangat banyak pembuluh darah halus dan merupakan satu-

satunya lapisan meningeal yang masuk ke dalam semua sulkus dan membungkus semua

girus.

18

Page 20: 51091925 CASE Neuro Trauma Capitis

Patofisiologi

Trauma secara langsung akan menyebabkan cedera yang disebut lesi primer. Lesi primer

ini dapat dijumpai pada kulit dan jaringan subkutan, tulang tengkorak, jaringan otak, saraf

otak maupun pembuluh-pembuluh darah di dalam dan di sekitar otak. Pada tulang tengkorak

dapat terjadi fraktur linier (±70% dari fraktur tengkorak), fraktur impresi maupun perforasi.

Fraktur linier pada daerah temporal dapat merobek atau menimbulkan aneurisma pada arteria

meningea media dan cabang-cabangnya; pada dasar tengkorak dapat merobek atau

menimbulkan aneurisma a. karotis interna dan terjadi perdarahan lewat hidung, mulut dan

telinga. Fraktur yang mengenai lamina kribriform dan daerah telinga tengah dapat

menimbulkan rinoroe dan otoroe (keluarnya cairan serebro spinal lewat hidung atau telinga.

Fraktur impresi dapat menyebabkan peningkatan volume dalam tengkorak, hingga

menimbulkan herniasi batang otak lewat foramen magnum. Juga secara langsung

menyebabkan kerusakan pada meningen dan jaringan otak di bawahnya akibat penekanan.

Pada jaringan otak akan terdapat kerusakan-kerusakan yang hemoragik pada daerah coup dan

countre coup. Kontusio yang berat di daerah frontal dan temporal sering kali disertai adanya

perdarahan subdural dan intra serebral yang akut. Tekanan dan trauma pada kepala akan

menjalar lewat batang otak kearah kanalis spinalis; karena adanya foramen magnum,

gelombang tekanan ini akan disebarkan ke dalam kanalis spinalis. Akibatnya terjadi gerakan

ke bawah dari batang otak secara mendadak, hingga mengakibatkan kerusakan kerusakan di

batang otak. Saraf otak dapat terganggu akibat trauma langsung pada saraf, kerusakan pada

batang otak, ataupun sekunder akibat meningitis atau kenaikan tekanan intrakranial.

Kerusakan pada saraf otak I kebanyakan disebabkan oleh fraktur lamina kribriform di

dasar fosa anterior maupun countre coup dari trauma di daerah oksipital. Pada gangguan yang

ringan dapat sembuh dalam waktu 3 bulan. Dinyatakan bahwa ± 5% penderita tauma kapitis

menderita gangguan ini. Gangguan pada saraf otak II biasanya akibat trauma di daerah

frontal. Mungkin traumanya hanya ringan saja (terutama pada anak-anak), dan tidak banyak

yang mengalami fraktur di orbita maupun foramen optikum. Dari saraf-saraf penggerak otot

mata, yang sering terkena adalah saraf VI karena letaknya di dasar tengkorak. Ini

menyebabkan diplopia yang dapat segera timbul akibat trauma, atau sesudah beberapa hari

akibat dari edema otak.

Gangguan saraf III yang biasanya menyebabkan ptosis, midriasis dan refleks cahaya

negatif sering kali diakibatkan hernia tentorii. Gangguan pada saraf V biasanya hanya pada

cabang supraorbitalnya, tapi sering kali gejalanya hanya berupa anestesi daerah dahi hingga

terlewatkan pada pemeriksaan. Saraf VII dapat segera memperlihatkan gejala, atau sesudah

19

Page 21: 51091925 CASE Neuro Trauma Capitis

beberapa hari kemudian. Yang timbulnya lambat biasanya cepat dapat pulih kembali, karena

penyebabnya adalah edema. Kerusakannya terjadi di kanalis fasialis, dan seringkali disertai

perdarahan lewat lubang telinga. Banyak didapatkan gangguan saraf VIII pada. trauma

kepala, misalnya gangguan pendengaran maupun keseimbangan. Edema juga merupakan

salah satu penyebab gangguan. Gangguan pada saraf IX, X dan XI jarang didapatkan,

mungkin karena kebanyakan penderitanya meninggal bila trauma sampai dapat menimbulkan

gangguan pada saraf-saraf tersebut. Akibat dari trauma pada pembuluh darah, selain robekan

terbuka yang dapat langsung terjadi karena benturan atau tarikan, dapat juga timbul

kelemahan dinding arteri. Bagian ini kemudian berkembang menjadi aneurisma.

Gambar 3: Patofisiologi cedera kepala.

Dikutip dari : Asuhan Keperawatan Cedera Kepala (Trauma Capitis)

accessed : http://asepscience.wordpress.com/2009/06/14/asuhan-keperawatan-cedera-kepala-

trauma-capitis/

20

Page 22: 51091925 CASE Neuro Trauma Capitis

Klasifikasi Cedera Kepala

21

Berdasarkan mekanisme

Cedera kepala tertutup

Cedera kepala terbuka

Berdasarkan beratnya

cedera kepala ringan

cedera kepala sedang

cedera kepala berat

Berdasarkan morfologi

Kulit

Vulnus

Laserasi

Hematom subkutan,

Hematom subgaleal

Fraktura tengkorak

Kalvaria

Linear atau stelata

Depressed atau nondepressed

Basilar

Lesi Intrakranial

Fokal

Kontusio serebri

Hematom epidural

Hematom subdural

Perdarahan subarakhnoid

Perdarahan intraserebral

Diffuse

Konkusi ringan

Konkusi klasik

Cedera aksonal difusa

Page 23: 51091925 CASE Neuro Trauma Capitis

Berdasarkan Mekanisme

Cedera kepala secara luas diklasifikasikan sebagai tertutup dan penetrans atau

terbuka. Walau istilah ini luas digunakan dan berguna untuk membedakan titik pandang,

namun sebetulnya tidak benar-benar dapat dipisahkan. Misalnya fraktura tengkorak depres

dapat dimasukkan kesalah satu golongan tersebut, tergantung kedalaman dan parahnya

cedera tulang. Sekalipun demikian, untuk kegunaan klinis, istilah cedera kepala tertutup

biasanya dihubungkan dengan kecelakaan kendaraan, jatuh dan pukulan, dan cedera kepala

penetrans lebih sering dikaitkan denganluka tembak dan luka tusuk.

1. Trauma kepala terbuka

Trauma kepala ini menyebabkan fraktur tulang tengkorak dan laserasi duramater.

Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak menusuk otak. Fraktur longitudinal

sering menyebabkan kerusakan pada meatus akustikus interna, foramen jugularis dan tuba

eustachius. Setelah 2-3 hari akan tampak battle sign (warna biru dibelakang telinga diatas

os mastoid) dan otorrhoe (liquor keluar dari telinga). Perdarahan dari telinga dengan

trauma kepala hampir selalu disebabkan oleh retak tulang dasar tengkorak. Fraktur basis

tengkorak tidak selalu dapat dideteksi oleh foto rontgen, karena terjadi sangat dasar.

Tanda-tanda klinik yang dapat membantu mendiagnosa adalah :

a. Battle sign ( warna biru/ekhimosis dibelakang telinga di atas os mastoid )

b. Hemotipanum ( perdarahan di daerah gendang telinga )

c. Periorbital ecchymosis ( mata warna hitam tanpa trauma langsung )

d. Rhinorrhoe ( liquor keluar dari hidung )

e. Otorrhoe ( liquor keluar dari telinga)

Komplikasi pada trauma kepala terbuka adalah infeksi, meningitis dan perdarahan.

22

Page 24: 51091925 CASE Neuro Trauma Capitis

Gambar 4: Petunjuk Cedera Kepala.

Dikutip dari : Hati-hati Jika Cedera Kepala

accessed : http://www.tanyadokteranda.com/featured/2010/11/hati-hati-jika-cedera-kepala

2. Trauma kepala tertutup

Secara klasik kita kenal pembagian : komosio, kontusio dan laserasio serebri. Pada

komosio serebri kehilangan kesadaran bersifat sementara tanpa kelainan PA. Pada

kontusio serebri terdapat kerusakan dari jaringan otak, sedangkan laserasio serebri berarti

kerusakan otak disertai robekan duramater. Trauma kepala dapat menyebabkan cedera

pada otak karena adanya aselerasi, deselerasi dan rotasi dari kepala dan isinya. Karena

perbedaan densitas antara tengkorak dan isinya, bila ada aselerasi, gerakan cepat yang

mendadak dari tulang tengkorak diikuti dengan lebih lambat oleh otak. Ini mengakibatkan

benturan dan goresan antara otak dengan bagian-bagian dalam tengkorak yang menonjol

atau dengan sekat-sekat duramater. Bila terjadi deselerasi (pelambatan gerak), terjadi

benturan karena otak masih bergerak cepat pada saat tengkorak sudah bergerak lambat

atau berhenti. Mekanisme yang sama terjadi bila ada rotasi kepala yang mendadak.

Tenaga gerakan ini menyebabkan cedera pada otak karena kompresi (penekanan)

jaringan, peregangan maupun penggelinciran suatu bagian jaringan di atas jaringan yang

lain. Ketiga hal ini biasanya terjadi bersama-sama atau berturutan. Kerusakan jaringan

otak dapat terjadi di tempat benturan (coup), maupun di tempat yang berlawanan (countre

coup). Diduga countre coup terjadi karena gelombang tekanan dari sisi benturan (sisi

coup) dijalarkan di dalam jaringan otak ke arah yang berlawanan; teoritis pada sisi

countre coup ini terjadi tekanan yang paling rendah, bahkan sering kali negatif hingga

23

Page 25: 51091925 CASE Neuro Trauma Capitis

timbul kavitasi dengan robekan jaringan. Selain itu, kemungkinan gerakan rotasi isi

tengkorak pada setiap trauma merupakan penyebab utama terjadinya countre coup, akibat

benturan-benturan otak dengan bagian dalam tengkorak maupun tarikan dan pergeseran

antar jaringan dalam tengkorak. Yang seringkali menderita kerusakan-kerusakan ini

adalah daerah lobus temporalis, frontalis dan oksipitalis.

A. Komusio serebri ( Gegar otak )

Merupakan bentuk trauma kapitis ringan, dimana terjadi pingsan (kurang dari 10 menit ).

Gejala lain mungkin termasuk pusing, noda-noda didepan mata dan linglung. Konkusio

adalah hilangnya kesadaran (dan kadang ingatan) sekejap, setelah terjadinya cedera pada

otak yang tidak menyebabkan kerusakan fisik yang nyata. Konkusio menyebabkan

kelainan fungsi otak tetapi tidak menyebabkan kerusakan struktural yang nyata. Hal ini

bahkan bisa terjadi setelah cedera kepala yang ringan, tergantung kepada goncangan yang

menimpa otak di dalam tulang tengkorak. Konkusio bisa menyebabkan kebingungan, sakit

kepala dan rasa mengantuk yang abnormal; sebagian besar penderita mengalami

penyembuhan total dalam beberapa jam atau hari. Beberapa penderita merasakan pusing,

kesulitan dalam berkonsentrasi, menjadi pelupa, depresi, emosi atau perasaannya

berkurang dan kecemasan. Gejala-gejala ini bisa berlangsung selama beberapa hari sampai

beberapa minggu, jarang lebih dari beberapa minggu. Penderita bisa mengalami kesulitan

dalam bekerja, belajar dan bersosialisasi. Keadaan ini disebut sindroma pasca konkusio.

Sindroma pasca konkusio masih merupakan suatu teka-teki; tidak diketahui mengapa

sindroma ini biasanya terjadi setelah suatu cedera kepala yang ringan. Para ahli belum

sepakat, apakah penyebabkan adalah cedera mikroskopi atau faktor psikis. Pemberian

obat-obatan dan terapi psikis bisa membantu beberapa penderita sindroma ini. Yang lebih

perlu dikhawatirkan selain sindroma pasca konkusio adalah gejala-gejala yang lebih serius

yang bisa timbul dalam beberapa jam atau kadang beberapa hari setelah terjadinya cedera.

Jika sakit kepala, kebingungan dan rasa mengantuk bertambah parah, sebaiknya segera

mencari pertolongan medis. Biasanya, jika terbukti tidak terdapat kerusakan yang lebih

berat, maka tidak diperlukan pengobatan. Setiap orang yang mengalami cedera kepala

diberitahu mengenai pertanda memburuknya fungsi otak. Selama gejalanya tidak semakin

parah, biasanya untuk meredakan nyeri diberikan asetaminofen. Jika cederanya tidak

parah, aspirin bisa digunakan setelah 3-4 hari pertama.

24

Page 26: 51091925 CASE Neuro Trauma Capitis

B. Kontusio serebri (Memar otak )

Merupakan perdarahan kecil / ptechie pada jaringan otak akibat pecahnya pembuluh darah

kapiler. Pada jaringan otak akan terdapat kerusakan-kerusakan yang hemoragik pada

daerah coup dan countre coup, dengan piamater yang masih utuh pada kontusio dan robek

pada laserasio serebri. Kontusio yang berat di daerah frontal dan temporal sering kali

disertai adanya perdarahan subdural dan intra serebral yang akut. Sebagai kelanjutan dari

kontusio akan terjadi edema otak.Penyebab utamanya adalah vasogenik, yaitu akibat

kerusakan B.B.B. (blood brain barrier). Disini dinding kapiler mengalami kerusakan

ataupun peregangan pada sel-sel endotelnya. Cairan akan keluar dari pembuluh darah ke

dalam jaringan otak karena beda tekanan intra vaskuler dan interstisial yang disebut

ekanan perfusi. Bila tekanan arterial meningkat akan mempercepat terjadinya edema dan

sebaliknya bila turun akan memperlambat. Edema jaringan menyebabkan penekanan pada

pembuluh-pembuluh darah yang mengakibatkan aliran darah berkurang. Akibatnya terjadi

iskemia dan hipoksia. Asidosis yang terjadi akibat hipoksia ini selanjutnya menimbulkan

vasodilatasi dan hilangnya auto regulasi aliran darah, sehingga edema semakin hebat.

Hipoksia karena sebab-sebab lain juga memberikan akibat yang sama. Jika otak

membengkak, maka bisa terjadi kerusakan lebih lanjut pada jaringan otak; pembengkakan

yang sangat hebat bisa menyebabkan herniasi otak. Gejala dari kontusio adalah pusing,

kesulitan dalam berkonsentrasi, menjadi pelupa, depresi, emosi atau perasaannya

berkurang dan kecemasan. Biasanya gejala berlangsung selama beberapa hari sampai

beberapa minggu. Sindroma pasca konkusio yaitu kesulitan dalam bekerja, belajar dan

bersosialisasi. Kontusio serebri dan robekan otak lebih serius daripada konkusio. MRI

menunjukkan kerusakan fisik pada otak yang bisa ringan atau bisa menyebabkan

kelemahan pada satu sisi tubuh yang diserati dengan kebingungan atau bahkan koma.

C. Perdarahan intracranial

Merupakan penimbunan darah di dalam otak atau diantara otak dengan tulang tengkorak.

Hematoma intrakranial bisa terjadi karena cedera atau stroke. Perdarahan karena cedera

biasanya terbentuk di dalam pembungkus otak sebelah luar (hematoma subdural) atau

diantara pembungkus otak sebelah luar dengan tulang tengkorak (hematoma epidural).

Kedua jenis perdarahan diatas biasanya bisa terlihat pada CT scan atau MRI. Sebagian

besar perdarahan terjadi dengan cepat dan menimbulkan gejala dalam beberapa menit.

Perdarahan menahun (hematoma kronis) lebih sering terjadi pada usia lanjut dan

25

Page 27: 51091925 CASE Neuro Trauma Capitis

membesar secara perlahan serta menimbulkan gejala setelah beberapa jam atau hari.

Hematoma yang luas akan menekan otak, menyebabkan pembengkakan dan pada akhirnya

menghancurkan jaringan otak. Hematoma yang luas juga akan menyebabkan otak bagian

atas atau batang otak mengalami herniasi. Pada perdarahan intrakranial bisa terjadi

penurunan kesadaran sampai koma, kelumpuhan pada salah satu atau kedua sisi tubuh,

gangguan pernafasan atau gangguan jantung, atau bahkan kematian. Bisa juga terjadi

kebingungan dan hilang ingatan, terutama pada usia lanjut.

Hematoma epidural

Hematoma epidural berasal dari perdarahan di arteri yang terletak diantara meningens dan

tulang tengkorak. Hal ini terjadi karena patah tulang tengkorak telah merobek arteri. Darah

di dalam arteri memiliki tekanan lebih tinggi sehingga lebih cepat memancar. Gejala

berupa sakit kepala hebat bisa segera timbul tetapi bisa juga baru muncul beberapa jam

kemudian. Sakit kepala kadang menghilang, tetapi beberapa jam kemudian muncul lagi

dan lebih parah dari sebelumnya. Selanjutnya bisa terjadi peningkatan kebingungan, rasa

ngantuk, kelumpuhan, pingsan dan koma. Diagnosis dini sangat penting dan biasanya

tergantung kepada CT scan darurat. Hematoma epidural diatasi sesegera mungkin dengan

membuat lubang di dalam tulang tengkorak untuk mengalirkan kelebihan darah, juga

dilakukan pencarian dan penyumbatan sumber perdarahan.

Hematoma subdural

Hematoma subdural berasal dari perdarahan pada vena di sekeliling otak. Perdarahan bisa

terjadi segera setelah terjadinya cedera kepala berat atau beberapa saat kemudian setelah

terjadinya cedera kepala yang lebih ringan. Hematoma subdural yang bertambah luas

secara perlahan paling sering terjadi pada usia lanjut (karena venanya rapuh) dan pada

alkoholik. Pada kedua keadaan ini, cedera tampaknya ringan; selama beberapa minggu

gejalanya tidak dihiraukan. Hasil pemeriksaan CT scan dan MRI bisa menunjukkan

adanya genangan darah. Hematoma subdural pada bayi bisa menyebabkan kepala

bertambah besar karena tulang tengkoraknya masih lembut dan lunak. Hematoma subdural

yang kecil pada dewasa seringkali diserap secara spontan. Hematoma subdural yang besar,

yang menyebabkan gejala-gejala neurologis biasanya dikeluarkan melalui pembedahan.

26

Page 28: 51091925 CASE Neuro Trauma Capitis

Petunjuk dilakukannya pengaliran perdarahan ini adalah:

1). Sakit kepala yang menetap

2). Rasa mengantuk yang hilang-timbul

3). Linglung

4). Perubahan ingatan

5). Kelumpuhan ringan pada sisi tubuh yang berlawanan.

Berdasarkan Beratnya

A. Cedera kepala ringan (GCS 13-15)

Biasanya terjadi penurunan kesadaran dan apabila ada penurunan kesadaran hanya terjadi

beberapa detik sampai beberapa menit saja. Tidak ditemukan kelaianan pada pemeriksaan

CT-scan, LCS normal, dapat terjadi amnesia retrograde.

B. Cedera kepala sedang (GCS 9-12)

Dapat terjadi penurunan kesadaran yang berlangsung hingga beberapa jam. Sering tanda

neurologis abnormal, biasanya disertai edema dan kontusio serebri. Terjadi juga drowsiness

dan confusion yang dapat bertahan hingga beberapa minggu. Fungsi kognitif maupun

perilaku yang terganggu dapat terjadi beberapa bulan bahkan permanen.

C. Cedera kepala berat (GCS <8)

Terjadi hilangnya kesadaran yang berkepanjangan atau yang disebut koma. Penurunan

kesadaran dapat hingga beberapa bulan. Pasien tidak mampu mengikuti, bahkan perintah

sederhana, karena gangguan penurunan kesadaran. Termasuk juga dalam hal ini status

vegetatif persisten. Tanpa memperdulikan nilai SKG, pasien digolongkan sebagai penderita

cedera kepala berat bila :

1. Pupil tak ekual

2. Pemeriksaan motor tak ekual.

3. Cedera kepala terbuka dengan bocornya CSS atau adanya jaringan otak yang terbuka.

4. Perburukan neurologik.

5. Fraktura tengkorak depressed.

27

Page 29: 51091925 CASE Neuro Trauma Capitis

Berdasarkan Morfologi

Cedera kulit : vulnus, laserasi, hematom subkutan, hematom subgaleal

Luka dapat menimbulkan perdarahan, pembengkakan setempat, nyeri setempat, nyeri pada

pergerakan dan dirawat sebagaimana mestinya. Perdarahan subgaleal dapat besar sekali

hingga menimbulkan pembengkakan yang hebat dan bentuk kepala menjadi besar tidak

teratur. Pada keadaan ini perlu diberi balut yang menekan dan bila teraba lunak dapat

dipungsi untuk mengeluarkan darah yang cair.

Fraktur tengkorak

Patah tulang tengkorak merupakan suatu retakan pada tulang tengkorak. Mungkin tampak

pada kalvaria atau basis, mungkin linier atau stelata, mungkin terdepres atau tidak terdepres.

Fraktur tengkorak biasanya terjadi pada tempat benturan. Garis fraktur dapat menjalar sampai

basis cranii. Patah tulang tengkorak bisa melukai arteri dan vena, yang kemudian

mengalirkan darahnya ke dalam rongga di sekeliling jaringan otak. Patah tulang di dasar

tengkorak bisa merobek meningens. Cairan serebrospinal (cairan yang beredar diantara otak

dan meningens) bisa merembes ke hidung atau telinga yang menandakan adanya fraktur basis

cranii. Depresi pada kepala atau muka (sunken eye) menandakan terjadi fraktur maksila.

Bakteri kadang memasuki tulang tengkorak melalui patah tulang tersebut, dan menyebabkan

infeksi serta kerusakan hebat pada otak. Sebagian besar patah tulang tengkorak tidak

memerlukan pembedahan, kecuali jika pecahan tulang menekan otak atau posisinya bergeser.

Cedera aksonal difusa

Kerusakan akson oleh karena adanya proses akselerasi dan deserelasi yang terjadi pada otak

sewaktu terjadinya trauma kepala. Otak memiliki beberapa lapisan yang membentuknya.

Pada saat terjadinya trauma, lapisan – lapisan ini akan ikut bergeser. Pergerakkan tiap lapisan

ini akan berbeda – beda. Ilustrasi dibawah ini menunjukkan adanya penarikan neuron akibat

perbedaan waktu pergeseran yang bias menyebabkan akson teregang, terpuntir, terputus, dan

terjepit. Akibatnya cairan dan ionic akan masuk ke axon dan menyebakan pembengkakkan,

yang nantinya akan menyebakkan kerusakkan neuron. Akson terputus dan akson bagian distal

akan terpisah. Pada stadium lanjut, akan terjadi kematian akson pada ujung distal

28

Page 30: 51091925 CASE Neuro Trauma Capitis

Pemeriksaan neurologis

Pemeriksaan neurologis pada pasien cedera kepala yang kesadarannya cukup baik mencakup

pemeriksaaan neurologis yang lengkap, sedangkan pada penderita yang kesadarannya

menurun dapat digunakan pedoman yaitu :

1. Tingkat kesadaran dengan mengitung nilai GCS

2. Kekuatan fungsi motorik

3. Ukuran pupil dan responnya terhadap cahaya

4. Gerakan bola mata

Pemeriksaan penunjang

1. Foto polos cranium ( schullder )

Foto polos tengkorak adalah prosedur mutlak yang dikerjakan pada setiap cedera

kepala. Foto ini membantu mendiagnosa dini adanya fraktur pada tulang tengkorak.

2. Pemeriksaan CT-Scan

CT scan merupakan metode standar terpilih untuk cedera kepala baik ringan sampai

berat terutama dikerjakan pada pasien – pasien yang mengalami penurunan kesadaran dan

terdapat tanda – tanda peningkatan tekanan intrakranial. Selain untuk melihat adanya

fraktur tulang tengkorak, CT scan juga dapat melihat adanya perdarahan otak, efek

desakan pada otak dan bisa digunakan sebagai pemantau terhadap perkembangan

perdarahan pada otak.

Penanganan Cedera Kepala

I. Cedera kepala ringan

Bila dijumpai penderita sadar dan berorientasi dengan GCS 13 – 15.

Terdiri atas :

a. Simple head injury

Tidak ada penurunan kesadaran

Adanya trauma kepala ( pusing )

b. Commotio cerebri ( gegar otak )

Adanya penurunan kesadaran ( pingsan > 10 menit )

29

Page 31: 51091925 CASE Neuro Trauma Capitis

Amnesia retrograde

Pusing, sakit kepala, muntah

Tidak ada defisit neurologis

Manajemen

1. Airway

Periksa dan bebaskan jalan nafas dari sumbatan.

Lendir, darah,muntahan, benda asing : lakukan penyedotan dengan suction, pasang

NGT

Posisi kepala dalam posisi netral, tidak miring ke kanan atau ke kiri.

Lakukan intubasi endotrakeal terutama pada pasien GCS ≤ 7 tetapi sebelumnya harus

diyakini tidak ada fractur cervical.

Foto rontgen cervical lateral dapat menjadi pilihan sebelum melakukan tindakan

intubasi. Apabila didapatkan fractur cervical, maka tindakan yang dilakukan adalah

tracheostomi.

2. Breathing

Perhatikan gerak napasnya, jika terdapat tanda – tanda sesak segera pasang oksigen.

3. Circulation

Periksa tekanan darah dan denyut nadi. Jika ada tanda – tanda syok segera pasang infuse.

Bila disertai dengan perdarahan yang cukup banyak bisa ditambah dengan tranfusi darah

( whole blood ). Pasang kateter untuk memonitoring balans cairan.

4. Setelah kondisi pasien stabil, Periksa tingkat kesadaran pasien, perhatikan kemungkinan

cedera spinal. Adanya cedera/ luka robek atau tembus. Jika ada luka robek, bersihkan

lalu di jahit.

5. Foto rontgen tengkorak.

Dilakukan pada posisi AP dan Lateral.

6. CTscan kepala.

Pemeriksaan ini perlu dilakukan pada semua cedera kepala, kecuali pada pasien – pasien

yang asimptomatik tidak perlu dilakukan.

7. Observasi

Kriteria rawat :

30

Page 32: 51091925 CASE Neuro Trauma Capitis

a. Amnesia post traumatika lebih dari 1 jam

b. Riwayat kehilangan kesadaran lebih dari 15 menit

c. Penurunan tingkat kesadaran

d. Nyeri kepala sedang hingga berat

e. CT scan abnormal ( adanya fraktur, perdarahan )

f. Otorrhea, rhinorrhea

g. Semua cedera tembus

h. Indikasi sosial ( tidak ada pendamping di rumah )

Penderita yang tidak memiliki gejala seperti di atas diperbolehkan pulang setelah

dilakukan pemantauan di rumah sakit dengan catatan harus kembali ke rumah sakit bila

timbul gejala-gejala ( observasi 1 x 24 jam ) seperti :

Mengantuk dan sukar dibangunkan

Mual dan muntah hebat

Kejang

Nyeri kepala bertambah hebat

Bingung, tidak mampu berkonsentrasi

Gelisah

8. Terapi simtomatik

II. Cedera kepala sedang

Pasien mungkin konfusi atau somnolen namun tetap dapat mengikuti perintah

sederhana ( GCS 9 – 12 ). Walau dapat mengikuti perintah, namun dapat memburuk

dengan cepat. Karenanya harus ditindak hampir seperti halnya pasien cedera kepala

berat tapi aspek kedaruratannya tidak begitu akut. Penanganannya sama seperti pada

cedera kepala ringan ditambah dengan pemeriksaan darah. Bila kondisi

membaik,pasien boleh pulang dan control di poli. Pemeriksaan CT scan perlu diulang

apabila kesadaran pasien tidak membaik. Pada keadaan ini pasien harus dirawat untuk

di observasi.

III. Cedera kepala berat

31

Page 33: 51091925 CASE Neuro Trauma Capitis

Penderita kelompok ini tidak dapat mengikuti segala perintah sederhana karena

adanya gangguan kesadaran ( GCS 3 – 8).

Cedera kepala berat dapat dibagi menjadi :

a. Contusio cerebri

Pingsan > 10 menit

Kegelisahan motorik

Sakit kepala, muntah

Kejang

Pada kasus berat dapat dijumpai pernapasan cheyne stokes

Amnesia anterogard

b. Laceratio cerebri

Biasanya didapat pada fraktur terbuka maupun tertutup.

Penangan kasus ini mencakup :

Stabilisasi kardiopulmoner mencakup prinsip ABC seperti pada cedera kepala

ringan.

Pemeriksaan umum untuk mendeteksi berbagai macam cedera atau gangguan

di bagian tubuh lainnya.

Pemeriksaan neurologis, meliputi : reflex buka mata, reflex cahaya pupil,

respon motorik, respon verbal, respon okulo sefalik ( Doll’s eye ).

Pemeriksaan penunjang : CT-scan, angiografi.

Rawat selama 7 – 10 hari.

Beri manitol 20 % ( 1 gr/BB ) bolus dalam 5 menit.

Furosemid ( 0,3 – 0,5 mg/BB ) diberi bersama manitol.

Antikonvulsan : fenitoin dan fenobarbital.

Prognosis

Cedera kepala bisa menyebabkan kematian atau penderita bisa mengalami penyembuhan

total. Jenis dan beratnya kelainan tergantung kepada lokasi dan beratnya kerusakan otak yang

terjadi. Berbagai fungsi otak dapat dijalankan oleh beberapa area, sehingga area yang tidak

mengalami kerusakan bisa menggantikan fungsi dari area lainnya yang mengalami

kerusakan. Tetapi semakin tua umur penderita, maka kemampuan otak untuk menggantikan

32

Page 34: 51091925 CASE Neuro Trauma Capitis

fungsi satu sama lainnya, semakin berkurang. Kemampuan berbahasa pada anak kecil

dijalankan oleh beberapa area di otak, sedangkan pada dewasa sudah dipusatkan pada satu

area. Jika hemisfer kiri mengalami kerusakan hebat sebelum usia 8 tahun, maka hemisfer

kanan bisa mengambil alih fungsi bahasa.

Kerusakan area bahasa pada masa dewasa lebih cenderung menyebabkan kelainan yang

menetap. Beberapa fungsi (misalnya penglihatan serta pergerakan lengan dan tungkai)

dikendalikan oleh area khusus pada salah satu sisi otak. Kerusakan pada area ini biasanya

menyebabkan kelainan yang menetap. Dampak dari kerusakan ini bisa diminimalkan dengan

menjalani terapi rehabilitasi. Penderita cedera kepala berat kadang mengalami amnesia dan

tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah terjadinya penurunan kesadaran.

Jika kesadaran telah kembali pada minggu pertama, maka biasanya ingatan penderita akan

pulih kembali.

33