Upload
dik2009
View
703
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
Apakah Logika Anda Bersifat Samar?: Matematika Baru
Paradoks Russel (Meta Bahasa)
Seseorang datang mendekati anda di jalanan dan mengatakan,
“Apapun yang aku jelaskan kepada anda adalah kebohongan. Apakah
dia sedang menjelaskan kebenaran? Ini adalah sebuah versi dari
“paradoks pembohong dari Kreta,” disebut demikian karena ia
mengikuti jejak kecerdasan Epimenides, dari Kreta, yang mengatakan
bahwa “semua warga Crete adalah pembohong.”
Tak seorangpun yang tahu apa yang mesti dilakukan dengan
teka-teki yang memusingkan ini hingga filosuf Inggris, Bertrand Russel
(1872-1970) menghadapi paradoks serupa dalam ilmu logika. Paradoks
versi Russel ini muncul dalam upayanya tentang penemuan bahwwa
“kebenaran” matematis itu bukanlah apa yang pernah kita pikirkan
sebelumnya.
Beberapa abad sebelumnya, Euclid telah mengajukan lima
aksioma geometri, dan setiap orang menerima semua aksioma itu
karena mereka tampaknya dapat diterapkan dalam realitas. Tapi, di
abad sembilan belas, telah ditunjukkan bahwa geometri-geometri
sama valid dan konsistennya, bisa dibangun dari apa yang tampaknya
sebagai asumsi-asumsi “palsu”. Misalnya, Euclid meyakini pendapat
bahwa sebuah garis lurus dan sebuah titik yang bukan pada garis itu,
hanya satu garis lain yang dapat ditarik melalui titik itu sehingga
akanmenjadi paralel dengan garis pertama. Asumsi seperti ini, secara
intuitif, tampaknya benar. Tapi, jika kita mengajukan postulat yang
bertentangan bahwa ada lebih dari satu garis paralel, yang dapat
ditarik dari titik itu, atau, pada sisi lain, bahwa tidak ada garis paralel
yang dapat ditarik, kita masih dapat memperoleh geometri dengan
logika yang tepat. (Geometri-geometri semacam ini disebut “non-
Euclidean”). Premis-premis ini tidak lagi bersifat “benar” atau “salah”
daripada premis Euclid, setidaknya dengan standar pembuktian yang
ketat; sungguh, teori relativitas Einstein membutuhkan geometri non-
Euclidean.
Sebagaimana dengan geometri, demikian pula dengan ilmu
matematika dan semua cabang matematika. Jika validitas matematika
dapat dipastikan, maka, kita harus melihat hal lain selain intuisi,
pemahaman awam (common sense), atau pengalaman praktis. Untuk
menempatkan konsep-konsep matematika yang meragukan di atas
dasar pijakan yang lebih pasti, pikir Russel, yang dibutuhkan oleh
seseorang hanyalah menemukan komponen-komponen sederhana
darimana mereka dikonstruksikan. Komponen-komponen ini bersandar
pada logika, yang prinsip-prinsipnya adalah tentang semua hal yang
bersifat pasti. Oleh karena itu, yang ingin dilakukan Russel adalah
menganalisa aritmatika, secara menyeluruh, menjadi gagasan-
gagasan yang dapat diterima secara logis. (Kebanyakan matematika
dapat disumberkan dari aritmatika murni). Bersama dengan seorang
pakar matematika Alfred North Whitehead, dia mempersembahkan
tiga volume Principia Mathematica (1910-1913) atas upayanya yang
sistematis ini.
Yang menjadi batu sandungan pertama adalah tiga istilah
aritmatika yang tak dapat didefinisikan: “Nol [zero]”, “angka
[number]”, dan “suksesor [yang mengikuti setelahnya]” (sebagaimana
dalam pernyataan, “angka 1 adalah kelanjutan dari nol). Setiap
proposisi aritmatika lain begitu mengikuti tiga istilah ini menjadi
terdefinisikan. Terhadap tujuan ini, Russel berpaling pada logika
tentang “kelas-kelas” atau set-set1, yang merupakan mata pisau yang
mengemuka dari matematika teoritis. Russel berpikir bahwa dia dapat
mendefinisikan baik “nol” dan “angka” dengan konsep logis dari
sebuah set dari set-set , atau sebuah “kelas dari kelas-kelas”. Tapi,
sebagaimana telah diketahui, konsep ini sama sekali tidak berjalan; ia
mengarah pada kontradiksi-kontradiksi dan paradoks-paradoks,
bahkan mengarah pada logika semacam paradoks pembohong dari
Kreta.
Masalah-masalah dimulai ketika kita mencoba untuk
memperlakukan kelas-kelas dengan cara yang sama dengan obyek-
obyek yang mereka cakup. Dalam banyak kasus, perbedaan ini jelas
dan mudah dipahami. Pikirkan tentang enam pack bir sebagai sebuah 1 Set = Sekelompok orang atau benda dari jenis yang sama dan menjadi milik bersama.
set atau “kelas” dari botol-botol bir; mudah dipahami enam pack bir ini
bukanlah satu botol bir, dan enam pack bir tidaklah dapat
mengandung enam pack bir lainnya. Namun, sebuah kasus tentang bir
ini mungkin saja mengandung empat per enam packs, yang
membuatnya sebuah “kelas dari kelas-kelas: (suatu set dari empat per
enam packs, yang diri mereka sendiri adalah set-set). Pertanyaannya
adalah apakah terdapat kurang dari sebuah perbedaan antara suatu
misal dan suatu enam-pack daripada terdapat antara suatu enam-pack
dan satu botol bir. Pada akhirnya, satu misal dan suatu enam-pack ini
adalah kelas-kelas, sehingga mereka mungkin mempunyai sifat-sifat
yang serupa.
Disinilah dimana paradoks itu muncul. Sebuah set dari benda-
benda fisik tidak dapat mengandung dirinya sendiri, ketika suatu set
itu bukanlah sebuah benda fisik. Misalnya, sebuah kotak dari botol-
botol, tidak mengandung dirinya sendiri, ketika sebuah kotak bukanlah
sebuah botol. Hal yang sama bahkan dapat dikatakan tentang set-set
tertentu tentang set-set. Ambil contoh kelas dari kelompok-kelompok
etnik di California. Masing-masing kelompok, dalam dirinya sendiri
adalah sebuah set---set orang-orang Latin, set orang-orang China, set
orang-orang Afro-Amerika, set orang-orang Eropa-Amerika, dan lain-
lain. Tapi, set dari kelompok-kelompok etnik ini dalam dirinya sendiri
bukanlah sebuah kelompok etnik, jadi, ia tidak mengandung dirinya
sendiri.
Demikian pula, set dari semua kucing, tidak mengandung dirinya
sendiri, ketika ia bukanlah seekor kucing. Tapi, bagaimana dengan set
dari semua yang bukan kucing? Apakah sesuatu itu adalah seekor
kucing atau bukan, dan suatu set ini bukanlah sebuah kucing: oleh
karena itu, set dari semua non (yang bukan)-kucing ini harus
mengandung dirinya sendiri. disinilah suatu contoh yang bahkan lebih
sederhana: set dari semua set-set. Ketika set dari semua set-set ini
adalah sebuah set, demikian pula, ia juga harus mengandung dirinya
sendiri. disinilah dimana sesuatu yang menghibur bermula.
Ketika suatu set, baik yang mengandugn dirinya sendiri atau
bukan, kita mungkin membagi semua set-set yang mungkin ini ke
dalam dua kelompok atau kelas-kelas: kelas dari set-set yang tidak
mengandung diri mereka (sebutlah ini N, untuk “tidak”) dan kelas dari
set-set yang mengandung diri mereka sendiri (sebutlah ini Y untuk
“Ya”). Set dari botol-botol bir termasuk dalam N, sebagaimana juga
set-set dari kucing-kucing dan set-set tentang kelompok-kelompok
etnik di California. Set-set seperti set dari semua set-set dan set dari
non (yang bukan)-kucing, termasuk dalam Y.
Seseorang mendekati anda di jalanan dan mengatakan: “Set N
mengandung dirinya sendiri.” Apakah anda percaya kepadanya?
Ini adalah paradoks Russel, yang menyalahkan upaya apapun
untuk mendasarkan aritmatika pada logika tentang set-set.
Jawabannya adalah, jika anda berpikir tentangnya, bahwa tidak ada
jawaban: kita telah sampai pada suatu kegagalan logika. Karena jika N
mengandung dirinya sendiri, maka N adalah berdasarkan definisi
sebuah set yang tidak mengandung dirinya sendiri. tapi, jika kita
berasumsi bahwa N tidak mengandung dirinya sendiri, maka ini adalah
sebuah set yang tidak mengandung dirinya sendiri, jadi, ia harus
dimasukkan ke N apapun yang terjadi.
Russel menyadari bahwa masalahnya disini adalah
memperlakukan semua set-set yang sangat mirip, karena ini adalah
tentang bagaimana kita mendapati diri kita dibuat ruwet oleh dalam
isu tentang set-set yang dapat mengandung diri mereka sendiri. untuk
menghindari malu semacam ini, dia mengajukan pendapat bahwa set-
set seharusnya dipertimbangkan menurut apa yang dia sebut sebagai
“tipe” mereka. Suatu set tentang obyek-obyek yang jelas adalah
tentang tipe paling rendah (paling mendasar)-----sebutlah ia suatu set
“tipe I”. Set-set semacam ini mungkin mengandung hanya obyek-
obyek, bukan set-set yang lain. Di urutan selanjutnya adalah set-set
“tipe 2”, yang mungkin mengandung obyek-obyek tapi juga set-set
tipe I. Set dasar dari set-set anda (seperti kotak botol-botol kita)
adalah suatu set tipe 2; ia tidak pernah dapat mengandung dirinya
sendiri, ketika ia hanya mengandung set-set dari tipe yang lebih
rendah. Lebih tinggi lagi adalah set-set tipe 3, yang mungkin
mengandung obyek-obyek, set-set tipe I, dan juga set-set tipe 2.
Demikian pula, set-set ini tidak pernah dapat mengandung diri mereka
sendiri. Dan seterusnya. Begitu perbedaan-perbedaan semacam ini
telah diberikan, pertanyaan tentang apakah sebuah set mengandung
dirinya sendiri menjati tidak bermakna.
Russel memikirkan bahwa suatu logika yang serupa, dapat
memperjelas paradoks-paradoks tentang bahasa seperti paradoks
pembohong dari warga Creta. Meskipun, dia tidak menggunakan istilah
ini, apa yang pada dasarnya dia ajukan adalah konsep tentang “meta-
bahasa”, bahasa yang membuat suatu pernyataan tentang dirinya
sendiri. kita mungkin menyebut set tipe dasar I hanya suatu “set” yang
sederhana dan jelas, dan menyebut set tipe 2 yang mencakupnya
sebagai “meta-set”. Demikian pula, kita dapat menyebut pernyataan-
pernyataan tentang obyek-obyek atau hubungan-hubungan yang
sederhana, seperti “kucing ada di atas karpet”, hanya sekadar “bahasa
yang jelas dan sederhana” (atau “bahasa obyek”). Pernyataan-
pernyataan yang mengacu pada bahasa yang sederhana, maknanya,
atau kebenarannya, namun, bukanlah bahasa yang sedrhana tetapi
“meta-bahasa”. (Dan bahasa tentang me-bahasa adalah meta-meta-
bahasa”). Untuk menghindari paradoks pembohong dari Creta, yang
harus anda kerjakan adalah memisahkan meta-bahasa dari bahasa
dan berhati-hati untuk tidak memperlakukan kebenaran-kebenaran
tentang seseorang sebagai kebenaran-kebenaran tentang orang lain.
Paradoks-paradoks seperti “Apa saja yang aku katakan adalah suatu
kebohongan” harus disingkirkan ke wilayan tentang hal-hal yang tidak
masuk akal, ketika mereka mencoba untuk menyetarakan bahasa
dengan meta-bahasa, dengan mendobrak hirarki dan melilitkan bahasa
kembali pada dirinya sendiri.
Namun, dengan menggenggam bahasa dan meta-bahasa secara
terpisah adalah jauh lebih sulit daripada tampaknya. “Kalimat
sebelumnya mempunyai 13 kata” adalah contoh sederhana dan jelas
dari meta-bahasa, yang juga terjadi sebagai benar adanya. Tapi,
cobalah pernyataan yang lain. “Paragraf ini mempunyai delapan
kalimat”. Yang membuat sulit dengan pernyataan meta-bahasa ini
adalah bahwa ia memperhitungkan dirinya sendiri sebagai satu dari
kalimat-kalimat itu---yaitu, ia mengacu bukan hanya pada bahasa
sehari-hari yang biasa, tapi juga mengacu pada meta-bahasa. Apakah
ia, dengan demikian adalah sebuah pernyataan meta-meta-bahasa?
Dan kemudian apakah pertanyaan terakhir itu sebagai meta-meta-
meta-bahasa? Jadi, akankah fakta bahwa paragrap ini mempunyai
delapan kalimat menjadi suatu pernyataan meta-meta-meta-meta-
bahasa?
Tidak menjadi masalah. Russel hanya concern dengan
matematika dan tidak concern pada bahasa sehari-hari. Tapi, bahkan
pendekatannya yang telah ditingkatkan kualitasnya terhadap logika
matematika tidak cukup dikembangkan dengan lebih baik, bahkan
setelah dia mengakhiri teori set dan menggabungkan gagasan-
gagasan yang tampaknya lebih dapat diandalkan dari logika
proposisional. Ketika ia telah berakhir, anda tidak dapat memperoleh
upaya pengacuan-diri atau menyebarkan yang berdasarkan pada
sistem ini: selalu ada sebuah paradoks pembohong dari Creta yang
bersembunyi dalam aksioma-aksioma. Paradoks yang tersembunyi
dalam Principia Whitehead dan Russel telah menjadi jelas delapan
belas tahun kemudian ketika seorang pakar matematika Austria
mengembalikan paradoks Russel untuk menentang Russel.
Teorema Tidak Lengkap Godel
Bagi setiap ש-konsisten kelas rekursif (yang berulang) K dari formula yang ada, sesuai dengan tanda-tanda-kelas r (class-signs r) yang rekursif, yang semacam ini bukanlah v Gen r tidak juga Neg (v Gen r) menjadi milik Flg (k) (di mana v adalah variabel bebas dari r). Kurt Godel, “On Formally Undecidable Propositions in Principia Mathematica and Related Systems I” (1931)
Jika anda jadi bingung setelah membaca kutipan di atas,
bergabunglah dengan klub. Bahkan banyak dari pakar matematika
yang tidak dapat memahami respons dan jawaban Kurt Godel, yang
dipublikasikan tahun 1931, atas karya hebat Whitehead dan Russel
tentang logika simbolik, Principia Mathematica.
Sebuah kesimpulan cepat tentang respons Godel adalah sebagai
berikut: sistem pemikiran formal apa saja yang kompleks, seperti
logika standar atau aritmatika, adalah pasti tidak lengkap. Dalam
istilah yang sedikit lebih pasti: diberikan sebuah angka yang terbatas
tentang asumsi-asumsi elementer (“aksioma-aksioma”) dan aturan-
aturan untuk mendeduksi proposisi-proposisi dari mereka, anda akan
selalu, jika aksioma-aksioma itu konsisten, dapat menghasilkan
setidaknya satu pernyataan yang benar yang tidak dapat dibuktikan
oleh sistem itu.
Intisari yang lebih luas dari Godel adalah bahwa sistem-sistem
tanda yang formal semacam aritmatika murni tidak pernah dapat
digunakan untuk membuktikan kelengkapan atau konsistensi mereka
sendiri. (Sebuah sistem yang “lengkap” akan menghasilkan semua
pernyataan-pernyataan yang benar; sebuah sistem yang “konsisten”
tidak akan menghasilkan kontradiksi-kontradiksi). Menambahkan
(melengkapi) atau memperluas sistem tidak pernah dapat
memperbaiki dan menolong situasi ini; kita harus melihat di luarnya
untuk meyakinkan kembali. Tapi, kemudian, kita harus menunjukkan
bahwa metode-metode luar itu, dalam dirinya sendiri adalah dapat
diandalkan, yang tampaknya bahkan menjadi lebih sulit.
“Teorema Tidak Lengkap” dari Godel dan pembuktiannya
bersifat sangat abstrak dan sangat rumit, tapi dengan banyak
terobosan-terobosan, saya dapat membahas hal-hal yang esensial. Jika
anda pernah mempelajari geometri, anda setidaknya akan menjadi
akrab dengan aksioma-aksioma---yaitu, asumsi-asumsi dasar yang
digunakan untuk menghasilkan pernyataan-pernyataan yang benar.
Euclid telah membangun geometrinya di atas landasan lima aksioma,
meskipun di abad terakhir atau dekat dengan itu, pembuktian diri
mereka dipertanyakan. Contoh-contoh tentang aksioma-aksioma
dalam aritmatika mencakup “nol [zero] adalah sebuah angka” dan
“sebuah angka adalah setara dengan dirinya sendiri.” sementara kita
menganggapnya benar tanpa sikap kritis, sebagai sesuatu yang tidak
bisa dibuktikan.
Hingga tingkat tertentu, para ilmuwan dan para filosuf
Aristotelian telah berupaya untuk memperluas keberhasilan Euclid ke
bidang-bidang pengetahuan lain. Dengan seperangkat aksioma-
aksioma dan sebuah logika deduktif, mereka berharap, seseorang
dapat menerima atau menolak hipotesa-hipotesa dengan kepastian
yang absolut dan pada akhirnya menghasilkan semua kebenaran-
kebenaran yang mungkin. Tapi, dengan kemunculan metode
eksperimental, ilmu pengetahuan alam menghentikan mimpi ini,
dengan meninggalkannya menjadi matematika murni. Dan terdapat
beberapa keberhasilan yang layak dicatat: di akhir abad sembilan
belas, Gottlob Frege dan Giuseppe Peano, telah mengembangkan
sistem-sistem notasi yang mempersatukan matematika dan logika,
dan pada tahun 1910-an, Whitehead dan Russel, akhirnya, tampaknya,
merancang aritmatika pada basis aksiomatika baku yang sama
sebagaimana geometri Euclidian.
Namun, keberhasilan mereka hanya berumur pendek. Apa yang
diharapkan oleh Whitehead dan Russel untuk mengukuhkan sebuah
sistem, dengan melibatkan sebuah angka kecil dari aksioma-aksioma
dan aturan-aturan tentang deduksi, keduanya adalah bersifat
konsisten dan lengkap. Sebuah sistem bersifat konsisten. Jika
pernyataan-pernyataan yang saling bertentangan tidak dapat
diasalkan (diderivasikan) di dalamnya. Yaitu, jika anda dapat
“membuktikan” (mendeduksikan) “teorema” (formula) “2 + 2 = 4”,
maka anda tidak pernah dapat membuktikan teorema yang
bertentangan, “2 + 2 ≠ 4”.
Aksioma-aksioma awal Whitehead dan Russel, tampaknya
bersifat konsisten, dengan memberikan aturan-aturan tentang
deduksi, dan untuk sekarang ini, kita menerima sifat konsisten ini
begitu saja tanpa ada sikap kritis. Namun, kita dihadapkan dengan
pertanyaan tentang apakah sistem mereka itu lengkap---yaitu, apakah
ia dapat menghasilkan semua formula aritmatika yang benar, dan
apakah semua formula-formula aritmatika yang benar dapat
dibuktikan dalam sistem ini. Pertanyaan yang sangat sulit inilah yang
menyibukkan Godel, dan yang coba dijawabnya dalam paper-nya “On
Formally Undecidable Propositions.” (Tentang Proposisi-proposisi yang
Tidak Dapat Diputuskan Secara Formal).
Sekali lagi, apa yang telah dibuktikan oleh Godel adalah bahwa
tidak ada seperangkat aksioma terbatas dan konsisten yang pernah
dapat menjadi lengkap, dan bahwa tidak peduli seberapa banyak
aksioma lagi yang anda tambahkan pada sebuah sistem logika formal
untuk menyusun (make up) beberapa defisiensi, ini akan selalu
menjadi mungkin untuk menemukan sebuah teorema yang benar yang
tidak dapat dibuktikan.
Pembuktian Godel ini adalah sebuah upaya yang sangat brilian.
Dengan menggunakan logika simbolik dari Principia, dia menemukan
sebuah cara menyusun secara berpasangan dari masing-masing
simbol, aksioma, proposisi, atau bukti dengan sebuah angka yang unik,
yang disebut dengan “angka Godel”. Demi pembahasan argumen ini,
marilah kita katakan bahwa angka Godel tentang aksioma “x = x”
(“sebuah angka adalah setara dengan dirinya sendiri”) adalah 156.
(Sebenarnya, bahkan ekuasi-ekuasi yang sederhana itu mempunyai
angka-angka Godel yang sangat banyak). Dengan sebuah aturan
deduksi yang sederhana, kita dapat menderivasikan dari “x = x”
teorema “0 = 0”. Marilah kita katakan bahwa angka Godel dari “0 = 0”
adalah 72. Godel menunjukkan bahwa sebuah pernyataan seperti “ ‘0
= 0’ adalah sebuah teorema yang benar” dirinya sendiri dapat
direduksikan menjadi sebuah formula yang berkaitan dengan angka-
angka Godel---dalam hal ini angka-angka 156 dan 72.
Lalu, sebuah pernyataan semacam ini bukan dengan sendirinya
sebuah formula dalam sistem ---ia adalah sebuah pernyataan tentang
sistem. Pernyataan-pernyataan semacam “meta-aritmatika” akan
mencakup: “ ‘2 + 2 = 5’ adalah salah”, “Jika teorema T adalah benar,
maka sistem ini adalah tidak konsisten”, dan “Teorema S tidak dapat
dibuktikan”. Cara Godel membuat angka-angkanya, setiap pernyataan
meta-aritmatikal semacam ini dicerminkan oleh suatu relasi
matematikal diantara angka-angka Godel---dengan perkataan lain,
pernyataan-pernyataan meta-aritmatikal dapat dimodel atau
“diterjemahkan”dalam aritmatika.
Godel kemudian menarik seekor kelinci keluar dari topinya.
Dengan menggunakan angka-angka Godel, dia mengkonstruksikan
sebuah teorema aritmatika---kita akan menyebutnya G---yang
terjemahan meta-aritmetikalnya adalah “formula G tidak dapat
dibuktikan”. Jika G adalah sebuah teorema yang benar, maka “G tidak
dapat dibuktikan” adalah juga benar, dan oleh karena itu sistem ini
adalah tidak lengkap---kita telah menemukan sebuah teorema yang
benar yang tidak dapat dibuktikan dalam sistem. Tapi, diketahui
kemudian bahwa jika G adalah salah, ini artinya adalah bahwa G tidak
dapat dibuktikan (jika sistem ini konsisten), dan oleh karena itu
pernyataan “G tidak dapat dibuktikan” adalah benar. Ini bertentangan
dengan premis bahwa G adalah salah, dan dengan demikian sistem ini
adalah tidak konsisten.
Untuk menyusun dan melengkapi pembuktian ini, Godel
merangkai sebuah formula yang sesuai dengan pernyataan, “Jika
aritmatika bersifat konsisten, maka G dapat dibuktikan.” Formula ini
ternyata menjadi sebuah teorema yang benar dalam sistem. Tapi,
yang ingin ditunjukkan oleh Godel adalah bahwa G dapat dibuktikan
hanya jika yang berlawanan dengannya juga dapat dibuktikan; namun,
jika aritmatika bersifat konsisten, maka kontradiksi-kontradiksi
semacam ini tidak pernah muncul. Oleh karena itu, kita tidak pernah
dapat membuktikan bahwa aritmatika itu bersifat konsisten,
setidaknya jika kita mengandalkan pada asumsi-asumsi yang
terkandung dalam aritmatika.
Poin intinya adalah bahwa Godel menggunakan aritmatika untuk
membuktikan bahwa kelengkapan dan konsistensi aritmatika tidak
dapat dibuktikan. Tidak ada angka terbatas dari aksioma-aksioma
tambahan yang akan “membakukan” (fix) situasi. Jika terdapat bukti-
bukti, mereka ini bersifat melampaui logika, metode aksiomatik, dan
akhirnya matematika. Dan metode ektra-matematikal, pada gilirannya,
akan harus mendemonstrasikan sifat konsistensinya, dan sekarang kita
sedang menempuh perjalanan secara melingkar, sangat diragukan
bahwa kita dapat meloloskan diri.
Teorema Tidak Lengkap dari Godel tampaknya akan menjadi
pertanda buruk bagi kecerdasan artifisial, setidaknya sebagaimana
yang kita ketahui sekarang ini. Komputer masih, dan mungkin untuk
selamanya, menjadi mesin-mesin logika yang beroperasi pada data-
data terbatas dan dengan sebuah angka terbatas tentang instruksi-
instruksi. Program-program dalam suatu jutaan perintah (“aksioma-
aksioma” dan “aturan-aturan tentang deduksi”), dan komputer tetap
saja tidak akan pernah bisa sampai pada, atau bahkan membuktikan,
semua kebenaran-kebenran yang pikiran-pikiran manusia dapat
menemukan dengan caranya sendiri yang khas.
Dilema Sang Tahanan—Prisoner’s
Dilemma (Teori Game)
Anda dan seorang kaki tangan penjahat ditangkap dan dibawa ke
kantor polisi dan anda berdua dipenjarakan di ruang terpisah. Jaksa
penuntut umum menjelaskan kepada anda bahwa pihak kepolisian
mempunyai bukti yang cukup untuk menjebloskan anda berdua ke
dalam penjara selama satu tahun, tapi belum cukup untuk
dipersalahkan atas tuduhan-tuduhan yang lebih serius. Tapi, jika anda
mengakui dan setuju untuk bersaksi atas kejahatan partner anda, anda
akan terbebas dari tuduhan bekerja sama (untuk melakukan tindak
kriminal), sementara partner anda akan dijebloskan ke dalam penjara
untuk selama tiga tahun. Namun, jika anda berdua mengakui tindak
kriminal yang lebih besar lagi, pihak kepolisian tidak akan
membutuhkan kerja sama anda lagi dan anda berdua, masing-masing
akan mengalami masa dua tahun di balik terali besi. Anda digiring
untuk meyakini bahwa partner anda juga diberi tawaran yang serupa
dengan anda. Apa yang akan anda lakukan?
Ini adalah sebuah versi umum dari “dilema sang tawanan”,
sebuah problem yang sangat terkenal dalam teori game, matematika
pengambilan keputusan. (Ada dilema-dilema lain dalam teori game,
seperti “dilema ayam”, yang akan kita bahas selanjutnya). Barangkali,
anda tidak ditahan dan bertanya-tanya mengapa anda harus peduli.
Sebenarnya, seseorang tidak harus melihat di kejauhan untuk
menemukan dilema sang tawanan yang lain dalam kehidupan sehari-
hari. Seandainya, anda mengalami hal seperti ini, apakah anda akan
menyerobot ke baris paling depan dari sebuah antrian yang panjang?
Apa respons anda atas seruan lewat pengeras suara yang bernada
sangat keberatan atas perilaku anda? Apakah anda menangani konflik-
konflik yang terjadi di kantor dengan cara menolak kerjasama atau
dengan sikap kompromi? Pada masing-masing kasus, anda sedang
dihadapkan pada sebuah problem yang serupa dengan dilema sang
tawanan di atas: apakah anda benar-benar menampilkan yang terbaik
dengan berperilaku yang mementingkan diri sendiri?
Letak dilemanya adalah bahwa sebuah pilihan itu tidak dapat
dibuat di atas ranah-ranah yang murni rasional. Untuk mengetahui
sebabnya, marilah kita kembali ke skenario awal kita. Dilihat dari satu
cara, anda lebih baik memberikan pengakuan, tapi dilihat dari sudut
lain, yang terbaik bagi anda adalah sikap berdiam diri. inilah dia
akibat-akibat (hasil-hasil) yang mungkin yang disusun dalam sebuah
matriks:
Partner berdiam diri Partner
mengaku
Anda berdiam diri 1 tahun bagi anda 3 tahun
untuk anda
1 tahun bagi partner 0 tahun bagi partner
Anda mengaku 0 tahun bagi anda 2 tahun untuk
anda
3 tahun untuk partner 2 tahun untuk partner
Jelas sekali, sejauh yang anda cermati, hasil-hasil terbaik yang
mungkin adalah bahwa anda memberi pengakuan dan partner anda
tidak memberi pengakuan. (dalam bahasa teori game, untuk bersikap
hati-hati, tidak menjadi masalah bagi anda apa itu yang disebut
dengan “menyeberang ke pihak lain” [defect]). Dan bahkan jika
partner anda memberi pengakuan, anda masih memperoleh
keuntungan dengan menyeberang ke pihak lain, karena, jika anda
tetap bersikap diam, anda sedang menatap masa tiga tahun di dalam
penjara, sementara dengan memberi pengakuan, anda hanya akan
mendekam selama dua tahun di dalam penjara. Dengan kata lain,
tidak masalah dengan apa yang dilakukan oleh partner anda (dan anda
tidak punya cara untuk mengetahui keputusannya) anda lebih baik
menyeberang ke pihak lain.
Tapi, jika partner anda secerdas anda, dia akan mengupayakan
kesimpulan yang sama: langkah yang paling rasional adalah memberi
pengakuan. Logika ini, dengan demikian, akan membuat anda berdua
sama-sama mendekam di penjara selama dua tahun. Apakah ini benar-
benar “rasional” bahwa dengan sama-sama bersikap bungkam
(“bekerja sama”), anda berdua hanya akan ditahan selama satu
tahun? Secara keseluruhan, sikap saling bekerja sama dalah yang
terbaik, ketika perhitungan waktu yang dikombinasikan, anda akan
dipenjarakan selama dua tahun ketimbang tiga atau empat tahun
hukuman penjara.
Jadi, anda harus bekerja sama, bukankah demikian? Baiklah,
anggaplah partner anda tidak sampai pada kesimpulan ini, atau bahwa
dia sampai pada kesimpulan ini tapi memutuskan untuk
mengeksploitasi sikap setia kawan anda dengan berkhianat
menyeberang ke pihak lain. Dalam kasus ini, anda sedang menatap
akibat terburuk yang mungkin: tiga tahun membuat piringan-piringan
berlisensi (licence plates). Apa yang akan terjadi: apakah anda
mempercayai dia atau tidak? Apakah sikap bekerja sama atau
berkhianat menyeberang ke pihak lain adalah lebih rasional?
Ini dan problem-problem serupa adalah asal mula dari teori
game, kurang lebih, demikianlah penemuan dari pakar matematika
John von Neumann (1903-1957). Seorang jenius dari Hungaria yang
tinggal di Amerika, von Neumann telah membantu mengembangkan
bom atom dan menemukan komputer digital, untuk menyebut
prestasi-prestasinya yang lain. Dia juga sangat menyukai permainan-
permainan strategi, terutama poker dan catur, dan pada tahun 1920-
an dan 1930-an, dia telahmengembangkan sebuah matematika untuk
menggambarkan struktur mereka. Von Neumann melakukan ini secara
terpisah untuk memahami permainan-permainan secara lebih baik,
tapi, terutama sekali, karena dia meyakini teori game ini dapat
menyediakan suatu basis ilmiah untuk studi tentang situasi-situasi
yang mirip game dalam dunia yang lebih luas. Dia telah menemukan
istilah “teori game” dalam bukunya The Theory of Games and
Economic Behavior (1944, bersama Oskar Morgenstern). Perilaku
ekonomi adalah sebuah “game” dalam pemahaman Neumann yang
lebih luas: sebuah situasi yang didefinisikan oleh kepentingan-
kepentingan yang saling bersaing dan dimana setiap orang berupaya
untuk memaksimalkan keuntungan-keuntungannya sendiri.
Sebagaimana diketahui, teori game ini tidak mengandung
manfaat bagi dunia ekonomi tapi bermanfaat di tempat lain. Setelah
Perang Dunia II, von Neumann telah direkrut untuk bekerja di RAND
Corporation, dimana dia menerapkan teori game ini secara lebih
menghasilkan pada strategi Perang Dingin. Pikirkan kembali pada
tahun 1950-an dan bayangkan harus membuat keputusan apakah
Amerika Serikat harus membangun sebuah gudang senjata dari bom-
bom Hidrogen. Marilah kita berasumsi bahwa Uni Soviet, sang
“musuh”, sangat mampu untuk melakukan hal yang sama. Pilihan-
pilihan anda yang mungkin ada dua: membangun gudang senjata atau
tidak membangunnya. Terdapat empat hasil yang mungkin:
1. Bukan AS, bukan juga Soviet yang membangun gudang
senjata---terjadi situasi status quo.
2. AS membangun gudang senjata, tapi Soviet tidak---AS
berada dalam posisi yang potensial untuk
menghancurkan Soviet dan mendominasi dunia.
3. Soviet membangun gudang senjata tapi AS tidak---Soviet
berada dalam posisi yang potensial untuk
menghancurkan AS dan mendominasi dunia.
4. Baik AS dan Soviet, sama-sama membangun gudang
senjata---perlombaan senjata meningkat, masing-masing
pihak tidak ada yang mendominasi, banyak dana yang
dihamburkan, dan seluruh dunia sekarang menghadapi
ancaman perang nuklir yang sangat menghancurkan.
Jika anda mempelajari “game” ini, anda akan memperhatikan bahwa
ini adalah sejenis dilema sang tawanan. Tidak peduli dengan apa yang
dilakukan oleh Soviet, kepentingan anda yang terbaik adalah
membangun gudang-gudang bom. (Jika mereka tidak membangun
gudang persenjataan, anda menjadi penguasa dunia ; jika mereka juga
membangun gudang persenjataan, anda setidaknya terjaga dari
serangan mereka). Tapi, jika Soviet mencapai kesimpulan yang sama
dengan anda, maka anda berdua akan menghamburkan berton-ton
uang hanya untuk untuk menjaga keseimbangan kekuatan dan pada
saat yang bersamaan menghasilkan persediaan (dalam jumlah besar)
bom-bom nuklir yang siap untuk diledakkan. Hasil yang ideal adalah
“kerja sama”: masing-masing pihak saling menahan diri (hasil I). Tapi,
apakah anda mempercayai pihak lain? Pada proses akhir, tidak ada
satu pihak pun yang melakukan.
Meskipun von Neumann mendapati bahwa teori game ini sedang
berlangsung di RAND, sebenarnya bukan dia yang telah menemukan
dilema sang tawanan ini, tidak juga dia yang mempelajari implikasi-
implikasinya. Von Neumann berkonsentrasi hampir eksklusif pada apa
yang dia sebut sebagai “zero-sum games”. Dalam game-game yang
sedemikian ini, keuntungan total yang diperoleh telah menjadi bakuy,
dan kemenangan lawan pastinya adalah kekalahan anda. Kebanyakan
dari game-game yang menggunakan papan (board games), misalnya,
adalah bersifat zero-sum: jika lawan anda menang, anda kalah.
Permainan Poker, juga, berisfat zero-sum: sang pemenang akan
mengambil semua hadiah.
Salah seorang kolega von Neumann di RAND, John Nash, telah
memperluas dan mengembangkan teori game ini untuk meng-cover
game-game antara dua orang yang bukan bersifat zero-sum. Teorinya
adalah bahwa dalam game-game semacam ini, selalu ada sebuah
“poin keseimbangan” (equilibrium point): berhadapan dengan fakta
bahwa lawan anda tidak akan mengubah strateginya, demikian pula
dengan anda. Ambil game ini sebagai sebuah contoh:
K memilih kepala K memilih ekor
Anda memilih kepala Anda menang $1 Anda kalah $1
K menang $3 K menang $4
Anda memilih ekor Anda menang $2 Anda menang $1
K tidak memenangkan Apapun K menang $2
Dalam permainan iini, “poin keseimbangan” adalah ekor-ekor/ekor-
ekor (menurun sebelah kanan kotak tangan). Ini karena, tidak menjadi
masalah tentang apa yang dilakukan oleh K, ini selalu merupakan
keuntungan anda untuk memilih ekor, dan hal yang sama terjadi pada
K. Dan bahkan jika K diberi peluang untuk mengubah strateginya, anda
masih akan memilih ekor, dan secara timbal balik.
Apa yang tidak disadari oleh Nash pertama kali, atau menerima
di saat kemudian, adalah bahwa hanya karena sebuah poin
keseimbangan eksis, ini tidak berarti bahwa dalam game-game
kehidupan-nyata, orang-orang akan memilihnya. Ini terutama sekali
berlangsung demikian dalam hal game-games “yang ditampilkan
kembali”---game-game antara dua pemain atau lebih yang terus-
menerus diulang-ulang, dengan strategi-strategi sama yang telah baku
dan keuntungan-keuntungan. Marilah kita lihat kembali pada dilema
sang tawanan, yang secara esensi telah ditemukan oleh dua pakar
sains RAND yang lain, Merrill Flood dan Melvin Dresher, di tahun 1950.
(Mereka telah menemukan bentuk [form] game ini; para tawanan yang
sebenarnya saling diperkenalkan, dan dilema sang tawanan ini diberi
nama, di masa kemudian di tahun itu oleh Albert Tucker). Poin
keseimbangan ini adalah bersifat saling melemahkan: berhadapan
dengan situasi dimana partner/lawan anda telah memilih sebuah
strategi dan bahwa strategi ini tidak bisa diubah, anda akan selalu
dalam keadaan lebih baik untuk menyeberang ke pihak lain.
Tapi, anggaplah bahwa anda dan dan seorang lawan anda,
memainkan sebuah game sejenis dilema sang tawanan ini sebanyak
ratusan kali secara berturut-turut. Marilah kita katakan inilah
keuntungan-keuntungannya (payoffs):
K bekerja sama K lemah (defect)
Anda bekerja sama $2 bagi anda $0 bagi anda
$3 bagi K $4 bagi K
Anda lemah $3 bagi anda $1 bagi anda$1 bagi K $2 bagi K
Tak peduli apa yang dilakukan oleh K, anda akan selalu dalam keadaan
lebih baik jika menyeberang ke pihak lain---anda selalu memenangkan
satu dolar lebih banyak. Hal yang sama juga terjadi pada K: Tak perduli
dengan apa yang anda lakukan, dia memenangkan lebih banyak dolar
dengan menyeberang ke pihak lain. Tapi, sikap saling bekerja sama
adalah lebih baik bagi anda berdua daripada sikap saling mengkhianati
dengan bekerja sama dengan pihak lain; skenario terburuk bagi anda
adalah untuk bekerja sama sementara K menyeberang ke pihak lain.
Jika game ini adalah sebuah penawaran yang bersifat one-shot
(hanya terjadi sekali saja dan tidak akan pernah diulang kembali),
anda dan K tidak dapat mengupayakan strategi secara lebih awal,
maka, hal paling logis untuk dilakukan adalah menyeberang ke pihak
lain, ketika anda tidak mengetahui strategi K dan tidak dapat
mengubahnya. Tapi, beberapa hal adalah sangat berbeda dalam
sebuah game yang diulang-ulang. Marilah kita katakan bahwa K
memutuskan untuk bekerja sama, berharap anda melakukan hal yang
sama, dengan memastikan hasil saling menguntungkan. Anda, pada
sisi lain, mengikuti logika satu-game dan mengambil sikap
menyeberang ke pihak lain. Anda akan menang besar ($3) sementara
K memenangkan jumlah total yang paling kecil ($1), dan begitu pula di
waktu selanjutnya, K memutuskan untuk “menghukum” anda dengan
menyeberangi dirinya sendiri. pada esensinya, dengan sikap
menyeberang, K sedang menjauhkan anda dari dua dolar---dua kali
keuntungan ekstra yang anda peroleh dengan upaya menyeberang
pertama kali.
Jadi, sementara sikap menyeberang ini bersifat aman, anda
potensial dapat memenangkan lebih banyak uang jika anda berdua
dan K saling bekerja sama. Tentu saja, jika K bekerja sama sementara
anda bersikap menyeberang pada setiap putaran, anda mengakhiri
dengan perolehan maksimum sebesar $300. tapi, jika K bersikap
rasional, dia akan menyesuaikan diri dengan mengambil sikap
menyeberang setiap kalinya, dengan dirinya memperoleh $100 lebih
banyak daripada yang akan dia peroleh dengan cara bekerja sama
setiap kali. Lalu, apa kemudian strategi terbaiknya?
Teori game, dengan bantuan penggambaran skematik oleh
komputer, telah mempunyai jawabannya: Ini disebut “tit for tat”
(pukulan dibalas dengan pukulan). Anda mulai dengan sikap bekerja
sama. Jika K juga bekerja sama, anda bekerja sama kembali di putaran
dua. Anda melanjutkan seperti ini hingga K menyeberang ke pihak lain
(defect), dimana pada poin ini anda “menghukum”nya dengan
melakukan penyeberangan ke pihak lain di putaran berikutnya. Alasan
dari strategi ini dapat berfungsi adalah bahwa anda sedang
menggunakan game ini untuk mengirim sebuah pesan kepada K:
“Saya akan selalu melakukan apapun yang telah kamu lakukan di
putaran terakhir; dan ketika anda tidak pernah memperoleh
keuntungan dari sikap penyeberanganku, maka anda harus selalu
bekerja sama denganku, dengan memastikan saling memperoleh yang
terbaik.” Dengan kata lain, anda sedang mengundang dia untuk
bergabung dengan anda dalam bermain melawan game itu sendiri
daripada melawan satu sama lain.
Dalam kehidupan nyata, tit-for-tat (pukulan dibalas dengan
pukulan) berarti memperlakukan orang lain dengan cara mereka
memperlakukan anda, tapi berperilaku-lah selalu dengan baik pada
permulaan. Dengan menyerobot antrian ke baris paling depan
mungkin ini adalah langkah terbaik untuk anda, tapi ini sangat buruk
bagi setiap orang lain, dan jika mereka merespon dengan cara
menciptakan situasi chaos dan adu jotos. Tentu saja, adalah bodoh
bagi anda untuk bekerja sama jika tak ada seorang pun yang
melakukan ini; tapi ketika setiap orang menyadari ini, dan tak
seorangpun yang menyukai situasi chaos, kebanyakan orang akan
melakukan kerja sama ini.
Dilema lain dari teori-game yang kita temui dalam kehidupan
nyata disebut dengan “chicken” (sebuah nama yang ditemukan oleh
Bertrand Russel, percaya atau tidak). Anda dan seorang teman
melompat ke atas pedal sepeda dan bergerak laju menuju tepi sebuah
tebing yang curam. Yang pertama kali menghentikan atau mengubah
arah adalah sang “ayam”. Jika anda berdua berhenti (“bekerja sama”)
secara bersamaan, maka tak seorang pun yang menjadi sang ayam,
tapi tak satupun dari anda berdua yang memenangkan game ini. Hasil
terbaik bagi anda adalah jika teman anda berhenti pertama kali:
dengan cara ini anda menang, dan dia menjadi ayam. Hasil terburuk
bagi anda berdua adalah jika tak satupun dari anda berdua yang
berhenti sama sekali---yaitu, jika anda berdua sama-sama
“menyeberang”: anda berdua akan melaju menuju tebing curam itu.
Apa yang akan anda lakukan? (Game ini berbeda dari game dilema
sang tawanan dalam hal bahwa sikap saling menyeberang adalah yang
terburuk bagi kedua belah pihak).
Sebagaimana yang telah anda perhatikan, teori game---yang
secara matematika mempunyai ketepatan logika yang tinggi---masih
belum dapat memecahkan semua konflik manusia. Di tempat pertama,
bagi teori ini untuk dapat berfungsi, harus jelas siapa saja para
pemain, dan keuntungan-keuntungan harus diekspresikan dalam
angka-angka (atau setidaknya kemungkinan-kemungkinan). Ini tidak
selalu menjadi kasus dalam game-game rumit tentang masyarakat
atau politik. Yang kedua, unsur-unsur yang menyusun sikap “kerja
sama” atau sikap “menyeberang” mungkin agak samar---terdapat
banyak ranah pertengahan dalam kehidupan nyata, dan pihak lawan
cenderung untuk tidak setuju dengan ungkapan-ungkapan (terms) ini
(apa yang tampaknya mencukupi bagi satu pihak, mungkin tidak
memuaskan pihak lain). Namun, adalah lebih baik untuk memiliki alat-
alat daripada tidak mempunyai alat-alat, dan teori game adalah alat
yang sangat menarik dengan aplikasi-apkikasi nyata dalam fisika,
etika, engineering (Aplikasi prinsip-prinsip sains pada tujuan-tujuan
praktis, seperti desain, mesin, manufaktur), dan bahkan biologi.
Evolusi dari suatu spesies, misalnya, dapat dimengerti dalam
ungkapan-ungkapan teori game, tapi itu adalah kisah panjang yang
lain.
Logika yang Samar(Fuzzy Logic)
Aksioma-aksioma dan hukum-hukum matematika adalah sangat bagus
dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan tertentu. Kita mengetahui
dengan kepastian yang absolut, misalnya, bahwa 2 + 2 = 4, dan
bahwa sudut-sudut dari sebuah segitiga dapat mencapai hingga
180°---ini pastinya mengikuti aksioma-aksioma. Matematika juga
bermanfaat bila diaplikasikan pada kuantitas-kuantitas fisika yang
telah baku. Einstein telah menggunakan matematika untuk
menunjukkan bahwa tak ada satupun yang dapat menempuh
perjalanan yang lebih cepat daripada kecepatan cahaya, yang adalah
sebuah kuantitas yang telah baku. Para penjudi seperti Blaise Pascal
telah menemukan statistika untuk mengkalkulasi probabilitas dari
hasil-hasil yang sangat jelas ---katakanlah, bahwa buah dadu akan
berupaya menunjuk angka empat. Seorang peramal cuaca di TV
menggunakan angka-angka untuk memprediksi peluang akan hujan
atau tidak, esok hari.
Anda boleh menyebut semua kalkulasi ini sebagai produk dari
“logika keras” (“hard logic”), yang faktor fundamentalnya dari
metodologinya berhutang pada Aristoteles. Namun, akhir-akhir ini,
suatu tim peneliti yang terdiri dari para insinyur dan pakar fisika telah
mengenyampingkan logika keras ini demi untuk menunjukkan apa
yang mereka sebut sebagai “logika yang samar”, yaitu sains tentang
kuantitas-kuantitas yang tidak dapat dipastikan. Ini baik, menurut para
pakar logika samar, untuk mengatakan bahwa terdapat peluang enam
puluh persen hujan, sepanjang anda dapat mendefinisikan apa yang
dianggap sebagai “hujan”. Peramal cuaca di TV itu berasumsi bahwa
terdapat dua opsi disini: akan turun hujan atau tidak.
Tapi, dalam kenyataan, konsep tentang “hujan” itu bersifat
samar. Jika dua tetes air jatuh dari langit, apakah itu “hujan”?
Bagaimana dengan lima puluh tetes? Seribu? Anggaplah kabut itu
pekat dan rendah, dan anda merasakan tetes-tetes air pada wajah
anda. Apakah itu hujan? Darimana, tanya para pakar logika samar,
anda menarik garis pemisah? Kapan tidak hujan menjadi hujan?
Jika ini terdengar seperti [koan] Zen yang membuat anda
bingung, anda tidaklah sendirian. Bahkan, para pendukung proses
berpikir samar seperti USC Profesor Bart Kosko mempublikasikan
secara berlebihan tentang sains baru mereka sebagai suatu sintesa
Timur-bertemu-Barat. Dan sementara logika samar lebih banyak diejek
daripada dipuji di berbagai negara, ini semua adalah kegilaan dari
industri Jepang. Anda mungkin telah mendengar tentang “mesin
pintar” (smart machines) yang baru yang berasal dari jepang: mesin
cuci pintar, mesin penjual-soda pintar, micro waves pintar, kamera
video genggam yang pintar. Mesin-mesin semacam ini telah diprogram
untuk berurusan dengan keadaan-keadaan antara “on” dan “off”,
kuantitas-kuantitas yang lebih halus tingkatannya daripada “tinggi”,
“medium”, atau “rendah”, daripada jawaban-jawaban “ya” dan
“tidak”.
Jika “logika samar” mempunyai sebuah asal-usul, ia bersandar
pada upaya logis untuk mengadaptasi paradoks Russel dan
ketidakpastian Heisenberg. Pakar logika yang cemerlang, Jan
Lukasiewicz, telah mengembangkan suatu logika yang “bervalensi tiga
atau lebih” (multivalent) di tahun 1920-an yang memperhalus dua
bagian yang berbeda, yaitu logika ya-tidak dari fisika Newtonian untuk
mengizinkan keadaan-keadaan yang tak dapat dipastikan. Pada tahun
1965, pakar matematika Berkeley, Lotfi Zadeh telah mengaplikasikan
logika baru ini pada teori tentang perangkat-perangkat (sets) dalam
paper-nya “Fuzzy Sets”, dimana kemudian nama ini dipinjamkan pada
logika.
Perangkat-perangkat (sets) yang telah anda pelajari di sekolah
dasar, semuanya telah didefinisikan dengan jelas. Baik itu sesuatu
yang termasuk dalam suatu set atau bukan. Angka 2 ada di dalam set
dari bilangan genap dan tidak termasuk dalam set dari bilangan ganjil,
dan kedua set ini mempunyai suatu “persimpangan yang kosong”---
untuk mengatakan, tidak ada angka yang termasuk dalam bilangan
genap maupun ganjil. (Berdasarkan konvensi, angka 0 juga tidak
termasuk dalam keduanya). Namun, perangkat-perangkat samar
(fuzzy sets) dari Zadeh adalah, benar-benar samar. Beberapa hal
mungkin termasuk dan yang lain tidak termasuk dalam perangkat-
perangkat yang demikian ini, tapi, ada terdapat kelas ketiga dari
berbagai hal yang termasuk dalam suatu tingkat tertentu.
Perangkat dari bilangan genap dan perangkat dari bilangan
ganjil adalah perangkat-perangkat keras (hard sets). Perangkat dari
laki-laki dan perangkat dari perempuan adalah keras---terdapat sedikit
kesamaran tentang orang banci dan manusia yang berorientasi trans-
seksual. Tapi, bagaimana dengan perangkat dari orang-orang yang
berukuran tinggi? Tak seorang pun yang akan menyebut manusia yang
tingginya 4’ 2”, tapi, setiap orang akan menyebut 7’ 6”, demikian pula
dengan perempuan. Tapi, darimana anda menarik garis pemisah ini?
Apakah manusia dengan tinggi 5’ 10” termasuk dalam perangkat dari
orang yang tinggi, atau tidak? Apakah seorang Asia bersetuju dengan
orang Eropa, atau orang Italia dengan orang Swedia? Soal tentang
tinggi ini bersifat subyektif dan berlangsung secara terus-menerus,
sehingga tidak mungkin untuk men-set suatu ketinggian yang baku,
yang akan dianggap tinggi dan secara otomatis menolak seseorang
yang berukuran dibawah itu. jika 6’ itu tinggi, bagaimana dengan 5’
11.99”? Begitu anda mulai berpikir tentang pertanyaan-pertanyaan
semacam ini, tentang soal-soal tingkat (degree), proses berpikir anda
akan mulai bersifat samar.
Mengambil contoh lain, set dari orang-orang yang bahagia
adalah samar, karena kebanyakan dari kita merasa bahagia
berdasarkan kadar dan tingkatan tertentu---mungkin dengan kadar
yang lebih besar, mungkin juga dengan kadar yang lebih kecil, tapi,
hampir tidak pernah merasa bahagia mutlak atau menderita mutlak.
Suatu jajak pendapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan sedemikian
ini seperti “apakah anda bahagia dengan sepak terjang Presiden?”
adalah cacat, ketika kebanyakan orang merasa bahagia atau tidak
bahagia hanya sampai pada kadar tertentu saja. Menambah skala dari
1 sampai 10 hanya membantu separuhnya, ketika kita masih
mempunyai rentang (range) angka-angka keras (hard numbers) yang
diterapkan pada suatu pendapat yang berlangsung secara terus-
menerus. Tidak semua “5s” akan menjadi setara.
Set-set (Perangkat-perangkat) yang samar adalah kunci bagi
mesin-mesin yang samar. Kebanyakan dari alat-alat itu yang telah
menjadi akrab dengan kita, adalah “bisu”---yaitu, telah diprogram
secara kaku. Televisi anda selalu tersedia tombol “On” atau “Off”;
tingkat kecemerlangan gambar (brightness) di-set hingga 6 dan
kontras gambar di –set hingga 3. Sistem pemanas termostat yang
terkontrol (yang akan kita bahas kembali dalam SIBERNETIKA, hal. ...)
adalah mesin bisu yang klasik. Ketika temperatur pemanas ini jatuh di
bawah temperatur yang telah di-set, maka mesin pemanas ini akan
hidup dengan sendirinya secara otomatis (switches on); ketika
temperatur naik melebihi temperatur yang telah di-set itu, maka mesin
pemanas akan mati dengan sendirinya. Mekanisme dari mesin
pemanas ini bersifat binary (kembar, pasangan): pengaturan panas
hanya ada dua opsi, “on” atau “off”, dan ketika ia sedang “on”, ia
selalu berada dalam temperatur panas yang sama.
Mesin-mesin fuzzy (yang samar) ini, pada sisi lain, menggunakan
set-set yang fuzzy juga untuk menghasilkan respons-respons yang
lebih fleksibel. Termostat ini “berpikir” apakah suhunya panas atau
dingin, dan ia akan memberi instruksi untuk mematikan atau
menyalakan sebagai responsnya; instruksi-instruksi yang fuzzy
mengizinkannya untuk menjadi panas atau dingin hingga tingkat
tertentu. Jika kita memutuskan bahwa 65° adalah temperatur yang
sempurna (yang kita inginkan), maka, kita dapat memberitahukan
kepada pemanas/pendingin udara untuk memodulasi (mengatur)
perilakunya yang bergantung pada seberapa banyak temperatur
aktual yang berbeda dari 65°. Mesin ini tidak akan pernah hanya
berada pada “ON” atau “OFF”---ia akan selalu berada pada “ON”
hingga tingkat variatif yang diinginkan, dengan mengkombinasikan
dan mencocokkan (matching) instruksi-instruksi.
Mesin cuci fuzzy yang terkenal, bekerja berdasarkan prinsip-
prinsip yang sama, dengan menjaga daya penglihatan elektronik pada
suatu rentang yang variatif, dengan mengkalkulasi berat rata-rata, dan
menyesuaikan instruksi-instruksinya sebagai respons. Jenis pakaian
apa yang kita punya disini? Seberapa kotor pakaian ini? Apakah kita
berurusan dengan lemak, kecap, kopi, kotoran, keringat? Seberapa
banyak baju yang dapat dimuat? Semua kuantitas ini berlangsung
dalam tingkatan-tingkatan (degrees), dan mesin cuci pintar ini
memeriksa respons-nya secara interaktif. Dengan cara yang serupa,
kamera video genggam pintar secara akurat menyesuaikan fokus dan
aperture (lubang celah lensa kamera); TV pintar memonitor dan
menyesuaikan kecemerlangan gambar dan kontras gambar yang
dapat diatur.
Menurut para pakar logika fuzzy, keseluruhan dunia fakta---
seperti tinggi (tall) atau gambar-gambar TV---adalah fuzzy. David
hume membagi pernyataan-pernyataan (statements) ke dalam “relasi-
relasi dari ide-ide” (relations of ideas) dan “materi-materi tentang
fakta” (matters of fact) [lihat, GARPU HUME, hal. ....]; yang disebut
awal pasti benar, sementara yang disebut terakhir boleh jadi benar
atau salah. Berdasarkan cara berpikir yang fuzzy, tak ada satupun
yang empiris itu bersifat benar mutlak atau salah mutlak, tapi, benar
dalam kadar tertentu atau salah dalam kadar tertentu. Para pakar
sains modern mengakui bahwa teori-teori dan deduksi-deduksi mereka
tidak pernah mutlak pasti, hanya sangat dimungkinkan demikian
(highly probable). Respon yang fuzzy atas ini adalah probabilitas masih
bersandar pada asumsi-asumsi yang tidak valid, seperti bahwa sebuah
partikel adalah atau bukan sesuatu dimana probabilitas
memprediksinya akan menjadi demikian. Para pakar sains tidak
mengatakan bahwa sebuah partikel adalah 70 persen ada dan 30
persen tidak ada, hanya karena ada peluang 70 persen dari total 100
persen. Ini bukan fuzzy.
Yang fuzzy itu adalah: dunia ini berwarna abu-abu. Tak ada
satupun yang murni hitam dan tak ada satupun yang murni putih.
Ketika kita menerapkan alasan hitam-dan-putih pada dunia yang
berwarna abu-abu, kita harus memperlakukan sesuatu sebagai benar
hingga kadar tertentu (katakanlah, bahwa sebuah gelas itu penuh
hingga kadar tertentu) sebagai seluruhnya benar (gelas terisi penuh)
atau seluruhnya salah (gelas itu kosong). Masing-masing langkah
dalam proses berpikir ini membutuhkan semacam penyederhanaan
dan oleh karena itu menambah lapis lain dari kenetralan dan
kesalahan. Semakin beralasan anda terhadap sesuatu, semakin jauh
anda akan memperoleh dari kasus yang aktual ini, bukannya semakin
dekat.
Apa saja nilai tambah dari semua ini bergantung pada siapa
yang anda tanya. Paling tidak, logika fuzzy menciptakan mesin-mesin
yang lebih baik; pertanyaannya adalah apakah ia benar-benar setara
dengan suatu revolusi matematika. Para pendukung logika fuzzy ini
secara enerjik membunyikan terompet-terompet mereka sendiri, yang
dapat menimbulkan suara gaduh, terutama ketika logika fuzzy masih
sangat menarik bagi geometri dan aljabar standar, dan ketika mesin-
mesin fuzzy masih menggunakan chip-chip komputer yang memproses
data digital sepasang (binary). Atas dasar ini dan alasan-alasan lain,
banyak dari pakar matematika dan insinyur Barat mempertimbangkan
fuzzy sekadar kata-kata gaduh untuk memberi kesan baik kepada
orang-orang awam, hanyalah anggur lama dalam botol baru. Tapi
kemudian, “nyanyian” mereka berubah begitu Jepang, pada akhirnya,
mengubur ekonomi Amerika.