23
ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN UPAH MINIMUM TERHADAP KEMISKINAN DI INDONESIA JURNAL ILMIAH Disusun oleh : Danny Nur Febrianica 115020107111012 JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2015

ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN UPAH MINIMUM TERHADAP …

  • Upload
    others

  • View
    22

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN UPAH MINIMUM TERHADAP …

ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN UPAH MINIMUM

TERHADAP KEMISKINAN DI INDONESIA

JURNAL ILMIAH

Disusun oleh :

Danny Nur Febrianica

115020107111012

JURUSAN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2015

Page 2: ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN UPAH MINIMUM TERHADAP …

LEMBAR PENGESAHAN PENULISAN ARTIKEL JURNAL

Artikel Jurnal dengan judul :

ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN UPAH MINIMUM TERHADAP

KEMISKINAN DI INDONESIA

Yang disusun oleh :

Nama : Danny Nur Febrianica

NIM : 115020107111012

Fakultas : Ekonomi dan Bisnis

Jurusan : S1 Ilmu Ekonomi

Bahwa artikel Jurnal tersebut dibuat sebagai persyaratan ujian skripsi yang

dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 16 Januari 2015.

Malang, 16 Januari 2015

Dosen Pembimbing,

Devanto S. Pratomo, SE., M.Si., MA., Ph.D

NIP. 19761003 200112 1 003

Page 3: ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN UPAH MINIMUM TERHADAP …

Analisis Dampak Kebijakan Upah Minimum Terhadap Kemiskinan di Indonesia

Danny Nur Febrianica

Devanto Shasta Pratomo, SE., M.Si., MA., Ph.D

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya

Email: [email protected]

ABSTRAK

Kebijakan upah minimum merupakan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah untuk

melindungi kepentingan dari pekerja, dengan adanya kebijakan upah minimum ini diharapkan

dapat memberikan dampak positif kepada pekerja yaitu dapat meningkatkan taraf atau standart

hidup pekerja. Namun, berdasarkan teorinya kebijakan upah minimum juga dapat memberikan

dampak yang negatif terhadap pekerja yaitu pengurangan penyerapan tenaga kerja, sehingga

peneliti mencoba untuk fokus pada dampak kebijakan upah minimum terhadap pekerja (yang

memiliki upah) di Indonesia. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik

pekerja yang tergolong miskin di Indonesia dan untuk mengetahui dampak kebijakan upah

minimum terhadap probabilitas pekerja untuk tergolong miskin atau tidak miskin di Indonesia.

Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kemiskinan, sedangkan variabel

independennya adalah upah minimum, umur, lokasi tempat tinggal, tingkat pendidikan terakhir

(SMP, SMA, Universitas) dan sektor pekerjaan (pertanian, perdagangan dan jasa). Data yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan data sekunder yang diperoleh dari data

Sakernas tahun 2012, data tersebut dianalisis dengan menggunakan analisis model regresi

respons kualitatif dan analisis datanya menggunakan model probit.

Hasil penelitian untuk menjawab rumusan masalah yang pertama menunjukkan bahwa pekerja

yang tergolong miskin di Indonesia memiliki karakteristik berada pada umur tua (>66 tahun),

memiliki pendidikan terakhir Sekolah Dasar, bekerja di sektor pertanian dan jasa, tinggal di

daerah perkotaan. Sedangkan hasil penelitian yang kedua menunjukkan bahwa secara menyeluruh

dapat dikatakan bahwa yang memiliki kecenderungan untuk tergolong miskin adalah variabel

lokasi tempat tinggal, sektor pekerjaan pertanian, sektor pekerjaan perdagangan dan sektor

pekerjaan jasa karena memiliki koefisien positif dan signifikan. Sedangkan yang memiliki

kecenderungan untuk tergolong tidak miskin adalah variabel upah minimum, umur pekerja,

tingkat pendidikan terakhir SMP, tingkat pendidikan terakhir SMA dan tingkat pendidikan

terakhir Universitas.

Kata kunci: Upah Minimum, Miskin, Tidak Miskin.

A. PENDAHULUAN

Tenaga kerja merupakan salah satu modal atau faktor terpenting dalam proses produksi. Selain

itu tenaga kerja juga dapat dianggap sebagai salah satu faktor yang dapat mempengaruhi

keberhasilan dalam penciptaan suatu barang dan jasa untuk memenuhi permintaan konsumen serta

kebutuhan masyarakat secara keseluruhan. Simanjuntak (1985:2) mengungkapkan bahwa tenaga

kerja mencakup penduduk yang sudah atau sedang bekerja atau sedang melakukan pekerjaan,

penduduk yang sedang mencari pekerjaan dan penduduk yang sedang melakukan kegiatan lain

seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga, ketiga kategori tersebut tetap dikatakan sebagai

pekerja karena mereka dianggap mampu dan sewaktu-waktu akan dapat bekerja.

Setelah tenaga kerja tersebut memberikan jasa kepada perusahaan, maka pihak perusahaan atau

pemberi kerja wajib memberikan imbalan yang sesuai dengan pekerjaan yang telah dilakukan oleh

tenaga kerjanya, imbalan tersebut biasa disebut sebagai upah, dimana upah merupakan sumber

penghasilan utama pekerja. Namun, dalam pemberian upah ini terkadang terdapat beberapa

masalah, seringkali pengusaha memberikan upah yang terlalu rendah kepada pekerja karena

pengusaha atau pemberi kerja menganggap upah sebagai beban, dimana semakin tinggi upah yang

diberikan kepada pekerja maka semakin rendah keuntungan yang bisa didapat oleh pemberi kerja

tersebut.

Page 4: ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN UPAH MINIMUM TERHADAP …

Dengan fenomena yang terjadi tersebut, maka pekerja menjadi pihak yang dirugikan, karena ia

bekerja dengan mendapatkan imbalan yang tidak sesuai, bahkan untuk memenuhi kebutuhan

sendiri dan keluarganya tidak akan cukup. Untuk melindungi hak dari pekerja maka pemerintah

membuat kebijakan upah minimum. Kebijakan upah minimum merupakan salah satu kebijakan

ketenagakerjaan yang penting bagi negara maju maupun negara berkembang, termasuk juga

Indonesia. Secara umum dapat disimpulkan bahwa kebijakan upah minimum memiliki tujuan

untuk memberikan dampak positif kepada pekerja yaitu untuk meningkatkan taraf hidup pekerja,

khususnya pada pekerja yang memiliki upah rendah. Namun, ketika upah minimum mengalami

kenaikan sampai diatas tingkat keseimbangan, hal ini dimungkinkan justru dapat menurunkan

permintaan tenaga kerja atau penyerapan tenaga kerja, sehingga akan terjadi kelebihan penawaran

tenaga kerja yang akan berdampak pada naiknya tingkat pengangguran dan dapat menaikkan

tingkat kemiskinan.

Saat ini kemiskinan masih menjadi masalah yang kompleks bagi negara berkembang termasuk

juga bagi Indonesia, sehingga masalah kemiskinan ini masih menjadi perhatian serius dari

pemerintah Indonesia. Permasalahan kemiskinan yang terjadi ini salah satunya disebabkan oleh

banyaknya pekerja yang menganggur atau tidak mendapatkan pekerjaan yang layak. Pengangguran

yang terjadi ini mengakibatkan seseorang tidak memperoleh pendapatan yang menyebabkan tidak

terpenuhinya kebutuhan hidupnya sehingga masih terdapat penduduk yang hidup dibawah garis

kemiskinan atau dapat dikatakan tergolong miskin. Selain itu kemiskinan yang masih terjadi di

Indonesia ini disebabkan oleh rendahnya tingkat upah atau upah berada dibawah standar.

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah:

1. Bagaimana karakteristik pekerja yang tergolong miskin di Indonesia?

2. Bagaimana dampak dari kebijakan upah minimum terhadap probabilitas pekerja untuk

menjadi miskin atau tidak miskin di Indonesia?

B. TINJAUAN PUSTAKA

Teori Ketenagakerjaan

Menurut Simanjuntak (1985:1), sumber daya manusia atau human resources memiliki dua

pengertian yaitu yang pertama, sumber daya manusia berarti usaha kerja atau jasa yang dapat

diberikan oleh pekerja untuk mendukung proses produksi. Hal ini berarti bahwa sumber daya

manusia mencerminkan kualitas usaha yang diberikan oleh seorang pekerja dalam waktu tertentu

untuk menghasilkan barang dan jasa. Kedua, sumber daya manusia mampu melakukan kegiatan

yang mempunyai nilai-nilai ekonomis, yaitu bahwa kegiatan yang dilakukan tersebut

menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Secara fisik, kemampuan

bekerja diukur dengan umur, hal ini berarti bahwa orang yang sedang dalam usia kerja dianggap

mampu bekerja atau melakukan pekerjaan. Kelompok penduduk dalam usia kerja tersebut

dinamakan tenaga kerja atau manpower. Singkatnya, tenaga kerja dapat didefinisikan sebagai

penduduk dalam usia kerja (working age population).

Teori Upah

Pengertian upah menurut Undang-Undang Tenaga Kerja No.13 Tahun 2000, Bab I, Pasal 1,

Ayat 30 adalah:

“Upah adalah hak pekerja atau buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai

imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja atau buruh yang ditetapkan dan di

bayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan

termasuk tunjangan bagi pekerja atau buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/ atau jasa

yang telah atau yang akan dilakukan.”

Simanjuntak (1985:110) mengungkapkan bahwa prinsip-prinsip dari sistem pengupahan adalah:

1. Mampu menjamin kehidupan yang layak bagi pekerja dan keluarganya;

2. Mencerminkan suatu bentuk imbalan yang diberikan kepada pekerja atas jasa yang

diberikan kepada perusahaan;

3. Pemberian insentif yang dapat mendorong peningkatan produktivitas kerja dari pekerja

dan pendapatan nasional.

Page 5: ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN UPAH MINIMUM TERHADAP …

Masalah Pengupahan

Berdasarkan pendapat dari Simanjuntak (1985:112-113), terdapat beberapa permasalahan dalam

sistem pengupahan di Indonesia, antara lain adalah:

1. Perbedaan persepsi antara pengusaha dan pekerja.

Dalam masalah ini pengusaha atau pemberi kerja dan pekerja pada umumnya

memiliki perbedaan persepsi dan kepentingan dalam hal upah. Bagi pengusaha, upah

dianggap sebagai beban, dimana semakin besar upah yang diberikan kepada pekerja

maka akan semakin kecil keuntungan yang didapat oleh pengusaha, selain itu upah

tidak hanya dalam bentuk uang tunai, tetapi juga segala sesuatu yang diberikan

pengusaha kepada pekerjanya, seperti tunjangan beras, transportasi, kesehatan,

konsumsi yang diberikan ketika pekerja sedang melaksanakan tugas, tunjangan saat

libur, cuti dan sakit, fasilitas rekreasi dan lain sebagainya atau biasa disebut dengan

natura dan fringe benefits. Sedangkan pekerja menganggap bahwa upah merupakan

imbalan yang diberikan pengusaha kepada pekerja hanya dalam bentuk uang (take-

home pay).

2. Keanekaragaman sistem pengupahan

Besarnya proporsi upah dalam bentuk natura dan fringe benefits pada tiap-tiap

perusahaan tidak sama, sehingga hal ini menyebabkan seringnya terjadi kesulitan

dalam perumusan kebijakan nasional, misalnya seperti dalam penentuan pajak

pendapatan, upah minimum, upah lembur dan lain sebagainya.

3. Rendahnya tingkat upah

Pada saat ini, masih banyak terdapat karyawan yang memiliki penghasilan rendah,

bahkan lebih rendah dari kebutuhan fisik minimumnya, sehingga pekerja tidak dapat

memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarganya.

Kebijakan Upah Minimum

Upah minimum adalah penerimaan bulanan minimum atau terendah sebagai imbalan yang

diberikan oleh pengusaha atau pemberi kerja kepada karyawan untuk suatu pekerjaan atau jasa

yang telah atau akan dilakukan dan dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan

atas dasar suatu persetujuan atau peraturan perundang-undangan serta dibayarkan atas dasar suatu

perjanjian kerja antara pengusaha dengan karyawan termasuk tunjangan, baik untuk karyawan

sendiri maupun untuk keluarganya.

Sebagaimana yang telah diatur dalam PP No. 8/1981, upah minimum dapat ditetapkan secara

minimum regional, sektoral regional maupun maupun subsektoral, namun saat ini baru upah

minimum regional yang dimiliki oleh setiap daerah. Pada dasarnya upah minimum terdiri dari

upah pokok dan tunjangan tetap, namun dalam peraturan pemerintah yang diatur secara jelas

hanya upah pokok yang tidak termasuk tunjangan, hal ini menyebabkan sering terjadinya

kontroversi diantara pengusaha dan pekerja. Tunjangan tetap merupakan tunjangan yang diberikan

pengusaha kepada pekerjanya secara tetap dan tanpa melihat tingkat kehadiran pekerja tersebut

ataupun output yang dihasilkan, hal yang dimaksud seperti misalnya tunjangan keluarga tetap dan

tunjangan yang berdasar pada senioritas (Pratomo dan Saputra, 2011).

Dampak Upah Minimum terhadap Penyerapan Tenaga Kerja

Seperti yang terlihat pada Gambar 1, pada awalnya keseimbangan pasar kerja berada pada

tingkat upah sebesar w* dengan jumlah tenaga kerja E*. Kemudian pemerintah menerapkan

kebijakan upah minimum yang berada di atas keseimbangan pasar yaitu sebesar w. Disini terdapat

asumsi yang berlaku yaitu bahwa kebijakan upah minimum yang ditetapkan pemerintah tersebut

berlaku untuk semua tenaga kerja yang berada di negara tersebut tanpa perkecualian. Sebagai

dampaknya, adanya kenaikan upah minimum tersebut menyebabkan penurunan terhadap

penyerapan tenaga kerja dari E* menjadi Ē, selain itu kenaikan upah minimum juga menyebabkan

sejumlah tenaga kerja (E*- Ē) pada akhirnya harus keluar dari pekerjaan mereka dan menjadi

pengangguran.

Selain itu, upah yang lebih tinggi karena terjadi peningkatan upah minimum ini akan mendorong

seseorang untuk memasuki pasar kerja. Pekerja pada Es ingin dipekerjakan, jadi pekerja Es-E*

yang masuk pada pasar kerja, tidak dapat menemukan pekerjaan dan mereka menjadi

pengangguran. Tingkat pengangguran bisa tergantung pada tingkat upah minimum serta elastisitas

penawaran dan permintaan tenaga kerja. Kehilangan pekerjaan atau pengangguran yang

dimaksudkan dapat diartikan sebagai kemungkinan terjadinya peningkatan pada kemiskinan.

Page 6: ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN UPAH MINIMUM TERHADAP …

Gambar 1: Dampak Upah Minimum terhadap Penyerapan Tenaga Kerja

Sumber: Borjas. 2008.

Dampak Upah Minimum terhadap Sektor Formal dan Informal

Sebagai pengembangan dari model kompetitif diatas, maka diasumsikan bahwa terdapat dua

sektor di dalam ekonomi yaitu sektor formal (sektor yang dilindungi oleh kebijakan upah

minimum) dan sektor informal (sektor yang tidak dilindungi oleh kebijakan upah minimum); disini

diasumsikan perpindahan yang sempurna antara sektor formal dan sektor informal. Adanya

penetapan kebijakan upah minimum akan mengurangi permintaan tenaga kerja di sektor formal.

Kelebihan penawaran tenaga di sektor formal ini akan diserap oleh sektor informal yang tingkat

upahnya tidak dilindungi oleh kebijakan upah minimum, sehingga kelebihan penawaran tenaga

kerja ini akan mengakibatkan sektor informal menurunkan tingkat upah. Jika pangsa kerja di

sektor informal lebih rendah, maka dampak distribusi pendapatannya akan memburuk.

Seperti yang dapat kita lihat pada gambar 2, sebelum adanya kebijakan upah minimum, upah di

sektor formal dan informal diasumsikan sama yaitu pada tingkat w* ( pada perpotongan yang

terjadi pada kurva penawaran Sc dan kurva permintaan Dc pada sektor formal, dan pada kurva

penawaran Su dan kurva permintaan Du pada sektor informal). Dengan adanya kenaikan upah

minimum menyebabkan tingkat upah pada pasar tenaga kerja formal yang awalnya sebesar w*

pada akhirnya mengalami kenaikan menjadi w, hal ini menyebabkan jumlah pekerja yang pada

awalnya sebesar Ec berkurang menjadi Ē, sehingga ada beberapa pekerja yang terpaksa kehilangan

pekerjaannya (Ec- Ē).

Dalam model dual sektor, pekerja yang kehilangan pekerjaannya disektor formal akan berpindah

menuju pasar kerja di sektor informal. Kelebihan penawaran pekerja di sektor formal yang

menyebabkan peningkatan penawaran pekerja di sektor informal ini (Eu menjadi E’u)

menyebabkan pergeseran kurva penawaran pekerja di sektor informal dari Su menjadi S’u, sehingga

tingkat upah pada sektor informal mengalami penurunan. Ketika pekerja sektor informal berpindah

ke sektor formal maka hal ini menyebabkan terjadinya pergeseran kurwa penawaran pekerja di

sektor informal menjadi S”u, jumlah pekerja turun menjadi E”u dan tingkat upah di pasar informal

mengalami kenaikan.

Dollars

S

E* Es

D

w*

w

Employment Ē

Page 7: ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN UPAH MINIMUM TERHADAP …

Gambar 2: Dampak Upah Minimum terhadap Sektor Formal dan Informal

Sumber: Borjas. 2008.

Kemiskinan

Kemiskinan merupakan masalah yang masih sering dijumpai di beberapa negara yang sedang

berkembang, begitu juga yang masih terjadi di Indonesia. Pada prinsipnya kemiskinan

menggambarkan kondisi dimana terjadi ketiadaan kepemilikan dan rendahnya tingkat pendapatan,

atau kemiskinan ini menggambarkan suatu kondisi dimana tidak terpenuhinya kebutuhan dasar

manusia, yaitu pangan, papan dan sandang. Seperti yang disebutkan oleh BPS bahwa kemiskinan

merupakan suatu kondisi ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal

untuk hidup layak (Febriana, 2010).

Kemiskinan yang dialami oleh seseorang atau penduduk ini memiliki kaitan dengan pencapaian

tingkat kesejahteraannya. Terjadinya kemiskinan ini merupakan suatu tanda bahwa kesejahteraan

individu yang tidak dapat tercapai. Untuk dapat melihat tingkat kesejahteraan tersebut, maka ada

beberapa pendekatan yang dapat digunakan, yaitu (Febriana, 2010):

1. Pendekatan absolute

Pendekatan absolute ini melihat batas minimum yang harus dimiliki untuk dapat

mencapai kebutuhan minimum suatu keluarga. Suatu keluarga dapat dikatakan miskin

apabila keluarga atau penduduk tersebut tidak memiliki penghasilan atau tidak mencapai

batasan minimum yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhannya. Dengan

pendekatan absolute ini maka akan dapat diketahui jumlah keluarga miskin.

2. Pendekatan relatif

Pendekatan relatif ini digunakan untuk membandingkan antara pendapatan seseorang atau

rumah tangga dengan rata-rata pendapatan populasi. Pendekatan ini lebih untuk melihat

pada adanya ketidakseimbangan pendapatan.

3. Pendekatan kebutuhan dasar

Pendekatan yang dicetuskan oleh Towsend ini menekankan pada dua unsur penting,

yaitu: (1) kemiskinan diartikan sebagai suatu kondisi dimana pendapatan tidak dapat

memenuhi kebutuhan subsisten akan pangan, sandang, papan dan barang-barang rumah

tangga tertentu. (2) pendapatan tersebut juga tidak bisa digunakan untuk memenuhi jasa-

S”u

(Bila pekerja bermigrasi

ke sektor formal)

Dollars

Su

S’u

EU E”U Employment

Dollars

Sc

w

w*

(Bila pekerja bermigrasi

ke sektor informal)

Du Dc

E’U Ec Ē Employment

a. Sektor Formal (Covered)

w*

b. Sektor Informal (Uncovered)

Page 8: ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN UPAH MINIMUM TERHADAP …

jasa penting lainnya, seperti air minum yang sehat, sanitasi, transportasi umum, pelayanan

kesehatan dan pendidikan. Pendekatan kebutuhan dasar ini dapat dikatakan lebih lengkap

apabila dibandingkan dengan kebutuhan absolut dan kebutuhan relatif, karena pendekatan

kebutuhan dasar ini lebih menekankan kepada pemenuhan kebutuhan, dimana hal tersebut

berbeda-beda tergantung pada tempat dan waktunya.

Pengukuran Kemiskinan

Seseorang dapat dikatakan miskin apabila pengeluaran per kapita (atau pendapatannya) berada

di bawah garis kemiskinan. Perhitungan penduduk berdasarkan kebutuhan dasar (basic needs)

melalui pendekatan pendapatan rata-rata perkapita merupakan metode perhitungan penduduk

miskin yang dilakukan oleh BPS. Garis kemiskinan yang ditetapkan oleh BPS adalah pengeluaran

konsumsi pangan untuk memenuhi energi minimum sebanyak 2100 kalori per kapita per hari dan

pengeluaran minimal yang dikeluarkan untuk perumahan, pendidikan, kesehatan dan transportasi.

Menurut Haughton dan Khandker (2009:22-25) dalam mengukur kemiskinan terdapat dua

pendekatan yaitu pendekatan pendapatan dan pengeluaran. Pendapatan rumah tangga menarik

untuk digunakan dalam mengukur kesejahteraan rumah tangga. Rumus untuk pengukuran

pendapatan adalah Pendapatan= Konsumsi + perubahan kekayaan bersih. Sedangkan pengukuran

kemiskinan melalui pengeluaran konsumsi yaitu meliputi barang dan jasa yang dibeli dan yang

disediakan dari produksi sendiri. Di negara maju, konsumsi merupakan indikator kesejahteraan

seumur hidup yang lebih baik daripada pendapatan.

Hubungan Upah Minimum dengan Tingkat Kemiskinan

Kenaikan upah minimum dapat memberikan dampak terhadap tingkat kemiskinan. Seperti

dalam pendekatan model kompetitif dijelaskan bahwa kenaikan upah minimum yang selalu terjadi

setiap tahun serta kenaikannya yang berada diatas tingkat keseimbangan ini dapat memberikan

dampak negatif terhadap kemiskinan, dimana kenaikan upah minimum ini akan mendorong

terjadinya peningkatan penawaran tenaga kerja dan pengurangan penyerapan tenaga kerja,

peningkatan penawaran tenaga kerja yang tidak diimbangi oleh penyerapan tenaga kerja ini akan

menimbulkan kelebihan penawaran tenaga kerja dan ini akan dapat meningkatkan tingkat

pengangguran yang pada akhirnya dapat memperburuk kondisi kemiskinan.

Sedangkan berdasarkan pada model dual sektor kenaikan upah minimum ini juga memiliki

dampak terhadap pekerja di sektor informal. Kelebihan penawaran tenaga kerja di sektor formal

sebagai akibat kenaikan upah minimum ini akan diserap oleh sektor informal, sehingga

perpindahan pekerja dari sektor formal ke sektor informal ini akan menyebabkan turunnya tingkat

upah di sektor informal. Dapat diketahui bahwa di sektor informal banyak pekerja yang

berkategori miskin, sehingga penurunan tingkat upah di sektor informal sebagai respon kenaikan

upah minimum di sektor formal ini dapat menambah jumlah penduduk yang hidup dibawah garis

kemiskinan.

Kerangka Pikir

Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi atau input terpenting, karena tenaga kerja

telah memberikan jasanya, maka pihak perusahaan wajib memberdayakannya dengan memberikan

upah yang sesuai dan layak sebagai imbalan. Namun, karena pengusaha menganggap upah adalah

sebagai beban, maka terkadang pengusaha memberikan upah dibawah kebutuhan hidup minimum

pekerja. Dengan melihat fenomena seperti ini, pemerintah membuat kebijakan upah minimum

yang salah satu tujuannya untuk melindungi kepentingan pekerja. Namun, kebijakan upah

minimum tidak hanya memberikan dampak positif yaitu meningkatkan taraf hidup pekerja, namun

juga dampak yang negatif yaitu pengusaha melakukan pengurangan terhadap penyerapan tenaga

kerja. Sehingga peneliti ingin melihat bagaimana dampak kebijakan upah minimum terhadap

probabilitas pekerja untuk tergolong miskin atau tidak miskin di Indonesia. Adapun kerangka pikir

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Page 9: ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN UPAH MINIMUM TERHADAP …

Gambar 3: Kerangka Pikir

Hipotesis

Hipotesis merupakan dugaan yang bersifat sementara atas rumusan masalah. Dalam penelitian

ini akan dirumuskan hipotesis guna memberikan arah dan pedoman dalam melakukan penelitian.

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Diduga bahwa pekerja yang tergolong miskin di Indonesia memiliki karakteristik yaitu

pekerja berada pada usia tua, tingkat pendidikan rendah, bekerja di sektor pertanian dan

tinggal di daerah pedesaan.

2. Diduga bahwa upah minimum memiliki dampak yang negatif dan signifikan terhadap

kemiskinan di Indonesia atau dengan kata lain naiknya upah minimum menyebabkan

probabilitas pekerja untuk menjadi miskin akan berkurang.

Tenaga Kerja

Mendapatkan Upah

Sebagai Imbalan

Penetapan Kebijakan

Upah Minimum

Pengangguran

Penyerapan Tenaga

Kerja

Sektor Informal Sektor Formal

Kemiskinan

Tidak Miskin Miskin

Page 10: ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN UPAH MINIMUM TERHADAP …

C. METODE PENELITIAN

Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Pendekatan ini

digunakan untuk melihat dampak yang ditimbulkan oleh kebijakan upah minimum terhadap

kemiskinan di Indonesia. Pendekatan kuantitatif ini menekankan pada pengujian teori-teori melalui

pengukuran variable-variabel penelitian dengan angka-angka dan melakukan analisis data dengan

menggunakan prosedur statistik.

Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat dilakukannya penelitian ini adalah di Indonesia. Kemudian waktu yang digunakan

dalam penelitian ini disesuaikan dengan data Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) yang

dikumpulkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada periode tahun 2012.

Populasi dan Penentuan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penduduk yang ada di Indonesia dan terdata oleh

Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) pada tahun 2012 oleh Badan Pusat Statistik Republik

Indonesia. Sedangkan total sampel yang diambil untuk penelitian ini adalah pekerja (yang

mendapatkan upah) yang tercantum pada data Survey Angkatan Kerja Indonesia (SAKERNAS)

pada tahun 2012 yaitu sebesar 191.377 responden.

Metode Pengumpulan Data a. Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder diperoleh dari

sumber-sumber lainnya yang terkait dengan penelitian ini berupa literatur, publikasi, laporan dan

sumber pendukung lainnya. Dengan sumber utama dari data agregat yang digunakan dalam

penelitian ini adalah Survey Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) tahun 2012.

b. Sumber Data

Sumber data untuk penelitian ini diperoleh dari hasil Survei Angkatan Kerja Nasional

(SAKERNAS) pada tahun 2012. Survei Angkatan Kerja Nasional adalah survei angkatan kerja

reguler di Indonesia yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik Nasional (BPS) sejak awal atau

kuartalan tahun 1986, kecuali pada tahun 1995 ketika BPS melakukan Survei Demografi Antar

(SUPAS). Tujuan utama dari SAKERNAS adalah untuk mengestimasi dan memonitor statistik

angkatan kerja dan karakteristiknya di Indonesia.

c. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan mengumpulkan data sekunder

yang diperoleh dari SAKERNAS tahun 2012. Data sekunder diperoleh dari sumber-sumber

lainnya yang terkait dengan penelitian ini berupa literatur, publikasi, laporan dan sumber

pendukung lainnya.

Metode Analisis

Untuk menjawab tujuan penelitian yang pertama, maka analisis data yang digunakan adalah

metode analisis statistik deskriptif. Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk

menganalisis data dengan cara mendeskripsikan data yang telah tersedia secara apa adanya dan

tanpa bermaksud untuk menyimpulkan secara umum (Sugiyono, 2009:206).

Sedangkan untuk menjawab tujuan penelitian yang kedua, penelitian ini menggunakan metode

analisis yaitu metode kuantitatif. Metode kuantitatif adalah mengolah atau menganalisis data

dengan angka-angka atau rumus-rumus perhitungan tertentu, untuk kemudian dianalisis sesuai

dengan masalah yang akan diteliti. Seperti yang dikemukakan oleh Sugiyono (2009:12), metode

kuantitatif adalah metode dimana data penelitiannya berupa angka-angka dan analisis

menggunakan statistik. Sedangkan untuk analisis datanya yang digunakan dalam melakukan

penelitian ini, karena variabel dependen yang terikat yaitu kemiskinan bersifat kualitatif/ dummy

atau termasuk dalam binary logistic maka alat atau model yang digunakan adalah menggunakan

probit.

Model probit merupakan model estimasi yang berasal dari CDF normal, dimana CDF

(cumulative distribution function) atau fungsi distribusi kumulatif ini digunakan untuk

menjelaskan pola dari sebuah variabel dependen dikotomi (Gujarati, 2012:202-203). Model probit

ini digunakan untuk melihat bagaimana dampak dari kebijakan upah minimum terhadap

Page 11: ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN UPAH MINIMUM TERHADAP …

probabilitas seseorang/ pekerja untuk dikategorikan miskin atau tidak miskin. Adapun bentuk

model ekonometriknya dapat dituliskan sebagai berikut :

dimana:

Poor adalah sama dengan 1 ketika pekerja termasuk dalam kategori miskin dan sama dengan 0

ketika pekerja tidak termasuk dalam kategori miskin. Sedangkan untuk variabel independennya

yaitu:

- X1 adalah upah minimum pada setiap provinsi atau kabupaten/ kota di Indonesia.

Apabila provinsi yang bersangkutan menerapkan Upah Minimum Provinsi maka yang

dipakai adalah UMP. Apabila provinsi yang bersangkutan menerapkan Upah Minimum

Kota/ Kabupaten maka yang dipakai adalah UMK. Upah minimum diukur

menggunakan log untuk melihat elastisitas.

- X2 adalah umur pekerja. Umur pekerja merupakan variabel continous yang diukur

dengan satuan tahun.

- D1 adalah lokasi tempat tinggal yang diukur dengan menggunakan variabel dummy,

dimana sama dengan 1 apabila perkotaan dan sama dengan 0 apabila pedesaan

(1=perkotaan dan 0=pedesaan).

- D2 adalah tingkat pendidikan SMP yang diukur dengan menggunakan variabel dummy,

dimana sama dengan 1 apabila SMP dan sama dengan nol apabila lainnya (1=SMP dan

0=lainnya).

- D3 adalah tingkat pendidikan SMA yang diukur dengan menggunakan variabel dummy,

dimana sama dengan 1 apabila SMA dan sama dengan nol apabila lainnya (1=SMA

dan 0=lainnya).

- D4 adalah tingkat pendidikan universitas yang diukur dengan menggunakan variabel

dummy, dimana sama dengan 1 apabila Perguruan Tinggi dan sama dengan nol apabila

lainnya (1=universitas dan 0=lainnya).

- D5 adalah sektor pekerjaan pertanian yang diukur dengan menggunakan variabel

dummy, dimana sama dengan 1 apabila pertanian dan sama dengan 0 apabila di luar

sektor pertanian (1=pertanian dan 0= di luar sektor pertanian).

- D6 adalah sektor pekerjaan perdagangan yang diukur dengan menggunakan variabel

dummy, dimana sama dengan 1 apabila perdagangan dan sama dengan 0 apabila di luar

sektor perdagangan (1=perdagangan dan 0= di luar sektor perdagangan).

- D7 adalah sektor pekerjaan jasa yang diukur dengan menggunakan variabel dummy,

dimana sama dengan 1 apabila jasa dan sama dengan 0 apabila di luar sektor jasa

(1=jasa dan 0= di luar sektor jasa).

- adalah faktor penganggu/ error.

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Pekerja yang Tergolong Miskin di Indonesia

Untuk menjawab rumusan masalah yang pertama yaitu bagaimana karakteristik pekerja yang

tergolong miskin di Indonesia. Dengan menggunakan sampel sebanyak 191.377 pekerja yang di

dapat dari data Sakernas Tahun 2012, maka dapat diketahui dengan jelas karakteristik pekerja

yang tergolong miskin sebagai berikut:

Tabel 1: Ringkasan Karakteristik Pekerja yang Tergolong Miskin di Indonesia

No. Karakteristik Jumlah Pekerja Miskin Persentase

1. Umur

15 Tahun 102 18,81

16 Tahun dan 25 Tahun 2.787 8,85

26 Tahun dan 35 Tahun 2.989 6,13

36 Tahun dan 45 Tahun 2.510 5,44

46 Tahun dan 55 Tahun 1.880 5,93

Page 12: ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN UPAH MINIMUM TERHADAP …

56 Tahun dan 65 Tahun 1.294 10,95

66 Tahun 916 22,59

2. Daerah Tempat Tinggal

Perkotaan 7.539 55,38

Pedesaan 6.074 44,62

3. Tingkat Pendidikan Terakhir

SD 7.616 9,98

SMP 1.958 5,98

SMA 2.783 5,09

Universitas 1.256 4,55

4. Sektor Pekerjaan

Pertanian 4.131 9,60

Perdagangan 1.971 5,69

Jasa 4.557 9,23

Industri 1.788 7,74

Lain-lain 1.166 2,83

Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Tahun 2012, Data Diolah.

Dari tabel tersebut dapat ditarik kesimpulan atau garis besar secara umum dapat dilihat bahwa

karakteristik pekerja yang tergolong miskin di Indonesia memiliki karakteristik yang pertama yaitu

berada pada umur tua atau memiliki umur 66 tahun yaitu sebesar 916 jiwa atau 22,59 persen, hal

ini memang dapat terjadi karena umur 66 tahun ini merupakan umur tua dimana penduduk yang

memiliki umur lebih dari 66 tahun ini produktivitas kerjanya sudah menurun, sehingga

menyebabkan rendahnya tingkat upah yang diterima. Kedua, pekerja yang bekerja di daerah

perkotaan adalah sebesar 7.539 pekerja atau 55,38 persen, Hal tersebut memang dapat terjadi,

dimana jumlah pekerja yang memiliki pendapatan kurang dari sama dengan garis kemiskinan lebih

banyak ditemukan di daerah perkotaan karena memang daerah perkotaan memiliki garis

kemiskinan yang lebih tinggi daripada daerah pedesaan. Sehingga pekerja yang memiliki upah

yang rendah di daerah perkotaan cenderung tergolong miskin, meskipun pendapatan yang diterima

pekerja di daerah perkotaan tersebut lebih tinggi dari pendapatan yang diterima oleh pekerja yang

tinggal di daerah pedesaan.

Ketiga, memiliki pendidikan terakhir Sekolah Dasar (SD) yaitu sebanyak 7.616 pekerja atau

9,98 persen, hal tersebut memang dapat terjadi, dimana pekerja yang memiliki pendidikan terakhir

Sekolah Dasar tersebut memiliki pendidikan yang rendah atau dapat dikatakan sebagai tenaga

kerja yang tidak terdidik, sehingga seseorang yang tergolong dalam tenaga kerja tidak terdidik

tersebut tidak cukup memiliki pengetahuan dan keterampilan. Pekerja yang memiliki pengetahuan

dan keterampilan yang rendah ini dapat membuat tenaga kerja yang tidak terdidik tersebut sulit

untuk masuk kedalam pasar kerja sektor formal yang membutuhkan tenaga kerja yang memiliki

pendidikan dan keterampilan yang tinggi, karena pasar kerja sektor formal dapat memberikan upah

atau penghasilan yang lebih tinggi. Selain itu juga tenaga kerja yang tidak terdidik cenderung

memiliki kualitas sumber daya manusia yang rendah, rendahnya kualitas sumber daya manusia ini

dapat mempengaruhi rendahnya tingkat produktivitas kerja yang nantinya hal ini dapat

mempengaruhi rendahnya upah yang dapat diterima pekerja tersebut.

Keempat, bekerja di sektor pertanian yaitu sebesar 4.131 pekerja atau 9,60 persen, hal ini

memang dapat terjadi karena pekerja yang bekerja di sektor pertanian tidak bisa mendapatkan

upah atau penghasilan secara pasti, karena pekerjaan di sektor pertanian bersifat musiman. Selain

itu, berdasarkan teorinya sektor pertanian memiliki produktivitas yang rendah karena jumlah

pekerja di sektor pertanian jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan ketersediaan lahan

pertaniannya.

Selain itu adalah sektor jasa yaitu sebesar 4.557 pekerja atau 9,23 persen. Banyak pekerja yang

tergolong miskin di sektor jasa tersebut dikarenakan pekerja yang bekerja di sektor jasa tersebut

mayoritas adalah pekerja yang memiliki keterampilan yang rendah. Hal tersebut merupakan

fenomena perkotaan, dimana pekerja yang awalnya bekerja di sektor pertanian di daerah pedesaan

melakukan perpindahan ke daerah perkotaan dengan tujuan untuk mendapatkan pekerjaan yang

layak. Namun, karena banyak pekerja yang melakukan perpindahan tersebut memiliki

keterampilan yang rendah, maka ia hanya dapat bekerja di sektor jasa informal yang hanya mampu

memberikan upah yang rendah.

Page 13: ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN UPAH MINIMUM TERHADAP …

Hasil Olah Data Menggunakan Probit

Untuk dapat mengetahui dampak dari Upah Minimum terhadap kemiskinan di Indonesia, maka

pada subbab ini dengan menggunakan data yang didapat dari Sakernas 2012 dianalisis dengan

metode probit yang telah dibahas pada bab sebelumnya. Metode probit ini berguna untuk melihat

hubungan antara variabel dependen yaitu seseorang/ pekerja yang tergolong miskin memiliki nilai

1 atau tidak miskin di Indonesia memiliki nilai 0 (yaitu penduduk yang memperoleh pendapatan

kurang dari sama dengan atau lebih dari garis kemiskinan per provinsi), dengan variabel-variabel

independen dalam penelitian ini yaitu Upah Minimum Provinsi, umur pekerja, daerah tempat

tinggal, tingkat pendidikan yang ditamatkan (SMP, SMA dan Universitas), dan sektor pekerjaan

(Pertanian, Perdagangan dan Jasa). Untuk dapat mendukung dalam menjawab rumusan penelitian

yang kedua ini, maka aplikasi yang digunakan adalah software Stata 10.0. Selain itu, untuk dapat

menjawab rumusan masalah dan tujuan penelitian yang kedua, maka hipotesis yang telah

dikemukakan pada bab 2 akan diuji dengan menggunakan probabilitas < 0,05%. Pada tabel 3 dapat

dilihat bahwa nilai dari P> semua variabelnya dikatakan signifikan karena memiliki tingkat

probabilitas < 0,05.

Tabel 2: Hasil Pengolahan Variabel Dependen dan Independen Menggunakan Model Probit

pada Stata 10.0.

Probit Regression

Jumlah Observasi : 191377

LR Chi2 : 4378,42

Prob>Chi2 : 0.0000

Pseudo R2 : 0.0446

Log likelihood = -46909,882

Variabel Koefisien Std. Error Z P> 95% Conf Interval

Lump (X1) -.4895884 .0246526 -19.86 0.000 -.5379065 -.4412703

Umur (X2) -.0015739 .0003523 -4.47 0.000 -.0022645 -.0008834

Kota (D1) .1229466 .0098197 12.52 0.000 .1037003 .1421929

Smp (D2) -.2691825 .0133801 -20.12 0.000 -.295407 -.2429579

Sma (D3) -.4438334 .0125506 -35.36 0.000 -.4684321 -.4192346

Univ (D4) -.7094804 .0173221 -40.96 0.000 -.7434311 -.6755297

Pertanian (D5) .3302604 .0129299 25.54 0.000 .3049182 .3556025

Perdagangan

(D6)

.111302 .0141374 7.87 0.000 .0835933 .1390107

Jasa (D7) .5916302 .0131077 45.14 0.000 .5659396 .6173207

Konstanta 5.286929 .3420489 15.46 0.000 4.616525 5.957332

Sumber: Output Stata 10.0, data telah diolah.

Hasil Uji Hipotesis

Koefisien yang terdapat pada hasil model probit, menunjukkan arah pengaruh dari variabel

independen terhadap variabel dependen. Dalam penelitian ini variabel yang menjadi variabel

dependen adalah pekerja yang tergolong miskin (memiliki pendapatan garis kemiskinan) dan

pekerja yang tergolong tidak miskin (memiliki pendapatan garis kemiskinan).

Hasil dari model probit yang terlihat, terdapat variabel yang berslope positif dan terdapat juga

variabel yang berslope negatif, dimana variabel yang memiliki slope positif adalah tempat tinggal,

bidang pekerjaan pertanian, bidang pekerjaan perdagangan dan bidang pekerjaan jasa, sedangkan

variabel yang memiliki slope negatif adalah ln UMP, umur, tingkat pendidikan terakhir SMP,

tingkat pendidikan terakhir SMA dan tingkat pendidikan terakhir Universitas. Dari hasil model

tersebut dapat dianalisis bahwa:

1. Variabel UMP (lump)

Variabel UMP memiliki koefisien sebesar -0.4895884 dan nilai signifikansi sebesar 0,000

(< 0,05). Variabel UMP adalah signifikan dan memiliki slope yang negatif, sehingga hal

ini dapat diartikan bahwa semakin tinggi tingkat Upah Minimum Provinsi maka

Page 14: ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN UPAH MINIMUM TERHADAP …

probabilitas pekerja untuk menjadi miskin akan semakin turun sebesar 0,48, dan

sebaliknya semakin tinggi tingkat Upah Minimum Provinsi maka probabilitas pekerja

untuk menjadi tidak miskin akan semakin tinggi sebesar 0,48.

2. Variabel umur (umur)

Variabel umur memiliki koefisien sebesar -0.0015739 dan nilai signifikansi sebesar 0,000

(< 0,05). Variabel umur adalah signifikan dan memiliki slope yang negatif, sehingga hal

ini dapat diartikan bahwa semakin tinggi umur seseorang maka probabilitas pekerja untuk

menjadi miskin akan semakin rendah sebesar 0,001, dan sebaliknya semakin tinggi umur

maka probabilitas pekerja untuk menjadi tidak miskin akan semakin tinggi sebesar 0,001.

3. Variabel tempat tinggal (kota)

Variabel tempat tinggal memiliki koefisien sebesar 0.1229466 dan nilai signifikansi

sebesar 0,000 (< 0,05). Variabel tempat tinggal adalah signifikan dan memiliki slope yang

positif, sehingga hal ini dapat diartikan bahwa seseorang yang bertempat tinggal di daerah

perkotaan memiliki probabilitas untuk tergolong pekerja miskin lebih besar yaitu sebesar

0,12 dibandingkan seseorang yang bertempat tinggal di daerah pedesaan.

4. Variabel tingkat pendidikan terakhir SMP (smp)

Variabel tingkat pendidikan terakhir SMP memiliki koefisien sebesar -0.2691825 dan

nilai signifikansi sebesar 0,000 (< 0,05). Variabel tingkat pendidikan terakhir SMP adalah

signifikan dan memiliki slope yang negatif, sehingga hal ini dapat diartikan bahwa

seseorang yang memiliki tingkat pendidikan terakhir SMP memiliki probabilitas untuk

tergolong miskin lebih rendah yaitu sebesar 0,26 dibandingkan dengan seseorang yang

memiliki tingkat pendidikan terakhir Sekolah Dasar. Dengan kata lain seseorang yang

memiliki tingkat pendidikan terakhir SMP cenderung untuk tergolong tidak miskin

dibandingkan dengan seseorang yang memiliki tingkat pendidikan terakhir Sekolah

Dasar.

5. Variabel tingkat pendidikan terakhir SMA (sma)

Variabel tingkat pendidikan terakhir SMA memiliki koefisien sebesar -0.4438334 dan

nilai signifikansi sebesar 0,000 (< 0,05). Variabel tingkat pendidikan terakhir SMA

adalah signifikan dan memiliki slope yang negatif, sehingga hal ini dapat diartikan bahwa

seseorang yang memiliki tingkat pendidikan terakhir SMA memiliki probabilitas untuk

tergolong miskin lebih rendah yaitu sebesar 0,44 dibandingkan dengan seseorang yang

memiliki tingkat pendidikan terakhir Sekolah Dasar. Dengan kata lain seseorang yang

memiliki tingkat pendidikan terakhir SMA cenderung untuk menjadi tidak miskin

dibandingkan dengan seseorang yang memiliki tingkat pendidikan terakhir Sekolah

Dasar.

6. Variabel tingkat pendidikan terakhir universitas (univ)

Variabel tingkat pendidikan terakhir universitas memiliki koefisien sebesar -0.7094804

dan nilai signifikansi sebesar 0,000 (< 0,05). Variabel tingkat pendidikan terakhir

universitas adalah signifikan dan memiliki slope yang negatif, sehingga hal ini dapat

diartikan bahwa seseorang yang memiliki tingkat pendidikan terakhir universitas

memiliki probabilitas untuk tergolong miskin lebih rendah yaitu sebesar 0,70

dibandingkan dengan seseorang yang memiliki tingkat pendidikan terakhir Sekolah

Dasar. Dengan kata lain seseorang yang memiliki tingkat pendidikan terakhir Universitas

cenderung untuk menjadi tidak miskin dibandingkan dengan seseorang yang memiliki

tingkat pendidikan terakhir Sekolah Dasar.

7. Variabel sektor pekerjaan pertanian (pertanian)

Variabel sektor pekerjaan pertanian memiliki koefisien sebesar 0.3302604 dan nilai

signifikansi sebesar 0,000 (< 0,05). Variabel sektor pekerjaan pertanian adalah signifikan

dan memiliki slope yang positif, sehingga hal ini dapat diartikan bahwa seseorang yang

bekerja pada sektor pertanian memiliki probabilitas untuk menjadi miskin lebih besar

yaitu sebesar 0,33 dibandingkan seseorang yang bekerja pada sektor industri (base

category). Dengan kata lain seseorang atau pekerja yang bekerja pada sektor pertanian

cenderung untuk tergolong pekerja miskin.

8. Variabel sektor pekerjaan perdagangan (perdagangan)

Variabel sektor pekerjaan perdagangan memiliki koefisien sebesar 0.111302 dan nilai

signifikansi sebesar 0,000 (< 0,05). Variabel sektor pekerjaan perdagangan adalah

signifikan dan memiliki slope yang positif, sehingga hal ini dapat diartikan bahwa

seseorang yang bekerja pada sektor perdagangan memiliki probabilitas untuk menjadi

Page 15: ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN UPAH MINIMUM TERHADAP …

miskin lebih besar yaitu sebesar 0,11 dibandingkan seseorang yang bekerja pada sektor

industri (base category). Dengan kata lain seseorang atau pekerja yang bekerja pada

sektor perdagangan cenderung untuk tergolong pekerja miskin.

9. Variabel sektor pekerjaan jasa (jasa)

Variabel sektor pekerjaan jasa memiliki koefisien sebesar 0.5916302 dan nilai

signifikansi sebesar 0,000 (< 0,05). Variabel sektor pekerjaan jasa adalah signifikan dan

memiliki slope yang positif, sehingga hal ini dapat diartikan bahwa seseorang yang

bekerja pada sektor jasa memiliki probabilitas untuk menjadi miskin lebih besar yaitu

sebesar 0,59 dibandingkan seseorang yang bekerja pada sektor industri (base category).

Dengan kata lain seseorang atau pekerja yang bekerja pada sektor jasa cenderung untuk

tergolong pekerja miskin.

Interpretasi Hasil Pengolahan Data

1. Pengaruh dari Variabel UMP Terhadap Kemiskinan di Indonesia.

Pada pengolahan hasil model probit pada tabel 4.7, dapat dilihat bahwa variabel

UMP tersebut signifikan dalam menjelaskan probabilitas seseorang (pekerja) untuk

menjadi miskin atau tidak miskin, karena memiliki nilai signifikansi 0,000 (< 0,05) dan

nilai koefisien yang negatif yaitu sebesar -0.4895884. Nilai koefisien regresinya dapat

diinterpretasikan yaitu bahwa setiap terjadi peningkatan satu persen (1%) pada upah

minimum maka probabilitas seseorang (pekerja) untuk menjadi miskin akan berkurang

sebesar 0,48, dan sebaliknya setiap terjadi peningkatan upah minimum sebesar satu

persen (1%) maka probabilitas seseorang (pekerja) untuk menjadi tidak miskin akan

bertambah sebesar 0,48.

Apabila melihat hipotesis kedua pada bab 2, maka keadaan ini sesuai dengan

hipotesis yang telah dikemukakan yaitu peningkatan upah minimum memiliki dampak

yang negatif dan signifikan terhadap kemiskinan di Indonesia dan probabilitas seseorang

untuk menjadi miskin akan berkurang. Hal ini memang dapat terjadi, dimana adanya

peningkatan upah minimum tersebut akan membuat perusahaan meningkatkan upah yang

diberikan kepada pekerjanya yaitu paling minimum atau serendah-rendahnya sebesar

upah minimum. Peningkatan upah yang diberikan pengusaha kepada pekerja tersebut

akan membuat terciptanya peningkatan pendapatan, maka dari itu peningkatan

pendapatan ini akan dapat meningkatkan probabilitas seseorang pekerja untuk tergolong

tidak miskin.

Dari kedua gambar 4 dan 5 dapat disimpulkan bahwa dari tahun ke tahun jumlah

lapangan pekerjaan sektor formal dan jumlah tenaga kerja yang di serap di sektor formal

cenderung selalu mengalami peningkatan. Sektor formal merupakan sektor yang

dilindungi oleh kebijakan upah minimum, sehingga upah yang diberikan kepada pekerja

sektor formal biasanya cenderung lebih tinggi. Peningkatan jumlah lapangan pekerjaan di

sektor formal yang menyebabkan peningkatan terhadap penyerapan tenaga kerja di sektor

formal ini akan menyebabkan semakin banyak pula tenaga kerja yang mendapatkan upah

yang tinggi. Jadi upah tinggi yang diterima oleh pekerja di sektor formal karena adanya

kebijakan upah minimum ini dapat meningkatkan probabilitas seseorang untuk tidak

tergolong sebagai pekerja miskin di Indonesia.

Gambar 4: Jumlah Lapangan Pekerjaan Sektor Formal

Sumber: ILO, 2014.

Page 16: ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN UPAH MINIMUM TERHADAP …

Gambar 5: Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Formal

Sumber: ILO, 2014.

Hasil ini menunjukkan bahwa penerapan kebijakan upah minimum sudah dapat

mencapai tujuannya yaitu menjadi acuan pengusaha dalam penentuan upah, sehingga

adanya upah minimum ini pengusaha memberikan upah paling minimum yaitu sebesar

upah minimum. Selain itu, upah minimum yang cenderung selalu mengalami peningkatan

setiap tahunnya ini dapat memberikan dampak yang positif yaitu meningkatkan taraf

hidup dan kesejahteraan dari pekerja, maka dapat disimpulkan bahwa upah minimum

berhasil dalam mengurangi probabilitas pekerja untuk tergolong miskin di Indonesia.

2. Pengaruh dari Variabel Umur Terhadap Kemiskinan di Indonesia.

Pada pengolahan hasil model probit diatas, dapat dilihat bahwa variabel umur

signifikan dalam menjelaskan probabilitas pekerja untuk tergolong miskin atau tidak

miskin, karena memiliki nilai signifikansi sebesar 0,000 (< 0,05) dan nilai koefisien yang

negatif yaitu sebesar -0.0015739. Nilai koefisien regresinya dapat diinterpretasikan yaitu

bahwa semakin tinggi umur pekerja atau seseorang maka probabilitas pekerja tersebut

untuk menjadi miskin akan berkurang sebesar 0,0015, dan sebaliknya semakin tinggi

umur pekerja atau seseorang maka probabilitas pekerja tersebut untuk menjadi tidak

miskin akan bertambah sebesar 0,0015.

Hal tersebut dapat terjadi karena semakin tinggi umur maka pengalaman bekerja

dari seorang pekerja akan bertambah, hal ini dapat berakibat pada semakin tinggi pula

produktifitas kerja dari seseorang (usia kerja yaitu 15-64 tahun), dan tingginya

produktivitas kerja juga dapat mempengaruhi tingginya upah yang dapat diterima. Selain

itu, seperti yang kita ketahui semakin tinggi umur seseorang juga dapat mempengaruhi

tingginya jabatan seseorang, dimana jabatan pada pekerjaan ini juga dapat mempengaruhi

upah atau pendapatan yang bisa diterima.

Hasil tersebut juga sesuai dengan pendapat Simanjuntak (1985:22), yang

mengungkapkan bahwa semakin muda umur maka akan semakin rendah produktifitas

kerja karena penduduk dalam kelompok umur muda merupakan penduduk yang masih

membutuhkan pelayanan. Sebaliknya semakin tinggi umur maka akan semakin tinggi

produktivitas seseorang. Jadi, tingginya tingkat produktivitas seseorang atau pekerja

tersebut yang dapat mempengaruhi tingginya tingkat upah dapat meningkatkan

probabilitas seseorang untuk menjadi tidak miskin.

3. Pengaruh dari Variabel Tempat Tinggal Terhadap Kemiskinan di Indonesia.

Variabel tempat tinggal signifikan dalam menjelaskan probabilitas seseorang

untuk menjadi miskin atau tidak miskin, karena memiliki nilai signifikansi sebesar 0,000

(< 0,05) dan nilai koefisien yang positif sebesar 0.1229466. Nilai koefisien regresinya

dapat diinterpretasikan yaitu bahwa orang yang tinggal di daerah perkotaan memiliki

probabilitas yang lebih tinggi tergolong sebagai pekerja miskin sebesar 0,122

dibandingkan dengan orang yang tinggal di daerah pedesaan.

Hasil diatas memang dapat terjadi, dimana seseorang yang tinggal di daerah

perkotaan memang cenderung memiliki upah yang lebih tinggi, namun di daerah

perkotaan harga-harga komoditas, layanan kesehatan dan pendidikan jauh lebih mahal,

sehingga seseorang yang hidup di daerah perkotaan cenderung membutuhkan biaya hidup

yang jauh lebih mahal daripada yang hidup di daerah pedesaan.

Page 17: ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN UPAH MINIMUM TERHADAP …

Upah minimum juga dapat mempengaruhi, dimana semakin tinggi upah

minimum maka pengusaha akan menurunkan permintaan tenaga kerja, penurunan

permintaan tenaga kerja ini dapat menyebabkan terjadinya pengangguran ataupun

perpindahan pekerja dari sektor formal ke sektor informal. Dengan melihat harga-harga

kebutuhan di perkotaan yang lebih mahal dari pedesaan, maka pekerja yang menganggur

atau yang berpindah ke sektor informal tersebut akan mengalami penurunan

kesejahteraan, sehingga menyebabkan peningkatan kemiskinan di daerah perkotaan.

Dalam kenyataannya juga banyak penduduk atau tenaga kerja yang melakukan

perpindahan ke daerah perkotaan dengan tujuan agar mendapatkan pekerjaan yang layak

di sektor formal yang dilindungi oleh upah minimum sehingga dapat memberikan upah

yang lebih tinggi, namun seringkali tenaga kerja tersebut tidak memiliki kemampuan dan

keahlian seperti yang dibutuhkan oleh lapangan pekerjaan.

Selain itu, terkadang jumlah tenaga kerja yang ditawarkan melebihi jumlah

permintaannya, sehingga tidak dapat terserap oleh lapangan pekerjaan di sektor formal

dan mereka terpaksa menjadi pengangguran, atau sesuai dengan model dual sektor,

dimana tenaga kerja yang ada di perkotaan yang tidak terserap oleh lapangan pekerjaan di

sektor formal akan berpindah ke sektor informal yang memiliki tingkat upah yang lebih

rendah.

4. Tingkat Kecenderungan Pengaruh dari Variabel Tingkat Pendidikan Terakhir

Terhadap Kemiskinan di Indonesia.

Variabel tingkat pendidikan terakhir SMP signifikan dalam menjelaskan

probabilitas seseorang untuk menjadi miskin atau tidak miskin, karena memiliki nilai

signifikansi sebesar 0,000 (< 0,05) dan nilai koefisien yang negatif yaitu sebesar -

0.2691825. Nilai koefisien regresinya dapat diinterpretasikan yaitu bahwa seseorang yang

memiliki tingkat pendidikan terakhir SMP memiliki probabilitas untuk tergolong sebagai

pekerja miskin lebih rendah yaitu sebesar 0,26, dan sebaliknya seseorang yang memiliki

tingkat pendidikan terakhir SMP memiliki probabilitas untuk tergolong pekerja tidak

miskin lebih tinggi yaitu sebesar 0,26. Dengan kata lain seseorang yang memiliki tingkat

pendidikan terakhir SMP cenderung untuk menjadi tidak miskin apabila dibandingkan

dengan seseorang yang memiliki tingkat pendidikan terakhir Sekolah Dasar.

Sedangkan variabel tingkat pendidikan terakhir SMA signifikan dalam

menjelaskan probabilitas seseorang untuk menjadi miskin atau tidak miskin, karena

memiliki nilai signifikansi sebesar 0,000 (< 0,05) dan nilai koefisien yang negatif yaitu

sebesar -0.4438334. Nilai koefisien regresinya dapat diinterpretasikan yaitu bahwa

seseorang yang memiliki tingkat pendidikan terakhir SMA memiliki probabilitas untuk

tergolong sebagai pekerja miskin lebih rendah yaitu sebesar 0,44, dan sebaliknya

seseorang yang memiliki tingkat pendidikan terakhir SMA memiliki probabilitas untuk

tergolong pekerja tidak miskin lebih tinggi yaitu sebesar 0,44. Dengan kata lain seseorang

yang memiliki tingkat pendidikan terakhir SMA cenderung untuk menjadi tidak miskin

apabila dibandingkan dengan seseorang yang memiliki tingkat pendidikan terakhir

Sekolah Dasar.

Kemudian variabel tingkat pendidikan terakhir Universitas signifikan dalam

menjelaskan probabilitas seseorang untuk menjadi miskin atau tidak miskin, karena

memiliki nilai signifikansi sebesar 0,000 (< 0,05) dan nilai koefisien yang negatif yaitu

sebesar -0.7094804. Nilai koefisien regresinya dapat diinterpretasikan yaitu bahwa

seseorang yang memiliki tingkat pendidikan terakhir Universitas memiliki probabilitas

untuk tergolong sebagai pekerja miskin lebih rendah yaitu sebesar 0,70, dan sebaliknya

seseorang yang memiliki tingkat pendidikan terakhir universitas memiliki probabilitas

untuk tergolong pekerja tidak miskin lebih tinggi yaitu sebesar 0,70. Dengan kata lain

seseorang yang memiliki tingkat pendidikan terakhir Universitas cenderung untuk

menjadi tidak miskin apabila dibandingkan dengan seseorang yang memiliki tingkat

pendidikan terakhir Sekolah Dasar.

Dari nilai koefisien dalam model probit dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan

terakhir Universitas memiliki koefisien sebesar -0,7094804 yang lebih tinggi dari tingkat

pendidikan terakhir SMA yaitu sebesar -0,4438334 dan tingkat pendidikan terakhir SMP

yaitu sebesar -0,2691825. Hal tersebut berarti bahwa seseorang yang memiliki tingkat

pendidikan terakhir Universitas memiliki kemungkinan untuk tergolong pekerja tidak

miskin lebih tinggi dari orang yang memiliki pendidikan terakhir SMA dan SMP.

Page 18: ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN UPAH MINIMUM TERHADAP …

Demikian juga seseorang yang memiliki tingkat pendidikan terakhir SMA memiliki

kecenderungan untuk tergolong sebagai pekerja tidak miskin lebih tinggi dari orang yang

memiliki tingkat pendidikan terakhir SMP.

Hal diatas memang dapat terjadi karena tingkat pendidikan memiliki hubungan

yang positif terhadap upah atau pendapatan, dimana semakin tinggi tingkat pendidikan

yang ditempuh maka akan semakin tinggi pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki,

dan akan semakin tinggi pula upah atau pendapatan yang dapat diterima. Seseorang atau

pekerja yang memiliki tingkat pendidikan terakhir Universitas akan memiliki upah yang

lebih tinggi dari pekerja yang memiliki tingkat pendidikan terakhir SMA dan SMP,

sedangkan pekerja yang memiliki tingkat pendidikan terakhir SMA memiliki upah yang

lebih tinggi dari pekerja yang memiliki tingkat pendidikan terakhir SMP. Jadi, dapat

disimpulkan bahwa tingginya tingkat pendidikan terakhir yang ditempuh dapat

mempengaruhi pekerja untuk tergolong tidak miskin di Indonesia.

Biasanya pekerja yang memiliki tingkat pendidikan terakhir yang tinggi akan

lebih mudah untuk masuk ke pasar kerja sektor formal yang padat modal, seperti sektor

pekerjaan industri, karena sektor industri cenderung menggunakan teknologi dalam

proses produksinya, maka hal ini membuat sektor industri hanya mempekerjakan pekerja

yang memiliki keterampilan yang tinggi. Sedikitnya jumlah pekerja yang dipekerjakan

dan tingginya kualifikasi seperti tingginya tingkat pendidikan inilah yang dapat membuat

pekerja yang bekerja di sektor industri memiliki pendapatan yang lebih tinggi.

5. Tingkat Kecenderungan Pengaruh dari Variabel Sektor Pekerjaan Terhadap

Kemiskinan di Indonesia.

Variabel sektor pekerjaan pertanian signifikan dalam menjelaskan probabilitas

seseorang untuk menjadi miskin atau tidak miskin, karena memiliki nilai signifikansi

sebesar 0,000 (< 0,05) dan nilai koefisien yang positif yaitu sebesar 0.3302604. Nilai

koefisien regresinya dapat diinterpretasikan yaitu bahwa seseorang yang bekerja pada

sektor pertanian memiliki probabilitas untuk tergolong miskin lebih besar yaitu sebesar

0,33 dibandingkan seseorang yang bekerja pada sektor industri. Jadi seseorang yang

bekerja di sektor pertanian cenderung lebih miskin daripada yang bekerja di sektor

industri.

Sedangkan variabel sektor pekerjaan perdagangan signifikan dalam menjelaskan

probabilitas seseorang untuk menjadi miskin atau tidak miskin, karena memiliki nilai

signifikansi sebesar 0,000 (< 0,05) dan nilai koefisien yang positif yaitu sebesar

0.111302. Nilai koefisien regresinya dapat diinterpretasikan yaitu bahwa seseorang yang

bekerja pada sektor perdagangan memiliki probabilitas untuk tergolong miskin lebih

besar yaitu sebesar 0,11 dibandingkan seseorang yang bekerja pada sektor industri. Jadi

seseorang yang bekerja di sektor perdagangan cenderung lebih miskin daripada yang

bekerja di sektor industri.

Kemudian variabel sektor pekerjaan jasa signifikan dalam menjelaskan

probabilitas seseorang untuk menjadi miskin atau tidak miskin, karena memiliki nilai

signifikansi sebesar 0,000 (< 0,05) dan nilai koefisien yang positif yaitu sebesar

0.5916302. Nilai koefisien regresinya dapat diinterpretasikan yaitu bahwa seseorang yang

bekerja pada sektor Jasa memiliki probabilitas untuk menjadi miskin lebih besar yaitu

sebesar 0,59 dibandingkan seseorang yang bekerja pada sektor industri. Jadi seseorang

yang bekerja di sektor jasa cenderung lebih miskin daripada yang bekerja di sektor

industri.

Dari nilai koefisien dalam model probit dapat dilihat bahwa sektor pekerjaan

yang memiliki nilai koefisien paling tinggi yaitu sektor jasa sebesar 0.5916302. Hal ini

berarti bahwa pekerja yang bekerja di sektor jasa memiliki kemungkinan untuk menjadi

miskin lebih tinggi dari pekerja yang bekerja di sektor pertanian dan perdagangan. Hal

tersebut memang dapat terjadi, dimana sektor pekerjaan jasa di Indonesia tidak sama

dengan sektor pekerjaan jasa di negara maju. Sektor jasa di Indonesia merupakan sektor

pekerjaan yang padat karya dan rata-rata pekerjanya memiliki skill yang rendah. Selain

itu, sektor jasa ini juga merupakan fenomena yang banyak dijumpai di daerah perkotaan.

Dengan melihat nilai koefisien dari sektor pekerjaan pertanian, perdagangan dan

jasa yang positif, maka dapat diketahui bahwa pekerja yang bekerja di sektor industri

memiliki probabilitas yang paling tinggi untuk tergolong sebagai pekerja yang tidak

miskin. Dikarenakan sektor industri merupakan sektor yang cenderung padat modal atau

Page 19: ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN UPAH MINIMUM TERHADAP …

lebih menggunakan teknologi dalam proses produksinya, sehingga lebih sedikit

membutuhkan tenaga kerja namun yang memiliki keterampilan dan pengetahuan yang

tinggi. Hal tersebutlah yang dapat menyebabkan pekerja yang bekerja di sektor industri

memiliki upah yang tinggi dan memiliki kemungkinan untuk tergolong tidak miskin yang

lebih tinggi daripada pekerja yang bekerja di sektor pertanian, perdagangan dan jasa.

E. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan latar belakang, teori-teori yang berkaitan dengan penelitian ini, dan pembuktian

hipotesis yang dilakukan melalui data penelitian yang telah terkumpul yaitu yang berasal dari data

Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) tahun 2012 yang kemudian diolah dengan metode

ilmiah, serta analisis pembahasan dari hasil pengujian data, maka penulis dapat mengambil

beberapa kesimpulan sebagai jawaban atas pertanyaan yang terdapat pada rumusan masalah dan

hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, yaitu:

1. Pekerja yang tergolong miskin di Indonesia memiliki karakteristik yaitu apabila dilihat

berdasarkan umur pekerja, maka pekerja yang tergolong miskin di Indonesia secara

absolut memiliki umur yaitu 66 tahun (umur tua). Apabila dilihat berdasarkan tingkat

pendidikan terakhir yang ditempuh, maka pekerja yang tergolong miskin di Indonesia

yaitu yang memiliki tingkat pendidikan rendah (Sekolah Dasar). Kemudian, apabila

dilihat berdasarkan sektor pekerjaannya, maka pekerja yang tergolong miskin di

Indonesia yaitu yang bekerja pada sektor pertanian dan jasa. Sedangkan apabila dilihat

berdasarkan daerah tempat tinggal responden, maka pekerja yang tergolong miskin di

Indonesia yaitu yang tinggal di daerah perkotaan.

2. Variabel Upah Minimum Provinsi (UMP) memiliki hubungan yang negatif dan signifikan

dengan kemiskinan di Indonesia dengan nilai koefisien sebesar -0.4895884 dan nilai

signifikansi sebesar 0,000 (< 0,05). Hasil tersebut sesuai dengan hipotesis awal, dimana

dapat diketahui bahwa adanya kebijakan upah minimum tersebut maka probabilitas

pekerja untuk tergolong miskin akan semakin rendah dan kebijakan upah minimum

tersebut dapat membantu menurunkan tingkat kemiskinan di Indonesia, karena upah yang

diterima pekerja berada di atas tingkat upah minimum provinsi, sehingga pekerja mampu

mencukupi kebutuhan hidup yang layak untuk dirinya dan keluarganya.

3. Pengaruh variabel-variabel kontrol atau penjelas yaitu variabel umur, daerah tempat

tinggal, tingkat pendidikan terakhir SMP, tingkat pendidikan terakhir SMA, tingkat

pendidikan terakhir Universitas, sektor pekerjaan pertanian, sektor pekerjaan perdagangan

dan sektor pekerjaan jasa adalah sebagai berikut:

- Variabel umur memiliki hubungan yang negatif dan signifikan, jadi semakin tinggi

umur maka akan semakin tinggi probabilitas pekerja untuk tergolong tidak miskin,

dikarenakan semakin tinggi umur maka pengalaman kerja dan produktivitas pekerja

akan semakin tinggi, dan hal ini dapat mempengaruhi tingginya upah yang diterima.

- Variabel tempat tinggal memiliki hubungan yang positif dan signifikan, jadi

seseorang yang tinggal di daerah perkotaan memiliki probabilitas yang lebih besar

untuk tergolong sebagai pekerja miskin. Hal tersebut dikarenakan penelitian ini

hanya berfokus pada pekerja (yang menerima upah), kemudian pekerja (yang

menerima upah) lebih banyak ditemukan di daerah perkotaan, sedangkan pekerja

yang tergolong miskin di pedesaan tersebut hanya bekerja sebagai pekerja keluarga

atau pekerja sendiri yang tidak menerima upah dan tidak menjadi fokus penelitian

ini.

- Variabel tingkat pendidikan terakhir SMP memiliki hubungan yang negatif dan

signifikan, jadi seseorang yang memiliki tingkat pendidikan terakhir SMP memiliki

probabilitas yang lebih besar untuk tergolong tidak miskin dibandingkan dengan

seseorang yang memiliki tingkat pendidikan terakhir Sekolah Dasar. Hal tersebut

dikarenakan seseorang yang memiliki tingkat pendidikan terakhir SMP memiliki

pendidikan atau pengetahuan yang lebih tinggi daripada tingkat pendidikan terakhir

Sekolah Dasar, sehingga hal ini dapat mempengaruhi tingginya upah yang diterima.

Page 20: ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN UPAH MINIMUM TERHADAP …

- Variabel tingkat pendidikan terakhir SMA memiliki hubungan yang negatif dan

signifikan, jadi seseorang yang memiliki tingkat pendidikan terakhir SMA memiliki

probabilitas yang lebih besar untuk tergolong tidak miskin dibandingkan dengan

seseorang yang memiliki tingkat pendidikan terakhir Sekolah Dasar. Hal tersebut

dikarenakan seseorang yang memiliki tingkat pendidikan terakhir SMA memiliki

pendidikan atau pengetahuan yang lebih tinggi daripada tingkat pendidikan terakhir

Sekolah Dasar, sehingga hal ini dapat mempengaruhi tingginya upah yang diterima.

- Variabel tingkat pendidikan terakhir Universitas memiliki hubungan yang negatif dan

signifikan, jadi seseorang yang memiliki tingkat pendidikan terakhir Universitas

memiliki probabilitas yang lebih besar untuk tergolong tidak miskin dibandingkan

dengan seseorang yang memiliki tingkat pendidikan terakhir Sekolah Dasar. Hal

tersebut dikarenakan seseorang yang memiliki tingkat pendidikan terakhir

Universitas memiliki pengetahuan dan keterampilan yang lebih tinggi daripada

tingkat pendidikan terakhir Sekolah Dasar, sehingga seseorang yang memiliki tingkat

pendidikan terakhir Universitas memiliki upah yang lebih tinggi daripada Sekolah

Dasar.

- Variabel sektor pekerjaan pertanian memiliki hubungan yang positif dan signifikan,

sehingga seseorang yang bekerja di sektor pertanian memiliki probabilitas yang lebih

besar untuk tergolong sebagai pekerja miskin. Hal tersebut dikarenakan pekerja yang

bekerja di sektor pertanian memiliki upah yang tidak pasti karena sektor pertanian

bersifat musiman, selain itu masih banyak pekerja yang mengelola lahan pertanian

dengan cara yang tradisional sehingga upah yang dapat diterima pekerja tersebut

rendah.

- Variabel sektor pekerjaan perdagangan memiliki hubungan yang positif dan

signifikan, sehingga seseorang yang bekerja di sektor perdagangan memiliki

probabilitas yang lebih besar untuk tergolong sebagai pekerja miskin. Hal ini bisa

jadi dikarenakan sektor perdagangan memiliki banyak tenaga kerja, sehingga dapat

mempengaruhi rendahnya tingkat upah yang diterima.

- Variabel sektor pekerjaan jasa memiliki hubungan yang positif dan signifikan,

sehingga seseorang yang bekerja di sektor jasa memiliki probabilitas yang lebih besar

untuk tergolong sebagai pekerja miskin. Hal ini dikarenakan sektor jasa di Indonesia

terdapat banyak tenaga kerja yang memiliki keterampilan yang rendah, sehingga

dapat mempengaruhi rendahnya tingkat upah yang diterima.

Apabila dilihat dari koefisien sektor pekerjaan pertanian, perdagangan dan

jasa yang berslope positif, hal ini berarti bahwa pekerja yang memiliki probabilitas

yang paling tinggi untuk tergolong tidak miskin adalah pekerja yang bekerja di sektor

pekerjaan industri. Hal ini dapat terjadi karena sektor pekerjaan industri cenderung

menggunakan teknologi dalam proses produksinya, sehingga hanya membutuhkan

sedikit pekerja namun yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi, karena dalam

sektor pekerjaan industri dibutuhkan pekerja yang memiliki keterampilan dan

pengetahuan yang tinggi.

Saran

Setelah melakukan penelitian, pembahasan hasil dan menarik kesimpulan dari penelitian ini,

maka penulis dapat memberikan beberapa saran yang berkaitan dengan penelitian ini, dimana

saran ini diberikan untuk dijadikan sebagai masukan dan pertimbangan, adapun saran-saran

tersebut yaitu:

1. Kebijakan upah minimum sudah mencapai tujuannya yaitu meningkatkan taraf hidup

pekerja sehingga probabilitas pekerja untuk tergolong miskin akan berkurang. Namun,

pemerintah harus lebih tegas dalam memberikan sanksi kepada perusahaan yang masih

melanggar kebijakan upah minimum dengan memberikan upah kepada pekerjanya di

bawah upah minimum, hal ini dilakukan agar tidak ada lagi pihak-pihak yang dirugikan.

2. Penelitian ini hanya berfokus pada pekerja (yang menerima upah), padahal kemiskinan

banyak yang terkategorikan bukan pekerja (pekerja sendiri/ self employed dan pekerja

keluarga), selain itu fokus penelitian ini hanya terbatas pada kondisi kesejahteraan dari

pekerja. Untuk melihat kondisi kemiskinan secara global maka harus melihat dari

berbagai aspek secara menyeluruh.

Page 21: ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN UPAH MINIMUM TERHADAP …

3. Penelitian ini masih mengandung keterbatasan, dimana data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari data Survei Angkatan Kerja

Nasional (Sakernas) tahun 2012, adapun keterbatasan dari penggunaan data sekunder

yaitu tidak adanya wawancara secara mendalam dengan responden untuk melihat

pengaruh kebijakan upah minimum terhadap kemiskinan di Indonesia.

4. Data yang terdapat di Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) yang digunakan dalam

penelitian ini hanya melihat dimana pekerja tersebut tinggal (perkotaan-pedesaan), namun

tidak melihat apakah pekerja tersebut tinggal di daerah tempatnya bekerja atau tetap di

daerah asalnya. Sehingga penelitian selanjutnya diharapkan menambahkan variabel

migrasi untuk mengetahui hal tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

. Upah Minimum Kabupaten/ Kota di Jawa Barat Tahun 2012.

https://mantanburuh.files.wordpress.com/2011/12/sk umk-jabar tahun 2012.pdf. (diakses

pada tanggal 25 November 2014).

. Upah Minimum Kabupaten/ Kota di Jawa Timur Tahun 2012.

http://hrmkeys.files.wordpress.com/2012/02/umk-jatim-2012.pdf. (diakses pada tanggal

24 November 2014).

Alaniz, Gindling, Terrell. 2011. The Impact of Minimum Wages on Wages, Work and Poverty in

Nicaragua. Labour Economics 18: S45-S59.

Badan Pusat Statistik (BPS) Republik Indonesia. 2013. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin,

Garis Kemiskinan, Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan

Menurut Provinsi, Maret 2012. bps.go.id. (diakses pada tanggal 26 November 2014).

Badan Pusat Statistik (BPS) Republik Indonesia. 2013. Perkembangan Upah Minimum Regional/

Provinsi di Seluruh Indonesia (Dalam Ribuan Rupiah). bps.go.id. (diakses pada tanggal

26 November 2014).

Badan Pusat Statistik (BPS) Republik Indonesia. 2013. Survei Angkatan Kerja Nasional

(Sakernas) 2012. Jakarta: BPS.

Badan Pusat Statistik (BPS) Republik Indonesia. 2014. Jumlah Angkatan Kerja, Penduduk

Bekerja, Pengangguran, TPAK dan TPT, 1986-2013. bps.go.id. (diakses pada tanggal 27

Desember 2014).

Badan Pusat Statistik (BPS) Republik Indonesia. 2014. Penduduk Indonesia Menurut Provinsi

1971, 1980, 1990, 1995, 2000 dan 2010. bps.go.id. (diakses pada tanggal 27 Desember

2014).

Borjas, George. 2008. Labor Economics. 4th ed. New York: McGraw-Hill.

Febriana, Enny. 2010. Strategi Untuk Peningkatan Pendapatan Rumah Tangga Petani Miskin di

Perdesaan: Studi Kasus Pada Rumah Tangga Petani Miskin di Desa Cisaat Kecamatan

Cicurug Kabupaten Sukabumi. Jakarta: FE Universitas Indonesia. [Tesis].

Gindling dan Terrell. 2008. Minimum Wages, Globalization and Poverty in Honduras. UNU-

WIDER Research Paper, No. 23.

Gujarati, Damodar N. dan Porter, Dawn C. 2012. Dasar-Dasar Ekonometrika. 5th ed. Jakarta:

Salemba Empat.

Page 22: ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN UPAH MINIMUM TERHADAP …

Haughton, Jonathan dan Khandker, Shahidur R. 2009. Handbook On Poverty + Inequality.

Washington DC: The World Bank.

International Labour Organization. 2014. Kebijakan Upah Minimum Indonesia.

http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/ed_dialogue/actrav/documents/meetingdocume

nt/wcms_210427.pdf. (diakses pada tanggal 05 Desember 2014).

International Labour Organization. 2014. Undang-undang Ketenagakerjaan Indonesia.

http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/@asia/@ro-bangkok/@ilo-

jakarta/documents/publication/wcms 120125.pdf. (diakses pada tanggal 05 Januari 2015).

Nurdyana, Harry S., Budiono, Fahmi Mohamad. 2012. Pendidikan dan Kemiskinan Studi Kasus

Provinsi Maluku Utara. Departemen Ilmu Ekonomi Universitas Padjadjaran.

Pratomo dan Saputra. 2011. Kebijakan Upah Minimum Untuk Perekonomian yang Berkeadilan:

Tinjauan UUD 1945. Journal of Indonesian Applied Economics, Vol.5, (No.2): 269-285.

Pratomo, Devanto S. 2010. The Effects of Changes In Minimum Wage On Employment In The

Covered and Uncovered Sectors In Indonesia. Journal of Indonesian Economy and

Business, Vol.25, (No.3):278-292.

Pratomo, Devanto S. 2014. Ekonomi Ketenagakerjaan. Malang: Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Brawijaya.

Provinsi Jawa Tengah. 2011. Data UMK Jateng.

http://birohumas.jatengprov.go.id/robinsos/DATA-UMK-JATENG.pdf. (diakses pada

tanggal 24 November 2014).

Rama, Martin. 1996. The Consequences of Doubling the Minimum Wage: The Case of Indonesia.

Policy Research Working Paper 1643.

Sarwono, Jonathan. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. 1st ed. Yogyakarta: Graha

Ilmu.

Sen, Rybczynski, Waal. 2010. Teen Employment, Poverty and The Minimum Wage: Evidence

From Canada. Labour Economics: 36-47.

Simanjuntak, Payaman J. 1985. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta: LPFE

Universitas Indonesia.

Subri, Mulyadi. 2012. Ekonomi Sumber Daya Manusia Dalam Perspektif Pembangunan. Jakarta:

PT. RajaGrafindo Persada.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R & D).

Bandung: Alfabeta.

Sukirno, Sadono. 2003. Pengantar Teori Mikroekonomi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Susilowati, Sri Hery. 2010. Pendekatan Skala Ekivalensi Untuk Mengukur Kemiskinan. Forum

Penelitian Agro Ekonomi, Vol.28, (No.2): 91-105.

Universitas Pendidikan Indonesia. 2014. Geografi Regional Indonesia.

http://file.upi.edu/Direktori/F/JUR.PEND.GEOGRAFI/195502101980021-DADANG

SUNGKAWA/Bahan Ajar GRI/GRI Gabungan Cetak.pdf. (diakses pada tanggal 04

Desember 2014).

Widiarti, Diah. 2006. Peranan Upah Minimum Dalam Penentuan Upah di Sektor Informal di

Indonesia. Jakarta: Organisasi Perburuhan Internasional.

Page 23: ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN UPAH MINIMUM TERHADAP …

Wikipedia. 2014. Gambar Peta Republik Indonesia. http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Peta

Indonesia.jpg. (diakses pada tanggal 04 Desember 2014).

Wikipedia. 2014. Indonesia. http://id.wikipedia.org/wiki/Indonesia. (diakses pada tanggal 04

Desember 2014).