Upload
others
View
97
Download
13
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS PENEGAKAN HUKUM PIDANA
BERBASIS PENDEKATAN INTEGRAL DAN KEILMUAN
DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN BEGAL
(Studi di Wilayah Kepolisian Daerah Lampung)
(Tesis)
Oleh :
AISYAH MUDA CEMERLANG
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRAK
ANALISIS PENEGAKAN HUKUM PIDANA
BERBASIS PENDEKATAN INTEGRAL DAN KEILMUAN
DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN BEGAL
(Studi di Wilayah Kepolisian Daerah Lampung)
Oleh
Aisyah Muda Cemerlang
Penegakan hukum pidana (PHP) terhadap kejahatan begal dijalankan oleh
Kepolisian Daerah Lampung beserta jajarannya dengan membentuk Team Khusus
Antibandit (TEKAB) 308. Tekab 308 dalam menerapkan penegakan hukum
pidana menggunakan model represif.
Pendekatan masalah yang digunakan adalah yuridis normatif dan pendekatan
empiris. Sumber dan jenis data yang digunakan adalah jenis data primer dan data
sekunder. Analisis yang digunakan analisis kualitatif, kemudian di ambil
kesimpulan secara induktif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi eksisting PHP terhadap kejahatan
begal/C3 dilakukan oleh Reserse Kriminal Umum (Reskrimum) Polda Lampung
beserta seluruh jajarannya di Polres/ta. Reskrimum menjalankan PHP melalui
Tekab 308. Secara faktual, peran Tekab 308 dipandang berhasil yang ditunjukkan
dari angka Jumlah Tindak Pidana (JTP) dan Penyelesaian Tindak Pidana (PTP)
semakin menurun. Akan tetapi, peran yang dijalankannya belum optimal bisa
menuntaskan persoalan begal sampai ke akarnya. Untuk mengoptimalisasikan
PHP terhadap kejahatan begal secara efektif perlu dilakukan melalui budaya kerja
aparat penegak hukum yang mengedepankan model represif. Budaya kerja aparat
penegak hukum terbangun melalui penerapan pendekatan integral dan keilmuan
untuk menghasilkan produk PHP yang berkualitas dan efektif. Penyidikan perkara
begal yang didasarkan atas pendekatan keilmuan hukum pidana berorientasi untuk
mewujudkan nilai-nilai kebenaran, keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum.
Saran dan rekomendasi yang dapat diberikan terkait kondisi eksisting dan
optimalisasi penegakan hukum pidana (PHP) terhadap kejahatan begal perlu
meningkatkan peran Tekab 308 untuk mengoptimalisasi ketiga model PHP dan
menerapkan pendekatan integral terhadap penggunaan kedua upaya/sarana yang
ada dalam kebijakan kriminal, yaitu penerapan sarana penal dan sarana nonpenal
secara serentak dan sekaligus.
Kata kunci: Optimalisasi, penegakan hukum pidana, pendekatan integral
dan keilmuan, kejahatan begal.
ABSTRACT
A MODEL OF CRIMINAL LAW ENFORCEMENT WITH INTEGRATED
AND SCIENTIFIC APPROACHES IN ERADICATING BEGAL CRIME
(A Study at Lampung Regional Police Jurisdiction)
By
Aisyah Muda Cemerlang
The existing conditions showed that the application of the model of criminal law
enforcement (PHP) against 'Begal' (vehicle robbery) crimes has been organized by
Polda Lampung (Regional Police) and its ranks. Polda Lampung has formed
Antirobber Special Team or Team Khusus Antibandit (TEKAB) 308 that applied
the model of criminal law enforcement in a repressive manner.
This research applied normative and empirical approaches. The data sources
consisted of primary and secondary data. The data were analyzed qualitatively and
concluded inductively.
The result of this research showed that the existing condition of PHP toward
vehicle robbery was done by General Criminal Investigation (Reskrimum) of
Lampung Regional Police together with the staffs in city surroundings. Police
station in implementing PHP, Reskrimum used TEKAB 308. Factually, the rule of
TEKAB 308 could be regarded as a success because the number of the criminal
act (JTP) and is disposul was decline much. The affairs athough it was a success
its rule cannot be said has been optimal in eradcating the vehide robbery issues to
its roof. To optimalize PHP forward vobbem issues effectively, it could be done
through the officers work culture in putting forward a repressive model. Their
work culture could be built by applying integral and scientitic approaches to
produce an effective and have good of a quality PHP. Vehicle robbery
investigation which based on criminal law scientitic approach was oriented to
actualize the valves of touth justice, usefiness and legal certainty.
The suggestions and recommendations of the research showed that the existing
conditions and the application of the model of criminal law enforcement (PHP)
against begal crime, then it is suggested that it is necessary to improve the role of
TEKAB 308 in optimizing the three PHP models and applying an integrated
approach to the two measures to eradicate the crimes, namely penal and non-penal
technique with simultaneously and synchronously.
Keywords: Optimization, criminal law enforcement, integrated and scientific
approaches, begal crime.
ANALISIS PENEGAKAN HUKUM PIDANA
BERBASIS PENDEKATAN INTEGRAL DAN KEILMUAN
DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN BEGAL
(Studi di Wilayah Kepolisian Daerah Lampung)
Oleh :
AISYAH MUDA CEMERLANG
Tesis
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar
MAGISTER HUKUM
Pada
Jurusan Sub Program Hukum Pidana
Program Magister Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Lampung
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jepara 19 Oktober 1993, yang
merupakan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak
Dr. Heni Siswanto, S.H., M.H dan Ibu Sriyatmi. Penulis
memulai pendidikan pada Taman Kanak-Kanak di Satria
Pada Tahun 1999, Kemudian penulis melanjutkan
pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 3 Rawa Laut Tanjung Karang Timur Bandar
Lampung diselesaikan pada tahun 2005, Sekolah Menengah Pertama Gajah Mada
Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2008, Sekolah Menengah Atas Gajah
Mada Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2011. Tahun 2011 penulis terdaftar
sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN.
Tahun 2015, penulis meraih gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas
Lampung. Pada Tahun 2016 Penulis kemudian melanjutkan pendidikan pada
Program Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Univesitas Lampung mengambil
konsentrasi Hukum Pidana.
MOTO
Kegagalan bukanlah akhir dari semuanya
Tapi jadikanlah kegagalan itu sebagai guru atau acuan untuk kita
Melakukan hal-hal yang akan kita capai nantinya
Karena berawal dari kegagalan itulah kita dapat
Mencapai semua yang kita inginkan
(Penulis)
PERSEMBAHAN
Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT, Tuhan dari segala
Alam, yang telah memberikan rahmat, taufik dan hidayah Nya, maka dengan
segala ketulusan dan kerendahan hati serta setiap perjuangan dan jerih payah
yang selama ini telah dilakukan, dengan ini aku persembahkan sebuah karya
kepada:
Ayah dan Ibuku
Dr. Heni Siswanto, S.H., M.H dan Ibu Sriyatmi
yang selalu kuhormati, kubanggakan, kusayangi, dan kucintai sebagai rasa baktiku
kepada kalian
Terima kasih untuk setiap pengorbanan kesabaran, kasih sayang yang tulus serta
do’a demi keberhasilanku selama ini
Untuk adikku tersayang yang selalu kubanggakan dan senantiasa menemani saat-
saat aku membutuhkan tempat untuk berbagi cerita
Keluarga besarku terima kasih atas doa dan dukungannya selama ini.
Para guru serta dosen yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat kepadaku
Sahabat-sahabat dan teman-temanku yang selalu menemani untuk memberikan
semangat.
Almamaterku Tercinta
SANWACANA
Puji syukur selalu penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T., atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Tesis
dengan judul “Analisis Penegakan Hukum Pidana Berbasis Pendekatan Integral
dan Keilmuan dalam Menghadapi Kejahatan Begal (Studi di Wilayah Kepolisian
Daerah Lampung)” sebagai salah satu syarat mencapai gelar Magister di
Pascasarjana Program Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas
Lampung.
Penulis menyadari dalam penulisan Tesis ini tidak terlepas dari bimbingan,
bantuan, petunjuk dan saran dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini Penulis
mengucapkan terima kasih yang tulus dari lubuk hati yang paling dalam kepada:
1. Bapak Armen Yasir, S.H., M.H. selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Lampung.
2. Bapak Dr. Wahyu Sasongko, S.H., M.Hum., selaku Ketua Program Studi
Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas
Lampung.
3. Ibu Dr. Nikmah Rosidah, S.H., M.H., selaku Ketua Sub Program Hukum
Pidana Pascasarjana Magister Ilmu Hukum dan selaku Dosen Pembahas II
yang senantiasa memberikan waktu, masukan dan saran selama penulisan
Tesis ini.
4. Bapak Prof. Dr. Sanusi Husin, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing I
yang telah banyak memberikan pengarahan dan sumbangan pemikiran
yang sungguh luar biasa dalam membimbing Penulis selama penulisan
Tesis ini.
5. Ibu Dr. Erna Dewi, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing II yang telah
banyak memberikan pengarahan dan sumbangan pemikiran yang sungguh
luar biasa serta kesabarannya dalam membimbing Penulis selama
penulisan Tesis ini.
6. Bapak Dr. Eddy Rifai, S.H., M.H. selaku Dosen Pembahas I yang telah
memberikan waktu, masukan, dan saran selama penulisan Tesis ini.
7. Bapak Dr. Maroni, S.H., M.Hum. selaku Dosen Pembahas II yang telah
memberikan waktu, masukan, dan saran selama penulisan Tesis ini.
8. Ibu Dr. Amnawaty, S.H., M.H. selaku Dosen Pembahas III yang telah
memberikan waktu, masukan, dan saran selama penulisan Tesis ini.
9. Bapak Dr. H Soerya Tisnanta, S.H., M.H. selaku Pembimbing Akademik
yang telah memberikan nasehat dan bantuannya selama proses pendidikan
Penulis di Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum
Universitas Lampung.
10. AKBP Ahmad Sukiyatno, AKBP Darman Gumai, Bripka Bira Wida,
Aiptu Sunarto, AKP Syahrial, AKP Sugandi Satria N., Efendi, Kompol
Kisron yang telah menjadi narasumber-narasumber, memberikan izin
penelitian, membantu dalam proses penelitian untuk penyusunan Tesis ini.
11. Seluruh dosen, staff dan karyawan Pascasarjana Magister Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Lampung, terima kasih atas bantuannya
selama ini.
12. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Dr. Heni
Siswanto, S.H., M.H. dan Ibuku Sri Yatmi yang selalu memberikan
dukungan, motivasi dan doa kepada Penulis, serta menjadi pendorong
semangat agar Penulis terus berusaha keras mewujudkan cita-cita dan
harapan sehingga dapat membanggakan bagi mereka berdua.
13. Teman-teman Magister Ilmu Hukum Universitas Lampung SD. Fuji
Lestari Hasibuan, S.H., Susi Kusmawaningsih, S.H., Senang Monia
Silalahi, S.H., Redo Noviansyah, S.H., Queen Sugiarto, S.H., Albar Diaz
Novandi, S.H., Franchiska Agustina, S.H., Lerry Primadhino, S.H., Heni
Pratiwi, S.H., Fiona Salfadila Hasan, S.H., Akhmad Sapri, dr. Rozi K
Warganegara S.Ked., Maryani, S.H., Mufty Ardian, S.H., Muji Santoso,
S.H., dan semua teman-teman angkatan 2016 Magister Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Lampung yang tidak dapat Penulis sebutkan
semuanya. Terima Kasih atas pertemanan yang terjalin selama ini sukses
buat kita semua.
14. Untuk Almamaterku Tercinta, Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum
Universitas Lampung.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih Semoga Allah SWT memberikan
balasan atas bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis dan
semoga Tesis ini dapat bermanfaat untuk menambah dan wawasan keilmuan bagi
pembaca pada umumnya dan bagi penulis khususnya.
Bandar Lampung, 16 Agustus 2018
Penulis,
AISYAH MUDA CEMERLANG, S.H.
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1
B. Rumusan Permasalahan dan Ruang Lingkup .................................... 8
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ....................................................... 9
D. Kerangka Pemikiran........................................................................... 10
E. Metode Penelitian .............................................................................. 19
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Penegakan Hukum Pidana ................................................................. 25
B. Pendekatan Integral ............................................................................ 28
C. Optimalisasi Pendekatan Keilmuan Hukum (Berkualitas) ................ 31
III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Kondisi Eksisting Penegakan Hukum Pidana Terhadap Kejahatan
Pembegalandi Lampung..................................................................... 35
B. Penegakan Hukum Pidana Terhadap KejahatanBegalyang Mampu
Memberantas, Mencegah,MenanggulangiKejahatan Pembegalan secara
Efektif MelaluiBangunan Budaya KerjaAparat Penegak Hukum ..... 96
IV. PENUTUP
A. Simpulan ........................................................................................... 108
B. Saran .................................................................................................. 111
DAFTAR PUSTAKA
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum yang
diancam dengan pidana. Syarat utama dari adanya perbuatan pidana adalah ada
aturan yang melarang. Pengertian mengenai perbuatan pidana dipakai oleh Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) disebut sebagai kejahatan. Istilah
kejahatan pada hakekatnya merupakan kegiatan perilaku manusia yang
bertentangan dengan hukum dan norma sosial, sehingga masyarakat mencelanya,
namun istilah kejahatan tidak dapat digunakan begitu saja untuk pengganti
perbuatan pidana yang ada dalam pengertian strafbaar feit. Perumusan Strafbaar
feit merupakan perbuatan yang melanggar undang-undang dan diancam dengan
hukuman, seperti diterangkan oleh Simon dalam pendapatnya tentang Strafbaar
feit yang harus memuat beberapa unsur, yaitu:
1. Suatu perbuatan manusia (menselijkt handeling een) dengan handeling
dimaksudkan tidak saja "een doen" (perbuatan), akan tetapi juga "een
nulaten" (mengabaikan);
2. Perbuatan itu (yaitu perbuatan dan mengabaikan) dilarang dan diancam
dengan hukuman oleh undang-undang;
2
3. Perbuatan itu harus dilakukan oleh seseorang yang dapat
dipertanggungjawabkan, artinya dapat dipersilakan karena melakukan
perbuatan tersebut.1
KUHP sebagai produk hukum pidana Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda di
masa Kemerdekaan Indonesia tetap diberlakukan oleh Pemerintah Republik
Indonesia. KUHP merupakan peraturan perundang-undangan Hukum Pidana,
yang dulunya disebut Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch Indie (WvSNI).
Produk hukum sebagai suatu kodifikasi dalam bidang hukum pidana. Kodifikasi
itu merupakan salinan (copy) dari Wetboek van Strafrecht (WvS) yang berlaku di
Negeri Belanda, yang diberlakukan menurut asas konkordansi bagi Hindia
Belanda, sebagai konsekuensi hukum negeri Indonesia jajahan Belanda.
Sistematika KUHP terdiri 3 (tiga) Buku, Buku I tentang Aturan Umum, Buku II
tentang Kejahatan dan Buku III tentang Pelanggaran. Buku II tentang Kejahatan,
di antaranya memuat Pasal 362, Pasal 363 dan Pasal 365 KUHP yang mengatur
larangan perbuatan mengambil/mencuri barang milik orang lain, berupa tindak
pidana pencurian dengan pemberatan (curat), tindak pidana pencurian dengan
kekerasan (curas), dan tindak pidana pencurian kendaraan bermotor (curanmor).
Pelanggaran larangan atas kejahatan pencurian atau tindak pidana pencurian itu
kepada pelaku/pembuatnya diancam dengan sanksi pidana penjara maksimal 5
1 Satochid Kartanegara, Telah Dikupas Dalam Bahasa Belanda Indonesia dari Bahasa Belanda
Hukum Pidana Kumpulan Kuliah, Balai Lektur Mahasiswa, Jakarta, 1992, hlm. 74
3
tahun (Pasal 362 KUHP); 7 sampai dengan 9 tahun (Pasal 363 KUHP); 9, 12
sampai dengan 15 tahun pidana; seumur hidup; bahkan dipidana mati (Pasal 365
KUHP).
Ketiga bentuk/jenis tindak pidana pencurian itu merupakan tindak kriminal yang
menonjol pada Index Crime Lampung.2 Ketiganya merupakan tiga urutan terbesar
tindak pidana yang terjadi di Lampung dalam rentang waktu Tahun 2013 – 2017.
Istilah terpadu terkait ketiga tindak pidana pencurian itu secara sosiologis dikenali
sebagai ’kejahatan C3/pembegalan/begal’.
Paparan Index Crime Lampung tersebut menunjukkan adanya masalah di dalam
model penegakan hukum pidana (selanjutnya disingkat, PHP) terhadap tindak
pidana pencurian. Ancaman penjatuhan pidana yang berat pada tahap PHP in
abstracto (formulasi/rumusan undang-undang) dan respon tindakan represif aparat
penegak hukum berupa tembak pelaku di tempat, ternyata belum menyurutkan
nyali, tidak membuat takut atau jera para pelaku begal/begal. Bahkan selama 6
(enam) bulan terakhir memperlihatkan jumlah tindak pidana (JTP) begal semakin
meningkat, termasuk bentuk modus operandi kejahatan begal itu dilakukan.
Tindak pidana merupakan suatu pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak
pidana adalah suatu pengertian yuridis, lain hal halnya dengan istilah "perbuatan
jahat" atau "kejahatan" (crime atau Verbrechen atau misdaad) yang bisa diartikan
secara yuridis (hukum) atau secara kriminologis.3 Menurut pendapat W.L.G.
Lemaire Hukum Pidana itu terdiri dari norma-norma yang berisi keharusan
2 Data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Lampung Tahun 2014, Lampung dalam Angka 2013,
Bandar Lampung: Badan Pusat Statistik Kota Bandar Lampung. 3 Sudarto dan Barda Nawawi Arief, Hukum Pidana I & II, Yayasan Sudarto d/a Fakultas Hukum
Universitas Diponegoro, Semarang, 1993, hlm. 40.
4
keharusan dan larangan larangan yang (oleh pembentuk undang undang) telah
dikaitkan dengan suatu sanksi berupa hukuman, yakni suatu penderitaan yang
bersifat khusus. Dengan demikian dapat juga dikatakan, bahwa Hukum Pidana itu
merupakan suatu sistem norma yang menentukan terhadap tindakan-tindakan
yang mana (hal melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu di mana terdapat
suatu keharusan untuk melakukan sesuatu) dan dalam bagaimana hukum itu dapat
dijatuhkan, serta hukuman yang bagaimana yang dapat dijatuhkan bagi tindakan-
tindakan tersebut.4
Pertumbuhan penduduk semakin hari semakin bertambah khususnya di Provinsi
Lampung, sehingga tercipta kondisi pertumbuhan penduduk yang sangat
berpengaruh terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat, terutama menyangkut
masalah pemenuhan akan kebutuhan hidup dan lapangan pekerjaan. Hal ini,
mudah sekali menimbulkan kerawanan di bidang keamanan dan ketenangan hidup
masyarakat, seperti terjadinya tindak pidana atau kejahatan karena adanya
beberapa oknum yang berpikiran pendek untuk dapat memenuhi kebutuhan dan
keinginannya dengan jalan melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar
hukum.
Kasus yang sering terjadi di Provinsi Lampung, baik disiarkan melalui media
masa elektronik maupun koran saat ini adalah kasus begal atau lebih tepatnya
adalah pencurian dengan kekerasan, dalam hal ini pelaku kejahatan yang
cenderung lebih sering merampas kendaraan bermotor korban dengan berbagai
macam cara dan modus kejaharan pencurian dengan kekerasan, terlebih lagi saat
4 P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung, 1984, hlm. 1-2.
5
ini pelaku kejahatan sudah sangat kritis karena pelaku kejahatan banyak terjadi
pada anak di bawah umur.
Isu pelanggar hukum begal yang berkembang di tingkat Provinsi Lampung sudah
semakin meluas, dikhawatirkan apabila tidak diambil tindakan langsung, maka
generasi muda akan tergerus dalam perbuatan pidana, sehingga dalam hal ini perlu
perlindungan hukum khusus bagi anak yang terjerat kasus tindak pidana pencurian
dengan kekerasan tersebut agar tidak hilang hak-haknya.5 Sebagai contoh akhir-
akhir ini kasus begal yang terjadi di Wilayah Hukum Polda Lampung terdapat
kecenderungan meningkat dari Tahun 2014-2015 untuk kawasan tertentu naik
hingga 15% setiap tahunnya,6 kasus terhadap pencurian kendaraan bermotor
bahkan yang dilakukan oleh anak-anak. Selain melukai korban kejahatannya,
pelaku juga tega menghilangkan nyawa orang lain. Kejahatan pencurian sepeda
motor dengan biasanya menimpa para pengemudi ojek seperti akhir-akhir ini.
Meningkatnya kasus kejahatan pencurian sepeda motor memang tidak akan dapat
tertekan akibat laju pertumbuhan kendaraan bermotor yang cukup tinggi di
Bandar Lampung.7
Kejahatan begal telah menebar teror, menjadi momok yang merajalela dan sangat
menakutkan bagi masyarakat di Lampung, di wilayah Jakarta, Bogor, Depok,
Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) dan sejumlah wilayah lainnya. Kejahatan
begal telah menyebar ke sebagian besar wilayah Indonesia. Kejahatan begal ini
menimbulkan korban hilangnya nyawa, terluka terhadap badan orang serta
5 Romi Rinando, Sindikat Pencurian Motor Diringkus, Harian Tribun, 11 April 2013,
http://www.tribunnews.com. 16-06-2018 Pukul 22:33 Wib. 6 Data Reskrim Pidum Polda Lampung (Kejahatan Jalanan Tahun 2015).
7 Romi Rinando, Op.Cit.
6
kehilangan harta benda yang jumlah nominal dan nilainya yang tidak sedikit. Oleh
karena itu, perlu segera direspon dan dibangun kebijakan kepolisian, sebagai
bagian dari kebijakan kriminal terhadap kejahatan begal di tahap penyidikan.
Tahap penyidikan kepolisian merupakan garda terdepan dalam PHP. Oleh karena
itu, model PHP terhadap kejahatan begal pada tahap aplikasi/penerapan perlu
dibangun kebijakan kepolisian yang mampu menekan, memberantas, mencegah
dan menanggulangi kejahatan begal secara efektif.8
Model PHP terhadap kejahatan begal pada tahap in concreto (tahap aplikasi)
ditengarai masih diwarnai oleh kebiasaan/budaya permainan kotor dan
menggunakan jalan pintas tanpa mengoptimalisasi penerapan keilmuan hukum.
Cara-cara penyelenggaraan PHP yang masih diwarnai/diintervensi/dipengaruhi
oleh perilaku korup, kolutif dan transaksional yang dilakukan oleh oknum aparat
penegak hukum yang mempertukarkan kekuasaan PHP kepada pelaku kejahatan
dengan imbalan tertentu (transaksional). Pertukaran itu untuk merekayasa suatu
perkara atau mengatur permainan kotor. Tentunya, budaya kerja yang diwarnai
permainan kotor dalam bentuk perbuatan uang suap atau perbuatan tercela lainnya
akan menjadikan merosot/rendahnya kualitas produk PHP. Akibatnya, terjadi
kegagalan PHP untuk mewujudkan kebenaran dan keadilan substantif.
Model PHP yang ada saat ini masih diselenggarakan dengan cara jalan pintas
yang kurang mengoptimalisasikan pendekatan keilmuan hukum (scientific
culture/ approach), sehingga PHP masih diwarnai masalah budaya perilaku
tercela (permainan kotor) yang dilakukan oleh pelaku atau oknum aparat penegak
8 Heni Siswanto, Maroni dan Fathoni, Penguatan Model Penegakan Hukum Pidana Secara
Integral dan Berkualitas dalam Menghadapi Curat, Curas dan Curanmor, Universitas Lampung,
Bandar Lampung, 2015, hlm.12.
7
hukum. Oleh karena itu, agar model PHP dapat mejadi dasar/acuan dalam
pemberantasan tindak pidana begal perlu dilakukan optimalisasi/penguatan
berbasis pendekatan integral dan pendekatan keilmuan yang nantinya model ini
akan diterapkan oleh aparat penyidik kepolisian.
Berdasarkan model PHP terhadap kejahatan begal yang berkualitas yang akan
diterapkan pada tahapan penyidikan di masa yang akan datang, maka model PHP
yang ada saat ini perlu dioptimalisasi/penguatan dengan memanfaatkan/
meningkatkan penerapan pendekatan integral dan pendekatan keilmuan.
Penerapan kedua pendekatan itu dalam upaya PHP terhadap kejahatan begal
sebagai kegiatan mengintegralkan/memadukan berbagai sub-sistem hukum yang
terdiri dari komponen ”substansi hukum” (legal substance), ”struktur hukum”
(legal structure), dan ”budaya hukum” (legal culture) di bidang hukum pidana
dan PHP terhadap kejahatan begal.
Mengoptimalisasikan model PHP yang berbasis pendekatan integral dan keilmuan
yang berkualitas dalam menghadapi kejahatan begal diperlukan suatu penelitian
yang integral dan mendalam. Pendekatan keilmuan hukum yang berkualitas dalam
PHP dilakukan dengan menerapkan pendekatan juridis-ilmiah-religius,
pendekatan juridis-kontekstual dan pendekatan juridis berwawasan
global/komparatif.
Melalui pendekatan integral dan keilmuan hukum diharapkan mampu dirumuskan
model PHP terhadap kejahatan begal yang dipandang paling cocok/relevan/sesuai
dengan tipologi/karakteristik/kearifan lokal masyarakat Lampung dan kapasitas
kemampuan Kepolisian Daerah Lampung. Oleh karena itu, dipandang perlu
8
dilakukan penelitian hukum berjudul “Analisis Penegakan Hukum Pidana
Berbasis Pendekatan Integral dan Keilmuan dalam Menghadapi Kejahatan Begal
(Studi Wilayah Kepolisian Daerah Lampung)”.
B. Rumusan Permasalahan dan Ruang Lingkup
1. Rumusan Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan permasalahan yang akan diteliti
dan dikaji dalam penelitian ini adalah:
a. Bagaimanakah kondisi eksisting penegakan hukum pidana terhadap kejahatan
begal di Lampung?
b. Bagaimanakah mengoptimalisasikan penegakan hukum pidana yang mampu
memberantas, mencegah, dan menanggulangi kejahatan begal secara efektif
melalui budaya kerja aparat penegak hukum?
2. Ruang Lingkup Penelitian
Untuk membatasi keluasan penelitian tesis, maka perlu dibatasi ruang lingkupnya
pada pembahasan substansi Hukum Pidana, baik hukum pidana materiel; objek
penelitian, yaitu kondisi eksisting PHP terhadap kejahatan begal di Lampung dan
mengoptimalisasikan PHP terhadap kejahatan begal yang mampu memberantas,
mencegah, dan menanggulangi kejahatan begal secara efektif melalui budaya
kerja aparat penegak hukum; lokasi penelitian, yaitu wilayah hukum Kepolisian
Daerah (Polda) Lampung; tahun data penelitian, yaitu Tahun 2014-2018.
9
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:
a. Untuk menganalisis kondisi eksisting penegakan hukum pidana terhadap
kejahatan begal di Lampung.
b. Untuk menganalisis optimalisasi penegakan hukum pidana terhadap kejahatan
begal yang mampu memberantas, mencegah, dan menanggulangi kejahatan
begal secara efektif melalui budaya kerja aparat penegak hukum.
2. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini adalah:
a. Kegunaan teoretis
Temuan hasil penelitian ini disumbangkan untuk tumbuh dan berkembangnya
ilmu pengetahuan hukum pidana terkait kondisi eksisting PHP terhadap kejahatan
begal di Lampung dan mengoptimalisasikan PHP terhadap kejahatan begal yang
mampu memberantas, mencegah, dan menanggulangi kejahatan begal secara
efektif melalui budaya kerja aparat penegak hukum.
b. Kegunaan praktis
Temuan hasil penelitian digunakan aparat penegak hukum, khususnya Penyidik
Kepolisian untuk memahami dan menerapkan kondisi eksisting PHP terhadap
kejahatan begal di Lampung dan mengoptimalisasikan PHP terhadap kejahatan
begal yang mampu memberantas, mencegah, dan menanggulangi kejahatan begal
secara efektif melalui budaya kerja aparat penegak hukum.
10
D. Kerangka Pemikiran
1. Alur Pikir
ANALISIS PENEGAKAN HUKUM PIDANA
BERBASIS PENDEKATAN INTEGRAL DAN KEILMUAN
DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN BEGAL
Sistem PHP meliputi
substansi, struktur dan
budaya Hukum Pidana
terhadap Kejahatan Begal
Penghapusan/
penghilangan faktor
pemicu timbulnya
Kejahatan Begal
Model PHP terhadap kejahatan
begal berbasis pendekatan
integral dan keilmuan, berkearifan
lokal dan kapasitas Polda
Lampung
Substansi HPM
(tindak pidana,
kesalahan/PJP
serta pidana dan
pemidanaan)
terhadap Kejahatan
Begal
Kebijakan Kriminal
terhadap Kejahatan
Begal
Kebijakan hukum pidana
(penal) terhadap
Kejahatan Begal melalui
Kebijakan Polri
Kebijakan non-hukum
pidana (non-penal)
terhadap Kejahatan Begal
melalui kebijakan Pemda
(Provinsi dan Kab/Kota di
Lampung)
Kebijakan sosial (membangun kesejahteraan
dan perlindungan masyarakat Lampung)
Nilai-nilai Pancasila sebagai margin of
appreciation (filter sisi negatif globalisasi
dan sisi positif kearifan lokal Lampung)
Sosio-Kultural;
Sosio-Politik Sosio-Ekonomi
Optimalisasi PHP terhadap Kejahatan Begal
berbasis pendekatan integral dan keilmuan
hukum pidana (berkualitas) yang diterapkan
pada saat ini maupun di masa mendatang
Terbangunnya tatanan
masyarakat (Lampung)
yang ideal
(kesejahteraan,
perlindungan hukum dan
kestabilan hidup) bagi
masyarakat Lampung
yang multietnis
(heterogen/majemuk)
11
2. Kerangka Teori
a. Penegakan Hukum Pidana
Pengertian penegakan hukum pidana (PHP) dapat dirumuskan sebagai
keseluruhan kegiatan dari para aparat/pelaksana penegak hukum ke arah tegaknya
hukum, keadilan, dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia,
ketertiban, ketenteraman dan kepastian hukum menurut peraturan perundang-
undangan di bidang hukum pidana yang sesuai dengan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.9
Penegakan hukum pidana terdiri dari dua tahap inti. Tahap pertama, PHP in
abstracto merupakan tahap pembuatan/perumusan undang-undang oleh badan
legislatif. Tahap ini dapat disebut tahap formulasi/legislasi/legislatif. PHP in
abstracto adalah pembuatan undang-undang (law making) atau perubahan
undang-undang (law reform). Tahap kedua, PHP in concreto (law enforcement).
Kedua PHP itu dalam kerangka menunjang tercapainya tujuan, visi dan misi
pembangunan nasional10
serta menunjang terwujudnya sistem penegakan hukum
pidana (SPHP) secara nasional.
9 Heni Siswanto, Rekonstruksi Sistem Penegakan Hukum Pidana Menghadapi Kejahatan
Perdagangan Orang, Pusat Magister, Semarang, 2013 10
Dalam GBHN 1999 antara lain dikemukakan, Visi Bangnas: Terwujudnya masyarakat Indonesia
yang damai, demokratis, berkeadilan, berdaya saing, maju dan sejahtera, dalam wadah NKRI yang
didukung oleh manusia Indonesia yang sehat, mandiri, beriman, bertakwa, berakhlak mulia, cinta
tanah air, berkesadaran hukum dan lingkungan, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi,
memiliki etos kerja yang tinggi serta berdisiplin. Misinya ada 12 dan di antaranya: 1. pengamalan
Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat; 2. peningkatan kualitas IMTAQ kepada Tuhan YME;
3. kehidupan sosial budaya yang berkepribadian. Dalam RPJP (Rencana Pembangunan Jangka
Panjang) 2005–2025, disebutkan, bahwa Visi Pembangunan Nasional Tahun 2005–2025:
Indonesia Yang Maju dan Mandiri, Adil dan Demokratis, serta Aman dan Bersatu dalam wadah
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Visi ini mengarah pada pencapaian tujuan pembangunan
sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Misinya: 1. Mewujudkan Indonesia
Yang Maju dan Mandiri; 2. Mewujudkan Indonesia Yang Adil dan Demokratis; 3. Mewujudkan
Indonesia Yang Aman dan Bersatu, dalam Barda Nawawi Arief, Penegakan Hukum Pidana dalam
Konteks Sistem Hukum Nasional (Siskumnas) dan Pembangunan Nasional (Bangnas), makalah
disajikan dalam Sespim Polri, di Lembang, 26 Agustus 2008, hlm. 1.
12
Menurut Barda Nawawi Arief11
bahwa apabila PHP benar-benar akan
ditingkatkan kualitasnya dan meraih kembali kepercayaan dan penghargaan tinggi
dari masyarakat, maka salah satu upaya yang mendasar ialah:
Meningkatkan kualitas keilmuan dalam proses pembuatan dan
penegakannya dikatakan sangat mendasar, karena (1) kualitas keilmuan,
tidak hanya dimaksudkan semata-mata untuk meningkatkan kualitas
pendidikan dan pengembangan ilmu hukum itu sendiri, tetapi juga untuk
meningkatkan kualitas nilai dan produk dari proses penegakan hukum (in
abstracto maupun in concreto). (2) hukum dibuat dengan ilmu, maka
penggunaannya (penerapan/penegakannya) juga harus dengan ilmu, yaitu
ilmu hukum; bukan dengan ilmu uang suap atau ilmu dan sarana lainnya.
Berkaitan dengan penegakan hukum pidana, Joseph Goldstein sebagaimana
dikutip Mardjono Reksodiputro12
mengemukakan bahwa penegakan hukum harus
diartikan dalam kerangka tiga konsep, yaitu:
1) Konsep penegakan hukum yang bersifat total (total enforcement
concept) yang menuntut agar semua nilai yang ada dibelakang norma
hukum tersebut ditegakkan tanpa terkecuali
2) Konsep penegakan hukum yang bersifat penuh (full enforcement
concept) yang menyadari bahwa konsep total perlu dibatasi dengan
hukum acara dan sebagainya demi perlindungan kepentingan
individual
3) Konsep penegakan hukum aktual (actual enforcement concept) yang
muncul setelah diyakini adanya diskresi dalam penegakan hukum
karena keterbatasan-keterbatasan, baik yang berkaitan dengan sarana,
kualitas sumber daya manusianya, perundang-undangannya dan
kurangnya partisipasi masyarakat.
Teori lain yang berkaitan dengan penegakan hukum terhadap anak yang
melakukan tindak pidana adalah teori keadilan restoratif (Restorative justice.)
Keadilan restoratif diasumsikan sebagai pergeseran paling mutakhir dari berbagai
11
Barda Nawawi Arief, Optimalisasi Kinerja Aparat Hukum Dalam Penegakan Hukum Indonesia
Melalui Pemanfaatan Pendekatan Keilmuan, Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Strategi
Peningkatan Kinerja Kejaksaan RI, di Gedung Program Pasca Sarjana UNDIP, 29 Nopember
2008, hlm. 4. 12
Mardjono Reksodiputro, Sistem Peradilan Pidana Indonesia Melihat Kejahatan dan Penegakan
Hukum dalam Batas-Batas Toleransi, Pusat Keadilan dan Pengabdian Hukum, Jakarta, 1994, hlm.
12-13.
13
model dan mekanisme yang bekerja dalam sistem peradilan pidana dalam
menangani perkara-perkara pidana pada saat ini. Keadilan restoratif sebagai
pendekatan yang dapat dipakai dalam sistem peradilan pidana yang rasional.
Pendekatan keadilan restoratif merupakan suatu paradigma yang dapat dipakai
sebagai bingkai dari strategi penanganan perkara pidana yang bertujuan menjawab
ketidakpuasan atas bekerjanya sistem peradilan pidana yang ada saat ini.13
Sistem peradilan pidana merupakan suatu jaringan (network) peradilan yang
menggunakan hukum pidana sebagai sarana utamanya, baik hukum pidana
materil, hukum pidana formil maupun hukum pelaksanaan pidana. Namun
demikian kelembagaan substansial ini harus dilihat dalam kerangka atau konteks
sosial. Dengan demikian demi apa yang dikatakan sebagai precise justice, maka
ukuran-ukuran yang bersifat materiil, yang nyata-nyata dilandasi oleh asas-asas
keadilan yang harus diperhatikan dalam penegakan hukum.14
Pendekatan keilmuan (hukum)15
dapat diartikan sebagai suatu metode/cara
mendekati atau memahami sesuatu (objek/fenomena) berdasar logika berpikir/
konstruksi pikir, konsep/kerangka/dasar pemikiran (wawasan/pandangan/
orientasi) tertentu. Karena sudut pandang/konstruksi/orientasi berpikir tentang
hukum bisa bermacam-macam, maka wajar sering dijumpai penyebutan istilah
pendekatan keilmuan (hukum) yang beraneka macam. Antara lain disebut dengan
istilah pendekatan juridis/normatif/dogmatis (legalistik), pendekatan empirik/
13
Takdir Rahmadi, Mediasi Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2011, hlm. 74. 14
Romli Atmasasmita, Sistem Peradilan Pidana, Binacipta, Bandung, 1996, hlm. 2. 15
Barda Nawawi Arief, Pendekatan Keilmuan dan Pendekatan Religius dalam Rangka
Optimalisasi dan Reformasi Penegakan Hukum (Pidana) di Indonesia. Badan Penerbit Universitas
Diponegoro, Semarang, 2011, hlm. 1.
14
sosiologis (fungsional), pendekatan historik, pendekatan komparatif, pendekatan
filosofik (kritis), pendekatan kebijakan (policy oriented approach), pendekatan
nilai (value oriented approach), pendekatan yang berorientasi pada wawasan
nasional, pendekatan global, pendekatan parsial dan pendekatan sistemik/integral.
Menurut Barda Nawawi Arief16
pendekatan keilmuan (hukum pidana) yang perlu
dioptimalkan/dikembangkan dalam PHP di Indonesia melalui tiga pendekatan
keilmuan secara integral, yaitu: (1) pendekatan juridis-ilmiah-religius; (2)
pendekatan juridis-kontekstual; dan (3) pendekatan juridis berwawasan
global/komparatif, terutama dari sistem keluarga hukum traditional and religious
law system) terhadap aspek substansi nilai/ide-dasar ketiga bidang substansi
hukum pidana (hukum pidana materiel, hukum pidana formal, dan hukum
pelaksanaan pidana).
b. Pendekatan Integral
Penegakan hukum pidana (PHP) dilihat secara integral merupakan keterjalinan
erat/keterpaduan/integralitas/satu kesatuan dari berbagai sub-sistem/aspek/
komponen sistem hukum yang terdiri dari komponen ”substansi hukum” (legal
substance), ”stuktur hukum” (legal structure), dan ”budaya hukum” (legal
culture) di bidang hukum pidana. Sebagai suatu proses PHP terkait erat dengan
ketiga komponen itu, yaitu norma hukum/peraturan perundang-undangan
(komponen substantif/normatif), lembaga/struktur/aparat penegak hukum
(komponen struktural/institusional beserta mekanisme prosedural/
16
Barda Nawawi Arief, Pembaharuan Hukum Pidana dalam Perspektif Kajian Perbandingan,
Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, hlm. 1.
15
administrasinya), dan nilai-nilai budaya hukum (komponen kultural)17
yang lebih
terfokus pada nilai-nilai filosofi hukum, nilai-nilai hukum yang hidup dalam
masyarakat dan kesadaran/ sikap perilaku hukum/sosialnya, dan pendidikan/ilmu
hukum.18
Bertolak dari pengertian sistem yang integral, maka pengertian sistem penegakan
hukum atau sistem peradilan dapat dilihat dari berbagai aspek/ komponen:19
a. Substansi hukum (legal substance): pada hakikatnya sistem peradilan/
sistem penegakan hukum merupakan suatu sistem penegakan
substansi hukum di bidang hukum pidana meliputi hukum pidana
materiel, hukum pidana formal, dan hukum pelaksanaan pidana.
b. Struktural hukum (legal structure), sistem peradilan/sistem penegakan
hukum pada dasarnya merupakan sistem bekerjanya/berfungsinya
badan-badan/lembaga/aparat penegak hukum dalam menjalankan
fungsi/ kewenangannya masing-masing di bidang penegakan hukum
pidana terdiri dari 4 (empat) sub-sistem, yaitu:
1) kekuasaan “penyidikan” (oleh badan/lembaga penyidik);
2) kekuasaan “penuntutan” (oleh badan/lembaga penuntut umum);
3) kekuasaan “mengadili dan menjatuhkan putusan/pidana” (oleh badan
pengadilan); dan
4) kekuasaan “pelaksanaan putusan/pidana” (oleh badan/aparat
pelaksana/eksekusi).
Keempat tahap/subsistem itu merupakan satu kesatuan sistem penegakan
hukum pidana yang integral yang sering disebut dengan istilah “SPP
Terpadu” (integrated criminal justice system).
c. Budaya hukum (legal culture), sistem peradilan/sistem penegakan
hukum pada dasarnya merupakan perwujudan dari sistem “nilai-nilai
budaya hukum” yang dapat mencakup filsafat hukum, asas-asas
hukum, teori hukum, ilmu hukum dan kesadaran/sikap perilaku
hukum.
Penyelenggaraan PHP saat ini cenderung mengoptimalkan pendekatan/orientasi/
berpikir hukum yang parsial yang melihat undang-undang/ketentuan pidana
dengan “kacamata kuda”.
17
Barda Nawawi Arief, Pembaharuan…, Op.Cit., hlm. 11. 18
Ibid., hlm. 2. 19
Ibid., hlm. 4.
16
3. Konseptual
Konseptual adalah susunan berbagai konsep yang menjadi fokus pengamatan
dalam melaksanakan penelitian.20
Batasan pengertian dari istilah yang digunakan
dalam penelitian ini adalah:
a. Optimalisasi mengandung arti perlunya aparat penegak hukum, khususnya
Kepolisian dan Kejaksaan memanfaatkan dan meningkatkan/
mengoptimalkan “pendekatan keilmuan” dalam upaya penegakan hukum
korupsi di Indonesia. Menurut Barda Nawawi Arief,21
optimalisasi
mengandung makna atau fenomena ganda. Di satu sisi mengandung makna,
bahwa dalam penegakan hukum selama ini sudah ditempuh pendekatan
keilmuan, namun masih perlu ditingkatkan; dan di sisi lain mengandung
kecenderungan fenomena bahwa dalam penegakan hukum selama ini,
budaya/orientasi/pendekatan keilmuan (scientific culture/approach) telah
melemah/luntur/terabaikan/tergeser karena lebih mengoptimalkan
“pendekatan/orientasi lain” atau “pendekatan parsial”.
b. Penegakan hukum pidana (PHP) dapat dirumuskan sebagai keseluruhan
kegiatan dari para aparat/pelaksana penegak hukum ke arah tegaknya hukum,
keadilan, dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban,
ketenteraman dan kepastian hukum menurut peraturan perundang-undangan
di bidang hukum pidana yang sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Penegakan hukum pidana terdiri dari dua
tahap inti. Tahap pertama, PHP in abstracto merupakan tahap pembuatan/
20
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1986, hlm.103. 21
Barda Nawawi Arief, Optimalisasi Kinerja Aparat…, Op.Cit., hlm. 3.
17
perumusan undang-undang oleh badan legislatif. Tahap ini dapat disebut
tahap formulasi/legislasi/legislatif. PHP in abstracto adalah pembuatan
undang-undang (law making) atau perubahan undang-undang (law reform).
Tahap kedua, PHP in concreto (law enforcement).22
Kedua PHP itu dalam
kerangka menunjang tercapainya tujuan, visi dan misi pembangunan nasional
serta menunjang terwujudnya sistem penegakan hukum pidana (SPHP) secara
nasional.
c. Model penegakan hukum pidana adalah model penegakan hukum pidana
berbentuk represif, pre-emtif maupun preventif.
d. Pendekatan integral adalah penegakan hukum pidana (PHP) dilihat secara
integral merupakan keterjalinan erat/keterpaduan/integralitas/satu kesatuan
dari berbagai sub-sistem/aspek/komponen sistem hukum yang terdiri dari
komponen ”substansi hukum” (legal substance), ”stuktur hukum” (legal
structure), dan ”budaya hukum” (legal culture) di bidang hukum pidana.
Sebagai suatu proses PHP terkait erat dengan ketiga komponen itu, yaitu
norma hukum/peraturan perundang-undangan (komponen
substantif/normatif), lembaga/struktur/aparat penegak hukum (komponen
struktural/institusional beserta mekanisme prosedural/ administrasinya), dan
nilai-nilai budaya hukum (komponen kultural)23
yang lebih terfokus pada
nilai-nilai filosofi hukum, nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat
dan kesadaran/sikap perilaku hukum/sosialnya, dan pendidikan/ilmu
hukum.24
22
Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998,
hlm. 317. 23
Barda Nawawi Arief, Pembaharuan…, Op.Cit., hlm. 1. 24
Ibid., hlm. 2.
18
e. Pendekatan keilmuan adalah Pendekatan keilmuan (hukum)25
dapat diartikan
sebagai suatu metode/cara mendekati atau memahami sesuatu (objek/
fenomena) berdasar logika berpikir/konstruksi pikir, konsep/kerangka/dasar
pemikiran (wawasan/pandangan/orientasi) tertentu. Karena sudut pandang/
konstruksi/orientasi berpikir tentang hukum bisa bermacam-macam, maka
wajar sering dijumpai penyebutan istilah pendekatan keilmuan (hukum) yang
beraneka macam. Antara lain disebut dengan istilah pendekatan juridis/
normatif/dogmatis (legalistik), pendekatan empirik/ sosiologis (fungsional),
pendekatan historik, pendekatan komparatif, pendekatan filosofik (kritis),
pendekatan kebijakan (policy oriented approach), pendekatan nilai (value
oriented approach), pendekatan yang berorientasi pada wawasan nasional,
pendekatan global, pendekatan parsial dan pendekatan sistemik/integral.
Menurut Barda Nawawi Arief26
pendekatan keilmuan (hukum pidana) yang
perlu dioptimalkan/dikembangkan dalam PHP di Indonesia melalui tiga
pendekatan keilmuan secara integral, yaitu: (1) pendekatan juridis-ilmiah-
religius; (2) pendekatan juridis-kontekstual; dan (3) pendekatan juridis
berwawasan global/komparatif, terutama dari sistem keluarga hukum
traditional and religious law system) terhadap aspek substansi nilai/ide-dasar
ketiga bidang substansi hukum pidana (hukum pidana materiel, hukum pidana
formal, dan hukum pelaksanaan pidana).
f. Kejahatan begal atau disebut pembegalan atau C3 adalah kejahatan yang
dirumuskan dalam Pasal 362, Pasal 363 dan Pasal 365 KUHP yang mengatur
larangan perbuatan mengambil/mencuri barang milik orang lain, berupa
25
Ibid., hlm. 3. 26
Ibid., hlm.11.
19
tindak pidana pencurian dengan pemberatan (curat), tindak pidana pencurian
dengan kekerasan (curas), dan tindak pidana pencurian kendaraan bermotor
(curanmor). Pelanggaran larangan atas kejahatan pencurian atau tindak
pidana pencurian itu kepada pelaku/ pembuatnya diancam dengan sanksi
pidana penjara maksimal 5 tahun (Pasal 362 KUHP); 7 sampai dengan 9
tahun (Pasal 363 KUHP); 9, 12 sampai dengan 15 tahun pidana; seumur
hidup; bahkan dipidana mati (Pasal 365 KUHP).
E. Metode Penelitian
1. Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis
normatif dan pendekatan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif adalah
pendekatan melalui studi pustaka (library research) dengan cara membaca,
mengutip, dan menganalisis teori-teori hukum dan peraturan perundang-undangan
yang berhubungan dengan permasalahan dalam penelitian. Pendekatan yuridis
empiris dilakukan untuk mempelajari hukum dalam kenyataan atau berdasarkan
fakta yang didapat secara objektif di lapangan, baik berupa pendapat, sikap dan
perilaku hukum yang didasarkan pada identifikasi hukum dan efektifitas hukum.27
2. Sumber dan Jenis Data
Sumber data adalah tempat dari mana data tersebut diperoleh. Menurut
sumbernya, data yang digunakan dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua,
yakni:
27
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat.
Rajawali Press. Jakarta. 2006. Hlm. 15.
20
a. Sumber data primer adalah sumber data yang diambil langsung dari
sumbernya di lapangan penelitian, berupa wawancara informan dan
pengamatan yang dilakukan di lokasi penelitian, yakni di wilayah hukum
Polresta Bandar Lampung; Polres Lampung Utara; Polres Lampung Tengah;
Polres Lampung Selatan; dan Polres Lampung Timur.
b. Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh dari catatan-catatan, koran,
dokuman, laporan dan sumber-sumber lain yang berhubungan dengan tema
penelitian.
Penelitian ini data bersumber dari penelitian lapangan (field research) dan
penelitian pustaka (library research). Jenis data pada penulisan ini menggunakan
jenis data sekunder dan data primer.
a. Data Primer
Data primer adalah data yang didapat secara langsung dari sumber pertama.28
Data primer merupakan data yang diperoleh dari studi lapangan yang tentunya
terkait pokok penulisan.
Data lapangan berupa hasil pengamatan, kuesioner dan wawancara yang dipakai
sebagai penunjang untuk melengkapi analisis bahan hukum, yang bersumber dari
instansi yang berwenang di bidang PHP kejahatan begal di wilayah hukum
Kepolisian Daerah Lampung. Data lapangan diperoleh dari lima wilayah hukum
kepolisian, yaitu Polresta Bandar Lampung; Polres Lampung Utara; Polres
Lampung Tengah; Polres Lampung Selatan; dan Polres Lampung Timur.
28
Soerjono Soekanto. 2007, Op.Cit., hlm 12.
21
Pemilihan/penentuan lokasi wawancara tesis didasarkan pada jumlah tindak
pidana (JTP) dan penanganan tindak pidana (PTP) di masing-masing Polres/ta
terpilih yang lebih tinggi dibandingkan dengan Polres/ta yang tidak terpilih
karena:
1) Data berasal dari laporan/pengaduan/diketahui sendiri (razia/patroli) terkait
tindak pidana dari masyarakat ke Polres/ta Tahun 2014-2017.
2) Data penegakan hukum pidana (JTP dan PTP) di seluruh Polres/ta Tahun
2014-2017.
3) Laporan Polres/ta terkait penegakan hukum pidana (penanganan dan
penindakan) perkara dari Polres ke Polda Lampung.
b. Data Sekunder
Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil penelitian kepustakaan
dengan melakukan studi dokumen, arsip dan literatur-literatur dengan
mempelajari hal-hal yang bersifat teoritis, konsep-konsep dan pandangan-
pandangan, doktrin dan asas-asas hukum yang berkaitan dengan pokok penulisan.
Jenis data sekunder dalam penulisan tesis ini terdiri dari bahan hukum primer,
bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.
Data sekunder terdiri atas bahan hukum primer, yaitu peraturan perundang-
undangan Hukum Pidana yang terkait PHP kejahatan begal. Bahan hukum
sekunder yang digunakan berupa literatur hukum, karya ilmiah, hasil penelitian,
kamus, jurnal ilmiah (terbitan berkala), terutama yang berkaitan dengan hukum
pidana dan penegakan hukum pidana. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum
yang memberikan petunjuk ataupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan
22
bahan hukum sekunder, terdiri dari buku-buku literatur, tesis, jurnal, kamus
hukum, makalah dan sumber dari situs internet.
3. Penentuan Narasumber
Narasumber dalam penelitian ini didasarkan objek penelitian yang menguasai
masalah, memiliki data, dan bersedia memberikan data. Dalam penelitian ini yang
menjadi narasumber adalah:
a. Direktur Tahanan dan Titipan (Dirtahti) Polda Lampung : 1 orang
b. Direktorat Narkoba (Ditnarkoba) Polda Lampung : 1 orang
c. Penyidik Polresta Bandarlampung : 2 orang
d. Kasatreskrim Polres Lampung Utara : 1 orang
e. Kasatreskrim Polres Lampung Timur : 1 orang
f. Kasatreskrim Polres Lampung Selatan : 1 orang
g. Kasatreskrim Polres Lampung Tengah : 1 orang +
Jumlah : 8 orang
4. Pengumpulan dan Pengolahan Data
a. Prosedur Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang lengkap mengenai permasalahan penelitian, maka
dilakukan pengumpulan data dengan menggunakan proses pengumpulan data:
1) Studi Pustaka (library research)
Studi pustaka (library research) adalah pengumpulan data dengan melakukan
serangkaian kegiatan: membaca, menelaah dan mengutip dari bahan kepustakaan
23
serta melakukan pengkajian terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berkaitan dengan pokok pembahasan dalam penelitian.
2) Studi Lapangan (field research)
Studi lapangan (field research) dilakukan sebagai usaha mengumpulkan data
dengan cara mengajukan tanya jawab kepada responden penelitian, dengan
menggunakan pedoman wawancara yang telah dipersiapkan sebelumnya. Studi
lapangan (field research) didapat dari observasi yaitu teknik pengumpulan data
dengan cara melakukan pengamatan secara langsung pada lokasi dan obyek
penelitian.
b. Prosedur Pengolahan Data
Tahap pengolahan data adalah sebagai berikut:
1) Seleksi data, yaitu data yang terkumpul kemudian diperiksa untuk
mengetahui kelengkapan data selanjutnya data dipilih sesuai dengan
permasalahan yang diteliti.
2) Klasifikasi data, yaitu penempatan data menurut kelompok-kelompok yang
telah ditetapkan dalam rangka memperoleh data yang benar-benar diperlukan
dan akurat untuk kepentingan penelitian.
3) Sistematisasi data, yaitu melakukan penyusunan dan penempatan data pada
setiap pokok secara sistematis sehingga mempermudah interpretasi data dan
tercipta keteraturan dalam menjawab permasalahan.
5. Analisis Data
Setelah data terkumpul secara keseluruhan baik yang diperoleh dari hasil
penelitian studi pustaka (data sekunder) maupun hasil penelitian lapangan (data
24
primer), kemudian dianalisis secara analisis kualitatif, yaitu dengan penafsiran
data yang dihasilkan dalam bentuk penjelasan atau uraian kalimat yang disusun
secara sistematis dari analisis data tersebut. Dari aspek ilmu hukum dogmatik,
analisis bahan hukum dilakukan dengan cara pemaparan dan analisis tentang isi
(struktur) hukum yang berlaku, sistematisasi gejala hukum yang dipaparkan dan
dianalisis, diinterpretasi, dan penilaian hukum yang berlaku.29
Dilanjutkan dengan
menarik simpulan secara khusus yang merupakan jawaban permasalahan
berdasarkan hasil penelitian kemudian secara induktif yaitu yang didasarkan pada
fakta-fakta yang bersifat umum.
29
Meuwissen, D.H.M., Tentang Pengembanan Hukum, Ilmu Hukum, Teori Hukum, dan Filsafat
Hukum (Penerjemah B. Arief Sidharta), Refika Aditama, Bandung, 2007.
25
II. TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian penegakan hukum pidana (PHP) terhadap kejahatan begal ini
diharapkan menghasilkan temuan terkait kondisi eksisting PHP terhadap
kejahatan begal di Provinsi Lampung dan mengoptimalisasi PHP berbasis
penerapan pendekatan integral dan keilmuan dalam menghadapi kejahatan begal
di Lampung. PHP terhadap kejahatan begal yang mampu memberantas,
mencegah, dan menanggulangi kejahatan begal secara efektif melalui budaya
kerja aparat penegak hukum yang mampu menolak upaya pelaku kejahatan begal
atau oknum aparat penegak hukum yang ingin melemahkan/menggagalkan PHP
melalui upaya mewarnai/mengintervensi/mempengaruhi dengan melakukan
permainan kotor, perbuatan uang suap atau perbuatan tercela lainnya. Oleh karena
itu, state of the art membangun model PHP terhadap kejahatan begal digunakan
pustaka acuan primer yang relevan dan terkini dengan mengutamakan hasil
penelitian pada jurnal ilmiah tentang teori hukum atau konsep hukum terkait
penguatan penegakan hukum pidana secara integral dan berkualitas dalam
menghadapi kejahatan begal adalah:
A. Penegakan Hukum Pidana
Pengertian penegakan hukum adalah:
1. Keseluruhan rangkaian kegiatan penyelenggara/pemeliharaan keseimbangan
hak dan kewajiban warga masyarakat sesuai harkat dan martabat manusia
serta pertanggungjawaban masing-masing sesuai dengan fungsinya secara
26
adil dan merata dengan aturan hukum, peraturan hukum dan perundang-
undangan yang merupakan perwujudan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945;
2. Keseluruhan kegiatan dari para aparat/pelaksana penegak hukum ke arah
tegaknya hukum, keadilan, dan perlindungan terhadap harkat dan martabat
manusia, ketertiban, ketenteraman dan kepastian hukum sesuai dengan
Undang-Undang Dasar 1945.30
Dengan demikian, pengertian penegakan hukum pidana (PHP) dapat dirumuskan
sebagai keseluruhan kegiatan dari para aparat/pelaksana penegak hukum ke arah
tegaknya hukum, keadilan, dan perlindungan terhadap harkat dan martabat
manusia, ketertiban, ketenteraman dan kepastian hukum menurut peraturan
perundang-undangan di bidang hukum pidana yang sesuai dengan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Penegakan hukum pidana terdiri dari dua tahap inti. Tahap pertama, PHP in
abstracto merupakan tahap pembuatan/perumusan undang-undang oleh badan
legislatif. Tahap ini dapat disebut tahap formulasi/legislasi/legislatif. PHP in
abstracto adalah pembuatan undang-undang (law making) atau perubahan
undang-undang (law reform). Tahap kedua, PHP in concreto (law enforcement).
Kedua PHP itu dalam kerangka menunjang tercapainya tujuan, visi dan misi
pembangunan nasional serta menunjang terwujudnya sistem penegakan hukum
pidana (SPHP) secara nasional.
30
Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam
Penanggulangan Kejahatan, Kencana, Jakarta, 2008, hlm. 25.
27
PHP in abstracto (proses pembuatan produk perundang-undangan) melalui proses
legislasi/formulasi/pembuatan peraturan perundang-undangan, pada hakikatnya
merupakan proses PHP in abstracto. Proses legislasi/formulasi ini merupakan
tahap awal yang sangat strategis dari proses penegakan hukum in concreto. Oleh
karena itu, kesalahan/kelemahan pada tahap kebijakan legislasi/formulasi
merupakan kesalahan strategis yang dapat menghambat upaya penegakan hukum
in concreto. PHP yang dilakukan pada tahap kebijakan aplikasi dan kebijakan
eksekusi.
Penegakan hukum pidana terdiri dari dua tahap inti. Tahap pertama, PHP “in
abstracto” merupakan tahap pembuatan/perumusan produk undang-undang oleh
badan legislatif. Tahap ini dapat disebut tahap formulasi/legislasi/legislatif. PHP
“in abstracto” adalah pembuatan undang-undang (law making) atau perubahan
undang-undang (law reform). Tahap kedua, PHP “in concreto” (law
enforcement). Kedua PHP terhadap kejahatan begal itu dalam kerangka
menunjang tercapainya tujuan, visi dan misi pembangunan nasional serta
menunjang terwujudnya sistem penegakan hukum pidana (SPHP) secara nasional
dalam pemberantasan kejahatan begal.
PHP “in abstracto” melalui proses legislasi/formulasi/pembuatan peraturan
perundang-undangan. Proses formulasi ini merupakan tahap awal yang sangat
strategis dari proses PHP “in concreto”. Oleh karena itu, kesalahan/ kelemahan
pada tahap kebijakan legislasi/formulasi merupakan kesalahan strategis yang
28
dapat menghambat upaya PHP “in concreto”, yaitu PHP yang dilakukan pada
tahap kebijakan aplikasi dan kebijakan eksekusi.31
B. Pendekatan Integral
Penyelenggaraan PHP secara integral seharusnya dilaksanakan dalam keterjalinan
erat/keterpaduan/integralitas/satu kesatuan dari berbagai sub-sistem/aspek/
komponen sistem hukum terdiri dari substansi hukum (legal substance), stuktur
hukum (legal structure), dan budaya hukum (legal culture) di bidang hukum
pidana.
Penyelenggaraan PHP yang didasarkan pada sistem hukum pidana, oleh karena itu
penegakan hukum pidananya terkait erat dengan bekerjanya ketiga komponen,
meliputi komponen substantif/normatif (norma hukum/peraturan perundang-
undangan), komponen struktural/institusional beserta mekanisme prosedural/
administrasinya (lembaga/struktur aparat penegak hukum), dan komponen
kultural (nilai-nilai budaya hukum)32
yang harus diselenggarakan secara integral
dan berkualitas.
Integral harus diwujudkan dalam keterjalinan dari berbagai sub-sistem/aspek/
komponen terkait sistem hukum pidana meliputi hukum pidana materiel, hukum
pidana formal dan hukum pelaksanaan pidana. Lebih khusus lagi terkait ketiga
aspek/persoalan pokok di dalam hukum pidana materiel meliputi tindak pidana
31
Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum …, Op.Cit., hlm. 25. 32
Barda Nawawi Arief, Pembaharuan Sistem Penegakan Hukum dengan Pendekatan Religius
dalam Konteks Siskumnas dan Bangkumnas, makalah Seminar Menembus Kebuntuan Legalitas
Formal Menuju Pembangunan Hukum dengan Pendekatan Hukum Kritis, FH UNDIP, 19
Desember 2009, hlm. 2.
29
(strafbaarfeit/criminal act/actus reus), pertanggungjawaban pidana (kesalahan)
(schuld/guilt/mens rea), serta pidana dan pemidanaan (straf/punishment/poena).33
Konsep pertanggungjawaban pidana sesungguhnya tidak hanya menyangkut soal
hukum semata-mata, melainkan juga menyangkut soal nilai-nilai moral atau
kesusilaan umum yang dianut oleh suatu masyarakat atau kelompok-kelompok
dalam masyarakat. Sekalipun perkembangan masyarakat dan teknologi pada abad
ke-20 ini berkembang dengan pesatnya dan karena itu timbullah perkembangan
pandangan atau persepsi masyarakat tentang nilai-nilai kesusilaan umum tadi;
namun demikian inti dari nilai-nilai kesusilaan umum tetap tidak berubah,
terutama terhadap perbuatan-perbuatan seperti pembunuhan, perkosaan,
penganiayaan atau kejahatan terhadap jiwa dan badan serta terhadap harta
benda.34
Penyelenggaraan PHP saat ini dipandang belum berkualitas karena PHP pada
tahap in abstracto dan in concreto belum menerapkan ketiga pendekatan
keilmuan, yaitu: (1) pendekatan juridis-ilmiah-religius; (2) pendekatan juridis-
kontekstual; dan (3) pendekatan juridis berwawasan global/komparatif.35
Ketiga
pendekatan keilmuan itu belum diterapkan secara integral dalam ketiga persoalan
pokok hukum pidana materiel yang telah dikemukakan di atas.
33
Sauer menyebutnya sebagai trias hukum pidana (berupa sifat melawan hukum, kesalahan, dan
pidana) dan H.L. Packer (1968: 17) menyebutnya sebagai the three concept atau the three basic
problems (berupa offence, guilt, dan punishment) dalam Barda Nawawi Arief, Optimalisasi
Kinerja Aparat Hukum Dalam Penegakan Hukum Indonesia Melalui Pemanfaatan Pendekatan
Keilmuan, Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Strategi Peningkatan Kinerja Kejaksaan
RI, di Gedung Program Pasca Sarjana Undip, Semarang tanggal 29 Nopember 2008, hlm. 14. 34
Hanafi Amrani & Mahrus Ali, Sistem Pertanggungjawaban Pidana Perkembangan dan
Penerapan, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2015, hlm. 17. 35
Ibid., hlm. 10.
30
Penegakan hukum pidana (PHP) dilihat secara integral merupakan keterjalinan
erat/ keterpaduan/integralitas/satu kesatuan dari berbagai sub-
sistem/aspek/komponen sistem hukum yang terdiri dari komponen ”substansi
hukum” (legal substance), ”stuktur hukum” (legal structure), dan ”budaya
hukum” (legal culture) di bidang hukum pidana. Sebagai suatu proses PHP terkait
erat dengan ketiga komponen itu, yaitu norma hukum/peraturan perundang-
undangan (komponen substantif/ normatif), lembaga/struktur/aparat penegak
hukum (komponen struktural/ institusional beserta mekanisme
prosedural/administrasinya), dan nilai-nilai budaya hukum (komponen kultural)36
yang lebih terfokus pada nilai-nilai filosofi hukum, nilai-nilai hukum yang hidup
dalam masyarakat dan kesadaran/sikap perilaku hukum/sosialnya, dan
pendidikan/ilmu hukum.37
Bertolak dari pengertian sistem yang integral, maka pengertian sistem penegakan
hukum atau sistem peradilan dapat dilihat dari berbagai aspek/komponen:38
a. Substansi hukum (legal substance): pada hakikatnya sistem peradilan/ sistem
penegakan hukum merupakan suatu sistem penegakan substansi hukum di
bidang hukum pidana meliputi hukum pidana materiel, hukum pidana formal,
dan hukum pelaksanaan pidana.
b. Struktural hukum (legal structure), sistem peradilan/sistem penegakan hukum
pada dasarnya merupakan sistem bekerjanya/berfungsinya badan-badan/
lembaga/aparat penegak hukum dalam menjalankan fungsi/kewenangannya
36
Barda Nawawi Arief, Pembaharuan…, Op.Cit., hlm. 1. 37
Ibid., hlm. 2. 38
Ibid., hlm. 4.
31
masing-masing di bidang penegakan hukum pidana terdiri dari 4 (empat) sub-
sistem, yaitu:
1) kekuasaan “penyidikan” (oleh badan/lembaga penyidik);
2) kekuasaan “penuntutan” (oleh badan/lembaga penuntut umum);
3) kekuasaan “mengadili dan menjatuhkan putusan/pidana” (oleh badan
pengadilan); dan
4) kekuasaan “pelaksanaan putusan/pidana” (oleh badan/aparat pelaksana/
eksekusi).
Keempat tahap/subsistem itu merupakan satu kesatuan sistem penegakan
hukum pidana yang integral yang sering disebut dengan istilah “SPP Terpadu”
(integrated criminal justice system).
c. Budaya hukum (legal culture), sistem peradilan/sistem penegakan hukum
pada dasarnya merupakan perwujudan dari sistem “nilai-nilai budaya hukum”
yang dapat mencakup filsafat hukum, asas-asas hukum, teori hukum, ilmu
hukum dan kesadaran/sikap perilaku hukum.
Penyelenggaraan PHP saat ini cenderung mengoptimalkan pendekatan/orientasi/
berpikir hukum yang parsial yang melihat undang-undang/ketentuan pidana
dengan “kacamata kuda”.
C. Optimalisasi Pendekatan Keilmuan Hukum (Berkualitas)
“Optimalisasi” mengandung arti perlunya aparat penegak hukum, khususnya
Kepolisian dan Kejaksaan memanfaatkan dan meningkatkan/mengoptimalkan
“pendekatan keilmuan” dalam upaya penegakan hukum korupsi di Indonesia.
32
Menurut Barda Nawawi Arief,39
optimalisasi mengandung makna atau fenomena
ganda. Di satu sisi mengandung makna, bahwa dalam penegakan hukum selama
ini sudah ditempuh pendekatan keilmuan, namun masih perlu ditingkatkan; dan di
sisi lain mengandung kecenderungan fenomena bahwa dalam penegakan hukum
selama ini, budaya/orientasi/pendekatan keilmuan (scientific culture/approach)
telah melemah/luntur/terabaikan/tergeser karena lebih mengoptimalkan
“pendekatan/ orientasi lain” atau “pendekatan parsial”.
Pada hakikatnya kualitas penegakan hukum tidak dapat dilepaskan dari tujuan
meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dan kualitas pembangunan yang
berkelanjutan (sustainable development/sustainable society). Adanya “budaya
mafia peradilan” (yang merupakan salah satu bentuk dari penegakan hukum tanpa
“ilmu hukum”) dapat merusak “sustainable development/sustainable society”
karena sumber daya (resources) pembangunan tidak hanya sumber daya
alam/fisik, tetapi juga sumber daya non-fisik. Sistem peradilan pidana (SPP) yang
baik/sehat, yang dapat menjamin keadilan (ensuring justice), keamanan warga
masyarakat (the savety of citizens), yang jujur, bertanggung jawab, etis, dan
effisien (a fair, responsible, ethical and efficient criminal justice system), dan
dapat menumbuhkan kepercayaan serta respek masyarakat (public trust and
respect)40
, pada dasarnya merupakan sumber daya non-fisik yang perlu dipelihara
kelangsungannya untuk generasi berikut.41
39
Barda Nawawi Arief, Optimalisasi Kinerja Aparat…, Op.Cit., hlm. 3. 40
Dokumen dan Resolusi Kongres PBB ke-9/1995 mengenai mengenai “Prevention of Crime and
the Treatment of Offenders”. 41
Barda Nawawi Arief, Optimalisasi Kinerja Aparat…, Op.Cit., hlm. 5.
33
Mafia peradilan pada hakikatnya merupakan bentuk eksploitasi yang merusak
sumber daya non-fisik dan dapat menjadi virus bagi SPP yang sehat/ideal;ini
berarti dapat merusak kualitas kehidupan masyarakat.42
Betapa simpang-siurnya
keadaan pada saat yuris berbicara mengenai mafia peradilan. Asikin muncul
dengan angka yang mengejutkan, yaitu hampir separuh dari tiga ribu hakim di
Indonesia berbuat tidak benar.43
Menurut Barda Nawawi Arief44
bahwa apabila PHP benar-benar akan
ditingkatkan kualitasnya dan meraih kembali kepercayaan dan penghargaan tinggi
dari masyarakat, maka salah satu upaya yang mendasar ialah meningkatkan
kualitas keilmuan dalam proses pembuatan dan penegakannya dikatakan sangat
mendasar, karena (1) kualitas keilmuan, tidak hanya dimaksudkan semata-mata
untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan pengembangan ilmu hukum itu
sendiri, tetapi juga untuk meningkatkan kualitas nilai dan produk dari proses
penegakan hukum (in abstracto maupun in concreto). (2) hukum dibuat dengan
ilmu, maka penggunaannya (penerapan/penegakannya) juga harus dengan ilmu,
yaitu ilmu hukum; bukan dengan ilmu uang suap atau ilmu dan sarana lainnya.
Pendekatan keilmuan (hukum)45
dapat diartikan sebagai suatu metode/cara
mendekati atau memahami sesuatu (objek/fenomena) berdasar logika berpikir/
konstruksi pikir, konsep/kerangka/dasar pemikiran (wawasan/pandangan/
orientasi) tertentu. Karena sudut pandang/konstruksi/orientasi berpikir tentang
hukum bisa bermacam-macam, maka wajar sering dijumpai penyebutan istilah
42
Barda Nawawi Arief, Pembangunan Sistem Hukum Nasional (Indonesia), Pustaka Magister,
Semarang, 2012, hlm. 10. 43
Kompas, 4 Desember 1994, Dilihat pada buku Satjipto Rahardjo, Sisi-Sisi Lain dari Hukum Di
Indonesia, Kompas Media Nusantara, Jakarta, 2009, hlm. 240. 44
Barda Nawawi Arief, Optimalisasi Kinerja Aparat…, Op.Cit., hlm. 4. 45
Barda Nawawi Arief, Pendekatan Keilmuan…, Op.Cit., hlm. 1
34
pendekatan keilmuan (hukum) yang beraneka macam. Antara lain disebut dengan
istilah pendekatan juridis/normatif/dogmatis (legalistik), pendekatan empirik/
sosiologis (fungsional), pendekatan historik, pendekatan komparatif, pendekatan
filosofik (kritis), pendekatan kebijakan (policy oriented approach), pendekatan
nilai (value oriented approach), pendekatan yang berorientasi pada wawasan
nasional, pendekatan global, pendekatan parsial dan pendekatan sistemik/integral.
Menurut Barda Nawawi Arief46
pendekatan keilmuan (hukum pidana) yang perlu
dioptimalkan/dikembangkan dalam PHP di Indonesia melalui tiga pendekatan
keilmuan secara integral, yaitu: (1) pendekatan juridis-ilmiah-religius; (2)
pendekatan juridis-kontekstual; dan (3) pendekatan juridis berwawasan
global/komparatif, terutama dari sistem keluarga hukum traditional and religious
law system) terhadap aspek substansi nilai/ide-dasar ketiga bidang substansi
hukum pidana (hukum pidana materiel, hukum pidana formal, dan hukum
pelaksanaan pidana).
46
Barda Nawawi Arief, Pembaharuan…, Op.Cit., hlm. 11.
108
IV. PENUTUP
A. Simpulan
1. Kondisi eksisting penegakan hukum pidana (PHP) terhadap kejahatan begal
meliputi:
a. Kebijakan Polda Lampung terkait PHP terhadap kejahatan begal/pembegalan/
C3 diselenggarakan oleh Polda Lampung beserta jajarannya di seluruh
Polres/ta dijalankan oleh bagian Reserse Kriminal Umum (Reskrimum).
Reskrimum membentuk Team Khusus Antibandit (TEKAB) 308 yang
khususnya untuk pemberantasan kejahatan C3. Prestasi Tekab 308 yang
menjalankan model represif itu bertujuan untuk menekan dan memberantas
kejahatan begal. Peran Tekab 308 yang sudah dijalankan selama ini
dipandang berhasil yang ditunjukkan dengan angka Jumlah Tindak Pidana
(JTP) dan Penyelesaian Tindak Pidana (PTP) semakin berkurang. Namun,
peran Tekab 308 belum dipandang optimal yang diharapkan bisa
memberantas tuntas persoalan begal sampai dengan ke akar-akarnya.
b. PHP terhadap kejahatan begal yang diterapkan oleh bagian Tekab 308 adalah
model represif. Model represif itu bersifat tajam/menghabisi/menumpas/
menindas/menderitakan pelaku begal/C3. PHP secara represif didukung
model pre-emtif yang dijalankan oleh dinas Sabhara dan model preventif
yang dijalankan oleh dinas Bimmas. Namun, kedua model terakhir itu tidak
dijalankan secara masif seperti model represif. Pilihan model lebih mengarah
109
kepaada represif karena Tekab 308 menghadapi karakteristik kejahatan
begal/C3 yang menggunakan kekerasan/ancaman kekerasan, penggunaan
senjata api atau senjata tajam, penggunaan kendaraan bermotor, pelakunya
tega merampas dan melukai/menghabisi korbannya. Oleh karena itu, pilihan
model yang digunakan oleh Tekab 308 untuk memberantas kejahatan begal
adalah model represif.
2. PHP terhadap kejahatan begal perlu dioptimalisasi karena keberadaan Tekab
308 diharapkan mampu menekan dan memberantas kejahatan begal secara
efektif, khususnya melalui budaya kerja aparat penegak hukum karena:
a. Model PHP terhadap kejahatan begal itu mengedepankan model represif,
maka cara yang dipilih untuk mengoptimalisasi model PHP yang sedang
dijalankan saat ini, dilihat dari sisi budaya kerja aparat penegak hukum, yaitu
menggunakan pendekatan integral dan pendekatan keilmuan, khususnya
untuk membangun/meningkatkan kapasitas tim Tekab 308 yang berorientasi
membangun budaya kerja untuk mewujudkan nilai-nilai kebenaran dan
keadilan. Melalui penerapan pendekatan integral yang dilakukan dengan
menjalankan secara terpadu dan serentak ketiga model PHP secara sekaligus,
yaitu model represif, model pre-emtif dan model preventif. Dalam diri setiap
anggota tim Tekab 308 tetap memiliki kesadaran dan kepatuhan hukum,
perikemanusiaan, rasa kasih sayang dan pertimbangan-pertimbangan
komprehensif sebelum bertindak tegas terhadap pelaku begal/C3. Tindakan
tegas kepolisian, seperti tembak pelaku di tempat merupakan tindakan yang
berdasarkan SOP, ukuran-ukuran terpenuhinya unsur-unsur tindak pidana C3,
tindakan melanggar hukum dan merupakan pilihan tindakan terakhir yang
110
harus dilakukan, misalnya pelaku melakukan penyerangan, mempertahankan
diri dari serangan pelaku yang membahayakan diri, anggota dan tim secara
keseluruhan.
b. Kebijakan kriminal dalam upaya pencegahan dan penanggulangan kejahatan
begal di masa mendatang perlu diterapkan pendekatan integratif dengan
menggunakan sarana penal dan sarana nonpenal secara berbarengan dan
sekaligus. Sarana penal ditempuh melalui tahapan-tahapan PHP, baik tahapan
secara in abstracto maupun secara in concreto. Tahapan in abstracto
dijalankan melalui perbaikan atau pembangunan substansi hukum pidana
materiel, hukum pidana formal dan hukum pelaksanaan pidana. Sedangkan,
tahapan in concreto meliputi tahapan penerapan dan pelaksanaan melalui
tahapan-tahapan penyidikan, penuntutan, pengadilan dan pelaksanaan putusan
pengadilan (eksekusi).
Pendekatan keilmuan diterapkan untuk menghasilkan produk PHP kejahatan
begal secara berkualitas dan bisa berlaku secara efektif untuk melakukan
pemberantasan kejahatan begal. Penyidikan perkara yang didasarkan atas
pendekatan keilmuan hukum pidana tujuannya berorientasi untuk
mewujudkan nilai-nilai kebenaran, keadilan, kemanfaatan, dan kepastian
hukum, termasuk bagi pelaku kejahatan begal, korban kejahatan begal, dan
masyarakat yang mengalami ketakutan dalam menghadapi begal. Melalui
pendekatan keilmuan secara integral dilakukan meliputi: (1) pendekatan
juridis-ilmiah-religius; (2) pendekatan juridis-kontekstual; dan (3) pendekatan
juridis berwawasan global/komparatif, terutama dari sistem keluarga hukum
traditional dan religious law system) terhadap aspek substansi nilai/ide-dasar
111
ketiga bidang substansi hukum pidana meliputi hukum pidana materiel,
hukum pidana formal, dan hukum pelaksanaan pidana.
B. Saran
1. Kondisi eksisting penegakan hukum pidana (PHP) terhadap kejahatan begal,
maka saran yang perlu diajukan adalah perlu meningkatkan peran Tekab 308
untuk mengoptimalisasi ketiga model PHP meliputi represif, pre-emtif dan
preventif dan menerapkan pendekatan integral terhadap penggunaan kedua
upaya/sarana yang ada dalam kebijakan kriminal, yaitu penerapan sarana
penal dan sarana nonpenal secara serentak dan sekaligus.
2. Optimalisasi PHP terhadap kejahatan begal yang mampu memberantas,
mencegah, dan menanggulangi kejahatan begal secara efektif melalui budaya
kerja aparat penegak hukum, maka saran yang perlu diajukan adalah
penerapan pendekatan keilmuan secara integral meliputi: (1) pendekatan
juridis-ilmiah-religius; (2) pendekatan juridis-kontekstual; dan (3) pendekatan
juridis berwawasan global/komparatif. Penerapan pendekatan keilmuan
dalam kerangka untuk mendapatkan produk PHP kejahatan begal yang efektif
dan berkualitas.
112
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU
Amrani, Hanafi, & Mahrus Ali, Sistem Pertanggungjawaban Pidana
Perkembangan dan Penerapan, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2015.
Atmasasmita, Romli, Sistem Peradilan Pidana, Binacipta, Bandung, 1996.
Banakar, Reza & Travers, Max (edits), Theory and Method in Socio-legal
Research (Oxford and Portland Oregon: Hart Publishing). 2005.
Bruggink, J.J.H., 1999, Rechtsreflecties, Grondbegrippen uit de Rechtstheorie
(Refleksi Tentang Hukum, alih bahasa Arief Sidharta, Bandung: PT. Citra
Aditya Bhakti.
C.J.M. Schuyt, Rechtssociologie, een terreinver dam Universitaire Pers, 1971.
Chambliss, William J & Robert B Seidman, Law, Order, And Power, Reading
Mass, Addison-Wesley, 1971
Christiansen, Karl O,. Some Consideration On the Possibility Of a Rational
Criminal Policy, Unafei No.7, 1974.
Dewi, Erna, dan Firganefi, Sistem Peradilan Pidana Indonesia (Dinamika dan
Perkembangan), Bandar lampung, PKKPUU, 2013.
Dokumen dan Resolusi Kongres PBB ke-9/1995 mengenai mengenai “Prevention
of Crime and the Treatment of Offenders”.
Hutchinson, Terry, Researching and Writing in Law, Sydney: Lawbook’s Co.
2002.
Jaya, Nyoman Serikat Putra, Hukum Pidana Khusus, Badan Penerbit Universitas
Diponegoro, Semarang, 2016.
Mappi FHUI, Lembaga Pengawasan Sistem Peradilan Pidana Terpadu, 2003.
Maroni, Tindak Pidana Khusus Diluar KUHP, Fakultas Hukum Universitas
Lampung, Justice Publisher.
Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Jakarta: Prenada Media, 2005.
Mc. Grath W.T., Developping a Stable Base for Criminal Justice Planning,
Abstracts on Criminology and Penology, Kluwer-Deventer, Vol 16 No.3,
1976.
113
Meuwissen, D.H.M., Tentang Pengembanan Hukum, Ilmu Hukum, Teori Hukum,
dan Filsafat Hukum (Penerjemah B. Arief Sidharta), Bandung: Refika
Aditama. 2007.
Nawawi Arief, Barda, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan
Pengembangan Hukum Pidana, Bandung, PT Citra Aditya Bakti, 1998.
----------, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana Perkembangan Penyususnan
Konsep KUHP Baru, Kencana, Jakarta, 2008.
----------, Kapita Selekta Hukum Pidana tentang Sistem Peradilan Pidana
Terpadu (Integrated Criminal Justice system), Semarang, Universitas
Diponegoro, 2008.
----------, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung, PT Citra Aditya Bakti, 1998.
----------, Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana
Penjara, Genta Publishing, Yogyakarta, 2010.
----------, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam
Penanggulangan Kejahatan, Kencana, Jakarta, 2008.
----------, Pembaharuan Hukum Pidana dalam Perspektif Kajian Perbandingan,
Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005.
----------, Pembaharuan Sistem Penegakan Hukum dengan Pendekatan Religius
dalam Konteks Siskumnas dan Bangkumnas, makalah Seminar Menembus
Kebuntuan Legalitas Formal Menuju Pembangunan Hukum dengan
Pendekatan Hukum Kritis, FH UNDIP, 19 Desember 2009.
----------, Pembaharuan/Rekonstruksi Pendidikan dan Pengembangan Ilmu
Hukum Pidana dalam Konteks Wawasan Nasional dan Global, makalah
disajikan dalam Kongres ASPEHUPIKI dan Seminar Pengaruh
Globalisasi terhadap Hukum Pidana dan Kriminologi Menghadapi
Kejahatan Transnasional, Hotel Savoy Homann, Bandung, 17 Maret 2008.
----------, Pembangunan Sistem Hukum Nasional (Indonesia), Pustaka Magister,
Semarang, 2012.
----------, Pendekatan Keilmuan dan Pendekatan Religius Dalam Rangka
Optimalisasi dan Reformasi Penegakan Hukum (Pidana) di Indonesia.
Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2011.
----------, Reformasi Sistem Peradilan (Sistem Penegakan Hukum) Di IndonesiaI,
Universitas Diponegoro, Semarang.
----------, RUU KUHP Baru Sebuah Restrukturisasi/ Rekonstruksi Sistem Hukum
Pidana Indonesia, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang,
2012.
114
----------, Sari Kuliah Hukum Pidana II, Semarang, Badan Penyediaan Bahan
Kuliah Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, 1993.
P.A.F. Lamintang, Dasar dasar Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung,
1984.
Purnomo, Bambang, Pola Dasar Teori Asas Hukum Acara Pidana dan
Penegakan Hukum Pidana, Yogyakarta, Liberty, 1998.
Rahardjo, Satjipto, Hukum dan Prilaku Hidup Baik adalah Dasar Hukum yang
Baik, Kompas Media Nusantara, Jakarta, 2009.
----------, Ilmu Hukum, Alumni, Bandung, 1986.
----------, Membangun dan Merombak Hukum Indonesia Sebuah Pendekatan
Lintas Disiplin, Genta Publishing, Yogyakarta, 2009.
----------, Membedah Hukum Progresif, Kompas Media Nusantara, Jakarta, 2008.
----------, Pemanfaatan Ilmu-Ilmu Sosial Bagi Pengembangan Ilmu Hukum, Genta
Publishing, Yogyakarta, 2010.
----------, Pendidikan Hukum Sebagai Pendidikan Manusia Kaitannya Dengan
Profesi Hukum dan Pembangunan Hukum Nasional, Genta Publishing,
Yogyakarta, 2009.
----------, Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis, Genta Publishing,
Yogyakarta, 2009.
----------, Satjipto Rahardjo dan Hukum Progresif Urgensi dan Kritik, Epistema
Institute, Jakarta, 2011.
----------, Sisi-Sisi Lain dari Hukum Di Indonesia, Kompas Media Nusantara,
Jakarta, 2009.
----------, Sosiologi Hukum Perkembangan Metode dan Pilihan Masalah, Genta
Publishing, Yogyakarta, 2009.
Rahmadi, Takdir, Mediasi Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat,
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011.
Reksodiputro, Mardjono, Sistem Peradilan Pidana Indonesia Melihat Kejahatan
dan Penegakan Hukum dalam Batas-Batas Toleransi, Pusat Keadilan dan
Pengabdian Hukum, Jakarta, 1994.
Robertson, Roland, Globalization – Social Theory and Global Culturu, Safe
Publication: New York, 1992.
Siswanto, Heni. Rekonstruksi Sistem Penegakan Hukum Pidana Menghadapi
Kejahatan Perdagangan Orang, Pusat Magister, Semarang, 2013.
115
Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1986.
Sudarto dan Barda Nawawi Arief, Hukum Pidana I & II, Yayasan Sudarto d/a
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 1993.
Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni, Jakarta, 1981.
Summary Report, Resource Material Series No 7, UNAFEI, 1974.
Tamanaha, Brian Z., Realistic Socio-legal Theory Pragmatism and a social
Theory of Law, oxford University press, New York, 1997, p 1
Vinogradoff, Sir Paul, Common Sense in Law, University Press, London, 1959.
Wignjosoebroto, Soetandyo, Hukum, Paradigma, Metode dan Dinamika
Masalahnya, Jakarta: ELSHAM, 2002.
B. UNDANG-UNDANG DAN PERATURAN LAIN
Moeljatno, KUHP Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Bumi Aksara, Jakarta,
2009.
C. MAKALAH / SUMBER LAIN
Data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Lampung Tahun 2014, Lampung
dalam Angka 2013, Bandar Lampung: Badan Pusat Statistik Kota Bandar
Lampung.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Lampung Tahun 2016, Lampung
dalam Angka 2016, Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung.
Nawawi, Arief Barda, Optimalisasi Kinerja Aparat Hukum Dalam Penegakan
Hukum Indonesia Melalui Pemanfaatan Pendekatan Keilmuan, Makalah
disajikan dalam Seminar Nasional Strategi Peningkatan Kinerja
Kejaksaan RI, di Gedung Program Pasca Sarjana UNDIP, 29 Nopember
2008.
----------, Penegakan Hukum Pidana dalam Konteks Sistem Hukum Nasional
(Siskumnas) dan Pembangunan Nasional (Bangnas), makalah disajikan
dalam Sespim Polri, di Lembang, 26 Agustus 2008.
R.A. Kresman DAJ, Narkotika dan Miras. Makalah pada Seminar Kenakalan
Remaja dan Penggunaan Pil Koplo, Semarang tanggal 6 Agustus 1995.
Rinando, Romi, Sindikat Pencurian Motor Diringkus, Harian Tribun, 11 April
2013, http://www.tribunnews.com.
Siswanto, Heni, Maroni dan Fathoni, Jurnal Penelitian: Penguatan Model
Penegakan Hukum Pidana Secara Integral dan Berkualitas dalam
Menghadapi Curat, Curas dan Curanmor, Universitas Lampung, Bandar
Lampung, 2015.