57
ANALISIS PENEGAKAN HUKUM PIDANA BERBASIS PENDEKATAN INTEGRAL DAN KEILMUAN DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN BEGAL (Studi di Wilayah Kepolisian Daerah Lampung) (Tesis) Oleh : AISYAH MUDA CEMERLANG PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2018

ANALISIS PENEGAKAN HUKUM PIDANA BERBASIS PENDEKATAN ...digilib.unila.ac.id/32976/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · PHP terhadap kejahatan begal secara efektif perlu dilakukan melalui

  • Upload
    others

  • View
    97

  • Download
    13

Embed Size (px)

Citation preview

ANALISIS PENEGAKAN HUKUM PIDANA

BERBASIS PENDEKATAN INTEGRAL DAN KEILMUAN

DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN BEGAL

(Studi di Wilayah Kepolisian Daerah Lampung)

(Tesis)

Oleh :

AISYAH MUDA CEMERLANG

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2018

ABSTRAK

ANALISIS PENEGAKAN HUKUM PIDANA

BERBASIS PENDEKATAN INTEGRAL DAN KEILMUAN

DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN BEGAL

(Studi di Wilayah Kepolisian Daerah Lampung)

Oleh

Aisyah Muda Cemerlang

Penegakan hukum pidana (PHP) terhadap kejahatan begal dijalankan oleh

Kepolisian Daerah Lampung beserta jajarannya dengan membentuk Team Khusus

Antibandit (TEKAB) 308. Tekab 308 dalam menerapkan penegakan hukum

pidana menggunakan model represif.

Pendekatan masalah yang digunakan adalah yuridis normatif dan pendekatan

empiris. Sumber dan jenis data yang digunakan adalah jenis data primer dan data

sekunder. Analisis yang digunakan analisis kualitatif, kemudian di ambil

kesimpulan secara induktif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi eksisting PHP terhadap kejahatan

begal/C3 dilakukan oleh Reserse Kriminal Umum (Reskrimum) Polda Lampung

beserta seluruh jajarannya di Polres/ta. Reskrimum menjalankan PHP melalui

Tekab 308. Secara faktual, peran Tekab 308 dipandang berhasil yang ditunjukkan

dari angka Jumlah Tindak Pidana (JTP) dan Penyelesaian Tindak Pidana (PTP)

semakin menurun. Akan tetapi, peran yang dijalankannya belum optimal bisa

menuntaskan persoalan begal sampai ke akarnya. Untuk mengoptimalisasikan

PHP terhadap kejahatan begal secara efektif perlu dilakukan melalui budaya kerja

aparat penegak hukum yang mengedepankan model represif. Budaya kerja aparat

penegak hukum terbangun melalui penerapan pendekatan integral dan keilmuan

untuk menghasilkan produk PHP yang berkualitas dan efektif. Penyidikan perkara

begal yang didasarkan atas pendekatan keilmuan hukum pidana berorientasi untuk

mewujudkan nilai-nilai kebenaran, keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum.

Saran dan rekomendasi yang dapat diberikan terkait kondisi eksisting dan

optimalisasi penegakan hukum pidana (PHP) terhadap kejahatan begal perlu

meningkatkan peran Tekab 308 untuk mengoptimalisasi ketiga model PHP dan

menerapkan pendekatan integral terhadap penggunaan kedua upaya/sarana yang

ada dalam kebijakan kriminal, yaitu penerapan sarana penal dan sarana nonpenal

secara serentak dan sekaligus.

Kata kunci: Optimalisasi, penegakan hukum pidana, pendekatan integral

dan keilmuan, kejahatan begal.

ABSTRACT

A MODEL OF CRIMINAL LAW ENFORCEMENT WITH INTEGRATED

AND SCIENTIFIC APPROACHES IN ERADICATING BEGAL CRIME

(A Study at Lampung Regional Police Jurisdiction)

By

Aisyah Muda Cemerlang

The existing conditions showed that the application of the model of criminal law

enforcement (PHP) against 'Begal' (vehicle robbery) crimes has been organized by

Polda Lampung (Regional Police) and its ranks. Polda Lampung has formed

Antirobber Special Team or Team Khusus Antibandit (TEKAB) 308 that applied

the model of criminal law enforcement in a repressive manner.

This research applied normative and empirical approaches. The data sources

consisted of primary and secondary data. The data were analyzed qualitatively and

concluded inductively.

The result of this research showed that the existing condition of PHP toward

vehicle robbery was done by General Criminal Investigation (Reskrimum) of

Lampung Regional Police together with the staffs in city surroundings. Police

station in implementing PHP, Reskrimum used TEKAB 308. Factually, the rule of

TEKAB 308 could be regarded as a success because the number of the criminal

act (JTP) and is disposul was decline much. The affairs athough it was a success

its rule cannot be said has been optimal in eradcating the vehide robbery issues to

its roof. To optimalize PHP forward vobbem issues effectively, it could be done

through the officers work culture in putting forward a repressive model. Their

work culture could be built by applying integral and scientitic approaches to

produce an effective and have good of a quality PHP. Vehicle robbery

investigation which based on criminal law scientitic approach was oriented to

actualize the valves of touth justice, usefiness and legal certainty.

The suggestions and recommendations of the research showed that the existing

conditions and the application of the model of criminal law enforcement (PHP)

against begal crime, then it is suggested that it is necessary to improve the role of

TEKAB 308 in optimizing the three PHP models and applying an integrated

approach to the two measures to eradicate the crimes, namely penal and non-penal

technique with simultaneously and synchronously.

Keywords: Optimization, criminal law enforcement, integrated and scientific

approaches, begal crime.

ANALISIS PENEGAKAN HUKUM PIDANA

BERBASIS PENDEKATAN INTEGRAL DAN KEILMUAN

DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN BEGAL

(Studi di Wilayah Kepolisian Daerah Lampung)

Oleh :

AISYAH MUDA CEMERLANG

Tesis

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar

MAGISTER HUKUM

Pada

Jurusan Sub Program Hukum Pidana

Program Magister Ilmu Hukum

Fakultas Hukum Universitas Lampung

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2018

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jepara 19 Oktober 1993, yang

merupakan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak

Dr. Heni Siswanto, S.H., M.H dan Ibu Sriyatmi. Penulis

memulai pendidikan pada Taman Kanak-Kanak di Satria

Pada Tahun 1999, Kemudian penulis melanjutkan

pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 3 Rawa Laut Tanjung Karang Timur Bandar

Lampung diselesaikan pada tahun 2005, Sekolah Menengah Pertama Gajah Mada

Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2008, Sekolah Menengah Atas Gajah

Mada Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2011. Tahun 2011 penulis terdaftar

sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN.

Tahun 2015, penulis meraih gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas

Lampung. Pada Tahun 2016 Penulis kemudian melanjutkan pendidikan pada

Program Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Univesitas Lampung mengambil

konsentrasi Hukum Pidana.

MOTO

Kegagalan bukanlah akhir dari semuanya

Tapi jadikanlah kegagalan itu sebagai guru atau acuan untuk kita

Melakukan hal-hal yang akan kita capai nantinya

Karena berawal dari kegagalan itulah kita dapat

Mencapai semua yang kita inginkan

(Penulis)

PERSEMBAHAN

Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT, Tuhan dari segala

Alam, yang telah memberikan rahmat, taufik dan hidayah Nya, maka dengan

segala ketulusan dan kerendahan hati serta setiap perjuangan dan jerih payah

yang selama ini telah dilakukan, dengan ini aku persembahkan sebuah karya

kepada:

Ayah dan Ibuku

Dr. Heni Siswanto, S.H., M.H dan Ibu Sriyatmi

yang selalu kuhormati, kubanggakan, kusayangi, dan kucintai sebagai rasa baktiku

kepada kalian

Terima kasih untuk setiap pengorbanan kesabaran, kasih sayang yang tulus serta

do’a demi keberhasilanku selama ini

Untuk adikku tersayang yang selalu kubanggakan dan senantiasa menemani saat-

saat aku membutuhkan tempat untuk berbagi cerita

Keluarga besarku terima kasih atas doa dan dukungannya selama ini.

Para guru serta dosen yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat kepadaku

Sahabat-sahabat dan teman-temanku yang selalu menemani untuk memberikan

semangat.

Almamaterku Tercinta

SANWACANA

Puji syukur selalu penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T., atas limpahan

rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Tesis

dengan judul “Analisis Penegakan Hukum Pidana Berbasis Pendekatan Integral

dan Keilmuan dalam Menghadapi Kejahatan Begal (Studi di Wilayah Kepolisian

Daerah Lampung)” sebagai salah satu syarat mencapai gelar Magister di

Pascasarjana Program Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas

Lampung.

Penulis menyadari dalam penulisan Tesis ini tidak terlepas dari bimbingan,

bantuan, petunjuk dan saran dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini Penulis

mengucapkan terima kasih yang tulus dari lubuk hati yang paling dalam kepada:

1. Bapak Armen Yasir, S.H., M.H. selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Lampung.

2. Bapak Dr. Wahyu Sasongko, S.H., M.Hum., selaku Ketua Program Studi

Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas

Lampung.

3. Ibu Dr. Nikmah Rosidah, S.H., M.H., selaku Ketua Sub Program Hukum

Pidana Pascasarjana Magister Ilmu Hukum dan selaku Dosen Pembahas II

yang senantiasa memberikan waktu, masukan dan saran selama penulisan

Tesis ini.

4. Bapak Prof. Dr. Sanusi Husin, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing I

yang telah banyak memberikan pengarahan dan sumbangan pemikiran

yang sungguh luar biasa dalam membimbing Penulis selama penulisan

Tesis ini.

5. Ibu Dr. Erna Dewi, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing II yang telah

banyak memberikan pengarahan dan sumbangan pemikiran yang sungguh

luar biasa serta kesabarannya dalam membimbing Penulis selama

penulisan Tesis ini.

6. Bapak Dr. Eddy Rifai, S.H., M.H. selaku Dosen Pembahas I yang telah

memberikan waktu, masukan, dan saran selama penulisan Tesis ini.

7. Bapak Dr. Maroni, S.H., M.Hum. selaku Dosen Pembahas II yang telah

memberikan waktu, masukan, dan saran selama penulisan Tesis ini.

8. Ibu Dr. Amnawaty, S.H., M.H. selaku Dosen Pembahas III yang telah

memberikan waktu, masukan, dan saran selama penulisan Tesis ini.

9. Bapak Dr. H Soerya Tisnanta, S.H., M.H. selaku Pembimbing Akademik

yang telah memberikan nasehat dan bantuannya selama proses pendidikan

Penulis di Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum

Universitas Lampung.

10. AKBP Ahmad Sukiyatno, AKBP Darman Gumai, Bripka Bira Wida,

Aiptu Sunarto, AKP Syahrial, AKP Sugandi Satria N., Efendi, Kompol

Kisron yang telah menjadi narasumber-narasumber, memberikan izin

penelitian, membantu dalam proses penelitian untuk penyusunan Tesis ini.

11. Seluruh dosen, staff dan karyawan Pascasarjana Magister Ilmu Hukum

Fakultas Hukum Universitas Lampung, terima kasih atas bantuannya

selama ini.

12. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Dr. Heni

Siswanto, S.H., M.H. dan Ibuku Sri Yatmi yang selalu memberikan

dukungan, motivasi dan doa kepada Penulis, serta menjadi pendorong

semangat agar Penulis terus berusaha keras mewujudkan cita-cita dan

harapan sehingga dapat membanggakan bagi mereka berdua.

13. Teman-teman Magister Ilmu Hukum Universitas Lampung SD. Fuji

Lestari Hasibuan, S.H., Susi Kusmawaningsih, S.H., Senang Monia

Silalahi, S.H., Redo Noviansyah, S.H., Queen Sugiarto, S.H., Albar Diaz

Novandi, S.H., Franchiska Agustina, S.H., Lerry Primadhino, S.H., Heni

Pratiwi, S.H., Fiona Salfadila Hasan, S.H., Akhmad Sapri, dr. Rozi K

Warganegara S.Ked., Maryani, S.H., Mufty Ardian, S.H., Muji Santoso,

S.H., dan semua teman-teman angkatan 2016 Magister Ilmu Hukum

Fakultas Hukum Universitas Lampung yang tidak dapat Penulis sebutkan

semuanya. Terima Kasih atas pertemanan yang terjalin selama ini sukses

buat kita semua.

14. Untuk Almamaterku Tercinta, Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum

Universitas Lampung.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih Semoga Allah SWT memberikan

balasan atas bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis dan

semoga Tesis ini dapat bermanfaat untuk menambah dan wawasan keilmuan bagi

pembaca pada umumnya dan bagi penulis khususnya.

Bandar Lampung, 16 Agustus 2018

Penulis,

AISYAH MUDA CEMERLANG, S.H.

DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1

B. Rumusan Permasalahan dan Ruang Lingkup .................................... 8

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ....................................................... 9

D. Kerangka Pemikiran........................................................................... 10

E. Metode Penelitian .............................................................................. 19

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Penegakan Hukum Pidana ................................................................. 25

B. Pendekatan Integral ............................................................................ 28

C. Optimalisasi Pendekatan Keilmuan Hukum (Berkualitas) ................ 31

III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi Eksisting Penegakan Hukum Pidana Terhadap Kejahatan

Pembegalandi Lampung..................................................................... 35

B. Penegakan Hukum Pidana Terhadap KejahatanBegalyang Mampu

Memberantas, Mencegah,MenanggulangiKejahatan Pembegalan secara

Efektif MelaluiBangunan Budaya KerjaAparat Penegak Hukum ..... 96

IV. PENUTUP

A. Simpulan ........................................................................................... 108

B. Saran .................................................................................................. 111

DAFTAR PUSTAKA

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum yang

diancam dengan pidana. Syarat utama dari adanya perbuatan pidana adalah ada

aturan yang melarang. Pengertian mengenai perbuatan pidana dipakai oleh Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) disebut sebagai kejahatan. Istilah

kejahatan pada hakekatnya merupakan kegiatan perilaku manusia yang

bertentangan dengan hukum dan norma sosial, sehingga masyarakat mencelanya,

namun istilah kejahatan tidak dapat digunakan begitu saja untuk pengganti

perbuatan pidana yang ada dalam pengertian strafbaar feit. Perumusan Strafbaar

feit merupakan perbuatan yang melanggar undang-undang dan diancam dengan

hukuman, seperti diterangkan oleh Simon dalam pendapatnya tentang Strafbaar

feit yang harus memuat beberapa unsur, yaitu:

1. Suatu perbuatan manusia (menselijkt handeling een) dengan handeling

dimaksudkan tidak saja "een doen" (perbuatan), akan tetapi juga "een

nulaten" (mengabaikan);

2. Perbuatan itu (yaitu perbuatan dan mengabaikan) dilarang dan diancam

dengan hukuman oleh undang-undang;

2

3. Perbuatan itu harus dilakukan oleh seseorang yang dapat

dipertanggungjawabkan, artinya dapat dipersilakan karena melakukan

perbuatan tersebut.1

KUHP sebagai produk hukum pidana Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda di

masa Kemerdekaan Indonesia tetap diberlakukan oleh Pemerintah Republik

Indonesia. KUHP merupakan peraturan perundang-undangan Hukum Pidana,

yang dulunya disebut Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch Indie (WvSNI).

Produk hukum sebagai suatu kodifikasi dalam bidang hukum pidana. Kodifikasi

itu merupakan salinan (copy) dari Wetboek van Strafrecht (WvS) yang berlaku di

Negeri Belanda, yang diberlakukan menurut asas konkordansi bagi Hindia

Belanda, sebagai konsekuensi hukum negeri Indonesia jajahan Belanda.

Sistematika KUHP terdiri 3 (tiga) Buku, Buku I tentang Aturan Umum, Buku II

tentang Kejahatan dan Buku III tentang Pelanggaran. Buku II tentang Kejahatan,

di antaranya memuat Pasal 362, Pasal 363 dan Pasal 365 KUHP yang mengatur

larangan perbuatan mengambil/mencuri barang milik orang lain, berupa tindak

pidana pencurian dengan pemberatan (curat), tindak pidana pencurian dengan

kekerasan (curas), dan tindak pidana pencurian kendaraan bermotor (curanmor).

Pelanggaran larangan atas kejahatan pencurian atau tindak pidana pencurian itu

kepada pelaku/pembuatnya diancam dengan sanksi pidana penjara maksimal 5

1 Satochid Kartanegara, Telah Dikupas Dalam Bahasa Belanda Indonesia dari Bahasa Belanda

Hukum Pidana Kumpulan Kuliah, Balai Lektur Mahasiswa, Jakarta, 1992, hlm. 74

3

tahun (Pasal 362 KUHP); 7 sampai dengan 9 tahun (Pasal 363 KUHP); 9, 12

sampai dengan 15 tahun pidana; seumur hidup; bahkan dipidana mati (Pasal 365

KUHP).

Ketiga bentuk/jenis tindak pidana pencurian itu merupakan tindak kriminal yang

menonjol pada Index Crime Lampung.2 Ketiganya merupakan tiga urutan terbesar

tindak pidana yang terjadi di Lampung dalam rentang waktu Tahun 2013 – 2017.

Istilah terpadu terkait ketiga tindak pidana pencurian itu secara sosiologis dikenali

sebagai ’kejahatan C3/pembegalan/begal’.

Paparan Index Crime Lampung tersebut menunjukkan adanya masalah di dalam

model penegakan hukum pidana (selanjutnya disingkat, PHP) terhadap tindak

pidana pencurian. Ancaman penjatuhan pidana yang berat pada tahap PHP in

abstracto (formulasi/rumusan undang-undang) dan respon tindakan represif aparat

penegak hukum berupa tembak pelaku di tempat, ternyata belum menyurutkan

nyali, tidak membuat takut atau jera para pelaku begal/begal. Bahkan selama 6

(enam) bulan terakhir memperlihatkan jumlah tindak pidana (JTP) begal semakin

meningkat, termasuk bentuk modus operandi kejahatan begal itu dilakukan.

Tindak pidana merupakan suatu pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak

pidana adalah suatu pengertian yuridis, lain hal halnya dengan istilah "perbuatan

jahat" atau "kejahatan" (crime atau Verbrechen atau misdaad) yang bisa diartikan

secara yuridis (hukum) atau secara kriminologis.3 Menurut pendapat W.L.G.

Lemaire Hukum Pidana itu terdiri dari norma-norma yang berisi keharusan

2 Data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Lampung Tahun 2014, Lampung dalam Angka 2013,

Bandar Lampung: Badan Pusat Statistik Kota Bandar Lampung. 3 Sudarto dan Barda Nawawi Arief, Hukum Pidana I & II, Yayasan Sudarto d/a Fakultas Hukum

Universitas Diponegoro, Semarang, 1993, hlm. 40.

4

keharusan dan larangan larangan yang (oleh pembentuk undang undang) telah

dikaitkan dengan suatu sanksi berupa hukuman, yakni suatu penderitaan yang

bersifat khusus. Dengan demikian dapat juga dikatakan, bahwa Hukum Pidana itu

merupakan suatu sistem norma yang menentukan terhadap tindakan-tindakan

yang mana (hal melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu di mana terdapat

suatu keharusan untuk melakukan sesuatu) dan dalam bagaimana hukum itu dapat

dijatuhkan, serta hukuman yang bagaimana yang dapat dijatuhkan bagi tindakan-

tindakan tersebut.4

Pertumbuhan penduduk semakin hari semakin bertambah khususnya di Provinsi

Lampung, sehingga tercipta kondisi pertumbuhan penduduk yang sangat

berpengaruh terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat, terutama menyangkut

masalah pemenuhan akan kebutuhan hidup dan lapangan pekerjaan. Hal ini,

mudah sekali menimbulkan kerawanan di bidang keamanan dan ketenangan hidup

masyarakat, seperti terjadinya tindak pidana atau kejahatan karena adanya

beberapa oknum yang berpikiran pendek untuk dapat memenuhi kebutuhan dan

keinginannya dengan jalan melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar

hukum.

Kasus yang sering terjadi di Provinsi Lampung, baik disiarkan melalui media

masa elektronik maupun koran saat ini adalah kasus begal atau lebih tepatnya

adalah pencurian dengan kekerasan, dalam hal ini pelaku kejahatan yang

cenderung lebih sering merampas kendaraan bermotor korban dengan berbagai

macam cara dan modus kejaharan pencurian dengan kekerasan, terlebih lagi saat

4 P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung, 1984, hlm. 1-2.

5

ini pelaku kejahatan sudah sangat kritis karena pelaku kejahatan banyak terjadi

pada anak di bawah umur.

Isu pelanggar hukum begal yang berkembang di tingkat Provinsi Lampung sudah

semakin meluas, dikhawatirkan apabila tidak diambil tindakan langsung, maka

generasi muda akan tergerus dalam perbuatan pidana, sehingga dalam hal ini perlu

perlindungan hukum khusus bagi anak yang terjerat kasus tindak pidana pencurian

dengan kekerasan tersebut agar tidak hilang hak-haknya.5 Sebagai contoh akhir-

akhir ini kasus begal yang terjadi di Wilayah Hukum Polda Lampung terdapat

kecenderungan meningkat dari Tahun 2014-2015 untuk kawasan tertentu naik

hingga 15% setiap tahunnya,6 kasus terhadap pencurian kendaraan bermotor

bahkan yang dilakukan oleh anak-anak. Selain melukai korban kejahatannya,

pelaku juga tega menghilangkan nyawa orang lain. Kejahatan pencurian sepeda

motor dengan biasanya menimpa para pengemudi ojek seperti akhir-akhir ini.

Meningkatnya kasus kejahatan pencurian sepeda motor memang tidak akan dapat

tertekan akibat laju pertumbuhan kendaraan bermotor yang cukup tinggi di

Bandar Lampung.7

Kejahatan begal telah menebar teror, menjadi momok yang merajalela dan sangat

menakutkan bagi masyarakat di Lampung, di wilayah Jakarta, Bogor, Depok,

Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) dan sejumlah wilayah lainnya. Kejahatan

begal telah menyebar ke sebagian besar wilayah Indonesia. Kejahatan begal ini

menimbulkan korban hilangnya nyawa, terluka terhadap badan orang serta

5 Romi Rinando, Sindikat Pencurian Motor Diringkus, Harian Tribun, 11 April 2013,

http://www.tribunnews.com. 16-06-2018 Pukul 22:33 Wib. 6 Data Reskrim Pidum Polda Lampung (Kejahatan Jalanan Tahun 2015).

7 Romi Rinando, Op.Cit.

6

kehilangan harta benda yang jumlah nominal dan nilainya yang tidak sedikit. Oleh

karena itu, perlu segera direspon dan dibangun kebijakan kepolisian, sebagai

bagian dari kebijakan kriminal terhadap kejahatan begal di tahap penyidikan.

Tahap penyidikan kepolisian merupakan garda terdepan dalam PHP. Oleh karena

itu, model PHP terhadap kejahatan begal pada tahap aplikasi/penerapan perlu

dibangun kebijakan kepolisian yang mampu menekan, memberantas, mencegah

dan menanggulangi kejahatan begal secara efektif.8

Model PHP terhadap kejahatan begal pada tahap in concreto (tahap aplikasi)

ditengarai masih diwarnai oleh kebiasaan/budaya permainan kotor dan

menggunakan jalan pintas tanpa mengoptimalisasi penerapan keilmuan hukum.

Cara-cara penyelenggaraan PHP yang masih diwarnai/diintervensi/dipengaruhi

oleh perilaku korup, kolutif dan transaksional yang dilakukan oleh oknum aparat

penegak hukum yang mempertukarkan kekuasaan PHP kepada pelaku kejahatan

dengan imbalan tertentu (transaksional). Pertukaran itu untuk merekayasa suatu

perkara atau mengatur permainan kotor. Tentunya, budaya kerja yang diwarnai

permainan kotor dalam bentuk perbuatan uang suap atau perbuatan tercela lainnya

akan menjadikan merosot/rendahnya kualitas produk PHP. Akibatnya, terjadi

kegagalan PHP untuk mewujudkan kebenaran dan keadilan substantif.

Model PHP yang ada saat ini masih diselenggarakan dengan cara jalan pintas

yang kurang mengoptimalisasikan pendekatan keilmuan hukum (scientific

culture/ approach), sehingga PHP masih diwarnai masalah budaya perilaku

tercela (permainan kotor) yang dilakukan oleh pelaku atau oknum aparat penegak

8 Heni Siswanto, Maroni dan Fathoni, Penguatan Model Penegakan Hukum Pidana Secara

Integral dan Berkualitas dalam Menghadapi Curat, Curas dan Curanmor, Universitas Lampung,

Bandar Lampung, 2015, hlm.12.

7

hukum. Oleh karena itu, agar model PHP dapat mejadi dasar/acuan dalam

pemberantasan tindak pidana begal perlu dilakukan optimalisasi/penguatan

berbasis pendekatan integral dan pendekatan keilmuan yang nantinya model ini

akan diterapkan oleh aparat penyidik kepolisian.

Berdasarkan model PHP terhadap kejahatan begal yang berkualitas yang akan

diterapkan pada tahapan penyidikan di masa yang akan datang, maka model PHP

yang ada saat ini perlu dioptimalisasi/penguatan dengan memanfaatkan/

meningkatkan penerapan pendekatan integral dan pendekatan keilmuan.

Penerapan kedua pendekatan itu dalam upaya PHP terhadap kejahatan begal

sebagai kegiatan mengintegralkan/memadukan berbagai sub-sistem hukum yang

terdiri dari komponen ”substansi hukum” (legal substance), ”struktur hukum”

(legal structure), dan ”budaya hukum” (legal culture) di bidang hukum pidana

dan PHP terhadap kejahatan begal.

Mengoptimalisasikan model PHP yang berbasis pendekatan integral dan keilmuan

yang berkualitas dalam menghadapi kejahatan begal diperlukan suatu penelitian

yang integral dan mendalam. Pendekatan keilmuan hukum yang berkualitas dalam

PHP dilakukan dengan menerapkan pendekatan juridis-ilmiah-religius,

pendekatan juridis-kontekstual dan pendekatan juridis berwawasan

global/komparatif.

Melalui pendekatan integral dan keilmuan hukum diharapkan mampu dirumuskan

model PHP terhadap kejahatan begal yang dipandang paling cocok/relevan/sesuai

dengan tipologi/karakteristik/kearifan lokal masyarakat Lampung dan kapasitas

kemampuan Kepolisian Daerah Lampung. Oleh karena itu, dipandang perlu

8

dilakukan penelitian hukum berjudul “Analisis Penegakan Hukum Pidana

Berbasis Pendekatan Integral dan Keilmuan dalam Menghadapi Kejahatan Begal

(Studi Wilayah Kepolisian Daerah Lampung)”.

B. Rumusan Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Rumusan Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan permasalahan yang akan diteliti

dan dikaji dalam penelitian ini adalah:

a. Bagaimanakah kondisi eksisting penegakan hukum pidana terhadap kejahatan

begal di Lampung?

b. Bagaimanakah mengoptimalisasikan penegakan hukum pidana yang mampu

memberantas, mencegah, dan menanggulangi kejahatan begal secara efektif

melalui budaya kerja aparat penegak hukum?

2. Ruang Lingkup Penelitian

Untuk membatasi keluasan penelitian tesis, maka perlu dibatasi ruang lingkupnya

pada pembahasan substansi Hukum Pidana, baik hukum pidana materiel; objek

penelitian, yaitu kondisi eksisting PHP terhadap kejahatan begal di Lampung dan

mengoptimalisasikan PHP terhadap kejahatan begal yang mampu memberantas,

mencegah, dan menanggulangi kejahatan begal secara efektif melalui budaya

kerja aparat penegak hukum; lokasi penelitian, yaitu wilayah hukum Kepolisian

Daerah (Polda) Lampung; tahun data penelitian, yaitu Tahun 2014-2018.

9

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

a. Untuk menganalisis kondisi eksisting penegakan hukum pidana terhadap

kejahatan begal di Lampung.

b. Untuk menganalisis optimalisasi penegakan hukum pidana terhadap kejahatan

begal yang mampu memberantas, mencegah, dan menanggulangi kejahatan

begal secara efektif melalui budaya kerja aparat penegak hukum.

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah:

a. Kegunaan teoretis

Temuan hasil penelitian ini disumbangkan untuk tumbuh dan berkembangnya

ilmu pengetahuan hukum pidana terkait kondisi eksisting PHP terhadap kejahatan

begal di Lampung dan mengoptimalisasikan PHP terhadap kejahatan begal yang

mampu memberantas, mencegah, dan menanggulangi kejahatan begal secara

efektif melalui budaya kerja aparat penegak hukum.

b. Kegunaan praktis

Temuan hasil penelitian digunakan aparat penegak hukum, khususnya Penyidik

Kepolisian untuk memahami dan menerapkan kondisi eksisting PHP terhadap

kejahatan begal di Lampung dan mengoptimalisasikan PHP terhadap kejahatan

begal yang mampu memberantas, mencegah, dan menanggulangi kejahatan begal

secara efektif melalui budaya kerja aparat penegak hukum.

10

D. Kerangka Pemikiran

1. Alur Pikir

ANALISIS PENEGAKAN HUKUM PIDANA

BERBASIS PENDEKATAN INTEGRAL DAN KEILMUAN

DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN BEGAL

Sistem PHP meliputi

substansi, struktur dan

budaya Hukum Pidana

terhadap Kejahatan Begal

Penghapusan/

penghilangan faktor

pemicu timbulnya

Kejahatan Begal

Model PHP terhadap kejahatan

begal berbasis pendekatan

integral dan keilmuan, berkearifan

lokal dan kapasitas Polda

Lampung

Substansi HPM

(tindak pidana,

kesalahan/PJP

serta pidana dan

pemidanaan)

terhadap Kejahatan

Begal

Kebijakan Kriminal

terhadap Kejahatan

Begal

Kebijakan hukum pidana

(penal) terhadap

Kejahatan Begal melalui

Kebijakan Polri

Kebijakan non-hukum

pidana (non-penal)

terhadap Kejahatan Begal

melalui kebijakan Pemda

(Provinsi dan Kab/Kota di

Lampung)

Kebijakan sosial (membangun kesejahteraan

dan perlindungan masyarakat Lampung)

Nilai-nilai Pancasila sebagai margin of

appreciation (filter sisi negatif globalisasi

dan sisi positif kearifan lokal Lampung)

Sosio-Kultural;

Sosio-Politik Sosio-Ekonomi

Optimalisasi PHP terhadap Kejahatan Begal

berbasis pendekatan integral dan keilmuan

hukum pidana (berkualitas) yang diterapkan

pada saat ini maupun di masa mendatang

Terbangunnya tatanan

masyarakat (Lampung)

yang ideal

(kesejahteraan,

perlindungan hukum dan

kestabilan hidup) bagi

masyarakat Lampung

yang multietnis

(heterogen/majemuk)

11

2. Kerangka Teori

a. Penegakan Hukum Pidana

Pengertian penegakan hukum pidana (PHP) dapat dirumuskan sebagai

keseluruhan kegiatan dari para aparat/pelaksana penegak hukum ke arah tegaknya

hukum, keadilan, dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia,

ketertiban, ketenteraman dan kepastian hukum menurut peraturan perundang-

undangan di bidang hukum pidana yang sesuai dengan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945.9

Penegakan hukum pidana terdiri dari dua tahap inti. Tahap pertama, PHP in

abstracto merupakan tahap pembuatan/perumusan undang-undang oleh badan

legislatif. Tahap ini dapat disebut tahap formulasi/legislasi/legislatif. PHP in

abstracto adalah pembuatan undang-undang (law making) atau perubahan

undang-undang (law reform). Tahap kedua, PHP in concreto (law enforcement).

Kedua PHP itu dalam kerangka menunjang tercapainya tujuan, visi dan misi

pembangunan nasional10

serta menunjang terwujudnya sistem penegakan hukum

pidana (SPHP) secara nasional.

9 Heni Siswanto, Rekonstruksi Sistem Penegakan Hukum Pidana Menghadapi Kejahatan

Perdagangan Orang, Pusat Magister, Semarang, 2013 10

Dalam GBHN 1999 antara lain dikemukakan, Visi Bangnas: Terwujudnya masyarakat Indonesia

yang damai, demokratis, berkeadilan, berdaya saing, maju dan sejahtera, dalam wadah NKRI yang

didukung oleh manusia Indonesia yang sehat, mandiri, beriman, bertakwa, berakhlak mulia, cinta

tanah air, berkesadaran hukum dan lingkungan, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi,

memiliki etos kerja yang tinggi serta berdisiplin. Misinya ada 12 dan di antaranya: 1. pengamalan

Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat; 2. peningkatan kualitas IMTAQ kepada Tuhan YME;

3. kehidupan sosial budaya yang berkepribadian. Dalam RPJP (Rencana Pembangunan Jangka

Panjang) 2005–2025, disebutkan, bahwa Visi Pembangunan Nasional Tahun 2005–2025:

Indonesia Yang Maju dan Mandiri, Adil dan Demokratis, serta Aman dan Bersatu dalam wadah

Negara Kesatuan Republik Indonesia. Visi ini mengarah pada pencapaian tujuan pembangunan

sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Misinya: 1. Mewujudkan Indonesia

Yang Maju dan Mandiri; 2. Mewujudkan Indonesia Yang Adil dan Demokratis; 3. Mewujudkan

Indonesia Yang Aman dan Bersatu, dalam Barda Nawawi Arief, Penegakan Hukum Pidana dalam

Konteks Sistem Hukum Nasional (Siskumnas) dan Pembangunan Nasional (Bangnas), makalah

disajikan dalam Sespim Polri, di Lembang, 26 Agustus 2008, hlm. 1.

12

Menurut Barda Nawawi Arief11

bahwa apabila PHP benar-benar akan

ditingkatkan kualitasnya dan meraih kembali kepercayaan dan penghargaan tinggi

dari masyarakat, maka salah satu upaya yang mendasar ialah:

Meningkatkan kualitas keilmuan dalam proses pembuatan dan

penegakannya dikatakan sangat mendasar, karena (1) kualitas keilmuan,

tidak hanya dimaksudkan semata-mata untuk meningkatkan kualitas

pendidikan dan pengembangan ilmu hukum itu sendiri, tetapi juga untuk

meningkatkan kualitas nilai dan produk dari proses penegakan hukum (in

abstracto maupun in concreto). (2) hukum dibuat dengan ilmu, maka

penggunaannya (penerapan/penegakannya) juga harus dengan ilmu, yaitu

ilmu hukum; bukan dengan ilmu uang suap atau ilmu dan sarana lainnya.

Berkaitan dengan penegakan hukum pidana, Joseph Goldstein sebagaimana

dikutip Mardjono Reksodiputro12

mengemukakan bahwa penegakan hukum harus

diartikan dalam kerangka tiga konsep, yaitu:

1) Konsep penegakan hukum yang bersifat total (total enforcement

concept) yang menuntut agar semua nilai yang ada dibelakang norma

hukum tersebut ditegakkan tanpa terkecuali

2) Konsep penegakan hukum yang bersifat penuh (full enforcement

concept) yang menyadari bahwa konsep total perlu dibatasi dengan

hukum acara dan sebagainya demi perlindungan kepentingan

individual

3) Konsep penegakan hukum aktual (actual enforcement concept) yang

muncul setelah diyakini adanya diskresi dalam penegakan hukum

karena keterbatasan-keterbatasan, baik yang berkaitan dengan sarana,

kualitas sumber daya manusianya, perundang-undangannya dan

kurangnya partisipasi masyarakat.

Teori lain yang berkaitan dengan penegakan hukum terhadap anak yang

melakukan tindak pidana adalah teori keadilan restoratif (Restorative justice.)

Keadilan restoratif diasumsikan sebagai pergeseran paling mutakhir dari berbagai

11

Barda Nawawi Arief, Optimalisasi Kinerja Aparat Hukum Dalam Penegakan Hukum Indonesia

Melalui Pemanfaatan Pendekatan Keilmuan, Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Strategi

Peningkatan Kinerja Kejaksaan RI, di Gedung Program Pasca Sarjana UNDIP, 29 Nopember

2008, hlm. 4. 12

Mardjono Reksodiputro, Sistem Peradilan Pidana Indonesia Melihat Kejahatan dan Penegakan

Hukum dalam Batas-Batas Toleransi, Pusat Keadilan dan Pengabdian Hukum, Jakarta, 1994, hlm.

12-13.

13

model dan mekanisme yang bekerja dalam sistem peradilan pidana dalam

menangani perkara-perkara pidana pada saat ini. Keadilan restoratif sebagai

pendekatan yang dapat dipakai dalam sistem peradilan pidana yang rasional.

Pendekatan keadilan restoratif merupakan suatu paradigma yang dapat dipakai

sebagai bingkai dari strategi penanganan perkara pidana yang bertujuan menjawab

ketidakpuasan atas bekerjanya sistem peradilan pidana yang ada saat ini.13

Sistem peradilan pidana merupakan suatu jaringan (network) peradilan yang

menggunakan hukum pidana sebagai sarana utamanya, baik hukum pidana

materil, hukum pidana formil maupun hukum pelaksanaan pidana. Namun

demikian kelembagaan substansial ini harus dilihat dalam kerangka atau konteks

sosial. Dengan demikian demi apa yang dikatakan sebagai precise justice, maka

ukuran-ukuran yang bersifat materiil, yang nyata-nyata dilandasi oleh asas-asas

keadilan yang harus diperhatikan dalam penegakan hukum.14

Pendekatan keilmuan (hukum)15

dapat diartikan sebagai suatu metode/cara

mendekati atau memahami sesuatu (objek/fenomena) berdasar logika berpikir/

konstruksi pikir, konsep/kerangka/dasar pemikiran (wawasan/pandangan/

orientasi) tertentu. Karena sudut pandang/konstruksi/orientasi berpikir tentang

hukum bisa bermacam-macam, maka wajar sering dijumpai penyebutan istilah

pendekatan keilmuan (hukum) yang beraneka macam. Antara lain disebut dengan

istilah pendekatan juridis/normatif/dogmatis (legalistik), pendekatan empirik/

13

Takdir Rahmadi, Mediasi Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat, Raja Grafindo

Persada, Jakarta, 2011, hlm. 74. 14

Romli Atmasasmita, Sistem Peradilan Pidana, Binacipta, Bandung, 1996, hlm. 2. 15

Barda Nawawi Arief, Pendekatan Keilmuan dan Pendekatan Religius dalam Rangka

Optimalisasi dan Reformasi Penegakan Hukum (Pidana) di Indonesia. Badan Penerbit Universitas

Diponegoro, Semarang, 2011, hlm. 1.

14

sosiologis (fungsional), pendekatan historik, pendekatan komparatif, pendekatan

filosofik (kritis), pendekatan kebijakan (policy oriented approach), pendekatan

nilai (value oriented approach), pendekatan yang berorientasi pada wawasan

nasional, pendekatan global, pendekatan parsial dan pendekatan sistemik/integral.

Menurut Barda Nawawi Arief16

pendekatan keilmuan (hukum pidana) yang perlu

dioptimalkan/dikembangkan dalam PHP di Indonesia melalui tiga pendekatan

keilmuan secara integral, yaitu: (1) pendekatan juridis-ilmiah-religius; (2)

pendekatan juridis-kontekstual; dan (3) pendekatan juridis berwawasan

global/komparatif, terutama dari sistem keluarga hukum traditional and religious

law system) terhadap aspek substansi nilai/ide-dasar ketiga bidang substansi

hukum pidana (hukum pidana materiel, hukum pidana formal, dan hukum

pelaksanaan pidana).

b. Pendekatan Integral

Penegakan hukum pidana (PHP) dilihat secara integral merupakan keterjalinan

erat/keterpaduan/integralitas/satu kesatuan dari berbagai sub-sistem/aspek/

komponen sistem hukum yang terdiri dari komponen ”substansi hukum” (legal

substance), ”stuktur hukum” (legal structure), dan ”budaya hukum” (legal

culture) di bidang hukum pidana. Sebagai suatu proses PHP terkait erat dengan

ketiga komponen itu, yaitu norma hukum/peraturan perundang-undangan

(komponen substantif/normatif), lembaga/struktur/aparat penegak hukum

(komponen struktural/institusional beserta mekanisme prosedural/

16

Barda Nawawi Arief, Pembaharuan Hukum Pidana dalam Perspektif Kajian Perbandingan,

Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, hlm. 1.

15

administrasinya), dan nilai-nilai budaya hukum (komponen kultural)17

yang lebih

terfokus pada nilai-nilai filosofi hukum, nilai-nilai hukum yang hidup dalam

masyarakat dan kesadaran/ sikap perilaku hukum/sosialnya, dan pendidikan/ilmu

hukum.18

Bertolak dari pengertian sistem yang integral, maka pengertian sistem penegakan

hukum atau sistem peradilan dapat dilihat dari berbagai aspek/ komponen:19

a. Substansi hukum (legal substance): pada hakikatnya sistem peradilan/

sistem penegakan hukum merupakan suatu sistem penegakan

substansi hukum di bidang hukum pidana meliputi hukum pidana

materiel, hukum pidana formal, dan hukum pelaksanaan pidana.

b. Struktural hukum (legal structure), sistem peradilan/sistem penegakan

hukum pada dasarnya merupakan sistem bekerjanya/berfungsinya

badan-badan/lembaga/aparat penegak hukum dalam menjalankan

fungsi/ kewenangannya masing-masing di bidang penegakan hukum

pidana terdiri dari 4 (empat) sub-sistem, yaitu:

1) kekuasaan “penyidikan” (oleh badan/lembaga penyidik);

2) kekuasaan “penuntutan” (oleh badan/lembaga penuntut umum);

3) kekuasaan “mengadili dan menjatuhkan putusan/pidana” (oleh badan

pengadilan); dan

4) kekuasaan “pelaksanaan putusan/pidana” (oleh badan/aparat

pelaksana/eksekusi).

Keempat tahap/subsistem itu merupakan satu kesatuan sistem penegakan

hukum pidana yang integral yang sering disebut dengan istilah “SPP

Terpadu” (integrated criminal justice system).

c. Budaya hukum (legal culture), sistem peradilan/sistem penegakan

hukum pada dasarnya merupakan perwujudan dari sistem “nilai-nilai

budaya hukum” yang dapat mencakup filsafat hukum, asas-asas

hukum, teori hukum, ilmu hukum dan kesadaran/sikap perilaku

hukum.

Penyelenggaraan PHP saat ini cenderung mengoptimalkan pendekatan/orientasi/

berpikir hukum yang parsial yang melihat undang-undang/ketentuan pidana

dengan “kacamata kuda”.

17

Barda Nawawi Arief, Pembaharuan…, Op.Cit., hlm. 11. 18

Ibid., hlm. 2. 19

Ibid., hlm. 4.

16

3. Konseptual

Konseptual adalah susunan berbagai konsep yang menjadi fokus pengamatan

dalam melaksanakan penelitian.20

Batasan pengertian dari istilah yang digunakan

dalam penelitian ini adalah:

a. Optimalisasi mengandung arti perlunya aparat penegak hukum, khususnya

Kepolisian dan Kejaksaan memanfaatkan dan meningkatkan/

mengoptimalkan “pendekatan keilmuan” dalam upaya penegakan hukum

korupsi di Indonesia. Menurut Barda Nawawi Arief,21

optimalisasi

mengandung makna atau fenomena ganda. Di satu sisi mengandung makna,

bahwa dalam penegakan hukum selama ini sudah ditempuh pendekatan

keilmuan, namun masih perlu ditingkatkan; dan di sisi lain mengandung

kecenderungan fenomena bahwa dalam penegakan hukum selama ini,

budaya/orientasi/pendekatan keilmuan (scientific culture/approach) telah

melemah/luntur/terabaikan/tergeser karena lebih mengoptimalkan

“pendekatan/orientasi lain” atau “pendekatan parsial”.

b. Penegakan hukum pidana (PHP) dapat dirumuskan sebagai keseluruhan

kegiatan dari para aparat/pelaksana penegak hukum ke arah tegaknya hukum,

keadilan, dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban,

ketenteraman dan kepastian hukum menurut peraturan perundang-undangan

di bidang hukum pidana yang sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945. Penegakan hukum pidana terdiri dari dua

tahap inti. Tahap pertama, PHP in abstracto merupakan tahap pembuatan/

20

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1986, hlm.103. 21

Barda Nawawi Arief, Optimalisasi Kinerja Aparat…, Op.Cit., hlm. 3.

17

perumusan undang-undang oleh badan legislatif. Tahap ini dapat disebut

tahap formulasi/legislasi/legislatif. PHP in abstracto adalah pembuatan

undang-undang (law making) atau perubahan undang-undang (law reform).

Tahap kedua, PHP in concreto (law enforcement).22

Kedua PHP itu dalam

kerangka menunjang tercapainya tujuan, visi dan misi pembangunan nasional

serta menunjang terwujudnya sistem penegakan hukum pidana (SPHP) secara

nasional.

c. Model penegakan hukum pidana adalah model penegakan hukum pidana

berbentuk represif, pre-emtif maupun preventif.

d. Pendekatan integral adalah penegakan hukum pidana (PHP) dilihat secara

integral merupakan keterjalinan erat/keterpaduan/integralitas/satu kesatuan

dari berbagai sub-sistem/aspek/komponen sistem hukum yang terdiri dari

komponen ”substansi hukum” (legal substance), ”stuktur hukum” (legal

structure), dan ”budaya hukum” (legal culture) di bidang hukum pidana.

Sebagai suatu proses PHP terkait erat dengan ketiga komponen itu, yaitu

norma hukum/peraturan perundang-undangan (komponen

substantif/normatif), lembaga/struktur/aparat penegak hukum (komponen

struktural/institusional beserta mekanisme prosedural/ administrasinya), dan

nilai-nilai budaya hukum (komponen kultural)23

yang lebih terfokus pada

nilai-nilai filosofi hukum, nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat

dan kesadaran/sikap perilaku hukum/sosialnya, dan pendidikan/ilmu

hukum.24

22

Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998,

hlm. 317. 23

Barda Nawawi Arief, Pembaharuan…, Op.Cit., hlm. 1. 24

Ibid., hlm. 2.

18

e. Pendekatan keilmuan adalah Pendekatan keilmuan (hukum)25

dapat diartikan

sebagai suatu metode/cara mendekati atau memahami sesuatu (objek/

fenomena) berdasar logika berpikir/konstruksi pikir, konsep/kerangka/dasar

pemikiran (wawasan/pandangan/orientasi) tertentu. Karena sudut pandang/

konstruksi/orientasi berpikir tentang hukum bisa bermacam-macam, maka

wajar sering dijumpai penyebutan istilah pendekatan keilmuan (hukum) yang

beraneka macam. Antara lain disebut dengan istilah pendekatan juridis/

normatif/dogmatis (legalistik), pendekatan empirik/ sosiologis (fungsional),

pendekatan historik, pendekatan komparatif, pendekatan filosofik (kritis),

pendekatan kebijakan (policy oriented approach), pendekatan nilai (value

oriented approach), pendekatan yang berorientasi pada wawasan nasional,

pendekatan global, pendekatan parsial dan pendekatan sistemik/integral.

Menurut Barda Nawawi Arief26

pendekatan keilmuan (hukum pidana) yang

perlu dioptimalkan/dikembangkan dalam PHP di Indonesia melalui tiga

pendekatan keilmuan secara integral, yaitu: (1) pendekatan juridis-ilmiah-

religius; (2) pendekatan juridis-kontekstual; dan (3) pendekatan juridis

berwawasan global/komparatif, terutama dari sistem keluarga hukum

traditional and religious law system) terhadap aspek substansi nilai/ide-dasar

ketiga bidang substansi hukum pidana (hukum pidana materiel, hukum pidana

formal, dan hukum pelaksanaan pidana).

f. Kejahatan begal atau disebut pembegalan atau C3 adalah kejahatan yang

dirumuskan dalam Pasal 362, Pasal 363 dan Pasal 365 KUHP yang mengatur

larangan perbuatan mengambil/mencuri barang milik orang lain, berupa

25

Ibid., hlm. 3. 26

Ibid., hlm.11.

19

tindak pidana pencurian dengan pemberatan (curat), tindak pidana pencurian

dengan kekerasan (curas), dan tindak pidana pencurian kendaraan bermotor

(curanmor). Pelanggaran larangan atas kejahatan pencurian atau tindak

pidana pencurian itu kepada pelaku/ pembuatnya diancam dengan sanksi

pidana penjara maksimal 5 tahun (Pasal 362 KUHP); 7 sampai dengan 9

tahun (Pasal 363 KUHP); 9, 12 sampai dengan 15 tahun pidana; seumur

hidup; bahkan dipidana mati (Pasal 365 KUHP).

E. Metode Penelitian

1. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis

normatif dan pendekatan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif adalah

pendekatan melalui studi pustaka (library research) dengan cara membaca,

mengutip, dan menganalisis teori-teori hukum dan peraturan perundang-undangan

yang berhubungan dengan permasalahan dalam penelitian. Pendekatan yuridis

empiris dilakukan untuk mempelajari hukum dalam kenyataan atau berdasarkan

fakta yang didapat secara objektif di lapangan, baik berupa pendapat, sikap dan

perilaku hukum yang didasarkan pada identifikasi hukum dan efektifitas hukum.27

2. Sumber dan Jenis Data

Sumber data adalah tempat dari mana data tersebut diperoleh. Menurut

sumbernya, data yang digunakan dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua,

yakni:

27

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat.

Rajawali Press. Jakarta. 2006. Hlm. 15.

20

a. Sumber data primer adalah sumber data yang diambil langsung dari

sumbernya di lapangan penelitian, berupa wawancara informan dan

pengamatan yang dilakukan di lokasi penelitian, yakni di wilayah hukum

Polresta Bandar Lampung; Polres Lampung Utara; Polres Lampung Tengah;

Polres Lampung Selatan; dan Polres Lampung Timur.

b. Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh dari catatan-catatan, koran,

dokuman, laporan dan sumber-sumber lain yang berhubungan dengan tema

penelitian.

Penelitian ini data bersumber dari penelitian lapangan (field research) dan

penelitian pustaka (library research). Jenis data pada penulisan ini menggunakan

jenis data sekunder dan data primer.

a. Data Primer

Data primer adalah data yang didapat secara langsung dari sumber pertama.28

Data primer merupakan data yang diperoleh dari studi lapangan yang tentunya

terkait pokok penulisan.

Data lapangan berupa hasil pengamatan, kuesioner dan wawancara yang dipakai

sebagai penunjang untuk melengkapi analisis bahan hukum, yang bersumber dari

instansi yang berwenang di bidang PHP kejahatan begal di wilayah hukum

Kepolisian Daerah Lampung. Data lapangan diperoleh dari lima wilayah hukum

kepolisian, yaitu Polresta Bandar Lampung; Polres Lampung Utara; Polres

Lampung Tengah; Polres Lampung Selatan; dan Polres Lampung Timur.

28

Soerjono Soekanto. 2007, Op.Cit., hlm 12.

21

Pemilihan/penentuan lokasi wawancara tesis didasarkan pada jumlah tindak

pidana (JTP) dan penanganan tindak pidana (PTP) di masing-masing Polres/ta

terpilih yang lebih tinggi dibandingkan dengan Polres/ta yang tidak terpilih

karena:

1) Data berasal dari laporan/pengaduan/diketahui sendiri (razia/patroli) terkait

tindak pidana dari masyarakat ke Polres/ta Tahun 2014-2017.

2) Data penegakan hukum pidana (JTP dan PTP) di seluruh Polres/ta Tahun

2014-2017.

3) Laporan Polres/ta terkait penegakan hukum pidana (penanganan dan

penindakan) perkara dari Polres ke Polda Lampung.

b. Data Sekunder

Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil penelitian kepustakaan

dengan melakukan studi dokumen, arsip dan literatur-literatur dengan

mempelajari hal-hal yang bersifat teoritis, konsep-konsep dan pandangan-

pandangan, doktrin dan asas-asas hukum yang berkaitan dengan pokok penulisan.

Jenis data sekunder dalam penulisan tesis ini terdiri dari bahan hukum primer,

bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

Data sekunder terdiri atas bahan hukum primer, yaitu peraturan perundang-

undangan Hukum Pidana yang terkait PHP kejahatan begal. Bahan hukum

sekunder yang digunakan berupa literatur hukum, karya ilmiah, hasil penelitian,

kamus, jurnal ilmiah (terbitan berkala), terutama yang berkaitan dengan hukum

pidana dan penegakan hukum pidana. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum

yang memberikan petunjuk ataupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan

22

bahan hukum sekunder, terdiri dari buku-buku literatur, tesis, jurnal, kamus

hukum, makalah dan sumber dari situs internet.

3. Penentuan Narasumber

Narasumber dalam penelitian ini didasarkan objek penelitian yang menguasai

masalah, memiliki data, dan bersedia memberikan data. Dalam penelitian ini yang

menjadi narasumber adalah:

a. Direktur Tahanan dan Titipan (Dirtahti) Polda Lampung : 1 orang

b. Direktorat Narkoba (Ditnarkoba) Polda Lampung : 1 orang

c. Penyidik Polresta Bandarlampung : 2 orang

d. Kasatreskrim Polres Lampung Utara : 1 orang

e. Kasatreskrim Polres Lampung Timur : 1 orang

f. Kasatreskrim Polres Lampung Selatan : 1 orang

g. Kasatreskrim Polres Lampung Tengah : 1 orang +

Jumlah : 8 orang

4. Pengumpulan dan Pengolahan Data

a. Prosedur Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang lengkap mengenai permasalahan penelitian, maka

dilakukan pengumpulan data dengan menggunakan proses pengumpulan data:

1) Studi Pustaka (library research)

Studi pustaka (library research) adalah pengumpulan data dengan melakukan

serangkaian kegiatan: membaca, menelaah dan mengutip dari bahan kepustakaan

23

serta melakukan pengkajian terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan

yang berkaitan dengan pokok pembahasan dalam penelitian.

2) Studi Lapangan (field research)

Studi lapangan (field research) dilakukan sebagai usaha mengumpulkan data

dengan cara mengajukan tanya jawab kepada responden penelitian, dengan

menggunakan pedoman wawancara yang telah dipersiapkan sebelumnya. Studi

lapangan (field research) didapat dari observasi yaitu teknik pengumpulan data

dengan cara melakukan pengamatan secara langsung pada lokasi dan obyek

penelitian.

b. Prosedur Pengolahan Data

Tahap pengolahan data adalah sebagai berikut:

1) Seleksi data, yaitu data yang terkumpul kemudian diperiksa untuk

mengetahui kelengkapan data selanjutnya data dipilih sesuai dengan

permasalahan yang diteliti.

2) Klasifikasi data, yaitu penempatan data menurut kelompok-kelompok yang

telah ditetapkan dalam rangka memperoleh data yang benar-benar diperlukan

dan akurat untuk kepentingan penelitian.

3) Sistematisasi data, yaitu melakukan penyusunan dan penempatan data pada

setiap pokok secara sistematis sehingga mempermudah interpretasi data dan

tercipta keteraturan dalam menjawab permasalahan.

5. Analisis Data

Setelah data terkumpul secara keseluruhan baik yang diperoleh dari hasil

penelitian studi pustaka (data sekunder) maupun hasil penelitian lapangan (data

24

primer), kemudian dianalisis secara analisis kualitatif, yaitu dengan penafsiran

data yang dihasilkan dalam bentuk penjelasan atau uraian kalimat yang disusun

secara sistematis dari analisis data tersebut. Dari aspek ilmu hukum dogmatik,

analisis bahan hukum dilakukan dengan cara pemaparan dan analisis tentang isi

(struktur) hukum yang berlaku, sistematisasi gejala hukum yang dipaparkan dan

dianalisis, diinterpretasi, dan penilaian hukum yang berlaku.29

Dilanjutkan dengan

menarik simpulan secara khusus yang merupakan jawaban permasalahan

berdasarkan hasil penelitian kemudian secara induktif yaitu yang didasarkan pada

fakta-fakta yang bersifat umum.

29

Meuwissen, D.H.M., Tentang Pengembanan Hukum, Ilmu Hukum, Teori Hukum, dan Filsafat

Hukum (Penerjemah B. Arief Sidharta), Refika Aditama, Bandung, 2007.

25

II. TINJAUAN PUSTAKA

Penelitian penegakan hukum pidana (PHP) terhadap kejahatan begal ini

diharapkan menghasilkan temuan terkait kondisi eksisting PHP terhadap

kejahatan begal di Provinsi Lampung dan mengoptimalisasi PHP berbasis

penerapan pendekatan integral dan keilmuan dalam menghadapi kejahatan begal

di Lampung. PHP terhadap kejahatan begal yang mampu memberantas,

mencegah, dan menanggulangi kejahatan begal secara efektif melalui budaya

kerja aparat penegak hukum yang mampu menolak upaya pelaku kejahatan begal

atau oknum aparat penegak hukum yang ingin melemahkan/menggagalkan PHP

melalui upaya mewarnai/mengintervensi/mempengaruhi dengan melakukan

permainan kotor, perbuatan uang suap atau perbuatan tercela lainnya. Oleh karena

itu, state of the art membangun model PHP terhadap kejahatan begal digunakan

pustaka acuan primer yang relevan dan terkini dengan mengutamakan hasil

penelitian pada jurnal ilmiah tentang teori hukum atau konsep hukum terkait

penguatan penegakan hukum pidana secara integral dan berkualitas dalam

menghadapi kejahatan begal adalah:

A. Penegakan Hukum Pidana

Pengertian penegakan hukum adalah:

1. Keseluruhan rangkaian kegiatan penyelenggara/pemeliharaan keseimbangan

hak dan kewajiban warga masyarakat sesuai harkat dan martabat manusia

serta pertanggungjawaban masing-masing sesuai dengan fungsinya secara

26

adil dan merata dengan aturan hukum, peraturan hukum dan perundang-

undangan yang merupakan perwujudan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

1945;

2. Keseluruhan kegiatan dari para aparat/pelaksana penegak hukum ke arah

tegaknya hukum, keadilan, dan perlindungan terhadap harkat dan martabat

manusia, ketertiban, ketenteraman dan kepastian hukum sesuai dengan

Undang-Undang Dasar 1945.30

Dengan demikian, pengertian penegakan hukum pidana (PHP) dapat dirumuskan

sebagai keseluruhan kegiatan dari para aparat/pelaksana penegak hukum ke arah

tegaknya hukum, keadilan, dan perlindungan terhadap harkat dan martabat

manusia, ketertiban, ketenteraman dan kepastian hukum menurut peraturan

perundang-undangan di bidang hukum pidana yang sesuai dengan Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Penegakan hukum pidana terdiri dari dua tahap inti. Tahap pertama, PHP in

abstracto merupakan tahap pembuatan/perumusan undang-undang oleh badan

legislatif. Tahap ini dapat disebut tahap formulasi/legislasi/legislatif. PHP in

abstracto adalah pembuatan undang-undang (law making) atau perubahan

undang-undang (law reform). Tahap kedua, PHP in concreto (law enforcement).

Kedua PHP itu dalam kerangka menunjang tercapainya tujuan, visi dan misi

pembangunan nasional serta menunjang terwujudnya sistem penegakan hukum

pidana (SPHP) secara nasional.

30

Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam

Penanggulangan Kejahatan, Kencana, Jakarta, 2008, hlm. 25.

27

PHP in abstracto (proses pembuatan produk perundang-undangan) melalui proses

legislasi/formulasi/pembuatan peraturan perundang-undangan, pada hakikatnya

merupakan proses PHP in abstracto. Proses legislasi/formulasi ini merupakan

tahap awal yang sangat strategis dari proses penegakan hukum in concreto. Oleh

karena itu, kesalahan/kelemahan pada tahap kebijakan legislasi/formulasi

merupakan kesalahan strategis yang dapat menghambat upaya penegakan hukum

in concreto. PHP yang dilakukan pada tahap kebijakan aplikasi dan kebijakan

eksekusi.

Penegakan hukum pidana terdiri dari dua tahap inti. Tahap pertama, PHP “in

abstracto” merupakan tahap pembuatan/perumusan produk undang-undang oleh

badan legislatif. Tahap ini dapat disebut tahap formulasi/legislasi/legislatif. PHP

“in abstracto” adalah pembuatan undang-undang (law making) atau perubahan

undang-undang (law reform). Tahap kedua, PHP “in concreto” (law

enforcement). Kedua PHP terhadap kejahatan begal itu dalam kerangka

menunjang tercapainya tujuan, visi dan misi pembangunan nasional serta

menunjang terwujudnya sistem penegakan hukum pidana (SPHP) secara nasional

dalam pemberantasan kejahatan begal.

PHP “in abstracto” melalui proses legislasi/formulasi/pembuatan peraturan

perundang-undangan. Proses formulasi ini merupakan tahap awal yang sangat

strategis dari proses PHP “in concreto”. Oleh karena itu, kesalahan/ kelemahan

pada tahap kebijakan legislasi/formulasi merupakan kesalahan strategis yang

28

dapat menghambat upaya PHP “in concreto”, yaitu PHP yang dilakukan pada

tahap kebijakan aplikasi dan kebijakan eksekusi.31

B. Pendekatan Integral

Penyelenggaraan PHP secara integral seharusnya dilaksanakan dalam keterjalinan

erat/keterpaduan/integralitas/satu kesatuan dari berbagai sub-sistem/aspek/

komponen sistem hukum terdiri dari substansi hukum (legal substance), stuktur

hukum (legal structure), dan budaya hukum (legal culture) di bidang hukum

pidana.

Penyelenggaraan PHP yang didasarkan pada sistem hukum pidana, oleh karena itu

penegakan hukum pidananya terkait erat dengan bekerjanya ketiga komponen,

meliputi komponen substantif/normatif (norma hukum/peraturan perundang-

undangan), komponen struktural/institusional beserta mekanisme prosedural/

administrasinya (lembaga/struktur aparat penegak hukum), dan komponen

kultural (nilai-nilai budaya hukum)32

yang harus diselenggarakan secara integral

dan berkualitas.

Integral harus diwujudkan dalam keterjalinan dari berbagai sub-sistem/aspek/

komponen terkait sistem hukum pidana meliputi hukum pidana materiel, hukum

pidana formal dan hukum pelaksanaan pidana. Lebih khusus lagi terkait ketiga

aspek/persoalan pokok di dalam hukum pidana materiel meliputi tindak pidana

31

Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum …, Op.Cit., hlm. 25. 32

Barda Nawawi Arief, Pembaharuan Sistem Penegakan Hukum dengan Pendekatan Religius

dalam Konteks Siskumnas dan Bangkumnas, makalah Seminar Menembus Kebuntuan Legalitas

Formal Menuju Pembangunan Hukum dengan Pendekatan Hukum Kritis, FH UNDIP, 19

Desember 2009, hlm. 2.

29

(strafbaarfeit/criminal act/actus reus), pertanggungjawaban pidana (kesalahan)

(schuld/guilt/mens rea), serta pidana dan pemidanaan (straf/punishment/poena).33

Konsep pertanggungjawaban pidana sesungguhnya tidak hanya menyangkut soal

hukum semata-mata, melainkan juga menyangkut soal nilai-nilai moral atau

kesusilaan umum yang dianut oleh suatu masyarakat atau kelompok-kelompok

dalam masyarakat. Sekalipun perkembangan masyarakat dan teknologi pada abad

ke-20 ini berkembang dengan pesatnya dan karena itu timbullah perkembangan

pandangan atau persepsi masyarakat tentang nilai-nilai kesusilaan umum tadi;

namun demikian inti dari nilai-nilai kesusilaan umum tetap tidak berubah,

terutama terhadap perbuatan-perbuatan seperti pembunuhan, perkosaan,

penganiayaan atau kejahatan terhadap jiwa dan badan serta terhadap harta

benda.34

Penyelenggaraan PHP saat ini dipandang belum berkualitas karena PHP pada

tahap in abstracto dan in concreto belum menerapkan ketiga pendekatan

keilmuan, yaitu: (1) pendekatan juridis-ilmiah-religius; (2) pendekatan juridis-

kontekstual; dan (3) pendekatan juridis berwawasan global/komparatif.35

Ketiga

pendekatan keilmuan itu belum diterapkan secara integral dalam ketiga persoalan

pokok hukum pidana materiel yang telah dikemukakan di atas.

33

Sauer menyebutnya sebagai trias hukum pidana (berupa sifat melawan hukum, kesalahan, dan

pidana) dan H.L. Packer (1968: 17) menyebutnya sebagai the three concept atau the three basic

problems (berupa offence, guilt, dan punishment) dalam Barda Nawawi Arief, Optimalisasi

Kinerja Aparat Hukum Dalam Penegakan Hukum Indonesia Melalui Pemanfaatan Pendekatan

Keilmuan, Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Strategi Peningkatan Kinerja Kejaksaan

RI, di Gedung Program Pasca Sarjana Undip, Semarang tanggal 29 Nopember 2008, hlm. 14. 34

Hanafi Amrani & Mahrus Ali, Sistem Pertanggungjawaban Pidana Perkembangan dan

Penerapan, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2015, hlm. 17. 35

Ibid., hlm. 10.

30

Penegakan hukum pidana (PHP) dilihat secara integral merupakan keterjalinan

erat/ keterpaduan/integralitas/satu kesatuan dari berbagai sub-

sistem/aspek/komponen sistem hukum yang terdiri dari komponen ”substansi

hukum” (legal substance), ”stuktur hukum” (legal structure), dan ”budaya

hukum” (legal culture) di bidang hukum pidana. Sebagai suatu proses PHP terkait

erat dengan ketiga komponen itu, yaitu norma hukum/peraturan perundang-

undangan (komponen substantif/ normatif), lembaga/struktur/aparat penegak

hukum (komponen struktural/ institusional beserta mekanisme

prosedural/administrasinya), dan nilai-nilai budaya hukum (komponen kultural)36

yang lebih terfokus pada nilai-nilai filosofi hukum, nilai-nilai hukum yang hidup

dalam masyarakat dan kesadaran/sikap perilaku hukum/sosialnya, dan

pendidikan/ilmu hukum.37

Bertolak dari pengertian sistem yang integral, maka pengertian sistem penegakan

hukum atau sistem peradilan dapat dilihat dari berbagai aspek/komponen:38

a. Substansi hukum (legal substance): pada hakikatnya sistem peradilan/ sistem

penegakan hukum merupakan suatu sistem penegakan substansi hukum di

bidang hukum pidana meliputi hukum pidana materiel, hukum pidana formal,

dan hukum pelaksanaan pidana.

b. Struktural hukum (legal structure), sistem peradilan/sistem penegakan hukum

pada dasarnya merupakan sistem bekerjanya/berfungsinya badan-badan/

lembaga/aparat penegak hukum dalam menjalankan fungsi/kewenangannya

36

Barda Nawawi Arief, Pembaharuan…, Op.Cit., hlm. 1. 37

Ibid., hlm. 2. 38

Ibid., hlm. 4.

31

masing-masing di bidang penegakan hukum pidana terdiri dari 4 (empat) sub-

sistem, yaitu:

1) kekuasaan “penyidikan” (oleh badan/lembaga penyidik);

2) kekuasaan “penuntutan” (oleh badan/lembaga penuntut umum);

3) kekuasaan “mengadili dan menjatuhkan putusan/pidana” (oleh badan

pengadilan); dan

4) kekuasaan “pelaksanaan putusan/pidana” (oleh badan/aparat pelaksana/

eksekusi).

Keempat tahap/subsistem itu merupakan satu kesatuan sistem penegakan

hukum pidana yang integral yang sering disebut dengan istilah “SPP Terpadu”

(integrated criminal justice system).

c. Budaya hukum (legal culture), sistem peradilan/sistem penegakan hukum

pada dasarnya merupakan perwujudan dari sistem “nilai-nilai budaya hukum”

yang dapat mencakup filsafat hukum, asas-asas hukum, teori hukum, ilmu

hukum dan kesadaran/sikap perilaku hukum.

Penyelenggaraan PHP saat ini cenderung mengoptimalkan pendekatan/orientasi/

berpikir hukum yang parsial yang melihat undang-undang/ketentuan pidana

dengan “kacamata kuda”.

C. Optimalisasi Pendekatan Keilmuan Hukum (Berkualitas)

“Optimalisasi” mengandung arti perlunya aparat penegak hukum, khususnya

Kepolisian dan Kejaksaan memanfaatkan dan meningkatkan/mengoptimalkan

“pendekatan keilmuan” dalam upaya penegakan hukum korupsi di Indonesia.

32

Menurut Barda Nawawi Arief,39

optimalisasi mengandung makna atau fenomena

ganda. Di satu sisi mengandung makna, bahwa dalam penegakan hukum selama

ini sudah ditempuh pendekatan keilmuan, namun masih perlu ditingkatkan; dan di

sisi lain mengandung kecenderungan fenomena bahwa dalam penegakan hukum

selama ini, budaya/orientasi/pendekatan keilmuan (scientific culture/approach)

telah melemah/luntur/terabaikan/tergeser karena lebih mengoptimalkan

“pendekatan/ orientasi lain” atau “pendekatan parsial”.

Pada hakikatnya kualitas penegakan hukum tidak dapat dilepaskan dari tujuan

meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dan kualitas pembangunan yang

berkelanjutan (sustainable development/sustainable society). Adanya “budaya

mafia peradilan” (yang merupakan salah satu bentuk dari penegakan hukum tanpa

“ilmu hukum”) dapat merusak “sustainable development/sustainable society”

karena sumber daya (resources) pembangunan tidak hanya sumber daya

alam/fisik, tetapi juga sumber daya non-fisik. Sistem peradilan pidana (SPP) yang

baik/sehat, yang dapat menjamin keadilan (ensuring justice), keamanan warga

masyarakat (the savety of citizens), yang jujur, bertanggung jawab, etis, dan

effisien (a fair, responsible, ethical and efficient criminal justice system), dan

dapat menumbuhkan kepercayaan serta respek masyarakat (public trust and

respect)40

, pada dasarnya merupakan sumber daya non-fisik yang perlu dipelihara

kelangsungannya untuk generasi berikut.41

39

Barda Nawawi Arief, Optimalisasi Kinerja Aparat…, Op.Cit., hlm. 3. 40

Dokumen dan Resolusi Kongres PBB ke-9/1995 mengenai mengenai “Prevention of Crime and

the Treatment of Offenders”. 41

Barda Nawawi Arief, Optimalisasi Kinerja Aparat…, Op.Cit., hlm. 5.

33

Mafia peradilan pada hakikatnya merupakan bentuk eksploitasi yang merusak

sumber daya non-fisik dan dapat menjadi virus bagi SPP yang sehat/ideal;ini

berarti dapat merusak kualitas kehidupan masyarakat.42

Betapa simpang-siurnya

keadaan pada saat yuris berbicara mengenai mafia peradilan. Asikin muncul

dengan angka yang mengejutkan, yaitu hampir separuh dari tiga ribu hakim di

Indonesia berbuat tidak benar.43

Menurut Barda Nawawi Arief44

bahwa apabila PHP benar-benar akan

ditingkatkan kualitasnya dan meraih kembali kepercayaan dan penghargaan tinggi

dari masyarakat, maka salah satu upaya yang mendasar ialah meningkatkan

kualitas keilmuan dalam proses pembuatan dan penegakannya dikatakan sangat

mendasar, karena (1) kualitas keilmuan, tidak hanya dimaksudkan semata-mata

untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan pengembangan ilmu hukum itu

sendiri, tetapi juga untuk meningkatkan kualitas nilai dan produk dari proses

penegakan hukum (in abstracto maupun in concreto). (2) hukum dibuat dengan

ilmu, maka penggunaannya (penerapan/penegakannya) juga harus dengan ilmu,

yaitu ilmu hukum; bukan dengan ilmu uang suap atau ilmu dan sarana lainnya.

Pendekatan keilmuan (hukum)45

dapat diartikan sebagai suatu metode/cara

mendekati atau memahami sesuatu (objek/fenomena) berdasar logika berpikir/

konstruksi pikir, konsep/kerangka/dasar pemikiran (wawasan/pandangan/

orientasi) tertentu. Karena sudut pandang/konstruksi/orientasi berpikir tentang

hukum bisa bermacam-macam, maka wajar sering dijumpai penyebutan istilah

42

Barda Nawawi Arief, Pembangunan Sistem Hukum Nasional (Indonesia), Pustaka Magister,

Semarang, 2012, hlm. 10. 43

Kompas, 4 Desember 1994, Dilihat pada buku Satjipto Rahardjo, Sisi-Sisi Lain dari Hukum Di

Indonesia, Kompas Media Nusantara, Jakarta, 2009, hlm. 240. 44

Barda Nawawi Arief, Optimalisasi Kinerja Aparat…, Op.Cit., hlm. 4. 45

Barda Nawawi Arief, Pendekatan Keilmuan…, Op.Cit., hlm. 1

34

pendekatan keilmuan (hukum) yang beraneka macam. Antara lain disebut dengan

istilah pendekatan juridis/normatif/dogmatis (legalistik), pendekatan empirik/

sosiologis (fungsional), pendekatan historik, pendekatan komparatif, pendekatan

filosofik (kritis), pendekatan kebijakan (policy oriented approach), pendekatan

nilai (value oriented approach), pendekatan yang berorientasi pada wawasan

nasional, pendekatan global, pendekatan parsial dan pendekatan sistemik/integral.

Menurut Barda Nawawi Arief46

pendekatan keilmuan (hukum pidana) yang perlu

dioptimalkan/dikembangkan dalam PHP di Indonesia melalui tiga pendekatan

keilmuan secara integral, yaitu: (1) pendekatan juridis-ilmiah-religius; (2)

pendekatan juridis-kontekstual; dan (3) pendekatan juridis berwawasan

global/komparatif, terutama dari sistem keluarga hukum traditional and religious

law system) terhadap aspek substansi nilai/ide-dasar ketiga bidang substansi

hukum pidana (hukum pidana materiel, hukum pidana formal, dan hukum

pelaksanaan pidana).

46

Barda Nawawi Arief, Pembaharuan…, Op.Cit., hlm. 11.

108

IV. PENUTUP

A. Simpulan

1. Kondisi eksisting penegakan hukum pidana (PHP) terhadap kejahatan begal

meliputi:

a. Kebijakan Polda Lampung terkait PHP terhadap kejahatan begal/pembegalan/

C3 diselenggarakan oleh Polda Lampung beserta jajarannya di seluruh

Polres/ta dijalankan oleh bagian Reserse Kriminal Umum (Reskrimum).

Reskrimum membentuk Team Khusus Antibandit (TEKAB) 308 yang

khususnya untuk pemberantasan kejahatan C3. Prestasi Tekab 308 yang

menjalankan model represif itu bertujuan untuk menekan dan memberantas

kejahatan begal. Peran Tekab 308 yang sudah dijalankan selama ini

dipandang berhasil yang ditunjukkan dengan angka Jumlah Tindak Pidana

(JTP) dan Penyelesaian Tindak Pidana (PTP) semakin berkurang. Namun,

peran Tekab 308 belum dipandang optimal yang diharapkan bisa

memberantas tuntas persoalan begal sampai dengan ke akar-akarnya.

b. PHP terhadap kejahatan begal yang diterapkan oleh bagian Tekab 308 adalah

model represif. Model represif itu bersifat tajam/menghabisi/menumpas/

menindas/menderitakan pelaku begal/C3. PHP secara represif didukung

model pre-emtif yang dijalankan oleh dinas Sabhara dan model preventif

yang dijalankan oleh dinas Bimmas. Namun, kedua model terakhir itu tidak

dijalankan secara masif seperti model represif. Pilihan model lebih mengarah

109

kepaada represif karena Tekab 308 menghadapi karakteristik kejahatan

begal/C3 yang menggunakan kekerasan/ancaman kekerasan, penggunaan

senjata api atau senjata tajam, penggunaan kendaraan bermotor, pelakunya

tega merampas dan melukai/menghabisi korbannya. Oleh karena itu, pilihan

model yang digunakan oleh Tekab 308 untuk memberantas kejahatan begal

adalah model represif.

2. PHP terhadap kejahatan begal perlu dioptimalisasi karena keberadaan Tekab

308 diharapkan mampu menekan dan memberantas kejahatan begal secara

efektif, khususnya melalui budaya kerja aparat penegak hukum karena:

a. Model PHP terhadap kejahatan begal itu mengedepankan model represif,

maka cara yang dipilih untuk mengoptimalisasi model PHP yang sedang

dijalankan saat ini, dilihat dari sisi budaya kerja aparat penegak hukum, yaitu

menggunakan pendekatan integral dan pendekatan keilmuan, khususnya

untuk membangun/meningkatkan kapasitas tim Tekab 308 yang berorientasi

membangun budaya kerja untuk mewujudkan nilai-nilai kebenaran dan

keadilan. Melalui penerapan pendekatan integral yang dilakukan dengan

menjalankan secara terpadu dan serentak ketiga model PHP secara sekaligus,

yaitu model represif, model pre-emtif dan model preventif. Dalam diri setiap

anggota tim Tekab 308 tetap memiliki kesadaran dan kepatuhan hukum,

perikemanusiaan, rasa kasih sayang dan pertimbangan-pertimbangan

komprehensif sebelum bertindak tegas terhadap pelaku begal/C3. Tindakan

tegas kepolisian, seperti tembak pelaku di tempat merupakan tindakan yang

berdasarkan SOP, ukuran-ukuran terpenuhinya unsur-unsur tindak pidana C3,

tindakan melanggar hukum dan merupakan pilihan tindakan terakhir yang

110

harus dilakukan, misalnya pelaku melakukan penyerangan, mempertahankan

diri dari serangan pelaku yang membahayakan diri, anggota dan tim secara

keseluruhan.

b. Kebijakan kriminal dalam upaya pencegahan dan penanggulangan kejahatan

begal di masa mendatang perlu diterapkan pendekatan integratif dengan

menggunakan sarana penal dan sarana nonpenal secara berbarengan dan

sekaligus. Sarana penal ditempuh melalui tahapan-tahapan PHP, baik tahapan

secara in abstracto maupun secara in concreto. Tahapan in abstracto

dijalankan melalui perbaikan atau pembangunan substansi hukum pidana

materiel, hukum pidana formal dan hukum pelaksanaan pidana. Sedangkan,

tahapan in concreto meliputi tahapan penerapan dan pelaksanaan melalui

tahapan-tahapan penyidikan, penuntutan, pengadilan dan pelaksanaan putusan

pengadilan (eksekusi).

Pendekatan keilmuan diterapkan untuk menghasilkan produk PHP kejahatan

begal secara berkualitas dan bisa berlaku secara efektif untuk melakukan

pemberantasan kejahatan begal. Penyidikan perkara yang didasarkan atas

pendekatan keilmuan hukum pidana tujuannya berorientasi untuk

mewujudkan nilai-nilai kebenaran, keadilan, kemanfaatan, dan kepastian

hukum, termasuk bagi pelaku kejahatan begal, korban kejahatan begal, dan

masyarakat yang mengalami ketakutan dalam menghadapi begal. Melalui

pendekatan keilmuan secara integral dilakukan meliputi: (1) pendekatan

juridis-ilmiah-religius; (2) pendekatan juridis-kontekstual; dan (3) pendekatan

juridis berwawasan global/komparatif, terutama dari sistem keluarga hukum

traditional dan religious law system) terhadap aspek substansi nilai/ide-dasar

111

ketiga bidang substansi hukum pidana meliputi hukum pidana materiel,

hukum pidana formal, dan hukum pelaksanaan pidana.

B. Saran

1. Kondisi eksisting penegakan hukum pidana (PHP) terhadap kejahatan begal,

maka saran yang perlu diajukan adalah perlu meningkatkan peran Tekab 308

untuk mengoptimalisasi ketiga model PHP meliputi represif, pre-emtif dan

preventif dan menerapkan pendekatan integral terhadap penggunaan kedua

upaya/sarana yang ada dalam kebijakan kriminal, yaitu penerapan sarana

penal dan sarana nonpenal secara serentak dan sekaligus.

2. Optimalisasi PHP terhadap kejahatan begal yang mampu memberantas,

mencegah, dan menanggulangi kejahatan begal secara efektif melalui budaya

kerja aparat penegak hukum, maka saran yang perlu diajukan adalah

penerapan pendekatan keilmuan secara integral meliputi: (1) pendekatan

juridis-ilmiah-religius; (2) pendekatan juridis-kontekstual; dan (3) pendekatan

juridis berwawasan global/komparatif. Penerapan pendekatan keilmuan

dalam kerangka untuk mendapatkan produk PHP kejahatan begal yang efektif

dan berkualitas.

112

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Amrani, Hanafi, & Mahrus Ali, Sistem Pertanggungjawaban Pidana

Perkembangan dan Penerapan, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2015.

Atmasasmita, Romli, Sistem Peradilan Pidana, Binacipta, Bandung, 1996.

Banakar, Reza & Travers, Max (edits), Theory and Method in Socio-legal

Research (Oxford and Portland Oregon: Hart Publishing). 2005.

Bruggink, J.J.H., 1999, Rechtsreflecties, Grondbegrippen uit de Rechtstheorie

(Refleksi Tentang Hukum, alih bahasa Arief Sidharta, Bandung: PT. Citra

Aditya Bhakti.

C.J.M. Schuyt, Rechtssociologie, een terreinver dam Universitaire Pers, 1971.

Chambliss, William J & Robert B Seidman, Law, Order, And Power, Reading

Mass, Addison-Wesley, 1971

Christiansen, Karl O,. Some Consideration On the Possibility Of a Rational

Criminal Policy, Unafei No.7, 1974.

Dewi, Erna, dan Firganefi, Sistem Peradilan Pidana Indonesia (Dinamika dan

Perkembangan), Bandar lampung, PKKPUU, 2013.

Dokumen dan Resolusi Kongres PBB ke-9/1995 mengenai mengenai “Prevention

of Crime and the Treatment of Offenders”.

Hutchinson, Terry, Researching and Writing in Law, Sydney: Lawbook’s Co.

2002.

Jaya, Nyoman Serikat Putra, Hukum Pidana Khusus, Badan Penerbit Universitas

Diponegoro, Semarang, 2016.

Mappi FHUI, Lembaga Pengawasan Sistem Peradilan Pidana Terpadu, 2003.

Maroni, Tindak Pidana Khusus Diluar KUHP, Fakultas Hukum Universitas

Lampung, Justice Publisher.

Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Jakarta: Prenada Media, 2005.

Mc. Grath W.T., Developping a Stable Base for Criminal Justice Planning,

Abstracts on Criminology and Penology, Kluwer-Deventer, Vol 16 No.3,

1976.

113

Meuwissen, D.H.M., Tentang Pengembanan Hukum, Ilmu Hukum, Teori Hukum,

dan Filsafat Hukum (Penerjemah B. Arief Sidharta), Bandung: Refika

Aditama. 2007.

Nawawi Arief, Barda, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan

Pengembangan Hukum Pidana, Bandung, PT Citra Aditya Bakti, 1998.

----------, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana Perkembangan Penyususnan

Konsep KUHP Baru, Kencana, Jakarta, 2008.

----------, Kapita Selekta Hukum Pidana tentang Sistem Peradilan Pidana

Terpadu (Integrated Criminal Justice system), Semarang, Universitas

Diponegoro, 2008.

----------, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung, PT Citra Aditya Bakti, 1998.

----------, Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana

Penjara, Genta Publishing, Yogyakarta, 2010.

----------, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam

Penanggulangan Kejahatan, Kencana, Jakarta, 2008.

----------, Pembaharuan Hukum Pidana dalam Perspektif Kajian Perbandingan,

Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005.

----------, Pembaharuan Sistem Penegakan Hukum dengan Pendekatan Religius

dalam Konteks Siskumnas dan Bangkumnas, makalah Seminar Menembus

Kebuntuan Legalitas Formal Menuju Pembangunan Hukum dengan

Pendekatan Hukum Kritis, FH UNDIP, 19 Desember 2009.

----------, Pembaharuan/Rekonstruksi Pendidikan dan Pengembangan Ilmu

Hukum Pidana dalam Konteks Wawasan Nasional dan Global, makalah

disajikan dalam Kongres ASPEHUPIKI dan Seminar Pengaruh

Globalisasi terhadap Hukum Pidana dan Kriminologi Menghadapi

Kejahatan Transnasional, Hotel Savoy Homann, Bandung, 17 Maret 2008.

----------, Pembangunan Sistem Hukum Nasional (Indonesia), Pustaka Magister,

Semarang, 2012.

----------, Pendekatan Keilmuan dan Pendekatan Religius Dalam Rangka

Optimalisasi dan Reformasi Penegakan Hukum (Pidana) di Indonesia.

Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2011.

----------, Reformasi Sistem Peradilan (Sistem Penegakan Hukum) Di IndonesiaI,

Universitas Diponegoro, Semarang.

----------, RUU KUHP Baru Sebuah Restrukturisasi/ Rekonstruksi Sistem Hukum

Pidana Indonesia, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang,

2012.

114

----------, Sari Kuliah Hukum Pidana II, Semarang, Badan Penyediaan Bahan

Kuliah Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, 1993.

P.A.F. Lamintang, Dasar dasar Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung,

1984.

Purnomo, Bambang, Pola Dasar Teori Asas Hukum Acara Pidana dan

Penegakan Hukum Pidana, Yogyakarta, Liberty, 1998.

Rahardjo, Satjipto, Hukum dan Prilaku Hidup Baik adalah Dasar Hukum yang

Baik, Kompas Media Nusantara, Jakarta, 2009.

----------, Ilmu Hukum, Alumni, Bandung, 1986.

----------, Membangun dan Merombak Hukum Indonesia Sebuah Pendekatan

Lintas Disiplin, Genta Publishing, Yogyakarta, 2009.

----------, Membedah Hukum Progresif, Kompas Media Nusantara, Jakarta, 2008.

----------, Pemanfaatan Ilmu-Ilmu Sosial Bagi Pengembangan Ilmu Hukum, Genta

Publishing, Yogyakarta, 2010.

----------, Pendidikan Hukum Sebagai Pendidikan Manusia Kaitannya Dengan

Profesi Hukum dan Pembangunan Hukum Nasional, Genta Publishing,

Yogyakarta, 2009.

----------, Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis, Genta Publishing,

Yogyakarta, 2009.

----------, Satjipto Rahardjo dan Hukum Progresif Urgensi dan Kritik, Epistema

Institute, Jakarta, 2011.

----------, Sisi-Sisi Lain dari Hukum Di Indonesia, Kompas Media Nusantara,

Jakarta, 2009.

----------, Sosiologi Hukum Perkembangan Metode dan Pilihan Masalah, Genta

Publishing, Yogyakarta, 2009.

Rahmadi, Takdir, Mediasi Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat,

Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011.

Reksodiputro, Mardjono, Sistem Peradilan Pidana Indonesia Melihat Kejahatan

dan Penegakan Hukum dalam Batas-Batas Toleransi, Pusat Keadilan dan

Pengabdian Hukum, Jakarta, 1994.

Robertson, Roland, Globalization – Social Theory and Global Culturu, Safe

Publication: New York, 1992.

Siswanto, Heni. Rekonstruksi Sistem Penegakan Hukum Pidana Menghadapi

Kejahatan Perdagangan Orang, Pusat Magister, Semarang, 2013.

115

Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1986.

Sudarto dan Barda Nawawi Arief, Hukum Pidana I & II, Yayasan Sudarto d/a

Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 1993.

Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni, Jakarta, 1981.

Summary Report, Resource Material Series No 7, UNAFEI, 1974.

Tamanaha, Brian Z., Realistic Socio-legal Theory Pragmatism and a social

Theory of Law, oxford University press, New York, 1997, p 1

Vinogradoff, Sir Paul, Common Sense in Law, University Press, London, 1959.

Wignjosoebroto, Soetandyo, Hukum, Paradigma, Metode dan Dinamika

Masalahnya, Jakarta: ELSHAM, 2002.

B. UNDANG-UNDANG DAN PERATURAN LAIN

Moeljatno, KUHP Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Bumi Aksara, Jakarta,

2009.

C. MAKALAH / SUMBER LAIN

Data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Lampung Tahun 2014, Lampung

dalam Angka 2013, Bandar Lampung: Badan Pusat Statistik Kota Bandar

Lampung.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Lampung Tahun 2016, Lampung

dalam Angka 2016, Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung.

Nawawi, Arief Barda, Optimalisasi Kinerja Aparat Hukum Dalam Penegakan

Hukum Indonesia Melalui Pemanfaatan Pendekatan Keilmuan, Makalah

disajikan dalam Seminar Nasional Strategi Peningkatan Kinerja

Kejaksaan RI, di Gedung Program Pasca Sarjana UNDIP, 29 Nopember

2008.

----------, Penegakan Hukum Pidana dalam Konteks Sistem Hukum Nasional

(Siskumnas) dan Pembangunan Nasional (Bangnas), makalah disajikan

dalam Sespim Polri, di Lembang, 26 Agustus 2008.

R.A. Kresman DAJ, Narkotika dan Miras. Makalah pada Seminar Kenakalan

Remaja dan Penggunaan Pil Koplo, Semarang tanggal 6 Agustus 1995.

Rinando, Romi, Sindikat Pencurian Motor Diringkus, Harian Tribun, 11 April

2013, http://www.tribunnews.com.

Siswanto, Heni, Maroni dan Fathoni, Jurnal Penelitian: Penguatan Model

Penegakan Hukum Pidana Secara Integral dan Berkualitas dalam

Menghadapi Curat, Curas dan Curanmor, Universitas Lampung, Bandar

Lampung, 2015.