32
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tata Letak Fasilitas 2.1.1 Definisi Tata Letak Fasilitas 1) Menurut Sritomo (1992, p52), tata letak fasilitas didefinisikan sebagai tata cara pengaturan fasilitas - fasilitas fisik pabrik guna menunjang kelancaran proses produksi. 2) Menurut Apple (1990, p2), tata letak fasilitas didefinisikan sebagai menganalisis, membentuk konsep, merancang, dan mewujudkan sistem bagi pembuatan barang atau jasa. Kegiatan perancangan fasilitas berhubungan dengan perancangan susunan unsur fisik suatu lingkungan. 3) Menurut Tompkins (1996, p1), facilities planning merupakan ilmu yang multi disiplin, dimana berkaitan dengan merencanakan layout fasilitas, memilih material handling sistem, dan menentukan peralatan proses yang diperlukan. 2.1.2 Peranan Perancangan Tata Letak Fasilitas Menurut Apple (1990, p3), perancangan tata letak fasilitas berperan penting sebagai berikut :

BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2NoPass/2007-3-00412-TI-Bab 2.pdfBAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tata Letak Fasilitas 2.1.1 Definisi Tata Letak Fasilitas

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2NoPass/2007-3-00412-TI-Bab 2.pdfBAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tata Letak Fasilitas 2.1.1 Definisi Tata Letak Fasilitas

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Tata Letak Fasilitas

2.1.1 Definisi Tata Letak Fasilitas

1) Menurut Sritomo (1992, p52), tata letak fasilitas didefinisikan

sebagai tata cara pengaturan fasilitas - fasilitas fisik pabrik guna

menunjang kelancaran proses produksi.

2) Menurut Apple (1990, p2), tata letak fasilitas didefinisikan sebagai

menganalisis, membentuk konsep, merancang, dan mewujudkan

sistem bagi pembuatan barang atau jasa. Kegiatan perancangan

fasilitas berhubungan dengan perancangan susunan unsur fisik

suatu lingkungan.

3) Menurut Tompkins (1996, p1), facilities planning merupakan ilmu

yang multi disiplin, dimana berkaitan dengan merencanakan

layout fasilitas, memilih material handling sistem, dan

menentukan peralatan proses yang diperlukan.

2.1.2 Peranan Perancangan Tata Letak Fasilitas

Menurut Apple (1990, p3), perancangan tata letak fasilitas

berperan penting sebagai berikut :

Page 2: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2NoPass/2007-3-00412-TI-Bab 2.pdfBAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tata Letak Fasilitas 2.1.1 Definisi Tata Letak Fasilitas

21

1) Suatu perencanaan aliran barang yang efisien merupakan prasyarat

untuk mendapatkan produksi yang ekonomis.

2) Pola aliran barang yang merupakan dasar bagi perencanaan

fasilitas fisik yang efektif.

3) Perpindahan barang merubah pola aliran statis menjadi suatu

kenyataan yang dinamis, menunjukkan cara bagaimana suatu

barang dipindahkan.

4) Susunan fasilitas yang efektif disekitar pola aliran barang dapat

menghasilkan pelaksanaan yang efisien dapat meminimumkan

biaya produksi.

5) Biaya produksi minimum dapat memberikan keuntungan

maksimum.

2.1.3 Tujuan Perencanaan dan Pengaturan Tata Letak Fasilitas

Menurut Sritomo (1992, p53), secara garis besar tujuan utama

dari tata letak pabrik ialah mengatur area kerja dan segala fasilitas

produksi yang paling ekonomis untuk operasi produksi, aman, dan

nyaman sehingga akan dapat digunakan untuk menaikkan moral kerja

dan performansi kerja dari operator. Lebih spesifik lagi suatu tata letak

yang baik akan memberikan beberapa keuntungan-keuntungan dalam

sistem produksi, yaitu antara lain sebagai berikut :

Page 3: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2NoPass/2007-3-00412-TI-Bab 2.pdfBAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tata Letak Fasilitas 2.1.1 Definisi Tata Letak Fasilitas

22

1) Menaikkan Output Produksi.

Biasanya tata letak yang baik akan memberikan keluaran (output)

yang lebih besar dengan ongkos yang sama atau lebih sedikit, man

hour yang lebih kecil, dan mengurangi jam kerja mesin.

2) Mengurangi Waktu Tunggu (Delay).

Mengatur keseimbangan antara waktu untuk operasi produksi dan

beban dari masing-masing departemen atau mesin sehingga akan

mengurangi delay yang berlebihan.

3) Mengurangi Proses Pemindahan Bahan (Material Handling).

Tata letak yang baik akan lebih menekankan untuk meminimalkan

aktivitas-aktivitas pemindahan bahan pada saat proses produksi

berlangsung. Hal ini akan mendapatkan penghematan akan biaya

perpindahan bahan, pendayagunaan yang lebih baik akan

pemakaian mesin, tenaga kerja atau fasilitas produksi, mengurangi

work in process, menyingkatkan proses manufaktur, mengurangi

kemacetan dan lainnya.

2.1.4 Masalah Dalam Perancangan Fasilitas

Menurut Apple (1990, p16), terdapat beberapa permasalahan

dalam perancangan fasilitas yaitu :

Page 4: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2NoPass/2007-3-00412-TI-Bab 2.pdfBAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tata Letak Fasilitas 2.1.1 Definisi Tata Letak Fasilitas

23

1) Perubahan rancangan.

Seiring dengan perubahan rancangan produk maka akan menuntut

perubahan proses atau operasi yang diperlukan. Sehingga hal ini

memerlukan perancangan ulang tata letak.

2) Perluasan departemen.

Penambahan produksi suatu komponen produk tertentu akan

memerlukan perubahan dalam tata letak.

3) Pengurangan departemen.

Kondisi ini terjadi apabila terjadi suatu kondisi penurunan jumlah

produksi secara drastis dan menetap.

4) Penambahan produk baru.

Dalam hal ini terjadi penambahan produk baru yang berbeda

dengan produk yang sedang diproduksi. Sehingga terjadi kondisi

kemungkinan penambahan mesin baru sehingga memerlukan

penyusunan ulang fasilitas.

5) Memindahkan satu departemen.

Memindahkan suatu departemen ke lokasi baru memerlukan

penataletakkan ulang pada wilayah baru.

6) Peremajaan peralatan yang rusak.

Persoalan ini akan menuntut pemindahan peralatan yang

berdekatan untuk mendapatkan tambahan ruang.

Page 5: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2NoPass/2007-3-00412-TI-Bab 2.pdfBAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tata Letak Fasilitas 2.1.1 Definisi Tata Letak Fasilitas

25

2. Tata Letak Fasilitas Berdasarkan Lokasi Material Tetap (fix material

location product layout atau fix position layout).

Merupakan metode pengaturan suatu fasilitas produksi seperti mesin,

manusia, dan komponen lainnya yang bergerak menuju komponen produk

utama yang berada pada posisi tetap. Biasanya tata letak ini digunakan

untuk kegiatan produksi yang menghasilkan produk - produk dengan skala

ukuran yang besar seperti pesawat terbang, kapal laut, dan lainnya. Tata

letak tipe ini dapat ditunjukkan dalam contoh berikut

:

Gambar 2.2 Tata Letak Fix Position Layout

3. Tata Letak Fasilitas Berdasarkan Kelompok Produk (product family

product layout atau group technology layout).

Merupakan tata letak yang didasarkan pada pengelompokan produk atau

komponen yang akan dibuat. Dalam hal ini pengelompokan tidak

Page 6: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2NoPass/2007-3-00412-TI-Bab 2.pdfBAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tata Letak Fasilitas 2.1.1 Definisi Tata Letak Fasilitas

26

didasarkan pada kesamaan jenis produk akhir, tetapi dikelompokkan

berdasarkan langkah pemprosesan, bentuk, mesin, atau peralatan yang

dipakai. Tata letak tipe ini dapat ditunjukkan dalam contoh berikut

:

Gambar 2.3 Tata Letak Group Technology Layout

4. Tata Letak Fasilitas Berdasarkan Fungsi atau Macam Proses

(functional atau process layout).

Merupakan metode pengaturan dan penempatan segala mesin dan

peralatan produksi yang memiliki tipe / jenis sama kedalam satu

departemen. Jadi mesin dikelompokkan sesuai dengan kesamaan proses

atau fungsi kerjanya. Tata letak ini cocok untuk produksi produk dengan

variasi produknya tinggi dan volume produksinya rendah. Tata letak tipe

ini dapat ditunjukkan dalam contoh berikut :

Page 7: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2NoPass/2007-3-00412-TI-Bab 2.pdfBAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tata Letak Fasilitas 2.1.1 Definisi Tata Letak Fasilitas

27

Gambar 2.4 Tata Letak Process Layout

2.3 Pola Aliran Pemindahan Bahan Proses Produksi

Menurut Sritomo (1992, p120-123), terdapat lima pola aliran bahan

dalam proses produksi yang mana dibedakan sebagai berikut yaitu :

1. Straight Line.

Pola aliran berdasarkan garis lurus atau straight line umum dipakai

bilamana proses produksinya berlangsung singkat, relatif sederhana, dan

umumnya terdiri dar beberapa komponen-komponen atau beberapa

macam perlengkapan produksi. Pola aliran bahan berdasarkan garis lurus

ini akan memberikan :

• Jarak yang terpendek antara dua titik.

• Proses atau aktivitas produksi berlangsung sepanjang garis lurus yaitu

dari mesin nomor satu sampai ke mesin yang terakhir.

Page 8: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2NoPass/2007-3-00412-TI-Bab 2.pdfBAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tata Letak Fasilitas 2.1.1 Definisi Tata Letak Fasilitas

28

• Jarak perpindahan bahan (handling distance) secara total akan kecil

karena jarak antara masing-masing mesin adalah yang sependek-

pendeknya.

Gambar 2.5 Pola Aliran Bahan Straight Line

2. Serpertine atau zig zag (S-shaped).

Pola aliran berdasarkan garis-garis patah ini sangat baik ditetapkan

bilamana aliran proses produksi lebih panjang dibandingkan dengan luas

area yang tersedia. Untuk itu aliran bahan dibelokkan untuk menambah

panjangnya garis aliran yang ada dan secara ekonomis akan dapat

mengatasi segala keterbatasan dari area, bentuk, dan ukuran dari

bangunan pabrik yang ada.

Gambar 2.6 Pola Aliran Bahan S-Shaped

Page 9: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2NoPass/2007-3-00412-TI-Bab 2.pdfBAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tata Letak Fasilitas 2.1.1 Definisi Tata Letak Fasilitas

29

3. U-shaped.

Pola aliran ini digunakan bilamana dikehendaki bahwa akhir dari proses

produksi akan berada pada lokasi yang sama dengan awal proses

produksinya. Hal ini jelas akan memudahkan pemanfaatan fasilitas

transportasi dan juga memudahkan pengawasan untuk keluar dan masuk

material.

Gambar 2.7 Pola Aliran Bahan U-Shaped

4. Circular.

Pola aliran berbentuk lingkaran (circular) sangat baik digunakan bilamana

dikehendaki untuk mengembalikan material atau produk pada titik awal

aliran produksi berlangsung. Hal ini juga baik dipakai apabila departemen

penerimaan dan pengiriman material atau produk jadi direncanakan untuk

berada pada lokasi yang sama pabrik yang bersangkutan.

Page 10: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2NoPass/2007-3-00412-TI-Bab 2.pdfBAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tata Letak Fasilitas 2.1.1 Definisi Tata Letak Fasilitas

30

Gambar 2.8 Pola Aliran Bahan Circular

5. Odd-angle.

Pola aliran berdasarkan odd-angle ini tidaklah begitu dikenal

dibandingkan dengan pola-pola aliran yang lainnya. Pada dasarnya pola

ini sangat umum dan baik digunakan untuk kondisi-kondisi seperti :

• Bilamana tujuan utamanya adalah untuk memperoleh garis aliran yang

pendek diantara suatu kelompok kerja dari area yang saling berkaitan.

• Bilamana proses handling dilaksanakan secara mekanis.

• Bilamana keterbatasan ruangan menyebabkan pola aliran lain terpaksa

tidak diterapkan.

• Bilamana dikehendaki adanya pola aliran yang tetap dari fasilitas-

fasilitas produksi yang ada.

Page 11: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2NoPass/2007-3-00412-TI-Bab 2.pdfBAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tata Letak Fasilitas 2.1.1 Definisi Tata Letak Fasilitas

31

Gambar 2.9 Pola Aliran Bahan Odd-angle

2.4 Peta Kerja

2.4.1 Definisi Peta Kerja

Menurut Sutalaksana (1979, p15), peta kerja merupakan salah

satu alat yang sistematis dan jelas untuk berkomunikasi secara luas

dan sekaligus melalui peta - peta kerja ini kita bisa mendapatkan

informasi - informasi yang dibutuhkan untuk memperbaiki metode

kerja.

2.4.2 Lambang - Lambang Dalam Peta Kerja

Menurut Sutalaksana (1979, p15-18), terdapat empat macam

lambang yang digunakan untuk pembuatan suatu peta kerja yaitu

sebagai berikut :

a. merupakan lambang operasi dimana biasanya suatu

kegiatan operasi terjadi apabila benda kerja mengalami perubahan

Page 12: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2NoPass/2007-3-00412-TI-Bab 2.pdfBAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tata Letak Fasilitas 2.1.1 Definisi Tata Letak Fasilitas

32

sifat, baik fisik maupun kimiawi. Operasi merupakan kegiatan

yang paling banyak terjadi dalam suatu proses.

b. merupakan lambang pemeriksaan dimana suatu kegiatan

pemeriksaan terjadi apabila benda kerja atau peralatan mengalami

pemeriksaan baik dari segi kualitas maupun kuantitas.

c. merupakan lambang tranportasi dimana suatu kegiatan

transportasi terjadi apabila benda kerja, pekerja, atau perlengkapan

mengalami perpindahan tempat yang bukan merupakan bagian dari

suatu operasi.

d. merupakan lambang penyimpanan dimana suatu kegiatan

penyimpanan terjadi apabila benda kerja disimpan untuk jangka

waktu yang cukup lama (penyimpanan permanen).

2.4.3 Macam - Macam Peta Kerja

Menurut Sutalaksana (1979, p19-50), pada dasarnya peta kerja

yang ada sekarang ini dapat dibagi menjadi dua kelompok besar

berdasarkan kegiatannya yaitu :

Page 13: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2NoPass/2007-3-00412-TI-Bab 2.pdfBAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tata Letak Fasilitas 2.1.1 Definisi Tata Letak Fasilitas

33

1) Peta Kerja Untuk Menganalisa Kegiatan Kerja Keseluruhan

• Peta Proses Operasi

Merupakan suatu diagram yang menggambarkan langkah -

langkah proses yang akan dialami bahan baku mengenai urutan

- urutan operasi dan pemeriksaan. Dalam peta proses operasi

terdapat beberapa informasi yang diperlukan untuk analisa

lebih lanjut seperti waktu yang dihabiskan, material yang

digunakan, dan tempat atau alat atau mesin yang digunakan.

Biasanya peta proses operasi digunakan untuk mengetahui

kebutuhan mesin, memperkirakan kebutuhan bahan baku,

melakukan perbaikan cara kerja, dan menentukan tata letak

pabrik.

• Peta Aliran Proses

Merupakan suatu diagram yang menunjukkan urutan - urutan

dari operasi, pemeriksaan, transportasi, menunggu, dan

penyimpanan yang terjadi selama satu proses atau prosedur

berlangsung.

• Peta Proses Kelompok Kerja

Merupakan hasil pengembangan dari suatu peta aliran proses

dimana digunakan dalam suatu tempat kerja yang untuk

Page 14: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2NoPass/2007-3-00412-TI-Bab 2.pdfBAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tata Letak Fasilitas 2.1.1 Definisi Tata Letak Fasilitas

34

mengerjakannya memerlukan kerja sama yang baik dari

sekelompok pekerja.

• Diagram Alir

Merupakan suatu peta yang memuat informasi - informasi

relatif lengkap sehubungan dengan proses dalam suatu pabrik

atau kantor.

2) Peta Kerja Untuk Menganalisa Kegiatan Kerja Setempat

• Peta Pekerja dan Mesin

Merupakan suatu grafik yang menggambarkan koordinasi

antara waktu kerja operator dan waktu operasi mesin yang

ditanganinya. Biasa digunakan untuk mengurangi waktu

menganggur.

• Peta Tangan Kiri dan Tangan Kanan

Merupakan suatu peta kerja yang menggambarkan semua

gerakan - gerakan saat bekerja dan waktu menganggur yang

dilakukan tangan kiri dan tangan kanan pekerja.

2.5 Pengukuran Kerja

2.5.1 Definisi Pengukuran Kerja dan Pembagian Pengukuran Kerja

Menurut Sritomo (1995, p169-170) Pengukuran kerja

merupakan bagian dari penelitian cara kerja. Pengukuran kerja adalah

Page 15: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2NoPass/2007-3-00412-TI-Bab 2.pdfBAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tata Letak Fasilitas 2.1.1 Definisi Tata Letak Fasilitas

35

pengukuran kerja dilihat dari waktu kerja pada saat operator

melakukan kerja. Pengukuran kerja merupakan metode penetapan

keseimbangan antara kegiatan dengan manusia yang dikontribusikan

dengan output yang akan dihasilkan. Pengukuran kerja dibagi menjadi

dua yaitu :

1) Pengukuran kerja langsung

Pengukuran kerja langsung adalah pengukuran waktu kerja yang

dilakukan secara langsung di tempat dimana pekerjaan diukur dan

dijalankan. Cara pengukurannya dilakukan dengan menggunakan

alat bantuan seperti jam henti (stopwatch) dan sampling kerja.

2) Pengukuran kerja tidak langsung

Pengukuran tidak langsung adalah pengukuran kerja dengan cara

dihitung dengan metode standar data / formula, pengukuran kerja

dengan analisa regresi, penetapan waktu baku dengan data

gerakan. Atau dengan kata lain si pengamat tidak harus berada di

tempat pengukuran kerja.

2.5.2 Waktu Baku

Menurut Sritomo (1995, p170), Waktu baku didefinisikan

sebagai waktu yang dibutuhkan oleh seorang pekerja yang memiliki

tingkat keahlian rata-rata untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.

Kegunaan dari waktu baku adalah :

Page 16: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2NoPass/2007-3-00412-TI-Bab 2.pdfBAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tata Letak Fasilitas 2.1.1 Definisi Tata Letak Fasilitas

36

• Untuk membuat penjadwalan kerja mengenai seberapa lama suatu

pekerjaan berlangsung.

• Untuk merencanakan berapa banyak output yang dapat dihasilkan.

• Untuk mengetahui seberapa banyak tenaga kerja yang dibutuhkan

untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut.

Beberapa faktor yang mempengaruhi dalam perhitungan untuk

menentukan waktu baku adalah :

1. Faktor penyesuaian

Faktor penyesuaian diberikan berkenaan dengan tingkat kecepatan

kerja yang dilakukan pekerja dalam melakukan pekerjaannya

terkadang dalam melakukan kerja terdapat ketidakwajaran yang

dilakukan seperti bekerja sangat cepat seolah diburu waktu,

bekerja tanpa kesungguhan, atau kesulitan kerja akibat pengaruh

kondisi ruangan kerja yang buruk. Cara menentukan faktor

penyesuaian adalah cara shumard, cara westinghouse, cara bedaux,

dan cara objektif

2. Faktor kelonggaran

Faktor kelonggaran diberikan berkenaan dengan adanya sejumlah

kebutuhan pekerja diluar kerja yang terjadi selama pekerjaan

berlangsung seperti kebutuhan pribadi, hambatan kerja yang tidak

dapat dihilangkan, dan kebutuhan untuk melepas lelah.

Page 17: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2NoPass/2007-3-00412-TI-Bab 2.pdfBAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tata Letak Fasilitas 2.1.1 Definisi Tata Letak Fasilitas

37

Menurut Sutalaksana (1979, p140 - 154), Rumus yang

digunakan dalam perhitungan waktu baku adalah :

)1( PrataRataSiklusWaktuNormalWaktu +×−=

%%100%100

ANormalWaktuBakuWaktu

−×= , dimana :

P = Faktor Penyesuaian

A = Persentase Faktor Kelonggaran

2.6 Uji Kecukupan Data

Menurut Ralph M. Barnes (1983 p273 - 274), dalam melakukan

observasi dan pengumpulan data hendaknya melakukan evaluasi terhadap

error dari data yang dikumpulkan. Untuk itu perlu untuk diketahui nilai N’,

yaitu jumlah observasi yang dibutuhkan untuk memprediksikan kebenaran

data pada tingkat ketelitian dan tingkat kepercayaan yang sudah ditentukan.

Berikut adalah rumus N’ dengan 95 persen tingkat kepercayaan dan 5 persen

tingkat ketelitian :

( )22

240'

⎟⎟⎟

⎜⎜⎜

⎛ −=

∑∑ ∑

X

XXNN , Dimana :

• N’ = Jumlah observasi yang diperlukan untuk tingkat kepercayaan 95 %

dan tingkat ketelitian 5 %.

• N = Jumlah observasi awal yang dilakukan.

Page 18: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2NoPass/2007-3-00412-TI-Bab 2.pdfBAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tata Letak Fasilitas 2.1.1 Definisi Tata Letak Fasilitas

38

• 40 = Konstanta tingkat ketelitian (5% = 40, 10% = 20).

• X = Data waktu yang dikumpulkan.

Menurut Sutalaksana (1979, p135), tingkat ketelitian dan tingkat

kepercayaan adalah pencerminan tingkat kepastian yang diinginkan oleh

pengukur setelah memutuskan tidak melakukan pengkuran yang sangat

banyak. Tingkat ketelitian menunjukkan penyimpangan maksimum hasil

pengukuran dari waktu penyelesaian sebenarnya. Sedangkan tingkat

kepercayaan menujukkan besarnya kepercayaan pengukur bahwa hasil yang

diperoleh memenuhi syarat ketelitian yang ada.

2.7 Perhitungan Jumlah Mesin

Untuk menghitung jumlah mesin dilakukan perhitungan jumlah mesin

teoritis dari routing sheet dan menghitung jumlah mesin sebenarnya dengan

tabel jumlah mesin total. Berikut adalah langkah - langkah dalam perhitungan

kebutuhan jumlah mesin :

2.7.1 Lembar Pengurutan Produksi (Routing Sheet)

Lembar pengurutan produksi (routing sheet) adalah tabulasi

langkah - langkah yang dicakup dalam memproduksi komponen -

komponen tertentu dan perincian untuk hal - hal yang berkaitan.

Lembar pengurutan produksi berguna untuk menentukan bahan baku

Page 19: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2NoPass/2007-3-00412-TI-Bab 2.pdfBAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tata Letak Fasilitas 2.1.1 Definisi Tata Letak Fasilitas

39

yang harus disiapkan dan jumlah mesin teoritis yang tersedia pada

kapasitas produksi tertentu.

Menurut Apple (1990, p89-92), berikut adalah langkah -

langkah pembuatan routing sheet :

1) Tentukan jumlah produk per satuan waktu yang ingin dicapai dan

jumlah jam kerja dalam satuan waktu tersebut. Tentukan pula

waktu baku dan waktu setup mesin untuk tiap operasi.

osesBakuWaktuHariTiapMeSetupWaktuHariTiapKerjaJamhariTeoritisAlatKapasitas

Prsin/ −

=

2) Kemudian hitung jumlah unit yang diharapkan dan jumlah unit

yang disiapkan.

• Jumlah unit yang diharapkan merupakan jumlah produk yang

ingin dicapai pada operasi ke-n didapatkan dari jumlah unit

yang disiapkan pada operasi berikutnya atau operasi ke- (n+1).

Sedangkan untuk proses operasi yang terakhir jumlah unit yang

diharapkan diperoleh dari target produksi yang ingin dicapai.

Perlu diperhatikan untuk komponen - komponen yang dengan

jumlah pieces lebih dari satu, maka jumlah unit yang

diharapkan diperoleh dari mengalikannya dengan jumlah

pieces yang diperlukan.

Page 20: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2NoPass/2007-3-00412-TI-Bab 2.pdfBAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tata Letak Fasilitas 2.1.1 Definisi Tata Letak Fasilitas

40

• Persentase skrap, merupakan persentase dari barang yang cacat

karena kegagalan proses dan tidak dapat digunakan lagi, bukan

sisa bahan yang tidak dipakai.

• Jumlah unit yang disiapkan nilainya akan selalu sama atau

lebih besar dari nilai skrap untuk produksi yang bersangkutan.

skrappersentasediharapkanyangunitJumlahdisiapkanyangunitJumlah

−=

1

3) Setelah itu kemudian dilakukan perhitungan akan kapasitas dengan

efisiensi

Efisiensi yang digunakan adalah efisiensi pabrik (efisiensi rata-rata

dari semua departemen dalam pabrik), bukan efisien per

departemen, karena efisiensi pabrik tidak 100 % maka berarti

kapasitas yang dicapai akan lebih kecil dari kapasitas teoritis.

pabrikefisiensidisiapkanyangunitjumlahefisiensidenganKapasitas =

Cara yang paling sederhana untuk menghitung efisiensi adalah

dengan mengukur output kerja dan kemudian efisiensi dihitung

berdasarkan rumus berikut :

)tan()(

OutputdardSBakuOutputOutputActualdihasilkanyangOutput

Efisiensi =

4) Terakhir dilakukan perhitungan akan jumlah mesin teoritis yang

dibutuhkan untuk memenuhi kapasitas produksi tersebut.

Page 21: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2NoPass/2007-3-00412-TI-Bab 2.pdfBAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tata Letak Fasilitas 2.1.1 Definisi Tata Letak Fasilitas

41

Berikut adalah rumus yang digunakan dalam perhitungan jumlah

mesin teoritis :

sinsinsin

measreliabilitteoritismekapasitasefisiensidenganprodukteoritismeJumlah

×=

2.7.2 Perhitungan Jumlah Mesin Yang Dibutuhkan

Menurut Apple (1990, p92), perhitungan ini diperoleh dari peta

proses produk dari tiap jenis mesin yang sama pada masing - masing

tipe. Perhitungan jumlah mesin sebenarnya digunakan untuk

menghitung jumlah mesin yang diperlukan dalam proses produksi.

Berikut adalah ketentuan perhitungan jumlah mesin yang dibutuhkan :

• Pembulatan keatas jika angka dibelakang koma dibagi dengan

angka didepan koma jika lebih besar dari 0.1, maka dilakukan

pembulatan keatas.

• Pembulatan kebawah jika angka dibelakang koma dibagi dengan

angka didepan koma jika lebih kecil dari 0.1, maka dilakukan

pembulatan kebawah.

• Jika jumlah mesin teoritis lebih kecil dari satu maka dibulatkan

menjadi 1.

Page 22: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2NoPass/2007-3-00412-TI-Bab 2.pdfBAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tata Letak Fasilitas 2.1.1 Definisi Tata Letak Fasilitas

42

2.8 Usulan Luas Lantai Produksi

Usulan luas lantai produksi ini berguna dalam memperkirakan alokasi ruang

yang dibutuhkan dalam menempatkan berbagai fasilitas yang digunakan pada

lantai produksi.

Langkah - langkah perhitungan luas lantai produksi :

Definisikan jumlah dan ukuran peralatan yang dibutuhkan pada setiap sub

kelompok mesin, seperti jumlah mesin, mesin, kursi operator, tempat input,

dan tempat output.

1) Tentukan panjang dan lebar sub kelompok mesin (sub kelompok mesin

adalah satu paket mesin dan peralatan lainnya seperti operator, mesin,

tempat input, dan tempat output).

• Panjang sub kelompok mesin diperoleh dari sisi terpanjang sub

kelompok mesin ditambah panjang tempat input dan tempat output.

• Lebar sub kelompok mesin diperoleh dari sisi lebar sub kelompok

mesin ditambah kursi operator, kelonggaran operator dengan mesin,

dan kelonggaran antar mesin.

2) Hitung luas kelompok mesin tanpa gang

Merupakan hasil perkalian panjang dan lebar sub kelompok mesin yang

dikalikan lagi dengan jumlah sub kelompok mesin.

3) Hitung luas allowance gang

Page 23: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2NoPass/2007-3-00412-TI-Bab 2.pdfBAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tata Letak Fasilitas 2.1.1 Definisi Tata Letak Fasilitas

43

Merupakan hasil perhitungan dan pengukuran dari luas allowance gang

sebenarnya pada gambar.

4) Hitung luas kelompok mesin + gang

Luas kelompok mesin + gang didapatkan dari penjumlahan dari luas

kelompok mesin tanpa gang dengan luas allowance gang.

2.9 Material Handling Planning Sheet (MHPS)

Menurut Sritomo (1992, p162), material handling dapat didefinisikan

sebagai suatu seni dan ilmu yang meliputi penanganan (handling),

pembungkusan / pengepakan (packing), penyimpanan (storing), sekaligus

pengendalian / pengawasan (controlling) dari bahan atau material dengan

segala bentuknya. Sedangkan Material Handling Planning Sheet (MHPS)

adalah tabel yang digunakan untuk menghitung besarnya biaya dari tiap-tiap

penanganan atau perpindahan bahan atau material berdasarkan peralatan

material handling yang digunakan. Kemudian jarak perpindahan material

didapatkan dengan menggunakan data luas tiap kelompok mesin pada

perhitungan luas lantai produksi teortis.

Menurut Apple (1992, p378), dalam pemindahan barang dilakukan

dengan tujuan sebagai berikut :

1) Menaikkan kapasitas produksi

2) Memperbaiki kondisi kerja

3) Memperbaiki pelayanan pada pelanggan

Page 24: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2NoPass/2007-3-00412-TI-Bab 2.pdfBAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tata Letak Fasilitas 2.1.1 Definisi Tata Letak Fasilitas

44

4) Meningkatkan pemanfaat ruang dan peralatan

5) Mengurangi biaya perpindahan yang harus dikeluarkan

Menurut Sritomo (1990, p382), dalam melakukan pemindahan bahan

sebaiknya menggunakan berbagai prinsip di bawah ini :

1) Semua kegiatan pemindahan bahan harus direncanakan.

2) Merencanakan urutan operasi dan susunan peralatan untuk

mengoptimalkan aliran barang.

3) Kurangi, gabung, atau hilangkan pemindahan yang tidak perlu.

4) Memanfaatkan gravitasi dalam memindahkan barang dan volume

bangunan semaksimal mungkin.

5) Tingkatkan jumlah, ukuran, berat barang yang dipindahkan, dan lainnya.

Berikut data-data yang digunakan dalam perhitungan MHPS yaitu :

1) Hourly fuel power & maintenance cost, merupakan biaya bahan bakar per

jam dan biaya perawatan peralatan.

2) Hour labor cost, merupakan upah operator per hari.

3) Material handling unit load capacity, merupakan kapasitas angkut

maksimal dari material handling yang digunakan.

4) Material handling equipment depretiation cost, merupakan biaya

depresiasi peralatan material handling per satuan waktu tertentu.

5) Quantity, merupakan jumlah peralatan material handling yang

dibutuhkan.

Page 25: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2NoPass/2007-3-00412-TI-Bab 2.pdfBAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tata Letak Fasilitas 2.1.1 Definisi Tata Letak Fasilitas

45

Berikut adalah rumus yang digunakan dalam perhitungan MHPS yaitu :

1) Luas Asal, merupakan hasil perhitungan luas lantai produksi teoritis untuk

kelompok mesin asal.

2) Luas Tujuan, merupakan hasil perhitungan luas lantai produksi teoritis

untuk kelompok mesin tujuan.

3) Jarak (distance), merupakan jarak perpindahan material yang didapatkan

dengan menggunakan rumus :

( )TujuanAreaLuasAsalAreaLuasJarak +×= 5.0

4) Jenis Material Handling yang digunakan, merupakan hasil pembandingan

dari material handling yang ada dimana suatu material handling

digunakan apabila biayanya secara keseluruhan lebih rendah dibandingkan

material handling lainnya.

5) Jumlah yang harus dipindahkan didapatkan dari jumlah yang diharapkan

pada mesin asal.

6) Kapasitas pengangkutan (unit load), merupakan jumlah maksimum unit

yang dapat dibawa dalam satu kali perpindahan material.

7) Frekuensi per hari, merupakan jumlah penggunaan material handling per

hari dimana didapatkan dengan membagi jumlah unit yang disiapkan

dengan kapasitas pengangkutan (roundup nol desimal)

Page 26: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2NoPass/2007-3-00412-TI-Bab 2.pdfBAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tata Letak Fasilitas 2.1.1 Definisi Tata Letak Fasilitas

46

8) Faktor biaya, dalam perhitungan ini digunakan dua faktor biaya yaitu :

• Biaya perpindahan tiap meter didapatkan dari mengkalikan jarak

(distance) dengan lamanya waktu perpindahan kemudian dikalikan

dengan biaya tenaga kerja per satuan waktu yang dikeluarkan.

• Biaya depresiasi peralatan material handling.

9) Total material handling cost

Total biaya material handling didapatkan dari total dari faktor biaya

dikalikan dengan jarak perpindahan kemudian dikalikan lagi dengan

frekuensi per hari akan penggunaan material handling tersebut.

2.10 From To Chart (FTC)

Menurut Sritomo (1992, p142), from to chart atau trip frequency chart

atau travel chart merupakan salah satu teknik konvensional yang umum

digunakan untuk perencanaan tata letak pabrik dan pemindahan bahan dalam

suatu proses produksi. Pada dasarnya from to chart merupakan adaptasi dari

”mileage chart” yang umum dijumpai pada suatu peta perjalanan (road map),

angka - angka yang terdapat dalam suatu from to chart akan menunjukkan

total dari berat beban yang harus dipindahkan, jarak perpindahan, volume atau

kombinasi dari faktor - faktor ini.

Page 27: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2NoPass/2007-3-00412-TI-Bab 2.pdfBAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tata Letak Fasilitas 2.1.1 Definisi Tata Letak Fasilitas

47

2.10.1 From To Chart (FTC) Biaya

From to chart biaya biasanya diisi dengan biaya total dari Material

Handling Planning Sheet untuk tiap-tiap perpindahan yang terjadi.

2.10.2 From To Chart (FTC) Inflow dan Outflow

From to chart inflow dan outflow dibuat didasarkan hasil perhitungan

from to chart biaya dimana digunakan rumus perhitungan sebagai

berikut :

1) Perhitungan from to chart inflow

beradatersebutselanakolomTotalBiayaFTCterisiyangmatriksselpadaNilaiInflowFTC

dim)(

=

2) Perhitungan from to chart outflow

tujuanmsnmenjaditersebutmsnanabarisTotalBiayaFTCterisiyangmatriksselpadaNilaiOutflowFTC

dim)(

=

2.11 Skala Prioritas

Skala prioritas menunjukkan hubungan antar mesin dan gudang adalah

skala yang menunjukkan derajat kepentingan antar mesin-mesin produksi

maupun antar mesin dan gudang. Ada dua macam skala prioritas yaitu skala

prioritas inflow (dibuat berdasarkan inflow) dan skala prioritas outflow (dibuat

berdasarkan outflow).

Page 28: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2NoPass/2007-3-00412-TI-Bab 2.pdfBAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tata Letak Fasilitas 2.1.1 Definisi Tata Letak Fasilitas

48

Menurut Apple (1990, 225) untuk membantu dalam menentukan

kegiatan yang harus diletakkan pada satu tempat maka digunakan derajat

kedekatan sebagai berikut :

A = Mutlak perlu kegiatan tersebut berdampingan satu sama lain

E = Sangat Penting kegiatan tersebut berdekatan

I = Penting kegiatan tersebut berdekatan

O = Biasa (kedekatannya), dimana saja tidak ada masalah

U = Tidak Perlu adanya keterkaitan geografis apapun

Pengisian derajat kedekatan pada tabel skala prioritas berdasarkan

angka-angka atau koefisien dari FTC Inflow dan FTC Outflow dengan range

nilai untuk masing-masing derajat kedekatan.

Pengisian derajat kedekatan pada tabel skala prioritas berdasarkan

angka - angka atau koefisien dari FTC Inflow dan FTC Outflow yang telah

diurutkan berdasarkan range yang sudah ditentukan. Kemudian

dikelompokkan untuk masuk ke dalam hubungan A, E, I, O, U.

Dalam menentukan hubungan, perlu ditentukan range nilai untuk

menentukan frekuensi untuk hubungan A sampai U. Dalam perhitungan saat

ini range yang digunakan adalah metode kuadratis.

Page 29: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2NoPass/2007-3-00412-TI-Bab 2.pdfBAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tata Letak Fasilitas 2.1.1 Definisi Tata Letak Fasilitas

49

2.12 Activity Relationship

Menurut Tompkins (1996, p79), activity relationship menyediakan beberapa

pertimbangan dalam proses perencanaan fasilitas. Berikut beberapa primary

relationship yang menjadi pertimbangan :

• Organizational relationship

• Flow relationship (aliran material, orang, peralatan, informasi, dan uang)

• Control relationship (centralized dan decentralized material control, shop

floor control, level automation)

• Environmental relationship (pertimbangan keselamatan, temperatur,

kebisingan, kepadatan, debu)

2.12.1 Activity Relationship Chart (ARC)

Menurut Apple (1990, p226 - 227), peta keterkaitan kegiatan

adalah teknik ideal untuk merencanakan keterkaitan antara setiap

kelompok kegiatan yang saling berkaitan.

Kegunaan dari peta keterkaitan (Activity Relationship Chart)

yaitu sebagai berikut :

• Penyusunan urutan pendahuluan bagi satu peta dari-ke

• Lokasi nisbi dari pusat kerja atau departemen dalam satu kantor

• Lokasi kegiatan dalam satu usaha pelayanan

• Lokasi pusat kerja dalam operasi perawatan atau perbaikan

Page 30: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2NoPass/2007-3-00412-TI-Bab 2.pdfBAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tata Letak Fasilitas 2.1.1 Definisi Tata Letak Fasilitas

50

• Menunjukkan hubungan satu kegiatan dengan yang lainnya serta

alasannya

• Memperoleh satu landasan bagi penyusunan daerah selanjutnya

Biasanya dalam peta keterkaitan digunakan huruf-huruf A, E, I,

O, U yang menunjukkan derajat hubungan kedekatan antara tiap

lokasi. Berikut adalah penjelasan dari sandi tersebut :

A → Merah → Mutlak Perlu

E → Jingga → Sangat Penting

I → Hijau → Penting

O → Biru → Kedekatan Biasa

U → Tak Berwarna → Tidak Perlu

X → Coklat → Tak Diharapkan

Untuk lebih jelasnya mengenai peta keterkaitan kegiatan

(activity relationship chart) akan dilampirkan dalam lampiran 3 pada

daftar lampiran.

2.12.2 Activity Relationship Diagramming (ARD)

Menurut Apple (1990, p229-231), diagram keterkaitan

kegiatan (activity relationship diagram) dibuat menggunakan

informasi dari peta keterkaitan kegiatan (activity relationship chart)

yang digunakan menjadi dasar perencanaan keterkaitan antara pola

Page 31: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2NoPass/2007-3-00412-TI-Bab 2.pdfBAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tata Letak Fasilitas 2.1.1 Definisi Tata Letak Fasilitas

51

aliran barang dan lokasi kegiatan pelayanan dihubungkan dengan

kegiatan produksi. Diagram keterkaitan kegiatan merupakan diagram

balok yang menunjukkan pendekatan keterkaitan kegiatan sebagai

suatu model kegiatan tunggal. Untuk lebih jelas mengenai diagram

keterkaitan kegiatan (activity relationship diagram) akan dilampirkan

dalam lampiran 4 pada daftar lampiran

2.13 Area allocation Diagram (AAD)

Pembuatan AAD (Activity Relationship Diagram) bertujuan untuk :

1. Merancang ruang produksi yang efisien dalam satu kesatuan yang

terpadu.

2. Mengatur peletakan stasiun kerja yang efisien dalam lantai produksi

dengan memperhatikan hubungan kedekatan yang telah ditentukan dalam

ARD.

3. Menunjukkan keterkaitan antar suatu fasilitas lainnya beserta alasannya

AAD merupakan alat bantu yang paling dekat dengan tata letak pabrik

sebenarnya, yang nantinya akan memuat fasilitas-fasilitas yang ada. Adapun

keuntungan dari ADD adalah :

1. Pembagian wilayah kegiatan yang sistematis.

2. Memudahkan proses tata letak.

3. Meminimumkan ruang yang tidak terpakai.

Page 32: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2NoPass/2007-3-00412-TI-Bab 2.pdfBAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tata Letak Fasilitas 2.1.1 Definisi Tata Letak Fasilitas

52

4. Menterjemahkan perkiraan area ke dalam suatu pengaturan pendahuluan

yang dapat dilihat.

5. Memberikan perkiraan luas total yang mendekati sebenarnya.

6. Dasar untuk perencanaan selanjutnya.