11
 BIOREMEDIASI SEBAGAI ALTERNATIF PENANGANAN PENCEMARAN AKIBAT TAMBANG BATUBARA  January 31, 2011 Filed under: lingkungan Urip Santoso @ 7:01 am Tags: batubara, boremediasi  Oleh: Rengga Avrizta Putra Abstrak  Aktifitas pertambangan dianggap seperti uang logam yang memiliki dua sisi yang saling berlawanan, yaitu sebagai sumber kemakmuran sekaligus perusak lingkungan yang sangat potensial. Sebagai sumber kemakmuran, sektor ini menyokong pendapatan negara selama bertahun-tahun. Sebagai perusak lingkungan, pertambangan terbuka ( open pit mining ) dapat mengubah secara total baik iklim dan tanah akibat seluruh lapisan tanah di atas deposit bahan tambang disingkirkan. Hil angnya vegetasi secara tidak langsung ikut menghilangkan f ungsi hutan sebagai pengatur tata air, pengendalian erosi, banjir, penyerap karbon, pemasok oksigen dan pengatur suhu. Salah satu tekn ik dalam memperbaiki kualitas lingkungan pada kawasan pertambangan adalah dengan teknik bioremediasi. Bioremediasi merupakan teknik pemanfaatan mikroorganisme untuk mendegradasi, menstabilkan, atau memecah bahan pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun. Dalam makalah ini dikemukakan beberapa hal tentang dampak pertambangan batubara, bioremediasi sebagai alternatif penanganan pencemaran akibat tambang batubara dengan memanfaatkan beberapa mikroorganisme, upaya pencegahan dan penanggulangan terhadap dampak yang ditimbulkan oleh pertambangan batu bara. Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi bagi kita semua, sehingga akan dapat mengurangi pencemaran akibat aktivitas pertambangan batubara dan memperbaiki kerusakan lingkungan yang telah terjadi di sekitar pertambangan. I. PENDAHULUAN  1.1 Latar Belakang  Indonesia adalah eksportir batubara terbesar kedua di dunia (setelah Australia, 2006). Menurut Gautama (2007) dalam Anonim (2010) untuk pertambangan mineral, Indonesia merupakan negara penghasil timah peringkat ke-2, tembaga peringkat ke-3, nikel peringkat ke-4, dan emas peringkat ke-8 dunia. Batubara yang banyak diekspor adalah batubara jenis sub-bituminus yang dapat merepresentasikan produksi batubara Indonesia. Produksi batubara Indonesia meningkat sebesar 11.1% pada tahun 2003 dan jumlah ekspor meningkat sebesar 18.3% di tahun yang sama. Sebagian besar cadangan batubara Indonesia terdapat di Sumatra bagian selatan. Kualitasnya beragam antara batubara kualitas rendah seperti lignit (59%) dan sub-bitumin us (27%) serta batubara kualitas tinggi seperti bituminus dan antrasit (14%) (Asthary, 2008). Sekitar 74% dari batubara Indonesia merupakan hasil penambangan perusahaan swasta. Satu- satunya Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PT Tambang Bukit Asam, menghasilkan sekitar 10 Mt (hanya 9% dari total produksi batubara Indonesia pada tahun 2003) dari penambangan terbuka. Bila dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan swasta seperti PT Adaro, PT Kaltim Prima Coal, serta PT Arutmin yang dapat memproduksi batubara hingga di atas 10 Mt pada tahun yang sama. Perusahaan penambangan batubara milik negara kalah produksi oleh perusahaan swasta.

Bioremediasi Sebagai Alter Nat If Penanganan Pence Mar An Akibat Tambang

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Bioremediasi Sebagai Alter Nat If Penanganan Pence Mar An Akibat Tambang

5/14/2018 Bioremediasi Sebagai Alter Nat If Penanganan Pence Mar An Akibat Tambang - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bioremediasi-sebagai-alter-nat-if-penanganan-pence-mar-an-akibat-tambang 1/11

 

BIOREMEDIASI SEBAGAI ALTERNATIF PENANGANAN

PENCEMARAN AKIBAT TAMBANG BATUBARA  January 31, 2011 

Filed under: lingkungan — Urip Santoso @ 7:01 am

Tags: batubara, boremediasi 

Oleh: Rengga Avrizta Putra 

Abstrak 

Aktifitas pertambangan dianggap seperti uang logam yang memiliki dua sisi yang saling berlawanan,

yaitu sebagai sumber kemakmuran sekaligus perusak lingkungan yang sangat potensial. Sebagai

sumber kemakmuran, sektor ini menyokong pendapatan negara selama bertahun-tahun. Sebagai

perusak lingkungan, pertambangan terbuka (open pit mining ) dapat mengubah secara total baik

iklim dan tanah akibat seluruh lapisan tanah di atas deposit bahan tambang disingkirkan. Hilangnya

vegetasi secara tidak langsung ikut menghilangkan fungsi hutan sebagai pengatur tata air,

pengendalian erosi, banjir, penyerap karbon, pemasok oksigen dan pengatur suhu. Salah satu teknik

dalam memperbaiki kualitas lingkungan pada kawasan pertambangan adalah dengan teknikbioremediasi. Bioremediasi merupakan teknik pemanfaatan mikroorganisme untuk mendegradasi,

menstabilkan, atau memecah bahan pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak

beracun. Dalam makalah ini dikemukakan beberapa hal tentang dampak pertambangan batubara,

bioremediasi sebagai alternatif penanganan pencemaran akibat tambang batubara dengan

memanfaatkan beberapa mikroorganisme,upaya pencegahan dan penanggulangan terhadap dampak

yang ditimbulkan oleh pertambangan batu bara. Diharapkan makalah ini dapat memberikan

informasi bagi kita semua, sehingga akan dapat mengurangi pencemaran akibat aktivitas

pertambangan batubara dan memperbaiki kerusakan lingkungan yang telah terjadi di sekitar

pertambangan.

I. PENDAHULUAN 

1.1 Latar Belakang 

Indonesia adalah eksportir batubara terbesar kedua di dunia (setelah Australia, 2006). Menurut

Gautama (2007) dalam Anonim (2010) untuk pertambangan mineral, Indonesia merupakan negara

penghasil timah peringkat ke-2, tembaga peringkat ke-3, nikel peringkat ke-4, dan emas peringkat

ke-8 dunia.

Batubara yang banyak diekspor adalah batubara jenis sub-bituminus yang dapat merepresentasikan

produksi batubara Indonesia. Produksi batubara Indonesia meningkat sebesar 11.1% pada tahun

2003 dan jumlah ekspor meningkat sebesar 18.3% di tahun yang sama. Sebagian besar cadangan

batubara Indonesia terdapat di Sumatra bagian selatan. Kualitasnya beragam antara batubara kualitas

rendah seperti lignit (59%) dan sub-bituminus (27%) serta batubara kualitas tinggi seperti bituminus

dan antrasit (14%) (Asthary, 2008).Sekitar 74% dari batubara Indonesia merupakan hasil penambangan perusahaan swasta. Satu-

satunya Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PT Tambang Bukit Asam, menghasilkan sekitar 10 Mt

(hanya 9% dari total produksi batubara Indonesia pada tahun 2003) dari penambangan terbuka. Bila

dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan swasta seperti PT Adaro, PT Kaltim Prima Coal, serta

PT Arutmin yang dapat memproduksi batubara hingga di atas 10 Mt pada tahun yang sama.

Perusahaan penambangan batubara milik negara kalah produksi oleh perusahaan swasta.

Page 2: Bioremediasi Sebagai Alter Nat If Penanganan Pence Mar An Akibat Tambang

5/14/2018 Bioremediasi Sebagai Alter Nat If Penanganan Pence Mar An Akibat Tambang - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bioremediasi-sebagai-alter-nat-if-penanganan-pence-mar-an-akibat-tambang 2/11

 

Namun demikian, pertambangan selalu mempunyai dua sisi yang saling berlawanan, yaitu sebagai

sumber kemakmuran sekaligus perusak lingkungan yang sangat potensial. Sebagai sumber

kemakmuran, sudah tidak diragukan lagi bahwa sektor ini menyokong pendapatan negara selama

bertahun-tahun. Sebagai perusak lingkungan, pertambangan terbuka (open pit mining ) dapat

merubah total iklim dan tanah akibat seluruh lapisan tanah di atas deposit bahan tambang

disingkirkan. Selain itu, untuk memperoleh atau melepaskan biji tanbang dari batu-batuan atau pasirseperti dalam pertambangan emas, para penambang pada umumnya menggunakan bahan-bahan

kimia berbahaya yang dapat mencemari tanah, air atau sungai dan lingkungan.

Pada pertambangan bawah (underground mining ) kerusakan lingkungan umumnya diakibatkan

karena adanya limbah (tailing ) yang dihasilkan pada proses pemurnian bijih. Baik tambang dalam

maupun tambang terbuka menyebabkan terlepasnya unsur-unsur kimia tertentu seperti Fe dan S dari

senyawa pirit (Fe2S) menghasilkan air buangan bersifat asam (Acid Mine Drainage / Acid Rock 

Drainage ) yang dapat hanyut terbawa aliran permukaan pada saat hujan, dan masuk ke lahan

pertanian di bagian hilir pertambangan, sehingga menyebabkan kemasamam tanahnya lebih tinggi.

Tanah dan air asam tambang tersebut sangat masam dengan pH berkisar antara 2,5 – 3,5 yang

berpotensi mencemari lahan pertanian.

1.2 Dampak Pertambangan Batubara 

Pertambangan batubara menimbulkan kerusakan lingkungan baik aspek iklim mikro setempat dan

tanah. Kerusakan klimatis terjadi akibat hilangnya vegetasi sehingga menghilangkan fungsi hutan

sebagai pengatur tata air, pengendalian erosi, banjir, penyerap karbon, pemasok oksigen, pengatur

suhu. Lahan bekas tambang batubara juga mengalami kerusakan. Kerapatan tanah makin tinggi,

porositas tanah menurun dan drainase tanah, pH turun, kesedian unsur hara makro turun dan

kelarutan mikro meningkat. baik, dan mengandung sulfat. Lahan seperti ini tidak bisa ditanami. Bila

tergenang air hujan berubah menjadi rawa-rawa.

Salah satu daerah pertambangan batu bara yang cukup besar di Indonesia berada di Provinsi

Kalimantan Selatan. Bila dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia, pertambangan batu bara di

Provinsi Kalimantan Selatan sangat merusak lingkungan dan lahan pertanian yang ada di provinsitersebut, terutama pertambangan yang dilakukan secara illegal. Selain menghasilkan asam tambang

yang dapat memasamkan tanah, penggalian tanah dan batu-batuan yang menutup lapisan batu bara

dilakukan secara tidak terkendali dan penumpukan hasil galian (overburden ) tidak mengikuti

prosedur yang telah ditetapkan pemerintah. Akibatnya lahan dengan tumpukan tanah dan batu-

batuan eks pertambangan sangat sulit untuk ditumbuhi vegetasi.

Sofyan (2009) mengemukakan bahwa beberapa dampak dari pertambangan batubara :

1. Lubang tambang. Pada kawasan pertambangan PT Adaro terdapat beberapa tandon raksasa atau

kawah bekas tambang yang menyebabkan bumi menganga sehingga tak mungkin bisa direklamasi

2. Air Asam tambang: mengandung logam berat yang berpotensi menimbulkan dampak lingkungan

 jangka panjang3. Tailing: teiling mengandung logam-logam berat dalam kadar yang mengkhawatirkan seperti

tembaga, timbal, merkuri, seng, arsen yang berbahaya bagi makhluk hidup.

4. Sludge: limbah cucian batubara yang ditampung dalam bak penampung yang juga mengandung

logam berbahaya seperti boron, selenium dan nikel dll.

5. Polusi udara : akibat dari (debu) flying ashes yang berbahaya bagi kesehatan penduduk dan

menyebabkan infeksi saluran pernapasan. Menurut logika, udara kotor pasti mempengaruhi kerja

Page 3: Bioremediasi Sebagai Alter Nat If Penanganan Pence Mar An Akibat Tambang

5/14/2018 Bioremediasi Sebagai Alter Nat If Penanganan Pence Mar An Akibat Tambang - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bioremediasi-sebagai-alter-nat-if-penanganan-pence-mar-an-akibat-tambang 3/11

 

paru-paru. Peranan polutan ikut andil dalam merangsang penyakit pernafasan sepertiinfluensa,

bronchitis dan pneumonia serta penyakit kronis seperti asma dan bronchitis kronis.

Reaksi air asam tambang (Acid Mine Drainage/AMD ) berdampak secara langsung terhadap kualitas

tanah dan air karena pH menurun sangat tajam. Hasil penelitian Widyati (2006) dalam Widyati (2010)

pada lahan bekas tambang batubara PT. Bukit Asam Tbk. menunjukkan pH tanah mencapai 3,2 dan

pH air berada pada kisaran 2,8. Menurunnya, pH tanah akan mengganggu keseimbangan unsur harapada lahan tersebut, unsur hara makro menjadi tidak tersedia karena terikat oleh logam sedangkan

unsur hara mikro kelarutannya meningkat (Tan, 1993 dalam Widyati, 2010). Menurut Hards and

Higgins (2004) dalam Widyati (2010) turunnya pH secara drastis akan meningkatkan kelarutan

logam-logam berat pada lingkungan tersebut.

Dampak yang dirasakan akibat AMD tersebut bagi perusahaan adalah alat-alat yang terbuat dari besi

atau baja menjadi sangat cepat terkorosi sehingga menyebabkan inefisiensi baik pada kegiatan

pengadaan maupun pemeliharaan alat-alat berat. Terhadap makhluk hidup, AMD dapat mengganggu

kehidupan flora dan fauna pada lahan bekas tambang maupun hidupan yang berada di sepanjang

aliran sungai yang terkena dampak dari aktivitas pertambangan. Hal ini menyebabkan kegiatan

revegetasi lahan bekas tambang menjadi sangat mahal dengan hasil yang kurang memuaskan.

Disamping itu, kualitas air yang ada dapat mengganggu kesehatan manusia.

Luas permukaan daratan Indonesia yang telah diijinkan untuk kegiatan pertambangan relatif kecil

(1,336 juta ha atau 0,7% dari area daratan total), dan bahkan luas total areal penambangan yang

masih aktif dan yang sudah selesai ditambang lebih kecil lagi (36.743 ha, atau 0,019% dari area

daratan total) (Anonim, 2006). Sekalipun areal total yang terusik secara nasional relatif kecil,

kebanyakan kegiatan penambangan menerapkan teknik penambangan di permukaan (surface 

mining) yang dengan sendirinya mengakibatkan usikan terhadap lansekap setempat; areal areal

vegetasi yang ada dan habitat fauna menjadi rusak, dan pemindahan lapisan atas tanah yang

menutupi ‗cadangan mineral menghasilkan‘ perubahan yang tegas dalam topografi, hidrologi, dan

kestabilan lansekap. Apabila pengelolaan lingkungan tidak efektif, pengaruh lokal (on-site) ini dapat

mengakibatkan usikan lanjutan di luar areal penambangan (off-site), yang bersumber dari erosi air

dan angin terhadap sisa galian yang belum terstabilkan atau bahan sisa yang berasal dari

pengolahan mineral. Pengaruh-pengaruh ini dapat pula meliputi sedimentasi sungai-sungai, dan

penurunan kualitas air akibat meningkatnya salinitas, keasaman, dan muatan unsur-unsur beracun

dalam air sungai tersebut.

1.3 Definisi Bioremediasi 

Bioremediasi merupakan penggunaan mikroorganisme untuk mengurangi polutan di lingkungan.

Saat bioremediasi terjadi, enzim-enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme memodifikasi polutan

beracun dengan mengubah struktur kimia polutan tersebut, sebuah peristiwa yang disebut

biotransformasi. Pada banyak kasus, biotransformasi berujung pada biodegradasi, dimana polutan

beracun terdegradasi, strukturnya menjadi tidak kompleks, dan akhirnya menjadi metabolit yang

tidak berbahaya dan tidak beracun (Wikipedia, 2010).

Menurut Anonim (2010) menyatakan bahwa bioremediasi adalah proses pembersihan pencemaran

tanah dengan menggunakan mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk

memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun

(karbon dioksida dan air).

Bioremediasi pada lahan terkontaminasi logam berat didefinisikan sebagai proses membersihkan

(clean up ) lahan dari bahan-bahan pencemar (pollutant ) secara biologi atau dengan menggunakan

Page 4: Bioremediasi Sebagai Alter Nat If Penanganan Pence Mar An Akibat Tambang

5/14/2018 Bioremediasi Sebagai Alter Nat If Penanganan Pence Mar An Akibat Tambang - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bioremediasi-sebagai-alter-nat-if-penanganan-pence-mar-an-akibat-tambang 4/11

 

organisme hidup, baik mikroorganisme (mikrofauna dan mikroflora) maupun makroorganisme

(tumbuhan) (Onrizal, 2005).

Sejak tahun 1900an, orang-orang sudah menggunakan mikroorganisme untuk mengolah air pada

saluran air. Saat ini, bioremediasi telah berkembang pada perawatan limbah buangan yang

berbahaya (senyawa-senyawa kimia yang sulit untuk didegradasi), yang biasanya dihubungkan

dengan kegiatan industri. Yang termasuk dalam polutan-polutan ini antara lain logam-logam berat,petroleum hidrokarbon, dan senyawa-senyawa organik terhalogenasi seperti pestisida, herbisida,

dan lain-lain. Banyak aplikasi-aplikasi baru menggunakan mikroorganisme untuk mengurangi

polutan yang sedang diujicobakan. Bidang bioremediasi saat ini telah didukung oleh pengetahuan

yang lebih baik mengenai bagaimana polutan dapat didegradasi oleh mikroorganisme, identifikasi

 jenis-jenis mikroba yang baru dan bermanfaat, dan kemampuan untuk meningkatkan bioremediasi

melalui teknologi genetik. Teknologi genetik molekular sangat penting untuk mengidentifikasi gen-

gen yang mengkode enzim yang terkait pada bioremediasi. Karakterisasi dari gen-gen yang

bersangkutan dapat meningkatkan pemahaman kita tentang bagaimana mikroba-mikroba

memodifikasi polutan beracun menjadi tidak berbahaya.

Strain atau jenis mikroba rekombinan yang diciptakan di laboratorium dapat lebih efisien dalam

mengurangi polutan. Mikroorganisme rekombinan yang diciptakan dan pertama kali dipatenkan

adalah bakteri ―pemakan minyak‖. Bakteri ini dapat mengoksidasi senyawa hidrokarbon yang

umumnya ditemukan pada minyak bumi. Bakteri tersebut tumbuh lebih cepat jika dibandingkan

bakteri-bakteri jenis lain yang alami atau bukan yang diciptakan di laboratorium yang telah

diujicobakan. Akan tetapi, penemuan tersebut belum berhasil dikomersialkan karena strain

rekombinan ini hanya dapat mengurai komponen berbahaya dengan jumlah yang terbatas. Strain

inipun belum mampu untuk mendegradasi komponen-komponen molekular yang lebih berat yang

cenderung bertahan di lingkungan.

1.4 Jenis Bioremediasi 

 Jenis-jenis bioremediasi adalah sebagai berikut:

  Biostimulasi 

Nutrien dan oksigen, dalam bentuk cair atau gas, ditambahkan ke dalam air atau tanah yang

tercemar untuk memperkuat pertumbuhan dan aktivitas bakteri remediasi yang telah ada di dalam

air atau tanah tersebut.

  Bioaugmentasi 

Mikroorganisme yang dapat membantu membersihkan kontaminan tertentu ditambahkan ke dalam

air atau tanah yang tercemar. Cara ini yang paling sering digunakan dalam menghilangkan

kontaminasi di suatu tempat. Namun ada beberapa hambatan yang ditemui ketika cara inidigunakan. Sangat sulit untuk mengontrol kondisi situs yang tercemar agar mikroorganisme dapat

berkembang dengan optimal. Para ilmuwan belum sepenuhnya mengerti seluruh mekanisme yang

terkait dalam bioremediasi, dan mikroorganisme yang dilepaskan ke lingkungan yang asing

kemungkinan sulit untuk beradaptasi.

  Bioremediasi Intrinsik 

Page 5: Bioremediasi Sebagai Alter Nat If Penanganan Pence Mar An Akibat Tambang

5/14/2018 Bioremediasi Sebagai Alter Nat If Penanganan Pence Mar An Akibat Tambang - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bioremediasi-sebagai-alter-nat-if-penanganan-pence-mar-an-akibat-tambang 5/11

 

Bioremediasi jenis ini terjadi secara alami di dalam air atau tanah yang tercemar.

Di masa yang akan datang, mikroorganisme rekombinan dapat menyediakan cara yang efektif untuk

mengurangi senyawa-senyawa kimiawi yang berbahaya di lingkungan kita. Bagaimanapun,

pendekatan itu membutuhkan penelitian yang hati-hati berkaitan dengan mikroorganisme

rekombinan tersebut, apakah efektif dalam mengurangi polutan, dan apakah aman saat

mikroorganisme itu dilepaskan ke lingkungan.

II. PENANGANAN MASALAH 

2.1 Penanggulangan Acid Mine Drainage/AMD 

Sudah banyak teknologi yang ditujukan untuk menanggulangi acid mine drainage (AMD). Teknologi

yang diterapkan baik yang berdasarkan prinsip kimia maupun biologi belum memberikan hasil yang

dapat mengatasi AMD secara menyeluruh. Teknik yang didasarkan atas prinsip-prinsip kimia,

misalnya pengapuran, meskipun memerlukan biaya yang mahal akan tetapi hasilnya hanya dapat

meningkatkan pH dan bersifat sementara. Teknik pembuatan saluran anoksik (anoxic lime drain )

yang menggabungkan antara prinsip fisika dan kimia juga sangat mahal dan hasilnya belum

menggembirakan. Teknik bioremediasi dengan memanfaatkan bakteri pereduksi sulfat memberikan

hasil yang cukup menggembirakan. Hasil seleksi Widyati (2007) dalam Widyati (2010) menunjukkanbahwa BPS dapat meningkatkan pH dari 2,8 menjadi 7,1 pada air asam tambang Galian Pit Timur

dalam waktu 2 hari dan menurunkan Fe dan Mn dengan efisiensi > 80% dalam waktu 10 hari.

Namun demikian, penelitian-penelitian tersebut dilakukan pada air sedangkan sumber-sumber yang

menjadi pangkal terjadinya AMD belum tersentuh. Hal yang sangat penting sesungguhnya adalah

upaya pencegahan terbentuknya AMD. Bagaimana mencegah kontak mineral sulfide dengan oksigen

dan menghambat pertumbuhan bakteri pengoksidasi sulfur (BOS) adalah hal yang paling menentukan

dalam menangani AMD. Sebagai contoh PT. Bukit Asam Tbk menghambat kontak mineral-oksigen

dengan melapisi lahan bekas tambang dengan blue clay setebal 1-2 m sehingga biaya yang

dikeluarkan untuk kegiatan ini per hektar sungguh fantastis. Tetapi proses AMD secara geokimia

 jauh lebih lambat dibandingkan dengan proses yang dikatalis oleh BOS. Sehingga di PT. Bukit Asam

masih terjadi AMD. Oleh karena itu, pengendalian BOS adalah kunci untuk mengatasi AMD. Bakteri initergolong kemo-ototrof, sehingga penambahan bahan organik akan membunuh mikrob tersebut.

Bagaimana menyediakan bahan organik pada lahan yang begitu luas? Penanaman lahan yang baik

adalah jawaban yang tepat. Bagaimana melakukan penanaman pada lahan yang begitu berat?

 Jawaban yang tepat juga penambahan bahan organik. Sebab bahan organik dapat berperan

sebagai buffer sehingga dapat meningkatkan pH, sebagai sumber unsur hara, dapat

meningkatkan water holding capacity , meningkatkan KTK dan dapat mengkelat logam-logam

(Stevenson, 1997 dalam Widyati, 2010) yang banyak terdapat pada lahan bekas tambang. Revegetasi

pada lahan bekas tambang yang berhasil dengan baik akan memasok bahan organik ke dalam tanah

baik melalui produksi serasah maupun eksudat akar.

2.2 Bakteri Thiobacillus Ferrooxidans Sebagai Penanganan Limbah

Pertambangan

Batu Bara

Kelompok bahan galian metalliferous antara lain adalah emas, besi, tembaga, timbal, seng, timah,

mangan. Sedangkan bahan galiannonmetalliferous terdiri dari batubara, kwarsa, bauksit, trona,

Page 6: Bioremediasi Sebagai Alter Nat If Penanganan Pence Mar An Akibat Tambang

5/14/2018 Bioremediasi Sebagai Alter Nat If Penanganan Pence Mar An Akibat Tambang - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bioremediasi-sebagai-alter-nat-if-penanganan-pence-mar-an-akibat-tambang 6/11

 

borak, asbes, talk, feldspar dan batuan pospat. Bahan galian untuk bahan bangunan dan batuan

ornamen termasuk didalamnya slate, marmer, kapur, traprock, travertine, dan granite.

Perkembangan teknologi pengolahan menyebabkan ekstraksi bijih kadar rendah menjadi lebih

ekonomis, sehingga semakin luas dan dalam lapisan bumi yang harus di gali. Hal ini menyebabkan

kegiatan tambang menimbulkan dampak lingkungan yang sangat besar dan bersifat penting.

Salah satu jenis bahan bakar yang melimpah di dunia adalah batu bara. Pembakaran batu bara

merupakan metode pemanfaatan batu bara yang telah sekian lama dilakukan. Masalah yang muncul

sebagai akibat pembakaran langsung batu bara adalah emisi gas sulfur dioksida. Sulfur yang

terdapat dalam batu bara perlu disingkirkan karena sulfur dapat menyebabkan sejumlah dampak

negatif bagi lingkungan.

Energi batubara merupakan jenis energi yang sarat dengan masalah lingkungan, terutama

kandungan sulfur sebagai polutan utama. Hal ini disebabkan oleh oksida-oksida belerang yang

timbul akibat pembakaran batubara tersebut sehingga mampu menimbulkan hujan asam. Sulfur

batubara juga dapat menyebabkan kenaikan suhu global serta gangguan pernafasan. Oksida

belerang merupakan hasil pembakaran batubara juga menyebabkan perubahan aroma masakan atau

minuman yang dimasak atau dibakar dengan batubara (briket), sehingga menyebabkan menurunnyakualitas makanan atau minuman, serta berbahaya bagi kesehatan (pernafasan).

Penyingkiran sulfur pada batubara dapat dilakukan dengan tiga metode, yaitu fisika, kimiawi, dan

biologis. Penyingkiran sulfur secara biologis atau biodesulfurisasi adalah metode penyingkiran sulfur

dengan menggunakan mikroba yang paling murah dan paling sederhana. Ada beberapa faktor yang

dapat mempengaruhi biodesulfurisasi batubara, yaitu: temperatur, pH, medium nutrisi, konsentrasi

sel, konsentrasi batu bara, ukuran partikel, komposisi medium, kecepatan aerasi COÌ, penambahan

partikulat dan surfaktan, serta interaksi dengan mikroorganisme lain. Cara yang tepat untuk

mengatasi hal tersebut adalah dengan mewujudkan gagasan clean coal combustion melalui

desulfurisasi batubara.

Alternatif yang paling aman dan ramah terhadap lingkungan untuk desulfurisasi batubara adalah

secara mikrobiologi menggunakan bakteriThiobacillus ferrooxidans dan Thiobacillus thiooxidans .Penggunaan kombinasi kedua bakteri ini ditujukan untuk lebih mengoptimalkan

desulfurisasi. Thiobacillus ferooxidans memiliki kemampuan untuk mengoksidasi besi dan sulfur,

sedangkan Thiobacillus thiooxidans tidak mampu mengoksidasi sulfur dengan sendirinya, namun

tumbuh pada sulfur yang dilepaskan setelah besi teroksidasi.

2.3 Pemanfaatan Bakteri Pereduksi Sulfat dalam Penanganan Air Asam Tambang 

Teknologi bioremediasi dapat juga digunakan untuk mengatasi air asam tambang dan logam berat

terlarut terutama dari pertambangan batu bara. Teknologi tersebut mengandalkan aktivitas berbagai

bakteri pereduksi sulfat diantaranya Desulfotomaculum orientis ICBB 1204,Desulfotomaculum sp

ICBB 8815 dan ICBB 8818 yang mengubah sulfat dalam air asam tambang menjadi hidrogen sulfida

dan kemudian bereaksi dengan logam berat. Setelah reaksi belangsung pH (keasaman) air asam

tambang yang mula-mula berkisar dari 2 – 3 meningkat mendekati netral (6-7). Sementara logam

berat yang terdapat air asam tambang mengendap. Dari hasil penelitian Santosa (2009) selama

sembilan (9) tahun diperoleh teknologi yang mampu meningkatkan pH ke netral dan menurunkan

konsentrasi berbagai logam berat diantaranya Cr, Pb dan Cd. Teknologi ini efisien, karena hanya

membutuhkan biaya 1/10 dari biaya penanganan air asam konvensional.

Menurut Alexander (1977) dalam Anonim (2010a), menyatakan bahwa Bakteri Pereduksi Sulfat (BPS)

terdiri dari 2 genus, yaitu Desulfovibrio dan Desulfotomaculum . Desulfovibrio hidup pada kisaran pH

Page 7: Bioremediasi Sebagai Alter Nat If Penanganan Pence Mar An Akibat Tambang

5/14/2018 Bioremediasi Sebagai Alter Nat If Penanganan Pence Mar An Akibat Tambang - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bioremediasi-sebagai-alter-nat-if-penanganan-pence-mar-an-akibat-tambang 7/11

 

6 sampai netral, sedangkan Desulfotomaculum merupakan kelompok BPS yang termofil (menyukai

suhu yang tinggi). Dari hasil penelitian lingkungan tanah bekas tambang batubara setelah diberi

perlakuan bioremediasi mempunyai pH sekitar 6 dan suhunya berkisar pada suhu ruangan (25°C – 

30°C) tidak termofil (>55°C) sehingga kuat dugaan bahwa BPS yang ditemukan sangat dekat sifat-

sifatnya dengan genus Desulfovibrio . Sedangkan menurut Feio et al. (1998) dalam Anonim (2010a),

menyatakan bahwa media Postgate yang digunakan merupakan media selektif yang paling cocokuntuk mengisolasi BPS dari genus Desulfovibrio .

Kemampuan BPS dalam menurunkan kandungan sulfat sehingga dapat meningkatkan pH tanah bekas

tambang batubara ini sangat bermanfaat pada kegiatan rehabilitasi lahan bekas tambang batubara.

Peningkatan pH yang dicapai hampir mendekati netral (6,66) sehingga sangat baik untuk mendukung

pertumbuhan tanaman revegetasi maupun kehidupan biota lainnya.

2.4 Pemanfaatan Sludge Untuk Memacu Revegetasi Lahan Pasca Tambang Batubara 

Umumnya, perusahaan tambang menggunakan top (tanah lapisan atas) atau kompos untuk

mengembalikan kesuburan tanah. Rata-rata dibutuhkan 5.000 ton per hektar kompos atau top soil.

Metode konvensional ini kurang tepat diterapkan pada bekas lahan tambang yang luas. Pemanfaatan

sludge limbah industri kertas bisa menjadi alternatif pilihan. Industri kertas menghasilkan 10 persensludge dari total pulp yang mengandung N dan P (Anonim, 2006a).

Percobaan menunjukkan sludge paper dosis 50 persen dapat memperbaiki sifat-sifat tanah lebih

efektif dibandingkan perlakuan top soil. Sludge kertas ini berperan ganda dalam proses bioremediasi

tanah bekas tambang batubara yaitu sebagai sumber bahan organik tanah (BOT) dan sumber

inokulum bakteri pereduksi sulfat (BPS). Pemberian sludge pada bekas tambang batubara

menimbulkan 2 proses yakni perbaikan lingkungan (soil amendment ) dan inokulasi mikroba yang

efektif.

Pemberian sludge paper 50 persen ke dalam tanah bekas tambang batubara mampu menurunkan

ketersediaan Fe tanah 98.8 persen, Mn 48 persen, Zn 78 persen dan Cu 63 persen. BPS mampu

mereduksi sulfat menjadi senyawa sulfda-logam yang tidak tersedia.

2.5 Bioremediasi Tanah Tercemar 

Pencemaran lingkungan tanah belakangan ini mendapat perhatian yang cukup besar, karena

globalisasi perdagangan menerapkan peraturan ekolabel yang ketat. Sumber pencemar tanah

umumnya adalah logam berat dan senyawa aromatik beracun yang dihasilkan melalui kegiatan

pertambangan dan industri. Senyawa-senyawa ini umumnya bersifat mutagenik dan karsinogenik

yang sangat berbahaya bagi kesehatan (Joner dan Leyval, 2001 dalam Madjid, 2009).

Bioremidiasi tanah tercemar logam berat sudah banyak dilakukan dengan menggunakan bakteri

pereduksi logam berat sehingga tidak dapat diserap oleh tanaman. Hasil-hasil penelitian

menunjukkan bahwa cendawan memiliki kontribusi yang lebih besar dari bakteri, dan kontribusinya

makin meningkat dengan meningkatnya kadar logam berat (Fleibach, et al, 1994 dalam Madjid,

2009)..Cendawan ektomikoriza dapat meningkatkan toleransi tanaman terhadap logam beracun dengan

melalui akumulasi logam-logam dalam hifa ekstramatrik dan ―extrahyphae slime‖ (Aggangan et al,

1997 dalam Madjid, 2009). sehingga mengurangi serapannya ke dalam tanaman inang. Namun

demikian, tidak semua mikoriza dapat meningkatkan toleransi tanaman inang terhadap logam

beracun, karena masing-masing mikoriza memiliki pengaruh yang berbeda. Pemanfaatan cendawan

mikoriza dalam bioremidiasi tanah tercemar, disamping dengan akumulasi bahan tersebut dalam

hifa, juga dapat melalui mekanisme pengkomplekan logam tersebut oleh sekresi hifa ekternal.

Page 8: Bioremediasi Sebagai Alter Nat If Penanganan Pence Mar An Akibat Tambang

5/14/2018 Bioremediasi Sebagai Alter Nat If Penanganan Pence Mar An Akibat Tambang - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bioremediasi-sebagai-alter-nat-if-penanganan-pence-mar-an-akibat-tambang 8/11

 

Polusi logam berat pada ekosistem hutan sangat berpengaruh terhadap kesehatan tanaman hutan

khususnya perkembangan dan pertumbuhan bibit tanaman hutan (Khan, 1993 dalam Madjid, 2009).

Hal semacam ini sangat sering terjadi disekitar areal pertambangan (tailing dan sekitarnya).

Kontaminasi tanah dengan logam berat akan meningkatkan kematian bibit dan menggagalkan

prgram reboisasi. Penelitian Aggangan et al (1997) dalam Madjid (2009) pada

tegakan Eucalyptus menunjukkan bahwa Ni lebih berbahaya dari Cr. Gejala keracunan Ni tampakpada konsentrasi 80 umol/l pada tanah yang tidak dinokulasi dengan mikoriza sedangkan tanah

yang diinokulasi dengan Pisolithus sp., gejala keracunan terjadi pada konsentrasi 160 umol/l. Isolat

Pisolithus yang diambil dari residu pertambangan Ni jauh lebih tahan terhadap kadar Ni yang tinggi

dibandingkan dengan Pisolithus yang diambil dari tegakan Eucalyptus yang tidak tercemar logam

berat.

Upaya bioremediasi lahan basah yang tercemar oleh limbah industri (polutan organik, sedimen pH

tinggi atau rendah pada jalur aliran maupun kolam pengendapan) juga dapat dilakukan dengan

memanfaatkan tanaman semi akuatik seperti Phragmites australis . Oliveira et al, 2001 dalam Madjid,

2009) menunjukkan bahwa Phragmites australis dapat berasosiasi dengan cendawan mikoriza

melalui pengeringan secara gradual dalam jangka waktu yang pendek. Hal ini dapat dijadikan

strategi pengelolaan lahan terpolusi (phytostabilisation ) dengan meningkatkan laju perkembanganspesies mikotropik. Penelitian Joner dan Leyval (2001) dalam Madjid (2009) menunjukkan bahwa

perlakuan mikoriza pada tanah yang tercemar oleh polysiklik aromatic hydrocarbon (PAH) dari limbah

industri berpengaruh terhadap pertumbuhan clover, tapi tidak terhadap pertumbuhan reygrass.

Dengan mikoriza laju penurunan hasil clover karena PAH dapat ditekan. Tapi bila penambahan

mikoriza dibarengi dengan penambahan surfaktan, zat yang melarutkan PAH, maka laju penurunan

hasil clover meningkat.

Tanaman yang tumbuh pada limbah pertambangan batubara diteliti Rani et al (1991) dalam Madjid

(2009) menunjukkan bahwa dari 18 spesies tanaman setempat yang diteliti, 12 diantaranya

bermikoriza. Tanaman yang berkembang dengan baik di lahan limbah batubara tersebut, ditemukan

adanya ―oil droplets ‖ dalam vesikel akar mikoriza. Hal ini menunjukkan bahwa ada mekanisme

filtrasi, sehingga bahan beracun tersebut tidak sampai diserap oleh tanaman.

Mikoriza juga dapat melindungi tanaman dari ekses unsur tertentu yang bersifat racun seperti logam

berat (Killham, 1994 dalam Madjid dan Novriani : 2009). Mekanisme perlindungan terhadap logam

berat dan unsur beracun yang diberikan mikoriza dapat melalui efek filtrasi, menonaktifkan secara

kimiawi atau penimbunan unsur tersebut dalam hifa cendawan. Khan (1993) dalam Madjid dan

Novriani (2009) menyatakan bahwa vesikel arbuskular mikoriza (VAM) dapat terjadi secara alami

pada tanaman pioner di lahan buangan limbah industri, tailing tambang batubara, atau lahan

terpolusi lainnya. Inokulasi dengan inokulan yang cocok dapat mempercepat usaha penghijauan

kembali tanah tercemar unsur toksik.

2.6 Upaya Pencegahan Dan Penanggulangan Terhadap Dampak Yang Ditimbulkan Oleh

Pertambangan Batu Bara Upaya pencegahan dan penanggulangan terhadap dampak yang ditimbulkan oleh penambang batu

bara dapat ditempuh dengan beberapa pendekatan, untuk dilakukan tindakan-tindakan tertentu

sebagai berikut :

1. Pendekatan teknologi, dengan orientasi teknologi preventif (control/protective) yaitu

pengembangan sarana jalan/jalur khusus untuk pengangkutan batu bara sehingga akan mengurangi

keruwetan masalah transportasi. Pejalan kaki (pedestrian) akan terhindar dari ruang udara yang

Page 9: Bioremediasi Sebagai Alter Nat If Penanganan Pence Mar An Akibat Tambang

5/14/2018 Bioremediasi Sebagai Alter Nat If Penanganan Pence Mar An Akibat Tambang - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bioremediasi-sebagai-alter-nat-if-penanganan-pence-mar-an-akibat-tambang 9/11

 

kotor. Menggunakan masker debu (dust masker) agar meminimalkan risiko terpapar/terekspose oleh

debu batu bara (coal dust). 

2. Pendekatan lingkungan yang ditujukan bagi penataan lingkungan sehingga akan terhindar dari

kerugian yang ditimbulkan akibat kerusakan lingkungan. Upaya reklamasi dan penghijauan kembali

bekas penambangan batu bara dapat mencegah perkembangbiakan nyamuk malaria. Dikhawatirkan

bekas lubang/kawah batu bara dapat menjadi tempat perindukan nyamuk (breeding place). 

3. Pendekatan administratif yang mengikat semua pihak dalam kegiatan pengusahaan penambangan

batu bara tersebut untuk mematuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku (law enforcement)  

4. Pendekatan edukatif, kepada masyarakat yang dilakukan serta dikembangkan untuk membina dan

memberikan penyuluhan/penerangan terus menerus memotivasi perubahan perilaku dan

membangkitkan kesadaran untuk ikut memelihara kelestarian lingkungan.

III. KESIMPULAN 

1. Sofyan (2009) mengemukakan bahwa beberapa dampak dari pertambangan batubara :

a. Lubang tambang.

b. Air Asam tambangc. Tailing

d. Sludge

e. Polusi udara

2. Bioremediasi pada lahan terkontaminasi logam berat didefinisikan sebagai proses membersihkan

(clean up ) lahan dari bahan-bahan pencemar (pollutant ) secara biologi atau dengan menggunakan

organisme hidup, baik mikroorganisme (mikrofauna dan mikroflora) maupun makroorganisme

(tumbuhan)

3. Jenis-jenis bioremediasi adalah sebagai berikut:

  Biostimulasi

  Bioaugmentasi

  Bioremediasi Intrinsik

4. Beberapa metode penanganan pencemaran tambang batubara, yaitu :

a. Penanggulangan Acid Mine Drainage/AMD

b. Bakteri Thiobacillus Ferrooxidans Sebagai Penanganan

Limbah Pertambangan (Batu Bara) c. Pemanfaatan Bakteri Pereduksi Sulfat dalam Penanganan Air Asam Tambang

d. Pemanfaatan Sludge Untuk Memacu Revegetasi Lahan Pasca Tambang Batubara

e. Bioremediasi Tanah Tercemar

5. Upaya Pencegahan Dan Penanggulangan Terhadap Dampak Yang Ditimbulkan Oleh Pertambangan

Batu Bara, yaitu :

Page 10: Bioremediasi Sebagai Alter Nat If Penanganan Pence Mar An Akibat Tambang

5/14/2018 Bioremediasi Sebagai Alter Nat If Penanganan Pence Mar An Akibat Tambang - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bioremediasi-sebagai-alter-nat-if-penanganan-pence-mar-an-akibat-tambang 10/11

 

a. Pendekatan teknologi, dengan orientasi teknologi preventif (control/protective)  

b. Pendekatan lingkungan yang ditujukan bagi penataan lingkungan sehingga akan terhindar dari

kerugian yang ditimbulkan akibat kerusakan lingkungan.

c. Pendekatan administratif yang mengikat semua pihak dalam kegiatan pengusahaan penambangan

batu bara tersebut untuk mematuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku (law enforcement)  

d. Pendekatan edukatif, kepada masyarakat yang dilakukan serta dikembangkan untuk membina dan

memberikan penyuluhan/penerangan terus menerus memotivasi perubahan perilaku dan

membangkitkan kesadaran untuk ikut memelihara kelestarian lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA 

Anonim. 2010. Pemanfaatan Bakteri Pereduksi Sulfat untuk Bioremediasi TanahBekas Tambang

Batubara.http://goblog06.blogspot.com/2010/05/pemanfaatan-bakteri-pereduksi-sulfat_02.html. 2 juni

2010 

Anonim. 2010. Bahan Perkuliahan Teknik Elektro Unand. Sumber Daya

Alam. http://bahanelektro.blogspot.com/2010/02/sda-sumber-daya-alam. 4 juni 2010 

Anonim. 2008. Bakteri Thiobacillus Ferrooxidans Sebagai Penanganan Limbah Pertambangan (Batu

Bara). http://.bioindustri.blogspot.com/2008/09/bakteri-thiobacillus-ferrooxidans.html. 4 juni

2010

Anonim. 2006a. Limbah Industri Kertas Perbaiki Lahan Tambang Batubara.

http://www.ipb.ac.id/Bogor Agricultural University – Limbah Industri Kertas Perbaiki Lahan Tambang

Batubara.html. 4 juni 2010 

Anonim. 2006.Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang Menuju Pemanfaatan Lahan Yang Berkelanjutan :

Leaflet Seminar Nasional.http://pkrlt.ugm.ac.id/files/2006%20 

LEAFLET%20SEMINAR%20PKRLT.pdf. 3 juni 2010

Arifin, H. 2007. Penambangan Batu Bara Dan Kesehatan

Lingkungan. http://komunitassumpit.wordpress.com/2007/06/22/penambangan-batu-bara-dan-kesehatan-lingkungan. 25 maret 2010

Asthary, R. 2008. Pertambangan Batubara : Pro dan Kontra. www.majarimagazine.com/2008/ 

06/pertambangan-batubara-pro-dan-kontra. 25 maret 2010

Kurnia, U., dkk. 2005. Teknologi Pengendalian Pencemaran Lahan Sawah. www.balittanah. 

litbang.deptan.go.id/dokumentasi/buku/tanahsawah/tanahsawah9.pdf. 4 juni 2010

Madjid, A. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Tanah Bahan Ajar Online : Peran dan Prospek Mikoriza.

Fakultas Pertanian Unsri & Program Studi Ilmu Tanaman, Program Pascasarjana, Universitas Sriwijaya.

Sumatera Selatan.http://dasar2ilmutanah.blogspot.com. 4 juni 2010

Madjid, A dan Novriani. 2009. Peran dan prospek Mikoriza. http://phospateindo.com/peran-dan-

prospek-mikoriza.html. 5 juni 2010

Santosa, D.A,. 2009. Teknologi Bioremediasi Pulihkan Lingkungan

Tercemar.www.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/22942/2/2009b1403.pdf. 2 Juni 2010 

Sofyan, H. 2009. Dampak Lingkungan Eksploitasi Tambang

Batubara.http:///haniyahsofyan.blogspot.com/2009/11/dampak-lingkungan-ekspoitasi-

tambang.html. 27 maret 2010

Page 11: Bioremediasi Sebagai Alter Nat If Penanganan Pence Mar An Akibat Tambang

5/14/2018 Bioremediasi Sebagai Alter Nat If Penanganan Pence Mar An Akibat Tambang - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bioremediasi-sebagai-alter-nat-if-penanganan-pence-mar-an-akibat-tambang 11/11

 

Onrizal. 2005. Restorasi Lahan Terkontaminasi Logam

Berat. http://library.usu.ac.id/download/fp/hutan-onrizal6.pdf. 1 juni 2010 

Widyati, E. 2010. Acid Mine Drainage  – Momok Lahan Bekas Tambang. Lingkungan Pasca Tambang.

http://tambang.blogspot.com/2010/05/air-asam-tambang.html. 4 Juni 2010

Wikipedia. 2010. Bioremediasi – Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia

bebas. http://id.wikipedia.org/wiki/Bioremediasi. 4 juni 2010