16
R upanya kata-kata itu menjadi pemicu bagi relawan Tzu Chi di Pekanbaru untuk terus berkembang dan menggalang benih-benih cinta kasih di sana. Beragam cara dilakukan, mulai dari baksos kesehatan, sosialisasi pelestarian lingkungan, kelas budi pekerti hingga sosialisasi relawan. Seolah belum cukup, relawan Tzu Chi Pekanbaru kemudian mengadakan Pameran Poster Jejak Langkah Tzu Chi dan berbagai Produk Jing Si di Auditorium Mal Ciputra Seraya pada tanggal 10–11 September 2011. Selain pameran poster dan produk- produk Jing Si, ada juga sosialisasi pelestarian lingkungan, pertunjukan isyarat tangan (shou yu), dan penggalangan dana melalui penjualan kue bulan. Di stan Jing Si ini juga dipajang satu buku Jing Si Yu (kata perenungan) besar yang dikirim dari Jakarta. Buku ini membawa berkah. Hanya dari ukurannya saja sudah menarik perhatian, apalagi setelah membaca Kata-kata Perenungan Master Cheng Yen yang universal. Pembaca pun menjadi tak merasa ragu untuk membeli buku-buku kata perenungan seperti Renungan Kalbu, Sanubari Teduh maupun Jing Si Aphorism Anak. Poster Sejarah Tzu Chi dan Tzu Chi Corner Masyarakat Pekanbaru masih banyak yang belum mengenal Tzu Chi. Melalui pameran ini, para relawan dapat memperkenalkan Tzu Chi kepada masyarakat. Ani Shijie yang bertugas di bagian penjelasan poster sangat bersemangat bersumbangsih di pameran ini. “Setelah membaca buku Teladan Cinta Kasih saya jadi semakin lebih mengenal Tzu Chi, dan saya sangat tersentuh dengan perjalanan hidup Master Cheng Yen.” Berkat membaca buku Teladan Cinta Kasih ini pulalah Ani kemudian dapat berbagi lebih banyak mengenai Tzu Chi kepada para pengunjung. Terlebih ia banyak bertemu dengan pengunjung yang mengira bahwa Tzu Chi adalah khusus untuk komunitas umat Buddha saja. Pameran ini menjadi momen yang sangat tepat untuk mengenalkan Tzu Chi sebagai sebuah yayasan kemanusiaan yang lintas agama, ras, suku, dan bangsa. Melalui poster-poster yang dipajang dengan begitu artistik, menarik banyak minat pengunjung untuk melihat dan membaca kisah Perjuangan Master Cheng Yen dalam mendirikan Tzu Chi. Selama pameran dua hari, sebanyak 28 orang mendaftar menjadi relawan, 15 orang donatur, dan 9 orang yang menjadi relawan sekaligus donatur. Wujud Kesatuan Hati Kegiatan ini adalah wujud kesatuan hati setiap relawan untuk memperkenalkan Tzu Chi kepada masyarakat. “Sesungguhnya pameran ini adalah pameran kebersamaan dan kekuatan tekad bersama para relawan Pekanbaru untuk mendalami Dharma Master Cheng Yen dan proses pembelajaran menjadi murid Jing Si dengan memperkenalkan Yayasan Tzu Chi dan spirit cinta kasih universal Master Cheng Yen kepada masyarakat,” ungkap Hong Thay, Ketua Tzu Chi Pekanbaru. Mei Jiao Shigu yang merupakan benih awal Tzu Chi di Pekanbaru menuturkan hal serupa, ia merasakan kebahagiaan melihat semua relawan bersatu hati, harmonis, saling menyayangi, dan bergotong royong dalam menyukseskan pameran ini. Chia Shixiong selaku koordinator pameran ini merasa bahagia ini dan berharap kegiatan ini bisa menjadi kegiatan rutin Tzu Chi Pekanbaru. ”Melalui kegiatan ini, dengan sendirinya mem- buat relawan semakin lebih memahami Tzu Chi. Apalagi di pameran kali ini, para relawan mempunyai kesempatan menjalin jodoh baik dengan banyak orang melalui Dharma Master Cheng Yen. Arah dan tujuan dari pameran ini benar-benar tercapai,” ucap Chia Shixiong. PAMERAN DAN SOSIALISASI TZU CHI. Tzu Chi Pekanbaru mengadakan pameran poster dan Buku Jing Si di auditorium Mal Ciputra Seraya, Pekanbaru. Melalui pameran ini relawan dapat mengenalkan Tzu Chi dan mengajak lebih banyak orang untuk berbuat kebajikan. Inspirasi | Hal 10 “Bergabung di Tzu Chi jelas memberikan keteduhan dan wawasan pada keluarga saya. Istri saya meskipun tidak aktif di Tzu Chi, tetapi dia sangat mendukung saya,” kata Joe Riadi. Lentera | Hal 5 Ketika melihat sendiri bagaimana para relawan memperlakukan pasien yang datang berobat ke Jakarta, rasa persaudaraan yang kental antar relawan dan pasien mulai mencairkan hati Nixon yang semula terus mencurigai Tzu Chi. Pesan Master Cheng Yen | Hal 3 Kita harus memanfaatkan teknologi untuk mengembangkan keterampilan medis. Pergunakanlah waktu untuk terus menggali ilmu. Dengan demikian, kelak kita akan dapat memberi manfaat kepada lebih banyak orang. Kata Perenungan Master Cheng Yen Hong Thay (Tzu Chi Pekanbaru) Gedung ITC Lt. 6 Jl. Mangga Dua Raya Jakarta 14430 Tel. (021) 6016332 Fax. (021) 6016334 [email protected] www.tzuchi.or.id No. 75 -- Oktober 2011 www.tzuchi.or.id Pameran Poster Jejak Langkah Tzu Chi di Pekanbaru q Wismina (Tzu Chi Perkanbaru) Jiwa yang besar mendatangkan berkah yang besar pula (Renungan Kalbu 1B) Pameran Kesatuan Hati “Semoga dengan adanya rumah baru ini, kita bisa mengajak lebih banyak orang untuk menjadi Bodhisatwa dunia, yaitu Bodhisatwa yang dapat membantu orang lain,” kata Liu Su Mei, Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia saat meresmikan penggunaan Kantor Penghubung Tzu Chi Pekanbaru setahun lalu (16 Maret 2010).

Buletin Edisi 75 Oktober 2011

  • Upload
    lyquynh

  • View
    233

  • Download
    2

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Buletin Edisi 75 Oktober 2011

Rupanya kata-kata itu menjadi pemicu bagi relawan Tzu Chi di Pekanbaru untuk terus berkembang dan menggalang

benih-benih cinta kasih di sana. Beragam cara dilakukan, mulai dari baksos kesehatan, sosialisasi pelestarian lingkungan, kelas budi pekerti hingga sosialisasi relawan. Seolah belum cukup, relawan Tzu Chi Pekanbaru kemudian mengadakan Pameran Poster Jejak Langkah Tzu Chi dan berbagai Produk Jing Si di Auditorium Mal Ciputra Seraya pada tanggal 10–11 September 2011.

Selain pameran poster dan produk-produk Jing Si, ada juga sosialisasi pelestarian lingkungan, pertunjukan isyarat tangan (shou yu), dan penggalangan dana melalui penjualan kue bulan. Di stan Jing Si ini juga dipajang satu buku Jing Si Yu (kata perenungan) besar yang dikirim dari Jakarta. Buku ini membawa berkah.

Hanya dari ukurannya saja sudah menarik perhatian, apalagi setelah membaca Kata-kata Perenungan Master Cheng Yen yang universal. Pembaca pun menjadi tak merasa ragu untuk membeli buku-buku kata perenungan seperti Renungan Kalbu, Sanubari Teduh maupun Jing Si Aphorism Anak.

Poster Sejarah Tzu Chi dan Tzu Chi CornerMasyarakat Pekanbaru masih banyak yang

belum mengenal Tzu Chi. Melalui pameran ini, para relawan dapat memperkenalkan Tzu Chi kepada masyarakat. Ani Shijie yang bertugas di bagian penjelasan poster sangat bersemangat bersumbangsih di pameran ini. “Setelah membaca buku Teladan Cinta Kasih saya jadi semakin lebih mengenal Tzu Chi, dan saya sangat tersentuh dengan perjalanan hidup Master Cheng Yen.”

Berkat membaca buku Teladan Cinta Kasih ini pulalah Ani kemudian dapat berbagi lebih banyak mengenai Tzu Chi kepada para pengunjung. Terlebih ia banyak bertemu dengan pengunjung yang mengira bahwa Tzu Chi adalah khusus untuk komunitas umat Buddha saja. Pameran ini menjadi momen yang sangat tepat untuk mengenalkan Tzu Chi sebagai sebuah yayasan kemanusiaan yang lintas agama, ras, suku, dan bangsa. Melalui poster-poster yang dipajang dengan begitu artistik, menarik banyak minat pengunjung untuk melihat dan membaca kisah Perjuangan Master Cheng Yen dalam mendirikan Tzu Chi.

Selama pameran dua hari, sebanyak 28 orang mendaftar menjadi relawan, 15 orang donatur, dan 9 orang yang menjadi relawan sekaligus donatur.

Wujud Kesatuan HatiKegiatan ini adalah wujud kesatuan hati

setiap relawan untuk memperkenalkan Tzu Chi kepada masyarakat. “Sesungguhnya pameran ini adalah pameran kebersamaan dan kekuatan tekad bersama para relawan Pekanbaru untuk mendalami Dharma Master Cheng Yen dan proses pembelajaran menjadi murid Jing Si dengan memperkenalkan Yayasan Tzu Chi dan spirit cinta kasih universal Master Cheng Yen kepada masyarakat,” ungkap Hong Thay, Ketua Tzu Chi Pekanbaru. Mei Jiao Shigu yang merupakan benih awal Tzu Chi di Pekanbaru menuturkan hal serupa, ia merasakan kebahagiaan melihat semua relawan bersatu hati, harmonis, saling menyayangi, dan bergotong royong dalam menyukseskan pameran ini.

Chia Shixiong selaku koordinator pameran ini merasa bahagia ini dan berharap kegiatan ini bisa menjadi kegiatan rutin Tzu Chi Pekanbaru. ”Melalui kegiatan ini, dengan sendirinya mem-buat relawan semakin lebih memahami Tzu Chi. Apalagi di pameran kali ini, para relawan mempunyai kesempatan menjalin jodoh baik dengan banyak orang melalui Dharma Master Cheng Yen. Arah dan tujuan dari pameran ini benar-benar tercapai,” ucap Chia Shixiong.

PAMERAN DAN SOSIALISASI TZU CHI. Tzu Chi Pekanbaru mengadakan pameran poster dan Buku Jing Si di auditorium Mal Ciputra Seraya, Pekanbaru. Melalui pameran ini relawan dapat mengenalkan Tzu Chi dan mengajak lebih banyak orang untuk berbuat kebajikan.

Inspirasi | Hal 10“Bergabung di Tzu Chi jelas memberikan keteduhan dan wawasan pada keluarga saya. Istri saya meskipun tidak aktif di Tzu Chi, tetapi dia sangat mendukung saya,” kata Joe Riadi.

Lentera | Hal 5Ketika melihat sendiri bagaimana para relawan memperlakukan pasien yang datang berobat ke Jakarta, rasa persaudaraan yang kental antar relawan dan pasien mulai mencairkan hati Nixon yang semula terus mencurigai Tzu Chi.

PesanMaster Cheng Yen | Hal 3Kita harus memanfaatkan teknologi untuk mengembangkan keterampilan medis. Pergunakanlah waktu untuk terus menggali ilmu. Dengan demikian, kelak kita akan dapat memberi manfaat kepada lebih banyak orang.

Kata PerenunganMaster Cheng Yen

Hon

g Th

ay (T

zu C

hi P

ekan

baru

)

Gedung ITC Lt. 6Jl. Mangga Dua Raya

Jakarta 14430Tel. (021) 6016332Fax. (021) 6016334 [email protected]

www.tzuchi.or.id

No. 75 -- Oktober 2011

www.tzuchi.or.id

Pameran Poster Jejak Langkah Tzu Chi di Pekanbaru

q Wismina (Tzu Chi Perkanbaru)

心量大福報就大。

Jiwa yang besar mendatangkan berkah

yang besar pula

(Renungan Kalbu 1B)

Pameran Kesatuan Hati

“Semoga dengan adanya rumah baru ini, kita bisa mengajak lebih banyak

orang untuk menjadi Bodhisatwa dunia, yaitu Bodhisatwa yang

dapat membantu orang lain,” kata Liu Su Mei, Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia saat meresmikan

penggunaan Kantor Penghubung Tzu Chi Pekanbaru setahun lalu

(16 Maret 2010).

Page 2: Buletin Edisi 75 Oktober 2011

Mewariskan Sejarah

e-mail: [email protected]: www.tzuchi.or.id

Redaksi menerima saran dan kritik dari para pembaca, naskah tulisan, dan foto-foto yang berkaitan dengan Tzu Chi. Kirimkan ke alamat redaksi, cantumkan identitas diri dan alamat yang jelas. Redaksi berhak mengedit tulisan yang masuk tanpa mengubah isinya.

Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia yang berdiri pada tanggal 28 September 1994, merupakan kantor cabang dari Yayasan Buddha Tzu Chi Internasional yang berpusat di Hualien, Taiwan. Sejak didirikan oleh Master Cheng Yen pada tahun 1966, hingga saat ini Tzu Chi telah memiliki cabang di 53 negara.

Tzu Chi merupakan lembaga sosial kemanusiaan yang lintas suku, agama, ras, dan negara yang mendasarkan aktivitasnya pada prinsip cinta kasih universal.

Aktivitas Tzu Chi dibagi dalam 4 misi utama:

Misi AmalMembantu masyarakat tidak mampu maupun yang tertimpa bencana alam/musibah.Misi KesehatanMemberikan pelayanan kesehatan ke­pada masyarakat dengan mengadakan pengobatan gratis, mendirikan rumah sakit, sekolah kedokteran, dan poliklinik.Misi PendidikanMembentuk manusia seutuhnya, tidak hanya mengajarkan pengetahuan dan keterampilan, tapi juga budi pekerti dan nilai­nilai kemanusiaan.Misi Budaya KemanusiaanMenjernihkan batin manusia melalui media cetak, elektronik, dan internet dengan melandaskan budaya cinta kasih universal.

1.

2.

3.

4.

DARI REDAKSI2

PEMIMPIN UMUM: Agus Rijanto WAKIL PEMIMPIN UMUM: Agus Hartono

PEMIMPIN REDAKSI: Hadi Pranoto REDAKTUR PELAKSANA: Siladhamo Mulyono, Teddy Lianto ANGGOTA REDAKSI: Apriyanto, Ivana Chang, Juliana Santy, Lienie Handayani, Teddy Lianto, Veronika Usha REDAKTUR FOTO: Anand Yahya SEKRETARIS: Erich Kusuma Winata KONTRIBUTOR: Tim DAAI TV Indonesia Dokumentasi Kantor Perwakilan/Penghubung: Tzu Chi di Makassar, Surabaya, Medan, Bandung, Batam, Tangerang, Pekanbaru, Padang, Bali dan Tanjung Balai Karimun. DESAIN GRAFIS: Inge Sanjaya, Ricky Suherman, Siladhamo Mulyono TIM WEBSITE: Hadi Pranoto, Heriyanto DITERBITKAN OLEH: Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia ALAMAT REDAKSI: Gedung ITC Lt. 6, Jl. Mangga Dua Raya, Jakarta 14430, Tel. [021] 6016332, Fax. [021] 6016334, e-mail: [email protected]

Dicetak oleh: International Media Web Printing (IMWP), Jakarta. (Isi di luar tanggung jawab percetakan).

q Kantor Cabang Medan: Jl. Cemara Boulevard Blok G1 No. 1-3 Cemara Asri, Medan 20371, Tel/Fax: [061] 663 8986

q Kantor Perwakilan Makassar: Jl. Achmad Yani Blok A/19-20, Makassar, Tel. [0411] 3655072, 3655073 Fax. [0411] 3655074

q Kantor Perwakilan Surabaya: Mangga Dua Center Lt. 1, Area Big Space, Jl. Jagir Wonokromo No. 100, Surabaya, Tel. [031] 847 5434,

Fax. [031] 847 5432 q Kantor Perwakilan Bandung: Jl. Ir. H. Juanda No. 179, Bandung, Tel. [022] 253 4020, Fax. [022] 253 4052q Kantor Perwakilan Tangerang: Komplek Ruko Pinangsia Blok L No.

22, Karawaci, Tangerang, Tel. [021] 55778361, 55778371 Fax [021] 55778413 q Kantor Perwakilan Batam: Komplek Windsor Central, Blok. C No.7-8

Windsor, Batam Tel/Fax. [0778] 7037037 / 450332 q Kantor Penghubung Pekanbaru: Jl. Ahmad Yani No. 42 E-F,

Pekanbaru Tel/Fax. [0761] 857855 q Kantor Penghubung Padang: Jl. Diponegoro No. 19 EF, Padang, Tel. [0751] 841657 q Kantor Penghubung Lampung: Jl. Ikan Mas 16/20 Gudang Lelang,

Bandar Lampung 35224 Tel. [0721] 486196/481281 Fax. [0721] 486882q Kantor Penghubung Singkawang: Jl. Yos Sudarso No. 7B-7C,

Singkawang, Tel./Fax. [0562] 637166 q Kantor Penghubung Bali: Pertokoan Tuban Plaza No. 22, Jl. By Pass

Ngurah Rai, Tuban-Kuta, Bali. Tel.[0361]759 466q Kantor Penghubung Tanjung Balai Karimun: Jl. Thamrin No. 77,

Tanjung Balai Karimun Tel/Fax [0777] 7056005 / [0777] 323998.

q Perumahan Cinta Kasih Cengkareng: Jl. Kamal Raya, Outer Ring Road Cengkareng Timur, Jakarta Barat 11730

q Pengelola Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Tel. (021) 7063 6783, Fax. (021) 7064 6811 q RSKB Cinta Kasih Tzu Chi: Perumahan Cinta Kasih Cengkareng, Tel. (021) 5596 3680, Fax. (021) 5596 3681q Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi: Perumahan Cinta Kasih Cengkareng, Tel. (021) 543 97565, Fax. (021) 5439 7573 q Depo Pelestarian Lingkungan: Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi, Jl. Kamal Raya, Outer Ring Road Cengkareng Timur, Jakarta Barat 11730

Tel. (021) 7063 6783, Fax. (021) 7064 6811 q Perumahan Cinta Kasih Muara Angke: Jl. Dermaga, Muara Angke,

Penjaringan, Jakarta Utara Telp. (021) 7097 1391 q Perumahan Cinta Kasih Panteriek: Desa Panteriek, Gampong Lam

Seupeung, Kecamatan Lueng Bata, Banda Aceh q Perumahan Cinta Kasih Neuheun: Desa Neuheun, Baitussalam, Aceh Besar q Perumahan Cinta Kasih Meulaboh: Simpang Alu Penyaring, Paya

Peunaga, Meurebo, Aceh Barat q Jing Si Books & Cafe Pluit: Jl. Pluit Raya No. 20, Jakarta Utara Tel. (021) 667 9406, Fax. (021) 669 6407 q Jing Si Books & Cafe Kelapa Gading: Mal Kelapa Gading I, Lt. 2, Unit # 370-378 Jl. Bulevar Kelapa Gading Blok M, Jakarta 14240

Tel. (021) 4584 2236, 4584 6530 Fax. (021) 4529 702q Depo Pelestarian Lingkungan Kelapa Gading: Jl. Pegangsaan Dua,

Jakarta Utara (Depan Pool Taxi) Tel. (021) 468 25844q Muara Karang: Muara Karang Blok M-9 Selatan No. 84-85, Pluit,

Jakarta Utara Tel. (021) 6660 1218, (021) 6660 1242 q Gading Serpong: Jl. Teratai Summarecon Serpong, Tangerang.

Buletin Tzu Chi No. 75 -- Oktober 2011

Banyak cara untuk menyampaikan pesan kepada orang lain, salah satunya adalah melalui pameran

poster dan budaya humanis Tzu Chi seperti yang dilakukan oleh insan Tzu Chi Pekanbaru beberapa waktu lalu. Melalui gambar dan teks di dalam poster, relawan Tzu Chi Pekanbaru mengajak masyarakat untuk mengenal Tzu Chi dan diharapkan mereka dapat tergerak dan menjadi satu barisan bersama insan Tzu Chi lainnya. Selain itu, bagi relawan Tzu Chi Pekanbaru sendiri, pameran poster dan produk-produk Jing Si ini juga sangat berguna bagi mereka untuk lebih memahami dan mendalami ajaran-ajaran Master Cheng Yen. Buku-buku yang merupakan buah pikiran Master Cheng Yen ini bisa menjadi referensi b a g i p a r a r e l a w a n dalam menjalankan misi ke m an us i a a n i n i . D i Jakarta sendiri pameran poster sejarah Tzu Chi sudah dilakukan sebanyak dua kali, yaitu pada saat perayaan Waisak tahun 2010 dan 2011.

Misi budaya humanis s a l ah s a tu f ungs inya adalah untuk merekam jejak sejarah insan Tzu Chi di seluruh dunia, t e r m a s u k I n d o n e s i a . Melalui video, foto, dan tulisan, setiap orang akan dapat melihat apa saja yang sudah dilakukan oleh insan Tzu Chi di masa lalu. Dengan melihat kiprah dan jejak-jejak relawan Tzu Chi sebelumnya maka hal ini akan memudahkan bagi para generasi muda untuk dapat mempelajari sekaligus mengembang-kan semangat cinta kasih universal Tzu Chi menjadi semakin lebih baik lagi. Untuk itulah kita perlu

terus-menerus mewariskan sejarah untuk masa depan.

Media cetak dan elektronik Tzu Chi yang menjadi pilar dalam misi ini tentunya harus bekerja lebih keras untuk dapat memenuhi harapan dan tujuan Master Cheng Yen saat mendirikan Tzu Chi: Menyucikan hati manusia, mewujudkan masyarakat yang aman dan damai, serta dunia terhindar dari bencana. Melalui gambar-gambar dan kisah yang menyentuh diharapkan akan semakin banyak orang yang tersentuh, tergugah, dan akhirnya tergerak untuk turut melakukan kebajikan. Tugas ini tentu tidak ringan, namun dengan kesungguhan hati dan ketulusan dalam menjalankannya maka hal itu akan dapat dilaksanakan. Kita bukanlah melaporkan berita, melainkan tengah mengukir sejarah. Berita hari ini akan menjadi sejarah kelak. Karenanya, kita harus melaporkan berita dengan hati-hati. Setiap program dan liputan

harus direncanakan dengan baik. Jadi, baik program yang sudah ditayangkan maupun yang masih direncanakan, semuanya mengandung nilai sejarah. Inilah nilai-nilai yang harus terkandung dalam program-program TV dan media cetak Tzu Chi.

Cinta kasih yang kita miliki dapat diperluas dari segi waktu, ruang, dan hubungan antar manusia. Hal ini merupakan sesuatu yang patut kita syukuri. Sejarah masa lalu, masa kini, maupun masa depan bergantung pada para relawan dan staf misi budaya humanis untuk sungguh-sungguh me-wariskannya, agar keindahan hakikat manusia dapat terus disaksikan di masa yang akan datang. Inilah yang harus kita jalankan bersama-sama. Dengan langkah yang mantap dan saling ber-gandengan tangan, maka kita baru dapat menyebarkan semangat cinta kasih dan kekuatan kepada lebih banyak orang. q

DIREKTORI TZU CHI INDONESIA

Bagi Anda yang ingin berpartisipasi menebar cinta kasih melalui bantuan dana, Anda dapat mentransfer melalui:BCA Cabang Mangga Dua RayaNo. Rek. 335 301 132 1a/n Yayasan Budha Tzu Chi Indonesia

lustrasi: Inge Sanjaya

Page 3: Buletin Edisi 75 Oktober 2011

“Kami berharap dapat memberikan pelayanan terbaik kepada para pasien dan senantiasa

menghargai kehidupan. Semoga budaya humanis medis ini dapat tersebar ke segala penjuru dunia sehingga orang-orang sakit dapat memperoleh perawatan medis yang baik. Inilah tekad kami,” kata salah seorang dokter di RS Tzu Chi.

Misi kesehatan Tzu Chi telah dijalankan sekitar 50 tahun lamanya.Saat datang ke Hualien, saya melihat bahwa kebanyakan warga di sini adalah orang-orang yang telah berusia lanjut. Ada warga yang menderita penyakit. Karena kurang mampu, penyakit ringan menjadi penyakit parah dan hal ini berdampak buruk pada seluruh keluarga. Ada orang yang sakit sehingga tak dapat menghidupi keluarga dan hal ini tentu saja berimbas pada kehidupan anak-anaknya. Entah orang menjadi sakit karena miskin ataupun menjadi miskin karena sakit, ini pasti berdampak buruk pada pendidikan anak-anak. Terlebih pada saat itu sistem pendidikan sangat mengkhawatirkan. Jadi, setelah misi kesehatan kita pun menjalankan misi pendidikan yang tentu saja didukung oleh berbagai sebab dan kondisi. Saya selalu berharap kalian semua dapat mengunjungi website Tzu Chi untuk lebih memahami sejarah Tzu Chi.

Beberapa hari lalu saya mendengarkan laporan dari Universitas Tzu Chi dan Institut Teknologi Tzu Chi. Para siswa kita sering terjun ke tengah masyarakat dan mengunjungi orang-orang sakit. Ini yang mereka laporkan kemarin. Saya sungguh tersentuh mendengarnya. Inilah tujuan pendidikan Tzu Chi. Kita berharap orang dapat sembuh dari penyakitnya. Bagi yang tak dapat berobat karena kesulitan biaya transportasi ataupun tak mampu membeli obat, kita akan berkunjung ke rumahnya. Jadi, dalam dunia pendidikan Tzu Chi para siswa juga terlibat sebagai relawan yang memberikan pelayanan ini. Ini adalah

semangat TIMA (Tzu Chi International Medical Association). Para anggota TIMA di negara mana pun memiliki kesungguhan dan cinta kasih. Para dokter bagaikan Buddha hidup dan perawat bagaikan Bodhisatwa dunia. Apoteker dan teknisi medis juga tak kalah pentingnya. Mereka mengenakan jubah putih yang melambangkan cinta kasih yang murni dan tanpa batas.

Para anggota TIMA di seluruh dunia bagaikan Buddha hidup dan memiliki kesamaan tekad. Mereka tak gentar dalam menghadapi kesulitan dan bersumbangsih atas inisiatif sendiri. Para tenaga medis yang bagaikan Bodhisatwa ini sering berkunjung ke daerah pedalaman untuk mengadakan baksos pengobatan demi membebaskan orang dari penyakitnya. Contohnya di Guatemala. Tayangan yang saya lihat sangat memprihatinkan. Pada akhir Agustus lalu banjir besar terjadi di Guatemala. Insan Tzu Chi pun segera menyurvei lokasi dan menyalurkan bantuan. Belakangan juga diadakan baksos pengobatan dan penyaluran bantuan yang kedua kali. Meski daerah ini sangat kurang makmur, namun ada sekelompok Bodhisatwa yang tak tega melihat penderitaan. Jadi, saat terjadi bencana mereka pun segera bergerak. Setelah tahu

apa yang paling dibutuhkan mereka pun mengadakan baksos pengobatan.

Inilah curahan cinta kasih di tengah penderitaan. Saya sungguh bersyukur melihat hal ini. Baik di Guatemala, Brazil, maupun Paraguay, Tim Medis Tzu Chi sering mengadakan baksos pengobatan di daerah pedalaman sekaligus membagikan bantuan materi. Di negara mana pun, asalkan ada relawan dan tenaga medis Tzu Chi, maka orang yang menderita pasti akan ditolong. Semua ini berkat adanya para tenaga medis yang memiliki cinta kasih dan tekad yang luhur. Inilah kekuatan yang membentuk TIMA. Saya sungguh berterima kasih. Tanggal 10 September 2011 lalu Konferensi TIMA dimulai. Anggota TIMA selalu kembali ke Taiwan pada saat Perayaan Kue Bulan setiap tahunnya. Kali ini anggota TIMA dari 17 negara kembali ke Taiwan. Tentu saja, para relawan dan tenaga medis Taiwan sendiri sudah tiba beberapa hari sebelumnya. Ada sekitar 500 orang yang melayani 300-an peserta ini. Mereka sangat antusias. Mendengar saudara se-Dharma dari luar negeri akan kembali ke Taiwan, mereka sungguh antusias dalam menyiapkan pelayanan.

Inilah wujud dari menghargai sesama. Selain Konferensi TIMA, Universitas Tzu Chi juga tengah mengadakan simulasi bedah

dari tanggal 8 hingga 13 September. Selama beberapa hari ini akan ada konferensi video antara peserta Konferensi TIMA dengan peserta simulasi bedah. Mereka semua pasti akan mendapat banyak pelajaran berharga. Saya sangat berterima kasih kepada para silent mentor (guru tanpa suara) yang memungkinkan program ini diadakan. Mereka sungguh adalah Bodhisatwa dunia. Semasa hidup, mereka bersumbangsih di tengah masyarakat. Setelah meninggal, mereka mendonorkan tubuhnya untuk keperluan medis. Program simulasi bedah adalah pembelajaran bagi para calon dokter, juga meningkatkan keterampilan medis para dokter yang telah berpraktik.

Mendonorkan tubuh berarti memberi-kan dana berupa dukungan dan dana Dharma. Orang yang mendonorkan tubuhnya mempraktikkan tiga dana: dana materi, dana Dharma, dan dana berupa dukungan. Inilah sumbangsih yang penuh ketulusan. Belakangan ini kita juga mendapat kabar dari National Research Council (CSIC) di Spanyol yang membuat daftar peringkat rumah sakit terbaik di dunia. Diumumkan bahwa RS Tzu Chi menduduki ranking pertama di Asia dan ranking keempat di dunia.

Melihat berita ini di internet, seorang guru dari Indonesia yang mengalami masalah pada otaknya datang berobat ke RS Tzu Chi di Taiwan. Ia merasa bahwa biaya pengobatan yang dikenakan sangat pantas dan pelayanan pun sangat baik. Ia merasa sangat puas. Awalnya ia mengira bahwa setelah operasi ia harus tinggal di rumah sakit selama beberapa hari, namun ternyata ia boleh langsung pulang. Cara pengobatannya pun sangat canggih dan ia merasa sangat tersentuh.

Saya sangat bersyukur mendengar hal ini. Para tenaga medis Tzu Chi sungguh memiliki keterampilan medis dan budaya humanis yang baik. Saya sungguh berterima kasih kepada mereka. Singkat kata, mereka adalah tenaga medis yang sangat profesional. Kita juga terus mengadakan berbagai penelitian medis agar orang-orang dapat terbebas dari penyakit yang menderanya. Kita harus memanfaatkan teknologi canggih zaman kini untuk mengembangkan keterampilan medis. Pergunakanlah waktu untuk terus menggali ilmu. Dengan demikian, kelak kita akan dapat memberi manfaat kepada lebih banyak orang.

q Diterjemahkan oleh Karlena Amelia Ceramah Master Cheng Yen Tanggal 10 September 2011

Menyelamatkan Nyawa dan Menyebarkan Cinta Kasih

Dok

. Tzu

Chi

PesanMaster Cheng Yen 3Buletin Tzu Chi No. 75 -- Oktober 2011

經得起環境的考驗,人生才有真正的價值和成就感。

Kehidupan memiliki nilai dan kebanggaan ketika kita sanggup bertahan atas cobaan dalam berbagai keadaan.~Kata Perenungan Master Cheng Yen~

Kita harus memanfaatkan teknologi untuk

mengembangkan keterampilan medis. Pergunakanlah waktu

untuk terus menggali ilmu. Dengan demikian, kelak kita

akan dapat memberi manfaat kepada lebih banyak orang.

Page 4: Buletin Edisi 75 Oktober 2011

Mata Hati4

MENULARKAN KEMAMPUAN. Setiap sore (Senin sampai Jumat), seusai kuliah Oman melatih adik-adik kelasnya di Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi, Cengkareng, Jakarta Barat.

“Ingin Menjadi Orang yang Sukses”

Dok

. Ahm

ad D

aman

huri

Tedd

y Li

anto

Sejak kecil, Oman memang sangat menyukai olahraga. Ia

pernah meraih juara kedua Kejuaraan Atletik Tingkat

Nasional Pelajar Se-Indonesia pada tahun 2009. Banyak lagi

prestasi yang telah diraih siswa lulusan SMK Cinta Kasih Tzu

Chi ini. Dengan beasiswa dari perusahaan swasta, Oman pun

kini tengah mengejar impiannya di Universitas Negeri Jakarta.

Oman adalah seorang alumni SMK Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng angkatan 2009. Ia banyak mem-

peroleh gelar juara dalam berbagai per-lombaan di bidang olahraga, seperti atletik dan bola Volley selama bersekolah di SMK Cinta Kasih Tzu Chi. Setelah lulus dari SMK Oman berencana untuk kuliah di Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Tetapi Oman belum bernasib baik, karena ternyata ia tidak lulus seleksi dalam pen-daftaran mahasiswa baru di UNJ. “Dulu Oman pernah ikut tes di UNJ, tetapi ia tidak ikut test fisiknya, yang mana adalah salah satu persyaratan dalam tes masuk. Karena tidak mengikuti tes fisik tersebut, Oman dinyatakan tidak lulus oleh UNJ,” ujar Ahmad Damanhuri, guru olahraga sekaligus pelatih Oman sejak SMK ini.

Semangat untuk KuliahKarena tidak lulus seleksi mahasiswa baru

di UNJ, Oman pun memilih untuk bekerja. ”Karena gagal masuk UNJ, ya udah cari kerja dulu aja, sambil menunggu tahun depan untuk mendaftar kembali,” jelas Oman. Oman pun kemudian bekerja di sebuah perusahaan minyak wangi di daerah Jakarta Utara. Ia bekerja di sana selama 3 bulan. Ketika menjelang hari raya Lebaran, Oman pulang ke kampung halaman orangtuanya di Lampung. Di sana ia bertemu dengan saudaranya yang merupakan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Lampung. Mengetahui bakat Oman di bidang olahraga, saudaranya pun memperkenalkan Oman dengan sahabatnya yang kemudian mengajak Oman untuk ikut berlatih di Lampung. Setelah meng-

undurkan diri dari pekerjaannya, Oman pun kembali berlatih di Lampung. “Diajak oleh teman saudara saya untuk ikut latihan di sini (Lampung), untuk meningkatkan stamina dan kekuatan. Saya pun berniat untuk masuk ke Universitas Negeri Lampung (UNILA),” aku Oman.

Selama 8 bulan lamanya, Oman berlatih di Lampung yang dibimbing oleh Ibu Sarmiati, mantan atlet nasional Indonesia di bidang lari jauh. Selama berlatih Oman pun mengikuti pertandingan lari jauh antar provinsi di Lampung. ”Alhamdulillah, saya dapat memenangkan perlombaan ini dan dapat medali emas. Setelah menang pun Oman didaftarkan ke pertandingan antar wilayah (PORWIL),” jelas Oman. Kemenangan di pertandingan antar propinsi membuat semangat Oman semakin berkobar untuk maju ke Porwil, ia pun berlatih keras dan giat, namun tiba-tiba ia dinyatakan gagal oleh panitia. ”Saya sempat kecewa, tapi

lama kelamaan saya berpikir, mungkin ini belum rezeki saya kali. Padahal perlombaan antar wilayah ini bisa menjadi tiket saya untuk masuk ke Pekan Olahraga Nasional,” cerita Oman.

Pada bulan Mei 2011, UNILA membuka jalur pendaftaran, Oman pun dengan antusias mengajukan pendaftaran. ”Saya ikut jalur SMPTN (Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri –Red). Saya mendaftar masuk universitas secara online, saya memilih dua jurusan yakni, masuk ke UNILA dengan jurusan Penjaskes dan pilihan kedua di UNJ dengan jurusan pendidikan pelatihan,” katanya. Setelah mengikuti seluruh tes, baik itu tertulis maupun praktik di UNILA, Oman terpilih untuk masuk ke UNJ.

Pada bulan Juli 2011, di saat akan mendaftar ke UNJ, Oman merasa kebingungan karena untuk diterima masuk ke UNJ, ia diharuskan membayar uang kuliah semester pertama terlebih dahulu. Ia pun

menceritakan masalah ini pada pelatihnya di Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi, Ahmad Damanhuri. Dari Ahmad, Oman disarankan untuk mengajukan bantuan pendidikan ke Sinarmas. ”Sebenarnya saya kebingungan pada saat itu, dari mana saya bisa membayar biaya untuk membayar uang kuliah semester pertama, beruntung ada Pak Ahmad yang membantu saya mengajukan permohonan bantuan pen-didikan ke Sinarmas. Beberapa hari kemudian, saya ditelepon untuk urus berkas-berkas dan akhirnya permohonan saya diterima dan saya bisa membayar biaya kuliah saya untuk semester pertama,” ujar Oman dengan ceria.

Pada bulan Agustus 2011, Oman pun menjalani masa Ospek di UNJ selama 10 hari. Pada tanggal 5 September, Oman memulai kegiatan kuliah untuk pertama kalinya. “Di kampus sendiri, latihan dimulai dari pukul 6 pagi sampai pukul 07.30 WIB setelah itu diberikan waktu istirahat selama 30 menit untuk mandi dan rapi-rapi dan ikut pelajaran berikutnya. Karena sempitnya waktu, maka kadang saya tidak sarapan sehingga perut perih dan badan jadi lemas serta konsentrasi berkurang, karena itu sekarang saya lebih menjaga kondisi tubuh saya, karena pelatihan di kampus dan di rumah membutuhkan energi yang ekstra,” jelas Oman.

Di UNJ sendiri, Oman diajarkan teori dan praktik. ”Jam pertama ada ilmu teori urai, jam kedua ada praktik atletik, dan pada jam ketiga ada pendidikan sosiologi. Jadinya seimbang, tetapi untuk semester satu, lebih banyak geraknya,” cerita Oman mengenai aktivitasnya sehari-hari di kampus.

Untuk ke depannya Oman bercita-cita ingin menjadi orang yang sukses. ”Semoga saya bisa menjadi Menpora ataupun Pelatih Nasional nantinya. Tetapi untuk saat ini, saya hanya berharap, semoga saya mendapat nilai yang baik dan nilai praktik atletik saya juga bagus semua,” ujar Oman.

q Teddy Lianto

Semangat Oman dalam Meraih Cita-cita

Buletin Tzu Chi No. 75 -- Oktober 2011

MENGEMBANGKAN BAKAT DAN MINAT. Ahmad Damanhuri (berkaus abu-abu) dengan pengalamannya sebagai atlet berupaya meningkatkan prestasi anak-anak Sekolah Cinta Kasih melalui cabang olahraga atletik.

Page 5: Buletin Edisi 75 Oktober 2011

Lentera 5

Hok

Chu

n

Ketika Cinta Kasih Bersemi

PERAN RELAWAN PENDAMPING. Nixon merasa tenang dan nyaman karena dirinya selalu didampingi oleh relawan Tzu Chi selama menjalani pengobatan di RSCM Jakarta.

Siang itu saya dan Ong Hok Cun (Acun) hendak mengunjungi Nixon, seorang pasien penderita kanker

tulang yang berasal dari Pulau Batam. Waktu menunjukkan jam 10 siang saat saya dan Acun tiba di Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Blok B 3, Cengkareng, Jakarta Barat, tempat Nixon dan istrinya tinggal selama menjalani pengobatan di Jakarta.

Pengobatan yang harus dilakukan oleh Nixon ialah menjalani kemoterapi sebanyak 6 siklus. Pelaksanaan terapi 1 siklus memakan waktu kira-kira 3 minggu, jadi kalau ditotal lamanya terapi yang harus dijalani lebih kurang 6 bulan. “Setiap kali kemoterapi, Nixon harus menjalani pemeriksaan darah, karena setiap kali menjalani kemoterapi, sel darah dalam tubuh Nixon akan selalu berubah,” sambung Acun.

Nixon sendiri merasa senang pengobatan dirinya telah dibantu Tzu Chi. Sebelumnya ia selalu mengalami kendala keuangan untuk berobat. Hanya satu yang masih mengganjal di pikirannya, yakni Graceyka Rahel (4) dan Sydney Luke (1), kedua anaknya yang saat ini sedang diasuh oleh orangtuanya di Padang Sidempuan, Sumatra Utara. ”Kalau di Batam, tidak ada yang menjaga karena kami tidak memiliki sanak saudara di Batam,” jelas Nixon. Mengingat kedua anaknya, membuat Nixon kembali teringat masa-masa awal ia menderita penyakit.

Terbentuknya Jalinan JodohPada tahun 2005, rasa nyeri dan ngilu

di kaki kanannya sudah dirasakan oleh Nixon yang saat itu bekerja sebagai buruh di galangan kapal. ”Awalnya hanya nyeri-nyeri biasa, terus hilang lagi,” ucap Nixon. Menjelang tahun 2009, rasa nyeri di kakinya semakin bertambah dan tumbuh benjolan-benjolan kecil. ”Saat itu tumbuh benjolan-

benjolan kecil dan kalo dipegang rasanya sakit. Lalu rasa nyeri dan ngilu di kaki semakin sering timbul dan terasa sakit hingga ke tulang,” jelasnya. Karena penyakitnya itu, Nixon kemudian mencari pekerjaan baru untuk menafkahi keluarganya. Ia pun bekerja sebagai seorang sales motor. ”Ini pun hanya bertahan selama 7 bulan, mengingat tubuh saya yang sudah sakit,” jawabnya.

Untuk menyembuhkan benjolan di kaki kanannya, Nixon mencoba pergi ke tukang urut, tetapi setelah mengurut beberapa kali, dirinya tak kunjung sembuh. Ia pun mencoba berkonsultasi ke dokter ortopedi. Dari hasil pemeriksaan, dokter menyarankannya untuk melakukan operasi, tetapi karena untuk operasi membutuhkan biaya yang besar maka Nixon pun menundanya. “Saya sempat mencoba pengobatan alternatif. Tapi setelah 4 kali pergi ternyata tidak ada perubahan, maka saya pun tidak lagi berobat,” katanya.

Mengingat benjolan di kakinya semakin membesar, Nixon pun kembali melakukan konsultasi ke dokter yang lain. Ia menjalani pemeriksaan darah dan dirontgen. ”Dari kedua hasil tersebut, dokter mengatakan bahwa kaki saya terkena neo plasma, kumpulan sel abnormal yang terbentuk oleh sel-sel yang tumbuh secara terus menerus tanpa batas, tidak terkoordinasi dengan jaringan sekitarnya dan tidak berguna bagi tubuh dan kemungkinan ini adalah tumor,” kata Nixon. Nixon merasa kaget, tetapi karena faktor biaya akhirnya ia menunda untuk berobat hingga dua tahun lamanya.

Kemudian Nixon mendapat info dari temannya bahwa ada seorang dokter ortopedi yang cukup terkenal di Rumah Sakit Awal Bros, Batam. Nixon pun mencoba berobat ke sana dan bertemu dengan dokter Suluh B. Fizuhri. Setelah menjalani

pemeriksaan, dr. Suluh mengatakan bahwa dari diagnosis awal kemungkinannya adalah kanker tulang. ”Bapak tidak usah putus asa, harus kuat. Solusi untuk penyakit Anda adalah harus dioperasi untuk diangkat tumornya. Ada sebuah yayasan yang suka membantu orang-orang tidak mampu, namanya Yayasan Buddha Tzu Chi,” ucap dokter Suluh. Dari sinilah jalinan jodoh baik dengan Yayasan Buddha Tzu Chi mulai terjalin.

“Istri Saya Malah Kepengen Jadi Relawan”

“Pertama kali saya mendengar nama Yayasan Buddha Tzu Chi, saya merasa ragu sebab ini yayasan Buddha, sedangkan saya sendiri beragama Kristen,” ungkap Nixon. Selama proses pengajuan per-mohonan bantuan, proses survei hingga adanya persetujuan untuk diberikan bantuan pengobatan ke Jakarta, dalam hati Nixon terus berkecamuk rasa ragu.

Hari Senin, tanggal 6 Juni 2011, Nixon dan istrinya, Siti Suarni Harahap tiba di Jakarta dan tinggal di Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi, Cengkareng untuk menjalani pengobatan di Jakarta. Dengan ditemani istrinya, Nixon berangkat ke RSCM Jakarta untuk berobat. Di sana Nixon bertemu Acun. Selama

menjalani pengobatan, Nixon harus menjalani rawat inap di RSCM lebih kurang satu bulan lamanya. Di saat suka maupun duka, relawan selalu mendampingi mereka, menghibur dan menyemangatinya.

Tanggal 27 Juli 2011, Nixon menjalani operasi pengangkatan tulang, dimana tulang kaki yang telah terinfeksi tumor harus disinari oleh sinar radiasi atom di Badan Tenaga Atom Nasional (Batan), Serpong untuk membersihkan sel-sel kanker yang ada dan pengangkatan tumor yang ada di kaki kanannya. Pada tanggal 28 Juli 2011, Nixon menjalani operasi yang kedua untuk penanaman kembali tulang kakinya yang telah disinari sinar atom. “Nixon bisa dibilang cukup beruntung, karena setelah menjalani CT-Scan Torax tidak terdapat gejala tumor menjalar ke paru-paru dan setelah di-Echo (pemeriksaan USG khusus jantung-Red), ternyata sehat,” jelas Acun.

“Tadinya saya takut, setelah diobati saya harus masuk menjadi penganut Buddha, tetapi selama saya dirawat di sini (RSCM), baik Pak Acun maupun Bu Sofia, relawan pendamping pasien di RSCM tidak pernah membahas mengenai masalah agama,” ucap Nixon. Selama tinggal di Rusun Cinta Kasih, Cengkareng, Nixon melihat secara langsung bagaimana para relawan memperlakukan pasien dari daerah yang datang berobat ke Jakarta. Rasa persaudaraan yang kental antar relawan dan pasien mulai mencairkan hati Nixon yang semula terus mencurigai Tzu Chi. ”Selama di RSCM, saya melihat Bu Sofia sebagai seorang muslim yang taat, meskipun ia telah lama berkecimpung di dunia Tzu Chi, tetapi ia tetap rajin menjalankan salat. Melihat ketulusan para relawan tanpa memandang agama, ras, dan suku bangsa membuat saya tersentuh. Bahkan istri saya bilang, dia juga ingin menjadi r e l a w a n karena melihat teladan para r e l a w a n , ” u n g k a p Nixon sembari tersenyum. q Teddy Lianto

Buletin Tzu Chi No. 75 -- Oktober 2011

“Tadinya saya takut, setelah diobati saya harus masuk menjadi penganut Buddha, tetapi selama saya dirawat di rumah sakit, relawan yang mendampingi saya tidak pernah membahas masalah agama.”

SETIA MENDAMPINGI. Siti Suarni Harahap, Istri Nixon, terus mendampingi dan menghibur suaminya selama menjalani pengobatan di Jakarta.

Hok

Chu

n

Page 6: Buletin Edisi 75 Oktober 2011

Minggu pagi tanggal 18 September 2011, Yayasan Buddha Tzu Chi Kantor Perwakilan Pekanbaru

mengadakan kegiatan pembagian beras.

Pembagian ini dilakukan di 4 titik besar. Titik pertama berada di Jalan Nelayan SD 0034 untuk 633 keluarga. Titik kedua di Jalan Tirtonadi di kediaman RW06 untuk

578 keluarga. Titik ketiga pada area Kelurahan Sri Meranti-Rumbai untuk 574 keluarga, dan yang terakhir adalah titik keempat yang berada di Okura Kelurahan Tebing Tinggi sebanyak 373 keluarga, sehingga untuk hari ini jumlah beras cinta kasih akan disebarkan sebanyak 2.158 keluarga.

Ketika pembagian kupon beras, para relawan melakukannya dengan setulus hati, begitu juga pada hari pembagian beras cinta kasih, koordinasi dan kerjasama mereka sungguh mengagumkan. Harry Suwandi Shixiong beserta istrinya merasakan kebahagiaan yang luar biasa ketika berkontribusi dalam kegiatan ini. “Ketika survei, kami sudah merasa sangat bersyukur. Ketika kami membandingkan keadaan kami dengan mereka, rasanya kami sungguh beruntung. Ke depannya, kami ingin membagi waktu untuk berkontribusi lebih banyak lagi di

kegiatan-kegiatan Tzu Chi. Hampir 60 persen kita bekerja mencari nafkah. Jadi apa salahnya jika kita memanfaatkan hidup yang sudah tidak lagi muda ini untuk berbuat sosial, “kata Harry. Ada seorang penerima bantuan yang berlinang air mata ketika menerima beras cinta kasih. Hal ini memunculkan rasa haru di dalam hati Harry Shixiong.

Seperti pesan master Cheng Yen, “Beras ini akan habis pada saatnya, namun cinta kasih dan rasa syukur yang terkandung di dalamnya akan berlangsung sepanjang masa.” Semoga Tzu Chi Pekanbaru dapat terus saling memberi perhatian, menghilangkan penderitaan di antara sesama, dan men-jalin jodoh baik yang lebih luas lagi, hingga tercipta dunia yang aman dan tenteram, dipenuhi dengan cinta kasih dan harapan.

6

Lukm

an (T

zu C

hi M

edan

)

TZU CHI PEKANBARU: Bantuan Beras

Beras Cinta Kasih untuk Pekanbaru

KEHANGATAN CINTA KASIH. Beras ini akan habis pada saatnya, namun cinta kasih dan rasa syukur yang terkandung di dalamnya akan berlangsung sepanjang masa.

Elv

ana

(Tzu

Chi

Pek

anba

ru)

q Meiliana (Tzu Chi Pekanbaru)

TURUT BERSUMBANGSIH. Relawan Tzu Chi Batam mengadakan Bazar Festival Kue Bulan yang berlangsung selama satu minggu (5 -11 September 2011) di BCS Mal Batam. Kue Bulan ini dibuat sendiri oleh para relawan.

Dew

i (Tz

u C

hi B

atam

)

TZU CHI BATAM: Bazar Kue Bulan

Festival Kue Bulan

Atas prakarsa manajemen Batam City Square (BCS) Mall, kegiatan Bazar Kue Bulan Tzu Chi Batam

setiap bulan 8 Imlek akan diajukan menjadi event atau icon pariwisata Batam. Mungkin karena secara geografis Batam terletak dekat Singapura, sehingga semarak festival kue bulan di sana berimbas juga ke Batam. Pada saat bulan purnama di bulan ke-8 tahun Imlek, beberapa orang atau keluarga akan berkumpul di halaman rumah dengan diterangi lampion dan cahaya bulan sambil menikmati lezatnya kue bulan, atau mengunjungi tempat-tempat tertentu yang menyediakan acara meriah seperti perlombaan makan kue bulan, perlombaan nyanyi dan lainnya.

Tanggal 5 September 2011, tepat pukul 11.00, WIB bazar secara resmi dibuka oleh Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Batam Yusfa Hendri, M.Si yang ditandai dengan pemukulan gong. Sebelumnya para tamu disuguhi pertunjukan isyarat tangan oleh relawan. Di akhir acara pembukaan, Yusfa Hendri

M.Si memberikan sumbangsihnya kepada Tzu Chi Batam sebagai bentuk kepedulian kepada masyarakat melalui Yayasan Budha Tzu Chi. Ia juga menyampaikan bahwa akan memasukkan event Bazar Kue Bulan Tzu Chi ini ke dalam agenda tahunan pariwisata Batam.

Selama satu minggu, lobby utama BCS Mal tampak seperti Kantor Tzu Chi. Nuansa Tzu Chi memenuhi setiap sudut lobby, dengan stan-stannya yang memajang produk-produk Da Ai Technology, seperti kaus, selimut, scalf, dan tas. Ada juga galeri Jing Si yang memajang beraneka peralatan makan, buku buku dan CD/DVD.

Tanggal 11 September 2011, kegiatan Tzu Chi di BCS ditambah dengan kegiatan donor darah. Para relawan turut mengajak pengunjung mal untuk berpartisipasi mendonorkan darah. Isyarat tangan yang berjudul Kam Sia (Terima Kasih) menjadi pengantar berakhirnya acara bazar yang juga diiringi dengan pembagian piagam penghargaan kepada manajemen BCS Mal.

q Dewi (Tzu Chi Batam)

AKSI KEMANUSIAAN. Suasana kekeluargaan yang hangat membuat setiap donor merasa lebih tenang dan nyaman dalam mendonorkan darah mereka.

TZU CHI MEDAN: Aksi Donor Darah

Sebuah Jalinan Kasih Sayang

Minggu, 18 September 2011, ber-tempat di Aula Sekolah Hang Kasturi, Yayasan Buddha Tzu Chi

Kantor Perwakilan Medan bekerjasama dengan Yayasan Perguruan Hang Kasturi dan Unit Transfusi Darah RSUP Adam Malik mengadakan kegiatan donor darah. Kegiatan donor darah ini juga dihadiri oleh anak-anak penderita talasemia (suatu penyakit kelainan sel darah merah) yang selama ini membutuhkan darah secara rutin melalui Rumah Rakit Adam Malik.

Para donor tidak merasa takut untuk mendonorkan darah mereka, meskipun itu adalah pertama kalinya bagi mereka karena perhatian dari relawan Tzu Chi dan murid-murid Yayasan Perguruan Hang Kasturi yang membuat perasan mereka menjadi hangat seperti keluarga sendiri. Tak sedikit donor mengutarakan niatnya untuk bergabung menjadi relawan dengan bertanya kepada relawan Tzu Chi, apa yang menjadi syarat agar dapat bergabung dengan Tzu Chi. Dengan lebih banyak orang yang bergabung dengan Tzu Chi, maka semakin banyak orang yang akan berbuat baik, sehingga kita tidak hanya

mendapatkan darah, tetapi juga hati yang baik dari setiap donor.

Di acara sharing dengan murid-murid Perguruan Hang Kasturi, mereka menceritakan bahwa selama kegiatan ber-langsung begitu banyak pengalaman yang didapat. Perasaan sukacita menyelimuti hati mereka karena mempunyai kesempatan untuk berbuat kebajikan. Mereka berjanji akan meneruskan misi kemanusiaan ini dan akan bergabung kembali dengan relawan Tzu Chi dalam melakukan kegiatan lainnya. Seperti Kata Perenungan Master Cheng Yen, kita harus menangkap setiap kesempatan untuk berbuat baik, sebab kesempatan yang terlepas tidak akan pernah kembali dan segalanya menjadi terlambat.

Pada kegiatan donor darah ini terkumpul 263 kantong darah. Dalam melaksanakan aksi donor darah ini tidaklah penting berapa banyak kantong darah yang didapat, tetapi berapa besar cinta kasih yang terhimpun. Relawan Tzu Chi Medan mengucapkan penghargaan dan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada masyarakat Kota Medan. Semoga jalinan kasih sayang ini dapat terus berlanjut. q Beby Chen (Tzu Chi Medan)

LintasBuletin Tzu Chi No. 75 -- Oktober 2011

Page 7: Buletin Edisi 75 Oktober 2011

Selasa sore, 15 September 2011, seorang gadis remaja mendatangi Kantor Penghubung Yayasan Buddha Tzu

Chi Makassar. Ia datang untuk meminta bantuan relawan Tzu Chi Makassar agar dapat menolong se-orang perempuan paruh baya. Secara tidak sengaja, gadis tersebut bertemu dengan beberapa relawan Tzu Chi, di antaranya Ivy, Lenny Pupella, dan Shie Hwa Shijie.

Diketahui perempuan paruh baya ter-sebut bernama Tan Bie Tjin (55), yang telah terlantar selama 3 hari lamanya di depan pelataran Polsekta Wajo. Setelah informasi diterima, para relawan dan pelapor langsung menuju ke tempat kejadian. Setelah tiba di tempat kejadian, Lenny Pupella Shijie mencoba berbicara dan menanyakan langsung kepada Tan Bie Tjin, ternyata ia tidak dapat mendengar dengan baik. Dalam hal berbicara pun kurang jelas, serta matanya tak dapat melihat dengan baik, dan Tan Bie Tjin juga mengalami keterbelakangan mental.

Keesokan harinya, kami bersama lima relawan Tzu Chi Makassar lainnya membawanya ke panti wreda. Di sana relawan Tzu Chi bertemu dengan Abas, pimpinan panti dan para pengurus lainnya untuk mengadakan rapat kecil bersama relawan Tzu Chi. Dalam rapat tersebut, pihak panti tidak berani menerima Tan Bie Tjin, karena usianya belum 60 tahun dan mengalami keterbelakangan. “Bukan kita tidak mau menerima, tetapi nanti dia bisa mengganggu oma-opa yang ada di sini. Karena ada kasus yang pernah seperti ini, mereka menganggu oma-opa sampai tidak dapat tidur. Tetapi kami akan terima apabila dia sudah sembuh kejiwaannya,” ujar salah satu pengurus panti.

Setelah berbicara selama 25 menit, pimpinan Panti Sosial Tresna Wreda (PSTW) Makassar kemudian mengutus salah seorang anggota untuk membantu relawan Tzu Chi merujuk Tan Bie Tjin ke RS Jiwa. Kami pun langsung membawa

Tan Bie Tjin ke tempat tersebut. Pengurus panti dan relawan Tzu Chi juga membantu mengurus surat keterangan orang terlantar

guna mendapatkan keringanan biaya dari pemerintah.

7

TZU CHI MAKASSAR: Kunjungan Kasih

Menolong Tanpa Pamrih

MENENANGKAN BATIN. Para relawan dengan penuh welas asih menghampiri Tan Bie Tjin untuk menghibur dan menenangkan dirinya.

Jack

y Te

guh

W. (

Tzu

Chi

Mak

assa

r)

q Henny Laurence (Tzu Chi Makassar)

Ana Suginem (91) atau yang biasa dipanggil Mbah Rejo oleh warga di Kampung Way Kandis Kelurahan

Tanjung Seneng, Lampung Selatan sudah 2 tahun mengalami lumpuh karena terserang stroke. Dalam kesehariannya yang sangat sederhana, ia tidak pernah bermimpi bisa mempunyai kursi roda sendiri, tetapi dengan adanya bantuan dari insan Tzu Chi Lampung, angan-angan yang tidak berani ia impikan itu kini telah menjadi sebuah kenyataan.

Sehari-hari Mbah Rejo hanya duduk atau tiduran di kasur yang digelar di lantai rumah. Karena lumpuh, maka Mbah Rejo tidak dapat berjalan walaupun hanya untuk ke kamar mandi. Seperti pada saat ditemui oleh relawan, kasur yang digunakannya telah menjadi bau. Mbah Rejo merasa bersyukur dan berterima kasih kepada relawan Tzu Chi Lampung yang telah memberikan kursi roda yang sangat berguna untuk dirinya, karena sejak lumpuh Mbah Rejo sangat jarang keluar rumah. ”Dengan adanya kursi roda ini nenek bisa ke depan rumah untuk duduk melihat sawah dan berjemur matahari di

pagi hari. Sungguh saya ucapkan banyak terima kasih,” kata Mbah Rejo kepada relawan sebelum pulang dari rumahnya.

Kunjungan kami yang kedua ialah ibu yang mengalami lumpuh dan tinggal di Dusun Nambe, Desa Way Galih, di perkebunan karet PTP 7 Tanjung Bintang, Lampung Selatan. Ibu itu bernama Sutarmi berusia 58 tahun, menderita lumpuh sejak jatuh di kamar mandi. Sejak itu Sutarmi tidak bisa melakukan kegiatan lagi. Relawan Tzu Chi Shixiong Kasim Tunggono bersama Shixiong Suherman Harsono, Shijie Rieke dan Widya menyerahkan kursi roda yang dibutuhkan oleh Sutarmi. Kursi roda ini begitu disyukurinya karena sudah lama Sutarmi ingin memilikinya, tetapi belum mampu untuk membelinya. ”Dengan adanya kursi ini membuat saya bisa bergerak, sehingga dapat meringan-kan beban anak-anak yang selama ini mengurus saya. Terima kasih kepada Tzu Chi Lampung yang begitu besar kasihnya kepada orang-orang yang tidak mampu dan menderita seperti saya,” ucap Sutarmi haru. Sabtu tanggal 10 September 2011,

relawan Tzu Chi Bandung mengunjungi para oma dan opa yang tinggal di

Panti Wreda Senjarawi, Jln. Jeruk No. 7 Bandung. Setelah berkumpul di aula panti, para relawan membuka kegiatan dengan menyanyikan lagu yang berjudul “Satu Keluarga” dan “Sebuah Dunia yang Bersih” yang disertai gerakan isyarat tangan dan diikuti oleh seluruh opa dan oma.

“Saya senang sekali kalau mereka (relawan-red) berkunjung lagi, pengennya sih tiap bulan. Kebetulan saya ingin digunting rambut. Eee..., ternyata ada kunjungan kaya gini, ya sudah saya minta digunting rambut aja sama relawan-relawan ini, sepertinya Tuhan tahu keinginan saya,” ucap oma Eliwati yang meneteskan air matanya, tersentuh dengan gerakan isyarat tangan .

Kegembiraan pun turut dirasakan oleh oma Hertagunawan (84) yang baru dua bulan tinggal di panti ini. “Saya senang sekali mendapat kunjungan seperti ini karena ada hiburan, banyak teman-teman jadi bisa cerita.., pengennya mah jangan sebulan sekali, tapi sebulan dua

kali kunjungan kaya gini. Saya tidak mengharapkan apa-apa, sudah dikunjungi seperti ini juga saya sudah senang sekali,” ungkapnya.

Tidak Mau Menelantarkan Orangtua“Pertama kali begitu ngeliat banyak

orang tua, hampir nangis juga waktu pertama kali nyampe ke sini, Tadi kan bantu potong kuku, saya sendiri merasa…, bahkan ke orangtua saya sendiri aja nggak pernah gitu. Padahal mereka bukan orangtua saya sendiri, rasanya perasaan yang nggak pernah didapetin, maksudnya itu kebahagian yang luar biasa,” ujar Vicki penuh haru.

Vicki, mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) ini mempunyai harapan besar setelah berkunjung ke Panti Wreda Senjarawi. “Sekarang orangtua saya baru berumur 50 tahun, mungkin nanti ketika berumur 60-70 tahun ia akan kesulitan untuk berbicara ataupun hal lainnya. Saya sendiri mau menjaganya. Saya nggak mau sampai menelantarkannya di panti jompo,” janji Vicki.

Juna

edy

Sul

aim

an (T

zu C

hi L

ampu

ng)

MEMBERI KEBAHAGIAAN. Para relawan membawa Mbah Rejo keluar dari rumahnya. Dengan kursi roda, kini Mbah Rejo bisa bergerak lebih leluasa dan tidak hanya berbaring di tempat tidur saja.

TULUS MELAYANI. Para relawan menjalin jodoh baik dengan para oma di panti. Mereka menggunting rambut oma yang telah panjang dan merapikannya hingga menjadi lebih indah.

TZU CHI LAMPUNG: Bantuan Kursi Roda

TZU CHI BANDUNG: Kunjungan Kasih ke Panti Jompo

Kursi Roda untuk Mbah Rejo

Menjaga dan Melayani Orangtuaq Junaedy Sulaiman (Tzu Chi Lampung)

q Galvan (Tzu Chi Bandung)

Lintas

Gal

van

(Tzu

Chi

Ban

dung

)

Buletin Tzu Chi No. 75 -- Oktober 2011

Page 8: Buletin Edisi 75 Oktober 2011

Ragam8

Musibah kebakaran di Jakarta akhir-akhir ini semakin sering terjadi. Faktor penyebabnya pun beragam, mulai dari korsleting listrik sampai faktor kelalaian manusia itu sendiri. Panjangnya musim kemarau di tahun ini

semakin memperparah kondisi ini. Umumnya kebakaran terjadi di daerah-daerah pemukiman yang padat penduduk. Begitu banyak keluarga yang kehilangan tempat tinggal dan harta benda akibat musibah ini. Mereka yang tadinya hidup nyaman dan mandiri, kini terpaksa harus tidur di tenda-tenda pengungsian dan membutuhkan bantuan dari berbagai pihak.

Yayasan Buddha Tzu Chi melalui Tim Tanggap Daruratnya selalu berusaha untuk membantu dan menenteramkan jiwa para warga yang terkena musibah. Dalam bulan September ini saja, ada 3 tempat yang dilanda kebakaran: Tambora (Jakarta Barat), Kapuk Muara, dan Pasar Ikan (Jakarta Utara). Di Tambora relawan Tzu Chi

memberikan 250 paket bantuan, Kapuk Muara 170 paket, dan Pasar Ikan sebanyak 207 paket bantuan.

Sesuai dengan budaya humanis Tzu Chi, paket bantuan diberikan dengan penuh rasa hormat dan rasa syukur. Bantuan ini diharapkan dapat sedikit meringankan penderitaan para korban dan membawa kebahagiaan di hati mereka. Bantuan yang diberikan berupa sebuah boks plastik besar berisi pakaian, sandal, sepatu, handuk, alat makan, dan perlengkapan mandi. Selain itu, relawan juga memberikan mi instan dan air minum. Seperti kata Master Cheng Yen, “Ketika setiap orang dapat merasakan perasaan yang sangat indah bahwa dia telah menolong orang lain, dan berikrar bersumbangsih demi umat manusia yang sedang menderita di seluruh dunia, maka dunia yang ada di hadapan kita ini adalah dunia yang suci dan penuh dengan harapan.”

Meringankan Derita Korban Kebakaran

q Anand Yahya

Bantuan Bagi Korban Kebakaran di Jakarta

MENGHARGAI . Relawan Tzu Chi dengan penuh hormat dan rasa syukur memberikan bantuan kepada warga korban kebakaran di wilayah Kapuk Muara, Jakarta Utara.

Tedd

y Li

anto

Ie H

ong

(He

Qi U

tara

)

BEKERJA DENGAN GEMBIRA.

Relawan Tzu Chi memberikan 250 paket

bantuan kebakaran kepada warga yang terkena

musibah kebakaran di Tambora, Jakarta Barat.

Julia

na S

anty

Buletin Tzu Chi No. 75 -- Oktober 2011

SURVEI LOKASI. Para relawan melihat langsung lokasi kebakaran sambil menyurvei dan mendata warga yang terkena musibah kebakaran. Hal ini agar bantuan yang diberikan dapat diterima oleh mereka yang berhak.

Page 9: Buletin Edisi 75 Oktober 2011

Buletin Tzu Chi No. 75 -- Oktober 2011Per ist iwa 9

Update Pembangunan Aula Jing Si

Pemasangan Poster Kata Perenungan

Bazar Festival Kue Bulan

GUDANG ILMU. Ruang perpustakaan Sekolah Tzu Chi Indonesia ini memiliki lebih dari 3.000 buku dan dapat menampung 100 orang siswa. (Foto diambil 26 September 2011)

SEKOLAH TZU CHI INDONESIA. Bangunan Sekolah Tzu Chi Indonesia tampak selaras dengan alam. Setiap permukaan gedung dibalut batu alam, berwarna hitam, putih, dan abu-abu. (Foto diambil 26 September 2011)

Ana

nd Y

ahya

Ana

nd Y

ahya

MENGHIBUR PENONTON. Bazar ini menarik para pengunjung mal. Setiap harinya relawan juga menampilkan isyarat tangan untuk menghibur para pengunjung, sekaligus memperkenalkan salah satu budaya humanis Tzu Chi.

PENUH MAKNA. Para pemilik toko juga dapat memilih poster Kata Perenungan Master Cheng Yen yang mereka sukai. Setiap poster mengandung nilai-nilai kebajikan dan kebenaran yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Dew

i (Tz

u C

hi B

atam

)Th

io V

erna

(He

Qi U

tara

)

Dew

i (Tz

u C

hi B

atam

)Th

io V

erna

(He

Qi U

tara

)

MEMPERKENALKAN TZU CHI. Relawan Tzu Chi Batam mengadakan Bazar Festival Kue Bulan yag berlangsung dari tanggal 5­11 September di BCS Mal Batam.

KATA-KATA BIJAK. Relawan Tzu Chi menempelkan Kata-kata Perenungan Master Cheng Yen di wilayah Glodok, Jakarta Barat untuk memperkenalkan Tzu Chi kepada masyarakat dan juga mengajak untuk berbuat kebajikan.

Page 10: Buletin Edisi 75 Oktober 2011

10

Sekitar tahun 2005, seorang teman saya yang bernama Johan memperkenalkan Tzu Chi kepada saya. Saat itu Johan

langsung mengajak saya untuk kegiatan bagi beras di Kampung Belakang Dadap. Berhubung saya menyukai kegiatan sosial dan juga telah menjadi donatur Tzu Chi, maka saya langsung menyetujuinya. Setelah sekian lama menjadi donatur dan mendengar Tzu Chi, baru kali ini saya mengikuti kegiatannya, mungkin inilah yang disebut jodoh.

Ketika pertama kali mengikuti kegiatan itu saya sempat terkejut karena teman saya memberikan sebuah rompi Tzu Chi dan meminta saya untuk memakainya. Cuaca hari itu sangat panas, penuh sesak dengan para penerima bantuan, memakai rompi tentu akan sangat panas. Tapi karena sudah menjadi aturan, maka saya mengikutinya. Lama-kelamaan saya pun menjadi terbiasa dan memahami budaya Tzu Chi yang menekankan kerapian. Sejak saat itu saya semakin tertarik dan tertantang untuk mengikuti kegiatan Tzu Chi. Kegiatan berikutnya adalah bagi kupon

beras di Cilincing, Jakarta Utara.

Hari-hari berikutnya adalah di mana saya semakin banyak me-luangkan waktu saya untuk Tzu Chi, mulai dar i pembagian b e r a s s a m p a i

b a k t i s o s i a l k e s e h a t a n .

S a y a p u n m e r a s a s e m a k i n b a h a g i a atas apa y a n g telah saya

lakukan di Tzu Chi. Hati saya terasa semakin luas dan kaya karena melihat banyak orang dari berbagai suku bisa saling menyayangi. Dari peristiwa itu saya memahami bahwa cinta kasih memang harusnya tak mengenal batasan suku dan budaya.

Setelah banyak mengikuti pelatihan dan kegiatan, teman-teman relawan lainnya menyarankan agar saya menjadi relawan biru putih. Tetapi seringkali saya menolaknya. Waktu itu pengetahuan saya pada Tzu Chi bisa dibilang masih dangkal. Saya belum menerima banyak tanggung jawab, saya hanya mengikuti berbagai kegiatannya. Namun setelah mengikuti pelantikan relawan biru putih hati saya semakin terpanggil untuk mengemban visi-misi Tzu Chi. Mulai saat itu saya tanpa diminta sudah berinisiatif mengikuti kegiatan Tzu Chi dan berani menerima tanggung jawab dari teman-teman relawan.

Satu tahun setelah saya dilantik menjadi relawan biru putih, banjir besar melanda Jakarta pada tahun 2007. Waktu itu hampir

60% wilayah Jakarta lumpuh akibat banjir. Tzu Chi memberikan banyak bantuan ketika itu. Salah satunya adalah membagikan makanan matang bagi para korban banjir. Saya bersama Adi Prasetio Shixiong bahu-membahu bekerja di dapur umum Tzu Chi di Pantai Indah Kapuk, setelah itu kami pergi bersama relawan lainnya dengan perahu karet untuk membagikan makanan.

Selama bergabung menjadi relawan Tzu Chi, wawasan saya semakin luas. Selama ini pula saya merasakan kepuasan batin, terutama saat menyaksikan orang-orang yang dibantu tersenyum. Di tempat ini saya belajar menghargai pihak lain, bersabar, dan bersyukur atas karunia yang saya miliki.

Bergabung di Tzu Chi jelas memberikan keteduhan dan wawasan pada keluarga saya. Istri saya meskipun tidak aktif di Tzu Chi, tetapi dia sangat mendukung saya. Dialah yang membantu saya mencarikan donatur untuk Tzu Chi setiap bulannya. Jika terjadi bencana dan saya harus pergi menjalankan tugas tanggap darurat, istri sayalah yang mempersiapkan semua kebutuhan saya. Anak-anak saya pun demikian. Jika mereka sedang liburan sekolah mereka biasa mengikuti kegitan Tzu Chi bersama saya. Pada saat terjadi gempa di Padang tahun 2009, anak saya ikut membantu Tim Tanggap Darurat Tzu Chi di Padang.

Melihat istri dan anak-anak mendukung kegiatan saya di Tzu Chi, saya jadi merasa amat bersyukur. Bergabungnya saya di Tzu Chi adalah sebuah keputusan yang tepat, sebab di sini saya mendapatkan jalan yang benar dan ajaran yang benar. Melalui Tzu Chi pula saya menjadi bisa menghargai waktu. Jika ada hari libur sekarang saya lebih suka mengisinya dengan kegiatan bermanfaat di Tzu Chi. Namun jika di Tzu Chi sedang tidak ada kegiatan, saya akan meluangkan

waktu saya untuk kegiatan sosial di tempat lain. Intinya saya tidak ingin menyia-nyiakan waktu yang sangat berharga ini.

Di Tzu Chi saya melihat begitu banyak orang sakit hingga membuat hati saya terenyuh. Tapi di Tzu Chi pula saya melihat begitu banyak pasien bisa tersenyum karena uluran cinta kasih. Saya menyadari kalau cinta kasih mampu mengobati derita penyakit sekalipun. Inilah pelajaran berharga yang saya dapati selama menjadi relawan Tzu Chi. Karena itu saya sering mengatakan pada diri saya bahwa bergabung di Tzu Chi membuat hati saya merasa mantap.

Pada Juli 2010 lalu, saya terpilih sebagai Ketua Tim Tanggap Darurat Tzu Chi di Cengkareng, Jakarta Barat. Sebelumnya tak pernah terpikirkan oleh saya untuk mengemban tugas yang besar ini. Saya pun sempat tak percaya diri, tapi karena dilandasi oleh kepedulian dan didukung oleh teman-teman relawan saya bersedia mengemban tugas ini. Menurut saya tugas terpenting dari tim tanggap darurat adalah kesediaan meluangkan waktu jika Tzu Chi memberikan bantuan saat terjadi musibah. Maka dari itu sejak saya terpilih sebagai Ketua Tim Tanggap Darurat saya mulai mengubah manajemen kerja saya di kantor. Saya selalu menyusun rencana pekerjaan untuk satu minggu ke depan. Selain itu, di rumah tas ransel berisikan pakaian dan keperluan pribadi selalu siap sedia. Tujuannya kalau-kalau terjadi musibah dan saya harus berangkat, maka tak ada yang perlu saya khawatirkan lagi, karena saya selalu mempersiapkan diri setiap hari. Namun semua itu telah memberikan kebanggaan bagi saya: bangga menjadi relawan Tzu Chi dan bangga bisa bersumbangsih bagi banyak orang.

Had

i Pra

noto

q Seperti dituturkan kepada Apriyanto

q Sumber: Buku Pengajaran Budi Pekerti dengan Kata Perenungan. Ilustrasi: Shi You Ling Shi / Kai Wen

Penerjemah: Diana Xu

Joe Riadi: Ketua Tim Tanggap Darurat Tzu Chi

Bangga Menjadi Relawan Tzu Chi

Cermin

Saat Xiao Ming berulang tahun yang ke-6, ayah membelikannya sebuah sepeda. Xiao Ming sangat menyukai

sepeda itu. Sejak saat itu, ia selalu mengayuh sepedaya di taman depan rumahnya. Tapi Xiao Ming merasa sangat aneh, setiap kali ia sedang bermain sepeda dengan gembira, ia selalu merasa ada sepasang mata yang sedang mengamatinya. Tapi Xiao Ming tidak tahu siapa orang itu.

Malamnya, saat akan tidur, Xiao Ming terus memikirkan sepasang mata itu. Karena Xiao Ming sangat suka menonton film kartun, maka ia mulai berpikir:

“Apakah itu mata Doraemon?”“Apakah itu mata Pikachu?”“Apakah itu mata Digimon?”“Benarkah... itu?”Siang keesokan harinya, setelah Xiao

Ming pulang dari sekolah (Taman Kanak-kanak), ia memutuskan akan mengayuh sepedanya dengan pelan-pelan. Ia ingin mencari tahu siapa pemilik sepasang mata itu.

Setelah meletakkan tas sekolahnya, Xiao Ming mengayuh sepedanya di

taman. Ia mulai mondar-mandir di taman. Satu putaran, dua putaran, tiga putaran, lalu tiba-tiba Xiao Ming menyadari, ternyata pemilik sepasang mata itu adalah Xiao Wei yang tinggal di sebelah rumahnya. Xiao Ming bertanya pada Xiao Wei, “Kenapa kamu diam-diam melihatku mengayuh sepeda?” Xiao Wei awalnya tidak berani bicara dan menundukkan kepalanya. Kemudian, dia perlahan-lahan baru mengeluarkan suara, “Karena..., aku juga..., juga ingin..., mengayuh sepeda.” Xiao Ming dengan bersemangat berkata, “Bagus sekali, dengan begitu kita bisa bermain bersama. Ayo, kita kayuh bersama sepedanya.” Mata Xiao Wei bersinar terang karena gembira.

Xiao Ming meminjamkan sepedanya kepada Xiao Wei, bahkan ia juga mengajarkan Xiao Wei cara mengayuh sepeda. Xiao Wei dengan cepat bisa menguasainya. Ia juga seperti Xiao Ming, dengan gembira mengayuh sepeda kesana kemari di taman.

Xiao Ming melihat Xiao Wei begitu gembira, ia juga dengan gembira dari belakang mengejar Xiao Wei yang sedang

me ngay uh s e pe danya . Sore itu, mereka berdua b e r m a i n d e n g a n gembira. Sejak saat itu, Xiao Ming d a n X i a o W e i menjadi teman baik.

Akhir pekan t e l a h t i b a , ayah Xiao Wei pu lang dar i A m e r i k a . Ayah Xiao Wei membawakan sebuah mainan m o b i l - m o b i l a n u n t u k n y a . S e t e l a h menerima mainan itu, Xiao Wei dengan gembira mengucapkan terima kasih pada ayahnya, dan segera teringat pada kegembiraan Xiao Ming dan matanya yang bersinar, ia pun putuskan untuk berbagi mainan ini dengan Xiao Ming.

Sejak saat itu, kedua teman baik ini, siapa pun yang memiliki kesulitan, mereka akan saling membantu me-

nyelesaikannya. Dan jika mereka me-nemukan hal yang menarik, maka mereka akan saling berbagi.

Inspirasi

Berbagi

Buletin Tzu Chi No. 75 -- Oktober 2011

Page 11: Buletin Edisi 75 Oktober 2011

Pendiri Yayasan Buddha Tzu Chi, Master Cheng Yen, berharap murid-muridnya tidak hanya giat menanam berkah

saja, namun juga harus terus meningkatkan kebijaksanaan. Salah satu cara membina kebijaksanaan adalah melalui kegiatan bedah buku sehingga relawan dapat mendalami Dharma. Mengikuti bedah buku berarti memberikan makanan pada batin, sejalan dengan Misi Tzu Chi yaitu menyucikan hati dan pikiran manusia. Sebelum menyucikan hati orang lain, pertama-tama kita harus menyucikan hati kita sendiri.

Senin malam tanggal 12 September 2011 diadakan kegiatan bedah buku per-dana Hu Ai Jembatan Lima, bertempat di kediaman Florentina Limanto Shijie (Guo Zhen), Ketua Hu Ai Jembatan Lima. Pada kesempatan yang baik tersebut, Lulu Jong Shijie, anggota komite Tzu Chi yang aktif dalam misi amal sosial ini membawakan sharing yang membahas buku berjudul ”20 Kesulitan dalam Kehidupan”.

“Yang dinamakan “kesulitan” artinya kita belum menemukan cara yang tepat. Kalau sudah menemukan cara yang tepat, namanya bukan kesulitan lagi,” ujar Lulu Shijie saat memulai pembahasan. Zaman dahulu ada sekelompok anak-anak yang suka bermain di sebuah rumah. Pada suatu hari rumah tersebut akan terbakar, namun anak-anak tersebut masih tetap bermain, sehingga Buddha menciptakan kereta yang

indah agar anak-anak itu mau keluar. Kisah ini menggambarkan kita seperti “anak-anak yang masih suka bersenang-senang”, tidak menyadari bahaya telah mengancam. Dunia Tzu Chi adalah ‘kereta yang indah’ yang diciptakan Master Cheng Yen untuk menyelamatkan dunia dari bencana.

Pembahasan 20 Kesulitan dalam Kehidupan

Lulu Shijie menyampaikan Kesulitan yang pertama adalah: sulit bagi orang miskin untuk berdana, sulit bagi orang kaya untuk belajar jalan kebenaran, sulit untuk menghadapi kematian, sulit untuk membaca Sutra-sutra Buddha, dan sulit untuk hidup sezaman dengan Buddha.

Sesungguhnya dana tidak hanya berbentuk materi (Amhisadana). Dana juga dapat berupa Dhammadana (pengetahuan kebenaran) dan Abhayadana (menghilangkan rasa takut/kekhawatiran). Contohnya pada zaman Buddha, Buddha melakukan pindapatta ke rumah orang-orang miskin agar mereka bisa menanam kebajikan. Sama halnya dengan relawan Tzu Chi pergi menggalang hati, artinya memberikan ladang berkah kepada banyak orang, demi kebaikan orang tersebut.

Mengenai kematian, Lulu Shigu mengatakan, “Kalau ada pemahaman benar, tidak akan takut menghadapi kematian. Sebuah kematian adalah awal dari kelahiran yang baru, yang penting

adalah kita mengetahui tujuan kita, kemana kita akan pergi setelah meninggal.”

Selanjutnya dibahas mengenai: sulit untuk mengendalikan hawa nafsu, sulit untuk tidak mengejar sesuatu yang baik, sulit untuk tidak marah ketika dihina, sulit untuk tidak memanfaatkan kekuasaan, dan sulit untuk menjaga pikiran tak tergoyahkan. Kesulitan-kesulitan ini sebagian besar di-sebabkan karena manusia masih memiliki ego yang tinggi. Cara mengatasinya adalah

dengan mengubah hati kita dengan lebih berlapang dada.

Di bagian akhir Lulu Shigu menyampai-kan mengenai: Sulit untuk menemukan mitra yang bajik, sulit untuk melihat hakikat diri dan mempelajari jalan kebenaran, sulit untuk mencerahkan orang di saat yang tepat, sulit untuk tidak terpengaruh oleh kondisi luar, dan sulit untuk memahami metode terampil.

q Mei Hui (He Qi Utara)

Pada hari Minggu, 18 September 2011, pukul 10.00 WIB, diadakan Jing Si Talk di Jing Si Books and Cafe Pluit dengan

pembicara Oey Hoey Leng Shijie, relawan komite yang juga seorang praktisi di dunia pendidikan. Hoey Leng Shijie membahas mengenai apa itu melepas dan apa yang harus dilepas.

“Ada tiga hal yang harus dilepas, yaitu kenangan buruk masa lalu, perasaan negatif masa kini, dan ketakutan akan masa depan. Bila kita tidak bisa melepas, maka hal itu akan menyebabkan duka bagi diri sendiri dan juga orang-orang di sekeliling kita. Orang lain melukai kita hanya satu kali, tetapi kita mengingat-ingat terus sehingga

kita sendirilah yang melukai diri kita berkali-kali. Kita membuat penjara sendiri. Penjara itu selalu terbuka pintunya, tetapi kita sendiri yang tidak mau keluar. Kita sendirilah yang menentukan apakah mau tetap dipenjara,” jelas Hoey Leng Shijie, “melepaslah, maka kita akan meraih keheningan, kedamaian, dan kebahagiaan.”

Adapun empat cara melepas yang dirumuskan oleh Hoey Leng Shijie adalah: “Satu hal hanya pada satu waktu”, “mau di sini”, “memberi tanpa harap kembali”, dan “batin teflon”. Hoey Leng Shijie menjelaskan dengan perumpamaan, ibarat ranting pohon yang bila kita pegang, apakah terasa berat? Tidak, nah bagaimana bila ranting itu dipegang seharian? Tentu kita akan kelelahan dan merasa berat, mengapa? Karena kita membawanya sepanjang waktu. Begitu juga dengan ransel batin kita, selalu terisi banyak hal yang mungkin tidak dibutuhkan pada saat itu. Karena itu, cukup satu hal dalam satu waktu, jangan memikirkan yang lain. Seperti yang sering Master Cheng Yen katakan, “Hiduplah pada saat ini dan genggamlah saat ini.

Cara kedua adalah “mau di sini”. “Selama kita mau di sini, maka kita bebas. Kita juga tidak perlu mengubah siapapun atau keadaan apapun, ini disebut juga dengan rasa puas atau kecukupan hati,” tutur Oey Hoey Leng. Cara ketiga adalah dengan “memberi tanpa harap kembali”. Saat kita melakukan sesuatu untuk orang lain dengan mengharapkan sesuatu, namun

ternyata harapan kita tidak tercapai maka hal itu akan menyebabkan duka yang besar bagi kita. Terhadap hal ini Hoey Leng memiliki tips yang unik, “Penting untuk tidak menanggapi omongan orang yang tidak enak, sebaliknya bila ada yang memberi pujian, anggap aja itu bonus. Jangan ada keinginan untuk diakui atau dipuji, lepas aja. Pujian dibawa terus lama-kelamaan malah akan menjadi serakah,” ujarnya.

Memiliki “batin teflon” adalah cara keempat, yaitu batin yang bebas dari segala kemelekatan dan melihat dunia ini apa adanya. Orang yang memiliki “batin teflon” selalu gembira. Dengan batin anti lengket, bebas dari segala masakan hangus yang kotor, batin akan menjadi lebih cerah dan cenderung tidak sulit untuk melihat Dharma dan kebenaran, sehingga lebih mudah bagi kita untuk membina kebijaksanaan.

“Mari kita belajar melepas, keluarlah dari penjara batin yang pintunya senantiasa terbuka itu. Dengan membawa tema ‘Empat Cara Melepas’ ini bukan berarti saya sudah melepas sepenuhnya,” tutur Hoey Leng Shijie merendah. “Justru dengan kegiatan ini akan selalu mengingatkan saya untuk melepas dari waktu ke waktu, juga menjadi pedoman dan motivasi bagi saya untuk menguatkan diri. Dan dengan bisa melepas dari waktu ke waktu, bukan kita saja yang berbahagia, tetapi orang-orang di sekeliling kita juga turut bahagia,” ucapnya.

q Erli Tan (He Qi Utara)

Menanam Berkah Sambil Menyelami Dharma

“Empat Cara Melepas”

11

SHARING. Sejumlah relawan mengikuti bedah buku yang diadakan di Hu Ai Jembatan 5.Lulu Shigu menyampaikan secara umum 20 poin kesulitan kepada peserta bedah buku yang hadir.

Aki

ong

(He

Qi U

tara

)

Ste

phen

Ang

(H

eQi U

tara

)

Bedah Buku

Jing Si Talk

Ruang Shixiong Shijie

MEMBABARKAN DHARMA. “Empat Cara Melepas” merupakan tema yang dibawakan oleh Hoey Leng Shijie dalam acara Jing Si Talk di Jing Si Books & Cafe, Jakarta Utara.

Buletin Tzu Chi No. 75 -- Oktober 2011

Page 12: Buletin Edisi 75 Oktober 2011

12

Cara pembuatan:1. Buang batang jamur.2. Rebus jamur di dalam air mendidih ± 2 menit, tiriskan.3. Cincang jamur yang telah direbus, kemudian campurkan dengan garam, merica, mustard, dan tepung jagung. Aduk rata.4. Cetak adonan jamur dengan cetak bulat, lalu dinginkan ± 15 menit.5. Panaskan salad oil. Goreng adonan hingga matang.6. Belah burger bun jadi dua lalu susun daun selada, tomat iris, dan jamur.7. Mushroom burger siap disajikan. q Sumber: Kreasi Dapur Sehat | Produksi Da Ai TV

Mushroom Burger

Kabar Tzu Chi

MENGHARGAI PENERIMA BANTUAN. Dengan tulus dan penuh cinta kasih, para relawan memberikan paket bantuan untuk warga yang terkena bencana kebakaran.

DOA SYUKUR. Di gathering ini para anggota dan senior Tzu Ching juga mengungkapkan rasa syukur mereka karena Tzu Ching Indonesia sudah berusia 8 tahun.

SHARING. Kumuda Shixiong menjelaskan mengerti arti melepas dan apa manfaat dari melepas sendiri pada peserta kegiatan bedah buku He Qi Barat.

q Iea Hong (He Qi Utara)

Cinta Kasih Bagi Korban Kebakaran

Delapan Tahun Tzu Ching Indonesia

“Sudah Siapkah Anda?”

Tedd

y Li

anto

Cha

ndra

Wija

ya (T

zu C

hing

)

June

t Lee

(He

Qi B

arat

)

Senin, 5 September 2011 terjadi kebakaran di wilayah Kapuk Muara pada jam 04.30–07.00 pagi. Musibah ini menghanguskan tempat tinggal sekitar 150 keluarga

yang bermukim di sana. Terdapat kurang lebih 100 bangunan yang terbakar hingga mengakibatkan kepedihan bagi hampir 250 penduduk wilayah tersebut.

Setelah peristiwa kebakaran, Tim Tanggap Darurat Tzu Chi segera melakukan survei lapangan untuk menentukan jenis bantuan dan banyaknya warga yang memerlukan bantuan. Dari hasil survei terdata sebanyak 149 keluarga yang terdapat di posko pengungsian. Pada tanggal 8 September 2011, paket bantuan dari Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia pun segera didistribusikan kepada para korban kebakaran.

Pembagian bantuan ini dikoordinir oleh Suryadi Kurniawan Shixiong. Sebanyak 170 paket bantuan dikemas dalam sebuah boks plastik yang berisi antara lain, pakaian, sandal dan sepatu, handuk, perlengkapan mandi mulai dari odol, sabun dan gayung serta tempat makan dan minum.

Tanpa terasa waktu berlalu dengan cepat, waktu menunjukkan pukul 1.00 lewat. Para pejabat dari kecamatan serta kepolisian setempat tiba untuk memberikan pembagian paket bantuan secara simbolis kepada 12 warga yang tercatat sebagai penerima bantuan. Dari pembagian ini diharapkan dapat membantu meringankan sedikit penderitaan para korban dan memberikan kebahagiaan bagi mereka.

Setelah menyelesaikan tugasnya, para relawan akhirnya satu per satu mulai meninggalkan lokasi dengan perasaan bersyukur, karena hari itu mereka telah memberikan sedikit kebahagiaan bagi orang lain. “Ketika setiap orang dapat merasakan perasaan yang sangat indah bahwa dia telah menolong orang lain, dan berikrar bersumbangsih demi umat manusia yang sedang menderita di seluruh dunia, maka dunia yang ada di hadapan kita ini adalah dunia yang suci dan penuh dengan harapan,” kata Master Cheng Yen dalam salah satu pesannya kepada murid-muridnya.

Tanggal 11 September 2011 di Aula Sekolah Lantai 4 Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi, Cengkareng, Jakarta Barat, Tzu Ching Indonesia merayakan hari jadinya yang ke-8.

Pada kegiatan itu ditampilkan sebuah video yang mengenang kembali napak tilas perjalanan Tzu Ching sejak belum terbentuknya Tzu Ching hingga telah mengadakan Tzu Ching Camp untuk yang ke lima kalinya. Kali ini mereka pun tengah bersiap untuk Tzu Ching Camp VI yang akan diadakan pada tanggal 25 November - 27 November 2011.

Pada Camp kali ini Tzu Ching akan menampilkan drama yang berjudul “Ren You Er Shi Nan” (20 Kesulitan dalam Kehidupan), yang diangkat dari sebuah buku yang ditulis oleh Master Cheng Yen. Alasan mengapa Tzu Ching ingin mementaskan drama ini yaitu karena adanya jalinan jodoh dengan terbitnya buku ini dalam bahasa Indonesia, dan karena di Taiwan juga telah diadakan pementasan Drama Pertobatan Air Samadhi, maka drama ini menjadi langkah awal untuk menuju Drama Pertobatan tersebut, sebab untuk bertobat juga harus mampu mengatasi banyak kesulitan dalam kehidupan.

Selesai itu semua diajak untuk bermain sebuah per-mainan. Setiap kelompok terdiri dari 4 orang, dua orang duduk sambil berpegangan tangan dan dua orang lagi berdiri di belakang mereka. Mereka yang duduk harus berusaha berdiri dan yang di belakang akan menjaga mereka jika mereka terjatuh. Permainan ini memiliki makna bahwa kita semua harus bersatu hati dalam setiap hal yang kita lakukan. Walaupun sulit kita tidak perlu merasa takut tidak dapat melakukannya, karena di belakang kita akan selalu ada orang lain yang mendukung dan ikut membantu di saat kita kesulitan.

Tzu Ching senantiasa mengingat bahwa mereka adalah Shi Gong De Xiwang (harapan kakek guru untuk meneruskan ajaran Tzu Chi). Berharap melalui semangat, tekad dan kesatuan hati para Tzu Ching dalam menjalankan misi-misi Tzu Chi, dapat membuat Shi Gong Shang Ren (Master Cheng Yen) tidak merasa khawatir dengan Tzu Ching. Wo Men Yao Jia You!

q Juliana Santy (Tzu Ching)

Rabu Tanggal 21 September 2011, pukul 18.30 WIB bertempat di Kantor He Qi Barat, diadakan kegiatan bedah buku yang dihadiri oleh 43 orang dengan

pembicara Kumuda Shixiong, dengan tema “Sulit Untuk Menghadapi Kematian”. Tema ini diambil dari buku karangan Master Cheng Yen yang berjudul, “20 Kesulitan dalam Kehidupan”, Bab 3, halaman 29-36.

Kumuda Shixiong memulai kegiatan dengan bertanya, “Esok Anda Pasti Mati! Sudah siapkah Anda? dan para peserta memberi berbagai macam respon, ada yang tertawa, ada yang diam dan ada juga yang tersenyum. Kemudian Kumuda Shixiong menjelaskan dengan bijaksana bahwa ada beberapa penyebab yang membuat manusia itu takut akan kematian, yaitu karena takut berpisah dengan semua yang ada, takut dengan kehampaan, dan karena tidak tahu kemana setelah mati.

Kemudian peserta ditanya, “Apa yang harus dipersiapkan dalam menghadapi kematian?”. Semua langsung tersenyum tersipu-sipu dan dengan lugasnya, Kumuda Shixiong pun

menjawab yaitu,”Belajar Melepas”. Lalu dijelaskan bahwa kita harus mengerti bahwa semua akan berlalu”, merenungi bahwa tubuh ini bukan “aku”; tubuh ini pasti mengalami sakit; tubuh ini pasti akan mengalami penuaan; tubuh ini pasti akan hancur. Jika tubuh ini bukan milikku, lalu apa yang perlu dikhawatirkan. Penjelasan ini membuat kita jadi teringat dengan kata-kata perenungan Master Cheng Yen yang berbunyi, “Kita tidak memiliki hak milik terhadap kehidupan ini, hanya memiliki hak pakai saja.”

Ketika kegiatan akan berakhir, maka kalimat penutup dari Kumuda Shixiong adalah,”Tubuh ini boleh sakit, tapi pikiran tidak. Setiap hari tubuh ini diberi makan, dibersihkan, diberi pewangi dan perhiasan agar tampak indah. Namun pikiran pun demikian, diberi makan dengan Dharma, dibersihkan dengan keheningan, diberi wewangian dengan kebajikan, dan diberi keindahan dengan welas asih. Dan semoga kita semua damai dalam hidup, mati dalam damai.”

Sedap Sehat

Bahan-bahan: 100 gram jamur champignon/ jamur kancing, 1 sdt mustard, garam dan merica secukupnya. 1 sdm tepung jagung,1 buah burger bun, 2 sdm salad oil ,1 lbr daun selada, 3 buah tomat iris.

Buletin Tzu Chi No. 75 -- Oktober 2011

q Christine Desyliana (He Qi Barat)

Page 13: Buletin Edisi 75 Oktober 2011

Hujan gerimis yang membasahi hampir seluruh wilayah Jakarta tidaklah menyurutkan niat Nuriati Jusrawati

dan rekannya Ngu Suei untuk melakukan tugas rutin mereka. Ya, setiap hari Rabu, kedua relawan Tzu Chi ini memang punya tugas unik, menjemput “emas”. Dengan berbekal karung besar dan sepeda motor bebek, keduanya meluncur membelah jalan raya, menyusuri gang demi gang untuk menjemput “emas-emas” itu.

“Emas” yang dimaksud bukanlah emas yang sering dijadikan perhiasan, tapi emas ini adalah sampah-sampah daur ulang yang jika dikumpulkan dan diolah dengan benar akan memiliki nilai jual atau berharga seperti

layaknya sebuah emas. Ya, Tzu Chi memang memiliki moto: “Mengubah sampah menjadi emas, dan emas menjadi cinta kasih”.

Hal inilah yang mendorong para relawan Tzu Chi, termasuk Nuriati dan Ngu Suei untuk mengumpulkan, memilah, dan memanfaatkan sampah-sampah daur ulang. Tidak hanya mengumpulkan dari tetangga dan lingkungan tempat tinggal mereka, Nuriati yang sejak tahun 2006 bergabung di Tzu Chi ini juga mengambil dan mengumpulkan sampah-sampah daur ulang dari beberapa toko dan rumah di wilayah Jelambar dan sekitarnya. “Donatur (daur ulang) saya sekarang dah ada 12 orang lebih. Mulai dari rumah tangga, pemilik toko,

sampai ke warnet dan rental-rental,” terang Nuriati.

Mengumpul Dari PengumpulTempat pertama yang disambangi

Nuriati dan Ngu Suei adalah sebuah sebuah perusahaan ekspedisi yang berada di Jl. Jelambar Baru No. 36, Jakarta Barat. Begitu motor yang dikendarai Nuriati tiba di depan, sang pemilik dengan sigap langsung mengambil karung-karung berisi sampah plastik maupun kardus dan membawanya keluar. Dalam hitungan menit, dua buah karung besar itu berpindah ke tangan Ngu Suei.

Liana, sang pemilik perusahaan ekspedisi yang juga relawan Tzu Chi ini pun kemudian kembali melanjutkan aktivitasnya. “Dulu sampah dibuang-buang aja. Sekarang dah nggak, saya bilangin ke teman-teman untuk kumpulin sampah daur ulangnya, dan akan saya ambil jika sudah penuh,” katanya. Wanita yang pernah bekerja di Jepang ini bahkan terbilang ”nekad” melobi para pemilik toko di sekitar tempat usahanya untuk mengumpulkan sampah daur ulang. “Untuk mengurangi polusi, agar lingkungan kita bersih dan untuk sumbang DAAI TV juga,” katanya beralasan. Dalam seminggu, cukup banyak sampah yang terkumpul di tempat Liana, dan tugas Nuriatilah untuk menjemputnya dan mengumpulkan di rumahnya bersama sampah-sampah lainnya untuk diambil mobil daur ulang Tzu Chi seminggu sekali.

Setelah mengucap salam dan berterima kasih, Nuriati dan Ngu Suei pun melanjutkan tugas mereka. Dengan dua karung di tangan kanan dan kiri Ngu Suei, Nuriati tetap lincah mengendarai sepeda motornya menuju rumahnya. Lima menit perjalanan, tibalah mereka di rumah. Kedua karung sampah itu pun segera ditaruh dan disusun bersama tumpukan sampah lainnya di depan rumah Nuriati.

Tugas belum selesai. Nuriati kembali men-starter motornya, dan Ngu Suei pun tetap setia di bangku belakang. “Sasaran” mereka kali ini adalah sebuah rental play station yang banyak dikunjungi anak-anak dan remaja. “Di tempat ini banyak gelas-gelas plastik dan kardus minuman,” kata

Nuriati dan diamini Ngu Suei. Sama seperti di tempat sebelumnya, begitu motor berhenti, Lili–pemilik rental–segera masuk ke dalam. Tak berapa lama, Lili telah membawa sekarung besar berisi gelas-gelas plastik bekas minuman para pengunjungnya. Di sampingnya juga telah disiapkan setumpuk dus tempat minuman. “Kalau dulu sampah ini saya buang begitu aja, biar pemulung yang ambil. Tapi, belakangan saya lihat kalau di Tzu Chi (dari siaran DAAI TV-red), sampah-sampah ini bisa digunakan untuk membantu orang-orang yang sakit dan kurang mampu,” jelas Lili.

Bukan Malu, Tapi BanggaSebagai relawan daur ulang, Nuriati yang

sejak 4 tahun silam aktif di Tzu Chi ini tidak merasa malu jika harus terlihat mengambil dan membawa sampah daur ulang ke rumahnya. “Bukan malu, tapi justru bangga. Bahkan, banyak tetangga yang karena tahu saya mengumpulkan sampah daur ulang untuk Tzu Chi, mereka juga ikut partisipasi. Kalau saya pas lagi nggak ada, mereka langsung masukin aja ke pagar rumah saya,” jelas Nuriati.

Ibu dua anak ini juga tidak keberatan dan merasa risih dengan banyaknya sampah yang menggunung di teras rumahnya. “Nggak mengganggu. Sampah-sampah ini nggak bau karena kan semuanya sampah kering: kertas, botol plastik dan kardus. Saya nggak masukin sampah yang basah,” terangnya. Suami dan kedua anaknya pun seolah memahami keinginan istri dan ibu mereka, “Suami dan anak-anak nggak keberatan.”

Di usianya yang telah menginjak 55 tahun, Nuriati merasa bahwa kegiatan daur ulang ini juga sangat baik untuk kesehatannya. “Ketimbang di rumah nggak ngapa-ngapain, mendingan juga seperti ini, ada olahraganya, ada keluar keringat. Ketimbang duduk dan diam saja badan malah jadi sakit,” ungkapnya. Entah sampai kapan Nuriati akan terus mengumpulkan sampah daur ulang, menjadi orang yang turut andil dalam pelestarian dan menjaga lingkungan, sekaligus berpartisipasi membantu orang lain yang membutuhkan. “Pokoknya selama saya masih sehat, saya akan terus (pergi) daur ulang,” tegas Nuriati. q Hadi Pranoto

Liu Li Rue Ing, wanita paruh baya yang didiagnosa menderita penyakit kanker paru-paru, ingin memenuhi perminta-

an terakhirnya, yaitu mendonorkan tubuh-nya untuk ilmu kedokteran di universitas kedokteran Tzu Chi di Hualien, Taiwan Timur. Liu Li Rue Ing ingin membantu para siswa meningkatkan kemampuan medis mereka. Para siswa akan mengingatnya untuk selamanya sebagai seorang “Silent Mentor”.

Nyonya Liu memiliki kehidupan yang sangat sulit. Ia dilahirkan dari keluarga miskin di Kota Hsinschu, sebagai anak bungsu dari tujuh bersaudara. Karena tidak mampu membesarkannya, maka orang tuanya menjual dirinya pada keluarga lain. Keluarga angkatnya memperlakukan diri-nya dengan buruk. Ia mengalami penyiksa-an secara fisik hingga meninggalkan luka dari kepala sampai kaki. Orangtua kandung-nya membayar kembali untuk mem-bebaskannya. Ia pindah ke Taipei. Di sana ia bekerja sebagai pelayan di rumah sakit, restoran, dan pabrik. Di usianya yang kedua

puluh, ia menikah dan tujuh tahun kemudian dikaruniai seorang anak perempuan dan dua orang anak laki-laki.

Suatu hari, saat ia sedang menemani suaminya untuk melakukan pemeriksaan kesehatan, ia secara tidak sengaja mengetahui bahwa dirinya terkena kanker paru–paru dan penyakitnya sudah menyebar ke bagian lain tubuhnya. Pada awalnya para dokter mengatakan bahwa ia hanya memiliki waktu satu tahun lagi untuk hidup. Ia mulai melakukan kemoterapi di Koo Foundation, pusat Kanker Sun Yat Sen dan Rumah Sakit Umum Hsinchu. Melalui pengobatan ini, ia mendapat waktu empat tahun yang bermanfaat, oleh karena itu ia sangat bersyukur kepada tim pengobatan. Pada tahun-tahun terakhirnya, ia mulai lemah tapi tetap berterima kasih kepada para dokter dan juru rawat yang merawatnya. Ia meminta maaf pada mereka karena pada kenyatannya kesehatannya terus menurun meski mereka telah berusaha menolongnya. Ia sungguh-sungguh pejuang yang berani yang menunjukkan peng-hargaannya pada orang

lain dan pikirannya senantiasa damai.

Liu Li Rue Ing sering menonton program Da Ai TV dan mengetahui kalau sese-orang dapat menyumbang-kan tubuh mereka setelah meninggal untuk meningkat-kan keahlian murid-murid di sekolah kedokteran. Ia sering mengingatkan anak lelakinya dan mengatakan, “Di kehi-dupan yang akan datang, saya ingin jadi dokter. Bagaimanapun susahnya saya bekerja, saya masih belum yakin berapa banyak yang sudah saya sumbangkan kepada masyarakat. Menyelamatkan dan mengurangi penderitaan manusia adalah misi para dokter.“

Di saat-saat terakhir hidupnya, Nyonya Liu berhenti bernapas untuk sesaat, lalu kembali bernapas setelah 10 menit. Ia menanti sampai laporan kedokteran menyatakan bahwa tubuhnya memenuhi syarat untuk menjadi

pendonor tubuh. Setelah ia wafat, sebuah ambulans membawa tubuhnya ke Universitas Tzu Chi. Tekad dan hasratnya yang kuat menjadi teladan bagi kita. Tubuhnya akan membantu kita meningkatkan keahlian kedokteran dan jiwanya akan membantu membimbing kita, baik para dokter dan pasien untuk tetap teguh di saat-saat yang sulit.

Mendonorkan Tubuh Bagi Ilmu Pengetahuan KedokteranSilent Mentor

13

Tzu Chi Internasional

q www.tzuchi.org. Dr. Chou Yu Cheng diterjemahkan oleh Susy Grace Subiono

Sehat BadanSehat Lingkungan

Teladan

PEDULI LINGKUNGAN. Teras rumah Nuriati selalu penuh dengan sampah, namun ia dan keluarganya tak merasa terganggu. Seminggu sekali dengan mengendarai motor, Nuriati mengambil dan mengumpulkan sampah-sampah daur ulang di sekitar lingkungan rumahnya.

Had

i Pra

noto

Dr.

Cho

u Yu

Che

ng

Buletin Tzu Chi No. 75 -- Oktober 2011

(Almh.) Liu Li Rue-ing.

Page 14: Buletin Edisi 75 Oktober 2011

根據2000年統計,全球有近

百萬人自殺死亡。這些自殺

者不一定生在窮困無奈的

環境下,不少是在富裕的國家,甚至擁有

美滿的家庭、學歷或謀生能力,卻因一念

偏差、陷入迷茫看不開,而傷害自己的生

命。

自殺,是否能「一了百了」?不但不能,

且傷透多少人的心啊!2003年起,世界衛

生組織將每年的9月10日訂為「世界自殺

防治日」。其實不只在這天防治自殺,天天

都要在人人心中建立起防治牆。

人生無常,能四肢健全、順順利利生

下來,且平安健康成長,實在難得。無論

家庭環境是貧是富,都應該用感恩心珍惜

生命;若能進一步發揮生命價值,愛人助

人,這樣的人生,多歡喜、多快樂!

難得人身,要有使命感—自愛、自立、

自強,對自己生命負責。生活平順,要珍惜

感恩,善用身體為人群付出;即使遭逢苦

難受人幫助,也要自立自強,再站起來時,

以歡喜心去助人,這才是為自己的生命價

值負責。

慈濟志工蔡林樟,生長環境不錯,學

業表現也很優異;然而二十八歲就罹患舌

癌,所幸治療後恢復健康,也順利娶妻生

子。沒想到四十五歲再發現口腔癌,接連

七次手術,全身上下割肉補皮,實在苦不

堪言;因此興起輕生念頭。

一位親戚勸慰他把心胸放開,若整天

憂愁想不開,即使觀世音菩薩想要救他

也沒辦法!聞言,他彷彿大夢初醒,體悟

到已經歷過那麼多苦,更應該珍惜生命!

於是他提起勇氣重新開始。

之後接觸慈濟,到醫院現身說法鼓勵

病人。他在參與志工服務中得到自信,也

獲得為人付出的快樂。現在的他,把生命

運用得很有價值、很亮麗,成為許多人生

命的貴人。

數月前,高雄有位小姐,因為情關過

不去想不開,途經靜思堂,不由自主走進

去,見到志工就放聲大哭!志工聽她訴

說情傷,安慰她:「一個人不愛你沒有關

係,來,走進慈濟,有很多人愛你!」此後

她就常常來靜思堂當福田志工,做得很開

心。捨一得萬,心念一轉,她讓生命更豐

富了。

每一個人來到世間,不只「生」的過程

艱難;生下來之後,也非日日風和日麗,難

免有颳風下雨的時候。人生挫折難免,一

忍就能過關,千萬不要過不去而自我傷

害。

生命的每一秒,都值得珍惜;每一

秒,都能成為人人生命中的貴人!

本文摘自:《慈濟月刊》第490期〈無盡藏〉

Sulit untuk Terlahir Sebagai ManusiaMenurut data statistik pada tahun

2000, hampir satu juta orang di dunia yang meninggal dunia akibat

bunuh diri. Korban bunuh diri ini belum tentu berasal dari keluarga miskin dan dalam keadaan tidak berdaya, tidak sedikit pula yang hidup di negara makmur, bahkan memiliki keluarga bahagia, berpendidikan tinggi atau memiliki kemampuan untuk mencari nafkah, namun hanya karena pikiran yang agak menyimpang, orang terjerumus ke dalam kebingungan dan keputusasaan, lalu melukai dirinya sendiri.

Bunuh diri, apakah bisa “menyelesaikan semua masalah”? Bukan saja tidak bisa, bahkan akan melukai hati begitu banyak orang. Sejak tahun 2003, WHO menetapkan tanggal 10 September sebagai “Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia”. Sesungguhnya, pencegahan bunuh diri bukan hanya pada hari ini saja, melainkan setiap hari harus membangun benteng pencegahan di dalam batin setiap orang.

Kehidupan manusia tidak kekal adanya, dapat terlahir tanpa halangan dalam kondisi anggota badan yang lengkap, apalagi dapat tumbuh dewasa dalam kondisi sehat dan selamat, keadaan seperti ini benar-benar sulit ditemukan. Tak peduli terlahir pada keluarga kaya atau miskin, tetap saja harus menghargai kehidupan dengan hati bersyukur; jika mampu maju selangkah lagi berupaya mengembangkan nilai dari kehidupan dengan mengasihi dan membantu orang, kehidupan seperti

ini akan penuh dengan sukacita dan kebahagiaan.

Karena terlahir sebagai manusia sangat sulit didapat, kita hendaknya dapat men-jalani hidup dengan penuh tanggung jawab sesuai dengan panggilan jiwa, menyayangi diri sendiri, hidup mandiri, penuh semangat, dan bertanggung jawab atas kehidupan diri sendiri. Jika kehidupan berjalan lancar tanpa halangan, kita harus menghargai dan mensyukurinya, harus memanfaatkan tubuh kita dengan sebaik-baiknya untuk bersumbangsih demi orang banyak; sekali pun mendapatkan bantuan orang saat menghadapi penderitaan dan kesulitan, kita harus bisa hidup mandiri dan penuh semangat. Ketika berhasil bangkit kembali, kita harus membantu orang dengan hati penuh sukacita, ini baru merupakan sikap penuh tanggung jawab terhadap nilai kehidupan diri sendiri.

Cai Lin Zhang, seorang relawan Tzu Chi, dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang cukup baik, nilai pelajaran di sekolah juga sangat baik; namun pada usia 28 tahun dirinya terserang penyakit kanker lidah. Untungnya setelah menjalani pengobatan kesehatannya kembali pulih, juga berkeluarga dan memiliki anak. Tak dinyana pada usia 45 tahun, dirinya kembali terserang penyakit kanker mulut dan berturut turut menjalani operasi hingga 7 kali. Kulit di seluruh tubuhnya telah disayat-sayat untuk digunakan sebagai penutup bekas luka operasinya, sungguh

penderitaan yang sulit dilukiskan; maka pernah timbul pikiran untuk mengakhiri hidupnya.

Seorang sanak keluarganya menasehati dan menghibur dirinya agar bisa ber-lapang dada. Jika sepanjang hari hanya bersedih dan bersikap pesimis, sekali pun Bodhisatwa Avalokitesvara ingin memberi pertolongan, juga tidak mampu berbuat sesuatu. Mendengar perkataan itu, bagaikan terbangun dari mimpi, ia menyadari bahwa dirinya sudah melalui begitu banyak penderitaan, seharusnya ia bisa lebih menghargai kehidupan. Maka, ia bangkitkan keberaniannya untuk memulai kehidupannya kembali.

Setelah Cai Lin Zhang bergabung dengan Tzu Chi, ia selalu datang ke Rumah Sakit Tzu Chi untuk berbagi kisah dan memberi semangat pada pasien yang berobat di sana. Ia berhasil mendapatkan kembali kepercayaan dirinya dalam melayani pasien sebagai seorang relawan, juga mendapatkan perasaan sukacita dalam bersumbangsih. Pada kehidupannya sekarang, ia mempergunakan kehidupan dengan penuh makna, membuat hidupnya sangat cemerlang, menjadi dewa penolong dalam kehidupan banyak orang.

Beberapa bulan lalu, seorang gadis di Kota Kaohsiung merasa putus asa karena urusan cinta. Ketika lewat di depan Aula Jing Si, tanpa disadari ia telah melangkah masuk ke dalam aula. Begitu berjumpa dengan seorang relawan, dia lalu menangis

terisak-isak. Sang relawan mendengarkan keluh kesahnya tentang hatinya yang terluka karena cinta, lalu berusaha untuk menghibur dirinya, “Tidak apa-apa kalau hanya satu orang yang tidak mencintaimu, mari ikut bergabung dengan Tzu Chi, banyak orang yang akan mencintai diri mu.” Sejak itu, gadis itu sering datang ke Aula Jing Si untuk menjadi relawan sebagai tenaga kebersihan, dia berkegiatan dengan penuh sukacita. Dengan mengubah pola pikirnya, dia mengikhlaskan cinta kasih satu orang malah memperoleh cinta kasih begitu banyak orang, dengan demikian, membuat hidupnya menjadi lebih kaya akan makna.

Setiap orang yang terlahir ke dunia ini, tidak hanya proses “kelahirannya” saja yang sangat sulit, setelah berhasil dilahirkan, dalam perjalanan hidupnya juga tidak selalu berada dalam kondisi yang nyaman dan indah, terkadang juga sulit terhindar dari terpaan badai. Dalam kehidupan sulit untuk terhindar dari kegagalan, hadapilah dengan penuh kesabaran, pasti akan berhasil dilalui dengan selamat. Sekali-kali jangan pernah melukai diri sendiri karena merasa putus asa.

Setiap detik dalam kehidupan ini semuanya pantas untuk dihargai; setiap detik juga bisa menjadi dewa penolong bagi kehidupan seseorang.

q Diterjemahkan oleh Januar (Tzu Chi Medan)Penyelaras: Agus Rijanto

Dikutip dari Tzu Chi Monthly edisi 490

難得人身

Jejak LangkahMaster Cheng Yen14 Buletin Tzu Chi No. 75 -- Oktober 2011

Page 15: Buletin Edisi 75 Oktober 2011

Melepas Hewan Kembali ke Alam BebasArtikel: Weng Peiling | Foto: Tu Meizhi

放生

q Diterjemahkan oleh Januar (Tzu Chi Medan) Penyelaras: Agus Rijanto

Sumber: Majalah Tzu Chi Monthly edisi 535

◎撰文‧翁培玲 攝影‧塗美智

Kisah Tzu Chi

出家人把食物當藥,為療飢餓之病,

既是藥食,飢盡則止,豈有貪藥之理?

大三那年開始吃素,常有學弟妹問我:「

為什麼有很多素食品做得跟雞、鴨、豬

肉很像,甚至連味道都非常相似?既

然吃素,為什麼還在想『葷』的呢?」

我說:「這是為了吸引吃葷的人—既然素食可

以做到樣子、味道都跟葷食那麼像,吃得到美味

又可以不必殺生,為什麼不改吃素呢?」

原來,「明白道理」到「實踐道理」之間,仍有

段距離;口腹之欲要立即降伏,似乎也非易事。

就像我很喜歡吃泡麵,不論是直接乾吃的香

脆,快速沖泡的Q勁兒,還是煮成一鍋的糜爛,

總是在沒胃口的時候,能挑起一點食欲。

有幾天,老在吃飯時間惦記著泡麵,甚至下

班回家路上,就衝動地想去買一大箱泡麵回家擺

著,以備不時之需;但又不希望孩子有樣學樣,跟

著天天吃泡麵,因此這想法總停在「想想而已」的

階段。

小小的口腹之欲,一直未被滿足,從攀附著到

像生了根似的,很難揮去。肚子一餓,便想起泡

麵,實在有些難熬,竟開始食欲不佳;為了泡麵,

茶飯不思、牽腸掛肚,想來也可笑。

此時,腦海裏突然蹦出一句不相關的話:「君

子而恥惡衣惡食者,幾希矣!」君子很少會嫌惡穿

著和食物不夠好;換句話說,如果老是嫌穿的不

夠好、吃的不盡滿意,那就離「君子」很遠了。

《妙法蓮華經》裏提到修行法華經、力行菩

薩道,能得到入口皆妙味的殊勝功德—不論入口

為何物,都能化為天廚妙供。

原來,綁著自己的豈是泡麵?應該是貪圖口腹

的那一念!若想要解脫,又哪是吃了泡麵就能做

到?出家人把食物當藥,為療飢餓之病;既是藥

食,飢盡則止,又豈有貪藥吃之理?

花椰菜裏的那條蟲少年佛陀參加豐年祭,正值狂歡時刻,他卻

看到農夫犁田時,蛆、蟲被翻起,隨即被伺機而動

的雞、老鷹啄食。佛陀思索:人吃粒米,要種稻、

割草、耕耘等,過程中不知多少生命因此犧牲?慈

悲心油然生起。

我不太喜歡煮花椰

菜,因為十字花科的菜容

易窩藏菜蟲,偏偏女兒愛

吃。每次買了花椰菜,總

是很小心地檢查沖洗,才

下鍋烹煮,但仍不免疏漏,每每在夾菜時,赫見

蟲屍,心頭又是一驚。

前幾天又煮花椰菜,一朵朵浸泡沖洗,左翻右

翻,自認檢查得很詳盡了。不料,菜才下鍋,就在

最上頭看到一條綠色的蟲迅速蜷縮起來,頓時心

也跟著抽痛了一下!趕緊伸手「救拔」,但蟲兒已

奄奄一息,動也不動了。

望著那條蜷曲的綠蟲,終於體會到當時佛陀

那念慈悲。即便是吃素,也或多或少,直接、間接

殺了眾生,何況吃肉?實在不可貪口腹之欲而殘害

眾生。

放動物一條生路慈悲之心,人人本具。三個女兒都是胎裏素,

年節返鄉時,看見餐桌一旁擺著雞鴨魚肉,心裏

總覺得「怪怪的」;在廚房看到阿嬤剁雞、剁鴨,

好奇中也不免受到「驚嚇」。阿嬤疼孫,知情後便

稍稍留意,盡量不讓葷食出現孫子眼前。

有次,女兒突然心血來潮,說要打電話給阿

公,且劈頭就問:「阿公,您有沒有吃肉?」阿公很

老實地回答說:「有吃一點點啦!」

女兒認真地對阿公說:「阿公,不能吃肉喔!

這樣會殺死動物,動物會痛耶;而且你現在吃

肉,以後你變成動物,動物變成人的時候,那牠

就會傷害你!」阿公聽了頻頻說好,以後會少吃一

點。

證嚴上人曾說,素食是最好的放生。不吃葷,

就不必殺生,免去動物被捕捉、被飼養的苦痛煎

熬,以及被宰殺的殘酷對待,才是真正放動物一

條生路。 慈濟月刊【第535期】

Para biksu dan biksuni menganggap makanan sebagai obat untuk mengobati

“sakit” lapar. Jika makanan adalah obat, sesudah tidak lapar lagi tentu akan

berhenti makan, mana ada logikauntuk rakus terhadap obat?

Pada tahun ketiga duduk di perguruan tinggi, aku mulai bervegetarian. Sering ada adik kelas bertanya, “Mengapa ada begitu banyak

makanan vegetarian dibuat persis seperti daging ayam, bebek atau babi, bahkan rasanya juga hampir sama? Jika memang bervegetarian, mengapa masih memikirkan yang non vegetarian?”

Saya menjawab, “Semua itu untuk menarik perhatian orang yang biasa makan daging agar mau mulai bervegetarian. Jika memang makanan vegetarian bisa dibuat bentuk dan rasanya seperti makanan daging, sehingga orang bisa makan makanan itu selain rasanya nikmat juga tidak perlu membunuh, mengapa tidak bervegetarian?”

Ternyata, dari “mengerti akan kebenaran” sampai “mempraktikkan kebenaran” tetap saja masih ada jarak; jika ingin menaklukkan nafsu mulut dan perut dengan segera, sepertinya juga bukan hal yang mudah. Contohnya seperti diriku yang suka makan mi instan, baik dimakan langsung, diseduh air panas untuk menikmati rasa kenyalnya, atau dimasak dalam kuali hingga lumat seperti bubur. Selalu pada saat tidak ada nafsu makan, mi instan dapat membangkitkan sedikit nafsu makan.

Ada beberapa hari, ketika tiba waktu makan, selalu saja teringat akan mi instan, bahkan saat dalam perjalanan pulang kerja, bernafsu sekali membeli satu dus besar mi instan untuk persediaan di rumah; namun aku tidak berharap anak-anak mengikutiku, ikut makan mi instan setiap hari, maka

keinginan membeli ini selalu berhenti pada tahap “ingin” saja.

Nafsu mulut dan perut yang kecil ini selama belum terpenuhi, dari melekat di pikiran sampai seperti berakar, sungguh sangat sulit dihilangkan. Begitu perut terasa lapar, langsung terpikir akan mi instan, sungguh sulit untuk ditahan, membuat selera makan mulai menurun. Demi mi instan, keinginan makan dan minum jadi hilang, selalu saja merindukan mi instan, kalau dipikirkan sungguh menggelikan.

Pada saat ini, dalam pikiran mendadak tebersit sepatah kata yang tiada hubungannya, “Orang berhati mulia yang malu kalau berpakaian jelek ataupun makan makanan tidak enak hampir tidak ada, sungguh kondisiku tidak jauh berbeda!” Orang berhati mulia jarang mengeluhkan pakaian jelek atau makanan kurang baik; dengan kata lain, jika selalu mengeluh akan pakaian kurang baik atau makanan kurang memuaskan, maka jarak menjadi “orang berhati mulia” akan terpisah sangat jauh .

Dalam “Sutra Lotus” diungkapkan tentang melatih Sutra Lotus dan menjalankan jalan Bodhisatwa bisa mendapatkan jasa pahala istimewa, berupa semua yang masuk ke mulut terasa sangat nikmat—tak peduli benda apapun yang dimasukkan ke mulut, semua akan berubah menjadi sajian makanan paling lezat.

Ternyata, yang mengikat diriku bukanlah hanya mi instan, semestinya adalah niat pikiran untuk memuaskan kerakusan mulut dan perut. Jika ingin melepaskan diri dari belenggu ini, mana mungkin dengan memakan mi instan saja sudah bisa terpenuhi? Para biksu dan biksuni menganggap makanan sebagai obat untuk mengobati sakit lapar, jika makanan adalah obat, sesudah tidak lapar lagi tentu akan berhenti makan, mana ada logika untuk rakus terhadap obat?

Seekor Ulat dalam Bunga KolBuddha di usia muda pernah hadir dalam sebuah

perayaan panen raya. Pada saat sedang bergembira ria, beliau melihat saat petani membajak sawah, cacing dan ulat ikut terangkat, segera dimakan oleh ayam atau elang yang sedang menunggu kesempatan. Buddha berpikir: manusia makan beras harus menanam benih padi, memotong rumput dan menggarap sawah, dalam prosesnya tidak tahu berapa banyak nyawa yang menjadi korban? Hati welas asih Buddha seketika bangkit.

Aku tidak begitu suka memasak bunga kol, sebab ulat-ulat mudah bersemayam pada sayur jenis ini, sebaliknya putriku suka memakannya. Setiap kali aku membeli bunga kol, selalu terlebih dahulu memeriksa dan membersihkannya dengan cermat, baru dimasak, namun selalu saja lengah, setiap kali saat mengambil sayur dengan sumpit, terlihat ada ulat yang mati di dalam sayur, membuat hati sangat terkejut.

Beberapa hari lalu kembali memasak bunga kol, sekuntum demi sekuntum direndam dan dicuci bersih. Setelah dibolak-balik, aku beranggapan telah memeriksa dengan cermat. Di luar dugaan, baru saja sayur dimasukkan ke kuali, di atasnya terlihat seekor ulat berwarna hijau dengan cepat menggulung, seketika aku tersentak, segera mengulurkan tangan untuk “memberi pertolongan”, tetapi ulat itu sudah hampir mati dan tidak bergerak lagi.

Memandang ulat hijau yang menggulung itu, akhirnya aku memahami akan kewelasasihan Buddha. Sekalipun bervegetarian, mungkin saja, sedikit banyak, baik langsung atau tidak langsung pernah membunuh makhluk hidup, apalagi me-makan daging mereka? Sungguh tidak boleh mencelakai makhluk hidup lainnya demi memuaskan nafsu mulut dan perut.

Berikan Hewan Sebuah Jalan KehidupanSemua orang memiliki hati welas asih. Tiga

orang putriku semuanya bervegetarian sejak dari kandungan. Setiap kali pulang kampung pada Tahun Baru Imlek, ketika mereka melihat daging ayam, bebek atau ikan yang tersaji di meja, selalu terasa ada ganjalan di hati; ketika masuk ke dapur dan melihat nenek mereka memotong ayam atau bebek, selain perasaan ingin tahu, juga terselip perasaan “terkejut”. Karena nenek sayang pada cucunya, setelah tahu perasaan mereka, di kemudian hari selalu memerhatikan hal itu, berusaha agar menu daging tidak tersaji di depan mata cucu- cucunya.

Pernah sekali, putriku tiba-tiba mengatakan ingin menelepon kakeknya. Di awal pembicaraan ia langsung bertanya, “Kek, apakah kakek makan daging?” Kakek menjawab dengan jujur, “Makan sedikit.” Putriku berkata dengan serius kepada kakeknya, “Kek, jangan makan daging lagi, sebab akan menyebabkan hewan terbunuh, hewan akan kesakitan. Kalau sekarang kakek makan daging, kelak kalau kakek terlahir sebagai hewan dan hewan terlahir sebagai manusia, maka dia akan mencelakai kakek.” Setelah mendengar perkataan itu, kakek mengiyakan berkali-kali dan berkata di kemudian hari dia akan mengurangi makan daging.

Master Cheng Yen pernah mengatakan, ber-vegetarian adalah cara pelepasan hewan ke alam bebas yang paling baik. Dengan tidak makan daging, maka tidak perlu membunuh hewan, mem-bebaskan hewan dari siksaan penderitaan saat diburu dan disekap sebagai hewan ternak, serta dari perilaku kejam pada saat disembelih, ini baru benar-benar memberi jalan hidup bagi hewan.

15Buletin Tzu Chi No. 75 -- Oktober 2011

Page 16: Buletin Edisi 75 Oktober 2011

16

25 - 27 November 2011

Buletin Tzu Chi No. 75 -- Oktober 2011

Persyaratan:- Usia 18-25 tahun

- Lulusan SMA sederajat/Mahasiswa/i aktif

- Mengikuti 1 kali kegiatan

- Mengikuti 1 kali sosial isasi

- Sudah membeli seragam

- Biaya : Rp 90.000,-

Pendaftaran Terakhir 6 November 2011

Lokasi: Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng-Jakarta Barat

Contact Person :Fanny Song [083-8984 16542] - Arista [089-9986 3125]

Melihat Dunia dengan Hati

Tzu Ching Camp VI

用心看世界