32
BAB I PENDAHULUAN Sejarah Terapi Kognitif-Behavioral (CBT) dapat dilacak dari awal para perintis psikologi, kecuali untuk konseling kognitif. Apa yang dipraktikkan sekarang ini sesungguhnya telah dikembangkan sejak tahun 50-an dan 60-an. Memasuki tahun 70-an, para pemikir dan praktisi aliran kognitif dan perilaku (behavioral) berusaha menggabungkan kedua pendekatan tersebut sehingga menghasilkan Konseling Kognitif-Behavioral. Sejak tahun 80-an hingga sekarang ini, Konseling Kognitif-Behavioral telah berkembang dan memiliki daya tarik tersendiri karena telah terbukti efektivitasnya dan mampu memberikan pelayanan dalam waktu yang lebih singkat, dibandingkan dengan psikoanalisis atau psikoterapi tradisional lainnya Terapi kognisi-perilaku (CBT) merupakan suatu proses mengajar, melatih dan menguatkan perilaku positif. Terapi ini membantu seorang individu untuk mengidentifikasi pola kognitif atau pikiran dan emosi yang berhubungan dengan perilaku. Terapi ini merupakan gabungan antara terapi kognitif dengan terapi perilaku. Terapi ini menganggap kesulitan-kesulitan emosional berasal dari pikiran atau keyakinan yang salah (kognisi) yang menyebabkan perilaku yang tidak produktif. Kondisi-kondisi 1 Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha Periode 2 Juni – 5 Juli 2014

CBT kelompok.docx

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: CBT kelompok.docx

BAB I

PENDAHULUAN

Sejarah Terapi Kognitif-Behavioral (CBT) dapat dilacak dari awal para perintis

psikologi, kecuali untuk konseling kognitif.  Apa yang dipraktikkan sekarang ini sesungguhnya

telah dikembangkan sejak tahun 50-an dan 60-an. Memasuki tahun 70-an, para pemikir dan

praktisi aliran kognitif dan perilaku (behavioral) berusaha menggabungkan kedua pendekatan

tersebut sehingga menghasilkan Konseling Kognitif-Behavioral. Sejak tahun 80-an hingga

sekarang ini, Konseling Kognitif-Behavioral telah berkembang dan memiliki daya tarik

tersendiri karena telah terbukti efektivitasnya dan mampu memberikan pelayanan dalam waktu

yang lebih singkat, dibandingkan dengan psikoanalisis atau psikoterapi tradisional lainnya

Terapi kognisi-perilaku (CBT) merupakan suatu proses mengajar, melatih dan

menguatkan perilaku positif. Terapi ini membantu seorang individu untuk mengidentifikasi pola

kognitif atau pikiran dan emosi yang berhubungan dengan perilaku. Terapi ini merupakan

gabungan antara terapi kognitif dengan terapi perilaku. Terapi ini menganggap kesulitan-

kesulitan emosional berasal dari pikiran atau keyakinan yang salah (kognisi) yang menyebabkan

perilaku yang tidak produktif. Kondisi-kondisi psikiatrik tampaknya membaik apabila cara

berpikir pasien menjadi lebih akurat dan jika perilaku individu lebih tepat. Oleh karena itu,

terapis bekerja sama dengan pasien mengidentifikasi dan mengoreksi salah persepsi dan perilaku

yang salah. Terapi ini sangat berdasar pada realitas dan menekankan “hal yang terjadi di sini dan

saat ini” (apa yang dipikirkan pasien saat ini; bagaimana perilaku pasien saat ini). Pasien diberi

semangat. Terapi kognitif-perilaku telah digunakan dan paling sukses dalam menatalaksana

depresi ringan hingga sedang, skizofrenia, gangguan panik, gangguan obsesif-kompulsif dan

gangguan makan, tetapi nampaknya dapat digunakan secara luas lagi.

Terapi perilaku-kogitif merupakan suatu gabungan antara terapi perilaku dengan terapi

kognitif. Terapi ini menganggap kesulitan-kesulitan emosional berasal dari pikiran atau

keyakinan yang salah (kognisi yang menyebabkan) perilaku yang tidak produktif. Kondisi-

kondisi psikiatrik tampaknya membaik apabila cara berpikir pasien menjadi lebih akurat dan jika

1

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan JiwaFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 2 Juni – 5 Juli 2014

Page 2: CBT kelompok.docx

perilaku individulebih tepat. Oleh karena itu, terapis bekerja sama dengan pasien

mengidentifikasi dan mengoreksi salah persepsi (satu persatu) dan perilaku yang salah. Terapis

ini sangat berdasar pada realitas dan menekankan “hal yang terjadi di sini dan saat ini” (apa

yang dipikirkan saat ini; bagaimana perilaku pasien saat ini). Pasien disemangati untuk

memikirkan hal yang dia pikirkan. Terapi kognitif-perilaku telah digunakan dan paling sukses

dalam menatalaksana depresi ringan hingga sedang, skizofrenia, gangguan panik, gangguan

obsesif-konfulsif dan gangguan makan,tetapi tampaknya dapat digunakan secara lebih luas lagi

Adapun asumsi yang mendasari modifikasi perilaku kognitif adalah:

1. Kognisi yang tidak adaptif mengarah pada pembentukan tingkah laku yang tidak adaptif pula

2. Peningkatan diri yang adaptif dapat ditempuh melalui peningkatan pemikiran yang positif

2. Klien dapat mempelajari peningkatan pemikiran mengenai sikap, pikiran, dan tingkah laku.

Jadi, dari penjelasan di atas, secara singkat modifikasi perilaku-kognitif dapat diartikan

sebagai suatu teknik yang secara simultan berusaha memperkuat timbulnya perilaku adaptif dan

memperlemah timbulnya perilaku yang tidak adaptif melalui pemahaman proses internal yaitu

aspek kognisi tentang pikiran yang kurang rasional dan upaya pelatihan ketrampilan koping yang

sesuai.

2

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan JiwaFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 2 Juni – 5 Juli 2014

Page 3: CBT kelompok.docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

TERAPI PERILAKU KOGNITIF (CBT)

2.1 Pengertian Dasar CBT

Cognitive Behavioral Therapy (CBT) adalah sebuah pendekatan psikoterapi yang bertujuan

untuk memecahkan masalah tentang emosi disfungsional, perilaku dan kognisi melalui prosedur,

berorientasi pada tujuan yang sistematis. Kognitif berarti proses mental seperti berpikir. Kata

“kognitif’ mengacu pada segala sesuatu yang terjadi di dalam pikiran kita, termasuk mimpi,

kenangan, gambar, pikiran, dan perhatian.  Perilaku mengacu pada segala sesuatu yang kita

lakukan. Ini mencakup apa yang Anda katakan, bagaimana kita mencoba untuk menyelesaikan

masalah, bagaimana kita bertindak, dan menghindar. Terapi adalah kata yang digunakan untuk

menggambarkan pendekatan sistematis untuk mengatasi masalah, penyakit, atau kondisi tidak

teratur.

CBT ini terutama dikembangkan melalui penggabungan terapi perilaku dengan terapi kognitif.

Pasien belajar untuk mengidentifikasi pola pikir dan keyakinan menyimpang, dan untuk

mengganti mereka dengan cara berpikir dan bertindak yang lebih produktif.

CBT adalah psikoterapi berdasarkan atas kognisi, asumsi, kepercayaan, dan perilaku, dengan

tujuan mempengaruhi emosi yang terganggu . CBT bertujuan membantu pasien untuk dapat

merubah sistem keyakinan yang negatif, irasional dan mengalami penyimpangan (distorsi)

menjadi positif dan rasional sehingga secara bertahap mempunyai reaksi somatik dan perilaku

yang lebih sehat dan normal (Hepple, 2004).

Dalam CBT, terapis berperan sebagai guru dan pasien sebagai murid. Dalam hubungan ini

diharapkan terapis dapat secara efektif mengajarkan kepada pasien mekanisme SKR (Stimulus

3

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan JiwaFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 2 Juni – 5 Juli 2014

Page 4: CBT kelompok.docx

Kognisi Respon) baru yang lebih positif dan rasional, menggantikan struktur kognitif lama yang

negatif, irasional dan mengalami distorsi (Sudiyanto, 2007).

2.2 Psikopatologi CBT

CBT tidak hanya suatu set tehnik, tetapi juga mengandung teori komprehensif perilaku manusia.

CBT mengajukan penjelasan ”biopsikososial” untuk menjelaskan bagaimana manusia menjadi

merasa dan bertindak sebagaimana yang mereka lakukan – merupakan kombinasi dari biologis,

psikologis, dan faktor sosial yang terlibat (Froggatt, 2006).

Cara yang berguna untuk menggambarkan peran dari kognisi adalah dengan model ”A-B-C-D”

atau model rasional emosi (aslinya dikembangkan oleh Albert Ellis, model ABC ini telah

diadaptasi secara umum untuk penggunaan CBT). Pada model ini, ”A” adalah activating event

(kejadian yang mencetuskan terbentuknya keyakinan atau kepercayaan yang salah), ”B” adalah

believe (keyakinan atau kepercayaan seseorang berdasarkan kejadian yang mencetuskan). Ellis

menjelaskan bahwa bukan kejadian itu sendiri yang menghasilkan gangguan perasaan tetapi

interpretasi dan keyakinan atau kepercayaan orang tersebut tentang kejadian itu. ”C” adalah

consequence (konsekuensi emosional dari kejadian tersebut). Dengan kata lain, ini adalah

pengalaman perasaan orang tersebut sebagai hasil dari interpretasi dan kepercayaan berkenaan

dengan kejadian. ”D” adalah ”dispute” (penggoyahan terhadap keyakinan yang tidak rasional,

tidak relistik, tidak tepat, dan tidak benar kemudian menggantinya dengan keyakinan yang

rasional, realistik tepat dan benar (Froggat, 2006).

2.3 Indikasi CBT

CBT telah berhasil digunakan untuk menolong orang dengan masalah non-klinis sampai klinis,

menggunakan berbagai macam modalitas. Indikasi CBT meliputi :

1)  Depresi

2)  Gangguan cemas meliputi, gangguan obsesif kompulsif, agorafobia, fobia spesifik,

gangguan cemas menyeluruh, gangguan stres pasca trauma, dll.

4

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan JiwaFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 2 Juni – 5 Juli 2014

Page 5: CBT kelompok.docx

3)  Skizofrenia

4)  Gangguan makan

5)  Kecanduan

6)  Hipokondriasis

7)  Disfungsi seksual

8)  Pengendalian kemarahan

9)  Gangguan pengendalian impuls

10)  Perilaku antisosial

11)  Gangguan kepribadian

12)  Terapi tambahan pada masalah kesehatan kronis, cacat fisik.

13)  Penatalaksanaan nyeri

14)  Penatalaksanaan stres umum (Froggatt, 2006)

CBT untuk pasien skizofrenia dikembangkan selama tahun 1990 sebagai tambahan

terhadap pengobatan. Sebelumnya, terapi psikologis untuk skizofrenia umumnya terbatas

pada terapi perilaku terhadap pasien rawat inap dan intervensi keluarga untuk membantu

mengurangi angka kekambuhan. CBT untuk skizofrenia dikembangkan secara luas di

Inggris, walaupun saat ini telah dilakukan percobaan di Kanada, Amerika Serikat, Italia,

dan Belanda. Saat ini, total telah dilakukan secara lengkap 21 penelitian acak terkontrol

tentang CBT untuk skizofrenia atau gangguan dalam lingkup skizofrenia (sebagai contoh;

gangguan waham, gangguan skizoafektif) (CARMHA, 2007).

5

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan JiwaFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 2 Juni – 5 Juli 2014

Page 6: CBT kelompok.docx

2.4 Prosedur CBT

Langkah pertama yang paling penting dalam tehnik CBT adalah menanyakan permasalahan

pasien (apa, kapan, mengapa dan bagaimana). Langkah kedua, mengeksplorasi masalah untuk

dirumuskan (bersama pasien) untuk disepakati sebagai fokus yang menjadi target terapi.

Langkah ketiga untuk memeriksa dan merumuskan konsekuensi perilaku atau reaksi somatik

(mungkin yang menjadi masalah utama pasien) sehingga pasien memerlukan bantuan atau

pengobatan (C). Langkah keempat adalah memeriksa atau mengeksplorasi kejadian-kejadian

yang mungkin sebagai pencetus atau penyebab permasalahan pasien (A). Langkah kelima adalah

mengenali status kognitif pasien yang negatif (B) berupa sistem keyakinan irasional. Keyakinan

irasional tersebut dapat diperoleh dari pasien melalui anamnesis atau observasi, mungkin berupa

keluhan yang jelas dan nyata, tetapi ada kalanya merupakan informasi sambil lalu yang samar-

samar dan tidak jelas. Tugas terapis di sini adalah untuk memperjelas sistem keyakinan irasional

tersebut (Sudiyanto, 2007) Langkah-langkah dalam wawancara CBT :

1)  Pertanyaan tentang problem utama

2)  Formulasi target masalah

3)  Pemeriksaan C

4)  Pemeriksaan A

5)  Pemeriksaan dan identifikasi problem emosional sekunder

6)  Mengajari hubungan B – C

7)  Pemeriksaan keyakinan (irasional)

8)  Mempersiapkan keyakinan rasional

9)  Mendorong belajar mempraktekkan keyakinan baru

10)  Evaluasi/cek pekerjaan rumah6

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan JiwaFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 2 Juni – 5 Juli 2014

Page 7: CBT kelompok.docx

11)  Memfasilitasi berlangsungnya proses terapi

2.5 CBT pada skizofrenia

Aaron Beck pertama kali mengajukan penggunaan terapi kognitif pada skizofrenia pada tahun

1950-an, menyatakan bahwa jika manifestasi skizofrenia terutama terlihat sebagai suatu

gangguan pikiran, maka intervensi kognitif untuk ”mengoreksi” gangguan psikiatri tersebut

merupakan suatu solusi yang jelas. Gejala-gejala psikotik disebabkan oleh disfungsi psikologis,

dan secara efektif bisa diterapi dengan medikasi. Penelitian juga telah dilakukan, terutama di

Inggris untuk mengembangkan intervensi kognitif- perilaku untuk mengatasi gejala-gejala

psikotik. Hal ini dapat bermanfaat terutama pada gejala-gejala psikotik refrakter ringan atau

serangan gejala psikotik (misalnya, yang dicetuskan oleh keadaan penuh tekanan), untuk

meningkatkan tilikan diri pada pasien dan mencegah pengobatan yang berlebihan (Heydebrand,

2002).

2.5.1 Prinsip dasar :

a. CBT memiliki fokus pada pencarian hubungan antara pikiran, perasaan, dan perilaku; dan

berkonsentrasi pada mengubah gangguan yang muncul pada saat ini.

§ The importance of what we do

Suatu hal yang kita lakukan (perilaku kita) merupakan aspek penting yang mempengaruhi

bagaimana kita berpikir dan merasa. Tujuan utamanya adalah untuk menyeimbangkan antara

perilaku, pikiran, dan perasaan, jika ada salah satu aspek yang tidak seimbang maka hal itu dapat

menyebabkan seorang individu merasa khawatir, bosan, dan tidak aman.

§ The importance of what we think

Berpikir merupakan suatu proses yang terjadi ketika kita merasakan dan menilai apa yang telah

kita miliki kini dan apa yang telah terjadi di masa lalu. Berpikir digunakan untuk merencanakan

7

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan JiwaFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 2 Juni – 5 Juli 2014

Page 8: CBT kelompok.docx

apa yang akan kita lakukan di masa depan, dan untuk mengetahui seberapa besar bahaya yang

ada di sekitar kita dan bagaimana kita dapat menghindarinya.

§ The importance of our feelings

Individu sering memerlukan bantuan psikologis karena perasaan yang mereka miliki. Meskinpun

pikiran dapat membuat individu bermasalah dan perilaku dapat menyebabkan masalah tersebut,

tetapi individu mencari bantuan jika mereka merasa dalam kesukaran atau bahaya.

b. CBT didasarkan pada hubungan antara terapi dan pasien yang bekerja sama untuk mencari

bagaimana pola pikiran, perasaan, dan perilaku yang salah pada pasien; dan bagaimana pola

tersebut saling berhubungan dan mungkin terasosiasi dengan gangguan yang muncul pada

pasien.

c. Tiga hal penting dalam terapi CBT, yaitu:

§ Mengubah perilaku pasien

§ Mengubah kognitif pasien.

§ Kesatuan konsep “mindfulness,” “acceptance,” dan “values.”

“Mindfulness” merupakan kesadaran untuk mengobservasi dan menggambarkan covert

behavior dan overt behavior seorang individu secara nonjudgemental, tetapi menilai dengan cara

bagaimana sebab dan akibat dari perilaku yang ada. “Acceptance” merupakan menilai perilaku

individu secara “Mindfulness,” yaitu tidak menilai sensasi, perasaan, pikiran, dan perilaku

seorang individu baik atau buruk, menyenangkan atau tidak menyenangkan, berguna atau tidak

berguna. Tetapi menilai pikiran individu yang ada sekarang sebagai respon dari masa lalu

individu tersebut. Prosedur ini digunakan untuk mengajarkan kepada individu bahwa mereka

dapat merasakan perasaannya dan memikirkan pikirannya, meskipun individu sendiri memiliki

pikiran yang aversive, dan masih mencari konsep berpikir yang cocok dengan nilai dan tujuan

hidup individu tersebut.8

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan JiwaFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 2 Juni – 5 Juli 2014

Page 9: CBT kelompok.docx

2.5.2Problem-Solving Methods

1. General orientation.

Pasien diminta untuk mengenali masalah yang dihadapinya dan terapis menjelaskan kepada

pasien untuk mengatasi masalah tersebut dengan cara berperilaku secara tersistematis dan tidak

merespon masalah tersebut secara otomatis dan impulsif. Pada tahap ini, pasien dapat

menceritakan masalah atau situasi yang dihadapinya, mengatakan pikiran dan perasaannya dalam

merespon masalah tersebut. Lalu terapis menjelaskan dasar pemikiran pasien dan memberikan

pemahaman tentang hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan & masalah pasien.

2. Problem definition.

Ketika diminta untuk menceritakan masalah, biasanya pasien akan menceritakannya secara

abstrak dan tidak spesifik, terapis harus menjelaskan kepada pasien untuk menceritakan masalah

dengan spesifik dan detail; tentang masalah yang dihadapainya, serta pikiran dan perasaannya

dalam menghadapi masalah tersebut. pasien harus dapat membedakan informasi apa saja yang

berhubungan dengan masalah dan berfokus pada informasi tersebut.

3. Generation of alternatives.

Setelah menemukan dan mendefinisikan masalah secara spesifik, pasien diminta untuk

melakukan brainstorming tentang solusi-solusi pemecahan masalah yang mungkin dapat

dilakukannya, dan minta pasien untuk memikirkan sebanyak mungkin solusi yang mungkin

dapat dilakukannya.

4. Decision making.

Pasien dan terapis secara bersama-sama menganalisa solusi-solusi yang telah ada dan

mengeliminasi solusi yang salah. Lalu pasien diminta untuk memikirkan efektivitas, konsekuensi

jangka pendek dan jangka panjang, dan aspek positif-negatif dari solusi-solusi yang tersisa; agar

pasien dapat meningkatkan kepuasan, rasa suka, dan menghindari rasa penyesalan pasien terkait

9

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan JiwaFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 2 Juni – 5 Juli 2014

Page 10: CBT kelompok.docx

solusi penyelesaian yang akan diputuskannya. Setelah itu, berdasarkan evaluasi dari solusi-solusi

yang ada, pasien diminta untuk memilih satu solusi yang mungkin paling dapat diterima dan

dilakukannya.

5. Implementation.

Tahap berikutnya, pasien dengan bantuan terapis membuat rencana pelatihan, menerapkannya

dalam kehidupan nyata dan perilaku sehari-hari.

6. Verification.

Setelah rencana pelatihan dibuat, terapis perlu memotivasi dan membimbing untuk menerapkan

rencana pelatihan ke dalam kehidupan nyata dan perilaku sehari-hari pasien. Lalu terapis

melakukan evaluasi hasil rencana pelatihan, apakah menyelesaikan masalah pasien atau tidak.

Jika tidak, maka terapis perlu untuk mengulang kembali tahap problem solving dan mencari

solusi lain untuk menyelesaikan masalah pasien.

Family and Social Support

Hubungan keluarga dapat menjadi tegang karena adanya anggota keluarga yang memiliki

gangguan skizofrenia. Keluarga yang anggotanya memiliki diagnosis tersebut biasanya kesulitan

untuk mengerti keadaan dirinya dan tidak siap untuk menghadapinya. Kemungkinan hal ini dapat

menimbulkan terjadinya kesalahpahaman yang dapat berkembang menjadi ketegangan antar

anggota keluarga ataupun antar pasangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terapi keluarga

dibutuhkan sebagai tambahan pada terapi CBT untuk individu dengan gangguan skizofrenia

(Penn & Mueser, 1996). Walaupun tidak selalu memberikan nilai positif kepada anggota

keluarga yang lain, namun terapi ini dapat membantu hubungan antar keluarga tetap baik.

Cognitive Behavioural Family Therapy dapatmemberikan hasil yang penting, untuk anggota

keluarga lain dan kesehatan mental anggota keluarga yang mengalami gangguan skizofrenia.

Fokus dari terapi ini adalah untuk mendapatkan rasa saling mengerti dalam keluarga terhadap

10

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan JiwaFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 2 Juni – 5 Juli 2014

Page 11: CBT kelompok.docx

situasi yang ada di dalamnya. Dasar dari terapi ini adalah pola pemberian dukungan dan

komunikasi yang efektif untuk anggota yang mengalami gangguan skizofrenia Hasil positif yang

diharapkan adalah anggota keluarga dapat saling berdiskusi tentang hal-hal yang berhubungan

dengan kesehatan mental pada individu dengan gangguan skizofrenia. Hal tersebut akan dapat

membantu keluarga untuk bekerja sama untuk menyelesaikan masalah, dan mengembangan

berbagai aspek positif yang diperlukan dalam proses terapi.

Individu dengan gangguan skizofrenia biasanya menolak untuk membuat kontak sosial dan

melakukan aktifitas di luar rumah. Hubungan sosial diperlukan oleh setiap individu dalam

menjalani kehidupannya, seperti berteman atau berkomunikasi dengan keluarga. Individu dengan

gangguan skizofrenia dapat memperoleh hal tersebut melalui pelayanan-pelayanan kesehatan

mental ataupun lembaga-lembaga sosial yang ada di wilayah setempat. Di lembaga-lembaga

sosial tersebut biasanya terdapat sukarelawan-sukarelawan yang bersedia membantu individu

dengan gangguan skizofrenia untuk tetap dapat melakukan kontak dan memperoleh dukungan

sosial seperti menyediakan lapangan pekerjaan bagi individu.

2.5.3 Teknik CBT

Sesi 1: Ask for a problem + define and agree on target problem

Pada tahap ini, terapis membangun binarapot yang baik dengan pasien, saling membangun

kepercayaan, menggali pengalaman perilaku pasien lebih dalam, mendengarkan apa yang

menjadi perhatian pasien, menggali pengalaman-pengalaman pasien dan merespon isi, perasaan

dan arti dari apa yang dibicarakan pasien. Terapis melakukan pendekatan kognitif dengan

berusaha mendapatkan pikiran otomatis pasien, menguji pikiran otomatis tersebut, kemudian

mengidentifikasi anggapan dasar yang maladaptif dan menguji keabsahan anggapan maladaptif.

Setelah itu terapis dan pasien merumuskan dan membuat kesepakatan masalah apa yang sedang

dihadapi. Masalah dirumuskan dalam terminologi yang jelas.

Sesi 2 : Asses Consequence + Asses Activating Event

11

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan JiwaFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 2 Juni – 5 Juli 2014

Page 12: CBT kelompok.docx

Pada tahap ini, terapis menginterpretasikan mengenai masalah dan akibat yang timbul akibat

perilaku pasien. Dilakukan penjelasan atau klarifikasi lebih lanjut dalam rangka reformulasi atau

menyatukan pandangan yang sedang dibicarakan.

Sesi 3: Identify And Asses Any Secondary Emotional Problems + Teach The B- C Connection

Pada tahap ini, terapis bersama pasien mengidentifikasi masalah-masalah lain yang mungkin ada.

Terapis juga menginterpretasikan dan mengajarkan tentang terjadinya akibat yang tidak

diinginkan dikarenakan oleh keyakinan pasien yang maladaptif. Dilakukan klarifikasi,

reformulasi, nasehat dan pujian serta penegasan.

Sesi 4 : Asses Beliefs

Pada tahap ini, terapis menginterpretasikan mengenai sistim keyakinan pasien yang timbul

sebagai akibat persepsi yang salah mengenai sesuatu masalah. Dilakukan klarifikasi, reformulasi,

pengesahan empatik, nasehat dan pujian serta penegasan.

Sesi 5 : Connect Irrational Beliefs And C

Terapis menginterpretasikan bahwa keyakinan-keyakinan maladaptif pasien merupakan sumber

penyebab yang timbul. Dilakukan klarifikasi, reformulasi, pengesahan empatik, nasehat dan

pujian serta penegasan.

Sesi 6 : Dispute Irrational Beliefs

Terapis menggoyahkan dan menyusun kembali sistim keyakinan pasien dari irasional menjadi

rasional. Dilakukan klarifikasi, reformulasi, nasehat dan pujian serta penegasan.

Sesi 7 : Prepare Your Client To Deepen Convicion In Rational Beliefs

Mempertegas dan memeperkuat sistim keyakinan yang rasional dari pasien. Dilakukan

konfrotasi, klarifikasi, reformulasi, nasehat dan pujian serta penegasan

12

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan JiwaFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 2 Juni – 5 Juli 2014

Page 13: CBT kelompok.docx

Sesi 8 : Encourage Your Client To Put New Learning Into Practice

Memberi pelajaran-pelajaran baru untuk dilakukan sehari-hari seperti perilaku untuk

membuktikan adanya waham. Latihan kognitif, yaitu dengan memberikan penjelasan bahwa

halusinasi, waham timbul akibat ketidakseimbangan zat kimia di otak, untuk itu perlu

pengobatan yang berkelanjutan. Teknik pengalihan berguna untuk membantu pasien dalam

melewati waktu-waktu yang cukup sulit, termasuk aktifitas fisik, kontak sosial, pekerjaan,

bermain dan pengkhayalan visual. Pada dasarnya, semua tugas ini diberikan dengan tujuan untuk

membantu pasien mengerti ketidak akuratan asumsi kognitifnya dan mempelajari strategi dan

cara baru menghadapi masalah tersebut.

Sesi 9 : Check The Working Through Process

Terapis memeriksa dan memberi motivasi pasien yang masih kurang dalam pelaksanaan tugas

yang diberikan.

Sesi 10 : Facilite The Working Through Process

Teknik CBT yang digunakan untuk pendekatan pasien skizofrenia dikelompokkan sebagai

berikut:

1. CBT untuk Waham

Model ini berfokus pada penyusunan ulang psikosis sebagai pikiran yang terganggu, yang

menunjukkan (salah) interpretasi pada pengalaman (misalnya halusinasi, waham). Beberapa

faktor diperlukan untuk keberhasilan outcome .

Faktor-faktor keberhasilan CBT untuk waham :

-  Kekuatan kepercayaan, yang dapat berhubungan dengan berapa lama kepercayaan tersebut telah

ada (dan keseluruhan sistem waham).

-  Konsekuensi melepaskan kepercayaan. Penerimaan sosial yang meningkat dapat menjadi

13

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan JiwaFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 2 Juni – 5 Juli 2014

Page 14: CBT kelompok.docx

alasan untuk melepaskan kepercayaan, tetapi pertahanan terhadap citra diri seseorang dapat

mendorong timbulnya resistensi. Akan tetapi, banyak pasien menyadari pada beberapa

tingkat ”kerugian” dari mengakui waham .

-  Bersama-sama menemukan penjelasan lain. Faktor ini tergantung ketrampilan terapis dalam

memahami kepercayaan tersebut dan yang mendahuluinya, dan kemampuan terapis dalam

mengembangkan strategi hubungan untuk menantang mereka melalui rangkaian yang

sesuai, dan juga ketekunan dalam menindaklanjuti pasien.

-  Bagimana penjelasan diberikan. Terapis yang melakukan pendekatan sistem waham dengan sikap

modifikasi dan bukan konfrontasi cenderung lebih berhasil.

-  Hubungan terapis-pasien. Pasien yang menyukai dan menghormati terapisnya akan lebih

mungkin untuk menerima penjelasan dan sabar menghadapi tantangan dari terapisnya

(Heydebrand, 2002). Dalam mengembangkan dan melaksanakan suatu rencana terapi CBT

untuk mengubah kepercayaan, terapis harus mengikuti pedoman yang menyusun

serangkaian ”target”. Kepercayaan yang kurang dipegang kuat harus menjadi target yang

pertama, karena ekplorasi kepercayaan- kepercayaan ini kurang cenderung menimbulkan

ansietas dan resistensi yang tinggi (seperti pada desensitasi sistemik). Konfrontasi langsung

sebaiknya dicegah. Sebaliknya, pasien sebaiknya diminta untuk mempertimbangkan fakta-

fakta dan mempunyai kepercayaan lain. Diskusi harus berfokus bukan pada kepercayaan

tetapi bukti dari kepercayaan itu. Akhirnya, pasien harus didorong untuk mengembangkan

dan menyuarakan pendapat yang melawan kepercayan dan bukan mendengarkan secara

pasif saat terapis menjelaskan ketidaklogisan waham tersebut.

Seperti tipe CBT lainnya, tantangan dilakukan selama periode minggu atau bulan, dan

gejala-gejala target dapat muncul kembali saat episode stres. Oleh karena itu pernyataan

klinis yang menyatakan bahwa sia-sia untuk berdebat dengan pasien waham mungkin dapat

dianggap benar pada situasi tertentu, tetapi penelitian-penelitian menunjukkan bahwa CBT

dapat secara bertahap melemahkan kepercayaan terhadap waham, yang kemudian akan

mengurangi kecenderungan untuk berlaku seperti kepercayaan tersebut (Heydebrand, 2002).

14

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan JiwaFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 2 Juni – 5 Juli 2014

Page 15: CBT kelompok.docx

2. CBT untuk Halusinasi

Pasien Skizofrenia terkadang mempunyai halusinasi yang diyakini keberadaannya .oleh

karena itu diperlukan intervensi langsung (mengajari pasien untuk mengatasi suara-

suara). Dan terdapat dua cara yang bertentangan, yaitu : pengalihan dan pemusatan

Pada metode pengalihan, pasien diajak untuk mendengarkan musik, membaca atau

kegiatan lain yang disenangi oleh pasien dengan tujuan agar pasien menjauhkan perhatian

mereka dengan hal-hal yang dapat memicu halusinasi. Jadi, halusinasi sebaiknya

dihilangkan dari penurunan anxietas dan reaktifitas.

Pada metode pemusatan , pasien mengikuti suatu pendekatan untuk membiasakan mereka

dengan gagasan bahwa suara-suara yang mereka alami adalah suatu gejala psikologis

yang dapat mereka control.

Pertama, pasien dilatih untuk mengidentifikasi dan menjelaskan gambaran fisik dari

halusinasi (jumlah, kekerasan, jenis kelamin, aksen,lokasi). Kemudian dalam membahas

pola halusinasi pasien, pasien dapat mulai menyadari bahwa hal tersebut ditimbulkan

oleh stressor tertentu, dan bahwa hal itu juga menyebabkan ansietas, kemarahan / putus

asa .

Akhirnya, pasien diminta untuk menggambarkan apa arti dari suara-suara tersebut bagi

mereka, dengan menceritakan persepsi dan artinya mereka telah menyampaikan gejala,

mereka jadi lebih terbuka untuk memberikan penjelasan lain, dan kemudian dapat mulai

menggunakan pembicaraan untuk mengatasi halusinasi.

3. CBT untuk Gejala Negatif

Skizofrenia dengan gejala negatif yang menonjol (afek datar, kemiskinan pembicaraan,

penurunan inisiatif, anhedonia, penarikan diri dari lingkungan social, perhatian yang

terbatas ) cenderung memiliki outcome yang buruk, kemungkinan akibat dari perubahan

struktur otak . Intervensi kognitif – perilaku untuk sindrom ini sama dengan yang

digunakan untuk memperbaiki letargi yang berhubungan dengan depresi . Kegiatan ini

meliputi penjadwalan aktifitas dan pelatihan keterampilan.

15

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan JiwaFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 2 Juni – 5 Juli 2014

Page 16: CBT kelompok.docx

a) Penjadwalan aktifitas

Awalnya , pasien dengan gejala – gejala negative yang mencolok membutuhkan seorang

dokter untuk menyusun jadwal sehari – harinya . Dan pada akhirnya mampu

berpartisipasi atau bertanggung jawab untuk menyusun rutinitas harian sendiri , Tingkat

dan jenis aktifitas sebaiknya ditingkatkan secara bertahap , untuk mencegah kegiatan

yang terlalu berlebihan dimana pasien tidak biasa dengan hari yang sangat “

bersemangat”

Elemen penting pada penjadwalan aktifitas yaitu adanya tugas dalam suatu hierarki

bertingkat , yang dimulai dengan target awal yang sesuai dan dapat dicapai , Keuntungan

menggunakan pendekatan penjadwalan aktifitas termasuk menunjukkan pada pasien

bahwa perubahan dapat terjadi dan membantunya mencapai tujua yang awalnya mungkin

terlihat sulit .

b) Pelatihan keterampilan

Untuk pasien – pasien dengan gejala negative yang mencolok , pelatihan keterampilan

harus focus pada interaksi social dan juga melibatkan perkembangan keterampilan

fungsional ( memasak / aktifitas yang berhubungan dengan pekerjaaan ) . Kuncinya

adalah mengidentifikasi dan memahami sifat deficit ( misalnya , kurang motivasi ) .

Tantangan dari intervensi ini adalah mengembangkan target yang dimiati pasien untuk

dicapai .

2.6 PANSS

Untuk dapat dipakai terhadap pasien skizofrenia Indonesia telah dilakukan uji reliabilitas,

validitas, sensitivitas oleh A. Kusumawardhani dan tim dari FK-UI pada tahun 1994.

Reliabilitas internal diuji dengan rumus koefisien alfa dari Cronbach terhadap 140 pasien

skizofrenia. Untuk gejala positif didapat alfa 0,725, untuk gejala negatif 0,838, untuk

gejala psikopatologi umum 0,684. reliabilitas interater oleh tiga orang psikiater untuk

masing-masing skala adalah sebagai berikut: 0,923 untuk gejala positif, 0,921 untuk

gejala negatif, 0,912 untuk indeks komposit dan 0,838 untuk gejala psikopatologi umum. 16

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan JiwaFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 2 Juni – 5 Juli 2014

Page 17: CBT kelompok.docx

Reliabilitas test-retest juga dilakukan, dengan hasil 0,604 untuk gejala positif, o,802

untuk gejala negatif, 0,884 untuk indeks komposit dan 0,565 untuk gejala psikopatologi

umum. Hasil terjemahan PANSS ke dalam bahasa Indonesia sesuai dengan PANSS asli

dalam bahasa Inggris (Kusumawardhani, 1994).

PANSS terdiri dari 33 butir yang masing-masing dinilai dalam 7 skala poin. Tujuh butir

dikelompokkan dalam skala positif, tujuh butir yang lain dikelompokkan dalam skala

negatif, enam belas butir menilai psikopatologi umum, dan terdapat tiga butir tambahan

yang menilai adanya resiko agresi.

a. Skor PANSS

Masing-masing item dinilai sebagai berikut :

1 = tidak ada

2 = minimal

3 = ringan

4 = sedang

5 = agak berat

6 = berat

7 = sangat berat

b. Total Skor PANSS

Semua skor masing-masing item dijumlah dengan hasil sebagai berikut :

Sakit ringan = ± 61

Sakit sedang = ± 78

Terlihat nyata sakit = ± 96

Sakit berat = ± 118

Sakit sangat berat = ± 147

c. Persentase Perubahan Total Skor PANSS

17

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan JiwaFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 2 Juni – 5 Juli 2014

Page 18: CBT kelompok.docx

Untuk menentukan adanya perbaikan klinis atau keberhasilan suatu terapi dapat diukur

pada saat sebelum kunjungan pertama sebelum diberikan terapi dan sesudah terapi.

Dalam hal ini jangka waktu dilakukannya penilaian pre dan post terapi tidak ada

ketentuan yang pasti.

Sedangkan presentase perubahan total skor PANSS yang mengindikasikan adanya

perbaikan klinis adalah sebagai berikut :

-  Perbaikan minimal (minimally improved) : penurunan skor ±19%-28%

-  Banyak perbaikan (much improved) : penurunan skor ±40%-53%

- Sangat banyak perbaikan (very much improved) : penurunan skor ±71%- 53%

Selain itu penilaian perbaikan klinis atau keberhasilan terapi dapat dilihat dari penurunan

kriteria sakit dari skor total PANSS (Nurmiati, 2008).

d. Cara Penggunaan

Penilaian PANSS dilakukan melalui wawancara terstruktur. Dalam hal ini dilakukan oleh

pewawancara yang memenuhi kriteria : telah terlatih dalam tehnik wawancara psikiatri,

kompeten melakukan wawancara klinis seluruh butir PANSS, akurat menilai seluruh

butir PANSS dan mampu melakukan penilaiannya. Penilaian dilakukan berdasarkan

informasi yang berhubungan pada minggu sebelumnya yang berasal dari wawancara

klinis dan laporan dari perawat RS atau anggota keluarga lain.

Waktu yang dibutuhkan untuk wawancara sekitar 30-40 menit, yang terdiri dari:

1. Fase awal : 10-15 menit, tidak terstruktur, nondirektif, membina raport, riwayat

penyakit, onset

2. Fase kedua : 10-15 menit, semi terstruktur, terarah tanpa provokatif, tanpa

penyelidikan spesifik, sudah dapat terungkap tentang halusinasi, kecurigaan, tilikan

dan rasa bersalah.

3. Fase ketiga : 5-10 menit, terstruktur, pertanyaan spesifik tentang suasana hati,

18

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan JiwaFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 2 Juni – 5 Juli 2014

Page 19: CBT kelompok.docx

ansietas, orientasi, pemikiran abstrak.

4. Fase keempat : 5-10 menit, direktif, menegaskan informasi, observasi respon di

bawah stres (Nurmiati, 2008).

KERANGKA BERPIKIR

19

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan JiwaFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 2 Juni – 5 Juli 2014

Skizofrenia

A = Gangguan Proses Pikir

B = Waham Halusinasi

C = Konsekuensi (Kognitif, Afektif,

Perilaku dan Somatik)CBT

Dispute Home work

Psikofarmaka

Page 20: CBT kelompok.docx

BAB III

Kesimpulan

CBT ( Cognitive Behavioral Therapy ) merupakan suatu proses mengajar , melatih , dan

menguatkan perilaku positif yang dapat membantu individu penderita skizofrenia untuk

mengidentifikasi pola kognitif atau pikiran dan emosi yang berhubungan dengan perilaku .

Jadi, diharapkan setelah mengikuti CBT , pasien mampu dan dapat berinteraksi dengan

lingkungan sosialnya dan dapat merubah pola pikir yang sebelumnya mempunyai keyakinan

yang negatif , irasional , dan mengalami penyimpangan (distorsi) menjadi lebih positif dan

rasional sehingga secara bertahap menjadi pribadi yang mempunyai perilaku yang lebih sehat

dan normal .

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa CBT sebagai terapi tambahan efektif untuk

menurunkan tanda dan gejala pada pasien skizofrenia.

20

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan JiwaFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 2 Juni – 5 Juli 2014

Page 21: CBT kelompok.docx

DAFTAR PUSTAKA

1. Gold J.M & Green MF, 2005, Schizophrenia : Cognition, in Kaplan & Saddock (ed)

Comphrehensive Textbook of Psychiatry , Eight Edisin, William & withkins, New York.

2. Turkington & Kingdon, 2004, Effectiveness of Brief Cognitive-Behavioural Therapy

Intervention in The Treament of Schizophrenia, British Journal of Psychiatry.

3. King LA, 2008, The Scince of Psychology. Mc Graw Hill.

4. http://ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2811142/

5.http://www.psychiatrictimes.com/schizophrenia/abcs-behavioral-therapy-

schizophrenia/page/0/2

21

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan JiwaFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 2 Juni – 5 Juli 2014

Page 22: CBT kelompok.docx

22

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan JiwaFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Khusus Jiwa Dharma GrahaPeriode 2 Juni – 5 Juli 2014