50
BAB I PENDAHULUAN Lebih dari 80% penderita cedera yang datang ke ruang emergensi selalu disertai dengan cedera kepala. Sebagian besar cedera kepala ini disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas berupa tabrakan sepeda motor, mobil, dan penyeberang jalan yang ditabrak. Sisanya disebabkan oleh jatuh dari ketinggian, tertimpa benda (ranting pohon, kayu, dan sebagainya), olahraga, korban kekerasan (misalnya senjata api, golok, parang, batang kayu, palu, dan sebagainya) dan lain-lain. 1 Kontribusi terbanyak cedera kepala adalah kecelakaan sepeda motor dan sebagian dari mereka tidak menggunakan helm atau menggunakan helm yang tidak memadai (>85%). 1 Cedera kepala dapat melibatkan setiap komponen yang ada, mulai bagian terluar (scalp) sampai bagian terdalam (intrakranial) yang tiap komponen tersebut terkait erat dengan mekanisme cedera yang terjadi.

Higroma Subdural

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Higroma Subdural

BAB I

PENDAHULUAN

Lebih dari 80% penderita cedera yang datang ke ruang emergensi selalu

disertai dengan cedera kepala. Sebagian besar cedera kepala ini disebabkan oleh

kecelakaan lalu lintas berupa tabrakan sepeda motor, mobil, dan penyeberang

jalan yang ditabrak. Sisanya disebabkan oleh jatuh dari ketinggian, tertimpa benda

(ranting pohon, kayu, dan sebagainya), olahraga, korban kekerasan (misalnya

senjata api, golok, parang, batang kayu, palu, dan sebagainya) dan lain-lain.1

Kontribusi terbanyak cedera kepala adalah kecelakaan sepeda motor dan

sebagian dari mereka tidak menggunakan helm atau menggunakan helm yang

tidak memadai (>85%).1

Cedera kepala dapat melibatkan setiap komponen yang ada, mulai bagian

terluar (scalp) sampai bagian terdalam (intrakranial) yang tiap komponen tersebut

terkait erat dengan mekanisme cedera yang terjadi. Dengan demikian cedera yang

terjadi dapat berupa cedera jaringan lunak, fraktur tulang kepala, dan cedera otak.

Salah satu cedera otak yang dimaksud adalah hematom subdural. Hematom

subdural ini sering sukar dibedakan dari higroma subdural, yang juga merupakan

cedera akibat trauma kapitis.1

Higroma subdural merupakan pengumpulan cairan likuor cerebrospinalis

(LCS) oleh kapsul dibawah duramater. Pada umumnya higroma subdural

disebabkan pecahnya araknoid sehingga LCS mengalir dan terkumpul membentuk

Page 2: Higroma Subdural

kolam. Penatalaksanaannya yang diberikan serupa dengan terapi pada hematom

subdural kronis.1

Berikut akan dilaporkan sebuah kasus higroma subdural yang terjadi pada

seorang anak perempuan berusia 5 bulan yang dirawat di ruang anak Rumah Sakit

Ulin Banjarmasin.

BAB II

2

Page 3: Higroma Subdural

TINJAUAN PUSTAKA

I. ANATOMI KEPALA

Pengenalan kembali anatomi tengkorak sangat berguna dalam mempelajari

akibat-akibat cedera kepala. Berikut anatomi dari kepala :2

a. Kulit Kepala :

1. skin

2. connective

3. Aponeurosis atau galea aponeurotika

4. loose areolar tissue

5. perikranium

b. Tulang tengkorak atau kranium terdiri dari kalvarium dan basis kranii.

Rongga tengkorak dasar dibagi atas tiga fosa yaitu : fosa anterior, media

dan posterior. Fosa anterior adalah tempat lobus frontalis, fosa media

tempat lobus temporalis, dan fosa posterior adalah ruang bagi batang otak

bawah dan serebelum.

c. Meningen

Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3

lapisan, yaitu durameter, arakhnoid, dan piameter. Dimana ruang antara

durameter dan arakhnoid disebut ruang subdural. Ruang epidural terletak

antara durameter dan tabula interna tengkorak. Diantara selaput arakhnoid

dan piameter terdapat ruang subarakhnoid.

d. Otak

3

Page 4: Higroma Subdural

Otak manusia terdiri dari serebrum, serebelum dan batang otak.

e. Cairan serebrospinalis (CSS) dihasilkan oleh pleksus khoroideus dengan

kecepatan 30 ml/jam.

f. Tentorium

Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang

supratentorial (terdiri dari fosa kranii anterior dan fossa kranii media) dan

infratentorial (berisi fosa kranii psterior).

II. DEFINISI HIGROMA SUBDURAL

Higroma subdural merupakan pengumpulan cairan likuor cerebrospinalis

(LCS) oleh kapsul dibawah duramater.3,4

Sebagian literatur juga menyatakan bahwa higroma subdural adalah

hematom subdural kronis/lama yang mungkin disertai oleh penumpukan/

pengumpulan cairan LCS di dalam ruang subdural. Kelainan ini agak jarang

ditemukan dan dapat terjadi karena robekan selaput araknoid yang menyebabkan

cairan LCS keluar ke ruang subdural.7 Dengan demikian higroma subdural serupa

dengan hematom subdural kronik (HSD kronik) . Hematom subdural kronis ini

merupakan salah satu dari lesi fokal primer pada cedera otak yang terjadi akibat

trauma kapitis.1

Lesi hematom subdural ini lebih sering terjadi dibanding hematom

epidural (HED atau EDH). Mortalitas yang disebabkannya sebanyak 60-70%.

Lesi ini terjadi akibat laserasi arteri/vena kortikal pada saat terjadi akselerasi dan

4

Page 5: Higroma Subdural

deselerasi. Pada anak dan usia lanjut sering disebabkan ‘bridging vein’ yang

menghubungkan permukaan kortek dengan sinus vena.1 

Berdasarkan waktu perkembangan lesi hingga memberikan gejala klinis,

hematom subdural dibedakan menjadi:5

1. Akut

Jika gejala timbul dalam 3 hari pertama setelah cedera.

2. Subakut

Jika gejala klinis timbul antara hari ke-4 dan ke-20.

3. Kronis

Jika gejala timbul setelah 3 minggu. Hematom subdural kronis sering terjadi

pada usia lanjut, dimana adanya atrofi otak menyebabkan jarak antara

permukaan kortek dan sinus vena menjauh sehingga rentan terhadap

goncangan. Kadang-kadang benturan ringan pada kepala sudah dapat

menyebabkan hematom subdural kronis.

III. PENYEBAB

Post-trauma kecelakaan

Pada umumnya higroma subdural disebabkan pecahnya araknoid sehingga

LCS mengalir dan terkumpul membentuk kolam. Post-traumatic subdural

hygroma merupakan kasus yang umum terjadi.2,3

Post-operasi (pintasan ventrikuler, marsupialisasi kista araknoid dan

reseksi kista)

5

Page 6: Higroma Subdural

Higroma subdural akut dan kronik merupakan komplikasi post-operasi

yang umum terjadi dari pintasan ventrikuler, marsupialisasi kista araknoid dan

reseksi kista. Shu-qing et al melaporkan suatu kasus higroma subdural setelah

tindakan reseksi suatu lesi desak ruang pada ventrikel lateral yang menyebabkan

deformasi brainstem dekompresif. Ia menyimpulkan bahwa terdapat hubungan

yang sangat penting antara prosedur pembedahan, pencegahan kehilangan LCS

dan fluktuasi yang cepat dalam tekanan intrakranial.4

Komplikasi atau lanjutan dari Acute subdural hematoma/hematom

subdural akut

Kebanyakan subdural hygromas (SDGs) atau higroma subdural terjadi

sekunder akibat trauma. Cofiar et al melaporkan kejadian perkembangan suatu

higroma subdural pada pasien Acute subdural hematoma (ASDH) atau hematom

subdural akut, yang kemudian mengalami resolusi spontan cepat dalam waktu 9

jam akibat kontribusi terhadap pembesaran higroma subdural. Hematom subdural

akut merupakan kumpulan darah segar di bawah lapisan duramater, yang biasanya

cukup besar untuk menekan otak dan menyebabkan kematian hingga 60-80%

kasus. Resolusi spontan cepat pada kasus hematom subdural akut sangat jarang

terjadi. Salah satu mekanisme resolusi spontan yang pernah dilaporkan adalah

melalui terbentuknya higroma subdural. Resolusi hematom subdural akut dan

dampaknya terhadap higroma subdural harus dipertimbangkan selama

penatalaksanaan hematom subdural akut.5

6

Page 7: Higroma Subdural

Komplikasi dari tindakan anestesi

Higroma subdural merupakan kumpulan cairan subdural berupa cairan

xanthochromic yang jernih atau disertai darah. Membedakan antara higroma

subdural dan hematom sulit dilakukan dan mungkin artifisial, sebab higroma

sering mengalami progresifitas menjadi hematom. Vandenberg et al melaporkan

suatu kasus higroma subdural yang terjadi setelah tindakan anestesia spinal.

Subdural hematoma dan higroma subdural merupakan komplikasi yang jarang

dari anestesia spinal. Penyebab komplikasi ini yang mungkin terpikirkan adalah

kebocoran LCS melalui fistula dural yang terbentuk akibat tindakan punksi.

Kebosoran ini menyebabkan pemisahan otak bagian kaudal (caudal displacement

of the brain), dengan konsekuensi berupa peregangan dan rembesan dari vena-

vena subdural intrakranial. Berkurangnya tekanan otak akibat atrofi serebral,

pengecilan otak pada alkoholik dan pintasan ventrikuler juga merupakan faktor

yang memberikan kontribusi. Namun, pada kebanyakan kasus, mekanisme yang

ada tetap belum diketahui dengan jelas. Vandenberg menggunakan MRI dan

radioisotope cisternography untuk mengelusidasi patogenesis kasus tersebut.6

IV. DIAGNOSIS

Anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang

Post-traumatic subdural hygroma merupakan kasus yang umum terjadi,

namun penggalian diagnosis hanya dari anamnesis atau riwayat trauma tidak

bersifat definitif karena terdapat beberapa laporan data evolusi CT Scan dan

7

Page 8: Higroma Subdural

klinis.7,8 Dengan demikian, selain anamnesis dan pemeriksaan fisik, diperlukan

juga penunjang berupa radiologis diagnostik yaitu CT Scan dan MRI.

Dalam cedera kepala, point-point yang harus digali dari anamnesis

meliputi:9, 10

Periode/waktu hilangnya kesadaran

Periode amnesia post trauma

Penyebab dan kasus cedera itu sendiri

Ada tidaknya nyeri kepala dan muntah

Gambar. Suatu gambaran MRI yang menunjukkan higroma subdural biparietal.7

Gambaran klinis

Gambaran klinis menunjukkan tanda peningkatan tekanan intrakranial,

meski sering tanpa disertai tanda-tanda fokal. Penyembuhan cedera otak primer

yang biasanya berupa memar otak, terganggu akibat adanya higroma ini.8

Stein dalam penelitiannya menemukan berbagai gejala terkait cedera

kepala sebagai berikut:11

8

Page 9: Higroma Subdural

V. TERAPI

Penatalaksanaannya yang diberikan serupa dengan terapi pada hematom

subdural kronis.1 Penanggulangan pada kasus hematom subdural kronis adalah

trepanasi dan evakuasi hematom atau penyaliran.1,3,8

Untuk menentukan perlu tidaknya dilakukan operasi, terdapat indikasi

operasi. Di sentra Rumah Sakit Ulin, salah satu kriteria dilakukan operasi adalah

pergeseran midline shift melebihi 5 mm pada gambaran CT Scan atau volume

massa melebihi 20 cc.

BAB III

9

Page 10: Higroma Subdural

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS

1. Identitas penderita

Nama penderita : An A

Jenis kelamin : perempuan

Tempat & tanggal lahir : Palangkaraya, 7-5 2008

Umur : 5 bulan

Identitas orang tua / wali

AYAH : Nama : Tn. A

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Padagang kaki lima

Alamat : Jl. Tenggareng I Palangkaraya

IBU : Nama : Ny. H

Pendidikan : SD

Pekerjaan : IRT

Alamat : Jl. Tenggareng I Palangkaraya

II. ANAMNESIS

Kiriman dari : Rumah Sakit Doru Silvanus

Dengan diagnosa : trauma kapitis + kejang

Aloanamnesa dengan : Ibu pasien

Tanggal / jam : 21 Oktober 2008 / 16.45 Wita

10

Page 11: Higroma Subdural

1. Keluhan utama : kejang

2. Riwayat penyakit sekarang :

Kira-kira 9 hari lalu anak mengalami KLLD dan kepala terbentur

aspal. Setelah kejadian tampak bagian hitam mata terbalik ke atas

sehingga yang tampak hanya bagian mata warna putih. Hal ini

berlangsung selama 2 hari berturut-turut. Anak tidak keluar darah dari

hidung maupun telinga. Kira-kira 6 hari lalu anak kejang, saat kejang

mata ke atas, kedua tangan menghentak-hentak. Setelah kejang anak

tidak sadar. Anak juga kemudian ada muntah 2x dalam 1 hari sebanyak

2-3 sendok makan tiap muntah. Anak tampak pucat setelah kecelakaan

hingga 7 hari lalu. Selama dirawat di Rumah Sakit Palangkaraya anak

belum pernah ditransfusi, kemudian 4 hari yang lalu anak dirujuk ke

Rumah Sakit Ulin dan selama 4 hari anak dirawat di ICU.

Sejak masuk Rumah Sakit anak demam, turun dengan obat

penurun panas, tidak ada kejang lagi, tidak ada keluar darah dari

hidung,anak juga tidak ada muntah lagi.

Riwayat penyakit dahulu :

Campak Diare Sesak / manggah

Batuk rejan Kuning Eksim

TBC Cacing Urtikaria / liman

Difteri Kejang Sakit tenggorokan

Tetanus Demam tifoid ---------------------

11

Page 12: Higroma Subdural

3. Riwayat kehamilan dan persalinan : riwayat ketuban pecah 14 jam

sebelum masuk Rumah Sakit.

Riwayat antenatal : Saat hamil ibu rajin memeriksakan kehamilannya

ke bidan Rumah Sakit tiap bulan

Riwayat natal :

Spontan / tidak spontan : Spontan

Berat badan lahir : 3500 g

Panjang badan lahir : Ibu tidak tahu

Lingkar kepala : Ibu tidak tahu

Penolong : Bidan kampung

Tempat : Rumah

Riwayat neonatal : Langsung menangis, gerak aktif, kulit

kemerahan. Anak tidak pernah menderita

sakit sejak bayi..

4. Riwayat perkembangan :

Tiarap : 4,5 bulan

Merangkak : -

Duduk : -

Berdiri : -

Berjalan : -

Saat ini : anak sudah bisa bermain aktif

Riwayat imunisasi

12

Page 13: Higroma Subdural

Nama Dasar(umur dalam hari/bulan)

Ulangan(umur dalam bulan)

BCG 27 -Polio 0 2 3 4 -Hepatitis B 0 1 6 -DPT 2 3 4 -Campak -

5. Makanan :

0-saat ini : ASI sesuka anak

4 ½ - 5 bulan : mulai makan bubur lumat + lauk ayam lumat + sayur

lumat 2-3x/hari 2-3 sdm habis

6. Riwayat keluarga :

Ikhtisar keturunan : (Gambar skema keluarga dan beri tanda keluarga

yang menderita penyakit sejenis)

= pasien

Susunan keluarga

No Nama Umur L/P Jelaskan : Sehat, Sakit (apa)Meninggal (umur, sebab)

1 Tn. Ahmad 27 th L Sehat2 Ny.

Herawati26 th P Sehat

3 An. Abidin 8 th L Sehat4 An.

Aulianur5 bl P Sakit

7. Riwayat sosial lingkungan :

13

Page 14: Higroma Subdural

Bayi tinggal bersama ibu dan ayahnya di sebuah rumah yang terbuat

dari kayu ukuran 5x6 m, penerangan dan ventilasi cukup. Makan,

minum dan MCK menggunakan air sumur, sampah dibakar.

III. PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan umum : Tampak sakit sedang

GCS : 3– 2 – 3

2. Pengukuran

Tanda vital:Tensi :

Nadi : 178 x/menit, kualitas: reguler, kuat angkat

Suhu : 40,1OC

Respirasi : 60 x/menit, reguler. SaO2 98% tanpa O2

Berat badan : 8 kg ( % standar BB/U)

Panjang/tinggi badan : 66 cm ( % standar PB-TB/U)

( % standar BB/TB)

Lingkar lengan atas : 10,5

Lingkar kepala : 44 cm

3. Kulit : Warna : sawo matang

Sianosis : Tidak ada

Hemangioma : Tidak ada

Turgor : cepat kembali

Kelembaban : cukup

Pucat : Tidak ada

14

Page 15: Higroma Subdural

Lain-lain : Tidak ada

4. Kepala : Bentuk : Mesosefali

UUB : Datar

UUK : Datar

Lain-lain : Tidak ada

Rambut : Warna : Hitam

Tebal / tipis : Tipis

Jarang / tidak (distribusi) : merata

Alopesia : Tidak ada

Lain-lain : Tidak ada

Mata : Palpebra : Tidak edema

Alis dan bulu mata : Tidak mudah dicabut

Konjungtiva : Anemis tidak ada

Sklera : Tidak ikterik

Produksi air mata : cukup

Pupil : Diameter : 2 mm / 2 mm

Simetris : Isokor

Reflek cahaya : +/+

Kornea : Jernih

Telinga : Bentuk : Dalam batas normal

Sekret : Tidak ada

Serumen : Minimal

Nyeri : tidak ada Lokasi : -

15

Page 16: Higroma Subdural

Hidung : Bentuk : Dalam batas normal

Pernapasan cuping hidung : Tidak ada

Sekret : Tidak ada

Epistaksis : Tidak Ada

Lain-lain : -

Mulut : Bentuk : Dalam batas normal

Bibir : Mukosa bibir basah

Gusi : - Tidak Mudah berdarah

-Pembengkakan : Tidak ditemukan

Gigi-geligi : tidak ada

Lidah : Bentuk : Dalam batas normal

Pucat / tidak

Tremor / tidak

Kotor / tidak

Warna : Merah muda

Faring : Hiperemi : sulit dievaluasi

Edem : sulit dievaluasi

Membran / pseudomembran : Tidak ada

Tonsil : Warna : sulit dievaluasi

Pembesaran : sulit dievaluasi

Abses / tidak : sulit dievaluasi

Membran / pseudomembran : sulit dievaluasi

5. Leher :

16

Page 17: Higroma Subdural

- Vena Jugularis : Pulsasi : Tidak meningkat

Tekanan : Tidak meningkat

- Pembesaran kelenjar leher : Tidak ada

- Kaku kuduk : Tidak ada

- Masa : Tidak ada

- Tortikolis : Tidak ada

6. Toraks :

a. Dinding dada / paru

Inspeksi : Bentuk : Dalam batas normal

Retraksi : Tidak ada Lokasi : -

Dispnea : Tidak ada

Pernapasan : Abdominal

Palpasi : Fremitus fokal : Simetris kanan – kiri

Perkusi : Sonor / sonor

Auskultasi :Suara napas dasar : Bronko-Vesikuler

Suara napas tambahan: Ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

b. Jantung :

Inspeksi : Iktus : Tidak terlihat

Palpasi : Apeks : Tidak teraba Lokasi : -

Thrill : Tidak ada

Perkusi : Batas kanan : ICS II LPS Dex – ICS IV LPS Dex

Batas kiri : ICS II LPS Sin – ICS IV LMK Sin

17

Page 18: Higroma Subdural

Batas atas : ICS II LPS Dex – ICS IV LPS Sin

Auskultasi :Frekuensi : 178 X / menit, Irama : reguler

Suara dasar : S1 = S2 tunggal

Bising : Tidak ada Derajat : -

Lokasi : -

Punctum max : -

Penyebaran : -

7. Abdomen :

Inspeksi : Bentuk : supel

Lain-lain : -

Palpasi : Hati : Tidak teraba

Lien : Tidak teraba

Ginjal : Tidak teraba

Masa : Tidak teraba

Ukuran : -

Lokasi : -

Permukaan : -

Konsistensi : -

Nyeri : Tidak ada

Perkusi : Timpani / pekak : Timpani

Ascites : (-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal

8. Ekstremitas :

18

Page 19: Higroma Subdural

Umum : Akral hangat, tidak ada edema dan

tidak ada parese

Neurologis :

Lengan TungkaiKanan Kiri Kanan Kiri

Gerakan Bebas Bebas Bebas BebasTonus Normal Normal Normal NormalTrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi EutrofiKlonus Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak adaReflek fisiologis BPR: + BPR: + BPR: + BPR: +

KPR: + KPR: + KPR: + KPR: +Reflek patologis Hoffman:- Hoffman:- Hoffman:- Hoffman:-

Tromner:- Tromner:- Tromner:- Tromner:-Sensibilitas Normal normal normal normalTanda meningeal Kaku

kudukTidak ada

Kaku kuduk

Tidak ada

Kaku kudukTidak ada

Kaku kuduk

Tidak ada

9. Susunan saraf N.I – N.XII : dalam batas normal

10. Genitalia : ♀, tidak ada kelainan

11. Anus : (+), tidak ada kelainan

IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM SEDERHANA

PEMERIKSAAN 31-10-2008 RUJUKAN SATUANHEMATOLOGIHemoglobin 7,9 12,0 – 16,0 g/dlLekosit 13.100 4,0 – 10,5 ribu/ulEritrosit 3,25 3,90 – 5,50 juta/ulHematokrit 25 35 – 45 vol%Trombosit 204 150 – 350 ribu/ulHITUNG JENISNeutrofil % 46,6 50 – 70 %Limfosit % 44,9 25 – 40 %MID % 10,5 4 – 11 %GULA DARAHGlukosa darah sewaktu (BSS)

113 < 200 mg/dL

Hasil Pemeriksaan Penunjang Lainnya

19

Page 20: Higroma Subdural

Urin : -

Feses : -

Hasil Pemeriksaan Ct Scan 18-10-2008: higroma subdural

V. RESUME

Nama : An. A

Jenis kelamin : perempuan

Umur : 5 bulan

Berat badan : 8 kg

Keluhan utama : kejang

Uraian : riwayat KLLD (+) 9 hari lalu, kejang (+), muntah (+), pucat

(+), demam (+). Sekarang demam (+), kejang (-), muntah (-).

Kesadaran umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis GCS : 3 – 2 – 3

Tensi : -

20

Page 21: Higroma Subdural

Denyut nadi : 178 x/menit, reguler

Pernapasan : 60 x/menit, cepat, dangkal, reguler

Suhu : 40,1oC

Kulit : turgor cepat kembali, kelembaban cukup

Kepala : Mesosefali, UUB datar

Mata : Anemis (+), ikterik (-)

Telinga : Simetris, sekret (-)

Mulut : Mukosa bibir basah

Toraks / paru : retraksi (-), Sn. Bronkovesikuler, rhi (-/-), whh (-/-)

Jantung : S1 = S2 tunggal, bising (-)

Abdomen : supel, H/L/M tidak teraba

Ekstremitas : Akral hangat, edem (-), parese (-)

Susunan saraf : NI-NXII tidak ada kelainan

Genital : ♀ normal

Anus : (+) normal

VI. DIAGNOSIS

1. Diagnosa banding :

- observasi konvulsi et causa Trauma kapitis + subdural hygroma

- observasi konvulsi et causa epilepsi post traumatika

2. Diagnosa kerja : observasi konvulsi e.c Trauma kapitis + subdural

hygroma

3. Status Gizi :

21

Page 22: Higroma Subdural

NCHS – WHO: BB/U = (8 – 6,7)/08 = 1,62(normal)

TB/U = (66 – 64)/2,6 = 0,76 (normal)

BB/TB = (8 – 7,3)/0,8 = 0,88 (normal)

CDC 2000 : 8/7,4 x 100% = 108,11 % (normal)

VII. PENATALAKSANAAN

Konsul dr.SpBS, advis: Terapi konservatif:

O2 2 lpm nasal

IVFD D% ¼ NS 9 tpm

Inj.trixone 2x250 mg

P.O : sanmol 3x1 cth

Stesolid rectal 5 mg bila kejang

VIII. USUL PEMERIKSAAN

- CT Scan

IX. PROGNOSIS

Quo ad vitam : Dubia ad bonam

Quo ad functionam : Dubia ad bonam

Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

X. PENCEGAHAN

- Selalu waspada agar sedapat mungkin menghindari trauma

22

Page 23: Higroma Subdural

XI. FOLLOW UP (Oktober 2008)

Pemeriksaan Tanggal

18 19 20 21 22 23 24

Subjektif Kejang - - - - - - -Panas + - - + - + -Muntah - - - - - - -Menangis - - +

tidak kuat

+kuat

+kuat

+kuat

+kuat

Menyusu - - - - +kuat

+kuat

+kuat

BAB - - - + cair 3x

- - -

BAK + + + + + + +Objektif GCS 3-2-3 3-2-3 3-3-4 3-4-5 3-4-5 3-5-5 3-5-5SaO2 (%) 86

dengan ½ lpm

100 dengan 3 lpm

Kulit = Anemis Ikterik Kelembaban

cukup Turgor cepat

kembali

--+

+

--+

+

--+

+

--+

+

--+

+

--+

+

--+

+

Kepala = Mesosefali UUB datar

++

++

++

++

++

++

++

Mata = Anemis Ikterik Edem

+--

+--

+--

+--

+--

+--

+--

Hidung = PCH Sekret

--

--

+-

--

--

--

--

Telinga = Sekret - - - - - - -Mulut = Mukosa bibir + + + + + + +

23

Page 24: Higroma Subdural

basah Sianosis - - - - - - -Leher = Kaku kuduk Tortikolis

--

--

--

--

--

--

--

Thorak = Simetris Retraksi

subcostal

+-

+-

+-

+-

+-

+-

+-

Paru = SN.Br.vesikuler Rh Wh

+--

+--

+--

+--

+--

+--

+--

Cor = SiS2 tunggal Bising

+-

+-

+-

+-

+-

+-

+-

Abdomen + Supel H/L/M tidak

teraba BU (+) normal

++

+

++

+

++

+

++

+

++

+

++

+

++

+Ekstremitas Akral hangat Edem Parese

+--

+--

+--

+--

+--

+--

+--

AssesmentObservasi konvulsi e.c trauma capitis +

+ + + + + + +

Higroma subdural +Penatalaksanaan Terapi konservatif:

O2 2 lpm nasal IVFD D% ¼

NS 9 tpm

+ + + + + + +

24

Page 25: Higroma Subdural

Inj.trixone 2x250 mg

P.O : sanmol 3x1 cth

Stesolid rectal 5 mg bila kejang

Tranfusi darah PRC 80 cc

+

NGT + Cek DL, GD,

elektrolit+

Observasi ketat cairan masuk & keluar

+ + +

Rawat ICU + + + + Rawat bersama

dengan bedah +

Pasien pulang pada tanggal 25 Oktober 2008. Sebelumnya pasien dikonsulkan ke dr. SpBS, advis: terapi konservatif

BAB IV

DISKUSI

25

Page 26: Higroma Subdural

Sejak lahir hingga remaja, otak dan bagian intrakranial lainnya akan

mengalami tumbuh kembang baik secara fisiologis maupun anatomis. Cedera

kepala yang terjadi pada masa ini akan berpengaruh pada tumbuh kembang

tersebut. Beberapa hal yang perl

u diketahui terkait perbedaan cedera kepala pada anak dan dewasa antara

lain:1

Kandungan air dalam otak saat lahir mencapai 90%, dan berkurang

menjadi 75% pada saat remaja

Otak bayi baru lahir belum mengalami myelinisasi. Proses ini baru

dimulai sejak saat lahir hingga 4 tahun dimana semua traktus yang

panjang telah mengalami myelinisasi

Perbandingan antara otak dan LCS lebih kecil pada neonatus dan

mencapai perbandingann seperti pada orang dewasa saat usianya

mencapai 4-5 tahun.

Sutura masih terbuka dan mobile, fontanella masih terbuka sampai usia

1 tahun. Tekanan intrakranial yang normal saat fontanella masih

terbuka adalah 3-5 mmHg

Aliran darah otak lebih sedikit dibanding orang dewasa, dengan

metabolisme otak yang lebih rendah. Aliran darah ini akan mencapai

level dewasa pada usia 14-15 tahun

Pada tahun pertama, rasio kepala terhadap badan relatif besar dengan

otot-otot leher yang masih lemah.

26

Page 27: Higroma Subdural

Kejang post trauma dini yang terjadi pada 1 jam pertama setelah kejang

mencapai 30% kasus. Kejang ini lebih sering ditemukan pada cedera kepala berat

dengan frekuensi 2-3% dari seluruh cedera kepala yang memerlukan perhatian

medis. Kejang ini tidak memerlukan pengobatan kecuali jika kejang berlanjut atau

timbul setelah 1 jam pertama. Kadang-kadang bisa timbul status epileptikus post

trauma. Keadaan ini harus diobati dan prognosisnya baik, tidak seperti status

epileptikus pada orang dewasa.1

Kejang merupakan salah satu morbiditas yang ditimbulkan oleh cedera

kepala. Tiap kali kejang beberapa puluh ribu neuron akan mati dan beberapa

puluh ribu lainnya akan cedera. Kejang umumnya post traumatik disebabkan oleh

kerusakan yang terjadi pada lobus frontal, temporal atau parietal. 1

Kejang post traumatika dapat dibedakan atas:1,3

1. Kejang post traumatika dini. Merupakan kejang yang timbul dalam 24 jam

pertama setelah trauma kapitis

2. Kejang post traumatika awal. Merupakan kejang yang terjadi antara hari ke-1

hingga hari ke-7 setelah trauma kapitis

3. Kejang post traumatika lanjut. Merupakan kejang yang timbul lebih dari 1

minggu setelah trauma kapitis

4. Epilepsi post traumatika. Merupakan Kejang post traumatika lanjut yang

timbul secara berulang-ulang dan bukan disebabkan oleh hal lain kecuali

trauma kapitis.

Kejang-kejang yang timbul segera setelah trauma kepala lebih sering

terjadi pada anak-anak dan biasanya akan menghilang dengan sendirinya (Self

27

Page 28: Higroma Subdural

limiting). Aktifitas kejang yang berulang memerlukan pemeriksaan dengan CT

scanning.2 Keadaan timbulnya status epileptikus post trauma pada usia 2 tahun

pertama harus diobati dan biasanya berprognosis baik, tidak seperti status

epileptikus pada orang dewasa.1

Pada kasus ini diagnosis Observasi konvulsi e.c trauma kapitis + higroma

subdural didasarkan atas anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang.

Dari anamnesis terdapat riwayat KLLD disertai muntah dan kejang.

Keluhan utama yang mendorong orang tua membawa anaknya adalah adanya

kejang. Sebagaimana diketahui kejang merupakan salah satu morbiditas yang

ditimbulkan oleh cedera kepala.

Dari pemeriksaan fisik diperoleh hasil berupa febris, penurunan kesadaran

atau nilai GCS rendah (kurang dari 9). Sedangkan pemeriksaan penunjang CT

Scan menunjukkan suatu massa higroma subdural. Pada kasus ini, selama

observasi tidak terdapat tanda-tanda akan peningkatan tekanan intrakranial.

Dimana tindakan operasi berupa dekompresi diindikasikan oleh adanya lesi massa

desak ruang yang menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial, bila tidak ada

lessi massa desak ruang, dapat diterapkan tindakan-tindakan konservatif berupa :3

1. Knock down atau induced coma dimana aktivitas neuron diturunkan dan

metabolisme direndahkan dengan harapan bahwa kebutuhan energi relatif

dapat dikurangi, vasokonsrtiksi, dan penurunan aliran darah serebral

(CBF) sehingga tekanan intrakranial turun.

28

Page 29: Higroma Subdural

2. Hiperventilasi, dimana dengan menurunnya PCO2 akan menyebabkan

vasokonstriksi dan berkurangnya aliran darah serebral sehingga tekanan

intrakranial menurun.

3. Drainase eksternal likuor kontinu dengan memasukan kateter kedalam

ventrikel sehingga akumulasi likuor dapat dihindari. Cara ini sekaligus

dimaksudkan untuk pemantauan tekanan intrakranial.

4. Mannitol 20% intravena dengan dosis 1-2 mg/kgbb yang diberikan secara

cepat. Pemberian ini didasari oleh timbulnya gradasi osmotik antara

plasma dan jaringan otak sehingga cairan interstisiel diharapkan dapat

tertarik ke rongga intravaskuler dan mengurangi tekanan intrakranial.

Gejala-gejala klinis adanya peningkatan tekanan intrakranial yang dikenal

dengan istilah trias Cushing adalah :3

1. Penurunan kesadaran sampai koma

2. Muntah proyektil

3. Peningkatan tekanan darah

4. Bradikardi

Terapi yang diberikan pada pasien ini berupa perawatan konservatif (non

bedah). Perawatan konservatif ini atas advis konsulen, dengan pertimbangan

bahwa tidak terdapat indikasi bedah dengan tidak ditemukan tanda-tanda

peningkatan tekanan inrakranial otak dan pada CT Scan tidak menunjukkan

pergeseran midline melebihi 5 mm, tidak terdapat massa dengan volume melebihi

20 cc. Dimana klasifikasi Diffuse brain injury berdasarkan CT kepala dibedakan

atas :1

29

Page 30: Higroma Subdural

1. Grade 1 : tidak terdapat kelainan patologi yang terlihat pada CT.

2. Grade 2 : cisterna masih tampak, midlini shift < 5 mm, tidak terdapat

lesi berdensitas tinggi atau campuran yang >25 ml

3. Grade 3 : Cisterna kompres atau hilang, midline shift < 5 mm, tidak

terdapat lesi berdensitas tinggi atau campuran yang > 25 ml.

4. Grade 4 : cisterna kompres atau hilang, midline shift > 5mm.

CT scan pada anak yang dibuat beberapa hari kemudian (7-10 hari setelah

cedera) sering memperlihatkan dilatasi ventrikel ringan dan sering disertai koleksi

CSS ekstraserebral didaerah frontal. Koleksi CSS ini bukan subdural hygrome dan

tidak membutuhkan operasi drainage.1 Pada kasus ini CT scan dilakukan setelah 9

hari post trauma.

Kebocoran CSS pada cedera kepala akan berhenti sendiri. Jika robekan

durameter terjepit pada garis fraktur dan menyebabkan kebocoran terus menerus,

maka perlu tindakan operatif. Pengobatan non operatif dapat dicoba hingga dua

minggu dengan berbagai manipulasi, misalnya dengan pemberian asetazolamid

untuk mengurangi poduksi CSS, pemasangan drain lumbal untuk mengalirkan

sebagian CSS, pemberian antibiotika yang adekuat untuk mengatasi infeksi

(bukan untuk mencegah infeksi), posisi penderita head up 300.1

Dari segi mortalitas dan morbiditas secara neurologis, hasil akhir cedera

kepala pada anak biasanya baik. Mortalitas mencapai 10-20% pada anak dengan

GCS 8 atau kurang. Pada beberapa laporan, anak dengan GCS 5 atau lebih tanpa

syok, mortalitas mencapai 10 persen, sedangkan anak dengan GCS dibawah 5,

mortalitas mencapai 50-70%. Syok akan memperburuk hasil akhir.1 Berdasarkan

30

Page 31: Higroma Subdural

literatur lain prognosis higroma sendiri berprognosis baik, tetapi prognosis lebih

ditentukan oleh cedera otak primernya.8 Pada kasus ini, cedera kepala terjadi

pada anak dengan komplikas post trauma berupa subdural higroma tanpa adanya

tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial selama observasi ketat di unit

perawatan intesif care (PICU) dan tidak diketahui dengan jelas adanya cedera otak

primer karena pada pemeriksaan CT scan tidak ditemukan cedera otak primer dan

CT-scan dilakukan setelah 9 hari post cedera kepala yang dapat mengaburkan

adanya subdural higroma. Sehingga prognosis pada kasus ini adalah dubia ad

bonam.

31

Page 32: Higroma Subdural

BAB III

PENUTUP

Telah dilaporkan sebuah kasus Observasi konvulsi e.c trauma kapitis +

higroma subdural didasarkan atas anamnesis terdapat riwayat KLLD disertai

muntah dan kejang, didukung pemeriksaan fisik berupa febris, penurunan

kesadaran atau nilai GCS rendah (kurang dari 9) dan pemeriksaan penunjang CT

Scan. Terapi yang diberikan berupa perawatan konservatif. Prognosis pada kasus

ini adalah dubia ad bonam. Pasien dipulangkan pada tanggal 25 Oktober 2008

dengan keadaan membaik dibandingkan keadaan pada saat masuk Rumah Sakit.

32

Page 33: Higroma Subdural

DAFTAR PUSTAKA

1. Iskandar J. Cedera Kepala. Jakarta: Gramedia, 2004. h.2-5

2. American College of Surgeons. Advanced Trauma Life Support (ATLS).United States of America : American College of Surgeons Commite on Trauma, 1997.h.194-236

3. Listiono LD. Ilmu bedah saraf satyanegara Edisi III. Jakarta: Gramedia, 1990. h.175

4. Zanini MA, Resende LAL, Freitas CCM, Yamashita S. Traumatic Subdural Hygroma Five Cases With Changed Density And spontaneous resolution. Arq Neuropsiquiatr 2007;65(1):68-72

5. Shu-qing Y, Ji-sheng W, Nan J. Compressive brainstem deformation resulting from subdural hygroma after neurosurgery: a case report. Chinese Medical Journal 2008; 121(11):1055-1056

6. Cofiar M, Eser O, Aslan A, Ela Y. Rapid Resolution of Acute Subdural Hematoma and Effects on the Size of Existent Subdural Hygroma: A Case Report. Turkish Neurosurgery 2007, Vol: 17, No: 3, 224-227

7. VandenBerg JSP, Sijbrandy SE, Meijer AH, Oostdijk AHJ. Subdural Hygroma: A Rare Complication of Spinal Anesthesia. Anesth Analg 2002;94:1625–7

8. Sjamsuhidajat R, Jong WD. Buku ajar ilmu bedah. Jakarta: EGC, 1997. h.1110

33

Page 34: Higroma Subdural

9. Kerr RCS, Maartens N. The cranium (scalp, skull, brain). Dalam: Bailey Surgical textbook. h.382

10. Anonym. Traumatic brain injury. 2002. [online] available from URL: http://www.braininjury.com/

11. Stein SC. Chronic subdural hematoma. 2008. [online]. Available from URL: http://www.medlink.com/

 

Laporan Kasus

HIGROMA SUBDURAL

Oleh :

Aulia Rahmatina SofiaNIM. I1A000060

Pembimbing :

dr. H. Hasni Hasan Basri, Sp. A

34

Page 35: Higroma Subdural

BAGIAN / SMF ILMU KESEHATAN ANAKFK UNLAM – RSUD ULIN

BANJARMASIN

November, 2008

35