Upload
vonga
View
233
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT
TRIWULAN IV-2008
KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG
Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 – 4230223 Fax : 022 – 4214326
Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil. Misi Bank Indonesia Mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui pemeliharaan kestabilan moneter dan pengembangan stabilitas sistem keuangan untuk pembangunan nasional jangka panjang yang berkesinambungan. Nilai-nilai Strategis Bank Indonesia Nilai-nilai yang menjadi dasar organisasi, manajemen dan pegawai untuk bertindak atau berperilaku yaitu kompetensi, integritas, transparansi, akuntabilitas dan kebersamaan. Visi Kantor Bank Indonesia Bandung Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. Misi Kantor Bank Indonesia Bandung Berperan aktif dalam mendukung pembangunan ekonomi daerah melalui peningkatan pelaksanaan tugas bidang ekonomi moneter, sistem pembayaran, pengawasan bank serta memberikan saran kepada pemerintah daerah dan lembaga terkait lainnya. Tugas Pokok Bank Indonesia Bandung adalah sebagai berikut : 1. Memberikan masukan kepada Kantor Pusat tentang kondisi ekonomi dan keuangan daerah di
wilayah kerjanya; 2. Melaksanakan kegiatan operasional sistem pembayaran tunai dan/atau non tunai sesuai dengan
kebutuhan ekonomi daerah di wilayah kerjanya; 3. Melaksanakan pengawasan terhadap perbankan di wilayah kerjanya; 4. Memberikan saran kepada Pemerintah Daerah mengenai kebijakan ekonomi daerah, yang
didukung dengan penyediaan informasi berdasarkan hasil kajian yang akurat; 5. Mengelola sumber daya internal yang dibutuhkan sebagai faktor pendukung terlaksananya fungsi-
fungsi utama.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat dan karunia-
Nya, buku “Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Barat Triwulan IV-2008” ini dapat diselesaikan.
Hasil kajian kami atas perkembangan ekonomi regional Provinsi Jawa Barat memberikan gambaran
bahwa krisis ekonomi global di paruh kedua tahun 2008 mulai terasa dampaknya terhadap
perekonomian Jawa Barat pada triwulan IV-2008. Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan
tersebut diperkirakan tumbuh 5,90% (yoy), lebih lambat dibandingkan triwulan sebelumnya, yang
tumbuh 6,38% (yoy). Perlambatan tersebut disebabkan oleh penurunan ekspor sebagai akibat dari
pelemahan daya beli pasar luar negeri. Selain itu, konsumsi rumah tangga juga mengalami
perlambatan yang disebabkan oleh ekspektasi penurunan daya beli konsumen domestik. Dari sisi
sektoral, penurunan kinerja terjadi pada sektor perdagangan, hotel, dan restoran, serta sektor
pertanian.
Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan
ekonomi global. Seiring dengan pelemahan permintaan internasional, harga komoditas mengalami
penurunan sejak semester kedua 2008. Sementara itu, depresiasi nilai tukar rupiah pada triwulan
laporan memberikan dampak yang relatif terbatas terhadap inflasi. Dari sisi domestik, penurunan
permintaan pasca bulan Ramadhan juga mengakibatkan berkurangnya tekanan inflasi. Faktor-faktor
tersebut mengakibatkan inflasi Jawa Barat pada triwulan IV-2008 tercatat sebesar 11,11% (yoy)
mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 12,30%.
Pengaruh krisis global kepada dunia perbankan semakin terasa imbasnya pada triwulan
laporan yang tercermin dari perlambatan kredit khususnya secara triwulanan. Pada triwulan IV-2008,
laju pertumbuhan kredit hanya sebesar 4,98% (qtq) lebih kecil dari triwulan sebelumnya yang sebesar
6,35%. Namun demikian, Dana Pihak Ketiga (DPK) pada triwulan IV-2008 tetap mengalami
peningkatan pertumbuhan dari 1,08% (qtq) menjadi 9,77%. Sejalan dengan perkembangan kedua
indikator tersebut, Loan to Deposit Ratio (LDR) mengalami penurunan dari 79,13% pada triwulan III-
2008 menjadi 75,68% pada triwulan IV-2008. Sementara itu, risiko kredit masih terkendali, tercermin
dari indikator Non Performing Loans (NPL) sebesar 3,78%.
Di lain pihak, keuangan daerah yang bersumber dari APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah) mampu menopang pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan ini. Sampai dengan
triwulan III-2008, realisasi belanja Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah mencapai 64,20% dari
anggaran yang direncanakan, sehingga realisasi pada akhir tahun 2008 diperkirakan akan mencapai
90%-95%. Belanja program terbesar yang dialokasikan pemerintah provinsi, yaitu program
pembangunan infrastruktur di sektor transportasi dan komunikasi. Hingga akhir Desember angka
realisasinya telah mencapai 98,81%. Hal ini merupakan suatu kinerja yang positif, mengingat realisasi
belanja pemerintah provinsi merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong kegiatan ekonomi
masyarakat. Sementara itu, pendapatan pemerintah provinsi hingga akhir tahun 2008 diperkirakan
i
akan melebihi target APBD 2008. Hal ini tercermin dari besarnya angka realisasi pendapatan yang
sampai dengan triwulan III-2008 telah mencapai 96,78%. Peningkatan pendapatan pemerintah
provinsi pada tahun 2008 disebabkan oleh besarnya penerimaan dari pajak kendaraan bermotor dan
bea balik nama kendaraan bermotor.
Perlambatan ekonomi juga mempengaruhi kondisi ketenagakerjaan di Jawa Barat, terutama
dirasakan pada sektor ekonomi yang berorientasi ekspor. Selain itu, terdapat beberapa sektor yang
juga mengalami penurunan kinerja yang berdampak kepada penyerapan tenaga kerja. Berdasarkan
hasil survei kegiatan dunia usaha pada triwulan IV-2008, sebagian besar kalangan pengusaha
menyatakan bahwa terdapat penurunan jumlah karyawan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Penurunan jumlah karyawan, antara lain terjadi pada sektor pertambangan dan penggalian, listrik,
gas, dan air bersih, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, serta beberapa subsektor industri
pengolahan. Sementara itu, di sisi kesejahteraan, tingkat kesejahteraan petani relatif tidak banyak
mengalami perubahan, tercermin dari Nilai Tukar Petani (NTP) yang hanya mengalami sedikit
peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya.
Imbas dari krisis keuangan global diperkirakan semakin terasa pada perekonomian Jawa Barat
di periode triwulan I-2009. Secara tahunan laju pertumbuhan ekonomi diperkirakan melambat dengan
kisaran 5,20%-5,60% (yoy). Sementara itu, penurunan tekanan inflasi diperkirakan akan terus
berlanjut, sehingga angka inflasi pada triwulan I-2009 akan mengalami penurunan menjadi 8,5% –
9,5%.
Penyusunan kajian ini merupakan hasil analisa kami terhadap berbagai data dan informasi
yang kami peroleh melalui kerjasama dengan berbagai pihak. Untuk itu, perkenankanlah kami pada
kesempatan ini, mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah
membantu penulisan buku ini. Kami menyadari bahwa cakupan serta kualitas data maupun informasi
yang disajikan dalam buku ini masih perlu untuk disempurnakan. Oleh karena itu, kritik maupun saran
tetap kami harapkan dalam rangka penyempurnaan buku ini. Kiranya kerjasama yang telah berjalan
baik dengan berbagai pihak selama ini dapat terus ditingkatkan di masa yang akan datang.
Akhir kata, kami berharap semoga buku ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Semoga Tuhan
Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan ridha-Nya dan melindungi setiap langkah kita.
Bandung, 3 Februari 2009
Yang Ahmad Rizal Pemimpin
ii
DAFTAR ISI Kata Pengantar ....................................................................................................................... i Daftar Isi ................................................................................................................................. iii Daftar Tabel............................................................................................................................ v Daftar Grafik........................................................................................................................... vi Tabel Indikator Ekonomi Jawa Barat........................................................................................ ix RINGKASAN EKSEKUTIF .......................................................................................................... 1 BAB 1 KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL ........................................................................... 5
1. Sisi Permintaan.................................................................................................................. 6 1.1. Konsumsi ................................................................................................................ 7 1.2. Investasi .................................................................................................................. 10 1.3. Ekspor-Impor ........................................................................................................... 13
2. Sisi Penawaran............ ...................................................................................................... 16 2.1. Sektor Pertanian......................................................................................................... 17 2.2. Sektor Industri Pengolahan......................................................................................... 19 2.3. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran.................................................................... 21 2.4. Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan.................................................... 22 2.5. Sektor Bangunan ....................................................................................................... 23 2.6. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi ....................................................................... 24 2.7. Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih ................................................................................ 25 2.8. Sektor Jasa-jasa.......................................................................................................... 26 Boks 1. Prospek Pengembangan Komoditas Kedelai di Jawa Barat ..................................... 27 Boks 2. Program Pengembangan Klaster Paprika di Jawa Barat .......................................... 30
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH ........................................................................... 32
1. Inflasi Triwulanan ............................................................................................................. 33 1.1. Inflasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa .............................................................. 35
Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau..................................... 36 Kelompok Bahan Makanan...................................................................................... 37 Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga .......................................................... 38 Kelompok Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan........................................... 39
1.2. Inflasi Menurut Kota ................................................................................................ 40 2. Inflasi Tahunan ................................................................................................................. 42
2.1. Inflasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa ............................................................... 42 2.2. Inflasi Menurut Kota ................................................................................................. 43
Boks 3. Rantai Distribusi dan Rantai Nilai Komoditas Beras di Jawa Barat................................. 45 Boks 4. Distribusi Volatile Foods di Jawa Barat......................................................................... 48
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH .................................................................. 51
1. Bank Umum Konvensional ................................................................................................ 52 1.1. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga Bank Umum Konvensional..................................... 53 1.2. Penyaluran Kredit Bank Umum Konvensional ............................................................. 55
1.2.1. Kredit yang Disalurkan Bank Umum Konvensional di Jawa Barat ...................... 55 1.2.2. Kredit Bank Umum Nasional yang Berlokasi Proyek di Jawa Barat ...................... 56 1.2.3. Persetujuan Plafon Kredit Baru oleh Bank Umum Konvensional ........................ 58 1.2.4. Kualitas Kredit ................................................................................................. 58 1.2.5. Perkembangan Kredit Mikro, Kecil, dan Menengah (MKM) .............................. 59
2. Kinerja Bank Umum Konvensional yang Berkantor Pusat di Jawa Barat............................... 61 3. Bank Umum Syariah ......................................................................................................... 62 4. Bank Perkreditan Rakyat ................................................................................................... 62 Boks 5. Perkembangan Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Jawa Barat tahun 2008........................... 63
iii
BAB 4 PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH .................................................................... 66 1. Perubahan APBD Jawa Barat................ ........................................................................ 67 2. Pendapatan Daerah............................................................................................................. 67
3. Belanja Daerah .................................................................................................................. 69 Boks 6. Program Pembangunan dan APBD Provinsi Jawa Barat Tahun 2009 ............................ 72
BAB 5 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN .................................................................. 76 1. Pengedaran Uang Kartal.................................................................................................. 77
1.1. Aliran Uang Kartal Masuk/Keluar (Inflow/Outflow) ................................................... 77 1.2. Penyediaan Uang Kartal Layak Edar ......................................................................... 79 1.3. Penukaran Uang Pecahan Kecil................................................................................ 79 1.4. Uang Palsu .............................................................................................................. 80
2. Sistem Pembayaran Non Tunai......................................................................................... 80 2.1. Kliring Lokal ............................................................................................................ 80 2.2. Real Time Gross Settlement (RTGS) .......................................................................... 81
BAB 6 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH.......... 82
1. Ketenagakerjaan ............................................................................................................. 84 2. Kesejahteraan.................................................................................................................. 87
Bantuan Langsung Tunai ................................................................................................. 87 Kesejahteraan Petani ....................................................................................................... 87
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH ....................................................................................... 91
1. Prospek Ekonomi Makro.................................................................................................. 91 2. Prakiraan Inflasi ............................................................................................................... 91
LAMPIRAN............................................................................................................................................ 95 DAFTAR ISTILAH ................................................................................................................................... 100
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Barat Dari Sisi Permintaan (%) ......... 7 Tabel 1.2. Kontribusi Komponen Sisi Permintaan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy)
Provinsi Jawa Barat (%)................................................................................................... 7 Tabel 1.3. Realisasi Investasi di Jawa Barat Menurut Sektor Usaha Tahun 2008 ................................ 11 Tabel 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Barat Dari Sisi Penawaran (%).................. 16 Tabel 1.5. Kontribusi Sektor Ekonomi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa
Barat (%)........................................................................................................................ 17 Tabel 1.6. Produksi Padi (Sawah dan Ladang) di Jawa Barat ............................................................. 18 Tabel 1.7. Perkembangan Komoditas Jagung di Jawa Barat ............................................................. 18 Tabel 1.8. Perkembangan Komoditas Kedelai di Jawa Barat ............................................................. 18 Tabel 1.9. Indikator Perhotelan di Jawa Barat .................................................................................. 22 Tabel 1.10. Nilai Tambah Bank Umum di Jawa Barat (Rp Miliar) ......................................................... 22 Tabel 1.11. Perkembangan Persewaan Bangunan.............................................................................. 23 Tabel 1.12. Perkembangan Properti Komersial ................................................................................. 23 Tabel 1.13. Jumlah Penumpang Kereta Api Daerah Operasi Jawa Barat (Bandung dan Cirebon) (Juta
Penumpang)................................................................................................................. ... 24 Tabel 1.14. Jumlah Penumpang Domestik dan Internasional di Bandara Husein Sastranegara............. 24 Tabel 1.15. Pemakaian Listrik di Jawa (Juta Kwh)............................................................................... 25 Tabel 2.1. Inflasi Triwulanan di Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%)........................ 35 Tabel 2.2. Inflasi Triwulanan di Jawa Barat Menurut Kota (% )......................................................... 40 Tabel 2.3. Inflasi Triwulanan Jawa Barat Menurut Kota dan Kelompok Barang dan Jasa (qtq,%)...... 41 Tabel 2.4. Inflasi Tahunan Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%) ............................... 42 Tabel 2.5. Inflasi Triwulanan di Jawa Barat menurut Kota (%)........................................................... 43 Tabel 2.6. Inflasi Tahunan Jawa Barat Menurut Kota dan Kelompok Barang dan Jasa (%)...... ......... 44 Tabel 3.1. Empat Kabupaten/Kota dengan Rasio NPL Tertinggi......................... ............................... 58 Tabel 3.2. Empat Kabupaten/Kota dengan Rasio NPL Terendah.................. ..................................... 58 Tabel 4.1. Realisasi APBD Pemerintah Provinsi Jawa Barat Triwulan III-2008...................................... 66 Tabel 4.2. APBD dan APBD-P Pemerintah Provinsi Jawa Barat Tahun 2008....................................... 67 Tabel 4.3. Realisasi Pendapatan Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Barat Triwulan II dan III Tahun
2008............................................................................................................................... 68 Tabel 4.4. Realisasi Belanja Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Barat Triwulan II dan III Tahun
2008............................................................................................................................... 69 Tabel 4.5. Lima Program Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan Jumlah Anggan Terbesar.............. 70 Tabel 4.6. APBD Pemerintah Provinsi Jawa Barat Tahun 2008 dan 2009........................................... 74 Tabel 4.7. Dana Tugas Pembantuan Provinsi Jawa Barat tahun 2009................................................ 75 Tabel 4.8. Dana Dekonsentrasi Provinsi Jawa Barat Tahun 2009....................................................... 75 Tabel 5.1. Perkembangan Outflow Uang Kertas dan Uang Logam melalui Bank Indonesia Bandung. 78 Tabel 5.2. Perkembangan Transaksi Kliring Lokal Rata-rata per Bulan di Jawa Barat (Rp Triliun) ........ 81 Tabel 5.3. Perkembangan Transaksi RTGS di Jawa Barat .................................................................. 81 Tabel 6.1. Saldo Bersih Jumlah Karyawan Triwulan IV-2008 ........................................................... 87 Tabel 6.2. Nilai Tukar Petani di Jawa Barat Bulan September dan November 2008 (2007 = 100) ...... 88 Tabel 6.3. Nilai Tukar Petani per Subsektor di Jawa Barat Bulan September dan November 2008
(2007 = 100) .................................................................................................................. 89 Tabel 6.4. Perbandingan NTP di 5 Provinsi di Pulau Jawa Bulan September dan November 2008
(2007 = 100) .................................................................................................................. 89
v
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1.1. Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Provinsi Jawa Barat....................................................... 6 Grafik 1.2. Indeks Keyakinan Konsumen ........................................................................................... 7 Grafik 1.3. Komponen Indeks Ekspektasi ..................................................................................... 8 Grafik 1.4. Komponen Indeks Keyakinan Saat Ini............................................................................... 8 Grafik 1.5. Konsumsi Bahan Bakar ................................................................................................... 8 Grafik 1.6. Penjualan Perlengkapan Rumah Tangga........................................................................... 9 Grafik 1.7. Penjualan Pakaian dan Perlengkapannya.......................................................................... 9 Grafik 1.8. Posisi Baki Debet Kredit Konsumsi Bank Umum di Jawa Barat ....................................... 9 Grafik 1.9. Penyaluran Kredit Baru untuk Penggunaan Konsumsi oleh Bank Umum di Jawa Barat ...... 9 Grafik 1.10. Relisasi Investasi di Jawa Barat Berdasarkan Nilai .............................................................. 10 Grafik 1.11. Realisasi Investasi di Jawa Barat Berdasarkan Jumlah Proyek ............................................. 10 Grafik 1.12. Porsi Realisasi Investasi Berdasarkan Investor .................................................................... 11 Grafik 1.13. Impor Barang Modal........................................................................................................ 12 Grafik 1.14. Impor Barang Modal Utama ............................................................................................ 12 Grafik 1.15. Penjualan Semen di Jawa Barat........................................................................................ 12 Grafik 1.16. Penjualan Perlengkapan Konstruksi.................................................................................. 12 Grafik 1.17. Posisi Penyaluran Kredit Investasi oleh Bank Umum di Jawa Barat..................................... 13 Grafik 1.18. Penyaluran Kredit Baru Jenis Penggunaan Investasi oleh Bank Umum di Jawa Barat.......... 13 Grafik 1.19. Nilai dan Volume Ekspor Jawa Barat ................................................................................ 14 Grafik 1.20. Nilai dan Volume Impor Jawa Barat.................................................................................. 14 Grafik 1.21. Nilai dan Volume Ekspor Mesin dan Pesawat Mekanik, Perlengkapan Elektronik dan
Bagiannya ....................................................................................................................... 15 Grafik 1.22. Nilai dan Volume Ekspor Tekstil dan Barang dari Tesktil.................................................... 15 Grafik 1.23. Nilai dan Volume Impor Mesin dan Pesawat Mekanik, Perlengkapan Elektronik dan
Bagiannya ....................................................................................................................... 15 Grafik 1.24. Nilai dan Volume Impor Kendaraan, Pesawat Terbang, Kendaraan dan Perlengkapannya . 15 Grafik 1.25. Nilai Ekspor Jawa Barat Berdasarkan Negara Tujuan ......................................................... 16 Grafik 1.26. Luas Panen per Musim Tanam Padi Jawa Barat................................................................. 17 Grafik 1.27. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Pertanian ............................. 19 Grafik 1.28. Nilai dan Volume Ekspor Mesin dan Pesawat Mekanik, Perlengkapan Elektronik dan
Bagiannya Serta Kendaraan, Pesawat Terbang, Kendaraan dan Perlengkapannya............. 20 Grafik 1.29. Nilai dan Volume Ekspor Produk Tekstil dan Barang dari Tesktil serta Alas Kaki, Tutup
Kepala, Payung dan Bunga Tiruan.................................................................................... 20 Grafik 1.30. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Industri Pengolahan ............. 21 Grafik 1.31. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Perdagangan, Hotel dan
Restoran........................... ............................................................................................... 22 Grafik 1.32. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Konstruksi ........................... 23 Grafik 1.33. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Pengangkutan dan
Komunikasi ..................................................................................................................... 25 Grafik 1.34. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih.... 26 Grafik 1.35. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Jasa Dunia Usaha dan Sosial. 26 Grafik 1.36. Metode Analisa Penelitian ................................................................................................ 28 Grafik 2.1. Inflasi Triwulanan Jawa Barat dan Nasional ...................................................................... 32 Grafik 2.2. Inflasi Tahunan Jawa Barat dan Nasional.......................................................................... 32 Grafik 2.3. Perkembangan Harga Komoditas-komoditas Internasional................................................ 33 Grafik 2.4. Inflasi Bulanan Jawa Barat dan Nasional........................................................................... 33 Grafik 2.5. Perkembangan Harga Barang dan Jasa Menurut Pengusaha............................................. 34 Grafik 2.6. Ekspektasi Pedagang Eceran terhadap Harga Barang dan Jasa.......................................... 34 Grafik 2.7. Ekspektasi Konsumen terhadap Harga Barang dan Jasa.................................................... 34 Grafik 2.8. Ekspektasi Konsumen terhadap Pendapatan dan Konsumen............................................. 35 Grafik 2.9. Inflasi dan Andil Inflasi Jawa Barat Triwulanan Menurut Kelompok Barang dan Jasa
Triwulan IV-2008............................................................................................................. 36
vi
Grafik 2.10. Inflasi Triwulanan Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau di Jawa Barat .............................................................................................................................. 36
Grafik 2.11. Inflasi Triwulanan Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau di Jawa Barat Menurut Subkelompok Triwulan IV-2008... ..................................................................... 36
Grafik 2.12. Inflasi Triwulanan Kelompok Bahan Makanan di Jawa Barat ............................................ 37 Grafik 2.13. Inflasi Triwulanan Kelompok Bahan Makanan di Jawa Barat Menurut Subkelompok
Triwulan IV-2008 ............................................................................................................ 37 Grafik 2.14. Inflasi Triwulanan Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga di Jawa Barat ............... 38 Grafik 2.15. Inflasi Triwulanan Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga di Jawa Barat Menurut
Subkelompok Triwulan IV-2008 ...................................................................................... 38 Grafik 2.16. Inflasi Triwulanan Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan di Jawa Barat. 39 Grafik 2.17. Inflasi Triwulanan Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan di Jawa Barat
Menurut Subkelompok Triwulan IV-2008 ........................................................................ 39 Grafik 2.18. Pergerakan Harga Minyak WTI.......................................................................................... 39 Grafik 2.19. Inflasi dan Andil Inflasi Triwulanan di Jawa Barat Menurut Kota Triwulan IV-2008 ........... 41 Grafik 2.20. Inflasi Tahunan di Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa Tahun 2008 .............. 42 Grafik 2.21. Inflasi dan Andil Inflasi Tahunan di Jawa Barat Menurut Kota Triwulan IV-2008 ............... 44 Grafik 3.1. Perkembangan Aset, DPK dan Kredit Bank Umum Konvensional...................................... 53 Grafik 3.2. Perkembangan LDR dan NPL Bank Umum Konvensional .................................................. 53 Grafik 3.3. Perkembangan Penghimpunan DPK Bank Umum Konvensional Berdasarkan Jenis
Simpanan ....................................................................................................................... 54 Grafik 3.4. Pangsa Penghimpunan DPK Bank Umum Konvensional Berdasarkan Kelompok Bank
Triwulan IV-2008 ............................................................................................................ 54 Grafik 3.5. Pangsa DPK Bank Umum Konvensional Berdasarkan Golongan Pemilik Triwulan IV-2008. 54 Grafik 3.6. Perkembangan DPK Bank Umum Konvensional Berdasarkan Golongan Pemilik................ 54 Grafik 3.7. Perkembangan Kredit Bank Umum di Jawa Barat ............................................................ 55 Grafik 3.8. Perkembangan Kredit Bank Umum Berdasarkan Kelompok Bank..................................... 55 Grafik 3.9. Pangsa Penyaluran Kredit Bank Umum Konvensional Berdasarkan Jenis Penggunaan
Triwulan IV-2008......................................... ................................................................... 55 Grafik 3.10. Perkembangan Kredit Bank Umum Konvensional Berdasarkan Jenis Penggunaan............. 55 Grafik 3.11. Pangsa Penyaluran Kredit Bank Umum Konvensional Terbesar Berdasarkan Sektor
Ekonomi Triwulan IV-2008.............................................................................................. 56 Grafik 3.12. Perkembangan Penyaluran Kredit Bank Umum Konvensional Terbesar Berdasarkan
Sektor Ekonomi .............................................................................................................. 56 Grafik 3.13. Perkembangan Kredit oleh Bank Umum Konvensional di Jawa Barat dan Kredit yang
Berlokasi di Jawa Barat.................................................................................................... 57 Grafik 3.14. Pangsa Kredit yang Berlokasi di Jawa Barat Berdasarkan Jenis Penggunaan Triwulan IV-
2008 .............................................................................................................................. 57 Grafik 3.15. Sektor Ekonomi Dominan Penyerap Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek ............................. 57 Grafik 3.16. Perkembangan Penyaluran Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek di Kabupaten/Kota Triwulan
IV-2008........................................................................................................................... 57 Grafik 3.17. Perkembangan Persetujuan Kredit Baru oleh Bank Umum Konvensional .......................... 58 Grafik 3.18. Perkembangan Kredit MKM Bank Umum Konvensional Menurut Kelompok Bank............ 59 Grafik 3.19. Perkembangan Kredit MKM Bank Umum Konvensional Menurut Jenis
Penggunaan......................................................................................................... ........... 59 Grafik 3.20. Perkembangan Kredit MKM Bank Umum Konvensional Menurut Plafon ......................... 59 Grafik 3.21. Distribusi Kredit MKM Bank Umum Konvensional Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan
IV-2008 .......................................................................................................................... 60 Grafik 3.22. Distribusi Kredit MKM Bank Umum Konvensional Berdasarkan Kabupaten/Kota Triwulan
IV-2008 .......................................................................................................................... 60 Grafik 3.23. Perkembangan Gross NPL Kredit MKM dan Gross NPL Total Kredit Bank Umum
Konvensional................................................................................................................... 60 Grafik 3.24. Perkembangan Kredit MKM yang Berlokasi di Jawa Barat ................. .............................. 60 Grafik 3.25. Perkembangan Kinerja Bank Umum Konvensional yang Berkantor Pusat di Jawa Barat .... 61 Grafik 3.26. Perkembangan Indikator Bank Umum Syariah ................................................................. 62 Grafik 3.27. Perkembangan Indikator Bank Perkreditan Rakyat ........................................................... 62
vii
viii
Grafik 4.1. Pertumbuhan dan Jumlah Simpanan milik Pemerintah Daerah di Perbankan Jawa Barat ... 68 Grafik 4.2. Pertumbuhan Giro milik Pemerintah Daerah di Perbankan Jawa Barat .............................. 70 Grafik 4.3. Pertumbuhan dan Jumlah Giro milik Pemerintah Daerah di Perbankan Jawa Barat............ 70 Grafik 5.1. Perkembangan Inflow dan Outflow Uang Kartal di Jawa Barat ......................................... 78 Grafik 5.2. Perkembangan PTTB Kantor Bank Indonesia Bandung...................................................... 79 Grafik 6.1. Perkembangan Angkatan Kerja Jawa Barat ...................................................................... 84 Grafik 6.2. Penduduk 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Sektor Ekonomi................................ 85 Grafik 6.3. Penduduk 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama.................... 85 Grafik 6.4. Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja di Jawa Barat (SB/%) ........................................ 86 Grafik 7.1. Ekspektasi Realisasi Kegiatan Dunia Usaha ....................................................................... 91 Grafik 7.2. Ekspektasi Pedagang Eceran terhadap Harga Barang dan Jasa.......................................... 93 Grafik 7.3. Ekspektasi Konsumen terhadap Perkembangan Harga Barang dan Jasa............................ 93
TABEL INDIKATOR EKONOMI JAWA BARAT I. MAKRO
2007 2008 INDIKATOR Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV*
PDRB - harga konstan (Rp Miliar)* 70.680 70.236 71.351 74.143 74.833
- Pertanian 9.090 10.400 9.400 10.208 8.508
- Pertambangan & Penggalian 1.510 1.450 1.385 1.454 1.388
- Industri Pengolahan 30.890 30.711 33.156 33.836 35.409
- Listrik. Gas. dan Air Bersih 1.570 1.563 1.476 1.456 1.494
- Bangunan 2.130 2.185 2.269 2.382 2.391
- Perdagangan. Hotel. dan Restoran 15.710 14.170 13.465 14.260 14.906
- Pengangkutan dan Komunikasi 3.040 3.037 3.264 3.395 3.359
- Keuangan. Persewaan. dan Jasa 2.050 2.032 2.255 2.378 2.531
- Jasa 4.690 4.688 4.680 4.773 4.847
Pertumbuhan PDRB (yoy %) 7,27 7,13 4,68 6,48 5,90
Ekspor-Impor** 1.768,92 1.687,56 2.140,62 2.037,24 1.401,49
Nilai Ekspor Nonmigas (USD Juta) 3.077,29 4.729,71 5.040,62 3.622,39 3.521,28
Volume Ekspor Nonmigas (ribu ton) 1.568,05 2.013,26 1.925,68 1.403,86 1.148,91
Nilai Impor Nonmigas (USD Juta) 1.308,37 3.042,15 2.900 1.585,16 2.119,79
Volume Impor Nonmigas (ribu ton) 377,79 891,07 789 322,91 529,69
Indeks Harga Konsumen*** 155,69 160,63 167,71 113,37 113,54
- Kota Bandung 157,96 162,40 171,84 112,78 112,70
- Kota Bekasi 152,62 157,67 163,95 112,68 112,71
- Kota Bogor 156,38 162,46 167,13 115,47 116,00
- Kota Sukabumi 151,81 155,98 161,74 112,83 114,32
- Kota Cirebon 149,62 154,52 161,94 116,96 117,18
- Kota Tasikmalaya 165,09 169,34 177,24 113,68 115,07
- Kota Depok NA NA NA 113,70 113,91
Laju Inflasi Tahunan (yoy %)*** 5,10 6,88 11,83 12,30 11,11
- Kota Bandung 5,25 7,00 13,52 10,31 10,23
- Kota Bekasi 4,65 6,62 11,17 10,07 10,10
- Kota Bogor 4,50 6,58 9,61 13,67 14,20
- Kota Sukabumi 4,34 7,09 12,03 9,94 11,39
- Kota Cirebon 7,87 8,17 13,19 13,93 14,14
- Kota Tasikmalaya 7,72 6,52 11,53 10,71 12,07
- Kota Depok NA NA NA 11,49 11,70
Keterangan: * Proyeksi KBI Bandung ** Data Ekspor-Impor Triwulan IV-2008 adalah data bulan Oktober s.d. November 2008 ** Data IHK Triwulan III-2008 menggunakan Tahun Dasar 2007
ix
II. PERBANKAN
Tw. IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
Bank Umum
Total Aset (Rp Triliun) 136,39 133,59 139,72 145,03 154,91
DPK (Rp Triliun) 105,57 101,76 105,98 107,03 117,76
- Tabungan (Rp Triliun) 37,78 36,58 39,44 39,94 42,09
- Giro (Rp Triliun) 22,03 22,25 23,01 21,88 22,99
- Deposito (Rp Triliun) 45,77 42,93 43,53 45,22 52,68
Kredit (Rp Triliun) - berdasarkan lokasi proyek *) 122,52 127,22 140,15 151,22 163,33
- Investasi 19,19 19,39 20,79 22,68 25,30
- Modal Kerja 56,22 58,13 65,04 70,37 78,75
- Konsumsi 47,11 49,70 54,32 58,18 59,27
Kredit (Rp Triliun) - berdasarkan lokasi kantor cabang 69,74 70,98 77,92 82,86 87,35
- Modal Kerja 29,98 30,36 34,31 36,97 39,95
- Investasi 7,3 7,39 8,08 8,69 9,22
- Konsumsi 32,46 33,22 35,53 37,20 38,18
- LDR (%) 66,06 69,75 73,52 77,42 74,18
Rasio NPL Gross (%) 3,44 3,78 3,63 3,57 3,52
Rasio NPL Net (%) 1,66 2,06 1,72 1,5 1,43
Kredit MKM (triliun Rp) 54,76 55,82 60,77 63,85 65,27
Kredit Mikro (< Rp50 juta) (triliun Rp) 24,16 24,18 25,26 26,28 26,14
- Kredit Modal Kerja 2,99 3,27 3,76 4,22 4,21
- Kredit Investasi 0,59 0,41 0,48 0,45 0,45
- Kredit Konsumsi 20,58 20,50 21,02 21,61 21,47
Kredit Kecil (Rp50 juta s.d. Rp 500 juta) (triliun Rp) 15,56 16,38 18,61 20,19 21,33
- Kredit Modal Kerja 5,17 5,31 5,87 6,25 6,36
- Kredit Investasi 0,87 0,82 0,88 0,96 0,98
- Kredit Konsumsi 9,52 10,25 11,85 12,98 13,99
Kredit Menengah (Rp500 juta s.d.Rp5 miliar) (triliun Rp) 15,04 15,26 16,90 17,37 17,81
- Kredit Modal Kerja 10,78 10,84 12,07 12,38 12,76
- Kredit Investasi 2,16 2,22 2,46 2,66 2,73
- Kredit Konsumsi 2,1 2,20 2,38 2,33 2,31
Total Kredit MKM (triliun Rp) 54,76 55,82 60,77 63,85 65,27
Rasio NPL MKM gross (%) 3,41 3,71 3,55 3,32 3,06
Bank Umum Syariah *)
Total Aset (Rp Triliun) 4,07 4,05 4,73 4,91 4,91
DPK (Rp Triliun) 3,14 3,19 3,73 3,65 3,65
- Giro (Rp Triliun) 0,28 0,26 0,44 0,32 0,32
- Deposito (Rp Triliun) 1,35 1,47 1,62 1,63 1,63
- Tabungan (Rp Triliun) 1,52 1,46 1,66 1,71 1,71
Pembiayaan (Rp Triliun) - berdasarkan lokasi kantor cabang 2,84 2,95 3,07 3,37 3,37
- Modal Kerja 1,65 1,67 1,75 1,86 1,86
- Investasi 0,63 0,57 0,52 0,57 0,57
- Konsumsi 0,56 0,75 0,80 0,93 0,93
- FDR 90,34 92,34 82,28 92,21 92,21
BPR
Total Aset (Rp Triliun) 4,82 5,00 5,29 5,71 5,86
DPK (Rp Triliun) 3,31 3,52 3,64 3,88 4,03
- Tabungan (Rp Triliun) 0,74 0,78 0,83 0,79 0,90
- Deposito (Rp Triliun) 2,57 2,74 2,81 3,09 3,13
Kredit (Rp Triliun) - berdasarkan lokasi proyek 2,86 3,68 4,07 4,43 4,40
- Modal Kerja 1,62 2,06 2,22 2,46 2,43
- Investasi 0,15 0,15 0,15 0,16 0,15
- Konsumsi 1,10 1,47 1,70 1,80 1,82
Kredit MKM (triliun Rp) 2,86 3,68 4,07 4,43 4,40
*) Data bulan November 2008
Indikator2007 2008
x
III. SISTEM PEMBAYARAN
Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV
Transaksi Tunai
Posisi Kas Gabungan (Rp Triliun) 4,74 3,66 1,90 0,95 3,11
Inflow (Rp Triliun) 5,85 1,43 2,72 4,75 5,68
Outflow (Rp Triliun) 3,75 3,66 1,54 3,75 2,03
Pemusnahan Uang (Jutaan lembar/keping) 114,93 146,69 127,22 114,05 155,88
Transaksi Non Tunai
BI-RTGS
Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp Triliun) 164,27 155,09 143,79 140,44 156,30
Volume Transaksi BI-RTGS 215.231 198.876 188.469 164.434 217.398
Rata-rata Harian Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp Triliun) 2,74 2,63 2,44 2,27 2,69
Rata-rata Harian Volume Transaksi BI-RTGS 3.587 3.371 3.194 2.652 3.748
Kliring
Nominal Perputaran Kliring (triliun Rp) 22,41 22,92 24,81 26,76 24,48
Volume Perputaran Kliring 1.096.667 1.167.549 1.127.945 1.148.823 1.017.938
Rata-rata Harian Nominal Perputaran Kliring (triliun Rp) 0,38 0,39 0,39 0,43 0,42
Rata-rata Harian Volume Perputaran Kliring 18.588 19.789 17.904 18.529 17.551
Indikator2007 2008
xi
RINGKASAN EKSEKUTIF
RINGKASAN EKSEKUTIF
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO
Ekonomi Jawa Barat triwulan IV-2008
diperkirakan tumbuh 5,90% (yoy) .
Krisis keuangan global yang melanda dunia diperkirakan mulai terasa dampaknya terhadap perekonomian Jawa Barat pada triwulan IV-2008. Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan tersebut diperkirakan sebesar 5,90% (yoy), lebih rendah dibandingkan laju pertumbuhan pada triwulan III-2008 yang sebesar 6,38% (yoy).
Dari sisi permintaan, perlambatan
pertumbuhan ekonomi Jawa Barat terutama
dipicu oleh melambatnya konsumsi rumah tangga
dan kinerja ekspor.
Dari sisi permintaan, dampak krisis global diperkirakan mulai mempengaruhi kinerja ekspor Jawa Barat. Hal ini terlihat dari tren penurunan nilai dan volume ekspor sejak Oktober 2008. Sementara, di sisi konsumsi yang merupakan motor penggerak perekonomian diperkirakan mengalami perlambatan. Hal ini antara lain disebabkan oleh penurunan permintaan pasca bulan Ramadhan yang untuk tahun ini jatuh lebih awal, yaitu pada triwulan III-2008. Selain itu, ketidakpastian atas kondisi perekonomian ke depan juga menyebabkan perlambatan konsumsi dan di sisi lain mengakibatkan penurunan investasi terutama pihak asing.
Dari sisi penawaran, perlambatan terjadi pada
dua sektor dominan, di Jawa Barat, yaitu sektor
pertanian serta perdagangan, hotel, dan
restoran.
Dari sisi penawaran, perlambatan pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh penurunan kinerja pada dua sektor dominan di Jawa Barat. Sektor pertanian diperkirakan mengalami kontraksi akibat faktor musiman berupa kekeringan serta penurunan luas lahan panen selama periode September – Desember 2008 dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Sektor perdagangan, hotel, dan restoran juga diperkirakan mengalami perlambatan, terutama pada subsektor perdagangan besar dan eceran, sejalan dengan perlambatan konsumsi rumah tangga. Sementara itu, ekspor kelompok tekstil dan barang dari tekstil mengalami penurunan.
PERKEMBANGAN INFLASI
Inflasi triwulan IV-2008 di Jawa Barat melambat
dibandingkan triwulan sebelumnya.
Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Harga komoditas di pasar internasional mengalami penurunan sejak semester kedua 2008 seiring dengan pelemahan permintaan di pasar internasional. Pada triwulan IV-2008, inflasi Jawa Barat melambat jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Secara triwulanan, inflasi mencapai 0,15% (qtq) dan secara tahunan mencapai 11,11% (yoy). Namun demikian, inflasi tahunan Jawa Barat tersebut masih lebih tinggi dibandingkan tahun 2007 (5,10%). Perlambatan inflasi pada triwulan laporan disebabkan berkurangnya tekanan permintaan terutama terhadap komoditas pada kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau serta kelompok bahan makanan, pasca bulan Ramadhan di triwulan III-2008. Selain itu, penurunan harga BBM sebanyak dua kali pada triwulan IV-2008, ternyata dapat mengurangi tekanan inflasi.
Perkembangan inflasi selama tahun 2008
terutama diwarnai oleh faktor eksternal
Sejak awal tahun hingga periode triwulan III-2008 faktor eksternal telah mendorong laju inflasi Jawa Barat melalui kenaikan harga komoditas di pasar internasional seperti minyak bumi, CPO, gandum, emas, dan kedelai. Kenaikan harga komoditas minyak dunia selanjutnya mempengaruhi kenaikan administered price sehingga inflasi Jawa Barat meningkat. Namun, pada triwulan IV-2008 harga komoditas-komoditas internasional menurun akibat penurunan permintaan dunia dan berkurangnya tekanan permintaan domestik pasca bulan Ramadhan di triwulan III-2008, menyebabkan inflasi Jawa Barat juga mengalami perlambatan.
2
RINGKASAN EKSEKUTIF
PERKEMBANGAN PERBANKAN
Perkembangan perbankan di Jawa Barat menunjukkan
pertumbuhan ke arah yang lebih baik.
Dari sisi pembiayaan, pengaruh krisis global semakin terasa pada perbankan terutama pada triwulan laporan tercermin dari pertumbuhan kredit yang menurun dari 6,35% (qtq) menjadi sebesar 4,98% (qtq). Fungsi intermediasi perbankan, yang tercermin dari indikator loan to deposit ratio (LDR), juga mengalami sedikit penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Namun risiko kredit, yang tercermin dari non performing loan (NPL), masih cukup terkendali. Secara tahunan, perkembangan perbankan di Jawa Barat pada triwulan IV-2008, yang tercermin pada beberapa indikator seperti aset, penghimpunan dana masyarakat (DPK), dan penyaluran kredit masih menunjukkan angka pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya.
Aset perbankan Jawa Barat tumbuh 6,67% (qtq)
atau 14,27% (yoy).
Aset perbankan Jawa Barat pada triwulan IV-2008 tumbuh 6,67% (qtq) atau 14,27% (yoy) mencapai Rp166,02 triliun. Sebagian besar aset perbankan (93,30%) di Jawa Barat merupakan aset bank umum konvensional.
DPK tumbuh 9,99% (qtq) atau 12,26% (yoy).
Dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpun bank umum konvensional di Jawa Barat pada triwulan ini tumbuh 9,77% (qtq) atau 12,26% (yoy) mencapai Rp125,76 triliun. Perkembangan ini didorong oleh naiknya simpanan baik dalam bentuk giro, tabungan, dan deposito yang diperkirakan sebagai akibat dari meningkatnya preferensi masyarakat untuk menabung sehubungan dengan tingkat suku bunga perbankan yang dirasakan masih cukup tinggi.
Kredit yang disalurkan tumbuh 4,98% (qtq) atau
25,08% (yoy).
Kredit yang disalurkan perbankan di Jawa Barat pada triwulan IV-2008 tumbuh 4,98% (qtq) atau 25,08% (yoy) mencapai Rp95,17 triliun. Pertumbuhan kredit yang lebih rendah dibandingkan dengan dana yang dihimpun bank umum konvensional di Jawa Barat menyebabkan loan to deposit ratio (LDR) perbankan turun dari 79,13% pada triwulan III-2008 menjadi 75,68% pada triwulan IV-2008. Realisasi kredit baru pada triwulan IV-2008 mengalami penurunan jika dibandingkan dengan triwulan III-2008 karena tingkat suku bunga kredit yang dirasakan masih cukup tinggi. Hal ini menyebabkan bank semakin selektif dalam menyalurkan kredit dan pelaku usaha lebih berhati-hati dalam pengajuan kredit.
Perkembangan tujuh bank umum yang berkantor
pusat di Jawa Barat terus meningkat.
Perkembangan tujuh bank umum konvensional yang berkantor pusat di Jawa Barat terus menunjukkan peningkatan. Aset ketujuh bank tersebut tumbuh 1,54% (qtq) atau 16,56% (yoy) mencapai Rp46,52 triliun. Kredit tumbuh sebesar 3,24% (qtq) atau 28,59% (yoy) mencapai Rp31,07 triliun. Di sisi lain, DPK turun sebesar 3,95% (qtq), namun secara tahunan masih tumbuh 15,24% (yoy) menjadi Rp36,48 triliun. Beberapa indikator kinerja bank lainnya seperti rasio efisiensi antara biaya operasional dan pendapatan operasional (BOPO), net interest income (NII) dan return on asset (ROA) bank-bank tersebut masih menunjukkan perkembangan yang baik dengan risiko kredit masih tetap rendah dan terkendali.
PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
Transaksi sistem pembayaran menunjukkan peningkatan dibandingkan
triwulan sebelumnya.
Kegiatan sistem pembayaran di Jawa Barat pada triwulan IV-2008 menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Jumlah aliran uang masuk (inflow) ke Kantor Bank Indonesia di wilayah Jawa Barat, meningkat 19,52% (qtq) menjadi Rp5,68 triliun, sebaliknya jumlah aliran uang keluar (outflow) turun 45,98% menjadi Rp2,03 triliun.
3
RINGKASAN EKSEKUTIF
Sejak pertengahan Oktober 2008, penyaluran uang kartal pecahan kecil dilakukan langsung oleh
Bank Indonesia.
Sementara itu, untuk transaksi kliring, rata-rata nominal dan volume transaksi per bulan turun masing-masing 4,67% (qtq) menjadi Rp8,16 triliun dan 10,58% menjadi 339.313 warkat. Sebaliknya, rata-rata nominal dan volume transaksi pembayaran melalui BI-RTGS per bulan meningkat masing-masing sebesar 11,30% (qtq) menjadi Rp52,10 triliun dan 32,21% menjadi sebanyak 72.466 transaksi.
Sejak tanggal 17 Oktober 2008, Perusahaan Penukaran Uang Pecahan Kecil (PPUPK) tidak lagi melakukan kegiatan penyaluran uang kartal pecahan kecil kepada masyarakat. Bagi masyarakat yang ingin menukar uangnya dengan uang kartal pecahan kecil, KBI Bandung membuka loket penukaran uang setiap hari Senin hingga Kamis dan menyediakan kas keliling untuk wilayah Bandung secara mingguan dan untuk wilayah Sumedang, Garut, Cianjur, Sukabumi, Purwakarta, dan Subang secara dwi mingguan.
PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
Realisasi belanja daerah pemerintah provinsi Jawa
Barat pada triwulan III-2008 mencapai 64,20%
dan diprediksi akan mencapai 90%-95%
hingga akhir tahun 2008
Keuangan daerah yang bersumber dari APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Pemerintah Daerah) mampu menopang pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan ini. Secara nominal realisasi belanja daerah meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya, walaupun demikian proporsi realisasi belanja daerah tidak mengalami perbaikan yang signifikan. Realisasi belanja pemerintah daerah (baik di provinsi maupun kabupaten/kota) di Jawa Barat pada triwulan IV-2008 juga diperkirakan mengalami peningkatan yang signifikan. Hal ini diindikasikan oleh penurunan posisi giro milik pemerintah daerah di perbankan Jawa Barat pada bulan November dan Desember 2008.
Realisasi pendapatan tahun 2008 diperkirakan
meningkat karena hingga triwulan III-2008 realisasi
pendapatan telah mencapai 96,78%.
Penerimaan pemerintah provinsi Jawa Barat diperkirakan akan melebihi target APBD 2008 yang terlihat dari realisasi pendapatan hingga triwulan III-2008 telah mencapai 96,78%. Peningkatan realisasi pendapatan disebabkan oleh besarnya pendapatan asli daerah yang berasal dari pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan bermotor, dibandingkan tahun sebelumnya.
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Kondisi ketenagakerjaan di Jawa Barat menunjukkan
perkembangan yang baik hingga Agustus 2008.
Hingga triwulan III-2008, krisis ekonomi global tampaknya belum berdampak terhadap ketenagakerjaan Jawa Barat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, kondisi ketenagakerjaan di Jawa Barat per Agustus 2008 mengalami perkembangan yang baik dibandingkan Agustus 2007, yang ditandai oleh peningkatan jumlah angkatan kerja di Jawa Barat, peningkatan persentase masyarakat yang bekerja, dan penurunan tingkat pengangguran terbuka dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Penurunan kondisi ketenagakerjaan
diperkirakan terjadi di triwulan IV-2008.
Krisis ekonomi global diperkirakan mulai mempengaruhi kondisi ketenagakerjaan di Jawa Barat pada triwulan IV-2008. Khusus pada triwulan IV-2008, kondisi ketenagakerjaan diperkirakan mengalami penurunan. Hal ini diindikasikan oleh hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) triwulan IV-2008, yang menginformasikan penurunan jumlah karyawan pada perusahaan-perusahaan yang disurvei selama triwulan IV-2008 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Secara sektoral, penurunan jumlah karyawan terjadi pada sektor pertambangan dan penggalian, listrik, gas, dan air bersih, serta sektor perdagangan, hotel, dan restoran.
Tingkat kesejahteraan Dari sisi kesejahteraan, tingkat kesejahteraan petani Jawa Barat pada
4
RINGKASAN EKSEKUTIF
5
petani relatif tidak banyak mengalami perubahan.
triwulan IV-2008 relatif tidak banyak mengalami perubahan dibandingkan kondisi pada triwulan sebelumnya. Hal ini antara lain tercermin dari Nilai Tukar Petani (NTP) Jawa Barat yang hanya mengalami sedikit peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Dari lima subsektor yang diamati, kenaikan NTP hanya terjadi pada subsektor Tanaman Pangan dan Peternakan. Sementara itu, tiga subsektor lainnya, yaitu subsektor Hortikultura, Tanaman Perkebunan Rakyat, dan Perikanan mengalami penurunan NTP. Penurunan NTP pada subkelompok tanaman perkebunan rakyat terkait dengan kecenderungan semakin menurunnya harga komoditas perkebunan di pasar internasional.
PROSPEK PEREKONOMIAN
Perekonomian Jawa Barat triwulan I-2009
diperkirakan tumbuh melambat,berkisar antara
5,20%-5,60% (yoy).
Perkembangan perekonomian Jawa Barat diperkirakan akan semakin melambat, pada triwulan I-2009, seiring dengan semakin terasanya imbas krisis keuangan global. Secara tahunan, laju pertumbuhan ekonomi diperkirakan melambat dengan kisaran 5,20%-5,60% (yoy). Di sisi permintaan, faktor utama perlambatan pertumbuhan ekonomi dipicu oleh perlambatan di sektor konsumsi dan ekspor, akibat pelemahan daya beli luar negeri serta respons masyarakat terhadap kondisi perekonomian ke depan yang penuh ketidakpastian. Sementara dari sisi penawaran, perlambatan pertumbuhan ekonomi terutama disebabkan oleh penurunan kinerja industri pengolahan.
Inflasi pada triwulan I-2009 diperkirakan akan
mengalami peningkatan, walaupun secara tahunan
akan melambat.
Pada triwulan I-2009, inflasi Jawa Barat diperkirakan akan meningkat secara triwulanan, yaitu berkisar antara 0,80% hingga 1,30% (qtq), namun secara tahunan melambat pada kisaran 8,5% hingga 9,5% (yoy). Tekanan inflasi pada awal triwulan I-2009 berasal dari kenaikan harga beras dan peningkatan permintaan menjelang pemilihan umum legislatif. Namun demikian, di akhir triwulan tekanan inflasi akan berkurang sehubungan penurunan harga komoditas-komoditas internasional dan meningkatnya pasokan beras (panen padi).
BAB 1 KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
6
Krisis keuangan global yang melanda dunia diperkirakan mulai berdampak terhadap
perekonomian Provinsi Jawa Barat pada triwulan IV-2008. Hal ini terlihat dari laju
pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan IV-2008 yang diperkirakan mengalami
perlambatan dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya (Grafik 1.1).
Setelah pada triwulan sebelumnya
mencatat laju pertumbuhan yang cukup
tinggi sebesar 6,38% (yoy),
pertumbuhan pada triwulan IV-2008
diperkirakan sebesar 5,90% (yoy).
Meskipun diperkirakan mengalami
perlambatan di akhir tahun, secara
keseluruhan perekonomian Jawa Barat
pada 2008 diperkirakan masih tumbuh
cukup tinggi.
Dari sisi permintaan, kegiatan konsumsi rumah tangga sebagai penggerak ekonomi
utama diperkirakan mengalami perlambatan, baik dari sisi konsumsi makanan maupun
non makanan. Perlambatan konsumsi diakibatkan oleh adanya pergeseran waktu bulan
Ramadhan dan hari raya Idul Fitri, yang pada tahun 2007 jatuh pada triwulan IV menjadi triwulan III
pada tahun 2008. Selain itu, ketidakpastian atas kondisi perekonomian ke depan menyebabkan
perlambatan konsumsi dan penurunan investasi terutama dari penanaman modal asing.
Dari sisi penawaran, perlambatan pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh penurunan
kinerja pada dua sektor dominan di Jawa Barat. Sektor pertanian diperkirakan mengalami
kontraksi sebagai akibat dari penurunan luas lahan serta faktor musiman (kemarau). Sektor
perdagangan, hotel, dan restoran (PHR) juga diperkirakan mengalami perlambatan, terutama
terjadi pada subsektor perdagangan besar dan eceran, yang merupakan penyumbang terbesar
dalam sektor PHR. Sementara itu, sektor industri pengolahan diperkirakan masih tumbuh cukup
tinggi, khususnya pada subsektor alat angkutan, mesin, dan peralatan.
1. SISI PERMINTAAN
Dari sisi permintaan, perlambatan pertumbuhan ekonomi terutama disebabkan oleh
menurunnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Kondisi yang serupa terjadi pada
investasi, yang mengalami perlambatan. Pelemahan daya beli internasional akibat dampak krisis
global diperkirakan mulai mempengaruhi kinerja ekspor Jawa Barat ke luar negeri.
Grafik 1.1. Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Provinsi Jawa Barat
5,71%6,22% 6,42%
7,23% 7,28%
4,18%
6,38%5,90%
0,00%
2,00%
4,00%
6,00%
8,00%
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV*)
2007 2008
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat *) Proyeksi KBI Bandung
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
7
Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Barat
Dari Sisi Permintaan (%)
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV**)Konsumsi Rumah Tangga 4,56% 5,20% 8,17% 5,17% 6,30% 6,20% 8,10% 3,72% 7,79% 3,31% 5,69%
Konsumsi Pemerintah 15,90% -12,47% 5,88% -3,14% 28,06% 5,47% -2,81% -8,09% 10,92% 12,03% 4,05%
Pembentukan Modal Tetap Bruto 4,47% 5,95% 4,89% 9,99% 11,43% 8,13% 10,58% 9,47% 11,14% 9,01% 10,04%
Ekspor Barang dan Jasa -5,02% 8,21% 3,05% 2,71% -10,53% 0,52% -14,03% -18,28% -21,79% -22,50% -19,09%
Dikurangi Impor -10,76% -6,00% 3,38% 9,29% -6,02% -0,12% -5,39% -18,38% -26,70% -28,10% -19,99%PDRB 6,01% 5,71% 6,22% 6,42% 7,23% 6,41% 7,28% 4,18% 6,38% 5,90% 5,92%
JENIS PENGGUNAAN 20062007
2007*)2008
2008**)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat *) Angka Sementara **) Proyeksi KBI Bandung
Tabel 1.2. Kontribusi Komponen Sisi Permintaan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Barat (%)
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV**)Konsumsi Rumah Tangga 3,00% 3,40% 5,21% 3,35% 4,14% 4,03% 5,28% 2,41% 4,98% 2,16% 3,68%
Konsumsi Pemerintah 0,97% -0,78% 0,39% -0,21% 1,99% 0,37% -0,14% -0,53% 0,68% 1,02% 0,27%
Pembentukan Modal Tetap Bruto 0,78% 1,02% 0,84% 1,71% 1,99% 1,40% 1,81% 1,60% 1,97% 1,63% 1,75%
Ekspor Barang dan Jasa -3,04% 4,39% 1,65% 1,42% -6,04% 0,28% -7,68% -9,61% -11,02% -10,77% -9,80%
Dikurangi Impor -5,79% -2,80% 1,49% 3,90% -2,91% -0,06% -2,24% -7,91% -11,50% -11,90% -8,49%PDRB 6,01% 5,71% 6,22% 6,42% 7,23% 6,41% 7,28% 4,18% 6,38% 5,90% 5,92%
JENIS PENGGUNAAN 20062007
2007*)2008
2008**)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat *) Angka Sementara **) Proyeksi KBI Bandung
1.1. Konsumsi
Konsumsi rumah tangga pada triwulan IV-2008 diperkirakan tumbuh sebesar 3,31% (yoy)
atau melambat apabila dibandingkan dengan triwulan III-2008 (7,79%) maupun triwulan
yang sama tahun sebelumnya (6,30%). Perlambatan di sisi konsumsi antara lain diakibatkan
oleh adanya pergeseran waktu bulan Ramadhan dan hari raya Idul Fitri, yang pada tahun 2007
jatuh pada triwulan IV menjadi triwulan III pada tahun 2008. Peningkatan konsumsi rumah tangga
pada triwulan IV-2008 tidak setinggi pertumbuhan periode yang sama tahun lalu. Hal ini berkaitan
dengan bergesernya bulan Ramadhan dan hari raya Idul Fitri dari triwulan IV di tahun 2007 menjadi
triwulan III pada tahun 2008. Ketidakpastian atas kondisi perekonomian ke depan turut
menyebabkan perlambatan konsumsi dan penurunan investasi terutama dari penanaman modal
asing.
Perlambatan konsumsi tersebut sejalan
dengan perkembangan indikator yang
turut mengkonfirmasi penurunan
pertumbuhan konsumsi rumah tangga, di
antaranya adalah hasil Survei Konsumen
Bank Indonesia. Indeks Keyakinan Konsumen
(IKK) di triwulan IV-2008 mengalami
penurunan dibandingkan dengan triwulan III-
2008 (Grafik 1.2). Meskipun IKK sempat
mengalami peningkatan pada awal triwulan
IV-2008 (bulan Oktober), namun pada dua
bulan berikutnya terus mengalami penurunan.
Grafik 1.2. Indeks Keyakinan Konsumen
0
20
40
60
80
100
120
140
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2006 2007 2008
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE)
Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) Garis 100
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Bandung.
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
8
Penurunan keyakinan konsumen terutama dipengaruhi oleh penurunan Indeks Kondisi
Ekonomi (IKE) saat ini (Grafik 1.2). Hasil Survei Konsumen memperlihatkan bahwa penurunan
IKE terutama disebabkan oleh turunnya indeks penghasilan saat ini dibandingkan dengan posisi
pada triwulan sebelumnya (Grafik 1.4). Seiring dengan terjadinya krisis keuangan global, terjadi
penurunan atas jumlah responden yang menyatakan mengalami kenaikan penghasilan, sementara
terdapat peningkatan jumlah responden yang menyatakan penghasilan mereka tetap.
Ekspektasi konsumen juga mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya, yang dipicu oleh penurunan ekspektasi ketersediaan lapangan kerja enam
bulan ke depan (Grafik 1.3). Walaupun dua indikator ekspektasi lainnya, yaitu ekspektasi
penghasilan dan ekspektasi kondisi perekonomian mengalami peningkatan, namun drastisnya
penurunan ekspektasi ketersediaan lapangan kerja mendorong penurunan indeks ekspektasi
konsumen. Hal ini dipicu oleh kekhawatiran masyarakat terhadap terjadinya PHK. Di sisi lain, angka
ekspektasi penghasilan dan ekspektasi kondisi perekonomian mengalami peningkatan, yang
diperkirakan karena harapan oleh kenaikan UMK pada tahun 2009 serta penurunan harga BBM di
Desember 2008.
Grafik 1.3. Komponen Indeks Ekspektasi
0
20
40
60
80
100
120
140
160
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2006 2007 2008
Ekspektasi penghasilan Ekspektasi kondisi perekonomian
Garis 100 Ekspektasi ketersediaan lap. Kerja
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Bandung.
Grafik 1.4. Komponen Indeks Keyakinan Saat ini
0
20
40
60
80
100
120
140
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2006 2007 2008
Penghasilan saat ini Pembelian durable goods Garis 100
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Bandung
Perlambatan kegiatan konsumsi diperkirakan
terjadi baik dari sisi konsumsi makanan
maupun non makanan. Penurunan konsumsi
makanan dipengaruhi oleh tingginya konsumsi
makanan yang dilakukan oleh masyarakat pada
triwulan III-2008, terkait dengan adanya momen
bulan Ramadhan dan hari raya Idul Fitri pada
triwulan tersebut. Sedangkan penurunan di sisi
konsumsi non makanan diperkirakan terjadi akibat
pelemahan daya beli masyarakat karena
peningkatan harga barang, terkait dengan pelemahan nilai tukar rupiah. Penurunan dari sisi
konsumsi non makanan diindikasikan dari hasil Survei Penjualan Eceran, melalui penurunan
Grafik 1.5. Konsumsi Bahan Bakar
0
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2007 2008
Rp Juta
Sumber: Survei Penjualan Eceran Kota Bandung (Bank Indonesia Bandung).
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
9
penjualan bahan bakar (Grafik 1.5), penjualan perlengkapan rumah tangga (Grafik 1.6), serta
penjualan pakaian dan perlengkapannya (Grafik 1.7). Khusus untuk barang tahan lama (durable
goods), terjadi tren penurunan dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun lalu (Grafik 1.4).
Kondisi ini tercermin dari indeks pembelian durable goods (barang tahan lama) yang mengalami
trend menurun, terutama sejak Februari 2008.
Grafik 1.6. Penjualan Perlengkapan Rumah Tangga
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500
10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2007 2008
Rp Juta
Sumber: Survei Penjualan Eceran Kota Bandung (Bank Indonesia Bandung).
Grafik 1.7. Penjualan Pakaian dan Perlengkapannya
0
1.000
2.000
3.000
4.000
10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2007 2008
Rp Juta
Sumber: Survei Penjualan Eceran Kota Bandung (Bank Indonesia Bandung).
Perlambatan pertumbuhan konsumsi juga tercermin dari pembiayaan kredit konsumsi
oleh bank umum di Jawa Barat. Realisasi kredit baru untuk penggunaan konsumsi pada triwulan
IV-2008 mengalami pertumbuhan tahunan yang negatif, yaitu sebesar -0,08% (yoy), berbeda
dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh tinggi (41,33%). Dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya, realisasi kredit baru ini secara nominal mengalami penurunan sebesar Rp2,25 triliun,
dari Rp6,66 triliun di triwulan III-2008 menjadi Rp4,42triliun. Sementara itu, outstanding kredit
konsumsi mengalami kenaikan sebesar Rp979 miliar (Grafik 1.8).
Grafik 1.8. Posisi Baki Debet Kredit Konsumsi
Bank Umum di Jawa Barat
0
10
20
30
40
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
2006 2007 2008
Rp Triliun
0
10
20
30
40%
Posisi Baki Debet Pertumbuhan (yoy)
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), KBI Bandung.
Grafik 1.9. Penyaluran Kredit Baru untuk Penggunaan Konsumsi oleh Bank Umum di
Jawa Barat
0
2
4
6
8
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
2006 2007 2008
Rp Triliun
-10
0
10
20
30
40
50%
Realisasi Kredit Pertumbuhan (yoy)
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), KBI Bandung.
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
10
1.2. Investasi
Pada triwulan IV-2008, investasi di Jawa Barat diperkirakan masih tumbuh pada level
yang cukup tinggi, meskipun melambat. Laju pertumbuhan investasi pada triwulan IV-2008
sebesar 9,01%, melambat bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (11,14%) maupun
triwulan yang sama tahun lalu (11,43%). Perlambatan ini diperkirakan didorong oleh penurunan
jumlah investasi yang dilakukan oleh investor asing (PMA).
Berdasarkan data dari Badan Promosi dan Penanaman Modal Daerah (BPPMD) Jawa Barat,
total realisasi investasi tahun 2008 di Jawa Barat mencapai Rp37,76 triliun untuk periode
Januari s.d. Desember 2008. Dari 26 kabupaten/kota di Jawa Barat, realisasi investasi untuk
Penanaman Modal Asing (PMA) terjadi di 18 kabupaten/kota dengan investasi sebesar Rp34,14
triliun, dan realisasi investasi untuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) terjadi di 9
kabupaten/kota dengan investasi sebesar Rp3,62 triliun. Khusus untuk triwulan IV-2008, angka
realisasi investasi pada Oktober – November 2008 mengalami pertumbuhan yang negatif, dengan
laju pertumbuhan sebesar -41,93% (yoy). Kondisi inilah yang mendorong terjadinya perlambatan
di sisi investasi. Dibandingkan dengan triwulan III-2008, pertumbuhan ini semakin menurun,
dimana angka pertumbuhan realisasi investasi pada triwulan tersebut mencapai 37,03% (yoy).
Dibandingkan dengan realisasi investasi pada tahun 2007, angka realisasi pada tahun
2008 mengalami kenaikan sebesar Rp14,22 triliun, atau naik 60,38%. Jumlah proyek juga
mengalami kenaikan sebesar 31 buah proyek atau 9,54%, serta penyerapan tenaga kerja
mengalami kenaikan 29.764 orang atau 41,14%. Dengan target pencapaian investasi PMA/PMDN
sebesar Rp20,72 triliun, angka realisasi tersebut telah melebihi target sebesar Rp17,04 triliun atau
naik 82,24%. Realisasi investasi terbesar berada di Kabupaten Bekasi (27,08%), Kota Bogor
(27,05%), kabupaten Karawang (13,08%), Kota Bandung (7,13%), dan Kota Depok (6,95%).
Penurunan jumlah proyek terjadi pada triwulan IV-2008, dimana jumlah proyek pada periode
Oktober – November 2008 mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan III-2008, dengan
penurunan laju pertumbuhan dari -6,67% menjadi -38,46% (yoy).
Grafik 1.10. Realisasi Investasi di Jawa Barat Berdasarkan Nilai
0
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
14.000
16.000
18.000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112*)
2007 2008
Rp Miliar
-100
0
100
200
300
400
%
Realisasi Investasi Pertumbuhan (yoy)
Sumber: Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah Jawa Barat Keterangan: *) Angka Sementara Pertumbuhan April 2008 = 3.084% (yoy)
Grafik 1.11. Realisasi Investasi di Jawa Barat Berdasarkan Jumlah Proyek
0
10
20
30
40
50
60
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12*)
2007 2008
-100
0
100
200
%
Jumlah Proyek Pertumbuhan (yoy)
Sumber: Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah Jawa Barat *) Angka Sementara
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
11
Berdasarkan sektor usaha, sektor yang paling diminati oleh investor adalah sektor jasa
lainnya (Tabel 1.3). Nilai investasi pada sektor ini selama tahun 2008 adalah sebesar Rp10,87
triliun atau sebesar 28,78% dari total realisasi investasi, dan hanya datang dari PMA saja. Secara
total seluruh sektor, PMA menyumbangkan investasi sebesar Rp34,14 triliun, atau 90% dari
seluruh realisasi investasi di Jawa Barat (Grafik 1.12).
Tabel 1.3. Realisasi Investasi Di Jawa Barat Menurut Sektor Usaha Tahun 2008
Nilai InvestasiSektor Primer 37,48
Tanaman Pangan & Perkebunan 7,31 Peternakan 30,18 Kehutanan - Perikanan - Pertambangan -
Sektor Sekunder 22.646,87 Industri Makanan 1.700,27 Industri Tekstil 1.703,15 Ind. Barang Dari Kulit & Alas Kaki 246,91 Industri Kayu - Industri Kertas & Percetakan 1.643,23 Industri Kimia & Farmasi 1.885,49 Industri Karet & Plastik 1.224,43 Industri Mineral Non Logam 925,34 Ind. Logam, Mesin, & Elektronik 6.008,71 Ind. Instrumen, Kedokterna, Presisi, & Optik dan Jam 6,96 Ind. Kendaraan Bermotor & Alat Transportasi Lain 4.818,69 Industri Lainnya 2.483,70
Sektor Tersier 15.077,07 Listrik, Gas, dan Air 711,00 Konstruksi 1.058,13 Perdagangan & Reparasi 1.115,54 Hotel & Restoran 411,03 Transportasi, Gudang, dan Komunikasi 804,71 Perumahan, Kawasan Ind & Perkantoran 108,75 Jasa Lainnya 10.867,91
37.761,43
Sektor Usaha
Total Sumber: Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah Jawa Barat
Grafik 1.12. Porsi Realisasi Investasi Berdasarkan Investor
3.622 10%
34.140 90%
PMA
PMDN
Sumber: Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah Jawa Barat
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
12
Peningkatan investasi terutama didorong oleh komponen non bangunan. Salah satu
komponen non bangunan yang meningkat yaitu barang modal, seperti mesin industri dan
perlengkapannya serta mesin industri khusus. Hal ini diperlihatkan dengan adanya peningkatan di
sisi impor barang modal (Grafik 1.13) dan barang modal utama (Grafik 1.14). Nilai impor barang
modal pada periode Januari – November 2008 mengalami pertumbuhan sebesar 42,47% (yoy),
meningkat bila dibandingkan pertumbuhan impor pada Januari – Agustus 2008 yang sebesar
26,26% (yoy). Sementara itu untuk barang modal utama, nilai impor pada periode Januari –
November 2008 mengalami pertumbuhan sebesar 43,13% (yoy), meningkat bila dibandingkan
pertumbuhan impor pada Januari – Agustus 2008 yang sebesar 23,63% (yoy).
Grafik 1.13. Impor Barang Modal
0
100
200
300
400
500
600
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011
2006 2007 2008
USD Juta
`
Sumber: Statistik Ekonomi & Keuangan Daerah (Sekda) KBI Bandung
Grafik 1.14. Impor Barang Modal Utama
0
10
20
30
40
50
60
70
1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 91011
2006 2007 2008
USD Juta
Mesin Industri & Perlengkapannya Mesin Industri Tertentu
Sumber: Statistik Ekonomi & Keuangan Daerah (Sekda) KBI Bandung
Grafik 1.15. Penjualan Semen di Jawa Barat
0
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
1.600
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
2007 2008
Ribu Ton
-15
-5
5
15
25
35
45
%
Penjualan Semen Pertumbuhan (yoy)
Sumber: Asosiasi Semen Indonesia.
Grafik 1.16. Penjualan Perlengkapan
Konstruksi
0
50
100
150
200
250
300
350
10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2007 2008
Rp Juta
Sumber: Survei Penjualan Eceran Kota Bandung (Bank Indonesia Bandung).
Meskipun investasi meningkat, namun pertumbuhan secara tahunan mengalami
perlambatan, terutama terjadi pada investasi bangunan. Kondisi ini diperlihatkan melalui
penjualan semen di Jawa Barat, yang mengalami penurunan jumlah penjualan, dari 1,43 juta ton di
triwulan III-2008 menjadi 1,27 juta ton di triwulan IV-2008 (Grafik 1.15). Sedangkan secara tahunan,
pertumbuhan penjualan semen pada triwulan IV mengalami stagnasi dibandingkan dengan
pertumbuhan triwulan sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan usaha baru atau
perluasan usaha sudah banyak dilaksanakan pada triwulan sebelumnya. Hasil SPE juga
mengindikasikan terjadinya penurunan pada komponen bangunan, dimana penjualan perlengkapan
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
13
konstruksi mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya dan juga dibandingkan dengan
triwulan yang sama tahun lalu (Grafik 1.16).
Perlambatan laju pertumbuhan investasi juga tercermin dari penurunan jumlah
penyaluran kredit baru untuk penggunaan investasi oleh bank umum di Jawa Barat
(Grafik 1.18). Penyaluran kredit baru investasi mengalami penurunan sebesar 36,64% (yoy), dari
Rp1.411 miliar pada triwulan IV-2007 menjadi Rp893 miliar pada triwulan IV-2008 ini.
Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, nilai realisasi kredit investasi juga menurun sebesar
Rp586 miliar.
Grafik 1.17. Posisi Penyaluran Kredit Investasi oleh Bank Umum di Jawa Barat
0
2
4
6
8
10
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
2006 2007 2008
Rp Triliun
0
10
20
30
40%
Posisi Baki Debet Pertumbuhan (yoy)
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), KBI Bandung.
Grafik 1.18. Penyaluran Kredit Baru Jenis Penggunaan Investasi oleh Bank Umum di
Jawa Barat
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
2006 2007 2008
Rp Triliun
-50
0
50
100
150%
Realisasi Kredit Baru Pertumbuhan (yoy)
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), KBI Bandung.
1.3. Ekspor-Impor
Melemahnya perekonomian global diperkirakan mulai memberikan dampak terhadap
kinerja ekspor untuk produk asal Jawa Barat. Laju pertumbuhan ekspor pada triwulan IV-2008
diperkirakan sebesar -22,50% (yoy), melambat bila dibandingkan dengan laju pertumbuhan pada
triwulan III-2008 yang sebesar -21,79% (yoy). Salah satu indikator perlambatan ini adalah tren
penurunan nilai dan volume ekspor Jawa Barat sejak Oktober 2008 (Grafik 1.19). Pelemahan daya
beli masyarakat di negara-negara tujuan ekspor utama sebagai dampak krisis global berimbas pada
penurunan permintaan luar negeri terhadap produk-produk lokal. Dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya, kinerja ekspor luar negeri mengalami perlambatan. Nilai ekspor untuk triwulan IV-
2008 (Oktober-November 2008) mengalami pertumbuhan sebesar 14,43% (yoy), melambat
dibandingkan pertumbuhan triwulan III-2008 (Juli – September 2008) yang sebesar 16,00%.
Walaupun masih mengalami pertumbuhan dari sisi nilai ekspor, kinerja ekspor tetap harus
diwaspadai. Hal ini terkait dengan terjadinya penurunan volume ekspor dibandingkan periode yang
sama tahun lalu, yang sebesar 419 ribu ton atau mengalami penurunan 26,73%. Hal ini
mengindikasikan bahwa permintaan terhadap produk sebenarnya sudah mulai melemah, namun
nilai ekspor tetap meningkat yang diperkirakan akibat kenaikan harga jual produk ekspor. Dalam
meningkatkan ekspor di Jawa Barat, salah satu komoditas yang dapat dikembangkan adalah
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
14
paprika karena memiliki rasa yang manis dibandingkan produksi daerah lain (lihat Boks 2 Program
Pengembangan Klaster Paprika di Jawa Barat).
Kelompok barang penyumbang ekspor Jawa Barat terbesar adalah Mesin dan Pesawat
Mekanik, Perlengkapan Elektronik dan Bagiannya, serta Tekstil dan Barang dari Tekstil.
Selama bulan Oktober – November 2008, nilai ekspor dari kelompok Mesin dan Pesawat Mekanik,
Perlengkapan Elektronik dan Bagiannya mengalami peningkatan sebesar 31,12% dibandingkan
periode yang sama tahun lalu, sedangkan volume meningkat sebesar 5,11%. Sementara itu,
kinerja ekspor kelompok Tekstil dan Barang dari Tekstil terus mengalami penurunan, yaitu
penurunan nilai ekspor sebesar 1,87% (yoy) dengan penurunan volume yang lebih tajam, yaitu
8,56% (yoy). Kinerja ekspor kedua kelompok ini diperlihatkan pada Grafik 1.21 dan Grafik 1.22.
Sejalan dengan ekspor, kinerja impor di Jawa Barat pada triwulan IV-2008 diperkirakan
mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan impor pada
triwulan IV-2008 diperkirakan adalah sebesar -28,10 (yoy), melambat bila dibandingkan dengan
pertumbuhan pada triwulan III-2008 yang sebesar -26,7% (yoy).
Kelompok Mesin dan Pesawat Mekanik, Perlengkapan Elektronik dan Bagiannya, serta
Kendaraan, Pesawat Terbang, Kendaraan dan Perlengkapannya merupakan kelompok
penyumbang impor terbesar. Kemiripan kelompok barang ekspor dan impor ini menunjukkan
bahwa pemenuhan impor dilakukan untuk memenuhi sebagian besar kebutuhan bahan baku
produksi yang selanjutnya merupakan komoditas ekspor. Nilai impor untuk kelompok Mesin dan
Pesawat Mekanik, Perlengkapan Elektronik dan Bagiannya pada periode Oktober – November 2008
mengalami pertumbuhan sebesar 36,62% (yoy), sedangkan kelompok Kendaraan, Pesawat
Terbang, Kendaraan, dan Perlengkapannya mengalami pertumbuhan nilai impor sebesar 142,72%.
Grafik 1.19. Nilai dan Volume Ekspor
Jawa Barat
1.000
1.250
1.500
1.750
2.000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
2007 2008
USD Juta
250
350
450
550
650
750
850
950
Ribu Ton
Nilai Volume
Sumber: Statistik Ekonomi & Keuangan Daerah (SEKDA) Jabar, KBI Bandung.
Grafik 1.20. Nilai dan Volume Impor
Jawa Barat
0
250
500
750
1.000
1.250
1.500
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
2007 2008
USD Juta
0
100
200
300
400
500
Ribu Ton
Nilai Volume
Sumber: Statistik Ekonomi & Keuangan Daerah (SEKDA) Jabar, KBI Bandung.
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
15
Grafik 1.21. Nilai dan Volume Ekspor Mesin dan Pesawat Mekanik,
Perlengkapan Elektronik dan Bagiannya
0
10
20
30
40
50
60
0
200
400
600
800
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
2007 2008
Ribu TonUSD Juta
Nilai Volume
Sumber: Statistik Ekonomi & Keuangan Daerah (SEKDA) Jabar, KBI Bandung.
Grafik 1.23. Nilai dan Volume Impor
Mesin dan Pesawat Mekanik, Perlengkapan Elektronik dan Bagiannya
0
50
100
150
0
200
400
600
800
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
2007 2008
Ribu TonUSD Juta
Nilai Volume
Sumber: Statistik Ekonomi & Keuangan Daerah (SEKDA) Jabar, KBI Bandung
Grafik 1.22. Nilai dan Volume Ekspor Tekstil dan Barang dari Tekstil
0
20
40
60
80
100
0
100
200
300
400
500
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
2007 2008
Ribu TonUSD Juta
Nilai Volume
Sumber: Statistik Ekonomi & Keuangan Daerah (SEKDA) Jabar, KBI Bandung.
Grafik 1.24. Nilai dan Volume Impor
Kendaraan, Pesawat Terbang, Kendaraan dan Perlengkapannya
0
20
40
60
80
0
50
100
150
200
250
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
2007 2008
Ribu TonUSD Juta
Nilai Volume
Sumber: Statistik Ekonomi & Keuangan Daerah (SEKDA) Jabar, KBI Bandung
Dilihat dari negara tujuan ekspor, nilai ekspor ke Amerika Serikat mengalami penurunan
yang cukup signifikan pada bulan Oktober – November 2008 dibandingkan dengan
triwulan III-2008 (Grafik 1.25). Sedangkan nilai ekspor untuk tujuan Eropa mengalami
peningkatan, sementara ekspor ke negara kawasan lainnya relatif stabil. Dibandingkan dengan
periode yang sama tahun lalu, pangsa pasar untuk tujuan Amerika Serikat menurun dari 19% pada
tahun 2007 menjadi 18% pada tahun 2008, sedangkan pangsa pasar untuk tujuan Eropa
mengalami peningkatan dari 15% pada tahun 2007 menjadi 17% pada tahun 2008, terutama
untuk negara-negara di kawasan Eropa Timur. Berdasarkan hasil Liaison pada industri tekstil di
Jawa Barat, negara tujuan ekspor baru seperti Eropa Timur memberikan prospek yang cukup cerah
bagi komoditas ekpor Jawa Barat.
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
16
Grafik 1.25. Nilai Ekspor Jawa Barat Berdasarkan Negara Tujuan
0
200.000
400.000
600.000
800.000
1.000.000
1.200.000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
2008
USD Ribu
Afrika
Amerika Serikat
Asia
Australia & Oceania
Eropa
Afrika2% Amerika Serikat
19%
Asia61%
Australia & Oceania
3%
Eropa15%
Oktober - November 2007
Afrika2% Amerika Serikat
18%
Asia60%
Australia & Oceania
3%
Eropa17%
Oktober - November 2008
Sumber: Statistik Ekonomi & Keuangan Daerah (SEKDA) Jabar, KBI Bandung
2. SISI PENAWARAN
Perlambatan pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan IV-2008 dipicu oleh
penurunan kinerja dua sektor dominan di Jawa Barat. Pada triwulan ini, kinerja sektor
pertanian serta sektor perdagangan, hotel, dan restoran diperkirakan mengalami penurunan.
Adapun sektor industri pengolahan, yang memiliki pangsa nilai tambah terbesar diperkirakan masih
mengalami peningkatan pertumbuhan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Tabel 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Barat Dari Sisi Penawaran (%)
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV) Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV**)Pertanian -0,34% -16,43% -0,96% 1,88% 33,93% 2,49% 42,21% -14,20% -3,45% -6,71% 2,73%
Pertambangan & Penggalian -2,25% -2,08% -5,96% -5,36% -14,57% -7,03% -9,25% -7,11% -5,57% -8,00% -7,48%Industri Pengolahan 8,51% 9,47% 7,19% 6,08% 6,82% 7,35% 3,92% 10,63% 10,51% 11,81% 9,30%
Listrik, Gas, dan Air Bersih -3,93% 7,74% 5,39% 3,29% 7,48% 5,95% 6,98% 5,35% 3,65% 0,21% 3,59%
Bangunan/Konstruksi 5,81% 9,79% 11,32% 11,77% 1,31% 8,44% 2,12% 1,22% 13,43% 9,57% 6,64%Perdagangan, Hotel, dan Restoran 7,32% 10,28% 9,06% 11,12% 2,65% 8,03% 3,58% 7,20% 6,14% 0,57% 4,28%
Pengangkutan dan Komunikasi 7,88% 16,74% 13,86% 10,33% 0,96% 10,12% -4,06% -0,06% 2,28% 9,16% 1,84%Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 0,64% 19,04% 15,96% 13,08% 3,65% 12,68% -2,08% 3,46% 8,56% 20,51% 7,55%
Jasa-Jasa 8,20% 5,57% 2,13% 2,44% 1,59% 2,90% 1,07% -0,12% 2,38% 3,25% 1,65%
PDRB 6,02% 5,71% 6,22% 6,42% 7,23% 6,41% 7,28% 4,18% 6,38% 5,90% 5,92%
2008**)SEKTOR EKONOMI 20062007
2007*)2008
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat *) Angka Sementara **) Proyeksi KBI Bandung .
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
17
Tabel 1.5. Kontribusi Sektor Ekonomi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Barat (%)
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV**)Pertanian -0,05% -2,46% -0,14% 0,26% 3,51% 0,34% 4,99% -2,00% -0,46% -0,87% 0,36%
Pertambangan & Penggalian -0,07% -0,06% -0,16% -0,14% -0,39% -0,19% -0,24% -0,17% -0,13% -0,17% -0,18%Industri Pengolahan 3,69% 4,15% 3,16% 2,71% 3,07% 3,26% 1,78% 4,72% 4,68% 5,29% 4,16%
Listrik, Gas, dan Air Bersih -0,09% 0,16% 0,11% 0,07% 0,16% 0,13% 0,15% 0,11% 0,08% 0,00% 0,08%
Bangunan/Konstruksi 0,19% 0,32% 0,36% 0,37% 0,04% 0,27% 0,07% 0,04% 0,45% 0,30% 0,22%Perdagangan, Hotel, dan Restoran 1,42% 1,94% 1,69% 2,14% 0,58% 1,58% 0,70% 1,38% 1,23% 0,12% 0,86%
Pengangkutan dan Komunikasi 0,34% 0,71% 0,58% 0,44% 0,04% 0,44% -0,19% 0,00% 0,10% 0,40% 0,08%Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 0,02% 0,55% 0,47% 0,39% 0,11% 0,38% -0,07% 0,11% 0,27% 0,61% 0,24%
Jasa-Jasa 0,57% 0,39% 0,15% 0,17% 0,11% 0,21% 0,08% -0,01% 0,16% 0,22% 0,11%
PDRB 6,02% 5,71% 6,22% 6,42% 7,23% 6,41% 7,28% 4,18% 6,38% 5,90% 5,92%
2008**)SEKTOR EKONOMI 20062007
2007*)2008
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat *) Angka Sementara **) Proyeksi KBI Bandung
2.1. Sektor Pertanian
Kinerja sektor pertanian pada triwulan IV-2008 diperkirakan tidak sebaik triwulan III-2008.
Pada triwulan ini, sektor pertanian diperkirakan akan mengalami kontraksi dengan laju
pertumbuhan sebesar -6,71% (yoy) (Tabel 1.4). Hampir seluruh sub sektor dalam sektor pertanian
diperkirakan akan mengalami penurunan, yang salah satunya disebabkan oleh kekeringan yang
mencapai puncaknya pada bulan Oktober 2008.
Penurunan kinerja sektor pertanian ini terutama dipengaruhi oleh penurunan pada
subsektor tanaman pangan. Penurunan kinerja subsektor tanaman pangan pada triwulan IV-
2008 ini dipengaruhi oleh beberapa faktor musiman. Keterlambatan datangnya musim penghujan
mengakibatkan tidak semua petani padi di wilayah Jawa Barat dapat menikmati panen, selain
adanya perubahan pergeseran pada pola musim tanam. Luas panen padi pada musim tanam
September – Desember 2008 juga mengalami penurunan sebesar 23,61% dibandingkan periode
masa tanam yang sama tahun 2007, yaitu dari 0,42 juta hektar menjadi 0,32 juta hektar (Grafik
1.26). Peningkatan produktivitas padi dari 54,20 kuintal per hektar di 2007 menjadi 55,84 kuintal
per hektar di 2008 diperkirakan tidak mampu mencegah penurunan produksi akibat penurunan
luas panen padi tersebut. Angka produksi pada periode tersebut diperkirakan akan turun sekitar
21%. Selain padi, tanaman palawija serta beberapa tanaman hortikultura lainnya juga mengalami
penurunan, akibat berakhirnya musim panen.
Grafik 1.26. Luas Panen per Musim Tanam Padi Jawa Barat
0,81
0,67
0,41
0,83
0,66
0,30
0,64
0,76
0,42
0,85
0,64
0,32
0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9
Jan - Apr
M ei - Agust
Sept - Des
Peri
od
e Ta
nam
Juta Ha
2005 2006 2007 2008
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat *) Angka Ramalan III
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
18
Walaupun mengalami perlambatan pertumbuhan pada triwulan IV-2008, produksi padi
sepanjang tahun 2008 cukup baik. Berdasarkan Angka Ramalan III BPS, produksi padi Jawa
Barat sepanjang tahun 2008 diperkirakan akan tumbuh sebesar 1,96% (yoy), atau mencapai
produksi 10,11 juta ton GKG (Tabel 1.6) atau 6,39 juta ton produksi beras. Kondisi ini merupakan
salah satu hasil upaya dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan, berupa peningkatan penggunaan
benih padi unggul bermutu, penggunaan benih hibrida, penggunaan pupuk berimbang,
penggunaan pupuk organik, perbaikan jaringan irigasi, pemasyarakatan pengendalian Organisme
Pengganggu Tanaman melalui Program Pengendalian Hama Terpadu, penekanan kehilangan hasil
(losses) pasca panen, pemberdayaan kelembagaan petani, serta dukungan penyuluh pertanian dan
pendampingan.
Tabel 1.6. Produksi Padi (Sawah dan Ladang) di Jawa Barat
Gabah Beras Gabah Beras Gabah Beras
Padi Sawah 9.562.990 6.043.810 9.755.747 6.165.632 2,02% 2,02%
Padi Ladang 351.029 221.850 352.119 222.539 0,31% 0,31%
Total 9.914.019 6.265.660 10.107.866 6.388.171 1,96% 1,96%
Produksi2007 2008*) Pertumbuhan
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat *) Angka Ramalan III
Kondisi yang sama juga terjadi pada tanaman jagung dan kedelai, yang diperkirakan
akan mengalami peningkatan produksi selama tahun 2008, bila dibandingkan dengan
tahun sebelumnya. Perluasan lahan panen merupakan faktor utama pemicu peningkatan
produksi tersebut. Berdasarkan Angka Ramalan III BPS, peningkatan 7,71% lahan panen jagung di
tahun 2008 berhasil meningkatkan produksi jagung sebesar 12,84% (Tabel 1.7). Sedangkan
peningkatan 106,46% lahan panen kedelai berhasil meningkatkan produksi kedelai sebesar
105,34% (Tabel 1.8). Pada dasarnya, Jawa Barat memiliki potensi yang cukup besar untuk
pengembangan kedelai, dengan mewujudkan kawasan sentra produksi di beberapa kabupaten di
Jawa Barat (Lihat Boks 1. Prospek Pengembangan Komoditas Kedelai di Jawa Barat).
Tabel 1.7. Perkembangan Komoditas Jagung di Jawa Barat
Produksi Jagung (Ton) 577.513 651.643 12,84%
Luas Panen Jagung (Ha) 113.373 122.113 7,71%
Kondisi Jagung 2007 2008*) Pertumbuhan
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat *) Angka Ramalan III
Tabel 1.8. Perkembangan Komoditas Kedelai di Jawa Barat
Produksi Kedelai (Ton) 17.438 35.807 105,34%
Luas Panen Kedelai (Ha) 12.429 25.661 106,46%
Kondisi Kedelai 2007 2008*) Pertumbuhan
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat *) Angka Ramalan III
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
19
Demikian juga untuk sub sektor peternakan, yang diperkirakan mengalami peningkatan
positif dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Peningkatan produksi peternakan terjadi
untuk mengantisipasi peningkatan permintaan terhadap hewan kurban, yang diperkirakan
mengalami peningkatan sebesar 15 – 20% menjelang hari raya Idul Adha, yang jatuh pada bulan
Desember 2008. Sebelumnya, Idul Adha terjadi pada bulan Januari 2008.
Sub sektor perikanan di Jawa Barat pada tahun 2008 juga mencatat pertumbuhan positif.
Produksi perikanan di tahun 2008 mencapai 615.293 ton, atau mengalami kenaikan 4,34%
dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang sebanyak 589.711 ton. Walaupun mengalami
peningkatan produksi, Jawa Barat belum mampu memenuhi permintaan lokalnya. Saat ini, Jawa
Barat masih memiliki potensi lahan perikanan seluas 514.386 hektar, sedangkan yang tergarap
baru mencapai 22,26%.
Posisi baki debet kredit ke sektor
pertanian masih mengalami
peningkatan pada triwulan IV-2008
(Grafik 1.27). Nilai kredit ke sektor
pertanian di triwulan IV-2008 mencapai
Rp1,69 triliun, atau tumbuh 10,29%
(qtq) dibandingkan triwulan
sebelumnya, namun secara tahunan
mengalami perlambatan dibandingkan
triwulan sebelumnya, dari 38,19% (yoy)
menjadi 18,98% (yoy).
2.2. Sektor Industri Pengolahan
Sektor industri pengolahan sebagai sektor penyumbang PDRB Jawa Barat terbesar
diperkirakan masih mengalami pertumbuhan positif di triwulan IV-2008. Sektor ini
diperkirakan tumbuh dengan laju pertumbuhan 11,81% (yoy), lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang sebesar 10,51% (yoy).
Pertumbuhan terjadi pada industri non migas, terutama sub sektor alat angkutan, mesin,
dan peralatannya. Hal ini diindikasikan oleh penjualan kendaraan bermotor nasional pada tahun
2008. Sebagian besar pabrik kendaraan bermotor di Indonesia berlokasi di Jawa Barat, khususnya
Bekasi dan Karawang. Realisasi penjualan sepeda motor di tahun 2008 mencatat rekor tertinggi
dalam sejarah industri tersebut, mengalami lonjakan penjualan sebesar 32,6% dibandingkan
dengan tahun 2007. Kondisi ini juga diikuti oleh industri mobil nasional yang juga mencatat rekor
penjualan dalam industri otomotif nasional, dengan nilai penjualan sebesar 607.151 unit.
Walaupun subsektor ini memiliki risiko yang sangat tinggi terhadap krisis keuangan global, namun
Grafik 1.27. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Pertanian
0,00
0,25
0,50
0,75
1,00
1,25
1,50
1,75
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
2006 2007 2008
Rp Triliun
-10
0
10
20
30
40
50%
Posisi Kredit Pertumbuhan (yoy)
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), KBI Bandung
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
20
peningkatan produksi masih tetap terjadi di triwulan IV-2008, yang dilakukan untuk memenuhi
pesanan permintaan yang masih tersisa hingga akhir tahun 2008.
Peningkatan kinerja subsektor alat angkutan, mesin, dan peralatan juga tercermin dari
pertumbuhan ekspor dari kelompok Mesin dan Pesawat Mekanik, perlengkapan Elektonik
dan Bagiannya serta Kendaraan, Pesawat Terbang, Kendaraan dan Perlengkapannya.
Kinerja ekspor untuk dua kelompok tersebut tercatat mengalami peningkatan pada bulan Oktober
– November 2008 sebesar 30,86%(yoy) untuk nilai ekspor dan 7,54%(yoy) untuk volume ekspor,
dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2007 (Grafik 1.28).
Kondisi yang bertolak belakang terjadi pada subsektor tekstil barang kulit dan alas kaki,
yang diperkirakan mengalami penurunan kinerja. Ekspor kelompok tekstil dan barang dari
tekstil serta alas kaki, tutup kepala, payung, dan bunga tiruan, pada bulan Oktober – November
2008 mengalami penurunan yang cukup drastis (Grafik 1.29). Pada periode tersebut, volume
ekspor mengalami penurunan sebesar 7,40% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun lalu,
walaupun mencatat peningkatan nilai penjualan sebesar 0,38% (yoy). Penurunan kinerja ini
diperkirakan akibat lemahnya daya saing harga produk tesktil lokal dibandingkan dengan produk
internasional, terutama setelah krisis ekonomi menimpa negara-negara tujuan ekspor tekstil, yaitu
Amerika Serikat dan Eropa Barat. Di pasar internasional, produk lokal memiliki harga jual yang
relatif lebih mahal, dibandingkan harga rata-rata dunia, dan memiliki kecenderungan untuk terus
mengalami peningkatan harga. Pelemahan nilai tukar rupiah juga berdampak negatif dalam
menaikkan biaya produksi, terkait dengan ketergantungan bahan baku impor yang sangat tinggi
pada industri tersebut.
Grafik 1.28. Nilai dan Volume Ekspor Mesin dan Pesawat Mekanik, Perlengkapan
Elektonik dan Bagiannya serta Kendaraan, Pesawat Terbang, Kendaraan dan
Perlengkapannya
0
200
400
600
800
1.000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
2007 2008
USD Juta
0
20
40
60
80
100
Ribu Ton
Nilai Volume
Sumber: Statistik Ekonomi & Keuangan Daerah (SEKDA) Jabar, KBI Bandung.
Grafik 1.29. Nilai dan Volume Ekspor Produk Tekstil dan Barang dari Tesktil serta Alas Kaki, Tutup Kepala, Payung, dan Bunga
Tiruan
0
20
40
60
80
100
0
100
200
300
400
500
600
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
2007 2008
Ribu TonUSD Juta
Nilai Volume
Sumber: Statistik Ekonomi & Keuangan Daerah (SEKDA) Jabar, KBI Bandung.
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
21
Dilihat dari sisi pembiayaan, posisi
penyaluran kredit perbankan untuk sektor
industri pengolahan masih menunjukkan
peningkatan, meski melambat
dibandingkan pertumbuhan pada
triwulan III-2008. Dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya, outstanding kredit
meningkat sebesar Rp1,03 triliun
dibandingkan outstanding pada triwulan III-
2008, namun mengalami perlambatan
pertumbuhan, baik dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya, dari 22,76% (yoy)
menjadi 21,18% (yoy).
2.3. Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran
Pada triwulan IV-2008, perlambatan pertumbuhan diperkirakan akan dialami oleh sektor
perdagangan, hotel dan restoran. Laju pertumbuhan sektor PHR pada triwulan IV-2008
diperkirakan sebesar 0,57% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
sebesar 6,14% (yoy) maupun periode yang sama tahun lalu sebesar 2,65% (yoy).
Perlambatan yang terjadi pada subsektor perdagangan besar dan eceran, yang
merupakan penyumbang terbesar dalam sektor PHR, merupakan pendorong utama
terjadinya perlambatan pada sub sektor PHR. Penurunan kinerja ini disebabkan oleh tingginya
nilai tambah sektor PHR pada triwulan III-2008, akibat adanya momen bulan Ramadhan dan hari
raya Idul Fitri, dimana permintaan masyarakat terhadap barang-barang konsumsi (produk dari
sektor perdagangan besar dan eceran) meningkat tajam. Selanjutnya pada triwulan IV-2008,
kinerja sektor PHR menurun seiring permintaan yang kembali normal.
Kinerja subsektor hotel diperkirakan mengalami peningkatan pada triwulan IV-2008. Hal
ini merupakan dampak dari adanya momen liburan Idul Fitri pada awal Oktober 2008, libur Idul
Adha, hari raya Natal dan tahun baru di bulan Desember 2008, dan liburan panjang yang biasanya
dimanfaatkan oleh para wisatawan, baik domestik maupun internasional, untuk melakukan
kunjungan wisata ke daerah-daerah di Jawa Barat. Pada triwulan ini, terjadi peningkatan pada
Tingkat Hunian Kamar (THK) di sejumlah hotel di Jawa Barat, terutama di kota Bandung dan
daerah wisata seperti kawasan Puncak, Pangandaran, dan kota-kota lainnya. Dibandingkan dengan
pertumbuhan rata-rata THK triwulan III-2008, pertumbuhan THK pada triwulan IV-2008 mengalami
peningkatan. Untuk hotel bintang, laju pertumbuhan THK meningkat dari 2% (yoy) pada triwulan
III-2008, menjadi 14% (yoy) pada triwulan IV-2008. Sedangkan untuk hotel non bintang, laju
pertumbuhan meningkat dari 12% (yoy) pada triwulan III-2008, menjadi 24% (yoy) pada triwulan
IV-2008.
Grafik 1.30. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat
ke Sektor Industri Pengolahan
0
5
10
15
20
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
2006 2007 2008
Rp Triliun
0
5
10
15
20
25
30%
Posisi Kredit Pertumbuhan (yoy)
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), KBI Bandung
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
22
Tabel 1.9. Indikator Perhotelan di Jawa Barat
Jul Agust Sep Okt Nov Des Apr Mei Jun Jul Agust Sep Tw.IVHotel Bintang (%) 41,09 37,87 38,95 40,88 48,36 53,29 37,19 43,26 43,74 46,01 47,53 26,54 54,30Hotel Non Bintang (%) 22,27 22,55 22,34 22,96 23,03 25,88 23,17 24,95 27,59 28,03 27,60 19,92 29,82
Hotel Bintang & Non Bintang (%) 31,74 29,80 29,86 31,18 33,38 37,28 28,63 29,19 35,84 36,78 38,39 23,35
Tingkat Hunian Kamar2007 2008
Sumber: BPS Provinsi Jabar
Sama dengan dua sektor dominan
lainnya di Jawa Barat, pertumbuhan
posisi kredit perbankan untuk sektor
perdagangan, hotel, dan restoran secara
tahunan mengalami perlambatan
dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya (Grafik 1.31). Outstanding
kredit pada triwulan IV-2008 mengalami
pertumbuhan dengan laju sebesar 28,47%
(yoy), lebih lambat dibandingkan
pertumbuhan pada triwulan III-2008 yang
sebesar 34,32% (yoy).
2.4. Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan
Sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan pada triwulan IV-2008 diperkirakan
mengalami pertumbuhan sebesar 20,51% (yoy), lebih tinggi daripada pertumbuhan pada
triwulan III-2008 yang sebesar 8,56%. Namun demikian, pertumbuhan sektor ini hanya
menyumbang 0,61% terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Barat. Pertumbuhan signifikan terjadi
subsector keuangan. Kondisi ini tercermin dari pertumbuhan nilai tambah bank umum di Jawa
Barat pada triwulan IV-2008, yang tumbuh 33,40% (qtq) dan 30,04% (yoy) (Tabel 1.10). Kinerja
subsektor persewaan pada triwulan IV-2008 juga mengalami peningkatan. Hal ini tercermin pada
hasil Survei Properti Komersial (Tabel 1.11), yang menunjukkan peningkatan sewa bangunan untuk
sewa kantor dan pusat perbelanjaan pada triwulan IV-2008, dibandingkan dengan triwulan yang
sama tahun sebelumnya.
Tabel 1.10. Nilai Tambah Bank Umum di Jawa Barat (Rp Miliar)
2007 Pertumbuhan PertumbuhanTw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV (qtq) (yoy)
Bank Umum Pemerintah 2.998 870 1.878 3.040 4.182 37,57% 39,50%
Bank Swasta Nasional 1.872 544 1.158 1.757 2.246 27,86% 19,96%
Bank Asing dan Campuran 153 37 72 100 104 3,99% -32,02%
Total 5.023 1.452 3.108 4.897 6.532 33,40% 30,04%
2008Nilai Tambah
Sumber: LBU KBI Bandung
Grafik 1.31. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat
ke Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran
0
5
10
15
20
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
2006 2007 2008
Rp Triliun
0
10
20
30
40%
Posisi Kredit Pertumbuhan (yoy)
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), KBI Bandung
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
23
Tabel 1.11. Perkembangan Persewaan Bangunan
2007 Pertumbuhan PertumbuhanTW IV TW I TW II TW III TW IV (qtq) (yoy)
Sewa Kantor 18.230 18.230 26.563 25.181 25.528 1,38% 40,03%
Sewa Pusat Perbelanjaan 57.620 57.880 58.325 58.437 58.580 0,24% 1,67%
Sewa Apartemen 474 474 474 474 474 0,00% 0,00%
Jenis Properti2008
Sumber: Survei Properti Komersial Kota Bandung
2.5. Sektor Bangunan
Pertumbuhan sektor bangunan diperkirakan melambat dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya, dari 13,43% (yoy) pada triwulan III-2008 menjadi 9,57% (yoy) pada triwulan
IV-2008. Kondisi ini tercermin dari hasil Survei Properti Komersial triwulan IV-2008 (Tabel 1.12),
yang memperlihatkan perlambatan pertumbuhan pada jenis properti pusat perbelanjaan sewa dan
jual (jenis properti dominan di Jawa Barat) dari 3,41% pada triwulan III-2008 menjadi 0,53% pada
triwulan IV-2008. Dari sisi luas area, pusat perbelanjaan sewa dan jual pada triwulan IV-2008
merupakan angka terendah dibandingkan triwulan-triwulan sebelumnya selama tahun 2008,
namun masih lebih tinggi dibandingkan dengan luas area pada triwulan IV-2007.
Tabel 1.12. Perkembangan Properti Komersial
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV
Perkantoran Sewa (m2) 17.271 18.216 18.216 18.230 18.680 26.563 25.181 25.528 38,24 40,03
Pusat Perbelanjaan Sewa dan Jual (m2) 104.836 101.926 103.617 104.693 106.260 107.040 107.152 105.252 3,41 0,53Apartemen Jual (unit) 393 393 393 403 408 558 558 558 41,98 38,46
Hotel Bintang 3,4, dan 5 (jumlah kamar) 1.251 1.364 1.266 1.261 1.274 1.420 1.436 1.450 13,43 15,02
PertumbuhanTW IV yoy (%)
2008Jenis Properti
2007 PertumbuhanTW III yoy (%)
Sumber: Survei Properti Komersial Kota Bandung
Di sisi pembiayaan, posisi kredit
perbankan ke sektor bangunan
(konstruksi) pada triwulan IV-2008
tumbuh signifikan sebesar 42,33%
(yoy). Namun demikian, nominal posisi
kredit sektor bangunan sejak triwulan III-
2008 relatif stagnan.
Grafik 1.32. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Konstruksi
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
3,00
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
2006 2007 2008
Rp Triliun
0
10
20
30
40
50%
Posisi Kredit Pertumbuhan (yoy)
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), KBI Bandung
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
24
2.6. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi
Pertumbuhan sektor pengangkutan dan komunikasi diperkirakan tumbuh dengan laju
sebesar 9,16% (yoy) pada triwulan IV-2008, lebih tinggi dibandingkan dengan
pertumbuhan pada triwulan III-2008 yang sebesar 2,28% (yoy). Sumbangan sektor ini
terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Barat triwulan IV-2008 hanya sebesar 0,40% (yoy).
Indikator yang mencerminkan peningkatan sektor tersebut adalah perkembangan jumlah
penumpang kereta api DAOP Jawa Barat. Penumpang kereta api di wilayah daerah operasi
Jawa Barat tumbuh 22,48% (yoy), lebih tinggi daripada pertumbuhan pada triwulan III-2008 yang
sebesar 14,96% (yoy) (Tabel 1.13). Kondisi yang berbeda terjadi pada angkutan udara. Jumlah
penumpang di Bandara Husein Sastranegara turun 16,25% (yoy) (Tabel 1.14), karena penurunan
jumlah penumpang untuk tujuan domestik, akibat penutupan beberapa rute domestik. Kenaikan
yang cukup signifikan terjadi pada jumlah penumpang untuk tujuan internasional, yang tumbuh
66,35% (yoy).
Tabel 1.13. Jumlah Penumpang Kereta Api Daerah Operasi Jawa Barat (Bandung dan Cirebon) (Juta Penumpang)
2007 Pertumbuhan PertumbuhanTw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV qtq yoy
Eksekutif 0,24 0,23 0,30 0,33 0,32 -2,17% 32,64%Bisnis 0,21 0,20 0,26 0,33 0,32 -3,50% 49,01%Ekonomi 0,42 0,37 0,41 0,46 0,49 7,64% 18,24%Lokal Bisnis 0,30 0,26 0,28 0,33 0,33 0,57% 10,66%Lokal Ekonomi 1,84 1,74 1,88 2,01 2,23 11,14% 20,93%
Total 3,01 2,80 3,12 3,45 3,69 7,01% 22,48%
2008Kelas
Sumber: PT Kereta Api DAOP Jawa Barat Catatan: terdiri dari DAOP Bandung dan Cirebon
Tabel 1.14. Jumlah Penumpang Domestik dan Internasional
di Bandara Husein Sastranegara
2007 Pertumbuhan PertumbuhanTW IV TW I TW II TW III TW IV qtq yoy
Keberangkatan 40.962 29.787 24.935 20.886 23.624 13,11% -42,33%
Kedatangan 37.609 27.516 23.745 20.400 20.816 2,04% -44,65%Total 78.571 57.303 48.680 41.286 44.440 7,64% -43,44%
2007 Pertumbuhan PertumbuhanTW IV TW I TW II TW III TW IV qtq yoy
Keberangkatan 12.722 17.662 20.947 19.199 21.263 10,75% 67,14%
Kedatangan 13.142 19.564 22.290 22.510 21.762 -3,32% 65,59%
Total 25.864 37.226 43.237 41.709 43.025 3,16% 66,35%2007 Pertumbuhan Pertumbuhan
TW IV TW I TW II TW III TW IV qtq yoyKeberangkatan 53.684 47.449 45.882 40.085 44.887 11,98% -16,39%
Kedatangan 50.751 47.080 46.035 42.910 42.578 -0,77% -16,10%Total 104.435 94.529 91.917 82.995 87.465 5,39% -16,25%
2008
2008
2008
Domestik
Internasional
Total
Sumber: PT Persero Angkasa Pura II
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
25
Pertumbuhan sektor pengangkutan
dan komunikasi tidak terlepas dari
dukungan pembiayaan perbankan.
Posisi kredit ke sektor pengangkutan
dan komunikasi pada triwulan IV-2008
tumbuh signifikan sebesar 283,62%
(yoy), lebih tinggi dibandingkan
dengan triwulan III-2008 yang tumbuh
sebesar 130,64% (yoy). Nilai
outstanding untuk sektor ini pada
triwulan IV-2008 mencapai Rp3,09
triliun.
2.7. Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih
Sektor listrik, gas, dan air bersih pada triwulan IV-2008 diperkirakan hanya tumbuh
sebesar 0,21% (yoy), atau melambat dibandingkan triwulan sebelumnya (3,65%).
Perlambatan ini disebabkan oleh penurunan pada subsektor listrik, yang menggunakan sumber
energi yang semakin terbatas. Pertumbuhan subsektor listrik diindikasikan oleh peningkatan
pemakaian listrik di Jawa Barat pada triwulan IV-2008. Pemakaian listrik di Jawa Barat meningkat
2,07% (yoy) dibandingkan dengan triwulan IV-2007 (Tabel 1.15). Walaupun pemakaian listrik
untuk pengguna rumah tangga mengalami peningkatan baik dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya maupun triwulan yang sama tahun lalu, pemakaian listrik untuk industri mengalami
penurunan yang cukup signifikan. Hal ini diperkirakan terkait dengan krisis global, seiring dengan
penurunan produksi akibat lesunya permintaan. Konsumsi listrik industri di Kabupaten Purwakarta
dan Subang selama Oktober – Desember 2008 turun 6,82% dibandingkan dengan periode yang
sama tahun lalu.
Tabel 1.15. Pemakaian Listrik di Jawa Barat (Juta Kwh)
Rumah Tangga 2.379 2.455 2.463 2.611 3,55% 6,36%Industri 3.695 3.457 3.914 3.423 5,94% -0,99%
Total 6.074 5.912 6.377 6.034 5,00% 2,07%
Pertumbuhan Tw.IV (yoy)
Pengguna Tw.IV-07 Tw.III-08 Tw.IV-08Tw.III-07Pertumbuhan
Tw.III (yoy)
Sumber: PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Barat dan Banten.
Grafik 1.33. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat
ke Sektor Pengangkutan dan Komunikasi
0
1
2
3
4
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
2006 2007 2008
Rp Triliun
0
50
100
150
200
250
300%
Posisi Kredit Pertumbuhan (yoy)
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), KBI Bandung
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
26
Dilihat dari sisi pembiayaan,
penyaluran kredit ke sektor listrik, gas,
dan air bersih mengalami peningkatan,
namun melambat bila dibandingkan
dengan triwulan III-2008 (Grafik 1.34).
Laju pertumbuhan diperkirakan mencapai
297,17% (yoy), melambat dibandingkan
dengan pertumbuhan di triwulan
sebelumnya, yang sebesar 426,44% (yoy).
Peningkatan kredit ke sektor listrik ini
terkait dengan kebutuhan investasi yang
sangat besar untuk pembangunan
pembangkit tenaga listrik. Jawa Barat
memiliki potensi yang besar, terutama untuk pembangkit tenaga listrik tenaga panas bumi. Saat
ini, pemerintah Jawa Barat telah menandatangani izin 8 perusahaan untuk ikut lelang tahap
pertama dalam rangka pembangunan PLTU di lima lokasi, yaitu Gunung Papandayan, Gunung
Ciremai, Gunung Cikuray, Gunung Guntur, dan Gunung Masigit.
2.8. Sektor Jasa-Jasa
Pertumbuhan sektor jasa-jasa pada
triwulan IV-2008 diperkirakan akan
mencapai laju 3,25% (yoy). Laju
pertumbuhan ini mengalami peningkatan
dibandingkan dengan triwulan III-2008
yang mencatat laju pertumbuhan sebesar
2,38% maupun dibandingkan dengan
triwulan IV-2007 dengan laju
pertumbuhan sebesar 1,59%. Dari sisi
pembiayaan, posisi penyaluran kredit ke
sektor jasa-jasa mengalami peningkatan
dengan laju pertumbuhan sebesar 24,68%
(yoy). Pertumbuhan ini melambat dibandingkan triwulan III-2008 (31,32%) dan juga dibandingkan
dengan triwulan IV-2007 (37,35%). Nilai posisi kredit ini mengalami peningkatan sebesar Rp190
miliar dibandingkan triwulan sebelumnya.
Grafik 1.34. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat
ke Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih
0,00
0,05
0,10
0,15
0,20
0,25
0,30
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
2006 2007 2008
Rp Triliun
0
100
200
300
400
500%
Posisi Kredit Pertumbuhan (yoy)
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), KBI Bandung
Grafik 1.35. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat
ke Sektor Jasa Dunia Usaha dan Sosial
0
2
4
6
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
2006 2007 2008
Rp Triliun
0
10
20
30
40
50%
Posisi Kredit Pertumbuhan (yoy)
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), KBI Bandung
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
27
BOKS 1
PROSPEK PENGEMBANGAN KOMODITAS KEDELAI DI JAWA BARAT
Rasio Ketergantungan Impor Indonesia terhadap kedelai pada 1999-2004 meningkat dari 48,49
menjadi 62,29 karena produksi kedelai dalam negeri masih sangat rendah, sementara di sisi lain,
permintaan kedelai dalam negeri meningkat tiap tahun. Ketergantungan ini berdampak negatif bagi
perekonomian nasional, terutama pada saat harga kedelai di pasar dunia melonjak naik, seperti yang
terjadi pada awal tahun 2008.
Secara nasional, produksi kedelai Jawa Barat menduduki posisi ke-5 terbesar setelah Jawa Timur,
Jawa Tengah, NTB dan DI Yogyakarta. Namun demikian, produksi kedelai Jawa Barat cenderung
menurun, selama tahun 2001 hingga 2007, laju penurunan produksi rata-rata 8,3% setiap
tahunnya. Penurunan terbesar terjadi pada tahun 2007 dibandingkan tahun 2006 yakni sebesar
29,37%. Seperti halnya daerah lain, penurunan produksi ini terutama disebabkan oleh penurunan
luas areal tanam akibat keengganan petani untuk menanam kedelai. Salah satu penyebab
keengganan petani tersebut adalah kurang menariknya harga jual kedelai karena kalah bersaing
dengan kedelai impor yang murah, terutama dari Amerika Serikat. Di sisi lain, kondisi tanah Jawa
Barat sangat potensial untuk ditanami kedelai.
Sehubungan dengan hal tersebut KBI Bandung bekerjasama dengan SOSEK INC melakukan
penelitian mengenai ”Potensi Pengembangan Usaha Tani Kedelai di Jawa Barat,” yang mencakup
berbagai aspek, yakni mengidentifikasi potensi sumberdaya untuk pengembangan kedelai di Jawa
Barat (lahan, sosial ekonomi petani, dan potensi produksi), menganalisa tingkat penerapan
teknologi, menganalisa daya saing kedelai di Jawa Barat, mengkaji peluang investasi agroindustri,
dan menganalisa efisiensi distribusi serta farmer’s share. Beberapa tujuan penelitian tersebut
dikembangkan dengan metode-metode analisa seperti Location Quotient, Koefisien Lokalisasi, dan
lain-lain, seperti tertuang dalam Grafik 1.36.
Hasil Penelitian
1. Hasil analisis LQ, menunjukkan bahwa terdapat beberapa kabupaten yang berpotensi melakukan
menjadi kawasan sentra produksi untuk pengembangan kedelai, yaitu Garut, Cianjur,
Sumedang, Ciamis dan Kuningan. Di Kabupaten Garut, adopsi teknologi cenderung dilakukan
oleh petani berlahan luas. Hal ini kemudian didukung dengan adanya pengaruh cukup nyata dari
penggunaan pupuk dan pestisida terhadap produksi pendapatan. Adopsi teknologi di Kabupaten
Cianjur dipengaruhi oleh besarnya pengeluaran untuk membayar tenaga kerja keluarga. Hal ini
didukung dengan hasil regresi dimana pemupukan berpengaruh signifikan terhadap besarnya
produksi.
2. Secara umum, usaha tani kedelai di Jabar memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif,
meskipun masih terdapat divergensi dalam komponen input tradable dan input faktor lainnya,
seperti divergensi yang terjadi pada input pupuk yang disebabkan oleh distorsi kebijakan berupa
subsidi positif terhadap input.
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
28
Grafik 1.36. Metode Analisa Penelitian
3. Terdapat tiga kabupaten yang memiliki harga output kedelai yang lebih rendah dari harga dunia.
Apabila produktivitas kedelai menurun disertai peningkatan harga input, maka akan terdapat
membuat usaha tani kedelai hampir tidak memiliki keunggulan baik kompetitif maupun
komparatif.
4. Gambaran mengenai usaha agroindustri menunjukkan masing-masing jenis agroindustri berbasis
kedelai memiliki karakteristik yang berbeda, begitu pula dengan pengaruh peningkatan harga
kedelai yang berbeda-beda pada setiap jenis agroindustri (tahu, tempe, tauco, dan susu bubuk
kedelai).
5. Kedelai pada umumnya memiliki tiga rantai tataniaga, yaitu:
a. Petani -> Pedagang Desa -> Pedagang Kabupaten -> Agroindustri,
b. Petani -> Pedagang Desa -> Agroindustri, dan
c. Petani -> Agroindustri.
Rantai (a) merupakan rantai utama karena sebagian besar kedelai disalurkan melalui rantai ini,
namun dari sisi farmer’s share, efisiensi teknis maupun ekonomis, rantai utama ini memiliki nilai
peling kecil dibanding rantai lainnya. Di lain pihak, rantai (c) merupakan rantai yang paling
efisien, sehingga memberi keuntungan yg paling besar untuk petani.
Identifikasi Potensi Sumberdaya untuk
Pengembangan Kawasan Sentra Produksi Kedelai
Analisis Tingkat Penera pan
Teknologi Sistem Usahatani Kedelai
Analisis Daya -saing Komoditas Kedelai di Jabar dengan Policy Analysis Matrix
Kajian Peluang Investasi
Agroindustri Berbasis Kedelai
Analisis Farmer’s Share dan Efisiensi Saluran
Pemasaran Komoditas Kedelai di Kawasan
Sentra Produksi
Perspektif Pengembangan Komoditas Kedelai di Jawa
Barat
Manfaat Kedelai di Masyarakat : - Pangan non fermentasi - Minyak Kasar - Lesitin - Konsentra Protein - Bungkil
Permasalahan Kedelai: - Permintaan tinggi - Produksi rendah - Kedelai di pasar dunia
berkurang dan harga tinggi
- Analisis Location Quotient (LQ) - Analisis Koefisien Lokalisasi (?) - Koefisien Spesialisasi (?)
- Analisis regresi lin ear
berganda untuk mengetahui faktor -faktor yang mempengaruhi tingkat penerapan teknologi -
Analisis regresi sederhana untukmengetahui pengaruh tingkatpenerapan teknologi
terhadap produktivitas
Policy Analysis Matrix (PAM) digunakan untuk mengukur keuntungan pada
harga private (actual market ) dan harga sosial (efficiency )
- Net Present Value
(NPV) - Net B/C Ratio
-
Internal Rate of Return (IRR) -
Break Even Point (BEP)
- Farmer’s Share - Menentukan tingkat
efisiensi saluran pemasaran kedelai adalah dengan indeks efisiensi teknis (T) dan nilai indeks efi siensi ekonomis (E)
Tujuan Penelitian
Metode Analisis
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
29
Rekomendasi
1. Pemerintah daerah sebaiknya mengembangkan kegiatan off-farm, mendukung infrastruktur
transportasi, dan menyalurkan kredit untuk pengembangan kedelai di daerah-daerah yang
berpotensi menjadi sentra produksi kedelai (Garut, Cianjur, Sumedang, Ciamis dan Kuningan)
sebaiknya dikembangkan.
2. Dinas pertanian sebaiknya menjamin ketersediaan pupuk bersubsidi dan nonsubsidi untuk
mempermudah adopsi teknologi.
3. Pemerintah daerah melakukan pembenahan struktur kebijakan proteksi agar memberikan
insentif bagi petani untuk bersedia menanam kedelai dan memacu pertumbuhan produksi dan
produktivitasnya.
4. Pengembangan agroindustri dapat dilakukan dengan pemasaran langsung dari petani ke
konsumen atau pengembangan rantai tataniaga terpendek memerlukan perhatian yang lebih
banyak. Hal ini dapat dicapai dengan adanya pergudangan sementara di tingkat kelompok tani
agar tercipta integrasi produsen dan konsumen (agroindustri).
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
30
BOKS 2
PROGRAM PENGEMBANGAN KLASTER PAPRIKA DI JAWA BARAT
Pada tahun 2007, KBI Bandung melaksanakan program pengembangan klaster paprika dalam
bentuk pelatihan Penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dan Budidaya Paprika yang Tepat
dan Benar. Melalui program ini, petani dibekali pengetahuan mengenai budidaya paprika yang baik
dan benar sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas paprika.
Paprika merupakan salah satu komoditas sayuran yang mempunyai nilai ekonomi tinggi karena
harga jual paprika relatif stabil. Paprika dari Jawa Barat memiliki daya saing yang relatif baik,
dengan rasa yang manis dan renyah sehingga banyak diminati oleh konsumen paprika di luar
negeri. Kondisi agroklimat Jawa Barat cocok untuk budidaya paprika, selain itu rentang distribusi
paprika tidak terlalu panjang sehingga paprika merupakan komoditas yang potensial untuk
dikembangkan.
Meski paprika dari Jawa Barat memiliki daya saing yang relatif baik di pasar luar negeri, namun
ekspor paprika pada tahun-tahun sebelumnya masih menemui beberapa kendala, yaitu: (i) paprika
yang dihasilkan masih banyak yang tidak memenuhi standar residu pestisida yang ditetapkan oleh
negara pengimpor, dan (ii) para petani paprika masih belum dapat memenuhi kuota ekspor.
Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut, KBI Bandung bekerjasama dengan Balai Penelitian
Sayuran Jawa Barat, CV. ASB Farm (eksportir), dan Koperasi Petani Mitra Suka Maju (Koptan MSM)
mengadakan program pengembangan klaster paprika. Program pelatihan tersebut pada akhirnya
mampu mendorong berbagai pihak yang terkait untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan program
pengembangan klaster, antara lain: Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Barat,
HPSP (Holticultural Partnership Support Programme), PT Joro (importir benih dan penjual sarana
produksi pertanian), serta Dinas Koperasi dan UMKM Jawa Barat.
Hasil Program Pengembangan Klaster
Pada akhir pelaksanaannya, program pengembangan klaster paprika berhasil meningkatkan
produktivitas dan kualitas paprika, meningkatkan volume ekspor, dan memperluas kesempatan
kerja. Produktivitas paprika yang dihasilkan meningkat dari 2-3kg per pohon per musim tanam,
menjadi 4-5kg per pohon per musim tanam. Peningkatan produktivitas ini mendorong peningkatan
volume ekspor dari 2 ton per minggu menjadi 4-6ton per minggu. Dari sisi kualitas, paprika yang
dihasilkan memenuhi standar residu pestisida yang ditetapkan oleh negara pengimpor.
Untuk memenuhi permintaan ekspor, Koptan MSM bersama eksportir sedang merencanakan
perluasan lahan penanaman paprika. Pembukaan lahan tersebut mampu menyerap banyak tenaga
kerja karena paprika merupakan tanaman yang perlu penanganan secara intensif.
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
32
Di tengah gejolak perekonomian global, tekanan inflasi Jawa Barat pada triwulan IV-2008
menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Secara triwulanan, inflasi Indeks Harga
Konsumen (IHK) Tahun Dasar (TD) 20071 Jawa Barat tercatat sebesar 0,15% (qtq) (Grafik 2.1), lebih
rendah baik dibandingkan dengan inflasi Jawa Barat pada triwulan III-2008, yang sebesar 3,14%,
maupun inflasi pada triwulan IV-2007, yang sebesar 1,44%. Angka tersebut lebih rendah
dibandingkan inflasi nasional pada triwulan IV-2008 yang mencapai 0,54%. Dengan
perkembangan tersebut, inflasi Jawa Barat secara tahunan lebih rendah dibandingkan inflasi pada
September 2008 yakni dari 12,30% menjadi 11,11% (yoy). Namun demikian, inflasi Jawa Barat
tersebut lebih tinggi dibandingkan inflasi pada tahun 2007 yang sebesar 5,10% dan sedikit di atas
inflasi nasional tahun 2008 yang sebesar 11,06% dan (Grafik 2.2).
Grafik 2.1. Inflasi Triwulanan Jawa Barat dan Nasional
0
1
2
3
4
5
Tw.IV* Tw.I* Tw.II* Tw.III** Tw.IV**
2007 2008
% (qtq)
Jabar Nasional
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, TD 2002. Keterangan: * Inflasi dengan Tahun Dasar 2002; ** Inflasi dengan Tahun Dasar 2007.
Grafik 2.2. Inflasi Tahunan Jawa Barat dan Nasional
0
2
4
6
8
10
12
14
Tw.IV* Tw.I* Tw.II* Tw.III** Tw.IV**
2007 2008
% (yoy)
Jabar Nasional
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, TD 2002. Keterangan: * Inflasi dengan Tahun Dasar 2002; ** Inflasi dengan Tahun Dasar 2007.
Perlambatan inflasi selama triwulan IV-2008 terutama disebabkan oleh berkurangnya
tekanan permintaan setelah bulan Ramadhan serta penurunan harga komoditas-
komoditas internasional. Krisis ekonomi global telah menyebabkan penurunan permintaan
sehingga mengakibatkan harga-harga komoditas internasional, terutama harga minyak, mengalami
penurunan. Penurunan harga minyak internasional mendorong pemerintah menurunkan harga
BBM sebanyak dua kali pada tanggal 1 dan 15 Desember 2008.
Sementara itu, faktor pendorong utama peningkatan laju inflasi di Jawa Barat selama
tahun 2008 adalah faktor eksternal. Pada awal tahun terjadi kenaikan harga beberapa
komoditas strategis di pasar internasional, seperti minyak bumi, CPO (Crude Palm Oil), gandum,
emas, dan kedelai sejak akhir tahun 2007, yang telah mendorong inflasi Jawa Barat sejak awal
tahun hingga triwulan III-2008. Depresiasi nilai tukar sebagai akibat dari peningkatan perceived risk
di negara-negara berkembang (emerging countries) yang diikuti oleh aliran modal keluar pada
akhirnya meningkatkan imported inflation.
1 Sejak publikasi data inflasi Juni 2008 oleh BPS melalui Berita Resmi Statistik, BPS menggunakan Tahun Dasar baru, dari semula tahun 2002 menjadi tahun 2007. Berdasarkan tahun dasar 2007, inflasi Jawa Barat merupakan inflasi gabungan tujuh kota, meliputi Bandung, Bekasi, Depok, Bogor, Cirebon, Sukabumi, dan Tasikmalaya.
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
1. INFLASI TRIWULANAN
Secara triwulanan, laju inflasi di Jawa Barat selama triwulan IV-2008 mencapai 0,15%
(qtq), lebih rendah dibandingkan inflasi pada triwulan III-2008 yang mencapai 3,14%
(qtq). Faktor utama pendorong perlambatan inflasi tersebut adalah penurunan harga komoditas di
pasar internasional (Grafik 2.3) serta faktor musiman, yakni penurunan permintaan pasca Idul Fitri.
Beberapa komoditas yang memberikan sumbangan cukup besar terhadap inflasi di Jawa Barat
selama triwulan IV-2008 adalah nasi dengan lauk, mie dengan baso, kentang, sawi hijau, kacang
lanjang, cabe merah, dan bawang merah, sedangkan deflasi disumbangkan oleh bahan bakar
rumah tangga dan bensin.
Secara bulanan, inflasi pada triwulan IV-2008 memiliki tren menurun. Inflasi pada bulan
Oktober 2008 mencapai 0,41% (mtm), jauh lebih rendah dibandingkan bulan September 2008
yang mencapai 1,19%. Perlambatan inflasi disebabkan penurunan beberapa bahan makanan
setelah Idul Fitri (Grafik 2.4). Pada bulan berikutnya laju inflasi kembali melambat menjadi 0,27%,
karena penurunan harga beberapa bahan makanan, selanjutnya pada bulan Desember 2008 terjadi
deflasi 0,53% akibat penurunan harga BBM.
Grafik 2.3. Perkembangan Harga Komoditas-komoditas Internasional
400
500
600
700
800
900
1000
1100
1200
10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2007 2008
2
4
6
8
10
12
14
16
CPO (MYR/metric ton)Emas (USD/troy ons)Kedelai (USD/bushel) (RHS)Gandum (USD/bushel) (RHS)
Sumber: Bank Indonesia
. Grafik 2.4. Inflasi Bulanan Jawa Barat dan Nasional
-1,0
-0,5
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2007 2008
% (mtm) Jabar Nasional
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat. Keterangan: data inflasi nasional bulan Juni 2008 tidak ditampilkan karena perbedaan tahun dasar. Pada grafik di atas, inflasi Jawa Barat berdasarkan Tahun Dasar 2002, sedangkan inflasi nasional sejak Juni 2008 berdasarkan Tahun Dasar 2007.
Sementara itu, para pelaku ekonomi (khususnya pengusaha, pedagang eceran, dan konsumen) di
Jawa Barat memiliki ekspektasi inflasi yang sejalan dengan perkembangan inflasi yang cenderung
menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Perkembangan ekspektasi tersebut diindikasikan oleh
hasil beberapa survei yang dilakukan oleh KBI Bandung, yaitu Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU),
Survei Penjualan Eceran (SPE), dan Survei Konsumen (SK).
33
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
34
Kalangan pengusaha (responden SKDU)
memprediksi peningkatan harga jual/tarif
barang/jasa triwulan IV-2008 sangat
berkurang dibandingkan dengan triwulan III-
2008, terlihat dari angka SB (saldo bersih2)
hasil survei pada triwulan IV-2008 menjadi
17,94 dari 29,47 (Grafik 2.5). Peningkatan
jumlah pengusaha yang memprediksikan terjadi
penurunan harga pada triwulan IV-2008
disebabkan oleh kenaikan harga bahan baku tidak
sebesar triwulan sebelumnya. Peningkatan harga
yang relatif melambat ini terutama terjadi pada
sektor pengolahan dan sektor listrik, gas, dan air bersih.
Grafik 2.6. Ekspektasi Pedagang Eceran Terhadap Harga Barang dan Jasa
-1,0
-0,5
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2007 2008
% (inflasi)
100
110
120
130
140
150
SB
Inflasi Gab.7 Kota (mtm) SPE*
SPE** SPE*** Sumber: SPE-KBI Bandung; BPS Provinsi Jawa Barat. Keterangan: SPE*=Ekspektasi pedagang terhadap harga pada bulan tsb. menurut SPE pada 3 bulan sebelumnya; SPE**= Ekspektasi pedagang terhadap harga pada bulan tsb. menurut SPE 6 bulan sebelumnya; SPE***= Ekspektasi pedagang terhadap harga selama tahun berjalan menurut SPE bulan ybs.
Grafik 2.7. Ekspektasi Konsumen Terhadap Harga Barang dan Jasa
-1,0
-0,5
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2007 2008
% (inflasi)
100
110120
130140
150
160170
180190
200SB
Inflasi Gab.7 Kota (mtm) SK* SK** Sumber: Survei Konsumen-KBI Bandung. Keterangan: SK*= Ekspektasi konsumen terhadap harga pada bulan tsb. menurut SK 3 bulan sebelumnya; SK**= Ekspektasi konsumen terhadap harga pada bulan tsb. menurut SK 6 bulan sebelumnya.
Ekspektasi inflasi dari hasil SPE dan SK menunjukkan penurunan dibandingkan triwulan
III-2008 (Grafik 2.6 dan 2.7). Hasil ini sejalan dengan inflasi triwulan IV-2008 yang lebih rendah
dibandingkan dengan inflasi triwulan sebelumnya. Menurut konsumen, kelompok barang dan jasa
yang diperkirakan berpeluang mengalami kenaikan harga adalah kelompok bahan makanan;
kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau; serta kelompok perumahan, listrik, air,
gas, dan bahan bakar.
2 Saldo bersih (SB) adalah (net balance) adalah selisih antara persentase jumlah responden yang memberikan jawaban “meningkat” dengan persentase jumlah responden yang memberikan jawaban “menurun” dan mengabaikan jawaban “sama”. SB positif menunjukkan bahwa lebih banyak responden yang menyatakan bahwa harga jual meningkat dibandingkan yang menyatakan turun.
. Grafik 2.5. Perkembangan Harga Barang dan Jasa Menurut Pengusaha
-1
0
1
2
3
4
5
Tw.I* Tw.II* Tw.III** Tw.IV** Tw.I** Tw.II** Tw.III** Tw.IV**
2007 2008
% (inflasi)
0
10
20
30
40
50SB (SKDU)
SB hasil SKDU inflasi gab 7 kota (qtq)
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
Grafik 2.8. Ekspektasi Konsumen terhadap
Pendapatan dan Konsumsi
405060708090
100110120130
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2008
SB
Penghasilan saat ini dibandingkan 6 bulan yang lalu
Saat yang tepat untuk membeli barang tahan lama Sumber: SK-KBI Bandung
Menurut hasil SK, selama triwulan IV-2008
ekspektasi konsumen untuk melakukan
konsumsi tidak jauh berbeda daripada
triwulan sebelumnya, sementara
ekspektasi konsumen terhadap
penghasilan relatif menurun (Grafik 2.8).
Peningkatan ekspektasi konsumsi diperkirakan
karena adanya penurunan harga BBM pada
akhir tahun 2008. Di lain pihak, kemampuan
masyarakat untuk mengkonsumsi (ekspektasi
pendapatan) mengalami penurunan karena
pengaruh krisis global terhadap pendapatan
masyarakat.
1.1. INFLASI MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA
Pada triwulan IV-2008, enam kelompok barang dan jasa di Jawa Barat mengalami inflasi,
hanya kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan yang mengalami deflasi (Tabel
2.1). Inflasi tertinggi terjadi pada kelompok makanan jadi yang mencapai 1,82% (qtq), serta
kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga yang mencapai 1,54%. Kelompok transpor,
komunikasi, dan jasa keuangan mengalami deflasi sebesar 3,17% (qtq).
Tabel 2.1. Inflasi Triwulanan di Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%)
2007 2008 Andil No. Kelompok
Tw.IV* Tw.I* Tw.II* Tw.III** Tw.IV** Tw.IV** 1 Bahan makanan 2,65 6,30 3,21 4,79 0,81 0,19
2 Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 0,62 2,80 4,69 2,78 1,82 0,31
3 Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 0,45 2,27 3,15 2,98 0,25 0,06
4 Sandang 8,14 3,35 0,22 0,91 0,86 0,04
5 Kesehatan 1,20 6,18 1,81 1,50 0,74 0,03
6 Pendidikan, rekreasi dan olahraga 0,67 0,82 0,89 4,38 1,54 0,11
7 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan 0,32 0,18 11,93 2,07 -3,17 -0,60
Umum 1,44 3,17 4,41 3,14 0,15 0,15 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat. Keterangan: * Data inflasi Tahun Dasar 2002, gabungan tujuh kota (Bandung, Bekasi, Bogor, Sukabumi, Cirebon, Tasikmalaya, Banjar); ** Data inflasi Tahun Dasar 2007, gabungan tujuh kota (Bandung, Bekasi, Depok, Bogor, Sukabumi, Cirebon, dan Tasikmalaya).
35
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
Selain mencatat angka inflasi tertinggi
dibandingkan kelompok lainnya, kelompok
makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau
juga memberikan sumbangan inflasi terbesar,
yakni sebesar 0,31% (Grafik 2.9). Meskipun
inflasi kelompok bahan makanan hanya 0,81%,
kelompok tersebut adalah penyumbang inflasi
kedua terbesar, yaitu sebesar 0,19% (qtq). Adapun
kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga yang
mencatat inflasi kedua terbesar dan memberikan
sumbangan inflasi sebesar 0,11%. Sementara itu
kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan
menyumbang deflasi 0,60%. Perkembangan inflasi
keempat kelompok barang dan jasa tersebut adalah
sebagai berikut:
Grafik 2.9. Inflasi dan Andil Inflasi Jawa Barat Triwulanan Menurut
Kelompok Barang dan Jasa Triwulan IV-2008
0,86
1,54
0,04
0,11
0,15
0,81
1,82
0,25
0,74
-3,17
0,15
0,19
0,31
0,06
0,03
-0,60
-4 -2 0 2
Bahanmakanan
Makananjadi
Perumahan
Sandang
Kesehatan
Pendidikan
Transpor
Total
Kel
ompo
k Ba
rang
dan
Jas
a%(qtq)
Andil
Inflasi
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, diolah. Keterangan: nama kelompok disingkat.
a. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau
Inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau melambat dibandingkan
dengan triwulan III-2008, yakni dari 2,78% menjadi 1,82% (qtq) (Grafik 2.10). Penurunan
inflasi kelompok ini antara lain disebabkan tekanan permintaan yang berkurang selepas bulan
Ramadhan. Dari tiga subkelompok pada kelompok tersebut, subkelompok makanan jadi mencatat
inflasi tertinggi sekaligus penyumbang inflasi terbesar. Dengan inflasi sebesar 2,15% (qtq),
kelompok ini menyumbang inflasi sebesar 0,24% (Grafik 2.11). Sementara itu, kelompok
tembakau dan minuman beralkohol mencatat inflasi kedua tertinggi (1,83%) dan memberi andil
inflasi kedua terbesar (0,07%).
Grafik 2.10. Inflasi Triwulanan Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan
Tembakau di Jawa Barat
0,62
2,80
4,69
2,78
1,82
0,00,51,01,52,02,53,03,54,04,55,0
Tw.IV* Tw.I* Tw.II* Tw.III** Tw.IV**
2007 2008
% (qtq)
Keterangan: *inflasi IHK Tahun Dasar 2002; **inflasi IHK Tahun Dasar 2007 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Grafik 2.11. Inflasi Triwulanan Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan
Tembakau di Jawa Barat Menurut Subkelompok Triwulan IV-2008
2,15
1,83
0,24
0,01
0,07
0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5
MakananJadi
Minumanyang TidakBeralkohol
Tembakau &MinumanBeralkohol
Sub
kelo
mp
ok
%(qtq)
Andil
Inflasi
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
36
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
Besarnya inflasi pada subkelompok makanan jadi terutama disebabkan oleh kenaikan
harga nasi dengan lauk serta mie bakso pada bulan Oktober 2008. Pada bulan tersebut,
komoditas nasi dengan lauk menyumbangkan andil inflasi sebesar 0,05% (mtm) dan mie
memberikan andil inflasi sebesar 0,04% (mtm). Kenaikan harga makanan jadi disebabkan kenaikan
harga bahan bakunya seperti beras, daging ayam ras, daging sapi, tempe, ikan, dan bumbu-
bumbuan. Beras merupakan komoditas penyumbang inflasi yang cukup besar dan persisten
sepanjang tahun sehingga rantai distribusi beras perlu dipetakan untuk mengendalikan inflasi
komoditas tersebut (lihat Boks 3. Rantai Distribusi dan Rantai Nilai Komoditas Beras di Jawa Barat).
Sementara itu, inflasi kelompok tembakau dan minuman beralkohol terutama disebabkan kenaikan
harga rokok kretek dan rokok kretek filter pada bulan November 2008, yang pada bulan tersebut
menyumbang inflasi sebesar 0,04% (mtm). Kenaikan harga rokok kretek pada triwulan IV-2008
disebabkan oleh kenaikan cukai rokok oleh Pemerintah. Pada bulan November 2008, pemerintah
menaikkan cukai rokok sebesar 6-7% sehingga menaikkan harga rokok kretek di pedagang eceran.
b. Kelompok Bahan Makanan
Inflasi kelompok bahan makanan mencapai 0,81% (qtq), inflasi terendah sejak triwulan III-
2007, yang perkembangannya seiring dengan pergerakan harga komoditas pangan di
pasar internasional (Grafik 2.12). Namun demikian, dibandingkan kelompok lainnya,
sumbangan inflasi kelompok bahan makanan merupakan kedua terbesar. Kelompok ini
menyumbang inflasi sebesar 0,19% (qtq). Penyumbang inflasi terbesar berasal dari subkelompok
sayur-sayuran (kentang, sawi hijau, kacang panjang), bumbu-bumbuan (bawang merah, cabe
merah), dan ikan diawetkan (teri asin) (Grafik 2.13).
Grafik 2.12. Inflasi Triwulanan Kelompok Bahan Makanan di Jawa Barat
2,65
0,81
6,30
3,21
4,79
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0
Tw.IV* Tw.I* Tw.II* Tw.III** Tw.IV**
2007 2008
% (qtq)
Keterangan: *inflasi IHK Tahun Dasar 2002; **inflasi IHK Tahun Dasar 2007
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Grafik 2.13. Inflasi Triwulanan Kelompok Bahan Makanan di Jawa Barat
Menurut Subkelompok Triwulan IV-2008
12,17
9,33
7,98
-5,56
1,27
0,12
0,16
0,01
0,13
0,00
1,36
-2,73
-2,58
-3,62
3,61
0,32
0,07
-0,09
-0,05
-0,10
0,05
-0,12
-10 -5 0 5 10 15
Padi-padian, Umbi-umbian &Hasilnya
Daging dan Hasil-hasilnya
Ikan Segar
Ikan Diawetkan
Telur, Susu & Hasil-hasilnya
Sayur-sayuran
Kacang-kacangan
Buah-buahan
Bumbu-bumbuan
Lemak & M inyak
Bahan M akanan Lainnya
Subk
elom
pok
%(qtq)
Andil
Inflasi
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
37
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
Secara bulanan, inflasi subkelompok sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan meningkat
karena gangguan cuaca. Inflasi subkelompok sayur-sayuran relatif tinggi sejak November hingga
Desember 2008, terutama untuk komoditas sawi hijau dengan andil sebesar 0,03% (mtm) pada
bulan November 2008 dan kacang panjang dengan andil sebesar 0,04% (mtm) pada bulan
Desember 2008. Subkelompok bumbu-bumbuan mengalami deflasi pada bulan Oktober 2008
karena andil deflasi cabe merah yang tinggi sebesar 0,04% (mtm), tetapi pada bulan November
2008 bawang merah dan cabe merah mengalami inflasi dengan andil sebesar 0,05% (mtm) dan
0,02% (mtm). Pada bulan Desember 2008, cabe merah masih mengalami inflasi dengan andil
sebesar 0,14% (mtm). Inflasi sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan pada triwulan IV-2008 pada
umumnya terjadi karena kekurangan pasokan.
c. Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga
Inflasi kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga yang meencapai 1,54% (qtq)
merupakan kedua tertinggi dan menyumbangkan inflasi terbesar ketiga (0,11%).
Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, inflasi kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga
mengalami penurunan, setelah mencapai puncaknya pada triwulan III-2008 sehubungan dengan
kenaikan jasa pendidikan pada awal tahun ajaran baru (Grafik 2.14).
Grafik 2.14. Inflasi Triwulanan Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga
di Jawa Barat
0,67 0,820,89
4,38
1,54
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
4,0
4,5
5,0
Tw.IV* Tw.I* Tw.II* Tw.III** Tw.IV**
2007 2008
% (qtq)
Keterangan: *inflasi IHK Tahun Dasar 2002; ** inflasi IHK Tahun Dasar 2007 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Grafik 2.15. Inflasi Triwulanan Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga
di Jawa Barat Menurut Subkelompok Triwulan IV-2008
1,41
2,04
2,20
0,02
0,07
0,00
0,02
0,02
0,00
0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5
Jasa Pendidikan
Kursus-kursus/Pelatihan
Perlengkapan/PeralatanPendidikan
Rekreasi
Olahraga
Subk
elom
pok
%(qtq)
Andil
Inflasi
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Berdasarkan subkelompok, inflasi tertinggi terjadi pada subkelompok rekreasi dengan
inflasi sebesar 2,28% (qtq), namun andil inflasi terbesar disumbang oleh subkelompok
jasa pendidikan dengan andil inflasi sebesar 0,07% (qtq) (Grafik 2.15). Inflasi subkelompok
rekreasi disebabkan oleh kenaikan harga berbagai peralatan elektronik seperti TV berwarna,
CD/DVD player, playstation, dan komputer, sebagai akibat penurunan nilai tukar rupiah. Selama
triwulan IV-2008 rata-rata nilai tukar rupiah melemah 15,5% dari Rp9.221/USD menjadi
Rp10.914/USD. Pada subkelompok jasa pendidikan, kenaikan terjadi pada biaya pendidikan di
38
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
akademi/perguruan tinggi. Selama bulan Oktober dan November 2008, tarif akademi/perguruan
tinggi memberikan andil inflasi masing-masing sebesar 0,04% (mtm) dan 0,03% (mtm).
d. Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan
Kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan mengalami deflasi 3,17% (qtq),
berbeda dengan triwulan III-2008 yang mengalami inflasi sebesar 2,07% (qtq) (Grafik
2.16). Deflasi pada kelompok ini disebabkan oleh penurunan harga BBM (yang tercatat pada
subkelompok transpor), terutama premium dan solar, pada bulan Desember 2008. Subkelompok
tersebut mengalami deflasi 4,56% (qtq) dengan andil deflasi 0,63% (Grafik 2.17), dengan
sumbangan deflasi bensin sebesar 0,62%. Sementara itu, subkelompok sarana dan penunjang
transpor mencatat inflasi terbesar, yakni 1,58%, karena kenaikan harga suku cadang kendaraan
bermotor (akibat depresiasi nilai tukar rupiah) serta kenaikan berbagai tarif jasa parkir dan
perawatan kendaraan.
Grafik 2.16. Inflasi Triwulanan Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa
Keuangan di Jawa Barat
2,070,32 0,18
11,93
-3,17-4,0
-2,0
0,0
2,0
4,0
6,0
8,0
10,0
12,0
14,0
Tw.IV* Tw.I* Tw.II* Tw.III** Tw.IV**
2007 2008
% (qtq)
Keterangan: *inflasi IHK Tahun Dasar 2002; ** inflasi IHK Tahun Dasar 2007 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Grafik 2.17. Inflasi Triwulanan Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan
di Jawa Barat Menurut Subkelompok Triwulan IV-2008
-4,56
0,00
-0,63
0,01
0,02
0,00
1,58
-6,0 -4,0 -2,0 0,0 2,0
Transpor
Komunikasidan
Pengiriman
Sarana danPenunjangTranspor
Jasa Keuangan
Sub
kelo
mp
ok
%(qtq)
AndilInflasi
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Grafik 2.18. Pergerakan Harga Minyak WTI (West Texas Intermediate)
30
50
70
90
110
130
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2008
USD/barrel
Rata-rata bulanan Rata-rata triwulanan
Sumber: Bloomberg (diolah)
Penurunan harga minyak dunia hingga
mencapai level USD40/barrel telah
mendorong pemerintah untuk menurunkan
harga BBM bersubsidi, khususnya premium
dan solar (Grafik 2.18). Pada tanggal 1
Desember 2008 pemerintah menurunkan
premium sebesar Rp500/liter, sementara
Pertamina menurunkan harga pertamax dex (BBM
tidak bersubsidi) sebesar Rp800/liter. Pada tanggal
15 Desember 2008 pemerintah kembali
menurunkan harga BBM bersubsidi, yakni
premium sebesar Rp500/liter menjadi
Rp5.000/liter dan solar sebesar Rp700/liter menjadi Rp4.800/liter. Dengan demikian, harga
premium dan solar kembali pada level yang sama sebelum kenaikan harga pada bulan Mei 2008.
39
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
Penurunan BBM tersebut belum diikuti oleh penurunan tarif angkutan pada bulan yang
sama. Hingga akhir Desember 2008, Dinas Perhubungan (Dishub) Jawa Barat dan Organisasi
Angkutan Darat (Organda) Jawa Barat belum berhasil menyepakati persentase penurunan tarif
angkutan antarkota dalam provinsi (AKDP). Organda Jawa Barat tetap berharap penurunan tarif
berkisar antara 3,5%-4%. Menurut Dishub, penurunan harga premium dan solar tidak
berpengaruh signifikan terhadap biaya operasional AKDP. Untuk AKDP bus besar hingga sedang,
penurunan premium hanya berpengaruh sekitar 4,7% dari biaya operasional, sementara untuk
AKDP bus kecil yang menggunakan solar, hanya berpengaruh sekitar 7,4% karena porsi terbesar
biaya operasional angkutan adalah biaya spare part.
1.2. INFLASI MENURUT KOTA
Berdasarkan kota, tujuh kota di Jawa Barat mengalami penurunan laju inflasi
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya dan triwulan yang sama pada tahun
sebelumnya. Enam kota mengalami inflasi, dengan inflasi tertinggi terjadi di Kota Sukabumi
sebesar 1,32% (qtq) (Tabel 2.2). Tingginya inflasi di Kota Sukabumi selama triwulan IV-2008
terutama berasal dari sumbangan inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau
serta kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar. Meskipun inflasi tertinggi di
Sukabumi tercatat pada kelompok sandang, sebesar 4,13% (qtq), sumbangannya terhadap inflasi
relatif kecil karena bobot IHK kelompok tersebut relatif kecil (Tabel 2.3).
Tabel 2.2. Inflasi Triwulanan di Jawa Barat Menurut Kota (%) 2007 2008 Andil
No. Kota Tw.III* Tw.IV* Tw.I* Tw.II* Tw.III** Tw.IV** Tw.IV**
1 Bandung 2,48 1,82 2,81 5,81 2,28 -0,07 -0,02
2 Bekasi 2,65 0,81 3,31 3,98 3,82 0,03 0,01
3 Depok NA NA NA NA 3,49 0,18 0,04
4 Bogor 1,64 0,90 3,89 2,87 2,38 0,46 0,05
5 Cirebon 2,22 2,06 3,52 4,80 4,04 0,19 0,01
6 Sukabumi 1,88 3,21 2,75 3,69 3,42 1,32 0,05
7 Tasikmalaya 1,65 2,20 2,57 4,67 3,64 1,22 0,03
NA NA NA NA 3,14 0,15 0,15 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat. Keterangan: *inflasi IHK Tahun Dasar 2002; **inflasi IHK Tahun Dasar 2007
Satu-satunya kota yang mengalami deflasi adalah Kota Bandung, dengan deflasi sebesar
0,07%. Deflasi di kota Bandung terutama disebabkan oleh terjadinya deflasi pada empat kelompok
barang dan jasa, yaitu kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan; kelompok bahan
makanan; kelompok sandang; serta kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar.
40
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
41
Tabel 2.3. Inflasi Triwulanan di Jawa Barat Menurut Kota & Kelompok Barang dan Jasa Triwulan IV-2008 (qtq,%)
Kota No. Kelompok
Bd Bks Dpk Bgr Cn Skbm Tsm Gab.
1 Bahan makanan -0,40 1,47 2,15 -0,42 -1,04 1,41 -0,56 0,81
2 Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 1,47 0,26 2,33 4,10 1,53 2,84 -1,36 1,82
3 Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar -0,04 0,98 -0,82 0,79 1,30 1,59 1,49 0,25
4 Sandang -0,60 1,01 1,74 1,61 1,42 4,13 1,87 0,86
5 Kesehatan 0,61 0,63 0,63 0,92 2,06 1,20 1,48 0,74
6 Pendidikan, rekreasi dan olahraga 4,57 0,26 0,24 0,00 0,16 0,07 3,55 1,54
7 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan -3,29 -3,55 -3,14 -2,67 -2,82 -1,71 -1,06 -3,17
Umum -0,07 0,03 0,18 0,46 0,19 1,32 1,22 0,15 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Berdasarkan sumbangannya (andil3)
terhadap inflasi Jawa Barat, kota
penyumbang terbesar inflasi di Jawa Barat
pada triwulan IV-2008 adalah Bogor dan
Sukabumi dengan sumbangan inflasi masing-
masing sebesar 0,05% (qtq) (Grafik 2.19).
Pendorong inflasi kota Bogor adalah makanan
jadi. Adapun pendorong inflasi di Kota Sukabumi,
seperti telah disebutkan di atas adalah bahan
makanan dan makanan jadi. Meskipun bobot
Kota Sukabumi (3,92%, ranking kelima) relatif
kecil, inflasi Kota Sukabumi yang sangat tinggi
telah menyebabkan sumbangan inflasi kota
tersebut relatif besar. Selain kedua kota tersebut,
sumbangan inflasi lima kota lainnya relatif kecil,
masing-masing kurang dari 0,05%.
Grafik 2.19. Inflasi dan Andil Inflasi Triwulanan di Jawa Barat
Menurut Kota Triwulan IV-2008
0,46
1,32
0,05
0,05
0,15
-0,07
0,03
0,18
0,19
1,22
0,15
-0,02
0,01
0,04
0,01
0,03
-1 0 1 2
Bandung
Bekasi
Depok
Bogor
Cirebon
Sukabumi
Tasikmalaya
Gabungan
Subk
elom
pok
%(qtq)
Andil
Inf lasi
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
2. INFLASI TAHUNAN
Inflasi tahunan (Januari-Desember) 2008 Jawa Barat mencapai 11,11% (Tabel 2.4). Angka
tersebut lebih rendah dibandingkan inflasi pada September 2008 yang sebesar 12,30% (yoy),
karena perlambatan laju inflasi pada triwulan IV-2008. Namun demikian, inflasi Jawa Barat selama
tahun 2008 lebih tinggi dibandingkan inflasi pada tahun 2007, yang sebesar 5,10% (yoy). Secara
umum, pengaruh faktor eksternal masih sangat tinggi terhadap inflasi Jawa Barat selama setahun
3 Andil inflasi=bobot x laju inflasi
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
terakhir, khususnya pada tiga triwulan pertama, yaitu akibat kenaikan harga komoditas di pasar
internasional.
Tabel 2.4. Inflasi Tahunan Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%) 2007 2008 Andil
No. Kelompok Tw.III* Tw.IV* Tw.I* Tw.II* Tw.III** Tw.IV** Tw.IV**
1 Bahan makanan 13,34 8,07 11,53 17,53 18,41 16,11 3,63
2 Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 4,73 4,46 5,05 9,51 10,96 12,45 2,22
3 Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 3,22 3,35 5,27 6,17 7,82 6,76 1,72
4 Sandang 5,13 11,63 13,76 6,80 7,03 3,69 0,17
5 Kesehatan 6,35 4,70 9,37 9,12 10,17 10,52 0,41
6 Pendidikan, rekreasi dan olahraga 8,88 7,31 7,94 6,59 7,78 8,61 0,64
7 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan
0,86 1,10 1,10 13,74 16,13 12,78 2,30
Umum 6,08 5,10 6,88 10,83 12,30 11,11 11,11 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat. Keterangan: *inflasi IHK Tahun Dasar 2002; **inflasi IHK Tahun Dasar 2007
2.1. INFLASI MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA
Berdasarkan kelompok barang dan jasa, selain kelompok sandang inflasi tahunan enam
kelompok lainnya lebih tinggi dibandingkan inflasi pada triwulan yang sama pada tahun
sebelumnya. (Grafik 2.20). Namun demikian, inflasi tertinggi terjadi pada kelompok bahan
makanan, mencapai 16,11% (yoy) dan kelompok transpor, komuikasi, dan jasa keuangan.
Kelompok bahan makanan juga
merupakan penyumbang inflasi
terbesar, dengan sumbangan sebesar
3,63% (yoy) atau membentuk 33%
inflasi Jawa Barat dalam setahun
terakhir. Pendorong inflasi kelompok bahan
makanan adalah kenaikan harga komoditas
pangan di pasar dunia. Sejak akhir tahun
2007 hingga triwulan III-2008 komoditas
pangan seperti kedelai, gandum, minyak
kelapa sawit terus mengalami kenaikan dan
berdampak langsung terhadap harga bahan
makanan di dalam negeri.
Grafik 2.20. Inflasi Tahunan di Jawa Barat Menurut Kelompok Barang
dan Jasa Tahun 2008
3,69
8,61
0,17
0,64
11,11
16,11
12,45
6,76
10,52
12,78
11,11
3,63
2,22
1,72
0,41
2,30
0 5 10 15 20
Bahanmakanan
Makananjadi
Perumahan
Sandang
Kesehatan
Pendidikan
Transpor
Total
Kel
om
po
k B
aran
g d
an J
asa
%(yoy)
Andil
Inflasi
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, diolah. Keterangan: nama kelompok disingkat.
42
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
Kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan sebagai kelompok dengan inflasi
kedua tertinggi sekaligus merupakan penyumbang terbesar kedua inflasi, yakni dengan
andil sebesar 2,30% (yoy). Inflasi kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan tahunan
yang tinggi disebabkan oleh kenaikan harga BBM pada triwulan II-2008 dan dampaknya terhadap
kenaikan tarif angkutan.
Berdasarkan komoditas, sumbangan inflasi terbesar berasal dari kenaikan tarif angkutan
dalam kota, bensin, nasi dan lauk-pauk, bahan bakar rumah tangga, daging ayam ras,
tahu mentah, telur ayam ras, beras, tempe, dan semen. Sementara itu beberapa komoditas
penyumbang deflasi adalah bawang merah, bawang putih, tarif pulsa ponsel, dan pete.
2.2. INFLASI MENURUT KOTA
Berdasarkan kota, inflasi tahunan di lima kota (Bogor, Cirebon, Tasikmalaya, Depok, dan
Cirebon) lebih tinggi daripada inflasi Jawa Barat. Hanya inflasi di Kota Bandung dan Bekasi
yang lebih rendah dibandingkan inflasi Jawa Barat yang sebesar 11,11%, sedangkan inflasi
tertinggi terjadi di Kota Bogor yang mencapai 14,20% (yoy) (Tabel 2.5).
Tabel 2.5. Inflasi Triwulanan di Jawa Barat Menurut Kota (%) 2007 2008 Andil
No. Kota Tw.III* Tw.IV* Tw.I* Tw.II* Tw.III** Tw.IV** Tw.IV**
1 Bandung 5,30 5,25 7,00 11,47 NA 10,23 10,23
2 Bekasi 6,47 4,65 6,62 9,31 NA 10,10 10,10
3 Depok NA NA NA 10,71 NA 11,70 11,70
4 Bogor 6,19 4,50 6,58 13,19 NA 14,20 14,20
5 Cirebon 10,16 7,87 8,17 13,34 NA 14,14 14,14
6 Sukabumi 9,13 7,72 6,52 10,28 NA 11,39 11,39
7 Tasikmalaya 9,66 8,23 9,77 10,47 NA 12,07 12,07
Gabungan NA NA NA 10,83 12,30 11,11 11,11 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat. Keterangan: *inflasi IHK Tahun Dasar 2002; **inflasi IHK Tahun Dasar 2007
Kelompok bahan makanan mempengaruhi tingginya inflasi di Kota Bogor selama tahun
2008 (Tabel 2.6). Inflasi kelompok bahan makanan yang mencapai 19,51% di Bogor (tertinggi
dibandingkan di kota-kota lain) menyumbang inflasi sekitar 4,3% atau membentuk 30% inflasi di
kota tersebut, walaupun demikian inflasi kelompok kesehatan di kota Bogor adalah yang terendah
dibandingkan dengan kota lainnya sebesar 4,31% (yoy). Inflasi bahan makanan di kota Bogor yang
relatif tinggi disebabkan oleh berkurangnya pasokan daging ayam ras dari daerah lain. Inflasi
daging ayam ras yang relatif volatile merupakan efek dari panjangnya rantai distribusi daging ayam
ras dari daerah lain (lihat Boks 4. Distribusi Volatile Foods di Jawa Barat). Di lain pihak, rendahnya
inflasi kelompok bahan makanan di kota Bandung yang sebesar 13,33% (yoy) menyebabkan
tingkat inflasi kota Bandung lebih rendah dibandingkan 6 kota lain di Jawa Barat.
43
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
Tabel 2.6. Inflasi Tahunan di Jawa Barat
Menurut Kota & Kelompok Barang dan Jasa (%) Kota
No. Kelompok Bd Bks Dpk Bgr Cn Skbm Tsm
Gab.
1 Bahan makanan 13,33 16,82 16,90 19,51 16,37 15,69 14,82 16,14
2 Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau
15,16 6,36 15,12 13,63 15,34 13,81 7,61 12,41
3 Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 6,18 4,75 6,65 11,00 11,53 9,18 14,14 6,80
4 Sandang 0,61 4,96 4,43 5,73 7,28 7,69 6,27 3,62
5 Kesehatan 16,38 10,40 5,68 4,31 21,69 9,13 6,86 10,52
6 Pendidikan, rekreasi dan olahraga 8,81 7,09 7,23 14,88 23,56 0,95 12,98 8,54
7 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan 10,17 14,48 13,41 16,05 10,72 10,20 7,75 12,70
Umum 10,23 10,10 11,70 14,20 14,14 11,39 12,07 11,11 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Berdasarkan sumbangannya terhadap inflasi
Jawa Barat, kota penyumbang terbesar
inflasi di Jawa Barat pada selama tahun 2008
adalah Kota Bandung (Grafik 2.20). Meskipun
inflasi Kota Bandung yang sebesar 10,23% relatif
rendah dibandingkan inflasi di kota-kota lainnya,
sumbangan inflasinya mencapai 2,95% karena
bobot kotanya merupakan yang terbesar. Faktor
pendorong inflasi di Kota Bandung adalah
kenaikan berbagai komoditas pada kelompok
bahan makanan serta kelompok makanan jadi,
minuman, rokok, dan tembakau. Sumbangan
inflasi dua kelompok tersebut mencapai 5,7%,
atau membentuk lebih dari 50% inflasi Kota
Bandung.
Grafik 2.21 Inflasi dan Andil Inflasi Tahunan di Jawa Barat
Menurut Kota Triwulan IV-2008
14,20
11,39
1,68
0,45
11,11
11,11
12,07
14,14
11,70
10,10
10,23
0,34
0,59
2,36
2,85
2,95
0 5 10 15
Bandung
Bekasi
Depok
Bogor
Cirebon
Sukabumi
Tasikmalaya
Gabungan
Subk
elom
pok
%(yoy)
Andil
Inflasi
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
44
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
BOKS 3
RANTAI DISTRIBUSI DAN RANTAI NILAI KOMODITAS BERAS
DI JAWA BARAT
Beras adalah komoditas bahan makanan yang memiliki sumbangan inflasi cukup besar terhadap
inflasi Jawa Barat. Berdasarkan Survei Biaya Hidup Tahun 2002, dari 408 komoditas, bobot beras
mencapai 4,92%, kedua terbesar setelah kontrak rumah. Oleh karena itu perlu upaya-upaya untuk
mengendalikan harga beras dalam rangka pengendalian inflasi secara umum di Jawa Barat. Untuk
mendalami masalah perberasan, pada tahun 2007 KBI Bandung telah melakukan penelitian
tentang Pola Pembentukan Harga Beras di Jawa Barat. Hasil penelitian tersebut menunjukkan
bahwa rantai distribusi memegang peranan penting dalam pembentukan harga, sehingga
dibutuhkan penelitian lebih lanjut yang mampu memetakan distribusi beras di Jawa Barat.
Sehubungan dengan hasil penelitian tersebut, pada tahun 2008 KBI Bandung bekerja sama dengan
Fakultas Pertanian-Universitas Padjadjaran melakukan penelitian tentang rantai distribusi (supply
chain) dan rantai nilai (value chain) beras di Jawa Barat. Hal-hal yang ingin diketahui dari penelitian
ini adalah (i) menggambarkan kondisi perberasan di Jawa Barat; (ii) supply chain dan value chain
beras; (iii) pola pembentukan harga beras; (iv) identifikasi pasar yang menjadi referensi utama
pelaku pasar, serta (v) identifikasi peluang pembiayaan bagi petani, pedagang dan pemrosesan
beras yang dapat meningkatkan efisiensi pasar beras Jawa Barat. Penelitian difokuskan pada 4
klaster sentra produksi padi Jawa Barat, yaitu Pantai Utara (Pantura), Priangan Barat, Priangan
Timur dan Jabar Selatan. Dalam pengukuran keterpaduan pasar beras baik secara horisontal
maupun vertikal digunakan perhitungan IMC (Inter of Market Connection).
Hasil Penelitian
1. Kondisi perberasan dan petani padi Jawa Barat
a. Produksi padi tahun 2008 menunjukkan peningkatan produktivitas dari 54,20 kuintal per
hektar di 2007 menjadi 55,84 kuintal per hektar di 2008. Namun di sisi lain, luas panen
padi terus menurun sebagai akibat tingginya konversi lahan yang menyebabkan semakin
turunnya kontribusi produksi Jawa`Barat pada pemenuhan kebutuhan pangan nasional.
b. Terjadi pergeseran masa puncak panen di Jawa Barat secara menyeluruh pada tahun 2007,
sebagai dampak dari adanya perubahan iklim. Musim panen yang pada tahun 2001 terjadi
pada bulan Maret (panen raya rendeng) dan Juli (panen gadu), pada tahun 2007 menjadi
bulan April dan Agustus. Kondisi tersebut akan berdampak pada kondisi ketersediaan dan
fluktuasi harga bulanan (terendah dan tertinggi). Hal yang perlu diantisipasi adalah
dampaknya pada kenaikan harga beras pada periode rendahnya panen.
c. Petani Jawa Barat rata-rata memiliki luas lahan garapan yang sempit (rata-rata 0,6 hektar),
namun dengan produktivitas yang relatif tinggi secara nasional. Kondisi sarana dan
45
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
prasarana pertanian cukup baik, tetapi aspek kelembagaan pendukung belum secara serius
dan konsisiten dikembangkan untuk mendorong kemandirian petani.
2. Supply chain dan value chain beras Jawa Barat
a. Pasar distribusi beras yang terpenting dan menjadi referensi utama adalah Pasar Induk
Cipinang, Pasar Widasari (Indramayu) dan Pasar Johar (Karawang). Ketiga pasar tersebut
berperan cukup besar pada lalu lintas pasokan beras secara regional maupun jalur
pengiriman ke provinsi lain bahkan sampai Luar Jawa. Pasar Cipinang sendiri menyalurkan
kurang lebih 7-10% dari produksi total Jawa Barat.
b. Jalur pasokan (supply chain) terbagi berdasarkan kualitas beras yaitu jalur pasok beras
kualitas medium dan kualitas premium. Jalur pasokan beras kualitas medium meliputi
penyaluran ke pasar tradisional (lokal, regional, antar provinsi, dan kota besar), pengadaan
beras pemerintah melalui BULOG, dan sebagian kecil ke rumah makan di wilayah masing-
masing. Sementara itu, beras premium disalurkan melalui jalur pasokan ke pasar
tradisional, supermarket, rumah makan, dan jaringan restoran besar.
c. Bentuk kelembagaan pemasaran beras saat ini berpotensi menciptakan biaya transaksi
yang tinggi bagi petani dan proses nilai tambah yang rendah karena hanya memberikan
pilihan rasional dari kesempatan yang terbatas. Hal ini terjadi sebagai akibat terbatasnya
kepemilikan modal kerja petani dan lemahnya kelembagaan pedukung, sehingga petani
umumnya hanya terlibat pada proses memproduksi padi.
d. Pemeran utama yang berpengaruh pada keberlanjutan jalur pasok beras adalah produsen
input pertanian (benih dan pupuk), penggilingan dan pedagang skala sangat besar di Jawa
Barat termasuk para pedagang besar di Pasar Induk Cipinang. Walaupun secara volume
BULOG hanya menyerap 5-7% produksi Jawa Barat, namun langkah BULOG, sebagai
pelaksana kebijakan pemerintah, secara psikologis memiliki dampak yang cukup besar
pada harga pasar.
3. Pola pembentukan harga pasar
a. Terjadi perubahan mendasar pada tren (gejala dispoint) pergerakan harga bulanan beras
pada periode 1998-2000, 2001-2004, dan 2005-2008. Faktor yang memiliki kontribusi
pada perbedaan kondisi harga tersebut adalah kebijakan pemerintah untuk impor beras.
b. Harga beras di Pasar Induk Cipinang terkait secara vertikal dengan pembentukan harga di
semua wilayah sentra produksi Jawa Barat sedangkan harga beras di Kota Bandung terkait
secara vertikal dengan wilayah sentra produksi Priangan Barat, Priangan Timur, dan Jabar
Selatan tetapi tidak terkait dengan wilayah Pantura.
c. Perkembangan harga beras kualitas medium lebih stabil dan homogen daripada beras
kualitas premium. Harga beras antar kota dalam satu klaster menunjukkan harga dengan
homogenitas yang tinggi.
d. Value chain beras terbagi dua berdasarkan target konsumennya, yaitu value chain beras
46
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
medium dan premium. Nilai tambah tertinggi beras medium berada pada saluran restoran
dan kios eceran pasar lokal di wilayah sekitar sentra produksi, sedangkan nilai tambah
tertinggi beras premium berada pada saluran ke supermarket dan restoran di kota besar
akan tetapi daya serap masih terbatas.
e. Penggunaan teknologi dan pengemasan yang lebih baik oleh penggilingan beras dapat
meningkatkan nilai tambah beras.
4. Potensi usaha terkait dengan perberasan
a. Produk sampingan dari padi (jerami, menir, dedak, dan sekam) belum semua
termanfaatkan padahal potensi perolehan nilai tambahnya cukup besar.
b. Peluang investasi dapat diarahkan pada aktivitas yang memberikan nilai tambah tinggi
tetapi hal ini masih terkendala dalam hal pembiayaan mekanisasi usaha tani misalnya
pengeringan, penggilingan, pergudangan dan transportasi.
Rekomendasi
1. Pemerintah daerah sebaiknya mengetatkan aturan tata guna lahan untuk mencegah
berlanjutnya konversi lahan demi menjaga keberlanjutan kontribusi Jawa Barat pada
ketersediaan pangan pokok nasional. Salah satu indikasinya adalah penurunan luas panen padi
pada musim tanam September – Desember 2008 sebesar 23,61% dibandingkan periode masa
tanam yang sama tahun 2007.
2. Untuk mengisi rendahnya jumlah panen pada masa tanam yang terjadi setiap awal tahun
sekitar bulan Januari–Februari, maka Badan Ketahanan Pangan sebaiknya memberlakukan
penyempurnaan manajemen logistik stok gabah/beras yang dapat mengurangi tekanan inflasi
dari sisi penawaran.
3. Pemerintah daerah perlu mengembangkan pasar induk distribusi di wilayah Jabar Selatan,
Priangan Barat dan Timur untuk meningkatkan keterkaitan pasar wilayah dengan sistem beras
nasional. Pasar induk ini juga perlu dilengkapi dengan sistem pasar lelang secara periodik untuk
mempercepat pergerakan gabah/beras ke pasar konsumen.
4. Pemerintah provinsi perlu mendorong investasi pihak swasta pada supply chain beras untuk
memperlancar pasokan, terutama pada kegiatan yang memberikan nilai tambah tinggi seperti
padi varietas premium dan penggilingan padi modern.
5. Dinas Pertanian sebaiknya membuat insentif untuk investasi swasta pada industri yang
memanfaatkan produk sampingan dari produk sampingan dari padi, seperti jerami, sekam dan
dedak. Hal ini akan meningkatkan nilai tambah produk padi, menciptakan lapangan kerja dan
mengurangi limbah pertanian.
47
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
BOKS 4
DISTRIBUSI VOLATILE FOODS DI JAWA BARAT
nflasi kelompok bahan makanan selama beberapa tahun terakhir, memberikan sumbangan yang
signifikan terhadap inflasi di Jawa Barat. Pada tahun 2008, inflasi kelompok ini mencapai 16,14%,
tertinggi dibandingkan kelompok barang dan jasa lainnya, serta menyumbangkan inflasi terbesar
terhadap inflasi Jawa Barat, yakni sebesar 3,63% (yoy) dari inflasi Jawa Barat 11,11% (yoy).
Dengan demikian, 33% inflasi di Jawa Barat pada tahun 2008 disumbang oleh inflasi kelompok
bahan makanan. Inflasi kelompok bahan makanan Jawa Barat yang tinggi diduga merupakan
akibat dari ketidakseimbangan permintaan dengan penawaran, serta adanya kendala distribusi.
Sehubungan dengan hal tersebut pada tahun 2008, KBI Bandung bekerjasama dengan Fakutas
Ekonomi-Universitas Islam Bandung melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui
karakteristik arus distribusi beberapa komoditas bahan makanan yang harganya berfluktuatif
(volatile food) di Jawa Barat. Dari hasil penelitian tersebut diharapkan dapat diperoleh alternatif
solusi bagi permasalahan dalam distribusi volatile food di Jawa Barat.
Metodologi Penelitian
Kelompok bahan makanan dalam perhitungan inflasi terdiri atas sebelas subkelompok yang
meliputi 118 komoditas di Jawa Barat. Dari sebelas subkelompok tersebut, dalam penelitian ini
dipilih sembilan komoditas volatile food penyumbang inflasi terbesar pada delapan subkelompok,
yakni daging ayam ras, ikan mas, telur ayam ras, kol putih, tahu, pisang, bawang merah, cabe
merah, dan minyak goreng. Adapun komoditas pada tiga subkelompok lainnya, yaitu subkelompok
padi-padian, umbi-umbian dan hasilnya; subkelompok ikan diawetkan; dan subkelompok bahan
makanan lainnya, tidak masuk dalam cakupan penelitian ini, mengingat penelitian tentang
distribusi beras (subkelompok padi-padian) telah dilakukan pada penelitian terpisah, sementara dua
sumbangan inflasi dua subkelompok lainnya tidak terlalu signifikan.
Lokasi penelitian difokuskan di tujuh kota, yaitu Bandung, Depok, Bogor, Cirebon, Sukabumi,
Tasikmalaya, dan Banjar, dengan pertimbangan bahwa kota-kota tersebut disurvei BPS dalam
perhitungan inflasi Indeks Harga Konsumen Tahun Dasar 2002 serta lokasi kota yang relatif
menyebar.
Pengambilan sampel dilakukan dengan purposive sampling dengan jumlah responden 537 orang,
yang mewakili komponen petani, eksportir, importir, PBAK (Pedagang Besar Antar Kota), bandar,
pedagang besar lokal, pemasok swalayan, grosir, pengecer di pasar tradisional, pengecer pasar
swalayan, dan dinas-dinas terkait.
48
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
Metode analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Metode Analisis
Analisis Indikator Efisiensi Distribusi
Analisis Saluran Distribusi (Panjang rantai distribusi)
Analisis Distribution Margin Ratio (DMR)
Analisis Biaya Distribusi Sebaran Marjin Distribusi
Rasio Marjin Distribusi
Analisis Cost Profit Ratio (CPR)
Analisis sebaran nilai DMR dan CPR dengan Nilai
Kurtosis
Farmer’s Share
Analisis Efisiensi dari Indikator: Panjang rantai distribusi, DMR,
CPR, dan Farmer’s Share
Hasil Penelitian
1. Secara umum kota-kota yang disurvei sangat tergantung pada luar daerah dalam memenuhi
kebutuhan sebagian besar dari sembilan komoditas bahan makanan yang diteliti.
2. Terdapat 5 pola sumber pasokan untuk sembilan komoditas bahan makanan, yakni: (i) dari
sentra produksi; (ii) dari petani daerah sekitar yang bukan merupakan sentra produksi; (iii) dari
pasar induk di kota lain; (iv) dari distributor utama di luar daerah; serta (v) dari produsen lokal.
3. Pola sumber pasokan menentukan model arus distribusi sehingga terbentuk 5 model arus
distribusi, yaitu:
a. Model Bandar (produsen memberikan ke bandar kemudian bandar mendistribusikan
langsung kepada grosir, pengecer, dan pasar swalayan), terjadi pada pisang, kubis,ikan
mas, dan daging ayam ras.
b. Model PBAK (produsen memberikan ke PBAK kemudian PBAK mendistribusikan langsung
kepada grosir), terjadi pada cabe merah dan bawang merah.
c. Model Campuran Bandar dan PBAK (produsen memberikan ke bandar dan PBAK kemudian
bandar dan PBAK mendistribusikan ke grosir atau pengecer), terjadi pada telur ayam.
d. Model Produsen (produsen langsung mendistribusikan ke pengecer dan pasar swalayan),
terjadi pada tahu.
e. Model Distributor (produsen langsung mengirim ke distributor, kemudian distributor
langsung memberikan kepada grosir lalu kepada pengecer), terjadi pada minyak goreng.
3. Hasil uji terhadap efisiensi distribusi diperoleh hasil bahwa:
a. Dari sembilan komoditas yang diteliti, hanya komoditas tahu yang terklasifikasi efisien,
karena rantai distribusi produk tersebut sangat pendek, sebaran CPR cukup merata di
sebagian besar kota yang disurvei, besarnya producer’s share di atas 50% di seluruh kota.
b. Telur dan daging ayam terklasifikasikan kurang efisien, karena memiliki rantai distribusi
49
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
50
panjang, sebaran DMR dan CPR yang tidak merata, namun ternyata nilai farmer’s share di
atas 50%.
c. Komoditas kol, bawang merah, cabe merah, pisang, minyak goreng dan ikan mas
terklasifikasikan tidak efisien karena memiliki rantai distribusi panjang, sebaran DMR dan
CPR yang sangat tidak merata, nilai farmer’s share di bawah 50%.
Rekomendasi
1. Setiap pemerintah daerah sebaiknya memiliki informasi terkait neraca perdagangan (data
produksi, konsumsi, arus distribusi, masa tanam, tren produksi, harga jual di tingkat produsen
dan lembaga pemasaran) serta sistem informasi yang terintegrasi secara lengkap dan rutin
dalam rangka meminimalisasi informasi yang asimetris antara yang dimiliki daerah produsen
dengan daerah konsumen.
2. Pemerintah daerah sebaiknya mendorong implementasi collective farming dan pemasaran
bersama dalam wadah asosiasi petani/gabungan kelompok tani melalui mekanisme direct
selling dan manajemen pemasaran regional. Di samping itu, pemerintah provinsi sebaiknya
mendirikan pusat bursa komoditas.
3. Bawang merah: pemerintah daerah sebaiknya mendorong petani lokal di daerah Kadipaten,
Kab Cirebon untuk meningkatkan produksi bawang merah dan cabe merah melalui skema
kredit pertanian perbankan.
4. Ayam ras :
• Meningkatkan industri bibit ayam lokal yang dapat menghasilkan DOC. Selain untuk
mengurangi ketergantungan pada bibit impor, juga untuk mengendalikan harga ketika
terjadi lonjakan permintaan daging ayam di musim tertentu.
• Mengembangkan industri pakan ayam ras yang menggunakan bahan baku lokal dan
limbah organik.
• Membenahi mekanisme program kemitraan usaha peternakan ayam sehingga lebih adil
baik bagi plasma, buruh maupun bagi inti dilihat dari sisi pembagian risiko dan keuntungan
yang adil.
5. Tahu:
• Meningkatkan fungsi intermediasi perbankan dalam melayani petani, peternak dan
produsen tahu lokal.
• Meningkatkan produksi kedelai dalam jumlah signifikan terutama di daerah-daerah yang
sesuai.
• Pemerintah provinsi sebaiknya mempertahankan kebijakan pemerintah memberikan subsidi
harga kedelai untuk mendorong produksi olahan kedelai.
8. Ikan mas: melakukan studi kelayakan terhadap Waduk Darma Kuningan sebagai sentra
produksi ikan mas untuk memenuhi permintaan ikan mas dari daerah Priangan timur.
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
Secara tahunan, perkembangan perbankan di Jawa Barat pada triwulan IV-2008, yang
dicerminkan pada beberapa indikator seperti aset, penghimpunan dana masyarakat (DPK),
dan penyaluran kredit masih menunjukkan pertumbuhan dengan angka yang lebih tinggi
dibandingkan pertumbuhan year on year triwulan sebelumnya. Namun demikian, secara
triwulanan menunjukkan perkembangan yang lebih lambat. Sejalan dengan perkembangan tersebut,
fungsi intermediasi perbankan mengalami peningkatan yang tercermin dari meningkatnya indikator
loan to deposit ratio (LDR). Selain itu, risiko kredit yang tercermin dari indikator non performing loan
(NPL) juga menunjukkan perbaikan.
Aset perbankan Jawa Barat pada triwulan IV-2008 tumbuh 6,67% (qtq) atau 14,27% (yoy)
mencapai Rp166,02 triliun. Sebagian besar aset perbankan (93,30%) di Jawa Barat merupakan aset
bank umum konvensional. Sementara itu, sisanya sebesar 6,7% berasal dari aset bank umum syariah
(3,16%) dan BPR (3,53%).
Dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpun perbankan di Jawa Barat pada triwulan ini tumbuh
9,77% (qtq) atau 12,26% (yoy) mencapai Rp125,76 triliun. Perkembangan ini didorong oleh
naiknya simpanan baik dalam bentuk giro, tabungan, dan deposito yang diperkirakan sebagai akibat
dari meningkatnya preferensi menabung masyarakat sehubungan dengan tingkat suku bunga
perbankan yang dirasakan masih cukup tinggi. Hal ini juga mengindikasikan bahwa perbankan masih
belum merespon terhadap penurunan tingkat suku bunga acuan (BI Rate).
Kredit yang disalurkan perbankan di Jawa Barat pada triwulan IV-2008 tumbuh 4,98% (qtq)
atau 25,08% (yoy) mencapai Rp95,17 triliun. Pertumbuhan tersebut antara lain disebabkan oleh
tingginya permintaan kredit modal kerja. Pertumbuhan kredit yang lebih rendah dibandingkan dana
yang dihimpun, menyebabkan loan to deposit ratio (LDR) pada triwulan IV-2008 turun dari 79,13%
pada triwulan III-2008 menjadi 75,68%. Realisasi kredit baru pada triwulan IV-2008 mengalami
penurunan jika dibandingkan dengan triwulan III-2008 karena tingkat suku bunga perbankan
dirasakan masih cukup tinggi dan menyebabkan bank semakin selektif dalam menyalurkan kredit dan
menyebabkan pelaku usaha menjadi hati-hati dalam pengajuan kredit sehubungan beban bunga yang
cukup tinggi.
1. BANK UMUM KONVENSIONAL
Kinerja perbankan di Jawa Barat pada triwulan IV-2008 menunjukkan peningkatan. Hal ini
tercermin dari meningkatnya beberapa indikator seperti aset, penghimpunan dana masyarakat (DPK),
outstanding kredit berdasarkan bank pelapor maupun lokasi proyek, serta menurunnya kredit
bermasalah (non performing loan/NPL).
Total aset bank umum konvensional pada triwulan IV-2008 tumbuh 6,81% (qtq) atau 13,58%
(yoy) mencapai Rp154,91 triliun. Meningkatnya pertumbuhan aset terutama disebabkan
meningkatnya dana pihak ketiga (DPK). DPK selama periode triwulan IV-2008 tumbuh 10,02% (qtq)
52
BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
atau 11,54% (yoy) mencapai Rp117,76 triliun. Pertumbuhan tersebut lebih besar jika dibandingkan
pertumbuhan pada triwulan III-2008, dimana DPK hanya mengalami peningkatan sebesar 1,00%
(qtq). Sementara itu, posisi (outstanding) kredit yang disalurkan oleh bank umum konvensional di
Jawa Barat pada triwulan IV-2008 tumbuh 5,41% (qtq) atau 25,25% (yoy), mencapai Rp87,35 triliun
(Grafik 3.1). Pertumbuhan kredit secara triwulanan (qtq) mengalami perlambatan dibandingkan
dengan pertumbuhan pada triwulan III-2008 yang mencapai 6,35% (qtq) atau 25,49% (yoy). Dari
total kredit tersebut, Rp65,27 triliun diantaranya merupakan kredit mikro, kecil dan menengah (MKM),
yang tumbuh 2,24% (qtq) atau 19,21% (yoy). Pertumbuhan kredit yang lebih rendah dibandingkan
dana yang dihimpun bank umum konvensional di Jawa Barat, menyebabkan loan to deposit ratio
(LDR) pada triwulan IV-2008 turun dari 77,42% menjadi 74,18% (Grafik 3.2). Dari sisi kualitas kredit,
rasio NPL (gross) turun dari 3,57% menjadi 3,52%.
Grafik 3.1. Perkembangan Aset, DPK dan Kredit Bank Umum Konvensional
Grafik 3.2. Perkembangan LDR dan NPL Bank Umum Konvensional
124,99136,39 133,59
139,72 145,03154,91
95,91105,57 101,76 105,98 107,03
117,76
66,03 69,74 70,9877,92 82,86 87,35
-
20
40
60
80
100
120
140
160
180
Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
2007 2008
Trili
un R
p
Aset DPK Kredit
74,1877,4273,5269,7566,0668,85
1,82 1,661,43
3,523,573,633,783,443,92
1,501,72
2,06
-
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
2007 2008
Trili
un R
p
0%
50%
100%
150%
200%
250%
300%
350%
400%
450%
LDR(%) NPL Kredit (%) Gross NPL Kredit (%) Net
Sumber : LBU KBI Bandung
Outstanding kredit berlokasi proyek di Jawa Barat yang disalurkan perbankan nasional
tumbuh 8,00% (qtq) atau 33,31% (yoy) mencapai posisi Rp163,33 triliun. Masih menggeliatnya
kegiatan produktif di sektor riil pada triwulan laporan diperkirakan sebagai penyebab masih
meningkatnya kebutuhan akan pembiayaan perbankan, sebagaimana tercermin dari pertumbuhan
kredit modal kerja dan kredit investasi, yakni masing-masing mencapai 11,91% (qtq) dan 11,57%
(qtq) atau 40,06% (yoy) dan 31,89% (yoy). Sementara itu, outstanding kredit MKM berlokasi di Jawa
Barat yang disalurkan bank umum konvensional nasional tumbuh 1,63% (qtq) atau 25,16% (yoy)
mencapai posisi Rp93,82 triliun (bulan November 2008).
1.1. PENGHIMPUNAN DANA PIHAK KETIGA BANK UMUM KONVENSIONAL
Pada triwulan IV-2008, dana masyarakat yang dihimpun bank umum konvensional di Jawa
Barat tumbuh 10,02% (qtq) atau 11,54% (yoy) hingga mencapai posisi Rp117,76 triliun.
Berdasarkan jenis simpanan, sebagian besar DPK pada bank umum konvensional masih didominasi
oleh deposito, yang tumbuh 16,50% (qtq) atau 15,11% (yoy) menjadi Rp52,68 triliun, sehingga
pangsanya meningkat, dari 42,25% pada triwulan III-2008 menjadi 44,74% pada triwulan IV-2008
53
BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
(Grafik 3.3). Tabungan tumbuh 5,39% (qtq) atau 11,41% (yoy), namun pangsanya turun dari 37,31%
menjadi 35,74%. Giro turun 5,06% (qtq), atau 4,36% (yoy) menjadi Rp22,99 triliun. Porsi simpanan
giro turun dari 20,44% menjadi 19,52%. Kenaikan deposito dan tabungan mengindikasikan bahwa
preferensi menabung masyarakat masih cukup kuat akibat tingkat suku bunga yang dirasakan masih
cukup tinggi.
Berdasarkan kelompok bank, sebanyak masing-masing 48% DPK dihimpun oleh kelompok
bank pemerintah dan bank swasta nasional. Adapun pangsa DPK kelompok bank asing dan
campuran hanya 4,00% dari total DPK (Grafik 3.4). Selama triwulan IV-2008, DPK bank pemerintah,
bank umum swasta nasional (BUSN) dan bank swasta asing masing-masing naik Rp6,04 triliun (12%),
Rp3,86 triliun (7,40%) dan Rp0,82 triliun (18,35%).
Grafik 3.3. Perkembangan Penghimpunan DPK Bank Umum Konvensional
Berdasarkan Jenis Simpanan
21,32 22,03 22,25 23,01 21,88 22,99
33,5637,78 36,58
39,44 39,9442,0941,03
45,7742,93 43,53 45,22
52,68
-
10
20
30
40
50
60
Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
2007 2008
Trili
un R
p
Giro Tabungan Deposito
Sumber: LBU KBI Bandung
Grafik 3.4. Pangsa Penghimpunan DPK Bank Umum Konvensional Berdasarkan Kelompok
Bank Triwulan IV-2008
4%
48%48%
Bank Pemerintah Bank Swasta Nasional Bank Swasta Asing
Sumber: LBU KBI Bandung
Sementara itu, dilihat berdasarkan golongan pemilik, nasabah perorangan, perusahaan
swasta dan BUMN masih mendominasi DPK yang dihimpun oleh bank umum konvensional di
Jawa Barat, yang mencapai Rp104,94 triliun dengan pangsa 89,11%(Grafik 3.5).
Penghimpunan dana yang diperoleh berdasarkan golongan pemilik perseorangan tumbuh sebesar
9,54%, BUMN tumbuh 49,53% sedangkan perusahaan swasta tumbuh sebesar 25,32% (Grafik 3.6).
Grafik 3.5. Pangsa DPK Bank Umum Konvensional Berdasarkan Golongan
Pemilik Triwulan IV-2008
Grafik 3.6. Perkembangan DPK Bank Umum Konvensional Berdasarkan Golongan Pemilik
11%2%
72%
2%5%
8%
Pemerintah Daerah Badan Usaha Milik Negara Perusahaan Swasta Yayasan dan Badan Sosial Perorangan Lainnya
-
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
2007 2008
Trili
un R
p
Perorangan Perusahaan Swasta Badan Usaha Milik Negara Pemerintah Daerah Yayasan dan Badan Sosial Lainnya
Sumber : LBU KBI Bandung Sumber : LBU KBI Bandung
54
BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
1.2. PENYALURAN KREDIT BANK UMUM KONVENSIONAL
1.2.1. KREDIT YANG DISALURKAN BANK UMUM KONVENSIONAL DI JAWA BARAT
Kredit yang disalurkan bank umum konvensional di Jawa Barat tumbuh 5,41% (qtq) atau
25,25% (yoy) sehingga posisinya pada triwulan IV-2008 mencapai Rp87,35 triliun (Grafik 3.7).
Masih menggeliatnya kegiatan dunia usaha terutama pada sektor perdagangan,hotel dan restoran
diperkirakan menjadi faktor pendorong meningkatnya kebutuhan pembiayaan dari perbankan.
Grafik 3.7. Perkembangan Kredit Bank Umum di Jawa Barat
66,0369,74 70,98
77,9282,86 87,35
5,83% 5,61% 5,41%
19,84% 20,73% 20,99%
24,88% 25,49% 25,25%
1,77%
9,78%
6,35%
-
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
2007 2008
Trili
un
Rp
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
Kredit yoy qtq
Sumber LBU KBI Bandung
Grafik 3.8. Perkembangan Kredit Bank Umum Berdasarkan Kelompok Bank
34,32
25,72 26,59
40,72
11,93
48,15
29,1531,23 31,51
34,29 34,95 36,10
2,56 2,79 2,88 2,91 2,98 3,10
-
10
20
30
40
50
60
Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
2007 2008
Trili
un R
p
Bank Pemerintah Bank Swasta Nasional Bank Asing/Campuran
Sumber LBU KBI Bandung Berdasarkan kelompok bank, pangsa penyaluran kredit terbesar masih didominasi oleh
kelompok bank umum milik pemerintah dengan pangsa mencapai 55,12% meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya 54,22%. Adapun pangsa kredit yang disalurkan BUSN serta
bank swasta asing dan campuran mengalami penurunan (Grafik 3.8).
Grafik 3.9. Pangsa Penyaluran Kredit Bank Umum Konvensional Berdasarkan Jenis
Penggunaan Triwulan IV-2008
Grafik 3.10. Perkembangan Kredit Bank Umum Konvensional Berdasarkan Jenis Penggunaan
45%
11%
44%
Modal Kerja Investasi Konsumsi
6,75 7,30 7,39 8,08 8,69 9,22
27,7329,98
34,3134,55 33,2230,36
36,97
39,96
32,4635,53 38,1737,20
-
5
10
15
20
25
30
35
40
45
Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
2007 2008
Trili
un R
p
Investasi Modal Kerja Konsumsi
Sumber : LBU KBI Bandung Sumber : LBU KBI Bandung
Berdasarkan jenis penggunaannya, sebagian besar kredit bank umum konvensional di Jawa
Barat disalurkan untuk modal kerja dan konsumsi. Kredit modal kerja (KMK) dan konsumsi
masing-masing tercatat sebesar Rp39,96 triliun dan Rp38,17 triliun, dengan pangsa masing-masing
sebesar 45,75% dan 43,70% (Grafik 3.9). Sementara posisi kredit investasi (KI) mencapai Rp9,22
55
BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
56
trililun atau 10,55% dari total kredit. Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, kredit modal kerja,
kredit investasi dan kredit konsumsi tumbuh masing-masing sebesar 8,09%, 6,07% dan 2,60%
(Grafik 3.10).
Grafik 3.11. Pangsa Penyaluran Kredit Bank Umum Konvensional Terbesar Berdasarkan
Sektor Ekonomi Triwulan IV-2008
Grafik 3.12. Perkembangan Penyaluran Kredit Bank Umum Konvensional Terbesar
Berdasarkan Sektor Ekonomi
21,5%
19,2%
5,2%
44,1%
2,5%
1,9%1,6%
3,5%
0,2%
0,3%
Lain-lain Perdag., Rest & Hotel PerindustrianJasa Dunia Usaha Konstruksi PertanianJasa Sosial Pengktn, Gudg& Kmnks PertambanganListrik, Gas & Air
-
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
2007 2008
Trili
un
Rp
Perdag., Rest & Hotel Perindustrian Jasa Dunia Usaha
Konstruksi Pertanian Jasa Sosial
Sumber : LBU KBI Bandung Sumber : LBU KBI Bandung
Berdasarkan sektor ekonomi, tiga sektor yang menyerap kredit terbesar, adalah sektor
lainnya (konsumsi), sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR), dan sektor industri
pengolahan (Grafik 3.11). Pangsa ketiganya terhadap total kredit mencapai 84,78%. Berdasarkan
pertumbuhannya, sektor lainnya (konsumsi) tumbuh 2,44% (qtq) atau 17,96% (yoy), sektor PHR
tumbuh 4,64% (qtq) atau 28,52% (yoy), sedangkan sektor industri pengolahan tumbuh 6,61% (qtq)
atau 21,22% (yoy) dengan nominal masing-masing Rp38,52 triliun, Rp18,79 triliun dan Rp16,74 triliun
(Grafik 3.12).
1.2.2. KREDIT BANK UMUM NASIONAL YANG BERLOKASI PROYEK
1 DI JAWA BARAT
Seperti halnya kredit yang disalurkan bank umum konvensional di Jawa Barat, kredit yang
disalurkan perbankan nasional untuk kebutuhan pembiayaan di Jawa Barat juga mengalami
peningkatan. Outstanding kredit yang berlokasi proyek di Jawa Barat pada posisi bulan November
2008 tumbuh 8,00% (qtq) atau 33,31% (yoy). Kredit yang disalurkan ke wilayah Jawa Barat sampai
dengan bulan November mencapai Rp163,33 triliun. Dari total kredit tersebut, 53% dibiayai dari
bank umum konvensional di Jawa Barat, sedangkan 47% dibiayai dari bank umum konvensional yang
beroperasi di luar Jawa Barat (Grafik 3.13).
1 Kredit berdasarkan lokasi proyek adalah kredit yang disalurkan oleh bank umum konvensional baik yang berada di dalam maupun di luar wilayah Jawa Barat yang dipergunakan untuk membiayai kebutuhan kredit di Jawa Barat
BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
Grafik 3.13. Perkembangan Kredit oleh Bank
Umum Konvensional di Jawa Barat dan Kredit yang Berlokasi di Jawa Barat
-
20
40
60
80
100
120
140
160
180Tr
iliun
Rp
Kredit bank pelapor 58,67 62,39 66,03 69,74 70,98 77,92 82,86 87,35
Kredit Lokasi Proyek 102,05 109,46 115,50 122,52 127,22 140,15 151,22 163,33
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
2007 2008
Sumber: LBU dan SEKDA KBI Bandung
Grafik 3.14. Pangsa Kredit yang Berlokasi di Jawa Barat Berdasarkan Jenis Penggunaan
Triwulan IV-2008
16%
48%
36%
Investasi Modal Kerja Konsumsi
Sumber: SEKDA KBI Bandung
Sebagian besar kredit yang diserap di wilayah Jawa Barat merupakan kredit produktif,
meliputi kredit modal kerja sebesar Rp78,75 triliun dan kredit investasi sebesar
Rp25,30 triliun, dengan pangsa 63,71%. Adapun kredit konsumsi mencapai Rp59,27 triliun (Grafik
3.14). Berdasarkan sektor ekonomi, penyaluran kredit ke Jawa Barat terkonsentrasi pada sektor
industri pengolahan (Rp52,85 triliun) dan sektor PHR (Rp24,48 triliun), dengan pangsa 47,34%.
Sementara itu, sektor yang mengalami pertumbuhan kredit terbesar adalah sektor industri
pengolahan yang tumbuh sebesar 15,10% (qtq) atau 36,68 (yoy) menjadi sebesar Rp52,85 triliun
(Grafik 3.15).
Grafik 3.15. Sektor Ekonomi Dominan Penyerap Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek
‐
10
20
30
40
50
60
70
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
2007 2008
Triliun
Rp
Pertambangan Pertanian Jasa‐jasa
Perdagangan Jasa‐jasa Lain‐lain
Sumber: SEKDA KBI Bandung
Grafik 3.16. Perkembangan Penyaluran Kredit berdasarkan Lokasi Proyek di Kabupaten/Kota Triwulan IV-2008
12%
24%
5%5% 7% 0%
23%
24%
Kota Bandung Kab. Bekasi Kab. Bandung Kab. Bekasi
Kota Depok Kota Bekasi Kab. Karawang Lainnya
`
Sumber: SEKDA KBI Bandung
Berdasarkan kabupaten/kota penerima kredit, Kota Bandung sebagai ibukota Provinsi Jawa
Barat merupakan daerah penyerap kredit terbesar, yakni sekitar 18,95% dari total kredit
yang tersalurkan di Jawa Barat. Daerah lainnya yang menyerap kredit cukup besar adalah daerah
perkotaan atau daerah kawasan industri seperti Kabupaten Bekasi 19,96%, Kabupaten Bandung
10,35%, dan Kabupaten Bogor 9,28% (Grafik 3.16).
57
BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
1.2.3 PERSETUJUAN PLAFON KREDIT BARU OLEH BANK UMUM KONVENSIONAL
Persetujuan plafon kredit baru oleh bank
umum konvensional di Jawa Barat pada
triwulan IV-2008 turun 39,45% (qtq)
mencapai Rp9,86 triliun (Grafik 3.17). Hal ini
diperkirakan disebabkan karena penurunan
tingkat suku bunga acuan (BI rate) belum
berdampak pada suku bunga kredit perbankan,
sehingga pelaku usaha semakin hati-hati dalam
pengajuan kredit sehubungan beban bunga
yang dirasa masih cukup besar. Sekitar 55,20%
dari total persetujuan plafon kredit baru merupakan kredit produktif, yaitu kredit modal kerja Rp4,55
triliun dan kredit investasi Rp0,89 triliun. Adapun sisanya sebesar 44,80% merupakan kredit konsumsi,
yaitu mencapai Rp4,42 triliun.
1.2.4. KUALITAS KREDIT
Kualitas kredit bank umum konvensional di Jawa Barat pada triwulan IV-2008 membaik
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Hal ini dicerminkan oleh turunnya rasio kredit
bermasalah atau rasio gross non performing loan (NPL) dari 3,57% menjadi 3,52%. Sementara itu,
persentase kredit bermasalah bersih (net NPL) atau gross NPL setelah dikurangi dengan jumlah PPAP
(penyisihan penghapusan aktiva produktif) perbankan, juga mengalami penurunan dari 1,50%
menjadi 1,43%. Persentase NPL bank umum konvensional ini masih cukup aman, berada di bawah
batas maksimal yang ditentukan Bank Indonesia sebesar 5%.
Grafik 3.17. Perkembangan Persetujuan Plafon Kredit Baru Oleh
Bank Umum Konvensional
11,8814,10 13,62
18,3916,29
9,8612,19
22,76%
-39,47%
2,61%
15,63%
-3,39%
34,99%
-11,42%
-2468
101214161820
Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
2007 2008
Trirl
iun
Rp
-50%-40%
-30%-20%
-10%0%
10%20%
30%40%
Realisasi Kredit Baru Growth (qtq)
Tabel 3.1. Empat Kabupaten/Kota dengan Rasio NPL Tertinggi
Rasio NPL (%)
Wilayah Tw.III 2008
Tw.IV 2008
Kota Bandung 4,30 4,50 Kota Bogor 4,56 4,22 Kab, Purwakarta 4,05 3,86 Kota Tasikmalaya 4,36 3,39
Sumber: LBU KBI Bandung
Tabel 3.2. Empat Kabupaten/Kota dengan Rasio NPL Terendah
Rasio NPL (%)
Wilayah Tw.III 2008
Tw.IV 2008
Kab. Majalengka 0,11 0,11 Kab. Kuningan 0,59 0,28 Kota Cimahi 0,83 0,69 Kab. Kuningan 1,51 0,82
Sumber : LBU KBI Bandung
Sembilan dari dua puluh lima kabupaten/kota di Jawa Barat mengalami peningkatan jumlah kredit
bermasalah. Peningkatan nominal kredit bermasalah terbesar dialami oleh Kota Bandung, yaitu
sebesar Rp205,864 miliar Adapun rasio NPL di Kabupaten Majalengka (0,11%) merupakan yang
terendah dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya (Tabel 3.2).
58
BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
59
1.2.5. PERKEMBANGAN KREDIT MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (MKM)
Penyaluran kredit mikro, kecil dan
menengah (MKM) oleh bank umum
konvensional di Jawa Barat pada triwulan
IV-2008, tumbuh 2,24% (qtq) atau 19,21%
(yoy) menjadi Rp65,27 triliun. Pertumbuhan
kredit MKM tersebut tidak secepat
pertumbuhan total kredit yang tumbuh 5,41%
(qtq) atau 25,25% (yoy). Oleh karena itu,
pangsa kredit MKM terhadap total kredit
mengalami sedikit penurunan dari 75,05%
pada triwulan III-2008 menjadi 74,73% pada
triwulan IV-2008.
Grafik 3.19. Perkembangan Kredit MKM Bank Umum Konvensional Menurut Jenis Penggunaan
Grafik 3.20. Perkembangan Kredit MKM Bank Umum Konvensional
Menurut Plafon
17,93 18,94 19,43 21,70 22,85 23,33
3,54 3,62 3,44 3,82 4,08 4,16
31,37 32,20 32,9535,25 36,93 37,78
-
10
20
30
40
50
60
70
Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
2007 2008
Trili
un R
p
Modal Kerja Investasi Konsumsi
23,97 24,16 24,18 25,26 26,28 26,14
15,13 15,56 16,38 18,61 20,19 21,33
13,74 15,04 15,2616,90 17,37 17,81
-
10
20
30
40
50
60
70
Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
2007 2008
Trili
un R
p
Mikro Kecil Menegah
Sumber : LBU KBI Bandung Sumber : LBU KBI Bandung
Berdasarkan bank penyalur kredit, bank pemerintah di Jawa Barat menyalurkan lebih dari
setengah total kredit MKM (57,73%), sedangkan bank swasta dan bank asing campuran
menyalurkan masing-masing sebesar 40,60% dan 1,67% (Grafik 3.18). Sekitar 42,12% dari porsi
kredit MKM tersebut merupakan kredit modal kerja (35,74%) dan investasi (6,38%), sedangkan
57,88% dari porsi kredit MKM merupakan kredit konsumsi (Grafik 3.19). Menurut skala kreditnya,
40,04% kredit MKM disalurkan dalam bentuk kredit mikro, sedangkan untuk kredit kecil dan
menengah dengan pangsa 32,67% dan 27,28% (Grafik 3.20)
Grafik 3.18. Perkembangan Kredit MKM Bank Umum Konvensional Menurut
Kelompok Bank
29,09 29,75 30,49
33,70
36,62 37,68
22,8724,04 24,33
26,00 26,17 26,50
0,88 0,97 1,00 1,07 1,05 1,09
-
5
10
15
20
25
30
35
40
Tw.III Tw..IV Tw. I Tw.II Tw.III Tw.IV
2007
Trili
un R
p
Bank Umum Pemerintah Bank Swasta Nasional Bank Asing dan Campuran
D
Sumber : LBU KBI Bandung
BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
Berdasarkan sektor ekonomi, sektor PHR
adalah penyerap kredit MKM terbesar, yakni
mencapai Rp15,1 triliun atau 23,12% dari total
kredit MKM (Grafik 3.21). Selanjutnya, sektor
industri pengolahan adalah penyerap kredit MKM
terbesar kedua, mencapai Rp5,7 triliun (8,74%),
yang sebagian besar diserap oleh subsektor industri
tekstil, sandang, dan kulit. Di urutan ketiga adalah
sektor jasa dunia usaha yang menyerap sekitar
4,03% dari total kredit MKM atau sebesar Rp2,63
triliun.
Grafik 3.21. Distribusi Kredit MKM Bank Umum Konvensional Berdasarkan Sektor
Ekonomi Triwulan IV-2008
58%
23%
9%
4%
2% 2% 1%1%
0%
0%
Lain_Lain Perdagangan Industri
Jasa_Dunia Konstruksi Pertanian
Jasa_Sosial Angkutan Pertambangan
Listrik_Gas_Air
Sumber: LBU KBI Bandung
Grafik 3.22. Distribusi Kredit MKM Bank Umum Konvensional Berdasarkan Kabupaten/Kota Triwulan IV-2008
38%
9%8%
5%
33%
7%
Kodya Bandung Kotif Bekasi Kodya Bogor Kodya Cirebon Kotif Tasikmalaya Kab/Kota Lainnya
Sumber : LBU KBI Bandung
Grafik 3.23. Perkembangan Gross NPL Kredit MKM dan Gross NPL Total Kredit
Bank Umum Konvensional
3,793,41
3,71 3,553,32
3,06
3,923,44
3,78 3,63 3,57 3,52
-
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
4,0
4,5
Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
2007 2008
Pers
en
NPL Kredit MKM NPL Bank Umum
Sumber : LBU KBI Bandung
Penyebaran kredit MKM di Jawa Barat masih terpusat di kota-kota besar dan pusat industri.
Kota Bandung merupakan penyerap kredit MKM terbesar dengan pangsa sebesar 38,59% atau
Rp25,18 triliun. Di urutan kedua Kota Bekasi dengan pangsa 8,99% (Rp5,87 triliun), diikuti Kota
Bogor dengan pangsa 7,84% (Rp5,12 triliun) (Grafik 3.22). Kualitas kredit MKM bank umum
konvensional di Jawa Barat pada triwulan IV-2008 lebih baik dibandingkan kualitas total kredit. Gross
NPL kredit MKM adalah sebesar 3,06%, lebih rendah dibandingkan rasio gross NPL total kredit yang
sebesar 3,52% (Grafik 3.23).
Outstanding kredit MKM yang berlokasi
di Jawa barat mencapai Rp96,38 triliun
(posisi Novermber 2008) (Grafik 3.24).
Secara nasional, porsi kredit MKM
berdasarkan lokasi proyek di Jawa Barat
menempati urutan kedua setelah Jakarta,
dengan porsi sebesar 15,27% terhadap total
kredit MKM Nasional yang berjumlah Rp631
triliun.
Grafik 3.24. Perkembangan Kredit MKM yang Berlokasi di Jawa Barat
2004 s.d. Des 2006 termasuk Provinsi BantenSumber: Statistik Perbankan Indonesia
0
20
40
60
80
100
120
Jun Jul
Ags
Sept
Okt
Nov
Dec Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun Jul
Ags
Sept
Okt
Nov
2007 2008
Trili
un
Rp
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia
60
BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
Seiring dengan perkembangan kredit MKM tersebut, penyaluran kredit Usaha Rakyat (KUR) oleh
perbankan di Jawa Barat sampai dengan bulan Desember 2008 mencapai Rp1,35 triliun dan baki
debet sebesar Rp990 miliar, yang disalurkan kepada 259.751 debitur (lihat Boks 5 Perkembangan
Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Jawa Barat tahun 2008).
2. KINERJA BANK UMUM KONVENSIONAL YANG BERKANTOR PUSAT DI JAWA BARAT
Sampai dengan triwulan IV-2008, kinerja
tujuh bank umum konvensional yang
berkantor pusat di Bandung menunjukkan
perkembangan positif. Beberapa indikator
seperti total aset dan kredit yang disalurkan
mengalami peningkatan (Grafik 3.25). Total aset
tumbuh 1,54% (qtq) atau 16,56% (yoy)
mencapai Rp46,52 triliun.
DPK yang dihimpun bank yang berkantor
pusat di Jawa Barat turun 3,95% (qtq),
namun secara tahunan naik 15,24% (yoy) menjadi Rp35,04 triliun. Sebagian besar DPK berupa
deposito dengan pangsa 62,96% (Rp22,06 triliun), sementara porsi giro dan tabungan masing-masing
sebesar 23,53% dan 13,51%. Nilai DPK yang dihimpun ketujuh bank tersebut mencapai 29,76% dari
total DPK yang dihimpun perbankan di Jawa Barat.
Grafik 3.25. Perkembangan Kinerja Bank Umum Konvensional yang Berkantor Pusat
di Jawa Barat
39,37 39,9141,50 40,52
45,82 46,52
31,58 30,4033,84 32,51
36,48 35,04
24,08 24,16 24,99 24,55
30,09 31,07
-
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
Tw III Tw IV Tw I Tw II TW III Tw IV
2007 2008
Trili
un R
p
Aset DPK Kredit Sumber : LBU-KBI Bandung
Sementara itu, outstanding kredit tumbuh 3,24% (qtq) atau 28,59% (yoy) mencapai Rp31,07
triliun. Berdasarkan jenis penggunaannya, kredit konsumsi mempunyai porsi terbesar yakni 80,64%.
Sementara itu, porsi penyaluran kredit untuk kebutuhan modal kerja dan investasi masing-masing
tercatat hanya sebesar 15,71% dan 3,66%. Kredit non konsumsi tersebut terutama disalurkan untuk
sektor perdagangan, hotel dan restoran (7,47%), sektor jasa dunia usaha (3,26%), dan sektor
perindustrian (2,80%). Dengan kondisi pertumbuhan kredit yang lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhan DPK mengakibatkan LDR untuk bank yang berkantor pusat di Jawa Barat mengalami
peningkatan dari 82,48% pada triwulan III-2008 menjadi 88,66% pada triwulan IV-2008. Adapun
resiko kredit bank umum yang berkantor pusat di Jawa Barat tetap rendah dan terkendali. Hal ini
terlihat dari persentase kredit bermasalah kotor (gross NPL) yang hanya 0,76% atau jauh di bawah
batas yang ditentukan BI maksimal 5%.
Tujuh bank umum yang berkantor pusat di Jawa Barat menunjukkan kinerja yang cukup
baik. Hal ini dapat dilihat dari laba yang berhasil diperoleh maupun tingkat efisiensi bank. Sampai
dengan bulan Desember 2008 Net Interest Income (NII) tercatat sebesar Rp3,46 triliun atau 9,7%.
Sementara itu, rasio Return on Asset (ROA) sampai dengan bulan Desember 2008 tercatat sebesar
3,32%, sedangkan rasio efisiensi antara Biaya Operasional dan Pendapatan Operasional (BOPO)
77,45%.
61
BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
3. BANK UMUM SYARIAH
Bank umum syariah pada triwulan IV-2008 menunjukkan perkembangan yang cukup baik.
Total aset tumbuh 6,92% (qtq) atau
28,95% (yoy) menjadi Rp5,25 triliun (Grafik
3.26). Pembiayaan yang diberikan (PYD)
tumbuh 1,84% (qtq) atau 20,78% (yoy)
menjadi Rp3,43 triliun. Di sisi lain, secara
triwulanan DPK naik 8,87% (qtq), dan
secara tahunan tumbuh 26,49% (yoy)
menjadi Rp3,97 triliun (Grafik 3.26).
Pertumbuhan PYD yang lebih lambat
dibandingkan dengan pertumbuhan DPK
mengakibatkan rasio PYD terhadap DPK atau financing to deposit ratio (FDR) bank umum syariah
menurun dari 92,21% pada triwulan sebelumnya menjadi 86,26% pada triwulan IV-2008.
Grafik 3.26. Perkembangan Indikator Bank Umum Syariah
3,554,07 4,10
4,73 4,915,25
2,593,14 3,22
3,73 3,653,97
2,76 2,84 2,843,07 3,37 3,43
-
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
2007 2008
Triliu
n Rp
Aset DPK Pembiayaan
Sumber: LBU KBI Bandung
Sementara itu, risiko pembiayaan bank umum syariah di Jawa Barat pada triwulan IV-2008
menurun. Hal ini ditunjukkan oleh rasio persentase Gross non performing financing (NPF) pada
triwulan IV-2008 yang tercatat sebesar 3,55% atau lebih rendah dibandingkan dengan gross NPF
triwulan sebelumnya yang sebesar 4,81%. Bank syariah terus melakukan upaya untuk menurunkan
NPF dengan cara penyelesaian pembiayaan bermasalah secara lebih intensif serta tetap menerapkan
prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan pembiayaan.
4. BANK PERKREDITAN RAKYAT
Perkembangan BPR konvensional pada
triwulan IV-2008 mengalami kenaikan jika
dibandingkan dengan triwulan maupun
tahun sebelumnya. Total aset BPR naik 2,73%
(qtq) atau naik 21,57% (yoy) menjadi Rp5,86
triliun. Sementara itu DPK BPR naik sebesar
3,77% (qtq) atau 21,70 (yoy) menjadi Rp4,03
triliun. Sementara di sisi lain, kredit yang
disalurkan turun 0,78% (qtq), namun secara
tahunan naik 25,15% (yoy) menjadi Rp4,40 triliun
(Grafik 3.27). Sebagian besar kredit yang
disalurkan BPR merupakan kredit produktif (modal kerja dan investasi), mencapai sekitar 58,53% dari
total kredit BPR, sedangkan sisanya merupakan kredit konsumsi. Kredit modal kerja turun 1,56% (qtq)
menjadi Rp2,43 triliun, kredit investasi turun 9,27% (qtq) menjadi Rp0,15 triliun, sementara kredit
konsumsi naik1,05% (qtq) menjadi Rp1,82 triliun. Adapun resiko kredit BPR di Jawa Barat turun jika
dibandingkan dengan triwulan III-2008 sebesar 9,53% menjadi 9,21%.
Grafik 3.27. Perkembangan IndikatorBank Perkreditan Rakyat
145,29 142,70149,74
155,65
166,02
112,03 108,49113,35 114,57
125,76
76,09 77,5085,06
90,66 95,17
-
20,0
40,0
60,0
80,0
100,0
120,0
140,0
160,0
180,0
Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
2007 2008
Triliu
n Rp
ASET DPK Kredit
Sumber: LBU BPR
62
BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
63
BOKS 5
PERKEMBANGAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) DI JAWA BARAT
TAHUN 2008
Pada tanggal 5 November 2007 pemerintah menggulirkan program Kredit Usaha Rakyat (KUR), yaitu
adalah skim kredit dengan penjaminan yang bertujuan (i) mempercepat pengembangan sektor riil dan
pemberdayaan UMKM; (ii) meningkatkan akses pembiayaan kepada UMKM dan Koperasi; serta (iii)
menanggulangi kemiskinan dan memperluas kesempatan kerja.
Dalam KUR terdapat pembagian risiko antara bank penyalur kredit dengan lembaga penjamin yang
ditunjuk, yaitu PT Asuransi Kredit Indonesia (ASKRINDO) dan Perum Jaminan Kredit Indonesia
(Jamkrindo). KUR disalurkan melalui enam bank yang ditunjuk pemerintah, yaitu Bank Mandiri, BRI, BNI,
BTN, Bukopin dan Bank Syariah Mandiri. KUR hanya dapat diberikan untuk usaha produktif, yaitu kredit
untuk modal kerja dan kredit untuk investasi, dengan batas maksimum plafon kredit yang dapat
diberikan adalah sebesar Rp500 juta dan suku bunga KUR yang dapat diberikan adalah maksimum
sebesar 16% (efektif).
Berdasarkan laporan bank penyalur KUR di Jawa Barat (tidak termasuk yang berlokasi di Depok, Bogor,
Bekasi, dan Karawang), realisasi plafon kredit KUR hingga bulan Desember 2008 telah mencapai Rp1,35
triliun dan baki debet sebesar Rp990 miliar, yang disalurkan kepada 259.751 debitur. Angka plafon
tersebut mencapai 11% dari total penyaluran KUR nasional yang mencapai Rp12,6 triliun dengan 96%
disalurkan untuk kredit modal kerja (Grafik 3.28).
Pertumbuhan penyaluran KUR di Jawa Barat
menunjukkan perkembangan yang positif
selama tahun 2008 dengan rata-rata
pertumbuhan mencapai 13% per bulan dan
pertumbuhan debitur rata-rata sebesar 16% per
bulan. Penandatanganan Addendum MoU KUR
pada tanggal 14 Mei 2008 yang salah satu
isinya adalah pengaturan pemberian KUR Mikro
(KUR dengan plafon maksimal Rp5 juta)
menyebabkan pertumbuhan penyaluran KUR
pada bulan Juli 2008 meningkat 48% dengan
pertumbuhan debitur mencapai 63%.
Grafik 3.28. Perkembangan KUR di Jawa Barat
Sumber: Laporan Bulanan Bank Pelaksana KUR
Berdasarkan sektor ekonomi, penyaluran KUR paling banyak diserap oleh sektor perdagangan, hotel dan
restoran (PHR), yaitu sebesar Rp1,041 triliun (77% dari total penyaluran) dengan jumlah debitur
mencapai 214.978 unit usaha (83% dari total debitur). Sektor pertanian mampu menyerap 7% dari total
penyaluran yaitu sebesar Rp97 miliar kepada 17.836 debitur (7% dari total debitur). Di lain pihak, NPL
Jml Debitur (RHS)
Baki DebetPlafonRibu Orang
300
250
200
150
100
50
0
Rp Miliar
5 6 7 8 9 10 11 12
2008
1.600
1.400
1.200
1.000
800
600
400
200
0
BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
64
(Non Performing Loan) KUR relatif sangat rendah, meskipun sedikit meningkat sejak September 2008
karena pengaruh krisis global yang telah dirasakan oleh UMKM. Hingga Desember 2008, NPL hanya
sebesar 0,96%.
BAB 4 PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
BAB 4.PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
Peranan keuangan daerah terhadap perekonomian Jawa Barat pada triwulan III-2008
meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Hal ini antara lain tercermin dari
peningkatan realisasi belanja daerah Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Sampai dengan triwulan III-2008,
realisasi belanja daerah Pemerintah Provinsi Jawa Barat mencapai angka Rp3,88 triliun, atau 64,20%
dari total anggaran belanja daerah tahun 2008 yang sebesar Rp6,05 triliun. Dengan demikian terjadi
peningkatan belanja Pemerintah Provinsi Jawa Barat sebesar Rp1,69 triliun atau tumbuh 77%
dibandingkan realisasi belanja sampai dengan triwulan II-2008. Peningkatan ini antara lain didorong
oleh kegiatan pembangunan infrastruktur transportasi dan komunikasi. Dengan perkembangan
tersebut, sampai dengan akhir tahun 2008, realisasi belanja Pemerintah Provinsi Jawa Barat
diperkirakan akan mencapai angka 90%-95%, tidak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya yang
mencapai 92%. Sementara itu, realisasi belanja pemerintah daerah (baik di provinsi maupun
kabupaten/kota) di Jawa Barat pada triwulan IV-2008 juga diperkirakan mengalami peningkatan yang
signifikan. Hal ini diindikasikan oleh penurunan posisi giro milik pemerintah daerah di perbankan Jawa
Barat pada bulan November dan Desember 2008.
Sementara itu, di sisi pendapatan, sampai dengan akhir triwulan III-2008, realisasi
pendapatan daerah telah mencapai Rp5,51 triliun atau 96,78% dari target APBD tahun 2008
yang sebesar Rp5,70 triliun. Dengan demikian, sampai dengan akhir tahun, realisasi pendapatan
daerah diperkirakan dapat melebihi target pendapatan yang telah ditetapkan. Peningkatan
pendapatan pemerintah provinsi Jawa Barat disebabkan oleh peningkatan PAD (Pendapatan Asli
Daerah). Kontribusi terbesar peningkatan pendapatan pemerintah provinsi Jawa Barat berasal dari
meningkatnya pajak kendaraan bermotor dan pajak bea balik nama kendaraan bermotor sebesar
13,27% (yoy). Selain itu, pada tahun 2008 terdapat penambahan pendapatan lain-lain PAD yang sah
seperti pendapatan bunga.
Tabel 4.1. Realisasi APBD Pemerintah Provinsi Jawa Barat Triwulan III-2008
S.d. Tw.II-08 S.d. Tw.III-08 APBD 2008
No. Uraian Realisasi % Realisasi Realisasi % Realisasi (Rp Miliar) (Rp Miliar) thd APBD (Rp Miliar) thd APBD
I Pendapatan 5.696,29 3.290,52 57,77 5.513,13 96,78
1 Pendapatan Asli Daerah 4.055,12 2.526,52 62,30 4.021,91 99,18
2 Dana Perimbangan 1630,81 746,98 45,80 1.359,24 83,35
3 Lain-lain PAD yang Sah 10,36 17,03 164,38 129,56 1250,58
II Belanja 6.050,02 2.191,95 36,23 3.884,11 64,20
1 Belanja Tidak Langsung 4.313,03 1.789,64 41,49 2.974,03 68,95
2 Belanja Langsung 1.736,99 402,31 23,16 910,09 52,39
III Pembiayaan 353,73 - - -83,91 -23,72
1 Penerimaan Daerah 488,84 - - - -
2 Pengeluaran Daerah 135,12 - - 83,91 62,10
3 SILPA - - - - -
66
BAB 4. PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
1. PERUBAHAN APBD JAWA BARAT TAHUN 2008
Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah menyampaikan usulan APBD-P Tahun 2008 kepada
DPRD Jawa Barat pada tanggal 15 September 2008 yang lalu. Beberapa pertimbangan yang
melandasi perubahan APBD Tahun 2008 diantaranya adalah: (i) adanya perubahan asumsi ekonomi
makro, yaitu inflasi yang diakibatkan oleh kenaikan harga BBM pada Mei 2008; (ii) terlampauinya
proyeksi pendapatan daerah pada triwulan II-2008; serta (iii) penggunaan SILPA (sisa lebih pembiayaan
anggaran tahun berkenaan) untuk mendanai kegiatan yang belum teranggarkan pada APBD 2008.
Tabel 4.2. APBD dan APBD-P Pemerintah Provinsi Jawa Barat tahun 2008
APBD 2008 APBD-P 2008 % Peningkatan No. Uraian
(Rp Miliar) (Rp Miliar) APBD-P 2008
I Pendapatan 5.696,29 6.285,55 10,34
1 Pendapatan Asli Daerah 4.055,12 4.593,24 13,27
2 Dana Perimbangan 1.630,81 1.681,95 3,14
3 Lain-lain PAD yang Sah 10,36 10,36 0,00
II Belanja 6.050,02 6.473,32 7,00
1 Belanja Tidak Langsung 4.313,03 4.688,78 8,71
2 Belanja Langsung 1.736,99 1.784,65 2,74
III Pembiayaan 353,73 1.118,75 216,27
1 Penerimaan Daerah 488,84 1.350,31 176,23
2 Pengeluaran Daerah 135,12 105,17 -22,17
3 SILPA - 126,39 100
Pada APBD-P 2008, pemerintah provinsi memperkirakan akan memperoleh peningkatan
pendapatan daerah dan penerimaan pembiayaan. Perkiraan pendapatan pada APBD-P tahun
2008 meningkat sebesar 10,34% menjadi Rp6,29 triliun dari APBD 2008 yang sebesar Rp5,70 triliun
(Tabel 4.2). Jumlah perkiraan pendapatan tersebut bersumber dari perkiraan peningkatan PAD sebesar
13,27%, peningkatan dana perimbangan sebesar 3,14%, dan peningkatan penerimaan pembiayaan
daerah sebesar 176,23% menjadi Rp1,35 triliun. Peningkatan penerimaan pembiayaan daerah
disebabkan oleh terdapat pencairan Dana Cadangan Daerah (DCD), dana LUEP (Lembaga Usaha
Ekonomi Pedesaan), dana hibah yang berasal dari kegiatan Pilgub dan pengadaan lahan jalan tol
Cisumdawu, Soroja dan SOR Gedebage.
2. PENDAPATAN DAERAH
Peningkatan pendapatan pada triwulan III-2008 disebabkan oleh peningkatan realisasi pajak
daerah yang berupa Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bea Balik Kendaraan Bermotor
(Tabel 4.3). Berdasarkan laporan Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat, sampai dengan
September 2008 telah terhimpun pendapatan dari berbagai sumber. Pendapatan dari Pajak Kendaraan
67
BAB 4.PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
Bermotor (PKB) dari target sebesar Rp1,49 triliun telah terealisasi sebesar Rp1,27 triliun. Pendapatan
dari Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) dari target Rp1,76 triliun telah terealisasi
sebesar Rp1,57 triliun. Pendapatan dari Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) dari target
sebesar Rp980 miliar realisasinya telah mencapai Rp823,36 miliar. Pendapatan yang bersumber dari
pajak air dari target Rp86 miliar realisasinya telah mencapai Rp67,93 miliar serta pendapatan yang
diperoleh dari retribusi daerah dari target sebesar Rp30 miliar realisasinya telah mencapai Rp24,79
miliar.
Tabel 4.3. Realisasi Pendapatan Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Barat Triwulan II dan III Tahun 2008
Triwulan II-2008 Triwulan III-2008 APBD 2008
No. Uraian (Rp Miliar)
% % Realisasi Realisasi
Realisasi Realisasi (Rp Miliar) (Rp Miliar)
thd APBD thd APBD
1 PAD 4.055,12 2.526,52 62.30 4.021,91 99,18
a. Pajak Daerah 3.796,64 2.292,66 60.39 3.728,96 98,22
b. Retribusi Daerah 29,48 14,23 48.26 24,81 84,16 c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah 125,32 138,14 110.22 138,57 110,57
d. Lain-lain PAD 103,67 81,49 78.60 129,56 124,97
2 Dana Perimbangan 1.630,81 746,98 45.80 1.359,24 83,35
a. Bagi Hasil Pajak 726,58 294,82 40.58 605,63 83,35
b. Dana Alokasi Umum 904,23 452,16 50.00 753,61 83,34
c. Dana Alokasi Khusus - - - - -
3 Lain-lain Pendapatan 10,36 17,03 164.39 131,98 1.274,18
a. Bantuan Keuangan 7,51 - - 5,87 78,14
b. Lain-lain Penerimaan 2,84 17,023 598.84 126,11 4.435,11 Total Pendapatan 5.696,29 3.290,53 57,77 5.513,13 96,78
Hingga akhir tahun 2008, realisasi pendapatan
diperkirakan akan melebihi target pendapatan
APBD 2008, terlihat dari pertumbuhan
simpanan pemerintah provinsi di perbankan
Jawa Barat yang meningkat sebesar 16,91%
(yoy). Sampai dengan akhir triwulan III-2008,
realisasi pendapatan daerah Provinsi Jawa Barat
telah mendekati target, yaitu mencapai Rp5,51
triliun atau 96,78% dari target pendapatan daerah
tahun 2008 yang sebesar Rp5,70 triliun (Tabel 4.2).
Sementara itu, pada Desember 2008, simpanan
pemerintah daerah tumbuh 16,91% (yoy) dan
lebih tinggi dibandingkan dengan Desember 2007
yang justru berkurang sebesar 34,49% (yoy).
Grafik 4.1. Pertumbuhan dan Jumlah Simpanan Milik Pemerintah Daerah
di Perbankan Jawa Barat
-50
-40
-30
-20
-10
0
10
20
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
2007 2008
%(yoy)Jumlah DPK Pertumbuhan
Rp Triliun
Sumber : Laporan Bank Umum (diolah)
68
BAB 4. PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
3. BELANJA DAERAH
Sampai dengan triwulan III-2008, realisasi belanja daerah Pemerintah Provinsi Jawa Barat
baru mencapai Rp3,88 triliun, atau 64,20% dari total anggaran belanja daerah tahun 2008
yang sebesar Rp6,05 triliun (Tabel 4.4). Realisasi belanja tidak langsung mencapai Rp2,97 triliun,
atau 68,95% dari total belanja tidak langsung tahun 2008. Sementara itu, realisasi belanja langsung,
yaitu komponen belanja daerah yang terkait langsung dengan program/kegiatan pembangunan
daerah, hanya mencapai Rp910,09 miliar, atau 52,39% dari total belanja langsung pada tahun 2008
dengan selisih realisasi terbesar adalah belanja barang dan jasa sebesar Rp441,64 miliar.
Tabel 4.4. Realisasi Belanja Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Barat Triwulan II dan III Tahun 2008
Triwulan II-2008 Triwulan III-2008
% % APBD 2008 Realisasi Realisasi No. Uraian
Realisasi Realisasi (Rp Miliar) (Rp Miliar) (Rp Miliar)
thd APBD thd APBD
Belanja Tidak Langsung 4.313,03 1,789,64 41,49 2.974,03 68,95 1 a. Belanja Pegawai 892,10 413,26 46,32 682,52 76,51
b. Belanja Bunga 0,25 - - - -
c. Belanja Subsidi 16,45 9,36 56,87 12,98 78,93
d. Belanja Hibah 411,4 256,20 62,28 267,34 64,98 e. Belanja Bantuan Sosial 165,07 72,84 44,12 100,92 61,13
f. Belanja Bagi Hasil 1620,11 606,53 37,44 1.083,11 66,85 g. Belanja Bantuan Keuangan 1.157,65 431,45 37,27 827,15 71,45
h. Belanja Tidak Terduga 50 - - 13,59 0,03
Belanja Langsung 1.736,99 402,31 23,16 910,09 52,39 2 a. Belanja Pegawai 290,33 99,01 34,10 181,24 62,43
b. Belanja Barang dan Jasa 1030,52 269,17 26,12 588,88 57,14 c. Belanja Modal 416,13 34,13 8,20 139,97 33,63
Total Pendapatan 6.050,02 402,31 6,65 3.884,12 64,20
Pada triwulan IV-2008, realisasi belanja pemerintah daerah (baik di Provinsi maupun
kabupaten/kota) di Jawa Barat diperkirakan mengalami peningkatan yang signifikan,
terlihat dari perkembangan posisi giro milik pemerintah daerah pada perbankan. Pada bulan
Oktober 2008, posisi giro pemerintah daerah meningkat signifikan, sebesar 22,24% (mtm),
dibandingkan bulan sebelumnya. Peningkatan posisi giro tersebut diperkirakan telah disiapkan untuk
mengantisipasi kebutuhan pembayaran pada akhir tahun. Peningkatan pembayaran/realisasi belanja
tercermin pada posisi giro pemerintah daerah pada bulan November dan Desember 2008 yang
berkurang masing-masing sebesar 5,07% (mtm) dan 38,81% (mtm) (Grafik 4.2 dan Grafik 4.3).
69
BAB 4.PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
Grafik 4.3. Pertumbuhan dan Jumlah Giro Pemerintah Daerah di Perbankan Jawa Barat
Grafik 4.2. Pertumbuhan Giro milik Pemerintah Daerah di Perbankan Jawa Barat
-80
-40
0
40
80
120
2
3
4
5
6
7
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
2007 2008
Jumlah giro PertumbuhanRp Miliar % (qtq)
22.24
-5.07
-38.81
-50
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2007 2008
% (mtm)
Sumber : Laporan Bank Umum (diolah)
Sumber : Laporan Bank Umum (diolah)
Berdasarkan komponen belanja, realisasi belanja langsung (belanja yang ditujukan untuk
program pembangunan) pemerintah provinsi Jawa Barat hingga akhir tahun 2008
diperkirakan di atas 85%, tidak jauh berbeda dengan realisasi pada tahun 2007. Berdasarkan
data Bappeda (Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah) Provinsi Jawa Barat hingga minggu
ketiga Desember 2008, pemerintah Provinsi Jawa Barat telah mencatat dan merealisasikan belanja
langsung sebesar Rp1,41 triliun atau 79,13% dari total yang dianggarkan. Menurut Bappeda Jawa
Barat, masih rendahnya realisasi belanja langsung disebabkan oleh perubahan asumsi APBD terkait
dengan kenaikan harga BBM di pertengahan tahun 2008 sehingga beberapa program/kegiatan
dialihkan untuk dilaksanakan pada tahun anggaran 2009, masih minimnya panitia pengadaan barang
dan jasa yang memiliki sertifikasi, serta efisiensi belanja daerah di beberapa pos pengeluaran.
Tabel 4.5. Lima Program Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan Jumlah Anggaran Terbesar Tahun 2008
Perkembangan Kegiatan No Program
Jumlah Anggaran (Rp Miliar)
Jumlah (Rp Miliar)
% Keuangan
Sisa Anggaran
% Fisik (Miliar Rp)
Program Pengembangan 1 Infrastruktur Transportasi & 366,17 331,13 90,43 98,81 35,04
Telekomunikasi
Program Pelayanan Administrasi Perkantoran dan 2 311,67 246,11 78,97 87,74 65,56 Pemeliharaan Sarana & Prasarana
Program Peningkatan Sarana 3 180,56 102,18 56,59 79,81 78,38 dan Prasarana Aparatur
Program Pengembangan dan 4 Pengelolaan Infrastruktur 149,58 92,23 61,66 84,55 57,35
Sumber Daya Air dan Irigrasi
Program Pengembangan 5 77,66 64,63 83,22 93,23 13,03 Agribisnis
Keterangan : Data sementara hingga 23 Januari 2009. Beberapa dinas belum melaporkan realisasi anggarannya. Sumber : Bappeda Provinsi Jawa Barat
70
BAB 4. PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
Dari 51 program pembangunan tahun 2008, anggaran belanja terbesar dialokasikan untuk
Program Pengembangan Infrastruktur Transportasi dan Telekomunikasi. Sampai dengan
minggu ketiga Desember 2008, program pembangunan tersebut telah terealisasi hingga 90,43% dari
anggaran sebesar Rp366,17 miliar, dengan realisasi pembangunan fisik hampir mencapai 100% (Tabel
4.5). Program pembangunan infrastruktur antara lain digunakan untuk perbaikan jalan, termasuk jalan
yang terkena longsor. Menurut Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Barat, terdapat sedikitnya 50 titik
rawan longsor dengan frekuensi perbaikan infrastruktur sebanyak 2 kali per tahun. Program
pembangunan infrastruktur juga menjadi prioritas pemabangunan pemerintah daerah pada tahun
2009 (lihat Boks 6 Program Pembangunan dan APBD Provinsi Jawa Barat tahun 2009).
Persentase realisasi anggaran program yang paling rendah adalah program peningkatan
sarana dan prasarana aparatur, yang baru mencapai Rp102,18 miliar atau 56,59% dari
rencana. Rendahnya realisasi program tersebut sesuai dengan kebijakan Gubernur Jawa Barat yang
mengarahkan efisiensi terutama dalam belanja aparatur daerah. Langkah-langkah efisiensi dilakukan
melalui pengurangan perjalanan dinas aparatur, pengurangan belanja kendaraan bagi pejabat,
optimalisasi anggaran pembelian seragam PNS (pegawai negeri sipil), dan penangguhan pemeliharaan
gedung-gedung yang dianggap masih bagus.
71
BAB 4.PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
BOKS 6
PROGRAM PEMBANGUNAN DAN APBD PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2009
Dalam rangka memberikan stimulus untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Jawa Barat di
tengah krisis keuangan global yang terjadi saat ini, serta untuk mendukung kesuksesan pelaksanaan
Pemilu Tahun 2009, Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah menetapkan sembilan program
pembangunan yang menjadi perioritas di tahun 2009, yaitu pendidikan; kesehatan; ketahanan
pangan; ketenagakerjaan; otonomi daerah; pekerjaan umum, perhubungan dan lingkungan hidup;
kepemudaan, olahraga, kebudayaan dan pariwisata; bidang energi dan sumberdaya mineral; serta
pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.
• Bidang pendidikan diarahkan pada peningkatan indeks pendidikan, yaitu angka merek huruf
dan rata-rata lama sekolah diantaranya melalui penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun
dan rintisan wajib belajar 12 tahun dengan program utama: BOS provinsi mulai dari jenjang SD/MI
sampai SMA/SMK/MA, pengadaan buku paket pelajaran untuk mata pelajaran yang
diujinasionalkan dari kelas 1 hingga kelas 12, peningkatan kesejahteraan guru khususnya di
daerah terpencil, daerah perbatasan dan guru Madrasah serta penuntasan buta aksara.
• Bidang kesehatan diarahkan untuk meningkatkan indeks kesehatan yaitu meningkatkan Angka
Harapan Hidup, mengurangi angka kematian ibu dan bayi serta pengendalian penyebaran
penyakit menular dan khusus, dengan program utama: beasiswa bagi bidan desa yang berdomisili
di daerah terpencil, peningkatan sebagian fasilitas Puskesmas, gerakan Perilaku Hidup Sehat dan
Bersih, pencegahan dan penanggulangan gizi buruk, peningkatan pelayanan kesehatan bagi
masyarakat miskin serta bantuan untuk Jaminan Kesehatan Masyarakat.
• Bidang ketahanan pangan difokuskan pada pengembangan komoditas beras, jagung, kedelai,
ketersediaan protein hewani dan upaya diversifikasi pangan guna mencapai swasembada pangan
sejalan dengan kebijakan nasional. Khusus dalam rangka peningkatan pendapatan petani dan
daya beli masyarakat, dilakukan melalui Gerakan Multi Aktivitas Agribisnis (GEMAR JABAR),
Gerakan Pengembangan Perikanan Pantura dan Pantai Selatan (GAPURA JABAR), pemanfaatan
teknologi pertanian, penataan sistem niaga hasil produksi pertanian, pengembangan agro industri,
pemenuhan kebutuhan pupuk, stabilisasi harga gabah, peningkatan cadangan pangan daerah,
serta dalam rangka perlindungan pasar tradisional dilaksanakan Gerakan Pengembangan dan
Perlindungan Pasar Tradisional (GEMPITA JABAR).
• Bidang ketenagakerjaan diarahkan pada upaya perluasan kesempatan kerja, peningkatan
kualitas tenaga kerja dan perlindungan tenaga kerja dengan program utama: penempatan tenaga
kerja di dalam negeri, mengisi peluang kerja di luar negeri pada bidang tertentu serta peningkatan
aksesibilitas bagi para pencari kerja melalui pasar kerja dan jejaring kerja.
• Bidang Otonomi Daerah, difokuskan pada peningkatan mutu dan akuntabilitas
penyelenggaraan pemerintah serta peningkatan kualitas pelayanan publik. Langkah tersebut
ditandai dengan pembentukkan desk akuntabilitas pelaksanaan kegiatan pada Inspektorat Provinsi
72
BAB 4. PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
Jabar, BPPTSP, penguatan unit pelaksana teknis Dinas/Badan serta implementasi LPSE untuk
pengadaan barang/jasa.
• Bidang pekerjaan umum, perhubungan dan lingkungan hidup, diarahkan pada
pembangunan dan pengelolaan infrastruktur transportasi, sumber daya irigasi, penanggulangan
bencana dan pengembangan sarana transportasi. Kegiatan tersebut akan direalisasikan melalui:
pembebasan tanah untuk pembangunan Bandara Kertajati, Tol Cisumdawu (Cileunyi-Sumedang-
Dawuan), Tol Soroja (Soreang-Pasirkoja), dan TPA Legok Nangka, peningkatan kualitas jalan
provinsi hingga jalan desa pada sentra-sentra pertanian dan industri terpilih dalam rangka desa
membangun serta perbaikan jaringan irigasi. Perbaikan jalan dimaksudkan guna mempermudah
lalu lintas perdagangan hasil pertanian Jawa Barat dan mobilisasi masyarakat. Besarnya anggaran
yang dialokasikan untuk peningkatan kualitas sarana jalan mencapai Rp466,98 miliar. Sebesar
Rp80 miliar diantaranya akan digunakan untuk membiayai proyek pembangunan Tol Cisumdawu
dan Soroja, masing-masing sebesar Rp50 miliar dan Rp30 miliar. Sementara itu, Rp100 miliar dari
total anggaran infrastruktur ditujukan bagi perbaikan dan pembangunan jalan di kawasan
produksi pertanian. Sehingga diharapkan dapat memperlancar akses petani dalam pemasaran
hasil panen. Menurut Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jabar, dengan
diperbaikinya infrastruktur jalan maka keuntungan yang diperoleh oleh petani akan bertambah
sekitar 20%.
• Bidang kepemudaan, olahraga, kebudayaan dan pariwisata, difokuskan pada peningkatan
daya saing pemuda, penyediaan fasilitas bagi masyarakat untuk berolahraga, peningkatan prestasi
olahraga dan kualitas kesehatan masyarakat melalui aktivitas olahraga serta pelestarian nilai-nilai
budaya Jabar.
• Bidang energi dan sumber daya mineral, difokuskan pada pengendalian aktivitas
pertambangan yang berorientasi kepada lingkungan, pemenuhan energi perdesaan melalui
pengembangan energi alternatif terbarukan termasuk energi panas bumi dan biofuel serta
perluasan jaringan listrik perdesaan dengan berbagai sumber energi.
• Bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, difokuskan dalam rangka
merumuskan perencanaan model keluarga produktif, pemberdayaan perempuan dalam
pembangunan daerah, pencegahan perdagangan perempuan, kekerasan dalam rumah tangga
serta pembinaan dan pendidikan organisasi perempuan.
Dalam mendukung program-program yang telah ditetapkan, pemerintah provinsi Jawa Barat telah
menetapkan volume Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) tahun 2009 sebesar Rp8,26 triliun,
meningkat 36,57% dibandingkan volume APBD tahun 2008 (Tabel 4.6). APBD 2009 terutama
dialokasikan untuk bidang pendidikan, yaitu sebesar Rp1,62 triliun, atau sebesar 20,26% dari jumlah
belanja daerah. Diikuti oleh bidang infrastruktur dan lingkungan hidup (Rp1,24 triliun atau 14,91%
dari total belanja daerah), bidang ekonomi (Rp674,15 miliar atau 8,06%), dan bidang kesehatan
(Rp306,98 miliar atau 3,67%).
73
BAB 4.PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
Tabel 4.6. APBD Pemerintah Provinsi Jawa Barat tahun 2008 dan 2009
No. Uraian APBD 2008 (Rp Miliar) APBD 2009 (Rp Miliar)
I Pendapatan 5.696,29 6.951,98
1 Pendapatan Asli Daerah 4.055,12 5.176,29
2 Dana Perimbangan 1630,81 1.763,25
3 Lain-lain PAD yang Sah 10,36 12,44
II Belanja 6.050,02 8.262,58
1 Belanja Tidak Langsung 4.313,03 5.398,71
2 Belanja Langsung 1.736,99 2.863,87
III Pembiayaan 353,73 1.310,59
1 Penerimaan Daerah 488,84 1.310,76
2 Pengeluaran Daerah 135,12 0,17
3 SILPA - -
Dana yang diterima oleh daerah diperoleh dari pusat dan daerah, dimana daerah pusat dapat
berbentuk dana perimbangan yang termasuk dalam komponen pendapatan APBD dan DIPA (dana
dekonsentrasi, dana tugas pembantuan, dan dana instansi vertikal).
Gambar 4.2. Aliran Dana kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat
Selain melalui mekanisme APBD, dana lain yang mengalir ke daerah tercantum dalam DIPA (Daftar
Isian Pelaksanaan Anggaran). DIPA Jabar 2009 mencapai Rp23,9 triliun dibandingkan dengan tahun
2008 sebesar Rp19,17 triliun dengan rincian:
1. Dana Dekonsentrasi sebesar Rp4,68 triliun (61 DIPA), lihat Tabel 4.7.
2. Dana Tugas Pembantuan sebesar Rp1,144 triliun (250 DIPA), lihat Tabel 4.8.
3. Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan digunakan untuk membiayai program
departemen dan lembaga non departemen di Pusat, tetapi pelaksanaannya di daerah diserahkan
kepada Pemda.
4. Dana di lembaga-lembaga negara vertikal (seperti Polri atau Depkeu) sebesar Rp18,1 triliun.
5. Subsidi dan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat.
Pemerin h ta
Pusat
DIPA
Dana Perimbangan Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Daerah (APBD)
74
BAB 4. PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
75
Tabel 4.7. Dana Tugas Pembantuan Provinsi Jawa Barat tahun 2009
No. Kabupaten/Kota Jumlah No. Kabupaten/Kota Jumlah 1 Kota Bandung Rp 933,85 juta 12 Kabupaten Ciamis Rp 58,94 miliar
2 Kota Banjar Rp 6,36 miliar 13 Kabupaten Cianjur Rp 75,28 miliar
3 Kota Bekasi Rp 505 juta 14 Kabupaten Cirebon Rp 50,07 miliar
4 Kota Bogor Rp 1,21 miliar 15 Kabupaten Garut Rp 113,46 miliar
5 Kota Cimahi Rp 156,82 juta 16 Kabupaten Indramayu Rp 43,22 miliar
6 Kota Cirebon Rp 1,8 miliar 17 Kabupaten Karawang Rp 33,69 miliar
7 Kota Depok Rp 2,29 miliar 18 Kabupaten Kuningan Rp 59 miliar
8 Kota Tasikmalaya Rp 6,06 miliar 19 Kabupaten Majalengka Rp 49,05 miliar
9 Kabupaten Bandung Rp 33,69 miliar 20 Kabupaten Purwakarta Rp 26,61 miliar
10 Kabupaten Bekasi Rp 14,58 miliar 21 Kabupaten Subang Rp 42,86 miliar
11 Kabupaten Bogor Rp 49,67 miliar 22 Kabupaten Sukabumi Rp 96,44 miliar Keterangan:
Dana Tugas Pembantuan paling banyak diterima oleh Kabupaten Garut sebesar Rp113 miliar. Kota Sukabumi
tidak mendapat alokasi dana tersebut, karena telah mendapatkannya pada tahun 2008, yakni untuk
pembangunan Balai Latihan Kerja (BLK). Kendati demikian, Kota Sukabumi tetap mendapat dana alokasi umum
(DAU) sekitar Rp287 miliar.
Tabel 4.8. Dana Dekonsentrasi Provinsi Jawa Barat tahun 2009
No. Dinas Jumlah 1 Dinas Pertanian Tanaman Pangan Rp 32,84 miliar
2 Dinas Peternakan Rp 5,71 miliar
3 Dinas Perkebunan Rp 4,59 miliar
4 Dinas Kehutanan Rp 3,55 miliar
5 Dinas Tenaga Kerja & Transmigrasi Rp 7,08 miliar
6 Dinas Kesehatan Rp 8,12 miliar
7 Dinas KUKM Rp 7,18 miliar
8 Dinas Pendidikan Rp 4,5 triliun
9 Dinas Perikanan dan Kelautan Rp 7,78 miliar
10 Dinas Perindustrian dan Perdagangan Rp 5,99 miliar
11 Dinas Pertambangan dan Energi Rp 1 miliar
12 Dinas Sosial Rp 25,21 miliar
13 Dinas Tata Ruang dan Permukiman Rp 1,15 miliar
14 Badan Arsip DAERAH Rp 95 juta
15 Badan Diklat Daerah Rp 228,4 juta
16 Badan Perpustakaan Daerah Rp 5,4 miliar
17 Bakesbanglismanda Rp 300 juta
18 Bapesitelda Rp 43,85 juta
19 Bappeda Rp 653,12 juta
20 Badan Ketahanan Pangan Rp 11,32 miliar
21 Biro Dekonsentrasi Rp 636 juta
22 BPLHD Rp 500 juta
23 BPPMD Rp 42,96 miliar
Jumlah Rp 4,68 triliun
Sumber : Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
BAB 5 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
BAB 5 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
77
Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran nasional baik tunai maupun non
tunai merupakan salah satu tugas Bank Indonesia sebagaimana diamanatkan undang-
undang. Bank Indonesia senantiasa berupaya untuk dapat memenuhi kebutuhan uang kartal di
masyarakat baik dalam nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu dan dalam
kondisi layak edar (clean money policy). Sementara itu kebijakan di bidang instrumen pembayaran
non tunai tetap diarahkan untuk menyediakan sistem pembayaran yang efektif, efisien, aman dan
handal dengan tetap memperhatikan aspek perlindungan konsumen.
Pada triwulan IV-2008, sistem pembayaran di Jawa Barat mengalami perkembangan yang
bervariasi dibandingkan triwulan sebelumnya. Jumlah aliran uang masuk (inflow) ke KBI-KBI di
wilayah Jawa Barat, secara total mengalami peningkatan, sebaliknya jumlah aliran uang keluar
(outflow) secara total mengalami penurunan. Sementara itu, nilai dan volume transaksi
pembayaran melalui kliring di wilayah Jawa Barat mengalami penurunan. Nilai dan volume
transaksi pembayaran melalui Bank Indonesia - Real Time Gross Settlement (BI-RTGS), untuk
wilayah Jawa Barat, mengalami peningkatan.
1. PENGEDARAN UANG KARTAL
1.1. Aliran Uang Kartal Masuk/Keluar (Inflow/Outflow)
Seperti halnya yang terjadi pada triwulan III-2008, perkembangan aliran uang kartal pada
triwulan IV-2008 di wilayah kerja KBI Bandung, Tasikmalaya dan Cirebon tetap
mengalami net inflow. Artinya jumlah aliran uang kartal yang masuk ke Bank Indonesia (inflow)
lebih besar dibandingkan dengan jumlah aliran uang kartal yang keluar ke masyarakat (outflow).
Pada triwulan IV-2008, inflow di KBI wilayah Jawa Barat mengalami peningkatan sebesar 19,52%
(qtq) menjadi Rp5,68 triliun, sedangkan secara tahunan turun 2,98% (yoy). Sementara outflow di
KBI wilayah Jawa Barat mengalami penurunan sebesar 45,98% (qtq) atau 45,91% (yoy) menjadi
Rp2,03 triliun (Grafik 5.1). Peningkatan inflow dan penurunan outflow tersebut merupakan pola
musiman peredaran uang pasca lebaran.
Peningkatan inflow di KBI wilayah Jawa Barat pada triwulan IV-2008 disebabkan oleh peningkatan
inflow di KBI Bandung sebesar 69,76% (qtq) atau 105,94% (yoy) menjadi Rp5,04 triliun.
Sementara inflow di KBI Tasikmalaya naik sebesar 39,74% (qtq) namun secara tahunan turun
83,22% (yoy) menjadi Rp0,29 triliun. Sebaliknya inflow di KBI Cirebon pada triwulan IV-2008,
mengalami penurunan sebesar 77,41% (qtq) atau 79,01% (yoy) menjadi Rp0,36 triliun.
Penurunan outflow di KBI wilayah Jawa Barat pada triwulan IV-2008 disebabkan oleh penurunan
outflow di KBI Bandung sebesar 39,21% (qtq) atau 39,53% (yoy) menjadi Rp1,72 triliun; di KBI
Tasikmalaya sebesar 75,13% (qtq) atau 94,94% (yoy) menjadi Rp0,02 triliun; dan di KBI Cirebon
sebesar 65,71% (qtq) atau 40,25% (yoy) menjadi Rp0,29 triliun.
Pada triwulan IV-2008, kegiatan transaksi sistem pembayaran tunai di Jawa Barat masih
didominasi transaksi di wilayah kerja KBI Bandung, dengan net inflow sebesar Rp3,32 triliun.
BAB 5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
78
Sedangkan net inflow di wilayah kerja KBI Tasikmalaya dan KBI Cirebon pada triwulan IV-2008,
masing-masing adalah sebesar Rp0,26 triliun dan Rp0,07 triliun.
Grafik 5.1. Perkembangan Inflow dan Outflow Uang Kartal Di Jawa Barat
0
1
2
3
4
5
6
7
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
2007 2008
(Rp Triliun)
Inflow Outflow Net Inflow
Sumber: KBI Bandung, KBI Tasikmalaya & KBI Cirebon
Selama triwulan IV-2008, uang kertas maupun uang logam yang keluar (outflow) dari KBI
Bandung mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (Tabel 5.1).
Secara nominal, uang kertas yang keluar dari KBI Bandung selama triwulan IV-2008 adalah sebesar
Rp1.717,045 miliar atau turun 39,15% (qtq), begitu juga dengan uang logam yang keluar
mencapai Rp73,05 juta atau turun 97,71% (qtq). Sementara itu, jumlah bilyet uang kertas yang
keluar mencapai 35,11 juta bilyet atau turun 60,04% (qtq), serta uang logam mencapai 7,75 juta
keping atau turun 92,87% (qtq).
Tabel 5.1. Perkembangan Outflow Uang Kertas dan Uang Logam melalui KBI Bandung
Nominal Bilyet/Keping Nominal Bilyet/Keping Nominal Bilyet/Keping
(Rp Juta) (Juta) (Rp Juta) (Juta) (Rp Juta) (Juta)
Uang Kertas
100,000 1,268,540.40 12.69 687,927.30 6.88 -45.77 -45.77
50,000 1,260,780.35 25.22 992,680.55 19.85 -21.26 -21.26
20,000 119,728.20 5.99 8,662.68 0.43 -92.76 -92.76
10,000 69,646.58 6.96 9,064.87 0.91 -86.98 -86.98
5,000 82,475.70 16.50 14,592.12 2.92 -82.31 -82.31
1,000 20,514.71 20.51 4,117.61 4.12 -79.93 -79.93
Total 2,821,685.94 87.86 1,717,045.13 35.11 -39.15 -60.04
Uang Logam
1,000 636.00 0.64 0.00 - -100,00 -100,00
500 2,235.00 4.47 46.50 0.09 -97.92 -97.92
200 253.20 1.27 4.80 0.02 -98,10 -98,10
100 0.68 0.01 0.03 0.00 -95.59 -95.59
50 61.60 1.23 21.70 0.43 -64.77 -64.77
25 3.41 0.14 0.02 0.00 -99.41 -99.41
Total 3,189.89 7.75 73.05 0.55 -97.71 -92.87
Jenis PecahanTw. III-2008 Tw. IV-2008 Pertumbuhan (qtq %)
Sumber: KBI Bandung
BAB 5 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
79
1.2. Penyediaan Uang Kartal Layak Edar
Bank Indonesia secara berkesinambungan melakukan pemusnahan atau kegiatan
pemberian tanda tidak berharga (PTTB) terhadap uang kartal yang sudah tidak layak edar
(lusuh/rusak) sebagai upaya untuk memelihara kualitas uang kartal yang diedarkan di
masyarakat (clean money policy).
Selama triwulan IV-2008, Seiring dengan peningkatan aliran uang masuk, jumlah PPTB di wilayah
kerja KBI Bandung menunjukkan peningkatan. KBI Bandung melakukan pemusnahan uang kertas
sebanyak 83,60 juta lembar atau naik 49,16% (qtq) (Grafik 5.2). Berdasarkan jumlah lembar yang
dimusnahkan, yang paling banyak adalah pecahan Rp1.000, Rp5.000, Rp50.000, dan Rp10.000
masing-masing sebesar 51,90%, 16,12%, 11,73%, dan 10,35%.
Pada triwulan IV-2008, KBI Tasikmalaya melakukan pemusnahan uang kertas sebanyak 37,97 juta
lembar atau naik 32,27% (qtq), dan KBI Cirebon melakukan pemusnahan uang kertas sebanyak
34,31 juta lembar atau naik 121,12% (qtq).
Grafik 5.2. Perkembangan PTTB Kantor Bank Indonesia Bandung
73.766,10
79.023,68
67.576,37
56.047,44
83.602,66
50.000
55.000
60.000
65.000
70.000
75.000
80.000
85.000
90.000
Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
2007 2008
Ribu Bilyet
Sumber: KBI Bandung
1.3. Penukaran Uang Pecahan Kecil
Dalam manajemen pengedaran uang, salah satu misi yang diemban oleh Bank Indonesia
adalah menjamin tersedianya uang kartal dalam jumlah nominal yang cukup dan jenis
pecahan yang sesuai. Dalam rangka memenuhi misi tersebut, KBI Bandung menyediakan loket
penukaran uang dan kas keliling bagi masyarakat di wilayah kerja KBI Bandung. Sementara itu,
penyaluran uang kartal pecahan kecil kepada masyarakat umum melalui Perusahaan Penukaran
Uang Pecahan Kecil, tidak lagi dilakukan terhitung sejak tanggal 17 Oktober 2008.
Loket penukaran uang di KBI Bandung, buka setiap hari Senin sampai hari Kamis, jam 08.30
sampai dengan jam 11.30. Kas Keliling untuk wilayah Bandung dilaksanakan setiap minggu; dan
BAB 5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
80
kas keliling untuk wilayah Sumedang, Garut, Cianjur, Sukabumi, Purwakarta, dan Subang
dilaksanakan secara dwimingguan. Kas Keliling tersedia di tiap-tiap wilayah kerja KBI Bandung
sekurang-kurangnya 1 – 2 kali dalam 1 bulan.
1.4. Uang Palsu
Selama triwulan IV-2008, KBI Bandung telah menemukan uang rupiah palsu di wilayah
kerjanya sebanyak 3.038 lembar atau naik 1.463 lembar dibandingkan triwulan
sebelumnya. Pecahan uang palsu yang paling banyak ditemukan selama triwulan IV-2008, adalah
uang kertas pecahan Rp50.000 sebanyak 55,30% dari total lembar uang palsu yang ditemukan.
Peningkatan jumlah uang palsu yang ditemukan di KBI Bandung pada triwulan IV-2008, dapat
menjadi indikator semakin baiknya pemahaman masyarakat terhadap ciri-ciri keaslian uang. Selain
itu, peningkatan ini merupakan salah satu hasil kinerja aparat hukum dalam rangka memberantas
jaringan peredaran uang palsu.
Meskipun demikian, KBI Bandung terus berupaya menekan perkembangan peredaran uang palsu,
diantaranya melalui sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada semua lapisan masyarakat,
menyediakan sarana informasi hotline service, serta iklan layanan masyarakat.
2. SISTEM PEMBAYARAN NON TUNAI
2.1 Kliring lokal
Pada triwulan IV-2008, transaksi sistem pembayaran non tunai melalui kliring di wilayah
Jawa Barat, baik secara nominal maupun volume mengalami penurunan dibandingkan
triwulan sebelumnya. Rata-rata nominal transaksi kliring per bulan, pada triwulan IV-2008,
adalah sebesar Rp8,16 triliun, secara triwulanan turun 4,67% (qtq), sedangkan secara tahunan
naik 9,24% (yoy). Rata-rata volume transaksi kliring per bulan, pada triwulan IV-2008, adalah
sebanyak 339.313 warkat, turun 10,58% (qtq) atau 7,18% (yoy) (Tabel 5.2).
Penurunan rata-rata nominal transaksi kliring per bulan di Jawa Barat pada triwulan IV-2008,
disebabkan oleh penurunan rata-rata nominal transaksi kliring per bulan di wilayah kerja KBI
Bandung sebesar 5,71% (qtq) menjadi Rp7,10 triliun. Rata-rata nominal transaksi kliring per bulan
di wilayah kerja KBI Tasikmalaya mengalami peningkatan sebesar 5,17% (qtq) atau 29,29% (yoy)
menjadi Rp0,61 triliun. Rata-rata nominal transaksi kliring per bulan di wilayah kerja KBI Cirebon
pada triwulan IV-2008, adalah sebesar Rp0,45 triliun atau 0,00% (qtq) namun turun 47,77% (yoy).
Penurunan rata-rata volume transaksi kliring per bulan di Jawa Barat pada triwulan IV-2008,
disebabkan oleh penurunan rata-rata volume transaksi kliring per bulan di wilayah kerja KBI
Bandung sebesar 10,81% (qtq) atau 2,01% (yoy) menjadi 289.773 warkat; di wilayah kerja KBI
Tasikmalaya sebesar 13,39% (qtq) namun naik 1,28% (yoy) menjadi 25.844 warkat; dan di wilayah
kerja KBI Cirebon sebesar 4,19% (qtq) atau 46,55% (yoy) menjadi 23.696 warkat.
BAB 5 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
81
Tabel 5.2. Perkembangan Transaksi Kliring Lokal Rata-rata per Bulan di Jawa Barat 2007 2008 Pertumbuhan (%) Wilayah Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV qtq yoy
Jawa Barat Nominal (Rp Triliun) 7,47 7,64 8,27 8,56 8,16 -4,67 9,24
Volume (Lembar) 365.556 389.183 375.982 379.457 339.313 -10,58 -7,18
Bandung
Nominal (Rp Triliun) 6,14 6,23 6,84 7,53 7,10 -5,71 15,70
Volume (Lembar) 295.709 314.112 305.248 324.885 289.773 -10,81 -2,01
Cirebon
Nominal (Rp Triliun) 0,86 0,95 0,97 0,45 0,45 0,00 -47,77
Volume (Lembar) 44.330 48.657 45.368 24.733 23.696 -4,19 -46,55
Tasikmalaya Nominal (Rp Triliun) 0,47 0,46 0,46 0,58 0,61 5,17 29,29
Volume (Lembar) 25.517 26.414 25.366 29.839 25.844 -13,39 1,28 Sumber: KBI Bandung, KBI Tasikmalaya, KBI Cirebon & Website BI
2.2 Real Time Gross Settlement (RTGS)
Transaksi RTGS masih mendominasi sistem pembayaran non tunai di Jawa Barat. Hal ini
disebabkan BI RTGS mempunyai keunggulan dalam kecepatan penyelesaian transaksi (seketika) dan
resiko penyelesaian transaksi yang dapat diperkecil. Perkembangan penyelesaian rata-rata nominal
dan volume transaksi RTGS per bulan (dari dan ke Jawa Barat), selama triwulan IV-2008,
mengalami peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Selama triwulan
IV-2008, rata-rata nominal transaksi RTGS per bulan adalah sebesar Rp52,10 triliun atau naik
11,30% (qtq), dan rata-rata volume transaksi RTGS per bulan adalah sebanyak 72.466 transaksi
atau naik 32,21% (qtq) (Tabel 5.3). Total nominal dan volume transaksi RTGS pada triwulan IV-
2008, masing-masing sebesar Rp156,30 triliun dan Rp217,399 triliun.
Tabel 5.3. Perkembangan Transaksi RTGS di Jawa Barat Dari KBI Bandung Ke KBI Bandung Total
Bulan Nominal (Triliun Rp) Volume
Nominal (Triliun Rp) Volume
Nominal (Triliun Rp) Volume
Januari 21,64 32.732 28,67 33.711 50,31 66.443 Februari 20,77 31.85 29,27 33.468 50,04 65.318 Maret 23,29 32.818 31,44 34.297 54,73 67.115
Tw.I
Rata-rata 21,90 32.467 29,79 33.825 51,70 66.292
April 21,09 31.987 27,76 33.748 48,85 65.735 Mei 19,99 29.41 25,23 30.581 45,22 59.991 Juni 21,40 30.612 28,33 32.131 49,72 62.743
Tw.II
Rata-rata 20,83 30.67 27,10 32.153 47,93 62.823 Juli 18,57 17.863 22,85 22.783 41,42 40.646 Agustus 17,03 24.448 24,69 26.711 41,73 51.159 September 23,42 30.286 33,87 42.343 57,29 72.629
Tw.III
Rata-rata 19,67 24.199 27,14 30.612 46,81 54.811 Oktober 22,58 30.134 29,15 34.648 51,73 64.782 November 19,92 31.86 26,86 36.797 46,78 68.657 Desember 23,59 38.451 34,20 45.509 57,79 83.96
Tw.IV
Rata-rata 22,03 33.482 30,07 38.985 52,10 72.466 Pertumbuhan 11,98% 38,36% 10,80% 27,35% 11,30% 32,21%
Sumber: www.bi.go.id
BAB 6 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH
BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH
Kondisi ketenagakerjaan di Jawa Barat hingga Agustus 2008 mengalami perkembangan
yang baik. Hal ini ditandai dengan meningkatnya jumlah angkatan kerja di Jawa Barat, yaitu dari
18,24 juta orang pada Agustus 2007 menjadi 18,74 juta orang pada Agustus 2008. Perkembangan
yang positif juga diperlihatkan melalui peningkatan persentase masyarakat yang bekerja, yaitu dari
86,92% pada Agustus 2007 menjadi 87,92% pada Agustus 2008. Tingkat pengangguran terbuka
juga mengalami penurunan pada Agustus 2008, yang diperkirakan disebabkan karena semakin
banyaknya tenaga kerja yang terserap pada sektor informal yang tidak memerlukan keahlian khusus.
Khusus untuk triwulan IV, kondisi ketenagakerjaan diperkirakan mengalami penurunan. Hal
ini diindikasikan melalui hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) triwulan IV-2008, yang
menginformasikan penurunan jumlah tenaga kerja pada triwulan IV-2008 dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya. Dilihat secara sektoral, terdapat 3 sektor yang mendorong terjadinya penurunan
jumlah karyawan, yaitu sektor pertambangan dan penggalian, listrik, gas, dan air bersih, serta
perdagangan, hotel, dan restoran. Walaupun secara sektoral industri pengolahan diperkirakan
mengalami kenaikan jumlah tenaga kerja melalui hasil SKDU, namun penurunan tenaga kerja terjadi
pada salah satu subsektor dominan di Jawa Barat, yaitu subsektor tekstil, barang kulit, dan alas kaki.
Kondisi ini diperkirakan terjadi akibat imbas penurunan kinerja ekspor subsektor tersebut pada
triwulan IV-2008 ini.
Kondisi kesejahteraan petani Jawa Barat pada triwulan IV-2008 relatif tidak banyak
mengalami perubahan dibandingkan kondisi pada triwulan sebelumnya. Hal ini antara lain
tercermin dari Nilai Tukar Petani (NTP), yang merupakan salah satu indikator tingkat kesejahteraan
petani, yang hanya mengalami sedikit peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Dari lima
subsektor yang diamati, kenaikan NTP hanya terjadi pada subsektor Tanaman Pangan dan Peternakan.
Sementara itu, tiga subsektor lainnya, yaitu subsektor Hortikultura, Tanaman Perkebunan Rakyat, dan
Perikanan mengalami penurunan NTP. Penurunan NTP pada subkelompok tanaman perkebunan rakyat
terkait dengan kecenderungan semakin menurunnya harga komoditas perkebunan di pasar
internasional.
83
BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH
1. KETENAGAKERJAAN
Jumlah angkatan kerja di Jawa Barat pada Agustus 2008 mengalami peningkatan
dibandingkan dengan kondisi pada bulan Agustus 2007. Pada Agustus 2008, jumlah angkatan
kerja tercatat sebanyak 18,74 juta orang, atau 63,09% dari total penduduk usia kerja. Jumlah ini
meningkat bila dibandingkan dengan Agustus 2007, yang memiliki jumlah tenaga kerja sebanyak
18,24 juta orang, atau sebesar 62,5% dari total penduduk usia kerja. Dari total angkatan kerja ini,
persentase masyarakat yang bekerja juga semakin tinggi, yaitu dari 86,92% pada Agustus 2007
menjadi 87,92% pada Agustus 2008 (Grafik 6.1).
Grafik 6.1. Perkembangan Angkatan Kerja Jawa Barat (juta)
15 15,85 16,48
2,56 2,39 2,26
0%
20%
40%
60%
80%
100%
Agustus 2006 Agustus 2007 Agustus 2008
Pengangguran
Bekerja
Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada bulan Agustus 2008 di Jawa Barat mengalami
penurunan dibandingkan dengan Agustus 2007, dari 13,08% menjadi 12,08%. Penurunan
angka TPT ini diperkirakan disebabkan karena semakin banyaknya tenaga kerja yang terserap dalam
pasar tenaga kerja, terutama penduduk yang bekerja pada sektor informal yang tidak memerlukan
keahlian khusus.
Peningkatan jumlah tenaga kerja di Jawa Barat pada Agustus 2008 terjadi hampir di seluruh
sektor ekonomi. Penurunan terjadi pada sektor pertanian (sebanyak 46.436 orang) serta sektor
transportasi dan komunikasi (sebanyak 72.025 orang). Meskipun terjadi penurunan, namun sektor
pertanian masih menjadi penyerap terbesar tenaga kerja di Jawa Barat (menyerap 28,10% dari total
jumlah tenaga kerja di Jawa Barat), diikuti oleh sektor perdagangan, hotel, dan restoran (27,92%),
serta sektor industri pengolahan (19,60%) (Grafik 6.2). Penurunan pada sektor pertanian diperkirakan
terjadi karena berkurangnya minat penduduk untuk bekerja pada sektor ini. Sedangkan penurunan
pada sektor transportasi dan komunikasi diperkirakan sebagai dampak dari kenaikan harga BBM pada
Mei 2008. Kenaikan ongkos angkutan umum dirasakan belum dapat menutupi kenaikan total biaya
yang harus dikeluarkan oleh para pengusaha angkutan umum akibat kenaikan harga BBM, sehingga
kemudian diperkirakan banyak pekerja di sektor tersebut yang kemudian beralih bekerja di sektor lain.
Sementara itu, peningkatan penyerapan tenaga kerja terbesar terjadi pada sektor jasa-jasa. Kondisi ini
84
BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH
diperkirakan terjadi karena sektor tersebut merupakan alternatif yang dapat menampung tenaga kerja
dari berbagai latar belakang pendidikan dan cenderung tidak membutuhkan keahlian spesifik.
Grafik 6.2. Penduduk 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Sektor Ekonomi Jasa-jasa; 15,57%
Transportasi ; 9,33%
PHR; 27,92%Konstruksi;
6,82%
LGA; 0,26%
Pengolahan; 19,60%
Pertambangan ; 0,65%
Pertanian; 28,10%
Keuangan; 1,78%
Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat
Berdasarkan status pekerjaan utama, penduduk 15 tahun ke atas yang bekerja sebagian
besar memiliki status pekerjaan sebagai buruh/karyawan/pegawai (32%), disusul oleh
berusaha sendiri (23,9%). Pekerja dengan status buruh/karyawan/pegawai mengalami peningkatan
sebesar 0,4%, dari 31,6% pada Agustus 2007 menjadi 32,0% pada Agustus 2008. Sedangkan status
berusaha sendiri pada bulan Agustus 2008 mengalami penurunan sebesar 1,2%, dari 25,1% pada
Agustus 2007 menjadi 23,9% pada Agustus 2008. Kondisi ini diperkirakan dipengaruhi oleh
ketidakmampuan mereka dalam mempertahankan usahanya atau disebabkan oleh ketidakberdayaan
konsumennya untuk membeli hasil usaha mereka.
Grafik 6.3. Penduduk 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama
Pekerja bebas di pertanian; 7,5%
Berusaha sendiri; 23,9%
Berusaha dibantu buruh tidak
tetap/buruh tidak dibayar; 16,3%
Berusaha dibantu buruh tetap; 3,1%
Buruh/karyawan/pegawai; 32,0%
Pekerja bebas di non pertanian;
7,9%
Pekerja keluarga/tak dibayar; 9,2%
Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat
Namun pada triwulan IV-2008, kondisi ketenagakerjaan di Jawa Barat diperkirakan
mengalami penurunan. Kondisi ini terkait pula dengan perlambatan yang terjadi terhadap
perekonomian Jawa Barat. Perkiraan menurunnya kondisi ketenagakerjaan di Jawa Barat pada
85
BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH
triwulan IV-2008 ini didukung pula oleh hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU). Survei tersebut
menginformasikan bahwa telah terjadi penurunan jumlah penyerapan tenaga kerja pada triwulan IV-
2008 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Penurunan ini dicerminkan oleh nilai Saldo Bersih
Tertimbang (SBT) pada triwulan IV-2008, yang membukukan nilai negatif, yaitu sebesar -3,02%
(Gambar 6.4).
Grafik 6.4. Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja di Jawa Barat (SB / %)
‐6,64
‐10,39
5,05
0,29
3,02 2,483,48
‐3,02
‐12
‐10
‐8
‐6
‐4
‐2
0
2
4
6
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
2007 2008
Sumber : Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), KBI Bandung
Apabila dilihat dari sektor, terdapat tiga sektor yang terutama mendorong terjadinya
penurunan jumlah karyawan. Ketiga sektor ini adalah sektor pertambangan dan penggalian, listrik,
gas, dan air bersih, serta perdagangan, hotel, dan restoran. Penurunan jumlah karyawan ini terlihat
dari nilai Saldo Bersih Tertimbang (SBT) masing-masing sektor yang memberikan nilai negatif pada
triwulan IV-2008. Sementara itu, nilai SBT yang positif untuk sektor keuangan, persewaan, dan jasa
perusahaan, serta pertanian mengindikasikan terjadinya penambahan jumlah karyawan pada triwulan
IV-2008. Penurunan jumlah karyawan pada sektor pertambangan dan penggalian berasal dari
penurunan pada subsektor penggalian. Sementara itu, penurunan jumlah karyawan pada sektor
perdagangan, hotel, dan restoran dipicu oleh penurunan jumlah tenaga kerja pada subsektor
perdagangan dan restoran, akibat tingginya kinerja subsektor tersebut pada triwulan III-2008 terkait
dengan adanya momen bulan Ramadhan dan hari raya Idul Fitri. Untuk industri pengolahan,
peningkatan jumlah karyawan dipicu oleh subsektor logam dasar, besi, dan baja. Sementara itu,
subsektor lainnya yaitu subsektor tekstil, barang kulit, dan alas kaki mengalami penurunan jumlah
karyawan yang cukup tinggi, yang tercermin dari SBT subsektor tersebut sebesar -2,37. Kondisi ini
dipengaruhi oleh adanya krisis ekonomi global yang telah mengguncang subsektor tersebut, yang
menyebabkan turunnya permintaan, terutama dari sisi ekspor. Untuk mengurangi biaya produksi, serta
menyesuaikan volume produksi dengan permintaan yang datang, maka banyak perusahaan yang
bergerak di sub sektor tersebut yang merumahkan karyawannya, sehingga mengurangi jumlah tenaga
kerja.
86
BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH
Tabel 6.1. Saldo Bersih Jumlah Karyawan
Triwulan IV-2008
Sektor Saldo Bersih TertimbangPertanian 0,43
Pertambangan dan Penggalian (0,24)
Industri Pengolahan 0,61
Listrik, Gas, dan Air Bersih (0,69)
Bangunan 0,00
Perdagangan, Hotel, dan Restoran (3,14)
Pengangkutan dan Komunikasi (0,20)
Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 0,16
Jasa-jasa 0,04
Total Seluruh Sektor (3,02) Sumber : Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), KBI Bandung
2. KESEJAHTERAAN
Bantuan Langsung Tunai
Realisasi Bantuan Langsung Tunai (BLT) di Jawa Barat pada tahun 2008 mencapai kinerja
yang cukup baik. Penyaluran BLT Tahap I mencapai angka realisasi 99,83%, sedangkan
penyaluran Tahap II mencapai 99,61%. Secara nominal, angka realisasi penyaluran BLT di Jawa
Barat adalah sebesar Rp867,897 miliar untuk Tahap I dan Rp1,154 triliun untuk Tahap II. BLT tahap II
ini diberikan pada awal September 2008, untuk mengurangi beban masyarakat sebagai akibat dari
kenaikan harga BBM pada akhir Mei 2008. Jumlah penerima RTS (Rumah Tangga Sasaran) di Jawa
Barat mencapai 15,24% dari total RTS penerima BLT secara nasional, yaitu sebanyak 2.892.991 RTS
untuk tahap I dan 2.897.807 untuk Tahap II.
Kesejahteraan Petani
Kondisi kesejahteraan petani Jawa Barat pada triwulan IV-2008 relatif tidak banyak
mengalami perubahan dibandingkan kondisi pada triwulan sebelumnya. Hal ini antara lain
tercermin dari Nilai Tukar Petani (NTP), yang merupakan salah satu indikator tingkat kesejahteraan
petani, yang hanya mengalami sedikit peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Berdasarkan
hasil pemantauan BPS Jawa Barat terhadap perkembangan harga-harga di perdesaan di 16
kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat, NTP pada bulan Desember 2008 sebesar 96,94, sedikit
meningkat dibandingkan angka NTP pada bulan September 2008 yang sebesar 96,85, atau naik
0,09%.
Peningkatan NTP ini terjadi karena kenaikan Indeks Harga yang Diterima Petani (IT) lebih
tinggi dibandingkan kenaikan Indeks Harga yang Dibayar Petani (IB). IT, yang menunjukkan
fluktuasi harga komoditas pertanian yang dihasilkan petani, mengalami peningkatan sebesar 0,84%,
yaitu dari 113,76 pada triwulan III-2008 menjadi 114,72 pada triwulan IV-2008. Sedangkan IB, yang
87
BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH
menunjukkan fluktuasi harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat pedesaan serta
fluktuasi harga barang dan jasa yang diperlukan untuk memproduksi hasil pertanian, mengalami
kenaikan sebesar 0,73%. Kenaikan IB ini terutama dipengaruhi oleh peningkatan biaya produksi dan
penambahan barang modal yang meningkat sebesar 1,21%, dengan peningkatan tertinggi terjadi
pada subkelompok Penambahan Barang Modal (meningkat 1,90%) serta Obat-obatan dan Pupuk
(meningkat 1,86%). Indeks harga konsumsi rumah tangga juga mengalami peningkatan sebesar
0,67%, dengan kenaikan tertinggi terjadi pada subkelompok Perumahan, yang mencapai 2,51%.
Tabel 6.2. Nilai Tukar Petani di Jawa Barat Bulan September dan Desember 2008 (2007 = 100)
Persentase
No. Sektor, Kelompok, & Subkelompok Sep '08 Des '08 Perubahan
1 Indeks Harga yang Diterima Petani (IT) 113,76 114,72 0,84
2 Indeks Harga yang Dibayar Petani (IB) 117,47 118,33 0,73
2.1. Konsumsi Rumah Tangga 118,76 119,55 0,67
- Bahan Makanan 121,70 121,22 -0,39
- Makanan Jadi 113,12 114,08 0,85
- Perumahan 124,77 127,90 2,51
- Sandang 110,83 112,54 1,54
- Kesehatan 109,08 111,10 1,85
- Pendidikan, Rekreasi & Olahraga 110,06 112,01 1,77
- Transportasi & Komunikasi 114,72 116,31 1,39
2.2. Biaya Produksi & Penambahan Barang Modal 112,91 114,28 1,21
- Bibit 110,99 112,15 1,05
- Obat-obatan & Pupuk 109,94 111,98 1,86
- Sewa Lahan, Pajak & Lainnya 108,11 109,16 0,97
- Transportasi 117,85 116,76 -0,92
- Penambahan Barang Modal 113,87 116,03 1,90
- Upah Buruh Tani 113,56 114,87 1,15
3 Nilai tukar petani (NTP) 96,85 96,94 0,09
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Dari lima subsektor yang diamati, kenaikan NTP hanya terjadi pada subsektor Tanaman
Pangan dan Peternakan. Sementara itu, tiga subsektor lainnya, yaitu subsektor Hortikultura,
Tanaman Perkebunan Rakyat, dan Perikanan mengalami penurunan NTP. Penurunan NTP tertinggi
terjadi pada sub sektor tanaman perkebunan rakyat, diikuti oleh sub sektor hortikultura, dan
perikanan. Penurunan IT pada subkelompok tanaman perkebunan rakyat yang sebesar -5,27% terkait
dengan kecenderungan semakin menurunnya harga komoditas perkebunan di pasar internasional.
Sementara itu, penurunan IT pada subsektor hortikultura dan perikanan terjadi seiring dengan kembali
normalnya permintaan pasca Idul Fitri.
88
BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH
89
Tabel 6.3. Nilai Tukar Petani per Subsektor di Jawa Barat Bulan September dan Desember 2008 (2007 = 100)
No. SubSektor Sep '08 Des '08
Persentase Perubahan
1 Tanaman Pangan 92,79 93.73 1.01
2 Hortikultura 97,38 96.49 -0.91
3 Tanaman Perkebunan Rakyat 111,64 104.25 -6.62
4 Peternakan 99,04 100.95 1.93
5 Perikanan 106,19 105.41 -0.73
6 Gabungan/Provinsi 96,85 96.94 0.09
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Selain Jawa Barat, kenaikan NTP pada triwulan IV-2008 di Pulau Jawa hanya terjadi pada
Provinsi Jawa Tengah. Tiga provinsi lainnya, yaitu D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, dan Banten
mengalami penurunan NTP, dengan penurunan masing-masing sebesar 3,26%, 5,50%, dan 0,80%.
Penurunan NTP yang sangat tinggi pada Provinsi Jawa Timur bahkan menurunkan indeks di provinsi
tersebut hingga dibawah 100. Sementara itu, Jawa Barat mengalami kenaikan posisi, dari posisi 5
pada triwulan sebelumnya menjadi posisi 4 pada triwulan ini. Walaupun demikian, NTP di Jawa Barat
masih berada dibawah 100, yang menandakan bahwa indeks yang diterima petani masih lebih kecil
dibandingkan dengan indeks yang dibayar petani.
Tabel 6.4. Perbandingan NTP di 5 Provinsi di Pulau Jawa Bulan September dan Desember 2008 (2007 = 100)
No. Provinsi Sep '08 Des '08
Persentase Perubahan
1 Jawa Barat 96,85 96.94 0.09
2 Jawa Tengah 102,27 102.7 0.42
3 D.I. Yogyakarta 109,39 105.82 -3.26
4 Jawa Timur 102,66 97.01 -5.50
5 Banten 97,43 96.65 -0.80
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
BAB 7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
1. PROSPEK EKONOMI MAKRO
Perekonomian Jawa Barat diperkirakan semakin menunjukkan perlambatan pada triwulan
I-2009, sebagai imbas dari krisis keuangan global. Laju pertumbuhan ekonomi diperkirakan
melambat menjadi sebesar 5,20%-5,60% (yoy). Di sisi permintaan, turunnya laju pertumbuhan
ekonomi dipicu oleh perlambatan konsumsi dan kinerja ekspor. Sementara di sisi penawaran,
terjadi penurunan kinerja sektor industri pengolahan. Perkiraan ini didukung antara lain oleh Hasil
Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang mengindikasikan bahwa realisasi kegiatan usaha pada
triwulan I-2009 cenderung menurun dibandingkan triwulan IV-2008 (lihat Grafik 7.1).
Grafik 7.1. Ekspektasi Realisasi Kegiatan Dunia Usaha
0
10
20
30
40
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I*)
2006 2007 2008 2009
*) Perkiraan
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) KBI Bandung
Di sisi permintaan, perlambatan pertumbuhan ekonomi terutama dipicu oleh perlambatan
konsumsi dan ekspor. Perlambatan konsumsi rumah tangga diperkirakan sebagai respons dari
masyarakat terhadap kondisi perekonomian ke depan yang masih penuh ketidakpastian. Turunnya
kinerja terutama di sektor industri pengolahan yang relatif banyak menyerap tenaga kerja di Jawa
Barat, serta adanya potensi melakukan rasionalisasi terhadap tenaga kerja di Jawa Barat
diperkirakan akan mendorong masyarakat untuk menahan konsumsinya. Kondisi ini juga didukung
dari hasil Survei Konsumen, yang mengindikasikan adanya penurunan ekspektasi ketersediaan
lapangan kerja. Perlambatan laju konsumsi rumah tangga diharapkan dapat sedikit tertahan
dengan diselenggarakannya Pemilu Legislatif pada bulan April 2009, sehingga diperkirakan akan
tetap tumbuh. Sementara itu, kinerja ekspor diperkirakan juga akan mengalami perlambatan,
akibat melemahnya daya beli di negara-negara tujuan ekpor terkait dengan krisis keuangan global,
khususnya untuk negara Amerika Serikat dan Eropa Barat.
Di sisi penawaran, penurunan kinerja di sektor industri pengolahan diperkirakan akan
mendorong perlambatan pertumbuhan ekonomi Jawa Barat di triwulan I-2009. Pelemahan
industri TPT diperkirakan sebagai akibat dari penurunan ekspor, seiring dengan relatif sedikitnya
kontrak baru yang dilakukan pada awal tahun 2009. Sementara industri otomotif juga diperkirakan
akan melambat, sebagai akibat kenaikan harga jual kendaraan bermotor, terkait dengan depresiasi
nilai tukar rupiah. Sementara dari sisi pembiayaan, masih tingginya suku bunga pinjaman serta
91
BAB 7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
naiknya uang muka pembelian kendaraan bermotor diperkirakan menghambat penjualan
kendaraan bermotor. Untuk sektor pertanian, walaupun mengalami peningkatan nilai tambah,
namun pertumbuhan di triwulan I-2009 diperkirakan lebih rendah dibandingkan triwulan yang
sama tahun lalu. Kondisi ini terjadi akibat masa panen raya padi pada tahun 2009 diperkirakan
lebih mundur dibandingkan tahun 2008, yakni dari Februari – April 2008 menjadi Maret – Mei
2009. Sementara untuk sektor perdagangan, hotel, dan restoran, diperkirakan masih tumbuh
positif dibandingkan dengan triwulan I-2008, akibat perkembangan dan ekspansi usaha yang
dilakukan di subsektor perdagangan eceran dan hotel.
2. PRAKIRAAN INFLASI
Pada triwulan I-2009, inflasi Jawa Barat secara triwulanan diperkirakan lebih tinggi,
namun secara tahunan diperkirakan lebih rendah dibandingkan triwulan IV-2008. Secara
triwulanan inflasi Jawa Barat diperkirakan berkisar antara 0,80% hingga 1,30% (qtq), sementara
secara tahunan diperkirakan sekitar 8,5% hingga 9,5% (yoy). Kenaikan harga beras pada bulan
Januari dan Pemilu Legislatif pada bulan April 2009 diperkirakan sebagai penyebab utama
peningkatan laju inflasi secara triwulanan. Sementara itu, perlambatan laju inflasi secara tahunan
terjadi karena relatif rendahnya harga-harga komoditas di pasar internasional pada awal tahun
2009.
Musim tanam pada awal tahun 2009 diperkirakan akan mempengaruhi pasokan beras. Di
sisi lain, Pemilu Legislatif pada bulan April diperkirakan akan meningkatkan jumlah uang beredar
yang pada akhirnya dapat menimbulkan tekanan inflasi. Namun demikian, inflasi pada triwulan I-
2009 masih akan tertahan oleh penurunan harga BBM, serta dampak lanjutannya terhadap harga
barang dan jasa lainnya. Potensi risiko laju inflasi yang lebih tinggi di Jawa Barat pada triwulan I-
2009 dapat terjadi apabila distribusi bahan bakar mengalami hambatan, pasokan bahan makanan
kurang lancar, dan adanya depresiasi nilai tukar rupiah. Kelangkaan elpiji diprediksi mungkin terjadi
jika besarnya permintaan masyarakat setelah program konversi minyak tanah belum disertai
dengan kesiapan infrastruktur distribusi. Selain itu, ketidakstabilan politik menjelang Pemilu
dikhawatirkan dapat mempengaruhi nilai tukar rupiah dan meningkatkan imported inflation.
Ekspektasi harga pedagang eceran mengalami peningkatan pada tiga bulan ke depan.
Kalangan pedagang eceran, berdasarkan SPE, memperkirakan akan terjadi inflasi yang lebih besar
pada triwulan I-2009 terutama pada bulan Maret 2009 (Gambar 7.2). Hal ini diduga, berkaitan
dengan meningkatnya harga sebagai akibat tingginya permintaan pada triwulan I-2009 menjelang
penyelenggaran Pemilu. Sementara di kalangan konsumen, berdasarkan SK, memperkirakan akan
terjadi penurunan ekspektasi inflasi akibat penurunan daya beli dan penurunan beberapa harga
yang diatur pemerintah (administered price) (Gambar 7.3). Hal ini diduga berkaitan dengan
ekspektasi konsumen yang lebih dipengaruhi oleh tingkat harga yang saat ini mengalami tren
penurunan (bersifat adaptif).
92
BAB 7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
93
Grafik 7.2. Ekspektasi Pedagang Eceran
Terhadap Harga Barang dan Jasa
-1,0
-0,5
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3
2008 2009
% (inflasi)
100105
110115120125
130135140
145150
SB
Inflasi Gab.7 Kota (mtm) SPE*SPE** SPE***
Sumber: SPE-KBI Bandung; BPS Provinsi Jawa Barat. Keterangan: SPE*=Ekspektasi pedagang terhadap harga pada bulan tsb. menurut SPE pada 3 bulan sebelumnya; SPE**= Ekspektasi pedagang terhadap harga pada bulan tsb. menurut SPE 6 bulan sebelumnya; SPE***= Ekspektasi pedagang terhadap harga selama tahun berjalan menurut SPE bulan ybs.
Grafik 7.3. Ekspektasi Konsumen Terhadap Harga Barang dan Jasa
-1,0
-0,5
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011 12 1 2 3
2007 2008 2009
% (inflasi)
100
110
120
130
140
150
160
170
180
190
200SB
Inflasi Gab.7 Kota (mtm) SK* SK** Sumber: Survei Konsumen-KBI Bandung. Keterangan: SK*= Ekspektasi konsumen terhadap harga pada bulan tsb. menurut SK 3 bulan sebelumnya; SK**= Ekspektasi konsumen terhadap harga pada bulan tsb. menurut SK 6 bulan sebelumnya.
LAMPIRAN
LAMPIRAN
1. EKONOMI MAKRO
Tabel 1.A. Perkembangan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa Barat Menurut Sektor Ekonomi (Miliar Rupiah)
2007 2008 SEKTOR EKONOMI Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV*)
Pertanian 9.233 9.120 11.012 8.227 8.915 8.508
Pertambangan dan Penggalian 1.646 1.509 1.532 1.530 1.555 1.388
Industri Pengolahan 31.000 31.668 30.932 33.486 34.260 35.408
Listrik, Gas, dan Air Bersih 1.442 1.490 1.515 1.476 1.495 1.493
Bangunan 2.308 2.182 2.242 2.269 2.618 2.391 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 13.966 14.821 13.367 14.037 14.824 14.905
Pengangkutan dan Komunikasi 3.084 3.077 2.932 3.050 3.155 3.359 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 2.233 2.100 2.087 2.254 2.424 2.531
Jasa-jasa 4.710 4.694 4.688 4.679 4.822 4.846
PDRB 69.627 70.664 70.309 71.012 74.070 74.833
*) Proyeksi KBI Bandung
Tabel 1.B. Perkembangan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa Barat Menurut Jenis Penggunaan (Miliar Rupiah)
2007 2008 SEKTOR EKONOMI Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV*)
Konsumsi Rumah Tangga 44.529 46.000 46.160 45.932 47.997 47.524
Konsumsi Pemerintah 4.310 5.999 3.282 4.110 4.781 6.720 Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto 12.320 12.767 12.418 12.590 13.692 13.918
Perubahan Inventori 1.960 1.680 1.821 1.830 1.900 1.764
Deskrepansi Statistik 1.280 339 1.521 1.210 1,2 224
Ekspor barang dan jasa 35.219 33.812 30.822 29.281 27.544 26.205
Dikurangi impor barang dan jasa 29.990 29.933 25.715 23.941 21.983 21.521
PDRB 69.628 70.664 70.310 71.012 74.071 74.833
*) Proyeksi KBI Bandung
95
LAMPIRAN
2. INFLASI
Tabel 2.A. Perkembangan Inflasi IHK Tahun Dasar 2007 Bulanan (mtm) di Jawa Barat Menurut Kota dan Kelompok Barang dan Jasa Bulan Oktober 2008 (%)
Kota No. Kelompok
Bd Bks Dpk Bgr Cn Skbm Tsm Gab.
1 Bahan makanan 1,75 -1,00 1,40 1,15 0,21 1,79 1,21 0,70
2 Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 0,73 0,10 1,30 0,07 0,99 1,22 2,87 0,70
3 Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 0,11 0,20 -0,37 0,75 0,79 1,52 0,39 0,16
4 Sandang -0,34 0,38 0,73 0,03 0,04 1,81 0,10 0,22 5 Kesehatan 0,40 0,00 0,06 0,00 0,11 0,76 0,86 0,18 6 Pendidikan, rekreasi dan olahraga 2,64 0,01 0,17 0,00 0,08 0,14 2,14 0,87 7 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan -0,02 0,00 0,06 0,00 -0,25 0,36 0,05 0,04
Umum 0,72 -0,17 0,48 0,51 0,45 1,27 1,20 0,41 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat. Keterangan: Bd= Bandung, Bks=Bekasi, Dpk=Depok, Bgr=Bogor, Cn=Cirebon, Skbm=Sukabumi, Tsm=Tasikmalaya Tabel 2.B. Perkembangan Inflasi IHK Tahun Dasar 2007 Bulanan (mtm) di Jawa Barat Menurut Kota dan Kelompok Barang dan Jasa Bulan November 2008 (%)
Kota No. Kelompok
Bd Bks Dpk Bgr Cn Skbm Tsm Gab.
1 Bahan makanan -1,02 3,25 -0,12 -2,28 -1,20 -1,31 -1,69 0,30
2 Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 0,30 0,16 0,62 3,92 0,58 1,11 0,10 0,87
3 Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar -0,26 0,59 -0,25 0,07 -0,22 -0,53 0,60 0,01
4 Sandang -1,33 0,65 -0,06 2,20 0,34 1,14 -0,04 0,00 5 Kesehatan 0,16 0,07 0,36 0,92 0,11 0,47 -0,44 0,25 6 Pendidikan, rekreasi dan olahraga 1,37 0,25 -0,02 0,00 -0,02 0,27 0,74 0,50
7 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan -0,12 0,03 0,07 0,17 -0,21 0,00 -1,18 -0,01
Umum -0,20 1,02 0,17 0,21 -0,20 -0,17 -0,31 0,27 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Tabel 2.C Perkembangan Inflasi IHK Tahun Dasar 2007 Bulanan (mtm) di Jawa Barat Menurut Kota dan Kelompok Barang dan Jasa Bulan Desember 2008 (%)
Kota No. Kelompok
Bd Bks Dpk Bgr Cn Skbm Tsm Gab.
1 Bahan makanan -1,09 -0,73 0,86 0,75 -0,05 0,95 -0,05 -0,19
2 Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 0,43 0,00 0,40 0,10 -0,04 0,48 -4,21 0,25
3 Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 0,12 0,19 -0,20 -0,03 0,72 0,61 0,50 0,08
4 Sandang 1,09 -0,03 1,06 -0,60 1,03 1,13 1,82 0,63
5 Kesehatan 0,05 0,56 0,21 0,00 1,84 -0,04 1,06 0,30
6 Pendidikan, rekreasi dan olahraga 0,50 0,00 0,08 0,00 0,10 -0,34 0,64 0,17
7 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan
-3,16 -3,59 -3,27 -2,83 -2,38 -2,06 0,08 -3,20
Umum -0,58 -0,82 -0,46 -0,26 -0,06 0,22 0,34 -0,53 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
96
LAMPIRAN
Tabel 2.D. Perkembangan Inflasi IHK Tahun Dasar 2007 Triwulanan (qtq) di Jawa Barat Menurut Kota dan Kelompok Barang dan Jasa Triwulan IV-2008 (%)
Kota No. Kelompok
Bd Bks Dpk Bgr Cn Skbm Tsm Gab.
1 Bahan makanan -0,40 1,47 2,15 -0,42 -1,04 1,41 -0,56 0,81
2 Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 1,47 0,26 2,33 4,10 1,53 2,84 -1,36 1,82
3 Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar -0,04 0,98 -0,82 0,79 1,30 1,59 1,49 0,25
4 Sandang -0,60 1,01 1,74 1,61 1,42 4,13 1,87 0,86
5 Kesehatan 0,61 0,63 0,63 0,92 2,06 1,20 1,48 0,74
6 Pendidikan, rekreasi dan olahraga 4,57 0,26 0,24 0,00 0,16 0,07 3,55 1,54
7 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan -3,29 -
3,55 -3,14 -2,67 -2,82 -1,71 -1,06 -3,17
Umum -0,07 0,03 0,18 0,46 0,19 1,32 1,22 0,15 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
Tabel 2.E. Perkembangan Inflasi IHK Tahun Dasar 2007 Tahun Kalender (ytd) di Jawa Barat Menurut Kota dan Kelompok Barang dan Jasa Bulan September 2008 (%)
Kota No. Kelompok
Bd Bks Dpk Bgr Cn Skbm Tsm Gab.
1 Bahan makanan 13,78 15,13 14,44 20,00 17,59 14,08 15,46 15,21
2 Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 13,49 6,09 12,49 9,16 13,60 10,66 9,09 10,40
3 Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 6,22 3,73 7,54 10,13 10,11 7,47 12,47 6,54
4 Sandang 1,22 3,91 2,64 4,06 5,78 3,41 4,31 2,74
5 Kesehatan 15,67 9,70 5,01 3,36 19,24 7,83 5,30 9,71
6 Pendidikan, rekreasi dan olahraga 4,06 6,81 6,98 14,88 23,37 0,88 9,10 6,89
7 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan 13,92 18,70 17,09 19,23 13,93 12,11 8,90 16,38
Umum 10,31 10,07 11,49 13,67 13,93 9,94 10,71 10,94
97
LAMPIRAN
3. DATA PERBANKAN
Tabel 3.A. Indikator Bank Umum di Jawa Barat Posisi bulan Desember 2008 (Rp Triliun) Bank Umum Konvensional
2007 2008 Pertumbuhan Pos Tertentu
Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV q-t-q y-o-y
Total Aset 118,82 122,65 124,99 136,39 133,59 139,72 145,03 154,91 6,81% 13,58%
DPK 92,24 95,80 95,91 105,57 101,76 105,98 107,03 117,76 10,02% 11,54%
Kredit bank pelapor 58,67 62,39 66,03 69,74 70,98 77,92 82,86 87,35 5,41% 25,25%
Kredit lokasi proyek 102,05 109,46 115,50 122,52 127,22 140,15 151,22 163,33 8,00% 33,31%
LDR % 63,60 65,13 68,85 66,06 69,75 73,52 77,42 74,18 -4,19% 12,29%
Rasio NPLs (%) 4,31 4,13 3,92 3,44 3,78 3,63 3,57 3,52 -1,41% 2,34%
Sumber: LBU KBI Bandung
Bank Umum Syariah 2007 2008 Pertumbuhan
Indikator Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV qtq yoy
Total Aset (Rp Triliun) 3,32 3,41 3,55 4,07 4,10 4,73 4,91 5,25 6,92% 29,05%
DPK (Rp Triliun) 2,46 2,5 2,59 3,14 3,21 3,73 3,65 3,97 8,87% 26,59%
Pembiayaan (Rp Triliun) 2,39 2,56 2,76 2,84 2,84 3,07 3,37 3,43 1,84% 20,73%
- FDR (%) 96,97 102,21 106,77 90,34 88,40 82,28 92,21 86,26 -6,45% -4,52%
NPF (%) 6,6 8,2 7,87 5,83 5,63 5,14 4,81 3,55 -26,20% -39,11%
Sumber: LBU KBI Bandung
98
LAMPIRAN
99
Tabel 3.B. DPK, Kredit, dan NPL Kabupaten/Kota Bank Umum di Jawa Barat (Rp Juta) Desember 2008.
NPL KABUPATEN/KOTA DPK KREDIT LDR
NOMINAL % Kab. Kuningan 121,948 493,147 404,39 1,369 0,28 Kab. Ciamis 84,804 315,787 372,37 4,836 1,53
Kab. Majalengka 129,459 470,338 363,31 534 0,11
Kab. Tasikmalaya 149,376 306,584 205,24 10,008 3,26
Kab. Sukabumi 350,953 670,180 190,96 18,621 2,78
Kab. Sumedang 604,236 1,088,812 180,20 8,963 0,82
Kotif Banjar 423,892 736,123 173,66 9,291 1,26
Kab. Subang 1,118,141 1,901,387 170,05 27,921 1,47
Kab. Garut 1,055,600 1,749,924 165,78 24,697 1,41
Kab. Indramayu 723,075 1,132,829 156,67 24,596 2,17
Kab. Purwakarta 1,048,615 1,598,355 152,43 61,682 3,86
Kotif Bekasi 5,308,379 6,159,881 116,04 192,553 3,13
Kotif Tasikmalaya 3,044,016 3,381,688 111,09 114,688 3,39
Kab. Cianjur 1,154,796 1,253,938 108,59 15,687 1,25
Kotif Cimahi 1,085,575 1,074,367 98,97 7,423 0,69
Kab. Bandung 2,029,447 1,849,440 91,13 58,635 3,17
Kodya Cirebon 6,520,700 5,582,081 85,61 116,736 2,09
Kab. Karawang 2,866,443 2,157,834 75,28 48,436 2,24
Kodya Sukabumi 3,058,933 2,299,965 75,19 70,484 3,06
Kodya Bandung 64,303,853 41,759,223 64,94 1,877,700 4,50
Kab. Bogor 2,501,522 1,515,868 60,60 31,028 2,05
Kodya Bogor 11,880,133 6,391,014 53,80 269,721 4,22
Kab. Bekasi 3,805,061 1,757,596 46,19 26,892 1,53
Kotif Depok 4,387,059 1,700,927 38,77 51,966 3,06
Jawa Barat 117,756,016 87,347,288 74,18 3,074,467 3,52
Sumber: LBU KBI Bandung
DAFTAR ISTILAH
LAMPIRAN
DAFTAR ISTILAH
Administered price
Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan harganya diatur oleh pemerintah.
Andil inflasi Sumbangan perkembangan harga suatu komoditas/kelompok barang/kota terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan.
APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah.
Bobot inflasi Besaran yang menunjukkan pengaruh suatu komoditas terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan, yang diperhitungkan dengan melihat tingkat konsumsi masyarakat terhadap komoditas tersebut.
Dana Perimbangan
Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi daerah.
Imported inflation Salah satu disagregasi inflasi, yaitu inflasi yang berasal dari pengaruh perkembangan harga di luar negeri (eksternal)
Indeks Ekspektasi Konsumen
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap ekspektasi kondisi ekonomi 6 bulan mendatang, dengan skala 1–100.
Indeks Harga Konsumen (IHK)
Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat pada suatu periode tertentu.
Indeks Kondisi Ekonomi
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1–100.
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan mendatang, dengan skala 1–100.
Indeks Pembangunan Manusia
Ukuran kualitas pembangunan manusia, yang diukur melalui pencapaian rata-rata 3 hal kualitas hidup, yaitu pendidikan, kesehatan dan daya beli.
Investasi Kegiatan meningkatkan nilai tambah suatu kegiatan produksi melalui peningkatan modal.
Migas Minyak dan gas. Merupakan kelompok sektor industri yang mencakup industri minyak dan gas.
Mtm Month to month. Perbandingan antara data satu bulan dengan bulan sebelumnya.
Omzet Nilai penjualan bruto yang diperoleh dari satu kali proses produksi.
PDRB Produk Domestik Regional Bruto. Pendapatan suatu daerah yang mencerminkan hasil kegiatan ekonomi yang ada di suatu wilayah tertentu.
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah.
Perceived risk Persepsi risiko yang dimiliki oleh investor terhadap kondisi perekonomian sebuah negara
Qtq Quarter to quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan sebelumnya.
Sektor ekonomi dominan
Sektor ekonomi yang mempunyai nilai tambah besar sehingga mempunyai pengaruh dominan pada pembentukan PDRB secara keseluruhan.
Share effect Kontribusi pangsa sektor atau subsektor terhadap total PDRB.
Share of Growth Kontribusi suatu sektor ekonomi terhadap total pertumbuhan PDRB.
101
DAFTAR ISTILAH
102
Volatile food Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan harganya sangat bergejolak karena faktor-faktor tertentu.
West Texas Intermediate
Jenis minyak bumi yang menjadi acuan untuk transaksi perdagangan minyak dunia.
Yoy Year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya.