13
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Kromatografi Lapis Tipis (KLT) bersama – sama dengan berbagai macam variasinya pada umumnya dirujuk sebagai kromatografi planar. Pada kromatografi lapis tipis, fase diamnya berupa lapisan yang seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, plat aluminium atau plat plastik. Meskipun demikian kromatografi planar ini dapat dikatakan sebagai bentuk terbuka dari kromatografi kolom (Rohman, 2009). Prinsip KLT Kromatografi lapis tipis memiliki prinsip yaitu pemisahan komponen kimia berdasarkan prinsip adsorbsi dan partisi, yang ditentukan oleh fase diam (adsorben) dan fase gerak (eluen), dimana ada interaksi antara permukaan fase diam dengan gugus fungsi senyawa organik yang akan diidentifikasi yang telah berinteraksi dengan fasa geraknya. Interaksi antara adsorben dengan eluen sangat menentukan terjadinya pemisahan komponen. Oleh sebab itu pemisahan komponen secara kromatografi dipengaruhi oleh laju alir eluent dan jumlah larutan umpan (feed). Semakin dekat kepolaran antara senyawa dengan eluen maka senyawa akan semakin terbawa oleh fase gerak tersebut. Hal ini berdasarkan prinsip “like dissolved like” (Underwood. 1988). Penjerap (Fase Diam) Penjerap yang paling sering digunakan pada Kromatografi Lapis Tipis adalah silika gel dan serbuk selulosa, sementara mekanisme sorpsi – desorpsi (suatu mekanisme perpindahan solut 1

Kromatografi Lapis Tipis Bag Aven Dan Kabe

Embed Size (px)

DESCRIPTION

jnjubiugiu

Citation preview

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Kromatografi Lapis Tipis (KLT) bersama sama dengan berbagai macam variasinya pada umumnya dirujuk sebagai kromatografi planar. Pada kromatografi lapis tipis, fase diamnya berupa lapisan yang seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, plat aluminium atau plat plastik. Meskipun demikian kromatografi planar ini dapat dikatakan sebagai bentuk terbuka dari kromatografi kolom (Rohman, 2009). Prinsip KLTKromatografi lapis tipis memiliki prinsip yaitu pemisahan komponen kimia berdasarkan prinsip adsorbsi dan partisi, yang ditentukan oleh fase diam (adsorben) dan fase gerak (eluen), dimana ada interaksi antara permukaan fase diam dengan gugus fungsi senyawa organik yang akan diidentifikasi yang telah berinteraksi dengan fasa geraknya. Interaksi antara adsorben dengan eluen sangat menentukan terjadinya pemisahan komponen. Oleh sebab itu pemisahan komponen secara kromatografi dipengaruhi oleh laju alir eluent dan jumlah larutan umpan (feed). Semakin dekat kepolaran antara senyawa dengan eluen maka senyawa akan semakin terbawa oleh fase gerak tersebut. Hal ini berdasarkan prinsip like dissolved like (Underwood. 1988).Penjerap (Fase Diam) Penjerap yang paling sering digunakan pada Kromatografi Lapis Tipis adalah silika gel dan serbuk selulosa, sementara mekanisme sorpsi desorpsi (suatu mekanisme perpindahan solut dari fase diam ke fase gerak atau sebaliknya) yang utama pada Kromatografi Lapis Tipis adalah partisi dan adsorbsi (Rohman, 2009). Jarak migrasi senyawa pada plat silika gel tergantung pada polaritasnya. Senyawa yang paling polar bergerak naik dengan jarak paling dekat dari titik awal penotolan, sedangkan senyawa dengan polaritas paling kecil bergerak paling jauh dari titik awal penotolan tersebut. Silika gel merupakan penjerap polar yang paling sering digunakan, meskipun demikian silika gel juga banyak dijumpai dalam bentuk yang termodifikasi (Watson, 2009). Untuk membantu visualisasi maka selama proses pembuatan plat Kromatografi Lapis Tipis ditambahkan zat yang berfluorosensi. Secara umum plat Kromatografi Lapis Tipis yang telah didesain dengan penambahan zat yang berfluorosensi dapat diamati dibawah sinar ultraviolet. Sebagian besar analit akan tampil sebagai bercak yang berwarna gelap dengan dasar yang dapat berfluorosensi. Sebelum digunakan plat Kromatografi Lapis Tipis biasanya diaktifkan dengan pemanasan pada suhu diatas 100oC selama kurang lebih setengah jam atau lebih, guna untuk menghilangkan molekul air yang terjerap pada plat Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Plat Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang telah kering biasanya disimpan dalam desikator untuk menjaga agar tetap kering dan bersih.

Gambar 4. Permukaan Silika Gel(Mulja dan Suharman, 2005).Fase Gerak Fase gerak pada Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dipilih dari pustaka, sistem yang paling sederhana adalah dengan menggunakan campuran 2 pelarut organik sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal. Pada saat pemilihan fase gerak, maka fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan teknik pemisahan yang sangat sensitif. Daya elusi dari fase gerak yang dipilih harus dapat memberikan harga Rf analit diantara 0,2 0,8 guna untuk memaksimalkan pemisahan. Untuk pemisahan dengan menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT), maka polaritas fase gerak akan menentukan nilai Rf dari analit (Rohman, 2009). Semakin polar suatu pelarut atau campuran pelarut maka akan semakin jauh pelarut tersebut menggerakkan senyawa polar naik dari titik awal penotolan. Jika senyawa non polar yang sedang dianalisis, maka tidak akan ada peningkatan yang nyata dalam jarak migrasi dengan peningkatan polaritas pada fase gerak (Watson, 2009).

Komponen KLTDalam Kromatografi lapis tipis terdapat beberapa komponen yang ditunjukan dalam gambar diatas. Secara umum dalam perlakuan KLT peralatan yang dibutuhkan adalah wadah (chamber), penutup wadah (glass), fase diam (adsorben), dan fase gerak (eluen). Chamber untuk KLT biasanya terbuat dari bahan kaca yang padat dan rapat agar tidak ada pengaruh dari lingkungan luar chamber. Lalu terdapat penutup diatasnya juga terbuat dair kaca yang berfungsi sebagai pelindung bagian atas chamber untuk meyakinkan bawah kondisi dalam gelas kimia terjenuhkan oleh uap dari pelarut. Untuk mendapatkan kondisi ini, dalam gelas kimia biasanya ditempatkan beberapa kertas saring yang terbasahi oleh pelarut. Kondisi jenuh dalam gelas kimia dengan uap mencegah penguapan pelarut (Sastrohamidjojo, 2005).Peralatan dan Preparasi Teknik kromatografi dapat dilakukan pada pelat yang dilapisi dengan bahan penyangga. Sebagai pelat dapat digunakan kertas, kaca, lembaran aluminium, atau fiberglass. Pada kromatografi lapis tipis, bahan penyangga dilapiskan pada pelat kaca, logam, atau fiberglass. Bahan penyangga dapat berupa oksida, oksida hidrat atau bentuk garam. Sebagai bahan penyangga yang populer digunakan pada kromatografi lapis tipis adalah golongan aluminium oksida, gel silika, kieselguhr, dan selulosa. Cara preparasinya adalah mula-mula dengan membuat sluri yaitu mencampur bahan penyangga dengan aquades. Setelah itu dengan alat khusus sluri dilapiskan pada permukaan pelat sehingga mempunyai ketebalan yang sama. Sebelum digunakan lapis tipis harus dipanaskan terlebih dahulu pada suhu 120oC selama 60 menit untuk aktivasi (Lipsy,2010).Gerakan dan pemisahan komponen juga tergantung pada jenis pelarut (eluen) yang diguriakan. Eluen dapat terdiri atas satu macam pelarut atau campuran dan dua atau lebih pelarut, tetapi makin banyak campuran pelarut akan sulit menjenuhkan lingkungan pelat. Juga perlu diingat bahwa campuran pelarut harus saling tidak melarutkan atau bersifat immisibel, tetapi sampel harus mempunyai kelarutan yang tinggi pada eluen. Eluen yang mudah menguap dan tidak meninggalkan noda pada kertas pada umumnya lebih baik digunakan. Contoh beberapa pelarut yang sering digunakan pada kromatografi lapis tipis adalah: 1. Untuk pemisahan asam amino digunakan pelarut campuran fenol dan air (larutan jenuh), campuran n-butanol, asam cuka dan air (4: 1 :5 atau 12:3:5), campuran n-butanol, piridin dan air (1:1:1). 2. Untuk pemisahan golongan karbohidrat digunakan pelarut campuran dan etilasetat, piridin, dan air (2 : 1 :2), campuran etilasetat, propanol dan air (6: 1:3), campuran etilasetat, asam cuka dan air (3:1:3). Untuk pemisahan asam lemak digunakan campuran n-butanol dan larutan 1 ,5 M ammonia larutan jenuh (Roy J. 1991).Pemuatan Sampel dan Aplikasi Sampel (Penotolan Sampel) Sampel sebelum diaplikasikan pada lapis tipis harus dibuat larutan dahulu. Larutan sampel kemudian diteteskan pada kertas atau lapis tipis pada salah satu tepinya dengan jarak kurang lebih 2, 5 cm dan tepi. Tetesan sampel diusahakan sekecil mungkin, maka sebaiknya menggunakan pipa kapiler, pipet mikro, atau siring (spet, jarum suntik berukuran mikro). Sebelum dielusi tetesan sampel dikering anginkan, jika perlu dapat dikerjakan dengan menghembuskan udara dengan kipas angin atau alat pengering rambut (hair drier). Yang perlu dijaga adalah selama pengeringan tidak terjadi perubahan sifat sampel, oleh karena itu sebaiknya pengeringan dilakukan pada suhu kamar. Untuk tujuan kuantitasi, tidak hanya harus menjaga area sampel yang kecil, tetapi volume sampel yang diaplikasikan kepada plat harus diketahui secara akurat. Penotol sampel secara mekanik dapat diperoleh secara komersil dan dapat menotolkan sejumlah tertentu sampel secara akurat pada posisi yang telah ditentukan (Mulja dan Suharman, 2005).Pengembangan Pengembangan pelarut biasanya dilakukan dengan cara menaik (ascending), yang mana ujung lempeng dicelupkan ke dalam pelarut pengembang. Untuk menghasilkan reprodusibilitas kromatografi yang baik, wadah fase gerak harus dijenuhkan dengan uap fase gerak. Plat dicelupkan dalam fase gerak yang dipilih kira kira 0,5 cm. Bejana diusahakan jangan sampai bocor. Untuk meyakinkan bahwa bejana kromatografi telah jenuh, maka dinding dalam bejana dapat dilapisi dengan lembaran kertas saring yang ujungnya direndam dalam fase gerak. Ada tiga macam teknik elusi, yaitu pengembangan secara ascending, descending, dan radial atau horizontal.

(Sastrohamidjojo, 2005).Ada pun metoda pengembangannya ada dua cara, yaitu metode satu arah (one way direction) dan metoda dua arah (two ways direction). Pada metoda satu arah, lapis tipis dikembangkan melalui satu sisinya di mana sampel dimuatkan. Sedangkan pada metoda dua arah, lapis tipis yang telah dikembangkan, dilakukan pengembangan sekali lagi melalui tepi siku-siku lapis tipis.

Metoda pengembangan Metoda pengembangan satu arah dua arahPengembangan dikerjakan di dalam suatu tangki atau bejana dan kaca sepaya tampak dan luar, dan ditutup sehingga ruang di dalam tangki akan jenuh dengan uap eluen. Kejenuhan ruangan termasuk faktor keberhasilan pemisahan (Sastrohamidjojo, 2005).

Penggunaan KLT1. Potong plat sesuai ukuran. Disesuaikan juga dengan jumlah sampel yang ingin dipisahkan. Misalnya jika ingin menguji 3 sampel, kira-kira menggunakan plat selebar 3cm2. Buat garis dasar (base line) di bagian bawah, dan garis akhir di bagian atas sebagai penanda posisi awal dan posisi akhir sekitar. Disesuaikan juga dengan batas pelarut (eluen) dalam chamber.3. Menggunakan pipa kapiler, totolkan sampel cairan yang telah disiapkan sejajar, tepat di atas base line. Jika sampel padat, larutkan pada pelarut tertentu. Keringkan totolan.4. Dengan pipet yang berbeda, masukkan masing-masing eluen ke dalam chamber dan campurkan.5. Tempatkan plat pada chamber berisi eluen. Base line jangan sampai tercelup oleh ulen. Tutuplah chamber.6. Tunggu eluen mengelusi sampel sampai mencapai garis akhir, di sana pemisahan akan terlihat.7. Setelah mencapai garis akhir, angkat plat dengan pinset, keringkan dan ukur jarak spot. Jika spot tidak kelihatan, amati pada lampu UV. Jika masih tak terlihat, semprot dengan pewarna tertentu seperti kalium kromat atau ninhidrin.Untuk lebih jelasnya, perhatikan gambar di bawah ini:(Firdaus. 2011).Visualisasi Hasil Setelah perrnukaan eluen mencapai batas yang ditentukan, lapis tipis diambil (diangkat) dan dikeluarkan dari dalam tangki, kemudian dikeringkan pada suhu kamar sampai semua eluen menguap. Tempat komponen yang memisah dapat diketahui dengan visualisasi. Ada beberapa teknik visualisasi yang dapat dikerjakan tergantung pada jenis dan sifat komponen yang dipisahkan. Visualisasi secara fisik dapat dilakukan dengan sinar ultra violet atau dengan pengeringan pada suhu tinggi. Visualisasi dengan penyinaran atau dengan pengeringan menyebabkan timbulnya warna pada komponen.Visualisasi dapat pula secara kimiawi yang dapat dilakukan dengan nyemprotkan suatu larutan atau senyawa yang dapat mengadakan reaksi dengan komponen sehingga timbul wama. Kombinasi visualisasi secara kimiawi dan secara fisik sering kali juga dilakukan, misalnya pada suhu 100oC, maka warna ungu akan timbul. Berikut contoh tabel reagen yang digunakan untuk visualisasi ;(Sastrohamidjojo, 2005).Deteksi Bercak pemisahan pada Kromatografi Lapis Tipis umumya merupakan bercak yang tidak berwarna. Untuk penentuannya dilakukan secara kimia maupun fisika. Cara kimia yang biasanya digunakan adalah dengan mereaksikan bercak dengan suatu pereaksi melalui cara penyemprotan sehingga bercak akan tampak secara jelas. Cara fisika yang digunakan untuk menampakkan bercak adalah dengan fluorosensi dibawah sinar ultraviolet, bila senyawa yang dianalisis dapat berfluorosensi, maka akan membuat bercak terlihat lebih jelas. Jika senyawa tidak dapat berfluorosensi maka fase diam yang akan ditambahkan zat yang dapat berfluorosensi, dengan demikian bercak akan kelihatan gelap karena menyerap sinar ultraviolet sedangkan latar belakangnya akan terlihat berflourosensi.Cara kimiawi mendeteksi bercak antara lainnya: Menyemprot lempeng Kromatografi Lapis Tipis dengan reagen yang kromogenik yang akan bereaksi secara kimia dengan seluruh solut yang mengandung gugus fungsional tertentu sehingga bercak menjadi berwarna. Kadang kadang dipanaskan terlebih dahulu untuk mempercepat reaksi pembentukan warna dan meningkatkan intensitas warna bercak. Melakukan pada permukaan lempeng dengan densitometer, suatu instrumen yang dapat mengukur intensitas radiasi yang direfleksikan dari pernukaan lempeng ketika disinari dengan lampu ultraviolet atau lampu sinar tampak. Solut solut yang mampu menyerap radiasi sinar akan dicatat sebagai puncak (peak) dalam pencatat (recoder) (Rohman,2009).UV 254 nmUV 365 nm

Sumber Gambar : PribadiInterpretasi Secara kualitatif dapat dilakukan dengan menghitung faktor retardasinya. Rf diekspresikan sebagai rasio jarak tempuh solut dan jarak tempuh larutan pengelusi pada kertas atau lapis tipis, yaitu:

Untuk mengetahui jenis komponen yang memisah, Rf sampel dicocokan dengan Rf standar yang dielusi dengan cara yang sama. Interpretasi secara kuantitatif dilakukan untuk mengetahui jumlah masing-masing komponen yang memisah. Hal ini dapat dilakukan dengan mengukur atau menghitung luas noda yang terbentuk, menimbang potongan masing-masing noda, menganalisis potongan noda secara kimiawi (Rohman, 2009).

Daftar PustakaFirdaus. 2011. Teknik Dalam Laboratorium Kimia Organik. Jurusan Kimia UNHAS. Makassar. Hal 78.Lipsy, P. 2010. Thin Layer Chromatography Characterization of the Active Ingredients in Excedrin and Anacin, Departement of Chemistry and Chemical Biology, Stevens Institute of Technology, USA.pp.57-59.Mulja, M dan Suharman. 2005. Analisis Instrumental. Airlangga University Press. Surabaya, hal. 32,34.Rohman, A. (2009). Kromatografi Untuk Analisis. Edisi Ke I. Cetakan I. Graha Ilmu. Hal. 217-220.Roy J. Gritter, James M. Bobbit, Arthur E. S., 1991.Pengantar Kromatografi. Penerbit ITB. Bandung. Hal 20.Sastrohamidjojo, H. 2005. Kromatografi. Penerbit Liberty Yogyakarta. Yogyakarta. Hal.45,46,52,53.Underwood, AL dan JR. Day R.A. 1988. Analisa Kimia Kuantitatif Edisi Keempat. Erlangga. Jakarta.hal 21.Watson, D,G,. 2009. Analisis Farmasi : buku ajar untuk mahasiswa farmasi dan praktisi kimia farmasi. Penerjemah: Winny R. Syarief, Edisi kedua. EGC. Jakarta . hal , 124-127.

8