Upload
tiara-grhanesia-denashurya
View
202
Download
28
Embed Size (px)
DESCRIPTION
l
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hemoglobin merupakan protein yang tersusun dari empat subunit
masing-masing yang masing-masing berisi heme yang separuhnya
menempel pada rantai polipepida. Karena berisi empat deoksihemoglobin,
molekul hemoglobin juga dipresentasikan sebagai Hb4 dan sebenarnya
bereaksi dengan empat O2 untuk membentuk Hb4O8. Reaksi tersebut
berlangsung dengan sangat cepat, hanya kurang dari 0.01 detik. Begitu
juga dengan deoksigenasi Hb4O8 juga berlangsung dengan sangat cepat.1
Hemoglobin yang terikat pada oksigen disebut oksigen
teroksigenasi atau oksihemoglobin (HbO2). Hemoglobin juga dapat
mengikat suatu gas hasil pembakaran yang tidak sempurna yaitu
karbonmonoksida (HbCO). Ikatan Hb dengan CO ini 200 kali lebih kuat
daripada ikatan Hb dengan oksigen, dan akibatnya Hb tidak dapat
mengikat, membawa dan mendistribusikan ke jaringan. Beberapa derivate
dari hemoglobin, misalnya OksiHb, Hb, dan HbCO dapat dibedakan
dengan menlakukan pengenceran. Untuk lebih jelas lagi setiap derivate Hb
dapat pula dibedakan dengan menggunakan spektroskop. 2
Semua membran biologis mempunyai suatu struktur yang sama
yaitu dibentuk dari molekul molekul lipid dan protein satu dengan lainnya
yang saling dihubungkan dengan dengan ikatan nonkovalen. Lipid ini
berperan sebagai pembatas yang bersifat impermeabel relatif terhadap
aliran molekul-molekul yang larut dalam air. Dalam larutan hipotonik, sel
darah merah akan menggembung karena cairan dari luar sel akan masuk ke
dalam sel darah merah. Bila pembengkakan sel darah merah melewati
batas fragilitas sel darah merah, sel itu akan pecah menjadi hemolisis. Hb
akan larut di dalam larutan hipotonik. Sedangkan didalam larutan larutan
hipertonik, cairan dari sel darah merah akan keluar, yang menyebabkan sel
darah merah mengkerut (creanated). Kemudian jika pada pelarut organik,
lipid membran sel darah merah akan hemolisis, karena pelarut organik
bersifat melarutkan lemak. 2
Oksigen diperlukan dalam proses metabolisme dalam makhluk
hidup untuk mengasilkan energi. Proses oksidasi ini dapat berlangsung
secara enzimatis dengan melibatkan enzim superoksida dismutase (SOD),
katalase dan peroksidase. Pada proses oksidasi dapat terbentuk radikal
bebas yang berasal dari oksigen yaitu senyawa oksigen reaktif (ROS).
Reaksi radikal bebas dengan lipid membentuk peroksidase lipid, salah satu
contohnya dalah MDA, sehingga kadar peroksida lipid dapat
menggambarkan banyaknya radikal bebas yang terbentuk. 2
Terdapat banyak sekali proses biokimia mengani sistem respirasi
ini, baik hemoglobin, maupun sel darah merah secara umum. Oleh karena
itu akan dibahas satu persatu mengenai pembahasan yang telah dijabarkan
diatas. Sehingga semua hal diatas dapat diketahui dengan praktikum ini.
1.2 Tujuan
a. Memperlihatkan bahwa Hb dapat mengikat dan melepas O2
b. Memperlihatkan ikatan Hb dengan CO lebih larut dibanding dengan
oksigen
c. Demonstrasi spektrum derivat Hb
d. Memperlihatkan pengaruh larutan hipotonik dan pelarut organik
terhadap membran sel darah merah
e. Penetapan kadar Hb Kuantitatif
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sifat Hemoglobin dan Sel Darah Merah
2.1.1. Uji Oksihemoglobin dan Deoksihemoglobin
Hemoglobin merupakan pembawa oksigen yang baik. Hemoglobin
merupakan protein yang tersusun atas empat subunit yang masing-masing
berisi heme yang separuhnya menempel pada rantai polipeptida. Pada
orang dewasa normal, kebanyakan hemoglobin berisi dua rantai alfa dan
dua rantaI beta. Heme merupakan komplek cincin porfirin yang meliputi
satu atom ferrous besi. Masing-masing atom besi tersebut secara reversible
dapat mengikat sehingga reaksi tersebut dinamakan oksigenasi. Bukan
oksidasi. Reaksi dengan oksigen adalah1
Hb(Fe2+) + O2 Hb(Fe2+)O2
Karena berisi empat deoksihemoglobin, molekul hemoglobin juga
direpresentasikan sebagai Hb4 dan sebenarnya bereaksi dengan empat
molekul O2 untuk membentuk Hb4O8. Reaksi tersebut berlangsung dengan
sangat cepat, hanya kurang dari 0.01 detik. Begitu pula dengan
deoksigenasi Hb4O8 juga berkangsung dengan sangat cepat. 1
Hemoglobin yang terikat pada oksigen disebut oksigen teroksigenasi
atau oksihemoglobin (HbO2), dan senyawa ini dapat terurai kembali
menjadi dioksihemoglobin, yaitu hemoglobin yang melepas oksigen. 2
2.1.2. Uji Karbonmonoksidahemoglobin (HbCO)
Dalam keadaan tereduksi Fe dalam molekul Hb dapat mengikat dan
melepaskan oksigen tergantung pada tekanan O2 dan CO2. Hemoglobin
juga dapat mengikat suatu gas hasil pembakaran yang tidak sempurna
yaitu karbonmonoksida (HbCO). Ikatan Hb dengan CO ini 200 kali lebih
kuat daripada ikatan Hb dengan oksigen, dan akibatnya Hb tidak dapat
mengikat, membawa dan mendistribusikan ke jaringan.2
2.1.3. Uji untuk Methemoglobin
Besi fero pada Hemoglobin rentan mengakami oksidasi oleh
superoksida dana gen ereduksi lainnya yang membentuk metemoglobin
yang tidak mampu mengangkut oksigen. Muatan atom Fe yang terdapat
pada pusat hem dapat berubah menjadi Fe3+. Hal in dapat terjadi karena
oksidasi atau methemoglobin (MetHb) atau Hb(Fe3+). Perubahan menjadi
Fe3+ biasanya sebagai efek samping obat, seperti sulfonamide, dari
hemoglobin M herediter, atau akibat berkurangnya aktivitas enzim
methemoglobin reduktase. 3
2.1.4. Penetapan Kadar Hb dengan Metode Sianmethemoglobin
Hemoglobin darah diubah menjadi Sianmethemoglobin (hemoglobin
sianida) dalam larutan yang berisi kaliumferrisidanida dan kalium sianida.
Absorbansi larutan diukr pada gelombang 540 nm atau filter hijau. Larutan
drabkin yang digunakan pada cara ini mengubah hemoglobin,
oksihemoglobin, methemoglobin, dan karboksimoglobin menjadi
sianmethoglobin. Sulhemoglobin tidak berubah karena itu tidak ikut
diukur. 4
2.2 Sifat Membran Sel Darah Merah
Semua membran biologis mempunyai suatu struktur yang sama yaitu
dibentuk dari molekul-molekul lipid dan protein yang satu sama lainnya
saling dihubungkan dengan ikatan-ikatan nonkovalen, molekul lipid terdiri
atas dua lapis lipid dan meurpakan struktur pembatas yang bersifat
impermabel relative terhadap aliran molekul molekul dalam air2
2.2.1 Hemolisis sel darah merah
Dalam larutan hipotonis sel darah merah akan menggembung karena
cairan dari luar sel akan masuk kedalam sel darah merah. Bila
pembengkakan sel darah merah larut dalam cairan hipotonik, maka larutan
ini akan berwarna merah jernih. Sedangkan di dalam larutan hipertonik sel
darah merah akan mengkerut karena pengaruh tekanan osmotik plasma,
cairan plasma sel darah merah akan keluar dari sel. 2,3
2.2.2 Pengaruh pelarut organik terhadap membran sel darah merah
Membran sel darah merah yang mengandung lipid akan lisis
(hemolisis) pada pelarut organik tertentu yang bersifat melarutkan lemak.
Dinding sel darah merah adalah lipoprotein. Lemak merupakan pelarut
organik. Dalam pelarut lemak, dinding sel darah merah akan larut
sehingga akan terjadi hemolisis. Oleh karena itu lemak tersebut termasuk
larutan hipotonis karena dapat membuat sel menjadi lisis. 3 Reaksi lisis sel
darah merah oleh pelarut organic disebut hemolisis kimia, seperti
kloroform, alkohol, eter, aseton, benzene, dan substansi lainnya5
Osmosis memainkan peranan yang sangat penting pda tubuh
makhluk hidup, misalnya pada membrane sel darah merah. Jika
meletakkan sel darah merah dalam suatu pelarut hipertrofi, air yang
terdapat didalam sel akan ditarik keluar dari sel, sehingga sel mengerut
dan rusak (krenasi). Sebaliknya jika sel darah merah diletakkan di dalam
sel darah merah, maka cairan dalam plasma akan masuk ke dalam sel,
membuat sel terus membesar dan menjadi pecah (hemolisis).6
2.3 Pengukuran kadar peroksida lipid dalam serum
Oksigen diperlukan dalam proses metabolism dalam makhluk hidup
untuk menghasilkan energi. Proses oksidasi ini dapat berlangsung secara
enzimatik yang melibatkan enzim seperti superoksida dismutase, katalase
dan peroksidase. Proses oksidasi dapat berlangsung secara nonenzimatik
yang berlangsung spontan dan melibatkan logam-logam transisi seperti Fe
dan Cu. Pada proses ini dapat terbentuk radikal bebas yang berasal dari
oksigen reaktif (ROS). 2
Radikal bebas dapat terbentuk melalui dua cara yaitu secara endogen
(sebagai respon normal proses biokimia intrasel maupun ekstrasel) dan
secara eksogen (berasal dari polusi, makanan, injeksi, dan absorpsi melalui
kulit).7
Radikal bebas pada umumnya dapat mempunyai efek yang
menguntungkan, seperti membentu destruksi sel-sel mikroorganisme dan
kanker. Akan tetapi produksi yang berlebihan dan produksi antioksidan
yang tidak memadai dapat menyebabkan kerusakan sel-sel jaringan dan
enzim-enzim. kerusakan jaringan dapat terjadi akibat gangguan oksidatif
yang disebabkan oleh radikal bebas asam lemak atau dikenal dengan
peroksidasi lipid. 2
Radikal hidroksil merupakan oksigen reaktif yang baling berbahaya
karena mempunyai tingkat reaktivasi yang tinggi. Radikal hidroksil dapat
merusak tiga jenis senyawa penting untuk mempertakankan integritas sel,
yaitu PUFA yang merupakan komponen penting fosfolipid penyusun
membran sel; DNA; dan protein yang memegang peran penting seperti
enzim, reseptor, antibodi, dll 1,2
Pengukuran radikal bebas didalam tubuh sangat sulit dilakukan
karena radikal bebas bereaksi sangat cepat sehingga seringkali dilakukan
pengukuran tidak langsung dengan MDA, senyawa ini sering dilakukan
untuk pengukuran reaksi radikal bebas lipid. MDA merupakan produk
enzimatis dan nonenzimatis dari pemecahan prostaglandin endoperoksida
dan prosduk akhir lipid peroksidasi. MDA merupakan molekul reakif yang
dikenal sebagai penanda peroksidase lipid.2
BAB III
METODELOGI
1.1 Alat Dan Bahan
1.1.1 Uji Oksihemoglobin dan Deoksihemoglobin
a. Darah segar
b. Pereaksi stokes
c. Larutan NH4OH
1.1.2 Uji karbonmonoksidahemoglobin (HbCO)
a. Darah segar
b. Sumber gas CO
c. Pereaksi stokes
d. NH4OH
1.1.3 Uji untuk methemoglobin
a. Darah segar
b. Pereaksi K3Fe (CN)6
c. Pereaksi stokes
1.1.4 Penetapan kadar Hb dengan metode Sianmethemoglobin
a. Darah yang akan diperiksa
b. Pipet sahli 0,2 ml
c. Pipet volumetric 5 ml
d. Pereaksi Drabkin (larutan NaHCO3, 52 mg KCN beracun dan 18 mg
K3Fe(CN)6 dalam 1 L air suling (simpan dalam botol)
e. Spektofotometer dan kuvet
f. Standar Hb
1.1.5 Hemolisis sel darah merah
a. Darah segar
b. Larutan NaCl 2%
c. Pengaruh pelarut organik terhadap membran sel darah merah
d. Darah segar
e. Larutan NaCl 0,9%
f. Kloroform
g. Eter
1.1.6 Pengukuran kadar peroksida lipid dalam serum
a. Hemolisat darah
b. Larutan asam trikloroasetat (TCA) 10%
c. Larutan TBA 0,67%
1.2 Cara Kerja
1.2.1 Uji Oksihemoglobin Dan Deoksihemoglobin
1.2.1.1 OksiHb
a. Ke dalam sebuah tabung reaksi encerkan 2 ml darah dengan 6 ml air.
Campur dengan baik dan perhatikan warna merah terang dari
oksihemoglobin yang terbentuk.
b. Bagi 2 isi tabung tersebut sehingga masing-masing tabung berisi 4 ml.
Gunakan tabung 1 sebagai kontrol.
1.2.1.2 Pembentukan DeoksiHb
a. Isi tabung ketiga dengan 2 ml pereaksi Stokes dan tambahkan NH4OH
secukupnya untuk melarutkan endapan yang segera terbentuk.
Campuran ini merupakan larutan pereduksi yang kuat.
b. Masukkan beberapa tetes larutan Stokes ke dalam tabung 2. Terlihat
perubahan warna karena terbentuknya deoksiHb. Bandingkan dengan
tabung 1.
1.2.1.3 Pembentukan Kembali OksiHb dari DeoksiHb
a. Kocok kuat-kuat tabung yang berisi deoksiHb, maka akan terjadi
kembali oksigenasi dari udara. Perhatikan dan catat warna HbO2 yang
kembali terbentuk.
b. Oksigenasi dan deoksigenasi kembali ini dapat dilakukan berulang-
ulang.
1.2.2 Uji Karbonmonoksidahemoglobin (HbCO)
a. Encerkan 2 mL darah dengan 8 mL air suling. Bagi 2 darah encer itu
(masing-masing 5 mL) dalam dua tabung reaksi.
b. Pada tabung 1 alirkan gas CO (dalam lemari asam). Oksihemoglobin
akan berubah menjadi karbonmonoksihemoglobin. Bandingkan warna
kedua tabung tadi.
c. Pindahkan masing-masing 1 mL dari tabung 1 (yang berisi HbCO) ke
dalam tabung 3 dan 4, dan masing-masing 1 mL dari tabung 2 (yang
berisi HbO2) ke dalam tabung 5 dan 6.
d. Tambahkan pereaksi stokes pada tabung ke 3 dan 5. Jelaskan hasil
yang didapat!
e. Encerkan isi tabung 4 dan 6 dengan 4 mL air suling. Bandingkan
warna kedua cairan itu. OksiHb berwarna kekuning-kuningkan,
sedangkan HbCO bersemu kemerahan (carmine tint).
1.2.3 Uji untuk Methemoglobin
a. Encerkan 1 mL darah dengan 4 mL air suling dalam tabung reaksi.
b. Ke dalam tabung itu tambahkan beberapa tetes K3Fe(CN)6 33%.
Perhatikan dan catat perubahan warna yang terjadi. Kemudian
tambahkan pereaksi Stokes ke dalam tabung itu dan kocok kuat-kuat.
Perubahan apakah yang terlihat?
c. Encerkan 3 mL darah dengan 3 mL air suling dan panaskan sebentar,
lalu tambahkan 6 mL K3Fe(CN)6. Campur dengan membalik-
balikkannya. Perhatikan gelembung- gelembung oksigen yang
terbentuk.
1.2.4 Penetapan Kadar Hb dengan Metode Sianmethemoglobin
a. Pipetkan dengan pipet volumetric 5 mL perekasi drabkin ke dalam
sebuah tabung reaksi
b. Tambahkan 0,02 mL darah yang akan diperiksa pada tabung yang
berisi pereaksi Drabkin, bilas pipet tersebut 3 kali dengan pereaksi
Drabkin dalam tabung tersebut
c. Diamkan selama 10 menit
d. Pindahkan campuran tersebut ke dalam kuvet spektofometer dan
tentukan serapannya pada 540nm. Sebagai blanko digunakan pereaksi
Drabkin
e. Tentukan kadar Hb dalam 9% dari standar Hb yang disediakan dengan
rumus sbb
f. Kadar Hb =Ru/Rs x 10 g%= …g%
1.2.5 Hemolisis Sel Darah Merah
a. Ke dalam 10 tabung reaksi, isiskan campuran akuades, dan NaCl 2%
b. Campurkan dengan baik
c. Tambahkan 2 tetes suspense ke dalam setiap tabung dan kocok dengan
membalik-balikkan tabung perlahan. Diamkan 1 jam
d. Perhatikan dan catatlah derajat hemolisis pada tiap tabung
1.2.6 Pengaruh Pelarut Organik terhadap Membran Sel Darah Merah
a. Ke dalam 6 tabung reaksi, masukkan setiap 10 mL larutan NaCl 0,9%.
b. Tabung pertama digunakan sebagai kontrol dan pada ke 5 tabung
lainnya tambahkan setiap 2 tetes kloroform, eter, aseton, toluen, dan
alkohol secara berurutan.
c. Tambahkan ke dalam tiap tabung 2 tetes suspensi darah, biarkan
selama setengah jam. Perhatikan warna yang terbentuk dan
bandingkan dengan kontrol.
1.2.7 Pengukuran kadar peroksida lipid dalam serum
Bahan Uji (mL) Blanko
Hemolisat darah 0,25 -
Akuades - 0,25
Larutan TCA 10% dingin 0,50 0,50
Kosong, pusing, ambil
supernatant
Larutan TBA 0,067% 0,75 0,75
Masukkan penangas mendidih 10 menit, didinginkan/
baca serapan pada panjang gelomang 532 nm
Hasil A 532 kadar MDA
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
3.1.1 Uji Oksihemoglobin dan Deoksihemoglobin
Hasil Tabung 1
(OksiHb)
Tabung 2
(DeoksiHb)
Tabung 3
(Reoksigenasi
DeoksiHb)
Warna Tabung
yang Terbentuk
Merah Terang Merah tua,
kental
Merah Terang
3.1.2 Uji untuk Methoglobin
Tabung Warna Tabung
+ K3Fe(CN)6 Hitam Kecoklatan
Pengocokan kuat Hitam Kecoklatan + buih
+stokes Hitam Pekat
Pengocokan kuat Hitam Pekat + buih
Tabung Warna Tabung 2
+ K3Fe(CN)6 Hitam, terdapat endapan saat dipanaskan
Gelembung Udara Positif
3.1.3 Penetapan Kadar Hb dengan Metode Sianmethoglobin
Tabung Absorbansi
Blanko 0.040
Standard 0.211
Uji 0.222
Kadar Hb = Ru/Rs x Konsentrasi Standar
= 0.222/0.211 x 6
= 6.3 g/dl
3.1.4 Pengaruh Pelarut Organik Terhadap Membran Sel Darah Merah
Pelarut Hemolisis Keterangan
NaCl 0.9%
(Kontrol)
(-) Ada endapan, terlarut sebagian, terlihat
kabut tebal warna merah
Kloroform (++) Tidak ada endapan, terlarut sempurna
dibanding kontrol
Eter (+) Ada endapan sedikit, terlarut sebagian
Aseton (+) Ada endapan, terlarut sebagian, terlihat
kabut tebal warna merah
Toluen (+) Ada endapan, tidak larut, terlihat kabut
tipis warna merah
Alkohol (+) Ada endapan, larut sebagian, terlihat
kabut tebal berwarna merah
3.1.5 Demo
Tabung Akuades NaCl 2% NaCl
1. 10 0 0
2. 9 1 0.2%
3. 8 2 0.4%
4. 7.5 2.5 0.5%
5. 7 3 0.6%
6. 6.5 3.5 0.7%
7. 6 4 0.8%
8. 5.5 4.5 0.9%
9. 5 5 1.0%
10. 4.5 5.5 1.1%
R = [NaCl/ (NaCl + Akuades)] x 2%
3.2 Pembahasan
3.2.1 Uji Oksihemoglobin dan Deoksihemoglobin
Berdasarkan hasil praktikum yang didapat, terlihat warna darah
saat proses oksigenasi berwarna merah terang. Kemudian saat Hb
dideoksigenasikan, terlihat warna merah gelap yang mengental, dan saat
di reoksigenasikan kembali, warna merah gelap tersebut, menjadi warna
merah terang kembali.
Pada prinsipnya, saat Hb dikombinasikan dengan oksigen
(oksigenasiHb), terdapat suatu penyimpangan spektrum absorban, warna
darah berubah dari merah gelap menjadi merah terang. Dan proses ini
berkembalikan saat deoksigenasiHb, dimana warna terang akan berubah
menjadi warna gelap. Pada Hb dan oksiHb, zat besi berada dalam bentuk
ferro dan tidak dioksidasi pada proses oksigenasi. Jika terjadi proses
okisdasi dimana ferro dioksidasi menjadi ferri maka akan terbentuk
methemoglobin (uji selanjutnya).
Oleh karena itu, munculnya warna terang pada tabung 1,
menandakan adanya oksigenasi Hb (Hb dikombinasikan dengan
oksigen). Tabung 2 terbentuk warna merah gelap dan kental, hal tersebut
dikarenakan adanya proses deoksigenasi, dimana ikatan atau kombinasi
antara Hb dan oksigen dipecah. Sedangkan untuk tabung 3, terbentuk
warna merah terang lagi, karena terbentuk reoksigenasi deoksiHb, jadi
deoksiHb yang terbentuk, akan di ubah lagi menjadi oksiHb (kombinasi
oksigen dan Hb) dengan cara pengocokan tabung dengan kuat. Proses
oksiHb dan deoksiHb dapat diulang terus menerus.
3.2.2 Uji untuk Methoglobin
Berdasarkan hasil uji kali ini, terdapat 2 tabung yang akan diujikan.
Tabung 1 adalah tabung yang diberikan +(K3Fe[CN]6) dan pereaksi
stokes. Sedangkan tabung 2 adalah tabung yang diberikan +(K3Fe[CN]6)
dan dipanaskan.
Tabung 1, larutan +(K3Fe[CN]6) akan membentuk Hb menjadi
methemoglobin, akibat adanya oksidasi Fe2+ menjadi Fe3+.3 Kemudian
dilakukan penambahan larutan stokes yang bertujuan menguji teori
methemoglobin terhadap pengangkuatan oksigen. Hasilnya adalah
oksigen akan terlepas dari Hb darah dan tidak dapat diangkut lagi oleh
Hb yang berubah menjadi methemoglobin. Lepasnya oksigen dibuktikan
dengan adanya buih diatas permukaan. Semakin banyak buih maka
membuktikan bahwa semakin banyak oksigen yang tidak dapat diangkut
oleh hemoglobin dalam darah. Buih semakin banyak saat dilakukan
pengocokan kuat, hal tersebut menandai bahwa pengocokan kuat
membuat semakin banyak oksigen yang terlepas pada methemoglobin
Selain itu, tabung 2 yang diberikan + (K3Fe[CN]6), prinsipnya
sama, akan terbentuk methemoglobin akibat okisdasi dari Fe2+ menjadi
Fe3+. Kemudian tabung dipanaskan, ternyata hasilnya adalah masih
terbentuk buih sedikit, hal tersebut juga menunjukkan bahwa
Methemoglobin tidak dapat mengangkut oksigen lagi walaupun dengan
metode dipanaskan.
3.2.3 Uji Sianmethemoglobin
Metode sianmethemoglin didasarkan pada pembentukan
Sianmethemoglobin yang intensitas warnanya diukur dengan
menggunakan fotometri. Reagen yang digunakan adalah larutan Drabkin
yang mengandung Kalium ferisianida (K3Fe[CN]6) dan kalium sianida
(KCN). Ferisianida (K3Fe[CN]6)mengubah besi dalam bentuk ferro ke
bentuk ferri menjadi methemoglobin yang kemudian bereaksi dengan
KCN membentuk Sianmethemoglobin (pigmen yang stabil yaitu).4
Intensitas warna yang terbentuk diukur secara fotometri dengan panjang
gelombang 540 nm.
Larutan Drabkin juga mengandung kalium dihidrogen fosfat
(KH2PO4) dan deterjen. Kalium dihidrogen fosfat berfungsi
menstabilkan pH. Deterjen berfungsi mempercepat hemolisis darah serta
mencegah kekeruhan yang terjadi pada protein plasma.
Setelah dilakukan pembacaan fotometri, kadar Hb dapat diukur
dengan rumus Ru/Rs x Konsentrasi Standar, didapatlah hasil 6.3 g/dl.
3.2.4 Pengaruh Pelarut Organik Terhadap Membran Sel Darah Merah
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada uji ini, didapatkan semua
pelarut organik, kecuali kontrol (NaCl 0.9%), dapat melisiskan
Hemoglobin. Namun pelisisan hemoglobin ini berbeda-beda
penampakannya (total dan parsial). Cara mengukur hemolisis sel darah
merah, dengan cara melihat warna darah yang ada saat diberikan pelarut
organik. Apabila darah merata keseluruh tabung, maka dapat dikatakan
sel darah merah lisis dan bercampur dengan plasma. Ada dua macam
jenis hemolisis, hemolisis osmotik (perbedaan tekanan osmosa cairan
cairan di dalam sel darah merah dengan cairan yang berada disekeliling
sel darah merah) dan hemolisis kimiawi, sel darah merah rusak akibat
penambahan bahan kimiawi, seperti kloroform, aseton, benzene, eter,
alkohol, dan substansi lainnya).7 Kemudian cara mengetahui intensitas
hemolisis sel darah merah dengan membandingkannya dengan tabung
kontrol yang berisi NaCl 0.9%.
Tabung uji mengandung berbagai pelarut organik. Jika pelarut
organik bersifat melarutkan lemak akan menyebabkan lipid membran
larut, sehingga terjadi hemolisis.3 Pelarut yang dapat melisiskan sel
darah merah yang bersifat hipotonis. Jika phi cairan < phi darah, maka
cairan bersifat hipotonik terhadap plasma darah. Hal ini menyebabkan
net aliran pelarut air dari cairan ke plasma darah.8 Larutan hipotonis
akan masuk ke dalam eritrosit melalui membran yang bersifat
impermeabel dan menyebabkan sel eritrosit menggembung. Bila
membran tidak kuat lagi menahan tekanan yang ada di dalam sel
eritrosit, maka sel akan pecah akibatnya Hb akan bebas ke dalam
medium sekelilingnya.3
Sebelum diberikan pelarut organik yang bermacam-macam, semua
tabung (termasuk tabung kontrol) diberi NaCl terlebih dahulu. NaCl
0.9% adalah larutan isotonis, artinya larutan ini tidak melisiskan sel
darah merah. Terlihat terdapat endapan pada tabung kontrol,
membuktikan bahwa sel darah merah tidak lisis.
Tabung 1 berisi NaCl + kloroform, terlihat warna dari tabung ini
merah merata, dan tidak terdapat endapan, sehingga dapat dikatakan
bahwa kloroform membuat membran sel darah merah lisis total dan
sempurna.
Tabung 2 berisi eter, masih terdapat endapan sedikit jika
dibandingkan dengan tabung kontrol. Eter adalah larutan hipotonis,
artinya eter dapat melisiskan sel darah merah. Dari hasil pengamatan
kemarin, penampaknnya hampir sama dengan tabung kontrol (isotonis).
Seharusnya sel darah merah yang dilarutkan dengan eter terlihat terlarut
karena eter adalah hipotonis. Namun hasilnya kurang sempurna, hal
tersebut mungkin karena mungkin diperlukan tambahan waktu untuk
dapat melisiskan sel darah merah yang telah terisi banyak air
didalamnya, atau mungkin karena dinding sel darah merah pada sampel
kuat untuk menampung kelebihan cairan didalam sel darah merah,
sehingga dibutuhkan waktu untuk melisiskan sel darah merah.
Tabung 3 berisi Aseton yang terlihat terdapat endapan sedikit
dibawah tabung, dan dipermukaan tabung terlihat sel darah merah
terlarut. Aseton adalah larutan hipotonis yang mana akan melisiskan sel
darah merah.
Tabung 4 berisi pelarut toluene, dikenal juga sebagai
metilbenzena ataupun fenilmetana, adalah cairan bening tak berwarna
yang tak larut dalam air dengan aroma seperti pengencer cat dan berbau
harum seperti benzena. Toluena adalah hidrokarbon aromatik yang
digunakan secara luas dalam stok umpan industri dan juga
sebagai pelarut.9,10 Sesuai dengan teori bahwa hemolisis disebabkan oleh
toluene kimiawi, bahwa sel darah merah akan lisis jika diberikan
toluene. Namun hasil menunjukkan bahwa hemolisis yang terjadi sangat
kecil, dan terbentuk endapan pada tabung toluene. Saat toluene
diteteskan sebanyak 2 tetes pada tabung yang terlebih dahulu di berikan
NaCl, pengamatan pertama saat diteteskan darah, darah menggumpal di
atas permukaan tabung sebentar (selama 5 detik), kemudian ke bawah
menjadi sebuah endapan yang cukup banyak.
Tabung 5 diisi oleh NaCl dan alkohol. Alkohol juga merupakan
larutan hipotonis, sehingga dapat melisiskan sel darah merah sebagian
karena masih terdapat sedikit endapan pada bagian bawah tabung.
Kloroform juga merupakan bahan kimia untuk melisiskan sel darah
merah.
3.2.5 Demo
Pada demo kali ini diberikan pembahasan mengenai hemolisis
dengan penggunakan pelarut akuades dan NaCl. Hemolisis adalah
pecahnya membran eritrosit, sehingga Hb bebas dalam medium
sekelilingya (plasma).2 Kerusakan membran ini disebabkan oleh
penambahan larutan hipotonis.
Kali ini darah yang mengandung Hb dimasukkan kedalam
beberapa larutan yang memiliki kelarutan dan tekanan osmotik yang
berbeda-beda. Pada tabung 1 yang berisi akuades sebagai pembanding,
darah yang ditambahkan akuades mengalami hemolisis, karena akuades
adalah hipotonis. Darah yang diberi akuades terlihat menggelembung
karena oksigen yang terlepas dari ikatannya dengan Hb dan memudar
warna merahnya karena oksigen terlepas dari ikatan dasar Hb.
Hemolisis yang sedang dibahas adalah hemolisis osmotik, terjadi
akibat perbedaan yang besar antara tekanan osmosa cairan di dalam sel
darah merah dengan cairan yang berada disekitar sel darah merah.
Tekanan osmosa sel darah merah sama dengan tekanan osmosa NaCl
0.9%. Jika sel darah merah dimasukkan ke dalam larutan NaCl 0.8%,
masi belum terlihat adanya hemolisis. Jika diberikan 0.4% NaCl maka
hanya sebagian yang hemolisis. Jika diberikan NaCl 0.3%, maka akan
terjadi hemolisis total.5
Pada tabung 2 yang berisi NaCl 2%, hemolisis juga terjadi dengan
sempurna sehingga dapat diamati adanya gelembung dan warna darah
yang pudar. Setelah dilakukan pengujian dan penghitungan dengan
rumus, maka tercantumlah hasil pada tabel yang melibatkan NaCl dan
Akuades. Rumus ini hanya ingin memudahkan kita untuk menentukan
NaCl dalam konsentrasi persenan. NaCl < 0.2% merupakan larutan
hipotonik, menyebabkan hemolisis. NaCl 0.4-0.6% merupakan larutan
hipotonik yang kecil, sehingga terjadi hemolisis parsial. Sedangkan 0.7-
0.9% merupakan larutan isotonis, maka tidak akan terjadi proses
hemolisis, semua bersifat isotonis, terutama NaCl 0.9%. Oleh karena itu,
NaCl 0.9% dijadikan cairan paling sering digunakan untuk keperluan
medis karena memberikan tekanan osmotik sama dengan yang dimiliki
sel darah merah.
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
a. OksiHb diutujukkan pada tabung pertama, terlihat perubahan warna
merah terang, karena terdapat suatu penyimpangan spektrum absorban.
Begitu juga dengan DeoksiHb.
b. Uji methemoglobin membuktikan bahwa oksidasi Fe2+ menjadi Fe3+
dapat membentuk methemoglobin yang tidak dapat mengangkut oksigen
lagi. Hal tersebut dibuktikan dengan keluarnya buih (oksigen) saat
methemoglobin terbentuk
c. Metode sianmethemoglin didasarkan pada pembentukan
Sianmethemoglobin yang intensitas warnanya diukur dengan
menggunakan fotometri, Setelah itu Hb diukur dengan rumus tertentu
d. Cairan isotonis (NaCl 0.9%) tidak dapat melisiskan sel darah merah;
cairan hipotonis (kloroform, NaCl 0.2%) dapat melisiskan sel darah
merah; dan cairan hipertonis (NaCl 3.0%) dapat membuat sel darah
merah krenasi.
e. Akuades adalah cairan hipotonis, sehingga dapat melisiskan sel darah
merah. Sedangkan NaCl merupakan cairan yang memiliki sifat hipotonis
dan hipertonis, tergantung pada derajat konsentrasinya.
5.2. Saran
Dibutuhkan ketelitian dan pemahaman yang dalam sebelum dan saat
melakukan uji-uji dalam praktikum ini, sehingga memudahkan praktikan
dalam mendapatkan hasil dan membahas hasil tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
1. Barret KE, Barman SM, Boitano S. Brooks HL. Ganong’s Review of Medical
Physiology: Ga Transport & Ph Dalam Paru. 23rd Ed. United States: Mcgraw
Hill; 2010, P. 609-13
2. Bagian Biokimia FKUI. Biokimia Eksperimen Laboratorium. Jakarta: Widya
Medika; 2000
3. Murray RK. Biokimia Harper. Edisi 27. Jakarta: EGC; 2013
4. Gandasoebrata R. Penuntun Laboratorium. Jakarta: Dian Rakyat; 2010, P.11-2
5. Wulangi. Prinsip-prinsip Fisiologis Hewan. Bandung: Jurusan biologi, ITB;
2009
6. Hendrayani. Dasar- dasar Biokimia. Jakarta: Universitas Indonesia Press;
2007
7. Winarsih, H. Antioksidan Alami Dan Radikal Bebas: Potensi Dan Aplikasinya
Dalam Kesehatan. Yogyakarta: Kanusius. 2007, P.49-80
8. Frandson. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press; 200
9. Streicher HZ, Gabow PA, Moss AH, Kono D, Kaehny WD. Syndromes of
toluene sniffing in adults". Ann. Intern. Med; 1981.94 (6): 758–62
10. Devathasan G, Low D, Teoh PC, Wan SH, Wong PK. Complications of
chronic glue (toluene) abuse in adolescents".Aust N Z J Med;1984. 14 (1): 39–
43