43
LAPORAN CBL KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT MULUT “PEMPHIGUS VULGARIS” Disusun Oleh: 1. Dwi Titi Haryanti 00/7291 2. Marlina Puspita Sari 08/8254 3. Novita Rizka Y 08/8263 4. Apriantisafitri E.N 08/8260 5. Dina Anjani 08/8271 6. Aqilla Tiara K 08/8272 7. Qanita Kusumaningtyas 08/8278 8. Hendargo Agung P 08/8282 9. Dimaz Aryo Nugroho B 08/8283 10.Anissya Nuryana 08/8284 Dosen Pembimbing: Drg. Hendri Susanto., M.Kes

Laporan Cbl Pemphigus Vulgaris

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Pemphigus vulgaris merupakan penyakit autoimun dengan manifestasi berupa kondisi lepuhan pada permukaan kulit dan atau mukosa. Hal ini dapat terjadi karena kerusakan atau hilangnya adhesi intersel akibat autoantibodi IgG, terkadang ada pula terlibatan IgA dan IgM, sehingga menyebabkan pelepasan sel epitel yang dikenal dengan akantolisis. Perluasan ulserasi yang diikuti ruptur pada lepuhan dapat menyebabkan rasa sakit, kehilangan cairan dan elektrolit. Penyakit ini dapat melemahkan kondisi pasien dan dapat menyebabkan kematian. Apabila tidak dirawat dengan tepat, maka lesi akan menetap dan semakin meluas, menyebabkan kerusakan kulit dan membran mukosa sehingga dapat terjadi kehilangan cairan dan ketidakseimbangan elektrolit, infeksi, bahkan sepsis. Sebelum ditemukan perawatanyang efektif, angka kematian mencapai 90%. Apabila dirawat dengan tepat, angka kematian dapat menurun menjadi sekitar 5–10% (Rezeki dan Setyawati, 2009).Gambaran klinis Pemphigus vulgaris berupa ulserasi yang multipel pada mukosa oral dan dapat pula berupa lepuhan pada kulit yang kronis. Hampir pada semua kasus dijumpai lesi oral, dimana pada sekitar 60% kasus Pemphigus vulgaris didahului dengan terjadinya lesi oral, yang kemudian diikuti dengan lesi pada kulit. Lesi oral merupakan hallmark dari Pemphigus vulgaris. Biasanya lesi kulit akan terjadi setelah timbul lesi oral sekitar 6 bulan (99% kasus) sampai 1 tahun. Dalam laporan ini akan dibahas suatu kasus Pemphigus vulgaris yang diawali oleh lesi mulut sebelum terjadi lesi di bagian tubuh lain. Gambaran klinis Pemphigus vulgaris yang kadang tidak spesifik pada tahap awal lesi menyebabkan ulserasi pada mukosa oral seringkali didiagnosis dengan penyakit yang lain (Rahmayanti, 2012).Gambaran klinis yang mencolok dari Pemphigus vulgaris adalah perkembangannya yang cepat dari bulla multipel yang cenderung pecah dan meninggalkan erosi-erosi pada kulit dan membran mukosa mulut. Bulla tersebut sangat rapuh dan mudah pecah, berdarah dan berkopeng. Lesi cenderung kambuh pada daerah yang sama kemudian menyebar dengan cara meluas (tanda Nikolsky). Diagnosis Pemphigus vulgaris dipastikan oleh tanda Nikolsky positif, biopsi dan teknik pewarnaan immunofluoresensi (Langlais dan Miller, 1998). Seorang dokter gigi haruslah dapat mengenali gambaran klinis awal, menegakkan diagnosis dan melakukan tindakan terhadap pasien Pemphigus vulgaris.

Citation preview

Page 1: Laporan Cbl Pemphigus Vulgaris

LAPORAN CBL

KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT MULUT

“PEMPHIGUS VULGARIS”

Disusun Oleh:

1. Dwi Titi Haryanti 00/72912. Marlina Puspita Sari 08/82543. Novita Rizka Y 08/82634. Apriantisafitri E.N 08/82605. Dina Anjani 08/82716. Aqilla Tiara K 08/82727. Qanita Kusumaningtyas 08/82788. Hendargo Agung P 08/82829. Dimaz Aryo Nugroho B 08/8283

10. Anissya Nuryana 08/8284

Dosen Pembimbing:Drg. Hendri Susanto., M.Kes

BAGIAN ILMU PENYAKIT MULUTFAKULTAS KEDOKTERAN GIGIUNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA2013

Page 2: Laporan Cbl Pemphigus Vulgaris

LAPORAN CBL

KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT MULUT

“PEMPHIGUS VULGARIS”

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan

Disusun Oleh:

1. Dwi Titi Haryanti 00/72912. Marlina Puspita Sari 08/82543. Novita Rizka Y 08/82634. Apriantisafitri E.N 08/82605. Dina Anjani 08/82716. Aqilla Tiara K 08/82727. Qanita Kusumaningtyas 08/82788. Hendargo Agung P 08/82829. Dimaz Aryo Nugroho B 08/8283

10. Anissya Nuryana 08/8284

Mengetahui,

Penanggungjawab Kepaniteraan Dosen Pembimbing

drg.Supriatno., M.Kes., MDSc., Ph.D drg. Hendri Susanto., M.Kes

Page 3: Laporan Cbl Pemphigus Vulgaris

I. PENDAHULUAN

Pemphigus vulgaris merupakan penyakit autoimun dengan manifestasi

berupa kondisi lepuhan pada permukaan kulit dan atau mukosa. Hal ini dapat

terjadi karena kerusakan atau hilangnya adhesi intersel akibat autoantibodi IgG,

terkadang ada pula terlibatan IgA dan IgM, sehingga menyebabkan pelepasan sel

epitel yang dikenal dengan akantolisis. Perluasan ulserasi yang diikuti ruptur pada

lepuhan dapat menyebabkan rasa sakit, kehilangan cairan dan elektrolit. Penyakit

ini dapat melemahkan kondisi pasien dan dapat menyebabkan kematian. Apabila

tidak dirawat dengan tepat, maka lesi akan menetap dan semakin meluas,

menyebabkan kerusakan kulit dan membran mukosa sehingga dapat terjadi

kehilangan cairan dan ketidakseimbangan elektrolit, infeksi, bahkan sepsis.

Sebelum ditemukan perawatanyang efektif, angka kematian mencapai 90%.

Apabila dirawat dengan tepat, angka kematian dapat menurun menjadi sekitar 5–

10% (Rezeki dan Setyawati, 2009).

Gambaran klinis Pemphigus vulgaris berupa ulserasi yang multipel pada

mukosa oral dan dapat pula berupa lepuhan pada kulit yang kronis. Hampir pada

semua kasus dijumpai lesi oral, dimana pada sekitar 60% kasus Pemphigus

vulgaris didahului dengan terjadinya lesi oral, yang kemudian diikuti dengan lesi

pada kulit. Lesi oral merupakan hallmark dari Pemphigus vulgaris. Biasanya lesi

kulit akan terjadi setelah timbul lesi oral sekitar 6 bulan (99% kasus) sampai 1

tahun. Dalam laporan ini akan dibahas suatu kasus Pemphigus vulgaris yang

diawali oleh lesi mulut sebelum terjadi lesi di bagian tubuh lain. Gambaran klinis

Page 4: Laporan Cbl Pemphigus Vulgaris

Pemphigus vulgaris yang kadang tidak spesifik pada tahap awal lesi menyebabkan

ulserasi pada mukosa oral seringkali didiagnosis dengan penyakit yang lain

(Rahmayanti, 2012).

Gambaran klinis yang mencolok dari Pemphigus vulgaris adalah

perkembangannya yang cepat dari bulla multipel yang cenderung pecah dan

meninggalkan erosi-erosi pada kulit dan membran mukosa mulut. Bulla tersebut

sangat rapuh dan mudah pecah, berdarah dan berkopeng. Lesi cenderung kambuh

pada daerah yang sama kemudian menyebar dengan cara meluas (tanda

Nikolsky). Diagnosis Pemphigus vulgaris dipastikan oleh tanda Nikolsky positif,

biopsi dan teknik pewarnaan immunofluoresensi (Langlais dan Miller, 1998).

Seorang dokter gigi haruslah dapat mengenali gambaran klinis awal, menegakkan

diagnosis dan melakukan tindakan terhadap pasien Pemphigus vulgaris.

Page 5: Laporan Cbl Pemphigus Vulgaris

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Cicatrical Pemphigoid

1. Definisi

Cicatrical pemphigoid (CP) juga disebut sebagai Pemphigoid Membrana Mukosa

(Mucous Membrane Pemphigoid = MMP) yang jinak, merupakan suatu penyakit kronik

yang terutama terjadi pada pasien berusia diatas 50 tahun, lebih sering terjadi pada wanita

daripada pria, dan jarang ditemukan pada anak-anak. Lesi ini merupakan vesikel

subepithelial yang terjadi pada permukaan mukosa dan dapat menyebabkan terbentuknya

jaringan parut di regio yang terkena. Pembentukan jaringan parut ini paling serius jika

mengenai mata. Adhesi akan terjadi antara bulbus dan palpebral konjungtiva, dan

kerusakan kornea sering terjadi. Kebutaan terjadi dalam hampir 15% dari pasien yang

menderita penyakit ini. Lesi juga dapat terjadi dalam mukosa dari genital, esofagus,

laring dan trakea. Serangan pada esofagus dan trakea dapat menyebabkan striktura yang

akan menimbulkan kesulitan dalam menelan atau bernapas dan membutuhkan terapi

darurat (Lynch dkk., 1993). Lesi kulit MMP jarang ditemukan dan biasanya muncul di

kepala dan leher serta di ekstremitas (Regezi dkk., 2003).

MMP adalah kelainan tipe autoimun, secara imunologi digolongkan menurut:

- Pengendapan immunoglobulin dan komponen komplemen pada epitel basement

membrane zone (BMZ), menunjukkan bahwa antibodi diatur berlawanan dengan

membran dasar.

- Sirkulasi autoantibodi kepada komponen BMZ

- Endapan pada epitel BMZ yang secara klasik pada jenis IgG (97%) dengan C3 (78%),

tapi terkadang pada IgA (27%) atau IgM (12%).

Secara histologis, MMP digolongkan menurut pemisahan hubungan pada epitel

BMZ yang naik ke pecahan sub-basilar sebagai bentuk lain dari pemphigoid.

Page 6: Laporan Cbl Pemphigus Vulgaris

Kemungkinan besar patogenesisnya terkait dengan pengambilan complement-mediated 

pada leukosit, yang enzimnya melepaskan dan memisahkan sel basal dari BMZ (Scully,

2004).

Gambar 1. Gambaran histologis MMP, menunjukkan adanya karakteristik pemisahan lapisan subepithelial.

2. Penampakan Klinis

- Penderita MMP rata-rata berusia 60 tahun.

- Lesi terdapat di mulut (91%) dan konjungtiva (66%).

- Diawali erosi non spesifik yang mirip pemphigus atau vesikel yang utuh

(awalnya bulla, setelah ruptur terjadi ulserasi).

- Banyak vesikel utuh karena dindingnya lebih tebal dan merupakan lesi sub

epithelial bukan intra epithelial.

- Terjadi lebih lambat dari pemphigus, lebih kecil dan jarang yang meluas melalui

perluasan perifer.

- Pada gingiva terjadi gingivitis deskuamativa.

(Lynch dkk., 1993)

Page 7: Laporan Cbl Pemphigus Vulgaris

3. Diagnosis

Dengan menggunakan teknik imunofluoresensi langsung, spesimen biopsi yang

diambil dari pasien-pasien penderita MMP akan memperlihatkan fluoresensi positif untuk

imunoglobulin (Ig G) dan komponen komplemen (C3). Teknik imunofluoresensi

langsung sangatlah tepat untuk membedakan MMP dari pemphigus dimana spesimen

yang didapatkan akan menunjukkan deposisi imunoglobulin dan komplemen dalam

substansi interseluler dari lapisan selskuamosa dari epitelium (Lynch dkk., 1993).

4. Terapi

Terapi dari MMP tergantung pada tingkat keparahan dan gejala-gejalanya. Bila

lesi ini terbatas pada mukosa mulut maka kortikosteroid akan menekan pembentukannya.

Pasien dengan penyakit yang ringan harus dirawat dengan steroid topikal dan

intralesional. Pada kasus yang berat mungkin dibutuhkan steroid sistemik berupa 40

sampai 60 mg prednison. Dosisnya harus dikurangi perlahan-lahan sampai mencapai

dosis terendah yang dibutuhkan untuk mengontrol gejala-gejalanya. Jika dalam kasus

yang berat dimana steroid dosis tinggi dibutuhkan dalam jangka waktu yang lama, maka

dokter harus mempertimbangkan kombinasi prednison dengan suatu obat-obatan

imunosupresif seperti azathioprine atau cyclophosphamide. Davson (Avlosulfon), suatu

obat antileprosi telah digunakan tanpa kombinasi atau dengan kombinasi untuk terapi

MMP. Hasil yang baik telah dilaporkan dalam beberapa kasus. Pasien-pasien penderita

MMP harus dievaluasi secara periodik untuk memastikan kemungkinan adanya serangan

pada mata (Lynch dkk., 1993).

Page 8: Laporan Cbl Pemphigus Vulgaris

Pemphigus Vulgaris MMP

Antibodi Jaringan

Target Protein (S)

Vesikel

Lokasi

Treatment

Prognosis

IgG, C3

Circulating auto IgG

Desmoglein 3 (Desmosom)

Intraepithelial

Mukosa oral dan kulit

Kortikosteroid

Baik, mortalitas signifikan

IgG, C3

Tidak ada circulating auto

IgG

Laminin 5 dan BP180

Membrana basalis,

Subepithelial

Mukosa oral dan mata

Kortikosteroid

Baik, morbiditas signifikan

Tabel I. Perbandingan antara MMP dan Pemphigus Vulgaris (Regezi dkk., 2003)

B. Pemphigus Vulgaris

1. Definisi

Pemphigus Vulgaris adalah penyakit mukokutaneus autoimun dengan

karakteristik terbentuknya lepuhan intraepithelial. Hal ini terjadi karena kerusakan

atau hilangnya adhesi interselular, akibatnya terjadi pemisahan sel epitel yang

dikenal dengan akantolisis. Perluasan ulserasi yang diikuti ruptur pada lepuhan

dapat menyebabkan rasa sakit, kehilangan cairan dan elektrolit (Regezi dkk.,

2003).

Pemphigus Vulgaris berpotensi mengancam jiwa. Penyakit ini dapat

melemahkan kondisi pasien dan sering menyebabkan kematian. Apabila tidak

dirawat dengan tepat, maka lesi akan menetap dan semakin meluas, menyebabkan

kerusakan kulit dan membran mukosa sehingga dapat terjadi kehilangan cairan

Page 9: Laporan Cbl Pemphigus Vulgaris

dan ketidakseimbangan elektrolit infeksi, bahkan sepsis. Sebelum ditemukan

perawatan yang efektif, angka kematian mencapai 90%. Apabila dirawat dengan

tepat angka kematian hanya sekitar 5–10% (Rezeki dan Setyawati, 2009)

2. Manifestasi Klinis

Pemphigus Vulgaris harus dicurigai pada semua pasien dengan erosi atau

lepuhan mukokutaneus. Mukosa oral adalah tempat pertama munculnya lesi, dan

Pemphigus Vulgaris dapat mengenai hanya permukaan mukosa atau meluas ke

kulit. Pada beberapa kasus akan muncul erosi kutaneus tetapi sebagian besar kasus

muncul sebagai erosi oral. PV dapat muncul di segala umur, tetapi paling banyak

di umur 30 hingga 60-an (Harman dkk., 2003).

Biasanya pasien mengeluhkan rasa sakit, dan pada pemeriksaan superfisial

terdapat erosi dengan tepi tidak rata serta ulserasi yang tersebar pada mukosa oral.

Lesi dapat muncul dimana saja pada mukosa oral (Neville dkk., 2002). Pada

umunya erosi terdapat pada bukal, gingiva, palatum, dan dapat meluas ke larynx

yang menyebabkan sakit tenggorokan dan kesulitan untuk makan ataupun minum.

Permukaan mukosa lain yang dapat terlibat yaitu konjungtiva, esofagus, labia,

vagina, cervix, penis, urethra, dan anus (Lubis, 2008). Lesi bulla dengan cepat

ruptur, meninggalkan kemerahan, rasa sakit dan dasar terulserasi. Ulser dapat

kecil atau besar. Biasanya Nikolsky’s sign positif (Regezi dkk., 2003).

3. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan histologis harus dilakukan dengan biopsi pada kulit atau

mukosa dan Direct ImmunoFluorescence (DIF). Akantolisis suprabasal dan

pembentukan lepuhan sangat menunjukkan kemungkinan diagnosis Pemphigus

Page 10: Laporan Cbl Pemphigus Vulgaris

Vulgaris tetapi diagnosis harus tetap dipastikan dengan adanya deposisi IgG

dalam ruang interselular dari epidermis. Indirect ImmunoFluorescence (IIF)

kurang sensitif dibandingkan DIF tetapi mungkin dapat membantu jika biopsi

susah dilakukan (Harman dkk., 2003). C3 dan IgA (jarang) dapat terdeteksi pada

pola fluoresensi interselular yang sama (Regezi dkk., 2003).

Biopsi kulit dilakukan dengan cara punch biopsy pada bulla yang baru

timbul atau pada kulit yang berdekatan dengan bulla. Perubahan awal ditandai

dengan pembengkakan interselular dan hilangnya jembatan interseluler pada

bagian paling bawah epidermis. Mengakibatkan hilangnya hubungan antara sel-

sel epidermis yang disebut akantolisis, hal ini menyebabkan terbentuknya celah

dan akhirnya membentuk bulla di lapisan suprabasal. Sel basal walaupun terpisah

satu dengan lainnya yang disebabkan oleh hilangnya jembatan antar sel namun

tetap melekat pada dermis seperti susunan batu nisan (row ot tombstones) (Lubis,

2008).

Rongga bulla mengandung sel akantolisis yang dapat dilihat dengan

pemeriksaan sitologi yaitu Tzanck smear yang diambil dari dasar bula atau erosi

pada mulut. Sel yang akantolisis mempunyai inti yang kecil dan hiperkromatik,

sitoplasmanya sering dikelilingi halo. Pada perbatasan epidermis adakalanya

menunjukkan spongiosis dengan eosinofil yang masuk ke dalam epidermis,

disebut sebagai eosinophilic spongiotic (Lubis, 2008).

Page 11: Laporan Cbl Pemphigus Vulgaris

Gambar 2. Penampakan histologis (kiri atas) dan klinis dari Pemphigus Vulgaris

4. Klasifikasi

1. Pemphigus Vulgaris

2. Pemphigus Vegetans

Merupakan varian dari Pemphigus Vulgaris. Lepuhan biasanya

berkembang cepat dan memiliki lesi yang besar yang sering

berlokalisasi di daerah pangkal paha dan bawah lengan.

3. Pemphigus Foliaceous

Sering terjadi pada muka, kulit kepala, dada bagian atas dan

perut namun dapat juga mengenai seluruh tubuh. Bulla jarang

terbentuk, lesi mengandung bercak eritematous dan erosi tertutup oleh

Page 12: Laporan Cbl Pemphigus Vulgaris

keropeng. Penyakit ini terjadi disebabkan serangan autoantibodi

terhadap desmoglein 1 (Neville dkk., 2002).

4. Pemphigus Erythematosus

Terdapat lesi yang eritematus berkeropeng dan erosif yang

berbentuk kupu-kupu di daerah muka, dahi, daerah sternum dan daerah

tulang skapula. Secara histologis sama dengan gambaran pada

Pemphigus Foliaceus. Pemphigus Erythematous dikaitkan juga dengan

penyakit thymomas dan mystenia gravis.

5. Diagnosa Banding

Pemphigus vulgaris dapat didiagnosa banding dengan :

- Pemphigoid bullosa

Letak bulla : Subepidermal

Immunofluoresensi : IgG berbentuk seperti pita di membrana basalis.

- Dematitis herpetiformis

Letak vesikel : Subepidermal

Imunofluoresensi : IgA berbentuk granular di papilla dermis.

(Lubis, 2008).

6. Treatment Planning

a) Kortikosteroid

- Kortikosteroid Sistemik

Biasanya perawatan dilakukan dengan pemberian steroid dalam

bentuk tablet seperti prednison. Steroid mengurangi inflamasi dengan cara

menekan sistem kekebalan tubuh. Dosis tinggi biasanya diperlukan pada

Page 13: Laporan Cbl Pemphigus Vulgaris

peringkat pertama, terkadang diberikan dengan suntikan sebagai tindakan

pertama. Dosis dikurangi bila lesi melepuh telah berhenti terbentuk.

Tujuannya adalah untuk menemukan dosis terendah yang diperlukan untuk

mengendalikan gejala dimana dosis yang diperlukan bervariasi antara

pasien.

Pada sebagian kasus dalam tempo laten, penghentian pemberian

steroid tablet dari waktu ke waktu dapat dilakukan dan tablet dapat

diberikan kembali jika gejala muncul. Dalam beberapa kasus, dosis steroid

yang tinggi diperlukan untuk mengendalikan penyakit dan hal ini dapat

menimbulkan efek samping. Efek samping dari steroid terkadang serius,

terutama jika penggunaan steroid dosis tinggi dilakukan untuk waktu yang

lama. Misalnya, pasien lebih rentan terhadap infeksi tertentu jika

menggunakan steroid dosis tinggi secara berkepanjangan.

- Kortikosteroid Topikal

Steroid topikal kadang-kadang digunakan pada kulit yang melepuh

di samping perawatan lainnya. Hal ini bertujuan untuk menjaga dosis

steroid tablet agar lebih rendah. Obat kumur steroid atau spray kadang-

kadang digunakan untuk membantu merawat mulut yang mengalami

lepuhan.

- Indikasi, Kontraindikasi dan Dosis.

Kortikosteroid diindikasikan sebagai obat pilihan untuk pemphigus

vulgaris. Pada perawatan pemphigus, kortikosteroid bersifat life saving.

Perawatan awal sering dengan kortikosteroid karena efektivitas dan daya

Page 14: Laporan Cbl Pemphigus Vulgaris

kerjanya lebih cepat dibanding perawatan lain dimana kortikosteroid

bekerja dengan menekan sistem imun tubuh. Terapi topikal saja tidak

mampu untuk mengobati penyakit ini karena penyakit ini merupakan

penyakit autoimun sistemis maka pengobatan haruslah diberi secara

sistemik.

Dosis prednison 1-2 mg/kg/BB secara oral atau parenteral

menimbulkan efek immunosupresif pada limfoid, neutrofil dan monosit.

Dosis lebih besar dari 2 mg/kg/BB tidak meningkatkan efek terapi, tetapi

meningkatkan efek samping obat. Apabila terapi bertujuan untuk

mengatasi keadaan yang dapat mengancam pasien, misalnya pemphigus

maka dosis awal harus cukup besar. Bila dalam beberapa hari belum

terlihat efeknya maka dosis dapat dilipat gandakan. Kebanyakan pasien

dapat dirawat dengan prednison dengan dosis 1-2 mg/kg/BB. Pengurangan

dilakukan relatif cepat pada awalnya yaitu dikurangi 5-10 mg per minggu

tetapi bila dosis mencapai 40 mg perhari, proses pengurangan dosis

dilakukan dengan lebih lambat yaitu dengan regimen selang hari

(alternate-day regimen). Pengurangan dosis dilakukan sehingga mencapai

dosis 40 mg, dan 0 mg pada hari berikutnya.

Kontraindikasi absolut kortikosteroid tidak ada tetapi kondisi-

kondisi seperti diabetes melitus, tukak peptik, infeksi berat, hipertensi atau

gangguan sistem vaskular, namun hal ini dapat diabaikan terutama pada

keadaan yang mengancam jiwa pasien seperti Pemphigus Vulgaris. Dalam

Page 15: Laporan Cbl Pemphigus Vulgaris

hal ini dibutuhkan pertimbangan matang antara risiko dan keuntungan

sebelum obat diberikan.

b) Adjuvan

Terapi adjuvan berguna untuk mengurangi efek samping dari

kortikosteroid. Terapi ini biasanya mempunyai onset yang lambat yaitu

antara 4 hingga 6 minggu, karena itu adjuvan sering digunakan sebagai

terapi pemeliharaan. Terapi adjuvan konvensional ini termasuk pelbagai

agen immunosupresif seperti azathioprine, mycophenolate mofetil,

methotrexate, cyclophosphamide, chlorambucil, dan cyclopsorine.

7. Prognosis

Sebelum pengembangan terapi kortikosteroid, sebanyak 60%-80%

pasien yang menderita Pemphigus Vulgaris meninggal, kebanyakan karena

infeksi dan ketidakseimbangan elektrolit. Saat ini tingkat mortalitasnya

berkurang drastis menjadi hanya 5%-10%, biasanya karena komplikasi

penggunaan kortikosteroid sistemik jangka panjang (Neville dkk., 2002).

Prognosis dinyatakan baik apabila penegakan diagnosis dan perawatan

dilakukan sedini mungkin (Rezeki dan Setyawati, 2009).

C. Steven-Johnson Syndrome (SJS)

1. Definisi

Steven-Johnson Syndrome (SJS) merupakan suatu kumpulan gejala

klinis erupsi mukokutaneus yang ditandai oleh trias kelainan pada kulit

vesikulobulosa, mukosa orifisium serta mata disertai gejala umum berat.

Page 16: Laporan Cbl Pemphigus Vulgaris

Sinonimnya antara lain : sindrom de Friessinger-Rendu, eritema eksudativum

multiform mayor, eritema poliform bulosa, sindrom muko-kutaneo-okular,

dermatostomatitis, dll. Steven-Johnson Syndrome ini merupakan bentuk parah

atau varian mayor dari eritema multiformis, biasanya dipicu oleh obat-obata.

Steven-Johnson Syndrome ini terjadi rata-rata lima kasus per satu juta

penduduk per tahunnya dan biasanya sering mengenai anak-anak dan orang

dewasa muda terutama pria. (Langlais dan Miller, 1994; Neville dkk., 2002).

2. Patofisiologi

Etiologi SJS sukar ditentukan dengan pasti, karena penyebabnya

berbagai faktor, walaupun pada umumnya sering berkaitan dengan respon

imun terhadap obat. Beberapa faktor penyebab timbulnya SJS di antaranya

infeksi (virus, jamur, bakteri, parasit), obat (salisilat, sulfa, penisilin,

etambutol, tegretol, tetrasiklin, digitalis, kontraseptif), makanan (coklat), fisik

(udara dingin, sinar matahari, sinar X), lain-lain (penyakit polagen, keganasan,

kehamilan). Patogenesis SJS sampai saat ini belum jelas walaupun sering

dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe III (reaksi kompleks imun)

yang disebabkan oleh kompleks soluble dari antigen atau metabolitnya dengan

antibodi IgM dan IgG dan reaksi hipersensitivitas lambat (delayed-type

hypersensitivity reactions, tipe IV) adalah reaksi yang dimediasi oleh limfosit

T yang spesifik (Scully, 2003).

3. Manifestasi Klinis

Tanda-tanda oral dari Steven-Johnson Syndrome adalah sama dengan

eritema multiformis, tetapi ada keterlibatan yang lebih luas dari kulit dan

Page 17: Laporan Cbl Pemphigus Vulgaris

struktur-struktur stomatologik, bersama dengan lebih banyak tanda-tanda

umum termasuk demam, malaise, sakit kepala, batuk, nyeri dada, diare,

muntah, dan artralgia (Langlais dan Miller, 1994).

Trias klinis klasik dari Steven-Johnson Syndrome terdiri atas lesi mata

(konjungtivitis), lesi genital (balanitis, vulvovaginitis), dan stomatitis. Sebagai

tambahan, ada lesi kulit target yang khas pada wajah, dada dan perut, yang

selanjutnya berkembang menjadi lesi vesikobulosa “berair” yang sakit

(Langlais dan Miller, 1994).

Seperti eritema multiformis, gusi biasanya jarang terkena bulla yang

mengelupas dibandingkan dengan mukosa yang tidak berkeratin. Lesi ulseratif

dan hemoragik yang luas pada bibir dan daerah-daerah gundul mukosa mulut

adalah sangat sakit dan biasanya membuat pasien tidak dapat makan dan

menelan. Asupan nutrisi yang tak cukup, dehidrasi, dan kesehatan yang buruk

adalah akibat umum yang mengharuskan pasien dirawat inap di rumah sakit

(Langlais and Miller, 1994).

4. Klasifikasi

a. Major form (Steven-Johnson Syndrome), mengakibatkan perluasan lesi

yang mempengaruhi mulut, kulit, dan organ genital disertai dengan

demam, bullous dan rashes, pneumonia, arthritis, nephritis and

myocarditis.

b. Minor form, biasanya erythema multiforme mempengaruhi satu tempat,

Lesi oral meliputi :

Bibir: pecah-pecah, berdarah, dan bengkak

Page 18: Laporan Cbl Pemphigus Vulgaris

Ulserasi: berdifusi dan meluas, biasanya terletak pada mulut bagian depan.

(Scully, 2003)

5. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium antara lain pemeriksaan darah tepi,

pemeriksaan imunologik, biakan kuman serta uji resistensi dari darah dan

tempat lesi, serta pemeriksaan histopatologik biopsi kulit. Anemia dapat

dijumpai pada kasus berat dengan perdarahan, leukosit biasanya normal atau

sedikit meninggi, terdapat peningkatan eosinofil. Kadar IgG dan IgM dapat

meninggi, C3 dan C4 normal atau sedikit menurun dan dapat dideteksi adanya

kompleks imun beredar. Biopsi kulit direncanakan bila lesi klasik tak ada.

Imunofluorosensi langsung bisa membantu diagnosa kasus-kasus atipik

(Scully, 2003).

6. Diagnosis dan Diagnosis Banding

Diagnosis ditujukan terhadap manifestasi yang sesuai dengan trias

kelainan kulit, mukosa, mata, serta hubungannya dengan faktor penyebab

yang secara klinis terdapat lesi berbentuk target, iris atau mata sapi, kelainan

pada mukosa, demam. Selain itu didukung pemeriksaan laboratorium seperti

pemeriksaan darah tepi, pemeriksaan imunologik, biakan kuman serta uji

resistensi dari darah dan tempat lesi, serta pemeriksaan histopatologik biopsi

kulit. Kadar IgG dan IgM dapat meninggi, C3 dan C4 normal atau sedikit

menurun dan dapat dideteksi adanya kompleks imun beredar. Biopsi kulit

direncanakan bila lesi klasik tak ada. Imunoflurosesensi direk bisa membantu

diagnosa kasus-kasus atipik (Scully, 2003).

Page 19: Laporan Cbl Pemphigus Vulgaris

Diagnosis banding utama adalah nekrosis epidermal toksik (NET)

dimana manifestasi klinis hampir serupa tetapi keadaan umum nekrosis

epidermal toksik terlihat lebih buruk daripada SJS (Scully, 2003).

7. Treatment

Perawatan terdiri atas terapi cairan intravena dan nutrisi, kortikosteroid

jangka pendek dan mengurangi rasa sakit dengan kumur-kumur anestetik

lokal, memakai bahan yang melapisi dan melindungi lesinya dan obat kumur

antiseptik. Infeksi sekunder dirawat dengan antibiotik, demam yang mengikuti

dengan cairan dan antipiretik. (Langlais and Miller, 1994).

8. Prognosis

Pada kasus yang tidak berat, prognosisnya baik, dan penyembuhan

terjadi dalam waktu 2-3 minggu. Kematian berkisar antara 5-15% pada

kasus berat dengan berbagai komplikasi atau pengobatan terlambat dan tidak

memadai. Prognosis lebih berat bila terjadi purpura yang lebih luas. Kematian

biasanya disebabkan oleh gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit,

bronkopneumonia, serta sepsis (Scully, 2003).

Page 20: Laporan Cbl Pemphigus Vulgaris

III. KASUS DAN PEMBAHASAN

SKENARIO

Seorang anak 15 tahun datang ke departemen Oral Medicine dengan

keluhan utama tidak bisa makan atau minum karena ulkus oral selama delapan

minggu. Ulkus muncul dimulai di daerah mukosa bibir bagian bawah kemudian

menyebar ke seluruh mulut kecuali bibir luar, termasuk gingiva, bilateral mukosa

bukal, dasar mulut, palatum molle dan tenggorakan. Kemudian diberi obat kumur

Benadryl dan Maalox serta amoksisilin, namun tidak ada efek. Dia mengalami

kesulitan makan dan minum dan sebagai akibatnya berat badan turun 5Kg.

pemeriksaan Ekstra oral, ditemukan luka di mata kanan dan kirinya dan diobati

obat tetes mata dan salep anti inflamasi tapi muncul lagi. Riwayat medis pasien

pernah menderita asma. Riwayat kesehatan gigi, sekarang sedang dalam

perawatan ortodontik cekat. Riwayat keluarga, kakeknya menderita eksim dan

penyakit auto-imun. Dia mengeluh sakit tenggorokan dan kesulitan makan dan

minum. Tidak ada ulkus daerah sekitar mulut. Oleh dokter anak diresepkan

amoksisilin, namun tidak memiliki efek apapun. Gejalanya terus memburuk,

sehingga tidak bisa makan atau minum. Dia diberi obat nyari, direhidrasi,

prednisolon oral (15mg/5mL) selama 3 minggu, serta obat kumur deksametason,

yang ia gunakan 3 kali sehari. Beberapa ulkus mulut sembuh dengan hanya masih

terdapat 2 ulkus. Kemudian dianjurkan menghentikan prednisolon selama 49 jam

dan melakukan biopsi ulang, biopsi pertama dengan pewarnaan H & E dan biopsi

kedua dengan pewarnaan direct immunofluoresensi. Biopsi kedua pewarnaan

antibodi langsung imunofluoresensi positif untuk IgG dan C3. Pewarnaan H & E

Page 21: Laporan Cbl Pemphigus Vulgaris

menunjukan akantholisis dengan infiltrasi limfosit, sel plasma, dan meutrofil

dalam jaringan ikat.

INTERPRETASI SKENARIO

Kunjungan I

Pemeriksaan Subjektif

- Identitas : seorang anak berumur 15 tahun

- Keluhan Utama :

Tidak bisa makan atau minum karena ulkus oral selama delapan

minggu.

- Riwayat perjalanan penyakit :

Keluhan dirasakan sejak 8 minggu yang lalu dimana sakit muncul pada

bibir bawah dan menyebar. Pernah memeriksakan keluhan ini

kemudian diberi obat (Benadryl, Maalox dan Amoksisilin) namun

tidak berefek.

Pemeriksaan Objektif

- Kesan umum penderita : tidak sehat , tampak pucat, lemas, terdapat

luka pada pada mata kanan dan kiri

- Pemeriksaan ekstra oral :

(Tidak ada penjelasan)

- Pemeriksaan intra oral :

Page 22: Laporan Cbl Pemphigus Vulgaris

Terdapat ulkus pada mukosa bibir bagian bawah menyebar keseluruh

mulut kecuali bibir luar termasuk gingiva, mukosa bukal, dasar mulut,

palatum molle dan tenggorokan.

Pasien menggunakan alat orthodontik cekat

Kunjungan II

Pemeriksaan Objektif

Pemeriksaan ekstra oral: Ditemukan luka di mata kanan dan kiri

Treatment : diberi obat tetes mata dan salep anti inflamasi

Kunjungan III

Pemeriksaan objektif

Pemeriksaan ekstra oral : Tidak ditemukan ulkus didaerah sekitar mulut,

luka pada mata kanan dan kiri muncul lagi.

Pemeriksaan intra oral : Masih terdapat ulkus didalam mulut pada mukosa

bibir bawah menyebar ke seluruh mulut kecuali bibir luar termasuk

gingiva, mukosa bukal, dasar mulut, palatum molle dan tenggorokan.

Treatment : Diresepkan antibiotik oleh dokter anak

Kunjungan IV

Pemeriksaan objektif

Pemeriksaan ekstra oral :Tidak ditemukan ulkus di daerah sekitar mulut,

luka pada mata kanan dan kiri muncul lagi.

Pemeriksaan intra oral : Masih terdapat ulkus didalam mulut pada mukosa

bibir bawah menyebar keseluruh mulut kecuali bibir luar termasuk

gingiva, mukosa bukal, dasar mulut, palatum molle dan tenggorokan.

Page 23: Laporan Cbl Pemphigus Vulgaris

Treatment : Diresepkan obat nyeri (analgesik), rehidrasi, prednisolon oral

(kortikosteroid) 15mg/ 5ml selama 3 minggu dan obat kumur

deksametason (kortikosteroid)

Kunjungan V

Pemeriksaan objektif

Pemeriksaan ekstra oral : Tidak ditemukan ulkus di daerah sekitar

mulut, luka pada mata kanan dan kiri muncul lagi.

Pemeriksaan intra oral : Beberapa ulkus sudah sembuh, hanya masih

tersisa 2 ulkus.

Treatment : menghentikan prednisolon selama 48 jam

Pemeriksaan penunjang :

1. Pewarnaan H & E , menunjukan akantholisis dengan infiltrasi

limfosit, sel plasma, neutrofil dalam jaringan ikat.

2. Pewarnaan direct immunofluoresensi menunjukan tanda positif

untuk IgG dan C3.

PEMBAHASAN

Berdasarkan skenario, pemeriksaan subjektif, objektif, dan penunjang

yang dilakukan, maka dapat diambil tiga diagnosis definitif yaitu Mucous

Membrane Pemphigoid(MMP), Pemphigus Vulgaris, dan Steven Johnson-

Syndrome (SJS). Namun setelah dilihat lebih lanjut kesesuaian antara ciri-ciri

penyakit dan hasil pemeriksaan dari masing-masing diagnosis definitif dengan

Page 24: Laporan Cbl Pemphigus Vulgaris

keterangan pada skenario kasus, maka ditarik sebuah diagnosis final yaitu pasien

menderita Pemphigus Vulgaris.

Istilah “pemphigus” mencakup suatu kelompok penyakit autoimun

vesikobulosa yang melepuh, yang paling sering adalah Pemphigus Vulgaris.

Meskipun jenis ini masih memiliki potensi yang cukup berat, namun bukanlah

kondisi yang mengancam nyawa sejak diperkenalkannya kortikosteroid (Bruch

dan Treister, 2012). Pemphigus vulgaris (PV) mengakibatkan lesi intraepitelial

berupa pengikatan autoantibodi IgG terhadap DSG3, molekul adesif glikoprotein

transmembran yang ada di desmosom. Glikoprotein ini memperkuat hubungan

interseluler, dan hilangnya hubungan ini terkati reaksi antigen-antibodi

memperlemah dan akhirnya memutuskan hubungan antara sel-sel epitel,

menghasilkan bentukan lebuha (blister) dan deskuamasi (Greenberg dkk., 2008).

Delapan puluh hingga 90% pasien dengan PV memiliki lesi oral selama

perjalanan penyakit, dan 60% kasus lesi oral merupakan tanda utama. Lesi oral

bermulai dari bulla yang berbasis non-inflamasi, ulser ireguler yang kecil karena

pecahnya bulla. Lapisan tipis epitelium terkelupas dan seperti meninggalkan dasar

yang ‘gundul’ (Gambar 3) . Tepi lesi berlanjut dan meluas selama beberapa

minggu sampai hampir melibatkan seluruh mukosa oral. Yang paling sering, lesi

dimulai dari mukosa bukal, lalu diikuti mukosa palatal dan gingiva (Greenberg

dkk., 2008).

Page 25: Laporan Cbl Pemphigus Vulgaris

Gambar 3. Ulserasi ireguler dan kecil pada mukosa bukal dan lidah pada pasien Pemphigus Vulgaris (Greenberg dkk., 2008).

Pemphigus Vulgaris didiagnosis melalui biopsi, yang paling baik

dilakukan langsung pada vesikel dan bulla kurang dari 24 jam. Namun karena lesi

kondisi ini jarang, spesimen biosi diambil dari tepi lesi, di mana daerah akantolisis

suprabasal yang khusus dapat diamati. Terkadang lebih dari sekali biopsi

dibutuhkan. Ketika pasien menunjukkan Nikolsky sign, tekanan dapat ditempatkan

pada mukosa untuk membuat lesi baru, dan biopsi dilakukan pada lesi ini.

Separasi sel (akantolisis) terjadi pada lapisan bawah stratum spinosum.

Pengamatan mikroskop elektron menunjukkan perubahan awal epitelial yang

berupa hilangnya substansi interseluler, yang diikuti perluasan celah interseluler,

destruksi desmosim, dan degenerasi seluler. Direct immunofluorescence (DIF)

akan mendeteksi IgG dan komplemen yang terikat pada permukaan keratinosit

(Greenberg dkk., 2008).

Fokus utama dari perawatan adalah kortikosteroid dosis tinggi, biasanya

diberikan dosis 1 sampai 2 mg/kg per hari. Ketika dosis kortikosteroid substansial

telah digunakan pada waktu yang lama, terapi pendukung adalah obat-obatan

imunosupresif (seperti mycophenolate mofetil, azathioprine, atau siklofosfamid)

Page 26: Laporan Cbl Pemphigus Vulgaris

digunakan untuk mengurangi dosis steroid dan komplikasinya (Greenberg dkk.,

2008).

Page 27: Laporan Cbl Pemphigus Vulgaris

IV. KESIMPULAN

Pemphigus Vulgaris adalah penyakit autoimun dengan karakteristik

terbentuknya lepuhan intraepithelial pada mukokutaneus, serta pemeriksaan

histologis yang spesifik dengan gambaran akantholisis. Manifestasi dari penyakit

tersebut dapat menyebar ke mukosa oral, dan apabila tidak ditangani maka dapat

melemahkan kondisi pasien dan menyebabkan kematian. Perlu dilakukan

perawatan primer dengan kortikosteroid dosis tinggi dan terapi pendukung berupa

obat-obatan imunosupresif untuk mengurangi dosis steroid dan komplikasinya.

Page 28: Laporan Cbl Pemphigus Vulgaris

DAFTAR PUSTAKA

Bruch, J.M., Treister, N.S, 2010, Clinical Oral Medicine and Pathology, Humana Press, New York

Greenberg, M.S., Glick, M., Ship, J.A., 2008, Burket’s Oral Medicine, 11th edition. BC. Decker, Ontario

Harman, K. E., Albert, S., Black M. M., 2003, Guidelines for the Management of Pemphigus Vulgaris, British Journal of Dermatology, 149, 926–937

Langlais, R. P., Miller, C.S., 1998, Atlas Berwarna Kelainan Rongga Mulut yang Lazim, Penerbit Hipokrates, Jakarta.

Lubis, R. D., 2008, Gambaran Histopatologis Pemphigus Vulgaris, Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan

Lynch, M.A., Brightman, V.J., Greenberg, M.S., 1993, Ilmu Penyakit Mulut: Diagnois dan Terapi edisi ke-8, Binarupa Aksara, Jakarta

Neville, B.W., Damm, D.D., Allen, C.M., and Bouquot, J.E., 2002, Oral and Maxillofacial Pathology, Second Edition, W.B Saunders Company, Philadelphia.

Rahmayanti, F., 2012, Pemphigus vulgaris oral : Mengenali gambaran klinis awal dan tatalaksana, J.PDGI.,61 (1):29-34.

Regezi, J.A., Sciubba, J.J., Jordan, R.C.K., 2003, Oral Pathology: Clinical Pathologic Correlation 4th ed., Mosby Elsevier, Missouri

Rezeki, S., Setyawati, T., 2009, Pemphigus Vulgaris : Pentingnya Diagnosisi Dini, Penatalaksanaan yang Komprehensif dan Adekuat, Indonesian Journal of Dentistry., 16 (1):1-7.

Scully, C., 2003, Oral and Maxilofacial Medicine, Elsevier, London.

Page 29: Laporan Cbl Pemphigus Vulgaris

Lampiran 1. Mind Mapping

P. Subjektif:

P. Objektif:

P. Penunjang:

DDX:

Diagnosis:

Anak 15 tahun

CC: Tidak bisa makan dan minum juga sakit tenggorokan

PI: Sakit sejak 8 minggu lalu

PMH: Asma Dlm perawatan

ortodontik

FH: Kakek menderita eksim dan autoimun kemungkinan genetik

Ekstraoral: Tampak lemas Luka di mata kanan & kiri

Intraoral: Ulkus pada mukosa bibir bawah, gingiva, mukosa bukal, dasar mulut, palatum molle, tenggorokan

Direct imunofluorescence Hasil: (+) IgG dan (+) C3 ada penyakit autoimun

B iopsi Hasil dgn H&E: achantolisis dgn infiltrasi limfosit, sel plasma, & neutrofil

1. Pemphigus Vulgaris: Reaksi autoimun trhdp protein

keratinosit interseluler Bulla multiplepecaherosi yg

perih Terjadi dimulut, kulit, dan mata Progresif (+) IgG dan (+) C3 achantolisis dgn infiltrasi limfosit,

sel plasma, & neutrofil

2. Pemphigoid Membran Mukosa: Reaksi autoimun trhdp membran

protein subepitelial Bulla multiplepecaherosi yg

perih Terjadi di mulut dan mata Progresif (+) IgG dan (+) C3 Tidak ada achantolisis

2. Steven-Johnson Syndrome: Reaksi autoimun Bulla multiplepecaherosi yg

perih Terjadi di mulut, mata, kulit dan

genital Progresif Conjunctivitis (-) IgG dan (-) C3 Tidak ada achantolisis

PEMPHIGUS VULGARIS