Upload
dayumirahjuniawan
View
36
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Laporan Peranan Kajian Parpol
Citation preview
i
PENELITIAN PERANAN PARTAI POLITIK
DALAM MENUMBUHKEMBANGKAN
WAWASAN KEBANGSAAN
DI SUMATERA UTARA
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
PROVINSI SUMATERA UTARA
MEDAN
2010
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah dan nikmat sehingga penulisan hasil
laporan penelitian ini dapat diselesaikan.
Penelitian dengan judul Penelitian Peranan Partai Politik Dalam
Menumbuhkembangkan Wawasan Kebangsaan Di Sumatera Utara ini
dimaksudkan untuk menjadi masukan kepada Pemerintah Provinsi Sumatera
Utara dalam melihat dan menilai dan mengevaluasi peranan partai politik
dalam menumbuhkan wawasan kebangsaan masyarakat di Provinsi Sumatera
Utara saat ini.
Penelitian yang dilaksanakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan
(Balitbang) Provinsi Sumatera Utara, berhasil merekomendasikan kepada Parpol
agar dalam menumbuhkan wawasan kebangsaan , harus bersikap netral dan
tidak cenderung untuk kepentingan partainya, serta dapat bermitra dengan
pihak lain dalam mengatasi masalah pendanaan.
Demikian juga dengan himbauan kepada Parpol agar mampu menjadi
front leader dalam menumbuhkan wawasan kebangsaan untuk mengembangkan
perannya sebagai lembaga yang menjalankan pendidikan politik bagi
masyarakat.
Semoga hasil penelitian ini dapat memberi manfaat untuk penelitian
selanjutnya.
Medan, Desember 2010
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
PROVINSI SUMATERA UTARA
Kepala
IR. H. ALWIN, M.SI
PEMBINA UTAMA MUDA
NIP. 19600911 198711 1 001
iii
DAFTAR ISI
Hal
Kata Pengantar ......................................................................................... i
Daftar Isi .................................................................................................... ii
Daftar Tabel .............................................................................................. iv
Daftar Gambar .......................................................................................... vi
Daftar Lampiran ....................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2. Perumusan Masalah ................................................................... 6
1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian ................................................ 7
1.4 Sasaran Penelitian ...................................................................... 8
1.5 Manfaat Penelitian ..................................................................... 8
1.6 Ruang Lingkup .......................................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Peran Partai Politik .................................................................... 10
2.2 Fungsi Partai Politik .................................................................. 12
2.3 Sistem Kepartaian ...................................................................... 15
2.4 Teori Sistem Politik ................................................................... 20
2.5 Pendidikan Politik Oleh Partai Politik .................................. 24
2.6 Permasalahan Wawasan Kebangsaan ................................... 27
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian ....................................................................... 33
3.2 Informan Penelitian .................................................................. 33
iv
3.3 Teknik Pengumpulan Data ..................................................... 34
3.4 Lokasi Penelitian ....................................................................... 34
3.5 Analisis Data ............................................................................. 34
3.6 Jadwal Penelitian ..................................................................... 35
3.7 Pelaksana Kegiatan ................................................................. 36
BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
4.1 Letak Geografis ........................................................................ 37
4.2 Selayang Pandang Sumatera Utara ....................................... 37
4.3 Potensi Sumatera Utara .......................................................... 39
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Peranan Partai Dalam Menumbuhkan Wawasan
Kebangsaan ............................................................................
59
5.2 Faktor Yang Menghambat (Kendala) Menjalankan Peran
Partai ........................................................................................
92
BAB VI KESIMPULAN
6.1 Kesimpulan ............................................................................ 95
6.2 Rekomendasi ......................................................................... 97
Daftar Pustaka
v
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel Judul Tabel Hal
Tabel 3.1 Perincian Tahapan Pelaksanaan Kegiatan ........... 35
Tabel 5.1 Usia Responden ....................................................... 58
Tabel 5.2 Agama Responden .................................................. 59
Tabel 5.3 Suku Bangsa Responden ........................................ 60
Tabel 5.4 Pendidikan Responden .......................................... 61
Tabel 5.5 Pelaksanaan Agenda pendidikan
Politik/Wawasan Kebangsaan ............................
62
Tabel 5.6 Tema Pendidikan Politik/Wawasan Kebangsaan 63
Tabel 5.7 Visi Misi Partai Politik Subjek Penelitian ........... 63
Tabel 5.8 Intensitas Pelaksana Pendidikan
Politik/Wawasan kebangsaan ............................
69
Tabel 5.9 Sasaran dan Pendidikan Politik .......................... 70
Tabel 5.10 Bentuk Pendidikan Politik Wawasan
Kebangsaan ............................................................
71
Tabel 5.11 Tema Khusus Pendidikan Politik/Wawasan
Kebangsaan ............................................................
72
Tabel 5.12 Pembekalan Khusus Tentang Pendidikan
Politik/Wawasan kebangsaan pada Anggota
Partai .......................................................................
72
Tabel 5.13 Pemberi Materi Pendidikan Politik/Wawasan
Kebangsaan ............................................................
73
Tabel 5.14 Respon Terhadap Materi Pendidikan
politik/Wawasan Kebangsaan ...........................
74
Tabel 5.15 Ketertarikan Pada Materi Pendidikan
Politik/Wawasan Kebangsaan ...........................
74
Tabel 5.16 Implikasi Dari Materi yang Diberikan .............. 75
vi
Tabel 5.17 Praktek Isu Kebangsaan ....................................... 76
Tabel 5.18 Relevansi Isu Wawasan Kebangsaan dengan
Kehidupan Partai ..................................................
76
Tabel 5.19 Intitusi yang Paling Bertanggung Jawab
Melaksanakan Pendidikan Politik/Wawasan
Kebangsaa ..............................................................
77
Tabel 5.20 Penggunaan Isu Kebangsaan Dalam Strategi
Pemenangan ..........................................................
77
Tabel 5.21 Pengaruh Wawasan Kebangsaan Dalam
Perolehan Suara Partai .........................................
78
Tabel 5.22 Biaya Pendidikan Politik/Wawasan Kebangsaan 79
Tabel 5.23 Hasil Wawancara ................................................... 80
Tabel 5.24 Kendala yang Dihadapi Partai Dalam
Melaksanakan Pendidikan Wawasan
Kebangsaan .............................................................
91
vii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar Judul Hal
Gambar 3.7 Susunan Organisasi Pelaksana ........................... 36
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Kuesioner Penelitian
Lampiran 2 : Panduan Wawancara Penelitian
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Runtuhnya era Orde Baru yang ditandai oleh lengsernya Presiden
Soeharto pada tahun 1998, dan dilanjutkan oleh era Reformasi yang
ditandai dengan semangat kebebasan, khususnya kebebasan dalam
menyuarakan aspirasi melalui berbagai media telah menghasilkan
berbagai perubahan dalam masyarakat kita, termasuk dalam hal
wawasan kebangsaan. Undang-Undang tentang Otonomi Daerah No.
22 tahun 1999 yang direvisi dengan UU No. 32 Tahun 2004, Globalisasi
khususnya media informasi ditengarai oleh berbagai kalangan telah
membawa dampak semakin menipisnya wawasan kebangsaan
masyarakat Indonesia. Artinya, pengetahuan, rasa memiliki, rasa
kebersamaan, dan rasa cinta sebagai orang Indonesia mengalami
kemerosotan.
Kegalauan tersebut misalnya terungkap dari Laksda TNI (Purn)
Koesnadi Kardi waktu beliau menjabat Kabagdiklat Dephan, dimana
beliau menyebutkan bahwa wawasan kebangsaan sudah sangat
menurun di berbagai kehidupan masyarakat baik di lingkungan
2
pendidikan, pemukiman masyarakat maupun di lingkungan kerja. Hal ini
tercermin dengan rendahnya kinerja masyarakat dalam berbangsa dan
bernegara. Untuk itu sudah saatnya semua komponen bangsa peduli
dalam meningkatkan wawasan kebangsaan masyarakat. Hal ini dapat
diupayakan melalui pendidikan kebangsaan baik di lingkungan
pendidikan formal maupun informal, pendidikan di lingkungan
pemukiman maupun pendidikan di lingkungan kerja.
Partai Politik (Parpol) sebagai salah satu komponen bangsa
sesungguhnya memiliki peran yang strategis untuk ambil bagian dalam
menumbuhkembangkan kembali wawasan kebangsaan masyarakat
Indonesia. Hal itu sangat dimungkinkan berdasarkan UU No. 31/Tahun
2003 tentang Partai Politik, yang antara lain memuat kebijakan yang
berkaitan dengan pendidikan politik masyarakat. Regulasi ini
memberikan isyarat betapa strategisnya peran Parpol dalam memberikan
pembinaan politik bagi masyarakat, termasuk yang berkaitan dengan
wawasan kebangsaan.
Pada Pemilihan umum Legislatif tahun 2009 terlihat jelas bahwa
parpol masih memiliki konstituen yang cukup besar. Hal ini ditandai
dengan perolehan suara 6 partai yang mendapat suara terbesar yaitu
1. Demokrat 21.703.137 (20,85)
2. PDI-P 14.600.091 (14,03)
3
3. Golkar 15.037.757 (14,45)
4. PKS 8.206.955 (7,88)
5. PAN 6.254.580 (6,01)
6. PPP 5.533.214 (5,32)
Partai Politik dituntut untuk dapat menyelenggarakan peran dan
fungsinya sebagai lembaga perumus dan dan sarana pencapaian cita-cita
politik bangsa. Partai Politik juga dituntut mampu mengartikulasikan
arah dan tujuan partai, memberikan penggalangan politik ke segenap
konstituennya secara konstruktif. Peran tersebut sangat dimungkinkan
mengingat Parpol dikenal sebagai salah satu pilar demokrasi bangsa.
Karena itu Parpol memiliki kewajiban untuk menjalankan perannya,
antara lain sosialisasi, pendidikan politik, pembekalan, rekruitmen serta
komunikasi politik kepada publik.
Pendidikan politik yang diberikan kepada publik antara lain berupa nilai-
nilai luhur bangsa, dan/atau pemupukan rasa kepercayaan/ideologi parpai
politik yang bersangkutan, termasuk menanamkan visi misi Parpol yang ingin
dicapai dalam kurun waktu yang ditentukan. Bila peran Parpol tersebut
dilaksanakan sebagaimana mestinya, maka para konstituen memiliki
kedewasaan politik serta punya wawasan kebangsaan yang kuat. Dengan kata
lain, pembekalan yang diberikan Parpol kepada masyarakat berkisar tentang hak
dan kewajiban anggota masyarakat agar mereka dapat berpartisipasi
4
mendukung kebijakan partai pada khususnya, umumnya kepentingan nasional
yang lebih luas. Lebih jauh dari itu, masyarakat dapat berperilaku sesuai dengan
kehendak politik partai dengan tingkat kedewasaan serta wawasan kebangsaan
yang mantap.
Sebagai konsep, kebangsaan merupakan mekanisme kehidupan kelompok
yang terdiri atas unsur-unsur yang beragam, dengan ciri-ciri persaudaraan,
kesetaraan, kesetiakawanan, kebersamaan, dan kesediaan berkorban bagi
kepentingan bersama. Konsepsi kebangsaan harus terus ditumbuhkan pada
masyarakat bangsa dan dikembangkan secara berstruktur, yaitu berturut-turut
pada tingkat kesadarannya, kemudian menjadikannya suatu paham, dan
mengaktualisasikannya dalam semangat kebangsaan (Edi Sudradjat, 1996).
Konsep kebangsaan tidak dapat diterima sebagai suatu yang sudah jadi, yaitu
sekedar warisan dari generasi terdahulu, tetapi harus dipupuk terus agar hidup
subur karena generasi-generasi berikutnya sudah tidak memiliki ingatan
kebersamaan sejarah dengan generasi sebelumnya. Setiap generasi harus
mengevaluasi perkembangannya agar diketahui bila telah terjadi penyimpangan
dari ciri-ciri konsep kebangsaan yang disepakati atau terjadi penyimpangan dari
tujuan semula, yaitu untuk apa bangsa Indonesia dahulu dibentuk.
Oleh karena itu masyarakat harus menyadari pentingnya
meningkatkan wawasan kebangsaan untuk masa-masa mendatang karena
kalau tidak di lakukan maka akan semakin timbul degradasi dalam
National and Character Building dan bangsa Indonesia tinggal saat-saat
5
kehancurannya saja bilamana tidak di lakukan serta tidak perlu malu-
malu lagi seperti yang dilakukan di jaman Orde Lama walaupun
metodenya harus diperbaiki tidak seperti di masa yang lalu yang syarat
dengan doktriner bukan menerima pendidikan kebangsaan dengan secara
kesadaran.
Senada dengan hal tersebut dalam Seminar bertema Menjalin Persatuan
dan Kesatuan dalam Menguatkan Wawasan Kebangsaan dan Penanaman Cinta
Tanah Air untuk Mencapai Masyarakat Madani yang Demokratis, yang
diadakan oleh Kowani bekerjasama dengan Dirjen Kesatuan Bangsa dan Politik
Depdagri di Jakarta, Menteri Pemberdayaan Perempuan RI (Menteri Kabinet
Bersatu-I) menunjukkan terjadinya banyak permasalahan di Negara ini adalah
karena kita mengabaikan wawasan kebangsaan sehingga masalah yang
seharusnya kita selesaikan bersama, kita selesaikan sendiri-sendiri dan tidak
efektif. Sebagaimana bangsa yang pluralistik dan multikultural kita harus
bertumpu pada kebersamaan, mutualisme, yang melalui Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945 telah didisain oleh para pendiri Negara sebagai sarana bagi
kita untuk menjadi bangsa yang besar, bersatu yang menjaga tanah air yang kaya
raya. Kearifan lokal budaya nasional harus diperkuat untuk membuat bangsa
Indonesia menjadi bangsa yang besar.
Munculnya konflik horizontal dan vertikal yang terjadi dalam kehidupan
sosial merupakan salah satu akibat dari semua krisis yang terjadi, termasuk
krisis dalam hal wawasan kebangsaan yang tentu akan melahirkan ancaman
disintegrasi bangsa. Apalagi, bila melihat bahwa bangsa Indonesia merupakan
bangsa yang plural seperti beragamnya suku, budaya, agama, dan berbagai
6
aspek politik lainnya, serta kondisi geografis negara kepulauan yang tersebar
luas. Semua ini mengandung potensi konflik (latent sosial conflict) yang dapat
merugikan dan mengganggu persatuan dan kesatuan bangsa bila tidak dikelola
dengan baik. Dewasa ini, dampak krisis multi-dimensional ini telah
memperlihatkan tanda-tanda awal munculnya krisis kepercayaan diri (self-
confidence) dan rasa hormat diri (self-esteem) sebagai bangsa.
Atas dasar latar belakang tersebut di atas, maka menarik untuk
melakukan penelitian dengan judul Penelitian Peranan Partai Politik
dalam Menumbuhkembangkan Wawasan Kebangsaan di Sumatera
Utara.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarakan uraian di atas dapat dirumuskan masalah penelitian ini,
yaitu:
1. Bagaimana peran parpol dalam melakukan pendidikan politik
kepada masyarakat khususnya yang berkaitan dengan pendidikan
menumbuhkembangkan wawasan kebangsaan ?
2. Faktor apakah yang menjadi kendala bagi Parpol dalam melakukan
peningkatan wawasan kebangsaan kepada masyarakat ?
7
1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1. Maksud Penelitian
Penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan data dan
informasi yang berkaitan dengan peran Partai Politik dalam menumbuh
kembangkan wawasan kebangsaan masyarakat di Sumatera Utara,
sehingga dapat dijadikan dasar pengambilan kebijakan bagi upaya-upaya
pemerintah dalam menumbuhkembangkan wawasan kebangsaan di
tengah-tengah masyarakat.
1.3.2. Tujuan Penelitian
Tujuan diselenggarakannya penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui dan menganalisis peran Parpol dalam
melakukan pendidikan politik khususnya yang berkaitan dengan
menumbuhkembangkan wawasan kebangsaan masyarakat.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang menjadi
kendala bagi Partai Politik dalam melakukan peningkatan
wawasan kebangsaan bagi masyarakat.
8
1.4. Sasaran Penelitian
Sasaran yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Mengetahui kinerja partai politik, apakah konsisten
menyelenggarakan amanah sebagai salah satu pilar demokratisasi
politik bagi masyarakat, khususnya yang berkaitan dengan
peningkatan wawasan kebangsaan.
2. Memberikan informasi yang berkaitan dengan apa yang telah
dilakukan oleh Parpol dalam upaya pembinaan politik kepada
masyarakat Sumatera Utara, khususnya yang berkaitan dengan
wawasan kebangsaan.
3. Merumuskan masalah dan kebijakan dalam bentuk rekomendasi
yang berkaitan dengan pembinaan wawasan kebangsaan
masyarakat, khususnya kerjasama Partai Politik dan Pemerintah.
1.5. Manfaat penelitian
Manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah:
1. Menjadi bahan masukan bagi pemerintah daerah, baik pemerintah
Provinsi maupun pemerintah Kabupaten/Kota dalam menyusun
kebijakan dan program yang berkaitan dengan pembinaan dan
pemberdayaan politik masyarakat di Sumatera Utara, khususnya yang
berkaitan dengan wawasan kebangsaan.
9
2. Menjadi in put yang berharga bagi pimpinan Parpol agar lebih antusias
melakukan program pendidikan politik kepada masyarakat,
khususnya yang berkaitan dengan wawasan kebangsaan.
1.6. Ruang Lingkup
Adapun yang menjadi ruang lingkup penelitian ini adalah: 1)
mendeskripsikan peran Partai Politik dalam melakukan pendidikan
politik kepada masyarakat, khususnya yang berkaitan dengan
menumbuhkembangkan wawasan kebangsaan masyarakat; dan 2)
merumuskan peran-peran parpol yang dapat bersinergi dengan
pemerintah dalam upaya pendidikan politik masyarakat (wawasan
kebangsaan).
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Peran Partai Politik
Partai politik memiliki arti yang sangat penting dalam kehidupan
yang demokratis. Dalam kehidupan politik modern yang demokratis
keberadaan partai politik menjadi satu keharusan, sebab fungsi utama
partai politik adalah bersaing untuk memenangkan pemilu,
mengagregasikan kepentingan, menyediakan alternatif kebijakan dan
mempersiapkan calon pemimpin yang akan duduk dalam pemerintahan.
Secara umum dapat dirumusakan bahwa partai politik adalah suatu
kelompok yang terorganisir yang anggota anggotanya mempunyai
orientasi, nilai nilai dan cita cita yang sama. Carl J. Friedrich, partai
politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan
tujuan merebut atau mempertahankan penguasa terhadap pemerintah
bagi pemimpin partainya kemanfaatan yang bersifat diil maupun materil.
R. H. Soltau partai politik adalah sekelompok warga negara yang sedikit
banyak terorganisir, yang bertindak sebagi suatu kesatuan politik dan
dengan memanfaatkan kekuasaanya untuk memilih bertujuan untuk
menguasi pemerintah dan melaksanakan kebijaksanaan umum mereka.
11
Partai politik dan parlemen (legislatif) merupakan dua aktor utama
masyarakat politik, yang memperoleh mandat dari masyarakat sipil,
berperan mengorganisir kekuasaan dan meraih kontrol atas negara untuk
kepentingan masyarakat. Peran partai politik itu diletakkan dalam arena
pemilihan umum, yang di dalamnya terjadi kompetisi antarpartai dan
partisipasi politik masyarakat sipil untuk memberikan mandat pada partai
atau kandidat pejabat politik yang dipercayainya.
Mengikuti logika demokrasi, para pejabat politik (legislatif dan
eksekutif) yang telah memperoleh mandat melalui partisipasi politik
masyarakat dalam pemilu harus mengelola sumberdaya ekonomi-politik
(kekuasaan dan kekayaan) bersandar pada prinsip transparansi,
akuntabilitas dan responsivitas untuk masyarakat. Dengan kalimat lain,
jabatan-jabatan politik yang diperoleh dari mandat masyarakat itu bukan
untuk kepentingan birokrasi, parlemen dan partai politik sendiri,
melainkan harus dikembalikan secara akuntabel dan responsif untuk
masyarakat. Prinsip ini sangat penting untuk diwacanakan dan
diperjuangkan karena secara empirik membuktikan bahwa pemerintah,
parlemen dan partai politik menjadi sebuah lingkaran oligharki yang jauh
dari masyarakat. Di sisi lain partai politik dan pemilihan umum
merupakan tempat yang paling tepat untuk proses rekrutmen politik,
dalam rangka mengorganisir kekuasaan secara demokratis.
12
Dalam konteks ini, sejak berkembangnya revolusi partisipasi
rakyat, maka partai politik menjadi bagian penting dari sistem politik
modern. Bahkan Roy C. Macridis mengatakan tidak ada sistem politik yang
dapat berlangsung tanpa partai politik. Di dalam masyarakat modern
partai politik menjadi fenomena umum dalam kehidupan politik. Partai
politik sebagai suatu asosiasi politik yang mengaktifkan, memobilisasi
masyarakat, mewakili kepentingan tertentu, dan melakukan pengkaderan
yang kemudian melahirkan pemimpin telah menjadi suatu keharusan.
Partai politik dengan demikian menjadi salah satu instrumen penting
untuk memobilisasi masyarakat ke dalam kekuasaan negara. Ini berarti
partai politik pada dasarnya adalah alat untuk memperoleh kekuasaan
dan untuk memerintah.
2.2. Fungsi Partai Politik
Adapun fungsi Partai Politik adalah:
1. Sosialisasi Politik
Sosialisasi politik dalam Ilmu politik, berarti sebagai proses
dimana seseorang memperoleh sikap dan orientasi terhadap fenomena
politik, yang pada umumnya berlaku dalam masyarakat dimana ia
berada. Setiap masyarakat mempunyai cara-cara untuk mensosialisasikan
penduduknya di dalam kehidupan politik. Biasanya proses sosialisasi
13
berjalan berangsur-angsur dari kanak-kanak sampai dewasa (Koiruddin,
2004)
2. Partisipasi Politik
Mobilitas warga negara dalam kehidupan dan kegiatan politik
merupakan fungsi khas dari Partai Politik. Zaman modern Partai Politik
dibentuk ketika semakin banyak jumlah rakyat yang diberi hak pilih, dan
ketika kelompok-kelompok masyarakat menuntut bahwa mereka harus
diberi hak untuk bersaing untuk memperebutkan suatu jabatan
pemerintahan (Koiruddin, 2004)
3. Rekruitmen Politik
Partai Politik berfungsi untuk mencari dan mengajak orang yang
berbakat untuk turun aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota partai.
Dengan demikian Partai Politik turut memperluas partisipasi politik.
Caranya ialah melalui kontak pribadi, persuasi dan lain-lain. Juga
diusahakan untuk menarik golongan-golongan muda untuk dididik
menjadi kader yang dimasa mendatang akan menggantikan pemimpin
lama. Kemudian kader tersebut diikutsertakan bersaing dengan partai-
partai untuk peran politik dalam parlemen, dalam kementerian dan
kabinet, dan pemerintahan daerah (Koiruddin, 2004)
14
4. Komunikasi Politik
Dalam menjalankan fungsi komunikasi politik, Partai Politik
menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat dan
mengaturnya sedemikian rupasehingga kesimpangsiura pendapat dalam
masyarakat berkurang. Fungsi ini dijalankan bersama dengan struktur
lain, yaitu komunikasi informasi, isu dan gagasan politik (Koiruddin,
2004).
5 Artikulasi Kepentingan
Menyatakan atau mengartikulasikan kepentingan mereka kepada
badan-badan politik dan pemerintah melalui kelompok-kelompok yang
mereka bentuk bersama orang lain yang memiliki kepentingan yang
sama.. Bentuk artikulasi kepentingan yang paling umum di semua sistem
politik adalah pengajuan permohonan secara individual kepada anggota
dewan kota, parlemen, pejabat pemerintah, atau dalam masyarakat
tradisional kepada kepala desa atau ketua suku. Dalam konsep partai
politik, partai politiklah yang melaksanakan hal-hal tersebut (Koiruddin,
2004)
15
6. Agregasi Kepentingan
Agregasi kepentingan merupakan cara tuntutan-tuntutan yang
dilancarkan oleh kelompok-kelompok yang berbeda digabungkan
menjadi alternatif-alternatif kebijaksanaan pemerintah. Dalam masyarakat
demokratik, partai merumuskan program politik dalam menyampaikan
usul-usul kepada badan legislatif, dan calon-calon yang diajukan untuk
jabatan-jabatan pemerintah, dalam menawarkan kebutuhan mereka kalau
kelompok kepentingan ini mau mendukung calon tersebut (Koiruddin,
2004).
7. Pembuatan Kebijakan
Jelas bahwa suatu partai akan berusaha untuk merebut kekuasaan
di dalam pemerintahan secara kontitusional. Dan sesudah dia
mendapatkan kekuasaan dalam pemerintahan, baik dalam bidang
eksekutif maupun legislatif maka dia akan mempunyai dan memberikan
pengaruhnya dalam membuat kebijaksanaan yang akan digunakan dalam
suatu pemerintahan (Koiruddin, 2004).
2.3. Sistem Kepartaian
Pembagian sistem kepartaian dapat diklasifikasikan menjadi tiga yaitu :
16
a. Sistem Partai Tunggal
Sistem partai tunggal dipakai pada partai yang mempunyai
kedudukan dominan di antara beberapa partai lainnnya. Suasana
kepartaian dalam sistem ini diindikasikan sebagai suasana non kompetitif,
oleh karena partai partai yang ada harus menerima pemimpin partai
dari partai yang dominan dan tidak dibenarkan bersaing untuk melawan
partai yang dominan tersebut. Hal yang patut diperhatikan bila adanya
keanekaragaman sosial dan budaya besar kemungkinan akan terjadi
gejolak sosial dan politik yang menghambat usaha pembangunan
(Budiarjo, 1992)
b. Sistem Dwi Partai
Pengertian sistem dua partai biasanya diartikan oleh adanya dua
partai atau adanya beberapa partai tetapi dengan peranan dominan dari
dua partai. Sistem dua partai umumnya diperkuat dengan
dipergunakannya sistem pemilihan single member contituency (sistem
distrik) dimana dalam setiap daerah pemilihan hanya dapat dipilih satu
wakil saja. Sistem pemilihan ini memiliki kecenderungan untuk
menghambat pertumbuhan dan perkembangan partai kecil sehingga
dengan demikian akan memperkokoh sistem dwi partai yang diterapkan
di berbagai negara (Budiarjo, 1992).
17
c. Sistem Multi Partai
Sistem multi partai dianggap lebih mencerminkan keanekaragaman
budaya dan politik. Sistem ini banyak dijumpai di Indonesia, Malaysia,
Perancis, Belanda, dsb. Sistem multipartai apabila disandingkan dengan
sistem pemerintahan parlementer mempunyai kecenderungan untuk
menitikberatkan kekuasaannya pada badan legislatif yang mengakibatkan
peranan eksekutif cenderung lemah. Hal ini karena tidak adanya satu
partai yang cukup kuat untuk membentuk satu pemerintahan yang
kokoh, sehingga harus selalu mengadakan koalisi dengan partai partai
lain. Dalam keadaan ini partai berkoalisi harus selalu mengadakan
kompromi dengan partai lainnya dan menghadapi kemungkinan bahwa
sewaktuwaktu dukungan dari partai koalisi yang dapat ditarik kembali
(Budiarjo, 1992)
Di lain pihak partai oposisi juga kurang memainkan peranan yang
jelas oleh karena sewaktuwaktu masingmasing partai dapat diajak
untuk duduk dalam pemerintahan koalisi. Hal ini menyebabkan
terjadinya berbagai kepentingan di dalamnya. Pola multi partai diperkuat
oleh sistem perwakilan berimbang yang memberikan kesempatan luas
bagi pertumbuhan partai-partai dan golongan kecil. Melalui sistem
perwakilan berimbang partaipartai kecil dapat menarik keuntungan dari
18
ketentuan bahwa kelebihan suara yang diperolehnya di suatu daerah
pemilihan dapat ditarik kedaerah pemilihan yang lain untuk
menggenapkan jumlah suara yang diperlukan dalam memenangkan satu
kursi dalam lembaga legislatif.
Sepanjang sejarahnya pemilihan umum yang dilakukan di Indonesia
telah dilaksanakan sebanyak sepuluh kali yaitu pemilu pada tahun 1955,
1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, dan 2004 dan 2009. Akan tetapi,
banyak yang mengatakan bahwa pemilu di Republik ini belum
berkualitas karena rakyat dianggap masih belum sadar politik.
Dari literatur sejarah kita mendapatkan pencerahan bahwa pemilu
pada tahun 1955 merupakan pemilu paling demokratis di negeri ini.
Setelah itu, pemilu turun kualitas demokrasinya. Kita tentu ingat pada
awal Orde Baru berkuasa, pemerintah menyederhanakan sistem
kepartaian di negara ini. Jumlah partai dibatasi jumlahnya hanya menjadi
dua saja, yaitu Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Demokrasi
Indonesia ditambah sebuah Golongan Karya. Yang disebut terakhir bukan
merupakan partai politik tetapi diperbolehkan mengikuti pemilu. Sebuah
kebijakan yang aneh.
Selama 32 tahun kekuasaan Orde Baru, rakyat Indonesia dijauhkan
dari politik. Politik sebagai panglima yang dijalankan oleh pemerintahan
lama digantikan dengan ekonomi sebagai panglima. Penjauhan rakyat
19
dari politik dimaksudkan untuk menciptakan stabilitas nasional. Bahkan,
selama 32 tahun kekuasaan Orde Baru, hasil pemilu sudah diplot
sedemikian rupa sehingga di setiap pemilu urutan hasil pemilu tidak
pernah berubah, selalu saja Golkar, PPP baru PDI. Selama itu pun, baik
pemerintah maupun partai politik tidak memberikan pendidikan politik
kepada rakyat. Sebagian besar rakyat dibiarkan tetap sebagai massa
mengambang.
Menyusul runtuhnya Orde Baru, keran politik dibuka lagi selebar-
lebarnya sehingga partai politik bermunculan seperti cendawan di musim
hujan. Sayangnya, banyaknya partai politik tersebut belum berbanding
lurus dengan tingkat kemelekan politik rakyat. Banyaknya partai politik
terjadi karena pemain lama berlomba-lomba mendirikan partai politik
baru, bukan karena besarnya kesadaran rakyat untuk ikut berpolitik.
Pembelengguan politik selama 32 tahun telah membuat rakyat menjadi
apolitik. Tentu membutuhkan waktu yang cukup lama untuk kembali
membangkitkan kesadaran politik rakyat. Partai politik sebagai pemain di
barisan terdepan memiliki kewajiban untuk memberikan pendidikan
politik bagi rakyat. Pemerintah harus memfasilitasi pendidikan politik
tersebut melalui penyisipan materi pendidikan politik di kurikulum
pendidikan nasional. Tujuan dari pendidikan politik tersebut adalah agar
rakyat menjadi subyek politik, menjadi pemain-pemain utama dalam
20
pentas perpolitikan nasional, bukan seperti yang diklaim selama ini
bahwa rakyat hanyalah obyek politik. Rakyat baru disertakan dalam
kegiatan politik setiap menjelang pemilu. Kita tentunya ingin mengubah
hal tersebut.
2.4. Teori Sistem Politik
Analisis sistem politik merupakan salah satu bidang analisis yang
menarik dan penting. Apabila dikaitkan dengan pesatnya perkembangan
jumlah dan aneka jenis sistem politik di dunia. Studi terhadap sistem
politik sebenarnya sudah sangat tua, bahkan sama tuannya dengan ilmu
politik itu sendiri, yang baru mungkin adalah pendekatan pendekatan
dan metode-metode ilmiah yang mendukungnya.
Secara garis besar perkembangan terhadap studi sistem politik dalam
bentuknya sekarang dimungkinkan oleh adanya dua hal. Pertama,
berkembang pesatnya perhatian sarjana-sarjana ilmu politik di Barat
terhadap wilayah baru di luar Eropa dan Amerika utara yang tercermin
dalam sejumlah besar studi politik yang sebelumnya terbatas untuk
wilayah Eropa dan Amerika Utara menjadi meluas dengan meliputi
wilayah-wilayah Asia, Afrika dam Amerika latin. Yang kedua adalah
banyaknya kemajuan yang dicapai dalam studi tingkah laku yang sering
21
disebut behavioral approach yang kemudian banyak diterapkan dalam
penelitian kehidupan sistem politik.
Sebagian besar kaum behavioral menolak penempatan institusi
politik sebagai unit dasar analisa politik. Tidak membuang lembaga
politik politik formal sebagai objek study politik, tetapi mereka juga
mempelajari gejala-gejala sosial yang besifat politik. Jadi unit analisa
mereka adalah individu dan kelompok. Kedua, mereka berasumsi tentang
adanya kesatuan- ilmu-ilmu sosial. Ketiga, digalakkannya pengembangan
dan pemanfaatan teknik-teknik yang menjamin kadar ketepatan tinggi
dalam obserpasi. Keempat, mereka berpendapat bahwa tujuan ilmu
politik adalah pembentukan teori politik yang sistematik dan empirik
yang bisa menggambarkan secara jelas kehidupan politik.
Pendekatan teori Gabriel A Almond, merupakan alternatif paling awal
dan bagus yang menggambarkan masyarakat politik sebagai suatu sistem.
Teori ini akan memaparkan dan menganalisis kategori-kategori yang lebih
tepat. Untuk memperoleh pengertiam sistem politik secara mendasar,
maka terlebih dahulu kita harus mengetahui apa arti sistem sistem politik
walapun istilah sistem politik telah sering disebut-sebut dan
diperguanakan dalam kehidupan sehari-hari oleh berbagai kalangan.
Suatu kumpulan kumpulan, pendapat-pendapat, prinsip-prinsip yang
membentuk suatu kesatuan yang berhubungan satu sama lain.
22
Suatu sistem selalu terkait dengan keadaan dimana bagiannya satu
sama lain bergantung secara fungsional, yang mempunyai batas batas
tertentutapi merupakan komponen daripada suatu keutuhan yang bulat.
Jika salah satu komponen itu berubah maka bagian-bagian lainya pasti
berubah. Contohnya, dalam sistem politik, kelahiran partai partai politik
dengan sendirinya akan merubah penampilan truktur dalam sebuah
sistem. Baik kemampuan domestik maupun internasional. Dengan
perkataan lain, dengan suatu variable dalam sebuah sistem politik
mengalami perubahan kualitias dan kuantitas, maka yang lain juga akan
mengalami perubahan yang sama. Waupun dalam kadar yang berbeda. Di
samping itu, akibat tekanan lingkungan, maka sistem juga akan berubah
penampilannya hingga bagian yang mengalami tekanan itu kembali
dalam kondisi semula.
Suatu sitem politik terdiri dari interaksi peranan para warga negara.
Orang yang sama dalam sistem politik dapat sekaligus memainkan
peranan lain seperti dalam sistem ekonomi, sosial dam lainya. Sistem juga
selalu dimulai dari satu tempat dan diakhiri ditempat lain. Kalau
dikaitkan langsung dengan sistem politik bukanlah pekerjaan gampang,
sebab sistem politik bukan diatur oleh perorangan melainkan peranan
yang telah melembaga (Rahman, 2002). Jadi sistem dianggap sebagai
pola yang relative tetap dari hubungan antara manusia yang melibatkan
23
makna yang luas dari kekuasaan, aturan-aturan dan kewenangan. Pada
setiap sistem politik akan ditemui berbagai struktur politik. Struktur
politik adalah suatu cara bagaimana sesuatu itu disusun atau dibangun
yang saling berhubungan antara orang seorang dan organsisasi. Didalam
suatu situasi struktur ini mempunyai unsur-unsur yang stabil, seragam
dan terpola.
Konsep sistem merupakan salah satu unsur sistem itu sendiri, sistem
berasal dari bahasa yunani kuno yakni systema yang artinya kurang lebih
(Antonius, 2004). Suatu hubungan yang tersususn dari sekian banyak
bagian dan komponen-komponen secara teratur. Sebagai contoh dapat
dikatakan bahwa sistem dapat digunakan untuk kumpulan atau
himpunan benda-benda yang disatukan atau di padukanoleh suatu
bentuk yang saling berkaitan. Ada beberapa pendapat tentang pengertian
sistem politik. Menurut pamudji, Sistem adalah Suatu kebulatan atau
keseluruhan komlek atau terorgansisir, suatu hi,punan atau perpaduan
hal-hal atau bagian-bagian yang membentuk suatu kebulatanatau
keseluruhan yang komleks. Menurut poerwadarmita, sistem adalah
Sekelompok bagian-bagian (alat dan sebagianya) yang bekerja bersama-
sama dan untuk melakukan sesuatu
Menurut soemantri, sistem adalah Sekelompok bagian-bagian yang
bekerja bersama-sama untuk melakukan suatu maksud. Apabila salah
24
satu bagian rusak atau tidakdapa menjalankan tugasnya maka maksud
yang hendak di capai tidak akan tepenuhi atau setidak-tidaknya sistem
yang sudah terwujud akan mendapat gangguaan.
Dengan demikian secara harafiah dapat dikatakan bahwa sistem
politik ialah kumpulan pendapat pendapat prinsip prinsip dan lain-lain
yang membentuk suatu kesatuan yang berhubungan satu sama lain untuk
mengatur pemerintahan serta melaksanakan dan mempertahankan
kekuasaan dengan cara mengatur hubungan antara individu atau
kelompok individu yang lain.
2.5. Pendidikan Politik oleh Partai Politik
Di dalam Pasal 5 Undang-undang No.31 Tahun 2002 dijelaskan bahwa
tujuan Partai Politik ada 2, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.
1. Tujuan Umum Partai Politik:
a. Mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945,
b. Mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila
dengan menjunjung tingi nilai kedaulatan rakyat dalam kesatuan
Republik Indonesia.
25
2. Tujuan khusus Partai Politik adalah memperjuangkan cita-cita
para anggotanya demi kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara
Dalam hal ini, Revisi UU 31 tahun 2002 terlihat jelas bahwa Partai
Politik disamping memiliki Tujuan Umum dan tujuan Khusus juga
memiliki tujuan atau peran sebagai lembaga/institusi yang memberikan
pendidikan politik terhadap masyarakat. Dengan artian perkembangan
masyarakat dan politik yang semakin berkembang pesat, diperlukan
peran serta yang lebih dari sebuah partai politik.guna memberikan sebuah
pendidikan kepada masyarakat dalam hal ini tentang politik yang baik
dan benar. Seyogianya kiprah partai politik di Indonesia bisa
menampilkan diri sebagai agen pencerahan. Sebab partai politik
mengemban peran dan fungsinya yang kalau saja dijalankan secara
konsisten akan membawa perubahan pada peningkatan kesadaran politik
masyarakat.
Salah satu fungsi partai politik adalah melakukan pendidikan politik.
Alhasilnya, fungsi pendidikan politik partai politik belum menunjukkan
hasil yang signifikan bagi peningkatan kesadaran politik masyarakat.
Justru partai politik menuai kritik dan pertanyaan. Karena partai politik
cenderung mengutamakan kepentingan kekuasaan atau kepentingan para
elit partai politik ketimbang kepentingan untuk memajukan masyarakat,
26
bangsa dan negara. Ironisnya, pendidikan politik yang kerap
dikumandang para elit partai politik hanya menjadi sebuah slogan tak
bermakna. Kondisi ini menuntut setiap partai politik untuk mengevaluasi
sejauhmana orientasi dan implementasi visi dan misi partai secara
konsisten dan terus-menerus.
Pelaksanaan pendidikan politik partai politik dalam revisi UU No 31
tahun 2002 tentang partai Politik bertujuan agar implementasi fungsi
pendidikan partai politik dapat dijalankan secara terukur dan
bertanggung jawab oleh setiap partai politik. Revisi Undang-Undang
Partai Politik diharapkan bisa menjawab perkembangan dinamika
masyarakat yang semakin maju. Pengaturan implementasi fungsi partai
politik dalam revisi UU partai politik tidak harus diatur secara detail.
Sesungguhnya pendidikan politik menjadi kewajiban parpol yang diatur
dalam kebijakan masing-masing partai politik. Implementasi fungsi dan
peran partai tidak mengarah pada upaya deparpolisasi sehingga dapat
menghambat demokrasi. Peningkatan peran dan fungsi partai politik
menginsyaratkan adanya dukungan dari publik termasuk pemerintah
misalnya dukungan dari aspek pendanaan.
27
2.6. Permasalahan Wawasan Kebangsaan
Masa depan kebangsaan kita sebagai bangsa yang majemuk baik suku,
etnis, agama dan kultur lokal, merupakan sesuatu yang tidak taken for
granted. Belajar dari sejarah berbagai negara seperti Uni Soviet, Yugoslavia
dan Cekoslovakia (Pesic,1996). Uni Soviet, kendati merupakan negara
super power, namun mengalami kehancuran setelah 70 tahun, karena tidak
mampu menjaga integrasi nasionalnya. Indonesia yang sudah lebih dari
63 tahun berdiri sebagai negara bangsa tidak serta merta terhindar dari
ancaman disintegrasi nasional. Terutama melemahnya semangat
nasionalisme oleh karena tarikan globalisme, lokalisme dan radikalisme.
Tarikan-tarikan tersebut menguat karena pemerintah selama ini gagal
mewujudkan cita-cita nasional antara lain membangun masyarakat yang
adil dan makmur, sehingga memunculkan prasangka, sentimen dan
ketidakpuasan sosial yang luas. Persatuan dan kesatuan bangsa yang
selama ini menjadi retorika, ternyata belum mampu mengakomodasi
aspirasi secara adil. Penguasaan sumber-sumber kemakmuran hanya
berada di tangan kelompok elite yang menindas mayoritas bangsa.
Akibatnya rasa dan semangat kebangsaan yang lahir dari semangat
senasib sepenanggungan menjadi melemah. Ideologi Pancasila yang
merupakan pemersatu bangsa nilainya semakin merosot dan mendorong
sebagian orang atau kelompok mencari alternatif ideologi lain. Kondisi
28
yang demikian bila tidak segera ditangani secara sadar dan sungguh-
sungguh maka akan mengancam kelangsungan kebangsaan kita.
Ada dua masalah penting kebangsaan yang dihadapi Indonesia, yakni
pertama, merosotnya pemahaman kebangsaan dalam tiga elemen yaitu
masyarakat, kekuatan-kekuatan politik formal (partai politik) dan
organisaisi-organisasi sosial yang ekslusif-komunal. Kedua, munculnya
etno-nasionalisme (lokalisme) baik karena sebab historis maupun karena
penerapan desentralisasi yang terdistorsi.
Menurut Coleman (1964) integrasi nasional akan berhasil jika elite
politik mampu mengitegrasikan hubungan yang baik antar elite dan
massa. Hubungan yang baik ini meliputi hubungan politik yang adil dan
harmoni, sehingga tercipta integrasi politik dan integrasi teritorial.
Apabila elite gagal menjalankan peran dan fungsinya di mana elite
politik tidak mampu lagi mengendalikan gerakan resistensi sosial dan
politik terhadap ideologi politik (dalam hal ini Pancasila dan Wawasan
Kebangsaan) serta teritorial (dalam hal ini mempertahankan kesatuan
wilayah Indonesia), maka akan bermuara pada keruntuhan Negara ini.
Etno-nasionalisme (lokalisme) jika tidak dikelola dengan baik, dalam
jangka panjang maupun menengah merupakan ancaman yang sangat
relevan bagi wawasan kebangsaan Indonesia. Lokalisme di Indonesia kini
muncul dalam tiga bentuk, yakni etno-nasionalisme yang menghendaki
29
kemerdekaan total dari Republik Indonesia (kasus gerakan kemerdekaan
Papua), etno-nasionalisme yang menghendaki otonomi seluas-luasnya
dengan sistem hukum dan ketatanegaraan yang berbeda (Aceh) dan etno-
nasionalisme dalam sistem desentralisasi di mana elite politiknya
menghedaki kepemimpinan lokal didominasi oleh orang-orang lokal
(putra daerah).
Dalam masalah etno-nasionalisme, menarik untuk dikaji tulisan
Liphart (1985) mengenai etnokrasi yang bersemangat demokrasi di Afrika
Selatan sebagai affirmative action. Arend mengemukakan bahwa di negeri
yang dikenal dengan kuatnya politik pembedaan warna kulit itu, elite
politik memilih kategori power sharing yang partisipasionis yakni
kekuasaan dibagi secara merata, bentuknya melalui penciptaan suatu
entitas politik baru yang menampung partisipasi semua pihak (etnik).
Metode ini ternyata cukup efektif untuk mempertahankan demokrasi,
sekaligus menjaga integritas nasional dan wawasan kebangsaan yang
berbasis etnokrasi tersebut. Sekalipun dalam kondisi yang berbeda
metode ini mungkin berguna untuk dijadikan referensi dengan berbagai
penyesuaian bagi upaya mempertahan integritas nasional Indonesia yang
plural dan terdiri dari berbagai etnik dan agama, yang berdasarkan
Pancasila, yang tidak mengenal dominasi mayoritas dan tirani minoritas.
30
Reformasi yang membuahkan elite dan partai-partai politik baru
ternyata tidak serta merta memperkuat semangat dan wawasan
kebangsaan. Malah sebaliknya semangat lokalisme, primordialisme, dan
sektarianisme, justru yang semakin menguat. Merosotnya pemahaman
wawasan dan semangat kebangsaan di antara elite kekuatan-kekuatan
politik termasuk partai-partai nasionalis, akan mendatangkan masalah
integrasi yang pelik di kemudian hari. Hal ini tentu saja bukan disebabkan
hidupnya kembali politik aliran, namun lebih banyak disebabkan karena
latar belakang para elite politik yang mulai meninggalkan wawasan dan
semangat kebangsaan.
Belajar dari pengalaman sejarah perpolitikan Indonesia di masa lalu,
kendati terpolarisasi dari kanan (baik Islam maupun Kristen), tengah
(Nasionalis) dan kiri (Komunis, Sosialis), namun tidak memunculkan
ancaman integrasi nasional, karena wawasan dan semangat kebangsaan
merupakan arus yang utama.
Menghadapi tantangan dan ancaman keindonesiaan kita, maka upaya
menemukan kembali keindonesiaan menjadi suatu kemutlakan.
Diperlukan revitalisasi ideologi Pancasila baik melalui praktek politik
maupun dalam proses pendidikan. Dalam pendidikan revitalisasi ideologi
Pancasila tidak saja melalui pendidikan kewarganegaraan yang
cenderung sekadar menjadi pengetahuan, melainkan juga pendidikan
31
kebangsaan yang lebih bersifat afektif, baik di sekolah, pesantren,
seminar, maupun pendidikan non-formal untuk orang-orang dewasa
yang meliputi para pemimpin politik, sosial, budaya dan golongan-
golongan strategis lainnya.
Selain itu perlu didorong kearifan lokal yang memberikan
penghargaan tentang kepelbagaian dalam membangun kesadaran
multikultural Indonesia dalam bingkai paradigma Bhineka Tunggal Ika.
Melalui upaya ini dibangun pemahaman Indonesia sebagai plural society.
Untuk mengatasai masalah benturan antar kultur yang mengancam
kebangsaan Indonesia, salah satunya dengan pendidikan demokrasi,
kewarganegraaan (civic education), dan pemahaman tentang
multikulturalisme. Jika kita mengacu pada Young (2002) akan menjadi
jelas bahwa untuk mempertahankan komunitas yang majemuk dan penuh
konflik, dibutuhkan demokrasi dan agenda penghormatan
multikulturalisme untuk membuka kesadaran masyarakat agar bisa lebih
menerima perbedaan. Salah satu langkahnya, seperti dianjurkan Young
adalah diperbanyaknya struktur partisipatoris (participatory structures) di
mana setiap orang dengan segala perbedaan etnis, jender, status
(kedudukan), dan asal-usul geografis atau kepercayaan mampu
memperkenalkan pandangan masing-masing atas realitas sosial dan
menampung representasi suara-suara perbedaan mereka.
32
Ketika zaman bergerak ke arah yang lebih modern yang ditandai
dengan reformasi di segala hal, kehidupan kepartaian, kita justru
mengalami kemunduran berarti. Sejak reformasi 1998, hamper semua
aspek sudah direformasi, kecuali partai politik. Ketika gerakan mahasiswa
menggulingkan rezim Orde Baru pada 1998, mereka lupa bahwa masih
ada musuh yang belum ditumbangkan yakni roh tradisionalisme
partai-partai politik, yang pelan-pelan menerkam gerakan reformasi dari
belakang. Selain itu juga sektarianisme partai yang secara massif
menjauhkan diri dari wawasan kebangsaan Indonesia.
33
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kombinasi
pendekatan kualitatif dan kuantitatif dengan model dominant-less dominant
design (Cresswell, 1994). Pendekatan kualitatif yang menekankan pada
prosesual dimaksudkan agar peneliti dan proses penelitian tidak terjebak
pada kerangka pemikiran teoritik yang kaku dan bersifat streotipik,
sehingga apa yang menjadi tujuan dalam penelitian ini dapat diperoleh.
Sedangkan pendekatan kuantitatif digunakan untuk melihat pandangan
responden terhadap apa yang telah dilakukan parpol terkait dengan peran
Parpol dalam pendidikan politik masyarakat (wawasan kebangsaan).
3.2. Informan Penelitian
Informan dalam penelitian ini adalah pengurus partai yang
ditetapkan sebagai subjek penelitian yaitu Partai Demokrat, Golkar, PDIP,
PKS, PAN, dan PPP yang berada di Kota Medan dan Tebing Tinggi.
Sebagai tambahan akan disebarkan kuesioner kepada 20 orang pengurus
partai yang dijadikan subjek penelitian.
34
3.3. Teknik Pengumpulan Data
Data yang akan dikumpulkan berasal dari dua sumber yaitu sumber-
sumber tangan pertama (data primer) dan sumber-sumber tangan kedua
(data sekunder). Data-data primer diperoleh melalui teknik wawancara
mendalam (in-depth interview) untuk pendekatan kualitatif. Untuk
mendapatkan informasi yang benar-benar akurat dilakukan teknik
triangulasi. Sedangkan untuk pendekatan kuantitatif, data primer
dikumpulkan melalui teknik survei dengan mendistribusikan seperangkat
daftar pertanyaan semi terbuka (semi open ended questionary) kepada para
responden penelitian. Untuk data-data sekunder akan dikumpulkan dari
hasil olahan data orang lain, baik berupa dokumen, laporan, publikasi,
dan sebagainya.
3.4. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Provinsi Sumatera Utara dengan memilih
sample penelitian pada Parpol yang ada di Kabupaten/Kota.
3.5. Analisis Data
Untuk pendekatan kualitatif, analisis dilakukan secara simultan dengan
proses pengumpulan data (on going analysis). Analisis kualitatif ini
dilakukan mengikuti proses antara lain, reduksi data, penyajian data dan
35
menarik kesimpulan berdasarkan reduksi dan penyajian data yang telah
dilakukan sebelumnya.
Untuk pendekatan kuantitatif digunakan teknik analisis statistika
deskriptif. Analisis statistika deskriptif digunakan untuk menganalisis
variabel-variabel yang dinyatakan dengan sebaran frekwensi, baik secara
angka-angka mutlak maupun sebaran frekwensi dan persentase.
3.6. Jadwal Penelitian
Penyelenggaraan tugas penelitian ini diharapkan tuntas dalam waktu 4
(empat) bulan atau 120 hari kerja, terhitung sejak bulan Juli sampai
dengan Oktober 2010. Tahapan pelaksanaan kegiatan peneltian ini dapat
dirinci seperti Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Rincian Tahapan Pelaksanaan Kegiatan
Bulan No. Kegiatan
Juli Agust Sept Okt
1. Persiapan Kegiatan 2. Identifikasi & Inventarisasi Data 3. Penelitian Lapangan 4. Pengolahan Data dan Analisa 5. Penulisan Draft Awal 6. Asistensi Laporan/Seminar Hasil 7. Perbaikan dan Pelaporan Akhir
.
36
3.7. Pelaksana Kegiatan
Kegiatan penelitian ini akan dilaksanakan dengan susunan organisasi
pelaksana sebagai berikut:
Penanggungjawab
Anggota
Ketua
Sekretaris
LP, PT, Konsultan
Anggota Anggota Anggota
37
BAB IV
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
4.1. Letak Geografis
Secara geografis, Propinsi Sumatera Utara terletak pada 1-4
Lintang Utara dan 98-100 bujur timur merupakan bagian dari wilayah
pada posisi silang di kawasan Palung Pasifik Barat. Daerah ini berbatasan
di sebelah utara dengan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, di sebelah
selatan dengan Provinsi Riau, di sebelah timur dengan Selat Malaka dan
di sebelah barat dengan Samudera Indonesia.
Daerah Propinsi Sumatera Utara seluas 71.680 km2 secara geografis
terbagi atas wilayah pantai timur, wilayah dataran tinggi, wilayah pantai
barat dan wilayah kepulauan serta memiliki topografi, kontur dan iklim
yang beraneka ragam.
4.2. Selayang Pandang Sumatera Utara
Sejak akhir abad ke 19 di Sumatera Utara telah berkembang
perusahaan-perusahaan perkebunan besar tembakau, karet, kelapa sawit,
kopi, teh dan kakao yang menempatkan daerah ini sebagai kawasan
perkebunan terkemuka di Indonesia. Sampai saat ini hasil perkebunan
38
tersebut masih merupakan andalan utama komoditas ekspor Sumatera
Utara.
Perkembangan pemekaran wilayah Kabupaten/kota yang begitu
pesat di Propinsi Sumatera Utara, telah menambah jumlah
Kabupaten/kota pada tahun 2004 menjadi 25 Kabupaten/kota, yang
terbagi dalam Kabupaten 18 Kabupaten, kota 7 kota, kecamatan 361
kecamatan, desa/kelurahan 5616 desa/kelurahan dengan ibukota
propinsinya Medan dengan luas 265 km2 dan jumlah penduduk 2 juta
jiwa.
Jumlah penduduk Sumatera Utara sebesar 12.643.494 (Data BPS
2006), dimana persentase penduduk penduduk yang beragama Islam
menempati persentase yang tertinggi (65,45 persen), persentase penduduk
yang menganut agama Kristen (Katolik dan Protestan) sebesar 31,40
persen. Sisanya adalah penduduk yang menganut agama Hindu dan
Budha masing-masing sebesar 0,19 persen dan 2,82 persen.
Ditinjau dari suku bangsa, sekitar sepertiga penduduk Sumatera
Utara adalah suku Jawa (33,40 persen), disusul suku Batak Tapanuli dan
Toba sebesar 25,62 persen, dan penduduk bersuku Mandailing
(Mandailing dan Angkola) sebesar 11,27 persen. Suku-suku lain yang
persentasenya relatif sama adalah suku Nias, Melayu dan Karo dengan
persentase masing-masing sekitar 5-6 persen. Suku Cina, Minang dan
39
Simalungun masing-masing sekitar 2 persen. Data di atas menunjukkan
kehidupan majemuk yang dinamis merupakan salah satu karakteristik
Provinsi Sumatera Utara.
4.3. Potensi Sumatera Utara
Provinsi Sumatera Utara memiliki potensi daerah yang sangat
potensial untuk didayagunakan untuk mengembangkan kapasitas daerah
dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat Sumatera Utara. Sebagian
potensi yang ada telah termanfaatkan namun masih tersedia potensi yang
lebih besar untuk pembangunan ke depan.
Provinsi Sumatera Utara yang memiliki luas 71.680 Km2 berada
pada posisi strategis yakni pada jalur lalu lintas perdagangan dunia yang
cukup padat yakni Selat Malaka. Selain itu Sumatera Utara juga berada
dalam kawasan pertumbuhan ekonomi regional Indonesia, Singapura,
Malaysia dan Thailand. Sampai saat ini daerah Sumatera Utara telah
dihubungkan transportasi darat, laut dan udara dengan negara Singapura,
Malaysia, dan Thailand yang memfasilitasi perdagangan antar
daerah/negara tersebut.
Dengan posisi yang strategis tersebut, Sumatera Utara akan lebih
mudah berintegrasi dengan perekonomian global dan memanfaatkan
40
potensi yang cukup besar di negara Singapura, Malaysia dan Thailand.
Sumatera Utara yang memiliki produk yang dibutuhkan di Negara-
negara tersebut seperti sayuran, daging, produk perkebunan, pariwisata
dan lain-lain, posisi strategis tersebut akan dapat memberi manfaat
maksimal bagi Sumatera Utara.
Daerah Sumatera Utara memiliki perairan dan daratan yang
mempunyai potensi sumber daya alam terbaharui (Renewable Resourches).
Perairan Timur Sumatera Utara dan Perairan Barat Sumatera Utara
mempunyai sumber daya terbaharui yang dapat didayagunakan baik
uintuk pengembangan usaha perikanan, aquakultur maupun kegiatan
pariwisata. Selain perairan yang cukup luas, Sumatera Utara juga
memiliki garis pantai dan pulau-pulau kecil yang potensial untuk usaha
tambak dan aquakultur lainya.
Selain perairan laut Sumatera Utara juga memiliki perairan air
tawar berupa Danau Toba dan sungai-sungai baik yang bermuara ke Selat
Malaka maupun ke Samudera Indonesia. Selain dapat dimanfaatkan
untuk kegiatan perikanan dan pariwisata juga dapat dimanfaatkan untuk
pembangkit listrik.
Daratan Sumatera Utara yang terbentang mulai dari dataran
rendah sampai daratan tinggi/pegunungan meiliki lahan yang relatif
41
subur, iklim tropis dan mendekati sub tropis serta kekayaan keaneka
ragaman hayati (biodiversity). Dengan bentangan daerah Sumatera Utara
yang mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi, Sumatera Utara
berepeluang sebagai penghasil produk agribisnis tropis maupun
agribisnis sub tropis di kawasan Asia Tenggara.
Provinsi Sumatera Utara saat ini sudah menghasilkan berbagai
produk agribisnis yang dapat dikembangkan menjadi produk unggulan
baik pada level Nasional, level Asean, maupun level Dunia. Produk
Agribisnis yang dimaksud adalah CPO, crumb rubber, teh, kakao,
tembakau deli, kopi arabika, kopi robusta, beras, jagung, jeruk, pisang
barangan, salak, markisa, rambutan, manggis, durian, dan berbagai jenis
sayuran. Produk agribisnis tersebut sudah lama menjadi ekspor Sumatera
Utara ke daerah lain dan sebahagian diantaranya sudah menjadi produk
eksport seperti ke Singapura, Malysia, dan Jepang.
Selain Produk agribisnis tersebut, Sumatera Utara khususnya Kota
Medan juga memiliki berbagai jenis makanan yang sudah terkenal di
Indonesia seperti bika ambon, manisan jambu klutuk, roti bolu gulung,
dan lain-lain.
Produk agribisnis yang dihasilkan Sumatera Utara tersebut selama
ini belum dikembangkan lebih lanjut. Minyak Sawit misalnya Sumatera
42
Utara masih menghasilkan CPO sebagai produk utama. Padahal dari CPO
dapat dihasilkan ratusan produk turunan yang bernilai ekonomi tinggi.
Demikian juga karet, produk utama masih berupa crumb rubber. Padahal
dapat dikembangkan lebih lanjut untuk menghasilkan ban dan barang-
barang dari karet.
Sampai saat ini Sumatera Utara sudah berhasil menghasilkan
produk agribisnis primer. Langkah selanjutnya melakukan pendalaman
industri ke hilir (down stream) dan ke hulu (up stream). Untuk
menghasilkan produk bernilai tambah tinggi, berdaya saing secara
internasional sehingga dapat mempercepat peningkatan pendapatan.
Provinsi Sumatera Utara juga memiliki objek wisata yang sangat
potensial. Wisata Bahari ada di pantai timur dan pantai barat Sumatera
Utara. Wisata Danau ada di Danau Toba. Wisata Agro ada di daerah
perkebunan. Wisata hutan alam terdapat di sepanjang Bukit Barisan,
termasuk Wisata Margasatwa di Bukit Lawang. Wisata Gunung di
Berastagi, Simarjarunjung, dan lain-lain. Selain itu juga terdapat Wisata
Bersejarah seperti Istana Maimun (Medan), Rumah Bolon (Pematang
Purba), Kerajaan Sisingamangaraja (Bakkara), dan lain-lain.
Sampai tahun 1980-an, Sumatera Utara masih tergolong lima besar
daerah tujuan wisata di Indonesia. Namun setelah tahun 1990-an
43
mengalami penurunan karena kurangnya pengelolaan daerah wisata di
Sumatera Utara. Padahal potensi pariwisata di Sumatera Utara sangat
banyak dan lengkap, mulai dari wisata Bahari sampai wisata
pegunungan.
Pariwisata Sumatera Utara ke depan perlu sesegera mungkin,
dipulihkan dan dikembangkan dengan standar kualitas pariwisata
internasional. Perkembangan pariwisata di Sumatera Utara sangat banyak
dan lengkap mulai dari Wisata Bahari sampai Wisata Pegunungan.
Pariwisata Sumatera Utara ke depa perlu sesegera mungkin
dipulihkan dan dikembangkan dengan standar kualitas pariwisata
internaional. Perkembangan pariwisata di Sumatera Utara akan ikut
mengembangkan sektor terkait seperti perhotelan, transportasi dan
restoran-restoran.
Sumber daya manusia merupakan aktor penentu keberhasilan
pembangunan. Sumber daya manusia yang dimaksud mencakup sumber
daya manusia pengusaha, sumber daya manusia teknokrat (ilmuwan) dan
sumber daya manusia birokrat (pengusaha).
Provinsi Sumatera Utara memiliki SDM yang potensial baik
pengusaha mulai dari petani/nelayan, pedagang, pengusaha UKMK,
44
pengusaha besar maupun SDM teknokrat (ahli-ahli) yang ada di
Perguruan Tinggi. SDM Sumatera Utara memiliki karakteristik yang unik
antara lain daya juang tinggi, berani, progresiv, mandiri dan terbuka,
yang sangat sesuai dengan kebutuhan pembangunan.
Selama ini Sumatera Utara sudah terkenal sebagai pencetak SDM
nasional, baik sebagai pengusaha, ilmuwan maupun birokrat. Pada
bidang pengusaha saat ini banyak pengusaha kelas nasional yang berasal
dari Sumatera Utara. Demikian juga SDM Ilmuwan Nasional dan SDM
Birokrat Nasional banyak yang berasal dari Sumatera Utara. Sumatera
Utara tercatat sebagai pengekspor SDM bermutu ke daerah lain.
Selama ini SDM Sumatera Utara belum banyak di dayagunakan
untuk pembangunan di Sumatera Utara, sehingga banyak dari SDM yang
bermutu migrasi ke daerah lain, khususnya ke DKI Jakarta. Hal ini dapat
memperkuat SDM Sumatera Utara bila dikembangkan networking antara
SDM yang ada di Sumatera Utara denga SDM eks-Sumatera Utara yang
berada di daerah lain. Di masa yang akan datang Pemerintah Provinsi
Sumatera Utara perlu lebih mendayagunakan SDM Sumatera Utara yang
potensial tersebut dan mendayagunakan SDM eks-Sumatera Utara
melalui pengembangan networking SDM, guna mempercepat
pengembangan Sumatera Utara.
45
Salah satu keunikan dan sekaligus keunggulan Sumatera Utara
adalah penduduknya terdiri dari ragam etnis/budaya seperti enis Batak,
Jawa, Melayu, Cina, India, Minang, Aceh dan lain-lain. Karena itu
Sumatera Utara bukan hanya miniatur Indonesia bahkan miniatur Asia
Tenggara. Keberagaman/kebhinekaan penduduk Sumatera Utara selama
ini terkelola dengan baik sehingga melebur menjadi Orang Sumut atau
Orang Medan yang menjadi identitas masyarakat Sumatera Utara.
Keragaman etnis dan budaya Sumatera Utara yang demikian
merupakan modal sosial (social capital) yang penting dalam
pembangunan ke depan. Keragaman yang harmonis akan melahirkan
pemikiran-pemikiran yang inovatif, membangun kepercayaan yang
dinamis, memperkuat team work pembangunan, tidak ekslusif dan
membangun budaya kompetisi yang sehat.
Selain keragaman etnis/budaya, masyarakat Sumatera Utara juga
memiliki keragaman agama/kepercayaan. Semua agama-agama besar ada
di Sumatera Utara seperti Islam, Kristen, Katholik, Budha, Hindu,
Konghucu dan lain-lain, yang hidup secara berdampingan, toleran dan
saling menghargai. Konflik antar umat beragama hampir terjadi sepanjang
sejarah Sumatera Utara.
46
Keragaman agama/kepercayaan yang harmonis tersebut,
merupakan modal spritual (Spritual Capital) yang sangat ini dibutuhkan
pembangunan di segala bidang. Selama ini modal spritual tersebut belum
banyak didayagunakan untuk pembangunan.
Di masa yang akan datang, di mana telah terjadi globalisasi
finansial, keunggulan finansial bukan lagi penentu daya saing suatu
negara/daerah karena modal finansial bisa bergerak kapan saja dan
kemana saja. Faktor penentu daya saing ke depan adalah modal sosial dan
modal spritual. Karena itulah kedua modal tersebut perlu didayagunakan
untuk memberhasilkan dan meningkatkan kualitas pembangunan di
Sumatera Utara.
Selama hampir 53 tahun Sumatera Utara membangun infrastruktur
pembangunan seperti jalan, pelabuhan, jembatan, dan lain-lain telah
banyak dibangun meskipun belum sesuai dengan yang diharapkan.
Secara umum, semua desa-desa di Sumatera Utara sudah dapat diakses
kenderaan.
Provinsi Sumatera Utara juga sudah memiliki pelabuhan laut, baik
pelabuhan antar pulau maupun pelabuhan internasional, baik di Pesisir
Timur, maupun Pesisir Barat. Pelabuhan yang dimaksud antara lain
Belawan, Kuala Tanjung, Teluk Nibung, Sibolga, Nias dan lain-lain.
47
Sedangkan pelabuhan udara antara lain Polonia, Binaka, F.L. Tobing, Aek
Godang, Lasondri, Silangit, dan Sibisa. Ketersediaan pelabuhan tersebut
akan mempermudah mobilitas barang dan sumber daya manusia.
Bidang infrastruktur jalan, Sumatera Utara memiliki jalan negara
2.098,05 km, jalan provinsi 2.754,41 km dan jalan Kabupaten/Kota
sepanjang 27.177,275 km. Sedangkan jalan kereta api sudah tersedia yang
menghubungkan Pngkalan Berandan Medan Tanjung Balai Rantau
Parapat.
Infrastruktur tersebut meskipun belum memadai, merupakan
modal dasar yang dibutuhkan untuk pembangunan lebih lanjut. Artinya
untuk mempercepat pembangunan di Sumatera Utara, Infrastruktur yang
ada sudah mendukung sambil ditingkatkan kualitas dan kuantitasnya.
Selain infrastruktur, ketersediaan energi khususnya listrik sangat
diperlukan untuk pembangunan. Untuk ketersediaan listrik Sumatera
Utara memang sudah kritis. Menurut data yang ada, daya terpasang
pembangkit sebesar 1250 MW dengan daya mampu 1067 MW. Dengan
beban puncak 995 MW berarti tersisa (cadangan) hanya 112 MW (10,5
persen). Cadangan ini jauh di bawah standar minimum yakni 30 persen.
48
Sebetulnya potensi penyediaan energi di Sumatera Utara masih
cukup tersedia baik bentuk Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA)
maupun alternatif energi lainnya. Sumatera Utara sebagai produsen
minyak sawit, jagung, ubi kayu dapat denga mudah menghasilkan energi-
bio bentuk biodiesel etanol. Potensi energi ini perlu dimanfaatkan ke
depan untuk menanggulangi krisis energi di Sumatera Utara.
Potensi-potensi yang dimiliki Sumatera Utara tersebut lebih dari
cukup untuk digunakan dalam mempercepat pembangunan Sumatera
Utara ke depan. Apalagi Sumatera Utara telah membangun selama 53
tahun, pengalaman selama ini akan mempermudah percepatan
pembangunan Sumatera Utara bila di kelolah dan di dayagunakan secara
optimal.
Saat ini dan menghadapi masa depan, daerah dan masyarakat
Sumatera Utara menghadapi permasalahan pokok pembanguna yang
memerlukan pemecahan segera. Permasalahan pokok pembangunan yang
dimaksud antara lain sebagai berikut.
Pendapatan perkapita penduduk Sumatera Utara pada Tahun 2008
diperkirakan masih sekitar US$ 1100. Sedangkan pada tahun yang sama
pendapatan perkapita penduduk Indonesia diperkirakan sudah mencapai
US$ 2000. Hal ini berarti tingkat pendapatan perkapita penduduk
49
Sumatera Utara sudah jauh ketinggalan dibandingkan dengan daerah lain
di Indonesia.
Bila ditelusuri lebih lanjut, juga terjadi ketimpangan pendapatan
antar kelompok masyarakat dan antar kawasan. Pendapatan perkapita
tertinggi dinikmati oleh masyarakat Sumatera Utara di kawasan dataran
rendah timur Sumatera Utara yakni US$ 1100. Pendapatan terendah
diterima oleh masyarakat Pantai Barat dan Nias Sumatera Utara.
Sedangkan masyarakat di kawasan dataran tinggi Sumatera Utara berada
diantaranya.
Demikian juga antar kelompok masyarakat di Sumatera Utara.
Kelompok masyarakat yang terendah pendapatannya adalah para petani,
nelayan, buruh perkebunan, pedagang kaki lima, tukang becak, supir dan
kernet serta buruh-buruh pabrik.
Hal inilah tantangan pembangunan daerah Sumatera Utara
kedepan, yakni bagaimana meningkatkan pendapatan dan pemerataan
pendapatan masyarakat di Sumatera Utara. Pendapatan perkapita
penduduk Sumatera Utara perlu digandakan dalam lima tahun kedepan,
misalnya menjadi US$ 2500 perkapita pertahun.
50
Meskipun Sumatera Utara memiliki potensi sumber daya yang
cukup besar jumlah penduduk miskin masih relatif tinggi di Sumatera
Utara. Harus diakui, persentasi penduduk miskin mengalami penurunan
beberapa tahun terakhir ini yakni dari sekitar 15,8 persen tahun 2000
menjadi sekitar 13 persen tahun 2006. Namun demikian, persentase
penduduk miskin tersebut masih relatif tinggi.
Bila dilihat per Kabupaten, persentasi kemiskinan terbesar berada
di kebupaten Nias dan Nias Selatan (23 persen). Sedangkan
Kabupaten/Kota yang paling rendah tingkat kemiskinan Kota Padang
Sidempuan, Binjai, Deli Serdang dan Simalungun, dengan persentase
sudah dibawah 10 persen.
Penduduk miskin ini perlu dijadikan perhatian khusus kedepan
khususnya dalam lima tahun kedepan. Pada tahun 2013 Sumatera Utara
perlu menargetkan agar bebas dari kemiskinan. Karena itu program
pembangunan yang fokus pada peningkatan kemampuan penduduk
miskin untuk mampu manegatasi kemiskinannya perlu dilaksanakan
dalam lima tahun kedepan.
Tingkat pengangguran terbuka di Sumatera Utara masih tergolong
tinggi. Pada tahun 2003 tingkat pengangguran terbuka mencapai 12,3
persen dan meningkat menjadi sekitar 13,7 persen tahun 2004.
51
Diperkirakan tahun 2008 tingkat pengangguran terbuka masih sekitar 11
persen. Bila pengangguran tersembunyi diperhitungkan, dapat dipastikan
bahwa tingkat pengangguran di Sumatera Utara masih relatif tinggi dan
diatas tingkat pengangguran Nasional yang pada tahun 2008 diperkirakan
8 9 persen.
Masalah pengangguran di Sumatera Utara perlu memperoleh
perhatian khusus dalam lima tahun kedepan. Program pembangunan
yang memungkinkan para penganggur dapat memiliki akses kerja pada
pekerjaan yang permanen perlu dilakukan. Sumatera Utara pada tahun
2013 perlu menargetkan untuk menurunkan tingkat pengangguran sekitar
5 6 persen. Potensi sumber daya yang dimiliki Sumatera Utara sangat
memungkinkan untuk mencapai kondisi perekonomian dengan kapasitas
penuh (full employment) tersebut.
Masalah kesehatan masyarakat Sumatera Utara masih tergolong
rawan. Tingkat kesakitan penduduk tahun 2003 mencapai 16,6 persen dan
meningkat menjadi 19,2 persen tahun 2004 dan tahun 2005 menurun
menjadi 18 persen. Diperkirakan tahun 2008 tingkat kesakitan penduduk
masih sekitar 15 persen.
Jumlah bayi yang meninggal pada tahun 2004 masih sekitar 37 jiwa
per 1000 kelahiran dan pada tahun 2008 diperkirakan masih sekitar 35
52
jiwa per 1000 kelahiran. Sementara angka kematian ibu (AKI) tahun 2002
masih sekitar 360 orang per 100.000 kelahiran. Usia harapan hidup rata-
rata penduduk tahun 2004 masih mencapai 70 tahun.
Gambaran di atas mencerminkan bahwa tingkat kesehatan
masyarakat masih perlu diperbaiki dalam lima tahun kedepan. Tingkat
kesakitan penduduk, jumlah bayi yang meninggal, dan angka kematian
ibu perlu diturunkan dalam lima tahun kedepan.
Selain masalah kesehtan tersebut, masalah sosial khususnya
penyalahgunaan narkoba perlu memperoleh perhatian yang serius
kedepan. Sumatera Utara termasuk kelompok daerah teratas dalam
penyalahgunaan narkoba. Oleh karena itu, dalam lima tahun kedepan
Sumatera Utara perlu menargetkan agar tahun 2013 Sumatera Utara
sudah bebas dari penyalahgunaan narkoba.
Masalah kemerosotan mutu lingkungan hidup di Sumatera Utara
makin lama makin mengkhawatirkan. Makin luasnya lahan kritis di
sekeliling Danau Toba, penggundulan hutan di kawasan Bukit Barisan
yang nebyebabkan banjir seperti yang berulang dialami Kota Medan,
Polusi udara di perkotaan, rusaknya hutan bakau di Pesisir Timur
Sumatera Utara, merupakan masalah kemerosotan mutu Lingkungan
Hidup di Sumatera Utara.
53
Kemerosotan mutu lingkungan hidup tersebut perlu diberi
prioritas untuk penanganannya bahkan perlu segera dilakukan gerakan
pemulihan mutu lingkungan hidup dalam lima tahun kedepan.
Penghijauan pantai melalui penanaman kembali hutan bakau,
penghijauan lahan kritis dengan tanaman hutan yang bernilai ekonomis,
pengembangan buffer zone di kawasan hutan lindung dan suaka alam
perlu dijadikan gerakan masyarakat yang berkesinambungan.
Salah satu tugas pemerintah kepada rakyat adalah pelayanan
publik seperti pelayanan administrasi, penjaminan keamanan dan
ketertiban serta pelayanan publik lainnya. Selama ini Sumatera Utara
termasuk daerah yang pelayanan publiknya belum prima khususnya
pelayanan administrasi baik untuk kependudukan maupun usaha. Istilah
semua urusan memerlukan uang tunai atau kalau bisa dipersulit
ngapain dipermudah yang selama ini dicap kepada aparat pelayanan
publik di Sumatera Utara harus segera diakhiri.
Dalam lima tahun kedepan pelayanan publik yang prima (cepat,
mudah, murah) perlu dijadikan target penting melalui pembinaan
aparatur dan kelembagaan pemerintah yang taat azas tata kelola
pemerintahan (good governance) yang disertai dengan sistem penalty dan
reward.
54
Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan hal yang
terpenting dalam pembangunan masa depan Sumatera Utara. Kekayaan
Sumber Daya Alam tidak ada gunanya bila SDM tidak mendukung.
Kualitas SDM juga menjadi faktor daya saing kedepan.
Secara jujur harus diakui bahwa mutu pendidikan di Sumatera
Utara meskipun tidak tergolong jelek, tetapi cenderung menurun dari
tahun ke tahun. Bila dibandingkan kualitas pendidikan sebelum tahun
1980-an, kualitas pendidikan di Sumatera Utara cenderung menurun. Hal
ini diindikasikan minimumnya prestasi akademik tingkat Nasional yang
pernah diraih pendidikan Sumatera Utara. Makin banyaknya putra-putri
Sumatera Utara yang memilih melanjutkan pendidikan keluar Sumatera
Utara juga indikasi betapa mutu pendidikan di Sumatera Utara sedang
mengalami penurunan setidak-tidaknya kalah dengan mutu pendidikan
di Pulau Jawa.
Bagaimana memulihkan sekaligus meningkatkan mutu pendidikan
seluruh jenjang pendidikan di Sumatera Utara, perlu dijadikan agenda
penting dalam lima tahun kedepan. Hal ini mencakup pembenahan
sarana dan prasarana pendidikan. Kekayaan pendidikan Sumatera Utara
seperti yang pernah dialami tahun 1970-an harus dikejar kembali.
55
Ketersediaan dan Kualitas Infrasturuktur Pembangunan seperti
jalan, sarana angkutan, jalan kereta api, pelabuhan udara, pelabuhan laut,
jembatan, air minum, energi listrik, infrastruktur telematika, masih jauh
dari yang diharapkan. Pelabuhan laut khususnya untuk pelabuhan
ekspor-impor seperti Belawan tidak lagi memadai untuk mendukung
kegiatan pembangunan di Sumatera Utara. Demikian juga jalan utama
seperti Medan Tebing Tinggi, Medan Berastagi tidak mampu lagi
menampung kegiatan masyarakat.
Pelabuhan udara seperti Polonia Medan sudah lama tidak mampu
lagi mengakomodasi kegiatan masyarakat dan ekonomi Sumatera Utara.
Apalagi untuk mendukung pengembangan perdagangan regional
(ASEAN) pelabuhan udara Polonia (termasuk pelabuhan laut) sudah
sangat mendesak untuk dikembangkan.
Infrastruktur pembangunan yang paling rawan saat ini adalah
ketersediaan listrik di Sumatera Utara. Seringnya pemadaman listrik di
Sumatera Utara yang sangat mengganggu kegiatan dan merugikan
industri, perkotaan dan aktivitas rakyat menunjukkan betapa kritisnya
listrik di Sumatera Utara.
Infrasturuktur pembangunan yang tak kalah pentingnya lagi
adalah infrasturktur telematika yang belum memadai di Sumatera Utara.
56
Globalisasi yang menuntut pertukaran informasi yang cepat dan efisien
memerlukan infrastruktur telematika, baik untuk industri, pemerintahan,
maupun untuk masyarakat.
Pembenahan infrastruktur pembangunan di Sumatera Utara perlu
memperoleh perhatian dalam lima tahun kedepan. Ketersediaan dan
kualitas infrasturktur pembangunan merupakan salah satu penentu daya
saing suatu daerah dan penentu keberhasilan pembangunan di segala
bidang.
Sejak otonomi daerah diberlakukan tahun 2001, hubungan kerja
antara pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten/kota belum
berjalan harmonis. Implementasi pembagian wewenang dan tanggung
jawab yang sinergis antara pemerintah provinsi dengan pemerintah
kabupaten/kota masih belum terlaksana dengan baik.
Sesuai dengan UU No. 32 tahun 2004 pemerintah provinsi dengan
pemerintah kabupaten/kota seharusnya menjadi suatu team work yang
sinergis. Aspek-aspek yang menyangkut kepentingan lintas
kabupaten/kota dan bidang-bidang yang belum dapat ditangani
pemerintah kabupaten/kota seharusnya menjadi tugas pemerintah
provinsi. Prinsip-prinsip tersebut belum berjalan dengan baik di Sumatera
Utara bahkan yang sering terjadi adalah tumpang tindih.
57
Hal inilah yang perlu dibenahi kedepan yakni: membangun team
work sinergis antara pemerintah provinsi dengan pemerintah
kabupaten/kota. Selain itu pembagian tugas dan tanggung jawab yang
jelas perlu dirumuskan dengan baik untuk memperbaiki kualitas
penyelenggaraan pemerintahan dan pengelolaan pembangunan di
Sumatera Utara.
Dalam era perdagangan bebas dan otonomi daerah saat ini dan
terlebih-lebih kedepan, Sumatera Utara harus mampu bersaing dalam
merebut investor baik dengan daerah lain di Indonesia maupun dengan
negara lain. Hal ini menuntut Sumatera Utara agar membenahi diri untuk
membangun daya saingnya untuk daerah tujuan investasi.
Sebagai bagian dari daya saing, Sumatera Utara juga perlu
menetapkan diri untuk bidang atau produk apa yang menjadi unggulan
kedepan. Sumatera Utara tidak mungkin unggul seluruh bidang
dibandingkan dengan daerah lain.
Berdasarkan potensi dan pengalaman Sumatera Utara selama ini,
menjadikan Sumatera Utara sebagai pusat agribisnis modern di Asia
Tenggara sangat mungkin dijadikan keunggulan Sumatera Utara. Hal ini
perlu diimplementasikan melalui pembangunan yang berkesinambungan
di masa yang akan datang.
58
BAB V
PEMBAHASAN
5.1. Peranan Partai Dalam Menumbuhkembangkan Wawasan
Kebangsaan
Responden yang menjadi penelitia ini berasal dari enam partai
yaitu partai Demokrat, Golkar, PDIP, PKS, PAN, dan PPP.
Tabel 5.1
Usia Responden
No. Uraian Frekuensi Persentase
1. Laki-laki 20 16.7
2. Perempuan 20 16.7
Total 120 100
Data Primer 2010
Berdasarkan tabel 5.1 dapat diketahui bahwa sebanyak 101 orang
(84,2%) responden berjenis kelamin laki-laki dan selebihnya 19 orang
(15,8%) adalah perempuan.
59
Tabel 5.2.
Agama Responden
No. Uraian Frekuensi Persentase
1. Islam 82 68.3
2. Katolik 3 2.5
3. Protestan 35 29.2
Total 120 100
Data Primer 2010
Berdasarkan tabel 5.2 dapat diketahui bahwa sebanyak 82 orang
(68,3%) responden beragama Islam, 35 orang (29,2%) beragama Protestan,
dan selebihnya 3 orang (2,5%) beragama Katolik.
60
Tabel 5.3.
Suku Bangsa Responden
No. Uraian Frekuensi Persentase
1. Jawa 18 15.0
2. Toba 17 14.2
3. Mandailing 29 24.2
4. Karo 18 15.0
5. Simalungun 3 2.5
6. Minang 2 1.7
7. Melayu 2 1.7
8. Nias 4 3.3
9. Aceh 2 1.7
10. Lainnya 25 20.8
Total 120 100,00
Data Primer 2010
Berdasarkan Tabel 5.3 menunjukkan beragam suku bangsa
responden yang menunjukkan keragaman budaya di Sumatera Utara.
Dari hasil data di lapangan tersebut terlihat ada opsi lain-lain dimana
responden yang menjawab lain-lain tersebut menyatakan bahwa mereka
61
sudah tidak mementingkan suku dan lebih senang dikatakan sebagai
bangsa Indonesia.
Tabel 5.4.
Pendidikan Responden
No. Uraian Frekuensi Persentase
1. Tamat SLTA 24 20.0
2. Tamat Akademia 11 9.2
3. Sarjana 67 55.8
4. Pasca Sarjana 18 15.0
Total 120 100
Data Primer 2010
Berdasarkan Tabel 5.4 dapat diketahui bahwa sebanyak 67 orang
(55,8%) responden menyatakan pendidikan terakhir Sarjana, sedangkan
sebanyak 24 orang (20%) responden mennyatakan pendidikan tamat
SLTA, 18 orang (15%) responden menyatakan pendidikan terakhir adalah
Pascasarjana dan 11 orang (9,2%) berpendidikan diploma. Dari jawaban
tersebut dapat dilihat bahwa para responden sudah memiliki pendidikan
yang memadai, dikarenakan mayoritas dari pada para pekerja sudah
mengenyam pendidikan di bangku kuliah.
62
Tabel 5.5
Pelaksanaan Agenda Pendidikan Politik/Wawasan Kebangsaan
No. Uraian Frekuensi Persentase
1. Terlaksana Semua 60 50.0
2. Terlaksana Sebagian 58 48.3
3. Terlaksana Ketika Menjelang
Pemilu(Pemilukada) 2 1.7
Total 120 100
Data Primer 2010
Berdasarkan tabel 5.5 dapat diketahui bahwa sebagian responden (48,3%)
menyatakan bahwa tidak semua agenda pendidikan politik terlaksana.
Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan antara perencanaan dengan
pelaksanaan pendidikan politik dan wawasan kebangsaan oleh partai
responden tersebut. Data ini dapat dihubungkan dengan frekuensi
pelaksanaan pendidikan politik pada tabel 5.8.
63
Tabel 5.6.
Tema Pendidikan Politik/Wawasan Kebangsaan
No. Uraian Frekuensi Persentase
1. Vouter education 40 33.3
2. Visi dan misi partai 80 66.7
Total 120 100
Data Primer 2010
Berdasarkan tabel 5.6 dapat diketahui bahwa ada dua tema
pendidikan politik dan wawasan kebangsaan yang dilakukan oleh partai
politik yaitu pendidikan pemilih dalam pemilu dan visi misi partai. Dari
data tersebut terlihat jelas bahwa parpol berusaha menjalankan
pendidikan politik dan wawasan kebangsaan sangat disesuaikan dengan
kepentingan politik partai.
Berikut adalah visi misi partai yang menjadi responden penelitian.
Tabel 5.7.
Visi Misi Partai Politik Subjek Penelitian
NO PARTAI VISI MISI
1. Demokrat PARTAI DEMOKRAT bersama masyarakat luas berperan mewujudkan keinginan luhur rakyat Indonesia agar mencapai pencerahan dalam
1. .Memberikan garis yang jelas agar partai berfungsi secara optimal dengan peranan yang signifikan di dalam seluruh proses pembangunan Indonesia baru yang dijiwai oleh semangat
64
kehidupan kebangsaan yang merdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur, menjunjung tinggi semangat Nasionalisme, Humanisme dan Internasionalisme, atas dasar ketakwaan kepada Tuhan yang maha Esa dalam tatanan dunia baru yang damai, demokratis dan sejahtera.
reformasi serta pembaharuan dalam semua bidang kehidupan kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan kedalam formasi semula sebagaimana telah diikrarkan oleh para pejuang, pendiri pencetus Proklamasi kemerdekaan berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan titik berat kepada upaya mewujudkan perdamaian, demokrasi (Kedaulatan rakyat) dan kesejahteraaan.
2. Meneruskan perjuangan bangsa dengan semangat kebangsaan baru dalam melanjutkan dan merevisi strategi pembangunan Nasional sebagai tumpuan sejarah bahwa kehadiran partai Demokrat adalah melanjutkan perjuangan generasi-generasi sebelumnya yang telah aktif sepanjang sejarah perjuangan bangsa Indonesia, sejak melawan penjajah merebut Kemerdekaan, merumuskan Pancasila dan UUD 1945, mengisi kemerdekaan secara berkesinambungan hingga memasuki era reformasi.
3. Memperjuangkan tegaknya persamaan hak dan kewajiban Warganegara tanpa membedakan ras, agama, suku dan golongan dalam rangka menciptakan masyarakat sipil (civil society) yang kuat, otonomi daerah yang luas serta terwujudnya representasi kedaulatan rakyat pada struktur lebaga perwakilan dan permusyawaratan.
2. Golkar Partai GOLKAR berjuang demi terwujudnya Indonesia baru yang maju, modern, bersatu, damai, adil dan makmur dengan masyarakat yang beriman dan bertaqwa, berahlak baik,
Partai GOLKAR dengan ini menegaskan misi perjuangannya, yakni: menegakkan, mengamalkan, dan mempertahankan Pancasila sebagai dasar Negara dan idiologi bangsa demi untuk memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan mewujudkan cita-cita Proklamasi melalui pelaksanaan
65
menjunjung tinggi hak asasi manusia, cinta tanah air, demokratis, dan adil dalam tatanan masyarakat madani yang mandiri, terbuka, egaliter, berkesadaran hukum dan lingkungan, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki etos kerja dan semangat kekaryaan, serta disiplin yang tinggi.
pembangunan nasional di segala bidang untuk mewujudkan masyarakat yang demokratis, menegakkan supremasi hukum, mewujudkan kesejahteraan rakyat, dan hak-hak