Upload
aina-ullafa
View
262
Download
33
Embed Size (px)
DESCRIPTION
stase obgyn RSUD Skerwangi
Citation preview
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. A
Umur : 26 tahun
Pekerjaan : karyawan
Pendidikan : SMP
Jenis kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Agama : Islam
Alamat : Kamp. Citugu
Tanggal pemeriksaan : 10 – 2- 2015
Tanggal Masuk RS : 10 - 2- 2015
II. ANAMNESA
Keluhan Utama : tidak buang air kecil semenjak 1 hari sebelum masuk RS
Riwayat Penyakit Sekarang :
Os mengaku, 6 hari yang lalu melahirkan di RS.
4 hari yang lalu os pulang dari RS, saat di rumah BAK terus menerus sampai tidak terasa
bila BAK, merasa demam.
1 hari SMRS tidak BAK, perut bagian bawah terasa nyeri dan panas, os mengeluh
demam (+), sakit kepala (+) pilek (-), batuk (-), sesak (+), nyeri ulu hati (+), kembung (+), mual
tapi tidak muntah, belum BAB.
1
Riwayat obstetri :
No Tahun
Partus
Tempat
Partus
Umur
Hamil
Jenis
Persalinan
Penolong
Persalina
n
Penyulit BB/JK Keada
an
Anak
1. 2015 RS 9 bulan Pervagina
m
Bidan 3000 gr/Pr Menin
ggal
Riwayat menikah:
Menikah 1 kali, saat usia 25 tahun dan suami 25 tahun
HPHT : 2 mei 2014
TP : 9 februari 2015
ANC : Setiap bulan periksa ke bidan sampai usia kehamilan 9 bulan
KB terakhir : mengaku tidak KB
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan Umum
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 120 x / menit
Respirasi : 54 x / menit
Suhu : 37,90 C
BB/TB : 60 kg
B. Status Generalis
Kulit : Warna Cokelat, agak lembab
Kepala dan leher :
2
Rambut : Hitam
Mata : Conjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Refleks pupil postif normal (+/+) pupil isokor
Hidung : Normal, Septum nasi simetris, tidak ada lendir ataupun darah
yang keluar dari kedua rongga hidung
Mulut : Simetris, stomatits (-) , sianosis (-)
Gigi : Normal
Telinga : Kedua telinga simetris, discharge -/-
Leher : dalam batas normal
Dada :
Inspeksi : Simetris, tidak tampak ada bagian dada yang tertinggal saat
bernafas, nafas cepat
Palpasi : stem fremitus kanan = kiri, tidak ada bagian dada yang tertinggal
saat bernafas
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara dasar vesikular
Suara tambahan : Ronki -/-
Wheezing -/-
Jantung :
Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus Cordis tidak teraba di ICS V, 2 cm di Linea Midclavicula Sinistra
Perkusi : Konfigurasi jantung dalam batas normal
Auskultasi : Bunyi jantung I – II Normal
Bising (-) Gallop (-)
Abdomen :
Inspeksi : Cembung
Auskultasi : Bising usus (+) Normal
frekuensi : 8 kali /menit
3
Palpasi : Terdapat nyeri tekan
Perkusi : hipertimpani
Ekstremitas : Dalam batas normal
Superior Inferior
Oedem -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Cap. Refill < 2’’/< 2’’ < 2’’/< 2’’
C. Status Nifas
Inspeksi :
1. Kepala/Muka : Cholasma gravidarum (-)
2. Thorax : Hiperpigmentasi areola mamae (+), papilla mamae (+)
Papila mammae tidak menonjol, colostrum (-)
3. Abdomen : Cembung tegang, striae gravidarum (+)
Palpasi
TFU : Tidak bisa teraba
Kontraksi uterus : Tidak bisa teraba
Pemeriksaan luar genitalia :
1. Vulva/vagina : Tidak ada kelainan
2. Perineum : Tidak ada kelainan
4
Pemeriksaan Penunjang :
Hasil laboratorium
Pemeriksaan Nilai Rujukan
Hemoglobin 10,5 12,0-14,0 Gr%
Trombosit 569.000 150.000-450.000
mm3
Leukosit 38.2004.000-11.000 mm
3
Hematokrit 32 40-45 %
Pemeriksaan Urin
Pemeriksaan Nilai Rujukan
Warna Kuning Kuning
Kejernihan Agak keruh Jernih
Protein urin Positif (+) Negatif (mg/dL)
Pemeriksaan kimia darah
Pemeriksaan Nilai Rujukan
Gula Darah Sewaktu 73 < 180
Ureum 102 10 – 50
Kreatinin 4,12 0,5 – 1,9
SGOT 12 < 21
SGPT 10 < 22
IV. RESUME
Os. Perempuan, 25 tahun. Mengaku habis melahirkan 6 hari yang lalu. Os mengeluh
tidak buang air kecil sejak 1 hari yang lalu, perut bagian bawah terasa nyeri dan panas, demam,
5
pusing, sesak, nyeri ulu hati, kembung, mual, belum BAB. Sebelumnya 4 hari yang lalu os
mengaku buang air kecil terus menerus tanpa terasa bila buang air kecil.
V. DIAGNOSIS
P1+1A0 post partum 6 hari dengan retensi urin dan susp. Infeksi saluran kemih
VI. RENCANA TINDAKAN
Terapi Medikamentosa :
- Uterotonika
- Urotractin
- Antibiotik
- Terapi cairan infus Ringer Laktat
Non medikamentosa :
- Bladder training
- Cek residu urin
VII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
6
VIII. FOLLOW UP
Tanggal Catatan (SOAP) Intervensi
11-2-2015 S : Os mengeluh tidak bisa BAK semenjak 6
hari setelah melahirkan, namun sudah di pasang
selang 1 hari yang lalu. Distensi abdomen.
Keluar air kencing berwarna kuning
O : TD : 110/70 mmHg
S: 38,9
Terpasang DC
A : Post partum 8 hari dengan retensi urin dan
susp. ISK
Th/ Ceftriaxone 1 x 2 gr pro
inj
Metronidazole 3 x 1 inf
Paracetamol 3 x 1 (k/p)
Bladder training
12- 2 - 2015 S : Os mengatakan mulai BAK sedikit-
sedikit,sudah 2 kali buang urin
O : TD : 110/70 mmHg
A : Post partum 9 hari dengan retensi urin dan
susp. ISK
Th/Ceftriaxone 1 x 2 gr pro
inj
Metronidazole 3 x 1 inf
Paracetamol 3 x 1 (k/p)
Bladder training
7
PEMBAHASAN
RETENSI URIN POST PARTUM
I. Definisi Retensi urin
Retensi urin adalah kesulitan berkemih atau miksi karena kegagalan mengeluarkan urin
dari kandung kemih atau akibat ketidak-mampuan kandung kemih untuk mengosongkan
kandung kemih sehingga menyebabkan distensi kandung kemih atau keadaan ketika seseorang
mengalami pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap. Dimana dari beberapa literatur
lama waktu dari ketidak-mampuan berkemih spontan serta volume residu urin berbeda-beda.
Retensi urin dapat dibagi berdasarkan penyebab lokasi kerusakan saraf, yaitu :
1) Supravesikal Berupa kerusakan pada pusat miksi di medulla spinalis sakralis S2–4 dan Th1-
L1. Kerusakan terjadi pada saraf simpatis dan parasimpatis baik sebagian atau seluruhnya,
misalnya : retensi urin karena gangguan persarafan.
2) Vesikal
Berupa kelemahan otot destrusor karena lama teregang, berhubungan dengan masa kehamilan
dan proses persalinan, misalnya : retensi urin akibat iatrogenik, cedera/inflamasi, psikis.
3) Infravesikal
Berupa kekakuan leher vesika, striktur oleh batu kecil atau tumor pada leher vesika urinaria,
misalnya : retensi urin akibat obstruksi.
Gejala klinis retensi urin :
- Mengedan bila miksi
- Rasa tidak puas sehabis miksi
- Frekuensi miksi bertambah
- Nokturia atau pancaran kurang kuat
- Ketidak nyamanan daerah pubis
8
- Distensi vesika urinaria
II. Retensi urin post partum
Retensi urin post partum dibagi atas dua yaitu :
1. Retensi urin covert (volume residu urin>150 ml pada hari pertama post partum tanpa
gejala klinis) Retensi urin post partum yang tidak terdeteksi (covert) oleh pemeriksa. Bentuk
yang retensi urin covert dapat diidentifikasikan sebagai peningkatkan residu setelah berkemih
spontan yang dapat dinilai dengan bantuan USG atau drainase kandung kemih dengan
kateterisasi. Wanita dengan volume residu setelah buang air kecil ≥ 150 ml dan tidak terdapat
gejala klinis retensi urin, termasuk pada kategori ini.
2. Retensi urin overt (retensi urin akut post partum dengan gejala klinis)
Retensi urin post partum yang tampak secara klinis (overt) adalah ketidak-mampuan
berkemih secara spontan setelah proses persalinan. Insidensi retensi urin postpartum
tergantung dari terminologi yang digunakan. Penggunaan terminologi tidak dapat berkemih
spontan dalam 6 jam setelah persalinan, telah dilakukan penelitian analisis retrospektif yang
menunjukkan insidensi retensi urin jenis yang tampak (overt) secara klinis dibawah 0,14%.
Sementara itu, untuk kedua jenis retensi urin, tercatat secara keseluruhan angka insidensinya
mencapai 0,7%
Beberapa hal yang dapat menyebabkan terjadinya retensi urin post partum, yaitu :
1. Trauma Intrapartum
Trauma intrapartum merupakan penyebab utama terjadinya retensi urin, dimana terdapat
trauma pada uretra dan kandung kemih. Hal ini terjadi karena adanya penekanan yang cukup
berat dan berlangsung lama terhadap uretra dan kandung kemih oleh kepala janin yang
memasuki rongga panggul, sehingga dapat terjadi perlukaan jaringan, edema mukosa kandung
kemih se dan ekstravasasi darah di dalamnya. Trauma traktus genitalis dapat menimbulkan
hematom yang luas dan meyebabkan retensi urin post partum.
9
2. Refleks kejang (cramp) sfingter uretra.
Hal ini terjadi apabila pasien post partum tersebut merasa ketakutan akan timbul perih dan
sakit jika urinnya mengenai luka episiotomi sewaktu berkemih. Gangguan ini bersifat
sementara.
3. Hipotonia selama masa kehamilan dan nifas
Tonus otot otot (otot detrusor) vesika urinaria sejak hamil dan post partum tejadi penurunan
karena pengaruh hormonal ataupun pengaruh obat-obatan anestesia pada persalinan yang
menggunakan anestesi epidural.
4. Posisi tidur telentang pada masa intrapartum membuat ibu sulit berkemih spontan.
III. Patofisiologi retensi urin post partum
Proses berkemih melibatkan dua proses yang berbeda yaitu :
(1) pengisian dan penyimpanan urin, serta
(2) pengosongan urin dari kandung kemih.
Proses ini sering berlawanan dan bergantian secara normal. Aktivitas otot detrusor kandung
kemih dalam hal penyimpanan dan pengeluaran urin dikontrol oleh sistem saraf otonom dan
somatik.
Selama fase pengisian, pengaruh sistem saraf simpatis terhadap kandung kemih menjadi
bertekanan rendah dengan meningkatkan resistensi saluran kemih. Penyimpanan urin
dikoordinasikan oleh hambatan sistem simpatis dari aktivitas kontraksi otot detrusor yang
dikaitkan dengan peningkatan tekanan otot dari leher kandung kemih dan uretra proksimal.
Pengeluaran urin secara normal timbul akibat adanya kontraksi yang simultan dari otot
detrusor dan relaksasi sfingter uretra. Hal ini dipengaruhi oleh sistem saraf parasimpatis yang
mempunyai neurotransmiter utama yaitu asetilkolin. Penyampaian impuls dari saraf aferen
10
ditransmisikan ke saraf sensoris pada ujung ganglion medulla spinalis di segmen S2 - S4 dan
selanjutnya sampai ke batang otak. Impuls saraf dari batang otak menghambat aliran
parasimpatis dari pusat kemih sakral spinal. Selama fase pengosongan kandung kemih, hambatan
pada aliran parasimpatis sakral dihentikan, sehingga timbul kembali kontraksi otot detrusor.
Retensi urin post partum paling sering terjadi akibat dissinergis dari otot detrusor dan
sfingter uretra. Terjadinya relaksasi sfingter uretra yang tidak sempurna menyebabkan nyeri dan
edema. Sehingga ibu post partum tidak dapat mengosongkan kandung kemihnya dengan baik.
IV. Penanganan retensi urin post partum
a. Bladder training
Bladder training adalah kegiatan melatih kandung kemih untuk mengembalikan pola normal
berkemih dengan menstimulasi pengeluaran urin. Dengan bladder training diharapkan fungsi
eliminasi berkemih spontan pada ibu post partum spontan dapat terjadi dalam 2- 6 jam post
partum.
Ketika kandung kemih menjadi sangat mengembang diperlukan kateterisasi, kateter
Foley ditinggal dalam kandung kemih selama 24-48 jam untuk menjaga kandung kemih tetap
kosong dan memungkinkan kandung kemih menemukan kembali tonus otot normal dan sensasi.
Bila kateter dilepas, pasien harus dapat berkemih secara spontan dalam waktu 2-6 jam. Setelah
berkemih secara spontan, kandung kemih harus dikateter kembali untuk memastikan bahwa
residu urin minimal. Bila kandung kemih mengandung lebih dari 150 ml residu urin , drainase
kandung kemih dilanjutkan lagi. Residu urin setelah berkemih normalnya kurang atau sama
dengan 50 ml.
Program latihan bladder training meliputi : penyuluhan, upaya berkemih terjadwal, dan
memberikan umpan balik positif. Tujuan dari bladder training adalah melatih kandung kemih
11
untuk meningkatkan kemampuan mengontrol, mengendalikan, dan meningkatkan kemampuan
berkemih.10
1. Secara umum, pertama kali diupayakan berbagai cara yang non invasif agar pasien
tersebut dapat berkemih spontan.
2. Pasien post partum harus sedini mungkin berdiri dan jalan ke toilet untuk berkemih spontan
b. Terapi medikamentosa
Diberikan uterotonika agar terjadi involusio uteri yang baik. Kontraksi uterus diikuti
dengan kontraksi kandung kemih. Apabila semua upaya telah dikerjakan namun tidak berhasil
untuk mengosongkan kandung kemih yang penuh, maka perlu dilakukan kateterisasi urin, jika
perlu lakukan berulang.
12
DAFTAR PUSTAKA
Cunningham, FG, et al. 2013. Obstetri Williams Edisi 23 Volume 1 & 2.
Jakarta : EGC
Prawirohardjo, S. 2010. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta :
PT Bina Pustaka
13