31
Aplikasi GIS : LIMPASAN AIR HUJAN (RUNOFF) Ir . Mohammad Sholichin, MT., P.hD Jurusan Teknik Pengairan, Universitas Brawijaya email : [email protected] & [email protected] I. Landasan Teori 1.1 Curah Hujan Rerata Daerah 1.2 Curah Hujan Rancangan 1.3 Analisa Debit Banjir Rancangan Metode Rasional Modifikasi 1.4 Waktu Konsentrasi (T c ) 1.5 Koefiesien Tampungan (Cs) 1.6 Intensitas Hujan (I) 1.7 Koefisien Pengaliran (C) II. Alur Penyelesaian III. Penggunaan Software ArcView GIS 3.1 Menampilkan ArcView GIS 3.3 3.2 Membuka Project yang telah Ada 3.3 Membuat Project Baru 3.4 Mengubah Map Units 3.5 Mengubah Legenda dalam View 3.6 Tabel/Atributes 3.7 Pemodelan Daerah Aliran Sungai 3.8Menggunakan Fasilitas Geoprocessing 3.9 Proses SIG: Overlay I. LANDASAN TEORI 1.1 Curah Hujan Rerata Daerah Untuk mendapatkan gambaran mengenai penyebaran hujan di seluruh daerah, di beberapa tempat pada DAS dipasang alat penakar hujan yang tersebar merata. Pada daerah aliran yang kecil kemungkinan hujan terjadi merata diseluruh daerah, tetapi tidak pada daerah aliran yang besar. Hujan yang terjadi pada daerah aliran yang besar tidak sama, sedangkan pos-pos penakar hujan hanya mencatat hujan di suatu titik tertentu. Sehingga akan sulit untuk menentukan beberapa hujan yang turun di seluruh areal. Hal ini akan menyulitkan dalam menentukan hubungan antara debit banjir dan curah hujan yang mengakibatkan banjir tersebut. Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan pengendalian banjir adalah curah hujan rata-rata di seluruh daerah yang bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu titik tertentu. Curah hujan ini disebut curah hujan wilayah atau curah hujan daerah yang dinyatakan dalam satuan millimeter (Sosrodarsono, 2003). Terdapat tiga macam cara yang berbeda dalam menentukan tinggi curah hujan rata-rata pada daerah tertentu di beberapa titik pos penakar atau pencatat hujan, yaitu : 1. Metode rata-rata aljabar Tinggi rata-rata curah hujan didapatkan dengan mengambil nilai rata-rata hitung (arithmetic mean) pengukuran hujan di pos penakar-penakar hujan di daerah tersebut. Curah hujan rerata daerah metode rata-rata aljabar dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut (Soemarto, 1999) : n i i n n d n d d d d d 1 3 2 1 ... dengan : d = tinggi curah hujan rata-rata daerah 3 MODUL

LIMPASAN AIR HUJAN (RUNOFF) - …water.lecture.ub.ac.id/files/2012/07/Gis-modul_3.pdf · Mengubah data curah hujan harian maksimum tahunan dalam bentuk logaritma 2. Menghitung nilai

  • Upload
    lamphuc

  • View
    239

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Aplikasi GIS : LIMPASAN AIR HUJAN (RUNOFF)

Ir . Mohammad Sholichin, MT., P.hD Jurusan Teknik Pengairan, Universitas Brawijaya

email : [email protected] & [email protected]

I. Landasan Teori 1.1 Curah Hujan Rerata Daerah 1.2 Curah Hujan Rancangan 1.3 Analisa Debit Banjir Rancangan Metode Rasional Modifikasi 1.4 Waktu Konsentrasi (Tc) 1.5 Koefiesien Tampungan (Cs) 1.6 Intensitas Hujan (I) 1.7 Koefisien Pengaliran (C)

II. Alur Penyelesaian

III. Penggunaan Software ArcView GIS 3.1 Menampilkan ArcView GIS 3.3 3.2 Membuka Project yang telah Ada 3.3 Membuat Project Baru 3.4 Mengubah Map Units 3.5 Mengubah Legenda dalam View 3.6 Tabel/Atributes 3.7 Pemodelan Daerah Aliran Sungai

3.8Menggunakan Fasilitas Geoprocessing 3.9 Proses SIG: Overlay

I. LANDASAN TEORI

1.1 Curah Hujan Rerata Daerah

Untuk mendapatkan gambaran mengenai penyebaran

hujan di seluruh daerah, di beberapa tempat pada DAS dipasang

alat penakar hujan yang tersebar merata. Pada daerah aliran

yang kecil kemungkinan hujan terjadi merata diseluruh daerah, tetapi tidak pada daerah aliran yang besar. Hujan yang terjadi

pada daerah aliran yang besar tidak sama, sedangkan pos-pos

penakar hujan hanya mencatat hujan di suatu titik tertentu.

Sehingga akan sulit untuk menentukan beberapa hujan yang

turun di seluruh areal. Hal ini akan menyulitkan dalam

menentukan hubungan antara debit banjir dan curah hujan yang

mengakibatkan banjir tersebut. Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu

rancangan pemanfaatan air dan rancangan pengendalian banjir

adalah curah hujan rata-rata di seluruh daerah yang

bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu titik tertentu. Curah

hujan ini disebut curah hujan wilayah atau curah hujan daerah

yang dinyatakan dalam satuan millimeter (Sosrodarsono, 2003). Terdapat tiga macam cara yang berbeda dalam menentukan

tinggi curah hujan rata-rata pada daerah tertentu di beberapa

titik pos penakar atau pencatat hujan, yaitu :

1. Metode rata-rata aljabar

Tinggi rata-rata curah hujan didapatkan dengan

mengambil nilai rata-rata hitung (arithmetic mean) pengukuran hujan di pos penakar-penakar hujan di daerah tersebut.

Curah hujan rerata daerah metode rata-rata aljabar dapat

dihitung dengan persamaan sebagai berikut (Soemarto, 1999) :

n

i

in

n

d

n

ddddd

1

321 ...

dengan :

d = tinggi curah hujan rata-rata daerah

3 MODUL

35

Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University

d1,d2,…dn = tinggi curah hujan pada pos penakar 1,2,…n

n = banyaknya pos penakar

Cara ini akan memberikan hasil yang dapat dipercaya jika pos-pos penakarnya ditempatkan secara merata di daerah tersebut, dan hasil penakaran masing-masing pos

penakar tidak menyimpang jauh dari nilai rata-rata seluruh pos di seluruh areal

(Soemarto, 1999).

2. Metode Poligon Thiessen

Cara ini digunakan jika titik-titik pengamatan di dalam daerah tersebut tidak tersebar merata. Cara ini berdasarkan rata-rata timbang (weighted average). Masing-

masing penakar mempunyai daerah pengaruh yang dibentuk dengan menggambarkan

garis-garis sumbu tegak lurus terhadap garis penghubung di antara dua buah pos

penakar.

Curah hujan rerata daerah metode poligon Thiessen dapat dihitung dengan

persamaan sebagai berikut (Soemarto, 1999) :

n

li

iin

li i

ii

n

nn

A

dA

A

dA

AAA

dAdAdAd

...

...

21

2211

dengan :

A = luas areal

d = tinggi curah hujan rata-rata areal

d1,d2,…dn = tinggi curah hujan di pos 1,2,…n

A1, A2, A3,…An = luas daerah pengaruh pos 1, 2, 3, …, n

Gambar 1.1 Metode Poligon Thiessen

3. Metode Garis isohyet Dengan cara ini, maka harus digambar dulu kontur dengan tinggi hujan yang

sama (isohyet), seperti pada gambar berikut.

Gambar 1.2 Metode Garis Isohyet

36

Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University

Kemudian luas bagian di antara isohyet-isohyet yang berdekatan diukur, dan nilai

rata-ratanya dihitung sebagai nilai rata-rata timbang hitung nilai kontur, sebagai berikut

:

n

nnn

AAA

Add

Add

Add

d

...

2...

22

21

1

221

1

10

dengan :

A = luas areal total d = tinggi hujan rata-rata areal

d0, d1, …dn = curah hujan pada isohyet 0,1,2, …,n

A1, A2, A3,…An = luas bagian areal yang dibatasi oleh isohyet-isohyet yang

bersangkutan

Menurut Suyono Sosrodarsono, pada umumnya untuk menentukan metode curah

hujan daerah yang sesuai adalah dengan menggunakan standar luas daerah, sebagai berikut (Sosrodarsono, 2003) :

1. Daerah tinjauan dengan luas 250 ha dengan variasi topografi kecil, dapat diwakili

oleh sebuah alat ukur curah hujan.

2. Untuk daerah tinjauan dengan luas 250-50000 ha yang memiliki dua atau tiga titik

pengamatan dapat menggunakan metode rata-rata aljabar.

3. Untuk daerah tinjauan dengan luas 120000-500000 ha yang mempunyai titik-titik pengamatan tersebar cukup merata dan di mana curah hujannya tidak terlalu

dipengaruhi oleh kondisi topografi, dapat digunakan cara rata-rata aljabar. Jika titik-

titik pengamatan itu tidak tersebar merata maka digunakan cara poligon Thiessen.

4. Untuk daerah tinjauan dengan luas lebih dari 500000 ha dapat digunakan cara

isohyet atau metode potongan antara (inter-section method).

1.2 Curah Hujan Rancangan Curah hujan rancangan adalah curah hujan terbesar yang mungkin terjadi di

suatu daerah dengan peluang tertentu. Metode analisis hujan rancangan tersebut

pemilihannya sangat bergantung dari kesesuaian parameter statistik dari data yang

bersangkutan, atau dipilih berdasarkan pertimbangan-pertimbangan teknis lainnya.

Untuk menentukan metode yang sesuai, maka terlebih dahulu harus dihitung besarnya

parameter statistik yaitu koefisien kemencengan (skewness) atau Cs, dan koefisien kepuncakan (kurtosis) atau Ck. Persamaan yang digunakan adalah ( Sri Harto, 1993) :

3

3

21 Snn

xxnCs

4

42

21 Snn

xxnCk

Hasil perhitungan Cs dan Ck tersebut kemudian disesuaikan dengan syarat

pemilihan metode frekuensi seperti tabel berikut :

Tabel 1.1 Pemilihan Metode Frekuensi

Jenis Metode Ck Cs

Gumbel Normal

Log Person Tipe III

< 5,4002 3,0

bebas

1,1396 0

bebas

Sumber : Sri Harto, 1993

Curah hujan rancangan dihitung dengan menggunakan metode Log Person Tipe

III, karena metode ini dapat dipakai untuk semua sebaran data tanpa harus memenuhi

syarat koefisien kemencengan (skewness) dan koefisien kepuncakan (kurtosis).

37

Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University

Langkah-langkah perhitungan distribusi Log Person Tipe III adalah (Soemarto,

1999) :

1. Mengubah data curah hujan harian maksimum tahunan dalam bentuk logaritma

2. Menghitung nilai rerata logaritma dengan rumus :

n

LogXi

LogX

n

i

1

dengan : LogX = logaritma hujan rerata harian maksimum

n = banyaknya data

3. Menghitung besarnya simpangan baku (standar deviasi) dengan rumus :

1

1

2

n

LogXiLogXi

S

n

i

4. Menghitung koefisien kemencengan dengan rumus :

3

1

3

21 Snn

LogXiLogXin

Cs

n

i

5. Menghitung logaritma curah hujan rancangan dengan periode ulang tertentu :

Log X = SKLogX .

dengan :

Log X = logaritma besarnya curah hujan untuk periode ulang T tahun

LogX = rata-rata dari logaritma curah hujan

K = faktor sifat distribusi Log Person Tipe III yang merupakan fungsi koefisien

kemencengan (Cs) terhadap kala ulang atau probabilitas (P)

S = simpangan baku (standar deviasi)

6. Mencari antilog dari Log X untuk mendapatkan curah hujan rancangan dengan kala

ulang tertentu.

1.3 Analisa Debit Banjir Rancangan Metode Rasional Modifikasi

Debit banjir rancangan adalah debit banjir terbesar tahunan dengan suatu

kemungkinan terjadi yang tertentu, atau debit dengan suatu kemungkinan periode ulang

tertentu. Metode analisa debit banjir rancangan tersebut pemilihannya sangat

bergantung dari kesesuaian parameter statistik dari data yang bersangkutan, atau dipilih

berdasarkan pertimbangan-pertimbangan teknis lainnya.

Metode Rasional Modifikasi merupakan pengembangan dari metode Rasional, dimana waktu konsentrasi curah hujan yang terjadi lebih lama. Metode Rasional

Modifikasi mempertimbangkan pengaruh tampungan dalam memperkirakan debit

puncak limpasan. Adapun rumus Metode Rasional Modifikasi dalam menentukan debit

puncak, adalah sebagai berikut (Lewis et all.,1975) :

Q = 0,278.Cs. C. I. A

dengan : Q = debit puncak dengan kala ulang tertentu (m3/dt)

I = intensitas hujan rata-rata dalam t jam (mm/jam)

C = koefisien limpasan

A = luas daerah pengaliran (Km2)

Cs = koefisien tampungan

0,278 = faktor konversi

38

Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University

1.4 Waktu Konsentrasi (Tc)

Waktu konsentrasi adalah waktu perjalanan yang diperlukan oleh air dari tempat

paling jauh (hulu DAS) sampai titik pengamatan aliran air (outlet). Dalam metode

Rasional Modifikasi, untuk menentukan waktu konsentrasi menggunakan rumus :

Tc = To + Td dengan :

Tc = waktu konsentrasi (jam)

To = Overland flow time atau waktu yang dibutuhkan limpasan (run off) untuk

mengalir melalui permukaan tanah ke outlet terdekat. To dapat dihitung dengan

rumus berikut, (Suripin, 2004) :

To =

60

128,3

3

2x

S

nxLxx (jam)

dengan: L = panjang lintasan aliran di atas permukaan lahan (m)

n = angka kekasaran Manning (0,025)

S = kemiringan lahan (m/m)

Td = Drain flow time atau waktu aliran dimana air jatuh pada titik awal masuk

sungai sampai ke outlet, dinyatakan dalam satuan jam.

Td dapat ditentukan dari kondisi pada saluran, jika aliran dimana parameter-parameter hidroliknya sulit ditentukan maka Td dapat diperkirakan dengan menggunakan

kecepatan aliran, dengan rumus (Suripin, 2004) :

Td = v

L

3600 (jam)

dengan :

L = Panjang sungai (m)

v = kecepatan aliran rerata (m/dt)

Nilai v dapat dihitung dengan rumus berikut, (Highway design manual,

2001 : 810) : v = 4,918(S)1/2

dengan :

v = kecepatan aliran rerata (m/det)

S = slope sungai (m/m)

1.5 Koefiesien Tampungan (Cs) Suatu areal DAS yang semakin luas akan berdampak terhadap besarnya

tampungan di sungai, sehingga berakibat juga terhadap besar debit banjir yang terjadi.

Oleh karena itu, faktor koefisien tampungan diperhitungkan dalam metode rasional

modifikasi. Koefisien tampungan dapat dirumuskan, (Lewis et all., 1975):

Cs = dc

c

TT

T

2

2

dengan :

Tc = waktu konsentrasi (jam) Td = Drain flow time (jam)

1.6 Intensitas Hujan (I)

Intensitas hujan adalah tinggi curah hujan dalam periode tertentu yang

dinyatakan dalam satuan mm/jam. Besarnya intensitas curah hujan berbeda-beda

disebabkan oleh lamanya curah hujan atau frekuensi kejadian. Rumus empiris untuk

menghitung intensitas hujan digunakan rumus Mononobe (Sosrodarsono, 2003) :

I =

m

t

R

24

24

24

39

Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University

dengan :

I = intensitas hujan (mm/jam)

R24 = curah hujan maksimum 24 jam (mm)

t = waktu konsentrasi / Tc (jam)

m = konstanta = (3

2)

1.7 Koefisien Pengaliran (C)

Koefisien pengaliran adalah suatu variabel yang didasarkan pada kondisi daerah

pengaliran dan karakteristik hujan yang jatuh di daerah tersebut. Kondisi daerah

pengaliran dan karakteristik hujan meliputi:

Keadaan hujan

Luas dan bentuk daerah aliran Kemiringan daerah aliran dan kemiringan dasar sungai

Daya infiltrasi dan perkolasi tanah

Kelembaban tanah

Suhu udara, angin, dan evaporasi

Tata guna lahan

Nilai koefisien pengaliran (C) adalah bilangan yang menunjukkan perbandingan antara besarnya air yang melimpas terhadap besarnya curah hujan. Angka koefisien

pengaliran ini merupakan salah satu indikator untuk menentukan apakah suatu DAS

tersebut telah mengalami gangguan fisik (Asdak, 2001 : 157). Nilai koefisien pengaliran

(C) yang besar menunjukkan jumlah limpasan permukaan yang terjadi pada lahan

tersebut besar, dengan kata lain kondisi tata air dan tata guna lahan pada lahan

tersebut rusak. Sebaliknya nilai koefisien pengaliran yang kecil menunjukkan jumlah

limpasan permukaan yang terjadi pada lahan tersebut kecil, dengan kata lain jumlah air yang meresap ke dalam tanah dan memberikan kontribusi (recharge) air tanah besar.

Koefisien pengaliran seperti disajikan pada tabel berikut, didasarkan dengan suatu

pertimbangan bahwa koefisien tersebut sangat tergantung pada faktor-faktor fisik.

Harga koefisien pengaliran (C) untuk berbagai kondisi permukaan tanah dapat

ditentukan sebagai berikut :

Tabel 1.2 Koefisien Pengaliran (C)

Tata Guna Lahan C Tata Guna Lahan C

Perkantoran Tanah lapang

Daerah pusat kota 0,7-0,95 Berpasir, datar, 2%

0,05-0,10

Daerah sekitar kota

0,50-

0,70 Berpasir, agak rata, 2-7%

0,10-

0,15

Perumahan Berpasir, miring, 7%

0,15-

0,20

Rumah tinggal

0,30-

0,50 Tanah berat, datar, 2%

0,13-

0,17 Rumah susun,

terpisah

0,40-

0,60

Tanah berat, agak datar,

2-7%

0,18-

0,22

Rumah susun,

bersambung

0,60-

0,75 Tanah berat, miring, 7%

0,25-

0,35

Pinggiran kota

0,25-

0,40 Tanah pertanian, 0-30%

Daerah industri Tanah kosong

Kurang padat industri

0,50-

0,80 Rata

0,03-

0,60

Padat industri 0,60- Kasar 0,20-

40

Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University

0,90 0,50

Ladang Garapan

Taman,kuburan 0,10-0,25

Tanah berat, tanpa vegetasi

0,30-0,60

Tempat bermain

0,20-

0,35

Tanah berat, dengan

vegetasi

0,20-

0,50

Daerah stasiun KA

0,20-

0,40

Berpasir, tanpa

vegetasi

0,20-

0,25

Daerah tak berkembang

0,10-

0,30

Berpasir, dengan

vegetasi

0,10-

0,25

Jalan Raya Padang Rumput

Beraspal 0,70-0,95 Tanah berat

0,15-0,45

Berbeton

0,80-

0,95 Berpasir

0,05-

0,25

Berbatu bata

0,70-

0,85 Hutan/bervegetasi

0,05-

0,25

Trotoar

0,75-

0,85

Tanah Tidak Produktif, >

30%

Rata, kedap air

0,70-

0,90

Daerah beratap

0,75-

0,95 Kasar

0,50-

0,70

Sumber : Asdak, 2002

41

Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University

II. ALUR PENYELESAIAN

Gambar 2.1 Diagram Alir Penentuan Debit Limpasan Metode Rasional Modifikasi

Mulai

Data

Hujan

Peta Topografi

Digital

Peta Tataguna

Lahan Digital

Uji T

DEM (Model Grid)

Pemodelan DAS

Batas DAS,

Panjang & slope

Koefisien

Pengaliran (C),

Luas Areal (A)

Intensitas Hujan

Mononobe (I)

Debit Limp. Perm Met.

Rasional Modifikasi

Q = 0,278. Cs. C. I. A

Selesai

Curah Hujan

Rerata Daerah

Curah Hujan Rancangan

(Log Pearson III)

Uji Kesesuaian

Distribusi

Ya

Tidak

To (Overland

flow time)

Td (Drain

flow time)

v

(kec. rerata)

Tc (Waktu Konsentrasi)

Koef. Tampungan (Cs)

Peta Sub-sub DAS

dengan Atribut Koef.

Tampungan (CS)

Peta Sub-sub DAS

dengan Atribut

Intensitas Hujan (I)

Analisa SIG

42

Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University

Gambar 2.2 Diagram Alir Proses SIG

Mulai

Data

SpasialData Atribut

Digitasi Data Spasial

(Autodesk Map 2004)

Editing Hasil Digitasi

Data Spasial

(Autodesk Map 2004)

Pembuatan Coverage

(Autodesk Map 2004)

Pemilihan dan

Pengelompokan Data

(Ms Ecxel )

Penyusunan Data Base

(ArcView GIS 3.3)

Penggabungan Data Atirbut

dan Spasial (Joint Item )

(ArcView GIS 3.3)

Analisa Data SIG

(ArcView GIS 3.3)

Selesai

Membangun Topologi

(Autodesk Map 2004)

Produk SIG

(Lay out /Peta-Peta)

DEM model grid

(Arc View GIS 3.3)

Pemodelan DAS

(Arc View GIS 3.3)

Batas DAS

(Arc View GIS 3.3)

Pemberian ID pada Data

Spasial (ArcView GIS 3.3)

43

Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University

Gambar 2.3 Diagram Alir Proses Pembuatan Batas DAS

Mulai

Peta Jaringan

Sungai Digital

Peta topografi digital

Ekspor polyline

sungai ke

format *.shp

Eksport polyline kontur

(vektor) ke format *.shp

Membangkitkan DEM dalam

format TIN (raster)

DEM dalam model GRID dengan

ukuran cell menyesuaikan peta

Jaringan Sungai Sintetik

Definisi Outlet DAS

Konversi DEM dari format

TIN ke GRID (raster)

Identifikasi

Sink

Arah aliran

(flow direction )

Akumulasi aliran

(Flow accumulation )

Fill SinkTidak

Ya

Model DAS

Selesai

44

Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University

III. PENGGUNAAN SOFTWARE ARCVIEW GIS 3.3

3.1 Menampilkan ArcView GIS 3.3

Untuk membuka ArcView GIS 3.3 bisa melalui icon ArcView GIS 3.3 yang terdapat pada Dekstop atau melalui Start - All program - ESRI - ArcView GIS 3.3 - icon

ArcView GIS 3.3. Tampilan awal dari ArcView GIS 3.3 yaitu :

Gambar 3.1 Tampilan Awal dari Software ArcView GIS 3.3

3.2 Membuka Project Yang Telah Ada Untuk membuka project yang sudah ada atau telah dikerjakan sebelumnya dapat

dilakukan dengan cara File - Open Project :

Gambar 3.2 Tampilan Project yang Akan Dibuka

Setelah tampilan project yang akan dibuka terlihat maka tinggal memilih project yang akan dikehendaki yaitu dengan cara double click pada project yang akan

dikehendaki. Project yang dikehendaki akan muncul seperti terlihat pada Gambar 8.

View, untuk menampilkan/mengerjakan peta

Tables, untuk menampilkan/mengerjakan tabel

Charts, untuk menampilkan/mengerjakan grafik

Lay Out, untuk menampilkan peta siap print

Script, untuk mengembangkan fungsi dasar

ArcView GIS 3.3

45

Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University

Gambar 3.3 Tampilan Project yang Dikehendaki

Gambar 3.4 Tampilan Salah Satu View Dalam Project

Double klik

Nama

View

Legenda

Windows

ID/data

46

Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University

3.3 Membuat Project Baru

Untuk membuat project baru pada ArcView GIS 3.3 pada menu File pilih New

Project. Secara otomatis akan muncul project baru dengan nama Untitled.apr. Pilih icon

View dan clik New atau double click pada icon View. Untuk memunculkan View yang

diinginkan dengan memilih data yang telah tersedia klik tombol add theme.

Gambar 3.5 Tampilan Untuk Memunculkan View Baru

Add Theme

ID/Data

Memperbesar

dengan Window

Memperkecil

dengan Window

Pan

Attribute

Menghitung

Jarak

Tampilan

Keseluruhan

Tampilan

Tema Aktif

Tampilan

Obyek Terpilih Perkecil

1 kali

Perbesar

1 kali

Zoom

Previous

Clear

Selection

Skala Koordinat

Memunculkan

View baru

Blank

Project

Letak File

Pilihan File

Jenis Data

47

Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University

Gambar 3.6 Tampilan Pemilihan Theme

3.4 Mengubah Map Units

Gambar 3.7 Tampilan View Properties

Map unit adalah satuan koordinat ketika peta dibuat, apabila tidak diisi maka

skala peta tidak dapat diketahui. Distance unit adalah satuan yang ditampilkan saat

dilakukan pengukuran.

Untuk menyimpan project dilakukan langkah-langkah yaitu dari menu sub file - Save As,

setelah itu ketikkan nama file yang dikehendaki.

3.5 Mengubah Legenda Dalam View

Doble klik pada legenda sehingga didapatkan menu/gambar sebagai berikut

Gambar 3.8 Tampilan Legend Editor

Memberi

nama

baru Memberi

nama

creator

Mengambil legenda

yang telah disimpan

Menyimpan data

legenda

Nama Theme

Ditampilkan dalam

bentuk satu symbol

Satu Simbol, warna

gradasi

Simbol Gradasi

Simbol untuk

masing-masing Dalam bentuk chart

48

Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University

3.6 Tabel/Atributes

Attribute adalah data tabular yang menyertai data spasial. Attribute disimpan

dalam format Dbase. Untuk menampilkan attribute yang dimiliki oleh View dapat

dilakukan dengan menekan tombol sehingga didapat tampilan sebagai berikut.

Gambar 3.9 Tampilan Data Attributes

Untuk menambah Kolom/Filed dilakukan dengan cara mengklik menu Table - Start

Editing, Edit - Add Field. Jika ingin menambah baris dengan cara Klik menu Edit - Add Record.

Gambar 3.10 Tampilan Penambahan Kolom

Gambar 3.11 Tampilan Sub Menu File Attribute

Nama Kolom

Jumlah karakter

huruf atau angka Jumlah angka

dibelakang koma

Jenis data :

Number = angka

String = huruf

Boolean = pengandaian,

ekspresi

Date = tanggal

Select All

Switch Selection

Clear Selection

Buat Chart

Find

Query Builder

Disusun keatas Joint Table Menjumlah Calculate

Identify Edit Data

Pilih

49

Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University

Mengisi Informasi Dasar

Data attribute tiap .shp haruslah memiliki informasi dasar agar menjadi data GIS yang

lengkap. Informasi dasar ini antara lain :

Point : Informasi Keterangan Line : Informasi Panjang, Keterangan

Polygon : Informasi Luas, Keliling, Keterangan

3.7 Pemodelan Daerah Aliran Sungai

Pemodelan Daerah Aliran Sungai (DAS) dilakukan dengan cara yaitu

membangkitkan DEM terlebih dahulu, menentukan arah aliran (flow direction), akumulasi aliran (flow accumulation), pembangkitan jaringan sungai sintetik, dan

kalkulasi parameter daerah aliran sungai. Pemodelan DAS dari suatu grid adalah dengan

memanfaatkan kemampuan analisa dan manipulasi dalam Sistem Informasi Geografi

(SIG), yaitu melalui penerapan algoritma tertentu untuk memanipulasi hubungan suatu

cell dengan cell-cell tetangganya.

Digital Terrain Model (DTM) atau juga biasa disebut (Digital Elevation Model) adalah salah satu metode pendekatan yang bisa dipakai untuk memodelkan relief

permukaan bumi dalam bentuk 3 dimensi. Metode DEM tersebut dapat dipakai sebagai

model, analisa dan representasi fenomena yang berhubungan dengan topografi atau

permukaan lain. Penggunaan model permukaan digital dalam proses analisis limpasan

permukaan mempresentasikan permukaan relief bumi akan membantu ketelitian dalam

mengidentifikasikan kemiringan lahan, arah aliran, akumulasi aliran, panjang lintasan

aliran dan penentuan daerah pengaliran. Terdapat beberapa metode untuk menggambarkan bentuk permukaan bumi

dalam model permukaan digital, antara lain model grid dalam bentuk bujursangkar,

model TIN (Triangulated Irregular Network) dalam bentuk segitiga, segiempat atau

segienam beraturan. Dari berbagai metode yang ada dalam menggambarkan relief bumi,

maka metode bujursangkar merupakan metode yang paling banyak digunakan. Model

permukaan digital dengan format grid yang dikenal dengan bentuk sel yang beraturan (bujur sangkar), memungkinkan untuk dianalisa lebih lanjut diantaranya untuk

mendapatkan skema dan parameter topografi suatu Daerah Aliran Sungai.

Untuk dapat memodelkan DAS, terlebih dahulu software ArcView GIS 3.3

diberikan extension (plug-ins) 3D Analyst, Spatial Analyst, Hydrologic Modeling V 1.1,

dan AVSWAT 2000. Extension adalah modul tambahan/perangkat tambahan untuk

meningkatkan fungsionalitas ArcView di bidang-bidang aplikasi tertentu. Untuk menambahkan extension tersebut kedalam ArcView dilakukan dengan cara menginstall

extension tersebut secara benar. Hasil dari proses instalasi ini adalah sejumlah file yang

masuk kedalam direktori dimana ArcView di Install. Setelah extension ter-install maka

langkah selanjutnya adalah mengaktifkan extension 3D Analyst, Spatial Analyst,

Hydrologic Modeling V 1.1, dan AVSWAT 2000 serta meng-add peta kontur yang terlebih

dahulu sudah di eksport kedalam format *.shp. Tampilan pada ArcView setelah 3D

Analyst, Spatial Analyst, Hydrologic Modeling V 1.1, dan AVSWAT 2000 diaktifkan adalah akan mencul tampilan awal dari AVSWAT dan terdapat submenu file Analysis, Surface,

Hydro, dan Avswat pada view Watershed serta jendela Watershed Deliniation. Untuk

membangkitkan DEM klik sub menu Surface lalu pilih Create TIN from Features. Setelah

proses selesai untuk mengubah kebentuk Grid maka pilih sub menu Theme lalu Convert

to Grid.

50

Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University

Gambar 3.12 Tampilan Awal Extension AVSWAT 2000

Gambar 3.13 Tampilan Watershed Deliniation

Gambar 3.14 Tampilan Sub Menu pada View Watershed Setelah Extension

Sub Menu

Analysis,

Surface dan

Hydro

Sub Menu

Avswat

51

Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University

3D Analyst, Spatial Analyst, Hydrologic Modeling V 1.1, dan AVSWAT 2000 Diaktifkan

Gambar 3.15 Tampilan DEM dalam bentuk Grid

Setelah dilakukan pembangkitan DEM maka langkah selanjutnya adalah

menentukan arah aliran (flow direction), akumulasi aliran (flow accumulation), dan

pembangkitan jaringan sungai sintetik. Untuk menentukan arah aliran suatu sel dari

DEM ditentukan dengan membandingkan elevasi sel tersebut dengan elevasi 8 (delapan)

tetangganya yang bersebelahan. Maka aliran dari sel ini akan mengalir ke arah sel yang memiliki kemiringan relatif paling curam terhadap sel yang akan ditentukan arah

alirannya.

Akumulasi aliran didefinisikan sebagai banyaknya sel yang memberikan kontribusi

aliran pada suatu sel berdasarkan grid arah aliran yang telah ditentukan sebelumnya.

Penjumlahan akumulasi aliran ini dimulai dari daerah hulu, lalu menelusuri tiap sel satu

per satu kearah hilir berdasarkan grid arah aliran. Sel-sel dengan akumulasi aliran lebih besar Sel dengan akumulasi aliran 0 (tidak ada sel lain yang memberikan konstribusi

aliran) merupakan daerah yang topografinya tinggi. Biasanya berupa punggung-

punggung bukit yang selanjutnya diidentifikasikan sebagai batas DPS. Sedangkan sel-sel

dengan jumlah akumulasi aliran tinggi, biasanya mengidentifikasikan saluran sungai.

Jaringan sungai sungai sintetik diperoleh dengan menentukan batas minimum

jumlah konstribusi aliran yang diterima oleh suatu sel yang bisa dianggap sebagai awal

dari saluran sungai. Sel-sel yang yang memiliki value = 1 akan diekstrak dan dikonvert ke model data vektor berupa garis yang merepresentasikan sungai sintetik. Penentuan

batas minimum akumulasi aliran akan mempengaruhi jaringan sungai sintentik yang

dihasilkan, jika batas minimumnya kecil maka akan terdapat banyak sungai-sungai kecil.

Sebaliknya jika batas minimumnya besar, sungai-sungai kecil akan tereliminasi dan

menjadi satu dengan sungai yang lebih besar daerah tangkapan airnya.

Parameter Daerah Aliran Sungai

Pada suatu DEM daerah tangkapan air dengan menentukan sel-sel mana saja

yang memberikan konstribusi aliran pada suatu sel outlet yang ditentukan sebelumnya

berdasarkan gid arah aliran. Setelah mendapatkan skema DAS/Sub-DAS, maka

parameter tiap Sub DAS bisa dikalkulasi menggunakan GIS interface. Adapun

52

Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University

parameter-parameter yang bisa diperoleh dalam pemodelan ini adalah luasan DAS/Sub

DAS, aliran terpanjang, panjang sungai, kemiringan rata-rata sungai, kemiringan lereng,

dan kordinat pusat DAS.

Gambar 3.16 Tampilan Jaringan Sungai Sintetik dan

DAS Hasil Pembangkitan DEM

Gambar 3.16 Tampilan Jaringan Sungai Sintetik dan DAS Hasil Pembangkitan DEM

Gambar 3.17 Tampilan Jaringan Sungai Sintetik dan DAS Hasil Pembangkitan DEM

Setelah Proses Calculation

53

Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University

Setelah proses kalkulasi parameter DAS selesai maka hasil kalkulasi diubah kebentuk

shapefile, dengan cara klik sub menu Theme lalu Convert to Shapefile.

Gambar 3.18 Batas DAS, Sub-sub DAS, Sungai, dan Outlet Berformat *.shp

Gambar 3.19 Atribut Sub-sub DAS (Subbasins)

54

Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University

Gambar 3.20 Atribut Sungai (Streams)

3.8 Menggunakan Fasilitas Geoprocessing Untuk menampilkan fasilitas geoprocessing dalam view dengan cara mengaktifkan

Extension Geoprocessing sehingga muncul tampilan sebagai berikut :

Gambar 3.21 Tampilan Pemilihan Extensions Geoprocessing

Syarat untuk menggunakan fasilitas Geoprocessing adalah harus ada satu atau lebih

shape polygon dalam view. Cara untuk menampilkan fasilitas ini yaitu dengan mengklik

55

Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University

menu View - Geoprocessing Wizard sehingga muncul tampilan Geoprocessing dengan 6

operasi.

Gambar 3.22 Tampilan GeoProcessing

Dissolve, (penggabungan klas/ID - attribute yang sama) pilih operasi Dissolve - Next,

setelah itu isi masing-masing item kemudian next. Jika perlu dapat ditambahkan filed

(kolom) keterangan theme hasil Dissolve kemudian Finish.

Gambar 3.23 Tampilan GeoProcessing Dissolve 1

Theme yg akan di

Dissolve

Attribute dari theme yg

akan di Dissolve

Lokasi hasil file

theme Dissolve

Field (kolom) keterangan

yang dapat ditambahkan

pada theme hasil Dissolve

56

Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University

Gambar 3.24 Tampilan GeoProcessing Dissolve 2

Merge - Next, isi/pilih item-item yang ada pada tampilan berikutnya kemudian Finish.

Gambar 3.25 Tampilan GeoProcessing Merge 1

Gambar 3.26 Tampilan GeoProcessing Merge 2

Clip - Next, Isi/pilih item-item yang ada pada tampilan berikutnya kemudian Finish.

Gambar 3.27 Tampilan GeoProcessing Clip 1

Pilihan theme yg akan

dimerger, minimal 2

Field theme yg akan dijadikan

dasar hasil merger

Nama file theme

hasil merger

57

Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University

Gambar 3.28 Tampilan GeoProcessing Clip 2

Intersect - next, Isi/pilih yang ada pada tampilan berikutnya kemudian Finish.

Gambar 3.29 Tampilan GeoProcessing Intersect 1

Theme yg akan di-Clip

Theme yg akan dipakai

untuk Clip (memotong)

Nama Theme hasil proses

Clip (memotong)

Theme input untuk Intersect

Theme overlay yg

dipakai untuk Intersect

Nama File Theme hasil

proses Intersect

58

Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University

Gambar 3.30 Tampilan GeoProcessing Intersect 2

Union - next, isi/pilih item-item yang ada pada tampilan berikutnya kemudian Finish.

Gambar 3.31 Tampilan GeoProcessing Union 1

Gambar 3.32 Tampilan GeoProcessing Union 2

Spatial Join - Next, isi/pilih item-item yang ada pada tampilan berikutnya kemudian

Finish.

Gambar 3.33 Tampilan GeoProcessing Spatial Join 1

Theme input untuk Union

Theme overlay yg

dipakai untuk Union

Nama File Theme hasil

proses Union

59

Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University

Gambar 3.34 Tampilan GeoProcessing Spatial Join 2

3.9 Proses SIG : Overlay (Membuat Peta Sebaran Debit Banjir Metode Rasional)

Proses pembuatan peta sebaran debit banjir metode rasional modifikasi

menggunakan analisa overlay. Analisa overlay didapat dengan mengaktifkan extension geoprocessing pada software ArcView GIS 3.3. Dari sub menu GeoProcessing yang dipilh

untuk proses overlay adalah Intersect. Untuk melakukan overlay terlebih dahulu dibuat

peta tatagunalahan (koefisien C), peta intensitas hujan (I). Koefisien Cs dan Intensitas

Hujan (I) dimasukkan kedalam data atribut peta sub-sub DAS (hasil pembangkitan DEM)

sedangkan untuk luasan (A) dihitung setelah peta dioverlay. Perhitungan debit banjir

rasional menggunakan fasilitas calculate pada data atribut peta sebaran debit banjir.

Gambar 3.35 Tampilan GeoProcessing Intersect & Peta yang Akan DiOverlay

Theme yg dijadikan

tempat bergabung

Theme yg akan digabung

60

Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University

Gambar 3.36 Tampilan Peta Sebaran Q Rasional

Gambar 3.37 Tampilan Data Atribut Peta Sebaran Q Rasional

61

Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University

3.10 Membuat Layout Aktifkan tombol Layout (pada project) dan tekan new sehingga muncul dokumen

baru dengan nama Layout 1.

ArcView akan memberikan pilihan untuk menyusun layout dengan pilihan :

Untuk menampilkan view, tekan tombol menampilkan view dan buatlah frame pada

dokumen layout sehingga didapat menu sebagai berikut :

Gambar 3.38 Tampilan View Frame Properties

Untuk menampilkan legenda, tekan tombol untuk menampilkan legenda dan buatlah

frame untuk tampilan legenda pad lembar layout, maka akan didapat menu sebagai

berikut :

Menampilkan View

Menampilkan Legenda

Menampilkan Skala

Menampilkan Arah Mata Angin

Menampilkan Chart

Menampilkan Tables

Menampilkan Gambar

Pilih view yg akan ditampilkan misal : jayapura

Apabila diaktifkan, pada setiap view berubah

maka tampilan akan berubah.

Pilihan Skala yaitu :

Automatic, tampilan berubah sesuai frame

Preserve View Scale, sesuai tampilan view

User Specified Scale, sesuai definisi pengguna Pilihan extent yaitu :

Fill view frame, seluruh frame dipenuhi

Clip to view, ditampilkan sesuai view Pilihan Display yaitu :

When active, tampil apabila view aktif

Always, selalu tampil meski view tidak aktif Pilihan Quality yaitu :

Presentation, untuk hasil akhir

Draft, untuk uji coba

62

Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University

Gambar 3.39 Tampilan Legend Frame Properties

Untuk menampilkan skala, tekan tombol untuk menampilkan skala dan buatlah frame

untuk tampilan skala pada lembar layout, maka akan didapat tampilan menu sebagai

berikut :

Gambar 3.40 Tampilan Scale Bar Properties

Untuk menampilkan mata angin, tekan tombol untuk menampilkan mata angin dan

buatlah frame untuk tampilan mata angin pada lembar layout, maka akan didapat

menu sebagai berikut :

Pilihan style

Satuan

Interval Jarak

Jumlah Interval

Pembagian sisi Kiri

63

Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University

Gambar 3.41 Tampilan North Arrow Manager

Untuk menampilkan grafik, tekan tombol untuk menampilkan grafik dan buatlah frame untuk tampilan grafik pada lembar layout.

Untuk menampilkan tables/attributes, tekan tombol untuk menampilkan

tables/attributes dan buatlah frame untuk tampilan tables/attributes pada lembar

layout.

Untuk menampilkan gambar, tekan tombol untuk menampilkan gambar dan buatlah

frame untuk tampilan gambar pada lembar layout.

Membuat Graticules and Grids

Mengaktifkan exstensions Graticules and Measure Grids.

Mengaktifkan Button Graticules and Grids dengan cara clik view yang sudah

tampil pada lembar layout.

Clik button Graticules and Grids hingga muncul tampilan seperti di bawah ini kemudian next.

Gambar 3.42 Tampilan Graticule and Grid Wizard 1

Isi item-item untuk pilihan grid kemudian next Isi item-item untuk pilihan border kemudian next

Clik preview untuk mengetahui bentuk graticules and grid, jika sudah selesai clik

Finish.

Membuat grid

dengan satuan

ukuran tertentu

Interval Grid

Grid yg ditampilkan;

tanda, garis

Tebal Garis grid

Warna label dan grid

Jenis huruf label

Ukuran label

Bentuk teks tabel

64

Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University

Gambar 3.43 Tampilan Graticule and Grid Wizard 2

Gambar 3.44 Tampilan Graticule and Grid Wizard 3

Gambar 3.45 Tampilan Contoh Layout Debit Banjir Rasional

Border di sekitar

frame view

Border di sekitar

graticule/grid

Label sejajar

dengan border

Warna garis border

frame view

Bentuk garis border

frame view

Warna garis border

graticule/grid

Bentuk garis border

graticule/grid