23
BAB I PENDAHULUAN A. Defenisi 1. Trauma Capitis atau Cidera kepala adalah kerusakan neurologi yang terjadi akibat adanya trauma pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari trauma yang terjadi (Sylvia Anderson Price, 2006). 2. Trauma kapitis adalah ganguan traumatik yang menyebabkan gangguan fungsi otak disertai atau tanpa disertai perdarahan interstitiel dan tidak menganggu jaringan otak. ( Brunner & Suddarth, 2000 ) 3. Menurut Brain Injury Association of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran dan menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik (Langlois, Rutland- Brown, Rosdiana Ramli, 2011). B. Jenis-Jenis Trauma Kepala Luka pada kulit dan tulang dapat menunjukkan lokasi (area) dimana terjadi trauma (Sastrodiningrat, 2009). Cedera yang tampak pada kepala bagian luar terdiri dari dua, yaitu secara garis besar adalah trauma kepala tertutup dan terbuka. Trauma kepala tertutup merupakan fragmen-fragmen tengkorak yang masih intak atau utuh pada 1

Lp Trauma Capitis

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Lp Trauma Capitis

BAB I

PENDAHULUAN

A. Defenisi

1. Trauma Capitis atau Cidera kepala adalah kerusakan neurologi yang terjadi akibat

adanya trauma pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek

sekunder dari trauma yang terjadi (Sylvia Anderson Price, 2006).

2. Trauma  kapitis adalah ganguan traumatik yang menyebabkan gangguan fungsi

otak  disertai atau tanpa disertai perdarahan interstitiel dan tidak menganggu

jaringan otak. ( Brunner & Suddarth, 2000 )

3. Menurut Brain Injury Association of America, cedera kepala adalah suatu

kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi

disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau

mengubah kesadaran dan menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi

fisik (Langlois, Rutland-Brown, Rosdiana Ramli, 2011).

B. Jenis-Jenis Trauma Kepala

Luka pada kulit dan tulang dapat menunjukkan lokasi (area) dimana terjadi

trauma (Sastrodiningrat, 2009). Cedera yang tampak pada kepala bagian luar terdiri dari

dua, yaitu secara garis besar adalah trauma kepala tertutup dan terbuka. Trauma kepala

tertutup merupakan fragmen-fragmen tengkorak yang masih intak atau utuh pada

kepala setelah luka. Trauma kepala terbuka adalah yaitu luka tampak luka telah

menembus sampai kepada dura mater. (Anderson, Heitger, and Macleod, 2006).

Kemungkinan kecederaan atau trauma adalah seperti berikut:

1. Fraktur

Menurut American Accreditation Health Care Commission, terdapat 4 jenis fraktur

yaitu :

a. Simple : Retak pada tengkorak tanpa kecederaan pada kulit

b. Linear or hairline: Retak pada kranial yang berbentuk garis halus tanpa depresi,

distorsi dan ‘splintering’.

c. Depressed: Retak pada kranial dengan depresi ke arah otak.

d. Compound : Retak atau kehilangan kulit dan splintering pada tengkorak. Selain

retak terdapat juga hematoma subdural (Duldner, 2008).

1

Page 2: Lp Trauma Capitis

2. sLuka Memar (kontosio)

Luka memar adalah apabila terjadi kerusakan jaringan subkutan dimana

pembuluh darah (kapiler) pecah sehingga darah meresap ke jaringan sekitarnya,

kulit tidak rusak, menjadi bengkak dan berwarna merah kebiruan. Luka memar

pada otak terjadi apabila otak menekan tengkorak. Biasanya terjadi pada ujung

otak seperti pada frontal, temporal dan oksipital. (Corrigan, 2004).

3. Laserasi (luka robek atau koyak)

Luka laserasi adalah luka robek tetapi disebabkan oleh benda tumpul atau

runcing. Dengan kata lain, pada luka yang disebabkan oleh benda bermata tajam

dimana lukanya akan tampak rata dan teratur. Luka robek adalah apabila terjadi

kerusakan seluruh tebal kulit dan jaringan bawah kulit.

4. Abrasi

Luka abrasi yaitu luka yang tidak begitu dalam, hanya superfisial. Luka ini bisa

mengenai sebagian atau seluruh kulit. Luka ini tidak sampai pada jaringan

subkutis tetapi akan terasa sangat nyeri karena banyak ujung-ujung saraf yang

rusak.

5. Avulsi

Luka avulsi yaitu apabila kulit dan jaringan bawah kulit terkelupas,tetapi

sebagian masih berhubungan dengan tulang kranial. Dengan kata lain intak kulit

pada kranial terlepas setelah kecederaan (Mansjoer, 2000).

C. Etiologi

Menurut Brain Injury Association of America, penyebab utama trauma kepala

adalah sebagai berikut :

1. Kecelakaan Lalu Lintas

Kecelakaan lalu lintas adalah dimana sebuah kenderan bermotor bertabrakan

dengan kenderaan yang lain atau benda lain sehingga menyebabkan kerusakan atau

kecederaan kepada pengguna jalan raya (IRTAD, 1995).

2. Jatuh didefinisikan sebagai (terlepas) turun atau meluncur ke bawah dengan cepat

karena gravitasi bumi, baik ketika masih di gerakan turun maupun sesudah sampai

ke tanah.

2

Page 3: Lp Trauma Capitis

3. Kekerasan

Kekerasan didefinisikan sebagai suatu perihal atau perbuatan seseorang atau

kelompok yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain, atau menyebabkan

kerusakan fisik pada barang atau orang lain (secara paksaan).

D. Patofisiologi

Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat

terpenuhi. Energi yang dihasilkan di dalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui

proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke

otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan

kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20

mg%, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25% dari seluruh

kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70% akan

terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi serebral.

1. Faktor kardiovaskuler

Trauma kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung mencakup aktivitas

atipikal miokardial, perubahan tekanan vaskuler dan edema paru. Tidak adanya

stimulus endogen saraf simpatis mempengaruhi penurunan kontraktilitas ventrikel.

Hal ini menyebabkan penurunan curah jantung dan meningkatkan tekanan atrium

kiri. Akibatnya tubuh berkompensasi dengan meningkatkan tekanan sistolik.

Pengaruh dari adanya peningkatan tekanan atrium kiri adalah terjadinya edema paru.

2. Faktor Respiratori

Adanya edema paru pada trauma kepala dan vasokonstriksi paru atau hipertensi

paru menyebabkan hiperpnoe dan bronkokonstriksi Konsentrasi oksigen dan karbon

dioksida mempengaruhi aliran darah. Bila PO2 rendah, aliran darah bertambah

karena terjadi vasodilatasi. Penurunan PCO2, akan terjadi alkalosis yang

menyebabkan vasokonstriksi (arteri kecil) dan penurunan CBF (cerebral blood

fluid). Edema otak ini menyebabkan kematian otak (iskemik) dan tingginya tekanan

intra kranial (TIK) yang dapat menyebabkan herniasi dan penekanan batang otak

atau medulla oblongata.

3. Faktor Metabolisme

Pada trauma kepala terjadi perubahan metabolisme seperti trauma tubuh lainnya

yaitu kecenderungan retensi natrium dan air dan hilangnya sejumlah nitrogen.

3

Page 4: Lp Trauma Capitis

Retensi natrium juga disebabkan karena adanya stimulus terhadap hipotalamus, yang

menyebabkan pelepasan ACTH dan sekresi aldosteron.

4. Faktor Gastrointestinal

Trauma kepala juga mempengaruhi sistem gastrointestinal. Setelah trauma

kepala (3 hari) terdapat respon tubuh dengan merangsang aktivitas hipotalamus dan

stimulus vagal. Hal ini akan merangsang lambung menjadi hiperasiditas.

5. Faktor Psikologis

Selain dampak masalah yang mempengaruhi fisik pasien, trauma kepala pada

pasien adalah suatu pengalaman yang menakutkan. Gejala sisa yang timbul

pascatrauma akan mempengaruhi psikis pasien. Demikian pula pada trauma berat

yang menyebabkan penurunan kesadaran dan penurunan fungsi neurologis akan

mempengaruhi psikososial pasien dan keluarga.

E. Tanda dan Gejala

1. Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kepala ringan:

a. Pasien tertidur atau kesadaran yang menurun selama beberapa saat kemudian

sembuh.

b. Sakit kepala yang menetap atau berkepanjangan.

c. Mual atau dan muntah.

d. Gangguan tidur dan nafsu makan yang menurun.

e. Perubahan keperibadian diri.

f. Letargik.

2. Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kepala berat:

a. Simptom atau tanda-tanda cardinal yang menunjukkan peningkatan di otak

menurun atau meningkat.

b. Perubahan ukuran pupil (anisokoria).

c. Triad Cushing (denyut jantung menurun, hipertensi, depresi pernafasan).

d. Apabila meningkatnya tekanan intrakranial, terdapat pergerakan atau posisi

abnormal ekstrimitas.

F. Pemeriksaan Diagnostik

1. CT Scan : Mengidentifikasi adanya SOL.Hemorogi, menentukan Ukuran ventrikel,

pergeseraan cairan otak.

4

Page 5: Lp Trauma Capitis

2. MRI : Sama dengan CT Scan dengan atau tanpa kontras.

3. Angiografi Serebral : Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral seperti  pergeseran

jaringan otak akibat edema, perdarahan dan trauma.

4. Echoencephalografi : Memperlihatkan keberadaan atau perkembangan gelombang

patologis

5. Sinar X : Mendeteksi adanya perubahan struktur  tulang (Fraktor) pergeseran

struktur dari garis tengah (karena perdarahan) edema dan adanya frakmen tulang.

6. GDA (Gas Darah Arteri) : Mengetahui adanya masalah ventilasi oksigenasi yang

dapat menimbulkan

7. Kimia/Elektrolit Darah : Mengetahui ketidakseimbangan yang berperan dalam

peningkatan TIK/perubahan

8. Pemeriksaan Toksikolog : Mendeteksi obat yang mungkin bertanggung jawab

terhadap penurunan kesadaran ( Marlyn. E. Doengoes; 2000 )

9. BAER (Brain Auditory Evoked) : Menentukan fungsi dari kortel dan batang otak .

10. PET (Positron Emission Tomografi) : Menunjukkan aktiitas metabolisme pada

otak.

11. Pungsi Lumbal CSS : Dapat menduga adanya perdarahan subarachnoi.

G. Komplikasi

Komplikasi yang dapat timbul pada pasien yang mengalami trauma kapitis yaitu:

1. Shock disebabkan karena banyaknya darah yang hilang atau rasa sakit hebat. Bila

kehilangan lebih dari 50% darah dapat mengakibatkan kematian.

2. Peningkatan tekanan intrakranial, terjadi pada edema cerebri dan hematoma dalam

tulang tengkorak.

3. Meningitis, terjadi bila ada luka di daerah otak yang ada hubungannya dengan luar.

4. Infeksi/kejang, terjadi bila disertai luka pada anggota badan atau adanya luka pada

fraktur tulang tengkorak.

5. Edema pulmonal akibat dari cedera pada otak yang menyebabkan adanya

peningkatan tekanan darah sistemik sebagai respon dari sistem saraf simpatis pada

peningkatan TIK. Peningkatan vasokontriksi tubuh ini menyebabkan lebih banyak

darah dialirkan ke paru-paru. Perubahan permeabilitas pembuluh darah paru

berperan dalam proses memungkinkan cairan berpindah ke dalam alveolus.

5

Page 6: Lp Trauma Capitis

H. Penatalaksanaan

1. Medik

a. Manitol IV

Dosis awal 1 g / kg BB

Evaluasi 15 – 20 menit (bila belum ada perbaikan tambahan dosis 0,25 g / kg

BB)

Hati-hati terhadap kerusakan ginjal

b. Steroid : digunakan untuk mengurangi edema otak

c. Bikarbonas Natrikus : untuk mencegah terjadinya asidosis

d. Antikonvulsan : prifilaksis kejang

e. Terapi Koma : merupakan langkah terakhir untuk mengendalikan TIK secara

konservatif. Terapi ini menurunkan metabolisme otak, mengurangi edema &

menurunkan TIK Biasanya dilakukan 24 – 48 jam.

f. Antipiretik : Demam akan memperburuk keadaan karena akan meningkatkan

metabolisme dan dapat terjadi dehidrasi, kerusakan otak. Jika penyebab infeksi

tambahkan antibiotik.

g. Sedasi : gaduh, gelisah merupakan gejala yang sering ditemukan pada penderita

cidera otak dan dapat meningkatkan TIK.

h. Lorazepam (ativan) 1 – 2 mg IV/IM dapat diberikan dan dapat diulang

pemberiannya dalam 2 – 4 jam. Kerugian : tidak dapat memantau kesadaran

penderita.

i. Antasida – AH2 : untuk mencegah perdarahan GIT : simetidin, ranitidin,

famotidin. Furosemid adakalanya diberikan bersama dengan obat anti edema lain.

Dosis : 1 mg/kg BB IV, dapat diulang tiap 6 – 12 jam.

2. Non-Medik

a. Pengelolaan Pernapasan:

Pasien ditempatkan dalam posisi miring atau seperti posisi koma.

Periksa mulut, keluarkan gigi palsu bila ada.

Jika banyak ludah atau lendir atau sisa muntahan lakukan penghisapan.

6

Page 7: Lp Trauma Capitis

Hindari flexi leher yang berlebihan karena bias menyebabkan terganggunya

jalan napas/peningkatan TIK.

Trakeostomi dilakukan bila lesi di daerah mulut atau faring parah.

Perawat mengkaji frekuensi dan upaya pernapasan pasien, warna kulit, bunyi

pernapasan dan ekspansi dada.

Berikan penenang diazepam.

Posisi pasien selalu diubah setiap 3 jam dan lakukan fisioterapi dada 2x/sehari

b. Gangguan Mobilitas Fisik

Posisikan tubuh pasien dengan posisi opistotonus; perawatan harus dilakukan

dengan tujuan untuk menghentikan pola refleksif dan penurunan tonus otot

abnormal.

Perawat menghindarkan terjadinya kontraktur dengan melakukan ROM pasif

dengan merenggangkan otot dan mempertahankan mobilitas fisik.

c. Kerusakan Kulit : menghilangkan penekanan dan lakukan intervensi mobilitas.

d. Masalah Hidrasi : pada cidera kepala terjadi kontriksi arteri-arteri renalis sehingga

pembentukan urine berkurang dan garam ditahan didalam tubuh akibat

peningkatan tonus ortosimpatik.

e. Nutrisi pada Trauma otak berat

memerlukan jumlah kalori 2 kali lipat dengan meningkatnya aktivitas system

saraf ortosimpatik yang tampak pada hipertensi dan takikardi.

kegelisahan dan tonus otot yang meningkat menambah kebutuhan kalori.

bila kebutuhan kalori tidak terpenuhi maka jaringan tubuh dan lemak akan

diurai, penyembuhan luka akan lebih lama, timbul dekubitus, daya tahan

menurun ( Cholik dan Saiful, 2007)

7

Page 8: Lp Trauma Capitis

BAB II

KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Identitas Pasien

Nama               :                                   Alamat                         : Umur              

:                                   Diagnosa Medik          :

Pendidikan      :                                   Tanggal Masuk            :

Pekerjaan         :                                   Tanggal Pengkajian      :

2. Riwayat kesehatan

Riwayat kesehatan: waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian, status

kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah kejadian.

3. Pengkajian Fisik

a. Aktifitas atau istirahat

Adanya kelemahan , kaku, hilang keseimbangan

Kesadaran menurun, kelemahan otot/spasme.

b. Peredaran darah/sirkulasi

Tekanan Darah normal / berubah (hipertensi)

Nadi (bradikardi, takikardi, disritmia)

c. Eliminasi

Verbal dapat menahan BAK dan BAB

Blader dan bowel Incontentia

d.  Makanan/cairan

Mual atau muntah

Muntah yang memancar, masalah kesukaran menelan

e. Persarafan/Neurosensori

Pusing, kehilangan kesadaran sementara

amnesia seputar kejadian

8

Page 9: Lp Trauma Capitis

f. Kenyamanan/Nyeri

Nyeri kepala yang bervariasi tekanan dan lokasi nyerinya, agak lama.

g. Pernapasan

Perubahan pola napas, stridor, ronchi.

h. Pengkajian keamanan

Ada riwayat kecelakaan,

Terdapat trauma/fraktur/distorsi, perubahan penglihatan, kulit.

i. Konsep diri

Adanya perubahan tingkah laku

Kecemasan, berdebar, bingung, dellirium

B. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan

trauma kepala

2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah

(hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia

(hipovolemia, disritmia jantung)

3. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan transmisi atau integrasi

(trauma atau defisit neurologis).

4. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera pada

pusat pernapasan di otak).

5. Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b. d perubahan

kemampuan untuk mencerna nutrien (penurunan tingkat kesadaran). Kelemahan otot

yang diperlukan untuk mengunyah, menelan. Status hipermetabolik.

6. Resiko tinggi berkurangnya volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah

7. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kulit rusak,

prosedur invasif. Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi.

Respon inflamasi tertekan (penggunaan steroid).

C. Intervensi keperawatan

1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan

trauma kepala

9

Page 10: Lp Trauma Capitis

Tujuan : Pasien akan merasa nyaman dan nyeri hilang/berkurang

Kriteria Hasil : pasien tidak mengeluh nyeri, dan tanda-tanda vital dalam batas

normal

No. Intervensi Rasional

1.

2.

3.

4.

5.

kaji riwayat, intensitas dan

lokasi nyeri.

Mengatur posisi sesuai

kebutuhan klien untuk

mengurangi nyeri.

Ciptakan lingkungan yang

nyaman termasuk tempat tidur.

Berikan sentuhan terapeutik,

lakukan distraksi dan

relaksasi.

Kolaborasi pemberian obat

analgetik sesuai dengan

program pengobatan.

Menentukan intervensi

selanjutnya

posisi yang sesuai akan

mengurangi nyeri pada pasien dan

memberi rasa nyaman.

Memberikan rasa nyaman pada

klien agar dapat mengurangi

stress yang memicu nyeri.

Ketegangan saraf yang

mengendor akan mengurangi rasa

nyeri.

mengurangi tingkat nyeri yang

dirasakan klien.

2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan

dengan penghentian aliran darah (hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan

TD sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung).

Tujuan : Perfusi jaringan serebral adekuat.

Kriteria Hasil :

a. Pasien tidak menunjukkan peningkatan TIK

b. Terorientasi pada tempat, waktu dan respon

c. Tidak ada gangguan tingkat kesadaran

No. Intervensi Rasional

1. Kaji status neurologi secara untuk menentukan lokasi,

10

Page 11: Lp Trauma Capitis

2.

3.

4.

5.

3.

teratur dan tanda-tanda adanya

peningkatan TIK.

Pantau tanda-tanda vital

Berikan posisi dengan

meninggikan bagian kepala 30

derajat.

Batasi pemberian cairan sesuai

indikasi

Kolaborasi dengan dokter

untuk memberikan obat sesuai

indikasi seperti diuretic.

perluasan dan perkembangan

kerusakan SSP

Peningkatan TD sistemik yang

diikuti oleh penurunan TD

merupakan tanda terjadinya

peningkatan TIK, Demam dapat

mencerminkan kerusakan pada

hipotalamus.

Mencegah peningkatan TIK

menurunkan edema serebral,

meminimalkan fluktuasi aliran

vaskuler TD dan TIK.

Diuretik untuk menurunkan air

dari sel otak sehingga mengurangi

edema otak.

3. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan transmisi atau integrasi

(trauma atau defisit neurologis).

Tujuan : Tidak terjadi perubahan persepsi sensori

Kriteria Hasil :

a. Kesadaran pasien kembali normal

b. Tidak terjadi peningkatan TIK

No. Intervensi Rasional

1.

2.

3.

Observasi KU serta TTV

Orientasikan pasien terhadap

orang, tempat dan waktu.

Gunakan berbagai metode

untuk menstimulasi indra,

misalnya: parfum

Mengetahui keadaan umum pasien.

Melatih kemampuan pasien dalam

mengenal waktu, tempat dan

lingkungan pasien.

Melatih kepekaan nervus

11

Page 12: Lp Trauma Capitis

4.

Kolaborasi dengan tim medik

untuk membatasi penggunaan

sedative

olfaktorius.

Sedativa mempengaruhi tingkat

kesadaran pasien

4. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat

pernapasan di otak).

Tujuan : pola nafas kembali efektif.

Kriteria Hasil : bebas sianosis, GCS dalam batas normal

No. Intervensi Rasional

1.

2.

3.

4.

Pantau frekuensi dan irama

pernapasan.

 Pastikan jalan nafas tetap

terbuka dan kaji adanya secret.

Bila ada secret lakukan suction.

Tinggikan kepala tempat tidur

15-300, dan posisikan dalam

posisi miring.

Berikan oksigen.

Perubahan dapat menandakan

komplikasi pulmonal.

pengisapan lendir dilakukan untuk

mempermudah jalan nafas

Untuk memudahkan ekspansi

paru/ventilasi paru dan menurunkan

adanya kemungkinan lidah jatuh

yang menyumbat jalan napas.

Memaksimalkan oksigen pada

darah arteri dan membantu dalam

pencegahan hipoksia.

5. Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b. d perubahan kemampuan

untuk mencerna nutrien (penurunan tingkat kesadaran). Kelemahan otot yang diperlukan

untuk mengunyah, menelan. Status hipermetabolik.

Tujuan : intake nutrisi adekuat

Kriteria Hasil :

a. Klien tidak mengalami penurunan BB

b. Klien menghabiskan porsi makan yang disajikan

No. Intervensi Rasional

1. Kaji kemampuan makan dan Membantu dalam menentukan jenis

12

Page 13: Lp Trauma Capitis

2.

3.

4.

5.

menelan klien

Dengarkan suara peristaltik

usus.

Berikan rasa nyaman saat

makan, seperti posisi semi

fowler/fowler.

Berikan makanan dalam porsi

kecil tapi sering dan dalam

keadaan hangat.

Kolaborasi dengan dokter

untuk pemberian vitamin.

makanan

Membantu menentukan respon dari

pemberian makanan dan adanya

hiperperistaltik kemungkinan

adanya komplikasi ileus.

Mencegah adanya regurgitasi dan

aspirasi

Meningkatkan nafsu makan.

Vitamin membantu meningkatkan

nafsu makan dan mencegah

malnutrisi

6. Resiko tinggi berkurangnya volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah.

Tujuan : Tidak ditemukan tanda-tanda kekurangan volume cairan atau dehidrasi.

Kriteria Hasil :

a. membrane mukosa lembab

b. integritas kulit baik

c. nilai elektrolit dalam batas normal

No. Intervensi Rasional

1.

2.

3.

4.

Kaji intake dan out put

Kaji tanda-tanda dehidrasi:

turgor kulit, membrane

mukosa, dan ubun-ubun atau

mata cekung dan out put urine.

Berikan pasien banyak minum

Kolaborasi dengan tim medis

Untuk mengetahui intake dan out

put cairan pasien

Mengetahui tanda-tanda jika pasien

mengalami dehidrasi

Banyak minum untuk mengganti

cairan yang hilang

4.  Untuk memenuhi cairan pasien

13

Page 14: Lp Trauma Capitis

untuk pemberian cairan intra

vena sesuai program

7. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kulit rusak, prosedur

invasif. Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi

tertekan (penggunaan steroid).

Tujuan : tidak terjadi infeksi

Kriteria Hasil :

a. Tidak terdapat tanda-tanda infeksi

b. TTV dalam batas normal

c. Luka sembuh tepat pada waktunya.

No. Intervensi Rasional

1.

2.

3.

4

4.

Pertahankan tehnik cuci tangan

yang baik.

Observasi daerah kulit yang

mengalami kerusakan, catat

adanya tanda-tanda inflamasi.

Pantau suhu tubuh secara

teratur, catat adanya demam,

menggigil, diaforesis dan

perubahan fungsi mental

(penurunan kesadaran).

Berikan antibiotik sesuai

indikasi

Cara pertama untuk menghindari

terjadinya infeksi nosokomial.

Deteksi dini perkembangan infeksi

memungkinkan untuk melakukan

tindakan dengan segera dan

pencegahan terhadap komplikasi

selanjutnya.

Dapat mengindikasikan

perkembangan sepsis yang

selanjutnya memerlukan evaluasi

atau tindakan dengan segera.

Terapi profilatik dapat digunakan

pada pasien yang mengalami

trauma, kebocoran CSS atau setelah

dilakukan pembedahan untuk

menurunkan resiko terjadinya

infeksi nosokomial.

14

Page 15: Lp Trauma Capitis

DAFTAR PUSTAKA

Atmaja Mangun, 2009. Trauma Kepala. http://www.idai.or.id/kesehatananak/artikel.asp?q=20095592140. Diakses 24 April 2012

Bare S, et al, 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Volume 2, Jakarta : EGC.

Brunner & Suddart, 2001. Buku Ajar Medikal Keperawatan vol 3. EGC, Jakarta

Corwin, EJ, 2001. Patofisiologi. Jakarta : EGC

Doenges, ME, 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta : EGC

Mansjoer A, et al, 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius

Long, BC, 1992. Perawatan Medikal Bedah, Buku 3. Jakarta : EGC

Price, SA, 1995. Patofisiologi; Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 4, Jilid 2. Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzanne C, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC, Jakarta

Ramli, Rosdiana. 2011. Trauma Capitis. http://www.artikelkedokteran.com/722/trauma-capitis-trauma-kepala.html/trauma-kepala . Diakses 24 April 2012

15