Upload
darsana-wayan
View
86
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
KEPERAWATAN JIWA
Citation preview
Pengaruh Terapi Spiritual Tri Sandya Terhadap Perubahan Gejala Halusinasi Pendengaran Pada Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali Tahun 2014
Effect of Therapy Spiritual Tri Sandya Hearing on Changes in Symptoms Hallucinations of Schizophrenia Patients In Bali Provincial Mental Hospital 2014
Adi Mahendra A.A Gede1, Pamungkas Adreng2. Suniya dewi Ni Wayan3
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Wira Medika PPNI Bali1Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Wira Medika PPNI Bali2Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Wira Medika PPNI Bali3
AbstrakSkizofrenia merupakan salah satu gangguan jiwa berat yang ditandai dengan halusinasi dan waham, Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal dan rangsangan eksternal. Penatalaksanaan pasien halusinasi yang dilakukan dengan kombinasi psikofarmakologi dan terapi modalitas seperti terapi spritual. Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Terapi Spiritual Tri Sandya terhadap gejala halusinasi pendengaran pada pasien skizofrenia. Jenis penelitian ini adalah quasi eksperiment dengan jumlah sampel 20 orang dengan menggunakan pendekatan pre test-post test with control group design. Sampel diambil dengan cara Purposive sampling. Jenis data yang digunakan adalah data primer. Dan data dikumpulkan dengan melakukan observasi. Hasil penelitian menunjukkan gejala halusinasi pendengaran pre test pada kelompok perlakuan paling banyak dalam kategori sedang yaitu 8 orang (80 %), pada kelompok kontrol paling banyak dalam kategori sedang yaitu 7 orang (70 %). Gejala halusinasi pendengaran post test pada kelompok perlakuan paling banyak dalam kategori ringan yaitu 6 orang (60 %) pada kelompok kontrol paling banyak dalam kategori sedang yaitu 8 orang (80 %). Hasil uji statistik Mann-Whitney test didapatkan nilai p value= 0,018 < α 0,05 menunjukkan ada pengaruh terapi spiritual tri sandya terhadap perubahan gejala halusinasi pendengaran pada pasien skizofrenia. Mengacu pada hasil penelitian disarankan rutin memberikan terapi terapi spiritual tri sandya pada klien dengan halusinsi dan diharapkan untuk membuat SPO tentang terapi spiritual tri sandya.
Kata Kunci : Terapi Spiritual Tri Sandya, Gejala Halusinasi Pendengaran.
AbstractSchizophrenia is a severe mental disorder characterized by hallucinations and delusions, hallucination is the loss of the human ability to distinguish internal stimuli and external stimuli. Management of patients with a combination of hallucinations conducted psychopharmacology and therapy modalities such as spiritual therapy. This research is a quasi experiment with a sample of 20 people by using the approach of pre-test-post-test with control group design. Samples were taken by means of purposive sampling. The data used are primary data. And the data collected by observation. The results showed symptoms of auditory hallucinations pre-test in the experimental group were the most in the category of 8 people (80%), in the control group were the most in the category of 7 people (70%). Symptoms of post-test auditory hallucinations in treatment group most in the mild category 6 people (60%) in the control group were the most in the category of 8 people (80%). The results of statistical tests Mann-Whitney test obtained p value = 0.018 <α of 0.05 indicates no effect of tri Sandya spiritual therapy to changes in symptoms of auditory hallucinations in schizophrenic patients. Referring to the results of the study suggested routinely provide spiritual therapy tri Sandya therapy on clients with halusinsi and is expected to make the SPO of spiritual therapy tri Sandya.
Keywords: Spiritual Therapy Tri Sandya, Hearing Hallucinations Symptoms.
.
Latar Belakang
Gangguan jiwa yang terjadi di era
globalisasi dan persaingan bebas ini
cenderung meningkat. Peristiwa kehidupan
penuh tekanan seperti kehilangan orang
yang dicintai, putusnya hubungan sosial,
pengangguran, masalah dalam pernikahan,
krisis ekonomi, tekanan di pekerjaan dan
deskriminasi meningkatkan resiko menderita
gangguan jiwa (Suliswati, 2005). Jenis dan
karakteristik gangguan jiwa sangat beragam,
salah satunya gangguan jiwa yang sering
kita temukan dan dirawat yaitu skizofrenia
(Maramis, 2009). Sekitar 45% penderita
yang masuk rumah sakit jiwa merupakan
pasien skizofrenia dan sebagian besar
pasien skizofrenia memerlukan perawatan
(rawat inap dan rawat jalan) yang lama
(Videbeck, 2008).
Skizofrenia merupakan salah satu
gangguan jiwa berat yang ditandai dengan
gangguan realitas (halusinasi dan waham),
ketidakmampuan berkomunikasi, afek yang
tidak wajar atau tumpul, gangguan kognitif
(tidak mampu berfikir abstrak) serta
mengalami kesukaran melakukan aktivitas
sehari-hari (Keliat, 2005). Halusinasi adalah
hilangnya kemampuan manusia dalam
membedakan rangsangan internal (pikiran)
dan rangsangan eksternal (dunia luar).
Pasien memberi persepsi atau pendapat
tentang lingkungan tanpa ada objek atau
rangsangan yang nyata. Pasien yang
mengalami halusinasi sering kali
beranggapan sumber halusinasi itu berasal
dari lingkungannya, padahal rangsangan
primer dari halusinasi adalah kebutuhan
perlindungan diri secara psikologik terhadap
kejadian traumatik sehubungan dengan rasa
bersalah, rasa sepi, marah, rasa takut
ditinggalkan oleh orang yang dicintai, tidak
dapat mengendalikan dorongan ego, pikiran
dan perasaannya sendiri (Yosep, 2010).
Pasien yang mengalami halusinasi
disebabkan karena ketidakmampuan pasien
dalam mengadapi stressor serta kurangnya
kemampuan untuk mengungkapkan masalah
yang mereka hadapi kepada orang lain, bila
ada masalah pasien cenderung
memendamnya sendiri dan berusaha
mencari solusi pemecahan dengan caranya
sendiri dengan berperilaku menarik diri,
biasanya pasien halusinasi ini akan mulai
dengan memikirkan hal-hal yang
menyenangkan bagi dirinya, apabila hal ini
terus menerus berlangsung maka pasien
akan mengalami gangguan dalam
mempersepsikan stimulus yang dialami
(Stuart dan Sundeen, 2006).
Masalah gangguan jiwa di seluruh
dunia sudah menjadi masalah yang sangat
serius. WHO menyatakan tahun 2010, satu
dari empat orang di dunia yang mengalami
masalah mental. Data American Psychiatric
Association (APA) tahun 2010 menyebutkan,
satu persen populasi penduduk dunia (rata-
rata 0.85%) menderita skizofrenia (Joys,
2011). Angka prevalensi skizofrenia di
Indonesia adalah 0.3 sampai 1 persen,
apabila penduduk Indonesia 200 juta jiwa,
maka diperkirakan sekitar 2 juta jiwa
menderita skizofrenia (Prabowo, 2010).
(Suryani, 2010) Masyarakat Bali mengalami
gangguan jiwa setiap tahunnya cenderung
bertambah rata-rata 100-150 orang, dengan
rata-rata penderita gangguan jiwa sekitar
11.675 orang. Berdasarkan Data Indikator
Mutu Bidang Keperawatan Rumah Sakit
Jiwa Propinsi Bali 2 bulan terakhir (Pebruari-
Maret 2014) rata-rata jumlah pasien di ruang
rawat inap sebanyak 266 orang, 92% (245
orang) diantaranya skizofrenia dan dari 245
orang tersebut, sebanyak 86 orang (35%)
dengan halusinasi, 52 orang (21%) dengan
menarik diri, sebanyak 38 orang (15%)
dengan harga diri rendah dan masalah
lainnya sebesar 29%. Jenis halusinasi yang
paling banyak dialami oleh pasien adalah
halusinasi pendengaran sebanyak 48 orang
(56%).(Rekam Medik Rumah Sakit Jiwa
Provinsi Bali, 2014).
Dampak yang dapat ditimbulkan oleh
pasien yang mengalami halusinasi adalah
kehilangan kontrol dirinya sehingga bisa
membahayakan diri sendiri, orang lain
maupun merusak lingkungan. Pasien
mengalami panik dan perilakunya diken
dalikan oleh halusinasinya. Pasien benar-
benar kehilangan kemampuan penilaian
realitas terhadap lingkungan. (Hawari, 2009).
Dalam situasi ini pasien dapat melakukan
bunuh diri (suicide), membunuh orang lain
(homicide), bahkan merusak lingkungan.
Aktifitas fisik merefleksi isi halusinasi
seperti ; perilaku kekerasan, agitasi, menarik
diri atau katatonia. Tidak mampu berespon
terhadap perintah yang komplek dan tidak
mampu berespon lebih dari satu orang
(Yosep, 2010).
Penatalaksanaan pasien skizofrenia
dengan halusinasi yang dilakukan dengan
kombinasi psikofarmakologi dan terapi
modalitas seperti terapi spritual (Tirta &
Putra, 2008). Terapi spiritual merupakan
terapi dengan pendekatan terhadap
kepercayaan yang dianut oleh klien dengan
cara memberikan pencerahan, dengan cara
membacakan bait-bait suci sesuai dengan
agama dan kepercayaanya. Salah satu
tujuan dari terapi spiritual pada klien dengan
gangguan psikis berasal dari persepsi yang
salah terkait dengan dirinya, orang lain dan
lingkungan, dengan terapi spiritual maka
klien akan dikembalikan persepsinya terkait
dengan dirinya, orang lain dan lingkungan
(Setyoadi dan Kushariyani, 2011). Pada klien
halusinasi yang mengalami gangguan
persepsi sensori, maka diharapkan akan
dikembalikan persepsi yang terganggu.
Terapi spiritual terhadap klien
skizofrenia ternyata mempunyai banyak
manfaat, pada klien skizofrenia akan lebih
dapat memfokuskan pikirannya dan
mengurangi adanya persepsi yang salah dan
membantu mempercepat penyembuhan.
Terapi spiritual yang masih jarang dilakukan,
bisa menjadi alternatif tambahan dalam
pengobatan klien skizofrenia dengan
halusinasi. Penelitian yang dilakukan oleh
Larson (dalam, Hawari, 2009), yang
membandingkan keberhasilan terapi
terhadap dua kelompok klien skizofrenia.
Pelaksanaan terapi spiritual di Rumah
Sakit Jiwa Provinsi Bali dilakukan secara
sendiri-sendiri berupa tri sandya dan
aktivitas kelompok seperti sembahyang
bersama (sembahyang secara Agama
Hindu karena mayoritas pasien adalah
Agama Hindu), Berdasarkan hasil
wawancara dengan tiga kepala ruang rawat
inap Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali,
dikatakan bahwa terapi spritual berupa tri
sandya telah dilaksanakan sebagai kegiatan
rutin di ruangan serta sudah ada standar
operasional prosedurnya, namun kegiatan
tersebut belum pernah dilakukan penilaian
atau evaluasi seberapa besar terapi tersebut
berpengaruh terhadap perubahan gejala
halusinasi pendengaran pada pasien
skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Provinsi
Bali.
Berdasarkan latar belakang di atas,
maka menarik untuk diteliti tentang pengaruh
terapi spiritual Tri Sandya terhadap gejala
halusinasi pendengaran pada pasien
skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Provinsi
Bali.
Bahan dan Metode
Penelitian ini merupakan jenis
penelitian quasi eksperiment yang bertujuan
untuk mengungkapkan hubungan sebab
akibat dengan cara melibatkan kelompok
kontrol disamping kelompok eksperimen
(Nursalam, 2011). Desain penelitian yang
digunakan adalah pre test-post test with
control group design, dengan pendekatan
prospektif. Pendekatan prospektif adalah
peneliti mengobservasi variabel independent
terlebih dahulu (faktor risiko), kemudian
subjek diikuti sampai waktu tertentu untuk
melihat terjadinya pengaruh pada variabel
dependen (efek atau penyakit yang diteliti)
(Nursalam, 2011).
Penelitian dilaksanakan di ruang
rawat inap Rumah Sakit Jiwa Propinsi Bali,
di ruangan Shadewa untuk kelompok
perlakuan dan ruang Abimanyu untuk
kelompok kontrol pada bulan April-Juli 2014.
Populasi dalam penelitian ini adalah semua
klien yang dirawat dengan masalah
keperawatan halusinasi di ruang Sahadewa
dan ruang Abimanyu RSJ Provinsi Bali.
Sampel dalam penelitian ini adalah klien
yang dirawat dengan masalah keperawatan
halusinasi di ruang Sahadewa dan ruang
Abimanyu RSJ Provinsi Bali yang memenuhi
kriteria inklusi. Variabel independen dalam
penelitian ini adalah terapi spiritual tri
sandya.Variabel dependent adalah
perubahan gejala halusinasi. Instrumen
pengumpulan data yang digunakan pada
tahap pre test dan post test berupa lembar
wawancara dan observasi untuk mengukur
gejala halusinasi pada pasien skizofrenia
berdasarkan instrumen yang sudah baku
dari Rawlins, William dan Beck, (1993)
dalam penelitian Mudiartini (2013).
Instrumen ini terdiri dari isi halusinasi,
frekuensi halusinasi, situasi pencetus, dan
respon pasien. Skor penilaian adalah
sebagai berikut : tingkat halusinasi berat skor
11-15, tingkat halusinasi sedang skor 6-10
dan tingkat halusinasi ringan skor 0-5.
Prosedur analisis dalam penelitian ini
proses pengolahan data mengikuti langkah -
langkah sebagai berikut editing, coding, entri
data dan cleaning atau tabulasi. Analisa data
padapenelitian ini mengunakan uji Wilcoxon
Sign Rank Test dan Mann Whitney Test.
Penentuan hipotesa diterima atau ditolak
adalah dengan membandingkan nilai
probability (p) dengan nilai signifikansi, jika
nilai p < α Ho ditolak, Ha diterima yang
artinya ada pengaruh terapi spiritual tri
sandya terhadap perubahan gejala
halusinasi pendengaran.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Hasil Pengamatan Terhadap Variabel
Penelitian
Perlakuan Kontrol0
2
4
6
88
7
23
Gejala Halusinasi Pre Test
SedangBerat
Berdasarkan gambar 5 di atas dapat diketahui
gejala halusinasi pendengaran pasien skizofrenia
sebelum diberikan terapi spiritual tri sandya pada
kelompok perlakuan paling banyak dalam
kategori sedang yaitu 8 orang (80 %), dalam
kategori berat 2 orang (20%). Gejala halusinasi
pendengaran pasien skizofrenia pre test pada
kelompok kontrol paling banyak dalam kategori
sedang yaitu 7 orang (70 %), dalam kategori
berat 3 orang (30%).
perlakuan Kontrol0
2
4
6
8 6
1
4
8
1
Gejala Halusiansi Post Test
ringansedangberat
gejala halusinasi pendengaran pasien
skizofrenia setelah diberikan terapi spiritual tri
sandya pada kelompok perlakuan paling banyak
dalam kategori ringan yaitu 6 orang (60 %),
dalam kategori sedang 4 orang (40%). Gejala
halusinasi pendengaran pasien skizofrenia post
test pada kelompok kontrol paling banyak dalam
kategori sedang yaitu 8 orang (80 %), dalam
kategori ringan 1 orang (10 %), dan dalam
kategori berat 1 orang (10%).
Hasil Analisis Data
Hasil analisis menunjukkan bahwa
gejala halusinasi kelompok perlakuan
sebelum diberikan terapi spiritual trisandya
sebagian besar yaitu 8 orang (80%) dalam
kategori sedang, 2 orang (20%) dalam
kategori berat. setelah diberikan terapi
spiritual trisandya sebagian besar yaitu 6
orang (60%) dalam kategori ringan, dan 4
orang (40%) dalam kategori sedang. Dari
hasil uji statistik Wilcoxon sign rank test
didapatkan nilai P value= 0,008< α 0,05
hasil ini menunjukkan ada perbedaan yang
signifikan gejala halusinasi pendengaran pre
test dan post test pasien skizofrenia pada
kelompok perlakuan. Gejala halusinasi
kelompok kontrol saat pre test sebagian
besar yaitu 7 orang (70%) dalam kategori
sedang, 3 orang (30%) dalam kategori berat.
saat post test sebagian besar yaitu 8 orang
(80%) dalam kategori sedang, 1 orang (10%)
dalam kategori berat, dan 1 orang (10%)
dalam kategori ringan. Dari hasil uji statistik
Wilcoxon sign rank test didapatkan nilai P
value= 0,083> α 0,05 hasil ini menunjukkan
tidak ada perbedaan yang signifikan gejala
halusinasi pendengaran pre test dan post
test pasien skizofrenia pada kelompok
kontrol.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
gejala halusinasi kelompok perlakuan
setelah diberikan terapi spiritual trisandya
sebagian besar yaitu 6 orang (60%) dalam
kategori ringan. Gejala halusinasi kelompok
kontrol saat post test sebagian besar yaitu 8
orang (80%) dalam kategori sedang. Hasil uji
statistik didapatkan nilai ZHitung = 2,368> Znormal
dan nilai p value= 0,018 < α 0,05
menunjukkan ada pengaruh terapi spiritual tri
sandya terhadap perubahan gejala
halusinasi pendengaran pada pasien
skizofrenia.
Menunjukkan bahwa gejala halusinasi
kelompok perlakuan setelah diberikan terapi
spiritual trisandya sebagian besar yaitu 6
orang (60%) dalam kategori ringan. Gejala
halusinasi kelompok kontrol saat post test
sebagian besar yaitu 8 orang (80%) dalam
kategori sedang. Hasil uji statistik didapatkan
nilai ZHitung = 2,368> Znormal dan nilai p value=
0,018 < α 0,05 menunjukkan ada pengaruh
terapi spiritual tri sandya terhadap
perubahan gejala halusinasi pendengaran
pada pasien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa
Provinsi Bali tahun 2014.
Pembahasan
Gejala halusinasi pendengaran pada
pasien skizofrenia sebelum diberikan
terapi spiritual Tri Sandya pada kelompok
perlakuan dan kelompok kontrol.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
gejala halusinasi pendengaran pasien
skizofrenia sebelum diberikan terapi spiritual
tri sandya pada kelompok perlakuan paling
banyak dalam kategori sedang yaitu 8 orang
(80 %). Gejala halusinasi pendengaran
pasien skizofrenia pre test pada kelompok
kontrol paling banyak dalam kategori
sedang yaitu 7 orang (70 %), dalam kategori
berat 3 orang (30%). Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa gejala halusinasi
pasien skizofrenia pada kedua kelompok
saat pre test sama-sama dalam kategori
sedang.
Hasil penelitian yang didapat juga
didukung oleh teori menurut (Maramis 2009)
menyatakan kemampuan dalam mengontrol
halusinasi tiap pasien dipengaruhi keadaan
individu yang mengalami suatu gangguan
dalam aktivitas mental seperti berpikir sadar,
orientasi realitas, pemecahan masalah,
penilaian dan pemahaman yang
berhubungan dengan koping, dengan gejala
tidak akuratnya interpretasi tentang stimulus
eksternal dan internal dari tiap individu yang
mengalami gangguan jiwa maka
kemampuan untuk mengontrol halusinasi
juga akan dipengaruhi.
Hasil penelitian yang didapat
menunjukkan sebelum diberikan terapi
spiritual tri sandya gejala halusinasi yang
dialami pasien skizofrenia sebagian besar
dalam katagori sedang. Menurut pendapat
peneliti, hal ini disebabkan karena pasien
perlu mendapatkan psikoterapi suportif
tambahan berupa terapi spiritual Tri Sandya.
Terapi Tri Sandya merupakan salah satu
terapi alternatif yang dapat diberikan pada
pasien halusinasi yang intinya membimbing
pasien untuk lebih mendekatkan diri kepada
Tuhan, agar pasien dapat memahami dan
menerima bahwa segala permasalahan yang
dihadapi adalah cobaan dari Tuhan. Masih
tingginya gejala halusinasi pendengaran
yang terjadi juga dikarenakan kurang
efektifnya terapi yang telah diberikan kepada
pasien serta perlunya terapi yang membuat
pasien dapat menerima keadaannya
sekarang, dengan menyentuh sisi
spiritualitas atau kepercayaan
mempengaruhi dan memperbaiki keadaan
kejiwaan pasien.
Hasil penelitian ini sesuai dengan
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Wijayanti (2013) penelitian dengan judul
pengaruh terapi Okupasi Aktifitas waktu
luang terhadap perubahan gejala halusinasi
pendengaran pada pasien skizofrenia di RSJ
Provinsi Bali. Hasil penelitian menunjukkan
gejala halusinasi yang dialami pasien
skizofrenia sebelum diberikan terapi okupasi
(aktivitas waktu luang) paling banyak dalam
katagori sedang yaitu 12 orang (60%).
Hasil penelitian ini juga sesuai
dengan penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Sudjarwo (2007) dengan judul
pengaruh terapi aktivitas kelompok stimulasi
terhadap perubahan gejala halusinasi
pendengaran pada pasien skizofrenia di RSJ
Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang
Malang. Hasil penelitian menunjukkan
tingkat halusinasi pada pasien skizofrenia
sebelum diberikan TAK stimulasi persepsi
sesi menghardik sebagian besar yaitu 8
orang (80%) dalam katagori sedang.
Gejala halusinasi pendengaran pada
pasien skizofrenia setelah diberikan
terapi spiritual Tri Sandya pada kelompok
perlakuan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
gejala halusinasi pendengaran pasien
skizofrenia setelah diberikan terapi spiritual
tri sandya pada kelompok perlakuan paling
banyak dalam kategori ringan yaitu 6 orang
(60 %). Hasil penelitian ini didukung
Setyoadi dan Kushariyani (2011) pemberian
terapi spiritual kepada pasien halusinasi
merupakan terapi dengan pendekatan
terhadap kepercayaan yang dianut oleh
pasien dengan cara memberikan
pencerahan, dengan cara membacakan bait-
bait suci sesuai dengan agama dan
kepercayaanya. Salah satu tujuan dari terapi
spiritual pada pasien dengan gangguan
psikis berasal dari persepsi yang salah
terkait dengan dirinya, orang lain dan
lingkungan, dengan terapi spiritual maka
pasien akan dikembalikan persepsinya
terkait dengan dirinya, orang lain dan
lingkungan.
Menurut Dwija (2010) tri Sandya
adalah persembahyangan tiga kali sehari
yaitu pagi hari disaat matahari terbit disebut
"Brahma Muhurta" bertujuan menguatkan
"guna Sattvam" menempuh kehidupan dari
pagi hingga siang hari. Siang hari sebelum
jam 12 sembahyang bertujuan untuk
mengendalikan "Guna Rajas" agar tidak
menjurus ke hal-hal negatif. Sore hari
sebelum matahari tenggelam sembahyang
bertujuan untuk mengendalikan "guna
Tamas" yaitu sifat-sifat bodoh dan malas.
Terapi spiritual Tri Sandya yang memberikan
manfaat pada pasien gangguan jiwa perlu
diterapkan kepada pasien yang sudah dalam
tahap rehabilitasi dan bisa menjadi kegiatan
rutin yang bisa dilakukan oleh pasien,
dimana Terapi spiritual tri sandya bisa
dilakukan secara berkelompok atau sendiri-
sendiri oleh pasien untuk mengisi waktu
luangnya dan juga memberikan manfaat bagi
pasien, terutama pada pasien halusinasi
dapat melatih ketenangan, melatih
mengubah pikiran dan perilaku negatif
menjadi pikiran dan perilaku positif agar
pasien dapat mengontrol halusinasinya
sehingga pasien yang telah mampu
mengontrol halusinasi maka gejala
halusinasi dapat menurun.
Selain itu terjadinya penurunan gejala
halusinasi pada kelompok perlakuan setelah
diberikan terapi spiritual tri sandya, menurut
pendapat peneliti karena adanya beberapa
pasien yang mampu melakukan aktivitas
dengan baik pada saat pelaksanaan terapi
spiritual tri sandya sehingga mempengaruhi
pasien lain untuk bisa mengikuti teman
sekelompoknya dalam melakukan terapi
spiritual tri sandya yang diberikan oleh
terapis menyebabkan semua pasien fokus
dan menikmati aktivitas yang diberikan
dalam pelaksanaan terapi spiritual tri sandya
sehingga halusinasi dapat dialihkan. Hal ini
sesuai dengan yang diungkapkan Keliat
(2005) yang menyatakan bahwa salah satu
peran kelompok adalah sebagai pendorong
(encourager) yang berfungsi sebagai
pemberi pengaruh positif pada anggota
kelompok yang lain.
Hasil penelitian menunjukkan gejala
halusinasi pendengaran pasien skizofrenia
post test pada kelompok perlakuan paling
banyak dalam kategori ringan yaitu 6 orang
(60 %) saat post test menurut pendapat
peneliti hasil penelitian yang menunjukkan
bahwa setelah pemberian terapi spiritual Tri
Sandya, gejala halusinasi pendengaran pada
pasien menjadi berkurang. Hal ini
menunjukkan bahwa terapi spiritual
mempunyai manfaat bagi pasien gangguan
jiwa termasuk juga pada pasien dengan
halusinasi, khususnya pada perubahan
gejala halusinasinya. Terapi spiritual Tri
Sandya bisa menjadi salah satu alternatif
terapi tambahan bagi pasien, karena terapi
Tri Sandya bermanfaat untuk melatih
kesabaran pasien sehingga jika
dikombinasikan dengan terapi farmakologi
dan terapi modalitas lainnya maka dapat
membuat pasien lebih fokus baik dalam
melakukan terapi yang diberikan di rumah
sakit maupun dalam melakukan aktifitas
sehari-hari. Terapi spiritual Tri Sandya yang
diberikan juga dapat menyentuh sisi
spiritualitas dari pasien, dimana spiritual
sangat erat kaitanya dengan kepercayaan
dan kepercayaan mampu mempengaruhi
keadaan jiwa seseorang sehingga segala
masalah kejiwaan yang dihadapi pasien
dapat ditangani. Terapi spiritual juga dapat
merefew atau mengulang kembali keadaan
spiritual sebelum pasien mengalami
gangguan jiwa, dimana khususnya umat
beragama Hindu di Bali sangat erat dengan
kegiatan spiritual keagamaannya dan
mantram Tri Sandya sendiri sudah dipelajari
sejak masa anak-anak. Selain mudah
dilakukan terapi Tri Sandya juga bisa
dilakukan kapan saja tanpa perlu sarana
yang mahal. Dibandingkan dengan terapi
aktivitas kelompok, terapi spiritual Tri
Sandya mempunyai keuntungan karena bisa
dilakukan sendiri tanpa memerlukan
pendamping dari perawat dan pasien bisa
melakukannya sendiri di tempat tidur.
Hasil penelitian ini sesuai dengan
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Mudiartini (2013) penelitian dengan judul
pengaruh terapi spiritual Yoga Pranayama
terhadap kemampuan pasien mengontrol
halusinasi pendengaran di RSJ Provinsi Bali.
Hasil penelitian didapatkan setelah
pelaksanaan terapi spiritual Yoga
Pranayama sebagian besar yaitu 16 orang
(80%) kemampuan pasien mengontrol
halusinasi pendengaran dalam ketegori baik.
Perbedaan gejala halusinasi pendengaran
pre test dan post test pasien skizofrenia
pada kelompok perlakuaa dan kelompok
kontrol
Hasil penelitian menunjukkan hasil uji
statistik Wilcoxon sign rank test didapatkan
Zhitung = 2,828 > Znormal = 1,96 dan P value=
0,008< α 0,05 hasil ini menunjukkan ada
perbedaan yang signifikan gejala halusinasi
pendengaran pre test dan post test pasien
skizofrenia pada kelompok perlakuan. Hasil
penelitian yang didapai sesuai dengan teori
Keliat (2005) yang menyatakan pemberian
terapi okupasi salah satunya denga terapi
spiritual dapat membantu individu merubah
cara berfikir dan perilakunya sehingga
perubahan itu membuat individu merasa
lebih baik, dan terapi ini berfokus pada
masalah here and now serta kesulitan yang
dihadapi, dengan membantu pasien
merubah pikiran dan perilakunya yang
negatif menjadi positif dan berfokus pada
keadaan atau masalah yang dihadapi pasien
saat ini serta pasien mempunyai
kemampuan untuk menyelesaikan masalah
yang diakibatkan oleh paparan stimulus
kepadanya, serta pasien dapat
mempersepsikan stimulus yang dipaparkan
kepadanya dengan tepat, pasien dapat
menyelesaikan masalah yang timbul dari
stimulus yang dialami.
Hasil uji statistik Wilcoxon sign rank
test didapatkan Zhitung = 1,732 < Znormal = 1,96
dan P value= 0,083> α 0,05 hasil ini
menunjukkan tidak ada perbedaan yang
signifikan gejala halusinasi pendengaran pre
test dan post test pasien skizofrenia pada
kelompok kontrol. Menurut pendapat peneliti,
hal ini dapat disebabkan karena responden
pada kelompok kontrol belum tahu cara
mengidentifikasi perasaan-perasaan yang
tidak menyenangkan yang diakibatkan
adanya pemikiran dan keyakinan yang tidak
rasional dalam menghadapi kejadian atau
peristiwa dalam kehidupannya. Hal Ini
membuat pasien tetap mempertahankan
pemikiran yang tidak rasional tersebut
sehingga ketika bertemu dengan stresor
yang sama maka pasien tidak mampu
mengatasinya kemudian pasien
menggunakan koping yang maladaptif
dengan cara memikirkan hal-hal yang
menyenangkan hingga. Pasien mulai
melamun dan memikirkan hal-hal yang
menyenangkan sehingga pasien tidak bisa
membedakan lamunan dengan kenyataan.
Keadaan ini juga dipengaruhi oleh
kurangnya terapi yang dapat menyentuh sisi
spiritualitas pasien, dimana spiritualitas
berkaitan dengan kepercayaan dan
kepercayaan dapat mempengaruhi kondisi
atau masalah kejiwaan pasien.
Hasil penelitian ini sesuai dengan
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Wijayanti (2013) penelitian dengan judul
pengaruh terapi Okupasi Aktifitas waktu
luang terhadap perubahan gejala halusinasi
pendengaran pada pasien skizofrenia di RSJ
Provinsi Bali. Hasil penelitian didapatkan
hasil yaitu p<0,05 (p =0,000) menunjukkan
ada pengaruh terapi Okupasi Aktifitas waktu
luang terhadap perubahan gejala halusinasi
pendengaran pada pasien skizofrenia di RSJ
Provinsi Bali.
Hasil penelitian ini juga sesuai
dengan penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Sudjarwo (2007) dengan judul
pengaruh terapi aktivitas kelompok stimulasi
terhadap perubahan gejala halusinasi
pendengaran pada pasien skizofrenia di RSJ
Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang
Malang. Hasil didapatkan hasil yang cukup
signifikan yaitu p<0,05 (p =0,000)
menunjukkan ada pengaruh terapi aktivitas
kelompok stimulasi terhadap perubahan
gejala halusinasi pendengaran pada pasien
skizofrenia.
Pengaruh terapi spiritual Tri Sandya
terhadap gejala halusinasi pendengaran
pada pasien skizofrenia
Hasil uji statistik Mann-Whitney test
didapatkan nilai ZHitung = 2,368> Znormal dan
nilai p value= 0,018 < α 0,05 menunjukkan
ada pengaruh terapi spiritual tri sandya
terhadap perubahan gejala halusinasi
pendengaran pada pasien skizofrenia di
Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali tahun 2014.
Hal tersebut didukung oleh penelitian yang
dilakukan oleh Larson (dalam, Hawari,
2009), yang membandingkan keberhasilan
terapi terhadap dua kelompok pasien
skizofrenia. Kelompok pertama mendapat
terapi yang konvensional (psikofarmaka) dan
lain-lainya tetapi tidak mendapatkan terapi
spiritual. Kelompok kedua mendapat terapi
konvensional (psikofarmaka) dan lain-lainnya
serta mendapat terapi spiritual. Didapatkan
bahwa: gejala-gejala klinis gangguan jiwa
skizofrenia (termasuk halusinasi
pendengaran) lebih cepat hilang pada
kelompok kedua (plus terapi spiritual)
dibandingkan kelompok pertama (minus
terapi spiritual) dan pada kelompok kedua
kemampuan adaptasi lebih cepat daripada
kelompok pertama.
Hasil penelitian tentang pengaruh
terapi spiritual pada pasien gangguan jiwa
juga didapatkan oleh Kurniawan (2005) yang
menunjukkan bahwa ada pengaruh
pemberian terapi spiritual (intervensi religi)
terhadap peningkatan harga diri rendah
pasien gangguan jiwa (p=0,000), sedangkan
Yosep (2010) menyimpulkan bahwa terapi
spiritual dari berbagai riset menunjukkan
bahwa spiritual mampu mencegah dan
melindungi dari penyakit kejiwaan,
mengurangi penderitaan, meningkatkan
proses adaptasi dan penyembuhan.
Secara spiritual pasien halusinasi
mulai dengan kehampaan hidup, rutinitas
tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah
dan jarang berupaya secara spiritual untuk
menyucikan diri. Irama sirkardiannya
terganggu, karena pasien sering tidur larut
malam dan bangun sangat siang. Saat
terbangun merasa hampa dan tidak jelas
tujuan hidupnya. Pasien sering memaki
takdir tetapi lemah dalam upaya menjemput
rejeki, menyalahkan lingkungan dan orang
lain yang menyebabkan takdirnya memburuk
(Yosep, 2010).
Terapi spiritual lebih cenderung
untuk menyentuh satu sisi spiritualitas
manusia, mengaktifkan titik Godspot dan
mengembalikan pasien ke sebuah
kesadaran darimana dia berasal, alasan
mengapa manusia diciptakan, tugas-tugas
yang harus dilakukan manusia didunia,
beberapa hal yang pantas dilakukan didunia,
hal-hal yang tak pantas dilakukan didunia,
mengembalikan manusia ke kesucian,
mengembalikan sebuah kertas yang
berisikan tulisan tinta kembali menjadi
selembar kertas putih (Imron, 2009). Tri
Sandya berasal dari kata Tri dan Sandya, Tri
berarti tiga. Sandya berasal dari urat kata
sam dan dhi. Sam berarti berkumpul, baik,
sempurna, dan dhi berarti pikiran. Jadi
Sandya berarti memusatkan pikiran kepada
Tuhan. Sandya dapat pula diartikan
berkonsentrasi secara sungguh-sungguh
dan sempurna kepada Tuhan (Pudja, 2010)
Terapi spiritual Tri Sandya pada
pasien halusinasi dapat digunakan sebagai
salah satu kegiatan sehari-hari pasien,
dimana Tri Sandya dapat dilakukan secara
rutin oleh pasien 3 kali dalam sehari, dengan
Tri Sandya pasien menjadi tenang dan
mampu berkonsentrasi dengan baik
sehingga pasien dapat mengontrol
halusinasinya, terapi spiritual juga langsung
menyentuh sisi spiritualitas atau
kepercayaan sehingga dapat menangani
permasalahan jiwa pasien. Tri Sandya yang
diberikan juga bermanfaat untuk pasien agar
pasien lebih mendekatkan diri pada Tuhan,
menjadikan pasien lebih ikhlas untuk
menerima keadaannya, bahwa segala
sesuatu yang terjadi merupakan cobaan dari
Tuhan, serta mampu memberikan
ketenangan karena saat diberikan Tri
Sandya selain mengucapkan bait-bait suci
juga dilatih olah nafas, yaitu menarik nafas
secara perlahan kemudian tahan nafas
beberapa detik sehingga hal tersebut
memberikan kenyamanan pada pasien. Hal
itu perlu dukungan dari pihak RSJ Provinsi
untuk pelaksanaan terapi spiritual dengan
penyusunan SOP terapi spiritual Tri Sandya
sebagai acuan bagi perawat dalam
memberikan asuhan keperawat kepada
pasien, khususnya pasien dengan halusinasi
sebagai terapi pelengkap untuk
meningkatkan kemampuan pasien
mengontrol halusinasinya agar gelaja
halusinasi pasien menurun sehingga
mempercepat proses penyembuhan.
Hasil penelitian yang menunjukan
adanya pengaruh terapi spiritual Tri Sandya
terhadap kemampuan pasien mengontrol
halusinasi, bisa dijadikan sebagai salah satu
alternatif terapi pelengkap atau terapi
tambahan pada pasien yang mengalami
halusinasi, khususnya halusinasi
pendengaran. Tri Sandya dapat diberikan
kepada pasien secara rutin untuk
memberikan aktivitas yang bermanfaat bagi
pasien, dimana selama ini belum diterapkan
kepada pasien halusinasi. Tindakan Terapi
Spiritual yang dilakukan hanya
persembahyangan bersama pada saat
Purnama di Pura yang ada di RSJ.
Simpulan dan Saran
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan, didapatkan hasil sebagai berikut:
Gejala halusinasi pendengaran pasien
skizofrenia sebelum diberikan terapi spiritual
tri sandya pada kelompok perlakuan paling
banyak dalam kategori sedang yaitu 8 orang
(80 %). Gejala halusinasi pendengaran
pasien skizofrenia pre test pada kelompok
kontrol paling banyak dalam kategori
sedang yaitu 7 orang (70 %).
Gejala halusinasi pendengaran pasien
skizofrenia setelah diberikan terapi spiritual
tri sandya pada kelompok perlakuan paling
banyak dalam kategori ringan yaitu 6 orang
(60 %). Gejala halusinasi pendengaran
pasien skizofrenia post test pada kelompok
kontrol paling banyak dalam kategori
sedang yaitu 8 orang (80 %).
Hasil uji statistik Wilcoxon Sign Rank
Tes didapatkan Zhitung = 2,828 > Znormal = 1,96
dan P value= 0,008< α 0,05 hasil ini
menunjukkan ada perbedaan yang signifikan
gejala halusinasi pendengaran pre test dan
post pada kelompok perlakuan. Hasil uji
pada kelompok kontrol didapatkan Zhitung =
1,732 < Znormal = 1,96 dan P value= 0,083> α
0,05 hasil ini menunjukkan tidak ada
perbedaan yang signifikan gejala halusinasi
pendengaran pre test dan post test pada
kelompok kontrol.
Hasil uji statistik Mann-Whitney test
didapatkan nilai ZHitung = 2,368> Znormal dan
nilai p value= 0,018 < α 0,05 menunjukkan
ada pengaruh terapi spiritual tri sandya
terhadap perubahan gejala halusinasi
pendengaran pada pasien skizofrenia di
Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali tahun 2014
Saran
Saran yang diajukan berdasarkan hasil penelitian
adalah sebagai berikut : Kepada Bidang
Perawatan Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali : agar
secara rutin perawat memberikan asuhan
keperawatan jiwa berupa pemberian terapi
spiritual Tri Sandya sebagai alternatif tindakan
selain tindakan rutin yang dilakukan oleh perawat
diruangan seperti terapi individu, terapi aktivitas
kelompok, terapi supportif dan terapi rehabilitasi.
Agar membuat kebijakan yang mendukung
supaya tiap-tiap ruangan secara rutin
memberikan terapi terapi spiritual tri sandya pada
klien dengan halusinsi dan diharapkan untuk
membuat SPO tentang terapi spiritual tri sandya.
Kepada Peneliti Selanjutnya : agar peneliti
selanjutnya lebih mengembangkan penelitian
dengan meneliti efektifitas terapi spiritual Tri
Sandya dengan terapi individu, terapi kelompok,
terapi suportif dan terapi rehabilitasi untuk
mengetahui terapi mana yang lebih efektif untuk
menurunkan gejala halusinasi
Daftar Pustaka
Dwija, B., 2010, Puja Tri Sandya Kramaning Sembah dan Mesiban, (online), available: http://stitidharma.org, 27 Desember 2012.
Hawari, D., 2009, Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Skizofrenia, Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Hidayat, A.A.A., 2010, Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data, Jakarta: Penerbit Salemba Medika.
Isaacs, 2004, Panduan Belajar : Kesehatan Jiwa & Psikiatrik. Edisi 3. Jakarta : EGC.
Keliat, B.A. dan Akemat, 2005, Keperawatan Jiwa: Terapi Akitivitas Kelompok. Jakarta: EGC.
Maramis, W. F., 2009, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 2, Surabaya: Airlangga Universitas Press.
Megayanthi, 2009, Deskripsi Peruhahan Kemampuan Mengontrol Halusinasi Pada Klien Dengan Terapi Individu di Ruang MPKP RSJ Magelang. Semarang : Skripsi Tidak dipublikasikan.
Mudiartini, 2013, Pengaruh Terapi Spiritual Yoga Pranayama Terhadap Kemampuan Klien Mengontrol Halusinasi Pendengaran. Skripsi Program Studi D4 Keperawatan Jiwa Poltekes Denpasar.
Nursalam, 2011, Konsep dan Penerapan Metode Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian
Keperawatan, Edisi 2, Jakarta: Penerbit Salemba Medika.
Purwanto, 2010, Pengaruh Terapi Kerja Terhadap Terhadap Perubahan Gejala Halusinasi Pada Pasien Psikosis di RSJ Daerah Surakarta. Jakarta : Tesis Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
Rekam Medik Rumah Sakit Jiwa Propinsi Bali, 2014, Laporan Tahunan Rumah Sakit Jiwa Propinsi Bali. Bangli.
Setiadi, 2013, Konsep dan Praktik Penulisan Riset Keperawatan, Edisi 2, Yogyakarta: Graha Ilmu.
Setyoadi dan Kushariyadi, 2011, Terapi Modalitas Keperawatan pada Klien Psikogeriatrik, Jakarta: Penerbit Salemba Medika.
Stuart, G. W. dan Sundeen, S. J. 2007, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 5. Jakarta: EGC.
Sugiyono, 2012, Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta.
Sukawana, 2008, Pengantar statistik untuk perawat. Denpasar
Suliswati, Payapo T.A., Maruhawa Jeremia, Sianturi Yenny, Sumijatun, (2005) Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC
Suratanaya, 2013, Pengaruh Terapi modeling partisipan terhadap perubahan gejala halusinasi pada pasien skizofrenia di RSJ Provinsi Bali.Skripsi Program Studi D4 Keperawatan Jiwa Poltekes Denpasar.
Videbeck, 2008, Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
Wahyuni, 2010, Pengaruh Terapi Okupasi Aktivitas Mengambar Terhadap Frekuensi Halusinasi Pasien Sizofrenia Diruang Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP) Rumah Sakit Jiwa Tampan
Pekanbaru.. Medan : Skripsi-USU Tidak dipublikasikan
Wijayanti, 2013, pengaruh terapi Okupasi Aktifitas waktu luang terhadap perubahan gejala halusinasi pendengaran pada pasien skizofrenia di RSJ Provinsi Bali.Skripsi Program Studi D4 Keperawatan Jiwa Poltekes Denpasar.
Yosep, I., 2010, Keperawatan Jiwa, Edisi Revisi. Bandung: PT Refika Aditama.