Upload
titi-afrianto
View
44
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
submandibular
Citation preview
LAPORAN STUDI KASUS STASE GIGI DAN MULUT
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. ANATOMI
3.1.1. Gigi
Anatomi dasar gigi terdiri dari bagian mulut, sedangkan bagian akar terbenam di dalam
tulang rahang dan gusi.
Gambar 3.1. Anatomi gigi
Periodontium adalah jaringan yang menyangga atau yang terdapat disekitar gigi. Anatomi
periodontium terdiri dari : 1. Gingiva 2. Ligamen periodontal 3. Sementum 4. Tulang
alveolus
1. Gingiva
Gingiva adalah bagian mukosa mulut yang mengelilingi gigi. Gingiva melekat pada
gigi dan tulang alveolar. Pada permukaan vestibulum di kedua rahang, gingiva secara
jelas dibatasi mukosa mulut yang lebih dapat bergerak oleh garis yang bergelombang
disebut perlekatan mukogingiva. Garis demarkasi yang sama juga ditemukan pada
aspek lingual mandibular antara gingival dan mukosa mulut. Pada palatum, gingiva
menyatu dengan palatum dan tidak ada perlekatan mukogingiva yang nyata 6 Gingiva
dibagi menjadi tiga menurut daerahnya yaitu marginal gingival, attached gingival dan
gingival interdental. Marginal gingival adalah bagian gingival yang terletak pada
daerah korona dan tidak melekat pada gingiva. Dekat tepi gingiva terdapat suatu alur
dangkal yang disebut sulkus gingiva yang mengelilingi setiap gigi. Pada gigi yang
sehat kedalaman sulkus gingival bervariasi sekitar 0,5 – 2 m. Attached gingiva
merupakan kelanjutan dari marginal gingiva. Jaringan padat ini terikat kuat dengan
periosteum tulang alveolar dibawahnya. Permukaan luar dari attached gingiva terus
memanjang ke mukosa alveolar yang lebih kendur dan dapat digerakkan, bagian
tersebut disebut mucogingival juntion. Interdental gingiva mewakili gingiva
embrasure, dimana terdapat ruang interproksimal dibawah tempat berkontaknya gigi.
Interdental gingiva dapat berbentuk piramidal atau berbentuk seperti lembah . Suplai
darah pada gingiva melalui 3 jalan yaitu:
o arteri yang terletak lebih superfisial dari periosteum, mencapai gingiva pada
daerah yang berbeda di rongga mulut dari cabang arteri alveolar yaitu arteri infra
orbital, nasopalatina, palatal, bukal, mental dan lingual
o Pada daerah interdental percabangan arteri intrasepatal.
o Pembuluh darah pada ligamen periodontal bercabang ke luar ke arah gingival.
Suplai saraf pada periodontal mengikuti pola yang sama dengan distribusi suplai
darah
2. Ligamen periodontal
Ligamen periodontal adalah suatu jaringan ikat yang melekatkan gigi ke tulang
alveolar. Ligamen ini berhubungan dengan jaringan ikat gingiva melalui saluran
vaskuler di dalam tulang. Pada foramen apikal, ligament periodontal menyatu dengan
pulpa. . Ligamen periodontal seperti semua jaringan ikat lain, mengandung sel, serat-
serat dan subtansi dasar. Serat ligamen periodontal ada yang berbentuk krista
aleveolar, horizontal, oblik dan apikal. Suplai darah melalui cabang arteri alveolar
yaitu cabang arteri interdental.
3. Sementum
Sementum adalah jaringan terminal yang menutupi akar gigi yang strukturnya
mempunyai beberapa kesamaan dengan tulang kompakta dengan perbedaan
sementum bersifat avaskuler. Sementum membentuk lapisan yang sangat tipis pada
daerah servikal akar dan tebalnya bertambah pada daerah apikal.
4. Tulang alveolar
Bagian mandibula atau maksila yang menjadi lokasi gigi disebut sebagai prosesus
alveolar. Alveoli untuk gigi ditemukan di dalam prosesus alveolar dan tulang yang
membatasi alveoli disebut tulang alveolar. Tulang alveolar berlubang-lubang karena banyak
saluran Volkman yang mengandung pembuluh darah pensuplai ligamen periodontal.
3.1.2. Mandibula
Pengetahuan tentang ruang-ruang dileher dan hubunganya dengan fasia penting untuk
mendiagnosis dan mengobati infeksi pada leher. Ruang yang dibentuk oleh berbagai fasia
pada leher ini adalah merupakan area yang berpotensi untuk terjadinya infeksi. Invasi dari
bakteri akan menghasilkan selulitis atau abses, dan menyebar melalui berbagai jalan termasuk
melalui saluran limfe.
Pembagian ruang ruang di leher berdasarkan Hollinshead (1954).
1. Di bawah hyoid:
Carotid Sheath
Ruang Pretrakeal
Ruang Retroviseral
Ruang Viseral
Ruang prevertebral.
2. Di atas hyoid:
Ruang submandibula
Ruang submaxilla
Ruang masticator
Ruang parotid
3. Area perifaring:
Ruang retrofaring
Ruang parafaring (lateral Pharyngeal)
Ruang submandibula
4. Area intrafaring:
Ruang paratonsil
Abses paling sering mengenai ruang retrofaring, ruang parafaring (lateral pharyngeal),
dan ruang submandibula.
Gambar 3.2. Otot milohioid yang memisahkan ruang sublingual dan submental.
Gambar 3.3. Potongan vertical ruang submandibula.
Ruang submndibula terletak diantara mukosa dasar mulut (sebagai batas superior) dan
lapisan superficial pada fasia servikalis bagian dalam ( sebagai batas inferior). Di bagian
inferiornya dibentuk oleh otot digastrikus. Batas lateralnya berupa kulit, otot platysma, dan
korpus mandibula. Sedangkan dibagian medialnya berbatasan dengan hyoglosus dan
milohioid. Di bagian anteriornya, ruang ini berbatasan dengan otot digastrikus anterior dan
milohioid. Bagian posteriornya berbatasan dengan ligamentum submandibula dan otot
digastrikus posteriornya.
Ruang submandibula merupakan ruang di atas hyoid yang terdiri dari ruang sublingual dan
ruang submaksila. Ruang sublingual dipisahkan dari ruang submaksila oleh otot milohioid.
Ruang submaksila selanjutnya dibagi atas ruang submental dan ruang submaksila (lateral)
oleh otot digastrikus anterior tetapi kedua ruang ini berhubungan secara bebas. Namun ada
pembagian lain yang tidak menyertakan ruang sublingual kedalam ruang submandibula, dan
membagi ruang submandibula atas ruang submental dan ruang submaksila saja.
Gambar 3.4. Submandibular space
Ruang sublingual mengandung kelenjar sublingual, duktus Wharton, dan saraf hipoglosal.
Ruang ini terletak dia atas otot milohioid tetapi masih dianterior lidah, dan dilateral otot
intrinsic lidah (genioglosus dan geniohioid) dan superior dan medial dengan otot milohioid.
Dibagian anteriornya, berbatasan dengan sepanjang genu mandibula dan bagian posteriornya
berhubungan bebas dengan ruang submaksila.
Ruang submaksila berada di bawah otot milohioid, dan mengandung kelenjar
submandibula dan kelenjar getah bening. Ruang submksila ini berhubungan bebas dengan
ruang sublingual sepanjang tepi posterior otot milohioid. Kelenjar submandibula terletak
diantara kedua ruang tersebut.
Ruang submental merupakan ruang yang terbentuk segitiga yang terletak di garis tengah
dibawah mandibula dimana batas superior dan lateralnya dibatasi bagian anterior otot
digastricus. Dasar pada ruangan ini adalah otot milohyoid sedangkan atapnya adalah kulit,
facia superficial, otot platysma. Ruang submental mengandung beberapa nodus limfe dan
jaringan lemak fibrous.
3.2. ETIOLOGI
Infeksi dapat bersumber dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar liur atau kelenjar limfa
submandibula. Mungkin juga sebagian kelanjutan infeksi ruang leher dalam lain. Kuman
penyebab biasanya campuran kuman aerob dan aerob. 2,3
Abses submandibula merupakan salah satu bagian dari abses leher dalam. Sebagian besar
abses leher dalam disebabkan oleh campuran berbagai kuman, baik kuman aerob, anaerob,
maupun fakultatif anaerob. Kuman aerob yang sering ditemukan adalah Stafilokokus,
Streptococcus sp, Haemofilus influenza, Streptococcus Pneumonia, Moraxtella catarrhalis,
Klebsiell sp, Neisseria sp. Kuman anaerob yang sering ditemukan pada abses leher dalam
adalah kelompok batang gram negatif, seperti Bacteroides, Prevotella, maupun
Fusobacterium.2,4
3.3. PATOGENESA
Berawal dari etiologi diatas seperti infesi gigi. Nekrosis pulpa karena karies dalam yang
tidak terawat dan periodontal pocket dalam merupakan jalan bakteri untuk mencapai jaringan
periapikal. Karena jumlah bakteri yang banyak, maka infeksi yang terjadi akan menyebar ke
tulang spongiosa sampai tulang cortical. Jika tulang ini tipis, maka infeksi akan menembus
dan masuk ke jaringan lunak. Penyebaran infeksi ini tergantung dari daya tahan jaringan dan
tubuh.5
Keterangan :
a. Abses submukosa.
b. Abses bukal
c. Abses submandibula
d. Abses perimandibula
e. Abses subkutan
f. Sinusitis maksilaris.
Infeksi odontogen dapat menyebar melalui jaringan ikat (perikontinuitatum), pembuluh
darah (hematogenous), dan pembuluh limfe (limfogenous). Yang paling sering terjadi adalah
penjalaran secara perkontinuitatum karena adanya celah/ruang di antara jaringan berpotensi
sebagai tempat berkumpulnya pus. Penjalaran infeksi pada rahang atas dapat membentuk
abses palatal, abses submukosa, abses gingiva, cavernous sinus thrombosis, abses labial, dan
abses facial. Penjalaran infeksi pada rahang bawah dapat membentuk abses subingual, abses
submental, abses submandibular, abses submaseter, dan angina ludwig. Ujung akar molar
kedua dan ketiga terletak dibelakang bawah linea mylohyoidea (tempat melekatnya m.
Mylohyoideus) yang terletak di aspek daam mandibula, sehingga jika molar kedua dan ketiga
terinfeksi dan membentuk abses, pus nya dapat menyebar ke ruang submandibula dan dapat
meluas ke ruang parafaringeal. Abses pada akar gigi menyebar ke ruang submandibula akan
menyebabkan sedikit ketidaknyamanan pada gigi, dan pembengkakan sekitar wajah di daerah
bawah. Setelah 3 hari pembengkakan akan terisi pus. Jika tidak diberikan penanganan, maka
pus akan keluar, menyebabkan terbentuknya fistel pada kulit. Pus tersebut juga dapat
menyebar ke jaringan lain sekitar tenggorokan, dan ini dapat menyebabkan problem
pernafasan. Jadi abses submandibular merupakan kondisi yang serius. 5
3.4. DIAGNOSIS
Diagnosis abses submandibula ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis, dan
pemeriksaan penunjang seperti foto polos jaringan lunak leher atau tomografi komputer.
Tanda dan gejala dari suatu abses leher dalam timbul oleh karena: 6
1. efek massa atau inflamasi jaringan atau cavitas abses pada sekitar struktur abses.
2. keterlibatan daerah sekitar abses dalam proses infeksi.
A. Anamnesis
Beberapa gejala berikut dapat ditemukan pada pasien dengan abses submandibula adalah :
1. asimetris leher karena adanya massa atau limfadenopati pada sekitar 70%.7
2. trismus karena proses inflamasi pada m.pterigoides
3. torticolis dan penyempitan ruang gerak leher karena proses inflamasi pada leher.
Riwayat penyakit dahulu sangat bermanfaat untuk melokalisasi etiologi dan perjalanan abses
pasien seharus ditanya :
1. tentang riwayat tonsillitis dan peritonsil abses.
2. riwayat trauma retrofaring contoh intubasi
3. dental caries dan abses.
B. Pemeriksaan Klinik
Diagnosis untuk suatu abses leher dalam kadang-kadang sulit ditegakkan bila hanya
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik saja. Ditemukan pembengkakan dibawah
rahang baik unilateral maupun bilateral dan berfluktuasi. Karena itu diperlukan studi
radiografi untuk membantu menegakkan diagnosis, menyingkirkan kemungkinan penyakit
lainnya dan perluasan penyakit. 7
Pemeriksaan tomography komputer dapat ditemukan daerah dengan densitas rendah,
peningkatan gambaran kontras pada dinding abses dan edem jaringan sekitar abses.
Pemeriksaan kultur dan sensitivitas test dilakukan untuk mengetahui jenis kuman dan
antibiotik yang sesuai. 7
1. Laboratorium
Pada pemeriksaan darah rutin, didapatkan leukositosis. Aspirasi material yang bernanah
(purulent) dapat dikirim untuk dibiakkan guna uji resistensi antibiotik
2. Radiologis
a. Rontgen jaringan lunak kepala AP
b. Rontgen panoramik
Dilakukan apabila penyebab abses submandibuka berasal dari gigi.
c. Rontgen thoraks
Perlu dilakukan untuk evaluasi mediastinum, empisema subkutis, pendorongan saluran
nafas, dan pneumonia akibat aspirasi abses.
d. Tomografi komputer (CT-scan)
CT-scan dengan kontras merupakan pemeriksaan baku emas pada abses leher dalam.
Berdasarkan penelitian Crespo bahwa hanya dengan pemeriksaan klinis tanpa CT-scan
mengakibatkan estimasi terhadap luasnya abses yang terlalu rendah pada 70% pasien
(dikutip dari Pulungan). Gambaran abses yang tampak adalah lesi dengan hipodens
(intensitas rendah), batas yang lebih jelas, dan kadang ada air fluid level . 4
Gambar 6.
CT-scan pasien dengan keluhan trismus, pembengkakan submandibula yang nyeri dan
berwarna kemerahan selama 12 hari. CT-scan axial menunjukkan pembesaran musculus
pterygoid medial (tanda panah), peningkatan intensitas ruang submandibular dan batas yang
jelas dari musculus platysmal (ujung panah).
e. Algoritma pemeriksaan benjolan di leher
Gambar 5
Algoritma Pemeriksaan Benjolan di Leher
3.6. TERAPI
Penatalaksanaan abses submandibula meliputi:1,8
- Penatalaksanaan terhadap abses
- Penatalaksanaan terhadap penyebab
Antibiotik dosis tinggi terhadap kuman aerob dan anaerob harus diberikan secara
parenteral. Abses submandibula sering disebabkan oleh infeksi gigi dan paling sering
menyebabkan trismus. Maka sesegera mungkin setelah trismus hilang, sebaiknya pengobatan
terhadap penyebab segera dilakukan.1,8
Pola Kepekaan kuman anerob terhadap antibiotik
Evakuasi abses dapat dilakukan dalam anastesi lokal untuk abses yang dangkal dan
terlokalisasi atau eksplorasi dalam narkosis bila letak abses dalam dan luas.
Insisi dibuat pada tempat yang paling berfluktuasi atau setinggi os hyoid, tergantung letak
dan luas abses.
3.7. KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering terjadi adalah Ludwig’s angina. Ludwig’s angina adalah infeksi
berat yang melibatkan dasar mulut, ruang submental, dan ruang submandibula. Penyebab dari
Ludwig’s angina ini pun bisa karena infeksi lokal dari mulut, karies gigi, terutama gigi molar
dan premolar, tonsilitis, dan karena trauma ekstraksi gigi. Dapat juga disebabkan oleh kuman
aerob maupun anaerob.9,10
Ludwig’s angina merupakan peradangan selulitis atau flegmon dari bagian superior ruang
suprahioid. Ruang potensial ini berada antara otot-otot yang melekatkan lidah pada tulang
hioid dan otot milohioideus. Peradangan ruang ini menyebabkan kekerasan yang berlebihan
pada jaringan dasar mulut dan mendorong lidah ke atas dan ke belakang. Dengan demikian
dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas secara potensial.11
Gejalanya sangat cepat. Dapat menyebabkan trismus, disfagia, leher membengkak secara
bilateral berwarna kecoklatan. Dan pada perabaan akan terasa keras. Yang paling berakibat
fatal adalah Ludwig’s angina tersebut dapat menyebabkan lidah terdorong ke atas dan
belakang sehingga menimbulkan sesak nafas dan asfiksia karena sumbatan jalan nafas yang
kemudian dapat menyebabkan kematian.9,10,11
3.8. PROGNOSIS
Pada awalnya, kematian yang terjadi akibat kasus abses submandibula ini lebih dari 50%
kasus. Namun seiring dengan penggunaaan antibiotic yang semakin luas, angka mortalitas
tersebut turun hingga mencapai di bawah 5%. Penggunaan antibiotic intravena memberikan
prognosis yang baik jika digunakan pada masa-masa awal kasus penyakit. Kemudian
tindakan operasi dilakukan jika terjadi obstruksi jalan napas, abses yang terlokalisir dan
kegagalan penggunanaan antibiotic untuk meningkatkan kemungkinan kesembuhan.