36
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Ablasio retina adalah lepasnya lapisan sensorik retina dari lapisan retinal pigment epithelium ( RPE ). Lapisan sensorik retina adalah derivat dari lapisan dalam optic cup, sedangkan RPE adalah derivat dari lapisan luar optic cup, membentuk suatu rongga potensial yang mudah terpisah dan terisi oleh cairan sub retina. Ablasio retina termasuk kasus kedaruratan mata yang harus ditangani segera. Pertama kali ditemukan pada awal 1700 M oleh de Saint- Yves, diagnosis klinis baru bisa ditegakkan sejak ditemukannya oftalmoskop oleh Helmholtz pada tahun 1851. Semua penderita Ablasio Retina akan mengalami kebutaan Sampai tahun 1920 karena tidak adanya penanganan kasus ini oleh para ahli sampai akhirnya Jules Gonin menemukan tehnik pengobatan pertama untuk mengatasi penyakit ini di Lausanne, Switzerland. Terdapat tiga jenis klasifikasi utama dari ablasio retina itu yaitu: ablasio regmatogenosa, ablasio traksional, dan ablasio eksudatif. Ablasio retina regmatogenosa merupakan ablasio retina yang paling sering terjadi. Sekitar 1 dari 10.000 populasi normal akan mengalami ablasio retina regmatogenosa. Adapun faktor- faktor penyebab ablasio retina yang paling umum adalah miopia 40-50%, operasi katarak dengan implan lensa 1

Refrat Ablasio Retina

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Refrat Ablasio Retina

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Ablasio retina adalah lepasnya lapisan sensorik retina dari lapisan retinal pigment

epithelium ( RPE ). Lapisan sensorik retina adalah derivat dari lapisan dalam optic cup,

sedangkan RPE adalah derivat dari lapisan luar optic cup, membentuk suatu rongga

potensial yang mudah terpisah dan terisi oleh cairan sub retina. Ablasio retina termasuk

kasus kedaruratan mata yang harus ditangani segera. Pertama kali ditemukan pada awal

1700 M oleh de Saint-Yves, diagnosis klinis baru bisa ditegakkan sejak ditemukannya

oftalmoskop oleh Helmholtz pada tahun 1851. Semua penderita Ablasio Retina akan

mengalami kebutaan Sampai tahun 1920 karena tidak adanya penanganan kasus ini oleh

para ahli sampai akhirnya Jules Gonin menemukan tehnik pengobatan pertama untuk

mengatasi penyakit ini di Lausanne, Switzerland.

Terdapat tiga jenis klasifikasi utama dari ablasio retina itu yaitu: ablasio

regmatogenosa, ablasio traksional, dan ablasio eksudatif. Ablasio retina regmatogenosa

merupakan ablasio retina yang paling sering terjadi. Sekitar 1 dari 10.000 populasi

normal akan mengalami ablasio retina regmatogenosa. Adapun faktor-faktor penyebab

ablasio retina yang paling umum adalah miopia 40-50%, operasi katarak dengan implan

lensa (afakia, pseudofakia) 30-40%, dan trauma okuli 10-20%. Diperkirakan 15 %

pasien dengan ablasio retina pada salah satu mata akan mengalami ablasio pada mata

lainnya. Risiko ablasio bilateral meningkat (25-30%) pada pasien yang telah menjalani

ekstraksi katarak bilateral.

Pilihan pengobatan untuk ablasio ini antara lain dengan bedah sclera buckle,

pneumatik retinopexy, dan vitrectomy dengan atau tanpa scleral buckle. Pemilihan

pilihan pengobatan untuk ablasi retina tergantung pada ahli bedah dan tetap menjadi

topik perdebatan.

1.2 BATASAN MASALAH

Makalah ini membahas tentang anatomi dan fisiologi retina, definisi,

epidemiologi, etiologi dan faktor risiko, patogenesis, diagnosis, diagnosis banding,

penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis ablasio retina.

1

Page 2: Refrat Ablasio Retina

1.3 TUJUAN PENULISAN

Penulisan makalah ini bertujuan untuk menambah pengetahuan dokter muda

mengenai penyakit ablasio retina.

1.4 METODE PENULISAN

Metode penulisan makalah ini adalah merujuk pada literatur-literatur mengenai

ablasio retina.

2

Page 3: Refrat Ablasio Retina

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI RETINA

Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, dan multilapis

yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata, membentang dari

papil saraf optic ke depan sampai Oraserata dengan tepi tidak rata. Retina mempunyai

ketebalan 0,1 mm pada ora serrata dan 0,56 mm pada kutup posterior. Pada dewasa, ora

serrata berada 6,5 mm di belakang garis Schwalbe pada sisi temporal dan 5,7 mm pada

sisi nasal.

2.1.1 Embriologi dan Histologi

Retina berasal dari bagian dalam cawan optic yang timbul dari bagian cefal

tabung neural embrio. Bagian luar cawan ini akan menjadi satu lapisan epitel pigmen.

Sel bakal retina tersebut terus berkembang dari satu jenis sel embrional akhirnya

menjadi 5 jenis sel yang tersusun teratur.

1. Sel - sel reseptor , Berupa sel batang dan kerucut.

Sel kerucut (cones) paling banyak terdapat di bagian sentral yang dinamakan

sebagai daerah macula lutea. Pada sentral macula lutea, yaitu daerah fovea sentralis

yang tidak tercampuri sel-sel batang. Besar macula lutea 1-2 mm, daerah ini daya

penglihatannya paling tajam terutama di fovea sentralis. Struktur macula lutea :

a. Tidak ada sel saraf

b. Sel sel ganglion sangat banyak di pinggir

c. Lebih banyak sel kerucut daripada sel batang. Pada fovea sentralis hanya

terdapat sel kerucut.

Fungsi sel kerucut adalah untuk photoptic vision ( melihat warna, cahaya intensitas

tinggi dan penglihatan sentral / ketajaman penglihatan ), persepsi detail dan warna pada

cahaya yang cukup terang. Pada cahaya yang remang-remang sel kerucut ini kurang

berfungsi. Didalam sel kerucut terdapat 3 macam pigmen yang masing-masing peka

terhadap sinar merah, hijau, biru. Pigmen yang peka terhadap sinar merah, spectrum

absorbsinya luas, 575 mA. Pigmen yang peka terhadap sinar hijau mempunyai

3

Page 4: Refrat Ablasio Retina

frekuensi maksimal 540 mA, sedang pigmen yang peka terhadap sinar biru frekuensi

absorbsi maksimalnya 430 mA.

Sel-sel batang lebih banyak di bagian perifer terutama di sekitar macula. Fungsinya

adalah untuk penglihatan di tempat gelap, untuk scotoptic vision, yaitu untuk melihat

cahaya dengan intensitas rendah, tidak dapat melihat warna, untuk penglihatan perifer

dan orientasi ruangan.

2. Sel-sel bipolar

Yaitu penghubung dari sel sel reseptor dengan sel ganglion. Bentuknya ada

yang khusus menyambungkan satu sel reseptor kerucut dengan sel ganglion dan

ada pula bercabang banyak yang menghubungkan beberapa sel batang ke satu sel

ganglion.

3. Sel ganglion

Sel ganglion menyampaikan impuls ke arah otak. Aksonnya panjang meliputi

lapisan permukaan retina, yang terus berkumpul di saraf optic dan selanjutnya

sampai di badan genikulatum lateral untuk bersinaps di sini dengan sel sel saraf

yang melanjutkan impuls visual kekorteks ke daerah fissure calcarina lobus

oksipitalais.

4. Neuron Lainnya : sel Horizontal dan sel amakrin

Diduga berfungsi mengatur atau menggabungkan dan menyaring aliran impuls

dari masing-masing sel saraf sebelumnya.

5. Sel Muller

Bukan sel saraf tapi fungsinya penting sebagai membentuk system kerangka

penunjang jaringan retina. Membran limitasi interna dan eksterna adalah bagian

yang dibentuknya. Sel muller berfungsi sebagai depot glikogen yang penting untuk

energi sel lainnya.

Histologi neuroretina terdiri atas 9 lapisan, 10 dengan lapisan epitel pigmen

yaitu (dari dalam keluar)

1. Lapisan membran limitan interna

Lapisan membran limitan interna merupakan lapisan paling dalam yang membatasi

retina dengan vitreus.

2. Lapisan serat saraf dari sel ganglion

Lapisan serat saraf dari sel ganglion mengandung akson-akson sel ganglion yang

nantinya melewati lamina kribosa menuju ke nervus optikus.

4

Page 5: Refrat Ablasio Retina

3. Lapisan sel ganglion

Lapisan sel ganglion terdiri dari badan sel ganglion. Ganglion terdiri dari dua tipe

yaitu midget ganglion cell dan polysynaptic ganglion cell. Midget ganglion cell

terdapat pada makula, sedangkan polysynaptic ganglion cell terdapat pada bagian

perifer

4. Lapisan flexiform dalam

Lapisan flexiform dalam mengandung sambungan sel ganglion dengan sel bipolar

dan sel amakrin.

5. Lapisan inti dalam

Lapisan inti dalam mengandung badan sel bipolar, amakrin, dan horizontal.

6. Lapisan flexiform luar

Lapisan flexiform luar mengandung sambungan antara fotoreseptor dengan sel

bipolar dan sel horizontal.

7. Lapisan inti luar sel fotoreseptor

Lapisan inti luar sel fotoreseptor terdiri dari inti sel batang dan kerucut.

8. Lapisan membran limitan eksterna

Lapisan membran limitan eksterna merupakan membran yang dilewati oleh sel

batang dan kerucut.

9. Lapisan fotoreseptor

Lapisan fotoreseptor terdiri dari sel fotoreseptor batang dan kerucut yang

merupakan end organ penglihatan. Sel batang terdiri dari rhodopsin dan berfungsi

untuk penglihatan perifer serta penglihatan pada iluminasi yang rendah (scotopic

vision). Sementara itu, sel kerucut lebih berespon pada penglihatan sentral

(photopic vision) serta warna.

10. Epitel pigmen retina

Epitel pigmen retina merupakan lapisan terluar yang terdiri dari selapis sel

berpigmen. Lapisan ini melekat dengan lamina basalis (membran Bruch) dari

koroid. Epitel pigmen retina bertanggung jawab untuk fagositosis segmen luar

fotoreseptor, transportasi vitamin, mengurangi hamburran sinar, serta menjadi

sawar selektif antara koroid dan retina.

5

Page 6: Refrat Ablasio Retina

Gambar 2.1 : Lapisan retina

Di tengah-tengah retina bagian posterior terdapat makula dengan diameter 5,5-6

mm. Secara klinis, makula merupakan daerah yang dibatasi cabang pembuluh darah

retina temporal, sedangkan secara histologi merupakan bagian retina yang ketebalan

lapisan sel gangglionnya lebih dari satu lapis. Secara anatomis, makula merupakan

daerah berdiameter 3 mm yang mengandung pigmen lutel kuning xantofil.

Struktur makula lutea:

1. Tidak ada serat saraf;2. Sel-sel ganglion sangat banyak dipinggir-pinggirnya, tetapi di makula sendiri

tidak ada;3. Lebih banyak kerucut daripada batang. Di fovea sentralis hanya terdapat

kerucut.

6

Page 7: Refrat Ablasio Retina

Gambar 2.2 : Makula

Pada makula, terdapat fovea dengan diameter 1,5 mm. Pada daerah ini,

terdapat penipisan lapisan inti luar akibat akson-akson sel fotoreseptor yang

berjalan miring (lapisan Henle). Pada fovea tidak ditemukan sel batang sedangkan

sel kerucutnya tebal, berbeda dengan retina bagian perifer yang lebih banyak

ditemukan sel batang. Di tengah fovea, 4 mm dari diskus optikus, terdapat foveola

yang berdiameter 0,25 mm.

Gambar 2.3: Anatomi Fovea

7

Page 8: Refrat Ablasio Retina

2.1.2 Vaskularisasi Retina

Pembuluh darah retina berasal dari cabang arteri optalmika sedangkan pembuluh darah venanya akan mengalir menuju vena sentralis retina. Retina menerima perdarahan dari 2 sumber, yaitu:

a. KoriokapilarisKoriokapilaris berasal dari arteri siliaris posterior berevis, cabang dari arteri oftalmika. Pembuluh darah ini berada tepat diluar membran Bruch, memperdarahi 1/3 luar retina, yaitu lapisan inti lapisan epitel pigmen retina, fotoreseptor, membran limitan eksterna, dan lapisan inti luar. Fovea sepenuhnya diperdarahi oleh koriokapilaris.

b. Cabang arteri sentralis retinaArteri sentralis retina merupakan cabang dari arteri oftalmika. Arteri ini masuk melalui cup disk optik dan kemudian memiliki empat cabang yaitu superior-nasal, superior-temporal, inferior-nasal, dan inferior temporal. Arteri-arteri tersebut merupakan end artery, tidak memiliki anastomose. Percabangan arteri sentralis retina ini memperdarahi 2/3 dalam retina.

Gambar 2.4: Vaskularisasi retina

2.1.3 Fisiologi Retina

Retina berfungsi sebagai bidang di mana gambar ruang luar terproyeksikan atau

terfokuskan. Energi cahaya yang membentuk gambar itu menimbulkan perubahan kimia

dari rhodopsin yang banyak terkumpul di segmen luar sel-sel reseptor. Dengan cara

tertentu perubahan kimia tersebut menyebabkan pengaturan keluar masuknya ion Na,

K, Ca lewat “ion gate” sehingga menimbulkan perubahan potensial pada membrane sel.

Penjalaran perubahan potensial dinding membran sel yang kemudian terjadi terus di

sampaikan ke sel-sel bipolar dan ke sel-sel Ganglion menerjemahkan potensial menjadi

rentetan impuls saraf yang diteruskan kea rah otak secara berantai lewat beberapa

neuron lainnya.

8

Page 9: Refrat Ablasio Retina

Di dalam retina diduga terdapat sel-sel khusus yang memantau kekuatan/jumlah

cahaya yang diterimanya. Bila cahaya berlebihan, maka sel itu memberikan perintah

lewat suatu busur reflex untuk penyempitan lobang pupil.

Rhodopsin, derivat vitamin A, merupakan bahan dasar untuk proses perubahan

cahaya ke impuls listrik pada retina. Lapisan epitel pigmen di bawah retina sebagai

gudang zat ini, disamping memberikan nutrisi pada retina. Bila rhodopsin sudah

mengabsorbsi energy cahaya, rhodopsin segera terurai dalam waktu sepertriliun detik.

Penyebabnya adalah foto aktivasi electron pada bagian retinal dari rhodopsin yang

menyebabkan perubahan segera pada bentuk cis dari retianal menjadi bentuk all-trans.

Produk yang segera terbentuk adalah batorhodopsin, kemudian menjadi lumirhodopsin,

metarhodopsin I, metarhodopsin II dan akan jadi produk pecahan terakhir menjadi

scotopsin dan all-trans retina. Metarhodopsin II (rhodopsin teraktivasi merangsang

perubahan elektrik dalam sel batang yang kemudian menjalarkan bayangan visual ke

system syaraf pusat. Perangan sel batang menyebabkan peningkatan negatifitas dari

potensial membrane yang merupakan keadaan hiperpolarisasi hal ini disebabkan

sewaktu rhodopsin yang ada di segmen luar batang terpapar cahaya dan mulai terurai,

terjadi penurunan konduktansi natrium ke dalam sel batang walaupun ion ion natrium

terus di pompa keluar dari segmen dalam. Berkurangnya ion ion ini dalam sel sel

batang menciptakan negatifitas di dalam membrane , dan semakin banyak jumlah

energy cahaya yang mengenai sel batang, maka semakin besar muatan elektro

negatifnya, semakin besar pula derajat hiperpolarisasinya.

Fotokimiawi kerucut hampir sama persis dengan komposisi kimiawa rhodopsin

dalam sel batang. Perbedaaannya hanya terletak pada bagian protein, opsin, yang

disebut fotopsin dalam sel keucut berbeda dengan sel batang. Pigmen peka terhadap

warna dari sel kerucut merupakan kombinasi antara retinal dan fotopsin. Pigmen warna

ini dinamakan sesuai dengan sifatnya, pigmen peka warna biru, pigmen peka warna

hijau, dan pigmen peka warna merah. Sifat absorbsi dari pigmen yang terdapat di dalam

ketiga macam kerucut itu menunjukkan bahwa puncak absorbsi adalah pada panjang

gelombang cahaya, berturut turut sebesar 445, 535, dan 570 nanometer. Panjang

gelombang ini merupakan puncak sensitifitas cahaya untuk setiap tipe kerucut, yang

dapat mulai dipakai untuk menjelaskan bagaimana retina dapat membedakan warna.

9

Page 10: Refrat Ablasio Retina

2.2 DEFINISI

Ablasio retina adalah suatu kelainan pada mata yang disebabkan karena

terpisahnya lapisan neuroretina dari lapisan epitel pigmen retina sehingga terdapat

cairan di dalam rongga subretina atau karena adanya suatu tarikan pada retina oleh

jaringan ikat atau membran vitreoretina.

Ablasio retina adalah suatu penyakit dimana lapisan sensorik dari retina lepas.

Lepasnya bagian sensorik retina ini biasanya hampir selalu didahului oleh terbentuknya

robekan atau lubang di dalam retina. Ablasio retina juga diartikan sebagai terpisahnya

koroid di daerah posterior mata yang disebabkan oleh lubang pada retina, sehingga

mengakibatkan kebocoran cairan. Ablasio retina lebih besar kemungkinannya pada

orang yang menderita rabun jauh (miopia) dan pada orang tua, dimana akan terjadi

perubahan degeneratif pada retina dan vitetrous.

2.3 EPIDEMIOLOGI

Secara epidemiologi, ablasio retina regmatogenosa terjadi pada 1 orang dari

10.000 populasi setiap tahunnya. Selain itu, ablasio ini bisa terjadi pada kedua mata

pada 10% pasien. Kemungkinan ini akan meningkat pada pasien yang memiliki miopia

yang tinggi atau telah menjalani operasi katarak, terutama jika operasi ini mengalami

komplikasi kehilangan vitreous.

Insiden ablasio retina lebih sering pada usia 40-70 tahun, tetapi bisa terjadi pada

anak-anak dan remaja dengan penyebab lebih banyak karena trauma. Dari segi jenis

kelamin terjadi pada 60% laki-laki dan 40% perempuan.

Traksi vitreoretinal yang dinamik akan menyerang orang usia 45-65 tahun pada

populasi umum namun dapat terjadi lebih cepat pada orang dengan miopia tinggi dan

pada mata yang mempunyai faktor predisposisi untuk terjadi ablasi retina seperti

trauma, uveitis pasca retinitis, dan retina yang memperlihatkan degenerasi di bagian

perifer. Apabila mata yang satu sudah mengalami traksi, dalam kurun waktu 6 bulan

hingga 2 tahun mata yang lain dapat mengalami traksi.

10

Page 11: Refrat Ablasio Retina

2.4 ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO

2.4.1 Ablasio retina regmatogenosa Biasanya berhubungan dengan robekan retina (lubang atau

robek) yang mana menyebabkan cairan subretinal (SRF) merembes dan

memisahkan retina sensoris dari pigmen epitel. Penyebab pasti ablasio ini belum

diketahui dengan pasti. Diduga ada beberapa faktor predisposisi, yaitu:

1. Usia, kondisi ini sering pada usia 40-60 tahun

2. Jenis kelamin, sering pada laki-laki

3. Myopia, sekitar 40% kasus retina regmatogenesa adalah myopia

4. Afakia, kasus ini lebih sering terjadi pada afakia dibanding fakia

5. Degenerasi retina, ini dapat menjadi faktor predisposisi ablasio retina karena:

a. Degenerasi molecular (lattice degeneration)

b. Retinoschisis didapat

c. Gumpalan pigmen fokal

6. Trauma

7. Senile posterior vitreous detachment (PVD)

2.4.2 Ablasio retina eksudatif Hal ini terjadi karena retina didorong oleh neoplasma atau akumulasi cairan di

bawah retina diikuti lesi inflamasi atau vaskular. Penyebab umum yang dapat

dikelompokkan sebagai berikut:

1. Penyakit sistemik. Ini termasuk: toxaemia dari kehamilan, hipertensi ginjal,

diskrasia darah dan polyarteritis nodosa.

2. Penyakit mata. Ini termasuk:

a. Radang seperti penyakit Harada, ophthalmia simpatik,scleritis posterior, dan

selulitis orbital

b. Penyakit vaskular seperti retinopati serosa sentral dan retinopati eksudatif

Coats

c. Neoplasma misalnya, melanoma ganas dan koroid retinoblastoma (tipe

exophytic)

d. Hipotoni mendadak karena perforasi dan operasi intraokular.

11

Page 12: Refrat Ablasio Retina

2.4.3 Ablasio retina traksi

Hal ini terjadi karena retina secara mekanis ditarik jauh dari bantalannya oleh

kontraksi dari jaringan fibrosa dalam vitreous (vitreoretinal band tractional).

Hal ini berhubungan dengan kondisi berikut:

a. Retraksi pasca-trauma dengan jaringan parut terutama diikuti oleh cedera

penetrasi.

b. Retinopati diabetik proliferatif.

c. Retinitis proliferans post hemorrhagic.

d. Retinopati prematuritas.

e. Retinopati sel sabit.

2.5 PATOGENESIS

Pada ablasio retina terjadi pemisahan retina sensorik yaitu lapisan fotoreseptor

dengan lapisan epitel pigmen retina dibawahnya. Terdapat tiga jenis utama ablasio

retina yang masing-masing mempunyai patogenesis yang berbeda yaitu :

2.5.1 Ablasio Retina Regmatogenosa

Bentuk tersering dari ketiga jenis ablasio retina dengan karakteristik pemutusan

total (full-thickness), berbentuk tapal kuda, lubang atropi bundar atau robekan

sirkumferensial anterior (dialisis retina). Berasal dari bahasa Yunani “regma” yang

berarti robek. Robekan retina pada ablasio retina jenis ini disebabkan pengaruh antara

traksi antara vitreo retina dan retina perifer yang dipredisposisi oleh faktor degenerasi.

Predisposisi degenerasi retina perifer :

1. Lattice degeneration

Ditemukan pada 40% penderita ablasio retina dengan myopia tinggi usia muda ,

sinroma marfan, stickies synd, Ehlers-Danlos synd yang semuanya merupakan

faktor resiko terjadinya ablasio retina

2. Snail track degeneration

3. Degenerasi retinoskisis

4. White-without pressure

12

Page 13: Refrat Ablasio Retina

Traksi vitreoretinal dinamis diinduksi oleh gerakan mata yang cepat terutama pada

PVD (Posterior Vitreous Detachement), afakia dan miopia. Setelah robekan retina

terbentuk, cairan vitreous merembes dan memisahkan retina sensoris dari pigmen epitel.

Cairan subretinal (SRF) akhirnya terakumulasi, dan cenderung tertarik ke bawah

2.5.2 Ablasio Retina Traksi

Ablasio retina akibat traksi adalah jenis tersering kedua yang terutama disebabkan

oleh beberapa kelainan seperti:

Retinopati diabetik proliferatif

Retinopati prematuriti

Trauma tembus segmen posterior

Kelainan diatas menyebabkan adanya gaya-gaya traksi yang secara aktif menarik

retina sensorik menjauhi epitel pigmen dibawhnya disebabkan oleh adanya membran

vitreosa, epiretina atau subretina yang terdiri dari fibroblas sel glia atau sel epitel

pigmen retina. Traksi ini menyebabkan terlepasnya lapisan sensorik retina dengan RPE.

Pada awalnya pelepasan mungkin terbatas di sepanjang arkade-arkade vaskular, tetapi

dapat terjadi perkembangan sehingga kelainan melibatkan retina mid perifer dan

macula.

2.5.3 Ablasio Retinopati Eksudatif

Ablasio retina eksudatif paling jarang terjadi dibandingkan Ablasio Retina Traksi

dan regmatogenosa. Penyebabnya adalah gangguan pada pigmen epitel retina sehingga

cairan dari koroid masuk ke dalam ruang sub retina.

Ablasio jenis ini dapat terjadi walaupun tidak ada pemutusan retina atau traksi

vitreo retina. Hal ini disebabkan berbagai keadaan seperti tumor koroid (melanoma,

haemangioma) dan metastasenya, inflamasi intraokuler seperti penyakit Harada dan

Skleritis posterior, iatrogenik termasuk operasi pada ablasio retina sebelumnya,

fotokoagulasi pan retinal. Neovaskuler subretinal yang berhubungan dengan retinal

telangiektasi dan neovaskuler koroid bisa juga menyebabkan kelainan pada RPE.

13

Page 14: Refrat Ablasio Retina

2.6 DIAGNOSIS

2.6.1 ANAMNESIS

Sebagian besar pasien datang dengan keluhan melihat bayangan berupa photopsia,

floater pada awal penyakit, diikuti dengan penyempitan lapangan pandangan

perifer kemudian bila proses berlanjut pasien akan kehilangan lapangan

penglihatan sentral.

Pada pasien ablasio retina regmatogenosa perlu pula ditanyakan adanya riwayat

operasi mata seperti ektraksi katarak, afakia, myopia, trauma tumpul dll. Kelainan

sistemik pada pasien berupa hipertensi berat, eklampsia, atau gagal ginjal sering

terjadi pada pasien dengan ablasio retina eksudatifa. Diabetes mellitus, retinopati

prematuritas dan trauma tembus perlu juga dicari pada ablasio retina traksional.

Keluhan yang klasik dan sering dilaporkan adalah photopsia dan floaters sebesar

60 % setelah beberapa saat penderita mengeluh kehilangan lapang pandangan perifer

kemudian berlanjut menjadi kehilangan penglihatan sentral.

Photopsia/ light flashes (kilatan cahaya)

Yaitu sensasi subjektif yang dikeluhkan penderita sebagai kilatan cahaya yang

umumnya terjadi sewaktu mata digerakkan dalam keremangan cahaya atau dalam

keadaan gelap. Keadaan ini disebabkan oleh tarikan pada vitreo retina di daerah perifer

dan bisa terjadi pada orang normal jika terjadi cedera tumpul pada mata. Hal ini

disebabkan oleh tarikan pada vitreo retina di daerah perifer.

Floaters.

Yaitu gerakan kekeruhan vitreous yang memberikan bayangan pada retina,

(terlihat benda melayang-layang), yang terjadi karena adanya kekeruhan di vitreus oleh

adanya darah, pigmen retina yang lepas atau degenerasi vitreus itu sendiri. Kadang-

kadang penderita merasa ada tabir atau bayangan yang datang dari perifer (biasanya

dari sisi nasal) meluas dalam lapangan pandang. Tabir ini bergerak bersama-sama

dengan gerakan mata dan menjadi lebih nyata.

Ada tiga bentuk floaters yang sering dijumpai yakni :

a. Lingkaran besar ( Weiss ring )

b. Cobwebs

c. Bintik-bintik kecil.

14

Page 15: Refrat Ablasio Retina

Defek Lapang Pandangan.

Hilangnya lapangan pandang disebabkan oleh menyebarnya cairan sub retina ke

daerah ekuator.

Penurunan visus

Pada pasien ablasio yang belum mengenai makula visus pasien bisa normal.

Akan tetapi lama kelamaan akan mengalami penurunan sampai akhirnya visus menurun

total (O) pada ablasio retina total.

Metamorfopsia.

Adalah terjadinya distorsi bergelombang dari objek yang dilihat pasien apabila

ablasio retina sudah mengenai makula.

2.6.2 PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI

1. Pemeriksaan visus atau tajam penglihatan

Pada pasien ablasio retina dapat terjadi penurunan tajam penglihatan akibat

terlibatnya makula lutea ataupun terjadi kekeruhan media penglihatan atau badan kaca

yang menghambat sinar masuk.

Tajam penglihatan akan sangat menurun bila makula lutea ikut terangkat. Jika

makula lutea tidak terlibat, penglihatan pasien tidak terganggu sehingga visus pasien

bisa normal.

2. Pemeriksaan lapangan pandang

Kelainan pada lapangan pandangan bisa terjadi pada ablasio yang telah lanjut.

Pemeriksaan ini bisa juga mendeteksi lokasi dari ablasio retina. Apabila ablasio retina

terjadi pada posterior ekuator biasanya keluhan penyempitan pada lapangan pandangan

belum ditemukan sampai terjadi defek pada kutup posterior dan makula. Pasien dengan

defek lapangan pandangan pada bagian superior menandakan ablasio pada bagian

inferior retina. Ablasio retina yang terjadi pada bagian anterior retina tidak bisa

ditentukan dengan pemeriksaan lapangan pandangan.

3. Pemeriksaan segmen anterior mata

Pemeriksaan ini dimulai dengan inspeksi mata pasien apakah ada tanda-tanda

trauma pada segmen depan mata yang bisa dijadikan petunjuk adanya kemungkinan

kelainan yang berhubungan dengan trauma yamg mencetuskan ablasio retina.

15

Page 16: Refrat Ablasio Retina

Pemeriksaan selanjutnya dapat digunakan slit lamp. Segmen depan mata biasanya

normal. Pemeriksaan tekanan intra okuler menurun pada ablasio retina regmatogenosa,

normal pada ablasio retina traksional dan bervariasi pada ablasio retina eksudativa.

4. Pemeriksaan pada segmen posterior mata

Kelainan pada segmen posterior berupa kelainan vitreus dan retina dapat

dilakukan dengan menggunakan oftalmoskop.

Kelainan yang bisa ditemukan pada vitreous berupa :

Tobacco dust atau shafer sign yaitu sel berpigmen pada vitreus. Tanda ini

patognomonis terjadi pada sebagian besar kasus robekan retina tanpa adanya

riwayat operasi.

Membrane pada vitreus terutama pada proliferatif vitreoretinopathy

Darah didalam vitreous terutama di dalam ruangan retrohyaloid.

Kelainan yang ditemukan pada retina berupa :

Robekan retina bisa berbentuk tapal kuda bila terdapat pada segmen superior

temporal, dan superior nasal. Lobang pada retina (hole) sering ditemukan pada

kelainan pada segmen superior temporal dan segmen inferior nasal

Konfigurasi retina biasanya berbentuk konveks (mencembung), retina yang lepas

berwarna keabu-abuan, pucat, keruh, serta kehilangan bayangan konfigurasi

pembuluh darah koroid. Jika terdapat akumulasi cairan bermakna pada ruang

subretina, didapatkan pergerakkan undulasi retina ketika mata bergerak.

Pembuluh darah retina yang terlepas dari dasarnya berwarna gelap, berkelok-kelok,

dan membengkok di tepi ablasio. Pada retina yang mengalami ablasio terlihat

lipatan-lipatan halus. Suatu robekan pada retina terlihat agak merah muda karena

terdapat pembuluh koroid di bawahnya.

Mungkin didapatkan debris terkait pada vitreous yang terdiri dari darah dan pigmen

atau kelopak lubang retina (operkulum) dapat ditemukan mengambang bebas.

16

Page 17: Refrat Ablasio Retina

2.6.3 PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium digunakan untuk menentukan penyakit yang bisa

menyebabkan ablasio retina (underlying diseases) seperti hemoglobin dan slide

darah tepi pada pasien dengan anemia sel sabit, pemeriksaan gula darah serologis,

protein urin dan lain-lain.

b. Pemeriksaan ultrasonografi (ocular B-Scan ultrasonografi).

Apabila retina tidak bisa dilihat karena adanya defek pada kornea seperti

sikatrik, kekeruhan pada lensa (katarak) ataupun kekeruhan pada vitreus akibat

adanya sel-sel radang ataupun membran(uveitis) dan perdarahan vitreus maka USG

bisa membantu kita dalam menentukan adanya ablasio retina, jenis ablasio dan

faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya ablasio retina serosa seperti tumor pada

koroid, sub retinal tumor ataupun perdarahan koroid.

c. Amsler grid

Pada pemeriksaan amsler grid bisa ditemukan makropsia, mikropsia

ataupun metamorfopsia akan membantu kita dalam menentukan ablasio retina yang

sudah sampai ke macula.

17

Page 18: Refrat Ablasio Retina

Tabel 2.1 : Diagnosis Ablasio Retina Berdasarkan Tipenya

Ablasio Retina Regmatogenus

Ablasio RetinaTraksi

Ablasio RetinaEksudatif(Serosa dan Hemoragik)

Riwayat penyakit

Afakia, myopia, trauma tumpul, photopsia, floaters, gangguan lapangan pandang yang progresif, dengan keadaan umum baik.

Diabetes, premature,trauma tembus, penyakit sel sabit, oklusi vena.

Factor-faktor sistemik seperti hipertensi maligna, eklampsia, gagal ginjal.

Kerusakan retina

Terjadi pada 90-95 % kasus

Kerusakan primer tidak ada

Tidak ada

Perluasan ablasi

Meluas dari oral ke discus, batas dan permukaan cembung tergantung gravitasi

Tidak meluas menuju ora, dapat sentral atau perifer

Tergantung volume dan gravitasi, perluasan menuju oral bervariasi, dapat sentral atau perifer

Pergerakan retina

Bergelombang atau terlipat

Retina tegang, batas dan permukaan cekung, Meningkat pada titik tarikan

Smoothly elevated bullae, biasanya tanpa lipatan

Bukti kronis

Terdapat garis pembatas, makrosis intra retinal, atropik retina

Garis pembatas Tidak ada

Pigmen pada vitreous

Terlihat pada 70 % kasus

Terlihat pada kasus trauma

Tidak ada

Perubahan vitreous

Sineretik, PVD, tarikan pada lapisan yang robek

Penarikan vitreoretinal Tidak ada, kecuali pada uveitis

Cairan sub Jernih Jernih atau tidak ada Dapat keruh dan berpindah

18

Page 19: Refrat Ablasio Retina

retinal perpindahan secara cepat tergantung pada perubahan posisi kepala.

Massa koroid

Tidak ada Tidak ada Bisa ada

Tekanan intraocular

Rendah Normal Bervariasi

Transluminasi

Normal Normal Transluminasi terblok apabila ditemukan lesi pigmen koroid

Keaadan yang menyebabkan ablasio

Robeknya retina Retinopati diabetikum proliferative, post traumatis vitreous traction

Uveitis, metastasis tumor, melanoma maligna, retinoblastoma, hemangioma koroid, makulopati eksudatif senilis, ablasi eksudatif post cryotherapi atau dyathermi.

Gambar

19

Page 20: Refrat Ablasio Retina

2.7 DIAGNOSIS BANDING

1. Retinoskisis

Retinoskisis dapat dibedakan dari ablasio retina dengan membandingkan

permukaannya yang rata, biasanya tidak ditemukan perdarahan atau pigmen di

dalam vitreus, selalu muncul dengan skotoma, Biasanya mengalami perbaikan

dengan fotokoagulasi, tidak ada pergerakan cairan seperti pada ablasio retina.

2. Tumor koroid

Tumor koroid disini termasuk melanoma malignan koroid, metastasis tumor ganas

dari tempat lain, atau hemangioma koroid. Oftalmoskop direk sukar membedakan

dengan ablasio karena adanya elevasi dari neurosensorik dan epitel pigmen retina.

Akan tetapi dengan pemeriksaan lebih lanjut seperti ultrasonografi oftalmoskop

indirek akan terlihat massa dalam koroid, tidak ditemukan robekan retina.

3. Ablasio koroid

Sering terjadi setelah operasi katarak. Berbeda dengan ablasio retina cairan pada

ablasio koroid ini terus ke anterior melewati ora serata sehingga pars plana dan ora

serata terlihat lebih jelas dari biasanya.

4. Perdarahan retrohyaloid massif

Biasanya terdapat pada pasien diabetes mellitus dimana darah akan masuk ke

dalam rongga retrohyaloid membentuk membrane bullosa berwarna merah

sehingga menyerupai retina akan tetapi bila dilihat lebih lanjut akan terlihat

membran ini tidak mempunyai pembuluh darah seperti halnya retina.

5. Subretinal Cysticerus

Pada subretinal cysticerus terlihat retina berwarna abu-abu, dengan cairan dalam

kista yang menyerupai cairan subretinal akan tetapi di dalam cairan ini bisa terlihat

parasit penyebabnya.

6. Oklusi Retina sentralis

Pada funduskopi terlihat retina sangat pucat, putih sehingga menyerupai ablasio

yang berwarna abu-abu, Perlu dicari tanda lain yang tidak terdapat pada ablasio

retina seperti cattle track appearance atau cherry red spot.

20

Page 21: Refrat Ablasio Retina

2.7 PENATALAKSANAAN

Prinsip dasar penanganan ablasio retina adalah:

1. Melekatkan kembali retina yang terlepas

2. Drainase cairan subretina

Dilakukan secara hati-hati dengan memasukan jarum halus ke sclera dn koroid

ke dalam ruang subretinal dan lakukan drainase. SRF (Subretinal Fluid) drainase

mungkin tidak dibutuhkan pada beberapa kasus.

3. Untuk menangani aposisi korioretinal

Jenis operasi yang diapakai untuk menangani ablasio retina:

1. Scleral Buckling

Tujuan dari sclera buckling adalah untuk menutup robekan retina yang bisa

menyebabkan indentasi external sclera. Cryopexy transcleral digunakan untuk membuat

adhesi permanen antara retina dan RPE (Retinal Pigmental Epithelium). Material

buckling secara hati-hati diposisikan untuk menunjang robekan penyebab oleh

imbrikasi skleral. Pemilihan teknik ini (mengelilingi, segmental, radial) tergantung

jumlah dan posisi robekan retina, ukuran mata, dokternya, dan temuan vitreoretinal

(lattice degeneration, traksi vitreoretina, afakia).

Komplikasi dari sclera buckling ini adalah: mencetuskan miopia, diplopia akibat

fibrosis atau terganggunya otot-otot ekstraokuler oleh eksplan, ekstruksi eksplan, dan

kemungkinan peningkatan risiko vitreoretinopati proliferatif.

21

Page 22: Refrat Ablasio Retina

Gambar 2.5 : Skleral Buckling

2. Pneumatic Retinopexy

Tujuan dari operasi ini adalah untuk menutup robekan retina menggunakan

gelembung gas intraocular, sementara adhesi korioretina yang diinduksi oleh laser

atau cryoterapi menutup robekan retina secara permanen. Pneumatic retinopexy

diindikasikan untuk kasus ablasio retina dengan robekan superior.

Gas/udara diinjeksikan secara transkonjungtiva terus sampai ke pars plana.

Berbagai macam gas yang dapat digunakan (seperti udara, SF6, C3F8). Untuk

menutup/ menyumbat dan mendorong (tamponade) semua robekan retina, pasien

harus mempertahankan posisi kepala tertentu selama beberapa hari untuk meyakinkan

gelembung terus menutupi robekan retina.

Komplikasi dari pneumatic retinopexy adalah migrasi gas subretina, migrasi gas

COA, endoftalmitis, katarak, dan ablasio berulang dari terbentuknya robekan retina

yang baru. Keuntungan dari teknik ini adalah teknik ini tidak menyebabkan

perubahan refraksi dan perubahan lensa lebih kecil daripada di vitrectomy.

22

Page 23: Refrat Ablasio Retina

.

Gambar 2.6: Pneumatic Retinopexy

3. Primary vitrectomy

Tujuan utama dari primary vitrectomy ini adalah untuk memindahkan kembali

adheren vitreous kortikal untuk robekan retina, drain langsung cairan subretina,

tamponade robekan (menggunakan udara, gas, atau minyak silicon) dan membuat

adhesi sekitar korioretinal tiap robekan retina dengan endolaser photocoagulation atau

cryopexy.

Cara pelaksanaannya dengan membuat insisi kecil pada dinding bola mata dan

kemudian memasukkan instrument hingga ke kavum vitreous melalui pars plana.

Setelah itu dilakukan vitrektomi dengan vitreous cutter untuk menghilangkan berkas

badan kaca (vitreous strands), membrane, dan perlekatan-perlekatan.

Gambar 2.7 : Vitrectomy

23

Page 24: Refrat Ablasio Retina

Komplikasi dari prosedur ini berupa sklerosis nucleus postvitrectomy (pada

mata fakia), glaucoma, PVR, dan berulangnya kembali ablasio retina.

2.8 KOMPLIKASI

Penurunan ketajaman penglihatan dan kebutaan merupakan komplikasi yang

paling umum terjadi pada ablasio retina. Penurunan penglihatan terhadap gerakan

tangan atau persepsi cahaya adalah komplikasi yang sering dari ablasio retina yang

melibatkan makula.

Jika retina tidak berhasil dilekatkan kembali dan pembedahan mengalami

komplikasi, maka dapat timbul perubahan fibrotik pada vitreous (vitreoretinopati

proliferatif, PVR). PVR dapat menyebabkan traksi pada retina dan ablasio retina lebih

lanjut.

2.9 PROGNOSIS

Dengan berbagai tehnik yang ada 90-95% ablasio retina dapat diperbaiki tergantung

dari tipe ablasio retinanya, lama terjadinya ablasio dan keterlibatan makula:

Prognosis baik ( mendekati 100%) pada :

Ablasio retina sirkumferensial

Ablasio retina dengan demarcation line

Ablasio retina dengan cairan subretinal yang minimal

Prognosis sedang (antara 85-95%)

Ablasio retina karena afakia

Ablasio retina totalis, ablasio retina yang berhubungan dengan epitel non

pigmen di pars plana.

Prognosis buruk (antara 30-50%)

Ablasio retina disertai ablasio koroid

Ablasio retina dengan robekan lebih dari 180o

Ablasio retina dengan proliferasi periretinal yang massive

24

Page 25: Refrat Ablasio Retina

BAB III

KESIMPULAN

Ablasio retina adalah suatu kelainan pada mata yang disebabkan karena

terpisahnya lapisan neuroretina dari lapisan epitel pigmen retina akibat adanya cairan di

dalam rongga subretina atau akibat adanya suatu tarikan pada retina oleh jaringan ikat

atau membran vitreoretina. Ablasio retina merupakan suatu kegawat daruratan karena

dapat menyebabkan kebutaan bagi penderitanya.

Ablasio retina berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi tiga, ialah ablasio retina

regmantogenosa, ablasio retina traksional dan ablasio retina eksudatif.

Manifestasi klinis untuk ablasio retina ini berupa photopsia, floaters, defek

lapangan pandang, penurunan visus, metamorfopsia. Diagnosis ditegakkan berdasarkan

anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan oftalmologi

yang dilakukan pada ablasio retina berupa pemeriksaan visus, pemeriksaan lapangan

pandang, pemeriksaan pada segmen anterior dan segmen posterior mata. Pemeriksaan

laboratorium, USG mata, dan pemeriksaan amsler grid merupakan pemeriksaan

penunjang yang dapat membantu dalam menegakkan diagnosis.

Penatalaksanaan ablasio retina saat ini hanya dapat dilakukan dengan operasi,

penatalaksanaan medika mentosa biasa tidak dapat mengobati penyakit ini. Terdapat

beberapa teknik dalam operasi ablasio retina antara lain, Sklera buckling Pneumatic

retinopexi, dan Vitrektomi. Prognosis tergantung luasnya robekan retina, jarak waktu

terjadinya ablasio, diagnosisnya dan tindakan bedah yang dilakukan. Terapi yang cepat

prognosis lebih baik. Prognosis lebih buruk bila mengenai makula atau jika telah

berlangsung lama.

25