Upload
sara-fadila-pramadani
View
70
Download
14
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Ablasio retina adalah lepasnya lapisan sensorik retina dari lapisan retinal pigment
epithelium ( RPE ). Lapisan sensorik retina adalah derivat dari lapisan dalam optic cup,
sedangkan RPE adalah derivat dari lapisan luar optic cup, membentuk suatu rongga
potensial yang mudah terpisah dan terisi oleh cairan sub retina. Ablasio retina termasuk
kasus kedaruratan mata yang harus ditangani segera. Pertama kali ditemukan pada awal
1700 M oleh de Saint-Yves, diagnosis klinis baru bisa ditegakkan sejak ditemukannya
oftalmoskop oleh Helmholtz pada tahun 1851. Semua penderita Ablasio Retina akan
mengalami kebutaan Sampai tahun 1920 karena tidak adanya penanganan kasus ini oleh
para ahli sampai akhirnya Jules Gonin menemukan tehnik pengobatan pertama untuk
mengatasi penyakit ini di Lausanne, Switzerland.
Terdapat tiga jenis klasifikasi utama dari ablasio retina itu yaitu: ablasio
regmatogenosa, ablasio traksional, dan ablasio eksudatif. Ablasio retina regmatogenosa
merupakan ablasio retina yang paling sering terjadi. Sekitar 1 dari 10.000 populasi
normal akan mengalami ablasio retina regmatogenosa. Adapun faktor-faktor penyebab
ablasio retina yang paling umum adalah miopia 40-50%, operasi katarak dengan implan
lensa (afakia, pseudofakia) 30-40%, dan trauma okuli 10-20%. Diperkirakan 15 %
pasien dengan ablasio retina pada salah satu mata akan mengalami ablasio pada mata
lainnya. Risiko ablasio bilateral meningkat (25-30%) pada pasien yang telah menjalani
ekstraksi katarak bilateral.
Pilihan pengobatan untuk ablasio ini antara lain dengan bedah sclera buckle,
pneumatik retinopexy, dan vitrectomy dengan atau tanpa scleral buckle. Pemilihan
pilihan pengobatan untuk ablasi retina tergantung pada ahli bedah dan tetap menjadi
topik perdebatan.
1.2 BATASAN MASALAH
Makalah ini membahas tentang anatomi dan fisiologi retina, definisi,
epidemiologi, etiologi dan faktor risiko, patogenesis, diagnosis, diagnosis banding,
penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis ablasio retina.
1
1.3 TUJUAN PENULISAN
Penulisan makalah ini bertujuan untuk menambah pengetahuan dokter muda
mengenai penyakit ablasio retina.
1.4 METODE PENULISAN
Metode penulisan makalah ini adalah merujuk pada literatur-literatur mengenai
ablasio retina.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI RETINA
Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, dan multilapis
yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata, membentang dari
papil saraf optic ke depan sampai Oraserata dengan tepi tidak rata. Retina mempunyai
ketebalan 0,1 mm pada ora serrata dan 0,56 mm pada kutup posterior. Pada dewasa, ora
serrata berada 6,5 mm di belakang garis Schwalbe pada sisi temporal dan 5,7 mm pada
sisi nasal.
2.1.1 Embriologi dan Histologi
Retina berasal dari bagian dalam cawan optic yang timbul dari bagian cefal
tabung neural embrio. Bagian luar cawan ini akan menjadi satu lapisan epitel pigmen.
Sel bakal retina tersebut terus berkembang dari satu jenis sel embrional akhirnya
menjadi 5 jenis sel yang tersusun teratur.
1. Sel - sel reseptor , Berupa sel batang dan kerucut.
Sel kerucut (cones) paling banyak terdapat di bagian sentral yang dinamakan
sebagai daerah macula lutea. Pada sentral macula lutea, yaitu daerah fovea sentralis
yang tidak tercampuri sel-sel batang. Besar macula lutea 1-2 mm, daerah ini daya
penglihatannya paling tajam terutama di fovea sentralis. Struktur macula lutea :
a. Tidak ada sel saraf
b. Sel sel ganglion sangat banyak di pinggir
c. Lebih banyak sel kerucut daripada sel batang. Pada fovea sentralis hanya
terdapat sel kerucut.
Fungsi sel kerucut adalah untuk photoptic vision ( melihat warna, cahaya intensitas
tinggi dan penglihatan sentral / ketajaman penglihatan ), persepsi detail dan warna pada
cahaya yang cukup terang. Pada cahaya yang remang-remang sel kerucut ini kurang
berfungsi. Didalam sel kerucut terdapat 3 macam pigmen yang masing-masing peka
terhadap sinar merah, hijau, biru. Pigmen yang peka terhadap sinar merah, spectrum
absorbsinya luas, 575 mA. Pigmen yang peka terhadap sinar hijau mempunyai
3
frekuensi maksimal 540 mA, sedang pigmen yang peka terhadap sinar biru frekuensi
absorbsi maksimalnya 430 mA.
Sel-sel batang lebih banyak di bagian perifer terutama di sekitar macula. Fungsinya
adalah untuk penglihatan di tempat gelap, untuk scotoptic vision, yaitu untuk melihat
cahaya dengan intensitas rendah, tidak dapat melihat warna, untuk penglihatan perifer
dan orientasi ruangan.
2. Sel-sel bipolar
Yaitu penghubung dari sel sel reseptor dengan sel ganglion. Bentuknya ada
yang khusus menyambungkan satu sel reseptor kerucut dengan sel ganglion dan
ada pula bercabang banyak yang menghubungkan beberapa sel batang ke satu sel
ganglion.
3. Sel ganglion
Sel ganglion menyampaikan impuls ke arah otak. Aksonnya panjang meliputi
lapisan permukaan retina, yang terus berkumpul di saraf optic dan selanjutnya
sampai di badan genikulatum lateral untuk bersinaps di sini dengan sel sel saraf
yang melanjutkan impuls visual kekorteks ke daerah fissure calcarina lobus
oksipitalais.
4. Neuron Lainnya : sel Horizontal dan sel amakrin
Diduga berfungsi mengatur atau menggabungkan dan menyaring aliran impuls
dari masing-masing sel saraf sebelumnya.
5. Sel Muller
Bukan sel saraf tapi fungsinya penting sebagai membentuk system kerangka
penunjang jaringan retina. Membran limitasi interna dan eksterna adalah bagian
yang dibentuknya. Sel muller berfungsi sebagai depot glikogen yang penting untuk
energi sel lainnya.
Histologi neuroretina terdiri atas 9 lapisan, 10 dengan lapisan epitel pigmen
yaitu (dari dalam keluar)
1. Lapisan membran limitan interna
Lapisan membran limitan interna merupakan lapisan paling dalam yang membatasi
retina dengan vitreus.
2. Lapisan serat saraf dari sel ganglion
Lapisan serat saraf dari sel ganglion mengandung akson-akson sel ganglion yang
nantinya melewati lamina kribosa menuju ke nervus optikus.
4
3. Lapisan sel ganglion
Lapisan sel ganglion terdiri dari badan sel ganglion. Ganglion terdiri dari dua tipe
yaitu midget ganglion cell dan polysynaptic ganglion cell. Midget ganglion cell
terdapat pada makula, sedangkan polysynaptic ganglion cell terdapat pada bagian
perifer
4. Lapisan flexiform dalam
Lapisan flexiform dalam mengandung sambungan sel ganglion dengan sel bipolar
dan sel amakrin.
5. Lapisan inti dalam
Lapisan inti dalam mengandung badan sel bipolar, amakrin, dan horizontal.
6. Lapisan flexiform luar
Lapisan flexiform luar mengandung sambungan antara fotoreseptor dengan sel
bipolar dan sel horizontal.
7. Lapisan inti luar sel fotoreseptor
Lapisan inti luar sel fotoreseptor terdiri dari inti sel batang dan kerucut.
8. Lapisan membran limitan eksterna
Lapisan membran limitan eksterna merupakan membran yang dilewati oleh sel
batang dan kerucut.
9. Lapisan fotoreseptor
Lapisan fotoreseptor terdiri dari sel fotoreseptor batang dan kerucut yang
merupakan end organ penglihatan. Sel batang terdiri dari rhodopsin dan berfungsi
untuk penglihatan perifer serta penglihatan pada iluminasi yang rendah (scotopic
vision). Sementara itu, sel kerucut lebih berespon pada penglihatan sentral
(photopic vision) serta warna.
10. Epitel pigmen retina
Epitel pigmen retina merupakan lapisan terluar yang terdiri dari selapis sel
berpigmen. Lapisan ini melekat dengan lamina basalis (membran Bruch) dari
koroid. Epitel pigmen retina bertanggung jawab untuk fagositosis segmen luar
fotoreseptor, transportasi vitamin, mengurangi hamburran sinar, serta menjadi
sawar selektif antara koroid dan retina.
5
Gambar 2.1 : Lapisan retina
Di tengah-tengah retina bagian posterior terdapat makula dengan diameter 5,5-6
mm. Secara klinis, makula merupakan daerah yang dibatasi cabang pembuluh darah
retina temporal, sedangkan secara histologi merupakan bagian retina yang ketebalan
lapisan sel gangglionnya lebih dari satu lapis. Secara anatomis, makula merupakan
daerah berdiameter 3 mm yang mengandung pigmen lutel kuning xantofil.
Struktur makula lutea:
1. Tidak ada serat saraf;2. Sel-sel ganglion sangat banyak dipinggir-pinggirnya, tetapi di makula sendiri
tidak ada;3. Lebih banyak kerucut daripada batang. Di fovea sentralis hanya terdapat
kerucut.
6
Gambar 2.2 : Makula
Pada makula, terdapat fovea dengan diameter 1,5 mm. Pada daerah ini,
terdapat penipisan lapisan inti luar akibat akson-akson sel fotoreseptor yang
berjalan miring (lapisan Henle). Pada fovea tidak ditemukan sel batang sedangkan
sel kerucutnya tebal, berbeda dengan retina bagian perifer yang lebih banyak
ditemukan sel batang. Di tengah fovea, 4 mm dari diskus optikus, terdapat foveola
yang berdiameter 0,25 mm.
Gambar 2.3: Anatomi Fovea
7
2.1.2 Vaskularisasi Retina
Pembuluh darah retina berasal dari cabang arteri optalmika sedangkan pembuluh darah venanya akan mengalir menuju vena sentralis retina. Retina menerima perdarahan dari 2 sumber, yaitu:
a. KoriokapilarisKoriokapilaris berasal dari arteri siliaris posterior berevis, cabang dari arteri oftalmika. Pembuluh darah ini berada tepat diluar membran Bruch, memperdarahi 1/3 luar retina, yaitu lapisan inti lapisan epitel pigmen retina, fotoreseptor, membran limitan eksterna, dan lapisan inti luar. Fovea sepenuhnya diperdarahi oleh koriokapilaris.
b. Cabang arteri sentralis retinaArteri sentralis retina merupakan cabang dari arteri oftalmika. Arteri ini masuk melalui cup disk optik dan kemudian memiliki empat cabang yaitu superior-nasal, superior-temporal, inferior-nasal, dan inferior temporal. Arteri-arteri tersebut merupakan end artery, tidak memiliki anastomose. Percabangan arteri sentralis retina ini memperdarahi 2/3 dalam retina.
Gambar 2.4: Vaskularisasi retina
2.1.3 Fisiologi Retina
Retina berfungsi sebagai bidang di mana gambar ruang luar terproyeksikan atau
terfokuskan. Energi cahaya yang membentuk gambar itu menimbulkan perubahan kimia
dari rhodopsin yang banyak terkumpul di segmen luar sel-sel reseptor. Dengan cara
tertentu perubahan kimia tersebut menyebabkan pengaturan keluar masuknya ion Na,
K, Ca lewat “ion gate” sehingga menimbulkan perubahan potensial pada membrane sel.
Penjalaran perubahan potensial dinding membran sel yang kemudian terjadi terus di
sampaikan ke sel-sel bipolar dan ke sel-sel Ganglion menerjemahkan potensial menjadi
rentetan impuls saraf yang diteruskan kea rah otak secara berantai lewat beberapa
neuron lainnya.
8
Di dalam retina diduga terdapat sel-sel khusus yang memantau kekuatan/jumlah
cahaya yang diterimanya. Bila cahaya berlebihan, maka sel itu memberikan perintah
lewat suatu busur reflex untuk penyempitan lobang pupil.
Rhodopsin, derivat vitamin A, merupakan bahan dasar untuk proses perubahan
cahaya ke impuls listrik pada retina. Lapisan epitel pigmen di bawah retina sebagai
gudang zat ini, disamping memberikan nutrisi pada retina. Bila rhodopsin sudah
mengabsorbsi energy cahaya, rhodopsin segera terurai dalam waktu sepertriliun detik.
Penyebabnya adalah foto aktivasi electron pada bagian retinal dari rhodopsin yang
menyebabkan perubahan segera pada bentuk cis dari retianal menjadi bentuk all-trans.
Produk yang segera terbentuk adalah batorhodopsin, kemudian menjadi lumirhodopsin,
metarhodopsin I, metarhodopsin II dan akan jadi produk pecahan terakhir menjadi
scotopsin dan all-trans retina. Metarhodopsin II (rhodopsin teraktivasi merangsang
perubahan elektrik dalam sel batang yang kemudian menjalarkan bayangan visual ke
system syaraf pusat. Perangan sel batang menyebabkan peningkatan negatifitas dari
potensial membrane yang merupakan keadaan hiperpolarisasi hal ini disebabkan
sewaktu rhodopsin yang ada di segmen luar batang terpapar cahaya dan mulai terurai,
terjadi penurunan konduktansi natrium ke dalam sel batang walaupun ion ion natrium
terus di pompa keluar dari segmen dalam. Berkurangnya ion ion ini dalam sel sel
batang menciptakan negatifitas di dalam membrane , dan semakin banyak jumlah
energy cahaya yang mengenai sel batang, maka semakin besar muatan elektro
negatifnya, semakin besar pula derajat hiperpolarisasinya.
Fotokimiawi kerucut hampir sama persis dengan komposisi kimiawa rhodopsin
dalam sel batang. Perbedaaannya hanya terletak pada bagian protein, opsin, yang
disebut fotopsin dalam sel keucut berbeda dengan sel batang. Pigmen peka terhadap
warna dari sel kerucut merupakan kombinasi antara retinal dan fotopsin. Pigmen warna
ini dinamakan sesuai dengan sifatnya, pigmen peka warna biru, pigmen peka warna
hijau, dan pigmen peka warna merah. Sifat absorbsi dari pigmen yang terdapat di dalam
ketiga macam kerucut itu menunjukkan bahwa puncak absorbsi adalah pada panjang
gelombang cahaya, berturut turut sebesar 445, 535, dan 570 nanometer. Panjang
gelombang ini merupakan puncak sensitifitas cahaya untuk setiap tipe kerucut, yang
dapat mulai dipakai untuk menjelaskan bagaimana retina dapat membedakan warna.
9
2.2 DEFINISI
Ablasio retina adalah suatu kelainan pada mata yang disebabkan karena
terpisahnya lapisan neuroretina dari lapisan epitel pigmen retina sehingga terdapat
cairan di dalam rongga subretina atau karena adanya suatu tarikan pada retina oleh
jaringan ikat atau membran vitreoretina.
Ablasio retina adalah suatu penyakit dimana lapisan sensorik dari retina lepas.
Lepasnya bagian sensorik retina ini biasanya hampir selalu didahului oleh terbentuknya
robekan atau lubang di dalam retina. Ablasio retina juga diartikan sebagai terpisahnya
koroid di daerah posterior mata yang disebabkan oleh lubang pada retina, sehingga
mengakibatkan kebocoran cairan. Ablasio retina lebih besar kemungkinannya pada
orang yang menderita rabun jauh (miopia) dan pada orang tua, dimana akan terjadi
perubahan degeneratif pada retina dan vitetrous.
2.3 EPIDEMIOLOGI
Secara epidemiologi, ablasio retina regmatogenosa terjadi pada 1 orang dari
10.000 populasi setiap tahunnya. Selain itu, ablasio ini bisa terjadi pada kedua mata
pada 10% pasien. Kemungkinan ini akan meningkat pada pasien yang memiliki miopia
yang tinggi atau telah menjalani operasi katarak, terutama jika operasi ini mengalami
komplikasi kehilangan vitreous.
Insiden ablasio retina lebih sering pada usia 40-70 tahun, tetapi bisa terjadi pada
anak-anak dan remaja dengan penyebab lebih banyak karena trauma. Dari segi jenis
kelamin terjadi pada 60% laki-laki dan 40% perempuan.
Traksi vitreoretinal yang dinamik akan menyerang orang usia 45-65 tahun pada
populasi umum namun dapat terjadi lebih cepat pada orang dengan miopia tinggi dan
pada mata yang mempunyai faktor predisposisi untuk terjadi ablasi retina seperti
trauma, uveitis pasca retinitis, dan retina yang memperlihatkan degenerasi di bagian
perifer. Apabila mata yang satu sudah mengalami traksi, dalam kurun waktu 6 bulan
hingga 2 tahun mata yang lain dapat mengalami traksi.
10
2.4 ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO
2.4.1 Ablasio retina regmatogenosa Biasanya berhubungan dengan robekan retina (lubang atau
robek) yang mana menyebabkan cairan subretinal (SRF) merembes dan
memisahkan retina sensoris dari pigmen epitel. Penyebab pasti ablasio ini belum
diketahui dengan pasti. Diduga ada beberapa faktor predisposisi, yaitu:
1. Usia, kondisi ini sering pada usia 40-60 tahun
2. Jenis kelamin, sering pada laki-laki
3. Myopia, sekitar 40% kasus retina regmatogenesa adalah myopia
4. Afakia, kasus ini lebih sering terjadi pada afakia dibanding fakia
5. Degenerasi retina, ini dapat menjadi faktor predisposisi ablasio retina karena:
a. Degenerasi molecular (lattice degeneration)
b. Retinoschisis didapat
c. Gumpalan pigmen fokal
6. Trauma
7. Senile posterior vitreous detachment (PVD)
2.4.2 Ablasio retina eksudatif Hal ini terjadi karena retina didorong oleh neoplasma atau akumulasi cairan di
bawah retina diikuti lesi inflamasi atau vaskular. Penyebab umum yang dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
1. Penyakit sistemik. Ini termasuk: toxaemia dari kehamilan, hipertensi ginjal,
diskrasia darah dan polyarteritis nodosa.
2. Penyakit mata. Ini termasuk:
a. Radang seperti penyakit Harada, ophthalmia simpatik,scleritis posterior, dan
selulitis orbital
b. Penyakit vaskular seperti retinopati serosa sentral dan retinopati eksudatif
Coats
c. Neoplasma misalnya, melanoma ganas dan koroid retinoblastoma (tipe
exophytic)
d. Hipotoni mendadak karena perforasi dan operasi intraokular.
11
2.4.3 Ablasio retina traksi
Hal ini terjadi karena retina secara mekanis ditarik jauh dari bantalannya oleh
kontraksi dari jaringan fibrosa dalam vitreous (vitreoretinal band tractional).
Hal ini berhubungan dengan kondisi berikut:
a. Retraksi pasca-trauma dengan jaringan parut terutama diikuti oleh cedera
penetrasi.
b. Retinopati diabetik proliferatif.
c. Retinitis proliferans post hemorrhagic.
d. Retinopati prematuritas.
e. Retinopati sel sabit.
2.5 PATOGENESIS
Pada ablasio retina terjadi pemisahan retina sensorik yaitu lapisan fotoreseptor
dengan lapisan epitel pigmen retina dibawahnya. Terdapat tiga jenis utama ablasio
retina yang masing-masing mempunyai patogenesis yang berbeda yaitu :
2.5.1 Ablasio Retina Regmatogenosa
Bentuk tersering dari ketiga jenis ablasio retina dengan karakteristik pemutusan
total (full-thickness), berbentuk tapal kuda, lubang atropi bundar atau robekan
sirkumferensial anterior (dialisis retina). Berasal dari bahasa Yunani “regma” yang
berarti robek. Robekan retina pada ablasio retina jenis ini disebabkan pengaruh antara
traksi antara vitreo retina dan retina perifer yang dipredisposisi oleh faktor degenerasi.
Predisposisi degenerasi retina perifer :
1. Lattice degeneration
Ditemukan pada 40% penderita ablasio retina dengan myopia tinggi usia muda ,
sinroma marfan, stickies synd, Ehlers-Danlos synd yang semuanya merupakan
faktor resiko terjadinya ablasio retina
2. Snail track degeneration
3. Degenerasi retinoskisis
4. White-without pressure
12
Traksi vitreoretinal dinamis diinduksi oleh gerakan mata yang cepat terutama pada
PVD (Posterior Vitreous Detachement), afakia dan miopia. Setelah robekan retina
terbentuk, cairan vitreous merembes dan memisahkan retina sensoris dari pigmen epitel.
Cairan subretinal (SRF) akhirnya terakumulasi, dan cenderung tertarik ke bawah
2.5.2 Ablasio Retina Traksi
Ablasio retina akibat traksi adalah jenis tersering kedua yang terutama disebabkan
oleh beberapa kelainan seperti:
Retinopati diabetik proliferatif
Retinopati prematuriti
Trauma tembus segmen posterior
Kelainan diatas menyebabkan adanya gaya-gaya traksi yang secara aktif menarik
retina sensorik menjauhi epitel pigmen dibawhnya disebabkan oleh adanya membran
vitreosa, epiretina atau subretina yang terdiri dari fibroblas sel glia atau sel epitel
pigmen retina. Traksi ini menyebabkan terlepasnya lapisan sensorik retina dengan RPE.
Pada awalnya pelepasan mungkin terbatas di sepanjang arkade-arkade vaskular, tetapi
dapat terjadi perkembangan sehingga kelainan melibatkan retina mid perifer dan
macula.
2.5.3 Ablasio Retinopati Eksudatif
Ablasio retina eksudatif paling jarang terjadi dibandingkan Ablasio Retina Traksi
dan regmatogenosa. Penyebabnya adalah gangguan pada pigmen epitel retina sehingga
cairan dari koroid masuk ke dalam ruang sub retina.
Ablasio jenis ini dapat terjadi walaupun tidak ada pemutusan retina atau traksi
vitreo retina. Hal ini disebabkan berbagai keadaan seperti tumor koroid (melanoma,
haemangioma) dan metastasenya, inflamasi intraokuler seperti penyakit Harada dan
Skleritis posterior, iatrogenik termasuk operasi pada ablasio retina sebelumnya,
fotokoagulasi pan retinal. Neovaskuler subretinal yang berhubungan dengan retinal
telangiektasi dan neovaskuler koroid bisa juga menyebabkan kelainan pada RPE.
13
2.6 DIAGNOSIS
2.6.1 ANAMNESIS
Sebagian besar pasien datang dengan keluhan melihat bayangan berupa photopsia,
floater pada awal penyakit, diikuti dengan penyempitan lapangan pandangan
perifer kemudian bila proses berlanjut pasien akan kehilangan lapangan
penglihatan sentral.
Pada pasien ablasio retina regmatogenosa perlu pula ditanyakan adanya riwayat
operasi mata seperti ektraksi katarak, afakia, myopia, trauma tumpul dll. Kelainan
sistemik pada pasien berupa hipertensi berat, eklampsia, atau gagal ginjal sering
terjadi pada pasien dengan ablasio retina eksudatifa. Diabetes mellitus, retinopati
prematuritas dan trauma tembus perlu juga dicari pada ablasio retina traksional.
Keluhan yang klasik dan sering dilaporkan adalah photopsia dan floaters sebesar
60 % setelah beberapa saat penderita mengeluh kehilangan lapang pandangan perifer
kemudian berlanjut menjadi kehilangan penglihatan sentral.
Photopsia/ light flashes (kilatan cahaya)
Yaitu sensasi subjektif yang dikeluhkan penderita sebagai kilatan cahaya yang
umumnya terjadi sewaktu mata digerakkan dalam keremangan cahaya atau dalam
keadaan gelap. Keadaan ini disebabkan oleh tarikan pada vitreo retina di daerah perifer
dan bisa terjadi pada orang normal jika terjadi cedera tumpul pada mata. Hal ini
disebabkan oleh tarikan pada vitreo retina di daerah perifer.
Floaters.
Yaitu gerakan kekeruhan vitreous yang memberikan bayangan pada retina,
(terlihat benda melayang-layang), yang terjadi karena adanya kekeruhan di vitreus oleh
adanya darah, pigmen retina yang lepas atau degenerasi vitreus itu sendiri. Kadang-
kadang penderita merasa ada tabir atau bayangan yang datang dari perifer (biasanya
dari sisi nasal) meluas dalam lapangan pandang. Tabir ini bergerak bersama-sama
dengan gerakan mata dan menjadi lebih nyata.
Ada tiga bentuk floaters yang sering dijumpai yakni :
a. Lingkaran besar ( Weiss ring )
b. Cobwebs
c. Bintik-bintik kecil.
14
Defek Lapang Pandangan.
Hilangnya lapangan pandang disebabkan oleh menyebarnya cairan sub retina ke
daerah ekuator.
Penurunan visus
Pada pasien ablasio yang belum mengenai makula visus pasien bisa normal.
Akan tetapi lama kelamaan akan mengalami penurunan sampai akhirnya visus menurun
total (O) pada ablasio retina total.
Metamorfopsia.
Adalah terjadinya distorsi bergelombang dari objek yang dilihat pasien apabila
ablasio retina sudah mengenai makula.
2.6.2 PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI
1. Pemeriksaan visus atau tajam penglihatan
Pada pasien ablasio retina dapat terjadi penurunan tajam penglihatan akibat
terlibatnya makula lutea ataupun terjadi kekeruhan media penglihatan atau badan kaca
yang menghambat sinar masuk.
Tajam penglihatan akan sangat menurun bila makula lutea ikut terangkat. Jika
makula lutea tidak terlibat, penglihatan pasien tidak terganggu sehingga visus pasien
bisa normal.
2. Pemeriksaan lapangan pandang
Kelainan pada lapangan pandangan bisa terjadi pada ablasio yang telah lanjut.
Pemeriksaan ini bisa juga mendeteksi lokasi dari ablasio retina. Apabila ablasio retina
terjadi pada posterior ekuator biasanya keluhan penyempitan pada lapangan pandangan
belum ditemukan sampai terjadi defek pada kutup posterior dan makula. Pasien dengan
defek lapangan pandangan pada bagian superior menandakan ablasio pada bagian
inferior retina. Ablasio retina yang terjadi pada bagian anterior retina tidak bisa
ditentukan dengan pemeriksaan lapangan pandangan.
3. Pemeriksaan segmen anterior mata
Pemeriksaan ini dimulai dengan inspeksi mata pasien apakah ada tanda-tanda
trauma pada segmen depan mata yang bisa dijadikan petunjuk adanya kemungkinan
kelainan yang berhubungan dengan trauma yamg mencetuskan ablasio retina.
15
Pemeriksaan selanjutnya dapat digunakan slit lamp. Segmen depan mata biasanya
normal. Pemeriksaan tekanan intra okuler menurun pada ablasio retina regmatogenosa,
normal pada ablasio retina traksional dan bervariasi pada ablasio retina eksudativa.
4. Pemeriksaan pada segmen posterior mata
Kelainan pada segmen posterior berupa kelainan vitreus dan retina dapat
dilakukan dengan menggunakan oftalmoskop.
Kelainan yang bisa ditemukan pada vitreous berupa :
Tobacco dust atau shafer sign yaitu sel berpigmen pada vitreus. Tanda ini
patognomonis terjadi pada sebagian besar kasus robekan retina tanpa adanya
riwayat operasi.
Membrane pada vitreus terutama pada proliferatif vitreoretinopathy
Darah didalam vitreous terutama di dalam ruangan retrohyaloid.
Kelainan yang ditemukan pada retina berupa :
Robekan retina bisa berbentuk tapal kuda bila terdapat pada segmen superior
temporal, dan superior nasal. Lobang pada retina (hole) sering ditemukan pada
kelainan pada segmen superior temporal dan segmen inferior nasal
Konfigurasi retina biasanya berbentuk konveks (mencembung), retina yang lepas
berwarna keabu-abuan, pucat, keruh, serta kehilangan bayangan konfigurasi
pembuluh darah koroid. Jika terdapat akumulasi cairan bermakna pada ruang
subretina, didapatkan pergerakkan undulasi retina ketika mata bergerak.
Pembuluh darah retina yang terlepas dari dasarnya berwarna gelap, berkelok-kelok,
dan membengkok di tepi ablasio. Pada retina yang mengalami ablasio terlihat
lipatan-lipatan halus. Suatu robekan pada retina terlihat agak merah muda karena
terdapat pembuluh koroid di bawahnya.
Mungkin didapatkan debris terkait pada vitreous yang terdiri dari darah dan pigmen
atau kelopak lubang retina (operkulum) dapat ditemukan mengambang bebas.
16
2.6.3 PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium digunakan untuk menentukan penyakit yang bisa
menyebabkan ablasio retina (underlying diseases) seperti hemoglobin dan slide
darah tepi pada pasien dengan anemia sel sabit, pemeriksaan gula darah serologis,
protein urin dan lain-lain.
b. Pemeriksaan ultrasonografi (ocular B-Scan ultrasonografi).
Apabila retina tidak bisa dilihat karena adanya defek pada kornea seperti
sikatrik, kekeruhan pada lensa (katarak) ataupun kekeruhan pada vitreus akibat
adanya sel-sel radang ataupun membran(uveitis) dan perdarahan vitreus maka USG
bisa membantu kita dalam menentukan adanya ablasio retina, jenis ablasio dan
faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya ablasio retina serosa seperti tumor pada
koroid, sub retinal tumor ataupun perdarahan koroid.
c. Amsler grid
Pada pemeriksaan amsler grid bisa ditemukan makropsia, mikropsia
ataupun metamorfopsia akan membantu kita dalam menentukan ablasio retina yang
sudah sampai ke macula.
17
Tabel 2.1 : Diagnosis Ablasio Retina Berdasarkan Tipenya
Ablasio Retina Regmatogenus
Ablasio RetinaTraksi
Ablasio RetinaEksudatif(Serosa dan Hemoragik)
Riwayat penyakit
Afakia, myopia, trauma tumpul, photopsia, floaters, gangguan lapangan pandang yang progresif, dengan keadaan umum baik.
Diabetes, premature,trauma tembus, penyakit sel sabit, oklusi vena.
Factor-faktor sistemik seperti hipertensi maligna, eklampsia, gagal ginjal.
Kerusakan retina
Terjadi pada 90-95 % kasus
Kerusakan primer tidak ada
Tidak ada
Perluasan ablasi
Meluas dari oral ke discus, batas dan permukaan cembung tergantung gravitasi
Tidak meluas menuju ora, dapat sentral atau perifer
Tergantung volume dan gravitasi, perluasan menuju oral bervariasi, dapat sentral atau perifer
Pergerakan retina
Bergelombang atau terlipat
Retina tegang, batas dan permukaan cekung, Meningkat pada titik tarikan
Smoothly elevated bullae, biasanya tanpa lipatan
Bukti kronis
Terdapat garis pembatas, makrosis intra retinal, atropik retina
Garis pembatas Tidak ada
Pigmen pada vitreous
Terlihat pada 70 % kasus
Terlihat pada kasus trauma
Tidak ada
Perubahan vitreous
Sineretik, PVD, tarikan pada lapisan yang robek
Penarikan vitreoretinal Tidak ada, kecuali pada uveitis
Cairan sub Jernih Jernih atau tidak ada Dapat keruh dan berpindah
18
retinal perpindahan secara cepat tergantung pada perubahan posisi kepala.
Massa koroid
Tidak ada Tidak ada Bisa ada
Tekanan intraocular
Rendah Normal Bervariasi
Transluminasi
Normal Normal Transluminasi terblok apabila ditemukan lesi pigmen koroid
Keaadan yang menyebabkan ablasio
Robeknya retina Retinopati diabetikum proliferative, post traumatis vitreous traction
Uveitis, metastasis tumor, melanoma maligna, retinoblastoma, hemangioma koroid, makulopati eksudatif senilis, ablasi eksudatif post cryotherapi atau dyathermi.
Gambar
19
2.7 DIAGNOSIS BANDING
1. Retinoskisis
Retinoskisis dapat dibedakan dari ablasio retina dengan membandingkan
permukaannya yang rata, biasanya tidak ditemukan perdarahan atau pigmen di
dalam vitreus, selalu muncul dengan skotoma, Biasanya mengalami perbaikan
dengan fotokoagulasi, tidak ada pergerakan cairan seperti pada ablasio retina.
2. Tumor koroid
Tumor koroid disini termasuk melanoma malignan koroid, metastasis tumor ganas
dari tempat lain, atau hemangioma koroid. Oftalmoskop direk sukar membedakan
dengan ablasio karena adanya elevasi dari neurosensorik dan epitel pigmen retina.
Akan tetapi dengan pemeriksaan lebih lanjut seperti ultrasonografi oftalmoskop
indirek akan terlihat massa dalam koroid, tidak ditemukan robekan retina.
3. Ablasio koroid
Sering terjadi setelah operasi katarak. Berbeda dengan ablasio retina cairan pada
ablasio koroid ini terus ke anterior melewati ora serata sehingga pars plana dan ora
serata terlihat lebih jelas dari biasanya.
4. Perdarahan retrohyaloid massif
Biasanya terdapat pada pasien diabetes mellitus dimana darah akan masuk ke
dalam rongga retrohyaloid membentuk membrane bullosa berwarna merah
sehingga menyerupai retina akan tetapi bila dilihat lebih lanjut akan terlihat
membran ini tidak mempunyai pembuluh darah seperti halnya retina.
5. Subretinal Cysticerus
Pada subretinal cysticerus terlihat retina berwarna abu-abu, dengan cairan dalam
kista yang menyerupai cairan subretinal akan tetapi di dalam cairan ini bisa terlihat
parasit penyebabnya.
6. Oklusi Retina sentralis
Pada funduskopi terlihat retina sangat pucat, putih sehingga menyerupai ablasio
yang berwarna abu-abu, Perlu dicari tanda lain yang tidak terdapat pada ablasio
retina seperti cattle track appearance atau cherry red spot.
20
2.7 PENATALAKSANAAN
Prinsip dasar penanganan ablasio retina adalah:
1. Melekatkan kembali retina yang terlepas
2. Drainase cairan subretina
Dilakukan secara hati-hati dengan memasukan jarum halus ke sclera dn koroid
ke dalam ruang subretinal dan lakukan drainase. SRF (Subretinal Fluid) drainase
mungkin tidak dibutuhkan pada beberapa kasus.
3. Untuk menangani aposisi korioretinal
Jenis operasi yang diapakai untuk menangani ablasio retina:
1. Scleral Buckling
Tujuan dari sclera buckling adalah untuk menutup robekan retina yang bisa
menyebabkan indentasi external sclera. Cryopexy transcleral digunakan untuk membuat
adhesi permanen antara retina dan RPE (Retinal Pigmental Epithelium). Material
buckling secara hati-hati diposisikan untuk menunjang robekan penyebab oleh
imbrikasi skleral. Pemilihan teknik ini (mengelilingi, segmental, radial) tergantung
jumlah dan posisi robekan retina, ukuran mata, dokternya, dan temuan vitreoretinal
(lattice degeneration, traksi vitreoretina, afakia).
Komplikasi dari sclera buckling ini adalah: mencetuskan miopia, diplopia akibat
fibrosis atau terganggunya otot-otot ekstraokuler oleh eksplan, ekstruksi eksplan, dan
kemungkinan peningkatan risiko vitreoretinopati proliferatif.
21
Gambar 2.5 : Skleral Buckling
2. Pneumatic Retinopexy
Tujuan dari operasi ini adalah untuk menutup robekan retina menggunakan
gelembung gas intraocular, sementara adhesi korioretina yang diinduksi oleh laser
atau cryoterapi menutup robekan retina secara permanen. Pneumatic retinopexy
diindikasikan untuk kasus ablasio retina dengan robekan superior.
Gas/udara diinjeksikan secara transkonjungtiva terus sampai ke pars plana.
Berbagai macam gas yang dapat digunakan (seperti udara, SF6, C3F8). Untuk
menutup/ menyumbat dan mendorong (tamponade) semua robekan retina, pasien
harus mempertahankan posisi kepala tertentu selama beberapa hari untuk meyakinkan
gelembung terus menutupi robekan retina.
Komplikasi dari pneumatic retinopexy adalah migrasi gas subretina, migrasi gas
COA, endoftalmitis, katarak, dan ablasio berulang dari terbentuknya robekan retina
yang baru. Keuntungan dari teknik ini adalah teknik ini tidak menyebabkan
perubahan refraksi dan perubahan lensa lebih kecil daripada di vitrectomy.
22
.
Gambar 2.6: Pneumatic Retinopexy
3. Primary vitrectomy
Tujuan utama dari primary vitrectomy ini adalah untuk memindahkan kembali
adheren vitreous kortikal untuk robekan retina, drain langsung cairan subretina,
tamponade robekan (menggunakan udara, gas, atau minyak silicon) dan membuat
adhesi sekitar korioretinal tiap robekan retina dengan endolaser photocoagulation atau
cryopexy.
Cara pelaksanaannya dengan membuat insisi kecil pada dinding bola mata dan
kemudian memasukkan instrument hingga ke kavum vitreous melalui pars plana.
Setelah itu dilakukan vitrektomi dengan vitreous cutter untuk menghilangkan berkas
badan kaca (vitreous strands), membrane, dan perlekatan-perlekatan.
Gambar 2.7 : Vitrectomy
23
Komplikasi dari prosedur ini berupa sklerosis nucleus postvitrectomy (pada
mata fakia), glaucoma, PVR, dan berulangnya kembali ablasio retina.
2.8 KOMPLIKASI
Penurunan ketajaman penglihatan dan kebutaan merupakan komplikasi yang
paling umum terjadi pada ablasio retina. Penurunan penglihatan terhadap gerakan
tangan atau persepsi cahaya adalah komplikasi yang sering dari ablasio retina yang
melibatkan makula.
Jika retina tidak berhasil dilekatkan kembali dan pembedahan mengalami
komplikasi, maka dapat timbul perubahan fibrotik pada vitreous (vitreoretinopati
proliferatif, PVR). PVR dapat menyebabkan traksi pada retina dan ablasio retina lebih
lanjut.
2.9 PROGNOSIS
Dengan berbagai tehnik yang ada 90-95% ablasio retina dapat diperbaiki tergantung
dari tipe ablasio retinanya, lama terjadinya ablasio dan keterlibatan makula:
Prognosis baik ( mendekati 100%) pada :
Ablasio retina sirkumferensial
Ablasio retina dengan demarcation line
Ablasio retina dengan cairan subretinal yang minimal
Prognosis sedang (antara 85-95%)
Ablasio retina karena afakia
Ablasio retina totalis, ablasio retina yang berhubungan dengan epitel non
pigmen di pars plana.
Prognosis buruk (antara 30-50%)
Ablasio retina disertai ablasio koroid
Ablasio retina dengan robekan lebih dari 180o
Ablasio retina dengan proliferasi periretinal yang massive
24
BAB III
KESIMPULAN
Ablasio retina adalah suatu kelainan pada mata yang disebabkan karena
terpisahnya lapisan neuroretina dari lapisan epitel pigmen retina akibat adanya cairan di
dalam rongga subretina atau akibat adanya suatu tarikan pada retina oleh jaringan ikat
atau membran vitreoretina. Ablasio retina merupakan suatu kegawat daruratan karena
dapat menyebabkan kebutaan bagi penderitanya.
Ablasio retina berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi tiga, ialah ablasio retina
regmantogenosa, ablasio retina traksional dan ablasio retina eksudatif.
Manifestasi klinis untuk ablasio retina ini berupa photopsia, floaters, defek
lapangan pandang, penurunan visus, metamorfopsia. Diagnosis ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan oftalmologi
yang dilakukan pada ablasio retina berupa pemeriksaan visus, pemeriksaan lapangan
pandang, pemeriksaan pada segmen anterior dan segmen posterior mata. Pemeriksaan
laboratorium, USG mata, dan pemeriksaan amsler grid merupakan pemeriksaan
penunjang yang dapat membantu dalam menegakkan diagnosis.
Penatalaksanaan ablasio retina saat ini hanya dapat dilakukan dengan operasi,
penatalaksanaan medika mentosa biasa tidak dapat mengobati penyakit ini. Terdapat
beberapa teknik dalam operasi ablasio retina antara lain, Sklera buckling Pneumatic
retinopexi, dan Vitrektomi. Prognosis tergantung luasnya robekan retina, jarak waktu
terjadinya ablasio, diagnosisnya dan tindakan bedah yang dilakukan. Terapi yang cepat
prognosis lebih baik. Prognosis lebih buruk bila mengenai makula atau jika telah
berlangsung lama.
25