Upload
priskapram
View
25
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Cedera kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang terjadi baik secara langsung atau
tidak langsung yang kemudian dapat berakibat kepada gangguan fungsi neurologis, fungsi fisik,
kognitif, psikososial, bersifat temporer atau permanent.1 Menurut Brain Injury Assosiation of
America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat congenital ataupun
degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau
mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.2
Di Amerika Serikat, kejadian cedera kepala setiap tahunnya diperkirakan mencapai
500.000 kasus. Dari jumlah tersebut, 10% meninggal sebelum tiba di rumah sakit. Yang sampai
di rumah sakit, 80% dikelompokkan sebagai cedera kepala ringan (CKR), 10% termasuk cedera
kepala sedang (CKS), dan 10% sisanya adalah cedera kepala berat (CKB).3 Insiden cedera kepala
terutama terjadi pada kelompok usia produktif antara 15-44 tahun. Kecelakaan lalu lintas
merupakan penyebab 48%-53% dari insiden cedera kepala, 20%-28% lainnya karena jatuh dan
3%-9% lainnya disebabkan tindak kekerasan, kegiatan olahraga dan rekreasi.4
— Data epidemiologi di Indonesia belum ada, tetapi data dari salah satu rumah sakit di
Jakarta, RS Cipto Mangunkusumo, untuk penderita rawat inap, terdapat 60%-70% dengan CKR,
15%-20% CKS, dan sekitar 10% dengan CKB. Angka kematian tertinggi sekitar 35%-50%
akibat CKB, 5%-10% CKS, sedangkan untuk CKR tidak ada yang meninggal.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Anatomi Kepala
A. Kulit Kepala
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu, skin atau kulit, connective
tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau galea aponeurotika, loose connective tissue
atau jaringan penunjang longgar dan pericranium.5,6
B. Tulang Tengkorak
Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Tulang tengkorak terdiri
dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital. Kalvaria khususnya di region
temporal adalah tipis, namun disini dilapisi oleh otot temporalis. Basis cranii berbentuk tidak rata
sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi.
Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu: fosa anterior tempat lobus frontalis, fosa media
tempat temporal dan fosa posterior ruang bagi bagian bawah batang otak dan serebelum.5
C. Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan yaitu:
1. Dura mater
Dura mater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan endosteal dan
lapisan meningeal.6 Dura mater merupakan selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrosa
yang melekat erat pada permukaan dalam dari cranium. Karena tidak melekat pada selaput
arachnoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial (ruang subdural) yang terletak
antara dura mater dan arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural. Pada cedera otak,
pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di
garis tengah atau disebut bridging veins, dapat mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan
subdural. Sinus sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus transverses dan sinus
sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat.5
Arteri-arteri meningea terletak antara dura mater dan permukaan dalam dari cranium
(ruang epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan laserasi pada arteri-arteri
ini dan menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri
meningea media yang terletak pada fosa temporalis (fosa media).5
2. Selaput Arakhnoid
Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang.5 Selaput arakhnoid
terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura mater sebelah luar yang meliputi otak. Selaput
ini dipisahkan dari dura mater oleh ruang potensial, disebut spatium subdural dan dari pia mater
oleh spatium subarachnoid yang terisi oleh liquor serebrospinalis.6 Perdarahan sub arakhnoid
umumnya disebabkan akibat cedera kepala.5
3. Pia mater
Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri.5 Pia mater adalah membrane
vascular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan masuk ke dalam sulci yang
paling dalam. Membrana ini membungkus saraf otak dan menyatu dengan epineuriumnya.
Arteri-arteri yang masuk ke dalam substansi otak juga diliputi oleh pia mater.6
D. Otak
Otak merupakan suatu struktur gelatin yang mana berat pada orang dewasa sekitar 14 kg.7
Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu: proensefalon (otak depan) terdiri dari serebrum dan
diensefalon, mesensefalon (otak tengah) dan rhombensefalon (otak belakang) terdiri dari pons,
medulla oblongata dan serebellum.6
Fisura membagi otak menjadi beberapa lobus.6 Lobus frontal berkaitan dengan fungsi
emosi, fungsi motorik dan pusat ekspresi bicara. Lobus parietal berhubungan dengan fungsi
sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal mengatur fungsi memori tertentu. Lobus oksipital
bertanggung jawab dalam proses penglihatan. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi system
aktivasi reticular yang berfungsi dalam kesadaran dan kewaspadaan. Pada medulla oblongata
terdapat pusat kardiorespiratorik. Serebellum bertanggung jawab dalam fungsi koordinasi dan
keseimbangan.5,8
E. Cairan serebrospinal
Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh plexus khoroideus dengan kecepatan produksi
sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari ventrikel lateral melalui foramen monro menuju
ventrikel III, akuaduktus dari sylvius menuju ventrikel IV. CSS akan direabsorbsi ke dalam
sirkulasi vena melalui granulasio arakhnoid yang terdapat pada sinus sagitalis superior. Adanya
darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio arakhnoid sehingga mengganggu penyerapan
CSS dan menyebabkan kenaikan tekanan intracranial.5 Angka rata-rata pada kelompok populasi
dewasa volume CSS sekitar 150 ml dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS per hari.9
F. Tentorium
Tentorium serebri membagi rongga tengkorak menjadi ruang supratentorial (terdiri dari
fosa kranii anterior dan fosa kranii media) dan ruang infratentorial (berisi fosa kranii posterior).5
G. Perdarahan Otak
Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis. Keempat arteri ini
beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk circulus Willisi. Vena-vena otak
tidak mempunyai jaringan otot di dalam dindingnya yang sangat tipis dan tidak mempunyai
katup. Vena tersebut keluar dari otak dan bermuara ke dalam sinus venosus cranialis.6
2. FISIOLOGI KEPALA
Tekanan intracranial (TIK) dipengaruhi oleh volume darah intracranial, cairan
serebrospinal dan parenkim otak. Dalam keadaan normal, TIK orang dewasa dalam posisi
terlentang sama dengan tekanan CSS yang diperoleh dari lumbal pungsi yaitu 4 – 10 mmHg.7
Kenaikan TIK dapat menurunkan perfusi otak dan menyebabkan atau memperberat iskemia.
Prognosis yang buruk terjadi pada penderita dengan TIK lebih dari 20 mmHg, terutama bila
menetap.5
Pada saat cedera, segera terjadi massa seperti gumpalan darah dapat terus bertambah
sementara TIK masih dalam keadaan normal. Saat pengaliran CSS dan darah intravaskuler
mencapai titik dekompensasi maka TIK secara cepat akan meningkat. Sebuah konsep sederhana
dapat menerangkan tentang dinamika TIK. Konsep utamanya adalah bahwa volume intracranial
harus selalu konstan, konsep ini dikenal dengan doktrin Moro-Kellie.5
Otak memperoleh suplai darah yang besar yaitu sekitar 800 ml/min atau 16% dari cardiac
output, untuk menyuplai oksigen dan glukosa yang cukup.7 Aliran darah otak (ADO) normal ke
dalam otak pada orang dewasa antara 50-55 ml per 100 gram jaringan otak per menit. Pada anak,
ADO bisa lebih besar tergantung pada usianya.5,10 ADO dapat menurun 50% dalam 6-12 jam
pertama sejak cedera pada keadaan cedera otak berat dan koma. ADO akan meningkat dalam 2-3
hari berikutnya, tetapi pada penderita yang tetap koma ADO tetap di bawah normal sampai
beberapa hari atau minggu setelah cedera. Mempertahankan tekanan perfusi otak/TPO (MAP-
TIK) pada level 60-70 mmHg sangat direkomendasikan untuk meningkatkan ADO.5
3. Trauma Kepala
A. Definisi Head Injury(Trauma Kepala)
Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak
atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala.
(Suriadi & Rita Yuliani, 2001)
Head injury (cedera kepala) : trauma yang mengenai otak yang disertai atau tanpa disertai
perdarahan interstitinal dalam substansi otak disebabkan oleh kekuatan eksternal yang
menimbulkan perubahan tingkat kesadaran dan perubahan kemampuan kognitif, fungsi fisik,
fungsi tingkah laku, dan emosional.
Trauma pada kepala dapat menyebabkan fraktur pada tengkorak dan trauma jaringan
lunak / otak atau kulit seperti kontusio / memar otak, edema otak, perdarahan atau laserasi,
dengan derajat yang bervariasi tergantung pada luas daerah trauma.
B. Epidemiologi Head Injury(Trauma Kepala)
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama kecacatan dan kematian pada
kelompok usia 1-40 tahun. 1,5 juta penduduk setahunnya mengalami cedera tersebut. Puncaknya
pada usia 15-24 tahun. Laki-laki mengalami cedera 2-3 kali lebih sering disbanding perempuan.
C. Penyebab Head Injury(Cidera Kepala)
Cedera kepala dapat disebabkan oleh benturan karena kecelakaan lalu lintas, terjatuh,
kecelakaan industry, kecelakaan olahraga, dll.
Respon terhadap cedera
Respon terhadap cedera meliputi:
Kerusakan jaringan
Kontusio akibat benturan dapat mencederai sel-sel saraf dan serabut-serabut saraf yang
dapat menyebabkan perdarahan kecil yang akan merusak jaringan yang berdekatan.
Edema serebral
Edema terjadi akibat beberapa daerah dari otak tidak adekuat perfusi jaringannya, sehingga
timbul hiperkapnia yang mengakibatkan asidosis local dan vasodilatasi pembuluh
darah.tidak adekuatnya suplai oksigen dan glukosa lebih lanjut dapat mengakibatkan
peningkatan edema dari serebral, sehingga akan menyebabkan peningkatan tekanan
intracranial dan akhirnya bisa mengakibatkan herniasi otak dan kematian.
Perdarahan dan hematoma
Kerusakan pada jaringan dapat menyebabkan perdarahan dan hematoma. Keduanya dapat
meningkatkan tekanan intracranial.
Respon lain
Respon lain yang dapat terjadi adalah iskemik, infark, nekrosis jaringan otak, serta
kerusakan terhadap saraf cranial dan struktur lainnya.
Tipe Cedera Pada Head Injury (Trauma Kepala)
Fraktur Tengkorak
Pukulan pada tengkorak menyebabkan fraktur jika toleransi elastic dari tulang
terlampaui. Fraktur kepala dapat melukai jaringan pembuluh darah dan saraf-saraf dari otak,
merobek durameter yang mengakibatkan perembesan cairan serebrospinal, dimana dapat
membuka suatu jalan untuk terjadinya infeksi intrakranial. Adapun macam-macam dari fraktur
tengkorak adalah :
1. Fraktur Linear :
Retak biasa pada hubungan tulang dan tidak merubah hubungan dari kedua fragmen.
2. Comminuted Fraktur :
Patah tulang tengkorak dengan multipel fragmen dengan fraktur yang multi linear.
3. Depressed Fraktur :
Fragmen tulang melekuk kedalam.
4. Coumpound Fraktur :
Fraktur tengkorak yang meliputi laserasi dari kulit kepala, membran mukosa, sinus paranasal,
mata, dan telinga atau membran timpani.
5. Fraktur dasar Tengkorak :
Fraktur yang terjadi pada dasar tengkorak, khususnya pada fossa anterior dan tengah. Fraktur
dapat dalam bentuk salah satu linear, comminuted atau depressed. Sering menyebabkan
rhinorrhea atau otorrhea.
Cidera Serebral
Cidera serebral meliputi:
1. Komosio Serebri (geger otak) :
Gangguan fungsi neurologik ringan tanpa adanya kerusakan struktur otak, terjadi hilangnya
kesadaran kurang dari 10 menit atau tanpa disertai amnesia, muntal, muntah, nyeri kepala.
Biasanya dapat kembali dalam bentuk normal.
2. Kontusio Serebri (memar) :
Benturan menyebabkan perubahan dari struktur dari permukaan otak yang mengakibatkan
pendarahan dan kematian jaringan dengan atau tanpa edema. Hilangnya kesadaran lebih dari
10 menit.
Perubahan warna pada memar berhubungan dengan waktu lamanya luka, namun waktu
tersebut bervariasi tergantung jenis luka dan individu yang terkena. Tidak ada standart pasti
untuk menentukan lamanya luka dari warna yang terlihat secara pemeriksaan fisik.
Pada mayat waktu antara terjadinya luka memar, kematian dan pemeriksaan menentukan juga
karekteristik memar yang timbul. Semakin lama waktu antara kematian dan pemeriksaan luka
akan semakin membuat luka memar menjadi gelap.
Pemeriksaan mikroskopik adalah sarana yang dapat digunakan untuk menentukan waktu
terjadinya luka sebelum kematian. Namun sulit menentukan secara pasti karena hal tersebut
pun bergantung pada keahlian pemeriksa.
3. Laserasio serebri :
Gangguan fungsi neurologik disertai kerusakan otak yang berat dengan fraktur tengkorak
terbuka. Massa otak terkelupas keluar dari rongga kranial.
4. Hematoma Epidural :
Perdarahan yang menuju ke ruang antar tengkorak dan durameter akibat laserasi dari arteri
meningea media. Hematoma ini disebabkan oleh karena ruptur sebuah arteri
meningen,biasanya berkaitan dengan fraktur tengkorak.
5. Hematoma Subdural :
Kumpulan darah antara permukaan dalam durameter dan araknoidmeter. Hematoma ini
disebabkan oleh kerusakan vena penghubung (Bridging veins) yang berjalan dari permukaan
otak sinus dura.
6. Hematoma Intracerebral :
Perdarahan yang menuju ke jaringan serebral. Biasanya terjadi akibat cedera langsung dan
sering didapat pada lobus frontal atau temporal.
7. Hematoma Subarachnoid :
Hematoma yang terjadi akibat trauma.
Cedera saraf kranialis
Saraf cranial yang rentan terhadap cedera dengan fraktur tengkoran adalah saraf
olfaktorius, optikus, okulomotorius, troklearis, cabang pertama dan kedua dari saraf trigeminalis,
fasialis, dan auditorius. Contohnya:
1. Hilangnya daya pengecap (hilangnya persepsi beraroma) timbul akibat pergeseran otak dan
robeknya filament saraf olfaktorius
2. Cedera saraf okulomotorius menyebabkan bola mata terdorong keluar denagn hilangnya
gerakan adduksi dan gerakan ventrikal dan dilatasi pupil terfiksasi.
3. Cedera saraf kranialis kedelapan denagn fraktur os petrosa menyebabkan hilangnya
pendengaran, vertigo, dan nistagmus segera setelah cedera.
>>berdasarkan berat ringannya
Berdasarkan berat ringannya cidera kepala terbagi 3 yaitu:
1. Cedera kepala ringan :
Jika GCS (Skala Koma Glasgow) antara 15-13, dapat terjadi kehilangan kesadaran kurang
dari 30 menit, tidak terdapat fraktur tengkorak, kontusio atau hematoma.
a) Tidak kehilangan kesadaran
b) Satu kali atau tidak ada muntah
c) Stabil dan sadar
d) Dapat mengalami luka lecet atau laserasi di kulit kepala
e) Pemeriksaan lainnya normal
2. Cedera kepala sedang :
Jika nilai GCS antara 9-12, hilang kesadaran antara 30 menit sampai 24 jam, dapat disertai
fraktur tengkorak, disorientasi ringan.
a) Kehilangan kesadaran singkat saat kejadian
b) Saat ini sadar atau berespon terhadap suara. Mungkin mengantuk
c) Dua atau lebih episode muntah
d) Sakit kepala persisten
e) Kejang singkat (<2menit) satu kali segera setelah trauma
f) Mungkin mengalami luka lecet, hematoma, atau laserasi di kulit kepala
g) Pemeriksaan lainnya normal
3. Cedera kepala berat :
Jika GCS antara 3-8, hilang kesadaran lebih dari 24 jam, biasanya disertai kontusio, laserasi
atau adanya hematoma dan edema serebral.
a) Kehilangan kesadaran dalam waktu lama
b) Status kesadaran menurun – responsif hanya terhadap nyeri atau tidak responsif
c) Terdapat kebocoran LCS dari hidung atau telinga
d)Tanda-tanda neurologis lokal (pupil yang tidak sana, kelemahan sesisi)
e) Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial:
1. Herniasi unkus: dilatasi pupil ipsilateral akibat kompresi nervus okulomotor
2. Herniasi sentral: kompresi batang otak menyebabkan bradikardi dan hipertensi
f) Trauma kepala yang berpenetrasi
g) Kejang (selain Kejang singkat (<2menit) satu kali segera setelah trauma)
Manifestasi Klinis Head Injury( Trauma Kepala)
Manifestasi klinis head Injury meliputi:
Fraktur tengkorak : Keluarnya cairan serebrospinalis atau cairan lain dari hidung
(rhinorrhoe) dan telinga (otorrhoe), kerusakan saraf kranial, dan perdarahan dibelakang
membran timfani.
Komosio serebri : Muntah tanpa nausea, nyeri pada lokasi cidera, mudah marah, lesu,
mual, hilang ingatan sementara, sakit kepala, pusing, ketidakmampuan untuk
berkonsentrasi.
Kontusio serebri : Perubahan tingkat kesadaran, lemah, sulit bebicara, hilang ingatan,
sakit kepala, demam di atas 370C, berkeringat banyak, aktifitas kejang, rhinorrhoe, dan
kelumpuhan saraf kranial.
Hematoma epidural : Hilang kesadaran, gangguan penglihatan, sakit kepala,
lemah/paralisis pada salah satu sisi, tekanan darah meningkat, denyut nadi menurun,
pernafasan menurun dengan pola yang tidak teratur.
Hematoma subdural akut/subakut : Sakit kepala, gangguan penglihatan, peningkatan TIK
(Tekanan Intrakranial), otot wajah melemah, hilang kesadaran. Hematoma subdural
kronik : Gangguan mental, sakit kepala hilaang timbul, gangguan penglihatan, perubahan
pola tidur.
Mekanisme Cedera Pada Head Injury
Mekanisme Cedera Pada Head Injury meliputi:
Akselerasi
Jika benda bergerak membentur kepala yang diam, misalnya pada orang yang diam kemudian
dipukul atau telempar batu.
Deselerasi
Jika kepala bergerak membentur benda yang diam, misalnya pada saat kepala terbentur.
Deformitas
Perubahan atau kerusakan pada bagian tubuh yang terjadi akibat trauma, misalnya adanya
fraktur kepala, kompresi, ketegangan atau pemotongan pada jaringan otak.
Pada saat terjadinya deselerasi ada kemungkinan terjadi rotasi kepala sehingga dapat
menambah kerusakan. Mekanisme kerusakan kepala dapat mengakibatkan kerusakan pada
daerah dekat benturan (Coup) dan kerusakan pada daerah yang berlawanan dengan benturan
(Contra coup).
Kekacauan terkait cedera kepala Pada Head Injury
Kekacauan terkait cedera kepala Pada Head Injury Meliputi:
1. Faktor kardiovaskuler
Trauma kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung mencakup aktivitas atipikal
miokardial, perubahan tekanan vaskuler dan edema paru.
Tidak adanya stimulus endogen saraf simpatis mempengaruhi penurunan kontraktilitas
ventrikel. Hal ini menyebabkan penurunan curah jantung dan meningkatkan tekanan
atrium kiri. Akibatnya tubuh berkompensasi dengan meningkatkan tekanan sistolik.
Pengaruh dari adanya peningkatan tekanan atrium kiri adalah terjadinya edema paru.
2. Faktor Respiratori
Adanya edema paru pada trauma kepala dan vasokonstriksi paru atau hipertensi paru
menyebabkan hiperpnoe dan bronkokonstriksi
Konsentrasi oksigen dan karbon dioksida mempengaruhi aliran darah. Bila PO2 rendah,
aliran darah bertambah karena terjadi vasodilatasi. Penurunan PCO2, akan terjadi
alkalosis yang menyebabkan vasokonstriksi (arteri kecil) dan penurunan CBF (cerebral
blood fluid).
Edema otak ini menyebabkan kematian otak (iskemik) dan tingginya tekanan intra
kranial (TIK) yang dapat menyebabkan herniasi dan penekanan batang otak atau medulla
oblongata.
3. Faktor metabolisme
Pada trauma kepala terjadi perubahan metabolisme seperti trauma tubuh lainnya yaitu
kecenderungan retensi natrium dan air dan hilangnya sejumlah nitrogen
Retensi natrium juga disebabkan karena adanya stimulus terhadap hipotalamus, yang
menyebabkan pelepasan ACTH dan sekresi aldosteron.
Ginjal mengambil peran dalam proses hemodinamik ginjal untuk mengatasi retensi
natrium. Kemudian natrium keluar bersama urine, hal ini mempengaruhi hubungan
natrium pada serum dan adanya retensi natrium. Pada pasca hypotermia hilangnya
nitrogen yang berlebihan sama dengan respon metabolik terhadap cedera, karena adanya
cedera tubuh maka diperlukan energi untuk menangani perubahan seluruh sistem, tetapi
makanan yang masuk kurang sehingga terjadi penghancuran protein otot sebagai sumber
nitrogen utama, demikian pula respon hypothalamus terhadap cedera, maka akan terjadi
sekresi kortisol, hormon pertumbuhan dan produksi katekolamin dan prolaktin sehingga
terjadi asidosis metabolik karena adanya metabolisme anaerob glukosa
4. Faktor gastrointestinal
Trauma kepala juga mempengaruhi sistem gastrointestinal. Setelah trauma kepala (3 hari)
terdapat respon tubuh dengan merangsang aktivitas hipotalamus dan stimulus vagal. Hal
ini akan merangsang lambung menjadi hiperasiditas.
Hypothalamus merangsang anterior hypofise untuk mengeluarkan steroid adrenal. Hal ini
merupakan kompensasi tubuh dalam mengeluarkan kortikosteroid dalam menangani
oedema cerebral. Hyperacidium terjadi karena adanya peningkatan pengeluaran
katekolamin dalam menangani stres yang mempengaruhi produksi asam lambung.
5. Faktor psikologis
Selain dampak masalah yang mempengaruhi fisik pasien, trauma kepala pada pasien
adalah suatu pengalaman yang menakutkan. Gejala sisa yang timbul pascatrauma akan
mempengaruhi psikis pasien. Demikian pula pada trauma berat yang menyebabkan
penurunan kesadaran dan penurunan fungsi neurologis akan mempengaruhi psikososial
pasien dan keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
1. PERDOSSI cabang Pekanbaru. Simposium trauma kranio-serebral tanggal 3 November
2007. Pekanbaru.
2. Brain Injury Association of America. Types of Brain Injury. Http://www.biausa.org [diakses
19 Juni 2008]
3. American College of Surgeon Committee on Trauma. Cedera Kepala. Dalam :
Advanced Trauma Life Support fo Doctors. Ikatan Ahli Bedah Indonesia. Komisi
trauma IKABI, 2004.
4. Turner DA. Neurological evaluation of a patient with head trauma. Dalam :
Neurosurgery 2nd edition. New York: McGraw Hill, 1996.
5. American College of Surgeon Committee on trauma. Cedera kepala. Dalam: Advanced
Trauma Life Support for Doctors. Ikatan Ahli Bedah Indonesia, penerjemah.Edisi 7. Komisi
trauma IKABI, 2004; 168-193.
6. Snell RS. Clinical Anatomy for Medical Student. 6 th ed. Sugiharto L, Hartanto H, Listiawati E,
Susilawati, Suyono J, Mahatmi T, dkk, penerjemah. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa
Kedokteran. Edisi 6. Jakarta: EGC, 2006; 740-59
7. Whittle IR, Myles L. Neurosurgery. Dalam: Principles and Practice of Surgery. 4 th ed. Elsevier
Churchill Livingstone, 2007; 551-61
8. Guyton AC, Hall JE. Textbook of Medical Physiology. 11th ed. Elsevier Saunders, 2006; 685-
97.
9. Smith ML, Grady MS. Neurosurgery. Dalam: Schwarrt’z Principles of Surgery. 8 th ed.
McGraw-Hill, 2005; 1615-20.
10.Singh J. Head Trauma. 25 September 2006 (20 September 2007); Topic 929: (11 screens).
Diunduh dari: http://www.emedicine.com/ped/topic929.htm
1.
5. Gennarelli TA, Meaney DF. Mechanism of Primary Head Injury. Dalam: Neurosurgery
2nd edition. New York : McGraw Hill, 1996.
6. Hickey JV. Craniocerebral Trauma. Dalam: The Clinical Practice of Neurological and
Neurosurgical Nursing 5th edition. Philadelphia : lippincot William & Wilkins, 2003.
7. Findlaw Medical Demonstrative Evidence. Closed head traumatic brain injury.
Http://findlaw.doereport.com [diakses 19 Juni 2008]
8. Saanin S. Cedera Kepala. Http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery. [diakses 19 Juni
2008]
9. Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan. Cedera Kepala. Jakarta : Deltacitra
Grafindo, 2005.
TRAUMA KEPALA
Head injury (Trauma kepala) termasuk kejadian trauma pada kulit kepala, tengkorak atau otak.Batasan trauma kepala digunakan terutama untuk mengetahui trauma cranicerebral, termasuk gangguan kesadaran.Kematian akibat trauma kepala terjadi pada tiga waktu setelah injury yaitu :1.Segera setelah injury.2.Dalam waktu 2 jam setelah injury3.rata-rata 3 minggu setelah injury.
Pada umumnya kematian terjadi setelah segera setelah injury dimana terjadi trauma langsung pada kepala, atau perdarahan yang hebat dan syok. Kematian yang terjadi dalam beberapa jam setelah trauma disebabkan oleh kondisi klien yang memburuk secara progresif akibat perdarahan internal. Pencatatan segera tentang status neurologis dan intervensi surgical merupakan tindakan kritis guna pencegahan kematian pada phase ini. Kematian yang terjadi 3 minggu atau lebih setelah injury disebabkan oleh berbagai kegagalan sistem tubuh
Faktor 2 yang diperkirakan memberikan prognosa yang jelek adalah adanya intracranial hematoma, peningkatan usia klien, abnormal respon motorik, menghilangnya gerakan bola mata dan refleks pupil terhadap cahaya, hipotensi yang terjadi secara awal, hipoksemia dan hiperkapnea, peningkatan ICP.Diperkirakan terdapat 3 juta orang di AS mengalami trauma kepala pada setiap tahun. Angka kematian di AS akibat trauma kepala sebanyak 19.3/100.000 orang. Pada umumnya trauma kepala disebabkan oleh kecelakaan laluintas atau terjatuh.