19
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Industri Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungannya karena tidak mempunyai nilai ekonomi. Limbah yang mengandung bahan polutan yang memiliki sifat racun dan berbahaya dikenal dengan limbah B3, yang dinyatakan sebagai bahan yang dalam jumlah relatif sedikit telah berpotensi untuk merusak lingkungan hidup dan sumberdaya (Ginting, 2007). Berdasarkan nilai ekonominya limbah dibedakan menjadi limbah yang mempunyai nilai ekonomis dan limbah yang tidak memiliki nilai ekonomis. Limbah yang memiliki nilai ekonomis yaitu limbah dimana dengan melalui suatu proses lanjut akan memberikan suatu nilai tambah. Limbah non ekonomis adalah suatu limbah yang walaupun telah dilakukan proses lanjut dengan cara apapun tidak akan memberikan nilai tambah kecuali sekedar untuk mempermudah sistem pembuangan. Limbah jenis ini sering menimbulkan masalah pencemaran dan kerusakan lingkungan (Kristianto, 2002). 2.2 Limbah Cair 1

Tugas 3 (Bab 2) Edisi Unmul

Embed Size (px)

DESCRIPTION

metopen

Citation preview

Page 1: Tugas 3 (Bab 2) Edisi Unmul

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Limbah Industri

Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak

dikehendaki lingkungannya karena tidak mempunyai nilai ekonomi. Limbah yang

mengandung bahan polutan yang memiliki sifat racun dan berbahaya dikenal dengan

limbah B3, yang dinyatakan sebagai bahan yang dalam jumlah relatif sedikit telah

berpotensi untuk merusak lingkungan hidup dan sumberdaya (Ginting, 2007).

Berdasarkan nilai ekonominya limbah dibedakan menjadi limbah yang mempunyai nilai

ekonomis dan limbah yang tidak memiliki nilai ekonomis. Limbah yang memiliki nilai

ekonomis yaitu limbah dimana dengan melalui suatu proses lanjut akan memberikan

suatu nilai tambah. Limbah non ekonomis adalah suatu limbah yang walaupun telah

dilakukan proses lanjut dengan cara apapun tidak akan memberikan nilai tambah

kecuali sekedar untuk mempermudah sistem pembuangan. Limbah jenis ini sering

menimbulkan masalah pencemaran dan kerusakan lingkungan (Kristianto, 2002).

2.2 Limbah Cair

Secara umum dapat dikemukakan bahwa limbah cair adalah cairan buangan yang

berasal dari rumah tangga dan industry serta tempat-tempat umum lainnya dan

mengandung bahan atau zat yang dapat membahayakan kesehatan manusia serta

mengganggu kelestarian lingkungan hidup (Kusnoputranto, 1985).

Beberapa sumber air limbah menurut Kusnoputranto (1985).antara lain adalah:

1. Air limbah rumah tangga (domestic wastes water)

2. Air limbah kota praja (municipal wastes water)

3. Air limbah industri (industrial wastes water)

1

Page 2: Tugas 3 (Bab 2) Edisi Unmul

Pengolahan limbah cair industri mempunyai tujuan:

1. Penghilangan bahan tersuspensi dan terapung

2. Penghilangan organisme patogen

3. Pengolahan bahan organik yang terbiodegradasi

4. Peningkatan pengertian tentang dampak pembuangan limbah yang tidak diolah atau

sebagian diolah terhadap lingkungan

5. Peningkatan pengetahuan dan pemikiran tentang efek jangka panjang yang mungkin

akan ditimbulkan oleh komponen tertentu dalam limbah yang dibuang ke badan air

6. Peningkatan kepedulian nasional untuk perlindungan lingkungan

7. Pengembangan berbagai metoda yang sesuai untuk pengolahan limbah

(Pandia, 1995).

2.3 Proses Pengolahan Air Limbah Metode Lumpur Aktif

Proses lumpur aktif adalah salah satu proses yang paling banyak dipakai untuk

pengolahan air limbah secara biologis. Di dalam sistem ini bakteri disuspensikan untuk

terus bergerak dan tidak mengendap melalui adukan, arus resirkulasi atau gerakan lain

yang ditimbulkan oleh aerator. Dengan demikian lumpur aktif merupakan bahan yang

mengandung populasi bakteri aktif yang digunakan dalam pengolahan air limbah. Pada

proses kontinyu, lumpur aktif yang terbawa bersama air limbah hasil pengolahan

dipisahkan dalam tangki pengendap dan sebagian lumpur aktifnya disirkulasikan

kembali ke tangki aerasi, sedangkan bagian lainnya diambil sebagai hasil pekatan

(Hanel, 1979).

Proses pengolahan air limbah secara biologis dengan sistem biakan tersuspensi telah

digunakan secara luas di seluruh dunia untuk pengolahan air limbah. Proses ini secara

prinsip merupakan proses aerobik dimana senyawa organik dioksidasi menjadi CO2,

H2O, NH4 dan sel biomassa baru. Suplai oksigen biasanyan dengan menghembuskan

udara secara mekanik. Sistem pengolahan air limbah dengan biakan tersuspensi yang

paling umum dan telah digunakan secara luas yakni proses pengolahan dengan sistem

lumpur aktif (activated sludge process) (Asmadi dan Suharno, 2012).

2

Page 3: Tugas 3 (Bab 2) Edisi Unmul

Lumpur aktif merupakan massa biologik kompleks yang dihasilkan bila limbah organik

diberi penanganan secara aerobik. Lumpur akan mengandung berbagai ragam

mikroorganisme heterotroph termasuk bakteri, protozoa dan bentuk kehidupan yang

lebih tinggi (Laksmi, dkk., 1993). Dengan kata lain, lumpur aktif merupakan campuran

antara lumpur dan mikroorganisme yang memiliki kemampuan mengolah limbah

(Asmadi dan Suharno, 2012).

Sejak sistem lumpur aktif diciptakan pertama kali oleh Arden dan Lockett (1914),

berbagai modifikasi sistem lumpur aktif telah dikembangkan. Namun pada dasarnya

mempunyai dua konsep dasar yaitu biochemical stage pada tangki aerasi dan physical

stage pada tangki pengendap. Isi dalam bak aerasi pada proses pengolahan air limbah

dengan sistem lumpur aktif disebut sebagai mixed liquor suspended solid (MLSS), yang

merupakan campuran antara air limbah dengan biomassa mikroorganisme serta padatan

tersuspensi lainnya. MLSS adalah jumlah total dari padatan tersuspensi yang berupa

material organik dan mineral, termasuk di dalamnya adalah mikroorganisme (Asmadi

dan Suharno, 2012).

Mikroorganisme diperlukan untuk menguraikan bahan organik yang ada dalam limbah.

Mikroorganime tersebut akan berkembang biak apabila jumlah makanan yang

terkandung di dalamnya cukup tersedia, sehingga pertmbuhan mikroorganisme dapat

dipertahankan secara konstan. Salah satu langkah penting dalam proses pengolahan

biologis limbah cair adalah penyiapan/penyesuaian bakteri agar berkembang sesuai

dengan kondisi yang diinginkan. Bakteri yang berasal dari biakan murni atau

lingkungan sekitar sumber limbah yang akan diolah dikondisikan pada suatu tempat

dengan diberi umpan yang konsentrasinya sedikit demi sedikit menyerupai konsentrasi

limbah yang akan diolah. Biasanya pada tahap awal sebagai umpan digunakan bahan-

bahan kimia yang mudah diperoleh dengan komposisi yang jelas (Kahar, 2012).

Untuk bakteri aerob maka perlu ditambahkan aliran udara yang dapat berasal dari

kompresor, blower atau pompa yang disemburkan (spray aerator). Reaksi

dekomposisi/degradasi bahan organik secara aerobic dan reaksi pertumbuhan

3

Page 4: Tugas 3 (Bab 2) Edisi Unmul

mikroorganisme yang terjadi dalam sistem pengolahan air limbah ditunjukan sebagai

berikut:

[bahan organik] + O2 + nutrisi mikroba CO2 + NH3 + mikroba baru + produk akhir yang lain

[mikroba] + O5 5 CO2 + 2H2O + NH3 + energi

Proses dekomposisi bahan organik terjadi bersamaan dengan pertumbuhan

mikroorganisme (Kahar, 2012).

Proses degradasi bahan-bahan organik dan proses pertumbuhan mikroba dapat

berlangsung dengan baik jika terdapat kondisi lingkungan yang mendukung. Derajat

keasaman (pH) yang relatif netral yaitu 6,5 – 8 suhu nertral yaitu dalam rentang 25 -

35°C dan tidak terdapat senyawa toksik yang merugikan (Kahar, 2012).

2.4 Acclimated Culture (Acclimated Activated Sludge)

Adalah kultur mikroba yang dikembangkan dengan menggunakan substrat khusus/air

limbah. Merupakan kolam beraerasi dan berpengaduk, yang memungkinkan

dekomposisi material organik oleh mikroorganisme yang diinokulasikan sehingga dapat

mengendap. Bakteri dalam activated sludge diresirkulasi secara kontinu ke kolam aerasi

untuk meningkatkan rate dekomposisi organik (Veenstra & Polpraset dalam Kahar,

2012).

Pengolahan air limbah secara biologisyang banyak dijumpai adalah proses lumpur aktif.

Proses lumpur aktif adalah merupakan salah satu bentuk pengolahan air limbah secara

biologi. Sekitar tahun 1880, telah dikenal bahwa air limbah yang diaerasi dapat

mereduksi baud an menurunkan kadar polusi serta menghasilkan lumpur (Veenstra &

Polpraset dalam Kahar, 2012).

Lumpur yang dihasilkan dirangsang agar dapat menguraikan air limbah secara biologis.

Lumpur inilah yang kemudian dikenal dengan lumpur aktif. Fenomena lumpr yang

dapat menguraikan air limbah menjadi bersih in, kemudian dikembankan menjadi

metode pengolahan air limbah dengan proses-proses lumpr aktif. Proses lumpur aktif

4

Page 5: Tugas 3 (Bab 2) Edisi Unmul

modern pertama kali dikembangkan di inggris pada tahun 1914, oleh Ardern dan

Lockett (Metcalf & Eddy, 1979).

Pengolahan dengan proses lumpur aktif adalah sistem pengolahan air limbah dengan

menggunakan bakteri aerobic yang dibiakkan dalam tangki aerasi. Tujuannya adalah

untuk menurunkan karbon atau organik nitrogen. Dalam hal menurunkan organik

karbon, bakteri yang berperan adalah bakteri heterothropic. Sumber energi berasal dari

oksidasi senyawa organik dan sumber karbon adalah dari organik karbon. Organik

karbon biasanya diukur dengan besarnya BOD dan COD. Selanjutnya BOD dan COD

ini, dalam lingkup pengolahan biologis disebut sebagai substrat (Metcalf & Eddy,

1979).

Gambar 2.1 Lumpur Aktif Pada Pengolahan Model Kota

Reaksi oksidasi dan sintesisi sel adalah sebagai berikut:

CHONS + O2 + Nutrien CO2 + NH3 + C5H7NO2 + hasil akhir

(Zat Organik) (Sel Bari)

Sintesis/Respirasi:

C5H7NO2 + 5O2 Bakteri 5CO2 + 2H2O + NH3 + energi

5

Page 6: Tugas 3 (Bab 2) Edisi Unmul

Gambar 2.2 Prinsip Proses Lumpur Aktif

Gambar 2.3 Skema Activated Sludge System

Proses lumpur aktif intinya terdiri dari dua tangki, yakni bak aerasi dan bak pengendap

(clarifier). Pada bak aerasi terjadi penguraian zat organik secara biokimia oleh jasad

renik aerob dengan suplai oksigen yang cukup. Bak pengendap berfungsi untuk

memisahkan lumpur (biomassa) yang berasal dari bak aerasi. Lumpur aktif yang

mengendap sebagian dikembalikan lagi ke bak aerasi dan sebagian yang lain di buang.

Modifikasi pada proses lumpur aktif, terutama dilakukan dengan merubah konfigurasi

sistem inlet, merubah konfigurasi sistem aerator, mengubah parameter F/M, umur

lumpur, merubah suplai udara dengan oksigen murni. Proseslumpur aktif yang telah

dimodifikasi antara lain: Step Aerasi, Tapered Aeration, Contact Stabilisasi, Pure

Oxygen, Oxydation Ditch, High Rate Aeration dan Extended Aeration (Muslimin dalam

Kahar, 2012).

6

Page 7: Tugas 3 (Bab 2) Edisi Unmul

Dalam siklus hidupnya, sel mikroorganismemengalami 4 fase yaitu:

1. Fase lag

Merupakan fase adaptasi bagi mikroorganisme untuk menyesuaikan diri dengan

lingkungan yang baru. Pada mulanya mikroorganisme berkembang biak secara

konstan dan agak lambat pertumbuhannya karena adanya sasana baru dalam air

limbah tersebut. Biasanya fase ini terjadi pada tangki buffer/tangki penyelaras.

2. Fase pertumbuhan

Merupakan fase dimana mikroorganisme tumbuh dan berkembang secara

eksponensial apabila fase lag dapat dilalui dengan berhasil. Fase pertumbuhan ini

terjadi pada tangki aerasi/reactor.

3. Fase stasioner

Merupakan fase dimana mikroorganisme tidak mengalami perkembangbiakan

karena persediaan nutrien sudah hampir habis digunakan pada fase pertumbuhan.

Fase ini terjadi pada tangki aerasi.

4. Fase kematian

Merupakan fase dimana nutrien benar-benar habis, sehingga mikroorganisme akan

mengoksidasi diri sendiri dan tidak menghasilkan sel baru dan akhirnya mati. Fase

ini terjadi pada bak clarifier

(Muslimin dalam Kahar, 2012)

Gambar 2.4 Hubungan antara Waktu dan Fase Pertumbuhan Mikroorganisme pada Lumpur

Aktif

7

Page 8: Tugas 3 (Bab 2) Edisi Unmul

Pada praktiknya, kebanyakan unit lumpur aktif dioperasikan pada fase stasioner dari

pertumbuhan mikroba dan sistem aliran berkelanjutan (continuous flow system). Prinsip

pengolahan biologis adalah memanfaatkan aktivitas mikroorganisme pada fase

pertumbuhan seperti dimaksud diatas. Nutrien yang berupa bahan-bahan organik dapat

tereduksi dengan cepat untuk keperluan pertumbuhan sel yang bersifat eksponensial.

Akibatnya nutrien (bahan organik) akan cepat habis, dan selanjutnya sel akan

mengalami kematian (Muslimin dalam Kahar, 2012).

2.5 Penyisihan Substrat

2.5.1 Penyisihan BOD (BOD Removal) dan Nitrifikasi

Pada proses lumpur aktif terdapat tiga desain proses yang menunjukan prinsip-prinsip

dasar proses penyisihan BOD dan proses nitrifikasi. Contoh tersebut antara lain; tipe

Activated Sludge Single – Sludge Complete Mix tanpa nitrifikasi dan dengan nitrifikasi,

Sequencing Batch Reaktor dengan nitrifikasi, dan proses nitrifikasi bertahap.semua

contoh desain proses tersebut dapat diterapkan untuk menyisihkan BOD dengan cara

memodifikasi waktu keseluruhan proses (SRT) dan menyisihkan komponen-komponen

yang berhubungan dengan nitrifikasi. Metodologi desain proses didasari oleh nilai SRT

(Metcalf & Eddy, 2003).

Contoh desain proses yang akan dijelaskan yaitu tipe proses activated sludge complete

mix tanpa nitrifikasi dan dengan nitrifikasi. Pada tipe ini, operasi dipengaruhi oleh

padatan yang terkandung, tingkat kebutuhan oksigen, MLSS (Mixed Liquor Suspended

Solid), dan konsentrasi BOD terlarut (Metcalf & Eddy, 2003).

2.5.2 Penyisihan Nitrogen (Nitrogen Removal) (Nitrifikasi dan Denitrifikasi)

Nitrogen di dalam air limbah sebagian besar terdiri dari nitrogen organik dan ammonia.

Penyisihan nitrogen dicapai melalui serangkaian reaksi biokimia yang mengubah

nitrogen dari satu bentuk ke bentuk lainnya. Oksidasi dan reduksi dari komponen

nitrogen sering merubah kondisi alkalinitas dalam air. Nitrifikasi membutuhkan

8

Page 9: Tugas 3 (Bab 2) Edisi Unmul

alkalinitas sebesar 7,14 mg/mg NH4-N teroksidasi dan denitrifikasi mengembalikan 3,57

mg alkalinitas/mg NO3-N yang tereduksi. Konsumsi alkalinitas selama nitrifikasi dapat

mengakibatkan penurunan pH dalam cairan, sehingga dapat mempengaruhi proses

nitrifikasi secara biologis (Neethling dkk., 2010).

Nitrifikasi adalah proses oksidasi ammonium dan nitrit menjadi mitrat, karena

ammonium merupakan polutan pengkonsumsi oksigen dan penghasil racun bagi ikan,

jika pH > 7. Nitrrat bersifat relatif tidak toksik. Denitrifikasi adalah proses pengubahan

nitrit dan nitrat menjadi nitrogen dalam bentuk gas (N2). Diagram alir proses penyisihan

nitrogen dapat dilihat pada Gambar 2.5

Gambar 2.5 Diagram Alir Proses Penyisihan Nitrogen

(Neethling, dkk,, 2010).

2.5.3 Penyisihan fosfor (Phosphorus Removal)

Fosfor merupakan bagian yang akan mengalamu proses penyisihan pada proses lumpur

aktif (activated sludge) konvensional. Proses pembuangan lumpur berlebih akan

mengakibatkan penyisihan sebagian fosfor dari air limbah. Namun, secara umum

dibutuhkan untuk menurunkan konsentrasi fosfor pada efluen (P ≤ 1 mg/L), keadaan

9

Page 10: Tugas 3 (Bab 2) Edisi Unmul

tersebut hanya mungkin terjadipada kondisi proses yang baik, yaitu nilai rasio P/COD

yang rendah dikombinasikan dengan umur lumpur yang pendek. Pada air limbah

dengan kandungan nutrien yang lebih tinggi dan atau operasi sistem lumpur aktif

dengan umur lumpur yang lebih tinggi, metode tambahan untuk penyisihan fosfor akan

diperlukan (Haandel & lubbe, 2007).

Kehadiran fosfat dalam air menimbulkan permasalahan terhadap kualitas air, misalnya

terjadinya eutrofikasi. Untuk memecahkan masalah tersebut dengan mengurangi

masukan fosfat ke dalam badan air, misalnya dengan mengurangi pemakaian bahan

yang menghasilkan limbah fosfat dan melakukan pengolahan limbah fosfat. Pengukuran

kandungan fosfat dalam air limbah berfungsi untuk mencegah tingginya kadar fosfat,

sehingga tumbuh-tumbuhan dalam air berkurang jenisnya dan pada gilirannya tidak

merangsang pertumbuhan tanaman air. Kesuburan tanaman air akan menghalangi

kelancaran arus air (Haandel & lubbe, 2007).

Gambar 2.6 Diagram Alir Proses Penyisihan fosfor

10

Page 11: Tugas 3 (Bab 2) Edisi Unmul

2.6 Sedimen

Menurut Pipkin, dkk (1983) Sedimen adalah pecahan batuan, mineral atau material

organik yang ditransportasikan dari berbagai sumber dan dideposisikan oleh udara,

angina, es dan air. Pethick (1984) mendefinisikan sedimen secara umum sebagai

sekumpulan rombakan material (batuan, mineral dan bahan organik) yang mempunyai

ukuran butir tertentu.

2.6.1 Kalsifikasi Sedimen

Klasifikasi sedimen berdasarkan asal usulnya sedimen dasar laut dapat

dibedakan/digolongkan sebagai berikut:

1. Lithogenous

Jenis sedimen ini berasal dari pelapukan (weathering) batuan dari daratan, lempeng

kontinen termasuk yang berasal dari kegiatan vulkanik. Sedimen ini memasuki

kawasan laut melalui drainase air sungai.

2. Biogenous

Sedimen ini berasal dari organisme laut yang telah mati yang terdiri dari remah-

remah tulang, gigi-gigi dan cangkang-cangkang tanaman maupn hewan mikro.

Komponen kimia yang sering ditemukan dalam sedimen ini adalah CaCO3 dan

SiO2.

3. Hidrogenous

Sedimen ini berasal dari komponen kimia yang larut dalam air dengan konsentrasi

yang terlewat jenuh sehingga terjadi pengendapan (deposisi) di dasar laut.

Contohnya endapan Mangan (Mn) yang berbentuk nodul, endapan fosforite (P2O5)

dan endapan glauconite (hydro silikat yang berwarna kehijauan dengan komposisi

yang terdiri dari ion-ion K, Mg, Fe dan Si)

4. Cosmogenous

Sedimen ini berasal dari luar angkasa dimana partikel dari benda-benda angkasa

ditemukan di dasar laut dan mengandung banyak unsur besi sehingga mempnyai

respon magnetic dan berukuran antara 10 – 640 m

(Wibisono, 2005).

11

Page 12: Tugas 3 (Bab 2) Edisi Unmul

2.6.2 Sedimentasi

Pettijohn (1975) mengatakan sedimentasi sebagai proses pembentukan sedimen atau

batuan sedimen yang diakibatkan oleh pengendapan dari material pembentukannya atau

asalnya pada suatu tempat yang disebut dengan lingkungan pengendapannya yaitu delta,

danau, pantai, estuary, laut dangkal sampai laut dalam. Sedimentasi menurut Krumbein

dan Sloss (1971) adalah pembentukan sedimen/endapan atau batuan sedimen yang

diakibatkan oleh pengendapan atau akumulasi dari material pembentuk asalnya pada

lingkungan pengendapan (delta, danau, pantai, laut dangkal sampai laut dalam). Ada 4

proses sedimentasi yaitu kerusakan oleh cuaca (pelapukan), transportasi, deposisi dan

lithifikasi. Deposisi inilah yang kita kenal dengan sedimentasi.

Proses-proses yang menyangkut didalam sedimentasi adalah pelapukan, pengangkutan,

pengendapan, pemampatan dan pembatuan. Sedimentasi yang terjadi di muara sungai

terjadi akibat penumpukannya sedimen di muara baik yang berasal daru sungai maupun

dari erosi pantai sekitarnya (Krumbein dan Sloss, 1971).

12

Page 13: Tugas 3 (Bab 2) Edisi Unmul

DAFTAR PUSTAKA

1. Asmadi dan Suharno, 2012, Dasar-Dasar Teknologi Pengolahan Air Limbah,

Gosyen Publishing, Sleman, Yogyakarta.

2. Ginting, Perdana., 2007, Sistem Pengelolaan Lingkungan dan Limbah Industri,

Cetakan pertama, Yrama Widya, Bandung.

3. Hanel, Lbh., 1979, Biological Treatment of Sewage by Activated Sludge

Process, Theory and Operation, 3th edn, John Wiley and Son, New York.

4. Kahar, A., 2012, Diktat Ajar Activated Sludge Process Design, Plant Design,

Samarinda.

5. Kristianto, Philip., 2002, Ekologi Industri, ANDI, Yogyakarta.

6. Krumbein, C. dan Sloss, L. L., 1971, Stratigraphy and Sedimentation, W. H.

Freeman and Company, San Francisco.

7. Kusnoputranto, Haryoto., 1985, Kesehatan Lingkungan, FKM UI, Jakarta.

8. Metcalf & Eddy, 1991, Wastewater Engineering, Mc. Graw Hill Inc, New York.

9. Metcalf & Eddy, Inc., 2003, Waste Water Engineering Treatment and Reuse, 4th

edn, Mc. Graw Hill, New York.

10. Morris G, Neethling SJ, Cillier JJ, 2010, The Effect of Hydrophobicity and

Orientation of Cubic Particles on the Stability of Thin Films, Mineral

Engineering, United Kingdom.

11. Pandia, Setyati., 1995. Kimia Lingkungan, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi,

Depdikbud, Jakarta.

12. Pethick, J., 1984, An Introduction Geomorphology, Cahpman and Hall, USA.

13. Pettijohn, F. J., 1975, Sedimentary Rock, Halper and R Brother, New York.

14. Pipkin, John S., and Mark E. La Gory, 1983, Remarking the Sity: Social Science

Perspectives on Urban Design, SUNY Press, Albany, New York.

15. van Haandel, A. C., van der Lubbe, J. G. M., 2012, Handbook of Biological

Wastewater Treatment, IWA Publishing, London.

16. Wibisono, M. S., 2005, Pengantar Ilmu Kelautan, PT. Gramedia Widiasaran

Indonesia, Jakarta.

13