Upload
universitasindonesiatimur
View
6
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Hubungan dua tulang disebut persendian
(artikulasi). Sendi merupakan hubungan antar
tulang sehingga tulang dapat digerakkan. Beberapa
komponen penunjang sendi antara lain kapsula
sendi, ligamen (ligamentum), tulang rawan
hialin (kartilago hialin), cairan sinovial atau
cairan sendi. Cairan sendi adalah cairan pelumas
yang terdapat pada sendi yang dihasilkan dari
ultrafiltrasi plasma dan mengandung asam
hialuronat. Asam hialuronat ini menyebabkan cairan
sendi bersifat kental sehingga cairan sendi dapat
berfungsi sebagai pelumas.
Cairan synovial akan memberikan nutrisi bagi
tulang rawan sehingga tidak terjadi gesekan dalam
pergerakan sendi. Pemeriksaan cairan sendi
dilakukan untuk membantu mendiagnosis penyebab
peradangan, nyeri, dan pembengkakan pada sendi.
Cairan sendi diambil menggunakan jarum yang
ditusuk kedalam cairan itu berada diarea antara
tulang pada sendi tersebut.
Indikasi memeriksa cairan sendi diberikan
oleh bertambah banyaknya cairan itu dan
1 | P e m e r i k s a a n c a i r a n s e n d i
pemeriksaan laboratorium membantu diagnosis
kelainan.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana proses metabolisme cairan sendi?
2. Bagaimana patofisiologi cairan sendi?
3. Apa saja jenis pemeriksaan yang dilakukan
pada cairan sendi, Serta persiapan
pemeriksaan cairan sendi?
4. Bagaimana abnormalitas cairan sendi?
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFENISI SENDI
Sendi merupakan suatu engsel yang membuat anggota
tubuh dapat bergerak dengan baik, juga merupakan
suatu penghubung antara ruas tulang yang satu
dengan ruas tulang lainnya, sehingga kedua tulang
tersebut dapat digerakkan sesuai dengan jenis
persendian yang diperantarainya. Sendi merupakan
tempat pertemuan dua atau lebih tulang. Sendi
dapat dibagi menjadi tiga tipe, yaitu:
1. sendi fibrosa dimana tidak terdapat lapisan
kartilago, antara tulang dihubungkan dengan
2 | P e m e r i k s a a n c a i r a n s e n d i
jaringan ikat fibrosa, dan dibagi menjadi dua
subtipe yaitu sutura dan sindemosis;
2. sendi kartilaginosa dimana ujungnya dibungkus
oleh kartilago hialin, disokong oleh
ligament, sedikit pergerakan, dan dibagi
menjadi subtipe yaitu sinkondrosis dan
simpisis; dan
3. sendi sinovial. Sendi sinovial merupakan
sendi yang dapat mengalami pergerakkan,
memiliki rongga sendi dan permukaan sendinya
dilapisi oleh kartilago hialin. Kapsul sendi
membungkus tendon-tendon yang melintasi
sendi, tidak meluas tetapi terlipat sehingga
dapat bergerak penuh. Sinovium menghasilkan
cairan sinovial yang berwarna kekuningan,
bening, tidak membeku, dan mengandung
leukosit. Asam hialuronidase bertanggung
jawab atas viskositas cairan sinovial dan
disintesis oleh pembungkus sinovial. Cairan
sinovial mempunyai fungsi sebagai sumber
nutrisi bagi rawan sendi.
Jenis sendi sinovial :
(1) Ginglimus : fleksi dan ekstensi,
monoaxis ;
3 | P e m e r i k s a a n c a i r a n s e n d i
(2) Selaris : fleksi dan ekstensi, abd &
add, biaxila ;
(3) Globoid : fleksi dan ekstensi, abd &
add; rotasi sinkond multi axial ;
(4) Trochoid : rotasi, mono aksis ;
(5) Elipsoid : fleksi, ekstensi, lateral
fleksi, sirkumfleksi, multi axis.
Secara fisiologis sendi yang dilumasi cairan
sinovial pada saat bergerak terjadi tekanan yang
mengakibatkan cairan bergeser ke tekanan yang
lebih kecil. Sejalan dengan gerakan ke depan,
cairan bergeser mendahului beban ketika tekanan
berkurang cairan kembali ke belakang.
Tulang rawan merupakan jaringan pengikat
padat khusus yang terdiri atas sel kondrosit, dan
matriks. Matrriks tulang rawan terdiri atas sabut-
sabut protein yang terbenam di dalam bahan dasar
amorf. Berdasarkan atas komposisi matriksnya ada 3
macam tulang rawan, yaitu :
1. tulang rawan hialin, yang terdapat terutama
pada dinding saluran pernafasan dan ujung-ujung
persendian;
2. Tulang rawan elastis misalnya pada epiglotis,
aurikulam dan tuba auditiva; dan
3. tulang rawan fibrosa yang terdapat pada anulus
fibrosus, diskus intervertebralis, simfisis
4 | P e m e r i k s a a n c a i r a n s e n d i
pubis dan insersio tendo-tulang. Kartilago
hialin menutupi bagian tulang yang menanggung
beban pada sendi sinovial. Rawan sendi tersusun
oleh kolagen tipe II dan proteoglikan yang
sangat hidrofilik sehingga memungkinkan rawan
tersebut mampu menahan kerusakan sewaktu sendi
menerima beban yang kuat. Perubahan susunan
kolagen dan pembentukan
proteoglikan dapat terjadi setelah cedera atau
penambahan usia
Sebagian besar sendi kita adalah sendi
sinovial. Permukaan tulang yang bersendi
diselubungi oleh tulang rawan yang lunak dan
licin. Keseluruhan daerah sendi dikelilingi
sejenis kantong, terbentuk dari jaringan berserat
yang disebut kapsul. Jaringan ini dilapisi membran
5 | P e m e r i k s a a n c a i r a n s e n d i
sinovial yang menghasilkan cairan sinovial untuk
“meminyaki” sendi. Bagian luar kapsul diperkuat
oleh ligamen berserat yang melekat pada tulang,
menahannya kuat-kuat di tempatnya dan membatasi
gerakan yang dapat dilakukan.
Rawan sendi yang melapisi ujung-ujung tulang
mempunyai mempunyai fungsi ganda yaitu untuk
melindungi ujung tulang agar tidak aus dan
memungkinkan pergerakan sendi menjadi mulus/licin,
serta sebagai penahan beban dan peredam benturan.
Agar rawan berfungsi baik, maka diperlukan matriks
rawan yang baik pula.
Matriks terdiri dari 2 tipe makromolekul, yaitu :
o Proteoglikan : yang meliputi 10% berat kering
rawan sendi, mengandung 70-80% air, hal
inilah yang menyebabkan tahan terhadap
tekanan dan memungkinkan rawan sendi elastic
o Kolagen : komponen ini meliputi 50% berat
kering rawan sendi, sangat tahan terhadap
tarikan. Makin kearah ujung rawan sendi makin
tebal, sehingga rawan sendi yang tebal
kolagennya akan tahan terhadap tarikan
Disamping itu matriks juga mengandung
mineral, air, dan zat organik lain seperti
enzim.
B. PATOFISIOLOGI
6 | P e m e r i k s a a n c a i r a n s e n d i
Inflamasii mula – mula mengenai sendi
sinovial seperti edema, kongesti vaskular, eksudat
febrin dan infiltrasi seluler. Peradangan yang
berkelanjutan, sinovial menjadi menebal, teutama
pada sendi articular kartilago dari sendi. Pada
persendian ini granulas membentuk panus, atau
penutup yang menutupi kartilago. Panus masuk
ketulang sub chondria. Jaringan granulasi menguat
karena radang menimbulkan gangguan pada nutrisi
artilago artikuler. Kartilag menjadi nekrosis.
Kerusakan kartilago dan tulang menyebabkan
tendon dan ligamen jadi lemah dan bisa menimbulkan
subluksasi atau disiokasi dari persendian.
Proses fagositosis menghasilkan enzim – enzim
dalam sendi. Enzim – enzim tersebut akan memecah
kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi
membran sinovial, dan akhirnya membentuk panus.
Panus akan menghancurkan tulang rawan dan
menimbulkan erosi tulang, akibatnya menghilangkan
permukaan sendi yang akan mengalami perubahan
generative dengan menghilangnya elastisitas otot
dan kekuatan kontraksi otot.
7 | P e m e r i k s a a n c a i r a n s e n d i
C. JENIS PEMERIKSAAN CAIRAN SENDI
1. Pemeriksaan Cairan Sendi
Pemeriksaan ini dikenal dengan nama formal
yaitu: analisis cairan sinovial, tetapi
mempunyai nama lain berupa analisis cairan
sendi. Pemeriksaan cairan sendi dilakukan untuk
membantu mendiagnosis penyebab peradangan,
nyeri, dan pembengkakan pada sendi. Cairan
sendi diambil menggunakan jarum yang ditusuk ke
dalam cairan itu berada (area diantara tulang
pada sendi tersebut). Cairan sinovial menjadi
pelumas dalam sendi. Cairan sinovial akan
memberikan nutrisi bagi tulang rawan sehingga
tidak dapat aus selama penggunaan (gesekan
dalam pergerakan sendi).
Analisis cairan sendi terdiri dari
serangkaian uji yang dilakukan untuk mendeteksi
perubahan yang terjadi akibat dari penyakit
tertentu. Ada beberapa karakteristik cairan
sinovial yang patut dikaji antara lain:
8 | P e m e r i k s a a n c a i r a n s e n d i
1. Karakteristik fisik: evaluasi dari
penampilan secara umum dari cairan
sinovial, meliputi kekentalan
(viskositas). Karakteristik fisik yang
normal berupa: cairan bening, berwarna
jernih hingga kekuningan, dan kental
(viskositas tinggi akibat kandungan asam
hialuronat, ketika mengambilnya dengan
jarum membentuk ‘string’ beberapa inchi
layaknya cairan kental pada umumnya).
Perubahan yang terkait pada aspek fisik
ini yaitu: cairan keputihan (berawan)
disebabkan oleh hadirnya mikroorganisme
dan sel darah putih) dan berwarna
kemerahan akibat hadirnya sel darah merah.
Antara cairan sinovial berawan dan
kemerahan dapat terjadi dalam satu
spesimen.
2. Karakteristik kimia: mendeteksi perubahan
zat kimia tertentu pada cairan sinovial,
meliputi: glukosa (level glukosa di dalam
cairan ini lebih rendah daripada level
glukosa darah dan dapat menurun lebih
signifikan lagi pada inflamasi dan infeksi
sendi, protein (kandungan protein
9 | P e m e r i k s a a n c a i r a n s e n d i
meningkat akibat peradangan infeksi), asam
urat yang meningkat (pada Gout).
3. Karakteristik mikroskopik: menghitung
sel-sel yang terdapat pada cairan sinovial
(terutama untuk menghitung leukosit)
meliputi: hitung leukosit (batas normal
yaitu <200 sel / mm3, leukosit yang
berlebihan menandakan adanya inflamasi
seperti pada Gout dan rheumatoid artritis,
neutrofilia menandakan infeksi bakteri,
dan eosinifilia menandakan penyakit Lyme),
dan melewati cairan sinovial ke sinar
polarisasi untuk melihat adanya kristal
asam urat (kristal jarum) pada penyakit
Gout.
4. Karakteristik infeksius1: menemukan agen
infeksius (bakteri atau jamur) dalam
cairan sinovial meliputi: pewarnaan gram
(untuk melihat tipe agen infeksius),
pembiakan, uji kerentanan terhadap
antibiotik (sebagai panduan dalam memilih
antibiotik), dan uji BTA jika dikhatirkan
adanya mikrobakterium.
Analisis cairan sendi dilakukan jika menemukan
sesuatu yang mencurigakan di daerah persendian,
berupa:
10 | P e m e r i k s a a n c a i r a n s e n d i
(1) nyeri di daerah persendian
(2) eritema meliputi daerah persendian dan
sekitarnya
(3) inflamasi di daerah persendian
(4) akumulasi cairan sinovial.
Prosedur dalam pengambilan cairan sinovial
dikenal dengan arthrocentesis. Setelah dianastesi
lokal, dokter akan melakukan penyuntikan hinga
masuk ke tempat cairan sinovial berada (area
diantara tulang). Selain untuk mengambil spesimen
cairan sinovial, prosedur ini dilakukan juga
dalam:
1. Pengambilan cairan sinovial berlebihan untuk
mengurangi tekanan yang berlebihan.
2. Injeksi kortikosteroid ke dalam cairan
sinovial yang mengalami inflamasi.
Proses Pengambilan Sampel Cairan Sendi
Arthrocentesis dilakukan oleh dokter atau
paramedik terlatih dengan mengunakan alat yang
steril dan tepat.
Pre Analitik
11 | P e m e r i k s a a n c a i r a n s e n d i
1. Spuit yang digunakan (19/21 untuk sendi
besar, 23/25 untuk sendi kecil).
2. Digunakan sarung tangan steril.
3. Dilakukan anastesi lokal (lidokain atau
etiklorida spray).
4. Kapas alkohol dan betadine.
5. Empat tabung penampungan tanpa antikoagulan.
Analitik
1. Ditentukan lokasi penusukan, daerah
ektensor lebih aman (bebas saraf) dan beri
tanda.
2. Dilakukan tindakan aseptik pada lokasi.
3. Dilakukan anastesi lokal (inflamasi
lidokain/prokain dengan jarum halus atau
etiklorida spray).
4. Ditusuk daerah yang sudah ditandai dengan
spuit yang berisi 25 µ sodium heparin
(dibilas) dan gunakan jarum yang sesuai
hingga terasa jarum menembus membran
sinovia (seperti menusuk kertas).
5. Dilakukan aspirasi perlahan-lahan (untuk
meminimalisasi nyeri).
6. Spesimen ditampung (sesuai urutan tabung
pertama kali diisi).
12 | P e m e r i k s a a n c a i r a n s e n d i
~ Tabung I (tabung heparin ) steril
untuk pemeriksaan mikrobiologis (gram
dan biakan).
~ Tabung II (tabung EDTA) untuk
pemeriksaan mikroskopis, memeriksa
kristal, dan hitung jenis sel.
~ Tabung III (tanpa EDTA) untuk
pemeriksaan kimia atau imunologi dan
untuk pemeriksaan makroskopis.
D. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan
sampel:
1. Mengetahui apakah pasien mempunyai gangguan
hemostasis.
2. Melakukan dengan tehnik yang benar dan
berusaha untuk selalu steril.
3. Sampel yang didapatkan sesegera mungkin untuk
dibawa kelaboratoium.
4. Jika akan dikerjakan pemeriksaan glukosa
cairan sendi maka pasien dipuasakan 6-8 jam
terebih dahulu.
5. Bila dikehendaki antikoagulan digunakan
heparin.
6. Bila akan dilakukan pemeriksaan mikrobiologi
wadah untuk menampung cairan sendi harus
steril
13 | P e m e r i k s a a n c a i r a n s e n d i
Macam – macam pemerisaan
a. Tes Makroskopik
Volume
Dalam keadaan normal cairan sendi susah
didapat dan biasanya volume normal tidak
melebihi 2 ml. Volume yang melebihi 2 ml
menandakan adanya kelainan, makin besar
volume itu, maka makin luas juga kelainan
yang ada.
Warna dan kejernihan :
Warna
Cairan sendi normal tidak berwarna atau
mempunyai warna kekuning-kuningan yang sangat
muda.Jika terjadi warna merah karena adanya
darah biasanya disebabkan oleh trauma pungsi.
Kejernihan
Dalam keadaan normal cairan sendi
jernih.Proses patologis seperti radang dapat
mengubah ciri-ciri itu menjadi agak keruh
sampai keruh sekali. Selain oleh peradangan
kekeruhan mungkin juga disebabkan proses-
proses lain, yakni oleh adanya beberapa macam
Kristal atau oleh sel-sel synovia yang
terlepas.
Pre Analitik
14 | P e m e r i k s a a n c a i r a n s e n d i
Persiapan pasien : tidak dibutuhkan persiapan
khusus.
Persiapan sampel : tidak ada persiapan
khusus.
Prinsip tes : setiap kelainan memberi warna
dan kejernihan yang berbeda.
Alat : tabung yang steril.
Analitik
Cara kerja :
1. Sampel dimasukan kedalam tabung steril
2. Dilihat warna dan kejernihan sampel .
3. Nilai rujukan : tidak berwarna dan jernih.
Pasca Analitik
Interpretasi :
Kuning jernih : artritis traumatik,
osteoartritis dan artritis rematoid
ringan.
Kuning keruh : inflamasi spesifik dan non
spesifik, karena bertambahnya lekosit.
Seperti susu (chyloid) : artritis rematoid
dengan efusi kronik, pirai dengan efusi
akut dan obstruksi limfatik dengan efusi.
Seperti nanah atau purulent : artritis
septik yang lanjut.
Seperti darah : pada trauma, hemofilia dan
sinovisitis vilonodularis hemoragik. Bila
15 | P e m e r i k s a a n c a i r a n s e n d i
darah terjadi karena trauma pada waktu
aspirasi maka warna merahnya akan
berkurang bila aspirasi diteruskan,
sedangkan jika bukan oleh trauma maka
warna merah akan menetap.
Kuning kecoklatan : pada perdarahan yang
telah lama (Gandasoebrata,2006).
Bekuan
Cairan sendi normal tidak membeku
karena tidak berisi fibrinogen. Proses
peradangan dapat menyebabkan menyusupnya
fibrinogen ke dalam cairan sendi. Kalau
ada bekuan laporkanlah besarnya bekuan
itu, semakin besar bekuan itu, maka
semakin berat proses inflamasi
Pre analitik
Persiapan pasien : tidak dibutuhkan
persiapan khusus.
Persiapan sampel : tidak ada persiapan
khusus.
Prinsip tes : fibrinogen menyebabkan
sampel membeku.
Alat : tabung yang steril.
Analitik
Cara kerja :
1. Sampel dimasukan kedalam tabung steril
16 | P e m e r i k s a a n c a i r a n s e n d i
2. Dibiarkan sampel selama 1 jam
3. Dilihat ada tidaknya bekuan.
4. Nilai rujukan : tidak membeku.
Pasca analitik
Interpretasi :
Bekuan + : ada proses peradangan
(Gandasoebrata,2006).
Viskositas
Cairan sendi mempunyai nilai
viskositas tertentu, beberapa keadaan
patologis dapat mengurangi viskositas
sehingga cairan itu seolah-olah menjadi
encer.Untuk menguji viskositas isaplah
cairan sendi kedalam semprit 2 ml,
kemudian biarkan cairan itu mengalir
keluar dari semprit (tanpa jarum) dan
perhatikan panjangnya benang lendir yang
dapat dibentuk sampai saat cairan itu
jatuh. Dalam keadaan normal panjangnya
paling sedikit 5 cm. Makin pendek benang
itu, maka makin abnormal, kadang-kadang
viskositas itu rendah sekali sehingga
menetesnya seperti air saja.
Pre analitik
17 | P e m e r i k s a a n c a i r a n s e n d i
Persiapan pasien : tidak dibutuhkan
persiapan khusus.
Persiapan sampel : tidak ada persiapan
khusus.
Prinsip tes : asam hialuronat dalam cairan
sendi menentukan viskositas cairan.
Alat : spuit atau semprit tanpa jarum.
Analitik
Cara kerja :
1. Dihisap sampel ke dalam spuit atau
semprit tanpa jarum.
2. Diteteskan sampel ke luar dari spuit
tersebut.
3. Diukur panjang tetesan. Atau diambil
sampel dengan jari telunjuk,
direntangkan antara jari telunjuk dan
ibu jari.
4. Hitung panjang rentangan.
5. Nilai rujukan : panjangnya tanpa putus
4-6 cm disebut viskositas tinggi.
Pasca analitik
Interpretasi :
non inflamatorik ® Viskositas tinggi.
Viskositas menurun (< inflamatorik akut
dan septik) hemoragik ®Viskositas
bervariasi (Gandasoebrata,2006).
18 | P e m e r i k s a a n c a i r a n s e n d i
b. Mikroskopis
1. Menghitung jumlah sel
Upaya ini dilakukan seperti menghitung
leukosit dalam darah tepi.Akan tetapi cairan
pengencer Turk tidak dapat dipakai karena asam
acetat membekukan mucin yang terdapat dalam
cairan sendi. Pakailah larutan NaCl 0,85 %
sebagai pengganti cairan Turk untuk menghitung
jumlah sel dan kamar hitung Fuchs-Rosenthal
seperti diterangkan dalam bab mengenai cairan
otak.Dalam keadaan normal jumlah sel dalam
cairan sendi kurang dari 200 per µl.
Pertambahan cairan sendi oleh causa bukan
radang dapat meningkatkan jumlah itu sampai
2.000 per µl, sedangkan adanya radang mendorong
angka itu sampai lebih dari 2.000 per µl.
Jumlah lekosit
Hasil hitung lekosit total maupun hitung jenis
lekosit pada sendi dapat membedakan
inflammatory arthritis, non
inflammatory arthritis dan infectious arthrtis.
Pre analitik
Persiapan pasien : tidak dibutuhkan persiapan
khusus.
Persiapan sampel :
19 | P e m e r i k s a a n c a i r a n s e n d i
Sampel diencerkan dengan NaCl 0,9% atau
metilen biru dalam NaCl 0,9% untuk cairan
yang jernih.
Jika cairan sendi terlalu kental kemungkinan
sulit untuk dipipet, maka sampel harus
diencerkan dengan buffer hialuronidase.
Bila cairan sendi banyak mengandung
eritrosit, maka digunakan HCl 0,1% atau
saponin 1%, karena cairan ini dapat
melisiskan eritrosit.
Prinsip tes : Sampel diencerkan dan dimasukkan
ke dalam kamar hitung (hemositometer). Dengan
memperhitungkan faktor pengenceran, jumlah
lekosit dalam darah dapat diketahui.
Analitik
Cara kerja :
1. Dipipet sampel ke dalam pipet lekosit sampai
tanda 0,5.
2. Dipipet NaCl 0,9% sampai tanda 11, kocok isi
pipet beberapa menit agar isi pipet
bercampur baik.
3. Kemudian dibuang 4 – 5 tetes isi pipet.
4. Disiapkan kamar hitung dengan cover glass di
atasnya.
5. Diteteskan isi pipet pelahan-lahan ke dalam
kamar hitung
20 | P e m e r i k s a a n c a i r a n s e n d i
6. Dihitung jumlah lekosit yang tampak dalam 4
kotak lekosit dengan menggunakan perbesaran
lensa objektif 10 x dan hasilnya dikali 50
(pengenceran).
7. Nilai rujukan: jumlah lekosit < 200/mm3.
Pasca analitik
Interpretasi :
Jumlah lekosit 200-500/mm3 penyakit non
inflamatorik (penyakit degeneratif).
Jumlah lekosit 2.000-100.000/mm3
menandakan inflamatorik akut.
~ Artritis gout akut : jumlah lekosit
750-45.000/mm3, rata-rata 13.500/mm3.
~ Faktor rematoid : jumlah lekosit 300-
98.000/mm3, rata-rata 17.800/mm3
~ Artritis rematoid : jumlah lekosit
300-75.000/mm3, rata-rata 15.500/mm3.
~ Septik (infeksi) : jumlah lekosit
20.000-200.000/mm3
~ Artritis TB : jumlah lekosit 2.500-
105.000/mm3, rata-rata 23.500/mm3.
~ Atritis gonore : jumlah lekosit 1.500-
108.000/mm3, rata-rata 14.000/mm3.
~ Atritis septik : jumlah lekosit
15.600-213.000/mm3, rata-rata
65.400/mm3.
21 | P e m e r i k s a a n c a i r a n s e n d i
~ Hemoragik : jumlah lekosit 200-
10.000/mm3
2. Menghitung jenis sel
Cairan sendi diperiksa seperti cairan
tubuh yang lain dengan cara membuat sediaan
apus yang dipulas Giemsa atau Wright. Dalam
keadaan normal leukosit berinti segment kurang
dari 25% dari semua jenis sel yang ada dalam
cairan sendi. Semakin tinggi angka itu, maka
semakin akut keadaan patologis.
Hitung Jenis
Hitung jenis lekosit pada sendi dapat
membedakan inflammatory arthritis, non
inflammatory arthritis dan infectious arthrtis.
Pre Analitik
Persiapan pasien : tidak dibutuhkan persiapan
khusus.
Persiapan sampel :
Sampel harus diperiksa < 1 jam setelah
pengambilan.
Sampel dapat langsung dari cairan aspirasi
atau dari sedimen cairan sendi yang telah
disentrifus (paling baik).
Prinsip tes : cairan sendi diapuskan di atas
obyek glass kemudian diwarnai.
22 | P e m e r i k s a a n c a i r a n s e n d i
Analitik
Cara kerja pewarnaan MGG :
1. Diambil cairan sendi yang telah
disentrifuge
2. Diteteskan 1-2 tetes cairan sendi diatas
objek glas, kemudian dibuat hapusan di
atas objek glass, dibiarkan mengering.
3. Difiksasi apusan tersebut dengan metanol
selama 5 menit lalu dibilas dengan air
mengalir.
4. Diteteskan sediaan apusan dengan larutan
May Grunwald ± 1 – 2 menit.
5. Digenangi dengan larutan buffer pH 6,4
dan diamkan selama 3 menit.
6. Diwarnai dengan larutan Giemsa yang sudah
diencerkan dengan buffer pH 6,4 dan
dibiarkan 5 – 10 menit, cuci dengan air
mengalir lalu keringkan.
7. Diamati apusan di bawah mikroskop dengan
pembesaran 100 x menggunakan oil emersi.
8. Nilai rujukan : jumlah netrofil < 25 %.
Pasca analitik
Interpretasi :
Jumlah netrofil < normal atau non
inflamatorik®25%
23 | P e m e r i k s a a n c a i r a n s e n d i
Jumlah netrofil pada kelompok akut
inflamatorik :
~ Artritis gout akut : jumlah netrofil 48 –
94%, rata-rata 83%.
~ Faktor rematoid : jumlah netrofil 8 –
89%, rata-rata 46%.
~ Artritis rematoid : jumlah netrofil 5 –
96%, rata-rata 65%.
~ Artritis tuberkulosa : jumlah netrofil 29
– 96%, rata-rata 67%.
~ Artritis gonore : jumlah netrofil 2 - 96%
, rata-rata 64%.
~ Artritis septik : jumlah netrofil 75 –
100%, rata-rata 95%.
~ Jumlah netrofil pada kelompok hemoragik :
<50 o:p="">
(Gandasoebrata,2006).
3. Kristal-kristal
Pre analitik
Persiapan pasien : tidak diperlukan
persiapan khusus.
Persiapan sampel : sampel disentrifus
terlebih dahulu.
Prinsip tes : jenis kristal tergantung jenis
kelainan.
24 | P e m e r i k s a a n c a i r a n s e n d i
Analitik
Cara kerja :
1. Diteteskan satu sampai dua tetes cairan
sendi yang telah disentrifus diatas
objek glass dan ditutup dengan cover
glass.
2. Diperiksa dengan mikroskop lensa
objektif 10x dan 40x.
3. Nilai rujukan : tidak ditemukan kristal
dalam cairan sendi.
Pasca analitik
Interpretasi :
~ Kristal monosodium urat (MSU) ditemukan
pada artritis gout.
~ Calcium pyrophosphate dihydrate (CPPD)
yang ditemukan pada kondro-kalsinosis
(pseudogout).
~ Calcium hydroxyapatite (HA) terdapat pada
calcific periarthritis dan tendenitis.
~ Kristal kolesterol ditemukan pada artritis
rematoid.
C. Kimia
1. Test Bekuan Mucin
Test ini menguji kualitas mucin yang ada dalam
cairan sendi. Mucin adalah satu komplex yang
25 | P e m e r i k s a a n c a i r a n s e n d i
tersusun dari asam hialuronat dan protein,
mucin itu membeku oleh pengarah asam acetat.
Dalam keadaan normal dan pada proses non-radang
:
Mucin “berkualitas baik” : terlihat satu
bekuan kenyal dalam cairan jernih.
Mucin “berkualitas lumayan” : menyusun
bekuan yang kurang kuat,bekuan itu tidak
mempunyai batas-batas tegas dalam cairan
jernih.
Mucin “berkualitas buruk” : seperti pada
proses-proses radang teristimewa pada
radang oleh infeksi, bekuan yang terjadi
itu berkeping-keping dalam cairan keruh.
Ø Tes bekuan mucin
Pre analitik
Persiapan pasien : tidak dibutuhkan persiapan
khusus.
Persiapan sampel : tidak ada persiapan khusus.
Prinsip tes : asam asetat dapat membekukan
asam hialuronat dan protein.
Alat dan bahan :
1. Tabung reaksi
2. Pengaduk
3. Aquades
26 | P e m e r i k s a a n c a i r a n s e n d i
4. Asam asetat glacial
5. Asam asetat 7 N
Analitik
Cara kerja :
1. Kedalam 1 tabung reaksi dimasukan 4mL
aquadest.
2. Dimasukan sebanyak 1 mL cairan sendi.
3. Diteteskan 1 tetes larutan asam asetat 7 N.
4. Diaduk kuat-kuat dengan batang pengaduk.
5. Kemudian diperiksa hasil reaksi segera
setelah diaduk dan setelah 2 jam.
Nilai rujukan
Terlihat satu bekuan kenyal dalam cairan
jernih ® Mucin baik : normal.
Pasca analitik
Interpretasi :
Mucin sedang : jika bekuan kurang kuat
dan tidak mempunyai batas tegas dalam
cairan jernih. Misalnya pada RA.
Mucin buruk : jika bekuan yang terjadi
berkeping-keping dalam cairan keruh,
misalnya karena infeksi.
2. Test Glukosa
Pre analitik
Persiapan pasien : pasien harus berpuasa 6-12
jam sebelum pengambilan sampel.
27 | P e m e r i k s a a n c a i r a n s e n d i
Persiapan sampel : tidak hemolisis, cairan
sendi disentrifus terlebih
dahulu.
Analitik
Cara Kerja:
Tes Glukosa menggunakan alat Cobas Mira
1. Masukkan 50 μl sampel cairan sendi ke dalam
tabung mikro
2. Kemudian letakkan dalam rak sampel sesuai
dengan nomor pemeriksaan
3. Tempatkan reagen pada rak reagen sesuai
program tes (protein, glukosa, LDH)
4. Masukkan nomor identitas penderita dan
program tes
5. Pengukuran akan dilakukan secara otomatis
6. Hasil tes akan keluar pada print out
Nilai rujukan: Perbedaan antara glukosa
serum dan glukosa cairan sendi adalah < 10 mg%.
Pasca analitik
Interpretasi :
Kelompok non inflamatorik : perbedaannya <10
mg="" o:p="">
Kelompok inflamatorik :
~ arthritis gout akut ® perbedaannya 0 –
41 mg%, rata-rata 12 mg%.
~ faktor rematoid ® perbedaannya 6 mg%.
28 | P e m e r i k s a a n c a i r a n s e n d i
~ artritis rematoid ® perbedaannya 0 – 88
mg%, rata-rata 31 mg%.
Kelompok septik :
~ artritis tuberkulosa ® perbedaannya 0
– 108 mg%, rata- rata 57 mg%.
~ artritis gonore ® perbedaannya 0 – 97
mg%, rata-rata 26 mg%.
~ artritis septik ® perbedaannya 40 – 122
mg%, rata-rata 71 mg%.
~ Kelompok hemoragik ® perbedaannya < 25 mg
% (
3. Test Laktat dehidrogenase (LDH)
Pre analitik
Persiapan pasien : tidak ada persiapan khusus.
Persiapan sample : tidak ada persiapan khusus.
Analitik
Tes Laktat dehidrogenase (LDH) menggunakan alat
Cobas Mira
1. Masukkan 50 μl sampel cairan sendi ke dalam
tabung mikro.
2. Kemudian letakkan dalam rak sampel sesuai
dengan nomor pemeriksaan.
3. Tempatkan reagen pada rak reagen sesuai
program tes (protein, glukosa, LDH).
4. Masukkan nomor identitas penderita dan
program tes.
29 | P e m e r i k s a a n c a i r a n s e n d i
5. Pengukuran akan dilakukan secara otomatis.
6. Hasil tes akan keluar pada print out.
Nilai rujukan : 100-190 U/L
Pasca analitik
Interpretasi : LDH meningkat pada RA, gout dan
artritis karena infeksi, tetapi tetap normal
pada penyakit sendi generative (Kadir. A,
2012).
4. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi sebagai pemeriksaan
penunjang dibutuhkan untuk melihat struktur
yang dicurigai mengalami kelainan. Pemeriksaan
rontgen merupakan modalitas utama (sekitar 60-
70% kelainan muskuloskeletal dapat ditegakkan
diagnosis). Berikut penjelasan dari temuan
radiologik yang meliputi penyakit pada sendi:
1. Celah sendi
Pada sendi normal, tulang yang
berhubungan tidak bertemu secara langsung.
Adanya tulang rawan dan cairan sinovial
memberikan gambaran adanya celah di rontgen
(tulang rawan dan cairan tidak terlihat pada
foto polos). Adanya masalah di dalam tulang
rawan dan cairan sinovial berakibat salah
30 | P e m e r i k s a a n c a i r a n s e n d i
satunya hubungan antara tulang mendekat
sehingga celah sendi menyempit. Hal ini bisa
diakibatkan degenerasi tulang rawan atau
cairan sinovial.
2. Osteofit
Osteofit merupakan penulangan baru
akibat kompensasi denerasi tulang rawan.
Karena penulangan ini di luar ‘kebiasaan’,
hasil dari penulangan ini menjadi tidak
teratur, osteofit ini bisa menyebabkan nyeri
jika tumbuh dan berinteraksi dengan tulang
lain dalam bergerak.
3. Sclerosis subchondral
Subchondral merupakan lapisan yang berada
di bawah tulang rawan. Karena aliran darah
yang meningkat menyebabkan penebalan lapisan
ini dan bisa membentuk kista subchondral dan
meningkatkan tekanan pada tulang dan
menyebabkan nyeri.
Dapat dilihat foto polos articulatio genu
yang normal (atas: AP, bawah: lateral)
31 | P e m e r i k s a a n c a i r a n s e n d i
Berikut foto polos dari gambaran penyempitan
sendi, osteofit (multipel), dan sclerosis
subcohndral.
32 | P e m e r i k s a a n c a i r a n s e n d i
E. ABNORMALITAS / GANGGUAN SENDI
Persendian dapat mengalami beberapa kelainan
atau gangguan, diantaranya sebagai berikut :
a. Ankiliosis yaitu persendian yang tidak dapat
digerakkan karena seolah-olah kedua tulang
menyatu.
b. Dislokasi yaitu sendi bergeser dari kedudukan
semula.
c. Terkilir atau keseleo yaitu tertariknya
ligamen akibat gerak yang mendadak.
d. Artritis yaitu peradangan pada satu atau
beberapa sendi dan kadang-kadang posisi
tulang mengalami perubahan. Artritis
dibedakan menjadi
e. Gout artritis yaitu gangguan persendian
akibat kegagalan metabolisme asam urat. Asam
33 | P e m e r i k s a a n c a i r a n s e n d i
urat yang tinggi dalam darah diangkut dan
ditimbun dalam sendi yang kecil, biasanya
pada jari-jari tangan. Akibatnya ujung-ujung
ruas jari tangan membesar.
f. Osteoartriris yaitu suatu penyakit
kemunduran, sendi tulang rawan menipis dan
mengalami degenarisi. Biasa terjadi karena
usia tua.
g. Reumathoid yaitu suatu penyakit kronis yang
terjadi pada jaringan penghubung sendi. Sendi
membengkak dan terjadi kekejangan pada otot
penggeraknya.
Kelainan sendi akibat infeksi antara lain :
a) Artritis eksudatif yaitu peradangan pada
sendi dan terisi cairan nanah.
b) Artritis sika yaitu peradangan sendi
sehingga rongga sendi menjadi menjadi
kering (kekurangan minyak sinoval).
c) Layuh sendi atau layuh semu yaitu suatu
keadaan tidak bertenaga pada persendian
akibat rusaknya cakraepifisis tulang
hingga sebagian tulang mati dan
mengering.
34 | P e m e r i k s a a n c a i r a n s e n d i
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Cairan sendi adalah cairan pelumas yang
terdapat pada sendi. Pemeriksaan cairan sendi
dilakukan untuk membantu mendiagnosis penyebab
peradangan, nyeri, dan pembengkakan pada sendi.
Dalam proses pengambilan sampel cairan sendi
yang perlu diperhatikan yaitu sterilitas dalam
proses pengambilan dan menggunakan teknik
pengambilan yang benar. Jenis pemeriksaan dari
cairan sendi diawali dengan pemeriksaan
35 | P e m e r i k s a a n c a i r a n s e n d i
makroskopi, pemeriksaan mikroskopi dan
pemeriksaan kimia.
B. Saran
Dari penyususnan makalah ini, masih banyak
kekurangan yang ada maka saran dan kritikan
dari pembaca (Dosen dan teman-teman Mahasiswa)
sangat di harapkan untuk penulis demi
penyempurnaan makalah berikutnya atau masa yang
akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
zier, B., Erb, G., Berman A., Snyder S. 2004. Buku AjarKeperawatan Klinis Eds 5. Jakarta : EGC.
36 | P e m e r i k s a a n c a i r a n s e n d i
Potter perry. 2006. Fundamental keperawatan ed 2. Jakarta:
EGC.
Sloane et all. (2004). Anatomi dan fisiologi untuk
pemula. Jakarta : EGC.
Smeltzer, C.S., Bare, G.B., (2001). Buku ajarkeperawatan medical bedah Brunner& Suddarth,Edisi 8, Volume 3, Penerbit EGC, Jakarta.
Syarifuddin. (2006). Anatomi Fisiologi untuk MahasiswaKeperawatan, Edisi 3. Jakarta: EGC
37 | P e m e r i k s a a n c a i r a n s e n d i