58
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seluruh siswa sebenarnya sudah mempunyai pengalaman dan pengetahuan yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa fisika dalam kehidupan sehari-hari sebelum mereka mempelajarinya di bangku sekolah. Dengan pengalaman itu, maka dibenak para siswa sudah terbentuk suatu intuisi dan teori siswa mengenai peristiwa- peristiwa fisika sebelum mereka mempelajarinya. Intuisi dan teori ini belum tentu kebenarrannya. Misalnya melalui pengalaman dan peristiwa sehari-hari siswa memperoleh engetahuan tentang gaya, gerak, cahaya, gerak jatuh bebas, listrik, energi dan peristiwa alam yang kasat mata lainnya. Sebagai contoh yaitu pada gambar 1.1, ketika terdapat dua buah benda memiliki massa berbeda, kemudian dijatuhkan secara bersamaan dari suatu ketinggian yang sama. Kebanyakan dari kita

1,2,3

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 1,2,3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Seluruh siswa sebenarnya sudah mempunyai pengalaman dan pengetahuan

yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa fisika dalam kehidupan sehari-hari

sebelum mereka mempelajarinya di bangku sekolah. Dengan pengalaman itu,

maka dibenak para siswa sudah terbentuk suatu intuisi dan teori siswa mengenai

peristiwa-peristiwa fisika sebelum mereka mempelajarinya. Intuisi dan teori ini

belum tentu kebenarrannya. Misalnya melalui pengalaman dan peristiwa sehari-

hari siswa memperoleh engetahuan tentang gaya, gerak, cahaya, gerak jatuh

bebas, listrik, energi dan peristiwa alam yang kasat mata lainnya. Sebagai contoh

yaitu pada gambar 1.1, ketika terdapat dua buah benda memiliki massa berbeda,

kemudian dijatuhkan secara bersamaan dari suatu ketinggian yang sama.

Kebanyakan dari kita akan berpikir bahwa benda yang bermassa lebih besar akan

lebih cepat sampai ke tanah.

Gambar 1.1. Dua benda bermassa berbeda dijatuhkan

Benda yang lebih berat akan jatuh lebih cepat daripada benda yang lebih

ringan, ini merupakan salah satu miskonsepsi yang dimiliki oleh siswa. Faktanya,

dalam keadaan ideal  benda dengan berat yang berbeda akan jatuh bersamaan.

Konsep yang selama ini diyakini adalah bahwa pada gerak jatuh bebas sebuah

1

Page 2: 1,2,3

2

benda yang memiliki berat lebih besar akan dipercepat sebanding dengan

beratnya. Pernyataan ini tampaknya cukup masuk akal. Jika kita menjatuhkan

selembar kertas dan batu dalam waktu yang bersamaan, batu akan lebih cepat

jatuh dibanding kertas. Namun pada kenyataanya konsep yang benar adalah setiap

benda yang jatuh ke bawah akan mengalami percepatan yang sama besar. Jika

kedua benda tersebut dijatuhkan pada saat yang bersamaan, keduanya akan

sampai di tanah dalam waktu yang bersamaan. Bila tidak ada gesekan udara,

ternyata bahwa setiap benda bagaimanapun ukuran dan berapapun beratnya,

jatuhnya di titik yang sama di permukaan bumi maka akan terjadi dengan

kecepatan yang tidak berbeda, dan apabila jarak jatuhnya tidak terlalu besar,

percepatannya akan tetap konstan selama jatuh. Efek gesekan udara dan

berkurangnya percepatan akibat tinggi letak diabaikan. Jika tidak ada

pengahalang lain, juga tidak ada gesekan udara, maka percepatan akibat gaya

berat dan diberi simbol huruf g. Pada atau dekat permukaan bumi besar

percepatan ini kira-kira 9,8 ms-2 (Zemansky, 1999 : 77). Hal ini menunjukkan

bahwa waktu tempuh selama benda jatuh tidak dipengaruhi oleh massa benda,

melainkan hanya dipengaruhi oleh besarnya percepatan gravitasi.

Tidak semua siswa mempunyai pemahaman dan penafsiran yang sama

tentang konsep IPA. Tafsiran perorangan terhadap banyak konsep sangat mungkin

berbeda-beda. Van den Berg menyatakan bahwa tafsiran konsep oleh seseorang

ini disebut konsepsi (Pujayanto, 2007 : 4). Siswa membangun konsepsi tersendiri,

sehingga tafsiran seseorang terhadap suatu realita bersifat individu. Siswa

seringkali mengalami konflik dalam dirinya ketika berhadapan dengan informasi

baru dengan konsep awal yang telah dibawa sebelumnya. Pada umumnya,

informasi baru tersebut bertentangan dengan prakonsepsi yang dimiliki siswa.

Apabila siswa mempunyai konsepsi yang berbeda dengan konsep ilmiah yang

benar maka hal inilah yang akan menyebabkan terjadinya miskonsepsi.

Miskonsepsi terjadi karena penyimpangan antara kenyataan gejala alam

secara nyata dengan yang terdapat dalam pikiran siswa. Penyimpangan ini terjadi

karena hasil pemikiran mereka dalam pengalaman hidupnya akibat menyerap

konsep salah atau kurang lengkap. Serta umumnya mereka lebih percaya pada

Page 3: 1,2,3

3

konsep yang diperoleh dari pengamatan yang merupakan hasil interaksi dengan

alam sekitar dan sifatnya lebih mantap dibanding dengan hasil pengajaran formal.

Melalui pengamatan diri sendiri, seolah-olah telah ditemukan konsep yang benar

tanpa berprasangka akan salah.

Van Den Berg dalam jurnal yang berjudul “Identifikasi Miskonsepsi IPA

(Fisika) pada Siswa SD” oleh Pujayanto (2007 : 4) berpendapat bahwa

miskonsepsi adalah konsepsi siswa yang berbeda atau bertentangan dengan

konsepsi para ahli. Sedangkan Paul Suparno (2005 : 4) menyebutkan bahwa

miskonsepsi menunjuk pada suatu konsep yang tidak sesuai dengan pengertian

ilmiah atau pengertian yang diterima pakar dalam bidang itu.

Hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan dalam dua dasawarsa terakhir

ini menunjukkan bahwa salah satu sumber kesulitan utama dalam pelajaran fisika

adalah miskonsepsi (Berg, dalam Tayubi, 2005 : 4). Miskonsepsi yang muncul

secara terus menerus akan mengganggu dalam pembentukan konsepsi ilmiah

siswa. Akibatnya, siswa akan mengalami kecenderungan memahami dan

menerapkan konsep-konsep atau prinsip-prinsip fisika dengan salah. Klammer

(Tayubi, 2005 : 4) mengemukakan bahwa miskonsepsi juga akan menghambat

pada proses penerimaan dan asimilasi pengetahuan-pengetahuan baru dalam diri

siswa, sehingga akan menghalangi keberhasilan siswa dalam proses belajar lebih

lanjut. Ini merupakan masalah besar dalam pengajaran fisika yang tidak dapat

dibiarkan. Seiring dengan tumbuhnya kesadaran akan hal tersebut, maka perlu

diadakan penelitian berkaitan dengan pengidentifikasian miskonsepsi siswa

sehingga nantinya dapat ditentukan upaya penanggulangannya secara tepat.

Berdasarkan uraian diatas, maka dirumuskan penelitian dengan tema

“Deskripsi kualitatif miskonsepsi pada pelajaran IPA Fisika pokok bahasan gaya

dan hukum Newton pada siswa kelas XI IPA MAN 2 Kudus”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, permasalahan pada penelitian ini

dapat diidentifikasi sebagai berikut :

Page 4: 1,2,3

4

1. Pembelajaran fisika masih kurang memperhatikan prakonsepsi yang dimiliki

oleh siswa

2. Perbedaan informasi baru dengan prakonsepsi siswa dapat menyebabkan

terjadinya miskonsepsi

3. Miskonsepsi merupakan salah satu faktor kesulitan utama dalam pelajaran

fisika

4. Perlunya diadakan penelitian tentang besarnya miskonsepsi yang terjadi pada

diri siswa serta profil materi-materi yang mengalami miskonsepsi sehingga

diharapkan dapat memperbaiki kesalahpahaman konsep yang dipelajari siswa

C. Fokus Penelitian

Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai ruang lingkup

penelitian, maka perlu diberi batasan-batasan yang menyangkut kawasan dan

permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini. Adapun yang menjadi fokus dalam

penelitian ini adalah ada besarnya tingkat miskonsepsi yang dialami oleh siswa

dan deskripsi mengenai profil materi yang menjadi miskonsepsi oleh siswa.

D. Rumusan Masalah

Dari uraian pada latar belakang masalah dan fokus penelitian yang telah

diuraikan sebelumnya, maka dirumuskan suatu permasalahan, yaitu:

1. Berapa besarkah tingkat miskonsepsi yang dialami siswa pada pelajaran IPA

Fisika di MAN 2 Kudus pada pokok bahasan gaya dan hukum Newton?

2. Bagaimanakah deskripsi mengenai profil materi yang mengalami miskonsepsi

oleh siswa?

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka tujuan

penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Besarnya tingkat miskonsepsi siswa pada pelajaran IPA Fisika di MAN 2

Kudus pada pokok bahasan gaya dan hukum Newton.

Page 5: 1,2,3

5

2. Profil materi yang mengalami miskonsepsi IPA (Fisika) pada pokok bahasan

gaya dan hukum Newton pada siswa MAN 2 Kudus.

F. Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, yaitu manfaat

teoritis dan manfaat praktis.

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini adalah teridentifikasinya miskonsepsi

siswa sehingga dapat memberikan profil atau gambaran berupa informasi tentang

miskonsepsi yang dialami oleh siswa pada pokok bahasan gaya dan hukum

Newton agar selanjutnya dapat ditentukan upaya untuk mengatasi miskonsepsi

dengan cara yang tepat akurat.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi masyarakat yang

berkepentingan dengan pendidikan. Mereka yang dapat memanfaatkan hasil

penelitian ini adalah penentu kebijakan, pengajar, dan mereka yang terkait dengan

pendidikan. Manfaat tersebut antara lain :

a. Bagi penentu kebijakan baik kepala sekolah maupun lembaga diatasnya, hasil

penelitian ini diharapkan dapat memberikan motivasi untuk peningkatan mutu

proses pembelajaran fisika selanjutnya

b. Bagi pengajar, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan rujukan oleh

guru agar dapat mengakomodasikan miskonsepsi siswa sehingga dapat

mengadakan pembenahan miskonsepsi pada pokok bahasan gaya dan Hukum

Newon yang terjadi pada siswa

c. Bagi siswa, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sarana evaluasi

terhadap hasil belajarnya dan dapat dijadikan motivasi untuk mengadakan

perbaikan dalam pembelajaran selanjutnya

d. Bagi pihak-pihak yang terkait dalam bidang pendidikan, hasil penelitian ini

diharapkan memberikan wawasan tentang miskonsepsi dalam pelajaran fisika

serta dapat menjadi motivasi dilakukannya kajian-kajian lanjutan mengenai

hasil dan proses penelitian yang sama

Page 6: 1,2,3

6

G. Definisi Istilah

Untuk memperjelas permasalahan dan pencapaian hasil sesuai dengan apa

yang diharapkan dalam penelitian ini, maka penulis perlu memberikan penjelasan

tentang arti beberapa kata atau istilah yang tercantum dalam judul skripsi. Dengan

penjelasan ini di harapkan dapat menghindari adanya perbedaan atas istilah-istilah

yang digunakan dalam skripsi ini. Beberapa istilah yang perlu mendapatkan

penjelasan antara lain :

1. Deskriptif kualitatif

Deskriptif kualitatif merupakan sebuah metode penelitian yaitu meliputi

menganalisis, menggambarkan dan meringkas berbagai kondisi, situasi dari

berbagai data yang dikumpulkan berupa hasil wawancara atau pengamatan

mengenai masalah yang diteliti yang terjadi di lapangan (Winartha, 2006 : 155).

2. Miskonsepsi

Miskonsepsi atau salah konsep menunjuk pada suatu konsep yang tidak

sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima para pakar bidang

itu (Suparno, 2005:4).

3. IPA Fisika

Fisika adalah ilmu pengetahuan yang paling fundamental karena

merupakan dasar dari semua bidang sains yang lain (Tipler, 2001 : 1).

4. Hukum Newton

Merupakan teori analisis Newton tentang gerak yang dirangkum dalam

“tiga hukum gerak”nya yang terkenal. Gaya digambarkan sebagai semacam

tarikan atau dorongan yang memiliki besar dan arah sehingga merupakan besaran

vektor (Giancoli, 2001 : 90). Gaya dan gerak yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah gaya yang dipelajari dalam mekanika dan dinamika. Pada mekanika hanya

dibatasi pada pembahasan gerak lurus. Sedangkan pada bidang dinamika meliputi

gaya gesek, gaya berat, gaya normal dan hukum Newton.

Page 7: 1,2,3

7

BAB II

TELAAH PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Konsep dan Konsepsi

Ausubel dalam Van den Berg (Tayubi, 2005 : 5) menyatakan bahwa

konsep merupakan benda-benda, kejadian-kejadian, situasi-situasi, atau ciri-ciri

yang memiliki ciri-ciri khas dan yang terwakili dalam setiap budaya oleh suatu

tanda atau simbol. Jadi konsep merupakan abstraksi dari ciri-ciri sesuatu yang

mempermudah komunikasi antara sesama manusia dan yang memungkinkan

manusia berpikir.

Sampai saat ini belum ada definisi yang tepat tentang konsep. Sedangkan

menurut Rosser (Dahar, 2011 : 63) konsep merupakan suatu abstraksi yang

mewakili suatu kelas obbjek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan, atau

hubungan-hubungan yang mempunyai atribut yang sama. Dahar (2011 : 62)

menyatakan bahwa konsep-konsep merupakan batu pem-bangun berpikir. Artinya

suatu konsep tidak akan memiliki arti apabila konsep tersebut tidak dihubungkan

dengan konsep yang lain. Arti suatu konsep kemudian disepakati oleh para ahli

dan akan tampak pada cabang ilmu pengetahuan yang bersangkutan.

Kemampuan membentuk konsep terjadi ketika seseorang mempunyai

kemampuan memberikan respon terhadap stimulus yang berbeda dalam suatu

keadaan. Ausubel dalam Dahar (2011 : 64) menyatakan bahwa konsep-konsep

diperoleh dengan dua cara, yaitu pembentukan konsep yang merupakan benttuk

perolehan konsep-konsep sebelum anak-anak masuk sekolah (prakonsepsi), dan

asimilasi konsep yang merupakan perolehan konsep selama dan sesudah sekolah,

asimilasi konsep ini dengan cara mengaitkan konsep yang sudah ada dengan

konsep yang baru diterima kemudian mengalami penyesuaian konsep. Berikut

adalah ciri-ciri konsep yang dikemukakan oleh Dahar (1989):

7

Page 8: 1,2,3

8

a. Konsep timbul dari hasil pengalaman manusia dengan lebih dari satu benda,

peristiwa atau fakta, konsep merupakan suatu generalisasi dari fakta-fakta

tersebut

b. Hasil berpikir abstrak manusia dari fakta-fakta tersebut

c. Suatu konsep dapat dianggap kurang tepat disebabkan timbulnya fakta-fakta

baru, sehingga konsep dapat mengalami suatu perubahan (bersifat tentatif)

Tafsiran perorangan terhadap suatu konsep sangat mungkin berbeda-beda.

Hal ini bergantung pada pengalaman dan pengetahuan yang telah mereka miliki.

Van den Berg menyatakan bahwa tafsiran perorangan terhadap suatu konsep

disebut dengan konsepsi (Pujayanto, 2007 : 4). Setiap siswa membangun konsepsi

tersendiri, sehingga tafsiran seseorang terhadap suatu realita bersifat individu.

Walaupun dalam fisika kebanyakan konsep telah mempunyai arti yang jelas yang

sudah disepakati oleh para tokoh fisika, namun konsepsi siswa masih berbeda-

beda. Van den Berg (Purba, 2008 : 3) menyatakan bahwa konsepsi perorangan

terhadap banyak konsep sangat mungkin berbeda-beda. Perbedaan itu antara lain

disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut :

a. Pengetahuan dan pengalaman berhubungan yang telah dimiliki

b. Struktur pengetahuan yang telah terbentuk pada pikirannya

c. Perbedaan kemampuan individu dalam menginterpretasi pada saat belajar, hal

ini akan menentukan apa yang masuk ke otak dan menafsirkan apa yang

masuk ke otak

2. Miskonsepsi

Suatu konsep dalam fisika telah mempunyai arti yang jelas dan disepakati

oleh tokoh fisika. Akan tetapi setiap siswa memungkinkan memiliki konsepsi

yang berbeda sesuai dengan cara pandangannya masing-masing. Ketika siswa

mengikuti proses pembelajaran secara formal di sekolah, mereka sudah

mempunyai konsep awal tentang fisika. Biasanya konsepsi yang dimiliki siswa

tidak terlalu persis sama dengan konsepsi fisikawan, karena pada umumnya

konsepsi fisikawan akan lebih canggih, lebih kompleks, lebih rumit dan banyak

Page 9: 1,2,3

9

melibatkan hubungan antar konsep. Suatu konsepsi dibentuk oleh masing-masing

individu siswa. Dan adalah wajar bila mereka memiliki konsepsi yang berbeda,

dan konsepsi itu layak untuk dihargai. Jika konsepsi siswa sama dengan konsepsi

fisikawan yang disederhanakan, maka konsepsi siswa tersebut tidak dapat

dikatakan salah. Tetapi apabila konsepsi siswa benar-benar tidak sesuai atau

bertentangan dengan konsepsi fisikawan, maka siswa tersebut dikatakan

mengalami miskonsepsi (Berg, dalam Tayubi, 2005 : 5).

Van Den Berg (Pujayanto, 2007 : 4) berpendapat bahwa miskonsepsi

adalah konsepsi siswa yang berbeda atau bertentangan dengan konsepsi para ahli.

Kemudian Paul Suparno (2005 : 4) menyebutkan bahwa miskonsepsi menunjuk

pada suatu konsep yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian

yang diterima pakar dalam bidang itu. Sedangkan Sugata Pikatan (1999) dalam

artikelnya yang berjudul “Memahami Gagal Konsepsi dalam Fisika”

menyebutkan bahwa gagal konsepsi adalah fenomena dimana seseorang gagal

menerapkan teori di lapangan karena pemahaman konsep yang tidak lengkap atau

keliru dalam intepretasinya.

a. Ciri-ciri miskonsepsi

Menurut Van Den Berg (Maharta, 2011) beberapa ciri miskonsepsi

diantaranya adalah sebagai berikut:

1) Miskonsepsi sangat tahan terhadap perubahan

2) Seringkali sisa miskonsepsi terus-menerus mengganggu walaupun dalam soal-

soal yang sederhana

3) Seringkali terjadi regresi, yaitu siswa yang sudah pernah mengatasi

miskonsepsi, kemudian salah lagi

4) Miskonsepsi tidak dapat dihilangkan dengan metode ceramah

5) Siswa, mahasiswa, guru, dosen, maupun peneliti dapat mengalami miskonsepsi

Page 10: 1,2,3

10

b. Jenis-jenis miskonsepsi

Sugata Pikatan (1999) dalam artikelnya yang berjudul “Memahami Gagal

Konsepsi dalam Fisika” mengungkapkan jenis-jenis miskonsepsi secara umum,

yaitu:

1) Gagal kondisi : kegagalan aplikasi akibat tidak dikuasainya kondisi-kondisi

yang melatarbelakangi sebuah teori.

2) Gagal intuisi : kegagalan aplikasi akibat tidak dimilikinya intuisi atau konteks

fisis sebagai pengalaman yang terintegrasi dengan teori.

Dua jenis kegagalan di atas dapat saling mempengaruhi. Gagal kondisi

yang berlarut-larut dapat menjadi gagal intuisi yang lebih parah, dan sebaliknya

gagal intuisi dapat menyebabkan kecenderungan terjadinya gagal kondisi.

c. Penyebab Miskonsepsi

Driver (1985) dalam Dahar (2006 : 154-155) mengungkapkan penyebab

terbentuknya miskonsepsi dalam pembelajaran yaitu sebagai berikut :

1) Terbentuknya miskonsepsi disebabkan karena anak cenderung mendasarkan

berpikirnya berdasarkan pada hal-hal yang tampak dalam suatu situasi

masalah

2) Dalam banyak kasus, anak itu hanya memperhatikan aspek-aspek tertentu

dalam suatu situasi

3) Anak lebih cenderung memperhatikan perubahan daripada situasi diam.

4) Bila anak-anak menerangkan perubahan, cara mereka berpikir cenderung

mengikuti urutan kausal linier

5) Gagasan yang dimiliki anak mempunyai berbagai konotasi, gagasan anak

lebih inklusif dan global

6) Anak kerap kali menggunakan gagasan yang berbeda untuk

menginterpretasikan situasi-situasi yang oleh para ilmuwan digunakan cara

yang sama

Page 11: 1,2,3

11

Miskonsepsi disebabkan oleh bermacam-macam hal. Secara umum dapat

disebabkan oleh siswa sendiri, guru yang mengajar, konteks pembelajaran, cara

mengajar dan buku teks. Paul Suparno (2005 : 53) mengidentifikasi ada 6 sebab

utama miskonsepsi dan masing-masing ditimbulkan oleh sebab khusus. Secara

skematis penyebab miskonsepsi pada siswa dapat diuraikan dalam tabel (2.1).

Tabel 2.1. Penyebab Miskonsepsi Siswa

Sebab Utama Sebab KhususSiswa Prakonsepsi

Pemikiran asosiatifPemikiran humanistikReasoning yang tidak lengkap/salahIntuisi yang salahTahap perkembangan kognitif siswaKemampuan siswaMinat belajar siswa

Guru/pengajar Tidak menguasai bahan, tidak kompetenBukan lulusan dari bidang ilmu fisikaTidak membiarkan siswa mengungkapkan gagasan/ideRelasi guru-siswa tidak baik

Buku Teks Penjelasan keliruSalah tulis, terutama dalam rumusTingkat kesulitan penulisan buku terlalu tinggi bagi siswaSiswa tidak tahu membaca buku teksBuku fiksi sains kadang-kadang konsepnya menyimpang demi menarik pembacaKartun sering memuat miskonsepsi

Konteks Pengalaman siswaBahasa sehari-hari berbedaTeman diskusi yang salahKeyakinan dari agamaPenjelasan dari orang tua/orang lain yang keliruKonteks hidup siswa (TV, radio, film yang keliru)Perasaan senang/tidak senang; bebas atau tertekan

Cara mengajar Hanya berisi ceramah dan menulisLangsung ke dalam bentuk matematikaTidak mengungkapkan miskonsepsi siswaTidak mengkoreksi PR yang salahModel analogiModel praktikumModel diskusiModel demonstrasi yang sempitNon- multiple intelligences

Sumber : Suparno (2005 : 53)

Page 12: 1,2,3

12

d. Cara mengatasi miskonsepsi

Ada banyak cara untuk membantu siswa mengatasi miskonsepsi. Tetapi

tidak setiap cara sesuai bagi siswa yang mengalami miskonsepsi, karena kesalahan

siswa beraneka ragam. Van den Berg (Maharta, 2011 : 7) merumuskan beberapa

tahapan untuk mengatasi miskonsepsi sebagai berikut:

1) Pertama adalah mendeteksi prakonsepsi siswa.

2) Kedua adalah merancang pengalaman belajar yang bertolak dari prakonsepsi

tersebut dan kemudian menghaluskan bagian yang sudah baik dan mengoreksi

bagian konsepsi yang salah

3) Ketiga adalah latihan pertanyaan dan soal untuk melatih konsep baru dan

menghaluskannya. Pertanyaan yang dipakai harus dipilih sedemikian rupa

sehingga perbedaan antara konsepsi yang benar dan yang salah akan muncul

dengan jelas

3. Miskonsepsi Tentang Gaya

Miskonsepsi terdapat pada semua bidang sains, tidak ada bidang sains

yang dikecualikan dalan hal miskonsepsi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

miskonsepsi terjadi secara universal di seluruh dunia bagaimanapun lingkungan

soaial budaya, bahasa, maupun etniknya. Konsepsi dan miskonsepsi siswa diduga

kuat terbentuk pada masa anak dalam interaksi otak dengan alam. Sejak kecil anak

berpengalaman dengan alam sekitarnya, maka di dalam otaknya sudah terbentuk

konsepsi atau miskonsepsi yang berhubungan dengan konsep-konsep tersebut

(Berg, dalam Tayubi, 2005 : 5).

Miskonsepsi banyak terjadi dalam bidang fisika. Dari 700 studi mengenai

konsep alternatif bidang fisika, ada 300 yang meneliti tentang miskonsepsi dalam

mekanika, 159 tentang listrik, 70 tentang panas, optika dan sifat-sifat materi, 35

tentang bumi dan antariksa, serta 10 studi mengenai fisika modern. Dapat terlihat

bahwa bidang mekanika berada di urutan teratas dari bidang-bidang fisika yang

mengalami miskonsepsi. Masih banyak siswa yang mengalami miskonsepsi

Page 13: 1,2,3

13

mengenai perpindahan, jarak, kecepatan dan kecepatan. Beberapa siswa masih

bingung tentang kecepatan dan percepatan benda.

Mikonsepsi mengenai prinsip-prinsip dasar gaya dan gerak bahkan masih

sering dijumpai. Miskonsepsi mengenai hukum I Newton diantaranya adalah

siswa masih percaya dengan konsep impetus, apabila resultan gaya nol maka

kelajuan berkurang dan kecepatan benda konstan jika resultan gaya konstan.

Pada saat siswa melihat benda yang mula-mula bergerak menjadi berhenti

ketika tidak ada gaya eksternal yang mempengaruhi. Terkadang siswa berfikir

bahwa benda yang bergerak akan terhenti jika resultan gaya yang bekerja adalah

nol. Padahal Newton sudah memberikan penjelasan bahwa yang membuat benda

tersebut berhenti adalah gaya gesek.

4. Kajian Teori Tentang Gaya dan Gerak

a. Gaya

Apabila kita mendorong atau menarik sebuah benda, maka dapat dikatakan

kalau kita memberikan gaya pada benda itu. Giancoli dalam edisi kelimanya

(2001 : 90) menjelaskan tentang pengertian gaya. Gaya digambarkan berupa

tarikan atau dorongan. Dalam pengertian lain, gaya ialah suatu tarikan atau

dorongan yang dapat menimbulkan perubahan gerak. Dengan demikian, jika

benda ditarik atau didorong dan sebagainya maka pada benda bekerja gaya dan

keadaan gerak benda dapat dirubah.

Gaya dapat juga dilakukan oleh benda-benda mati, misalnya suatu pegas

yang regang akan melakukan gaya kepada benda-benda yang diikatkan pada

ujung-ujung pegas tersebut, udara yang dmampatkan akan melakukan gaya

kepada dinding-dinding wadah udara itu, sebuah lokomotif akan melakukan gaya

pada deretan gerbong-gerbong yang sedang ditariknya (Zemansky, 1999 : 6).

Gaya adalah penyebab gerak. Satuan gaya dalam SI adalah newton (N),

dimana 1 N = 1 kgm/s2. Gaya termasuk besaran vektor, karena gaya ditentukan

oleh besar dan arah, besarnya dapat dilukiskan dengan diagram vektor yang

berupa anak panah. Panjang anak panah menyatakan nilai atau besar gaya,

Page 14: 1,2,3

14

sedangkan arah anak panah menyatakan arah gaya. Besarnya vektor ditulis dengan

huruf tebal. Huruf yang sama tetapi bentuknya biasa (tidak tebal) menyatakan

besar dari besaran yang bersangkutan. Jadi, besar dari vektor gaya F dinyatakan

dengan F (Zemansky, 1999 : 8).

Pen

Gambar 2.1 Vektor gaya

Dua vektor (matematis) dianggap sama berdasarkan definisi apabila

keduanya memiliki besar dan arah yang sama. Jadi, vektor A dan B dalam gambar

2.2 (a) memiliki besar dan arah yang sama. Sebuah vektor dapat digerakkan sesuai

dengan kehendak kita, asal panjang dan arahnya tidak diubah.

Gambar 2.2 Resultan oleh dua buah vektor

Hasil penjumlahan vektor dari dua buah vektor secara matematis dapat

ditentukan dengan cara sebagai berikut: andaikan A dan B pada gambar 2.2(a)

merupakan dua vektor yang diketahui. Lalu kedua vektor dilukis seperti gambar

(b), dengan titik pangkal A diletakkan di titik ujung B. Besar dan arah vektor C

sama. Maka besar C yang merupakan vektor hasil penjumlahan A dan B

dituliskan dalam Zemansky (1999 : 9):

C = A+ B

A + B = B + A (2.1)

Page 15: 1,2,3

15

Terkadang kita diharuskan mengurangkan besar sebuah vektor dengan

besar sebuah vektor lainnya. Proses pengurangan satu besaran vektor dengan yang

lainnya sama dengan menambah (secara vektoral) dengan negatif vektor

pengurang itu. Dalam hal ini, negatif suatu vektor didefinisikan sebagai vektor

yang besarnya sama tetapi arahnya berlawanan. Gambar 2.2(c) vektor -B

berlawanan dengan vektor B, oleh karena itu penjumlahan gayanya merupakan

selisih antara vektor A dan vektor B.

Dua gaya yang dinyatakan oleh vektor F1 dan F2 pada gambar 2.3(a)

serentak bekerja di sebuah titik A pada sebuah benda. Maka gaya yang bekerja

pada benda itu merupakan suatu gaya tunggal, yang besar, arah dan garis kerjanya

dinyatakan oleh vektor jumlahan R dari gaya-gaya asal, yang ekuivalen dengan

kedua vektor tersebut. Gaya tunggal ini disebut dengan resultan dari gaya-gaya

asal tadi. Oleh sebab itu penjumlahan dua vektor gaya sama dengan operasi fisis

mencari resultan dari dua gaya yang serentak bekerja pada sebuah titik yang

tertentu. Gambar resultan dari dua buah gaya yang bekerja serentak pada sebuah

benda dapat dilihat pada gambar (b). Resulan gaya FR besarnya dapat dinyatakan

dalam persamaan 2.2 (Zemansky, 1999 : 14), yaitu:

FR=√F12+F2

2 (2.2)

Gambar 2.3 (a) Dua buah gaya yang bekerja pada benda; (b) Resultan gaya

b. Massa dan Berat

Berat suatu benda berbeda dengan massanya. Berat (w) adalah besarnya

gaya tarik bumi terhadap benda tersebut dan arahnya menuju pusat bumi. Arah

gaya berat benda yang selalu menuju ke pusat bumi dapat dilihat dalam gambar

2.4. Sedangkan massa merupakan ukuran inersia suatu benda. Artinya, massa

Page 16: 1,2,3

16

suatu benda menunjukkan seberapa besar kecenderungan benda itu untuk

mempertahankan keadaannya. Semakin besar massa suatu benda, semakin besar

gaya yang diperlukan untuk untuk mengubah keadaan geraknya. Massa diukur

dengan menggunakan timbangan atau neraca. Satuan massa dalam SI adalah kg.

Gambar 2.4 Arah gaya berat bumi menuju ke pusat bumi

Perbedaan massa dan berat yaitu, massa (m) merupakan besaran skalar di

mana besarnya di sembarang tempat untuk suatu benda yang sama selalu tetap.

Sedangkan berat (w) merupakan besaran vektor di mana besarnya tergantung pada

tempatnya (tergantung pada percepatan gravitasi tempat benda berada).

Berat benda merupakan suatu gaya. Sebuah benda yang mengalami gerak

jatuh bebas dari suatu tempat yang cukup tinggi relatif terhadap tanah bila

gesekan udara dapat diabaikan, maka pada benda hanya bekerja gaya gravitasi

bumi. Hal itu berarti bahwa percepatan benda sama dengan percepatan gravitasi

bumi yang besarnya rata-rata 9,8 m/s2. Jadi, apabila suatu benda dibiarkan jatuh

bebas, gaya yang mempengaruhi adalah beratnya (w), dan percepatan yang

disebabkan oleh gaya ini merupakan percepatan akibat gravitasi g. Berdasarkan

persamaan umum F=ma, maka khusus dalam kasus jatuh bebas menjadi

persamaan 5.6 (Zemansky, 1999 : 100) yaitu:

w=mg (2.3)

berat benda merupakan suatu gaya, dan harus dinyatakan dalam satuan gaya

menurut sistem satuan yang digunakan. Jadi, dalam sistem mks, satuan berat ialah

1N, dalam sistem cgs ialah I dyne, dan dalam sistem Inggris ialah 1 lb.

Page 17: 1,2,3

17

c. Macam-macam gaya

1) Gaya sentuh dan gaya tak sentuh

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering berinteraksi dengan gaya kontak

(gaya sentuh) maupun gaya tak sentuh. Gaya sentuh adalah gaya yang bekerja

pada suatu benda dengan melalui sentuhan pada permukaan benda tersebut.

Contoh gaya sentuh antara lain, seorang anak yang mendorong meja, seorang anak

yang mengayuh sepeda, dan pemain basket yang melempar bola basket (gambar

2.5(a)).

Jika benda dapat bergerak tanpa dibantu oleh dorongan atau tarikan gaya

otot, berarti benda itu bergerak oleh gaya tak sentuh. Gaya tak sentuh dapat

didefinisikan sebagai gaya yang bekerja pada benda tanpa menyentuh benda

tersebut. Contoh gaya tak sentuh antara lain gaya gravitasi bumi (gambar 2.5 (b)),

gaya listrik, dan gaya magnet. Gaya tersebut timbul walaupun kedua benda tidak

bersentuhan secara langsung.

(a) (b)

Gambar 2.5 (a) Gaya sentuh, (b) Gaya gravitasi bumi

2) Gaya gravitasi dan gaya normal

Gaya gravitasi bekerja pada sebuah benda ketika benda tersebut jatuh.

Ketika benda berada dalam keadaan diam di bumi gaya gravitasi padanya tidak

hilang. Pasti ada gaya lain pada benda tersebut untuk mengimbangi gaya gravitasi.

Contohnya pada saat sebuah benda diletakkan di atas sebuah bidang, maka bidang

Page 18: 1,2,3

18

itu memberi gaya dorong ke atas. Gaya yang diberikan oleh meja ini disebut gaya

kontak, kaena terjadi ketika dua benda bersentuhan. Ketika gaya kontak tegak

lurus terhadap permukaan kontak, gaya itu biasa disebut gaya normal (Giancoli,

1998 : 102).

Gaya normal didefinisikan sebagai gaya yang bekerja pada bidang sentuh

antara dua permukaan benda yang saling bersentuhan dan arahnya selalu tegak

lurus pada bidang sentuh. Gambar 2.6 menunjukkan bahwa arah vektor gaya

normal selalu tegak lurus terhadap permukaan sentuh bidang bagaimana pun

posisi benda diletakkan.

N N

N

N

Gambar 2.6 Gaya normal yang bekerja pada suatu benda

3) Gaya gesek

Apabila permukaan sebuah benda meluncur di sebuah permukaan benda

lain, masing-masing benda akan melakukan gaya gesekan. Gaya gesekan terhadap

tiap benda berlawanan arahnya dengan arah geraknya, relatif terhadap benda

lawannya. Gesekan biasanya terjadi di antara dua permukaan benda yang

bersentuhan, baik terhadap udara, air atau benda padat. Ketika sebuah benda

bergerak di udara, permukaan benda tersebut akan bersentuhan dengan udara

sehingga terjadi gesekan antara benda tersebut dengan udara, demikian juga ketika

bergerak di dalam air. Gaya gesekan juga selalu terjadi antara permukaan benda

padat yang bersentuhan, sekalipun benda tersebut sangat licin.

Dalam gambar 2.7 (a) sebuah balok terletak diam di atas permukaan

horisontal dalam keadaan setimbang dibawah pengaruh beratnya W dan gaya P

yang dilakukan permukaan terhadapnya. Kemudian seutas tali diikatkan pada

balok dan gaya tegangan tali T dalam tali ditambahkan sedikit demi sedikit,

Page 19: 1,2,3

19

seperti pada gambar 2.7 (b). Bila gaya tegangan itu tidak terlampau besar, balok

akan tetap diam. Gaya P yang dilakukan oleh permukaan terhadap balok akan

miring ke kiri karena ketiga gaya P, w dan T harus kongruen. Komponen P yang

sejajar dengan permukaan disebut gaya gesek statis fs. Komponen lainnya, N

adalah gaya normal yang dilakukan permukaan terhadap balok. Berdasarkan

syarat-syarat kesetimbangan, gaya gesek statis sama dengan gaya T dan gaya

normal sama dengan gaya berat w.

Gambar 2.7. Gaya gesek pada bidang

Gaya gesek statis (fs) bekerja ketika pada saat benda diam (berhenti) atau

benda tepat akan bergerak. Pada balok 2.7 (c) jika gaya T terus diperbesar, maka

akan tercapailah suatu harga limit, pada harga dimana balok akan terlepas dari

permukaan lalu mulai akan bergerak. Dengan kata lain, gaya gesek statis fs itu ada

harga maksimumnya. Bila gaya T tepat dibawah harga maksimumnya gerak akan

mulai. Jika T melebihi harga maksimum ini, balok akan bergerak dan tidak lagi

dalam keadaan setimbang.

Untuk sepasang permukaan tertentu harga maksimum fs hampir

berbanding lurus dengan gaya normal N. Jadi, gaya gesek statis dapat mempunyai

harga nol (jika tidak ada gaya sejajar terhadap permukaan yang bekerja padanya)

dan suatu harga maksimu yang berbanding lurus dengan N atau sama dengan f s =

Page 20: 1,2,3

20

sN. Faktor s disebut koefisien gesek statis. Jadi besarnya gaya gesek statis dapat

dinyatakan sesuai dengan persamaan (2-6) Zemansky (1999 : 36) yaitu:

f s ≤ μs N (2.4)

Begitu gerakan dimulai, ternyata bahwa gaya gesekan itu berkurang. Gaya

gesekan baru ini dinamakan gaya gesek kinetik fk, yaitu gaya gesek yang terjadi

pada saat benda bergerak. Untuk sepasang permukaan tertentu, besar gaya gesek

kinetik juga hampir berbanding lurus dengan gaya normal. Faktor perbandingan

k disebut koefisien gesekan kinetik. Jadi kalau balok bergerak, beasr gaya gesek

kinetik ditentukan berdasarkan persamaan (2-7) dalam Zemansky (1991 : 36):

f s ≤ μs N (2.5)

d. Hukum Newton tentang Gerak

1) Hukum I Newton

Hukum I Newton berbunyi : “ sebuah benda tetap pada keadaan awalnya

yang diam atau bergerak dengan kecepatan yang sama kecuali ia dipengaruhi oleh

suatu gaya yang tak seimbang, atau gaya eksternal” (Tipler, 1998 : 87-88).

Jika resultan dari gaya-gaya yang bekerja pada sebuah benda sama dengan

nol, maka benda tersebut :

a) Jika dalam keadaan diam akan tetap diam

b) Jika dalam keadaan bergerak lurus beraturan akan tetap bergerak lurus

beraturan

Keadaan tersebut di atas disebut juga dengan hukum kelembaman.

Kecenderungan benda untuk untuk mempertahankan keadaan diam atau gerak

tetapnya disebut dengan inersia atau kelembaman. Dengan demikian, hukum

Newton pertama sering disebut dengan hukum inersia.

2) Hukum II Newton

Hukum Newton pertama menyatakan bahwa jika tidak ada gaya total yang

bekerja pada sebuah benda, benda tersebut akan tetap diam, atau jika sedang

bergerak, akan tetap bergerak dengan laju konstan dalam garis lurus. Jika sebuah

Page 21: 1,2,3

21

gaya total F diberikan pada sebuah benda bermassa m akan menyebabkan

perubahan lajunya yang menimbulkan adanya percepatan a (lihat gambar 2.8).

Sehingga dapat dikatakan bahwa gaya total menyebabkan percepatan.

Gambar 2.8 Percepatan a oleh gaya F pada benda bermassa m

Percepatan yang ditimbulkan oleh gaya yang bekerja pada suatu benda

berbanding lurus dan searah dengan gaya itu dan berbanding terbalik dengan

massa benda. Semakin besar massa, semakin kecil pula percepatannya. Newton

menyatakan hukum II Newton secara matematis dalam persamaan (4-1) dalam

Giancoli (2001 : 95) sebagai berikut:

a ∞∑ F

m atau ∑ F ∞ ma

∑ F=ma (2.4)

dimana a adalah percepatan, m adalah massa dan ΣF merupakan gaya total.

Simbol Σ berarti jumlah dari. F adalah gaya, sehingga ΣF berarti jumlah vektor

dari semua gaya yang bekerja pada benda tersebut, yang didefinisikan sebagai

gaya total. Hukum Newton kedua menghubungkan antara deskripsi gerak dengan

penyebabnya, yaitu gaya. Hukum ini merupakan hubungan paling dasar pada

fisika. Dari hukum Newton kedua kita bisa membuat definisi yang lebih tepat

mengenai sebuah gaya sebgai sebuah aksi yang bisa mempercepat sebuah benda.

Tabel 2.2 Dibawah ini merupakan tabel yang menyatakan satuan-satuan gaya,

massa dan percepatan dalam ketiga sistem satuan.

Tabel 2.2. Satuan Gaya, Massa dan Percepatan

Sistem satuan Gaya Massa Percepatan

Mks newton (N) kilogram (kg) m sek -2

Cgs dyne (dyn) gram (g) cm sek -2

Inggris pound (lb) Slug ft sek -2

F

Page 22: 1,2,3

22

(Sumber : Zemansky, 1999 : 96)

3) Hukum III Newton

Gaya yang diberikan kepada sebuah benda selalu diberikan oleh benda

lain. Hukum III Newton disebut juga hukum aksi-reaksi. Zemansky dalam

bukunya yang berjudul “Fisika untuk Universitas 1” (1994 : 24) menyatakan

bahwa ketika suatu benda melakukan gaya ke benda lain, maka benda yang kedua

itu selalu akan melakukan gaya pula kepada benda yang pertama, yang sama

besarnya, berlawanan arahnya (atau tandanya) dan mempunyai garis kerja yang

sama.

Gambar 2.9 Gaya aksi – reaksi

Pada gambar 2.9 dapat dilihat sebuah gambar seseorang yang sedang

mendorong almari. Gaya aksi bekerja pada seorang yang sedang mendorong

almari, gaya reaksi yang sama besar akan diberikan oleh almari kepada seorang

yang mendorongnya dengan arah yang berlawanan dengan arah gaya aksi. Dapat

disimpulkan bahwa gaya aksi dan reaksi bekerja pada dua buah benda yang

berbeda dengan besar yang sama dan memiliki arah yang berlawanan.

Secara matematis, Hukum III Newton dapat dinyatakan dalam persamaan

(4-2) dalam Zemansky (1999 : 100) yaitu:

Faksi = - Freaksi (2.5)

Faksi = - Freaksi memiliki besar yang sama dan tanda minus menunjukkan

bahwa kedua gaya tersebut berlawanan arah. Hukum III Newton menunjukkan

bahwa gaya-gaya di alam semesta ini selalu muncul berpasangan, tidak pernah

Page 23: 1,2,3

23

ada gaya yang muncul sendirian. Tidak ada gaya reaksi tanpa didahului oleh gaya

aksi, dan tidak ada gaya aksi yang tidak diikuti gaya reaksi.

e. Gerak dalam bidang

1) Komponen utama dalam gerak

Jika kita memperhatikan keadaan di sekeliling kita, ternyata semua benda

di alam ini selalu bergerak. Benda dikatakan bergerak kedudukannya selalu

berubah terhadap titik acuan tertentu. Gerak bersifat relatif, artinya bergantung

padda titik acuan yang digunakan. Ada beberapa besaran yang merupakan

komponen utama dalam gerak, yaitu :

a) Jarak dan perpindahan

Jarak adalah panjang lintasan yang di tempuh oleh suatu benda dalam

selang waktu tertentu. Jarak merupakan besaran skalar. Sedangkan perpindahan

adalah perubahan suatu benda karena adanya selang waktu tertentu. Perpindahan

hanya bergantung pada posisi sehingga perpindahan merupakan besaran vektor

b) Kecepatan dan kelajuan

Kelajuan adalah besaran yang tidak bergantung pada arah dan hanya

bernilai positif saja (merupakan besaran skalar). Istilah laju menyatakan seberapa

jauh sebuah benda berjalan dalam suatu selang waktu tertentu. Jika sebuah mobil

menempuh 240 kilometer dalam 3 kam, kita katakan bahwa laju rata-ratanya

adalah 80 km/jam. Secara umum laju rata-rata sebuah benda didefinisikan sebagai

jarak yang ditempuh sepanjang lintasannya dibagi waktu yang diperlukan untuk

menempuh jarak tersebut, besarnya kelajuan secara matematis dirumuskan dalam

persamaan (2-1) dalam Giancoli (2001 : 25) yaitu

laju rata−rata= jarak tempuhwaktu tempuh yangdiperlukan

(2.6)

Istilah laju dan kecepatan sering dipertukarkan. Laju adalah sebuah

bilangan positif dengan satuan. Kecepatan digunakan untuk menyatakan baik

besar (nilai numerik) mengenai seberapa cepat sebuah benda bergerak maupun

arah geraknya (Giancoli, 2001 : 25). Kecepatan adalah besaran yang bergantung

Page 24: 1,2,3

24

pada arah, serta memiliki nilai positif atau negatif (merupakan besaran vektor).

Kecepatan rata-rata didefinisikan dalam hubungannya dengan perpindahan secara

matematis dirumuskan dalam persamaan (2-1) dalam Giancoli (2001 : 25) yaitu:

kec epatan rata−rata= perpindahanwaktu yang ditempuh

(2.7)

c) Percepatan

Benda yang kecepatannya berubah dikatakan mengalami percepatan.

Percepatan adalah perbandingan kecepatan dengan waktu tertentu dan arahnya

sesuai dengan arah gerakan benda. Percepatan menyatakan seberapa cepat

kecepatan sebuah benda berubah. Percepatan rata-rata didefinisikan sebagai

perubahan kecepatan dibagi waktu yang secara matematis dirumuskan dalam

persamaan (2-4) dalam Zemansky (1999 : 28) sebagai berikut:

a=v2−v1

t 2−t 1

=∆ v∆ t

(2.8)

Percepatan juga merupakan vektor, tetapi untuk gerak satu dimensi hanya

perlu digunakan tanda plus atau minus untuk menunjukkan arah relatif terhadap

sistem koordinat yang dipakai.

2) Gerak melingkar

Gambar 2.10. Vektor kecepatan gerak melingkar

Gerak melingkar adalah gerak suatu benda yang lintasannya berupa

lingkaran. Arah gerak melingkar sama dengan arah busur lingkaran. Sebuah

partikel yang bergerak melingkar dengan radius r dan laju konstan v mempunyai

Page 25: 1,2,3

25

percepatan selalu menuju pusat lingkaran. Percepatan itu disebut dengan

percepatan sentripetal (asp) yang besarnya dirumuskan dalam persamaan (5-1)

dalam Giancoli (2001 : 134) yaitu:

asp=v2

r(2.8)

Percepatan ini bergantung pada v dan r. Untuk laju v yang lebih besar,

semakin cepat pula kecepatan berubah arah dan semakin besar radius, makin

lambat kecepaan berubah arah.

Vektor percepatan menuju ke arah pusat lingkaran. Tetapi vektor kecepatan

selalu menuju ke arah gerak. Dengan demikian vektor kecepatan dan percepatan

tegak lurus satu sama lain di setiap titik jalurnya untuk gerak melingkar, lihat

gambar 2.10. Ini sekaligus membenarkankan anggapan yang selama ini salah

yaitu percepatan dan kecepatan selalu dalam arah yang sama. Untuk sebuah benda

yang jatuh vertikal, percepatan dan kecepatan memang paralel. Tetapi, pada gerak

melingkar, keduanya tidak paralel, dimana a = g selalu berarah ke pusat bumi

tetapi vektor kecepatan bisa memiliki berbagai arah.

Arah gerak melingkar tidak searah dengan lintasan lingkaran. Arah gerak

melingkar di suatu titik pada lintasan adalah arah garis singgung. Jika arah gerak

sesuai dengan arah lintasan lingkaran, maka arah resultan antara arah kecepatan

itu dengan kecepatan yang ditimbulkan oleh gaya sentripetal masuk ke dalam.

Karena ini terjadi pada setiap titik, maka arah lintasan akan mengarah ke dalam.

Kalau ini terjadi maka tidak terbentuk lintasan lingkaran, Tetapi berbentuk seperti

spiral tiga roda, makin lama makin pendek jari-jarinya. Ternyata bukan seperti

spiral. Maka, arah gerak memang tidak searah dengan lintasan lingkaran. Yang

betul arah gerak melingkar di suatu titik pada lintasan adalah arah garis singgung.

Resultannya menghasilkan gerak melingkaran beraturan.

3) Gaya sentripetal dan gaya sentrifugal

Menurut hukum II Newton (∑ F=ma), sebuah benda yang memiliki

percepatan harus memiliki gaya total yang bekerja padanya. Benda yang bergerak

membentuk lingkaran, seperti sebuah bola di ujung tali, dengan demikinan harus

Page 26: 1,2,3

26

memiliki gaya yang bekerja padanya untuk mempertahankan geraknya dalam

lingkaran itu. Dengan demikian, diperlukan gaya total untuk memberinya

percepatan sentripetal. Besarnya gaya sentripetal dirumuskan dalam persamaan

(5-3) dalam Giancoli (2001 : 136) yaitu:

FR=m aR=mv2

r(2.9)

Percepatan sentripetal aR diarahkan menuju pusat lingkaran pada setiap

waktu, gaya total juga harus diarahkan ke pusat lingkaran. Gaya total jelas perlu,

karena jika tidak ada gaya total yang diberikan, benda tersebut tidak akan

beregerak membentuk lingkaran melainkn bergerak pada garis lurus, sebagaimana

dikatakan oleh Newton.

Gambar 2.11. Gaya sentripetal

Untuk gerak melingkar, arah gaya total ini harus bekerja menuju ke pusat

lingkaran (lihat gambar 2.11). Arah gaya total dengan demikian terus berubah

sehingga selalu diarahkan ke pusat lingkaran. Gaya ini disebut dengan gaya

sentripetal. Gaya sentripetal bukan jenis gaya baru, istilah ini hanya digunakan

untuk mendefinisikan arah gaya total yang diarahkan menuju pusat lingkaran.

Ada kesalahpahaman umum bahwa benda yang bergerak melingkar

mempunyai gaya keluar yang bekerja padanya yang berguna untuk menjaga

kesetimbangannya, yang kemudian disebut dengan gaya sentrifugal (menjauhi

pusat). Hal ini tidak benar, tidak ada gaya keluar (Giancoli, 2001 : 136). Konsepsi

bahwa perlu suatu gaya agar benda tetap dalam keadaan setimbang adalah hasil

pengamatan yang salah, karena benda itu bukan tetap ada disana, tetapi akan terus

Page 27: 1,2,3

27

bergerak. Sesaat demi sesaat akan berubah posisinya pada lintasannya yang

berbentuk lingkaran itu (Zemansky, 1999 : 138). Benda bergerak dalam vektor

kecepatan v dan menurut hukum I Newton, akan terus bergerak dalam arah ini

kecuali kalau ada suatu resultan yang bekerja terhadapnya. Apabila ada gaya yang

mengarah keluar bekerja terhadapnya, yang sama besar dan berlawanan arah

dengan komponen gaya sentripetal yang mengarah ke dalam, maka tidak akan ada

gaya resultan arah ke dalam yang akan menyimpangkan arahnya dari arah gerak

yang sedang dilangsungkannya. Kesetimbangan hanya dipakai untuk keadaan

diam atau untuk gerak lurus dengan kelajuan konstan. Dalam gerak melingkar,

gerak mempunyai percepatan ke arah pusat lingkaran dan harus ada gaya resultan

atau gaya yang tidak diimbangi bekerja terhadapnya untuk menghasilkan

percepatan tersebut (Zemansky, 1999 : 138).

4) Gerak jatuh bebas

Gambar 2.12 merupakan contoh peristiwa gerak jatuh bebas yang terjadi

pada sebuah buku dan selembar kertas. Benda-benda itu berada di satu tempat

yang sama tinggi dari tanah. Pada suatu saat, benda-benda itu dilepaskan dari

tempatnya, dan langsung bergerak ke bawah. Jika tidak ada pengahalang lain, juga

tidak ada gesekan udara, maka percepatan akibat gaya berat dan diberi simbol

huruf g. Pada atau dekat permukaan bumi besar percepatan ini kira-kira 9,8 ms -2

(Zemansky, 1999 : 77). Hal ini menunjukkan bahwa waktu tempuh selama benda

jatuh tidak dipengaruhi oleh massa benda.

Gambar 2.12. Gerak jatuh bebas

Page 28: 1,2,3

28

5. Identifikasi Miskonsepsi dengan Certainty of Response Index (CRI)

Sampai saat ini usaha dalam pengidentifikasian miskonsepsi masih

menemui kesulitan dalam hal membedakan antara siswa yang mengalami

miskonsepsi dengan siswa yang tidak tahu konsep. Kesalahan dalam

pengidentifikasian menyebabkan kekeliruan dalam upaya penanggulangannya.

Oleh karena itu, perlu adanya pengetahuan dan kemampuan untuk

mengidentifikasi miskonsepsi yang dialami siswa secara tepat.

Hasan et al (1999 : 294-299) mengajukan suatu metode untuk

mengidentifikasi sekaligus membedakannya dengan siwa yang tidak tahu konsep.

Metode tersebut dikenal dengan istilah CRI (Certainty of Response Index). CRI

merupakan ukuran tingkat keyakinan/kepastian responden dalam menjawab setiap

pertanyaan (soal) yang diberikan. CRI (Certainty of Response Index) biasanya

didasarkan pada suatu skala dan diberikan bersamaan dengan setiap jawaban suatu

soal. Sebagai contoh dapat dilihat dalam tabel skala dan kriteria CRI skala enam

(0-5) pada tabel 2.3 dalam Hasan, et al (1999 : 297) berikut ini:

Tabel 2.3. Skala dan Kriteria CRI

CRI Kriteria0 (Totally guesed answer)1 (Almost guess)2 (Not sure)3 (Sure)4 (Almost certain)5 (Certain)

Sumber : Hasan (1999 : 297)

Tingkat kepastian jawaban tercermin dalam skala CRI yang diberikan,

dalam hal ini berdasarkan dengan tinggi rendahnya indeks kepastian jawaban

(CRI) yang diberikannya untuk soal tersebut. CRI yang rendah menandakan

ketidakyakinan konsep pada diri responden dalam menjawab sesuatu pertanyaan,

dalam hal ini jawaban biasanya ditentukan atas dasar tebakan semata. Sebaliknya

CRI yang tinggi mencerminkan keyakinan dan kepastian konsep yang tinggi pada

diri responden dalam menjawab pertanyaan.

Tayubi (2005 : 6) menyatakan bahwa angka 0 menandakan tidak tahu

konsep sama sekali tentang metode-metode atau hukum-hukum yang diperlukan

Page 29: 1,2,3

29

untuk menjawab suatu pertanyaan (jawaban ditebak secara total), sementara angka

5 menandakan kepercayaan diri yang penuh atas kebenaran pengetahuan tentang

prinsip-prinsip, hukum-hukum dan aturan-aturan yang dipergunakan untuk

menjawab suatu pertanyaan (soal), tidak ada unsur tebakan sama sekali. Dengan

kata lain, ketika seorang responden diminta untuk memberikan CRI bersamaan

dengan setiap jawaban suatu pertanyaan (soal), sebenarnya dia diminta untuk

memberikan penilaian terhadap dirinya sendiri akan kepastian yang dia miliki

dalam memilih aturan-aturan, prinsip-prinsip dan hukum-hukum yang telah

tertanam dibenaknya hingga dia dapat menentukan jawaban dari suatu pertanyaan.

Tayubi (2005 : 6) menyatakan bahwa responden yang memberikan derajat

kepastian yang rendah (CRI 0-2) maka hal ini menggambarkan bahwa proses

penebakan memainkan peranan dalam menentukan jawaban, secara tidak

langsung mencerminkan ketidaktahuan konsep yang mendasari penentuan

jawaban. Jika CRI tinggi (CRI 3-5), maka responden memiliki kepercayaan diri

yang tinggi dalam memilih jawaban. Jika responden memperoleh jawaban yang

benar ini dapat menunjukkan bahwa terdapat tingkat keyakinan yang tinggi

terhadap kebenaran konsepsi. Akan tetapi jika jawaban yang diperoleh salah

menunjukkan kekeliruan konsepsi dalam pengetahuan tentang suatu materi subjek

yang dimilikinya dan dapat menjadi suatu indikator terjadinya miskonsepsi. Dari

ketentuan-ketentuan seperti itu, menunjukkan bahwa dengan CRI yang diminta,

ketika digunakan bersamaan dengan jawaban untuk suatu pertanyaan,

memungkinkan kita untuk dapat membedakan antara tahu konsep, miskonsepsi

dan tidak tahu konsep.

B. Kerangka Berfikir

Sebelum mempelajari fisika, semua siswa sudah mempunyai pengalaman

dengan peristiwa-peristiwa fisika. Dengan pengalaman itu, maka dibenak para

siswa sudah terbentuk suatu intuisi dan teori siswa yang belum tentu benar

mengenai peristiwa-peristiwa fisika sebelum mereka mempelajarinya. Banyak hal

Page 30: 1,2,3

30

yang diperoleh melalui pengalaman dan hal tersebut menjadi sebuah pengetahuan

yang berhubungan dengan IPA.

Tidak semua siswa mempunyai pemahaman dan penafsiran yang sama

tentang konsep IPA. Siswa membangun konsepsi tersendiri, sehingga tafsiran

seseorang terhadap suatu realita bersifat individu. Siswa seringkali mengalami

konflik dalam dirinya ketika berhadapan dengan informasi baru dengan konsep

awal yang telah dibawa sebelumnya. Pada umumnya, informasi baru tersebut

bertentangan dengan prakonsepsi yang dimiliki siswa. Apabila siswa mempunyai

konsepsi yang berbeda dengan konsep ilmiah yang benar maka hal inilah yang

akan menyebabkan terjadinya miskonsepsi.

Miskonsepsi terjadi karena penyimpangan antara kenyataan gejala alam

secara nyata dengan yang terdapat dalam pikiran siswa. Penyimpangan ini terjadi

karena hasil pemikiran mereka dalam pengalaman hidupnya menyerap konsep

salah atau kurang lengkap. Serta umumnya mereka lebih percaya pada konsep

yang diperoleh dari pengamatan yang merupakan hasil interaksi dengan alam

sekitar dan sifatnya lebih mantap dibanding dengan hasil pengajaran formal.

Melalui pengamatan diri sendiri, seolah-olah telah ditemukan konsep yang benar

tanpa berprasangka akan salah.

Menurut Clement, jenis miskonsepsi yang paling banyak terjadi adalah

bukan pengertian yang salah selama proses belajar mengajar, tetapi suatu konsep

awal (prakonsepsi) yang dibawa siswa ke kelas formal (Suparno, 2005 : 7).

Adanya miskonsepsi itu umumnya tidak disadari siswa dan terus berkembang.

Siswa secara konsisten akan mengembangkan konsep fisika yang salah, sehingga

terjadi miskonsepsi dan secara tidak sengaja terus menerus mengganggu pelajaran

fisika yang didapat dari sekolah. Miskonsepsi pada siswa yang muncul secara

terus menerus dapat mengganggu pembentukan konsepsi ilmiah. Miskonsepsi

juga akan menghambat pada proses penerimaan dan asimilasi pengetahuan-

pengetahuan baru dalam diri siswa, sehingga akan menghalangi keberhasilan

siswa. Pembelajaran yang tidak memperhatikan miskonsepsi akan menyebabkan

kesulitan belajar dan akhirnya akan bermuara pada rendahnya prestasi belajar

siswa.

Page 31: 1,2,3

Konsep teori Konsep real

miskonsepi

Identifikasi miskonsepsi

Akomodasi miskonsepsi

Peningkatan mutu pembelajaran IPA Fisika

31

Oleh karena itu penelitian ini sangat penting untuk dilakukan guna

memperoleh informasi mengenai miskonsepsi yang terjadi pada diri siswa.

Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan rujukan oleh guru agar dapat

mengakomodasikan miskonsepsi yang terjadi pada diri siswa yang dapat

berpengaruh dalam peningkatan mutu pembelajaran fisika dengan melakukan

pembenahan miskonsepsi pada pokok bahasan gaya dan hukum Newton melalui

upaya yang tepat.

Gambar 2.13. Bagan kerangka berfikir

Page 32: 1,2,3

32

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan merupakan jenis penelitian kualitatif, yaitu

penelitian yang bertujuan untuk menguraikan tentang sifat dari suatu keadaan,

yang dilakukan hanya sampai taraf melukiskan objek yang diselidiki.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di MAN 2 Kudus. Waktu peneltiaian dimulai

pada bulan Agustus – September 2012.

C. Subjek penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa MAN 2 Kudus kelas XI IA 1 dan

XI IA 2, seluruhnya berjumlah 67 siswa.

D. Sumber data

Dalam penelitian ini dibagi sumber data seperti di bawah ini, yaitu :

a. Sumber data primer yaitu sumber data yang diperoleh langsung dari subjek

penelitian. Dalam penelitian ini, yang termasuk sumber primer adalah

responden.

Page 33: 1,2,3

33

b. Sumber data sekunder yaitu sumber data yang diperoleh lewat pihak lain, tidak

langsung diperoleh peneliti dari subjek penelitiannya. Data sekunder dalam

penelitian ini adalah data-data atau informasi yang diperoleh dari pengamatan

atau observasi yang dilakukan pada saat pembelajaran berlangsung.

E. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar untuk

memperoleh data yang diperlukan. Dalam penelitian ini, langkah-langkah yang

dilakukan untuk pengumpulan data adalah :

1. Dokumentasi

Data yang diperoleh melalui studi dokumentasi digunakan untuk

memperoleh data-data diri responden yang mendukung penelitian, seperti data

nama responden.

2. Tes konsep

Tes konsep yang digunakan dalam penelitian ini mengadopsi dari tes

diagnostik yang dikembangkan oleh David Hestenes yaitu FCI (Force Concept

Inventory) versi revisi tahun 1995 yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa

Indonesia oleh Syuhendri. Force Concept Inventory (FCI) merupakan tes pilihan

ganda yang dirancang untuk mengkaji pemahaman pelajar terhadap konsep-

konsep yang paling mendasar dalam konsep gaya. Soal test berjumlah 30 item

yang dirancang untuk mendeteksi miskonsepsi pada konsep gaya di dalam fisika.

Versi original FCI dipublikasikan tahun 1992 oleh Hestenes, et al. FCI

didesain untuk enam dimensi konseptual dalam bidang gaya dan kinematik yang

terkait. Enam dimensi tersebut yaitu :

a. Kinematika

b. Hukum I Newton

c. Hukum II Newton

d. Hukum II Newton

32

Page 34: 1,2,3

34

e. Prinsip superposisi

f. Macam-macam gaya (gaya kontak dan gaya gravitasi)

Instrumen berupa tes konseptual dengan bentuk pilihan ganda, dimana

terdapat alternatif pilihan jawaban salah yang bertidak sebagai pengecoh, pada

opsi-opsi pilihan jawaban tersebut diperkirakan merupakan jawaban miskonsepsi

yang terjadi pada diri siswa. As a rule, “errors” on the Inventory are more

informative than “correct” choices. The commonsense alternatives to the

Newtonian concepts are commonly labeled as miscoceptions (Hestenes, 1992 : 2).

F. Teknik Analisis Data

Data-data yang diperoleh dari responden dalam penelitian ini di analisis

dengan metode analisis data kualitatif, yang digunakan untuk mengolah data yang

sifatnya tidak dapat diukur, monografis atau berwujud kasus yang memerlukan

penjabaran melalui uraian-uraian.

Analisis data dalam penelitian kualitatif dimulai sejak sebelum memasuki

lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan. Nasution dalam

Sugiyono (2010 : 336) menyatakan bahwa analisis telah mulai sejak merumuskan

dan menjelaskan masalah, sebelum terjun ke lapangan dan berlangsung terus

sampai penulisan hasil penelitian. Namun, dalam penelitian kualitatif analisis

data lebih difokuskan selama proses di lapangan bersamaan dengan pengumpulan

data.

Alur yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini untuk menganalisis

data adalah dengan menggunakan teknik analisis kualitatif yang dikemukakan

oleh Mattew B. Miles dan A. Michael Huberman dalam Sugiyono (2010 : 337),

yaitu :

1. Pengumpulan data

Dalam tahap pengumpulan data, semua informasi yang berasal dari

responden dikumpulkan sebagai bahan dalam proses berikutnya.

Page 35: 1,2,3

35

2. Tahap reduksi data

a. Tahap I

Memeriksa jawaban tes FCI untuk subjek setiap kategori dan

mengelompokkan hasil jawaban setiap tesberdasarkan tes FCI.

b. Tahap II

Peneliti melakukan kegiatan pengelompokan data dalam tahap ini, yaitu

mengkategorikan jawaban siswa berdasarkan kriteria M, T atau Mi. Dengan

demikian data yang direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan

mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan

mencarinya bila diperlukan. Jawaban siswa dikelompokkan berdasarkan beberapa

kategori, yaitu :

1) Kategori M (mengetahui konsep)

2) Kategori Mi (miskonsepsi)

3) Kategori T (tidak tahu konsep)

Tabel 3.1 merupakan matrik sederhana yang merupakan kombinasi antara

jawaban benar-salah yang diberikan oleh responden dengan tinggi-rendahnya

tingkat keyakinan (CRI) yang dimiliki oleh responden. Tabel ini digunakan

sebagai pedoman dalam pengelompokan siswa dalam kategori mengetahui konsep

(M), siswa yang mengalami miskonsepsi (Mi) dan siswa yang tidak tahu konsep

dapat terungkap (T).

Tabel 3.1. Ketentuan untuk membedakan antara tahu konsep, miskonsepsi dan

tidak tahu konsep untuk responden secara individu

Kriteria jawaban CRI rendah (<2,5) CRI tinggi (>2,5)Jawaban benar Tidak tahu konsep

(lucky guess)Menguasai konsep dengan baik

Jawaban salah Tidak tahu konsep(lucky guess)

Miskonsepsi

Sumber : Hasan (1999 : 296)

Tabel 3.2. Ketentuan untuk membedakan antara tahu konsep, miskonsepsi dan

tidak tahu konsep untuk kelompok responden

Page 36: 1,2,3

36

Kriteria jawaban Rata-rataCRI rendah (<2,5)

Rata-rataCRI tinggi (>2,5)

Jawaban benar Tidak tahu konsep(lucky guess)

Menguasai konsep dengan baik

Jawaban salah Tidak tahu konsep(lucky guess)

Miskonsepsi

Sumber : Hasan (1999 : 296)

Pengidentifikasian miskonsepsi untuk kelompok responden dapat

dilakukan dengan cara yang sama seperti untuk kasus tiap responden secara

individu, kecuali harga CRI merupakan rata-rata CRI tiap responden. Karena

dalam kasus kelompok responden jawaban yang diperoleh beragam antara benar

dan salah.

Hasil jawaban responden ditabulasi, setiap jawaban pertanyaan salah

ditandai dengan 0, dan 1 jika benar dan harga CRI (0 sampai 5). Pembagian

jumlah total responden yang menjawab pertanyaan dengan benar (diperoleh

dengan cara menjumlahkan tanda jawaban benar) dengan total jumlah responden

akan menghasilkan jumlah jawaban benar sebagai suatu fraksi dari total jumlah

siswa. Untuk suatu pertanyaaan yang diberikan, total CRI untuk jawaban salah

diperoleh dengan cara menjumlahkan CRI dari semua responden dengan jawaban

salah untuk pertanyaan tersebut. Rata-rata CRI untuk jawaban salah untuk suatu

pertanyaan yang diberikan diperoleh dengan cara membagi jumlah tersebut di atas

dengan jumlah responden yang menjawab salah. Rata-rata CRI untuk jawaban

benar dapat diperoleh melalui cara yang sama dengan perhitungan rata-rata CRI

untuk jawaban salah.

3. Tahap penyajian data

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah menyajikan data.

Dalam penelitian ini bentuk data yang dihasilkan adalah dalam bentuk teks

naratif, diagram yang dilengkapi dengan data hasil analisis deskriptif dalam

bentuk presentase untuk menggambarkan tingkat miskonsepsi siswa untuk tiap-

tiap sub konsep beserta penyebabnya. Untuk mendiskripsikan karakteristik setiap

tingkat miskonsepsi siswa untuk tiap-tiap sub konsep dengan cara membuat tabel

Page 37: 1,2,3

37

distribusi frekuensi dan dilengkapi dengan persentase yang dirumuskan dalam Ali

(Pradita, 2009 : 40) sebagai berikut:

P= fn

x100 %

Keterangan : P = Presentase (jumlah presentase yang dicari)

n = Jumlah responden

f = Frekuensi jawaban responden

100 % = Bilangan tetap

Rumusan tersebut diatas digunakan untuk mendapatkan angka presentase

jawaban responden pada angket, setelah data dipresentasekan kemudian dianalisis

dengan menggunakan kriteria sebagaimana dikemukakan oleh Ali (Pradita, 2009 :

40) yaitu:

100 % = Seluruhnya

76% - 99 % = Sebagian besar

51% - 75 % = Lebih dari setengahnya

50% = Setengahnya

0% = Tidak seorangpun

4. Tahap penarikan kesimpulan

Sesuai dengan tujuan dari penelitian ini, yaitu mengidentifikasi profil

miskonsepsi siswa, maka kesimpulan ditarik berdasarkan data yang dalam hal ini

sudah diolah, maka penarikan kesimpulan dilakukan dengan cara mengolah data.

G. Uji Keabsahan Data

Page 38: 1,2,3

38

Keabsahan data ialah kegiatan yang dilakukan agar hasil dalam penelitan

dapat dipertanggungjawakan dari segala sisi. Keabsahan data dalam penelitian ini

menggunakan keabsahan konstruk (construct validity) dengan triangulasi data

sebagai pemerikasaan untuk mencapai keabsahan data.

Keabsahan konstruk (construct validity) dalam penelitian kuantitatif

merupakan ukuran tentang kebenaran data yang diperoleh dengan instrumen,

yakni apakah instrumen itu sungguh-sungguh mengukur variabel yang

sebenarnya. Bila ternyata instrumen tidak mengukur apa yang sebenarnya diukur,

maka data yang diperoleh tidak sesuai dengan kebenaran seperti yang diharuskan

dalam penelitian, dan dengan sendirinya hasil penelitian tidak dapat dipercaya,

jadi tidak memenuhi syarat kredibilitas (Nasution, 2002 : 105). Uji kredibilitas

dalam penelitian ini dilakukan dengan triangulasi.

Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan

data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu atau teknik

pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu

untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu Teknik

triangulasi data dilakukan dengan memandingkan berbagai sumber data seperti

dokumen, arsip, juga dengan data yang diperoleh dari subjek-subjek penelitian

serta tim ahli yang dianggap meimliki sudut pandang yang berbeda (Sugiyono,

2010 : 374). Triangulasi dalam penelitian ini dilakukan dengan membandingkan

hasil penelitian dengan hasil penelitian lain yang terkait dengan miskonsepsi IPA

Fisika pokok bahasan gaya dan hukum Newton.