Upload
ayu-anissa-bahri
View
78
Download
15
Embed Size (px)
DESCRIPTION
doc
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit kusta atau dikenal juga dengan nama lepra dan Morbus Hansen
merupakan penyakit yang telah menjangkit manusia sejak lebih dari 4000 tahun yang
lalu. Kata lepra merupakan terjemahan dari bahasa Hebrew, zaraath, yang sebenarnya
mencakup beberapa penyakit kulit lainnya. Kusta juga dikenal dengan istilah kusta yang
berasal dari bahasa India, kushtha. Nama Morbus Hansen ini sesuai dengan nama yang
menemukan kuman, yaitu Dr. Gerhard Armauwer Hansen pada tahun 1874.1
Kusta adalah penyakit kronik granulomatosa yang terutama mengenai kulit,
saluran pernapasan atas dan sistem saraf perifer. Penyebab kusta adalah Mycobacterium
leprae yang bersifat intraseluler obligat, dan pada tahun 2009 telah ditemukan penyebab
baru yaitu Mycobacterium lepramatosis. Kusta dahulu dikenal dengan penyakit yang
tidak dapat sembuh dan diobati, namun sejak tahun 1980, dimana program Multi Drug
Treamtment (MDT) mulai diperkenalkan, kusta dapat didiagnosis dan diterapi secara
adekuat, tetapi sayangnya meskipun telah dilakukan terapi MDT secara adekuat, risiko
untuk terjadi kerusakan sensorik dan motorik yaitu disabilitas dan deformitas masih dapat
terjadi sehingga gejala tangan lunglai, mutilasi jari. Keadaan tersebut yang membuat
timbulnya stigma terhadap penyakit kusta.2 Meskipun 25 tahun terakhir banyak yang
telah dikembangkan mengenai kusta, pengetahuan mengenai patogenesis, penyebab,
pengobatan, dan pencegahan lepra masih terus diteliti.2
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Morbus Hansen (MH) adalah penyakit menular kronis yang disebabkan oleh
Mycobacterium leprae yang pertama-tama menyerang saraf tepi selanjutnya dapat
menyerang kulit, mukosa mulut, saluran nafas bagian atas, sistem retikulo endotelial,
mata, otot, tulang, cuping telinga, dan testis. Pada kebanyakan orang yang terinfeksi
dapat asimpomatis, namun pada sebagian kecil memperlihatkan gejala dan mempunyai
kecendrungan untuk menjadi cacat, khususnya tangan dan kaki.1,2
2.2 Etiologi
Disebabkan oleh kuman Mycobacterium leprae ditemukan pertama kali oleh
sarjana Norwegia GH Armauer Hansen pada tahun 1873. Kuman ini bersifat gram positif,
tidak bergerak dan tidak berspora, tahan asam, berbentuk batang, dengan ukuran 1-8µ,
lebar 0,2-0,5 µ, biasanya berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, basil obligat
intraseluler yang terutama dapat berkembangbiak dalam sel Schwann saraf, makrofag
kulit, dan tidak dapat dikultur dalam media buatan. Adanya distribusi lesi yang secara
klinik predomina pada kulit, mukosa hidung, dan saraf perifer superfisial menunjukkan
pertumbuhan basil ini cenderung menyukai temperatur kurang dari 37ºC. Masa belah diri
kuman ini memerlukan waktu yang sangat lama dibandingkan dengan kuman lain yaitu
12-21 hari,. Oleh karena itu masa tunas menjadi lama yaitu rata-rata 2-5 tahun.2
2.3 Cara penularan
MH dapat ditularkan dari penderita MH tipe multibasilar (MB) kepada orang lain
dengan cara penularan langsung. Cara penularan yang pasti belum diketahui, tetapi
sebagian besar para ahli berpendapat bahwa penyakit MH dapat ditularkan melalui
saluran pernafasan dan kulit.3
Patogenesis
Meskipun cara masuk M.leprae ke dalam tubuh masih belum diketahui dengan
pasti, beberapa penelitian telah memperlihatkan bahwa yang tersering ialah melalui kulit
2
yang lecet pada bagian tubuh yang bersuhu dingin dan melalui mukosa nasal. Bila kuman
masuk kedalam tubuh maka tubuh akan bereaksi dengan mengeluarkan makrofag untuk
memfagositnya.
Pada MH tipe LL terjadi kelumpuhan sistem imunitas selular, dengan demikian
makrofag tidak mampu menghancurkan kuman sehingga kuman dapat bermultifkasi
dengan bebas yang kemudian dapat merusak jaringan.
Pada MH tipe TT kemampuan fungsi sistem imunitas seluler tinggi, sehingga
makrofag sanggup menghancurkan kuman. Sayangnya setelah semua kuman
difagositosis, makrofag akan berubah menjadi sel epiteloid yang tidak bergerak aktif dan
kadang – kadang bersatu membentuk sel datia Langhans, bila infeksi ini tidak segera
diatasi akan terjadi reaksi berlebihan dan masa epiteloid akan menimbulkan kerusakan
saraf dan jaringan sekitarnya.
Sel Schwann merupakan sel target untuk pertumbuhan M.leprae, disamping itu
sel Schwann berfungsi sebagai demielinisasi dan hanya sedikit fungsinya sebagai
fagositosis. Jadi, bila terjadi gangguan imunitas tubuh dalam sel Schwann, kuman dapat
bermigrasi dan beraktivasi. Akibatnya aktivitas regenerasi saraf berkurang dan terjadi
kerusakan saraf yang progresif.4
2.4 Klasifikasi
Klasifikasi umum2 :
Klasifikasi Madrid
- Intermediet
- Tuberkuloid
- Borderline-dimorphous
- Lepromatosa
Klasifikasi Ridley-jopling
- Tuberkuloid
- Boderline tuberkuloid
- Mid-borderline
- Borderline lepromatous
- Lepromatosa3
Klasifikasi WHO dan Modifikasi WHO
- Pausibasilar (PB)
Hanya MH tipe I, TT dan sebagian besar BT dengan BTA negatif menurut
kriteria Ridley dan Jopling atau tipe I dan T menurut klasifikasi madrid.
- Multibasilar (MB)
Termasuk MH tipe LL, BL, BB dan sebagian BT menurut kriteria Ridley
dan Jopling atau B dan L menurut Madrid dan semua tipe MH dengan
BTA positif.
Tabel 1. perbedaan tipe PB dan MB menurut klasifikasi WHO1
PB MB
1.Lesi kulit (makula yang
datar, papul yang
meninggi, infiltrat, plak
eritem, nodus)
2.Kerusakan saraf
(menyebabkan hilangnya
sensasi/kelemahan otot
yang dipersarafi oleh
saraf yang terkena)
1-5 lesi
Hipopigmentasi/eritema
Distribusi tidak simetris
Hilangnya sensasi yang
jelas
Hanya satu cabang
saraf
> 5 lesi
Distribusi simetris
Hilangnya sensasi
kurang jelas
Banyak cabang saraf
2.5 Manifestasi klinis
Manifestasi klinis penyakit MH pada pasien mencerminkan tingkat kekebalan
selular pasien tersebut. Gejala dan keluhannya tergantung pada : 4,5
multifikasi dan diseminasi kuman M.leprae
respon imun penderita terhadap kuman M.leprae
komplikasi yang diakibatkan oleh kerusakan saraf perifer.
Ada 3 tanda kardinal, jika salah satunya ada, tanda tersebut telah cukup untuk
menetapkan diagnosis penyakit MH ini.
4
1. Lesi kulit yang anestesi
2. Penebalan saraf perifer
3. Ditemukan M.leprae (bakteriologis positif)
Adapun klasifikasi yang banyak dipakai dalam bidang penelitian adalah
klasifikasi menurut Ridley dan Jopling yang mengelompokan penyakit MH menjadi 5
kelompok berdasarkan gambaran klinis, bakteriologis, histopatologis, dan imunologis. 2,6
1. Tipe Tuberkuloid (TT)
Lesi ini mengenai baik kulit maupun saraf. Lesi kulit bisa satu atau
beberapa, dapat berupa makula atau plakat, batas jelas dan pada bagian tengah
dapat ditemukan lesi yang regrasi atau central healing. Permukaan lesi dapat
bersisik dengan tepi yang meninggi bahkan dapat menyerupai gambaran psoriasis
atau tinea sirsinata. Dapat disertai penebalan saraf perifer yang biasanya teraba,
kelemahan otot, dan sedikit rasa gatal. Adanya infiltrasi tuberkuloid dan tidak
adanya kuman merupakan tanda terdapatnya respon imun pejamu yang adekuat
terhadap kuman MH
2. Tipe Boderline Tuberkuloid (BT)
Lesi pada tipe ini menyerupai tipe TT, yakni berupa makula atau plak
yang sering disertai lesi satelit di tepinya. Jumlah lesi dapat satu atau beberapa,
tetapi hipopigmentasi, kekeringan kulit atau skuama tidak sejelas tipe tuberkuloid.
Gangguan saraf tidak seberat tipe tuberkuloid, dan biasanya asimetris. Lesi satelit
biasanya ada dan terletak dekat saraf perifer yang menebal.
3. Tipe Mid Borderline (BB)
Merupakan tipe yang paling tidak stabil dari semua tipe dalam spektrum
penyakit MH. Merupakan bentuk dimorfik. Lesi dapat berupa makula infiltratif,
permukaan lesi dapat berkilap, batas lesi kurang jelas dengan jumlah lesi yang
melebihi tipe BT dan cenderung simetris. Lesi sangat bervariasi baik dalam
ukuran, bentuk, ataupun distribusinya. Bisa didapatkan lesi punched out yang
merupakan ciri khas tipe ini.
4. Tipe Borderline Lepromatous (BL)
5
Lesi dimulai dengan makula. Awalnya hanya dalam jumlah sedikit dan
dengan cepat menyebar ke seluruh badan. Makula lebih jelas dan lebih bervariasi
bentuknya. Papul dan nodus lebih tegas dengan distribusi lesi yang hampir
simetris dan beberapa nodus tampaknya melekuk pada bagian tengah. Lesi bagian
tengah sering tampak normal dengan bagian pinggir dalam infiltrat lebih jelas
dibandingkan dengan pingir luarnya, dan beberapa plak tampak seperti punched
out.
Tanda-tanda kerusakan saraf berupa kerusakan sensasi, hipopigmentasi,
berkurangnya keringat, dan hilangnya rambut lebih cepat muncul dibandingkan
dengan tipe LL. Penebalan saraf dapat teraba pada tempat-tempat penebalan saraf.
5. Tipe Lepromatosa (LL)
Jumlah lesi sangat banyak, simetris, permukaan halus, lebih eritematosa,
berkilap, berbatas tidak tegas, dan pada stadium dini tidak ditemukan anestesi dan
anhidrosis. Distribusi lesi khas, yakni di wajah, mengenai dahi, pelipis, dagu,
cuping telinga, sedangkan di badan mengenai bagian yang dingin, lengan,
punggung tangan, dan permukaan ekstensor tungkai bawah.
Pada stadium lanjut terdapat penebalan kulit yang progresif, cuping telinga
menebal, garis muka menjadi kasar, dan cekung membentuk facies leonina yang
dapat disertai dengan madarosis, iritis, keratitis. Lebih lanjut dapat terjadi
deformitas hidung. Dapat dijumpai pembesaran kelenjar limfe, orkitis yang
selanjutnya dapat terjadi atrofi testis.
Kerusakan saraf yang luas menyebabkan gejala stocking and glove
anaesthesia. Bila menjadi progresif, muncul makula dan papula baru sedangkan
lesi lama menjadi plakat dan nodus. Pada stadium lanjut serabut-serabut saraf
perifer mengalami degenerasi hialin atau fibrosis yang menyebabkan anestesi dan
pengecilan otot tangan dan kaki.
Tanda-tanda Penyakit Kusta
Tanda-tanda penyakit kusta bermacam-macam, tergantung dari tingkat atau tipe dari
penyakit tersebut. yaitu:
6
Adanya bercak tipis seperti panu pada badan/tubuh manusia
Pada bercak putih ini pertamanya hanya sedikit, tetapi lama-lama semakin
melebar dan banyak.
Adanya pelebaran saraf terutama pada syaraf ulnaris, medianus, auricularis,
magnus serta peroneus.
Kelenjar keringat kurang bekerja sehingga kulit menjadi tipis dan mengkilat.
Adanya bintil-bintil kemerahan (leproma, nodul) yarig tersebar pada kulit
Alis rambut rontok
Muka berbenjol-benjol dan tegang yang disebut facies leonina (muka singa).
2.6 Diagnosis
Menyatakan (mendiagnosa seseorang menderita penyakit kusta menimbulkan
berbagai masalah baik bagi penderita, keluarga atapun masyarakat disekitarnya). Bila ada
keraguan-raguan sedikit saja pada diagnosa, penderita harus berada dibawah pengamatan
hingga timbul gejala-gejala yang jelas, yang mendukung bahwa penyakit itu benar-benar
kusta. Diagnosa kusta dan kelasifikasi harus dilihat secara menyeluruh dari segi :
a. Klinis
b. Bakteriologis
c. Immunologis
d. Histopatologis
Diagnosa pasien kusta dapatditegakkan berdasarkan pada penemuan tanda
kardinal (minimal 1 tanda kardinal) yaitu:
1.Bercak kulit yang mati rasa
Bercak kulit hipopigmentasi atau eritematosa,mendatar atau meninggi. Mati rasa
pada bercak bersifat total atau sebagian saja terhdadap rasa raba,suhu dan nyeri.
2. Penebalan saraf tepi
Dapat disertai rasa nyeri dan juga disertai atau tanpa gangguan fungsi saraf yang terkena:
7
a. Gangguan fungsi sensoris: mati rasa
b. Gangguan fungsi motor : Paresis/paralisis
c. Gangguan fungsi otonom kulit kering,reak,edema, pertumbuhan rambut
terganggu.
3.Ditemukan kuman tahan asam (slit skin smear +) Hapusan dari cuping telinga kiri
dan kanan, lesi pada bagian yang aktif.
Bila ditemukan tanda cardinal di atas maka pasien adalah tersangka
kusta,observasi dan periksa ulang setelah 3-6 bulan. Namun untuk diagnosa kusta di
lapangan cukup dengan anamnesis dan pemeriksaan klinis. Bila ada keraguan dan
fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan pemeriksaan bakteriologis. Kerokan dengan
pisau skalpel dari kulit, selaput lendir hidung bawah atau dari biopsi kuping telinga,
dibuat sediaan mikrokopis pada gelas alas dan diwarnai dengan teknis Ziehl Neelsen.
Biopsi kulit atau saraf yang menebal memberikan gambaran histologis yang khas. Tes-tes
serologik bukan treponema untuk sifilis sering menghasilkan positif palsu pada lepra.
2.7 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan bakterioskopik
Pemeriksaan BTA dengan Ziehl-Nielsen
Bahan pemeriksaan diambil dari 4-6 tempat, yaitu kedua cuping telinga bagian
bawah dan 2 atau 4 lesi lain yang paling aktif berarti yang paling eritematosa dan
paling infiltratif.
Indeks Morfologi
Untuk menentukan persentasi BTA hidup atau mati
Rumus:
Jumlah BTA solid x 100 % = X %
Jumlah BTA solid + non solid
Guna: Untuk melihat keberhasilan terapi, melihat resistensi kuman BTA, dan
melihat infeksiositas penyakit
Indeks Bakteri
8
Untuk menentukan klasifikasi penyakit Lepra, dengan melihat kepadatan BTA
tanpa melihat kuman hidup (solid) atau mati (fragmented/ granular).
0 BTA -
1 – 10/ 100 L.P +1
1 – 10/ 10 L.P +2
1 – 10/ 1 L.P +3
10 – 100/ 1 L.P +4
100 – 1000/ 1 L.P +5
> 1000/ 1 L.P + 6
2. Pemeriksaan histopatologik
Untuk membedakan tipe TT & LL
Pada tipe TT ditemukan Tuberkel (Giant cell, limfosit)
Pada tipe LL ditemukan sel busa (Virchow cell/ sel lepra) yi histiosit dimana di
dalamnya BTA tidak mati, tapi berkembang biak membentuk gelembung.
Ditemukan lini tenang (subepidermal clear zone).
3. Pemeriksaan serologik
• Tes ELISA
• Uji MLPA (Mycobacterium Leprae Partikel Aglutination)
• ML dipstick
2.8 Pengobatan
Paket terapi multiobat (MDT/Multi Drug Therapy) 5
9
Sampai pengembangan dapson, rifampin, dan klofazimin pada 1940an, tidak ada
pengobatan yang efektif untuk kusta. Namun, dapson hanyalah obat bakterisidal
(pembasmi bakteri) yang lemah terhadap M. leprae. Penggunaan tunggal dapson
menyebabkan populasi bakteri menjadi kebal. Pada 1960an, dapson tidak digunakan lagi.
Pencarian terhadap obat anti kusta yang lebih baik dari dapson, akhirnya
menemukan klofazimin dan rifampisin pada 1960an dan 1970an.Kemudian, Shantaram
Yawalkar dan rekannya merumuskan terapi kombinasi dengan rifampisin dan dapson,
untuk mengakali kekebalan bakteri. Terapi multiobat dan kombinasi tiga obat di atas
pertama kali direkomendasi oleh Panitia Ahli WHO pada 1981. Cara ini menjadi standar
pengobatan multiobat. Tiga obat ini tidak digunakan sebagai obat tunggal untuk
mencegah kekebalan atau resistensi bakteri.
Terapi di atas lumayan mahal, maka dari itu cukup sulit untuk masuk ke negara
yang endemik. Pada 1985, kusta masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di 122
negara. Pada Pertemuan Kesehatan Dunia ke-44 di Jenewa, 1991, menelurkan sebuah
resolusi untuk menghapus kusta sebagai masalah kesehatan masyarakat pada tahun 2000,
dan berusaha untuk ditekan menjadi 1 kasus per 100.000. WHO diberikan mandat untuk
mengembangkan strategi penghapusan kusta.
Kelompok Kerja WHO melaporkan Kemoterapi Kusta pada 1993 dan
merekomendasikan dua tipe terapi multiobat standar. Yang pertama adalah pengobatan
selama 24 bulan untuk kusta lepromatosa dengan rifampisin, klofazimin, dan dapson.
Yang kedua adalah pengobatan 6 bulan untuk kusta tuberkuloid dengan rifampisin dan
dapson.
10
2.10 Prognosis
Bergantung pada seberapa luas lesi dan tingkat stadium penyakit. Kesembuhan
bergantung pula pada kepatuhan pasien terhadap pengobatan. Terkadang asien dapat
mengalami kelumpuhan bahkan kematian, serta kualitas hidup pasien menurun2.
1
BAB III
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PASIEN :
Nama : Ny. S
Umur : 50 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Petani
Status : Sudah menikah
Alamat : Pesisir Selatan
Suku : Minangkabau
Seorang pasien perempuan berumur 50 tahun datang ke poliklinik Kulit dan Kelamin
RSUP Dr. M. Djamil Padang dengan;
KELUHAN UTAMA:
Bercak bercak merah yang disertai gatal di wajah, badan, kedua ekstremitas atas dan
ekstremitas bawah sejak 2 tahun yang lalu.
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG:
- Bercak bercak merah yang disertai gatal wajah, badan, kedua ekstremitas atas,
dan ekstremitas bawah sejak 2 tahun yang lalu.
- Awalnya muncul bercak merah di pipi kanan sejak 2 tahun yang lali,kemudian
meluas ke pipi kiri,ke dahi,dan ke dagu. Dalam satu tahun terakhir bercak-bercak
merah bertambah luas ke badan, kedua ekstremitas atas, dan ekstremitas bawah.
- Timbul bercak putih yang mati rasa pada lengan kanan sejak 6 bulan yang lalu.
- Bercak kemerahan kadang disertai rasa gatal.
- Kedua kaki dirasakan berat sejak 1 tahun yang lalu.
- Telapak kaki dirasakan kurang rasa sejak 1 tahun yang lalu.
2
- Nyeri persendian, kaku, dan kesemutan pada ujung ujung jari tangan dan kaki
sejak 1 tahun yang lalu.
- Riwayat rambut, alis mata, dan bulu mata rontok tidak ada.
- Riwayat kelopak mata tidak dapat menutup sempurna tidak ada
- Riwayat penglihatan berkurang ada,terutama apabila terkena sinar matahari.
- Riwayat timbul bentol bentol merah yang nyeri di kulit tidak ada
- Demam ada, hilang timbul, sejak bercak-bercak merah muncul.
- Pasien mandi 2 x sehari dan ganti baju 2x sehari.
- Riwayat kontak dengan penderita bercak bercak putih mati rasa tidak ada
- Riwayat mendapat pengobatan jangka lama ada.
- Nafsu makan ada.
- Riwayat penurunan berat badan yang drastis dalam waktu singkat tidak ada.
- Pasien sebelumnya berobat ke Puskesmas Air Aji mendapat obat makan dan
salep. Obat makan yang diberi adalah dexametason dan amoksisilin diminum 3x
sehari, sedangkan obat salepnya dioleskan 2x sehari, namun pasien tidak tahu
nama obatnya. Pasien kontrol teratur sekali sebulan ke puskesmas, namun karena
keluhan menetap pasien kemudian dirujuk ke RSUD Painan, tidak ada dilakukan
tindakan dan langsung dirujuk ke RSUP Dr. M. Djamil Padang.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU:
- Tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya.
- Riwayat menderita batuk-batuk disangkal.
- Riwayat alergi,hipertensi,DM,dan stroke tidak ada.
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA / ATOPI / ALERGI:
- Riwayat anggota keluarga dan kerabat dengan keluhan yang sama tidak ada.
- Riwayat anggota keluarga yang menderita batuk-batuk lama tidak ada.
RIWAYAT SOSIAL EKONOMI, PEKERJAAN DAN LINGKUNGAN:
- Pasien adalah seorang petani di pesisir selatan.
3
- Pasien kerja di pessel sejak 25 tahun yang lalu, pasien termasuk sosial ekonomi
menengah ke bawah. Rumah semi permanen, tinggal bersama suami dan lima
orang anak kandung pasien.
PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALISATA:
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Komposmentis kooperatif
Frekuensi nadi : 84 x/menit
Frekuensi nafas : 20 x/ menit
Suhu : 36,80C
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Pemeriksaan thorak : dalam batas normal
Pemeriksaan abdomen : dalam batas normal
Kelenjar getah bening : tidak teraba perbesaran KGB
STATUS DERMATOLOGIKUS:
- Lokasi : Pipi kanan dan kiri, dahi, dagu, telinga, kedua ekstremitas atas
dan ekstremitas bawah
- Distribusi : bilateral, generalisata
- Bentuk : tidak khas
- Susunan : tidak khas
- Batas : tegas
- Ukuran : numular dan plakat
- Efloresensi :
a. makula hipopigmentasi pada lengan kanan
b. Plak eritem pada pipi kanan dan kiri, dahi, dagu, badan, kedua
ekstremitas atas dan bawah
c. Vesikel pada lengan kiri bawah
4
d. Skuama pada lengan kiri bawah
e. Krusta pada jari 2 kaki kiri
Kelainan selaput : Tidak ditemukan kelainan
Kelainan kuku : Tidak ditemukan kelainan
Kelainan rambut : Tidak ditemukan kelainan
Pemeriksaan Sensibilitas :
Rasa raba : hipoanestesi di lengan kanan, telapak kaki kiri dan kanan.
Rasa nyeri : hipoanestesi di lengan kanan, telapak kaki kiri dan kanan.
Rasa suhu : hipoanestesi di lengan kanan, telapak kaki kiri dan kanan.
Pembesaran Saraf Perifer :
N. aurikularis magnus : Tidak ada pembesaran
N. Ulnaris : Tidak ada pembesaran
N. medianus : Tidak ada pembesaran
N. peroneus komunis : Tidak ada pembesaran
N. tibialis posterior : Tidak ada pembesaran
Pemeriksaan Motoris :
M. abd digiti minimi : 5/5
M. abd policis brevis : 5/5
M. orbicularis oculi : 5/5
Pemeriksaan kecacatan :
Mutilasi : tidak ada
Atrofi otot : tidak ada
Ulkus trofik : tidak ada
Madarosis : tidak ada
Lagoftalmus : tidak ada
Wrist drop : tidak ada
Dropped foot : tidak ada
5
PEMERIKSAAN PENUNJANG :
Darah : tidak diperiksa
Urin : tidak diperiksa
Feses : tidak diperiksa
Pemeriksaan Mikrobiologi :
Pewarnaan Ziehl Neelsen : dari cuping telinga dextra (+++++), dari cuping telinga
sinistra (+++++), dan lesi aktif berupa lesi makula hipopigmentasi pada lengan
bawah bagian medial dekstra ( +++ )
Hasil : Didapatkan 100 BTA rata rata dalam 1 Lapangan Pandang
Kesan : +4
PEMERIKSAAN ANJURAN :
Pemeriksaan Histopatologi
Pemeriksaan kultur pus dan sensitivitas test
Test imunologi : test lepromin
DIAGNOSIS KERJA:
Morbus Hansen tipe BL
DIAGNOSIS BANDING:
Morbus Hansen tipe LL
PENATALAKSANAAN :
Terapi Umum:
• Menjelasan mengenai penyakit (penyebab, penularan dan komplikasi) dan
pengobatan pada pasien dan keluarga, serta kontrol rutin tiap bulan ke poli Kulit
dan Kelamin, berobat teratur sampai dinyatakan sembuh
• Menjelaskan pada pasien bahwa daerah yang mati rasa merupakan tempat resiko
terjadinya luka, dan luka merupakan tempat masuknya kuman sehingga hindari
luka dengan cara : memakai alas kaki saat bepergian.
6
• Menjelaskan pada pasien bahwa efek samping obat menyebabkan warna buang
air kecil berwarna merah, mata menjadi kuning, warna kulit menjadi lebih gelap
sehingga pasien tidak perlu khawatir.
• Memberitahu pada pasien jika terdapat reaksi samping obat seperti nyeri perut,
mual muntah, berat badan yang menurun drastis dalam waktu singkat segera
kembali ke dokter untuk mendapat penanganan selanjutnya.
• Menggunakan obat tetes mata jika mata terasa perih dan memakai kacamata saat
berada di luar ruangan.
• Jika penyakit bertambah parah segera kembali ke dokter.
Terapi Khusus:
Paket MH tipe BL warna merah
- hari I : Rifampisin 600 mg (2x300 mg)
Klofazimin 300 mg (3x100 mg)
Dapson 100 mg
- hari 2-28 : Klofazimin 50 mg/hari
Dapson 100 mg/hari
PROGNOSIS:
Quo Ad Sanam : bonam
Quo Ad Vitam : bonam
Quo Ad Kosmetikum : dubia ad bonam
Quo Ad Functionam : dubia ad bonam
7
8
9
DISKUSI
Seorang pasien perempuan umur 50 tahun datang ke poli kulit dan kelamin RSUP
DR. M. Djamil Padang tanggal 07 Januari 2014 dengan diagnosis kerja Morbus Hansen
tipe BL. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Berdasarkan anamnesis didapatkan Bercak bercak merah yang disertai gatal di wajah,
kedua lengan, dan kedua tungkai sejak 2 tahun yang lalu. Bercak bercak merah yang
disertai gatal di wajah, kedua lengan, dan kedua tungkai sejak 2 tahun yang lalu.
Awalnya muncul bercak merah di pipi kanan,kemudian meluas ke pipi kiri,ke dahi,dan
ke dagu. Satu tahun terakhir bercak-bercak merah bertambah luas ke kedua lengan dan
ke dua tungkai. Timbul bercak putih yang mati rasa pada lengan kanan sejak 6 bulan
yang lalu,dan juga kedua telapak kaki mati rasa. Bercak kemerahan kadang disertai rasa
gatal. Kedua kaki dirasakan berat sejak 1 tahun yang lalu. Nyeri persendian, kaku, dan
kesemutan pada ujung ujung jari tangan dan kaki sejak 1 tahun yang lalu. Riwayat
rambut, alis mata, dan bulu mata rontok tidak ada. Riwayat kelopak mata tidak dapat
menutup sempurna tidak ada. Riwayat penglihatan berkurang ada,terutama apabila
bercak-bercak merah di wajah semakin tebal. Riwayat timbul bentol bentol merah yang
nyeri di kulit tidak ada. Demam hilang timbul sejak bercak-bercak merah muncul. Pasien
mandi 2 x sehari dan ganti baju 2x sehari. Riwayat kontak dengan penderita bercak
bercak putih mati rasa tidak ada. Riwayat mendapat pengobatan jangka lama ada. Nafsu
makan ada. Riwayat penurunan berat badan yang drastis dalam waktu singkat tidak ada.
Pasien sebelumnya berobat ke Puskesmas Air Aji mendapat obat makan dan salap.
Pasien control teratur sekali sebulan, namun karena keluhan menetap pasien kemudian di
rujuk ke RSUD Painan, tidak ada dilakukan tindakan langsung dirujuk ke RSUP Dr. M.
Djamil Padang.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan makula hipopigmentasi pada lengan kanan, plak
eritem pada pipi kanan dan kiri, dahi, dagu, kedua ekstremitas atas dan bawah. Vesikel pada
lengan bawah kiri, Skuama pada lengan bawah kiri, Krusta pada jari 2 kaki kiri. Pada
pemeriksaan mikrobiologi didapatkan kesan BTA +5 pada kedua telingan dan +3 pada lengan.
Pada pasien ini dianjutkan dilakukan pemeriksaan histopatologi, pemeriksaan kultur pus dan
sensitivitas test untuk mendukung diagnosa pasien. Pasien diterapi secara umum dan
khusus. Secara umum diberikan penjelasan, nasehat, dan saran tentang penyakit kusta
nya. Secara khusus pasien di terapi dengan pemberian paket MDT MB. Melihat klinis
1
pasien maka prognosis pasien secara Quo Ad Sanam adalah dubia, secara Quo Ad Vitam
adalah dubia, Quo Ad Kosmetikum dubia at bonam dan Quo Ad Functionam dubia at bonam.
2
Resep untuk pasien ini
Dr. Rena Ayu
Praktek Umum
Setiap hari Senin – Sabtu
Pukul 17.00 – 20.00
Jl.Perintis Kemerdekaan No.18 Padang
SIP : 07/23/44/2010
Telp.(0751) 22222
Tanggal : 7 Januari 2014
R/ Rifampisin 300 mg tab No. II
S 1dd tab II (hari pertama)
_____________________________________________ ζ
R/ Klofazimin 100 mg tab No. III
S 1dd Tab III (hari pertama)
_____________________________________________ ζ
R/ Klofazimin 50 mg tab No. XXVII
S 1dd tab I (hari 2-28)
_____________________________________________ ζ
R/ Dapson 100 mg tab No. XXVIII
S 1dd tab I (hari 1- 28)
_____________________________________________ ζ
R/ Neurodex No. XXX
S 1dd tab I
_____________________________________________ ζ
Pro : Ny. S
Umur : 50 tahun
3
DAFTAR PUSTAKA
1. Kosasih A, dkk. 2007. Kusta dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: FKUI.
Hal 73-88
2. Morbus Hansen. Diakses dari http://id//emedicine.org/morbus-hansen.html
3. Mycobacteriumleprae.Diaksesdarihttp://bacteria//emedtv.com/Mycobacterium-
leprae.html
4. Leprosy. Diakses dari http://emedicine.medscape.com/article/1104977-overview
5. Kusta. Diakses dari http://id.wikipedia.org//wiki//kusta
6. Siregar Prof Dr RS, SpKK. 2002. Kusta (Lepra) dalam Atlas Berwarna Saripati
Penyakit Kulit. Jakarta: EGC. Hal 154-163
4