Upload
wangi-dinan-amika
View
77
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Patof stroke, tugas
Citation preview
STATUS ILMU PENYAKIT SARAF
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI
Nama Mahasiswa : Arista Sthavira
NIM : 030.08.042
Dokter Pembimbing : dr. Hastari Soekardi Sp. S
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. D Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 49 tahun Suku bangsa : Sunda
Status perkawinan : Menikah Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pendidikan : Tamat SD
Alamat : Pondok Labu Tanggal berobat ke poli : 4 Maret
2013
A. ANAMNESIS
Diambil dari Autoanamnesis dan pada tanggal 4 Maret 2013
Keluhan Utama: Kesemutan pada kedua tangan dan kaki sejak 4 bulan SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke Poli Saraf RSUP Fatmawati dengan keluhan kesemutan pada kedua tangan
dan kaki sejak 4 bulan SMRS. Kesemutan dirasakan terus-menerus, tidak dipengaruhi aktifitas
dan bertambah saat malam hari. Baal juga dirasakan terutama pada kedua telapak kaki. Rasa
panas seperti terbakar disangkal.
Sejak 2 bulan SMRS pasien mulai menyadari rasa baal pada kedua telapak kaki. Saat
berjalan kedua kaki terasa tebal. Saat berjalan, pasien terlihat sempoyongan. Pada telapak kaki
kanan timbul luka tanpa pasien tau penyebabnya. Pasien sudah berobat ke klinik 24 jam, luka
dibersihkan namun tidak ada perbaikan.
1
1 bulan SMRS pasien mulai merasa penglihatannya semakin kabur. Semula pasien masih
dapat memasukkan benang kedalam jarum, namun kemudian menjadi tidak bisa. Pasien juga
merasa sulit saat membaca koran.
20 hari yang lalu pasien dibawa ke IGD RSUP Fatmawati oleh keluarganya karena tidak
sadarkan diri, pasien tidak dapat dibangunkan dari tidur siangnya. Menurut anaknya, siang itu
pasien belum makan, hanya pagi sarapan sedikit bubur, tapi pasien rutin tetap minum obat DM.
Pasien segera diberi pertolongan, kemuadian kesadarannya membaik. Oleh dokter pasien
disarankan untuk rawat inap. Saat di ruang inap, pasien kembali tidak sadarkan diri. Setelah
diberikan pertolongan keadaan pasien membaik.
Saat ini pasien mengeluhkan bengkak diseluruh badan sejak 17 hari yang lalu. Masih
terdapat luka pada telapak kaki kanan yang telah dibalut elastik perban. Pasien tidak lagi
merasakan nyeri pada luka pada saat istirahat, namun bila mencoba untuk berdiri, kaki masih
terasa sakit, sehingga saat ini pasien tidak bisa berjalan. Kedua kaki masih terasa baal dan tebal
sampai batas atas mata kaki. Kedua telapak tangan terasa kesemutan sampai pergelangan tangan.
Pandangan masih kabur. Pasien tidak merasakan adanya keluhan saat BAK dan BAB. Tidak ada
demam.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Hipertensi (+) biasa mendapat Amlodipine 1 x 10 mg, riwayat stroke
sebelumnya (-), riwayat sakit jantung (-) , riwayat DM (+).
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat DM dalam keluarga (+) ibu pasien. HT (-), sakit jantung (-), ginjal (-).
Riwayat Pengobatan
Rutin minum metformin ( 500mg) dan glibenklamid ( 5 mg ) dua kali sehari.
Riwayat Kebiasaan
2
Pasien tidak merokok, tidak minum alkohol dan jarang olahraga (+)
B. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis (tanggal 3 Januari 2013)
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda vital Tekanan darah : KANAN KIRI
140/90mmHg 140/80mmHG
Nadi : 72 x/m, regular, isi cukup
Pernapasan : 18 x/m
Suhu : 36,0 0C
Tinggi badan : 158 cm
Berat badan : 70 kg
Keadaan gizi : BMI kriteria asia-pasifik 27,05 (obesitas kelas 1)
Kepala : Normocephali
Mata KANAN KIRI
Konjungtiva anemis - -
Sklera ikterik - -
Telinga
Discharge - -
Mulut : tidak ada kelainan
Leher
JVP : 5 + 1 cm H2O.
KGB : tidak tempak membesar
Thoraks : normal, simetris
Paru – Paru
Inspeksi : Gerak dinding dada pada pernapasan simetris kanan dan kiri
Palpasi : Gerak dinding dada saat pernapasan simetris kanan dan kiri
Vocal fremitus kanan dan kiri simetris
Perkusi : Sonor di kedua hemithoraks
3
Batas paru dan hepar setinggi ICS 5 di linea midklavicularis kanan
dengan peranjakan 2 jari pemeriksa
Batas paru dan lambung setinggi ICS 8 di linea axilaris anterior
Margin of isthmus kronig didapatkan sonor 3 jari pemeriksa.
Auskultasi : Suara dasar vesikular, rhonki -/- , wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS 6 2 cm medial linea midklavikularis
kiri
Perkusi : Batas paru dan jantung kanan setinggi ICS 3 – 5 di linea sternalis
kanan
Batas paru dan jantung kiri setinggi ICS 6 2cm lateral linea
midklavicularis kiri
Batas atas jantung setinggi ICS 3 di linea parasternalis kiri
Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler normal, Murmur (-), Gallop (-)
Perut
Inspeksi : buncit
Palpasi : Dinding perut : supel, turgor menurun
Hepar, lien, ginjal : ttm
Nyeri tekan (-)
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
Anggota Gerak Kanan Kiri
Atas
Edema + +
Bawah
Edema + +
Abses + -
STATUS NEUROLOGIS
a. GCS : E4M6V5
4
b. Rangsang Selaput Otak
Kaku kuduk : -
Laseque : >700 / >700
Kerniq : > 1350 / > 1350
Brudzinsky I : -
Brudzinsky II : - / -
c. Saraf-saraf Kranialis
N.I (olfaktorius) : normosmia + / +
N.II (optikus)
Acies visus : dengan menghitung jari 4/60 kanan dan kiri
Visus campus : baik / baik
Lihat warna : kesan baik / kesan baik
Funduskopi : (tidak dilakukan, terbatas alat)
N.III, IV, VI (Occulomotorius, Trochlearis, Abducen)
Kedudukkan bola mata : ortoposisi + / +
Pergerakkan bola mata : baik ke segala arah +/+ (nasal, temporal, superior,
inferior, nasal atas dan bawah, temporal atas dan bawah)
Exopthalmus : - / -
Nystagmus : - / -
Pupil
Bentuk : bulat, isokor, 3mm/3mm
Reflek cahaya langsung : +/+
Reflek cahaya tidak langsung : +/+
N.V (Trigeminus)
Motorik
Gerakan rahang : pasien dapat mempertahankan posisi (saat rahang
digerakkan ke bawah, samping kanan atau kiri) ketika pemeriksa
memberikan dorongan agar rahang kembali ke posisi ditengah
sensorik
o Ophtalmikus : tidak ada perbedaan sensibilitas kanan-kiri
o Maksilaris : tidak ada perbedaan sensibilitas kanan-kiri
5
o Mandibularis : tidak ada perbedaan sensibilitas kanan-kiri
N.VII (Fasialis)
Motorik
Orbitofrontalis: gerakan saat mengangkat alis dan mengerutkan dahi
simetris kanan-kiri
Orbikularis okuli : pasien dapat memejamkan mata kanan dan kiri
saat diberikan tahanan ringan pada kelopak mata dengan tangan pemeriksa
Orbikularis oris : sudut bibir dan plica nasolabialis simetris saat
pasien diminta untuk menyeringai (menunjukkan gigi).
Sensorik
Pengecapan 2/3 anterior lidah: (tidak diperiksa)
N.VIII (Vestibulocochlearis)
Vestibular : Vertigo, nistagmus (manuver Hallpike tidak dilakukan)
Koklearis : tes Rinne : (tidak dilakukan, terbatas alat)
tes Webber : (tidak dilakukan, terbatas alat)
tes Swabach : (tidak dilakukan, terbatas alat)
N.IX, X (Glossopharyngeus, Vagus)
Motorik : letak uvula ditengah, tidak tertarik ke satu sisi baik statis
maupun dinamis
Sensorik : tes pengecapan 1/3 posterior lidah tidak dilakukan
N.XI (Accesorius)
m. trapezius : pasien dapat melawan tahanan yang diberikan pada saat
mengangkat bahu
m. Sternocleidomastoideus : pasien dapat melawan tahanan yang
diberikan pada gerakan menoleh ke satu sisi (kanan/kiri)
N.XII (Hypoglossus)
Saat mulut dibuka (statis), lidah letak ditengah, tidak terlihat deviasi
Saat menjulurkan lidah (dinamis), tidak terlihat deviasi
Atrofi : -
Fasikulasi : -
Tremor : -
6
d. Sistem Motorik
Ekstremitas atas : 5-5-5-5-/5555
Ekstremitas bawah : 5-5-5-5-/5555
Kesan : lateralisasi ke kanan
e. Tonus : normotonus + / +
f. Trofi : eutrofi
g. Sistem Sensorik :
Propioseptif : hipesthesi dari ujung jari tangan sampai pergelangan tangan,
hipesthesi dari ujung jari kaki sampai mata kaki,
Eksteroseptif : hipesthesi dari ujung jari tangan sampai pergelangan tangan,
hipesthesi dari ujung jari kaki sampai mata kaki,
h. Fungsi Otonom
Miksi : inkontinensia (-) , retensio (-)
Defekasi : inkontinensia (-) , retensio (-)
Sekresi keringat : baik
i. Refleks Fisiologis
Kornea : + / +
Biceps : +2 / +2
Triceps : + 2 / +2
Dinding perut : + / +
Otot perut : + / +
Lutut : +2/ +2
Tumit : +1 / +1
Kremaster : (tidak dilakukan)
j. Refleks Patologis
Hoffman Tromer : - / -
Babinsky : (tidak dapat dilakukan, tertutup perban) / -
Chaddok : (tidak dapat dilakukan, tertutup perban) / -
Gordon : (tidak dapat dinilai, tertutup perban) / -
Schaefer : (tidak dapat dinilai, tertutup perban) / -
Klonus lutut : - / -
7
Klonus tumit : - / -
k. Keadaan Psikis
Intelegensia : baik
Tanda regresi : -
Demensia : -
l. Gerakkan Involunter
Tremor : - / -
Chorea : - / -
Atetose : - / -
Miokloni : - / -
Tics : - / -
m. Fungsi Serebelar
Ataxia : tidak dilakukan
Tes Romberg : tidak dilakukan
Disdiadokokinesia : - / -
Jari-jari : baik / baik
Jari-hidung : baik / baik
Tumit-lutut : baik / baik
Rebound phenomenon : - / -
Hipotoni : - / -
n. Fungsi Luhur
Atensi : baik
Konsentrasi : baik
Orientasi
Waktu : baik
Tempat : baik
Orang : baik
Berbahasa
Disartria : (-)
Disfonia : (-)
Disprosodia : (-)
8
Afasia : (-)
Apraxia : (-)
Memori
Sesaat : baik
Segera : kurang
Jangka pendek : baik
Jangka panjang : baik
Astereognosia : (-)
MINI MENTAL STATUS EXAMINATION (MMSE) Max nilai
ORIENTASI
- Tahun, musim, bulan, tanggal, hari
- Negara, propinsi, kota, RS, lantai/kamar
5
5
4
5
REGISTRASI
- Sebutkan 3 objek, minta pasien ulangi 3 3
ATENSI & KALKULASI
- Pengurangan 100 dengan 7, atau mengeja terbalik 5 3
MENGENAL KEMBALI
- Mengeja kembali 3 objek di atas 3 2
BAHASA
- Menyebutkan nama benda yang ditunjuk
- Ulangi kata : namun, tapi, bila
- Melakukan perintah : ambil kertas itu dan lipat jadi 2, letakkan
dilantai
- Membaca melakukan perintah kalimat
- Menulis spontan
- Menggambar
2
1
3
1
1
1
2
1
3
1
1
1
9
TOTAL 30 25
Kesimpulan : tidak ada penurunan kognitif
Diabetic Neuropathy Examination (DNE)
Item Max Score
A. Kekuatan otot
1. Quadriceps femoris (ekstensi sendi lutut) 2 2
2. Tibialis anterior (dorsofleksi kaki) 2 2
B. Refleks
3. Tendo Achiles 2 1
C. Sensibilitas jari telunjuk
4. Sensitivitas terhadap tusukan jarum 2 2
D. Sensibilitas ibu jari kaki
5. Sensitivitas terhadap tusukan jarum 2 1
6. Sensitivitas terhadap sentuhan 2 1
7. Persepsi getar 2 1
8. Sensitivitas terhadap posisi sendi 2 1
TOTAL 16 11
Note : kriteria diagnostik neuropati bila nilai > 3 dari 16 nilai tersebut.
Diabetic Neuropathy Syndrome (DNS)
Gejala Max Score
1. Jalan tidak stabil 1 1
2. Nyeri neuropatik 1 0
3. Parestesi 1 1
10
4. Rasa tebal 1 1
TOTAL 4 3
Nilai postitif polineuropati Diabetikum : ≥ 1
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Laboratorium
PEMERIKSAAN 15-12-12 NILAI NORMAL
HEMATOLOGI
Hb 8,3 11,7 – 15,5 g/dL
Ht 27 42 – 52 %
Leukosit 19,9 (4,8 – 10,8). 103/uL
Trombosit 525 (150 – 450). 103/uL
Eritrosit 3,02 3.8-5,2 106/uL
VER/HER/KHER/RDW
VER 88,7 80,0-100,0 fl
HER 27,7 26,0-34,0 pg
KHER 31,2 32,0-36,0 g/dl
RDW 13,6 11,5-14,5%
HEMOSTATIS
APTT 35,5 27,0 – 30,3 detik
Kontrol APTT 34,6 -
PT 17,7 11,3 – 11,7detik
Kontrol PT 12,6 -
INR 1,39 -
KIMIA KLINIK
Ureum Darah 92 20-40 mg/dl
Kreatinin Darah 3,2 0,6-1,5 mg/dl
GDS 54 70-240 mg/dl
ANALISIS GAS DARAH
pH 7,319 7,370 -7,440
pCO2 34,1 35,0-45,0 mmHg
11
pO2 108,3 83,0-108,0 mmHg
BP 752,0 mmHg -
HCO3 17,1 21,0-28,0 mmol/L
Sa O2 97,6 95,0-99,0%
BE -2,9 -2,5 – 2,5 mmol/L
Total CO2 18,2 19,0 – 24,0 mmol/L
PEMERIKSAAN 28-12-2012 NILAI NORMAL
HEMATOLOGI
Hb 11,0 11,7 – 15,5 g/dL
Ht 35 42 – 52 %
Leukosit 11,9 (4,8 – 10,8). 103/uL
Trombosit 413 (150 – 450). 103/uL
Eritrosit 3,97 3.8-5,2 106/uL
VER/HER/KHER/RDW
VER 87,9 80,0-100,0 fl
HER 27,8 26,0-34,0 pg
KHER 31,6 32,0-36,0 g/dl
RDW 14,8 11,5-14,5%
ELEKTROLIT
Natrium 138 135-147 mmol/L
Kalium 3,901 3,10-5,10 mmol/L
Klorida 111 95-108 mmol/L
PEMERIKSAAN 3-01-2013 NILAI NORMAL
Protein total 5,3 6-8 g/dl
Albumin 2,6 3,40-4,80 g/dl
Globilin 2,7 2,5 – 3,00 g/dl
GDS 200 70-240 mg/dl
12
RESUME
Perempuan, 54 tahun, merasa baal pada kedua telapak kaki. Sejak ± 10 tahun ini, pasien
mempunyai riwayat sakit DM. Pasien rutin kontrol tiap bulan dan minum obat setiap hari dari
Klinik 24 jam di dekat rumahnya.
2 tahun SMRS telapak kaki kiri pasien luka tertusuk paku payung. Sejak 2 bulan SMRS
pasien mulai menyadari rasa baal pada kedua telapak kaki. Saat berjalan kedua kaki terasa tebal.
Saat berjalan, pasien terlihat sempoyongan. Pada telapak kaki kanan timbul luka tanpa pasien tau
penyebabnya. 1 bulan SMRS pasien mulai merasa penglihatannya semakin kabur. 20 hari yang
lalu pasien dibawa ke IGD RSUP Fatmawati oleh keluarganya karena tidak sadarkan diri, pasien
tidak dapat dibangunkan dari tidur siangnya. Menurut anaknya, siang itu pasien belum makan,
hanya pagi sarapan sedikit bubur, tapi pasien rutin tetap minum obat DM. Saat ini pasien
mengeluhkan bengkak diseluruh badan sejak 17 hari yang lalu. Masih terdapat luka pada telapak
kaki kanan yang telah dibalut elastik perban. Pasien tidak lagi merasakan nyeri pada luka pada
saat istirahat, namun bila mencoba untuk berdiri, kaki masih terasa sakit, sehingga saat ini pasien
tidak bisa berjalan. Kedua kaki masih terasa baal dan tebal sampai batas atas mata kaki. Kedua
telapak tangan terasa kesemutan sampai pergelangan tangan. Pandangan masih kabur. Pasien
tidak merasakan adanya keluhan saat BAK dan BAB. Tidak ada demam.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan:
TD KANAN160/100mmhg KIRI 150/100mmhg
Status gizi : obesitas kelas II
Batas jantung kiri bergeser ke laterocaudal (ics VI, 2 cm lateral linea
midclavikularis kiri
Pada pemeriksaan neurologis didapatkan :
N.II (optikus) Acies visus : dengan menghitung jari 4/60 kanan dan kiri
Motorik pemeriksaan motorik didapat kelemahan, lateralisasi ke kanan
sensorik didapat gambaran kaos kaki/sarung tangan untuk rasa nyeri
gangguan pada saat menentukan pergerakan sendi (propioseptif)
refleks tendon achiles kanan dan kiri melambat
13
DNS positif
DNE positif
Albumin 2,6 g/dl
Kalium 3,901 mmol/L
PEMERIKSAAN PENUNJANG ANJURAN
Rontgen thoraks
EMG
DIAGNOSIS KERJA
Diagnosa klinis : polineuropati DM, paraparese (dengan lateralisasi ke kanan),
refleks patela dan achiles menurun, DM tipe II dengan obese,
hipertensi tidak terkontrol, retinopati DM, nefropati DM,
hipoalbuminemia, hipokalemia.
Diagnosa topis : saraf tepi bagian distal
Diagnosa etiologis : Diabetes Mellitus
RENCANA PENGELOLAAN
Konsul bagian Penyakit Dalam untuk DM , hipertensi, nefropati DM
Konsul Bagian Penyakit Mata untuk retinopati DM
Pasang venflon
Medikamentosa:
Ceftriakson 2 x 2gr i.v
Ranitidin 2 x 50mg i.v
Ondancentron 3 x 8mg i.v
Metronidazol 3 x 500mg p.o
PCT 3 x 500mg p.o
As. Folat 3 x I tab p.o
Vit B12 3 x I tab p.o
Vit B6 3 x I tab p.o
Amlodipin 1 x 10 mg p.o
Captopril 3 x 25mg p.o
Domperidon 3 x 10mg p.o
Bisoprolol 1 x 2,5 mg p.o
Furosemid 1 x 40g p.o
KSR 2 x 1 tab p.o
Fix dose 3 x 5u s.c
14
TINJAUAN PUSTAKA
POLINEUROPATI DIABETIKUM
PENDAHULUAN
Neuropati diabetik telah dikenal sejak 1887 dan sering dijumpai pada negara yang
tergolong makmur dan meliputi sekitar 20% pada penderita diabetes, bahkan menurut sarjana
Mohr dan Comi menyebut angka 50-66%.Di Amerika Serikat, kira-kira 15 juta penderita DM,
separuhnya menderita neuropati diabetik terutama dari jenis simetrik polineuropati, dan
merupakan salah satu penyebab utama dari amputasi nontraumatik.Insiden neuropati diabetik
meningkat bila pemeriksaan dilakukan lebih teliti terutama pemeriksaan sensorik dan
neurofisiologi.
Pada umumnya neuropati diabetik tidak mengakibatkan kematian, namun dapat
menyebabkan berbagai macam cacat jasmani dan penyulitan yang menghambat kegiatan hidup
sehari-hari yang sangat mengganggu seperti rasa panas, rasa tebal, sering buang air kecil, mudah
timbul infeksi/ganggren, retinopati, impotensi dan hipotensi ortostatik. Dengan meng-optimalkan
pengawasan terhadap penderita diabetes, polineuropati diabetik dapat dicegah atau diperlambat.
Dibandingkan dengan polineuropati diabetik, jenis lain dari neuropati diabetik mempunyai
prognosa penyembuhan lebih baik. Dalam artikel ini akan dibicarakan tentang klasifikasi,
gejala-gejala klinis dan diagnosa dari neuropati diabetik.
KLASIFIKASI DAN GEJALA KLINIS.
Klasifikasi diabetik neuropathy, menurut Greene, Stevens and Feldman (1999) dikutip dari
Symposium Diabetic Neuropathy : Progress in Diagnosis and Treatment (The American Journal
of Medicine, Vol. 107, Agust 30 1999) yaitu :
A. Diffuse
1. Distal symmetric sensorimotor polyneuropathy
2. Autonomic neuropathy (neuropati Saraf otonom)
a. Sudomotor
b. Cardiovascular
c. Gastrointestinal
16
d. Genitourinary
3. Symmetric proximal lower limb motor neuropathy (amyotrophy)
B. Focal
1. Cranial neuropathy
2. Radiculopathy / plexopathy
3. Entrapment neuropathy
4. Asymmetric lower limb motor neuropathy (amyotrophy)
A. Difus
1. Symmetric Polyneuropathy
Bentuk ini paling banyak dijumpai dengan gejala-gejala yang sifatnya simetris
dan berlangsung kronis.
Pada permulaan biasanya gangguan pada serabut-serabut halus (small fiber)
ditemukan gejala sensibilitas, dapat berupa parestesi, rasa tebal, rasa nyeri, rasa panas
seperti terbakar dan rasa keram pada bagian distal tungkai. Hipalgesia/analgesia dapat
berupa sarung tangan atau kaos kaki dan kondisi seperti ini memudahkan terjadinya
trauma / ulkus pada kaki.
Degenerasi serabut-serabut kasar (large fiber) menyebabkan gangguan
proprioseptif seperti berkurangnya rasa vibrasi / gangguan rasa posisi dapat pula
ditemukan, kadang-kadang ataksi dapat dijumpai dan bentuk ini mirip dengan tabes
dorsalis, dikenal dengan Diabetic Pseudotabes. Lebih jauh bisa pula timbul kelainan
motorik seperti atrofi, refleks tendo menurun sampai menghilang pada bagian distal
dari ekstremitas. Selanjutnya dapat terjadi autonomic neuropathy dengan gejala
impotensi pada pria dan hypotonic neurogenic bladder.
Kadang-kadang bisa dijumpai rasa nyeri didaerah belakang tubuh / trunkus dan
menyebar pada abdomen dan toraks tanpa kelemahan otot. Keadaan ini disebut
sebagai truncal neuropathy. Keadaan ini sering terdapat pada diabetes yang lama dan
umur lanjut. Ada anggapan bahwa rasa nyeri ini mempunyai sifat “self limited”
2. Autonomic neuropathy (neuropati Saraf otonom)
17
Sindroma neuropati saraf otonom dapat berdiri sendiri atau bersama-sama dengan
Simmetric Polyneuropathy, baik pada tahap dini maupun pada tahap lanjut. Insidens
kira-kira 25% dari penderita IDDM.
Gejala klinis neuropati saraf otonom Yaitu :
a. Sistem kardiovaskuler
- Hipotensi ortostatik / postural hypotension timbul akibat disfungsi
vasomotor yakni denervasi saraf simpatis dan.
- “Denervated Heart”.
Terjadi ketidak seimbangan antara simpatis dan para simpatis dan ini dapat
mempengaruhi jantung, biasa dalam bentuk aritmia dan takhikardi /
bradikardi dan dapat dideteksi dengan valsava monouver.
b. sistem pencernaan
- Gangguan pengecap : daya pengecap berkurang dapat diukur dengan
Elektrogustometer
- Kelemahan peristaltik, gejala dapat berupa : disfagia, panas di ulu hati,
muntah-muntah dan pengosongan lambung yang terlambat yang dikenal
dengan gastroparesis.
- Disamping itu bisa pula terjadi diare yang intermitten (diabetic - Diarrhea)
c. Sistem urogenitalia
- Disfungsi Bladder : berupa Hypotonic neurogenic bladder dengan gejala
disuria, retensio urine; insidens 14 - 82% dari penderita diabetes.
- Disfungsi seksual : Impotensia, insidens sekitar 35 - 75%. Gejala dini dapat
berupa gangguan ereksi yang berjalan pelan dan gangguan ejakulasi. Pada
impotensia diabetik biasanya kadar prolaktin, gonadotropin testoteron
normal sehingga pemberian testoteron tidak ada pengaruhnya.
d. Disfungsi sudomotor, tulang dan sendi
- Gangguan keringat berupa hiperhidrosis pada separuh tubuh bagian atas dan
anhidrosis pada separuh tubuh bagian bawah menyebabkan kulit menjadi
kering dan mudah terjadi fisura sehingga menyebabkan timbulnya ulkus
yang sulit sembuh. Berkeringat biasanya pada malam hari.
18
- Sendi terutama lutut/kaki membengkak tetapi tidak nyeri, dikenal dengan
Charcot’s joints.
- Tulang, bisa timbul hiperostosis.
3. Simetric proximal lower limb motor neuropathy (amyotrophy) atau disebut juga
sebagai proximal neuropathy.
Menurut Asbury, proximal neuropati merupakan variasi diabetik radikulopati,
yakni kelemahan pada otot dari pelvic girdle yang terjadi secara pelan-pelan dalam
beberapa hari atau minggu. Gejala awal berupa timbulnya rasa nyeri seakan-akan
ditusuk pisau di daerah lumbosakral dan meluas ke paha secara simetris bilateral.
Lebih jauh bisa timbul kelemahan otot femoral sampai atrofi sehingga penderita kalau
jalan sering jatuh.
Bisa pula gejala-gejala timbul asimetri yang dikenal dengan asimetrik / “focal
peripheral neuropathy”. Adanya atrofi ini menyebabkan keadaan ini disebut pula
sebagai “diabetic amyotrophy” oleh karena ada anggapan bahwa lesi terdapat pada
kornu anterior. Ada pula yang menyebut sebagai femoral neuropathy atau sacral
plexopathy.
Biasanya proximal neuropathy dijumpai pada penderita diabetes yang berumur 50
tahun ke atas, dimana terdapat penurunan berat badan yang menyolok dan gangguan
metabolik yang hebat. Otot yang sering diserang ialah kuadriceps femoris, ileopsoas
dan abduktur paha. Laki-laki lebih banyak dijumpai daripada perempuan dan
dijumpai pada penderita dengan kontrol gula yang jelek. Prognosa baik bila gangguan
metabolik dikoreksi pada waktunya.
B. Fokal
1. Cranial Neuropathy
Keterlibatan saraf kranial paling sering ialah nervus okulomotorius menyusul
nervus abducens dan nervus fasialis, kadang-kdang dapat pula mengenai nervus
throchlearis dan N.akustis. Kadang-kadang dapat terjadi lebih dari pada satu urat
19
saraf yang dikenal sebagai poli-mononeuropati. Gejala-gejala biasanya berupa nyeri
bola mata, diplopia dan ptosis. Biasanya penyebab ialah oklusi vasanervosum.
Prognosis biasanya baik, perbaikan nyata dalam 6 sampai 8 minggu.
2. Radiculopathy
Bisa berupa brachial dan lumbar plexopathy. Nyeri radikuler dan anestesia
mengikuti dermatom. Biasa dijumpai pada penderita diabetes yang umur tua.
3. Compression Neuropathy.
Carpal tunnel syndrome, ulnar nerve entrapment dan gejala-gejala yang mirip
dengan herniasi diskus sering ditemukan. Oleh karena mengenai satu urat saraf maka
disebut pula sebagai mononeuropati diabetik. Gejala utama ialah rasa nyeri sepanjang
persarafan yang terkena dan paresis. Mononeuropathy, urat saraf yang paling sering
terkena ialah N.iskhiadikus, N.medianus dan N.ulnaris.
4. Asymetric Lower Motor Neuropathy (Amyotrophy)
Bentuk diabetik amiotrophy yang asimetrik mengenai otot-otot lower limb
sehingga timbul kelemahan dan atrofi.
PENDEKATAN DIAGNOSTIK NEUROPATI DIABETIK.
Diagnosa didasarkan pada adanya gejala neuropati pada seorang penderita diabetes (IDDM
lebih 5 tahun, dan semua NIDDM) dimana semua penyebab lain dari neuropati selain diabetes
dapat disingkirkan. Sampai saat ini belum ada test klinis spesifik yang dapat memastikan
neuropati diabetik.
Kriteria Diagnosa neuropati Diabetik :
Minimal didapat kelainan melalui pemeriksaan di bawah ini :
1. Gejala klinis
Berdasarkan anamnese :
a. Sensorik : rasa baal, rasa panas, rasa terbakar, rasa kesemutan, rasa kesetrum,
Alodonia, gambaran seperti sarung tangan/kos kaki
b. Keluhan motorik : tungkai / lengan kurang kuat, sering jatuh, sulit naik tangga, sulit
bangkit dari kursi, sulit buka stoples dll.
c. Keluhan otonom :
20
- gangguan berkeringat
- gangguan/disfungsi seksual : gangguan ereksi, sulit orgasme
- diarrhea
- sulit adaptasi dalam gelap dan terang
- keluhan hipotensi ortostatik
DNS (diabetic Neuropathy Symptom)
Skor DNS merupakan 4 point yang bernilai untuk skor gejala, dengan prediksi
nilai yang tinggi untuk menyaring polineuropati pada diabetes. Gejala jalan tidak stabil,
nyeri neuropatik, parestesi atau rasa tebal. Satu gejala dinilai skor 1, maksimum skor 4.
Skor 1 atau lebih diterjemahkan sebagai positif polineuropati DM.
2. Pemeriksaan Klinis
a. Inspeksi: ulserasi pada kaki dan Charcot Joint
b. Pemeriksaan Neurologik :
- pemeriksaan motorik didapat kelemahan tipe LMN
- Pemeriksaan sensorik didapat gambaran kos kaki/sarung tangan untuk rasa
nyeri/suhu
- Gangguan vibrasi.
Diabetic Neuropathy Examination (DNE)
Alat ini mempunyai sensitivitas sebesar 96% dan spesifitas sebesar 515. Skor
DNE adalah sebuah sistem skor untuk mendiagnosa polineuropati distal pada DM. DNE
adalah sistem skor yang sensitif dan telah divalidasi dengan baik dan dapat dilakukan
secara cepat dan mudah di praktek klinik. Skor DNE terdiri dari 8 item yaitu: A)
kekuatan otot ; 1. Quadriceps femoris(ekstensi sendi lutut); 2. Tibialis anterior
(dorsofleksi kaki). B) refleks : 3. Triceps surae/tendon achiles. C)Sensibilitas jari telunjuk
; 4. Sensitivitas terhadap tusukan jarum. D) sensibilitas ibu jari kaki: 5. Sensitivitas
terhadap tusukan jarum ; 6. Sensitivitas terhadap sentuhan; 7. Persepsi getar; dan 8.
Sensitivitas terhadap posisi sendi. Skor 0 adalah normal, skor 1 : defisit ringan atau
sedang (kekuatan oto 3-4, refleks dan sensitivitas menurun); skor 2 : defisit berat
(kekuatan otot 0-2, refleks dan sensitivitas negatif / tidak ada). Nilai maksimal dari 4
21
macam pemeriksaan tersebut adalah 16. Sedangkan kriteria diagnostik untuk neuropati
bila nilai > 3 dari 16 nilai tersebut.
3. Pemeriksaan elektrodiagnostik
ENMG (Elektroneuromiografi) : meliputi kecepatan hantar saraf motorik/sensorik
(KHSM/KHSS)
4. Tes Sensoris kuantitatif : untuk vibrasi dan suhu dikenal dengan Quantitative Sensoric
testing (QST). QST adalah tehnik untuk mengukur intensitas rangsangan yang diperlukan
untuk memberi persepsi sensorik khas dimana sifat fisik serta intensitas diketahui secara
tepat.
5. Tes Fungsi Otonom
a. CARDIOVASKULER
- Evaluasi hipotensi ortostatik dengan postural blood pressure testing
- Resting heart rate
- Valsava manouver
- R - R variation (beat to beat heart rate variation)
b. Eye
Dark-adapted pupil size after total parasimpathetic testing
c. Sudomotor
- Thermoregulatory sweat test (semikuantitatif)
Penderita dibedaki dengan bedak indikator yang menjadi ungu bila basah
- Potensial kulit
Potensial kulit dapat direkam dengan alat EMG terutama dari telapak tangan
dan telapak kaki
- Sweat imprint quantitation
Rangsangan kulit dengan pilocarpin, diperhatikan tetesan keringat baik
diameter maupun distribusinya.
- Quantitative Sudomotor Axon reflex test (QSART)
Mengukur respons keringat setelah dirangsang dengan transcutaneus
iontoforesis dari asetil kholin.
TEORI-TEORI PATOFISIOLOGI POLINEUROPATI DIABETIKA :
22
Teori Vaskuler
Pada pasien DM yang lama seringkali sudah terjadi mikroangiopati yang menjadi dasar
komplikasi kronik DM berupa retinopati, nefropati, dan neuropati. Mikroangiopati akan merubah
fungsi dan struktur kapiler endoneural sehingga menurunkan penyediaan darah pada saraf yang
terkena (iskemik). Selain itu terjadi penebalan membrana basalisyang menyebabkan kerusakan
“blood nerve barrier” dan peningkatan permeabilitas sel saraf sehingga metabolit-metabolit yang
“toksik” masuk ke dalam sel saraf. Biopsi pada nervus suralis pasien neuropati diabetika
ditemukan adanya penebalan pembuluh darah, agregasi trombosit, hiperplasi sel endotel yang
kesemuanya menyebabkan iskemik. Proses iskemik ini juga menyebabkan terganggunya
transport aksonal, aktivitas Na+/K+- ATP ase yang akhirnya menimbulkan degenerasi akson.
Teori Metabolik
Pengendalian kadar glukosa darah sedini mungkin merupakan dasar pengobatanterhadap
DM dan pencegahan timbulnya komplikasi vaskuler. Kondisi hiperglikemia menyebabkan
glukosa dan metabolitnya dipakai oleh beberapa jalur. Beberapa teori yang diajukan untuk
menerangkan dampak negatif hiperglikemia adalah :
a. Penumpukan sorbitol (Polyol Pathway)
Metabolisme glukosa melalui jalur poliol ini terdiri atas dua reaksi yaitu :
1. Reduksi glukosa menjadi sorbitol oleh enzim aldose reductase
2. Oksidasi sorbitol menjadi fruktosa oleh enzim sorbitol dehidrogenase
Pada keadaan normal hanya sebagian kecil metabolisme glukosa yang melalui jalur ini.
Pada keadaan hiperglikemia terjadi peningkatan glukosa intraseluler yangberakibat
meningkatnya jalur ini. Sorbitol dan fruktosa bersifat osmotik sehingga banyak menarik
air, yang akan menimbulkan edema pada sel Schwann dan rusaknya akson. Kerusakan ini
terutama mengakibatkan gangguan penghantaran impuls saraf.
b. Penurunan kadar mioinositol
Mioinositol adalah suatu heksitol siklik yang merupakan bahan utama membran
fosfolipid dan merupakan komponen dari vitamin B. Mioinositol berperan dalam
transmisi impuls, transport elektrolit dan sekresi peptida. Dalam keadaan normal kadar
mioinositol dalam saraf kurang lebih 100 kali dari kadarnya dalamplasma.Hiperglikemia
diduga menurunkan konsentrasi mioinositol melalui 2 cara :
23
1. Glukosa secara kompetitif menghambat transport aktif mioinositol olehsaraf, yang
tergantung dari natrium dan energi
2. Peningkatan aktivitas jalur poliol di dalam sel saraf menyebabkan hilangnya
mioinosit saraf. Karena mioinosit berfungsi dalam transmisi impuls saraf,
akibatnya akan terjadi gangguan hantaran saraf baik motorik maupun sensorik.
c. Glikosilasi non enzimatik
Kondisi hiperglikemia yang berlangsung lama akan menyebabkan terjadinyaproses
glikosilasi protein dengan hasil akhir terbentuknya advanced glycoslated endproducts
(AGE) yang irreversibel dan sangat toksik yang dapat mengubah proteintubuh. Tiga
mekanisme AGE yang dapat menyebabkan perubahan patologis :
1. Terbentuknya AGE intraseluler dengan cepat oleh glukosa, fruktosa dan bahan
perantara sangat reaktif dari jalur metabolik yang secara langsung kan
mengubah fungsi protein pada jaringan target.
2. AGE dapat mengubah alur transduksi sinyal termasuk ligan
pada matrikekstraseluler
3. AGE dapat mengubah tingkat ekspresi gen melalui reseptor spesifik
AGE.Akumulasi AGE pada hewan yang dibuat DM berhubungan dengan defek
pada respon vasodilator Nitric oxyde (NO).3.
Teori Hipoksia
Hipotesis ini dikembangkan dari teori vaskuler dan teori metabolik, dimana perubahan
vaskuler dan perubahan metabolik saling terkait satu sama lain. Hiperglikemia kronik
menyebabkan perubahan-perubahan metabolik yaitu :
1. Perubahan pelepasan oksigen dari sel darah merah
2. Perubahan pola aliran darah mikrovaskuler
3. Perubahan pada mikrovaskuler itu sendiri
Secara keseluruhan menyebabkan mikrohipoksia endoneuron yang memengaruhi
perubahan-perubahan struktural dan fungsional pada serabut-serabut saraf.
24
Aliran darah yang menuju ke saraf perifer tikus yang dibuat menderita DM berkurang
akibat terjadinya mikroangiopati dan hiperviskositas. Keadaan ini akan didapatkan penurunan
oksigen endoneural yang selanjutnya akan menurunkan kecepatan saraf,kandungan mioinositol,
transport aksoplasmik, aktivitas Na-K-ATP ase dan konsumsi oksigen. Berkurangnya oksigen
ini akan mengakibatkan kerusakan saraf.
Teori Hormonal
Fungsi saraf perifer pada polineuropati diabetika dipengaruhi oleh 3 hormon : tiroksin,
testoteron dan insulin. Williamson dkk mengamati bahwa ternyata pemberian tiroksin pada tikus
jantan. DM dapat memperbaiki hantaran saraf motorik danpeningkatan aktivitas Na-K-ATP ase.
Sedangkan pemberian insulin dengan maksudmencapai glukosa normal (euglikemia) ternyata
dapat mencegah neuropati diabetika.
Teori Osmotik
Akibat hiperglikemia terjadi penimbunan sorbitol dan fruktosa melalui jalur
poliol didalam sel Schwann yang menyebabkan akumulasi air didalamnya dan
terjadipeningkatan tekanan osmotik di dalam sel schwann. Hal ini akan mengakibatkan
kerusakan sel saraf dan selanjutnya terjadi demielinasi.
Teori Nerve Growth Factor (NGF)
NGF berupa protein yagn memberi dukungan besar terhadap kehidupan serabut saraf dan neuron
simpatis. Pada pasien dengan DM terjadi penurunan NGF sehingga transport aksonal yang
retrograde (dari organ target menuju badan sel) terganggu. Penurunan kadar NGF pada kulit
pasien DM berkorelasi positif dengan adanya gejala awal small fibers sensory neuropathy.
FAKTOR-FAKTOR RISIKO POLINEUROPATI DIABETIKA
Menurut Echeverry DM (2001), faktor-faktor risiko terjadinya polineuropati diabetika adalah:
1. Umur
Umur lanjut akan menyebabkan kelainan pada saraf tepi, karena terjadi penurunan
aliran arah pada pembuluh darah yang menuju ke saraf tepi dan berkurangnya secara
progresif serabut-serabut baik yang bermielin atau tak bermielin. Perubahan pada serabut
25
saraf besar karakteristik ditandai dengan hilangnya reflek Achilles dan gangguan
sensitivitas vibrasi pada kaki. Sedangkan pada serabut saraf kecil terjadi penipisan
akson,yang dapat menjelaskan kerentanan umur lanjut terhadap timbulnya neuropati.
2. Lamanya Diabetes
Lamanya menderita diabetes menyebabkan risiko timbulnya komplikasi yang khas
seperti retinopati, nefropati dan neuropati meningkat. Aterosklerosis, suatu fenomena
yang “fisiologis” pada usia lanjut, timbul lebih idni dan lebih berat pada penderita
diabetes.
Hal ini disebabkan terjadinya peningkatan radikal bebas sedangkan kemampuan
meredam aktivitas radikal bebas tersebut menurun, sehingga menyebabkan
kerusakanendotel vaskuler dan menurunkan vasodilatasi yang diduga karena
abnormalitas pada alur produksi NO.
3. Hipertensi
Pada hipertensi esensial terjadi gangguan fungsi endotel disertai peningkatan
permeabilitas endotel yang secara tidak langsung berpengaruh terhadap aterogenesis.
Disfungsi endotel ini akan menambah tahanan perifer dan komplikasi vaskuler ditambah
lagi penurunan kadar NO.
Disamping itu hipertensi akan memudahkan terjadinya stress oksidatif dalam dinding
arteri, dimana superoksida akan memacul progresifitas aterosklerosis melalui destruksi
NO. Konsentrasi angiotensin II yang meningkat akan memacu aktivitas lipooksigenase
menyebabkan oksidasi LDL dan memacu proses inflamasi yang selanjutnya terbentuk
hidrogen peroksida dan radikal bebas dalam plasma. Proses ini semua akan
mengakibatkan penurunan NO oleh sel endotel,peningkatan adhesi leukosit dan
peningkatan resistensi perifer.
4. Dislipidemia
Kolesterol LDL yang teroksidasi akan merusak alur L-arginin-NO melalui inaktivasi
proteinG1, penurunan penyediaan L-arginin intraseluler dan destruksi NO oleh
superoksida. Kolesterol LDL yang teroksidasi juga menghambat vasodilatasi dan
menstimulasi faktor pertumbuhan menyebabkan hiperproliferasi sel otot polos dan sel
endotel pembuluh darah. Sedangkan HDL memegan peranan penting dalam transport
kolesterol dari jaringan perifer ke hepar.
26
TATA LAKSANA
Terapi Nonmedikamentosa
1. Edukasi
Edukasi pasien sangat penting dalam tatalaksana neuropati diabetik. Target pengobatan
dibuat serealistik mungkin sejak awal, dan hindari memberi pengahrapan yang berebihan.
2. Perawatan Umum (kaki)
Jaga kebersihan kaki, hindari trauma kaki seperti sepatu yang sempit. Cegah trauma
berulang padaneuropati kompresi.
3. Pengendalian Glukosa Darah
Terapi medikamentosa
Dengan menggunakan obat-obat :
1. Golongan aldolase reductase inhibitor, yang berfungsi menghambat penimbunan sorbitol
danfruktosa
2. Penghambat ACE
3. Neutropin- Nerve growth factor- Brain-derived neurotrophic factor
4. Alpha Lipoic Acid, suatu antioksidan kuat yang dapat membersihkan radikal hidroksil,
superoksida danperoksil serta membentuk kembali glutation.
5. Pedoman tatalaksana neuropati diabetik dengan nyeri, diantaranya :1. NSAID (ibuprofen
dan sulindac)2. Antidepresan trisiklik (amitriptilin, imipramin, nortriptilin, paroxetine)3.
Antikonvulsan (gabapentin, karbamazepin)4. Antiarimia (mexilletin)5. Topikal :
capsaicin, fluphenazine, transcutaneous electrical nerve stimulation
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Asbury, A.K. and Bird, S.J : Disorders of Peripheral nerve, in : Diseases of Nervous
System, Clinical Neurobiology 2nd ,W.B. Saunders Philadelphia 1992.
2. Beers, M.H. and Berkow, R. : Endocrine and metabolic Disorders in : The Merck manual
17th ed. (centennial Ed). Merck research lab. 1999.
3. Brown, M.J : PENN neurology 2000, Managemnet of Common Neurologic Problems,
University of pennsylvania health System. Alpha medica Press, A Division of Alpha
Medica Inc. Irvington, New York.
4. Djoenaidi Widjaja, : A Diagnostic Approach to Peripheral neuropathy. Bagian/SMF Ilmu
Penyakit Saraf FK-Unair, 2000.
5. Greene, D.A; Stevens, M.J. and feldman, E.L : Diabetic neuropathy : Scope of Syndrome
: in Symposium Diabetic Neuropathy : progress in Diagnosis and Treatment. The
American Journal of Medicine, vol. 107, 1999
6. Meliala, L; Andradi, S. ; Purba, J.S.; Anggraini, H : Nyeri Neuropati Diabetik dalam :
Penuntun Praktis Penanganan Nyeri Neuropatik. Pokdi Nyeri PERDOSSI, 2000.
7. Ward, J. and Goto, Y. : Diabetic Autonomic Neuropathy, in : Diabetic Neuropathy, John
Wiley & Sons, 1990.
28