Dasar Teori Spirometri Novi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Praktikum spirometri Blok 11 Sistem Respirasi

Citation preview

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan industri beserta produknya memiliki dampak positif terhadap kehidupan manusia berupa makin luasnya lapangan kerja, kemudahan dalam komunikasi dan transportasi dan akhirnya juga berdampak pada peningkatan sosial ekonomi masyarakat. Disisi lain dampak negatif yang terjadi adalah timbulnya penyakit akibat pajanan bahan-bahan selama proses industri atau dari hasil produksi itu sendiri. Hal tersebut menghawatirkan karena mengancam kesehatan dan lingkungan, diantaranya pencemaran udara ataupun proses pengolahan bahan baku tertentu yang berpotensi bahaya seperti debu batu bara, semen, kapas, asbes, zat-zat kimia, gas-gas beracun, dan lainnya. Tergantung jenis paparan yg terhisap, berbagai penyakit paru dapat timbul pada seseorang/pekerja. Penyakit tersebut terjadi akibat rusaknya jaringan paru-paru yang dapat berpengaruh terhadap produktivitas dan kualitas kerja (Baharudin, 2010) Menurut data ILO pada tahun 1999, penyakit saluran pernapasan menempati urutan ketiga sebagai penyebab kematian yang berhubungan dengan pekerjaan. Tujuh persen dari semua kematian di seluruh dunia setiap tahun disebabkan oleh penyakit paru dan pernafasan yang sesungguhnya dapat dicegah. Jutaan orang sedang menjalani usia tua yang menyakitkan karena penyakit paru dan pernafasan yang seharusnya dapat diobati jika saja sudah terdeteksi secara dini melalui pemeriksaan yang tepat yaitu spirometri (Baharudin, 2010) Spirometri adalah tes fisiologis yang mengukur bagaimana seseoranng mengembuskan napas atau menghirup udara sebagai fungsi waktu. Sinyal utama diukur dalam spirometri mungkin volume atau aliran. Spirometri sangat berharga sebagai tes skrining umum pernafasan kesehatan dengan cara yang sama dengan tekanan darah yang memberikan informasi penting tentang kardiovaskular kesehatan (Guyton, 2007).

1.2 Tujuan1. untuk mendemostrasikan dan menganalisa kapasitas pernafasan manusia

2. untuk mengukur efektivitas dan kecepatan paru dalam mengisi dan mengosongkan udara3. untuk mengetahui fungsi atau faal paru [1]

4. untuk mengetahui adanya gangguan di paru dan saluran pernapasan 1.3 Manfaat Sarana untuk menambah wawasan pengetahuan dan pengalaman sehingga menjadi bekal di kemudian hari yang kelak dapat diterapkan dalam praktek yang sesungguhnya sehingga tercapai keselarasan antara teori dan praktek di lapangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA[2]

2.1

Anatomi Sistem Pernapasan Sistem pernapasan merupakan saluran penghantar udara yang terdiri dari beberapa organ

dasar seperti hidung, faring, laring, trakea, bronkus, dan paru-paru. Organ-organ ini bekerja sama dalam menerima udara bersih, pergantian udara dari darah, dan mengeluarkan udara yang telah dimodifikasi (Seeley, 2004). Sistem pernapasan dapat dibagi menjadi 2 bagian tergantung fungsinya, yaitu konduksi, sebagai bagian yang berfungsi dalam proses penghantaran dan bagian respiratorik yang terdiri atas alveoli dan regio distal lainnya yang berfungsi dalam pertukaran gas. Organ-organ respirasi dapat dibagi lagi menurut letaknya, yaitu upper respiratory tract yang terdiri dari daerah dari hidung hingga laring dan lower respiratory tract yang terdiri dari trakea, bronkus, bronkiolus, dan paru-paru (Seeley, 2004).

Gambar 2.1 Sistem Pernapasan Saluran pernapasan dari hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh membran mukosa bersilia. Ketika udara masuk melalui rongga hidung, maka udara disaring, dihangatkan, dan dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari sel epitel bertingkat, bersilia, dan bersel goblet. Permukaan epitel diliputi oleh lapisan mukus[3]

yang disekresi oleh sel goblet dan kelenjar mukosa. Partikel debu yang kasar disaring oleh rambut-rambut yang terdapat dalam lubang hidung, sedangkan partikel yang halus akan terjerat dalam lapisan mukus. Gerakan silia mendorong lapisan mukus ke bagian posterior di dalam rongga hidung dan ke bagian superior di dalam sistem pernapasan bagian bawah menuju ke faring. Dari sini partikel halus akan tertelan atau dibatukkan keluar. Lapisan mukus memberikan air untuk kelembaban, dan banyaknya jaringan pembuluh darah di bawahnya akan menyuplai panas ke udara inspirasi. Jadi udara inspirasi telah disesuaikan sehingga ketika mencapai faring hampir bebas debu, bersuhu mendekati temperatur tubuh, dan kelembabannya mencapai 100% (Price, 2006). Udara akan mengalir dari faring menuju laring. Laring terdiri dari rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot-otot dan mengandung pita suara. Laring juga mempunyai fungsi batuk untuk membantu menghalau benda-benda asing dan sekret keluar dari saluran pernapasan bagian bawah. Di antara pita suara terdapat ruang berbentuk segitiga (glotis) yang bermuara ke dalam trakea, dan merupakan pemisah antara saluran napas bagian atas dan bawah. Trakea disokong oleh cincin tulang rawan yang berbentuk seperti sepatu kuda. Struktur trakea dan bronkus dianalogikan sebagai pohon trakeobronkial. Tempat trakea bercabang menjadi bronkus utama kiri dan kanan disebut karina. Karina memiliki banyak saraf dan dapat menyebabkan bronkospasme serta batuk yang berat jika dirangsang (Price, 2006). Bronkus utama kiri dan kanan tidak simetris. Bronkus utama kanan lebih pendek dan lebar serta merupakan kelanjutan dari trakea yang arahnya hampir vertikal. Sebaliknya, bronkus utama kiri lebih panjang dan sempit serta merupakan kelanjutan dari trakea dengan sudut yang lebih tajam. Oleh sebab itu, benda asing yang terhirup lebih sering tersangkut pada percabangan bronkus kanan karena arahnya yang vertikal. Cabang utama bronkus kanan dan kiri akan membentuk bronkus lobaris dan kemudian bronkus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronkus yang ukurannya lebih kecil sampai akhirnya membentuk bronkiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveolus. Setelah bronkiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paru sebagai temapat pertukaran udara. Asinus terdiri dari bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, dan sakus alveolaris terminalis yang merupakan struktur akhir paru. Alveolus merupakan bagian dari struktur paru-paru yang sangat fungsional. Alveolus merupakan kantong bundar berdiameter 0.2-0.5 mm (Price, 2006). Paru-paru merupakan organ yang luas, berbentuk konkaf pada bagian basalnya pada diafragma, serta berbentuk tumpul pada bagian apeksnya. Paru-paru merupakan muara dari bronkus, pembuluh darah, pembuluh limfe, dan nervus. Paru-paru kiri berukuran lebih kecil[4]

daripada yang kanan akibat kemiringan jantung ke sisi kiri. Paru-paru kiri memiliki dua lobus, yaitu lobus superior dan lobus inferior. Kedua lobus ini dipisahkan oleh fisura obliqua. Sedangkan paru-paru kanan memiliki tiga lobus, yaitu lobus superior, lobus medius, dan lobus inferior. Ketiga lobus tersebut dipisahkan oleh fisura obliqua dan fisura horizontalis (Price, 2006). Pleura merupakan suatu lapisan membran serosa yang menutupi paru-paru. Pleura ada dua macam, yaitu pleura viseralis yang menjulur ke dalam fisura, serta pleura parietalis yang melekat di mediastinum dan permukaan superior dari diafragma. Di antara pleura parietalis dan pleura viseralis terdapat suatu ruangan yang disebut pleural cavity, yang diisi oleh cairan pelumas dengan beberapa fungsi, contohnya sebagai lubrikan. Cairan pleural bersifat licin sehingga dapat mengurangi gesekan pada saat paru-paru mengembang. Selain itu, cairan pleural juga akan menciptakan suatu gradien tekanan di dalam paru-paru (Seeley, 2004). 2.2 Fisiologi Sistem Pernapasan Sistem pernapasan mempunyai fungsi utama untuk menyediakan oksigen (O2) dan mengeluarkan karbondioksida (CO2) dari tubuh. Fungsi ini merupakan fungsi yang vital bagi kehidupan. Oksigen dibutuhkan dalam metabolisme sel untuk menghasilkan energi bagi tubuh yang dipasok terus-menerus, sedangkan karbondioksida merupakan bahan toksik yang harus segera dikeluarkan dari tubuh. Bila CO2 menumpuk di dalam darah akan menyebabkan penurunan pH sehingga dapat menimbulkan keadaan asidosis yang mengganggu fungsi tubuh dan bahkan dapat menyebabkan kematian (Seeley, 2004). Proses pernapasan berlangsung melalui beberapa tahapan, yaitu : 1) 2)3)

Ventilasi paru, yang berarti pertukaran udara antara atmosfer dan alveolus paru Difusi oksigen dan karbondioksida antara alveoli dan darah Pengangkutan oksigen dan karbondioksida dalam darah dan cairan tubuh ke dan

dari sel jaringan tubuh (Guyton, 2007). Udara bergerak masuk dan keluar paru karena adanya selisih tekanan yang terdapat antara atmosfer dan alveolus akibat kerja mekanik otot-otot. Diantaranya itu perubahan tekanan intrapulmonar, tekanan intrapleural, dan perubahan volume paru (Guyton, 2007). Keluar masuknya udara pernapasan terjadi melalui 2 proses mekanik, yaitu :1)

Inspirasi : proses aktif dengan kontraksi otot-otot inspirasi untuk menaikkan

volume intratoraks, paru-paru ditarik dengan posisi yang lebih mengembang, tekanan dalam saluran pernapasan menjadi negatif dan udara mengalir ke dalam paru-paru.[5]

2)

Ekspirasi : proses pasif dimana elastisitas paru (elastic recoil) menarik dada

kembali ke posisi ekspirasi, tekanan recoil paru-paru dan dinding dada seimbang, tekanan dalam saluran pernapasan menjadi sedikit positif sehingga udara mengalir keluar dari paru-paru, dalam hal ini otot-otot pernapasan berperan (Yulaekah, 2007). 2.2.1 Parameter Fungsi Paru 1) Volume Paru Ada empat jenis volume paru, yaitu :a)

Volume tidal, yaitu jumlah udara yang dihirup atau dihembuskan dalam

satu siklus pernapasan normal. Besarnya kira-kira 500 ml pada rata-rata orang dewasa.b)

Volume cadangan inspirasi, yaitu jumlah maksimal udara yang masih Volume cadangan ekspirasi, yaitu jumlah maksimal udara yang masih Volume residu, yaitu jumlah udara yang masih ada di dalam paru

dapat dihirup setelah akhir inspirasi kuat. Biasanya mencapai 3.000 ml.c)

dapat dihembuskan sesudah akhir ekspirasi kuat. Jumlahnya sekitar 1.100 ml.d)

sesudah melakukan ekspirasi maksimal atau ekspirasi yang paling kuat. Volume tersebut 1.200 ml (Guyton, 2007). 2) Kapasitas Paru Peristiwa dalam sikus paru mencakup dua atau lebih nilai volume paru. Kombinasi ini disebut kapasitas paru, yang dijelaskan sebagai berikut : a) Kapasitas inspirasi sama dengan volume tidal ditambah volume cadangan inspirasi. Ini adalah jumlah udara (kira-kira 3.500 ml) yang dapat dihirup oleh seseorang, dimulai pada tingkat ekspirasi normal dan pengembangan paru sampai jumlah maksimal. b) Kapasitas residu fungsional sama dengan volume cadangan ekspirasi ditambah volume residu. Ini adalah jumlah udara yang tersisa dalam paru pada akhir ekspirasi normal (kira-kira 2.300 ml). c) Kapasitas vital sama dengan volume cadangan inspirasi ditambah volume tidal dan volume cadangan ekspirasi. Ini adalah jumlah udara maksimum yang dapat dikeluarkan oleh seseorang dari paru, setelah terlebih dahulu mengisi paru secara maksimum dan kemudian mengeluarkan sebanyak-banyaknya (kirakira 4.600 ml).[6]

d)

Kapasitas

paru

total

adalah

volume

maksimum

yang

dapat

mengembangkan paru sebesar mungkin dengan inspirasi sekuat mungkin (kirakira 5.800 ml). Jumlah ini sama dengan kapasitas vital ditambah volume residu (Guyton, 2007).

Gambar 2.2 Volume dan Kapasitas Paru

Semua volume dan kapasitas paru pada wanita 25% lebih kecil dibandingkan dengan pria. Kapasitas vital rata-rata pria dewasa kira-kira 4,8 liter sedangkan wanita dewasa 3,1 liter. Pengukuran kapasitas vital paru seringkali digunakan secara klinis sebagai indeks fungsi paru. Nilai tersebut memberikan informasi mengenai kekuatan otot-otot pernapasan serta beberapa aspek fungsi pernapasan lainnya (Yulaekah, 2007). 2.2.2 Pengukuran Faal Paru Pemeriksaan faal paru sangat dianjurkan bagi tenaga kerja, yaitu menggunakan spirometer, karena pertimbangan biaya yang murah, ringan, praktis dibawa kemana-mana, akurasinya tinggi, cukup sensitif, tidak invasif dan dapat memberi sejumlah informasi yang handal. Dari berbagai pemeriksaan faal paru, yang sering dilakukan adalah :1)

Kapasitas Vital (VC) adalah volume udara maksimal yang dapat dihembuskan[7]

setelah inspirasi maksimal. Ada dua macam kapasitas vital paru berdasarkan cara

pengukurannya, yaitu vital capacity (VC) dengan subjek tidak perlu melakukan aktivitas pernapasan dengan kekuatan penuh dan forced vital capacity (FVC), subjek melakukan aktivitas pernapasan dengan kekuatan maksimal. Pada orang normal tidak ada perbedaan antara FVC dan VC, sedangkan pada kelainan obstruksi terdapat perbedaan antara VC dan FVC. VC merupakan refleksi dari kemampuan elastisitas jaringan paru atau kekakuan pergerakan dinding toraks. VC yang menurun menunjukkan kekakuan jaringan paru atau dinding toraks, sehingga dapat dikatakan pemenuhan (compliance) paru atau dinding toraks mempunyai korelasi dengan penurunan VC. Pada kelainan obstruksi ringan, VC hanya mengalami penurunan sedikit atau mungkin normal.2)

Forced Expiratory Volume in 1 Second (FEV1) merupakan besarnya volume

udara yang dikeluarkan dalam satu detik pertama. Lama ekspirasi pertama pada orang normal berkisar antara 4-5 detik dan pada detik pertama orang normal dapat mengeluarkan udara pernapasan sebesar 80% dari nilai VC. Fase detik pertama ini dikatakan lebih penting dari fase-fase selanjutnya. Adanya obstruksi pernapasan didasarkan atas besarnya volume pada detik pertama tersebut. Interpretasi tidak didasarkan pada nilai absolutnya tetapi pada perbandingan nilai FEV1 dengan FVC. Bila FEV1/FVC kurang dari 75 % berarti abnormal. Pada penyakit obstruktif seperti bronkitis kronik atau emfisema terjadi pengurangan FEV1 yang lebih besar dibandingkan kapasitas vital (kapasitas vital mungkin normal) sehingga rasio FEV1/FVC kurang dari 75%.

Gambar 2.3 Klasifikasi Penilaian Fungsi Paru

2.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kapasitas Fungsi Paru

[8]

1)

Jenis kelamin. Kapasitas vital rata-rata pria dewasa muda lebih kurang 4,6 liter

dan perempuan muda kurang lebih 3,1 liter. Volume paru pria dan wanita berbeda dimana kapasitas paru total pria 6,0 liter dan wanita 4,2 liter.2)

Posisi tubuh. Nilai kapasitas fungsi paru lebih rendah pada posisi tidur

dibandingkan posisi berdiri. Pada posisi tegak, ventilasi persatuan volume paru di bagian basis paru lebih besar dibandingkan dengan bagian apeks. Hal ini terjadi karena pada awal inspirasi, tekanan intrapleura di bagian basis paru kurang negatif dibandingkan bagian apeks, sehingga perbedaan tekanan intrapulmonal-intrapleura di bagian basis lebih kecil dan jaringan paru kurang teregang. Keadaan tersebut menyebabkan persentase volume paru maksimal posisi berdiri lebih besar nilainya. 3) Kekuatan otot-otot pernapasan. Pengukuran kapasitas fungsi paru bermanfaat dalam memberikan informasi mengenai kekuatan otot-otot pernapasan. Apabila nilai kapasitas normal tetapi nilai FEV1 menurun, maka dapat mengakibatkan rasa nyeri, contohnya pada penderita asma.4)

Ukuran dan bentuk anatomi tubuh. Obesitas meningkatkan resiko penurunan

kapasitas residu ekspirasi dan volume cadangan ekspirasi dengan semakin beratnya tubuh. Pada pasien obesitas, volume cadangan ekspirasi lebih kecil daripada kapasitas vital sehingga dapat mengakibatkan sumbatan saluran napas.5)

Proses penuaan atau bertambahnya umur. Umur meningkatkan resiko mortalitas

dan morbiditas. Selain itu juga dapat terjadi penurunan volume paru statis, arus puncak ekspirasi maksimal, daya regang paru, dan tekanan O2 paru. Aktivitas refleks saluran napas berkurang pada orang yang lanjut usia, akibatnya kemampuan daya pembersih saluran napas juga berkurang. Insiden tertinggi gangguan pernapasan biasanya pada usia dewasa muda. Pada wanita frekuensi mencapai maksimal pada usia 40-50 tahun, sedangkan pada pria frekuensi terus meningkat sampai sekurang-kurangnya mencapai usia 60 tahun.6)

Daya pengembangan paru (compliance). Peningkatan volume dalam paru

menghasilkan tekanan positif, sedangkan penurunan volume dalam paru menimbulkan tekanan negatif. Perbandingan antara perubahan volume paru dengan satuan perubahan tekanan saluran udara menggambarkan compliance jaringan paru dan dinding dada. Compliance paru sedikit lebih besar apabila diukur selama pengempisan paru dibandingkan diukur selama pengembangan paru.

[9]

7)

Masa kerja dan riwayat pekerjaan. Semakin lama tenaga kerja bekerja pada

lingkungan yang menyebabkan gangguan kesehatan, maka penurunan fungsi paru pada orang tersebut akan bertambah dari waktu ke waktu. 8) Riwayat penyakit paru. Banyak para pekerja yang terkena gangguan pernapasan bukan karena keturunan, melainkan akibat tertular oleh kuman atau basilnya. Biasanya kuman tersebut berasal dari lingkungan rumah, pasar, terminal, stasiun, lingkungan kerja, ataupun tempat-tempat umum lainnya. 9) Olahraga rutin. Kebiasaan olah raga akan meningkatkan denyut jantung, fungsi paru, dan metabolisme saat istirahat. 10) Kebiasaan merokok. Tembakau merupakan penyebab penyakit gangguan fungsi paruparu yang bersifat kronis dan obstruktif, yang pada akhirnya dapat menurunkan daya tahan tubuh (Yulaekah, 2007). 2.3 Gangguan Fungsi Paru Pada individu normal terjadi perubahan (nilai) fungsi paru secara fisiologis sesuai dengan perkembangan umur dan pertumbuhan parunya (lung growth). Mulai dari fase anak sampai kira- kira umur 22-24 tahun terjadi pertumbuhan paru sehingga pada waktu itu nilai fungsi paru semakin besar bersamaan dengan pertambahan umur. Beberapa waktu nilai fungsi paru menetap (stasioner) kemudian menurun secara gradual, biasanya pada usia 30 tahun mulai mengalami penurunan, selanjutnya nilai fungsi paru mengalami penurunan rata-rata sekitar 20 ml tiap pertambahan satu tahun usia seseorang (Yulaekah, 2007). Gangguan fungsi ventilasi paru menyebabkan jumlah udara yang masuk ke dalam paruparu akan berkurang dari normal. Gangguan fungsi ventilasi paru yang utama adalah : 1) Restriksi, yaitu penyempitan saluran paru-paru yang diakibatkan oleh bahan yang bersifat alergen seperti debu, spora jamur, dan sebagainya, yang mengganggu saluran pernapasan. 2)3)

Obstruksi, yaitu penurunan kapasitas fungsi paru yang diakibatkan oleh Kombinasi obstruksi dan restriksi (mixed), yaitu terjadi juga karena proses

penimbunan debu-debu sehingga menyebabkan penurunan kapasitas fungsi paru. patologi yang mengurangi volume paru, kapasitas vital dan aliran udara, yang juga melibatkan saluran napas. Rendahnya FEVl/FVC (%) merupakan suatu indikasi obstruktif saluran napas dan kecilnya volume paru merupakan suatu restriktif (Yulaekah, 2007).[10]

2.4 Spirometri Salah satu metode untuk melakukan pengukuran volume dan kapasitas dinamis paru adalah dengan spirometri. Tujuannya adalah untuk mengukur efektivitas dan kecepatan paru dalam mengisi dan mengosongkan udara. Spirometri adalah suatu teknik pemeriksaan untuk mengetahui fungsi/faal paru, di mana pasien diminta untuk meniup sekuat-kuatnya melalui suatu alat yang dihubungkan dengan mesin spirometer yang secara otomatis akan menghitung kekuatan, kecepatan dan volume udara yang dikeluarkan, sehingga dengan demikian dapat diketahui kondisi faal paru pasien. Pemeriksaan spirometri digunakan untuk mengetahui adanya gangguan di paru dan saluran pernapasan. Alat ini sekaligus digunakan untuk mengukur fungsi paru. Pasien yang dianjutkan untuk melakuakan pemeriksaan ini antara lain pasien yang mengeluh sesak napas, pemeriksaan berkala bagi pekerja pabrik, penderita PPOK, penyandang asma, dan perokok. (Baharudin, 2010)

BAB III METODE PRAKTIKUM 3.1 Judul Praktikum : Spirometri 3.2 Tujuan : Untuk mendemonstrasikan dan menganalisa kapasitas pernafasan manusia 3.3 Hari, tanggal praktikum : 27 Maret 2012 3.4 Alat dan bahan :

1. Spirometer collins 2. Kapas atau tissu 3. Alkohol 70%[11]

4. Penjepit hidung 5. Alat tulis 3.5 Cara Kerja :

1. Bersihkan mulut pipa (mouth piece) spirometer dengan kapas dan alkohol 70% 2. Naracoba dalam posisi berdiri, berlatih menghembuskan nafas melalui mulut pipa

beberapa kali dengan hidung ditutup. Perhatikan penunjuk dan skala dan tidak boleh terlihat oleh naracoba3. Mengukur volume tidal (TV). Letakan jarum penunjuk pada skala 0. Naracoba

melakukan inspirasi biasa (tanpa melalui pipa) kemudian ekspirasi biasa melalui mulut pipa spirometer dengan hidung tertutup. Catat angka jarum penunjuk pada skala, ulangi percobaan sebanyak 3 kali catat nilai rata- rata TV4. Mengukur expiratory reserve volume (ERV). Letakan penunjuk pada skala 0. Naracoba

melakukan inspirasi normal (tanpa pipa) kemudian melakukan ekspirasi semaksimal mungkin melalui pipa dengan hidung tertutup. Lakukan 3 kali, catat nilai rata- rata5. Mengukur vital capacity (VC). Letakan penunjuk pada skala 0, naracoba melakukan

inspirasi semaksimal mungkin, kemudian ekspirasi semaksimal mungkin melalui mulut pipa dengan hidung tertutup. Ekspirasi dilakukan dengan pelan dan tenang. Lakukan 3 kali, catat nilai rata- rata. 6. Lakukan pengukuran VC (no.5) dengan naracoba yang sama pada posisi duduk dan berbaring7. Dari percobaan no. 3, 4, dan 5 dapat ditentukan nilai inspiratory reserve volume (IRV)

bagaimana rumusnya, berapa hasil untuk masing- masing naracoba? 8. Tunjuk 1 orang untuk menilai frekuensi pernafasan salah satu naracoba secara diamdiam. Setelah mendapatkan frekuensi nafas, hitung : a. Volume inspirasi normal selama 1 menit 1 jam dan 1 hari b. Hitung jumlah oksigen yang dipakai selama 1 jam dan 1 hari

[12]

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN4.1 HasilTabel 1. Respiratory Rate

Nama Deden Ilham Anggrian Ragil Fredy Abrar Tata Sigit Oc Sigit R Ian P Rahmad Az Maulana

Sex Lk Lk Lk Lk Lk Lk Lk Lk Lk Lk Lk Lk

TB 176 176 174 172 174 170 178 171 174 172 176 179[13]

Usia 19 19 19 21 20 19 19 20 19 18 19 19

RR 12x/menit 13 x/menit 20 x/menit 18 x/menit 18 x/menit 17 x/menit 18 x/menit 18 x/menit 20 x/menit 17 x/menit 23 x/menit 16 x/menit

Tabel 2. Posisi berdiri

Nama Deden Ilham Anggrian Ragil Fredy Abrar Tata Sigit Oc Sigit R Ian P Rahmad Maulana

Sex TB Lk Lk Lk Lk Lk Lk Lk Lk Lk Lk Lk Lk 176 176 174 172 174 170 178 171 174 172 176 179

Usia TV 19 19 19 21 20 19 19 20 19 18 19 19 800 500 600 600 500 400 400 700 300 800 1.000 700

VC 3.800 3.900 2.700 2.300 3.500 3.500 3.000 2.900 2.400 2.900 3.200 3.800

ERV

IRV

2.900 100 2.600 800 1.400 700 1.500 200 1.500 1.500 2.500 600 1.600 1.000 2.000 200 1.500 600 2.000 100 1.900 300 2.000 1.100

Vol 1 Vol 1 jam mnt 9.600 576.000 6.500 390.000 12.000 720.000 10.800 648.000 9.000 540.000 6.800 408.000 7.200 432.000 12.600 756.000 6.000 360.000 13.600 816.000 23.000 1.380.000 11.200 672.000

Vol 1 hari 13.824.000 9.360.000 17.280.000 15.552.000 12.960.000 9.792.000 10.368.000 18.144.000 8.640.000 19.584.000 33.120.000 16.128.000

O2 1 hari 2.764.800 1.872.000 3.456.000 3.110.400 2.592.000 1.958.400 2.073.600 3.628.800 1.728.000 3.916.800 6.624.000 3.225.600

Tabel 3. Posisi duduk

Nama Deden Ilham Anggrian Ragil Fredy Abrar Tata Sigit Oc Sigit R Ian P Rahmad Maulana

Sex TB Lk Lk Lk Lk Lk Lk Lk Lk Lk Lk Lk Lk 176 176 174 172 174 170 178 171 174 172 176 179

Usia TV 19 19 19 21 20 19 19 20 19 18 19 19 500 600 800 500 600 800 800 700 700 600 1.000 700

VC 3.000 3.900 2.700 2.800 3.600 3.300 3.200 2.700 2.500 3.000 3.200 3.800

ERV 2.400 2.100 1.400 300 1.500 2.000 1.900 1.800 1.600 1.400 1.800 1.600

IRV 100 1.200 500 2.000 1.500 500 500 200 200 1.000 400 1.500

Vol 1 Vol 1 jam mnt 6.000 360.000 7.800 468.000 16.000 960.000 9.000 540.000 10.800 648.000 13.600 816.000 14.400 864.000 12.600 756.000 14.000 840.000 10.200 612.000 23.000 1.380.000 11.200 672.000

Vol 1 hari 8.640.000 11.232.000 23.040.000 12.960.000 15.552.000 19.584.000 20.736.000 18.144.000 20.160.000 14.688.000 33.120.000 16.128.000

O2 1 hari 1.728.000 2.246.400 4.608.000 2.592.000 3.110.400 3.916.800 4.147.200 3.628.800 4.032.000 2.937.600 6.624.000 3.225.600

Tabel 4. Posisi berbaring

[14]

Nama Deden Ilham Anggrian Ragil Fredy Abrar Tata Sigit Oc Sigit R Ian P Rahmad Maulana

Sex TB Lk Lk Lk Lk Lk Lk Lk Lk Lk Lk Lk Lk 176 176 174 172 174 170 178 171 174 172 176 179

Usia TV 19 19 19 21 20 19 19 20 19 18 19 19 500 500 900 400 700 700 1.000 800 700 600 1.100 1.000

VC 3.300 3.800 2.400 2.200 3.500 2.900 3.000 2.800 2.000 2.800 2.500 3.700

ERV 2.100 1.700 1.200 1.700 1.800 2.100 1.500 900 1.000 2.100 1.100 1.300

IRV 700 1.600 300 100 1000 100 500 1.100 300 200 300 1.400

Vol 1 mnt 6.000 6.500 18.000 7.200 12.600 11.900 18.000 14.400 14.000 10.200 25.300 16.000

Vol 1 jam Vol 1 hari 360.000 390.000 1.080.000 432.000 756.000 714.000 1.080.000 864.000 840.000 612.000 1.518.000 960.000 8.640.000 9.360.000 25.920.000 10.368.000 18.144.000 17.136.000 25.920.000 20.736.000 20.160.000 14.688.000 36.432.000 23.040.000

O2 1 hari 1.728.000 1.872.000 5.184.000 2.073.600 3.628.800 3.427.200 5.184.000 4.147.200 4.032.000 2.937.600 7.286.400 4.608.000

*) satuan dalam milliliter (ml)

4.2

Pembahasan Tabel 1. Respiratory Rate Tabel 1 merupakan hasil dari perhitungan respiratory rate yang dihitung dalam satu menit, normalnya respiratory rate pada dewasa adalah 16-24x/menit. Dari 12 data naracoba diatas terdapat 2 naracoba yang respiratory rate nya kurang dari normal yaitu Deden 12x/menit dan Ilham 13x/menit, hal itu kemungkinan disebabkan karena kesalahan dalam menghitung jumlah respiratory rate per menit atau memang terdapat gangguan pada sistem respirasi pada kedua naracoba tersebut, sedangkan 10 naracoba lainnya dalam batas yang normal.

Tabel 2. Pengukuran Spirometri pada Posisi Berdiri Tabel 2 merupakan tabel pengukuran spirometri pada posisi berdiri menggunakan sprirometer. Pada posisi berdiri dilakukan pengukuran terhadap tidal volume (TV), expiratory reserve volume (ERV) dan vital capacity (VC). Setelah pengukuran ketiga volume tersebut, maka dapat ditentukan:[15]

1. Inspiratory reserve volume (IRV) dengan menggunakan rumus : VC = VT + IRV +

ERV jadi IRV = VC TV ERV. 2. 3. 4. Untuk menentukan volume pernapasan 1 menit menggunakan rumus: RR x TV. Untuk menentukan volume pernapasan 1 jam menggunakan rumus: Volume pernapasan 1 menit x 60. Untuk menentukan volume pernapasan 1 hari menggunakan rumus: volume pernapasan 1 jam x 24.5. Untuk menentukan jumlah oksigen yang dipakai selama 1 hari: volume pernapasan

1 hari x 20%

Dari 12 data diatas didapatkan 7 naracoba memiliki nilai Tidal Volume (TV) diatas nilai rata-rata yaitu Deden, Anggrian, Ragil, Sigit Oc, Ian, Rahmat Az, dan Maulana kemungkinan disebabkan karena kesalahan dalam menghitung nilai Tidal Volume (TV), naracoba sedang memiliki gangguan pada sistem respirasi dan juga naracoba yang tidak koperatif. Dari 12 data diatas didapatkan semua naracoba memiliki Expiratory Reserve Volume (ERV) diatas rata-rata, hal itu kemungkinan disebabkan karena kesalahan dalam menghitung nilai Expiratory Reserve Volume (ERV), naracoba sedang memiliki gangguan pada sistem respirasi dan juga naracoba yang tidak koperatif. Dari 12 data diatas didapatkan naracoba yang memiliki nilai Volume Capacity (VC) adalah Ilham dan paling rendah adalah Sigit R. Dimana pengertian volume capacity ini adalah volume maksimum udara yang dapat dikeluarkan selama satu kali bernapas setelah inspirasi maksimum

Tabel 3. Pengukuran Spirometri pada Posisi Duduk Tabel 3 merupakan tabel pengukuran spirometri pada posisi duduk menggunakan sprirometer. Pada posisi duduk dilakukan pengukuran terhadap tidal volume (TV), expiratory reserve volume (ERV) dan vital capacity (VC). Setelah pengukuran ketiga volume tersebut, maka dapat ditentukan:

[16]

1. Inspiratory reserve volume (IRV) dengan menggunakan rumus : VC = VT + IRV +

ERV jadi IRV = VC TV ERV. 2. 3. 4. 5. Untuk menentukan volume pernapasan 1 menit menggunakan rumus: RR x TV. Untuk menentukan volume pernapasan 1 jam menggunakan rumus: Volume pernapasan 1 menit x 60. Untuk menentukan volume pernapasan 1 hari menggunakan rumus: volume pernapasan 1 jam x 24. Untuk menentukan jumlah oksigen yang dipakai selama 1 hari: volume pernapasan 1 hari x 20%

Dari 12 data diatas didapatkan 9 naracoba memiliki nilai Tidal Volume (TV) diatas nilai rata-rata yaitu Ilham, Anggrian, Fredy, Abrar, Tata, Sigit R, Sigit Oc, Ian, Rahmat, Maulana kemungkinan disebabkan karena kesalahan dalam menghitung nilai Tidal Volume (TV), naracoba sedang memiliki gangguan pada sistem respirasi dan juga naracoba yang tidak koperatif. Dari 12 data diatas didapatkan 11 naracoba memiliki Expiratory Reserve Volume (ERV) diatas rata-rata kecuali Ragil, hal itu kemungkinan disebabkan karena kesalahan dalam menghitung nilai Expiratory Reserve Volume (ERV), naracoba sedang memiliki gangguan pada sistem respirasi dan juga naracoba yang tidak koperatif. Dari 12 data diatas didapatkan naracoba yang memiliki nilai Volume Capacity (VC) adalah Ilham dan paling rendah adalah Sigit R. Dimana pengertian volume capacity ini adalah volume maksimum udara yang dapat dikeluarkan selama satu kali bernapas setelah inspirasi maksimum.

Tabel 4. Pengukuran Spirometri pada Posisi Berbaring Tabel 4 merupakan tabel pengukuran spirometri pada posisi berbaring menggunakan sprirometer. Pada posisi berbaring dilakukan pengukuran terhadap tidal volume (TV), expiratory reserve volume (ERV) dan vital capacity (VC). Setelah pengukuran ketiga volume tersebut, maka dapat ditentukan:

[17]

1. Inspiratory reserve volume (IRV) dengan menggunakan rumus : VC = VT + IRV +

ERV jadi IRV = VC TV ERV. 2. 3. 4. 5. Untuk menentukan volume pernapasan 1 menit menggunakan rumus: RR x TV. Untuk menentukan volume pernapasan 1 jam menggunakan rumus: Volume pernapasan 1 menit x 60. Untuk menentukan volume pernapasan 1 hari menggunakan rumus: volume pernapasan 1 jam x 24. Untuk menentukan jumlah oksigen yang dipakai selama 1 hari: volume pernapasan 1 hari x 20%

Dari 12 data diatas didapatkan 10 naracoba memiliki nilai Tidal Volume (TV) diatas nilai rata-rata yaitu Anggrian, Ragil, Fredy, Abrar, Tata, Sigit R, Sigit Oc, Ian, Rahmat, Maulana kemungkinan disebabkan karena kesalahan dalam menghitung nilai Tidal Volume (TV), naracoba sedang memiliki gangguan pada sistem respirasi dan juga naracoba yang tidak koperatif. Dari 12 data diatas didapatkan 11 naracoba memiliki Expiratory Reserve Volume (ERV) diatas rata-rata kecuali Sigit R, hal itu kemungkinan disebabkan karena kesalahan dalam menghitung nilai Expiratory Reserve Volume (ERV), naracoba sedang memiliki gangguan pada sistem respirasi dan juga naracoba yang tidak koperatif. Dari 12 data diatas didapatkan naracoba yang memiliki nilai Volume Capacity (VC) adalah Ilham dan paling rendah adalah Sigit R. Dimana pengertian volume capacity ini adalah volume maksimum udara yang dapat dikeluarkan selama satu kali bernapas setelah inspirasi maksimum

[18]

BAB V PENUTUP5.1

Kesimpulan

1. Spirometri adalah metode sederhana untuk mempelajari ventilasi paru adalah dengan

mencatat volume udara yang masuk dan keluar paru-paru menggunakan alat yang bernama spirometer dan hasil pengukurannya disebut spirogram. 2.3.

Volume udara pernafasan terdiri dari Volume Tidal (VT), Volume Cadangan Kapasitas paru terdiri Kapasitas Inspirasi (KI), Kapasitas Residu Fungsional Nilai KV < 80% terjadi pada penyakit paru restriktif yang terdiri dari TBC paru, Nilai VEP1 < 70% terjadi pada penyakit paru obstruktif, yaitu bronkitis kronis,

Inspirasi (VCI), Volume Cadangan Ekspirasi(VCE),Volume Residu (VR). (KRF), Kapasitas Vital (KV), dan Kapasitas Paru-Paru Total (KPT).4.

skoliosis, pleuritis, tumor paru, dan lumpuhnya otot-otot pernapasan5.

emfisema dan asma bronkial.

5.2

Saran 1. Bagi naracoba yang melakukan pemeriksaan spirometri[19]

Pada saat melakukan pemeriksaan spirometri diharapkan kepada naracoba bersikap koperatif sehingga tidak mempengaruhi hasil dari spirometrinya.

2.

Bagi petugas yang melakukan penghitungan spirometri

Pada saat melakukan penghitungan hasil dari pemeriksaan spirometri diharapkan kepada petugas harus teliti sehingga tidak terjadi kesalahan dalam penghitungannya. 3. Bagi mahasiswa/i

Diharapkan untuk selalu menjaga kesehatan sistem pernafasan dengan cara melakukan olahraga secara rutin baik itu dengan intensitas ringan, sedang dan berat.

DAFTAR PUSTAKA

Baharudin, Syamsurrijal. 2010. Analisis Hasil Spirometri Karyawan Pt. X yang Terpajan Debu di Area Penambangan dan Pemrosesan Nikel, http://mru.fk.ui.ac.id, diakses tanggal 1 April 2012. Guyton & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Penerbit EGC . Jakarta. Price & Wilson. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Volume 2. EGC : Jakarta. Scanlon VC, Sanders T. Essential of Anatomy and Physiology. 5th ed. Philadelphia ; F. A. Davis ; 2007 Seeley, et al. 2004. Anatomy & Physiology : Sixht Edition. The McGraw-Hill Companies Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Kedokteran : Dari Sel ke Sistem, 2nd ed. EGC : Jakarta. Yulaekah, Siti. 2007. Paparan Debu & Gangguan Fungsi Paru Pada Pekerja Industri Batu Kapur. Available from http://eprints.undip.ac.id/18220/1/SITI_YULAEKAH.pdf, di akses tanggal 6 April 2012.

[20]

LAMPIRAN

Untuk dapat mengikuti praktikum, peserta harus menjawab pertanyaan berikut : 1. Apa yang dimaksud dengan spirometri? Spirometri adalah alat untuk mengukur volume udara yang dihirup dan dihembuskan; alat ini terdiri dari sebuah tong berisi udara yang terapung pada sebuah wadah berisi air. Sewaktu seseorang menghirup dan meghembuskan udara keluar-masuk tong melalui sebuah selang penghubung, tong akan naik atau turun yang kemudian dicatat sebagai suatu spirogram. Pencatatan tersebut dikalibrasika ke besaranya perubahan volume (Sheerwood, 2001).

2.

Sebutkan, terangkan, dan gambarkan komponen-komponen kapasitas pernafasan beserta nilai normalnya masing-masing? Tidal volume (TV). Volume udara yang masuk atau keluar paru selama satu kali

bernapas. Nilai rata-rata pada kedaan istirahat adalah 500 ml. Inspiratory reserve volume (VCI) atau volume cadangan inspirasi. Volume tambahan

yang dapat secara maksimal dihirup melebihi tidal volume istirahat. VCI dihasilkan[21]

oleh kontraksi maksimum diafragma, otot-otot antariga eksternal, dan otot inspirasi tambahan. Nilai rata-ratanya adalah 3.000 ml. Inspiratory Capacity (IC) atau Kapasitas inspirasi (KI). Volume maksimum udara yang

dapat dihirup pada akhir ekspirasi normal tenang (KI = VCI+TV). Nilai normal ratarata laki- laki dewasa adalah 3600 ml, sedangkan pada wanita sekitar 2400 ml. (Price,2006) Expirasi Reserve Volume (ERV) atau volume cadangan ekspirasi (VCE). Volume

tambahan udara yang dapat secara aktif dikeluaran oleh kontraksi maksimum melebihi udara yang dikeluarkan secara paksa pad akhir tidal volume biasa. Nilai rata-ratanya adalah 1.000 ml. Volume residual (VR). Volume minimum udara yang tersisa di paru bahkan setelah

ekspirasi maksimum. Nilai rata-ratanya adalah 1.200 ml. Functional Residual Capacity (FRC) atau kapasitas residual fungsional (KFR). Volume

udara yang tertinggal dalam paru sesudah ekspirasi volume tidal normal (KFR = VCE+VR). Nilai normal rata- rata laki- laki dewasa adalah 2400 ml, dan pada wanita sekitar 1800 ml. (Price,2006) Kapasitas vital (KV). Volume maksimum udara yang dapat dikeluarkan selama satu

kali bernapas setelah inspirasi maksimum. Subjek mula-mula melakukan inspirasi maksimum, kemudian melakukan ekspirasi minimum (KV = VCI+TV+VCE). Nilai normal rata- rata laki- laki dewasa adalah 4800 ml dan pada wanita adalah 3100 ml. (Price,2006) Total Lung Capacity (TLC) atau Kapasitas paru total (KPT). Volume udara maksimum

yang dapat ditampung oleh paru-paru (KPT = KV+VR). Nilai normal rata-rata lakilaki dewasa adalah 6000 ml dan pada wanita sekitar 4200 ml. (Price,2006) Volume ekspirasi paksa dalam satu detik (forced expiratory volume, FEV1). Volume

udara yang dapat diekspirasi selama detik pertama ekspirasi pada penentuan KV. Biasanya FEV1 adalah sekitar 80%; yaitu, dalam keadaan normal 80% udara yang dapat dipaksa keluar dari paru-paru yang mengembang maksimum dapat dikeluarkan dalam 1 detik pertama. Pengukuran ini memberikan indikasi laju aliran udara maksimum yang dapat terjadi di paru.[22]

(Sheerwood, 2001)

[23]

Sesudah melakukan percobaan jawablah pertanyaan berikut : 1. Sebutkan dan jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas pernafasan seseorang? 1. Jenis kelamin. Kapasitas vital rata-rata pria dewasa muda lebih kurang 4,6 liter dan perempuan muda kurang lebih 3,1 liter. Volume paru pria dan wanita berbeda dimana kapasitas paru total pria 6,0 liter dan wanita 4,2 liter.2. Posisi tubuh. Nilai kapasitas fungsi paru lebih rendah pada posisi tidur dibandingkan

posisi berdiri. Pada posisi tegak, ventilasi persatuan volume paru di bagian basis paru lebih besar dibandingkan dengan bagian apeks. Hal ini terjadi karena pada awal inspirasi, tekanan intrapleura di bagian basis paru kurang negatif dibandingkan bagian apeks, sehingga perbedaan tekanan intrapulmonal-intrapleura di bagian basis lebih kecil dan jaringan paru kurang teregang. Keadaan tersebut menyebabkan persentase volume paru maksimal posisi berdiri lebih besar nilainya. 3. Kekuatan otot-otot pernapasan. Pengukuran kapasitas fungsi paru bermanfaat dalam memberikan informasi mengenai kekuatan otot-otot pernapasan. Apabila nilai kapasitas normal tetapi nilai FEV1 menurun, maka dapat mengakibatkan rasa nyeri, contohnya pada penderita asma.4. Ukuran dan bentuk anatomi tubuh. Obesitas meningkatkan resiko penurunan kapasitas

residu ekspirasi dan volume cadangan ekspirasi dengan semakin beratnya tubuh. Pada pasien obesitas, volume cadangan ekspirasi lebih kecil daripada kapasitas vital sehingga dapat mengakibatkan sumbatan saluran napas.5. Proses penuaan atau bertambahnya umur. Umur meningkatkan resiko mortalitas dan

morbiditas. Selain itu juga dapat terjadi penurunan volume paru statis, arus puncak ekspirasi maksimal, daya regang paru, dan tekanan O2 paru. Aktivitas refleks saluran napas berkurang pada orang yang lanjut usia, akibatnya kemampuan daya pembersih saluran napas juga berkurang. Insiden tertinggi gangguan pernapasan biasanya pada usia dewasa muda. Pada wanita frekuensi mencapai maksimal pada usia 40-50 tahun, sedangkan pada pria frekuensi terus meningkat sampai sekurang-kurangnya mencapai usia 60 tahun.6. Daya pengembangan paru (compliance). Peningkatan volume dalam paru menghasilkan

tekanan positif, sedangkan penurunan volume dalam paru menimbulkan tekanan negatif. Perbandingan antara perubahan volume paru dengan satuan perubahan tekanan[24]

saluran udara menggambarkan compliance jaringan paru dan dinding dada. Compliance paru sedikit lebih besar apabila diukur selama pengempisan paru dibandingkan diukur selama pengembangan paru. 7. Masa kerja dan riwayat pekerjaan. Semakin lama tenaga kerja bekerja pada lingkungan yang menyebabkan gangguan kesehatan, maka penurunan fungsi paru pada orang tersebut akan bertambah dari waktu ke waktu. 8. Riwayat penyakit paru. Banyak para pekerja yang terkena gangguan pernapasan bukan karena keturunan, melainkan akibat tertular oleh kuman atau basilnya. Biasanya kuman tersebut berasal dari lingkungan rumah, pasar, terminal, stasiun, lingkungan kerja, ataupun tempat-tempat umum lainnya. 9. Olahraga rutin. Kebiasaan olah raga akan meningkatkan denyut jantung, fungsi paru, dan metabolisme saat istirahat. 10. Kebiasaan merokok. Tembakau merupakan penyebab penyakit gangguan fungsi paruparu yang bersifat kronis dan obstruktif, yang pada akhirnya dapat menurunkan daya tahan tubuh (Yulaekah, 2007).

2.

Apakah ada perbedaan nilai VC pada perubahan posisi (no. 6)? Yang mana yang lebih baik? Mengapa demikian? Ada pada posisi berbaring, karena pada posisi berbaring keadaan organ sistem penafasan berda sejajar sehingga mudah untuk melakukan inspirasi dan ekspirasi.

3. Mengapa percobaan ini tidak dapat mengukur residual volume, functional residual

capacity, dan total lung capacity? Karena kurangnya peralatan dan juga metode ini tidak terlalu akurat dalam pengukurannya.dan juga volume residual tidak dapat diukur secara langsung dengan spirometer, karena volume udara ini tidak keluar dan masuk paru.namun,volume ini dapat ditentukan secara tak langsung melalui teknik pengenceran gas yg melibatkan insprasi sejumlah tertentu gas penjejak tak berbahaya misalnya helium.

[25]

4. Pada literatur, ada ukuran yang disebut forced expiratory volume secone one (FEV1). Coba

terangkan apa yang maksudnya? Tujuannya apa? Apakah bisa diukur dengan percobaan ini? Mengapa demikian? Forced Expiratory volume in one second (FEV1) adalah jumlah udara yang dapat dikeluarkan dalam waktu 1 detik, diukur dalam liter. Bersama dengan FVC merupakan indikator utama fungsi paru-paru. FEV1/FVC merupakan rasio FEV1/FVC. Pada orang dewasa sehat - 80% Tujuan untuk mengukur derajat berat atau tidaknya asma seseorang FEV1: 27% predictedasma derajat berat FEV1>80% asma derajat ringan FEV1 60%-80% asma derajat sedang FEV1 75%) Patofisiologi: ekspirasi menjadi sulit karena adanya obstruksi pada saluran nafas, sehingga FEV1 lebih rendah dari normal, FVC juga menurun tapi tidak sebesar penurunan FEV1, sehingga rasio FEV1/FVC juga menurun. nilainya sekitar 75%

[26]