54
BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Diperkirakan di dunia setiap menit perempuan meninggal karena komplikasi yang terkait dengan kehamilan dan persalinan, dengan kata lain 1400 perempuan meninggal setiap harinya atau lebih kurang 500.000 perempuan meninggal setiap tahun karena kehamilan dan persalinan (Wibowo, Budiono and Trijatmo Rachimhadi. 2007). Salah satu penyebab morbiditas dan mortilitas ibu dan janin adalah preeklampsia (PE) yang menurut WHO angka kejadiannya berkisar antara 0,51%-38,4% (WHO, 2006).Preeklampsia merupakan kondisi khusus dalam kehamilan, ditandai dengan peningkatan tekanan darah (TD) dan proteinuria. Bisa berhubungan dengan dengan kejang (eklampsia) dan gagal organ ganda pada ibu, sementara komplikasi pada janin meliputi restriksi pertumbuhan dan abrupsio plasenta (Gibson, Paul. 2009). Preeklampsia merupakan suatu gangguan multisistem idiopatik yang spesifik pada kehamilan dan nifas. Pada keadaan khusus, preeklampsia juga didapati pada kelainan perkembangan

Hellp Syndrom

Embed Size (px)

DESCRIPTION

hellp

Citation preview

Page 1: Hellp Syndrom

BAB I

Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Diperkirakan di dunia setiap menit perempuan meninggal karena komplikasi yang terkait

dengan kehamilan dan persalinan, dengan kata lain 1400 perempuan meninggal setiap

harinya atau lebih kurang 500.000 perempuan meninggal setiap tahun karena kehamilan dan

persalinan (Wibowo, Budiono and Trijatmo Rachimhadi. 2007).

Salah satu penyebab morbiditas dan mortilitas ibu dan janin adalah preeklampsia (PE) yang

menurut WHO angka kejadiannya berkisar antara 0,51%-38,4% (WHO, 2006).Preeklampsia

merupakan kondisi khusus dalam kehamilan, ditandai dengan peningkatan tekanan darah

(TD) dan proteinuria. Bisa berhubungan dengan dengan kejang (eklampsia) dan gagal organ

ganda pada ibu, sementara komplikasi pada janin meliputi restriksi pertumbuhan dan

abrupsio plasenta (Gibson, Paul. 2009).

Preeklampsia merupakan suatu gangguan multisistem idiopatik yang spesifik pada

kehamilan dan nifas. Pada keadaan khusus, preeklampsia juga didapati pada kelainan

perkembangan plasenta, dimana digambarkan disuatu kehamilan hanya terdapat trofoblas

namun tidak terdapat jaringan fetus (kehamilan mola komplit). Meskipun patofisiologi

preeklampsia kurang dimengerti, jelas bahwa tanda perkembangan ini tampak pada awal

kehamilan. (Chapman, 2006).

Di Indonesia, setelah perdarahan dan infeksi pre eklampsia masih merupakan sebab utama

kematian ibu, dan sebab kematian perinatal yang tinggi. Oleh karena itu diagnosis dini

preeklampsia yang merupakan tingkat pendahuluan eklampsia, serta penanganannya perlu

segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak.

Page 2: Hellp Syndrom

Pre-eklampsia (juga disebut sebagai hipertensi gestasional yang disertai dengan proteinuria)

merupakan komplikasi serius dari kehamilan ditandai dengan peningkatan tekanan darah dan

protein dalam urin. Hal Ini terjadi pada 5% sampai 7% dari kehamilan dan terkait dengan

asuhan perinatal yang buruk. Meskipun penyebabnya yang pasti belum dapat ditentukan,

penyakit ini diduga disebabkan oleh disfungsi endotel vaskular dengan disertai terjadinya

aktivasi pembekuan kaskade koagulasi (Roberts 2000).

Hemolisis, Peningkatan enzim hati, dan trombositopenia (HELLP) adalah salah satu

komplikasi dari pre-eklampsia. Kasus ini terjadi pada 10%-20% pasien dengan preeclampsia

berat (Haram 2009).Diagnosis untuk terjadinya sindrom HELLP harus meliputi terjadinya

hemolisis, trombositopenia, dan kelaianan fungsi hati. Akan tetapi , belum ada konsensus

pasti mengenai batasan nilai diagnosis hematologi dan biokimia untuk menidagnosis

sindrom HELLP

Menurut Sibai kriteria diagnosis untuk sindrom HELLP adalah sebagai berikut : hemolisis

yang dapat dilihat dari peningkatan laktat dehidrogenase (LDH) lebih besar dari 600 IU / L,

atau peningkatan bilirubin total lebih dari 20,52 umol / L; Peningkatan enzim hati

yang dapat dilihat dari peningkatan kadar aspartat serum transaminase (AST) lebih besar

dari 70 IU / L dan jumlah trombosit yang kurang dari 100.000 sel / mm ³.

Menurut Martin, sindrom HELLP ditandai dengan terdapatnya hemolisis yang dapat

dibuktikan dengan kadar LDH dan terdapatnya anemia yang progresif. Kerusakan fungsi

hati dapat dinilai dari peningkatan kadar AST lebih tinggi dari 40 IU / L, Peningkatan alanin

transaminase (ALT) lebih besar dari 40 IU / L, atau keduanya; dan trombositopenia

dibuktikan oleh jumlah trombosit yang kurang dari 150.000 sel / mm ³.

Menurut martin sindrom HELLP dapat diklasifikasikan menjadi beberapa tingkatan (dikenal

sebagai Mississippi HELLP Classification System) berdasarkan pada angka trombosit ibu

pada masa kehamilan: sindrom HELLP kelas 1 bila jumlah trombosit kurang dari atau

sama dengan 50.000 sel / ³, mm. Sindrom HELLP kelas 2 bila jumlah trombosit kurang dari

atau sama dengan 100.000 sel / ³ kelas, mm , sindrom HELLP kelas 3 bila jumlah trombosit

kurang dari atau sama dengan 150.000 sel / mm ³ (Martin 1991; Martin 1999). Kriteria

diagnosis sindrom HELLP yang digunakan pada jurnal ini adalah criteria diagonosis yang

Page 3: Hellp Syndrom

telah berlaku secara umum meliputi hemolisis, peningkatan enzim hati dan

trombositopenia.

Sindrom HELLP berhubungan signifikan dengan meningkatnya angka

kematian ibu dan angka morbiditas termasuk gagal ginjal akut dan

gagal hati, koagulopati intravaskuler diseminata (DIC), Edem pulmo, kerusakan

serebrovaskular, dan sepsis (Sibai 1993).

Selain itu, angka morbiditas dan mortalitas perinatal juga meningkat, terutama disebabkan

terdapatnya komplikasi prematuritas dan IUGR (Visser 1995). Angka kelahiran premature

pada iu dengan sindrom HELLP mencapai 70% dan 15% terjadi pada usia kehamilan

sebelum 27 minggu selesai 'kehamilan) (Abramovici 1999).

Pada penelitian ini, dinilai penggunaan kortikosteroid sebagai pengobatan dari sindrom

HELLP pada ibu hamil. Penelitian ini bertujuan melakukan review terhadap penelitian

penelitian sebelumnya yang menggunakan metode randomized control trial (RCT) untuk

menilai efek pada maternal dan perinatal setelah penggunaan kortikosteroid paa ibu hamil

dengan sindrom HELLP.

Penggunaan kortikosteroid telah lama terbukti memberi banyak keutungan pada kehamilan

preterm dengan dapat digunakan dalam jangka panjang tanpa efek negative pada ibu hamil

terebut dan meningkatkan maturitas janin yang berhubungan dengan peningkatan surfaktan.

Kortikosteroid diketahui dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas akibat partus

prematurus dengan menurnukan kompilkasi pernafasan. Meskipun tujuan awal dari

penggunaan kortikosteroid adalah untuk meningkatkan maturitas fetus akan tetapi,

peningkatan jumlah trombosit pada ibu hamil juga terjadi pada penggunaan kortikosteroid. (Vigil-De Gracia 1997).

HELLP sindrom merupakan komplikasi yang berat dari kehamilan yang akan meningkatakn

morbiditas dan mortalitas ibu dan perinatal. Penggunaan steroid diduga akan meningkatkan

angka hematologi dan nilai biokimia pada penderita sindrom HELLP yang akan

menurunkan angka morbiditas dan mortalitas pada penderita sindrom HELLP (Clark 1986;

Magann 1993; Ragi 1987). Penelitian sebelumnya oleh Matchaba and Moodley (2004), telah

didapatkan peningkatan angka biokimia pada penderita sindrom HELLP. Akan tetapi,

Page 4: Hellp Syndrom

penelitian terebut tidak membahas mengenai morbiditas dan mortalitas setelah terapi

diberikan , hal ini penting untuk diteliti pada penelitian ini.

Page 5: Hellp Syndrom

A. Definisi

Preeklampsia ialah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan / atau edema akibat dari

kehamilan setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan, bahkan setelah

24 jam post partum.3

Sebelumnya, edema termasuk ke dalam salah satu kriteria diagnosis preeklampsia, namun

sekarang tidak lagi dimasukkan ke dalam kriteria diagnosis, karena pada wanita hamil

umum ditemukan adanya edema, terutama di tungkai, karena adanya stasis pembuluh

darah.4

Hipertensi umumnya timbul terlebih dahulu dari pada tanda-tanda lain. Kenaikan tekanan

sistolik > 30 mmHg dari nilai normal atau mencapai 140 mmHg, atau kenaikan tekanan

diastolik > 15 mmHg atau mencapai 90 mmHg dapat membantu ditegakkannya diagnosis

hipertensi. Penentuan tekanan darah dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam

pada keadaan istirahat.4

Proteinuria ditandai dengan ditemukannya protein dalam urin 24 jam yang kadarnya

melebihi 0.3 gram/liter atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan 1+ atau 2+ atau 1

gram/liter atau lebih dalam urin yang dikeluarkan dengan kateter atau midstream yang

diambil minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam. Umumnya proteinuria timbul lebih

lambat, sehingga harus dianggap sebagai tanda yang serius.4

Walaupun edema tidak lagi menjadi bagian kriteria diagnosis pre-eklampsia, namun adanya

penumpukan cairan secara umum dan berlebihan di jaringan tubuh harus teteap diwaspadai.

Edema dapat menyebabkan kenaikan berat badan tubuh. Normalnya, wanita hamil

mengalami kenaikan berat badan sekitar 0.5 kg per minggu. Apabila kenaikan berat

badannya lebih dari normal, perlu dicurigai timbulnya pre-eklampsia.4

Preeklampsia pada perkembangannya dapat berkembang menjadi eklampsia, yang ditandai

dengan timbulnya kejang atau konvulsi. Eklampsia dapat menyebabkan terjadinya DIC

(Disseminated intravascular coagulation) yang menyebabkan jejas iskemi pada berbagai

organ, sehingga eklampsia dapat berakibat fatal.4

Page 6: Hellp Syndrom

Preeklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya

tekanan darah tinggi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan/atau edema pada

kehamilan 20 minggu atau lebih.5-7

B. FAKTOR PREDISPOSISI

Wanita hamil cenderung dan mudah mengalami pre-eklampsia biala mempunyai faktor-

faktor predisposing sebagai berikut:

a. Nulipara

b. Kehamilan ganda

c. Usia < 20 atau > 35 th

d. Riwayat pre-eklampsia, eklampsia pada kehamilan sebelumnya

e. Riwayat dalam keluarga pernah menderita pre-eklampsia

f. Penyakit ginjal, hipertensi dan diabetes melitus yang sudah ada sebelum kehamilan

g. Obesitas.

C. FAKTOR RISIKO YANG MUNGKIN BERPERAN

a. Determinan intermediat

Yang berperan dalam determinan intermediat antara lain:

1) Status reproduksi.

a) Faktor usia

Usia 20 – 30 tahun adalah periode paling aman untuk hamil / melahirkan, akan tetapi di

negara berkembang sekitar 10% - 20% bayi dilahirkan dari ibu remaja yang sedikit lebih

besar dari anakanak. Padahal daru suatu penelitian ditemukan bahwa dua tahun setelah

Page 7: Hellp Syndrom

menstruasi yang pertama, seorang wanita masih mungkin mencapai pertumbuhan panggul

antara 2 – 7 % dan tinggi badan 1 %. Dampak dari usia yang kurang, dari hasil penelitian di

Nigeria, wanita usia 15 tahun mempunyai angka kematian ibu 7 kali lebih besar dari wanita

berusia 20 – 24 tahun. Faktor usia berpengaruh terhadap terjadinya preeklampsia/ eklampsia.

Usia wanita remaja pada kehamilan pertama atau nulipara umur belasan tahun (usia muda

kurang dari 20 thn). Studi di RS Neutra di Colombia, Porapakkhan di Bangkok, Efiong di

lagos dan wadhawan dan lainnya di Zambia, cenderung terlihat insiden preeklampsia cukup

tinggi di usia belasan tahun, yang menjadi problem adalah mereka tidak mau melakukan

pemeriksaan antenatal.

Hubungan peningkatan usia terhadap preeklampsia dan eklampsia adalah sama dan

meningkat lagi pada wanita hamil yang berusia diatas 35 tahun. Usia 20 – 30 tahun adalah

periode paling aman untuk melahirkan, akan tetapi di Negara berkembang sekitar 10%

sampai 20% bayi dilakirkan dari ibu remaja yang sedikit lebih besar dari anak-anak. Padahal

dari suatu penelitian ditemukan bahwa dua tahun setelah mestruasi yang pertama, seorang

anak wanita masih mungkin mencapai pertumbuhan panggul antara 2 – 7% dan tinggi badan

1%. Hipertensi karena kehamilan paling sering mengenai wanita nulipara. Wanita yang lebih

tua, yang dengan bertambahnya usia akan menunjukkan peningkatan insiden hipertensi

kronis, menghadapi risiko yang lebih besar untuk menderita hipertensi karena kehamilan

atau superimposed pre-eclampsia. Jadi wanita yang berada pada awal atau akhir usia

reproduksi, dahulu dianggap rentan. Misalnya, Duenhoelter dkk. (1975) mengamati bahwa

setiap remaja nuligravida yang masih sangat muda, mempunyai risiko yang lebih besar

untuk mengalami preeklampsia. Spellacy dkk. (1986) melaporkan bahwa pada wanita diatas

usia 40 tahun, insiden hipertensi kerena kehamilan meningkat tiga kali lipat ( 9,6 lawan

2,7% ) dibandingkan dengan wanita kontrol yang berusia 20-30 tahun. Hansen (1986)

meninjau beberapa penelitian dan melaporkan peningkatan insiden preeklampsia sebesar 2-3

kali lipat pada nulipara yang berusia di atas 40 tahun bila dibandingkan dengan yang berusia

25 – 29 tahun.

b) Paritas

Dari kejadian delapan puluh persen semua kasus hipertensi pada kehamilan, 3 – 8 persen

pasien terutama pada primigravida, pada kehamilan trimester kedua.

Page 8: Hellp Syndrom

Catatan statistik menunjukkan dariseluruh incidence dunia, dari 5%-8% pre-eklampsia dari

semua kehamilan, terdapat 12% lebih dikarenakan oleh primigravidae. Faktor yang

mempengaruhi pre-eklampsia frekuensi primigravida lebih tinggi bila dibandingkan dengan

multigravida, terutama primigravida muda.

Persalinan yang berulang-ulang akan mempunyai banyak risiko terhadap kehamilan, telah

terbukti bahwa persalinan kedua dan ketiga adalah persalinan yang paling aman. Pada The

New England Journal of Medicine tercatat bahwa pada kehamilan pertama risiko terjadi

preeklampsia 3,9% , kehamilan kedua 1,7% , dan kehamilan ketiga 1,8%.

c) Kehamilan ganda

Preeklampsia dan eklampsia 3 kali lebih sering terjadi pada kehamilan ganda dari 105 kasus

kembar dua didapat 28,6% preeklampsia dan satu kematian ibu karena eklampsia. Dari hasil

pada kehamilan tunggal, dan sebagai faktor penyebabnya ialah dislensia uterus. Dari

penelitian Agung Supriandono dan Sulchan Sofoewan menyebutkan bahwa 8 (4%) kasus

preeklampsia berat mempunyai jumlah janin lebih dari satu, sedangkan pada kelompok

kontrol, 2 (1,2%) kasus mempunyai jumlah janin lebihdari satu.

d) Faktor genetika

Terdapat bukti bahwa pre-eklampsia merupakan penyakit yang diturunkan, penyakit ini

lebih sering ditemukan pada anak wanita dari ibu penderita pre-eklampsia. Atau mempunyai

riwayat preeklampsia/eklampsia dalam keluarga. Faktor ras dan genetik merupakan unsur

yang penting karena mendukung insiden hipertensi kronis yang mendasari. Kami

menganalisa kehamilan pada 5.622 nulipara yang melahirkan di Rumah Sakit Parkland

dalam tahun 1986, dan 18% wanita kulit putih, 20% wanita Hispanik serta 22% wanita kulit

hitam menderita hipertensi yang memperberat kehamilan (Cuningham dan Leveno, 1987).

Insiden hipertensi dalam kehamilan untuk multipara adalah 6,2% pada kulit putih, 6,6%

pada Hispanik, dan 8,5% pada kulit hitam, yang menunjukkan bahwa wanita kulit hitam

lebih sering terkena penyakit hipertensi yang mendasari. Separuh lebih dari multipara

dengan hipertensi juga mendrita proteinuria dan karena menderita superimposed

preeclampsia. Kecenderungan untuk preekalmpsia-eklampsia akan diwariskan. Chesley dan

Cooper (1986) mempelajari saudara, anak, cucu dan menantu perempuan dari wanita

Page 9: Hellp Syndrom

penderita eklampsia yang melahirkan di Margareth Hague Maternity Hospital selam jangka

waktu 49 tahun, yaitu dari tahun 1935 sampai 1984. Mereka menyimpulkan bahwa

preeklampsia – eklampsia bersifat sangat diturunkan, dan bahwa model gen-tunggal dengan

frekuensi 0,25 paling baik untuk menerangkan hasil pengamatan ini; namun demikian,

pewarisan multifaktorial juga dipandang mungkin.

2) Status kesehatan

a) Riwayat preeklampsia

Hasil penelitian Agung Supriandono dan Sulchan Sofoewan menyebutkan bahwa terdapat

83 (50,9%) kasus preeklapmsia mempunyai riwayat preeklapmsia, sedangkan pada

kelompok kontrol terdapat 12 (7,3%) mempunyia riwayat preeklampsia berat.

b) Riwayat hipertensi

Salah satu faktor predisposing terjadinya pre-eklampsia atau eklampsia adalah adanya

riwayat hipertensi kronis, atau penyakit vaskuler hipertensi sebelumnya, atau hipertensi

esensial. Sebagian besar kehamilan dengan hipertensi esensial berlangsung normal sampai

cukup bulan. Pada kira-kira sepertiga diantara para wanita penderita tekanan darahnya tinggi

setelah kehamilan 30 minggu tanpa disertai gejala lain. Kira-kira 20% menunjukkan

kenaikan yang lebihmencolok dan dapat disertai satu gejala preeklampsia atau lebih, seperti

edema, proteinuria, nyeri kepala, nyeri epigastrium, muntah, gangguan visus

( Supperimposed preeklampsia ), bahkan dapat timbul eklampsia dan perdarahan otak.

c) Riwayat penderita diabetus militus

Hasil penelitian Agung Supriandono dan Sulchan sofoewan menyebutkan bahwa dalam

pemeriksaan kadar gula darah sewaktu lebih dari 140 mg % terdapat 23 (14,1%) kasus

preeklampsia, sedangkan pada kelompok kontrol (bukan preeklampsia) terdapat 9 (5,3%).

d) Status gizi

Kegemukan disamping menyebabkan kolesterol tinggi dalam darah juga menyebabkan kerja

jantung lebih berat, oleh karena jumlah darah yang berada dalam badan sekitar 15% dari

berat badan, maka makin gemuk seorang makin banyak pula jumlah darah yang terdapat di

Page 10: Hellp Syndrom

dalam tubuh yang berarti makin berat pula fungsi pemompaan jantung. Sehingga dapat

menyumbangkan terjadinya preeklampsia.

e) Stres / Cemas

Meskipun dibeberapa teori tidak pernah disinggung kaitannya dengan kejadian

preeklampsia, namun pada teori stres yang terjadi dalam waktu panjang dapat

mengakibatkan gangguan seperti tekanan darah. Manifestasi fisiologi dari stres diantaranya

meningkatnya tekanan darah berhubungan dengan:

- Kontriksi pembuluh darah reservoar seperti kulit, ginjal dan organ lain

- Sekresi urin meningkat sebagai efek dari norepinefrin

- Retensi air dan garam meningkat akibat produksi mineralokortikoid sebagai akibat

meningkatnya volume darah

- Curah jantung meningkat.

Gambaran patofisiologi kaitannya dengan terjadinya hipertensi .

Page 11: Hellp Syndrom

D. ETIOLOGI

Penyebab preeklampsia sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti, sehingga

penyakit ini disebut dengan “The Diseases of Theories”.

Beberapa faktor yang berkaitan dengan terjadinya preeklampsia adalah :

1. Faktor Trofoblast

Semakin banyak jumlah trofoblast semakin besar kemungkina terjadinya Preeklampsia. Ini

terlihat pada kehamilan Gemeli dan Molahidatidosa. Teori ini didukung pula dengan adanya

kenyataan bahwa keadaan preeklampsia membaik setelah plasenta lahir.1

2. Faktor Imunologik

Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan jarang timbul lagi pada kehamilan

berikutnya. Secara Imunologik dan diterangkan bahwa pada kehamilan pertama

pembentukan “Blocking Antibodies” terhadap antigen plasenta tidak sempurna, sehingga

timbul respons imun yang tidak menguntungkan terhadap Histikompatibilitas Plasenta. Pada

kehamilan berikutnya, pembentukan “Blocking Antibodies” akan lebih banyak akibat respos

imunitas pada kehamilan sebelumnya, seperti respons imunisasi.1

Page 12: Hellp Syndrom

Fierlie FM (1992) mendapatkan beberapa data yang mendukung adanya sistem imun pada

penderita Preeklampsia-Eklampsia :

a) Beberapa wanita dengan Preeklampsia-Eklampsia mempunyai komplek imun dalam

serum.

b) Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi system komplemen pada

Preeklampsia-Eklampsia diikuti dengan proteinuri.

Stirat (1986) menyimpulkan meskipun ada beberapa pendapat menyebutkan bahwa sistem

imun humoral dan aktivasi komplemen terjadi pada Preeklampsia-Eklampsia, tetapi tidak

ada bukti bahwa sistem imunologi bisa menyebabkan Preeklampsia-Eklampsia.2

3. Faktor Hormonal

Penurunan hormon Progesteron menyebabkan penurunan Aldosteron antagonis, sehingga

menimbulkan kenaikan relative Aldoteron yang menyebabkan retensi air dan natrium,

sehingga terjadi Hipertensi dan Edema.1

4. Faktor Genetik

Menurut Chesley dan Cooper (1986) bahwa Preeklampsia / eklampsia bersifat diturunkan

melalui gen resesif tunggal.2 Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetic pada

kejadian Preeklampsia-Eklampsia antara lain:

a) Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.

b) Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-Eklampsia pada anak-

anak dari ibu yang menderita Preeklampsia-Eklampsia.

c) Kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-Eklampsia pada anak dan cucu ibu

hamil dengan riwayat Preeklampsia-Eklampsia dan bukan pada ipar mereka.8

5. Faktor Gizi

Page 13: Hellp Syndrom

Menurut Chesley (1978) bahwa faktor nutrisi yang kurang mengandung asam lemak

essensial terutama asam Arachidonat sebagai precursor sintesis Prostaglandin akan

menyebabkan “Loss Angiotensin Refraktoriness” yang memicu terjadinya preeklampsia.1

6. Peran Prostasiklin dan Tromboksan

Pada Preeklampsia-Eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga terjadi

penurunan produksi prostasiklin (PGI 2) yang pada kehamilan normal meningkat, aktivasi

penggumpalan dan fibrinolisis, yang kemudian akan diganti trombin dan plasmin. Trombin

akan mengkonsumsi antitrombin III, sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit

menyebabkan pelepasan tromboksan (TXA2) dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme

dan kerusakan endotel.8

E. PATOGENESIS / PATOFISIOLOGI PRE EKLAMPSIA

Belum diketahui dengan pasti, secara umum pada Preeklampsia terjadi perubahan dan

gangguan vaskuler dan hemostatis.

Sperof (1973) menyatakan bahwa dasar terjadinya Preeklampsia adalah iskemik

uteroplasentar, sehingga terjadi ketidakseimbangan antara massa plasenta yang meningkat

dengan aliran perfusi sirkulasi darah plasenta yang berkurang.9

Disfungsi plasenta juga ditemukan pada preeklampsia, sehingga terjadi penurunan kadar 1

α-25 (OH)2 dan Human Placental Lagtogen (HPL), akibatnya terjadi penurunan absorpsi

kalsium dari saluran cerna. Untuk mempertahankan penyediaan kalsium pada janin, terjadi

perangsangan kelenjar paratiroid yang mengekskresi paratiroid hormon (PTH) disertai

penurunan kadar kalsitonin yang mengakibatkan peningkatan absorpsi kalsium tulang yang

dibawa melalui sirkulasi ke dalam intra sel. Peningkatan kadar kalsium intra sel

mengakibatkan peningkatan kontraksi pembuluh darah, sehingga terjadi peningkatan

tekanan darah.9

Teori vasospasme dan respons vasopresor yang meningkat menyatakan prostaglandin

berperan sebagai mediator poten reaktivitas vaskuler. Penurunan sintesis prostaglandin dan

Page 14: Hellp Syndrom

peningkatan pemecahannya akan meningkatkan kepekaan vaskuler terhadap Angiotensin II.

Angiotensin II mempengaruhi langsung sel endotel yang resistensinya terhadap efek

vasopresor berkurang, sehingga terjadi vasospasme. Penyempitan vaskuler menyebabkan

hambatan aliran darah yang menyebabkan hambatan aliran darah yang menyebabkan

tejadinya hipertensi arterial yang membahayakan pembuluh darah karena gangguan aliran

darah vasavasorum, sehingga terjadi hipoksia dan kerusakan endotel pembuluh darah yang

menyebabkan dilepasnya Endothelin – 1 yang merupakan vasokonstriktor kuat. Semua ini

menyebabkan kebocoran antar sel endotel, sehingga unsur-unsur pembentukan darah seperti

thrombosit dan fibrinogen tertimbun pada lapisan subendotel yang menyebabkan gangguan

ke berbagai sistem organ. 9

Fungsi organ-organ lain

Otak

Pada hamil normal, perfusi serebral tidak berubah, namun pada pre-eklampsia terjadi

spasme pembuluh darah otak, penurunan perfusi dan suplai oksigen otak sampai 20%.

Spasme menyebabkan hipertensi serebral, faktor penting terjadinya perdarahan otak dan

kejang / eklampsia.4

Hati

Terjadi peningkatan aktifitas enzim-enzim hati pada pre-eklampsia, yang berhubungan

dengan beratnya penyakit.4

Ginjal

Pada pre-eklampsia, arus darah efektif ginjal berkurang + 20%, filtrasi glomerulus

berkurang + 30%. Pada kasus berat terjadi oligouria, uremia, sampai nekrosis tubular akut

Page 15: Hellp Syndrom

dan nekrosis korteks renalis. Ureum-kreatinin meningkat jauh di atas normal. Terjadi juga

peningkatan pengeluaran protein (”sindroma nefrotik pada kehamilan”).4

Sirkulasi uterus , koriodsidua

Perubahan arus darah di uterus, koriodesidua dan plasenta adalah patofisiologi yang

terpenting pada pre-eklampsia, dan merupakan faktor yang menentukan hasil akhir

kehamilan.

1. Terjadi iskemia uteroplasenter, menyebabkan ketidakseimbangan antara massa plasenta

yang meningkat dengan aliran perfusi darah sirkulasi yang berkurang.

2. hipoperfusi uterus menjadi rangsangan produksi renin di uteroplasenta, yang

mengakibatkan vasokonstriksi vaskular daerah itu. Renin juga meningkatkan kepekaan

vaskular terhadap zat-zat vasokonstriktor lain (angiotensin, aldosteron) sehingga terjadi

tonus pembuluh darah yang lebih tinggi.

3. karena gangguan sirkulasi uteroplasenter ini, terjadi penurunan suplai oksigen dan nutrisi

ke janin. Akibatnya bervariasi dari gangguan pertumbuhan janin sampai hipoksia dan

kematian janin.4

F. GEJALA KLINIS PEB

1. Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu dari pada tanda-tanda lain. Bila peningkatan

tekanan darah tercatat pada waktu kunjungan pertama kali dalam trimester pertama atau

kedua awal, ini mungkin menunjukkan bahwa penderita menderita hipertensi kronik. Tetapi

bila tekanan darah ini meninggi dan tercatat pada akhir trimester kedua dan ketiga, mungkin

penderita menderita preeklampsia. Peningkatan tekanan sistolik sekurang-kurangnya 30

mmHg, atau peningkatan tekanan diastolik sekurang-kurangnya 15 mmHg, atau adanya

tekanan sistolik sekurang-kurangnya 140 mmHg, atau tekanan diastolic sekurang-kurangnya

90 mm Hg atau lebih atau dengan kenaikan 20 mm Hg atau lebih, ini sudah dapat dibuat

sebagai diagnose. Penentuan tekanan darah dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 6

Page 16: Hellp Syndrom

jam pada keadaan istirahat. Tetapi bila diastolik sudah mencapai 100 mmHg atau lebih, ini

sebuah indikasi terjadi preeklampsia berat.

2. Edema ialah penimbunan cairan secara umum dan kelebihan dalam jaringan tubuh, dan

biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat badan serta penbengkakan pada kaki, jari-jari

tangan, dan muka, atau pembengkan pada ektrimitas dan muka. Edema pretibial yang ringan

sering ditemukan pada kehamilan biasa, sehingga tidak seberapa berarti untuk penentuan

diagnose pre-eklampsia. Kenaikan berat badan ½ kg setiap minggu dalam kehamilan masih

diangap normal, tetapi bila kenaikan 1 kg seminggu beberapa kali atau 3 kg dalam sebulan

pre-eklampsia harus dicurigai. Atau bila terjadi pertambahan berat badan lebih dari 2,5 kg

tiap minggu pada akhir kehamilan mungkin merupakan tanda preeklampsia. Tambah berat

yang sekonyongkonyong ini desebabkan retensi air dalam jaringan dan kemudian oedema

nampak dan edema tidak hilang dengan istirahat. Hal ini perlu menimbulkan kewaspadaan

terhadap timbulnya pre-eklampsia. Edema dapat terjadi pada semua derajat PIH ( Hipertensi

dalam kehamilan) tetapi hanya mempunyai nilai sedikit diagnostik kecuali jika edemanya

general.

3. Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam air kencing yang melebihi 0,3 g/liter dalam

air kencing 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan 1+ atau 2 + ( menggunakan

metode turbidimetrik standard ) atau 1g/liter atau lebih dalam air kencing yang dikeluarkan

dengan kateter atau midstream untuk memperoleh urin yang bersih yang diambil minimal 2

kali dengan jarak 6 jam. Proteinuri biasanya timbul lebih lambat dari hipertensi dan tambah

berat badan. Proteinuri sering ditemukan pada preeklampsia, rupa-rupanya karena

vasospasmus pembuluh-pembuluh darah ginjal. Karena itu harus dianggap sebagai tanda

yang cukup serius.2

Disamping adanya gejala yang nampak diatas pada keadaan yang lebih lanjut timbul gejala-

gejala subyektif yang membawa pasien ke dokter. Gejala subyektif tersebut ialah: 2

a. Sakit kepala yang keras karena vasospasmus atau oedema otak.

b. Sakit di ulu hati karena regangan selaput hati oleh haemorrhagia atau edema, atau sakit

kerena perubahan pada lambung.

Page 17: Hellp Syndrom

c. Gangguan penglihatan:

Penglihatan menjadi kabur malahan kadang-kadang pasien buta. Gangguan ini disebabkan

vasospasmus, edema atau ablatio retinae. Perubahan ini dapat dilihat dengan ophtalmoscop.

d. Gangguan pernafasan sampai sianosis

Pada keadaan berat akan diikuti gangguan kesadaran Pre-eklampsia dibagi dalam golongan

ringan dan berat, tanda /gejala preeklampsia ringan adalah:

1. Tekanan darah sistol 140 mmHg atau kenaikan 30 mmHg dengan interval pemeriksaan 6

jam.

2. Tekanan darah diastol 90 mmHg atau kenaikan 15 mmHg dengan interval pemeriksaan 6

jam

3. Kenaikan berat badan 1 kg atau lebih dalam seminggu

4. Proteinuria 0,3 gr atau lebih dengan tingkat kualitatif plus 1 sampai 2 pada urin kateter

atau urin aliran pertengahan.

Sedangkan penyakit preeklampsia digolongkan berat apabila satu atau lebih tanda / gejala

dibawah ini ditemukan:

1. Tekanan darah sistolik 160 mmHg atau lebih, atau tekanan diastole 110 mmHg atau lebih

2. Proteinuria 5 gram atau lebih dalam 24 jam, 3+ atau 4+ pada pemeriksaan

semikuantitatif.

3. Oliguria, air kencing 400 ml atau kurang dalam 24 jam.

4. Keluhan cerebral, gangguan penglihatan atau nyeri di daerah epigastrium.

5. Edema paru-paru atau sianosis.

Page 18: Hellp Syndrom

Disamping terdapat preeklampsia ringan dan berat / eklampsia, dapat pula ditemukan

hipertensi kronis yaitu kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan darah yang menetap.

Kebanyakan wanita dengan hipertensi kronik ( Hipertensi esensial ) telah didiognose

sebelum kehamilan; kebanyakan wanita didapat menderita hipertensi pada kunjungan

antenatal pertama. Bila tanpa penyebab sekunder hipertensi (misalnya stenosis arteri renalis

atau feokromositoma), peninggian tekanan darah (> 140/90) yang menetap dan terjadi

sebelum kehamilan atau dideteksi sebelum kehamilan minggu ke 20, diagnosis hipertensi

esensial dapat ditegakkan.

G. TANDA KLINIS DAN DIAGNOSIS :

a. Hipertensi terjadi pada awal kehamilan

b. Fungsi ginjal normal atau hanya terdapat sedikit albuminuria

Jika kehamilan kebelakang terdapat peningkatan tekanan darah dan albuminuria secara

bermakna, maka akan sulit dibedakan dengan preeklampsia berat ( Superimposed

preeklampsia ). Hipertensi esensial menjadi penyulit pada 1-3 persen kehamilan, dan lebih

sering terdapat pada wanita di atas usia 35 tahun.

Alur Penilaian klinik

Page 19: Hellp Syndrom

H. PEMERIKSAAN FISIK

a. Tekanan darah harus diukur dalam setiap ANC

b. Tinggi fundus harus diukur dalam setiap ANC untuk mengetahui adanya retardasi

pertumbuhan intrauterin atau oligohidramnion

c. Edema pada muka yang memberat

d. Peningkatan berat badan lebih dari 0,5 kg per minggu atau peningkatan berat badan

secara tiba-tiba dalam 1-2 hari.4

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Saat ini belum ada pemeriksaan penyaring yang terpercaya dan efektif untuk preeklampsia.

Dulu, kadar asam urat digunakan sebagai indikator preeklampsia, namun ternyata tidak

Page 20: Hellp Syndrom

sensitif dan spesifik sebagai alat diagnostik. Namun, peningkatan kadar asam urat serum

pada wanita yang menderita hipertensi kronik menandakan peningkatan resiko terjadinya

preeklampsia superimpose.

Pemeriksaan laboratorium dasar harus dilakukan di awal kehamilan pada wanita dengan

faktor resiko menderita preeklampsia, yang terdiri dari pemeriksaan kadar enzim hati, hitung

trombosit, kadar kreatinin serum, dan protein total pada urin 24 jam.

Pada wanita yang telah didiagnosis preeklampsia, harus dilakukan juga pemeriksaan kadar

albumin serum, LDH, apus darah tepi, serta waktu perdarahan dan pembekuan. Semua

pemeriksaan ini harus dilakukan sesering mungkin untuk memantau progresifitas penyakit.4

J. PROGNOSIS

Kematian ibu antara 9.8%-25.5%, kematian bayi 42.2% -48.9%.4

K. DIAGNOSIS BANDING

1) Kehamilan dengan sindrom nefrotik

2) Kehamilan dengan payah jantung5

3) Hipertensi Kronis

4) Penyakit Ginjal

5) Edema Kehamilan

6) Proteinuria Kehamilan1

K. PENATALAKSANAAN PEB

1. Penanganan di Puskesmas

Page 21: Hellp Syndrom

Mengingat terbatasnya fasilitas yang tersedia di puskesmas, maka secara prinsip, kasus-

kasus preeklampsia berat dan eklampsia harus dirujuk ke tempat pelayanan kesehatan

dengan fasilitas yang lebih lengkap. Persiapan-persiapan yang dilakukan dalam merujuk

penderita adalah sebagai berikut:

a) Menyiapkan surat rujukan yang berisikan riwayat penderita.

b) Menyiapkan partus set dan tongue spatel (sudip lidah).

c) Menyiapkan obat-obatan antara lain: valium injeksi, antihipertensi, oksigen, cairan infus

dextrose/ringer laktat.

d) Pada penderita terpasang infus dengan blood set.

e) Pada penderita eklampsia, sebelum berangkat diinjeksi valium 20 mg/iv, dalam

perjalanan diinfus drip valium 10 mg/500 cc dextrose dalam maintenance drops.

Selain itu diberikan oksigen, terutama saat kejang, dan terpasang tongue spatel.2

2. Penanganan di Rumah Sakit

Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala pre eklampsia berat selama

perawatan, maka perawatan dibagi menjadi:

a. Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah pengobatan

medicinal.

b. Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah pengobatan

medicinal.7

a. Perawatan Aktif

a) Indikasi

• Hasil penilaian kesejahteraan janin jelek

• Adanya gejala-gejala impending eklampsia

Page 22: Hellp Syndrom

• Adanya Sindrom Hellp

• Kehamilan aterm ( > 37 minggu)

• Apabila perawatan konservatif gagal.5

b) Pengobatan Medisinal

1) Segera rawat di ruangan yang terang dan tenang, terpasang infus Dx/RL dari IGD.

2) Tirah baring miring ke satu sisi.

3) Diet cukup protein, rendah KH-lemak dan garam.

4) Antasida.

5) Anti kejang:

a. Sulfas Magnesikus (MgSO4)

Syarat-syarat pemberian MgSO4

- Tersedia antidotum MgSO4 yaitu calcium gluconas 10%, 1 gram (10% dalam 10 cc)

diberikan intravenous dalam 3 menit.

- Refleks patella positif kuat

- Frekuensi pernapasan > 16 kali per menit, tanda distress pernafasan (-)

- Produksi urin > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5 cc/kgBB/jam).7

Cara Pemberian:

- Jika ada tanda impending eklampsi dosis awal diberikan IV + IM, jika tidak ada, dosis

awal cukup IM saja. Dosis awal sekitar 4 gram MgSO4 IV (20 % dalam 20 cc) selama 4

menit (1 gr/menit) atau kemasan 20% dalam 25 cc larutan MgSO4 (dalam 3-5 menit).

Page 23: Hellp Syndrom

Diikuti segera 4 gram di bokong kiri dan 4 gram di bokong kanan (40 % dalam 10 cc)

dengan jarum no 21 panjang 3,7 cm. Untuk mengurangi nyeri dapat diberikan 1 cc xylocain

2% yang tidak mengandung adrenalin pada suntikan IM.

- Dosis ulangan diberikan setelah 6 jam pemberian dosis awal, dosis ulangan 4 gram

MgSO4 40% diberikan secara intramuskuler setiap 6 jam, bergiliran pada bokong kanan/kiri

dimana pemberian MgSO4 tidak melebihi 2-3 hari.7

Penghentian MgSO4 :

Ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot, hipotensi, refleks fisiologis menurun,

fungsi jantung terganggu, depresi SSP, kelumpuhan dan selanjutnya dapat menyebabkan

kematian karena kelumpuhan otot-otot pernapasan karena ada serum 10 U magnesium pada

dosis adekuat adalah 4-7 mEq/liter. Refleks fisiologis menghilang pada kadar 8-10

mEq/liter. Kadar 12-15 mEq terjadi kelumpuhan otot-otot pernapasan dan lebih 15 mEq/liter

terjadi kematian jantung.

Bila timbul tanda-tanda keracunan magnesium sulfat

- Hentikan pemberian magnesium sulfat

- Berikan calcium gluconase 10% 1 gram (10% dalam 10 cc) secara IV dalam waktu 3

menit.

- Berikan oksigen.

- Lakukan pernapasan buatan.

Magnesium sulfat dihentikan juga bila setelah 6 jam pasca persalinan sudah terjadi

perbaikan (normotensif).7

b) Diazepam

Page 24: Hellp Syndrom

Digunakan bila MgSO4 tidak tersedia, atau syarat pemberian MgSO4 tidak dipenuhi. Cara

pemberian: Drip 10 mg dalam 500 ml, max. 120 mg/24 jam. Jika dalam dosis 100 mg/24

jam tidak ada perbaikan, rawat di ruang ICU.8

6) Diuretika

Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah jantung

kongestif atau edema anasarka. Diberikan furosemid injeksi 40 mg/im.7

7) Anti hipertensi

Tekanan darah sistolis > 180 mmHg, diastolis > 110 mmHg. Sasaran pengobatan adalah

tekanan diastolis < 105 mmHg (bukan kurang 90 mmHg) karena akan menurunkan perfusi

plasenta.

Dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada umumnya.

Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya, dapat diberikan obat-obat

antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu), catapres injeksi. Dosis yang biasa dipakai 5

ampul dalam 500 cc cairan infus atau press disesuaikan dengan tekanan darah.

Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet antihipertensi secara

sublingual atau oral. Obat pilihan adalah nifedipin yang diberikan 5-10 mg oral yang dapat

diulang sampai 8 kali/24 jam.7

8) Kardiotonika

Indikasinya bila ada tanda-tanda menjurus payah jantung, diberikan digitalisasi cepat dengan

cedilanid D.7

Page 25: Hellp Syndrom

9) Lain-lain

- Konsul bagian penyakit dalam / jantung, dan mata.

- Obat-obat antipiretik diberikan bila suhu rektal > 38,5 oC dapat dibantu dengan

pemberian kompres dingin atau alkohol atau xylomidon 2 cc IM.

- Antibiotik diberikan atas indikasi. Diberikan ampicillin 1 gr/6 jam/IV/hari.

- Analgetik bila penderita kesakitan atau gelisah karena kontraksi uterus. Dapat diberikan

petidin HCL 50-75 mg sekali saja, selambat-lambatnya 2 jam sebelum janin lahir.7

- Anti Agregasi Platelet: Aspilet 1x80 mg/hari

Syarat: Trombositopenia (<60.000/cmm)8

c) Pengobatan obstetrik

Cara terminasi kehamilan yang belum inpartu :

Induksi persalinan : tetesan oksitosin dengan syarat nilai Bishop 5 atau lebih dan dengan

fetal heart monitoring.

Seksio sesaria bila :

Fetal assesment jelek

Syarat tetesan oksitosin tidak dipenuhi (nilai Bishop kurang dari 5) atau adanya

kontraindikasi tetesan oksitosin.

12 jam setelah dimulainya tetesan oksitosin belum masuk fase aktif. Pada primigravida

lebih diarahkan untuk dilakukan terminasi dengan seksio sesaria.7

Cara terminasi kehamilan yang sudah inpartu :

Kala I

Fase laten : 6 jam belum masuk fase aktif maka dilakukan seksio sesaria.

Page 26: Hellp Syndrom

Fase aktif :

Amniotomi saja

Bila 6 jam setelah amniotomi belum terjadi pembukaan lengkap maka dilakukan seksio

sesaria (bila perlu dilakukan tetesan oksitosin).7

Kala II

Pada persalinan per vaginam maka kala II diselesaikan dengan partus buatan vakum

ekstraksi/forcep ekstraksi. Amniotomi dan tetesan oksitosin dilakukan sekurang-kurangnya

3 menit setelah pemberian pengobatan medisinal. Pada kehamilan <37 minggu; bila keadaan

memungkinkan, terminasi ditunda 2 kali 24 jam untuk maturasi paru janin dengan

memberikan kortikosteroid.7,8

b. Perawatan Konservatif

a) Indikasi perawatan konservatif bila kehamilan preterm kurang dari 37 minggu tanpa

disertai tanda-tanda inpending eklampsia dengan keadaan janin baik.

b) Pengobatan medisinal : Sama dengan perawatan medisinal pada pengelolaan aktif. Hanya

loading dose MgSO4 tidak diberikan intravenous, cukup intramuskuler saja dimana 4 gram

pada bokong kiri dan 4 gram pada bokong kanan.

c) Pengobatan obstetri :

• Selama perawatan konservatif : observasi dan evaluasi sama seperti perawatan aktif

hanya disini tidak dilakukan terminasi.

• MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-tanda pre eklampsia ringan,

selambat-lambatnya dalam 24 jam.

• Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap pengobatan medisinal gagal dan

harus diterminasi.

Page 27: Hellp Syndrom

• Bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka diberi lebih dahulu MgSO4 20% 2

gram intravenous.

d) Penderita dipulangkan bila :

• Penderita kembali ke gejala-gejala / tanda-tanda pre eklampsia ringan dan telah dirawat

selama 3 hari.

• Bila selama 3 hari tetap berada dalam keadaan pre eklampsia ringan : penderita dapat

dipulangkan dan dirawat sebagai pre eklampsia ringan (diperkirakan lama perawatan 1-2

minggu).7

L. PENCEGAHAN

1) Meningkatkan jumlah balai pemeriksaan antenatal dan mengusahakan agar semua wanita

hamil memeriksakan diri sejak hamil muda.

2) Mencari pada setiap pemeriksaan tanda-tanda preeklampsia dan mengobatinya segera

apabila ditemukan.

3) Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke atas apabila

setelah dirawat tanda-tanda preeklampsia tidak juga dapat dihilangkan.4

SKEMA PENANGANAN P.E BERAT

Kehamilan ≤ 37 minggu

Page 28: Hellp Syndrom
Page 29: Hellp Syndrom

SKEMA PENANGANAN P.E BERAT

Kehamilan > 37 minggu

Istirahat/Isolasi

Diet rendah garam

Dauer kateter 4 jam SM 4 gr

D5% 1 ltr + RL 500 cc

SM 4 gr (20%, 20 cc) iv Terminasi kehamilan PE berat

SM 8 gr i.m

Belum inpartu Inpartu

Drip oksitosin Pelvik skor ≥5 Kala I Kala II

Page 30: Hellp Syndrom

Tak terpenuhi

Fase laten Fase aktif

Amniotomi

Drip oksitosin Amniotomi Amniotomi

Drip Oksitosin Drip Oksitosin

12 anak belum lahir 6 jam belum 6 jam belum lengkap

fase aktif

Seksio sesaria Seksio sesaria

Catatan : primigravida cenderung seksio sesarea

M.KOMPLIKASI

HELLP SYNDROME

1. Defisini

Terminologi HELLP diperkenalkan pertama sekali oleh Weinstein (1982) yang merupakan

singkatan dari Hemolysis, Elevated Liver Enzymes dan Low Platelet counts. Sindroma ini

merupakan kumpulan dari gejala multisistim pada preeklampsia berat dan eklampsia dengan

karakteristik trombositopenia, hemolisis (anemia hemolisis mikroangiopatik) dan enzym

hepar yang abnormal.

Page 31: Hellp Syndrom

Kriteria diagnosis sindrom HELLP terdiri :

- Hemolisis,

• kelainan apus darah tepi,

• total bilirubin > 1,2 mg/dl,

• laktat dehidrogenase (LDH) > 600 U/L.

- Peningkatan fungsi hati,

• serum aspartat aminotransferase (AST) > 70 U/L,

• laktat dehidrogenase (LDH) > 600 U/L.

- Jumlah trombosit < 100.000/mm3.

a. Etiologi dan Patofisiologi

Etiologi dan patogenesis dari sindroma HELLP ini selalu dihubungkan dengan

preeklampsia, walaupun etiologi dan patogenesis dari preeklampsia sampai saat ini juga

belum dapat diketahui dengan pasti.

Banyak teori yang dikembangkan dari dulu hingga kini untuk mengungkapkan patogenesis

dari preeklampsia, namun dalam dekade terakhir ini perhatian terfokus pada aktivasi atau

disfungsi dari sel endotel. Tetapi apa penyebab dari perubahan endotel ini belum juga

diketahui dengan pasti. Saat ini ada empat buah hipotesis yang sedang diteliti untuk

mengungkapkan etiologi dari preeklampsia, yaitu : iskemia plasenta, Very Low Density

Lipoprotein versus aktivitas pertahanan toksisitas, maladaptasi imun dan penyakit genetik.

Sindroma HELLP ini merupakan manifestasi akhir dari hasil kerusakan endotel

mikrovaskular dan aktivasi dari trombosit intravaskular. Adanya kegagalan invasi dari

trofoblas pada trimester kedua dalam menginvasi tunika muskularis arteri spiralis,

menyebabkan vasokonstriksi arterial pada bagian uteroplasenta. Kegagalan ini disebabkan

oleh gagalnya sel-sel trofoblas dalam mengekspresikan integrin yang merupakan ‘molekul

pelekat’ (adhesion molecules) atau kegagalan VEGF (Vascular Endothelial Growth Factor)

Page 32: Hellp Syndrom

dalam mengekspresikan integrin. Keadaan ini menyebabkan penurunan aliran darah

intervilus, hipoksia dan akhirnya terjadi kerusakan sel endotel ibu dan janin. Dan selanjutnya

mengakibatkan efek terhambatnya pertumbuhan janin intrauterin (PJT). Akibat kerusakan

dari endotel ini terjadi pelepasan zat -zat vasoaktif, dimana tromboksan (TXA2 ) meningkat

dibandingkan dengan prostasiklin (PgI2).

Adanya perubahan respon imun ibu terhadap trofoblas akibat dari perubahan

‘polymorphism’ HLA-G (human leucocyte antigens – G) terhadap trofoblas, menyebabkan

terjadinya proses imunologis. Hal ini mengakibatkan terjadinya gangguan pertumbuhan dan

invasi dari trofoblas. Proses imunologis akibat perubahan respon imun ibu juga

mempengaruhi terjadinya kerusakan sel endotel, ini terbukti dengan dilepaskannya sel

mediator pada sel endotel.

Kerusakan dari sel endotel menyebabkan terjadinya gangguan keseimbangan rasio

TXA2 dan PgI2, penurunan produksi dari nitric oxide dan merangsang terjadinya agregasi

dari trombosit yang seterusnya akan mengakibatkan vasospasme.

Dengan berkurangnya fungsi endotel, menyebabkan bertambahnya tahanan vaskuler,

meningkatnya produk peroksida lipid dan meningkatnya aktifitas radikal bebas. Anion

peroksida ini mengganggu keseimbangan rasio TXA2 dan PgI2 sehingga TXA2 menjadi

lebih dominan. Anion peroksida juga menambah agregasi trombosit, serta menyebabkan

asam lemak tak jenuh pada membra n fospolipid mengalami konversi menjadi peroksida

lipid. Peroksida lipid ini menyebabkan kerusakan endotel lebih lanjut. Kerusakan integritas

endotel diikuti dengan hilangnya kapasitas vasodilator, yang mana dapat dinilai dengan

meningkatnya respon terhadap angiotensin II dan noradrenalin.

Kerusakan dari sel endotel arteri spiralis mengakibatkan hipoksia dan seterusnya menjadi

aterosis akut. Aterosis akut ditandai dengan adanya diskontinuitas dari sel endotel, gangguan

fokal pada membrana basalis, deposisi trombosit, terbentuknya mural trombus dan akhirnya

terjadi nekrosis fibrinoid. Dengan rangsangan dari trombosit growth factor terjadi perubahan

proliferasi yang tidak teratur pada tunika intima, dan pada tunika media mengakibatkan

hiperplasia.

Page 33: Hellp Syndrom

Aterosis akut ini merupakan keadaan yang patognomonis pada preeklampsia. Walaupun

aterosis akut ini dapat juga terjadi pada keadaan hipertensi kronis, Diabetes Mellitus,

penyakit ginjal maupun Lupus. Efek semua kejadian yang telah disebutkan di atas terjadilah

gangguan sirkulasi sistemik dan gangguan koagulasi pada ibu yang selanjutnya menjadi

sindroma HELLP. Pada keadaan normal setiap sel mempunyai daya pertahanan terhadap

serangan ekstrasellular. Membran sel sangat berperan dalam fungsi pertahanan ini. Sel darah

merah pada penderita preeklampsia tidak memiliki pertahanan terhadap radikal bebas yang

selanjutnya mengakibatkan membran sel darah merah menjadi tidak stabil dan mengalami

kerusakan. Daya pertahanan membran sel darah merah ini berhubungan dengan kadar

prostasiklin di dalam plasma melalui gen superoxidase dismutase (SOD). Penurunan

aktivitas dari SOD ini mengakibatkan penurunan daya pertahanan terhadap radikal bebas.

Perubahan stabilitas membran sel darah merah menyebabkan masuknya kalsium ke dalam

sel, terjadi peningkatan aktivitas sel dan terjadi perubahan dari rigiditas membran.

Perubahan ini menyebabkan sel darah merah berubah bentuknya, mudah pecah

(fragmentasi) dan sel cenderung menjadi lisis. Keadaan di atas dapat menerangkan

terjadinya hemolisis pada penderita preeklampsia.

Anemia Hemolitik Mikroangiopati

Pada sindroma HELLP terjadi anemia hemolitik mikroangiopati. Akibat fragmentasi sel

darah merah, sel darah merah menjadi menjadi lebih mudah keluar dari pembuluh darah

yang kecil. Dimana pembuluh darah tersebut telah mengalami kebocoran akibat kerusakan

endotel dan adanya deposit fibrin. Pada gambaran darah tepi terlihat gambaran spherocytes,

schistocytes, triangular cell dan burr cell.

Peningkatan Enzim Hepar

Pada sindroma HELLP terjadi perubahan pada hepar dimana gambaran histopatologisnya

berupa nekrosis parenkhim periportal dan atau fokal yang disertai dengan deposit hialin

yang besar dari bahan seperti fibrin yang terdapat pada sinusoid. Pada penelitian dengan

imunoflourescen dijumpai mikrotrombi fibrin dan deposit fibrinogen pada sinusoid dan

daerah hepatoselular yang nekrosis. Adanya mikrotrombi dan deposit fibrin pada sinusoid

tersebut menyebabkan obstruksi aliran darah di hepar yang merupakan dasar dari terjadinya

Page 34: Hellp Syndrom

peningkatan enzim hepar dan terdapatnya nyeri perut kuadran kanan atas. Gambaran

nekrosis selular dan perdarahan dapat terlihat dengan MRI. Pada kasus yang berat dapat

dijumpai adanya perdarahan intrahepatik dan hematom subkapsular atau ruptur hepar.

Trombositopeni

Penurunan jumlah trombosit pada sindroma HELLP disebabkan oleh meningkatnya

konsumsi atau destruksi dari trombosit. Meningkatnya konsumsi trombosit disebabkan oleh

agregasi trombosit. Hal ini akibat dari kerusakan endotel, penurunan produksi prostasiklin,

proses imunologis maupun peningkatan jumlah radikal bebas. Penyebab dari destruksi

trombosit sampai saat ini belum diketahui. Dijumpainya peningkatan megakaryosit pada

biopsi sumsum tulang menunjukkan pendeknya life span dari trombosit dan cepatnya proses

daur ulang.

b. Klasifikasi

Ada dua klasifikasi yang dipergunakan pada sindroma HELLP, yaitu :

a. Berdasarkan jumlah keabnormalan yang didapati.

Audibert dkk (1996) melaporkan pembagian sindroma HELLP berdasarkan jumlah

keabnormalan parameter yang di dapati yaitu : sindroma HELLP Murni bila didapati ketiga

parameter di bawah ini, yaitu : hemolisis, peningkatan enzim hepar dan penurunan jumlah

trombosit dengan karakteristik : gambaran darah tepi dijumpainya burr cell, schistocyte atau

spherocytes ; LDH > 600 IU/L ; SGOT > 70 IU/L ; bilirubin > 1,2 ml/dL dan jumlah

trombosit < 100.000/ mm3 .

Sedangkan sindroma HELLP Parsial yaitu bila dijumpainya satu atau lebih tetapi tidak

ketiga parameter sindroma HELLP. Lebih jauh lagi sindroma HELLP Parsial dapat dibagi

beberapa sub grup lagi yaitu Hemolysis (H), Low Trombosit counts (LP), Hemolysis + low

trombosit counts (H+LP), hemolysis + elevated liver enzymes (H+EL).

b. Berdasarkan jumlah dari trombosit.

Martin (1991) mengelompokkan penderita sindroma HELLP dalam 3 kelas, yaitu :

Page 35: Hellp Syndrom

kelas I jumlah trombosit ≤ 50.000/mm3,

kelas II jumlah trombosit > 50.000 - £ 100.000/mm3

kelas III jumlah trombosit > 100.000 - £ 150.000/mm3.

c. Tanda dan Gejala

Gejala yang paling sering dijumpai adalah nyeri pada daerah epigastrium atau kwadran

kanan atas (90%), nyeri kepala, malaise sampai beberapa hari sebelum dibawa ke rumah

sakit (90%), serta mual dan muntah (45 – 86%). Penambahan berat badan dan edema (60%),

hipertensi dapat tidak dijumpai sekitar 20% kasus, didapatinya hipertensi ringan (30%) dan

hipertensi berat (50%).

5. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium pada sindroma HELLP sangat diperlukan, karena diagnosa

ditegakkan berdasarkan hasil laboratorium. Walaupun sampai saat ini belum ada batasan

yang tegas mengenai nilai batas untuk masing-masing parameter. Hal ini terlihat dari

banyaknya penelitian terhadap sindroma HELLP yang bertujuan untuk membuat suatu

keputusan nilai batas dari masing-masing parameter.

a. Hemolisis

Gambaran hapusan darah tepi sebagai parameter terjadinya hemolisis, adalah dengan

didapatinya burr cell dan atau schistocyte, dan atau helmet cell. Menurut Weinstein (1982)

dan Sibai (1986) gambaran ini merupakan gambaran yang spesifik terjadinya hemolisis pada

sindroma HELLP.

Proses hemolisis pada sindroma HELLP oleh karena kerusakan dari sel darah merah

intravaskuler, menyebabkan hemoglobin keluar dari intravaskuler. Lepasnya hemoglobin ini

akan terikat dengan haptoglobin, dimana kompleks hemaglobin-haptoglobin akan

dimetabolisme di hepar dengan cepat. Hemoglobin bebas pada sistim retikuloendotel akan

berubah menjadi bilirubin. Peningkatan kadar bilirubin menunjukkan terjadinya hemolisis.

Page 36: Hellp Syndrom

Pada wanita hamil normal kadar bilirubin berkisar 0,1 – 1,0 mg/ dL. Dan pada sindroma

HELLP kadar ini meningkat yaitu > 1,2 mg/dL.

Hemolisis intravaskuler menyebabkan sumsum tulang merespon dengan mengaktifkan

proses eritropoesis, yang mengakibatkan beredarnya sel darah merah yang imatur. Sel darah

merah imatur ini mudah mengalami destruksi, dan mengeluarkan isoenzim eritrosit.

Isoenzim ini akan terikat dengan plasma lactic dehidrogenase (LDH). Kadar LDH yang

tinggi juga menunjukkan terjadinya peroses hemolisis.

Pada wanita hamil normal kadar LDH berkisar 340 – 670 IU/L. Dan pada sindroma HELLP

kadar ini meningkat yaitu > 600 IU/L.

b. Peningkatan Kadar Enzim Hepar.

Serum aminotranferase yaitu aspartat aminotranferase (serum glutamate oksaloasetat

transaminase/SGOT) dan alanine aminotranferase ( serum glutamate piruvat

transaminase/SGPT) meningkat pada kerusakan sel hepar. Pada Preeklampsia, SGOT dan

SGPT meningkat pada seperlima kasus, dimana 50% diantaranya adalah peningkatan SGOT.

Menurut penelitian Martin dkk (1991) kadar SGOT lebih tinggi dari SGPT pada sindroma

HELLP. Peninggian ini menunjukkan fase akut dan progresivitas dari sindroma ini.

Peningkatan SGOT dan SGPT juga merupakan tanda terjadinya ruptur kapsul hepar.

Pada wanita hamil normal kadar SGOT berkisar 0 – 35 IU/L . Dan pada sindroma HELLP

kadar ini meningkat yaitu >70 IU/L. Lactat Dehidrogenase (LDH) adalah enzim katalase

yang bertanggung jawab terhadap proses oksidasi laktat menjadi piruvat. Peningkatan LDH

menggambarkan terjadinya kerusakan pada sel hepar, walaupun peningkatan kadar LDH

juga merupakan tanda terjadinya hemolisis. Peningkatan kadar LDH tanpa disertai

peningkatan kadar SGOT dan SGPT menunjukkan terjadinya hemolisis. Martin dkk (1991)

melaporkan pada sindroma HELLP kadar puncak LDH 581 –2380 IU/L dengan rerata 1369

IU/L, dimana kadar puncak ini didapatkan pada 24 – 48 jam post partum. LDH dapat

dipergunakan untuk mendeteksi hemolisis dan kerusakan hepar. Oleh sebab itu parameter ini

sangat berguna dalam mendiagnosa sindroma HELLP.

Page 37: Hellp Syndrom

Peningkatan bilirubin pada Preeklampsia sangat jarang, pada kasus eklampsia hanya 4 –

20%. Dan peningkatan ini jarang sampai lima kali lipat. Hiperbilirubinemia yang tidak

terkonjugasi menunjukkan hemolisis intra vaskuler. Hiperbilirubinemia yang terkonjugasi

menunjukkan kerusakan pada perenkhim hepar.

c. Jumlah Trombosit yang Rendah

Pada kehamilan normal belum diketahui batasan jumlah trombosit yang spesifik. Sebagian

besar laporan mengatakan jumlah trombosit rerata menurun selama kehamilan walaupun

secara statistik tidak signifikan. Pada wanita hamil normal kadar trombosit berkisar >

150.000/ mm3. Dan pada sindroma HELLP kadar ini menurun sampai < 100.000/ mm3.

Martin dkk (1991) melaporkan dari 158 preeklampsia berat dengan sindroma HELLP

didapati kadar trombosit berbeda-beda. Didapatinya 19% pasien pada saat masuk rumah

sakit dengan jumlah trombosit > 150.000/mm3, 35% antara 100.000 – 150.000/mm3, 31%

antara 50.000 – 100.000/mm3 dan 15% < 50.000/mm3.

6. Penatalaksanaan

Pasien sindrom HELLP harus diterapi profilaksis MgSO4 untuk mencegah kejang, baik

dengan atau tanpa hipertensi. Bolus 4-6 g MgSO4 20% sebagai dosis awal, diikuti dengan

infus 2 g/jam. Pemberian infus ini harus dititrasi sesuai produksi urin dan diobservasi

terhadap tanda dan gejala keracunan MgSO4. Jika terjadi keracunan, berikan 10-20 ml

kalsium glukonat 10% iv.

Terapi anti hipertensi harus dimulai jika tekanan darah menetap > 160/110 mmHg di

samping penggunaan MgSO4. Hal ini berguna menurunkan risiko perdarahan otak, solusio

plasenta dan kejang pada ibu. Tujuannya mempertahankan tekanan darah diastolik 90 - 100

mmHg. Anti hipertensi yang sering digunakan adalah hydralazine (Apresoline®) iv dalam

dosis kecil 2,5-5 mg (dosis awal 5 mg) tiap 15-20 menit sampai tekanan darah yang

diinginkan tercapai. Labetalol (Normodyne®) dan nifedipin juga digunakan dan

memberikan hasil baik. Karena efek potensiasi, harus hati-hati bila nifedipin dan MgSO4

diberikan bersamaan. Diuretik dapat mengganggu perfusi plasenta sehingga tidak dapat

digunakan.(4)

Page 38: Hellp Syndrom

Penatalaksanaan Sindroma HELLP

a. Penilaian dan stabilisasi kondisi ibu :

- Bila DIC (+), koreksi faktor pembekuan

- Pemberian profilaksis anti kejang dengan Sulfas Magnesikus

- Penanganan hipertensi berat

- Rujuk ke fasilitas kesehatan yang memadai

- CT- scan dan USG abdomen bila dicurigai adanya hematom hepar subkapsular

b. Evaluasi kesejahteraan janin:

- Non Stress Test

- Profil biofisik

- Ultrasonografi biometri

c. Evaluasi kematangan paru, jika usia kehamilan < 35 minggu

- Jika paru telah matang, segera lahirkan

- Jika paru belum matang, beri kortikosteroid, kemudian lahirkan

d. Jika usia kehamilan ³ 35 minggu, setelah kondisi ibu stabil, segera lahirkan

Adanya sindroma HELLP ini tidak merupakan indikasi untuk melahirkan segera dengan

cara seksio sesarea. Yang harus dipertimbangkan adalah kondisi ibu dan bayi. Ibu yang telah

mengalami stabilisasi dapat melahirkan pervaginam, bila tidak ada kontra indikasi obstetrik.

Persalinan dapat diinduksi dengan oksitosin pada semua kehamilan ³ 32 minggu. Ataupun

kehamilan < 32 minggu dengan serviks yang telah matang untuk diinduksi. Pada kehamilan

< 32 minggu dengan serviks yang belum matang, seksio sesarea elektif merupakan pilihan.