Upload
curiejk
View
434
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Judul Praktikum
Pemeriksaan Fungsi Paru ( Spirometri)
B. Waktu, Tanggal Praktikum
Waktu : 10.00 – 11.50 WIB
Hari, Tanggal : Sabtu, 1 Desember 2012
C. Tujuan Praktikum
1. Menjelaskan pemeriksaan spirometri;
2. Melakukan pemeriksaan spirometri;
3. Menganalisa hasil pemeriksaan.
D. Dasar Teori
Pesatnya perkembangan industri beserta produknya memiliki dampak
positif terhadap kehidupan manusia berupa makin luasnya lapangan kerja,
kemudahan dalam komunikasi dan transportasi dan akhirnya juga
berdampak pada peningkatan sosial ekonomi masyarakat. Disisi lain
dampak negatif yang terjadi adalah timbulnya penyakit akibat pajanan bahan-
bahan selama proses industri atau dari hasil produksi itu sendiri. Hal tersebut
menghawatirkan karena mengancam kesehatan dan lingkungan,
diantaranya pencemaran udara ataupun proses pengolahan bahan baku
tertentu yang berpotensi bahaya seperti debu batu bara, semen, kapas, asbes,
zat-zat kimia, gas-gas beracun, dan lainnya. Tergantung jenis paparan
yg terhisap, berbagai penyakit paru dapat timbul pada
seseorang/pekerja. Penyakit tersebut terjadi akibat rusaknya jaringan paru-
paru yang dapat berpengaruh terhadap produktivitas dan kualitas kerja
(Baharudin, 2010) .
1
Menurut data ILO pada tahun 1999, penyakit saluran pernapasan
menempati urutan ketiga sebagai penyebab kematian yang berhubungan
dengan pekerjaan. Tujuh persen dari semua kematian di seluruh dunia setiap
tahun disebabkan oleh penyakit paru dan pernafasan yang sesungguhnya
dapat dicegah. Jutaan orang sedang menjalani usia tua yang menyakitkan
karena penyakit paru dan pernafasan yang seharusnya dapat diobati jika saja
sudah terdeteksi secara dini melalui pemeriksaan yang tepat yaitu spirometri
(Baharudin, 2010).
Spirometri adalah tes fisiologis yang mengukur bagaimana seseoranng
mengembuskan napas atau menghirup udara sebagai fungsi waktu. Sinyal
utama diukur dalam spirometri mungkin volume atau aliran. Spirometri
sangat berharga sebagai tes skrining umum pernafasan kesehatan dengan cara
yang sama dengan tekanan darah yang memberikan informasi penting tentang
kardiovaskular kesehatan (Guyton, 2007).
Spirometry adalah alat yang digunakan untuk mengukur kapasitas udara di
paru-paru. Standar dan acuan yang dipakai adalah nilai normal faal orang
Indonesia (penumobile project indonesia / PPI 1992). Pada penyakit-penyakit
resriktif, spirometri biasanya memperlihatkan penurunan kapasitas vital dan
kecepatan aliran yang normal, walaupun kadang-kadang kecepatan aliran
akan berkurang secara proporsional terhadap berkurangnya kapasitas vital.
FEV1 mungkin berkurang pada kelainan restriktif,sebaliknya FEV1/VC
umumnya normal pada kasus-kasus tersebut (Baharudin, 2010) .
Spirometri sebelum dan sesudah latihan berguna untuk kepastian diagnosis
exercise induced asma (asma yang terjadi karena aktivitas fisik). Pada
penderita-penderita yang menjalani penilaian untuk kemungkinan penyakit
Hypersensitif jalan nafas, spirometri setelah inhalasi obat kholinergik atau
bahan alergen mungkin akan mengarah ke diagnosis spesifik. Beberapa
keuntungan pemeriksaan spirometri :
a. Sederhana, murah, cukup sensitif, akurasi tinggi;
2
b.Spirometri memegang peranan penting dalam pemantauan fungsi paru,
namun dimikian harus diperhatikan :
Ø pemberian aba-aba pemeriksa;
Ø sikap/ posisi ukur;
Ø cara ukur melakukan perintah pemeriksa;
Ø kepatuhan cara ukur sangat penting untuk keberhasilan dari
akurasi hasil pengukuran (Baharudin, 2010) .
Parameter pengukuran kapasitas paru ( spirometer ) :
a. Vital Capasity ( CV ) : Kapasitas Vital adalah volume udara maksimum
yang dapat dikeluarkan seseorang setelah mengisi paru-parunya secara
maksimum;
b. Forced Vital Capasity ( FVC ) adalah volume udara maksimum yang
dapat dimasukkan dalam paru-paru dan secara paksa serta cepat
mengeluarkannya semaksimum mungkin;
c. Forced Expiratory Volume in First Second ( FEV1 ) adalah volume
udara yang dikeluarkan pada detik pertama dimulai dengan hembusan
nafas kuat pada pernafasan penuh (Baharudin, 2010) .
Pengukuran kapasitas paru disebut NORMAL, bila :
FVC ≥ 70% dan FEV1 ≥ 80%
Rasio FEV1 / FVC = 75 – 80%
Sedangkan pengukuran kapasitas paru disebut TIDAK NORMAL, bila :
OBSTRUCTIVE : FEV1 < 80%
RESTRUCTIVE : FVC < 70%
COMBINATION : FVC < 70% dan FEV1 < 80%
3
E. Metode Pemeriksaan
Beberapa faktor yang mempengaruhi hasil tes spirometri pada orang
normal diantaranya umur, jenis kelamin, ras, riwayat merokok, pekerjaan,
penyakit intrapulmonal, penyakit jantung, dan bahkan berdasarkan penelitian
yang dilakukan Rahmawati dan Asriyani Azikin ternyata IMT juga
mempengaruhi hasil spirometri :
1. Umur
Hubungan umur dengan spirometri bervariasi, Knudson
menggambarkan 3 fase pada fungsi spirometri :
a. Fase pertumbuhan pada anak;
b. Fase matur. Dimulai sejak pertumbuhan spure sampai umur 20
tahun pada wanita dan 25 tahun pada laki-laki. Fungsi
spirometri berkorelasi secara positif sesuai umur dan tinggi
badan;
c. Fase penurunan. Fungsi spirometri menurun berdasarkan umur
>20 tahun pada wanita dan > 25 tahun pada laki-laki. FVC
meningkat pada umur 24 tahun, stabil pada umur 35 tahun
menurun setelah umur 35 tahun;
2. Ras atau Suku
Koevesien volume paru dan aliran udara pada ras kulit hitam lebih
tinggi dibandingkan dengan ras kulit putih. Ras Indiana, Pakistan, Oriental
berada diantara kedua ras tersebut. Beberapa penelitian menentukan nilai
FEV1/FVC pada ras kulit hitam lebih tinggi dengan ras kulit putih;
3. Jenis Kelamin
Volume dan kapasitas seluruh paru pada wanita kira-kira 20
sampai 25 persen lebih kecil daripada pria. Peningkatan morbiditas juga
4
lebih sering pada laki-laki yang terkena PPOK dibandingkan dengan
perempuan;
4. Pekerjaan
Pada pekerjaan yang membutuhkan aktivitas lebih banyak maka
cenderung kekuatan pernafasannya menjadi meningkat, sehingga kapasitas
vital paru pada orang itu meningkat Sebaliknya orang yang memiliki
pekerjaan atau exercise yang sedikit maka cenderung kekuatan
pernafasannya menjadi menurun, sehingga kapasitas parunya pun kecil;
5. Merokok
Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa pada orang yang
merokok, FEV1/FVC nya cenderung menurun. Karena rokok bisa merusak
paru-paru maka fungsi paru-paru pun menjadi terganggu;
6. Penyakit pernafasan
Seluruh penyakit pernafasan otomatis akan mempengaruhi atau
menurunkan fungsi paru. Sehingga nilai spirometrinya pun juga akan
menurun. Aliran udara akan terhambat dan kemampuan paru-paru untuk
mengembangkempis pun akan menurun sehingga fungsi faal paru juga
akan menurun;
7. Penyakit Jantung
Jantung sangat erat hubungannya dengan paru-paru, karena kedua
organ ini tidak bisa dipisahkan. Keduanya saling mendukung fungsi
masing-masing. Jantung menyuplai darah ke paru-paru untuk di tukarkan
oksigen di paru-paru, sehingga suplai oksigen jantung jug bisa tercukupi.
Sehingga kalau ada gangguan di jantung, maka juga akan terjadi gangguan
fungsi paru-paru, seperti terjadi bendungan paru. Maka hal ini, akan
mempengaruhi fungsi faal paru (Rahmawati dan Asriyani Azikin, 2004).
5
Volume dan Kapasitas Paru
Gambar 1. Spirometeri
Spirometri adalah salah satu metode sederhana yang dapat digunakan
untuk mempelajari ventilasi paru, yaitu dengan mencatat volume udara yang
masuk dan keluar paru. Spirometer terdiri dari sebuah drum yang dibalikkan di
atas bak air dan diimbangi oleh suatu beban. Di dalam drum terdapat gas untuk
bernapas, biasanya udara atau oksigen. Terdapat sebuah pipa yang
menghubungkan mulut dengan ruang gas. Bila seseorang bernapas melalui pipa
tersebut, drum akan naik turun dan terjadi perekaman yang sesuai pada gulungan
kertas yang berputar (Wagner, 2005).
Gambar 2. Peristiwa Pernapasan Selama Bernapas Normal, Inspirasi Maksimal,
dan Ekspirasi Maksimal
6
Gambar di atas adalah sebuah spirogram yang menunjukkan perubahan
volume paru pada berbagai kondisi pernapasan. Untuk memudahkan penjelasan
mengenai peristiwa ventilasi paru, udara dalam paru pada diagram dibagi menjadi
empat volume dan empat kapasitas yang merupakan nilai rata-rata pada laki-laki
dewasa muda (Wagner, 2005).
Volume Paru
Pada bagian kiri gambar dituliskan empat volume paru. Bila semuanya
dijumlahkan, sama dengan volume maksimal paru yang mengembang;
Penjelasan dari masing-masing volume ini adalah sebagai berikut:
1. Volume tidal (VT) adalah volume udara yang diinspirasi atau diekspirasi setiap
kali bernapas normal; besarnya kira-kira 500 mililiter;
2. Volume cadangan inspirasi (IRV) adalah volume udara ekstra yang dapat
diinspirasi setelah dan di atas volume tidal normal bila dilakukan inspirasi kuat
dengan kontraksi maksimal dari diafragma, m. intercostalis externi, dan otot
inspirasi aksesori; biasanya mencapai 3000 mililiter;
3. Volume cadangan ekspirasi (ERV) adalah volume udara ekstra maksimal yang
dapat diekspirasi melalui ekspirasi kuat pada akhir ekspirasi tidak normal; jumlah
normalnya adalah sekitar 1100 mililiter;
4. Volume residu (RV) yaitu volume udara yang masih tetap berada di paru
setelah ekspirasi paling kuat; volume ini besarnya kira-kira 1200 mililiter.
Volume residu tidak dapat diukur dengan spirometer karena volume udaranya
tidak masuk maupun keluar dari paru (Wagner, 2005).
Kapasitas Paru
1. Kapasitas inspirasi (IC) sama dengan volume tidal ditambah volume cadangan
inspirasi. Ini adalah jumlah udara (kira-kira) 3500 mililiter yang dapat dihirup
oleh seseorang, dimulai pada tingkat ekspirasi normal dan pengembangan paru
sampai jumlah maksimum;
2. Kapasitas residu fungsional (FRC) sama dengan volume cadangan ekspirasi
ditambah volume residu. Ini adalah jumlah udara yang tersisa dalam paru pada
akhir ekspirasi normal (kira-kira 2300 mililiter);
7
3. Kapasitas vital (VC) sama dengan volume cadangan inspirasi ditambah volume
tidal dan volume cadangan ekspirasi. Ini adalah jumlah udara maksimum yang
dapat dikeluarkan seseorang dari paru setelah terlebih dahulu mengisi paru secara
maksimum dan kemudian mengeluarkan sebanyak-banyaknya (kira-kira 4600
mililiter). Nilai ini memberikan informasi yang berguna mengenai kekuatan otot-
otot pernapasan dan aspek fungsi paru lainnya;
4. Kapasitas paru total (TLC) adalah volume maksimum yang dapat
mengembangkan paru sebesar mungkin dengan inspirasi sekuat mungkin (kira-
kira 5800 mililiter); jumlah ini sama dengan kapasitas vital ditambah volume
residu;
Forced Expiratory Flow (FEV1) adalah bagian dari kapasitas vital yang
diekspirasi secara paksa pada satu detik pertama. Nilai FEV1dapat memberi
informasi tambahan. Biasanya nilai FEV1 adalah sekitar 80% dari VC. Kapasitas
vital mungkin saja normal sementara nilai FEV1 turun pada beberapa penyakit
seperti asma (resistensi saluran napas meningkat karena konstriksi bronkial)
(Wagner, 2005).
Ventilasi volunter maksimal (MVV) adalah volume udara terbesar yang
dapat dimasukkan dan dikeluarkan dari paru selama 1 menit oleh usaha volunter.
Nilai normal MVV adalah 125-170 L/menit (Wagner, 2005).
Volume dan kapasitas paru pada perempuan kira-kira 20 sampai 25 persen
lebih kecil daripada laki-laki, dan lebih besar lagi pada orang yang atletis dan
bertubuh besar daripada orang yang bertubuh kecil dan astenis. Volume
pernapasan semenit adalah jumlah total udara baru yang masuk ke dalam saluran
pernapasan tiap menit, sama dengan volume tidal dikalikan dengan frekuensi
pernapasan permenit. Volume tidal normal kira-kira 500 mililiter dan frekuensi
pernapasan normal kira-kira 12 kali permenit sehingga rata-rata volume
pernapasan adalah 6 liter/menit (Wagner, 2005).
Komplians Paru dan Dinding Dada
Interaksi recoil paru dan dada dapat didemonstrasikan dengan cara sebagai
berikut. Lubang hidung dijepit dengan klip dan subjek bernapas melalui suatu
spirometer yang memiliki katup tepat di bawah sambungan dengan mulut yang
8
berisi suatu alat pengukur tekanan. Setelah subjek menginhalasi sejumlah udara,
katup ditutup sehingga jalan napas tertutup. Otot-otot pernapasan kemudian
berelaksasi sementara tekanan pada saluran napas diukur. Prosedur ini dilakukan
berulang setelah menginhalasi atau mengekshalasi berbagai volume secara aktif.
Kurva tekanan saluran napas yang didapatkan adalah kurva tekanan
relaksasi dari sistem respirasi total. Tekanan bernilai nol pada volume paru
setelah ekspirasi diam (volume relaksasi, sama dengan FRC). Perubahan volume
paru per unit perubahan tekanan saluran napas adalah komplians paru dan dinding
dada. Komplians biasa diukur pada kisaran tekanan ketika bentuk kurva tekanan
relaksasi paling curam. Nilai normalnya sekitar 0,2 L/cmH2O. Komplians
bergantung pada volume paru; orang dengan satu paru memiliki sekitar separuh
perubahan volume untuk suatu nilai perubahan tekanan. Komplians juga sedikit
lebih besar ketika diukur selama deflasi daripada selama inflasi (Sherwood, 2007).
Gambar 3. Hubungan Tekanan Intrapulmoner dan Volume
9
Flow Volume Loop dan Keterbatasan Aliran Udara Ekspirasi
Salah satu pengukuran paling praktis dari keseluruhan properti mekanik
paru adalah hubungan aliran-volume ekspirasi maksimum (MEFV) yang
didapatkan ketika subjek melakukan manuver kapasitas vital ekspirasi maksimal
setelah inhalasi hingga TLC (Sherwood, 2007).
Gambar 4. Kurva Hubungan MEFV dan Kurva Tekanan-Aliran Isovolumik
Hubungan MEFV menunjukkan adanya keterbatasan aliran udara
ekspirasi, misalnya ketika subjek melakukan ekspirasi berulang kali dengan usaha
10
yang meningkat, hubungan antara aliran ekspirasi dan tekanan transpulmonal
dapat dibentuk pada suatu volume paru. Kurva tekanan-aliran isovolumik
menunjukkan bahwa pada volume paru yang tinggi, aliran tidak terbatas (kurva
A). Hal ini bergantung pada usaha subjek, mencakup faktor kekuatan, kecepatan,
dan otot-otot pernapasan. Pada volume paru yang spesifik lebih rendah (<70%
VC), aliran mencapai nilai batas maksimum dengan peningkatan PL, dan aliran
maksimum turun dengan menurunnya volume paru (kurva B dan C). Oleh karena
itu, aliran tidak bergantung pada usaha (Sherwood, 2007).
Yang dilakukan probandus sebelum pemeriksaan adalah :
1. Bebas rokok minimal 2 jam;
2. Tidak makan terlalu kenyang;
3. Memakai pakaian tidak ketat;
4. Tidak menggunakan bronkodilator minimal 4 jam (Lab. Fisiologi
Kedokteran Umum, 2012)
F. Alat Bahan
a. Spirometri;
b. Tissue;
c. Tinta spirometri;
d. Mouth piece dispposible;
e. Penjepit hidung.
G. Cara Kerja
Pemeriksaan Kapasitas Vital Paru :
a. Siapkan alat pencatat atau spirometri;
b. Jelaskan tujuan dan cara kerja pemeriksaan kepada probandus, posisi
probandus menghadap alat;
11
c. Nyalakan alat (power on). Masukkan/ atur data probandus berupa nama
dan umur;
d. Hubungkan probandus dengan alat dengan cara menyuruh probandus
memasukkan mouth piece ke dalam mulutnya dan tutuplah hidung
probandus dengan penjepit hidung;
e. Instruksikan probandus untuk bernapas tenang terlebih dahulu untuk
beradaptasi dengan alat;
f. Tekan tombol start alat spirometri untuk memulai pengukuran;
g. Mulai dengan pernapasan tenang sampai timbul perintah dari alat untuk
ekspirasi maksimal (tidak terputus). Bila dilakukan secara benar akan
keluar data dan kurva di layar spirometri;
h. Bila perlu tanpa melepaskan mouth piece, ulangi pengukuran dengan
inspirasi dalam dan ekspirasi maksimal;
i. Setelah selesai lepaskan mouth piece, periksa data dan kurva dilanjutkan
dengan mencetak hasil perekaman (tekan tombol print)
(www.statcounter.com, 2007).
Pemeriksaan Kapasitas Vital Paksa Paru (FVC) :
a. Siapkan alat pencatat/ spirometri;
b. Jelaskan tujuan dan cara kerja pemeriksaan kepada probandus, posisi
probandus menghadap alat;
c. Nyalakan alat (power on). Masukkan/ atur data probandus berupa nama
dan umur;
d. Instruksikan probandus untuk inspirasi dalam atau luar alat;
e. Segera setelah siap, tekan tombol start dilanjutkan dengan ekspirasi
dengan kuat melalui alat;
12
f. Bila perlu tanpa melepaskan mouth piece, ulangi pengukuran dengan
inspirasi dalam dan ekspirasi maksimal;
g. Setelah selesai lepaskan mouth piece, periksa data dan kurva dilanjutkan
dengan mencetak hasil perekaman (tekan tombol print)
(www.statcounter.com, 2007).
13
BAB II
ISI dan PEMBAHASAN
A. Hasil
14
Name : ----Y/M/D : 11/03/13H:M:S : 10:00:40IDCODE : 64AGE : 21SEX : FEMALEH (cm) : 152.0W (kg) : 54.7PRED : Europe
Pred. Act %VC 3.30 2.70 82.TV 0.77IRV 1.00ERV 0.93IC 1.77
Pred. Act %FVC 3.30 2.69 82.FEV1.0 2.88 2.27 79.FEV1.0% ---- 84.4FEV1.0%t 85.1 84.1PEF 6.62 3.30 50.PEF 25-75 4.11 2.27 53.MEF 75 5.97 3.18 53.MEF 50 4.36 2.50 57.MEF 25 2.19 1.44 66.
Menurut pemeriksaan yang telah
dilakukan, data yang diperlukan
adalah nama, umur, jenis kelamin,
tinggi, dan berat badan. Hal ini di-
input-kan ke dalam spirometer
karena akan mempengaruhi hasil
pemeriksaan paru-paru probandus
tersebut. Melihat kolom prediksi
(pred.) pemeriksaan, FVC yaitu saat
probandus diminta inspirasi di luar
alat dan ekspirasi menggunakan alat
diperoleh data sebesar 3.30 dan
FEV1 yaitu saat probandus diminta inspirasi dan ekspirasi menggunakan alat
diperoleh data sebesar 2.88. Sedangkan untuk kolom act. (menurut spirometri
langsung) FVC yang diperoleh adalah 2.69 dan FEV1 yang diperoleh adalah 2.27.
Untuk rasio dari FVC adalah 82% sedangkan FEV1 adalah 79% (Rahmawati dan
Asriyani Azikin, 2004).
Dengan memperhatikan diagram di atas, dapat dianalisa bahwa FEV1
yang diperoleh dari pemeriksaan adalah lebih dari 70%, kemudian FEV1 dari data
pemeriksaan adalah kurang dari 80% prediksi (2.27<2.3) dan FVC adalah lebih
dari sama dengan dari 80% prediksi (2.69>=2.9). Jika melihat diagram di atas,
terdapat kejanggalan data yang akhirnya tidak akan menemukan interpretasi hasil.
Sehingga, kami mencoba angka dalam kolom act. menjadi satu angka di belakang
koma. Sehingga, FEV1 dari data pemeriksaan adalah sama dengan 80% prediksi
(2.3=2.3) dan FVC adalah lebih sama dengan dari 80% prediksi (2.69>=2.9).
Interpretasi hasil yang didapatkan adalah normal (Lihat grafik di atas, hasil dari
pengolahan data adalah sama dengan grafik yang di-output-kan dari spirometer
untuk kondisi normal!) (Rahmawati dan Asriyani Azikin, 2004).
Kemudian, untuk rasio FEV1 dan rasio dari VC dapat digunakan rumus berikut :
FEV 1%=FEV 1FVC
x100 %
15
FEV 1%=2.272.69
x 100 %
FEV 1%=84.4 %
VC %= FVCVC prediksi
x100 %
VC %=2.693.30
x 100 %
VC %=81.5 %
B. Pembahasan
Hasil Grafik Pemeriksaan Kapasitas Vital Paru menunjukkan:
Pred. Act %
VC 3,30 2,70 82
TV ---- 0,77
IRV ---- 1,00
ERV ---- 0,93
IC ---- 1,77
Data spirogram menunjukkan adanya penurunan
kapasitas vital paru yaitu 2.70 L. Sehingga presentasenya
sebesar 82%. Sehingga pasien ini termasuk normal pernfasan
kapasitas vital paru-parunya. Pada hasil spirogram yang
normal menunjukkan banyaknya kapasitas vital paru yaitu
80% dari total kapasitas paru, atau pada orang dewasa laki-laki
sebesar 4800cc atau 4,8 L (Siregar, 2008).
Penurunan kapasitas vital paru dapat disebabkan karena
adanya penurunan volume tidal, volume cadangan inspirasi
maupun volume cadangan ekspirasi. Karena kapasitas vital
16
paru diperoleh dari hasil penambahan ketiga variable tersebut.
Penurunan kapasitas vital paru pada probandus disebabkan
oleh penurunan:
Volume tidal = 0,77 L
Volume cadangan inspirasi = 1,00 L
Volume cadangan ekspirasi = 0,93 L
Sehingga didapatkan :
VC=VT+IRV+ERV
VC=0,77+1,00+0,93
VC=2,70 L
Hasil Grafik Pemeriksaan Kapasitas Vital Paksa Paru menunjukkan:
PRED ACT %
FVC 3,30 2,69 82
FEV1.0 2,88 2,27 79
FEV1.0% ----- 84,4
FEV1.0%t 85,1 84,1
PEF 6,62 3,30 50
FEF25-75 4,11 2,27 53
MEF75 5,97 3,18 53
MEF50 4,36 2,50 57
MEF25 2,19 1,44 66
Rasio FEV1/FVC yaitu:
FEV 1FVC
=2,272,69
=0,843
Rasio FEV1/FVC adalah normal 0,843. Pada kondisi normal rasio
FEV1/FVC yaitu 0,8. Data spirogram tersebut menunjukkan bahwa
pasien tidak mengalami gangguan restriktif pada system penafasannya,
namun hasil spirogram ini dapat saja salah karena grafik tersebut
17
seharusnya tidak layak dibaca dan nilai atau hasilnya tidak dapat
diterima karena tidak memenuhi kriteria penilaian, seperti :
1. Waktu ekspirasi minimal 6 detik. Sedangkan
probandus hanya melakukan ekspirasi kurang
dari 6 detik;
2. Awal uji harus cukup baik. Prosedur awal
melakukan pemeriksaan sudah tidak tepat,
seperti posisi probandus yang duduk, tinggi
badan dan berat badan yang dimasukkan dala
spirometer kurang valid, dan lain sebagainya,
sehingga tidak memenuhi criteria penilaian pada
point ini;
3. Ekspirasi tidak ragu-ragu dan cepat mencapai
puncak tajam. Sedangkan probandus tidak
memenuhi syarat tersebut karena ketika sedang
inspirasi probandus mendadak tertawa dan
melakukan ekspirasi secada spontan dan
terputus-putus atau ragu-ragu (Siregar, 2008).
Hasil spirogram yang menunjukkan adanya
kesalahan hasil yang diperoleh sehingga tidak layak
untuk dinilai disebabkan karena kesalahan melakukan
prosedur pada saat pemeriksaan sedang berlangsung, seperti:
1. Ukur tinggi dan berat badan hanya mengira-ngira
tanpa mengukurnya secara langsung. Hal ini dapat
menyebabkan perbadaan hasil spirogram karena
tinggi badan dan berat badan mempengaruhi
asupan O2 yang dibutuhkan oleh tubuh dan secara
tidak langsung dapat mempengaruhi kapasitas vital
paru maupun kapasitas total paru;
2. Posisi probandus duduk pada saat pemeriksaan dapat
menekan pengembangan paru dan kontraksi otot-otot
18
diafragma dan dinding dada sehingga volume yang
dapat masuk kedala paru akan berkurang sehingga
akan menurunkan kapasitas vital paru dan kapasitas
vital paksa paru;
3. Bibir pasien tidak melingkupi seluruh mouthpiece
karena pasien sempat tertawa saat pemeriksaan
sedang berlangsung. Hal ini mempengaruhi volume
udara yang dapat terukur oleh spirometer pada
saat pasien melakukan inspirasi dan ekspirasi.
Adanya celah yang terbuka (mulut tidak melungkupi
mouth piece) akan mengurangi volume udara yang
terukur oleh spirometer karena masih ada udara yang
dapat masuk dan keluar lewat celah mulut tersebut;
4. Probandus terlambat menarik nafas (terlambat
memulai);
5. Udara yang dikeluarkan melalui mouthpiece tidak
menggunakan tenaga maksimal karena probandus
tertawa ketika inspirasi dan hendak ekspirasi sehingga
volume yang dihirup dan di keluarkan tidak maksimal
(Siregar, 2008).
C. Aplikasi Klinis
a. Obstruktif
1. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan suatu penyakit
yang ditandai oleh obstruksi aliran udara masuk dan keluar paru, dan
seringkali dikaitkan dengan inflamasi sistemik (Tambunan, 2007).
Menurut Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD)
mendefinisikan PPOK sebagai penyakit yang dapat diobati dan dicegah
dengan ebebrapa efek ektra pulmonal yang memberi kontribusi keparahan
19
penyakit, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak reversible
sempurna (Wibisono, Winariani, & Hariadi, 2010).
Terdapat dua penyakit utama penyebab obstruktif ini yaitu
bronchitis kronik dan emfisema. Malnutrisi dapat terjadi pada orang
dengan PPOK. Malnutrisi dapat mencapai hingga 60% dari penderita
PPOK, dan prognosisnya buruk. Indeks Massa Tubuh (IMT) yang rendah
merupakan salah satu faktor resiko terjadinya PPOK yang menunjukkan
bahwa intervensi gizi sejak awal dapat mencegah atau memperlambat
perkembangan penyakit ini (Tambunan, 2007). Selain malnutrisi, faktor
resiko terjadinya PPOK yaitu stress oksidatif, gen, gender, usia, infeksi
respirasi, pernah sakit tuberkulosa, status social ekonomi, paparan seperti
asap rokok, dan lung growth and development (Wibisono, Winariani, &
Hariadi, 2010).
Gambaran klinis pada PPOK yaitu penderita mengeluh sesak
napas, batuk kronis atau berdahak, waktu ekspirasi memanjang pada
PPOK simptomatik, penurunan berat badan pada PPOK berat, dan adanya
riwayat paparan faktor resiko. Namun, untuk memastikan diagnosis harus
dikonfirmasi dengan spirometri. Spirometri merupakan glod standard
diagnosis PPOK. FEV1/ FVC < 70% pasca bronkodilator menunjukkan
hambatan aliran udara yang tidak reversible sempurna (Wibisono,
Winariani, & Hariadi, 2010).
Berdasarkan hasil spirometri keparahan PPOK dibagi menjadi 4,
yaitu stadium ringan, stadium sedang, stadium berat, dan stadium sangat
berat.
20
Tabel 1. Klasifikasi PPOK Berdasar Spirometri
Stadium I : Ringan
FEV1/FVC<0,7
FEV1>80% Prediksi
Stadium II : Sedang FEV1/FVC<0,7
50%<FEV1<50% Prediksi
Stadium III : Berat FEV1/FVC<0,7
Fev1<30% prediksi atau FEV1<
50%
Stadium IV : Sangat Berat FEV1/FVC<0,7
+ gagal napas kronik
2. Asma
Asma adalah penyakit obstruksi saluran pernapasan akibat penyempitan
saluran napas yang sifatnya reversible (penyempitan dapat hilang dengan
sendirinya) yang ditandai oleh episode obstruksi pernapasan di antara dua interval
asimtomatik. Penyebab terjadinya asma belum dapat diketahu secara pasti,
tampaknya terdapat hubungan antara asma dengan alergi. Pada sebagian besar
penderita asma, ditemukan riwayat alergi. Pada pasien yang memiliki komponen
alergi, jika ditelusuri ternyata sering terdapat riwayat asma atau alergi pada
keluarganya. Hal ini menimbulkan pendapat bahwa terdapat faktor genetic yang
menyebabkan seseorang menderita asma (Djojodibroto, 2009).
Asma bukan suatu penyakit spesifik tetapi merupakan sindrom yang
dihasilkan mekanisme multipel yang akhirnya menghasilkan kompleks gejala
klinis termasuk obstruksi jalan napas reversible. Sebagai sindrom episodic, ciri-
ciri yang sangat penting yaitu suara mengi, peradangan saluran pernapasan,
dyspnea, obstruksi jalan napas reversible terhadap bronkodilator, bronkus yang
hiperresponsif terhadap berbagai stimulus baik spesifik maupun non spesifik.
Semua ciri-ciri tadi tidak harus terdapat bersamaan (Djojodibroto, 2009).
Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis asma
usia lanjut meliputi pemeriksaan spirometri, foto toraks, elektrokardiografi (EKG)
21
dan pemeriksaan darah. Spirometri digunakan untuk mengukur VEP1 dan kapasiti
vital paksa (KVP). Obstruksi jalan napas terjadi bila nilai VEP1 kurang dari 80%,
VEP1/ KVP kurang dari 70% dan reversibility setelah inhalasi bronkodilator yaitu
VEP1 >15% atau setelah pemberian bronkodilator oral 10-14 hari atau
kortikosteroid 2 minggu (Dahlan, 2006).
Sumber: (Dahlan, 2006).
b. Restriktif
1. Restriktif Parenkimal
a) Sarkoidosis
Sarkoidosis dapat terjadi pada semua organ tubuh, tetapi
manifestasi paling banyak terdapat di paru, yaitu 90% dari
seluruh kasus sarkoidosis (Djojodibroto, 2009). Sarkoidosis
adalah suatu penyakit granulomatosa non-kaseosa multisistem
yang penyebabnya belum diketahui, terutama mengenai dewasa
muda dan paling sering mengenai hillus, paru, kulit, dan mata
(Helmi, 2008) .
Penyakit ini berupa infiltrasi granuloma epiteloid, tetapi
tanpa perkijuan. Penyebabnya tidak diketahui, tetapi
diperkirakan terjadi peningkatan reaksi imunologik. Sarkoidosis
22
paru dapat menjadi fibrosis pulmonary yang mempengaruhi
fungsi paru dan dapat menjadi penyebab bronkiektasis
(Djojodibroto, 2009).
Sebagian besar penderita sarkoidosis tidak menunjukkan
gejala dan bahkan tidak menyadari bahwa mereka menderita
penyakit; tiba-tiba nilai fungsi parunya menurun dan parunya
mengalami kekakuan. Gejala sarkoidosis yaitu sesak napas,
batuk, radang pada mata, penuruna berat badan, ras capek,
keringat malam, demam, dan tibul bercak pada muka, lengan,
atau siku (Djojodibroto, 2009). Pada pemeriksaan penunjang
dengan spirometri, penderita sarkoidosis menunjukkan rasio
FEV1/ FVC normal atau melebih normal (Muttaqin, 2008).
2. Restriktif Ekstraparenkimal
a) Disfungsi Pernapasan pada Anak Obesitas
Obesitas adalah penumpukan lemak yang berlebihan.
Obesitas berhubungan dengan komplikasi respiratorik seperti
obstructive sleep apnoe, sindroma hipoventilasi, dan penurunan
fungsi (faal) paru. Obesitas anak dan remaja juga
mengakibatkan peningkatan frekuensi saluran respiratorik,
gangguan toleransi saat latihan fisik, meningkatnya beban kerja
respirasi dan konsumsi oksigen. Pada obesitas terjadi
penumpukan berlebihan dari lemak tubuh. Penumpukan lemak
di dada dan abdomen membatasi pergerakan dinding dada dan
diafragma, berkurangnya compliance (daya kembang) paru
meningkatkan kerja pernafasan, terutama saat anak berbaring.
Lemak akan memaksa otot-otot inspirasi bekerja lebih keras
untuk mengembangkan paru. Compliance paru berkurang karena
alveoli kolaps, menyebabkan paru semakin kaku dan sulit
mengembang selama inspirasi. Kombinasi ini mengakibatkan
meningkatnya kerja respirasi. Disfungsi dinding dada akan
mengakibatkan gangguan paru-paru restriktif dengan
23
pengurangan volume paru, penurunan nilai arus absolut, rasio
forced expiratory volume in 1 second (FEV1)/ forced vital
capacity (FVC) normal, berkurangnya kekuatan otot-otot
pernapasan, dan penurunan respon ventilasi terhadap aktivitas
fisik. Infiltrasi lemak pada otot dan penumpukan lemak
subkutan menyempitkan saluran nafas atas dan membatasi
visualisasi terhadap laring (Siregar, 2008).
24
BAB III
KESIMPULAN
1. Respirasi pada manusia meliputi 3 tahap penting yaitu ventilasi pulmonari,
respirasi eksternal dan respirasi internal;
2. Spirometri adalah suatu teknik pemeriksaan untuk mengetahui fungsi paru-
paru, dimana pasien diminta sekuat-kuatnya melalui suatu alat
yang dihubungkan dengan mesin spirometer yang akan menghitung
kekuatan, kecepatan dan volume udara yang dikeluarkan, sedangkan
alatnya bernama spirometer, dan hasil perekamannya bernama spirogram;
3. Dengan menggunakan spirometer ini, maka kami dapat mengukur
volume tidal, volume cadangan inspirasi, volume cadangan ekspirasi,
kapasitas vital, kapasitas total paru, dan volume residu, dan kapasitas vital
paksa;
4. Ventilasi patologis terdiri dari ventilasi obstruktif, ventilasi restriktif, dan
ventilasi campuran yaitu gabungan dari ventilasi obstruktif dan ventilasi
restriktif;
5. Perhitungan dengan spirometer kepada probandus, didapatkan hasil FEV
1/ FVC 0,843. Hal tersebut menandakan diagnosa probandus normal
pernafasannya, namun diagnosis tersebut tidak bias ditegakkan
dikarenakan proses pemeriksaan kemungkinan ada yang salah.
25
Daftar Pustaka
Baharudin, Syamsurrijal. 2010. Analisis Hasil Spirometri Karyawan
Pt. X yang Terpajan Debu di Area Penambangan dan
Pemrosesan Nikel, http://mru.fk.ui.ac.id, diakses tanggal 06 Desember 2012.
Dahlan, Zul. 2006. Pneumonia. Dalam:Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II.Edisi IV. Jakarta: FKUI.
Djojodibroto, R. 2009. Respirologi. Jakarta: EGC.
Guyton AC, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran. 11th ed. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2008.p.499-502.
Helmi, Lutfi. 2008. Sarkoidosis Paru. Majalah Kedokteran Nusantara,
Vol. 41: 54-64.
Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan
Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Rahmawati dan Asriyani Azikin, Hubungan Indeks Massa Tubuh Dengan
Hasil Uji Spirometri Pada Mahasiswa Kedokteran Unhas Angkatan 2002. 2004.
Sherwood L. Human physiology: from cells to systems. 7th ed. Canada:
Brooks/Cole Cengage Learning; 2007.p.480-1.
Siregar, Febrina Zulhidayati. 2008. Perbandingan Arus Puncak Ekspirasi
Sebelum dan Sesudah Latihan Fisik Pada Anak Obesitas dan Tidak Obesitas.
Sumatera Utara: USU e Repository.
Wagner PD, West JB. Ventilation, blood flow, and gas exchange. Dalam:
Murray and Nadel’s textbook of respiratory medicine. Philadelphia: Saunders
Elsevier; 2005.
Wibisono, M., Winariani, & Hariadi, S. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Paru 2010. Surabaya: Departemen Ilmu Penyakit Paru FK UNAIR- RSUD Dr.
Soetomo.
26
www.statcounter.com. 2007. Asma 2.diakses pada tanggal 06 Desember
2012.
27