62
I. IDENTITAS PASIEN Nama : Tn. S Umur : 49 tahun Agama : Islam Pekerjaan : Swasta Status : Menikah No RM : 052232 Tanggal masuk RS : 13 Agustus 2015 II. ANAMNESA Anamnesa dilakukan secara autoanamnesa dan aloanamnesis tanggal 14 Agustus 2015 jam 13.30 WIB di Bangsal Anggrek RSUD Tugurejo Semarang Keluhan utama : Pundak dan kaki kiri sakit post kejatuhan pohon RPS : Tanggal 13 Agustus 2015 pukul 04.30 WIB pasien Tn. S datang ke IGD RS tugu rejo dengan keluhan pundak kanan dan kaki kiri sakit setelah kejatuhan pohon. Tidak ada luka terbuka, pasien mengeluh nyeri (+) pada saat menggerakan bahu kanan, dan pasien tidak bisa berjalan karena kaki kirinya sakit, nyeri dirasakan terus menerus pasien menyangkal kesemutan, mati rasa, pusing, demam, mual, muntah. Tanggal 14 Oktober 2015 dilakukan operasi pada bahu kanan dan kaki kiri pasien. Setelah oprasi pasien mengeluh masih nyeri. Pasien menyakal adanya kesemutan, mati rasa, pusing, demam, mual, muntah. RPD :

Lapsus radiologi fraktur clavicula dan cruris

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Lapsus radiologi fraktur clavicula dan cruris

Citation preview

Page 1: Lapsus radiologi fraktur clavicula dan cruris

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. S

Umur : 49 tahun

Agama : Islam

Pekerjaan : Swasta

Status : Menikah

No RM : 052232

Tanggal masuk RS : 13 Agustus 2015

II. ANAMNESA

Anamnesa dilakukan secara autoanamnesa dan aloanamnesis tanggal 14

Agustus 2015 jam 13.30 WIB di Bangsal Anggrek RSUD Tugurejo Semarang

Keluhan utama : Pundak dan kaki kiri sakit post kejatuhan pohon

RPS :

Tanggal 13 Agustus 2015 pukul 04.30 WIB pasien Tn. S datang ke IGD

RS tugu rejo dengan keluhan pundak kanan dan kaki kiri sakit setelah kejatuhan

pohon. Tidak ada luka terbuka, pasien mengeluh nyeri (+) pada saat

menggerakan bahu kanan, dan pasien tidak bisa berjalan karena kaki kirinya

sakit, nyeri dirasakan terus menerus pasien menyangkal kesemutan, mati rasa,

pusing, demam, mual, muntah.

Tanggal 14 Oktober 2015 dilakukan operasi pada bahu kanan dan kaki

kiri pasien. Setelah oprasi pasien mengeluh masih nyeri. Pasien menyakal adanya

kesemutan, mati rasa, pusing, demam, mual, muntah.

RPD :

Riwayat sakit sama : disangkal.

Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal.

Riwayat penyakit gula : disangkal

Riwayat alergi obat dan atau makanan : disangkal.

Riwayat sakit jantung : disangkal

Page 2: Lapsus radiologi fraktur clavicula dan cruris

RPK :

Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal.

Riwayat penyakit gula : disangkal

Riwayat alergi obat dan atau makanan : disangkal.

Riwayat Sosial Ekonomi :

Pasien dahulu bekerja swasta

Kebiasaan merokok diakui

Kebiasaan minum alkohol disangkal.

Kebiasaan berolahraga cukup sering.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Pemerikaan fisik dilakukan tanggal 13 Agustus 2015 Pukul 13.40 WIB.

1. Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Vital sign :

TD : 120/80 mmHg

Nadi : 80x /menit, irama reguler, isi dan tegangan cukup

RR : 22x/menit reguler

Suhu : 370 C (aksiler)

2. STATUS INTERNA

Kulit : sama dengan warna kulit sekitar

Kepala : kesan mesocephal

Mata : Corpus alineum (-/-); konjungtiva anemis (-/-),

konjungtiva hiperemis (-/-), ikterik (-/-); reflek

cahaya direk (+/+); reflek cahaya indirek (+/+);

hematom palpebra (+/-); pupil isokor 3mm/3mm.

Hidung : Nafas cuping (-), deformitas (-), sekret (-)

Telinga : Serumen (-/-), nyeri mastoid (-/-), Nyeri tragus (-/),

sekret (-/-)

Mulut : Lembab (+), Sianosis (-), perot (-), lidah kotor (-),

stomatitis (-), hiperemis (-), karies gigi (-), faring

hiperemis (-), tonsil hiperemis (-), drooling (+).

Page 3: Lapsus radiologi fraktur clavicula dan cruris

Leher : Limfonodi (-), pembesaran tiroid (-), JVP (N),

gerakan terbatas, kaku kuduk (tidak bisa dinilai),

deviasi trakea (-), penggunaan otot bantu nafas (-),

Thorax :

Cor

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC V LMCS, tak kuat angkat

Perkusi : Batas atas jantung : ICS II Linea parasternal

sinistra

Pinggang jantung : ICS III Linea parasternal

sinistra

Batas kiri bawah jantung : ICS V 2 cm medial Linea

mid clavicula sinistra

Batas kanan bawah jantung : ICS V Linea sternalis dextra

Auskultasi : Bunyi jantung I & II normal & murni,

Suara mitral M1 & M2 M1 > M2

Suara aorta A1 & A2 A1 < A2

Suara pulmonal P1 & P2 P1 < P2

Bising jantung (-), gallop (-).

Pulmo

Dextra Sinistra

Depan

Inspeksi

Palpasi

Perkusi

Auskultasi

Warna sama dengan warna

sekitar, simetris statis &

dinamis, retraksi (-).

Stem fremitus normal kanan =

kiri.

Sonor seluruh lapang paru.

SD paru vesikuler (+), suara

tambahan paru: wheezing (-),

ronki (-).

Warna sama dengan warna

sekitar, simetris statis &

dinamis, retraksi (-).

Stem fremitus normal kanan =

kiri.

Sonor seluruh lapang paru.

SD paru vesikuler (+), suara

tambahan paru: wheezing (-),

ronki (-).

Page 4: Lapsus radiologi fraktur clavicula dan cruris

Belakang

Inspeksi

Palpasi

Perkusi

Auskultasi

Warna sama dengan warna

sekitar, simetris statis & dinamis

Stem fremitus kanan = kiri.

Sonor seluruh lapang paru.

SD paru vesikuler (+), suara

tambahan paru : wheezing (-),

ronki (-).

Warna sama dengan warna

sekitar, simetris statis &

dinamis

Stem fremitus kanan = kiri.

Sonor seluruh lapang paru.

SD paru vesikuler (+), suara

tambahan paru: wheezing (-),

ronki (-).

Abdomen

Inspeksi : Dinding abdomen datar, spider naevi (-), massa (-),warna

kulit sama dengan warna kulit sekitar

Auskultasi : Bising usus (+) normal (15x/menit)

Perkusi : Timpani seluruh regio abdomen, pekak hepar (+),

pekak sisi (-), pekak alih (-).

Palpasi : Nyeri tekan (-), Hepar & Lien tak teraba

Ekstremitas :

Superior Inferior

Akral pucat -/- -/-

Akral hangat +/+ +/+

Deformitas -/- -/-

Capillary Refill < 2 detik/< 2 detik < 2 detik/< 2 detik

3. STATUS LOKALIS

Bahu kanan

Inspeksi : tidak tampak luka terbuka

Palpasi : nyeri tekan

Perkusi : tidak dilakukan

Auskultasi : tidak dilakukan

Cruris kiri

Inspeksi : tidak tampak luka terbuka

Page 5: Lapsus radiologi fraktur clavicula dan cruris

Palpasi : nyeri tekan

Perkusi : tidak dilakukan

Auskultasi : tidak dilakukan

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. X foto clavicula dextra AP

Gambar Rongten diatas di ambil sebelum dilakukan oprasi

Tampak discontuinitas os tibia dan fibula sinistra

Aposisi dan alignment tak baik

Struktur tulang baik

Kesan : fraktur transversal 1/3 distal os clavicula dextra

Page 6: Lapsus radiologi fraktur clavicula dan cruris

2. X foto cruris dextra AP dan Lateral

Gambar Rongten diatas di ambil sebelum dilakukan oprasi

Tampak discontuinitas os tibia dan fibula sinistra

Aposisi dan alignment tak baik

Struktur tulang baik

Kesan : fraktur transversal os tibia sinistra, fraktur transversal os

fibula sinistra

3. X foto post operasi fiksasi interna clavicula dextra

Page 7: Lapsus radiologi fraktur clavicula dan cruris

Tampak pin fiksasi interna

Tampak garis fraktur minimal

Aposisi dan alignment baik

Struktur tulang baik

Kesan : post fiksasi interna clavicula dextra

4. X foto post operasi fiksasi interna tibia dan fibula

Tampak pin fiksasi interna

Tampak garis fraktur minimal

Aposisi dan alignment baik

Struktur tulang baik

Kesan : post fiksasi interna os tibia dan fibula

5. Hematologi EDTA (B)

No Darah rutin (WB EDTA) Hasil Satuan

1 Lekosit 8,79 10^3/ul

2 Eritrosit 4,32 10^6/ul

Page 8: Lapsus radiologi fraktur clavicula dan cruris

3 Hemoglobin 12,50 g/dL

4 Hematokrit 35,90

5 MCV 83,10 Fl

6 MCH 28,90 Pg

7 MCHC 34,80 g/dL

8 Trombosit 221 10^3/ul

9 RDW 13,10

Diff Count

11 Eosinofil Absolute 0,12 10^3/ul

12 Basofil Absolute 0,05 10^3/ul

13 Netrofil Absolute 3,53 10^3/ul

14 Limfosit Absolute 1,52 10^3/ul

15 Monosit Absolute 0,57 10^3/ul

16 Eosinofil L 1,40

17 Basofil 0,60

18 Neutrofil L 40,10

19 Limfosit N 51,40

20 Monosit 6,50

V. RESUME

Page 9: Lapsus radiologi fraktur clavicula dan cruris

Tanggal 13 Agustus 2015 pasien datang dengan keluhan utama luka

tertutup pada clavicula dextra dan luka tertutup pada cruris sinistra, akibat

kejatuhan pohon. Pasien mengakui adanya nyeri pada tangan yang terluka, secara

terus menerus. Bahu kiri nyeri bila digerkkan, dan kaki kiri tidak bisa digunakkan

untuk bejalan. Setelah diilakukan pemeriksaan penunjang x foto rongten AP dan

Lateral pada cruris didapat fraktur transversal os tibia sinistra, fraktur transversal

os fibula sinistra dan pada x foto clavicula fraktur transversal 1/3 distal os

clavicula dextra

Tanggal 14 Agustus 2015 dilakukan oprasi pada pasien. Post oprasi

pasien masih mengeluh adanya nyeri. Pada pemeriksaan fisik didapatkan status

generalis dalam batas normal, status lokalis tangan sudah dibebat luka.

VI. DAFTAR MASALAH

Anamnesis :

1. Nyeri pada bahu kanan dan kaki (cruris) kiri

Pemeriksaan Fisik :

1. fraktur transversal os tibia sinistra,

2. fraktur transversal os fibula sinistra dan pada x foto clavicula

3. fraktur transversal 1/3 distal os clavicula dextra

VII. INITIAL PLAN

IP Dx :

Masalah aktif :

1. fraktur transversal os tibia sinistra,

2. fraktur transversal os fibula sinistra

3. fraktur transversal 1/3distal os clavicula dextra

Dx. S : -

O : X foto AP regio clavicula, X foto AP dan lateral regio cruris

IP Tx :

Injeksi ceftriaxon 1 x 1 gr

Metil Prednisolon tab 4 mg ( 3 x 1 hari )

Ketorolac drip 1 ampul

Page 10: Lapsus radiologi fraktur clavicula dan cruris

IP Mx :

1. Tanda Vital

2. Status Generalis

3. Status Lokalis post oprasi

IP Ex :

1. Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya tentang keadaan sakit yang

diderita pasien saat ini

2. Menyarankan pada pasen dan keluarga agar pasien dirawat inap di rumah

sakit

3. Menyarankan kepada keluarga pasien untuk mengawasi pasien dalam

minum obat secara teratur

4. Menyarankan pada pasien untuk makan makanan sehat dan bergizi

5. Menjelaskan rencana fisioterapi pada pasien dan keluarganya

Page 11: Lapsus radiologi fraktur clavicula dan cruris

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI TULANG

Kerangka terdiri dari berbagai tulang dan tulang rawan. Tulang adalah jaringan

ikat yang bersifat kaku dan membentuk bagian terbesar kerangka, serta merupakan

jaringan penunjang tubuh utama. Tulang rawan (cartilago) adalah sejenis jaringan ikat

yang bersifat lentur dan membentuk bagia kerangka tertentu (misalnya kartilago kostalis).

Perbandingan antara tulang dan tulang rawan dalam kerangka berubah seiring dengan

pertumbuhan tubuh; makin muda usia seseorang, makin besar bagian kerangka yang

berupa tulang rawan.

Kerangka aksial terdiri darri tulang kepala (cranium), tulang leher (os hyoiddeum

dan vertebrae cervicales), dan tulang batang tubuh (costa, sternum, vertebra dan sacrum).

Kerangka apendikular terdiri dari tulang ekstremitas (lengan dan tungkai) termasuk

tulang yang membentuk gelang bahu (pectoral) dan gelang panggul.

Dapat dibedakan dua jenis tulang, yakni substansia spongiosa dan substansia

compacta. Perbendaan antara kedua jenis tulang ini ditentukan oleh banyaknya bahan

padat dan jumlah serta ukuran ruangan yang ada di dalamnya. Semua tulang memiliki

kulit luar dan lapisan substansia compacta yang meliputi massa substansia spongiosa di

sebelah dalam, kecuali bila massa substansia spongiosa diubah menjadi cavitas

medularis.

Page 12: Lapsus radiologi fraktur clavicula dan cruris

Gambar 1 bagian tulang

Penggolongan Tulang

Tulang digolongkan menurut bentuknya, yaitu:

Tulang panjang adalah tubular (co: humerus)

Tulang pendek adalah kuboidal, dan hanya terdapat pada di pergelangan kaki (tarsus)

dan di pergelangan tangan (carpus)

Tulang pipih, umuumnya berguna sebagai pelindung (co: tulang pipih cranium

melindungi otak)

Tulang tak beraturan dengan bentuk aneka ragam (co: tulang wajah)

Tulang sesamoid (ossa sesamoidea), terbentuk dalam tendo tertentu (misalnya

patella) dan terddapat di tempat persilanggan tendo dengan ujung tulang panjang

ekstremitas; tulang sesamoid melindungi tendo terhadap keausan berlebih dan

seringkali mengubah sudut tendo sewaktu menuju ke tempat lekatnya.

Perkembangan Tulang

Semua tulang berasal dari mesenkim, tetapi dibentuk melalui 2 cara yang

berbeda. Tulang dibentuk melalui 2 cara, entah dengan mengganti mesenkim, entah

dengan mengganti tulang rawan; susunan histologis tulang selalu bersifat sama, baik

tulang itu dikembangkan dari mesenkim ataupun tulang itu berasal dari tulang rawan.

Page 13: Lapsus radiologi fraktur clavicula dan cruris

Model tulang mesenkimal terbentuk selama masa embrional dan mulai mengalami

penulangan (osifikasi) langsung pada masa fetal; cara pembentukan tulang ini disebut

penulangan membranosa.

Model tulang dalam bentuk tulang rawan yang terjadi pada masa fetal dari mesenkim

dan kemudian diganti dengan tulang pada sebagian besar model bersangkutan; jenis

perkembangan tulang demikian disebut penulangan endokondral. Jenis penulangan

ini terjadi pada tulang panjang.

Gambar 2. Perkembangan Tulang

Badan (batang, tangkai) suatu tulang yang menulang dari suatu pusat penulangan

primer, disebut diafisis. Pusat penulangan sekunder terbanyak terbentuk setelah

kelahiran; bagian tulang yang mengalami penulangan melalui pusat sekunder demikian

disebut epifisis. Bagian diafisis yang melebar dan terletak paling dekat pada epifisis

dikenal sebagai metafisis. Supaya pertumbuhan memanjang dapat berlangsung, tulang

yang berasal dari pusat primer dalam diafisis tidak melebur dengan tulang yang berasal

dari pusat sekunder dalam kedua epifisis sampai ukuran tulang dewasa tercapai. Selama

pertumbuhan tulang, lempeng tulang rawan yang dikenal dengan lempeng epifiseal,

terdapat diantara diafisis dan kedua epifisis. Lempeng pertumbuhan ini akhirnya diganti

dengan tulang pada kedua sisinya, di sebelah diafisis dan di sebelah epifisis. Bilamana ini

terjadi, pertumbuhan tulang berhenti, dan diafisis melebur dengan kedua epifisis. Tulang

yang terbentuk pada proses peleburan (sinostosis) ini, terutama bersifat padat dan dapt

dikenali sebagai garir epifiseal. Peleburan epifiseal pada tulang berlangsung secara

progresif dari masa akil balig sampai usia dewasa.

Vaskularisasi dan Persarafan Tulang

Arteri memasuki tulang dari periosteum, selaput jaringan ikat berserabut yang

meliputi tulang. Arteri periostral masuk di banyak tempat dan menperdarahi substansia

Page 14: Lapsus radiologi fraktur clavicula dan cruris

compacta; arteri ini bertanggung jawab untuk nutrisinya. Maka, tulang yang

periosteumnya disingkirkan akan mati. Di dekat pertengahan diafisis satu arteri nutriens

menembus substansia compacta secara miring dan mendarahi substansia spongiosa dan

sumsum tulang. Arteri metafiseal dan arteri epifiseal memperdarahi ujung tulang.

Vena mengiringi arteri, dan banyak vena besar meninggalkan tulang melalui

foramen di dekat ujung ujung artikular tulang. Tulang yang bersumsum tulang merrah,

memiliki banyak vena besar. Pembuluh limfe terdapat amat banyak dalam periosteum.

Saraf mengikuti pembuluh darah yang memasok tulang. Periosteum amat kaya

akan saraf sensoris yang disebut saraf periostral; beberapa di antara saraf itu mengandung

serabut untuk rasa sakit. Saraf ini terutama peka terhadap robekan, atau tegangan dan ini

dapat menjelaskan mengapa rasa sakit pada fraktur terasa amat hebat.

B. FRAKTUR

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau

tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Fraktur adalah terputusnya

kontinuitas tulang yang di tandai oleh rasa nyeri, pembengkakan, deformitas, gangguan

fungsi, pemendekan , dan krepitasi (Doenges, 2002). Fraktur adalah terputusnya

kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur akibat dari trauma, beberapa fraktur sekunder

terhadap proses penyakit seperti osteoporosis, yang menyebabkan fraktur yang patologis

(Mansjoer, 2002). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai

jenis dan luasnya, fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang

dapat diabsorbsinya (Smeltzer dan Bare, 2002).

Etiologi

Etiologi fraktur yang dimaksud adalah peristiwa yang dapat menyebabkan

terjadinya fraktur diantaranya peristiwa trauma (kekerasan) dan peristiwa patologis.

1) Peristiwa Trauma (kekerasan)

a. Kekerasan langsung

Kekerasan langsung dapat menyebabkan tulang patah pada titik terjadinya

kekerasan itu, misalnya tulang kaki terbentur bumper mobil, maka tulang akan

Page 15: Lapsus radiologi fraktur clavicula dan cruris

patah tepat di tempat terjadinya benturan. Patah tulang demikian sering bersifat

terbuka, dengan garis patah melintang atau miring.

b. Kekerasan tidak langsung

Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang di tempat yang jauh

dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang

paling lemah dalam hantaran vektor kekerasan. Contoh patah tulang karena

kekerasan tidak langsung adalah bila seorang jatuh dari ketinggian dengan tumit

kaki terlebih dahulu. Yang patah selain tulang tumit, terjadi pula patah tulang

pada tibia dan kemungkinan pula patah tulang paha dan tulang belakang.

Demikian pula bila jatuh dengan telapak tangan sebagai penyangga, dapat

menyebabkan patah pada pergelangan tangan dan tulang lengan bawah.

c. Kekerasan akibat tarikan otot

Kekerasan tarikan otot dapat menyebabkan dislokasi dan patah tulang.

Patah tulang akibat tarikan otot biasanya jarang terjadi. Contohnya patah tulang

akibat tarikan otot adalah patah tulang patella dan olekranom, karena otot

triseps dan biseps mendadak berkontraksi.

2) Peristiwa Patologis

a. Kelelahan atau stres fraktur

Fraktur ini terjadi pada orang yang yang melakukan aktivitas berulang–

ulang pada suatu daerah tulang atau menambah tingkat aktivitas yang lebih

berat dari biasanya. Tulang akan mengalami perubahan struktural akibat

pengulangan tekanan pada tempat yang sama, atau peningkatan beban secara

tiba–tiba pada suatu daerah tulang maka akan terjadi retak tulang.

b. Kelemahan Tulang

Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal karena lemahnya suatu

tulang akibat penyakit infeksi, penyakit metabolisme tulang misalnya

osteoporosis, dan tumor pada tulang. Sedikit saja tekanan pada daerah tulang

yang rapuh maka akan terjadi fraktur.

Klasifikasi

Berdasarkan derajat kerusakan tulang, fraktur dibagi menjadi 2 yakni :

1. Fraktur lengkap (complete fracture)

Dikatakan lengkap bila patahan tulang terpisah satu dengan yang lainnya, atau

garis fraktur melibatkan seluruh potongan menyilang dari tulang dan fragmen tulang

biasanya berubah tempat.

Page 16: Lapsus radiologi fraktur clavicula dan cruris

2. Fraktur tidak lengkap (incomplete fracture)

Bila antara patahan tulang masih ada hubungan sebagian, periosteum tetap

menyatu. Salah satu sisi patah yang lainya biasanya hanya bengkok yang sering

disebut green stick.

Berdasarkan hubungan tulang dengan jaringan disekitar, fraktur dapat dibagi

menjadi 2 yakni :

1. Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan

dunia luar disebut dengan fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.

Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan

lunak sekitar trauma, yaitu:

a. Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak

sekitarnya.

b. Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan

subkutan.

c. Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian

dalam dan pembengkakan.

d. Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan

ancaman sindroma kompartement.

2. Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara fragmen tulang

dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit. Dapat dikatakan terbuka bila

tulang yang patah menembus otot dan kulit yang memungkinkan/ potensial untuk

terjadi infeksi dimana kuman dari luar dapat masuk ke dalam luka sampai ke tulang

yang patah.

Fraktur dibagi menjadi 3 derajat (menurut R. Gustillo) yaitu :

Derajat Luka Fraktur

I Laserasi < 2 cm Sederhana, dislokasi

fragmen minimal

II Laserasi > 2 cm, kontusi otot di

sekitarnya

Dislokasi fragmen jelas

III Luka lebar, rusak berat atau hilangnya

jaringan di sekitarnya

Kominutif, segmental,

fragmen tulang ada yang

hilang

Page 17: Lapsus radiologi fraktur clavicula dan cruris

Gambar. Klasifikasi fraktur berdasarkan hubungan tulang dengan

jaringan disekitar

Berdasarkan bentuk patahan tulang, fraktur dibagi menjadi :

1. Transversal

Adalah fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu panjang tulang

atau bentuknya melintang dari tulang. Fraktur semacam ini biasanya mudah

dikontrol dengan pembidaian gips.

2. Spiral

Adalah fraktur meluas yang mengelilingi tulang yang timbul akibat torsi

ekstremitas atau pada alat gerak. Fraktur jenis ini hanya menimbulkan sedikit

kerusakan jaringan lunak.

3. Oblik

Adalah fraktur yang memiliki patahan arahnya miring dimana garis patahnya

membentuk sudut terhadap tulang.

4. Segmental

Page 18: Lapsus radiologi fraktur clavicula dan cruris

Adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang, ada segmen tulang yang retak

dan ada yang terlepas menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai darah.

5. Kominutif

Adalah fraktur yang mencakup beberapa fragmen, atau terputusnya keutuhan

jaringan dengan lebih dari dua fragmen tulang.

6. Greenstick

Adalah fraktur tidak sempurna atau garis patahnya tidak lengkap dimana korteks

tulang sebagian masih utuh demikian juga periosterum. Fraktur jenis ini sering

terjadi pada anak – anak.

7. Fraktur impaksi

Adalah fraktur yang terjadi ketika dua tulang menumbuk tulang ketiga yang

berada diantaranya, seperti pada satu vertebra dengan dua vertebra lainnya.

8. Fraktur fisura

Adalah fraktur yang tidak disertai perubahan letak tulang yang berarti, fragmen

biasanya tetap di tempatnya setelah tindakan reduksi.

Page 19: Lapsus radiologi fraktur clavicula dan cruris

Gambar. Klasifikasi fraktur berdasarkan bentuk patahan

Berdasarkan lokasi pada tulang fisis.

Tulang fisis adalah bagian tulang yang merupakan lempeng pertumbuhan, bagian

ini relatif lemah sehingga strain pada sendi dapat berakibat pemisahan fisis pada anak –

anak. Fraktur fisis dapat terjadi akibat jatuh atau cedera traksi. Fraktur fisis juga

kebanyakan terjadi karena kecelakaan lalu lintas atau pada saat aktivitas olahraga.

Klasifikasi yang paling banyak digunakan untuk cedera atau fraktur fisis adalah

klasifikasi fraktur menurut Salter – Harris :

Tipe I : fraktur transversal melalui sisi metafisis dari lempeng pertumbuhan, epifisis

dan cakram epifisis lepas dari metafisis, prognosis sangat baik setelah dilakukan

reduksi tertutup.

Tipe II : fraktur melalui sebagian lempeng pertumbuhan, timbul melalui tulang

metafisis, prognosis juga sangat baik denga reduksi tertutup.

Tipe III : fraktur longitudinal melalui permukaan artikularis dan epifisis dan

kemudian secara transversal melalui sisi metafisis dari lempeng pertumbuhan.

Prognosis cukup baik meskipun hanya dengan reduksi anatomi.

Tipe IV : fraktur longitudinal melalui epifisis, lempeng pertumbuhan dan terjadi

melalui tulang metafisis. Reduksi terbuka biasanya penting dan mempunyai resiko

gangguan pertumbuhan lanjut yang lebih besar.

Tipe V : cedera remuk dari lempeng pertumbuhan, insidens dari gangguan

pertumbuhan lanjut adalah tinggi.

Page 20: Lapsus radiologi fraktur clavicula dan cruris

Gambar. Klasifikasi fraktur berdasarkan lokasi pada tulang fisis

Epidemiologi

Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan usia di

bawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olah raga, pekerjaan atau luka yang

disebabkan oleh kendaraan bermotor. Mobilisasi yang lebih banyak dilakukan oleh laki –

laki menjadi penyebab tingginya risiko fraktur. Sedangkan pada orang tua, perempuan

lebih sering mengalami fraktur daripada laki – laki yang berhubungan dengan

meningkatnya insidens osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon pada

menopause. Di Indonesia, jumlah kasus fraktur yang disebabkan oleh kecelakaan lalu

lintas 4 kali lebih banyak terjadi pada laki–laki daripada perempuan.

Manifestasi Klinik

Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan

ekstremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna. Gejala umum fraktur

menurut Reeves (2001) adalah rasa sakit, pembengkakan, dan kelainan bentuk.

Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di imobilisasi,

spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang di rancang

untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.

Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak

tidak alamiah bukan seperti normalnya, pergeseran fraktur menyebabkan deformitas,

ekstremitas yang bisa diketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas yang

normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot

bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.

Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi

otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur. Fragmen sering saling

melingkupi satu sama lain sampai 2,5-5 cm (1-2 inchi).

Page 21: Lapsus radiologi fraktur clavicula dan cruris

Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang

dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang

lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih

berat.

Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat dari

trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasanya baru terjadi

setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.

Sinar-X

Pemeriksaan sinar-x harus dilakukan dengan prinsip :

1. Dua pandangan

Fraktur atau dislokasi mungkin tidak dapat terlihat pada film sinar-x tunggal,

setidaknya dilakukan dari dua sudut pandang (anteroposterior dan lateral).

2. Dua sendi

Kedua sendi di atas dan dibawah fraktur harus disertakan pada pengambilan foto

sinar-x.

3. Dua tungkai

Terutama pada anak-anak, karena lempeng epifisis yang belum menutup dapat

diduga sebagai fraktur, sehingga foto pada tungkai yang tidak cedera dapat

bermanfaat.

4. Dua cedera

Kekuatan yang hebat dapat menyebabkan fraktur pada lebih dari satu tingkat,

karenanya bila ada fraktur pada kalkaneus atau femur perlu dilakukan foto sinar-x

pada pelvis dan tulang belakang untuk mengetahui ada tidaknya fraktur.

5. Dua kesempatan

Segera setelah cedera, suatu fraktur (misalnya skafoid karpal) mungkin sulit

dilihat. Jika ragu, sebagai akibat resorpsi tulang sebaiknya dilakukan foto ulang

pada 10-14 hari kemudian untuk menegakan diagnosis.

Komplikasi

Komplikasi Dini

Komplikasi dini adalah kejadian komplikasi dalam waktu satu minggu pasca trauma.

1) Pada tulang

a. Infeksi, terutama pada fraktur terbuka.

Page 22: Lapsus radiologi fraktur clavicula dan cruris

b. Osteomielitis, dapat diakibatkan oleh fraktur terbuka atau tindakan operasi pada

fraktur tertutup.

2) Pada jaringan lunak

a. Kulit melepuh, akibat dari elevasi kulit superfisial karena edema.

b. Dekubitus, terjadi akibat penekanan jaringan lunak tulang oleh gips.

3) Pada otot

Terputusnya serabut otot yang mengakibatkan gerakan aktif otot tersebut

terganggu. Hal ini terjadi karena serabut otot yang robek melekat pada serabut yang

utuh, kapsul sendi dan tulang.

4) Pada pembuluh darah

Pada robekan arteri inkomplit akan terjadi perdarahan terus menerus, sedangkan

pada robekan yang komplit ujung pembuluh darah mengalami retraksi dan

perdarahan berhenti spontan.

5) Pada saraf

Berupa kompresi, neuropraksi, neurometsis (saraf putus), aksonometsis

(kerusakan akson). Setiap trauma terbuka dilakukan eksplorasi dan identifikasi

nervus.

Komplikasi Lanjut

1) Delayed union

Delayed union adalah proses penyembuhan yang terus berjalan dengan kecepatan

yang lebih lambat dari keadaan normal. Delayed union merupakan kegagalan fraktur

berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini

disebabkan karena penurunan suplai darah ke tulang.

2) Non union

Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi

sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion di tandai

dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi

palsu atau pseuardoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.

Secara klinis dan radiologis tidak terjadi penyambungan. Tipe I (hypertrophic

non union) tidak akan terjadi proses penyembuhan fraktur dikarenakan adanya

jaringan fibrus di antara fragmen fraktur yang masih mempunyai potensi untuk

Page 23: Lapsus radiologi fraktur clavicula dan cruris

union. Tipe II (atrophic non union) disebut juga sendi palsu (pseudoartrosis) terdapat

jaringan sinovial sebagai kapsul sendi beserta rongga sinovial yang berisi cairan.

3) Mal union

Malunion dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam

posisi yang tidak seharusnya. Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai

dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas).

Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik.

4) Osteomielitis

Osteomielitis kronis dapat terjadi pada fraktur terbuka atau tindakan operasi pada

fraktur tertutup sebingga menimbulkan delayed union sampai non union.

5) Kekakuan sendi

Kekakuan sendi baik sementara atau menetap dapat diakibatkan imobilisasi lama,

sehingga terjadi perlengketan periartikuler, perlengketan intraartikuler, perlengketan

antara otot dan tendon.

C. PROSES PENYEMBUHAN FRAKTUR

Proses penyembuhan suatu fraktur dimulai sejak terjadi fraktur sebagai

usaha tubuh untuk memperbaiki kerusakan – kerusakan yang dialaminya.

Penyembuhan dari fraktur dipengaruhi oleh beberapa faktor lokal dan faktor

sistemik, adapun faktor lokal:

a. Lokasi fraktur

b. Jenis tulang yang mengalami fraktur.

c. Reposisi anatomis dan immobilasi yang stabil.

Page 24: Lapsus radiologi fraktur clavicula dan cruris

d. Adanya kontak antar fragmen.

e. Ada tidaknya infeksi.

f. Tingkatan dari fraktur.

Adapun faktor sistemik adalah :

a. Keadaan umum pasien

b. Umur

c. Malnutrisi

d. Penyakit sistemik.

Proses penyembuhan fraktur terdiri dari beberapa fase, sebagai berikut :

1. Fase Reaktif

a. Fase hematom dan inflamasi

b. Pembentukan jaringan granulasi

2. Fase Reparatif

a. Fase pembentukan callus

b. Pembentukan tulang lamellar

3. Fase Remodelling

Dalam istilah-istilah histologi klasik, penyembuhan fraktur telah dibagi atas

penyembuhan fraktur primer dan fraktur sekunder.

Proses penyembuhan Fraktur Primer

Penyembuhan cara ini terjadi internal remodelling yang meliputi upaya langsung

oleh korteks untuk membangun kembali dirinya ketika kontinuitas terganggu. Agar

fraktur menjadi menyatu, tulang pada salah satu sisi korteks harus menyatu dengan

tulang pada sisi lainnya (kontak langsung) untuk membangun kontinuitas mekanis.

Tidak ada hubungan dengan pembentukan kalus. Terjadi internal remodelling dari

haversian system dan penyatuan tepi fragmen fraktur dari tulang yang patah.

Ada 3 persyaratan untuk remodeling Haversian pada tempat fraktur adalah:

1. Pelaksanaan reduksi yang tepat

2. Fiksasi yang stabil

3. Eksistensi suplay darah yang cukup

Penggunaan plate kompresi dinamis dalam model osteotomi telah diperlihatkan

menyebabkan penyembuhan tulang primer. Remodeling haversian aktif terlihat pada

sekitar minggu ke empat fiksasi.

Proses Penyembuhan Fraktur Sekunder.

Page 25: Lapsus radiologi fraktur clavicula dan cruris

Penyembuhan sekunder meliputi respon dalam periostium dan jaringan-

jaringan lunak eksternal. Proses penyembuhan fraktur ini secara garis besar

dibedakan atas 5 fase, yakni fase hematom (inflamasi), fase proliferasi, fase kalus,

osifikasi dan remodelling.

1. Fase Inflamasi:

Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan berkurangnya

pembengkakan dan nyeri. Terjadi perdarahan dalam jaringan yang cidera dan

pembentukan hematoma di tempat patah tulang. Ujung fragmen tulang

mengalami devitalisasi karena terputusnya pasokan darah terjadi hipoksia dan

inflamasi yang menginduksi ekpresi gen dan mempromosikan pembelahan sel

dan migrasi menuju tempat fraktur untuk memulai penyembuhan. Produksi atau

pelepasan dari faktor pertumbuhan spesifik, Sitokin, dapat membuat kondisi

mikro yang sesuai untuk :

1) Menstimulasi pembentukan periosteal osteoblast dan osifikasi intra

membran pada tempat fraktur,

2) Menstimulasi pembelahan sel dan migrasi menuju tempat fraktur, dan

3) Menstimulasi kondrosit untuk berdiferensiasi pada kalus lunak dengan

osifikasi endokondral yang mengiringinya.

Berkumpulnya darah pada fase hematom awalnya diduga akibat robekan

pembuluh darah lokal yang terfokus pada suatu tempat tertentu. Namun pada

perkembangan selanjutnya hematom bukan hanya disebabkan oleh robekan

pembuluh darah tetapi juga berperan faktor-faktor inflamasi yang menimbulkan

kondisi pembengkakan lokal. Waktu terjadinya proses ini dimulai saat fraktur

terjadi sampai 2 – 3 minggu.

2. Fase proliferasi

Kira-kira 5 hari hematom akan mengalami organisasi, terbentuk benang-

benang fibrin dalam jendalan darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi,

dan invasi fibroblast dan osteoblast. Fibroblast dan osteoblast (berkembang

dari osteosit, sel endotel, dan sel periosteum) akan menghasilkan kolagen dan

proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang. Terbentuk jaringan

ikat fibrous dan tulang rawan (osteoid). Dari periosteum, tampak pertumbuhan

Page 26: Lapsus radiologi fraktur clavicula dan cruris

melingkar. Kalus tulang rawan tersebut dirangsang oleh gerakan mikro minimal

pada tempat patah tulang. Tetapi gerakan yang berlebihan akan merusak

struktur kalus. Tulang yang sedang aktif tumbuh menunjukkan potensial

elektronegatif. Pada fase ini dimulai pada minggu ke 2 – 3 setelah terjadinya

fraktur dan berakhir pada minggu ke 4 – 8.

3. Fase Pembentukan Kalus

Merupakan fase lanjutan dari fase hematom dan proliferasi mulai

terbentuk jaringan tulang yakni jaringan tulang kondrosit yang mulai tumbuh

atau umumnya disebut sebagai jaringan tulang rawan. Sebenarnya tulang rawan

ini masih dibagi lagi menjadi tulang lamellar dan wovenbone. Pertumbuhan

jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai

celah sudah terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan dengan

jaringan fibrous, tulang rawan, dan tulang serat matur. Bentuk kalus dan volume

dibutuhkanuntuk menghubungkan efek secara langsung berhubungan dengan

jumlah kerusakan dan pergeseran tulang. Perlu waktu tiga sampai empat

minggu agar fragmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan

fibrous. Secara klinis fragmen tulang tidak bisa lagi digerakkan. Regulasi dari

pembentukan kalus selama masa perbaikan fraktur dimediasi oleh ekspresi dari

faktor-faktor pertumbuhan. Salah satu faktor yang paling dominan dari sekian

banyak faktor pertumbuhan adalah Transforming Growth Factor-Beta 1

(TGF-B1) yang menunjukkan keterlibatannya dalam pengaturan differensiasi

dari osteoblast dan produksi matriks ekstra seluler. Faktor lain yaitu: Vascular

Endothelial Growth Factor (VEGF) yang berperan penting pada proses

angiogenesis selama penyembuhan fraktur.

Pusat dari kalus lunak adalah kartilogenous yang kemudian bersama

osteoblast akan berdiferensiasi membentuk suatu jaringan rantai osteosit, hal ini

menandakan adanya sel tulang serta kemampuan mengantisipasi tekanan

mekanis. Proses cepatnya pembentukan kalus lunak yang kemudian berlanjut

sampai fase remodelling adalah masa kritis untuk keberhasilan penyembuhan

fraktur.

Jenis-jenis Kalus

Dikenal beberapa jenis kalus sesuai dengan letak kalus tersebut berada

terbentuk kalus primer sebagai akibat adanya fraktur terjadi dalam waktu 2

minggu Bridging (soft) callus terjadi bila tepi-tepi tulang yang fraktur tidak

Page 27: Lapsus radiologi fraktur clavicula dan cruris

bersambung. Medullary (hard) Callus akan melengkapi bridging callus secara

perlahan-lahan. Kalus eksternal berada paling luar daerah fraktur di bawah

periosteum periosteal callus terbentuk di antara periosteum dan tulang yang

fraktur. Interfragmentary callus merupakan kalus yang terbentuk dan mengisi

celah fraktur di antara tulang yang fraktur. Medullary callus terbentuk di dalam

medulla tulang di sekitar daerah fraktur.

4. Stadium Konsolidasi

Dengan aktifitas osteoklast dan osteoblast yang terus menerus, tulang

yang immature (woven bone) diubah menjadi mature (lamellar bone). Keadaan

tulang ini menjadi lebih kuat sehingga osteoklast dapat menembus jaringan

debris pada daerah fraktur dan diikuti osteoblast yang akan mengisi celah di

antara fragmen dengan tulang yang baru. Proses ini berjalan perlahan-lahan

selama beberapa bulan sebelum tulang cukup kuat untuk menerima beban yang

normal.

5. Stadium Remodelling.

Fraktur telah dihubungkan dengan selubung tulang yang kuat dengan

bentuk yang berbeda dengan tulang normal. Dalam waktu berbulan-bulan

bahkan bertahun-tahun terjadi proses pembentukan dan penyerapan tulang yang

terus menerus lamella yang tebal akan terbentuk pada sisi dengan tekanan yang

tinggi. Rongga medulla akan terbentuk kembali dan diameter tulang kembali

pada ukuran semula. Akhirnya tulang akan kembali mendekati bentuk

semulanya, terutama pada anak-anak. Pada keadaan ini tulang telah sembuh

secara klinis dan radiologi.

Page 28: Lapsus radiologi fraktur clavicula dan cruris

Gambar 3 Proses Penyembuhan Kalus

Jay.R. liberman, M.D and Gary E friedlaender (2005)

Page 29: Lapsus radiologi fraktur clavicula dan cruris

Berikut ini ringkasan proses regenerasi tulang (penyembuhan tulang) :

D. PENANGANAN FRAKTUR

Terapi Pada Fraktur Tertutup

Pada dasarnya terapi fraktur terdiri atas manipulasi fraktur untuk

memperbaiki posisi fragmen, diikuti dengan pembebatan  untuk

mempertahankannya bersama-sama sebelum fragmen-fragmen itu menyatu;

sementara itu gerakan sendi dan fungsi harus di pertahankan. Pada penyembuhan

fraktur dianjurkan untuk melakukan aktivitas otot dan penahanan beban secara

Page 30: Lapsus radiologi fraktur clavicula dan cruris

lebih awal. Tujuan ini mencakup dalam 3 keputusan yang sederhana; reduksi,

mempertahankan, lakukan latihan.

Pada penanganan sulit menahan fraktur secara memadai sambil tetap

menggunakan tungkai secukupnya: ini merupakan suatu pertentangan (tahan lawan

gerakan) yang perlu dicari pemecahannya secepat mungkin oleh ahli bedah

(misalnya dengan fiksasi internal). Terapi bukan saja d tentukan oleh jenis fraktur

tetapi juga oleh keadaan jaringan lunak di sekitarnya. Tscherne (1984) telah

menyediakan klasifikasi cedera tertutup yang bermanfaat: tingkat 0 adalah fraktur

biasa dengan sedikit atau tanpa cidera jaringan lunak; tingkat 1 adalah fraktur

dengan abrasi dangkal atau memar pada kulit dan jaringan subkutan; tingkat 3

adalah cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan ancaman

sindroma kompartemen.

Reduksi

Meskipun terapi umum dan resusitasi harus selalu di dahuluka, tidak boleh

ada keterlambatan dalam menangani fraktur; pembengkakan bagian lunak selama

12 jam pertama akan mempersukar reduksi. Tetapi terapat beberapa situasi yang

tak memerlukan reduksi;

(1) bila pergeseran tidak banyak atau tidak ada;

(2) bila pergeseran tidak berarti (misalnya pada fraktur clavicula); dan

(3) bila reduksi tampak tak akan berhasil (misalnya pada fraktur kompresi pada

vertebra).

Fraktur yang melibatkan permukaan sendi; ini harus di reduksi sempurna

mungkin karna setiap ketidakberesan akan memudahkan timbulnya arthritis

degenerative. Terdapat dua metode reduksi; tertutup dan terbuka.

Reduksi tertutup

Dengan anastesi yang tepat dan relaksasi otot, fraktur dapat direduksi dengan

manuver tiga tahap:

1) bagian distal tungkai di tarik ke garis tulang;

2) sementara fragmen-fragmen terlepas, fragmen itu di reposisi (dengan

membalikkan arah   

3) kekuatan asal kalau ini dapat di perkirakan); dan

4) penjajaran di sesuaikan ke setiap bidang.

Page 31: Lapsus radiologi fraktur clavicula dan cruris

Beberapa fraktur (misalnya pada batang femur) sulit di reduksi dengan

manipulasi karena tarikan otot yang sangat kuat dan membutuhkan traksi yang

lama.

Reduksi terbuka

Reduksi bedah pada fraktur  dengan penglihatan langsung di indikasikan:

1) Bila reduksi tertutup gagal, baik karena kesukaran mengendalikan fragmen atau

karena

2) Terdapat jaringan lunak di antara fragmen-fragmen itu;

3) bila terdapat fragmen artikular besar yang perlu di tempatkan secara tepat; atau

4) bila terdapat fraktur traksi yang fragmennya terpisah. Namun biasanya reduksi

terbuka hanya merupakan langkah pertama untuk fiksasi internal.

Mempertahankan Reduksi

Metode  yang tersedia untuk mempertahankan reduksi adalah:

(1) traksi terus-menerus;

(2) pembebatan dengan gips:

(3) pemakaian panahan fungsional,

(4) fiksasi internal; dan

(5) fiksasi eksternal.

Otot di sekeliling fraktur, kalau utuh bertindak sebagai suatu kompartemen

cair; traksi atau kompresi menciptakan suatu efek hidrolik yang dapat membebat

fraktur. Karena itu metode tertutup paling cocok untuk fraktur dengan jaringan

yang lunak yang utuh, dan cenderung gagal jika metode itu digunakan sebagai

metode utama untuk terapi fraktur yang disertai dengan kerusakan jaringan lunak

yang hebat.

Traksi terus – menerus

Traksi dilakukan pada tungkai di bagian distal fraktur, supaya melakukan

suatu tarikan yang terus menerus pada poros panjang tulang itu. Cara ini sangat

Page 32: Lapsus radiologi fraktur clavicula dan cruris

berguna untuk fraktur batang yang bersifat oblik atau spiral yang mudah bergeser

dengan kontraksi otot.

Traksi tidak dapat menahan fraktur yang diam, traksi dapat menarik tulang

panjang secara lurus dan mempertahankan panjangnya tetapi reduksi yang tepat

kadang-kadang suka dipertahankan. Dan sementara itu pasien dapat menggerakkan

sendi-sendinya dan melatih ototnya. Traksi cukup aman, asalkan tidak berlebihan

dan berhati-hati bila menyiapkan pen-traksi. Masalahnya adalah kecepatan: bukan

karena fraktur menyatu secara perlahan-lahan (bukan demikian) tetapi karena traksi

tungkai bawah akan menahan pasien tetap di rs. Akibatnya, segera setelah fraktur

lengket (dapat mengalami deformitas tetapi tidak mengalami pergeseran), traksi

harus digantikan dengan bracing kalau metode ini dapat dilaksanakan.  

Traksi dengan gaya berat; cara ini hanya berlaku pada cedera tungkai atas.

Karena itu, bila memakai kain penggendong lengan, berat lengan akan

memberiakan traksi terus menerus pada humerus.

Traksi kulit; traksi kulit (traksi buck) dapat menahan tarikan yang tak lebih

dari 4 atau 5 kg. Ikatan holland atau elastoplast rentang-satu-arah di tempelkan

pada kulit yang telah di cukur dan di pertahankan dengan suatu pembalut. Maleolus

di lindungi dengan tisu gamgee, dan untuk traksi di gunakan tali atau plaster

Traksi kerangka; kawat kirscer, pen steinmann atau pen denham di

masukkan, biasanya di belakang tuberkel tibia untuk cidera pinggul, paha dan lutut;

di sebelah bawah tibia atau pada kalkaneus untuk fraktur tibia. Kalau digunakan

suatu pen, di pasang kait yang dapat berputar dengan bebas, dan tali dipasang pada

kait itu untuk menerapkan traksi. Traksi harus selalu dilawan dengan oleh aksi

lawan; artinya, tarikan harus di lakukan terhadap sesuatu, atau tarikan itu hanya

akan menarik pasien ke bawah tempat tidurnya.

Traksi tetap; tarikan di lakukan terhadap suatu titik tertentu, contohnya

palster di tempelkan pada bagian persilangan bebat thomasdan menarik kaki ke

bawah hingga pangkal tungkai menyentuh cicin bebat itu.

Traksi berimbang; tarikan di lakukan terhadap kekuatan berlawanan yang

berasal dari berat tubuh bila kaki tempat tidur tersebut di naikkan. Tali dapat di

ikatan pada kaki tempat tidur, atau di lewatkan pada kerekan-kerekan dan di beri

pemberat.

Page 33: Lapsus radiologi fraktur clavicula dan cruris

Traksi kombinasi; beban thomas di gunakan. Plester di tempelkan pada

ujung bebat dan bebat itu di gantung, atau di ikat pada ujung tempat tidur yang di

angkat.

Pembelatan dengan gips

Cara ini cukup aman, selama kita waspada akan bahaya pembalut gips yang

ketat dan asalkan borok akibat tekanan dapat dicegah. Kecepatan penyatuannya

tidak lah lebih tinggi maupun lebih rendah dibandingkan traksi, tetapi pasien dapat

pulang lebih cepat. Mempertahankan reduksi biasanya tak ada masalah dan pasien

dengan fraktur tibia dapat menahan berat pada pembalut gips. Tetapi, sendi-sendi

yang terbungkus dalam gips tidak dapat bergerak dan cenderung kaku, kekakuan

yang mendapat julukan penyakit fraktur merupakan masalah dalam penggunaan

gips konvensional.

Kekakuan dapat diminimalkan dengan :

1.Pembebatan tertunda yaitu penggunaan traksi hingga gerakan telah diperoleh

kembali, dan baru kemudian menggunakan gips, atau

2.Memulai dengan gips konvensional, tetapi setelah beberapa hari bila tungkai

dapat dipertahankan tanpa terlalu banyak ketidaknyamanan gips tersebut maka

diganti dengan suatu penahan fungsional yang memungkinkan gerakan sendi.

Bracing fungsional

 Bracing fungsional menggunakan gips salah satu dari bahan yang ringan

merupakan salah satu cara mencegah kekakuan pada sendi sambil masih

memungkinkan pembebatan fraktur. Segmen dari gips hanya dipasang pada batang

Page 34: Lapsus radiologi fraktur clavicula dan cruris

tulang itu, membiarkan sendi-sendi bebas, segmen gips itu dihubungkan dengan

engsel dari logam atau plastic yang memungkinkan gerakan pada suatu bidang.

Bebat bersifat fungsional dalam arti bahwa gerakan sendi tidak banyak terbatas

dibandingkan gips konvensional.

 

       Bracing fungsional paling luas digunakan untuk fraktur femur atau tibia,

tetapi karena penahan ini tidak kaku, biasanya ini hanya dipakai bila fraktur mulai

menyatu, misalnya 3-6 minggu setelah traksi atau gips konvensional. Bila

digunakan dengan cara ini, ternyata 4 persyaratan dasar yang diperlukan akan

terpenuhi; fraktur dapat dipertahankan cukup baik; sendi-sendi dapat digerakkan;

fraktur akan menyatu dengan kecepatan normal (atau mungkin sedikit lebih cepat)

tanpa tetap menahan pasien di rs dan metode itu cukup aman.

Teknik diperlukan banyak keterampilan untuk memasang suatu penahan

yang efektif. Pertama fraktur di stabilkan; setelah beberapa hari dalam traksi atau

dalam gips konvensional untuk fraktur tibia; dan setelah beberapa minggu dalam

traksi untuk fraktur femur (sampai fraktur telah lengket, artinya dapat melentur

tetapi tidak dapat terjadi pergeseran). Kemudian pembalut gips atau bebat yang

berengsel di pasang yang akan cukup menahan fraktur tetapi memungkinkan

gerakan sendi; di anjurkan melakukan aktivitas fungsional, termasuk penahan

beban.

Fiksasi internal

Page 35: Lapsus radiologi fraktur clavicula dan cruris

Fragmen tulang dapat di ikat dengan sekrup, pen atau paku pengikat, plat

logam yang di ikat dengan sekrup, paku intramedular yang panjang (dengan atau

tanpa sekrup pengunci),circumferential bands, atau kombinasi dari metode ini. Bila

di pasang dengan semestinya, fiksasi internal menahan fraktur secara aman

sehingga gerakandapat segera di mulai; dengan gerakan lebih awal penyakit fraktur

(kekakuan dan edema) dapat di hilangkan. Dalam hal kecepatan pasien dapat

meninggalkan rumah sakit segera setelah luka sembuh, tetapi dia harus ingat bahwa

meskipun tulang bergerak sebagai satu potong, fraktur belum menyatu, hanya

dipertahankan oleh jembatan logam; karna itu penahanan beban yang tak terlidung

selama beberapa waktu tidak aman. Bahaya yang terbesar adalah sepsis; kalau

terjadi infeksi semua keuntungan fiksasi internal (reduksi yang tepat, stabilitas

yang segera dan gerakan lebih awal) dapat hilang.

Indikasi fiksasi internal sering menjadi bentuk terapi yang paling di

perlukan. Indikasi utamanya adalah:

1. Fraktur yang tidak dapat di reduksi kecuali dengan operasi

2. Fraktur yang tak stabil secara bawaan dan cenderung mengalami pergeseran

kembali  setelah reduksi (misalnya fraktur pertengahan batang pada lengan

bawah dan fraktur pergelangan kaki yang bergeser); selain itu, juga fraktur yang

cenderung perlu di tarik terpisah oleh kerja otot (misalnya fraktur melintang

pada patella atau olecranon)

3. Fraktur yang penyatuannya kurang baik dan perlahan-lahan, terutama fraktur

pada leher femur.

4. Fraktur patologik, di mana penyakit tulang dapat mencegah penyembuhan.

5. Fraktur multiple, bila fiksasi dini (dengan fiksasi internal atau luar) mengurani

resiko komplikasi umum dan kegagalan organ pada berbagai sistem.

Page 36: Lapsus radiologi fraktur clavicula dan cruris

6. Fraktur pada pasien yang sulit perawatannya (penderita paraplegia, pasien

dengan cedera multiple) dan sangat lansia).

Teknik banyak tersedia metode, termasuk pengunaan kawat, skrup, plat,

batang intramedula dan kombinasi dari semua itu. Bila plat di gunakan, kalau

mungkin plat harus di pasang pada permukaan yang dapat di tegangkan, yang

biasanya pada sisi cembung tulang, bila paku intramedula di gunakan, paku itu

dapat dikuncikan dengan sekrup melintang  (muller dkk., 1991)

Fraktur tulang tidak boleh melepas logam terlalu cepat, atau tulang akan

patah lagi. Paling cepat satu tahun dan 18 atau 24 bulan lebih aman; beberapa

minggu setelah pelepasan, tulang itu lemah, dan di perlukan perawatan atau

perlindungan.

Fiksasi luar

Fraktur dapat di pertahankan dengan sekrup pengikat atau kawat penekan

melalui tulang di atas dan di bawah fraktur dan di lekatkan pada suatu kerangka

luar. Cara ini dapat di terapkan terutama pada tibia dan pelvis, tetapi metode ini

juga digunakan untuk fraktur pada femur, humerus, radius bagian bawah dan

bahkan tulang-tulang pada tangan.

Indikasi fiksasi luar sangat berguna untuk:

1. Fraktur yang di sertai dengan kerusakan jaringan lunak yang hebat di mana luka

dapat dibiarkan terbuka untuk pemeriksaan, pembalutan atau pencangkokan

kulit.

2. Fraktur yang disertai dengan kerusakaan saraf atau pembuluh.

Page 37: Lapsus radiologi fraktur clavicula dan cruris

3. Fraktur yang sangat kominutif dan tak stabil, sehingga sebujur tulangnya dapat

dipertahankan hingga mulai terjadi penyembuhan.

4. Fraktur yang tak menyatu, yang dapat dieksisi dan dikompresi; kadang-kadang

fraktur ini di kombinasi dengan pemanjangan.

5. Fraktur pada pelvis, yang sering tidak dapat di atasi dengan metode lain.

6. Fraktur yang terinfeksi, di mana fiksasi internal mungkin tidak cocok.

7. Cidera multipel yang berat, bila stabilisasi lebih awal mengurangi resiko

komplikasi yang berbahaya (phillips dan contreras, 1990)

Teknik prinsip fiksasi eksternal sederhana: tulang di tranfiksikan di atas dan

di bawah fraktur dan sekrup atau kawat di transfiksikan bagian proksimal dan distal

kemudian di hubungkan satu sama lain dengan suatu batang yang kaku. Terdapat

berbagai teknik dan alat fiksasi: transfiksi dengan pen, sekrup atau kawat; batang

penghubung pada kedua sisi tulang atau pada satu sisi saja.

 Latihan

Lebih tepatnya memulihkan fungsi-bukan saja pada bagian yang mengalami

cedera tetapi juga pada pasien secara keseluruhan. Tujuannya adalah mengurangi

edema, mempertahankan gerakan sendi, memulihkan tenaga otot dan memandu

pasien kembali ke aktivitas normal.

Pencegahan edema pembengkakan hampir tak dapat dielakkan setelah

fraktur dan dapat menyebabkan perengangan dan lepuh pada kulit. Edema yang

menetap adalah penyebab adalah penyebab penting kekakuan sendi, terutama pada

tangan; kalau dapat, ini perlu dicegah, dan terapi dengan giat kalau sudah terjadi,

dengan kombinasi peninggian dan latihan. Pasien tidak perlu dirawat di rumah

sakit, dan cidera yang tidak begitu  berat pada tungkai atas berhasil ditangani

dengan penempatan lengan pada kain gondongan; tetapi kemudian penting untuk

berusaha menggunakannya secara aktif, dengan menggerakkan semua sendi bebas.

Inti perawatan jaringan lunak dapat diringkas sbb : meninggikan dan melakukan

latihan: jangan menjutaikan, jangan memaksa.

Peninggian tungkai yang mengalami cedera berat biasanya perlu di

tinggikan; setelah reduksi pada fraktur kaki, kaki tempat tidur ditinggikan dan

latihan di mulai.

Page 38: Lapsus radiologi fraktur clavicula dan cruris

Latihan aktif  gerakan aktif membantu memompa keluar cairan edema,

merangsang sirkulasi, mencegah pelekatan jaringan lunak dan membantu

penyembuhan fraktur.

Gerakan berbantuan telah lama diajarkan bahwa gerakan pasif dapat

merusak, terutama pada cidera sekitar siku dimana terdapat banyak resiko

munculnya miositis osifikans. Tentu saja tak boleh lakukan gerakan paksaan, tetapi

bantuan perlahan-lahan selama latihan aktif dapat membantu mempertahankan

fungsi atau memperoleh kembali gerakan setelah terjadi fraktur yang melibatkan

permukaan artikular.

Aktifitas fungsional     pasien mungkin perlu diajarkan lagi bagaimana cara

melakukan tugas sehari-hari, misalnya berjalan, rebah, dan bangun dari tempat

tidur, mandi, dll.

Terapi Pada Fraktur Terbuka

Pertimbangan Umum

Ada 4 klasifikasi yang perlu di perhatikan; bagaimana sifat luka itu;

bagaimana keadan kulit di sekitar luka? Apakah sirkulasi cukup baik? Dan apakah

semua saraf utuh?

Semua fraktur terbuka seberapapun ringannya harus di anggap

terkontaminasi dan perlu untuk mencegah adanya infeksi.  Untuk tujuan ini, empat

hal penting adalah: pembalutan luka dengan segera; profilaksis antibiotika;

debridemen luka secara dini; dan stabilisasi fraktur.

Klasifikasi

1. Tipe I luka biasanya kecil, luka tusuk yang bersih pada tempat tulang

menonjol keluar. Terdapat sedikit kerusakan pada jaringan lunak, tanpa

pengancuran dan fraktur tidak kominutif.

Page 39: Lapsus radiologi fraktur clavicula dan cruris

2. Tipe II luka lebih dari 1 cm tetapi tidak ada penutup kulit tidak banyak

terdapat kerusakan jaringan lunak dan tidak lebih dari kehancuran atau

kominusi fraktur tingkat sedang.

3. Tipe III terdapat kerusakaan yang luas pada kulit, jaringan lunak dan struktur

neurovascular, disertai banyak kontaminasi luka. Pada tipe III a, tulang yang

mengalami fraktur mungkin dapat di tutupi secara memadai oleh jaringan

lunak. Pada tipe III b tidak dan malah terdapat pelepasan periosteum, selain

fraktur kominutif yang berat. Fraktur di golongkan sebagai tipe III c kalau

terdapat cidera arteri yang perlu di perbaiki, tak perduli berapa banyak

kerusakaan jaringan lunak yang lain. Cedera kecepatan tinggi di golongan

sebagai tipe III b atau c meskipun luka itu kecil, kerusakan internal hebat.

Insidensi infeksi luka berhubungan langsung dengan tingkat kerusakan

jaringan lunak; kurang dari 2% pada fraktur tipe I sampai lebih dari 10% pada

fraktur tipe II.

Penanganan Dini

Luka harus tetap ditutup. Antibiotika diberikan secepat mungkin,

seberapapun laserasi itu harus dilanjutkan hingga bahaya infeksi terlewati. Pada

umumnya pemberian kombinasi benzilpensilin dan flukloksasilin tiap 6 jam selama

48 jam akan mencukupi. Jika luka sangat terkontaminasi, maka untuk mencegah

gram-negatif yaitu dengan menambahkan gentaminisin atau methonidazol dan

melanjutkan terapi selama 4-5 hari. Pemberian profilaksis tetanus juga penting.

Toksoid yang diberikan pada mereka yang sebelumnya telah diimunisasi. Jika

belum, berilah antiserum manusia. 

Debridemen

Operasi bertujuan untuk membersihkan luka dari benda asing dan jaringan

mati, memberikan persediaan darah yang baik di seluruh bagian tersebut.

Dilakukan irigasi akhir disertai obat antibiotika. Jaringan kemudian di tangani

sebagai berikut.

Kulit  

Hanya sesedikit mungkin kulit di eksisi dari tepi luka. Pertahankan sebanyak

mungkin kulit. Luka sering perlu di perluas dengan insisi yang terencana

Page 40: Lapsus radiologi fraktur clavicula dan cruris

untuk memperoleh daerah terbuka yang memadai.setelah di perbesar,

pembalut dan bahan asing lain dapat di lepas.

Fasia

Fasia di belah secara meluas sehigga sirkulasi tidak terhalang.

Otot  

Otot yang mati berbahaya, karna merupakan makanan bakteri. Otot yang mati

biasanya dapat dikenal melalui perubahan warna yang keungu-unguannya,

konsistensinya buruk, tidak dapat berkontraksi bila di rangsang, dan tak

berdarah bila di potong.

Pembuluh darah  

Pembuluh darah yang banyak mengalami pendarahan diikat dengan cermat

tetapi, untuk meminimalkan jumlah benang yang tertinggal dalam luka,

pembuluh yang kecil di jepit dengan gunting tang arteridan di pilin.

Saraf 

Saraf yang terpotong biasanya terbaik dibiarkan saja tetapi bila luka itu bersih

dan ujung-ujung luka bersih dan tidak terdiseksi, selubung luka dijahit dengan

bahanyang tak dapat diserap untuk memudahkan pengenalan dibelakang hari. 

Tendon   

Biasanya, tendon yang terotong juga dibiarkan saja seperti halnya saraf,

penjahitan diperbolehkan hanya kalau luka itu bersih dan diseksi tak perlu

dilakukan.

Tulang 

Permukaan fraktur dibersihkan secara perlahan dan ditempatkan kembali pada

posisi yang benar. Tulang, seperti kulit, harus diselamatkan dan fragmen baru

boleh dibuang bila kecil dan lepas sama sekali.

Sendi 

Cidera sendi terbuka terbaik diterapi dengan pembersihan luka, penutupan

sinovium dan kapsul, dan antibiotika sistemik: drainase atau irigasi sedotan

hanya digunakan kalau terjadi kontaminasi hebat.

Penutupan Luka

Page 41: Lapsus radiologi fraktur clavicula dan cruris

Luka tipe I yang kecil dan tidak terkontaminasi, yang dibalut dalam

beberapa jam setelah cidera, setelah debridement, dapat dijahit. Luka yang lain

harus dibiarkan terbuka hingga bahaya infeksi telah dilewati. Luka itu dibalut

sekedarnya dengan kasa steril dan diperiksa setelah 5 hari. Kalau bersih, luka

tersebut dijahit.

Stabilisasi Fraktur

Stabilisasi fraktur diperlukan untuk mengurangi infeksi. Untuk luka tipe i

atau tipe ii yang kecil dengan fraktur yang stabil, boleh menggunakan gips yang

dibelah secara luas atau, untuk femur digunakan traksi pada bebat. Metode yang

paling aman adalah fiksasi external. Pemasangan pet intramedula dapat digunakan

untuk femur atau tibia, terbaik jangan melakukan pelebaran luka pendahuluan yang

akan meningkatkan resiko infeksi.

Perawatan Sesudahnya

Tungkai ditinggikan ditempat tidur dan sirkulasinya diperhatikan dengan

cermat. Syok mungkin masih membutuhkan terapi. Kalau luka dibiarkan terbuka,

periksa setelah 5-7 hari.

Sekuele pada fraktur terbuka

Kulit, kalau terdapat kehilangan kulit atau kontraktur, pencangkokan mungkin

diperlukan. Bila diperlukan operasi perbaikan atau rekonstruksi pada jaringan

yang lebih dalam, pencangkokan kulit dengan ketebalan penuh sangat

diperlukan.

Tulang,  infeksi dapat mengakibatkan sekuester dan sinus. Sekuester yang kecil

harus disingkirkan secara dini, tetapi potongan-potongan besar dapat dieksisi.

Penundaan penyatuan tak dapat dielakkan setelah infeksi fraktur, tetapi

penyatuan akan terjadi jika infeksi dikendalikan dan terapi dilanjutkan dalam

waktu yang cukup lama.

Sendi, bila fraktur yang terinfeksi mempunyai hubungan dengan suatu sendi,

prinsip terapinya sama seperti terapi infeksi tulang, yaitu ; pengobatan, drainase,

dan pembebatan. 

Page 42: Lapsus radiologi fraktur clavicula dan cruris

DAFTAR PUSTAKA

Page 43: Lapsus radiologi fraktur clavicula dan cruris

Apley, Graham, 1995, Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley, Edisi Ketujuh,

Widya Medika, Jakarta

Bone Fracture Repair, 2012, Available

from :http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/002966.htm, diunduh

tanggal 1 Maret 2014

Bone Morphology. 2012 Available From http://meds.queensu.

ca/courses/msk/documents/ bone_morphology.pdf diunduh tgl 1 Maret 2014

De Jong Wim, 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah, Penerbit : Buku Kedokteran EGC, Jakarta,

Rasjad, Chairuddin, 2007, Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi, Edisi ketiga, Yarsif

Watampone, Jakarta.

Schwartz, Shires, Spencer, 2000, Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Edisi 6, Buku

Kedokteran EGC, Jakarta.

Snell, Richard, 2006, Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran, Edisi 6, Buku

Kedokteran EGC, Jakarta