33
PENATALAKSANAAN FRAKTUR MAKSILOFASIAL DENGAN TEKNIK SPLINTING (LITERATURE REVIEW / TINJAUAN PUSTAKA) DRG. LUH WAYAN AYU RAHASWANTI, SP.KGA PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2017

PENATALAKSANAAN FRAKTUR MAKSILOFASIAL DENGAN …

  • Upload
    others

  • View
    24

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PENATALAKSANAAN FRAKTUR MAKSILOFASIAL DENGAN …

PENATALAKSANAAN FRAKTUR MAKSILOFASIAL

DENGAN TEKNIK SPLINTING

(LITERATURE REVIEW / TINJAUAN PUSTAKA)

DRG. LUH WAYAN AYU RAHASWANTI, SP.KGA

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2017

Page 2: PENATALAKSANAAN FRAKTUR MAKSILOFASIAL DENGAN …

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan

hidayahnya penulis dapat menyelesaikan makalah berupa Literature review yang

berjudul “Penatalaksanaan Fraktur Maksilofasial Dengan Teknik Splinting”.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas pengetahuan perawatan

pulpektomi pada gigi sulung maupun gigi permanen yang kami sajikan berdasarkan jurnal.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi

sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa Universitas

Udayana. Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari

sempurna. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.

Penulis

Page 3: PENATALAKSANAAN FRAKTUR MAKSILOFASIAL DENGAN …

DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN ………………………………………………….. 1

1.1 LATAR BELAKANG ……………………………………………….. 1

1.2 RUMUSAN MASALAH …………………………………………….. 2

1.3 TUJUAN PENULISAN ……………………………………………… 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………… 3

2.1 DEFINISI FRAKTUR MAXILLOFACIAL …………………………. 3

2.2 PENATALAKSANAAN FRAKTUR MAXILLOFACIAL ………… 3

2.3 SPLINTING …………………………………………………………. 6

2.4 JENIS SPLINTING …………………………………………………. 8

BAB III. PENUTUP ………………………………………………………... 28

3.1 KESIMPULAN ………………………………………………………. 28

3.2 SARAN ……………………………………………………………… 28

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………… 29

Page 4: PENATALAKSANAAN FRAKTUR MAKSILOFASIAL DENGAN …

ABSTRAK

Trauma pada maxillofacial mencakup cedera pada jaringan lunak dan

tulang-tulang yang membentuk struktur maxillofacial. Pasien dengan trauma

maxillofacial yang disertai lesi intrakranial akut memiliki prognosis yang

buruk jika terlambat mendapatkan penanganan yang tepat, sebagian dari

pasien tersebut dapat berakhir pada kecacatan fungsional bahkan kematian.

Perawatan pada kasus fraktur dentoalveolar terbagi menjadi beberapa tahap,

yaitu perawatan darurat dan perawatan definitif. Tinjauan literatur ini

dilakukan dengan tujuan untuk membahas penatalaksanaan trauma

maksilofasial secara definitif dengan berbagai teknik splinting sesuai dengan

kasus yang ditangani.

Page 5: PENATALAKSANAAN FRAKTUR MAKSILOFASIAL DENGAN …

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Oral dan maxillofacial surgery merupakan cabang ilmu kedokteran gigi yang

berhubungan dengan diagnosis, pengobatan berbagai penyakit, luka, dan cacat yang

melibatkan daerah orofasial (Malik, dkk., 2008). Trauma pada maxillofacial mencakup

cedera pada jaringan lunak dan tulang-tulang yang membentuk struktur maxillofacial.

Tulang-tulang tersebut antara lain tulang nasoorbitoetmoid, tulang zigomatikomaksila,

tulang nasal, tulang maksila, tulang mandibula (Japardi, 2004). Trauma orofasial

terlibat sebanyak 15% dari semua kunjungan di gawat darurat, 2% dari kasus ini

melibatkan trauma dentoalveolar yang terisolasi. Trauma dentoalveolar pada anak-

anak paling banyak terjadi akibat terjatuh dengan rentan usia 8-12 tahun. Sedangkan

pada orang dewasa trauma akibat kecelakaan lalu lintas (40-45%), penganiayaan

atau berkelahi (10-15%), olahraga (5-10%), jatuh (5%) dan lain-lain (5-10%) (Fonseca,

dkk., 2013).

Trauma dentoalveolar merupakan ancaman besar terhadap kesehatan gigi

melebihi karies dan penyakit periodontal. Pasien dengan trauma maxillofacial yang

disertai lesi intrakranial akut memiliki prognosis yang buruk jika terlambat

mendapatkan penanganan yang tepat, sebagian dari pasien tersebut dapat berakhir

pada kecacatan fungsional bahkan kematian. Risiko kematian pada pasien trauma

maxillofacial yang disertai lesi intrakranial akut lebih tinggi 13 hingga 75 kali

dibandingkan dengan cedera mandibula saja. Perawatan pada kasus fraktur

dentoalveolar terbagi menjadi beberapa tahap, yaitu perawatan darurat dan

Page 6: PENATALAKSANAAN FRAKTUR MAKSILOFASIAL DENGAN …

2

perawatan definitif. Salah satu tahap pada perawatan definitif yaitu reposisi dan fiksasi

gigi yang terkena trauma. Tindakan ini menggunakan alat stabilisasi yang bertujuan

untuk menjaga agar retakan, patahan, atau pergeseran gigi dapat dipertahankan pada

posisi normal. Penanganan dengan splinting dapat dilakukan dalam menangani

permasalahan trauma dentoalveolar secara definitif. Penggunaan jenis dan teknik

splinting yang benar perlu diperhatikan karena dapat menentukan tingkat

keberhasilan dari prognosis pasien (Yadav, 2012; Beogo, 2013).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan splinting?

2. Apa saja jenis dan tipe splinting?

3. Bagaimana penatalaksanaan splinting?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui definisi dari splinting

2. Untuk mengetahui jenis dan tipe splinting

3. Untuk mengetahui penatalaksanaan splinting

Page 7: PENATALAKSANAAN FRAKTUR MAKSILOFASIAL DENGAN …

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Fraktur Maxillofacial

Fraktur adalah hilang atau putusnya kontinuitas tulang. Fraktur wajah

diklasifikasikan menjadi tiga bagian yaitu upper third di bagian os. Frontalis, middle

third dari bagian os. Frontalis hingga proc. Alveolaris Maksilaris dan lower third untuk

mandibula. Fraktur pada middle third dan lower third dikenal sebagai trauma

maxillofacial, dan trauma ini juga dapat melibatkan jaringan lunak sekitarnya. (Malik

N, 2008)

Fraktur maxillofacial adalah fraktur yang terjadi pada tulang – tulang wajah

seperti os. frontalis, os. temporalis, orbitozigomatikus, nasal, maksila dan mandibula.

Trauma pada maxillofacial merupakan kondisi yang sering terjadi pada pasien gawat

darurat dan memiliki persentase 15% dari semua kasus trauma. (Fonseca dkk, 2013)

Etiologi dari trauma orofacial terdiri atas pukulan benda langsung, kecelakaan

kendaraan, jatuh dari ketinggian, cedera olahraga, dan penyebab predisposisi seperti

kista, ostemyelitis serta penyakit sistemik lainnya. Pemeriksaan riwayat medis, kondisi

umum pasien, ekstraoral, intraoral, dan radiografi harus dilakukan sebelum dilakukan

tindakan terhadap fraktur tersebut (Malik N, 2008).

2.2 Penatalaksanaan Fraktur Maxilofacial

Prinsip dasar dalam penatalaksanaan fraktur terdiri atas tiga yaitu reduction,

fixation, dan immobilization yang bertujuan untuk mengembalikan bentuk, fungsi, dan

Page 8: PENATALAKSANAAN FRAKTUR MAKSILOFASIAL DENGAN …

4

oklusi sehingga pasien tidak harus melewati second surgery seperti recontouring dan

bone graft (Malik N, 2008).

2.2.1 Reduction

Suatu proses reposisi fragmen fraktur ke posisi anatomi semula, dibagi

menjadi dua teknik yaitu close reduction dan open reduction. Close reduction

merupakan reposisi fragmen fraktur tanpa tindakan bedah dan menggunakan

oklusi gigi sebagai panduan sedangkan open reduction melalui tindakan bedah.

Close reduction dibagi lagi menjadi reduction by manipulation dan reduction by

traction.

2.2.1.1. Reduction by manipulation

Tindakan ini dapat dilakukan ketika pasien fraktur dengan mobilitas

besar datang segera setelah trauma terjadi. Reduction dapat dilakukan

dengan menggunakan instrument khusus memegang fragmen fraktur yaitu

disimpaction forceps. Tindakan ini dilakukan dibawah anestesi LA atau GA

sesuai kebutuhan pasien (Gambar 1)(Malik N, 2008).

Page 9: PENATALAKSANAAN FRAKTUR MAKSILOFASIAL DENGAN …

5

Gambar 1. Reduction dengan disimpaction forceps

2.2.1.2. Reduction by traction

Tindakan ini menggunakanarch bars dan head gears. Arch bars yang

dipasang akan diberi elastic traction dan pasien diinstruksikan untuk

membuka dan menutup mulut secara perlahan. Apabila oklusi tercapai,

elastic traction diganti dengan wire sebagai intermaxillary fixation or ligation

(IMF atau IML) dan apabila oklusi tidak tercapai dalam waktu 48 jam maka

dilanjutkan dengan open reduction (Gambar 2.)(Malik N, 2008).

Gambar 2. Reduction dengan IMF

2.2.2 Fixation

Proses setelah reduction untuk memfiksasi fragmen fraktur dengan struktur

anatomi sekitarnya sebagai upaya pencegahan terjadinya displacement, dapat

dilakukan dengan dua teknik yaitu direct skeletal fixation menggunakan bone

clamps, pin fixation, dan transosseus wiring sedangkanindirect skeletal fixation

yang menggunakan arch bars dan IML atau Gunning splint(Malik N, 2008).

Page 10: PENATALAKSANAAN FRAKTUR MAKSILOFASIAL DENGAN …

6

2.2.3 Immobilization

Perangkat fiksasi harus dipertahankan hingga terjadi penyatuan tulang.

Periode immobilization tergantung dari jenis fraktur dan tulang yang terlibat.

Periode immobilzation untuk maksila adalah sekitar 3 – 4 minggu sedangkan

untuk mandibula sekitar 4 – 6 minggu sedangkan pada kasus fraktur kondilus

periode immobilization hanya sekitar 2 – 3 minggu untuk mencegah terjadinya

ankilosis di TMJ(Malik N, 2008).

Beberapa jenis perangkat fiksasi fraktur diaplikasikan pada maxillary dental

arch dan mandibular dental arch serta intermaxillary fixation dibuat

menggunakan wire atau elastic band. Metode utama yang sering digunakan

adalah dental wiring, arch bars dan splint karena mudah diterapkan. Perangkat

fiksasi fraktur memilki beragam jenis dan digunakan sesuai jenis fraktur, lokasi

fraktur, jumlah gigi, status periodontal serta kemampuan perangkat apakah

dapat digunakan untuk kasus tersebut atau tidak (Malik N, 2008).

2.3 Splinting

Splinting merupakan teknik yang digunakan untuk membatasi pergerakan gigi,

mencegah terlepasnya gigi, menstabilkan gigi yang mengalami trauma dan mencegah

kerusakan lebih lanjut pada jaringan pulpa dan periodontal selama masa

penyembuhan sehingga memungkinkan regenerasi jaringan. Glickman

mendefinisikan splint sebagai alat yang digunakan untuk menstabilisasi bagian yang

mengalami cedera. Splint yang digunakan harus bersifat fleksibel untuk membantu

mempercepat penyembuhan jaringan periodontal. Mempertahankan oral hygiene dan

Page 11: PENATALAKSANAAN FRAKTUR MAKSILOFASIAL DENGAN …

7

mencegah infeksi merupakan hal yang penting untuk mendukung penyembuhan

jaringan periodontal selama proses stabilisasi (Fonseca, dkk., 2012).

Metode fiksasi dengan dental splint bervariasi tergantung tipe trauma. Pada

sebagian besar kasus, splint didesain sederhana dan digunakan selama 7 sampai 10

hari. Pada kasus fraktur gigi dan tulang alveolar, diperlukan fiksasi jangka panjang

biasanya 2 sampai 4 bulan. Berbagai kontroversi muncul mengenai durasi fiksasi

terkait komplikasi post-traumatic. Penelitian menunjukkan bahwa durasi fiksasi tidak

terkait dengan komplikasi post-traumatic, periode fiksasi sepenuhnya bergantung

pada kondisi klinis kasus (Fonseca, dkk., 2012).

Namun beberapa dekade terakhir, pengetahuan mengenai perbaikan gigi yang

mengalami trauma dan perubahan posisi telah diperbaiki dan panduan perawatan

didasarkan pada evidence. Periode splinting yang lama dan bersifat rigid

meningkatkan risiko komplikasi saat penyembuhan. Splinting yang bersifat fleksibel

dengan periode penggunaan singkat lebih efektif dan stimulus mekanis yang diberikan

rendah sehingga memungkinkan revaskularisasi dan mampu mencegah ankilosis gigi

dan mempertahankan vitalitas sel epitel Hertwig pada selubung akar yang penting

dalam perkembangan akar (Honorio, dkk., 2015).

Karakteristik splint yang ideal antara lain:

1. Mudah dibuat secara langsung di dalam mulut, tanpa prosedur

laboratorium yang panjang

2. Dapat di tempatkan secara pasif tanpa gaya tekanan pada gigi

3. Tidak mengiritasi jaringan gingiva

4. Tidak mengganggu oklusi normal

Page 12: PENATALAKSANAAN FRAKTUR MAKSILOFASIAL DENGAN …

8

5. Mudah dibersihkan dan memungkinkan menjaga kebersihan rongga mulut

dengan tepat

6. Tidak menimbulkan trauma gigi selama penggunaan

7. Mudah dilepas

8. Memberikan estetik yang baik

9. Tidak mengganggu pengambilan radiografi intraoral

10. Tidak merusak pulpa gigi yang mengalami trauma atau gigi yang

berdekatan

11. Tidak memicu resorpsi akar

12. Ekonomis dan membutuhkan peralatan khusus yang minimal

13. Bersifat fleksibel sehingga posisi gigi setelah reimplantasi memberikan

tekanan minimal antara permukaan akar dan tulang alveolar (Fonseca,

dkk., 2012)

2.4 Jenis Splinting

2.4.1 Acid Etch Splint

Teknik fiksasi acid etch resin merupakan salah satu metode stabilisasi gigi

dengan trauma ataupun kelainan periodontal yang efektif. Teknik ini memerlukan

material restorative, isolasi injury yang adekuat dan kondisi permukaan yang

kering sehingga memungkinkan pengaplikasian splint resin komposit

(Kademani, D., Tiwana, P., 2016). Tipe splinting ini biasanya digunakan pada

kasus trauma dentoalveolar, luxation injuries, fraktur akar, autotransplantation

dan fraktur alveolar. Pada kasus gigi dengan mahkota artificial atau tumpatan

yang luas tidak dapat dilakukan splinting dengan teknik ini karena permukaan

Page 13: PENATALAKSANAAN FRAKTUR MAKSILOFASIAL DENGAN …

9

gigi tersebut tidak dapat teretsa dengan baik dan membentuk ikatan fisik maupun

kimia dengan material komposit (Fonseca, dkk., 2012).

Kelebihan teknik fiksasi acid etch resin antara lain:

1. Relatif mudah penggunaannya

2. Memberikan estetik yang baik

3. Metode splinting ini bersifat biokompatibel dan tidak menyebabkan

inflamasi pada gingiva karena splint diletakkan jauh dari jaringan

periodontal.

4. Prosedur splinting sederhana dan efisien. Splinting dengan teknik ini

tidak membutuhkan anestesi dan memberikan perawatan definitif

pada pasien

Kelemahan teknik ini adalah apabila menggunakan material akrilik dapat

mudah fraktur karena akrilik bersifat brittle ketika terkena tekanan pengunyahan.

Cold cured resin composite direkomendasikan sebagai material dengan

kekuatan stabilisasi lebih baik untuk memfiksasi gigi. Namun penggunaan cold

cure resin composite harus dipertimbangkan karena setting time bahan yang

lama. Pada kasus kegawatdaruratan, material flowable resin composite, light-

cured composite resin dan wire menjadi pilihan yang paling efektif untuk splinting

gigi (Fonseca, dkk., 2012).

Page 14: PENATALAKSANAAN FRAKTUR MAKSILOFASIAL DENGAN …

10

Gambar 3. Teknik acid-etch splinting. A. gigi insisivus central kiri RA

subluksasi dan fraktur alveolar. B. Pemasangan nonrigid splint (Miloro, dkk.,

2011)

Terdapat berbagai teknik modifikasi splinting termasuk penggunaan wire

pada bridge komposit untuk memfiksasi gigi yang mengalami trauma. Etch wire

composite memiliki estetik cukup baik, hygienic, dan dapat dibuat dengan cepat

(Fonseca, dkk., 2012). Fiksasi memerlukan ikatan resin dengan permukaan gigi

dan paper clip atau arch wire (20-gauge) yang akan melekat pada resin. Pada

prosedur splinting dibutuhkan minimal 2 gigi penyangga yang tidak mengalami

displaced pada kedua sisi garis fraktur vertikal (Kademani, D., Tiwana, P., 2016).

Splint yang terbuat dari kawat orthodontik dan resin komposit untuk

menstabilkan gigi yang goyang akibat trauma memberikan hasil yang

memuaskan karena teknik ini memiliki karakteristik mengurangi risiko ankilosis,

resorpsi akar dan pulp obliteration (Honorio dkk., 2015). Bahan lain yang dapat

digunakan untuk memstabilisasi gigi dan berikatan dengan material komposit

antara lain metal bars, nylon lines, fiberglass, polycarbonate dan synthetic fiber

(Fonseca, dkk., 2012).

Page 15: PENATALAKSANAAN FRAKTUR MAKSILOFASIAL DENGAN …

11

Prosedur fiksasi teknik acid etching wire composite:

1. Reduksi tulang alveolar atau replantasi gigi ke posisi yang tepat

2. Permukaan labial gigi dibersihkan dari darah dan debris. Cotton roll

atau gauze diletakkan di vestibulum untuk menjaga permukaan tetap

bersih dan kering

3. Wire dipotong dan dimodifikasi untuk diletakkan disepanjang

permukaan fasial gigi yang displinting

4. Persiapan permukaan fasial dengan metode etching. Aplikasikan gel

asam fosfat 35% pada sepertiga insisal gigi yang mengalami trauma

dan gigi sebelahnya yang diindikasikan sebagai penyangga selama

20 - 30 detik. Gigi tersebut kemudian dibilas dengan water-spray dan

dikeringkan hingga permukaan gigi tampak frosty-white.

5. Aplikasikan bonding agent pada permukaan yang telah dietsa,

kemudian dilight cure selama 15 detik

6. Aplikasikan resin komposit pada gigi permukaan gigi

7. Adaptasikan wire pada resin komposit yang diletakkan sepanjang

permukaan yang telah dietsa. Resin komposit dengan sistem light-

activated kemudian di curing dengan sinar ultraviolet selama 15-20

detik untuk menginduksi reaksi photochemical sehingga mengubah

soft resin menjadi splint komposit yang keras. Tipe komposit ini

memungkinkan working time lebih panjang dan kontrol terhadap

material lebih baik.

8. Setelah cure resin komposit, kelebihan resin komposit dibersihkan

9. Oklusi pasien harus diperhatikan, splint harus diperbaiki jika splint

yang dipasang mengganggu oklusi. Permukaan splint harus halus

Page 16: PENATALAKSANAAN FRAKTUR MAKSILOFASIAL DENGAN …

12

dan dipoles sehingga memberikan kenyamanan pada pasien dan

mudah dibersihkan (Fonseca, dkk., 2012).

Gambar 4. Removal splinting dengan dental bur dan selanjutnya

enamel dipoles (Andreasen, dkk., 2011)

Alveolar fraktur biasanya difiksasi selama 4 sampai 6 minggu dan

selanjutnya splinting dilepaskan dengan dental scaler atau dental bur

(Kademani, D., Tiwana, P., 2016).

2.4.2 Dental Wiring

2.4.2.1 Essig’s Wiring

Essig’s wiring dapat digunakan untuk menstabilkan fraktur

dentoalveolar yang terjadi pada lengkung rahang dan juga dapat digunakan

sebagai penyangga untuk IMF. Gigi goyang juga bisa distabilkan dengan

wiring ini. Persyaratan untuk jenis wiring ini adalah harus ada jumlah gigi

yang cukup di kedua garis fraktur untuk dijadikan sebagai penyangga.

Panjang 40 cm, digunakan wiring 26 gauge. Gigi goyang dimasukkan

Page 17: PENATALAKSANAAN FRAKTUR MAKSILOFASIAL DENGAN …

13

kembali kedalam soketnya dan untuk area stabilisasi yang dipilih minimal 3

gigi dari garis fraktur. Wire dilewatkan di sekitar servikal gigi, ujung satunya

masuk dari bukal ke arah lingual dan ujung lainnya masuk dari lingual

kearah bukal. Keduanya masuk melalui ruang interdental gigi (3 gigi dari

garis fraktur). Bagian ujung bukal diregangkan untuk menyangga sisi bukal

dari servikal gigi di dekat garis fraktur dan di sisi berlawanan garis fraktur

meninggalkan kurang lebih 3 gigi di sisi lain dari garis fraktur. Prosedur

yang sama diulang dengan wire sisi lingual dan ujungnya kemudian dibawa

keluar di sisi bukal gigi penahan terakhir setelah mengikat servikal tiga gigi

di sisi yang berlawanan. Kedua wire bukal dan lingual disatukan dan dipilin

dan dipotong pendek untuk dimasukkan ke dalam ruang interdental.

Duabase wire terbentuk, satu dari sisi bukal dan sisi lingual diservikal gigi.

kemudian wire yang lebih kecil ditambahkan ke interdental mengelilingi

base wire untuk menjaga cingulum agar tetap kuat. Wire yang terdapat

pada interdental juga dipilin, dipotong dan disesuaikan di ruang interdental,

sehingga ujung yang tajam tidak melukai mukosa pasien (Malik N, 2008).

Gambar 5. Essig’s Wiring

Page 18: PENATALAKSANAAN FRAKTUR MAKSILOFASIAL DENGAN …

14

2.4.2.2 Gilmer’s Wiring

Gilmer Wiring merupakan metode direct wiring (secara langsung)

untuk fiksasi intermaksila antara geligi maksila dan mandibula. Metode ini

umum digunakan karena sederhana, praktis, dapat melindungi gigi dan

menstabilkan rahang dengan baik. Beberapa gigi yang kuat pada maksila

maupun mandibula di pilih, setidaknya terdapat satu gigi anterior dan

posterior pada lokasi fraktur untuk memfiksasi dan stabilisasi rahang, akan

lebih baik bila terdapat beberapa jumlah gigi yang terlibat yang bertujuan

untuk mengurangi ketegangan dan mengurangi kemungkinan kerusakan

pada gigi tersebut. Wire sebaiknya tidak diaplikasikan pada gigi yang

berdekatan dengan fraktur secara langsung. Wire sepanjang 20 cm,

dengan 26 stainless steel gauge dilingkari pada servikal gigi yang telah

ditetapkan. Kedua ujung di keluarkan pada permukaan bukal dan dipilin

secara manual, pilinan diletakkan dekat dengan gigi. Pilinan diakhiri

dengan menyatukan kedua ujung dengan wire holder, yang bertujuan untuk

mempertahankan tarikan dari lateral ketika dilakukan pemilinan, selain itu

berfungsi untuk mencegah kerusakan pada wire. Beberapa gigi dipilih pada

tiap lengkung rahang (arches) dan sisa pilinan yang masih panjang dijepit.

Setelah sisa fraktur direduksi kemudian wire pada mandibular di pilin kuat

dan ketat bersamaan dengan wire maksila yang telah disesuaikan.

Akhirnya pilinan wire di potong pendek, ujung yang tajam di belokkan

kearah interdental space. Kelemahan utama dari teknik wiring ini adalah

perlu menghilangkan semua wire agar mulut dapat terbuka pada situsi

emergency. Kelemahan lainnya dapat terjadi ekstrusi pada gigikarena

Page 19: PENATALAKSANAAN FRAKTUR MAKSILOFASIAL DENGAN …

15

beban yang terdapat pada gigi. Pada kasus sangat sedikit gigi yang

dijadikan pegangan (Malik N, 2008).

Gambar 6. Tahapan membentuk Gilmer’s wiring

2.4.2.3 Risdon’s Wiring

Risdon's Wiring adalah metode fiksasi wire horisontal yang umum

digunakan. Beberapa fraktur tertentu dapat ditangani secara baik dan

adekuat dengan metode ini, walaupun dalam beberapa kasus diperlukan

stabilisasi tambahan. Pada metode kali ini biasanya molar kedua di kedua

regio dipilih sebagai gigi penyangga. 26 gaugedan wire sepanjang 25 cm

dilingkarkan di sekitar servikal gigi molar kedua di setiap sisinya, dimana

kedua ujungnya menghadap ke sisi bukal. Kemudian kedua ujung wire

diikat, sehingga base wire yang kuat terbentuk dikedua sisinya. Dua base

wire yang telah dipilin, digenggam lalu disilang di midline rahang

menggunakan wire holder dan final twisting dilakukan dengan

mengadaptasikan base wire pada bagian servikal gigi di sisi bukal. Wire

berlebih dipotong dan sisa ujungnya diselipkan di interdental. Lakukan

Page 20: PENATALAKSANAAN FRAKTUR MAKSILOFASIAL DENGAN …

16

pemasangan interdental wire tambahan yang digunakan untuk merekatkan

base wire yang telah dilingkarkan pada gigi. Wire kecil dipotong dan salah

satu ujung wire melintas dimasukan dari permukaan distal gigi ke bawah

base wire dan melintas sepanjang lingual lalu keluar di bagian bukal dari

interdental bagian mesial di atas base wire. Kedua ujung ini kembali

digenggam bersama dan dipilin, dipotong lalu di selipkan pada ruang

interdental. Setiap gigi dilekatkan dengan cara yang sama kebase wire

sehingga base wire sepenuhnya melekat pada lengkung gigi. Jenis wire

horisontal ini menawarkan fiksasi yang kuat (Malik N, 2008).

Gambar 7. Risdon’s Wiring

Page 21: PENATALAKSANAAN FRAKTUR MAKSILOFASIAL DENGAN …

17

2.4.2.4 Ivy Eyelet Wiring

Ivy eyelet wiring mencakup dua gigi yang berdekatan. 26 gauge

stainless steel wire di potong dengan panjang 20 cm.Sebuah loop terbentuk

di tengah wire disekitar beak pada towel chip atau pada shank dental bur

dan dipilin sebanyak tiga kali dengan dua ujung. Ivy loop dapat disimpan

pada larutan sterilisasi dingin tanpa dibentuk terlebih dahulu, sehingga

tersedia dalam situasi darurat. Dua ujung pada eyelet dilewatkan melalui

ruang interdental pada bagian bukal gigi yang dipilih sampai ke sisi lingual.

Salah satu ujung wire dilewatkan di sekitar distal gigi yang menghadap ke

lingual dan dikeluarkan melalui distal ruang interdental diatas sisi bukal dan

benang yang terbentuk dari loop sebelumnya. Ujung wire lainnya diarahkan

mengelilingi permukaan lingual mesial gigi dan dibawa keluar dari bagian

mesial ruang interdental pada permukaan bukal, dimana kawat akan

bertemu dengan ujung pertama. Dua wire dijadikan satu dan dipilin dengan

wire holder lalu dipotong pendek.Loop kemudian disesuaikan kemudian

diarahkan ke gingiva. Wireeyelet mandibular dapat melindungi sampai ke

maksila eyelet dengan rubber bandsatau gabungan wire. Eyelet wiring

adalahkomponen penting dari satu atau dua ivy eyelet yang berada pada

kuadran yang sama. Rubber bandsatau bridging wirebisa dilepaskan,

kapan saja bila diperlukan tanpa mengganggu wire utama dan diganti.

Bahkan ketika terjadi kerusakan wire selama fiksasi, hanya eyelet yang

bisa dilepas dan diganti(Malik N, 2008).

Page 22: PENATALAKSANAAN FRAKTUR MAKSILOFASIAL DENGAN …

18

Gambar 6. Ivy eyelet wiring. (1) formasi eyelets (2) susunan

wire dengan pola “v” (3) Intermaxillary ligation menggunakan

eyelets wiring dengan pola straight

2.4.2.5 Col Stout’s Multiloop Wiring

Pada tipe ini empat kuadran posterior digunakan dalam pemasangan

wire. Empat bagian dengan 26 gauge, panjang wire dengan ukuran 20 cm,

solder wire atau thick wire diperlukan untuk membuat loops. Sepotong

solder wire disesuaikan dengan permukaan bukal gigi di kuadran pertama

pada tempat dimulainya pemasangan wire. Prestretched wire 20 cm tidak

diarahkan ke bagian yang sama, salah satu bagian yang bernama

stationary wire disesuaikan pada sisi bukal mulai dari garis tengah menuju

ke belakang gigi molar kedua (gigi terakhir yang ada pada lengkungan).

Ujung wire lainnya (working end) diarhkan ke arah distal gigi molar kedua

dan diarahkan mengelilinginya sampai pada sisi lingual. Working end

berulir melalui ruang interdental space dari molar kedua ke arah bukal

menuju bagian bawah solder wire dan stationary wire. Kemudian

Page 23: PENATALAKSANAAN FRAKTUR MAKSILOFASIAL DENGAN …

19

dilingkarkan pada kedua wire dan kembali ke ruang interdental, kali ini dari

sisi bukal ke lingual. Dari sisi lingual dapat dilingkari dan dilakukan prosedur

yang sama untuk setiap gigi sampai garis tengah. Solder wire dapat digeser

ke depan, setelah loop terbentuk dan loopdipilin tiga kali untuk membentuk

lubang. Pada akhir dilakukanfinishingdengan menggenggam kedua

stasioner dengan ujungnya bekerja bersamaan dan dipilin lalu dipotong

pendek dan ditekan di ruang interdental. Prosedur yang sama dilakukan di

kuadran lengkung gigi yang lain. Jika elastic traction digunakan, maka

lubang tali harus ditekuk dari bidang oklusal, jadi hook-nya dapat terbentuk.

Sebaiknya gunakan yang elastis untuk pemulihan awal. Dalam kasus

muntah atau kegawatdaruratan pernafasan, bahan yang elastis dapat

dilepas lebih mudah (Malik N, 2008).

Gambar 8. Col Stout’s multiloop wiring

2.4.3 Arch Bar

Ada berbagai macam arch bar buatan pabrik. Erich’s arch bar adalah salah

satu arch bar yang paling sering digunakan. Arch bar ini terhubung dengan hook

pada permukaan luar dengan flat malleablestainless steel metal stripsehingga

Page 24: PENATALAKSANAAN FRAKTUR MAKSILOFASIAL DENGAN …

20

membuatnya lebih efektif, cepat dan lebih mudah saat fiksasi. Barnya tersedia

dalam bentuk gulungan. Bar dipotong sesuai dengan panjang lengkung gigi, hal

ini akan mengurangi cidera pada jaringan lunak dengan ujungnya yang

menonjol. Setiap arch bar difiksasi pada lengkung gigi bagian atas dan bawah.

Pada rahang atas, hook disusun ke arah atas. Bar pada rahang bawah

disusun ke arah bawah. Arch bar harus disesuaikan dengan setiap lengkung

permukaan bukal dengan cara ditekuk. Arch bar mulai ditekuk dari sisi bukal gigi

terakhir melewati garis tengah dan berakhir di ujung yang lain. Arch bar dipasang

pada setiap gigi dengan 26gaugestainless steel wiredari permukaan mesial gigi

ke sisi lingual dan kembali ke sisi bukal pada permukaan distal gigi. Salah satu

ujung wireberada di atas bar dan yang lainnya dibawah. Dengan memutar dua

ujung wire bersama pada lengkung permukaan bukal gigi. Wire harus diputar

searah jarum jam, sehingga nanti pada saat melepaskan wirebisa dengan

memutar berlawanan jarum jam. Adaptasi bar yang tidak tepat, jumlah gigi yang

tidak mencukupi dan kerapatan yang tidak efisien akan membuat arch bar tidak

stabil, sekalipun kehilangan beberapa gigikarena celah edentulus melebar akibat

alat yang rigid.

Jika beberapa wire rusak, fiksasi tidak akan terasa dan bisa diganti dengan

mudah. Hook-nya datar dan tidak mengiritasi jaringan sekitar. Pada kasus fraktur

mandibula, arch bar dapat dibagi dan diletakkan pada kedua garis fraktur. Elastic

tractionakan mengurangi fraktur dan membuat oklusi menjadi normal.

Penggunaan Erich’s arch barditerima secara universal karena semua

keuntungannya(Malik N, 2008).

Page 25: PENATALAKSANAAN FRAKTUR MAKSILOFASIAL DENGAN …

21

Gambar 9. Fiksasi Arch bar

2.4.4 Custom Made Splint

Custom made splintdibuat untuk pasien individual. Splint ini dapat dibuat

menggunakan bahan akrilik atau logam cor (Malik N, 2008).

Indikasi:

1. Ketika wire tidak dapat memfiksasi gigi dengan baik

2. Ketika horizontal splinting melewati zona fraktur diperlukan tanpa

membuka rongga mulut.

3. Saat kedua rahang mengalami edentulous

4. Pada kasus anak dalam masa pertumbuhan, dimana geligi masuk

fase gigi bercampur dan jumlah gigi penyangga yang tidak cukup

5. Pada kasus wanita hamil dan pasien dengan gangguan mental,

dimana IML tidak diinginkan.

Page 26: PENATALAKSANAAN FRAKTUR MAKSILOFASIAL DENGAN …

22

2.4.4.1 Acrylic Splint

1. Lateral Compression Splint

Lateral Compression Splint digunakan untuk stabilisasi lengkung

mandibula, terutama pada anak-anak. Pada masa anak-anak,

terdapat fase gigi bercampur dan adanya benih gigi yang sedang

berkembang, sehingga kontaindikasi untuk dilakukan reduksi terbuka

dan fiksasi langsung. Hal ini juga dapat digunakan pada fraktur

mandibula pada dewasa, dimana kestabilannya tidak dapat diperoleh

dengan menggunakan metode horizontal wiring. Splint dapat terbuat

dari self curing acrylic, sehingga konstruksinya lebih cepat dan

mudah. Langkah pertama dalam konstruksi adalah untuk

memperoleh bagian atas dan bawah dari lengkungan gigi dan

menyiapkan stone plaster model. Pada model mandibula, garis fraktur

ditandai dan model dipotong pada garis fraktur. Kemudian potongan

model dipasang dengan memeriksa oklusi pada model maksila serta

direkatkan dengan posisi yang diinginkan menggunakan sticky wax.

Kemudian, wire dengan ukuran 19diadaptasi ke seluruh lingkar

lengkung mandibula pada servikal gigi, baik pada sisi bukal maupun

disisi lingual. Ikatan dari wire ini harus dimulai pada permukaan bukal

di garis tengah dan diambil disisi lingual dari aspek distal molar yang

ada sebelumnya. Pada sisi lingual bentuk wire akan menyesuaikan

diri dengan setiap permukaan gigi dan ujungnya akan dibawa pada

permukaan bukal yang mengelilingi molar terakhir pada sisi yang

berlawanan. Wireakan disesuaikan dan dibawa kearah garis tengah

untuk memenuhi ujung pertama wire. Wire ini akan memperkuat

Page 27: PENATALAKSANAAN FRAKTUR MAKSILOFASIAL DENGAN …

23

acrylic splint, dan juga akan berfungsi sebagai penghubung lingual

dan bukal flange dari splint. Acrylic splint kemudian dibuat dari model

dengan memasukkan wire yang sebelumnya ditekuk di dalamnya.

Permukaan oklusal gigi harus dibiarkan terbuka, saat membangun

bukal dan lingual flange. Pada permukaan bukal dari splint hook dapat

digabungkan jika diperlukan. Splint ini bisa dipasang pada rahang

bawah dengan interdental wiring atau dengan circumferential wiring

(circummandibular wiring)(Malik N, 2008).

Gambar 10. (1) & (2) OPG dan Lateral X-ray memperlihatkan fraktur

pada mandibular pada anak usia 4 tahun. (3) lateral compression

splint disiapkan pada model (4) Bagian fraktur ter-exposed dan

reduction selesai (5) & (6) Splint diletakkan dan circummandibular

wiring telah dilakukan (7) & (8) Pengecekan Oklusi

2. Gunning Splint

Pada umumnya gigi tiruan pada pasien edentulous akan

dimodifikasi secara khusus sehingga dapat digunakan gunning splint.

Page 28: PENATALAKSANAAN FRAKTUR MAKSILOFASIAL DENGAN …

24

Circumferential wire digunakan untuk memfiksasi splint pada tulang

mandibula dan gigi tiruan bagian maksila atau splint juga dapat

dipasang pada maksilla dengan wire peralveolar(Malik N, 2008).

Penatalaksanaan pemasangan gunning splint:

1. Lakukan pencetakan pada rahang atas dan rahang bawah

pasien.

2. Lakukan pembuatan model kerja.

3. Model kerja dipotong dan dirapikan jika terdapat bagian yang

tidak sesuai.

4. Adaptasikan base plates untuk rahang atas dan rahang bawah.

5. Siapkan Bite blocks hanya untuk daerah posterior saja

6. Plates rahang atas dan rahang bawah serta bite blocks dibuat

dengan menggunakan heat cureacrylic tanpa mengenai daerah

anterior yang dibiarkan terbuka agar makanan tetap bisa masuk

ke rongga mulut.

7. Hook disatukan pada sisi bukal dari bite blocks.

8. Gunning splint harus dibuatkan grooves (alur) tepatnya di

daerah kaninus untuk mencegah wire peralveolar dan

circumferential wire terlepas di sepanjang permukaan splint.

Page 29: PENATALAKSANAAN FRAKTUR MAKSILOFASIAL DENGAN …

25

Gambar 11. Kontruksi gunning splint pada model

2.4.5 Semirigid Splint

Apabila tidak terdapat hubungan dengan fraktur alveolar, semirigid splinting

dapat di indikasikan untuk pergerakan trauma gigi secara fisikal. Andreasen

memperlihatkan bahwa splinting rigid dari reimplant mature dan

autotransplantedimmature pada gigi dapat meningkatkan insiden resorpsi akar

karena ketidak stabilan tekanan pada gigi, periodontal fiber, dan lamina dura,

akan terjadi pengaruh negatif pada revaskularisasi, penyembuhan ligamen

periodontal, meningkatnya nekrosis pulpa dan obliterasi kanal. Teknik acid

etching resin komposit dengan material seperti waxeddental floss, suture,

flexible braided orthodontic wire atau monofilament nylon line dapat memberikan

kestabilan pada gigi yang trauma dan memudahkan pergerakan fisiologis pada

jaringan gigi di bawahnya untuk meminimalisir ankilosis dan resorpsi akar.

Beberapa bahan fiksasi telah dievaluasi sehubungan dengan fleksibilitas. Kevlar

(B-W Dental, Frederiksberg, Denmark) dan fiber splint memberikan pergerakan

horizontal yang lebih besar, Protemp (Protemp II, Espe, Germany) dan flexible

wire splintkomposit memberikan kekuatan penyangga dari lateral dan

Page 30: PENATALAKSANAAN FRAKTUR MAKSILOFASIAL DENGAN …

26

meningkatkan fleksibilitas vertikal yang menunjang penyembuhan periodontal

dari gigi yang goyang.

Gigi yang terlibat dan dua gigi yang berdekatan di acid etching untuk

menambah kekuatan penyangga. Monofilament nylon line dengan ukuran 20 –

30 lb dipotong dengan ukuran tertentu,diaplikasikan pada gigi penyangga lalu

ditambahkan resin komposit. Sisa dari gigi penyangga dan gigi yang trauma di

fiksasi oleh nylon line dan sistem resin komposit sebagai penahan tegangan lalu

dipertahankan dengan hemostat pada ujung nylon line. Setelah semua gigi

terlindungi dan oklusi baik, resin dihaluskan lalu dipoles . Pemeriksaan radiografi

harus dilakukan untuk menilai posisi akar setelah splinting (gambar 12)(Fonseca,

dkk., 2012).

Gambar 12.

Teknik fiksasi pada gigi tunggal meliputi endosteal (transdental), fiksasi

dengan pin, amalgam splinting, Maryland type of etched cast framework yang

biasanya dipertimbangkan tetapi tidak digunakan pada kebanyakan kondisi

klinis. Splint yang tidak dapat digunakan meliputi selfcuring, circumferential,

essig archbar, intracoronal, dan splint orthodontic. Splint yang disarankan

meliputi spring incisaldan nylon line splint. Jenis lainnya adalah splint komersial

seperti anterior dan posterior splint, Grids Splint, Lock system, dan Titanium

splinting bar. Titanium Trauma Splinting (TTS) bar disarankan oleh beberapa

Page 31: PENATALAKSANAAN FRAKTUR MAKSILOFASIAL DENGAN …

27

praktisi untuk splinting gigi karena pengaplikasiannya mudah dilakukan dengan

light cure resin komposit, pirantilepasan lebih baik digunakan untuk pasien

dengan masalah oral hygiene, dan sejumlah pasien dengan gangguan

mastikasi. Namun, efektivitas oral hygiene pada TTS hampir mirip dengan

penggunaan splint secara konvensional. Secara praktis dan clinical penggunaan

bahan bahan tersebut masih dapat dilihat (gambar 13)(Fonseca, dkk., 2012).

Gambar 13.

Page 32: PENATALAKSANAAN FRAKTUR MAKSILOFASIAL DENGAN …

28

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Trauma pada maxillofacial merupakan masalah yang sering terjadi pada pasien

gawat darurat dan memiliki persentase 15% dari semua kasus trauma. Prinsip dasar

dalam penatalaksanaan fraktur terdiri atas tiga yaitu reduction, fixation, dan

immobilization yang bertujuan untuk mengembalikan bentuk dan fungsi sehingga

pasien tidak harus melewati second surgery seperti recontouring dan bone graft.

Beberapa jenis perangkat fiksasi fraktur diaplikasikan pada maxillary dental arch dan

mandibular dental arch serta intermaxillary fixation dibuat menggunakan wire atau

elastic band. Metode utama yang sering digunakan adalah dental wiring, arch bars

dan splint karena mudah diterapkan. Metode splint merupakan teknik yang digunakan

untuk membatasi pergerakan gigi, mencegah terlepasnya gigi, menstabilkan gigi yang

mengalami trauma dan mencegah kerusakan lebih lanjut pada jaringan pulpa dan

periodontal selama masa penyembuhan sehingga memungkinkan regenerasi

jaringan.

3.2 Saran

Saran dari penulis adalah perlunya pemahaman yang lebih mengenai jenis

beserta penatalaksanaan dari splinting untuk menangani berbagai kasus fraktur

maxillofacial.

Page 33: PENATALAKSANAAN FRAKTUR MAKSILOFASIAL DENGAN …

29

DAFTAR PUSTAKA

Andreasen, J.O., Bakland, L.K., dan Flores, M.T. , 2011, Traumatic Dental Injuries A

Manual, 3rd ed., Wiley-Blackwell.

Fonseca, R.J., Walker, R.V., Barber, H.D., Powers, M.P., Frost, D.E., 2013, Oral and

Maxcillofacial Trauma, Fourth Edition, Elsevier, Hal. 3-5

Honorio, H. M., Alencar, C.R.B., Junior, E.S.P., Oliveira, D.S.B., Oliveira, G.C., dan

Rios, D., 2015, Posttraumatic Displacement Management: Lateral Luxation and

Alveolar Bone Fracture in Young Permanent Teeth with 5 Years of Follow-up,

Hindawi Publishing Corp., hal 1-6

Kademani, D., dan Tiwana, Paul., 2016, Atlas of Oral and Maxillofacial Surgery,

Elsevier Saunders, hal 677

Malik, N.A., 2008, Oral and Maxcillofacial Surgery, Second Edition, Jitendar P Vij, New

Delhi

Miloro, M., Ghali, G.E., Waite, P.D., 2011, Peterson’s Principles of Oral and

Maxillofacial Surgery, 3rd ed, People’s Medical Publishing House: USA, hal.400