Upload
others
View
21
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENGARUH PEER ATTACHMENT DAN RELIGIUSITAS
TERHADAP REGULASI EMOSI REMAJA
DENGAN ORANG TUA TUNGGAL
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Oleh :
Amadea Kusumawardani
1112070000065
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H / 2019 M
ii
PENGARUH PEER ATTACHMENT DAN RELIGIUSITAS
TERHADAP REGULASI EMOSI REMAJA
DENGAN ORANG TUA TUNGGAL
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Oleh :
Amadea Kusumawardani
1112070000065
Dosen Pembimbing:
Dr. Rena Latifa, M.Psi
NIP. 19820929 200801 2 004
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H / 2019 M
iii
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi yang berjudul “PENGARUH PEER ATTACHMENT DAN
RELIGIUSITAS TERHADAP REGULASI EMOSI REMAJA DENGAN
ORANG TUA TUNGGAL” telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas
Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada 15 Juli 2019.
Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana
psikologi (S.Psi) pada Fakultas Psikologi.
Jakarta, 15 Juli 2019
Sidang Munaqasyah
Dekan/
Ketua Merangkap Anggota
Dr. Zahrotun Nihayah, M.Si
NIP. 19620724 198903 2 001
Wakil Dekan/
Sekretaris Merangkap Anggota
Bambang Suryadi, Ph.D
NIP. 19700529 200312 1 002
Anggota
Solicha, M.Si
NIP. 19720415 199903 2 001
Dr. Fadhilah Suralaga, M.Si
NIP. 19561223 198303 2 001
Dr. Rena Latifa, M.Psi NIP. 19820929 200801 2 001
iv
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Amadea Kusumawardani
NIM : 1112070000065
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul PENGARUH PEER
ATTACHMENT DAN RELIGIUSITAS TERHADAP REGULASI EMOSI
REMAJA DENGAN ORANG TUA TUNGGAL adalah benar merupakan karya
sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunannya. Adapun
kutipan yang ada pada penyusunan karya ini telah saya cantumkan sumber
kutipannya dalam skripsi. Saya bersedia melakukan proses yang semestinya
sesuai dengan peraturan yang berlaku jika ternyata skripsi ini sebagian atau
keseluruhan merupakan plagiat dari karya orang lain.
Demikian pernyataan ini dibuat untuk dipergunakan seperlunya.
Jakarta, Juli 2019
Amadea Kusumawardani
NIM: 1112070000065
v
MOTTO
“Difficult roads only lead to
beautiful destinations”
Persembahan:
Karya ini saya persembahkan untuk Mama, Papa, Kakak-
Kakak, Sahabat dan Teman-Temanku yang selalu memberi
semangat, dukungan, dan do’a yang tulus.
Terimakasih untuk semuanya.
vi
ABSTRAK
A) Fakultas Psikologi
B) Juli 2019
C) Amadea Kusumawardani
D) Pengaruh Peer Attachment dan Religiusitas Terhadap Regulasi Emosi
Remaja dengan Orang Tua Tunggal
E) xiv + 84 halaman + lampiran
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh peer attachment dan
religiusitas terhadap regulasi emosi remaja dengan orang tua tunggal.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan melibatkan 197
remaja yang tinggal dengan orang tua tunggal. Penelitian yang digunakan
menggunakan teknik non probability sampling. Penulis menggunakan alat
ukur Regulasi Emosi yang dikembangkan oleh Latifa (2015), the Inventory
of Parent and Peer Attachment (IPPA) yang dikembangkan oleh Armsden
& Greenberg (1987), dan alat ukur religiusitas yang diadaptasi dari
Centrality of Religiosity Scale yang dikembangkan oleh Huber & Huber
(2012). Uji validitas alat ukur menggunakan teknik confirmatory factor
analysis (CFA). Analisis data menggunakan teknik regresi berganda untuk
menguji hipotesis penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh peer attachment dan
religiusitas terhadap regulasi emosi pada remaja dengan orang tua tunggal
sebesar 17.8%. Berdasarkan hasil uji hipotesis mayor, kesimpulan pertama
yang diperoleh dari penelitian ini adalah terdapat pengaruh yang signifikan
peer attachment dan religiusitas terhadap regulasi emosi remaja dengan
orang tua tunggal. Artinya, hipotesis mayor diterima. Kemudian
berdasarkan hasil uji hipotesis minor terdapat tiga variabel yang nilai
koefisien regresinya signifikan, yaitu: (1) kepercayaan, (2) komunikasi; (3)
keterikatan; dan (4) ibadah individu. Sementara empat variabel lain tidak
signifikan.
F) Bahan bacaan: 61; buku: 19+ jurnal: 35+ disertasi: 3+ skripsi: 3+ artikel: 1
vii
ABSTRACT
A) Faculty of Psychology
B) July 2019
C) Amadea Kusumawardani
D) The Effect of Peer Attachment and Religiosity of Emotional Regulations
on Adolescents with Single Parents
E) xiv + 84 pages + appendix
This study aims to see the effects of peer attachment and religiosity of
emotional regulation on adolescents with single parents. This study used
quantitative approach involving 197 adolescents that living with their
single parents. This research used non-probability sampling method. The
author used an Emotional Regulation instrument developed by Latifa
(2015), the Inventory of Parent and Peer Attachment (IPPA) developed by
Armsden & Greenberg (1987), and a religiosity instrument adapted from
the Centrality of Religiosity Scale by Huber & Huber (2012). The validity
test of the instrument in this study used confirmatory factor analysis
(CFA) technique. Data analysis used multiple regression techniques to test
the research hypothesis.
The results showed that there was an effect of peer attachment and
religiosity on emotional regulation in adolescents with single parents at
17.8%. Based on the results of a major hypothesis test, the first conclusion
obtained from this study was the significant effect of peer attachment and
religiosity of emotional regulation on adolescents with single parents.
Then based on the results of the minor hypothesis test there were four
variables with significant regression coefficient values, namely: (1) trust;
(2) communication, (3) alienation; and (4) private practices, while the
other four variables were not significant.
F) References: 61; books: 19+ journal: 35+ dissertation: 3+ undergraduated
thesis: 3+ article: 1
viii
KATA PENGANTAR
Segala puja dan puji syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan penulis berbagai macam nikmat di antaranya nikmat iman dan
islam serta sehat wal afaiat sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini
dengan lancar dan tepat pada waktunya.
Pada penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak
yang telah membantu penulis baik secara materi, tenaga ataupun moril, maka dari
itu penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Dr. Zahrotun Nihayah M.Si, Dekan Fakultas Psikologi Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Bapak Bambang Suryadi, Ph.D,
Wakil Dekan Bidang Akademik Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta dan jajaran yang telah memfasilitasi mahasiswa
dalam rangka menciptakan lulusan yang berkualitas.
2. Ibu Dr. Rena Latifa, M.Psi, dosen pembimbing skripsi yang telah
membimbing penulis, memberikan motivasi dan memberikan penulis banyak
masukkan selama menyelesaikan skripsi.
3. Bapak Dr. Abdul Rahman Shaleh, M.Si, dosen pembimbing akademik yang
telah membimbing penulis dari awal perkuliahan hingga saat ini dan selalu
memberikan motivasi dan saran kepada penulis.
4. Seluruh dosen Fakultas Psikologi UIN Jakarta yang telah memberikan ilmu
yang berharga kepada penulis. Dan untuk seluruh staf Fakultas Psikologi UIN
Jakarta yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi penulis.
5. Kepada kedua orangtua penulis, alm. Bapak Soebagijo Adi S. Dan Ibu Any
Sri Kuswani serta kakak-kakak penulis yang tanpa henti memanjatkan doa di
setiap ibadahnya, kasih sayang yang tulus, serta memberikan segala dukungan
dan pengorbanan untuk penulis. Terima kasih sudah menjadi pendengar dan
penasihat yang baik atas segala suka duka penulis.
6. Seluruh responden penelitian yang telah meluangkan waktunya untuk mengisi
kuisioner penelitian penulis.
ix
7. Untuk sahabat tersayang Yuni, Zahrah, Hendra, Akbar, Fauzi, Kresna, Annisa,
Satrio, Hafshah, Karini, Silviani, Fesia dan Prasanja yang telah memberikan
bantuan dan dukungan kepada penulis. Terima kasih atas segala kasih sayang,
canda tawa, motivasi serta pendampingan yang diberikan selama ini, baik
dalam keadaan suka maupun duka.
8. Sahabat kelas B dan psikologi 2012 serta sahabat lainnya yang telah
memberikan semangat dan kebahagiaan. Terima kasih atas segala bantuan
psikologis dan motivasinya.
9. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. terima kasih telah
membantu dalam penyusunan skripsi ini. Semoga segala bantuan, dukungan,
dan do‟anya kepada saya, dibalas Allah dengan kebaikan yang berlimpah.
Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi ini terdapat banyak sekali
kekurangan dan kesalahan, oleh karenanya penulis mengharapkan dapat
disampaikan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk perbaikan
penelitian ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri ataupun
orang lain, dan pihak yang berkepentingan.
Jakarta, 2 Juli 2019
Penulis
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .........................................................................................i
HALAMAN PERSETUJUAN .........................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN ...........................................................................iii
HALAMAN PERNYATAAN ...........................................................................iv
MOTTO ............................................................................................................v
ABSTRAK .........................................................................................................vi
ABSTRACT .......................................................................................................vii
KATA PENGANTAR .......................................................................................viii
DAFTAR ISI ......................................................................................................x
DAFTAR TABEL .............................................................................................xii
DAFTAR GAMBAR .........................................................................................xiii
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................xiv
BAB 1 : PENDAHULUAN ................................................................................. ..1
1.1 Latar belakang masalah ......................................................................... ..1
1.2 Pembatasan dan perumusan masalah ..................................................... ..6
1.3 Tujuan penelitian ................................................................................... ..8
1.4 Manfaat penelitian....................................................................................8
BAB 2 : LANDASAN TEORI ............................................................................ 10
2.1 Regulasi emosi ....................................................................................... 10
2.1.1 Emosi pada remaja....................................................................... 10
2.1.2 Definisi regulasi emosi ................................................................ 12
2.1.3 Dimensi regulasi emosi ................................................................ 14
2.1.4 Faktor yang mempengaruhi regulasi emosi..................................15
2.1.5 Pengukuran regulasi emosi...........................................................17
2.2 Peer attachment ..................................................................................... 18
2.2.1 Attachment ................................................................................... 18
2.2.2 Perkembangan attachment pada remaja ...................................... 20
2.2.3 Definisi peer attachment ............................................................. 21
2.2.4 Dimensi attachment......................................................................23
2.2.5 Pengukuran peer attachment ........................................................ 24
2.3 Religiusitas ............................................................................................. 24
2.3.1 Religiusitas pada remaja ............................................................. 24
2.3.2 Definisi religiusitas ..................................................................... 26
2.3.3 Dimensi religiusitas .................................................................... 27
2.3.4 Pengukuran religiusitas .............................................................. 30
2.4 Remaja dengan orang tua tunggal .......................................................... 31
xi
2.4.1 Definisi orang tua tunggal .......................................................... 31
2.5 Kerangka berpikir................................................................................... 32
2.6 Hipotesis penelitian ................................................................................ 37
BAB 3 : METODE PENELITIAN .................................................................... 38
3.1 Populasi, sampel dan teknik pengambilan sampel ................................. 38
3.2 Variabel penelitian dan definisi operasional .......................................... 38
3.2.1 Variabel penelitian ....................................................................... 38
3.2.2 Definisi operasional variabel ....................................................... 39
3.3 Teknik pegumpulan data ........................................................................ 40
3.3.1 Instrumen penelitian .................................................................... 40
3.4 Uji validitas konstruk ............................................................................. 43
3.4.1 Uji validitas item regulasi emosi ................................................. 46
3.4.2 Uji validitas item kepercayaan .................................................... 48
3.4.3 Uji validitas item komunikasi ...................................................... 49
3.4.4 Uji validitas item keterikatan........................................................50
3.4.5 Uji validitas item intelektual........................................................51
3.4.6 Uji validitas item ideologi............................................................52
3.4.7 Uji validitas item ibadah individu................................................53
3.4.8 Uji validitas item ibadah berkelompok.........................................54
3.4.9 Uji validitas item pengalaman......................................................55
3.5 Teknik analisis data ................................................................................ 56
BAB 4 : HASIL PENELITIAN .......................................................................... 60
4.1 Gambaran umum subjek penelitian ........................................................ 60
4.2 Hasil analisis deskriptif .......................................................................... 61
4.3 Kategorisasi hasil penelitian .................................................................. 62
4.4 Hasil uji hipotesis penelitian .................................................................. 63
4.4.1 Pengujian hipotesis mayor ........................................................... 63
4.4.2 Pengujian proporsi varians masing-masing variabel ................... 67
BAB 5 : KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN ......................................... 70
5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 70
5.2 Diskusi ................................................................................................... 71
5.3 Saran ....................................................................................................... 77
5.3.1 Saran teoritis ................................................................................ 77
3.3.2 Saran praktis ................................................................................ 78
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 80
LAMPIRAN......................................................................................................... 85
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Skor Skala Penelitian ............................................................................ 40
Tabel 3.2 Blueprint Skala Regulasi Emosi ........................................................... 41
Tabel 3.3 Blueprint Skala Peer Attachment .......................................................... 42
Tabel 3.4 Blueprint Skala Religiusitas .................................................................. 43
Tabel 3.5 Muatan Faktor Regulasi Emosi ............................................................. 47
Tabel 3.6 Muatan Faktor Item Kepercayaan ......................................................... 48
Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Komunikasi .......................................................... 49
Tabel 3.8 Muatan Faktor Item Keterikatan ........................................................... 51
Tabel 3.9 Muatan Faktor Item Intelektual............................................................. 52
Tabel 3.10 Muatan Faktor Item Ideologi .............................................................. 53
Tabel 3.11 Muatan Faktor Item Ibadah Individu .................................................. 54
Tabel 3.12 Muatan Faktor Item Ibadah Berkelompok .......................................... 55
Tabel 3.13 Muatan Faktor Item Pengalaman ........................................................ 56
Tabel 4.1 Karakteristik Responden ....................................................................... 60
Tabel 4.2 Deskriptif Statistik Variabel Penelitian ................................................ 61
Tabel 4.3 Pedoman Interpretasi Skor .................................................................... 62
Tabel 4.4 Kategorisasi Skor Variabel ................................................................... 63
Tabel 4.5 RSquare Seluruh Sampel ...................................................................... 64
Tabel 4.6 Anova Seluruh Sampel.......................................................................... 64
Tabel 4.7 Koefisien Regresi .................................................................................. 65
Tabel 4.8 Proporsi Varians Masing-Masing Variabel........................................... 67
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir............. ..................................................... 36
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner Penelitian ........................................................................85
Lampiran 2 Syntax dan Path Diagram Uji Validitas ...........................................89
Lampiran 3 Output Spss Analisis Regresi Berganda ..........................................98
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam beberapa tahun ini, masyarakat dikejutkan dengan sering terjadinya tindak
kriminalitas di berbagai daerah terutama di perkotaan. Tidak dipungkiri tindakan
kriminalitas yang terjadi di beberapa daerah dilakukan anak remaja, yang awalnya
hanya kenakalan remaja yang biasa saja. Namun dengan perkembangan jaman
saat ini, kenakalan remaja sudah menampakkan pergeseran kualitas kenakalan
yang menjurus pada tindak kriminalitas, seperti mencuri, tawuran, membegal,
memperkosa bahkan sampai membunuh (Unayah & Sabarisman, 2015).
Masa remaja berada pada tahap perkembangan identitas versus
kebingungan identitas. Individu dihadapkan dengan tantangan untuk menemukan
siapakah diri mereka itu, bagaimana mereka nantinya, dan arah mana yang harus
mereka tempuh dalam hidupnya (Santrock, 2007). Pada masa-masa ini, seorang
anak yang baru mengalami pubertas seringkali menampilkan beragam gejolak
emosi, menarik diri dari keluarga, serta mengalami banyak masalah, baik di
rumah, sekolah, atau di lingkungan rumah maupun di lingkungan pertemanannya
(Unayah & Sabarisman, 2015).
Di dalam tahap ini lingkup lingkungan semakin luas, tidak hanya di
lingkungan keluarga atau sekolah, namun juga di masyarakat. Pencarian jati diri
mulai berlangsung dalam tahap ini. Apabila seorang remaja dalam mencari jati
dirinya bergaul dengan lingkungan yang baik maka akan tercipta identitas yang
2
baik pula. Namun sebaliknya, jika remaja bergaul dalam lingkungan yang kurang
baik maka akan timbul kekacauan identitas pada diri remaja tersebut.
Peran keluarga mempengaruhi perkembangan remaja. Akan tetapi tidak
selamanya keluarga terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak. Salah satu yang banyak
dijumpai dalam masyarakat saat ini adalah keberadaan orang tua tunggal. Gejala
keluarga dengan orang tua tunggal pada masyarakat maju cenderung
menunjukkan peningkatan yang disebabkan oleh urbanisasi, perceraian, dan
kematian (Utomo, 2013).
Semakin banyaknya fenomena orang tua tunggal maka semakin banyak
pula anak yang berada dalam kondisi keluarga tidak utuh. Remaja yang berasal
dari keluarga orang tua tunggal lebih rentan mengalami masalah dalam kehidupan
remaja sehari-hari, dibandingkan dengan remaja yang dibesarkan oleh keluarga
yang orang tuanya utuh. Adapun masalah yang di alami remaja dalam keluarga
yang orang tuanya tidak utuh adalah bersikap tertutup, memiliki hubungan sosial
yang tidak baik, aktif secara seksual dalam usia dini, memiliki kecemasan yang
tinggi dan sukar untuk bersikap depresi (Farida, 2012).
Sementara Santrock (2007) menyatakan bahwa anak-anak dari keluarga
bercerai lebih memiliki kecenderungan untuk mengalami masalah akademis,
menunjukkan masalah-masalah eksternal (seperti, menyuarakan perasaan dan
kenakalan) dan masalah internal (seperti, kecemasan dan depresi), kurang
memiliki tanggung jawab sosial, memiliki hubungan intim yang kurang baik,
putus sekolah, aktif secara seksual di usia dini, dan memiliki nilai diri yang
rendah.
3
Keluarga tidak utuh memiliki pengaruh negatif bagi perkembangan anak.
Dalam masa perkembangan, individu membutuhkan suasana keluarga yang hangat
dan penuh kasih sayang. Dalam keluarga tidak utuh, kebutuhan ini tidak
didapatkan secara memuaskan (Retnowati, 2008). Hal ini akan berdampak pada
perkembangan emosi anak saat beranjak remaja. Seperti yang diketahui, keluarga
adalah agen sosial pertama yang dikenal oleh anak. Dalam mengelola emosi,
peran orang tua menjadi sangat penting bagi individu. Sikap dan perilaku anggota
keluarga akan dijadikan pembelajaran dan model bagi anak yang kemudian akan
mempengaruhi perkembangan emosi dan kemudian akan melekat menjadi
kepribadian.
Fenomena mengenai emosi remaja dengan orang tua tunggal dapat dilihat
dari studi pendahuluan yang dilakukan oleh penulis secara online yang melibatkan
36 remaja dengan usia 12-18 tahun. Hasil studi pendahuluan tersebut
menunjukkan bahwa 42% remaja merasa sepi, 25% merasa sedih, 19% merasa
kecewa, 11% merasa bahagia dan 3% merasa marah. Dari hasil studi pendahuluan
tersebut dapat disimpulkan bahwa remaja dengan orang tua tunggal lebih sering
merasakan emosi negatif daripada emosi positif. Walaupun demikian, tidak semua
remaja dengan orang tua tunggal memiliki situasi yang sama mengenai emosi
yang dirasakannya. Terlihat dari adanya remaja yang merasa bahagia walaupun ia
berada dalam keluarga yang tidak utuh. Maka dari itu, penulis tertarik lebih lanjut
untuk meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi regulasi emosi remaja
dengan orang tua tunggal.
4
Dalam masa remaja, individu mengalami perubahan emosi. Emosi remaja
yang cenderung meledak-ledak dan sulit dikendalikan apabila tidak dikelola
dengan baik dapat menimbulkan berbagai masalah bagi remaja dan lingkungan
sekitarnya (Tejena & Sukmayanti, 2018). Dalam hal emosi yang negatif,
umumnya remaja belum dapat mengontrolnya dengan baik (Nisfiannoor &
Kartika, 2004).
Meninjau dari penjelasan mengenai emosi remaja di atas, remaja perlu
memiliki kemampuan untuk mengelola emosi sebagai bagian dari penyesuaian
diri. Pengelolaan emosi dikenal dengan istilah regulasi emosi yang merupakan
cara individu mengurangi pengalaman emosi negatif melalui kendali perilaku dan
mental, melibatkan proses kesadaran dan ketidaksadaran yang dapat
meningkatkan pengalaman dan pengekspresian emosi positif serta mengurangi
pengalaman dan pengekspresian emosi negatif (Latifa, 2015). Kemampuan
meregulasi emosi ini diharapkan dapat membantu remaja dalam mengatasi
berbagai masalah-masalah atau perilaku beresiko dalam kehidupan sehari-hari.
Lebih lanjut Garnefski, Kraaj dan Spinhoven (2001) mengungkapkan
bahwa regulasi emosi tidak bisa terlepas dari kehidupan manusia. Kesadaran atau
proses kognitif membantu individu mengatur emosi-emosi atau perasaan-
perasaan, dan menjaga emosi tersebut agar tidak berlebihan, misalnya setelah atau
sedang mengalami stres. Oleh sebab itu kebiasaan remaja menguasai emosi-emosi
yang negatif dapat membuat mereka sanggup mengontrol emosi dalam banyak
situasi.
5
Kemampuan mengekspresikan emosi yang dilakukan baik secara lisan
maupun tulisan dapat membantu meningkatkan kesehatan, kesejahteraan
psikologis dan fungsi fisik pada seseorang saat mengalami peristiwa traumatik
dalam hidupnya dan membantu mengatasi distres psikologis (Hidayati,
Mulawarman, & Awalya, 2017). Maka dari itu seseorang diharapkan tidak hanya
memiliki emosi saja namun diharapkan juga dapat mengontrol dengan baik emosi
mereka itu sendiri yang dapat dikategorikan sebagai regulasi emosi (Dwityaputri
& Sakti, 2015)
Faktor yang diduga berkaitan dengan regulasi emosi adalah peer
attachment. Ketika remaja, seseorang akan mengalami periode kritis hubungan
mereka dengan kelekatannya. Walaupun demikian, pada usia tersebut seseorang
akan memulai membangun hubungan dengan teman terdekatnya. Sebuah
penelitian terdahulu telah dilakukan untuk meneliti hubungan peer attachment
dengan regulasi emosi terhadap siswa boarding school SMA Negeri 10
Samarinda. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa remaja yang memiliki
kelekatan teman sebaya yang baik akan mampu mengkomunikasikan secara
terbuka mengenai emosi negatif yang ia rasakan (Rasyid, 2012).
Penelitian tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh
Zimmermann, Maier, Winter dan Grossmann (2001) yang menganalisis bahwa
seorang remaja yang mampu menjalin hubungan dengan temannya akan tetap
mampu bekerja dengan baik saat mengerjakan tugas pemecahan masalah ketika
mereka merasa bingung dan frustasi dalam proses penyelesaian tugas tersebut.
6
Selain peer attachment, religiusitas juga merupakan faktor yang diduga
berkaitan dengan regulasi emosi seseorang. Setiap agama mengajarkan seseorang
untuk dapat mengontrol emosinya. Seseorang yang tinggi tingkat religiusitasnya
akan berusaha untuk menampilkan emosi yang tidak berlebihan bila dibandingkan
dengan orang yang tingkat religiusitasnya rendah. Religiusitas menjadi salah satu
hal yang dapat membantu remaja dalam menghadapi masa-masa yang demikian.
Norma agama merupakan kebutuhan psikologis yang akan memberikan keadaan
mental yang seimbang yang kemudian dapat menjadikan remaja mampu
mengontrol emosinya (Rahayu, 2008).
Beranjak dari penjelasan dan keterangan yang telah dipaparkan, regulasi
emosi pada remaja dengan orang tua tunggal dianggap penting untuk diteliti.
Sejauh ini, penulis tidak banyak menemukan studi literatur yang mengukur peer
attachment dan religiusitas terhadap regulasi emosi remaja dengan orang tua
tunggal. Hal ini menjadi menarik dan maka dari itu penulis akan melakukan
penelitian mengenai “Pengaruh Peer Attachment dan Religiusitas terhadap
Regulasi Emosi Remaja dengan Orang tua Tunggal”.
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.2.1 Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas, maka penulis
membatasai ruang lingkup masalah penelitian ini pada pengaruh independent
variabel, yaitu peer attachment dan religiusitas, terhadap dependent variable,
yaitu regulasi emosi remaja dengan orang tua tunggal. Adapun pembatasan pada
masing-masing variabel sebagai berikut:
7
1. Regulasi emosi yang dimaksud dalam penelitian ini mengacu pada penjesalan
Gross (2002), yaitu proses kompleks yang bertanggung jawab untuk memulai,
menghambat, atau memodulasi seseorang dalam menanggapi situasi tertentu.
2. Peer attachment dalam penelitian ini sesuai dengan penjelasan Armsden dan
Greenberg (1987) merupakan kekuatan ikatan yang melekat yang terjadi
antara seorang anak dengan teman-temannya, baik dengan seseorang maupun
dengan kelompok sebayanya.
3. Religiusitas dalam penilitian ini sesuai dengan dimensi yang dijelaskan oleh
Glock dan Stark (1966) yaitu seberapa jauh pengetahuan, seberapa kokoh
keyakinan, seberapa tekun pelaksanaan ibadah dan seberapa dalam
penghayatan agama yang dianut seseorang.
4. Remaja yang dimaksud dalam penelitian ini adalah individu yang berusia
antara 12-18 tahun yang tinggal dengan orang tua tunggal baik ayah atau ibu
yang disebabkan oleh perceraian atau pun salah satu orang tua meninggal
dunia.
1.2.2 Rumusan Masalah
1. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan dari peer attachment dan
religiusitas terhadap regulasi emosi pada remaja dengan orang tua tunggal?
2. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan dari masing-masing dimensi peer
attachment yang terdiri dari dimensi kepercayaan, komunikasi, dan
keterikatan terhadap regulasi emosi pada remaja dengan orang tua tunggal?
3. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan dari masing-masing dimensi
religiusitas yang terdiri dari intelektual, ideologi, ibadah individu, ibadah
8
kelompok, dan pengalaman terhadap regulasi emosi pada remaja dengan
orang tua tunggal?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1. Mengetahui pengaruh dari peer attachment dan religiusitas terhadap regulasi
emosi remaja dengan orang tua tunggal.
2. Mengetahui pengaruh dari masing-masing dimensi peer attachment yang
terdiri dari kepercayaan, komunikasi dan keterikatan terhadap regulasi emosi
remaja dengan orang tua tunggal..
3. Mengetahui pengaruh dari masing-masing dimensi religiusitas yang terdiri
dari intelektual, ideologi, ibadah individu, ibadah kelompok, dan pengalaman
terhadap regulasi emosi remaja dengan orang tua tunggal.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memperoleh hasil dan memberi manfaat antara
lain:
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan
yang berkaitan dengan permasalahan remaja, khususnya bagi psikologi
perkembangan dan psikologi sosial agar dapat lebih memahami kondisi-
kondisi psikologis remaja terutama pada remaja dengan orang tua tunggal.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan masyarakat mengenai
pentingnya mengetahui perkembangan psikologis remaja, khususnya pada
9
remaja dengan orang tua tunggal. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
digunakan untuk mencegah terjadinya pada perkembangan remaja dengan
orang tua tunggal agar dapat berkembang dengan baik, khususnya dalam
perkembangan emosi.
10
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1.Regulasi Emosi
2.1.1. Emosi pada Remaja
Istilah emosi berasal dari bahasa Latin (emovere), yang berarti bangkit, pindah,
gerak, atau aduk (Roeckelein, 2013). Makna ini menyiratkan kesan bahwa
kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi (Hude, 2006).
Dalam mendefinisikan emosi, para psikolog berfokus pada tiga komponen utama:
perubahan fisiologis pada wajah, otak dan tubuh; proses kognitif seperti
interpretasi suatu peristiwa; serta pengaruh budaya yang membentuk pengalaman
dan ekspresi emosi (Wade & Travis, 2007).
Hude (2006) mendefinisikan emosi sebagai suatu gejala psiko-fisiologis
yang menimbulkan efek pada persepsi, sikap, dan tingkah laku, serta
mengejawantah dalam bentuk ekspresi tertentu. Sedangkan Jahja (2011)
mendefinisikan emosi sebagai suatu keadaan pada diri organisme ataupun
individu pada suatu waktu tertentu yang diwarnai dengan adanya gradasi afektif
mulai dari tingkatan yang lemah sampai pad tingkatan yang kuat, seperti tidak
terlalu kecewa dan sangat kecewa. Berbagai emosi dapat muncul dalam diri
seperti sedih, gembira, kecewa, benci, cinta, marah. Sebutan yang diberikan pada
emosi tersebut akan mempengaruhi bagaimana seseorang berpikir dan bertindak
mengenai perasaan tersebut.
Sobur (2003) mengungkapkan bahwa semua emosi pada dasarnya
melibatkan berbagai perubahan tubuh yang tampak dan tersembunyi, baik yang
11
dapat diketahui atau tidak, seperti perubahan dalam pencernaan, denyut jantung,
tekanan darah, jumlah hemoglobin, sekresi adrenalin, jumlah dan jenis hormon,
malu, sesak napas, gemetar, pucat, pingsan, menangis, dan rasa mual.
Menurut Hurlock (2002) pola emosi masa remaja adalah sama dengan
pola emosi masa kanak-kanak. Perbedaannya terletak pada rangsangan yang
membangkitkan emosi dan intensitasnya, khususnya pada latihan pengendalian
individu terhadap pengungkapan emosi mereka. Remaja tidak lagi
mengungkapkan amarahnya dengan cara yang „meledak-ledak‟, melainkan
dengan menggerutu, tidak mau berbicara, atau dengan suara keras mengkritik
orang lain yang menyebabkannya marah.
Sebagaimana dijelaskan oleh Hurlock (2002) bahwa masa remaja
dianggap sebagai periode “badai dan tekanan,” suatu masa di mana ketegangan
emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Adapun
meningginya emosi terutama karena remaja berada di bawah tekanan sosial dan
menghadapi kondisi baru, sedangkan selama masa kanak-kanak ia kurang
mempersiapkan diri untuk menghadapi keadaan-keadaan tersebut. Namun tidak
semua remaja mengalami masa badai dan tekanan, namun benar bahwa sebagian
besar mengalami ketidakstabilan dari waktu ke waktu sebagai konsekuensi dari
penyesuaian diri pada pola perilaku dan harapan sosial yang baru.
Santrock (2007) mengungkapkan bahwa di masa remaja, individu
cenderung lebih menyadari siklus emosionalnya, seperti perasaan bersalah karena
marah. Kesadaran yang baru ini meningkatkan kemampuan remaja dalam
mengatasi emosinya. Remaja juga lebih terampil dalam menampilkan emosi-
12
emosinya ke orang lain. Sebagai contoh, mereka menjadi menyadari pentingnya
menutupi rasa marah dalam relasi sosial. Mereka juga lebih memahami bahwa
kemampuan mengomunikasi emosi-emosinya secara konstruktif dapat
meningkatkan kualitas relasi mereka.
Santrock (2007) lebih lanjut menjelaskan meskipun meningkatnya
kemampuan kognitif dan kesadaran dari remaja dapat mempersiapkan mereka
untuk menghadapi stres dan fluktuasi emosional secara lebih efektif, banyak
remaja tidak dapat mengelola emosinya secara lebih efektif. Sebagai akibatnya,
mereka rentan mengalami depresi, kemarahan, kurang mampu meregulasi
emosinya, yang selanjutnya dapat memicu munculnya berbagai masalah seperti
kesulitan akademis, penyalahgunaan obat, kenakalan remaja, atau gangguan
makan.
2.1.2. Definisi Regulasi Emosi
Gross (2002) mengungkapkan bahwa regulasi emosi adalah proses
kompleks yang bertanggung jawab untuk memulai, menghambat, atau
memodulasi seseorang dalam menanggapi situasi tertantu. Regulasi emosi juga
didefinisikan sebagai pembentukan emosi seseorang, emosi yang dimiliki, dan
pengalaman atau bagaimana seseorang mengekspresikan emosi. Karena itu,
regulasi emosi berkaitan dengan bagaimana emosi itu sendiri diatur dan bukan
bagaimana emosi mengatur sesuatu yang lain (Gross, 2014).
Latifa (2015) mendefinisikan regulasi emosi sebagai cara individu
mengurangi pengalaman emosi negatif melalui kendali perilaku dan kendali
mental, melibatkan proses kesadaran dan ketidaksadaran yang dapat
13
meningkatkan pengalaman dan pengekspresian emosi positif dan mengurangi
pengalaman dan pengekspresian emosi negatif.
Gross dan Thompson (2007) menyatakan bahwa regulasi emosi adalah
serangkaian proses dimana emosi diatur sesuai dengan tujuan individu, baik
dengan cara otomatis atau dikontrol, disadari atau tidak disadari dan melibatkan
banyak komponen yang bekerja terus menerus sepanjang waktu. Regulasi emosi
melibatkan perubahan dalam dinamika emosi atau waktu munculnya, besarnya,
lamanya dan mengimbangi respon perilaku, pengalaman atau fisiologis. Regulasi
emosi dapat mempengaruhi, memperkuat atau memelihara emosi, tergantung pada
tujuan individu.
Goleman (2003) mengungkapkan bahwa kemampuan dalam meregulasi
emosi akan membuat individu terhindar dari hal-hal yang mungkin membuat
individu tersebut berada dalam kesulitan bila tidak dapat mengelola emosinya
karena munculnya dampak negatif dari perilaku yang muncul akibat
ketidakmampuan dalam mengendalikan impuls emosi. Dengan kata lain, jika
individu memiliki kemampuan regulasi emosi yang baik maka individu tersebut
mampu berperilaku sesuai dengan harapan lingkungannya.
Dari beberapa definisi yang dijelaskan oleh para ahli di atas, penulis
memilih teori yang disampaikan oleh Gross (2002) yang mengungkapkan bahwa
regulasi emosi adalah proses kompleks yang bertanggung jawab untuk memulai,
menghambat, atau memodulasi seseorang dalam menanggapi situasi tertentu.
Teori ini juga memiliki landasan moral, bahwa seseorang tidak hanya memiliki
emosi namun juga harus dapat mengatur emosinya.
14
2.1.3. Dimensi Regulasi Emosi
Gross menjelaskan bahwa proses regulasi emosi terbagi dalam lima hal yaitu
seleksi situasi, modifikasi situasi, pengalihan atensi, perubahan kognisi dan
modulasi respon. Menurut Gross (2002) terdapat dua model regulasi emosi, yaitu:
1. Cognitive Reappraisal
Model regulasi emosi ini merupakan model perubahan kognitif yang berfokus
pada antecedent atau pemicu emosi. Strategi ini melibatkan perubahan
kognisi yang menguraikan situasi potensial dan berdampak pada perubahan
emosi yang diinginkan.
2. Expressive Supression
Model regulasi emosi ini merupakan modulasi respon yang dapat
menghambat perilaku ekspresi emosional yang sedang berlangsung. Startegi
ini berfokus pada respon, munculnya terjadi setelah respon emosi muncul.
Selain dimensi di atas, Garnefski, Riefe, Jellesma, Terwogt dan Kraaij (2007)
menjelaskan bahwa dimensi-dimensi regulasi emosi, yang masing-masing
berhubungan dengan sesuatu yang dipikirkan dan bukan sesuatu yang sebenarnya
dilakukan dalam kehidupan nyata dalam mengatasi stres meliputi:
1. Self-blame, berhubungan dengan pikiran untuk menyalahkan diri sendiri atas
apa yang telah dialami.
2. Acceptance, berhubungan dengan pikiran untuk menerima apa yang telah
dialami dan menyerahkan diri sendiri atas apa yang telah terjadi (pasrah).
3. Rumination, berhubungan dengan pikiran mengenai perasaan-perasaan dan
pikiran-pikiran yang berhubungan dengan kejadian yang negatif.
15
4. Positive refocusing, berhubungan dengan pikiran mengenai persoalan yang
menggembirakan dan menyenangkan daripada memikirkan mengenai
kejadian nyata.
5. Planning, berhubungan dengan pikiran mengenai cara-cara apa yang telah
diambil dan bagaimana cara menangani kejadian yang negatif.
6. Positive reappraisal, berhubungan dengan pikiran yang membubuhkan arti
posotif terhadap kejadian yang telah dialami.
7. Putting into perspective, berhubungan dengan pikiran yang merendahkan
keseriusan atau suatu kejadian atau menekankan kerelatifannya jika
dibandingkan dengan kejadian-kejadian lain.
8. Catastrophizing, berhubungan dengan pikiran-pikiran yang menekankan dan
menteror individu sehubungan dengan kejadian yang dialami.
9. Other-blame, berhubungan dengan pikiran untuk menyalahkan orang lain atas
sesuatu yang telah dialami.
2.1.4. Faktor yang Mempengaruhi Regulasi Emosi
Terdapat beberapa faktor yang diduga dapat mempengaruhi regulasi emosi
seseorang, antara lain:
1. Peer Attachment
Ketika remaja, seseorang akan mengalami periode kritis hubungan mereka dengan
kelekatannya. Walaupun demikian, pada usia tersebut seseorang akan memulai
membangun hubungan dengan teman terdekatnya. Remaja yang memiliki peer
attachment yang baik akan mampu mengkomunikasikan secara terbuka mengenai
emosi negatif yang ia rasakan (Rasyid, 2012).
16
2. Religiusitas.
Setiap agama mengajarkan seseorang diajarkan untuk dapat mengontrol emosinya.
Seseorang yang tinggi tingkat religiusitasnya akan berusaha untuk menampilkan
emosi yang tidak berlebihan bila dibandingkan dengan orang yang tingkat
religiusitasnya rendah. Religiusitas yang tinggi artinya remaja dapat membentengi
dirinya dengan kemampuan mengendalikan diri dengan landasan nilai-nilai moral
(agama) yang dianut dan dipahami dengan baik (Nisya&Sofiah, 2012).
3. Usia
Penelitian yang dilakukan oleh Brummer, Stopa dan Bucks (2013)
mengungkapkan bahwa ada pengaruh yang disebabkan oleh usia terhadap regulasi
emosi seseorang. Dalam penelitian tersebut, dibandingkan dengan individu dalam
usia dewasa awal, individu dengan usia dewasa akhir cenderung melakukan
supression yang lebih besar sebagai strategi regulasi emosinya.
4. Kepribadian
Purnamaningsih (2017) mengungkapkan bahwa perbedaan antar individu dalam
strategi regulasi emosi dapat berakar dari sifat-sifatnya kepribadian mereka.
Perbedaan individual yang diteliti sebagai bentuk kepribadian ini kemudian
dianggap menjadi faktor penting dalam regulasi emosi.
Dari beberapa faktor yang dipaparkan menunjukkan bahwa peer
attachment dan religiusitas cukup banyak memberikan kontribusi pada
kemampuan regulasi emosi.
17
2.1.6 Pengukuran regulasi emosi
Penelitian-penelitian yang sudah dilakukan terkait regulasi emosi menggunakan
alat ukur. Berikut ini adalah alat ukur regulasi emosi:
1. The Emotion Regulation Questionnaire (Gross & John, 2003)
Alat ukur ini terdiri dari 10 item pengukuran terkait antecedent dan response
focused dalam regulasi emosi. Ini melibatkan item positif (misalnya, ketika saya
merasa lebih baik, saya merubah cara berfikir tentang situasi yang dihadapi) dan
item negatif (misalnya, ketika saya ingin mengurangi perasaan negatif, saya akan
merubah cara pandang tentang situasi yang dihadapi).
2. Skala Regulasi Emosi
Alat ukur ini dibuat oleh Latifa (2015) yang terdiri dari 19 item terkait dengan
kemampuan regulasi emosi seseorang. Item-item tersebut dbuat dari dimensi
regulasi emosi yang dikemukakan oleh Gross, yaitu cognitive reappraisal dan
expressive suppression. Respon jawaban dibuat ke dalam skala likert. Mulai dari
„tidak pernah‟ sampai „selalu‟.
Dari beberapa alat ukur yang ada, penulis menggunakan skala regulasi
emosi yang dibuat oleh Latifa (2015) berdasarkan persetujuan darinya. Alasan
penulis menggunakan alat ukur ini karena sudah teranalisis cukup baik. Selain itu,
alat ukur ini juga telah digunakan dalam penelitian mengenai regulasi emosi
remaja yang dilakukan oleh Fihadinata (2016).
18
3.2. Peer Attachment
2.2.1 Attachment
Graham (2015) menjelaskan bahwa teori attachment berakar pada keyakinan
bahwa di awal masa bayi, hubungan antara bayi dan pengasuh memiliki pengaruh
penting pada masa perkembangan manusia dan bagaimana mereka melanjutkan
pembentukan hubungan di kemudian hari. John Bowlby dikenal sebagai bapak
teori keterikatan, ia yang menciptakan teori tersebut. Mary Ainsworth, kolega
Bowlby, memindahkan teori kelekatan pada ilmu yang dapat diukur dengan
penciptaan “Strange Situation Laboratory.”
Kelekatan merupakan hal yang penting sebagai dasar perkembangan
psikososial anak. Bowlby (dalam Laumi & Adiyanti, 2012) menjelaskan bahwa
kelekatan adalah pusat ikatan kasih sayang antara seorang individu dengan tokoh-
tokoh penting dalam hidup seseorang. Lebih lanjut Bowlby (dalam Aryanti, 2015)
menyatakan bahwa kelekatan adalah suatu ikatan emosi yang kuat antara anak dan
pengasuhnya. Pengasuh dapat ibu, baby sitter, ayah atau orang dewasa lain yang
mampu memberikan kenyamanan bagi anak. Orang yang dijadikan objek lekat
oleh anak dinamakan figur lekat. Lebih lanjut Bowlby mengatakan bahwa
kelekatan pada anak terhadap figur lekat adalah akibat aktifnya suatu sistem
tingkah laku yang membutuhkan kedekatan.
Menurut Bowlby (dalam Mohamed, Hamzah, Ismail, & Samah 2017) orang
tua adalah tokoh atau komponen paling dekat dalam perkembangan seseorang.
Peran orang tua dalam perkembangan remaja sangat luas pembahasannya dalam
ilmu perkembangan. Ikatan biologis, psikologis dan emosional yang dibangun
19
oleh orang tua dengan anak adalah hubungan tanpa batas dan hubungan ini
berkembang menjadi model keterikatan yang berkelanjutan. Keterikatan antara
orang tua dan anak membentuk perilaku tertentu.
Bowlby (dalam Graham, 2015) percaya bahwa perilaku manusia dapat
dipahami dengan mempertimbangkan lingkungan dari mana manusia berasal; ia
menyebut lingkungan ini sebagai lingkungan adaptasi. Sepanjang sejarah
manusia, bayi perlu tetap dejat dengan orang dewasa untuk bertahan hidup. Teori
kelekatan mendefinisikan kelekatan sebagai ikatan antara individu dengan seorang
figur kelekatannya. Hal ini didasarkan pada kebutuhan akan keamanan dan
perlindungan yang merupakan sesuatu yang sangat penting pada masa bayi dan
masa kanak-kanak. Bayi secara naluriah menempel pada pengasuh mereka untuk
perlindungan dan kelangsungan hidup.
Selain Bowlby, Mary Ainsworth (dalam Graham, 2015) berkontribusi
penting dalam evolusi konsep kelekatan. Dengan menciptakan Strange Situation
Laboratory Procedure, ia mampu memindahkan teori kelekatan menjadi teori
ilmiah melalui pengukuran. Untuk pertama kalinya, Strange Situation mampu
memberikan bukti empiris tentang pentingnya ikatan emosional antara anak dan
pengasuh. Strange Situation adalah penilaian laboratorium yang berlangsung
sekitar dua puluh menit, di mana bayi dan ibunya dihadapkan pada situasi yang
berbeda-beda.
Ainsworth (dalam Graham, 2015) menemukan banyak penemuan setelah
menyelesaikan Strange Situation. Faktor penting yang ia temukan adalah
perbedaan utama antara secure dan insecure dalam kualitas komunikasi individu
20
dalam hubungan mereka dengan figur kelekatannya. Securely attached babies
yaitu bayi yang menetapkan pengasuh sebagai pedoman keamanan dalam
mengeksplorasi lingkungannya, insecure avoidant babies yaitu bayi yang
menunjukkan insekuritas dengan cara menghindari ibunya, insecure resistant
babies yaitu bayi yang mungkin menempel pada pengasuhnya, lalu menolak
kedekatannya misalnya dengan menendang atau mendorong serta insecure
disorganized babies yaitu bayi menunjukkan insekuritas dengan cara berlaku
tidak terorganisasi dan tidak terorientasi.
2.2.2 Perkembangan Attachment pada Remaja
Menurut Santrock (2003) pada masa remaja, figur attachment yang banyak
memainkan peran penting adalah teman sebaya (peer) dan orang tua. Ketika usia
remaja, individu akan membentuk ikatan lebih erat dengan teman sebayanya.
Ketika remaja, seseorang akan mengalami periode kritis hubungan mereka dengan
kelekatannya. Remaja yang memiliki peer attachment yang baik akan mampu
mengkomunikasikan secara terbuka mengenai emosi negatif yang ia rasakan.
Hurlock (2002) mengungkapkan bahwa salah satu tugas perkembangan
masa remaja yang tersulit adalah yang berhubungan dengan penyesuaian sosial.
Remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis dalam hubungan yang
sebelumnya belum pernah ada dan harus menyesuaikan dengan orang dewasa di
luar lingkungan keluarga dan sekolah. Unutk mencapai tujuan dari pola sosialisasi
dewasa, remaja harus membuat banyak penyesuaian baru. Hal yang terpenting dan
tersulit adalah meningkatnya pengaruh kelompok sebaya, perubahan dalam
perilaku sosial, pengelompokan sosial yang baru, nilai-nilai baru dalam seleksi
21
persahabatan, nilai-nilai baru dalam lingkungan penolakan sosial, dan nilai-nilai
baru dalam seleksi pemimpin.
Kehadiran teman sebaya dirasa perlu dalam kehidupan remaja untuk
mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Santrock (2010) mengatakan, teman
sebaya mampu memberikan nilai positif pada remaja tersebut dengan memberikan
informasi-informasi mengenai pembandingan identitas dirinya. Hubungan timbal
balik dengan teman sebaya merupakan peran yang mungkin penting agar
perkembangan anak menjadi normal. Dalam sebuah studi, hubungan teman sebaya
yang buruk pada masa kanak-kanak berhubungan dengan dikeluarkannya anak
dari sekolah dan perilaku buruk selama remaja. Dalam studi yang lain, hubungan
teman sebaya yang harmonis pada masa remaja dihubngkan dengan kesehatan
mental yang positif pada usia paruh baya (Santrock, 2009).
Selain itu, kehidupan sosial remaja juga ditandai dengan gejala
meningkatnya pengaruh teman sebaya dalam kehidupan mereka. Sebagian besar
waktunya dihabiskan untuk berhubungan atau bergaul dengan teman-teman
sebaya mereka. Dalam suatu investigasi, ditemukan bahwa anak berhubungan
dengan teman sebaya 10% dari waktunya setiap hari pada usia 2 tahun, 20% pada
usia 4 tahun, dan lebih dari 40% pada usia antara 7-11 tahun (Desmita, 2005).
2.2.3 Definisi Peer Attachment
Selain keluarga dan guru, teman sebaya juga memainkan peran penting dalam
perkembangan anak. Dalam konteks perkembangan anak, teman sebaya adalah
anak-anak dengan usia atau tingkat kedewasaan yang kurang lebih sama. Interaksi
teman sebaya yang memiliki usia yang sama memainkan peran khusus dalam
22
perkembangan sosioemosional anak-anak. Salah satu fungsi yang paling penting
dari kelompok teman sebaya adalah untuk memberikan sumber informasi dan
perbandingan tentang dunia di luar keluarga (Santrock, 2009).
Interaksi dengan teman sebaya merupakan permulaan hubungan
persahabatan dan hubungan peer. Menurut Santrock, peers adalah individu-
individu yang memiliki usia dan tingkat kematangan yang sama (Santrock, 2009).
Peer group (kelompok teman sebaya) membantu anak memilih nilai-nilai yang
mereka anut, memberikan rasa aman secara emosional. Bila anak tidak memiliki
peer group, mereka cenderung tidak dewasa dan keterampilan sosialnya menjadi
terbatas.
Armsden dan Greenberg (1987) menjelaskan meskipun individu
memelihara ikatan terhadap pihak lain sepanjang perjalanan hidupnya, namun
hubungan dengan teman sebaya menjadi relevan ketika individu memasuki usia
remaja. Pada saat itu, remaja mengembangkan ikatan yang erat dengan individu
lain di luar sistem keluarga. Ikatan yang erat tersebut terbentuk karena jalinan
komunikasi dan sistem kepercayaan yang tercipta dengan baik.
Menurut Gorrese dan Ruggieri (2012), remaja dalam memenuhi tugas
perkembangannya, remaja yang telah mengembangkan hubungan kelekatan
dengan orang tua mereka dan memulai menyeimbangkan kebutuhan otonomi
dengan kebutuhan dalam menjaga ikatan emosional kemudian akan menjalin
kelekatan tersebut dengan teman sebayanya.
Berdasarkan beberapa definisi mengenai peer attachment, penulis
mengacu pada teori Armsden dan Greenberg (1987), yang mengatakan bahwa
23
peer attachment merupakan ikatan yang erat dengan teman sebaya yang terbentuk
karena jalinan komunikasi dan sistem kepercayaan yang tercipta dengan baik.
2.2.3 Dimensi Attachment
Menurut Armsden dan Greenberg (1987) terdapat tiga dimensi dari kualitas
attachment yaitu :
1. Kepercayaan.
Kepercayaan didefinisikan sebagai perasaan aman dan keyakinan bahwa
orang lain akan membantu atau memenuhi kebutuhan individu. Kepercayaan
dapat muncul saat hubungan terjalin dengan kuat. Kepercayaan pada figur
attachment merupakan proses pembelajaran dimana hal ini akan muncul
setelah adanya pembentukan rasa aman melalui pengalaman-pengalaman
secara konsisten kepada individu. Kepercayaan juga merupakan kualitas
penting dalam suatu hubungan kelekatan dengan teman sebaya.
2. Komunikasi.
Adanya komunikasi yang baik maka akan menciptakan ikatan emosional
yang kuat antara orangtua dan anak. Pada remaja, aspek komunikasi
ditunjukkan dengan adanya ungkapan perasaan, teman sebaya menanyakan
permasalahan yang dihadapi individu, meminta pendapat teman sebaya dan
teman sebaya membantu individu untuk memahami dirinya sendiri.
3. Keterikatan.
Keterikatan berkaitan erat dengan perasaan terasing, marah dan pengalaman
perpisahan pada hubungan attachment teman sebaya. Keterikatan ini
24
dijelaskan dengan perasaan aman dengan kehadiran figur attachment dan
perasaan kurang aman ketika dihadapkan dengan situasi sebaliknya.
2.2.5 Pengukuran Peer Attachment
Penelitian-penelitian yang sudah dilakukan terkait peer attachment
menggunakan alat ukur. Pengukuran peer attachment dalam penelitian ini
menggunakan instrumen the Inventory of Parent and Peer Attachment kepada
teman sebaya (IPPA) yang terdapat dalam penelitian yang dilakukan oleh
Armsden & Greenberg (1987). Dalam intrumen tersebut, terdapat 24 item yang
mengukur kelekatan. Item-item tersebut meliputi ketiga dimensi kelekatan
yaitukepercayaan, komunikasi, dan keterikatan.
Penulis menggunakan alat ukur ini karena memiliki nilai relibilitas tinggi
untuk setiap item dari ayah, ibu dan teman sebaya. Namun peneliti hanya akan
menggunakan item kelekatan terhadap teman sebaya sesuai dengan tema
penelitian penulis.
2.3 Religiusitas
2.3.1 Religiusitas pada Remaja
Religiusitas merupakan fenomena yang berkembang pada individu manusia,
artinya individu dapat memiliki tingkat religiusitas yang tinggi (berkembang
dengan baik) tetapi juga dapat memiliki tingkat religiusitas yang rendah (tidak
berkembang dengan baik). Hal ini terlihat dari adanya perubahan tingkat
religiusitas pada seseorang, yang awalnya cenderung sejalan dengan orang tua,
tetapi setelah berinteraksi dengan lingkungan sekolah dan teman sebaya maka
semakin bertambah pengetahuannya sehingga diikuti perubahan perilaku termasuk
25
dalam perilaku beragama yang semakin baik. Namun, tingkat religiusitas
seseorang juga dapat menjadi menurun setelah berinteraksi dengan lingkungan
luar yang kurang mendukung. Oleh sebab itu religiusitas merupakan fenomena
sosial psikologis yang terjadi pada diri manusia yang bisa dipengaruhi oleh
banyak faktor baik dari luar dirinya maupun yang ada di dalam dirinya (Warsiyah,
2018).
Pada masa remaja, dibutuhkan keyakinan dan pengamalan yang kuat
terhadap ajaran-ajaran agama guna mengurangi perilaku-perilaku menyimpang
(Palupi, Purwanto, & Noviyani, 2013). Diasumsikan remaja yang memiliki
religiusitas rendah maka tingkat kenakalannya tinggi artinya dalam berperilaku
tidak sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya dan sebaliknya semakin tinggi
tingkat religiusitasnya maka semain rendah kenakalan pada remaja artinya dalam
berperilaku sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya karena ia memandang
agama sebagai tujuan utama hidupnya sehingga ia berusaha menginternalisasi
ajaran agamanya dalam perilaku sehari-hari (Andisti & Ritandiyono, 2008).
Religiusitas memiliki peran penting bagi perkembangan remaja. Hal ini
bisa ditinjau dari aspek-aspek perkembangan yang dialami oleh mereka. Remaja
cenderung mengintegrasikan keyakinan, nilai-nilai, dan moral dari agama ke
dalam pandangan dunia dan identitas mereka. Religiusitas juga memiliki implikasi
pada fungsi sosio-emosional, yang selanjutnya dapat mempengaruhi spiritualitas
dan religiusitas remaja. Remaja dinilai lebih kritis dalam mengevaluasi identitas
dan keyakinan beragamannya dibandingkan anak-anak. Menurut King (dalam
26
Sallquist, Eisenberg, French, Purwono, & Suryanti, 2010), identitas agama remaja
cenderung dibangun dari ideologi agama dan spiritualitasnya.
Dibandingkan dengan masa awal anak-anak misalnya, keyakinan agama
remaja telah mengalami perkembangan yang cukup berarti. Kalau pada masa awal
anak-anak Tuhan dibayangkan sebagai person yang berada di atas awan, maka
pada masa remaja mereka mungkin berusaha mencari sebuah konsep yang lebih
mendalam tentang Tuhan dan eksistensinya (Desmita, 2005).
Dalam penelitian yang dilakukan Afiatin (1998) dijelaskan bahwa dalam
pembinaan kehidupan beragama pada remaja, faktor-faktor yang berpengaruh
dominan adalah faktor kepedulian dan konsistensi kedua orangtua dalam
pembinaan dan pelaksaan kehidupan beragama pada remaja sejak dini. Selain itu,
faktor yang dipandang berpengaruh terhadap kehidupan beragama remaja adalah
faktor tokoh masyarakat, teman sebaya dan media massa.
2.3.2 Definisi Religiusitas
Religiusitas adalah konsep yang mengacu pada fenomena sosial yang terkait
dengan bagaimana agama hidup dalam diri dan dialami oleh pemeluknya. Istilah
religiusitas merupakan istilah sosiologis dan psikologis yang komprehensif karena
digunakan untuk mencakup berbagai aspek aktivitas, dedikasi, dan keyakinan
keagamaan yang dimiliki atau dilakukan oleh seseorang (Holdcroft, 2006).
Secara mendalam Chaplin (2005) mengatakan bahwa religi merupakan
sistem yang kompleks yang terdiri dari kepercayaan, keyakinan yang tercermin
dalam sikap dan melaksanakan upacara-upacara keagamaan dengan maksud untuk
dapat berhubungan dengan Tuhan. Selain itu, Warsiyah (2018) mendefinisikan
27
religiusitas sebagai implementasi dari fenomena sosial psikologis yang
menggambarkan bahwa seseorang yang memeluk suatu agama, yakni seberapa
jauh seseorang memiliki, merasakan, mengamalkan, mewujudkan, mengikatkan
diri pada agama baik terhadap ajaran, sistem, maupun lembaga agama dalam
kehidupannya.
Menurut Glock dan Stark, religiusitas seseorang akan meliputi berbagai
macam sisi atau dimensi. Untuk mengevaluasi konstruk ini, Glock dan Stark
(Huber & Huber, 2012) mengonsepkan religiusitas ke dalam lima dimensi yang
komprehensif, antara lain ideologi, ritual, pengalaman, pengetahuan agama dan
konsekuensi. Namun kemudian pada tahun 1968 Glock dan Stark (dalam Nash,
1968) menghilangkan dimensi konsekuensi dan membagi dimensi ritual menjadi
dua bagian, yakni ibadah berkelompok dan ibadah individu.
Dari beberapa definisi yang diungkapakan di atas, dalam penelitian ini
penulis menggunakan teori religiusitas yang dikemukan oleh Glock dan Stark
(1966) yaitu seberapa jauh pengetahuan, seberapa kokoh keyakinan, seberapa
tekun pelaksanaan ibadah dan seberapa dalam penghayatan agama yang dianut
seseorang.
2.3.3 Dimensi Religiusitas
Glock dan Stark (dalam Huber & Huber, 2012) mengidentifikasikan religiusitas
dalam lima dimensi, yaitu:
28
1. Intelektual
Dimensi ini merupakan frekuensi individu memikirkan isu-isu tentang
keagamaan. Hal ini diindikasikan dengan adanya perilaku individu dalam
memperbarui pengetahuan agamanya.
2. Ideologi
Dimensi ini direpresentasikan sebagai keyakinan dasar pada agama yang
dianut. Hal ini didasarkan pada aspek logis pada keberadaan realitas
trasenden seperti seberapa yakin indvidu pada keberadaan Tuhan dan segala
sesuatu yang bersifat Ilahi.
3. Ibadah individu
Dimensi ini mengacu pada pola perilaku dan gaya ketaatan individu pada hal
yang bersifat transcendence. Hal ini bisa dilihat dari seberapa sering individu
bermeditasi dan berdoa.
4. Ibadah berkelompok
Dimensi ini mengacu pada pola perilaku dan rasa memiliki pada kelompok
sosial tertentu dan ritual tertentu. Secara umum bisa diukur dengan frekuensi
seseorang mengambil bagian pada pelayanan keagamaan.
5. Pengalaman
Dimensi ini mengacu pada pola persepsi pegalaman dan perasaan beragama.
Hal ini bisa diindikasikan dengan perasaan individu yang terhubung dengan
Tuhannya.
29
Selain dimensi di atas, dalam laporan penelitian yang diterbitkan oleh
Fetzer (1999) dijelaskan bahwa dimensi religiusitas terbagi menjadi dua belas
dimensi, yaitu:
1. Daily spiritual experiences merupakan dimensi yang memandang dampak
agama dan spiritual dalam kehidupan sehari-hari.
2. Meaning yaitu berkaitan dengan religiusitas atau disebut religioun-meaning
yaitu sejauh mana agama dapat menjadi tujuan hidupnya.
3. Value yaitu pengaruh keimanan terhadap nilai-nilai hidup, seperti
mengajarkan tentang nilai cinta, saling tolong, saling melindungi, dan
sebagainya.
4. Belief merupakan sentral dari religiusitas.
5. Forgiveness mencakup pengakuan dosa, merasa diampuni oleh Tuhan,
merasa dimaafkan oleh orang lain, memaafkan orang lain dan memaafkan diri
sendiri.
6. Private religious practices merupakan perilaku beragam dalam praktek
agama meliputi ibadah, mempelajari kitab, dan kegiatan lain untuk
meningkatkan religiusitas seseorang.
7. Religious/spiritual coping merupakan coping stres dengan menggunakan pola
dan merode religius seperti berdoa, beribadah, dan sebagainya.
8. Religious support aspek hubungan sosial antara individu dengan pemeluk
agama sesamanya.
30
9. Religious/spiritual history adalah seberapa jauh individu berpartisipasi untuk
agamanya selama hidupnya dan seberapa jauh agama mempengaruhi
perjalanan hidupnya.
10. Commitment adalah seberapa jauh individu mementingkan agamanya,
komitmen, serta berkontribusi kepada agamanya.
11. Organizational religiousness merupakan konsep yang mengukur seberapa
jauh individu ikut serta dalam lembaga keagamaan yang ada di masyarakat
dan beraktifitas di dalamnya.
12. Religious preference yaitu memandang sejauh mana individu membuat
pilihan dan memastikan pilihan agamanya.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan lima dimensi religiusitas yang
dijelaskan oleh Glock dan Stark (dalam Huber & Huber, 2012) yaitu intelektual,
ideologi, ibadah individu, ibadah kelompok dan pengalaman.
2.3.4 Pengukuran Religiusitas
Penelitian-penelitian yang sudah dilakukan terkait religiusitas menggunakan alat
ukur. Berikut ini adalah alat ukur religiusitas:
1. Centrality of Religiosity Scale yang dikembangkan oleh Huber & Huber
(2012). Variabel alat ukur ini didasarkan pada dimensi menurut Glock dan
Stark, yaitu meliputi intelektual, ideologi, ibadah individu, ibadah
berkelompok, dan pengalaman.
2. Instrument of Multiple Dimensions of Religions and Spirituality for Health
Research. Alat ukur ini dikembangkan oleh Idler, dkk. (1998) dan berisi item
yang mengacu pada dimensi-dimensi religiusitas Fetzer yaitu daily spiritual
31
experience, meqaning, values/belief, forgiveness, private religious practice,
religious and spiritual coping, religious support, religious/spiritual history,
commitment, organizational religiousness, dan religious preference.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan alat ukur yang diadaptasi dari
Centrality of Religiosity Scale yang dikembangkan oleh Huber & Huber (2012)
dengan dimensi-dimensi religiusitas yang telah direvisi oleh Glock dan Stark
meliputi intelektual, ideologi, ibadah indiidu, ibadah berkelompok dan
pengalaman.
2.4 Remaja dengan Orang Tua Tunggal (Single Parent)
2.4.1 Definisi Orang Tua Tunggal
Pada umumnya keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak. Ayah dan ibu
berperan sebagai orang tua bagi anak-anaknya. Namun, dalam kehidupan nyata
sering dijumpai keluarga dimana salah satu orang tuanya tidak ada lagi. Keadaan
ini menimbulkan apa yang disebut dengan keluarga dengan single parent.
Menurut Hurlock (1999) orang tua tunggal (single parent) adalah orangtua
yang telah menduda atau menjanda entah bapak atau ibu, mengasumsikan
tanggung jawab untuk memelihara anak-anak setelah kematian pasangannya,
perceraian atau kelahiran anak diluar nikah. Definisi lain dijelaskan oleh Surya
(2003) bahwa orang tua tunggal adalah orangtua dalam keluarga yang tinggal
sendiri yaitu ayah saja atau ibu saja. Orangtua tunggal dapat terjadi karena
perceraian, salah satu meninggalkan rumah, salah satu meninggal dunia.
Berdasarkan berbagai definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa keluarga
dengan single parent adalah keluarga yang hanya terdiri dari satu orang tua yang
32
dimana mereka secara sendirian membesarkan anak-anaknya tanpa kehadiran,
dukungan, tanggung jawab pasangannya dan hidup bersama dengan anak-anaknya
dalam satu rumah.
2.5 Kerangka Berpikir
Berdasarkan latar belakang dan teori yang sudah dijelaskan di atas, dapat
dirangkum sebuah kerangka berpikir bahwa setiap remaja membutuhkan
kemampuan dalam meregulasi emosinya. Sesuai dengan perkembangan emosi
remaja, remaja menghadapi berbagai permasalahan yang disebabkan oleh
perubahan fisik, hormon, dan juga emosinya. Jika remaja kurang memiliki
kemampuan meregulasi emosi, maka remaja akan menghadapi kesulitan dalam
mengekspresikan emosinya. Remaja yang kurang memiliki kemampuan
meregulasi emosi akan cenderung menunjukkan emosi yang meledak-ledak dan
tidak dapat dikontrol.
Regulasi emosi dipengaruhi oleh beberapa faktor. Dalam penelitian ini
penulis ingin melihat pengaruh yang diberikan oleh peer attachment dan juga
religiusitas. Peer attachment pada remaja mulai berkembang karena pada masa
remaja, remaja tidak hanya membangun kelekatan dengan orang tua seperti pada
saat anak-anak. Karena remaja memasuki lingkungan baru seperti sekolah serta
lingkungan pertemanan di dalamnya, maka remaja mulai memiliki kelekatan
dengan teman sebaya. Dimensi peer attachment yang akan diukur dalam
penelitian ini meliputi kepercayaan, komunikasi, dan juga keterikatan terhadap
teman sebaya.
33
Kepercayaan yang timbul dalam pertemanan remaja dengan teman sebaya
diasumsikan dapat memengaruhi regulasi emosi. Dimensi ini diperkirakan akan
memiliki hubungan positif dengan regulasi emosi. Kepercayaan yang dibangun
oleh remaja terhadap teman sebaya diharapkan dapat memberikan rasa aman dan
nyaman sehingga dapat meningkatkan regulasi emosi remaja dengan orang tua
tunggal. Dengan adanya rasa percaya, remaja dapat memiliki keyakinan bahwa
teman sebayanya akan membantu dan memberikan saran ketika mereka
membutuhkannya.
Dimensi peer attachment yang selanjutnya yaitu komunikasi. Pada
penelitian terdahulu menjelaskan bahwa remaja yang menjalin komunikasi yang
baik akan mampu mengkomunikasikan permasalahannya terhadap teman sebaya
yang kemudian meningkatkan regulasi emosinya. Maka dalam penelitian ini
penulis mengasumsikan bahwa remaja yang memiliki tingkat komunikasi yang
tinggi juga akan memiliki kemampuan regulasi emosi yang tinggi pula. Selain itu,
dimensi lain dari peer attachment yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah
keterikatan. Ketika remaja memiliki rasa keterikatan yang tinggi kepada teman
sebaya, artinya remaja merasakan adanya penerimaan dari teman sebaya. Rasa
penerimaan tersebut kemudian berpengaruh secara positif terhadap regulasi emosi.
Maka dalam penelitian ini diasumsikan bahwa remaja yang memiliki keterikatan
yang tinggi akan memiliki kemampuan regulasi emosi yang tinggi pula.
Variabel selanjutnya yang diduga berpengaruh terhadap regulasi emosi
adalah religiusitas. Dalam penelitian ini, terdapat lima dimensi religiusitas yang
akan diteliti. Dimensi pertama adalah intelektual. Intelektual dalam religiusitas
34
menggambarkan cara individu dalam memperbarui pengetahuan agamanya.
Pengetahuan tersebut dapat diperoleh remaja dan ditunjukkan oleh berbagai
indikator seperti ketertarikan pada tema keagamaan, kemampuan menafsirkan
kitab suci, serta pemikiran dan interpretasi mengenai topik keagamaan.
Diasumsikan ketika remaja memiliki intelektual yang tinggi maka remaja juga
akan memiliki regulasi emosi yang tinggi yang disebabkan oleh pengetahuannya
mengenai kegamaan.
Dimensi kedua dari religiusitas adalah ideologi. Ideologi dalam penelitian
ini mencakup keyakinan akan keberadaan Tuhan serta hal-hal yang bersifat Illahi.
Ketika remaja mempercayai adanya Tuhan serta hal-hal lain, diharapkan remaja
juga menunjukkan perilaku yang tidak berlebihan dalam mengekspresikan
emosinya. Maka oleh sebab itu diasumsikan bahwa remaja yang memiliki
ideologi yang tinggi akan memiliki kemampuan regulasi emosi yang tinggi pula.
Dimensi ketiga dari religiusitas adalah ibadah individu. Hal ini ditunjukkan
dengan adanya perilaku remaja dalam melakukan ibadah seperti solat, berpuasa,
dan berdoa. Ketika individu melakukan dan memaknai ibadah individu tersebut,
maka diharapkan mampu meregulasi emosinya. Remaja diasumsikan akan lebih
merasa tenang dan mampu meregulasi emosi jika mereka melakukan ibadah
individu. Maka diasumsikan remaja yang memiliki tingkat ibadah individu yang
tinggi akan memiliki kemampuan regulasi emosi yang tinggi pula.
Dimensi keempat dari religiusitas adalah ibadah berkelompok. Berbeda
dengan ibadah individu, dimensi ini menjelaskan keterlibatan individu dalam
kegiatan keagamaan bersama seperti menghadiri kajian atau pengajian dalam
35
lingkungan sekitarnya. Diasumsikan bahwa remaja dengan tingkat ibadah
berkelompok yang tinggi akan memiliki kemampuan regulasi emosi yang tinggi
pula. Kemudian dimensi kelima dari religiusitas adalah pengalaman. Pengalaman
ini dijelaskan dengan adanya keyakinan atas kehadiran Tuhan dan campur tangan
Tuhan dalam kehidupan sehari-hari. Ketika remaja memiliki keyakinan tersebut,
maka remaja akan merasa perlu untuk berperilaku dengan baik yang sesuai
dengan norma yang ada dan tidak menunjukkan perilaku yang berlebihan. Maka
diasumsikan remaja dengan tingkat pengalaman yang tinggi akan memiliki
kemampuan regulasi emosi yang tinggi pula sehingga terhindar dari
pengekspresian emosi yang berlebihan.
36
Secara ringkas, model konseptual penelitian ini dapat dilihat pada gambar
dibawah ini:
Gambar 2.1 Bagan kerangka berpikir
Peer Attachment
Religiusitas
Kepercayaan
Komunikasi
Keterikatan
Regulasi Emosi
Pada Remaja
Dengan Orang Tua
Tunggal
Intelektual
Ideologi
Ibadah Individu
Pengalaman
Ibadah Berkelompok
37
2.6 Hipotesis Penelitian
2.6.1 Hipotesis mayor
Ha: Ada pengaruh signifikan dari peer attachment dan religiusitas terhadap
regulasi emosi remaja dengan orang tua tunggal.
2.6.2 Hipotesis minor
Ha1: Ada pengaruh signifikan dari dimensi kepercayaan pada peer attachment
terhadap regulasi emosi pada remaja dengan orang tua tunggal.
Ha2: Ada pengaruh signifikan dari dimensi komunikasi pada peer attachment
terhadap regulasi emosi pada remaja dengan orang tua tunggal.
Ha3: Ada pengaruh signifikan dari dimensi keterikatan pada peer attachment
terhadap regulasi emosi pada remaja dengan orang tua tunggal.
Ha4: Ada pengaruh signifikan dari dimensi intelektual pada religiusitas terhadap
regulasi emosi pada remaja dengan orang tua tunggal.
Ha5: Ada pengaruh signifikan dari dimensi ideologi pada religiusitas terhadap
regulasi emosi pada remaja dengan orang tua tunggal.
Ha6: Ada pengaruh signifikan dari dimensi ibadah individu pada religiusitas
terhadap regulasi emosi pada remaja dengan orang tua tunggal.
Ha7: Ada pengaruh signifikandari dimensi ibadah berkelompok pada
religiusitas terhadap regulasi emosi pada remaja dengan orang tua tunggal.
Ha8: Ada pengaruh signifikan dari dimensi pengalaman pada religiusitas
terhadap regulasi emosi pada remaja dengan orang tua tunggal.
38
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Populasi, sampel dan teknik pengambilan sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah remaja dengan usia 12-18 tahun yang tinggal
dengan orang tua tunggal baik ayah atau pun ibu saja. Pengambilan sampel dalam
penelitian ini menggunakan teknik non probability sampling dan diperoleh sampel
yang berjumlah 197 orang. Pengambilan data dilakukan dengan kuisioner online
yang disebarkan melalui tautan google form. Adapun karakteristik dari sampel
penelitian ini adalah:
1. Remaja dengan rentang usia 12-18 tahun yang sedang melakukan pendidikan
di Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas di Jabodetabek.
2. Remaja yang tinggal dengan orang tua tunggal, yaitu remaja dengan orangtua
bercerai atau salah satu orangtua meninggal dunia.
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
3.2.1. Variabel Penelitian
Variabel adalah sesuatu yang bervariasi dari satu kasus ke kasus yang lain.
Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut;
1. Regulasi Emosi (Y)
2. Kepercayaan(X1)
3. Komunikasi(X2)
4. Keterikatan(X3)
5. Intelektual (X4)
6. Ideologi (X5)
7. Ibadah individu (X6)
8. Ibadah berkelompok (X7)
39
9. Pengalaman (X8)
3.2.2. Definisi Operasional Variabel
1. Dependent variable: Regulasi Emosi
Regulasi emosi adalah proses kompleks yang bertanggung jawab untuk memulai,
menghambat, atau memodulasi seseorang dalam menanggapi situasi tertentu
(Gross, 2002). Variabel ini terdiri dari dua dimensi yaitu Cognitive Reappraisal,
adalah merubah pandangan individu terhadap sebuah situasi, dan Expressive
Supression, adalah dengan tidak memperlihatkan emosi. Kedua skala di dalamnya
mengukur regulasi emosi yang bersifat negatif dan positif (Gross, 2002).
2. Independent variable: Peer attachment
Peer attachment merupakan sebuah ikatan yang melekat yang terjadi antara
seorang anak dengan teman-temannya, baik dengan seseorang maupun dengan
kelompok sebayanya. Dimensinya meliputi kepercayaan, komunikasi, dan
keterikatan (Armsden & Greenberg, 1987).
3. Independent variable: Religiusitas
Religiusitas merupakan seberapa jauh pengetahuan, seberapa kokoh keyakinan,
seberapa tekun pelaksanaan ibadah dan seberapa dalam penghayatan agama yang
dianut oleh seseorang (Glock & Stark, 1966). Dimensinya meliputi intelektual
(pengetahuan beragama, tertarik pada tema-tema keagamaan, dan kemampuan
menafsirkan), ideologi (keyakinan terhadap keberadaan Tuhan dan hal-hal yang
bersifat illahi), ibadah individu (meditasi dan berdoa), ibadah berkelompok
(terlibat pada pelayanan keagamaan), serta pengalaman (merasakan kehadiran
dan campur tangan Tuhan) (Huber & Huber, 2012).
40
3.3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data menggunakan model skala Likert
yaitu pernyataan pendapat yang disajikan kepada responden yang memberikan
indikasi pernyataan setuju atau tidak setuju. Jawaban dari setiap item instrumen
ini memiliki rentang dari tertinggi (sangat positif) sampai terendah (sangat
negatif). Tiap item diukur melalui empat kategori jawaban yaitu “Sangat Setuju”
(SS), “Setuju” (S), “Tidak setuju” (TS), dan “Sangat Tidak Setuju” (STS). Hal ini
dilakukan untuk menghindari terjadinya pemusatan (central tendency) atau
menghindari jumlah respon yang bersifat netral. Teknik pengumpulan data ini
terdiri dari pernyataan positif (favorable) dan pernyataan negatif (unfavorable).
Skor tertinggi diberikan pada pilihan jawaban sangat setuju dan skor terendah
diberikan pada pilihan jawaban sangat tidak setuju untuk pernyataan favorable.
Begitupun sebaliknya untuk unfavorable.
Tabel 3.1
Skor Skala Penelitian Skala Favorable Unfavorable
Sangat Setuju (SS) 4 1
Setuju (S) 3 2
Tidak Setuju (TS) 2 3
Sangat Tidak Setuju (STS) 1 4
3.3.1 Instrumen Penelitian
Pada penelitian ini, penulis menggunakan instrumen berupa skala atau kuesioner
yang terdiri dari:
1. Isian biodata subjek penelitian. Berisi pertanyaan mengenai nama subjek,
usia, sekolah dan keterangan mengenai orang tua.
41
2. Alat ukur Regulasi Emosi. Alat ukur yang digunakan merupakan alat ukur
regulasi emosi yang dibuat oleh Latifa (2015), dengan dimensi dan indikator
dari Gross (2002). Alat ukur ini menggunakan kuisioner dengan respon
jawaban skala model Likert. Skala ini digunakan untuk mengungkapkan sikap
individu terhadap item-item yang digunakan oleh penulis. Aspek yang diukur
yaitu cognitive reapprasial dan expressive suppresion. Berikut tabel blue
print regulasi emosi.
Tabel 3.2
Blueprint Skala Regulasi Emosi
Dimensi Indikator Item Contoh Item
Reappraisal - Berfikir ulang tentang masalah
yang dihadapi 1,3,7,8,16
1. Saat saya sedang ingin
merasakan emosi positif yang
lebih banyak, saya ubah ke
arah yang lebih positif
tentang hal-hal apa saja yang
sedang saya pikirkan
2. saya mengubah cara pandang
saya menjadi lebih positif,
saat saya sedang ingin
mengurangi pengalaman
emosi negative
- Berfikir tentang hal-hal yang
menyenangkan atau yang
membuat rileks
5,14
- Mengaktifkan wawasan dan
pengalaman mengelola emosi
yang pernah ada di memori
10,15
Suppression
- Mengusahakan adanya
distraksi/mengalihkan
perhatian
4,6,12,13,17 1. Saya simpan perasaan saya
hanya untuk diri sendiri
2. Saya emngendalikan emosi
saya dengan cara tidak
mengekspresikannya
- Menghindari pemberian atensi
pada masalah 2,9,11,18,19
Jumlah Item 19
3. Alat ukur peer attachment. Pada skala attachment kepada teman sebaya
peneliti menggunakan skala yang telah diadaptasi oleh Armsden & Greenberg
(dalam Arias, 2013), yaitu skala the Inventory of Parent and Peer Attachment
(IPPA). Skala ini digunakan untuk mengukur persepsi remaja terkait
attachment mereka dengan orang tua dan teman sebaya. Namun penulis
42
hanya menggunakan instrumen peer attachment saja. Skala ini terdiri dari tiga
dimensi yaitu kepercayaan, komunikasi dan keterikatan.
Tabel 3.3
Blueprint item attachment kepada teman sebaya
Dimensi Indikator Item Contoh Item
Fav Unfav
Kepercayaan - Adanya perasaan aman
terhadap teman sebaya
- Keyakinan bahwa teman
sebaya akan membantu
atau memenuhi kebutuhan
individu
1,2,3,12,13,
20,21
4,9 1. Teman saya dapat
mengetahui jika saya
sedang kecewa
terhadap suatu hal
2. Saya mempercayai
teman-teman saya
Komunikasi - Adanya ungkapan
perasaan, masalah dan
kesulitan yang dialami
individu pada teman sebaya
- Individu meminta pendapat
dari teman sebaya
- Teman sebaya menanyakan
permasalahan yang
dihadapi individu
- Teman sebaya membantu
individu dalam memahami
dirinya
5,7,15,16,
19,23,24
6,14 1. Saya dapat
mengandalkan
teman-teman ketika
saya ingin
mengurangi beban
yang saya rasakan
2. Teman-teman saya
cukup mudah untuk
diajak berdiskusi
Keterikatan - Adanya perasaan nyaman
dengan teman sebaya
- Perasaan tidak diterima
oleh teman sebaya
8,10,11,17,
18,22
1. Saya merasa kesal
dengan teman-teman
saya
2. Teman-teman dapat
menerima saya apa
adanya
Jumlah 24
4. Alat ukur religiusitas dimodifikasi dari alat ukur Centrality of Religiosity
Scale yang dikembangkan oleh Huber & Huber (2012) sesuai dengan
dimensi-dimensi religiusitas yang telah direvisi oleh Glock dan Stark (1968).
Penulis memodifikasi item yang disusun oleh Huber dan Huber (2012) yang
berjumlah 15 item, menjadi 24 item yang dibuat dengan model Likert dengan
pilihan jawaban “Sangat Tidak Sesuai” sampai dengan “Sangat Sesuai”.
43
Variabel alat ukur ini meliputi intelektual, ideologi, ibadah individu, ibadah
berkelompok, dan pengalaman.
Tabel 3.4
Blue Print Skala Religiusitas
Dimensi Indikator Item Contoh Item
Intelektual - Ketertarikan pada tema
keagamaan
1,4 1. Saya suka mendengarkan
atau menyaksikan
program keagamaan yang
ada di media elektronik
2. Saya peduli pada isu-isu
keagamaan yang ada pada
masyarakat
- Pemikiran dan interpretasi 5
- Pengetahuan agama 8
- Kemampuan menafsirkan
10
Ideologi - Keyakinan pada keberadaan
Tuhan
2, 7 1. Saya merasakan adanya
kehadiran Allah
2. Saya mempercayai
adanya hari kiamat
- Keyakinan pada hal-hal yang
bersifat Illahi
11, 13, 15
Ibadah Individu - Praktik ibadah dan berdoa
3,6,9,12,
17
1. Saya melaksanakan puasa
sunnah
2. Saya berdoa dalam
keadaan susah maupun
senang
Ibadah
Berkelompok
- Terlibat dalam kegiatan
keagamaan
14,19,20,
23,24
1. Saya senang mengikuti
organisasi keagamaan
2. Saya ikut serta dalam
merayakan hari-hari besar
keagamaan
Pengalaman - Merasakan kehadiran Tuhan 16, 22 1. Saya yakin Allah melihat
semua perbuatan yang
saya lakukan
2. Saya percaya bahwa
musibah adalah ujian
yang Allah berikan untuk
saya
- Merasakan campur tangan Tuhan 18,21
Jumlah 24
3.4 Uji Validitas Konstruk
Penulis melakukan uji instrumen dengan sejumlah item dari 3 skala, yaitu skala
regulasi emosi, Inventory of Parent and Peer Attachment (IPPA) dan skala
religiusitas. Uji instrumen ini diberikan kepada seluruh sampel. Untuk menguji
validitas alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini, penulis menggunakan
44
Confirmatory Factor Analysis (CFA). Adapun prosedur uji validitas konstruk
dengan CFA adalah sebagai berikut (Umar, 2012):
1. Dibuat atau disusun suatu definisi operasional tentang konsep atau trait
yang hendak diukur. Untuk mengukur trait atau faktor tersebut diperlukan
item (stimulus) sebagai indikatornya.
2. Disusun hipotesis/teori bahwa seluruh item yang disusun (dibuat) adalah
valid mengukur konstruk yang didefinisikan. Dengan kata lain diteorikan
(hipotesis) bahwa hanya ada 1 faktor yang diukur yaitu konstruk yang
didefinisikan (model unidimensional).
3. Berdasarkan data yang diperoleh kemudian dihitung matriks korelasi antar
item, yang disebut matriks S.
4. Matriks korelasi tersebut digunakan untuk mengestimasi matriks korelasi
yang seharusnya terjadi menurut teori/model yang ditetapkan. Jika
teori/hipotesis pada butir 2 adalah benar, maka semestinya semua item
hanya mengukur satu faktor saja (unidimensional).
5. Adapun langkah-langkahnya adalah:
a. Dihitung (diestimasi) parameter dari model/teori yang diuji yang
dalam hal ini terdiri dari dari koefisien muatan faktor dan varian
kesalahan pengukuran (residual)
b. Setelah nilai parameter diperoleh kemudian diestimasi (dihitung)
korelasi antar setiap item sehingga diperoleh matriks korelasi antar
item berdasarkan hipotesis/teori yang diuji (matriks korelasi ini disebut
sigma).
45
6. Uji validitas konstruk dilakukan dengan menguji hipotesis bahwa S=∑
atau dapat dituliskan Ho : S - ∑ = 0. Uji hipotesis ini misalnya dilakukan
menggunakan uji chi square, dimana jika chi square tidak signifikan
(p>0.05) maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis nihil (Ho) tidak ditolak.
Artinya, teori yang mengatakan bahwa semua item hanya mengukur satu
konstruk saja terbukti sesuai (fit) dengan data.
7. Jika telah terbukti model unidimensional (satu faktor) fit dengan data maka
dapat dilakukan seleksi terhadap item dengan menggunakan 3 kriteria,
yaitu:
a. Item yang koefisien muatan faktornya tidak signifikan didrop karena
tidak memberikan informasi yang secara statistik bermakna.
b. Item yang memiliki koefisien muatan faktor negatif juga didrop karena
mengukur hal yang berlawanan dengan konsep yang didefinisikan.
Namun demikian, harus diperiksa dahulu apakah item yang
pernyataannya unfavorable atau negatif sudah disesuaikan (direverse)
skornya sehingga menjadi positif. Hal ini berlaku khusus untuk item
dimana tidak ada jawaban yang benar ataupun salah (misalnya, alat
ukur individual, motivasi, persepsi, dsb).
c. Item dapat juga didrop jika residualnya (kesalahan pengukuran)
berkorelasi dengan banyak residual item yang lainnya, karena ini
berarti bahwa item tersebut mengukur juga hal lain selain konstruk
yang hendak diukur.
46
Jika langkah-langkah diatas telah dilakukan, maka diperoleh item-item
yang valid untuk mengukur apa yang hendak diukur. Dalam penelitian ini, penulis
tidak menggunakan raw score/skor mentah (hasil menjumlahkan skor item). Item-
item inilah yang diolah untuk mendapatkan faktor skor pada tiap skala. Dengan
demikian perbedaan kemampuan masing-masing item dalam mengukur apa yang
hendak diukur ikut menentukan dalam menghitung faktor skor (True score). True
score inilah yang dianalisis dalam penelitian ini.
Untuk kemudahan didalam penafsiran hasil analisis maka penulis
mentransformasikan faktor skor yang diukur dalam skala baku (Z score) menjadi
T score yang memiliki mean = 50 dan standar deviasi (SD) = 10 sehingga tidak
ada responden yang mendapat skor negatif. Adapun rumus T score adalah:
T score = (10 x skor faktor) + 50
Untuk menguji validitas alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini,
peneliti menggunakan Confirmatory Factor Analysis (CFA) dengan software
LISREL 8.70. Uji validitas tiap alat ukur akan dipaparkan dalam sub bab berikut.
3.4.1 Uji Validitas Item Regulasi Emosi
Penulis menguji apakah ke 19 item yang ada bersifat unidimensional, artinya
benar hanya mengukur regulasi emosi. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan
dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi-square = 1455.10, df =
152, P-value = 0.00000, dan nilai RMSEA = 0.209. Oleh sebab itu, penulis
melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada
beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya. Maka diperoleh model
fit dengan Chi-square = 104.78, df = 84, P-value = 0.06205, RMSEA = 0.036.
47
Setelah didapat nilai P-value > 0.05 dapat dinyatakan bahwa model
dengan satu faktor dapat diterima. Artinya seluruh item hanya mengukur satu
faktor yaitu regulasi emosi. Kemudian penulis melihat apakah item tersebut
mengukur faktor yang hendak diukur secara signifikan dan sekaligus menentukan
apakah item tersebut perlu didrop atau tidak, pengujiannya dilakukan dengan
melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor.
Berdasarkan tabel 3.5 di bawah ini, penulis melihat muatan faktor dari
item, apakah ada yang bermuatan negatif atau tidak. Kemudian diketahui tidak
ada item yang bermuatan negatif. Sedangkan item 10 walaupun tidak memiliki
muatan faktor negatif, tetapi t < 1.96, maka item tersebut didrop.
Tabel 3.5
Muatan Faktor Regulasi Emosi
No. Item Lambda Standard Error t-value Keterangan
1 0.47 0.07 6.73 Valid
2 0.50 0.07 6.86 Valid
3 0.36 0.07 5.26 Valid
4 0.50 0.07 7.47 Valid
5 0.44 0.07 5.95 Valid
6 0.70 0.06 10.90 Valid
7 0.52 0.06 8.00 Valid
8 0.30 0.07 4.35 Valid
9 0.84 0.06 13.51 Valid
10 0.10 0.08 1.28 Tidak Valid
11 0.49 0.07 7.32 Valid
12 0.70 0.07 9.93 Valid
13 0.51 0.07 7.67 Valid
14 0.29 0.07 4.41 Valid
15 0.23 0.07 3.48 Valid
16 0.56 0.06 8.76 Valid
17 0.38 0.07 5.55 Valid
18 0.56 0.06 8.97 Valid
19 0.57 0.07 8.10 Valid
48
3.4.2 Uji validitas Item Kepercayaan
Penulis menguji apakah ke 9 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur kepercayaan. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan
model satu faktor, ternyata model terbukti tidak fit, dengan Chi-square = 145.58,
df = 27, P-value = 0.00000, dan nilai RMSEA = 0.150. Oleh sebab itu, penulis
melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada
beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit
dengan Chi-square = 27.66, df = 20, P-value = 0.11774, RMSEA = 0.044.
Setelah didapat nilai P-value > 0.05 dapat dinyatakan bahwa model
dengan satu faktor dapat diterima. Artinya seluruh item hanya mengukur satu
faktor yaitu kepercayaan. Kemudian penulis melihat apakah item tersebut
mengukur faktor yang hendak diukur secara signifikan dan sekaligus menentukan
apakah item tersebut perlu didrop atau tidak, pengujiannya dilakukan dengan
melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti tabel 3.6 dibawah ini:
Tabel 3.6
Muatan Faktor Item Kepercayaan
No. Item Lambda Standard Error t-value Keterangan
1 0.40 0.07 5.56 Valid
2 0.29 0.07 4.00 Valid
3 -0.46 0.07 -6.61 Tidak Valid
4 0.83 0.06 13.58 Valid
5 0.73 0.06 11.47 Valid
6 0.40 0.07 5.67 Valid
7 0.60 0.07 8.93 Valid
8 0.85 0.06 14.17 Valid
9 0.89 0.06 15.59 Valid
49
Berdasarkan tabel 3.6 penulis melihat muatan faktor dari item, apakah ada yang
bermuatan negatif atau tidak. Kemudian diketahui item 3 bermuatan negatif,
sehingga item 3 didrop.
3.4.3 Uji Validitas Item Komunikasi
Penulis menguji apakah ke 9 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur komunikasi. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan
model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi-square = 137.79, df = 27, P-value
= 0.00000, dan nilai RMSEA = 0.145. Oleh sebab itu, penulis melakukan
modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item
dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya. Maka diperoleh model fit dengan Chi-
square = 22.37, df = 17, P-value = 0.17096, RMSEA = 0.040.
Tabel 3.7
Muatan Faktor Item Komunikasi
No. Item Lambda Standard Error t-value Keterangan
1 0.79 0.06 13.30 Valid
2 0.79 0.06 13.05 Valid
3 0.86 0.06 14.48 Valid
4 0.75 0.06 12.13 Valid
5 0.87 0.06 15.10 Valid
6 0.57 0.07 8.62 Valid
7 0.81 0.06 13.47 Valid
8 0.76 0.06 12.30 Valid
9 0.78 0.06 12.99 Valid
Setelah didapat nilai P-value > 0.05 dapat dinyatakan bahwa model
dengan satu faktor dapat diterima. Artinya seluruh item hanya mengukur satu
faktor yaitu komunikasi. Kemudian penulis melihat apakah item tersebut
50
mengukur faktor yang hendak diukur secara signifikan dan sekaligus menentukan
apakah item tersebut perlu didrop atau tidak, pengujiannya dilakukan dengan
melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti tabel 3.7 di atas.
Berdasarkan tabel 3.7 penulis melihat muatan faktor dari item, apakah ada
yang bermuatan negatif atau tidak. Kemudian terlihat bahwa tidak ada item yang
memiliki muatan negatif. Setelah dilihat nilai t bagi koefisien muatan faktor
seluruh item valid karena t > 1.96, sehingga tidak ada item yang didrop.
3.4.4 Uji Validitas Item Keterikatan
Penulis menguji apakah ke 6 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur keterikatan. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan
model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi-square = 27.61, df = 9, P-value =
0.00111, dan nilai RMSEA = 0.103. Oleh sebab itu, penulis melakukan modifikasi
terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan
berkorelasi satu sama lainnya. Maka diperoleh model fit dengan Chi-square =
8.66, df = 6, P-value = 0.19365, RMSEA = 0.048.
Setelah didapat nilai P-value > 0.05 dapat dinyatakan bahwa model
dengan satu faktor dapat diterima. Artinya seluruh item hanya mengukur satu
faktor yaitu keterikatan. Kemudian penulis melihat apakah item tersebut
mengukur faktor yang hendak diukur secara signifikan dan sekaligus menentukan
apakah item tersebut perlu didrop atau tidak, pengujiannya dilakukan dengan
melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti tabel 3.8.
Berdasarkan tabel 3.8 di bawah ini, penulis melihat muatan faktor dari
item, apakah ada yang bermuatan negatif atau tidak. Kemudian terlihat bahwa
51
tidak ada item yang memiliki muatan negatif. Setelah dilihat nilai t bagi koefisien
muatan faktor seluruh item valid karena t > 1.96, sehingga tidak ada item yang
didrop.
Tabel 3.8
Muatan Faktor Item Keterikatan No. Item Lambda Standard Error t-value Keterangan
1 0.60 0.07 8.71 Valid
2 0.65 0.07 9.15 Valid
3 0.67 0.07 10.25 Valid
4 0.60 0.07 8.42 Valid
5 0.76 0.06 11.71 Valid
6 0.87 0.06 13.58 Valid
3.4.5 Uji Validitas Item Intelektual
Penulis menguji apakah ke 5 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur intektual. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model
satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi-square = 11.72, df = 5, P-value =
0.03886, dan nilai RMSEA = 0.082. Oleh sebab itu, penulis melakukan modifikasi
terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan
berkorelasi satu sama lainnya. Maka diperoleh model fit dengan Chi-square =
3.01, df = 4, P-value = 0.55584, RMSEA = 0.000.
Setelah didapat nilai P-value > 0.05 dapat dinyatakan bahwa model
dengan satu faktor dapat diterima. Artinya seluruh item hanya mengukur satu
faktor yaitu intelektual. Kemudian penulis melihat apakah item tersebut mengukur
faktor yang hendak diukur secara signifikan dan sekaligus menentukan apakah
item tersebut perlu didrop atau tidak, pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai
t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti tabel 3.9 dibawah ini:
52
Tabel 3.9
Muatan Faktor Item Intelektual
No. Item Lambda Standard Error t-value Keterangan
1 0.73 0.07 10.12 Valid
2 0.78 0.07 10.60 Valid
3 0.37 0.09 4.35 Valid
4 0.64 0.07 8.83 Valid
5 0.32 0.08 4.11 Valid
Berdasarkan tabel 3.9 penulis melihat muatan faktor dari item, apakah ada yang
bermuatan negatif atau tidak. Kemudian terlihat bahwa tidak ada item yang
memiliki muatan negatif. Setelah dilihat nilai t bagi koefisien muatan faktor
seluruh item valid karena t > 1.96, sehingga tidak ada item yang didrop.
3.4.6 Uji Validitas Item Ideologi
Penulis menguji apakah ke 5 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur ideologi. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model
satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi-square = 60.54, df = 5, P-value =
0.00000, dan nilai RMSEA = 0.238. Oleh sebab itu, penulis melakukan modifikasi
terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan
berkorelasi satu sama lainnya. Maka diperoleh model fit dengan Chi-square =
1.53, df = 2, P-value = 0.46581, RMSEA = 0.000.
Setelah didapat nilai P-value > 0.05 dapat dinyatakan bahwa model
dengan satu faktor dapat diterima. Artinya seluruh item hanya mengukur satu
faktor yaitu ideologi. Kemudian penulis melihat apakah item tersebut mengukur
faktor yang hendak diukur secara signifikan dan sekaligus menentukan apakah
53
item tersebut perlu didrop atau tidak, pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai
t bagi setiap koefisien muatan faktor.
Berdasarkan tabel 3.10 penulis melihat muatan faktor dari item, apakah
ada yang bermuatan negatif atau tidak, kemudian diketahui item 4 memiliki
muatan faktor negatif. Oleh sebab itu item tersebut didrop.
Tabel 3.10
Muatan Faktor Item Ideologi
No. Item Lambda Standard Error t-value Keterangan
1 0.78 0.09 8.52 Valid
2 0.77 0.09 8.45 Valid
3 0.97 0.09 11.25 Valid
4 -0.60 0.08 -7.92 Tidak Valid
5 0.57 0.08 7.66 Valid
3.4.7 Uji Validitas Item Ibadah Individu
Penulis menguji apakah ke 5 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur ibadah individu. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan
model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi-square = 26.36, df = 5, P-value =
0.00008, dan nilai RMSEA = 0.148. Oleh sebab itu, penulis melakukan modifikasi
terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan
berkorelasi satu sama lainnya. Maka diperoleh model fit dengan Chi-square =
3.61, df = 3, P-value = 0.30678, RMSEA = 0.032.
Setelah didapat nilai P-value > 0.05 dapat dinyatakan bahwa model
dengan satu faktor dapat diterima. Artinya seluruh item hanya mengukur satu
faktor yaitu ibadah individu. Kemudian penulis melihat apakah item tersebut
mengukur faktor yang hendak diukur secara signifikan dan sekaligus menentukan
54
apakah item tersebut perlu didrop atau tidak, pengujiannya dilakukan dengan
melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor.
Berdasarkan tabel 3.11 penulis melihat muatan faktor dari item, apakah
ada yang bermuatan negatif atau tidak. Kemudian diketahui tidak terdapat item
yang muatan faktornya negatif. Setelah dilihat nilai t bagi koefisien muatan faktor
seluruh item valid karena t > 1.96, sehingga tidak ada item yang didrop.
Tabel 3.11
Muatan Faktor Ibadah Individu No. Item Lambda Standard Error t-value Keterangan
1 0.42 0.07 5.72 Valid
2 0.78 0.07 11.32 Valid
3 0.82 0.06 12.77 Valid
4 0.65 0.07 9.74 Valid
5 0.83 0.07 12.58 Valid
3.4.8 Uji Validitas Item Ibadah Berkelompok
Penulis menguji apakah ke 5 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur ibadah berkelompok. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan
dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi-square = 19.51, df = 5, P-
value= 0.00155, dan nilai RMSEA = 0.122. Oleh sebab itu, penulis melakukan
modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item
dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya. Maka diperoleh model fit dengan Chi-
square = 5.54, df = 4, P-value = 0.23586, RMSEA = 0.044.
Setelah didapat nilai P-value > 0.05 dapat dinyatakan bahwa model
dengan satu faktor dapat diterima. Artinya seluruh item hanya mengukur satu
55
faktor yaitu ibadah berkelompok. Kemudian penulis melihat apakah item tersebut
mengukur faktor yang hendak diukur secara signifikan dan sekaligus menentukan
apakah item tersebut perlu didrop atau tidak, pengujiannya dilakukan dengan
melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor.
Tabel 3.12
Muatan Faktor Item Ibadah Berkelompok
No. Item Lambda Standard Error t-value Keterangan
1 0.73 0.07 10.85 Valid
2 0.98 0.06 15.33 Valid
3 0.32 0.07 4.51 Valid
4 0.64 0.07 9.34 Valid
5 0.18 0.09 2.09 Valid
Berdasarkan tabel 3.12 penulis melihat muatan faktor dari item, apakah ada yang
bermuatan negatif atau tidak. Kemudian terlihat bahwa tidak ada item yang
memiliki muatan negatif. Setelah dilihat nilai t bagi koefisien muatan faktor
seluruh item valid karena t > 1.96, sehingga tidak ada item yang didrop.
3.4.9 Uji Validitas Item Pengalaman
Penulis menguji apakah ke 4 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur pengalaman. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan
model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi-square = 15.39, df = 2, P-value=
0.00046, dan nilai RMSEA = 0.185. Oleh sebab itu, penulis melakukan modifikasi
terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan
berkorelasi satu sama lainnya. Maka diperoleh model fit dengan Chi-square =
0.06, df = 1, P-value = 0.79970, RMSEA = 0.000.
56
Setelah didapat nilai P-value > 0.05 dapat dinyatakan bahwa model
dengan satu faktor dapat diterima. Artinya seluruh item hanya mengukur satu
faktor yaitu pengalaman. Kemudian penulis melihat apakah item tersebut
mengukur faktor yang hendak diukur secara signifikan dan sekaligus menentukan
apakah item tersebut perlu didrop atau tidak, pengujiannya dilakukan dengan
melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti tabel 3.13 dibawah ini:
Tabel 3.13
Muatan Faktor Item Pengalaman
No. Item Lambda Standard Error t-value Keterangan
1 0.86 0.10 8.27 Valid
2 0.67 0.09 7.71 Valid
3 0.40 0.08 5.13 Valid
4 0.83 0.10 8.07 Valid
Berdasarkan tabel 3.13 penulis melihat muatan faktor dari item, apakah ada yang
bermuatan negatif atau tidak. Kemudian terlihat bahwa tidak ada item yang
memiliki muatan negatif. Setelah dilihat nilai t bagi koefisien muatan faktor
seluruh item valid karena t > 1.96, sehingga tidak ada item yang didrop.
3.5 Teknik Analisis Data
Sebelum melakukan analisis data, digunakan Confirmatory Factor Analysis
(CFA) untuk melihat validitas konstruk setiap item serta menguji struktur faktor
yang diturunkan secara teoritis. Analisis faktor adalah metode analisis statistik
yang digunakan untuk mereduksi faktor-faktor yang mempengaruhi suatu variabel
menjadi beberapa set indikator saja, tanpa kehilangan informasi yang berarti.
Melalui analisis faktor akan didapatkan data variabel konstruk (skor faktor)
sebagai data input analisis lebih lanjut atau sebagai data penelitian.
57
Dalam penelitian ini akan dilakukan pengujian hipotesis dengan analisis
statistik, maka hipotesis penelitian yang ada diubah menjadi hipotesis nihil.
Hipotesis nihil inilah yang akan diuji dalam analisis statistik nantinya. Pada
penelitian ini digunakan multiple regression analysis di mana terdapat lebih dari
satu independent variable untuk mengetahui pengaruhnya terhadap dependent
variable. Pada penelitian ini terdapat delapan independent variable dan satu
dependent variable. Dengan menggunakan rumus persamaan garis regresi, yaitu:
Y= a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + … + b8X8 + e
Keterangan:
Y = Regulasi Emosi
a = Konstan
b = Koefisien regresi untuk masing- masing X
X1 = Kepercayaan
X2 = Komunikasi
X3 = Keterasingan
X4= Ideologi
X5= Intelektual
X6= Ibadah Berkelompok
X7 = Ibadah Individu
X8 = Pengalaman
e = Residual
Melalui regresi berganda ini akan diperoleh nilai R, yaitu koefisien
korelasi berganda antara regulasi emosi (DV) dengan kepercayaan, komunikasi,
keterasingan, ideologi, intelektual, ibadah individu, ibadah berkelompok, dan
pengalaman (IV). Besarnya regulasi emosi yang disebabkan faktor-faktor yang
telah disebutkan ditunjukkan oleh koefisien determinasi berganda atau R2.
58
R2 menunjukkan variasi atau perubahan dependent variable (Y)
disebabkan independent variable (X) atau digunakan untuk mengetahui besarnya
pengaruh independent variable (X) terhadap dependent variable (Y) atau
merupakan perkiraan proporsi varians dari regulasi emosi yang dijelaskan oleh
kepercayaan, keterasingan, komunikasi, ideologi, intelektual, ibadah
berkelompok, ibadah individu, dan pengalaman. Untuk mendapatkan nilai R2,
digunakan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
R2 = Proporsi varians
SSreg = Sum of Square Regression (jumlah kuadrat regresi)
SSy = Sum of Square Y (jumlah kuadrat Y)
Selanjutnya R2 dapat diuji signifikansinya seperti uji signifikansi pada F-
test. Selain itu juga, uji signifikansi bisa juga dilakukan dengan tujuan melihat
apakah pengaruh dari IV terhadap DV signifikan atau tidak. Pembagi disini adalah
R2 itu sendiri dengan df-nya (dilambangkan „k‟), yaitu sejumlah IV yang
dianalisis sedangkan penyebutnya (1-R2) dibagi dengan df-nya (N-k-1) dimana N
adalah total sampel. Untuk df dari pembagi sebagai numerator sedangkan df
penyebut sebagai denumerator. Jika dirumuskan, maka:
⁄
⁄
Keterangan:
R2 = Proporsi varians
59
k = Banyaknyaindependent variable
N = Ukuran sampel
Kemudian selanjutnya dilakukan uji koefisiensi regresi dari tiap-tiap IV
yang dianalisis. Uji tersebut digunakan untuk melihat apakah pengaruh yang
diberikan IV signifikan terhadap DV secara sendiri-sendiri atau parsial. Uji ini
digunakan untuk menguji apakah sebuah IV benar-benar memberikan kontribusi
terhadap DV. Sebelum di dapat nilai t dari tiap IV, harus didapat dahulu nilai
standart error estimate dari b (koefisien regresi) yang didapatkan melalui akar
MSres dibagi dengan SSx. Setelah didapat nilai Sb barulah bisa dilakukan uji t,
yaitu hasil bagi dari b (koefisien regresi) dengan Sb itu sendiri. Dapat dirumuskan:
Keterangan:
bi = Koefisien regresi ke-i
Sbi = Standart Error Estimate dari bi
60
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah 197 remaja dengan orang tua tunggal.
Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel non probability sampling
dimana setiap individu dalam populasi tidak memiliki peluang yang sama untuk
terpilih menjadi sampel penelitian karena peneliti memilih sampel berdasarkan
karakteristik tertentu, yaitu remaja dengan rentang usia 12-18 tahun dan tinggal
dengan orang tua tunggal.
Tabel 4.1
Karakteristik Responden Kriteria Jumlah Presentase
Jenis Kelamin Laki-laki 21 10.70%
Perempuan 176 89.30%
Usia 12 4 2.00%
13 15 7.60%
14 31 15.70%
15 28 14.20%
16 30 15.30%
17 36 18.30%
18 53 26.90%
Keterangan Ayah atau ibu meninggal dunia 107 54.30%
Ayah dan ibu bercerai 90 45.70%
Tabel 4.1 menginformasikan beberapa hal, berdasarkan kriteria jenis
kelamin dapat diketahui bahwa dari total 197 responden, terdapat 21 orang atau
10.70% adalah laki-laki, lalu terdapat 176 orang atau 89.3% responden adalah
perempuan. Berdasarkan kriteria usia terdapat 4 responden atau 2% berusia 12
tahun, 15 responden atau 7.6% berusia 13 tahun, 31 responden atau 15.7% berusia
61
14 tahun, 28 responden atau 14.2% berusia 15 tahun, 30 responden atau 15.3%
berusia 16 tahun, 36 responden atau 18.3% berusia 17 tahun, dan 53 responden
atau 26.9% berusia 18 tahun. Selanjutnya, berdasarkan keterangan mengenai
orang tua tunggal sebanyak 107 responden atau 54.3% dikarenakan ayah atau ibu
meninggal dunia dan 90 responden atau 45.7% dikarenakan ayah dan ibu bercerai.
4.2 Hasil Analisis Deskriptif
Hasil analisis deskriptif adalah hasil yang memberikan gambaran data penelitian.
Dalam hasil analisis deskriptif ini akan disajikan, minimum, maksimum, mean
dan standar deviasi variabel serta kategorisasi tinggi dan rendahnya skor variabel
penelitian. Pada tabel 4.2 berisi analisis deskriptif yang didapat dari output SPSS:
Tabel 4.2
Deskripsi Statistik Variabel Penelitian
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Regulasi Emosi 197 23.89 71.42 50 9.24532
Kepercayaan 197 24.04 65.45 50 9.37014
Komunikasi 197 28.47 67.02 50 9.58150
Keterikatan 197 28.30 65.62 50 9.00705
Intelektual 197 33.63 66.62 50 8.46821
Ideologi 197 25.68 56.05 50 8.76941
Ibadah Individu 197 24.22 60.66 50 8.79556
Ibadah Berkelompok 197 34.92 70.20 50 9.37826
Pengalaman 197 16.42 55.73 50 8.24839
Valid N (listwise) 197
Dari tabel 4.2 juga dapat diketahui skor terendah regulasi emosi adalah
23.89 dan skor tertinggi adalah 71.42 dengan mean sebesar 50 dan standard
deviation sebesar 9.24532, pada variabel kepercayaan skor terendah adalah 24.04
dan skor tertinggi adalah 65.45 dengan mean sebesar 50 dan standard deviation
sebesar 9.37014, pada variabel komunikasi skor terendah adalah 28.47 dan skor
tertinggi adalah 67.02 dengan mean sebesar 50 dan standard deviation sebesar
62
9.58150, pada variabel keterikatan skor terendah adalah 28.30 dan skor tertinggi
adalah 65.62 dengan mean sebesar 50 dan standard deviation sebesar 9.00705,
pada skor intelektual skor terendah adalah 33.63 dan skor tertinggi adalah 66.62
dengan mean sebesar 50 dan standard deviation sebesar 8.46821, pada skor
ideologi skor terendah adalah 25.68 dan skor tertinggi adalah 56.05 dengan mean
sebesar 50 dan standard deviation sebesar 8.76941, pada skor ibadah individu skor
terendah adalah 24.22 dan skor tertinggi adalah 60.66 dengan mean sebesar 50
dan standard deviation sebesar 9.37826, pada skor ibadah berkelompok skor
terendah adalah 34.92 dan skor tertinggi adalah 70.20 dengan mean sebesar 50
dan standard deviation sebesar 9.37826, dan pada variabel pengalaman skor
terendah adalah 16.42 dan skor tertinggi adalah 55.73 dengan mean sebesar 50
dan standard deviation sebesar 8.24839.
4.3 Kategorisasi Hasil Penelitian
Setelah melakukan deskripsi dari masing-masing variabel, maka hal yang perlu
dilakukan adalah pengkategorisasian terhadap data penelitian dengan
menggunakan standar deviasi dan mean dari tscore. Kategorisasi dalam penelitian
ini dibuat menjadi tiga kategori yaitu tinggi, sedang dan rendah. Dalam hal ini
ditetapkan norma sebagai berikut:
Tabel 4.3
Pedoman Interpretasi Skor
Kategori Rumus
Rendah X < Mean - 1SD
Sedang Mean – 1SD < X < Mean + 1SD
Tinggi X > Mean + 1SD
63
Uraian mengenai gambaran kategori skor variabel berdasarkan tinggi, sedang dan
rendahnya variabel yang digunakan dalam penelitian ini akan disajikan pada tabel
di bawah ini:
Tabel 4.4
Kategorisasi Skor Variabel
Variabel Rendah Sedang Tinggi
N % N % N %
Regulasi Emosi 30 15.2 140 71.1 27 13.7 Kepercayaan 31 15.7 134 68.0 32 16.2 Komunikasi 34 17.3 131 66.5 32 16.2 Keterikatan 27 13.7 144 73.1 26 13.2 Intelektual 28 14.2 141 71.6 28 14.2 Ideologi 40 20.3 157 79.7 - - Ibadah Individu 28 14.2 149 75.6 20 10.2 Ibadah Kelompok 43 21.8 134 68.0 20 10.2 Pengalaman 30 15.2 167 84.8 - -
Dari tabel 4.5 dapat dilihat bahwa responden yang memiliki regulasi emosi
pada kategori rendah sebanyak 30 orang (15.2%), pada kategori sedang sebanyak
140 orang (71.1%) yang memiliki regulasi emosi pada kategori tinggi sebanyak
27 orang (13.7%) dan begitu seterusnya untuk membaca informasi variabel
lainnya.
4.4 Hasil Uji Hipotesis Penelitian
4.4.1 Pengujian Hipotesis Mayor
Dalam penelitian ini, uji hipotesis untuk mengetahui pengaruh masing-masing
independent variable terhadap dependent variable menggunakan multiple
regression analysis. Data yang dianalisis yaitu Tscore yang diperoleh dari hasil
analisis faktor menggunakan software IBM SPSS 20. Dalam analisis regresi,
terdapat tiga hal yang dilihat, yaitu (1) melihat besaran R Square untuk
mengetahui berapa persen (%) varians dependent variable yang dapat dijelaskan
64
oleh independent variable; (2) apakah secara keseluruhan independent variable
berpengaruh secara signifikan terhadap dependent variable; (3) melihat signifikan
atau tidaknya koefisien regresi dari independent variable. Pengujian hipotesis
dilakukan dengan beberapa tahapan. Langkah pertama, penulis melihat besaran R
Square untuk mengetahui berapa persen (%) varians dependent variable yang
dapat dijelaskan oleh independent variable. Lihat tabel 4.5 berikut:
Tabel 4.5
Tabel RSquare Seluruh Sampel
Model R RSquare Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 .422a .178 .143 8.55706
Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat bahwa perolehan R-square sebesar 0.178. Hal
itu berarti bahwa proporsi varians dari regulasi emosi yang dijelaskan oleh
kepercayaan, komunikasi, keterikatan, intelektual, ideologi, ibadah individu,
ibadah berkelompok dan pengalaman adalah sebesar 17.8%, sedangkan 82.2%
sisanya dipengaruhi oleh variebel lain di luar penelitian ini. Langkah kedua
penulis menganalisis pengaruh dari seluruh independent variable terhadap
regulasi emosi. Adapun hasil uji F dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut ini:
Tabel 4.6
Anova Seluruh Sampel
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig
Regression 2987.292 8 373.411 5.100 .000a
Residual 13765.992 188 73.223
Total 16753.283 196
a. Predictors: kepercayaan, komunikasi, keterikatan, intelektual, ideologi,
ibadah individu, ibadah berkelompok, dan pengalaman.
b. Dependent variable: regulasi emosi.
Jika melihat kolom signifikansi (p<0.05), maka hipotesis nihil yang
menyatakan “tidak ada pengaruh yang signifikan seluruh variabel independen
65
terhadap regulasi emosi” ditolak. Hal ini dapat diartikan, ada pengaruh yang
signifikan dari kepercayaan, komunikasi, keterikatan, intelektual, ideologi, ibadah
individu, ibadah berkelompok dan pengalaman terhadap regulasi emosi.
Tabel 4.7
Koefisien Regresi
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients T Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 30.445 5.420 5.619 0.000
Kepercayaan 0.279 0.139 0.283 2.055 0.046
Komunikasi - 0.371 0.128 - 0.384 -2.900 0.004
Keterikatan 0.387 0.138 0.377 2.797 0.006
Intelektual - 0.134 0.097 - 0.123 -1.385 0.168
Ideologi 0.079 0.090 0.075 0.878 0.381
Ibadah Individu 0.211 0.099 0.200 2.131 0.034
Ibadah
Berkelompok - 0.020 0.078 - 0.021 - 0.261 0.794
Pengalaman - 0.040 0.100 - 0.035 - 0.395 0.693
a. Dependent variabel: regulasi emosi
Langkah ketiga adalah melihat koefisien regresi tiap independent variable.
Jika p<0.05 maka koefisien regresi tersebut signifikan yang berarti bahwa
independent variable tersebut memiliki dampak yang signifikan terhadap regulasi
emosi. Adapun penyajian ditampilkan pada tabel 4.7 di atas.
Berdasarkan koefisien regresi pada tabel 4.7 dijelaskan persamaan regresi
sebagai berikut:
Regulasi emosi = 30.455 + 0.279 kepercayaan + (-0.371) komunikasi + 0.387
keterikatan + (-0.134) intelektual + 0.079 ideologi + 0.211 ibadah individu + (-
0.020) ibadah berkelompok + (-0.040) pengalaman.
Dari tabel 4.7 dapat dilihat bahwa kepercayaan, komunikasi, keterikatan
dan ibadah individu, berpengaruh secara signifikan terhadap regulasi emosi. Hal
tersebut dapat dilihat dari kolom Sig. pada tabel 4.7, jika p<0.05 maka koefisien
regresi yang dihasilkan signifikan pengaruhnya terhadap regulasi emosi dan
66
begitu sebaliknya. Penjelasan dari nilai koefisien regresi yang diperoleh pada
masing-masing independent variable adalah sebagai berikut:
1. Pada variabel kepercayaan diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.279
dengan signifikan 0.046 (sig >0.05). Artinya kepercayaan memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap regulasi emosi dengan arah positif di mana semakin
tinggi kepercayaan maka semakin tinggi regulasi emosi begitupun sebaliknya.
2. Pada variabel komunikasi diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.371
dengan signifikan 0.004 (sig <0.05). Artinya komunikasi memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap regulasi emosi dengan arah negatif di mana semakin
tinggi komunikasi maka semakin rendah regulasi emosi begitupun sebaliknya.
3. Pada variabel keterikatan diperleh nilai koefisien regresi sebesar 0.387
dengan siginfikan 0.006 (sig <0.05). Artinya keterikatan memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap regulasi emosi dengan arah positif di mana semakin
tinggi keterikatan maka semakin tinggi regulasi emosi begitupu sebaliknya.
4. Pada variabel intelektual diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.134
dengan signifikan 0.168 (sig >0.05). Artinya intelektual tidak memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap regulasi emosi.
5. Pada variabel ideologi diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.079 dengan
signifikan 0.381 (sig >0.05). Artinya ideologi tidak memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap regulasi emosi.
6. Pada variabel ibadah individu diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.211
dengan signifikan 0.034 (sig >0.05). Artinya ibadah individu memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap regulasi emosi dengan arah positif di mana
67
semakin tinggi kepercayaan maka semakin tinggi regulasi emosi begitupun
sebaliknya.
7. Pada variabel ibadah berkelompok diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -
0.040 dengan signifikan 0.794 (sig >0.05). Artinya ibadah berkelompok tidak
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap regulasi emosi.
8. Pada variabel pengalaman diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.040
dengan signifikan 0.693 (sig >0.05). Artinya pengalaman tidak memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap regulasi emosi.
4.4.2 Pengujian Proporsi Varians Masing-masing Variabel
Selanjutnya penulis ingin mengetahui sumbangan proporsi varians dari masing-
masing independent variable terhadap regulasi emosi. Dengan melihat nilai
RSquareChange sebagai jumlah sumbangan independent variable terhadap
dependent variable. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.8 berikut:
Tabel 4.8
Proporsi Varians Masing-Masing Variabel
Model R R
Square
Adjusted
R Square
Std. Error of
the Estimate
Change Statistics
R
Square
Change
F
Change df1 df2
Sig. F
Change
1 .302a .065 .087 8.83583 .091 19.588 1 195 .000
2 .329b .108 .099 8.77573 .017 3.680 1 194 .057
3 .376c .141 .128 8.63422 .033 7.411 1 193 .007
4 .376d .142 .124 8.65469 .000 .088 1 192 .767
5 .396e .157 .135 8.59955 .015 3.470 1 191 .064
6 .421f .177 .151 8.51664 .021 4.737 1 190 .031
7 .421g .178 .147 8.53794 .000 .054 1 189 .817
8 .422h .178 .143 8.55706 .001 .156 1 188 .693
a. Predictors: (constant), kepercayaan, komunikasi, keterikatan, intelektual,
ideologi, ibadah individu, ibadah berkelompok, dan pengalaman.
Berdasarkan data dari tabel 4.8 dapat disampaikan informasi sebagai berikut:
68
1. Variabel kepercayaan memiliki nilai RSquare change sebesar 0.091 atau
memberikan kontribusi sebesar 9.1% terhadap regulasi emosi. Kontribusi
tersebut signifikan dengan F Change 19.588 dan df= 1 df2= 195 dengan Sig.
F Change 0.000 (Sig. F Change < 0.05)
2. Variabel komunikasi memiliki nilai RSquare Change sebesar 0.017 atau
memberikan kontribusi sebesar 1.7% terhadap regulasi emosi. Kontribusi
tersebut signifikan dengan F Change 3.680 dan df= 1 df2= 194 dengan Sig.
F Change 0.057 (Sig. F Change < 0.05)
3. Varibel keterikatan memiliki nilai RSquare Change sebesar 0.033 atau
memberikan kontribusi sebesar 3.3% terhadap regulasi emosi. Kontribusi
tersebut signifikan dengan F Change 7.411 dan df= 1 df2= 193 dengan Sig.
F Change 0.007 (Sig. F Change < 0.05)
4. Variabel intelektual memiliki nilai RSquare Change sebesar 0.000 atau
memberikan kontribusi sebesar 0% terhadap regulasi emosi. Kontribusi
tersebut signifikan dengan F Change 0.088 dan df= 1 df2= 192 dengan Sig.
F Change 0.767 (Sig. F Change < 0.05)
5. Variabel ideologi memiliki nilai RSquare Change sebesar 0.015 atau
memberikan kontribusi sebesar 1.5% terhadap regulasi emosi. Kontribusi
tersebut signifikan dengan F Change 3.470 dan df= 1 df2= 191 dengan Sig.
F Change 0.064 (Sig. F Change < 0.05)
6. Variabel ibadah individu memiliki nilai RSquare Change = 0.021 atau
meberikan kontribusi sebesar 2.1% terhadap regulasi emosi. Kontribusi
69
tersebut signifikan dengan F Change 4.737 dan df= 1 df2= 190 dengan Sig.
F Change 0.031 (Sig. F Change < 0.05)
7. Variabel ibadah berkelompok memiliki nilai RSquare Change = 0.000 atau
memberikan kontribusi sebesar 0% terhadap regulasi emosi. Kontribusi
tersebut signifikan dengan F Change 0.054 dan df= 1 df2= 189 dengan Sig.
F Change 0.817 (Sig. F Change < 0.05)
8. Variabel pengalaman memiliki nilai Rsquare Change = 0.001 atau
memberikan kontribusi sebesar 0.1% terhadap regulasi emosi. Kontribusi
tersebut signifikan dengan F Change 0.156 dan df= 1 df2= 188 dengan Sig.
F Change 0.693 (Sig. F Change < 0.05).
70
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data penelitian yang telah diuraikan pada bab 4, maka
kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah terdapat pengaruh yang
signifikan secara bersama-sama dari peer attachment (kepercayaan, komunikasi,
dan keterikatan) dan religiuistas (intelektual, ideologi, ibadah individu, ibadah
kelompok, dan pengalaman) terhadap regulasi emosi pada remaja dengan orang
tua tunggal. Berdasarkan proporsi varians keseluruhan, regulasi emosi
dipengaruhi kepercayaan, komunikasi, keterikatan, intelektual, ideologi, ibadah
individu, ibadah berkelompok dan pengalaman, yaitu sebesar 17.8%. Hal tersebut
ditunjukkan dari hasil uji F yang menguji seluruh independent variable (IV)
terhadap dependent variable (DV).
Kemudian, penulis menguji hipotesis untuk mengetahui signifikansi
masing-masing koefisien regresi independent variable (IV) terhadap dependent
variable (DV), diperoleh hasil bahwa dari delapan variabel, ternyata terdapat
empat variabel yang signifikan pengaruhnya terhadap regulasi emosi, yaitu
kepercayaan, komunikasi, keterikatan, dan ibadah individu. Sedangkan variabel
lainnya yang meliputi intelektual, ideologi, ibadah berkelompok dan pengalaman
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap regulasi emosi remaja dengan orang
tua tunggal.
71
5.2 Diskusi
Penelitian ini merupakan sebuah usaha untuk menjawab masalah yang
telah dirumuskan, khususnya untuk melihat regulasi emosi pada remaja dengan
orang tua tunggal. Regulasi emosi merupakan proses kompleks yang bertanggung
jawab untuk memulai, menghambat, atau memodulasi seseorang dalam
menanggapi situasi tertentu (Gross, 2002).
Kesadaran atau proses kognitif membantu individu mengatur emosi-emosi
atau perasaan-perasaan, dan menjaga emosi tersebut agar tidak berlebihan. Oleh
sebab itu kebiasaan remaja menguasai emosi-emosi yang negatif dapat membuat
mereka sanggup mengontrol emosi dalam banyak situasi (Nisfiannoor & Kartika,
2004). Hasil analisis regresi secara keseluruhan pada penelitian mendapatkan
bukti bahwa adanya pengaruh dari peer attachment (kepercayaan, komunikasi,
dan keterikatan) dan religiusitas (intelektual, ideologi, ibadah individu, ibadah
berkeompok, dan pengalaman) terhadap regulasi emosi.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh antara variabel peer
attachment dan religiusitas, terdapat empat variabel yang memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap regulasi emosi pada remaja dengan orang tua tunggal.
Keempat variabel tersebut adalah kepercayaan, komunikasi, keterikatan, dan
ibadah individu. Sedangkan variabel intelektual, ideologi, ibadah berkelompok
dan pengalaman yang merupakan dimensi dari religiusitas tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap regulasi emosi.
Kepercayaan sebagai dimensi dari variabel peer attachment memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap regulasi emosi. Hasil penelitian ini
72
menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat kepercayaan remaja terhadap teman
sebaya maka semakin tinggi juga regulasi emosinya. Kelekatan yang terjadi pada
masa remaja akan membentuk kepercayaan terhadap teman sebaya, sehingga akan
memunculkan rasa aman dan nyaman. Hasil penelitian ini didukung oleh
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Lestari dan Satwika (2018) bahwa
remaja yang memiliki hubungan dengan teman sebaya yang didasari dengan
adanya perasaan tersebut akan lebih baik dan terbuka dalam mengekspresikan
pikiran, peraaan, serta emosi yang ia rasakan. Dengan demikian, kepercayaan
tersebut akan mampu membantu remaja dalam melakukan regulasi emosi. Selain
itu, penelitian yang dilakukan oleh Zimmermann, Maier, Winter, dan Grossmann
(2001) tentang kelekatan dan regulasi emosi remaja dalam mengerjakan suatu
permasalahan juga memberikan hasil bahwa kepercayaan terhadap teman sebaya
dan regulasi emosi saling memberikan kontribusi dalam proses pemecahan
masalah pada remaja.
Komunikasi sebagai dimensi dari variabel peer attachment memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap regulasi emosi. Remaja dalam
perkembangannya memiliki ketegangan emosi yang cukup tinggi sebagai akibat
dari perubahan fisik dan kelenjar atau hormon. Salah satu cara yang dapat
digunakan oleh remaja ketika merasakan hal tersebut adalah dengan menceritakan
pikiran dan perasaan mereka pada orang lain. Dalam penelitian yang dilakukan
oleh Lestari dan Satwika (2018) mengungkapkan bahwa jalinan komunikasi yang
dilakukan remaja antara lain adalah dengan melakukan sesi curhat. Namun
berbeda dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan adanya regulasi emosi
73
yang tinggi karena adanya jalinan komunikasi, penelitian ini jutru menunjukkan
hasil sebaliknya di mana semakin tinggi komunikasi dengan teman sebaya maka
semakin rendah regulasi emosi remaja.
Dalam komunikasi tersebut ketika remaja menceritakan perasaannya
kepada teman sebaya, remaja bisa saja berada di bawah tekanan teman sebaya
yang terjadi ketika individu mengalami persuasi implisit atau eksplisit yang
berupa paksaan, untuk mengadopsi nilai-nilai, keyakinan, dan tujuan yang sama
dalam kelompok teman sebaya yang kemudian dapat menimbulkan perilaku
menyimpang (Sandy, 2015). Sehingga hal tersebut dapat menjadi penyebab
adanya dampak negatif dari komunikasi yang terlalu terbuka antara remaja dengan
teman sebaya yang berpengaruh terhadap regulasi emosi, sehingga
memungkinkan remaja untuk bergantung kepada teman sebaya.
Selanjutnya, variabel lain dari peer attachment yang memiliki pengaruh
signifikan terhadap regulasi emosi adalah keterikatan dengan arah positif di mana
semakin tinggi keterikatan maka semakin tinggi pula regulasi emosi. Keterikatan
dalam penelitian ini sesuai dengan penjelasan Armsden dan Greenberg (1987)
yaitu keterikatan terhadap figur attachment yang menimbulkan perasaan aman.
Kelekatan yang terjadi pada masa remaja akan menimbulkan dan membentuk
persahabatan, kemudian ditambah dengan adanya penerimaan dari teman sebaya.
Adanya penerimaan ini dikarenakan tidak adanya rasa keterasingan dalam
hubungan pertemanan. Sesuai dengan hasil penelitian Lestari dan Satwika (2018)
bahwa remaja tidak perlu khawatir pada tanggapan sahabat mereka, karena
sahabat mereka akan selalu mengerti dan memahami situasi yang terjadi,
74
mendukung hal-hal positif yang dilakukan, serta memberikan saran yang baik bila
mereka meminta dan membutuhkannya.
Terkait dengan religiusitas, beberapa penelitian sebelumnya menyatakan
adanya pengaruh yang signifikan dari religiusitas terhadap regulasi emosi remaja
secara umum. Sementara itu, dalam penelitian ini hanya terdapat satu variabel dari
religiusitas yang berpengaruh secara signifikan terhadap regulasi emosi, yaitu
variabel ibadah individu. Indikator dalam penelitian ini merupakan praktik-praktik
ibadah yang dilakukan secara individu seperti menjalankan solat, puasa, dan
berdoa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi ibadah ndividu maka
semakin tinggi juga regulasi emosi remaja. Hal ini sejalan dengan penelitian
Siegel (dalam Geula, 2004) yang menyatakan bahwa proses merenungkan diri,
berdoa, meditasi dan semangat keagaamaan juga menggunakan elemen-elemen
terkait yang membantu dalam penguasaan emosional. Membiasakan diri untuk
berdoa dan meditasi mempercepat kemampuan seseorang dalam meregulasi
emosinya.
Sementara itu, penelitian ini juga menunjukkan bahwa intelektual dalam
religiusitas memiliki hubungan negatif terhadap regulasi emosi. Dimensi
intelektual merupakan cara individu dalam memperbarui pengetahuan agamanya.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin tinggi intelektual maka semakin
rendah regulasi emosi begitu juga sebaliknya. Hal ini dapat dipengaruhi oleh
sumber pengetahuan remaja yang saat ini lebih banyak diperoleh dari media
sosial. Koneksi tanpa batas dalam media sosial memungkinkan remaja
mendapatkan informasi negatif dalam perbaruan pengetahuan agamanya, sehingga
75
pengetahuan agama yang seharusnya meningkatkan regulasi emosi justru
memberikan dampak sebaliknya (Saputra, 2016).
Ideologi sebagai salah satu variabel dari religiuitas menunjukkan
hubungan positif di mana semakin tinggi ideologi maka semakin tinggi regulasi
emosi dan begitu pula sebaliknya. Ideologi dalam penelitian ini ditunjukkan
dengan adanya keyakinan pada keberadaan Tuhan dan keyakinan kepada pada
hal-hal yang bersifat Illahi. Namun ideologi dalam penelitian ini tidak
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap regulasi emosi remaja dengan
orang tua tunggal.
Ibadah berkelompok yang ditunjukkan dengan keterlibatan individu dalam
kegiatan keagamaan dalam penelitian ini menunjukkan hubungan negatif di mana
semakin tinggi tingkat ibadah remaja dengan orang tua tunggal maka semakin
rendah regulasi emosinya dan begitu pula sebaliknya. Hal ini kemungkinan
dikarenakan kehadiran dalam kegiatan peribatan menjadi parameter yang sangat
umum dalam melihat komitmen beragama. Kritik dari penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Clements dan Ermakova (2012) ini diduga karena adanya temuan-
temuan yang membingungkan dan adanya social desirability.
Selain itu, pengalaman sebagai salah satu variabel dari religiusitas dalam
penelitian ini juga tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap regulasi
emosi remaja dengan orang tua tunggal. Pengalaman ditunjukkan dengan adanya
perasaan mengenai kehadiran Tuhan serta merasakan campur tangan Tuhan dalam
kehidupan sehari-hari.
76
Selain dari penjelasan mengenai variabel-variabel tersebut, penelitian ini
juga memiliki keterbatasan. Pengambilan sampel yang terlalu umum
menyebabkan tidak adanya diferensiasi antara remaja yang tinggal dengan orang
tua tunggal karena orang tua yang bercerai, meninggal dunia, dan juga orang tua
yang bekerja di tempat jauh. Perbedaan latar belakang orang tua tersebut dapat
memberikan hasil yang berbeda jika dilakukan penelitian lebih lanjut.
Sementara itu, penggunaan instrumen yang tidak tepat juga menjadi
kekurangan dalam penelitian ini. Penelitian ini menggunakan alat ukur regulasi
emosi dari Latifa (2015) yang sebelumnya digunakan untuk usia dewasa dalam
penelitian mengenai pernikahan. Hal tersebut dapat mengurangi ketepatan
pengukuran karena dalam penelitian ini penulis menggunakan alat ukur tersebut
kepada remaja. Perbedaan usia subjek tersebut dapat menyebabkan kekurangan
dalam penelitian karena subjek usia remaja bisa jadi kurang dapat memahami
item-item yang sebelumnya ditujukan untuk subjek usia dewasa.
Selain itu, penulis juga menggunakan alat ukur religiusitas yang
dimodifikasi dari alat ukur sebelumnya. Dalam memodifikasi alat ukur, perlu
dipertimbangkan penggunaan model dan kata-kata yang tepat dalam
menggambarkan indikator suatu variabel. Kesalahan yang terjadi ketika
memodifikasi alat ukur tersebut dapat menyebabkan alat ukur tersebut kurang
dapat mengukur konstruk yang akan diukur, sehingga hasil penelitian juga kurang
dapat menjelaskan hubungan-hubungan antara variabel yang diteliti.
77
5.3 Saran
Berdasarkan penulisan penelitian ini, penulis menyadari bahwa masih
banyak kekurangan didalamnya. Maka dari itu, penulis memiliki beberapa saran
untuk bahan pertimbangan sebagai penyempurna penelitian selanjutnya yang
terkait dengan penelitian serupa, yaitu beruapa saran teoritis dan saran praktis.
5.3.1 Saran Teoritis
1. Pada penelitian ini ditemukan bahwa proporsi varians dari regulasi emosi
yang dijelaskan oleh semua independent variable adalah sebesar 17.8%
sedangkan sisanya sebesar 82.2% dipengaruhi oleh variabel lain di luar
penelitian ini. Penulis menyarankan untuk penelitian selanjutnya agar
variabel-variabel tersebut dapat diteliti kembali dengan melakukan
diferensiasi responden yang kemudian dapat menjelaskan perbedaan individu
dengan latar belakang orang tua tunggal yang berbeda.
2. Pada penelitian ini terdapat tiga variable peer attachment yang memberikan
pengaruh signifikan terhadap regulasi emosi, yaitu kepercayaan, komunikasi
dan keterikatan. Sementara itu, dari kelima variabel religiusitas, hanya
terdapat satu variabel yang memberikan pengaruh signifikan terhadap
regulasi emosi, yaitu ibadah individu. Variabel intelektual, ideologi, ibadah
kelompok dan pengalaman yang merupakan dimensi dari religiusitas juga
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap regulasi emosi. Penelitian
selanjutnya diharapkan dapat meneliti lebih jauh mengenai variabel-variabel
tersebut agar dapat menjelaskan pengaruhnya terhadap regulasi emosi remaja
dengan orang tua tunggal.
78
3. Pada penelitian ini terdapat kekurangan berupa penggunaan instrumen yang
kurang tepat. Hal ini agar menjadi pertimbangan untuk penelitian selanjutnya
agar menggunakan alat ukur yang sesuai dengan subjek penelitian, serta
penyusunan alat ukur yang lebih baik agar dapat menghasilkan penelitian
yang baik pula.
5.3.2 Saran praktis
1. Hasil penelitian menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari
peer attachment terhadap regulasi emosi. Pada masa remaja, peer attachment
memang dibutuhkan namun kepercayaan, komunikasi serta keterikatan remaja
dengan teman sebaya tidak seluruhnya memberikan dampak positif terhadap
regulasi emosi. Hubungan remaja yang terlalu dekat dan terbuka dengan
teman sebayanya dapat menimbulkan paksaan untuk mengadopsi nilai-nilai
dan keyakinan dalam kelompok teman sebaya, hal tersebut dapat menurunkan
regulasi emosi remaja sehingga remaja melakukan hal menyimpang. Oleh
sebab itu orang tua diharapkan dapat memberikan arahan mengenai hubungan
antara remaja dengan teman sebaya agar terjalin hubungan pertemanan yang
baik.
2. Terkait dengan religiusitas, remaja juga membutuhkan sesautu untuk dapat
mengontrol emosinya. Dengan demikian religiusitas menjadi penting karena
religiusitas yang tinggi akan memberikan dampak positif terhadap
kemampuan remaja dalam meregulasi emosinya. Namun remaja
membutuhkan pembinaan dan bimbingan dalam meningkatkan religiusitasnya.
Pengetahuan remaja saat ini banyak bersumber dari sosial media, termasuk
79
pengetahuan agamanya. Oleh sebab itu sebaiknya pengetahuan tersebut
diiringi dengan bimbingan orang tua yang dapat memberikan arahan secara
langsung. Dengan adanya pembinaan dan bimbingan, remaja bukan hanya
diharapkan dapat melakukan ibadah secara rutin, tetapi juga diharapkan dapat
memperbaiki ibadah dan lebih memaknai agamanya. Hal ini dapat
meningkatkan regulasi emosi sehingga remaja terhindar dari perilaku-perilaku
negatif dalam kehidupan sehari-hari.
80
DAFTAR PUSTAKA
Afiatin, T. (1998). Religiusitas remaja: studi tentang kehidupan beragama di
Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Psikologi, No. 1: 55-64
Andisti, Miftah A. & Ritandiyono. (2008). Religiusitas dan perilaku seks bebas
pada dewasa awal. Jurnal Psikologi, Vol. 1 (2): 170-176
Arias, Steven J. (2013). Exploring the relationship between attachment, perceived
teacher support, and school engagement in truant and non-truant students.
Disertasi. Degree Doctor, Faculty of the Rosemead School of
Psychology
Armsden, G. C. & Greenberg, M. T. (1987). The inventory of peer and
attachment: individual differences and their relationship to psychological
well-being in adolescence. Journal of Youth and Adolescence, Vol. 16
(5): 1-38
Aryanti, Z. (2015). Kelekatan dalam perkembangan anak. Tarbawiyah, Vol. 12,
No. 2: 245-358
Brummer, L., Stopa, L., & Bucks, R. (2013) The influence of age on emotion
regulation strategies and psychological distress. Behavioural and
Cognitive Psychotherapy, 42(06): 668-681.
Chaplin, J. P. (2005). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada
Clements, A. D., & Ermakoca, A. V. (2012) Surrender to God and stress: A
possible link between religiosity and health. Psychology of Religion and
Spirituality, Vol 4(2): 93-107.
Desmita. (2006). Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Dwityaputri, Y. K. & Sakti, H. (2015). Hubungan antara regulasi rmosi dengan
forgiveness pada siswa di SMA Islam Cikal Harapan BSD-Tangerang
Selatan. Jurnal Empati, Vol. 4(2): 20-25
Farida, L. (2012). Masalah-masalah remaja yang memiliki orang tua tunggal di
jorong taratak tangah kabupaten solok. Jurnal STKIP PGRI Sumatera
Barat
Fetzer Institute and National Institute on Aging Working Group. (1999).
Multidimensional measurement of religiousness, spiritual for use in
health research. Fetzer Institute in Collaboration with Nasional Institute
on Aging Kalamazoo.
81
Fihadinata, W. (2016). Pengaruh keterlibatan ayah dan religiusitas remaja
terhadap kemampuan regulasi emosi remaja. Skripsi. Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Fridayanti. (2015). Religiusitas, spiritualitas dalam kajian psikologi dan urensi
perumusan religiusitas islam. Psympatic Jurnal Ilmiah Psikologi, Vol.
2(2)
Garnefski, N., Kraaij, V., & Sinhoven, P. (2001). Negative life events, cognitive
emotion regulation and emotional prolems. Personality and Individual
Differences, Vol. 30 (8): 1311-1327
Garnefski, N., Riefe, C., Jellesma, F., Terwogt, M. M., & Kaaij, V. (2007).
Cognitive emotion regulation strategies and emotional problems in 9-11-
year-old children. European Child & Adolescent Psychiatry, Vol. 16(1):
1-9
Geula, K. (2004). Emotional intelligence and spiritual development. Forum for
Integrated Education and Educational Reform. 1-8
Glock, C. Y., & Stark, R. (1966). Religion and society in tension. Sociological
Analysis, Vol. 27(3) 173-176
Gorrese, A., & Ruggieri, R. (2012). Peer attachment: a meta-analytic review of
gender and age difference and associations with parent attachmnet.
Journal of Youth and Adolescence, 41(5):650-672
Graham, J. F. (2015). The History of Attachment Theory. Disertasi. The Degree
of Master of Arts in Adlerian Counseling and Psychotherapy
Gross, J.J. (2002). Emotion regulation: affective, cognitive, amd social
consequences. Psychophysiology.39: 281-291.
Gross, J.J. (2014). Emotion Regulation: Conceptual and Empirical Foundations.
New York: Guilford Press.
Gross, J.J., & Thompson, R.A. (2007). Emotion regulation: Conceptual
foundations. New York: Guilford Press.
Goleman, D., (2003). Kecerdasan Emosi. Jakarta: PT.Gramedia.
Hidayati, I., Mulawarman, & Awalya. (2017). Meningkatkan regulasi emosi siswa
melalui layanan bimbingan kelompok dengan teknik sosiodrama. Journal
of Guidance and Counseling, Vol. 6(4): 27-34
Holdcroft, B. (2006). What is religiosity. Catholic Education: A Hournal of
Inquiry and Practice, Vol. 1 (1): 89-103
Huber, S. & Huber, O. W. (2012). The Centrality of religiosity scale (CRS).
Religions, Vol. 3: 710-724
82
Hude, M. Darwis (2006). Penjelajahan Religio-Psikologis tentang Emosi
Manusia di dalam Alquran. Jakarta: Erlangga
Hurlock, E.B. (1999). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga
Hurlock, E.B. (2002). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga
Jahja, Y. (2011). Pskologi Perkembangan. Jakarta: Kencana.
Laible, D. J., Carlo, G., & Raffaelli, M. (2000). The differential relations of parent
and peer attachment to adolescent adjustment. Journal of Youth and
Adolescence, Vol. 29, No. 1: 45-59.
Latifa, R. (2015). Model stabilitas pernikahan dewasa awal berdasarkan atribusi
kognisi, regulasi emosi dan gaya konflik. Disertasi. Program
Pascasarjana Universitas Padjajaran Bandung.
Laumi & Adiyanti, M. G. (2012). Attachment of late adolescent to mother, father,
and peer, with family structure as moderating variable and their
relationships with self-esteem. Jurnal Psikologi Universitas Gajah Mada,
Vol. 39, No. 2: 129-142.
Lestari, Diah A. & Satwika, Y. W. (2018). Hubungan antara peer attachment
dengan regulasi emosi pada siswa kelas VIII di SMPN 26 Surabaya.
Jurnal Penelitian Psikologi, Vol. 5, No. 2: 1-6
Lestari, K. (2016). Divorce Family of Civil Servants. JOM FISIP Vol. 3, No. 1: 1-
15
Mohamed, N. H., Hamzah, S. R., Ismail, I. A., & Samah, B. A. (2017). Parental
and peer attachment and its relationships with positive youth
development. International Journal of Academic Research in Business
and Social Science, Vol. 7, No. 9: 353-363
Nash, D. (1968). American piety the nature of religious commitment by Rodney
Stark and Charles Y. Glock. Berkeley and Los Angeles: University of
California Press, Vol. 47(2) 232-233
Nisfinannoor, M. & Kartika, Y. (2004). Hubungan anatara regulasi emosi dan
kelompok teman sebaya pada remaja. Jurnal Psikologi, Vol. 2(2): 160-
178
Nisya, L.S. & Sofiah, D. (2012). Religiusitas, kecerdasan emosional dan
kenakalan remaja. Jurnal Psikologi, Vol. 7. No. 2: 562-584
Palupi, A. O., Purwanto, E., & Noviyani, D. I. (2013). Pengaruh religiusitas
terhadap kenakalan remaja. Educational Psychology Journal, Vol. 2(1):
6-11
83
Purnamaningsih, E. H. (2017). Personality and emotion regulation strategies.
International Journal of Psychological Research, Vol. 10, No. 1: 53-60
Rahayu, S. (2008). Hubungan antara religiusitas dengan kematangan emosi pada
siswa SMU Institut Indonesia I Yogyakarta. Skripsi. Universitas Islam
Negeri Usnan Kalijaga Yogyakarta.
Rasyid, M. (2012). Hubungan antara peer attachment dengan regulasi emosi
remaja yang menjadi siswa di boarding school sma negeri 10 samarinda.
Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan, Vol. 1, No. 03: 1-7
Retnowati, Y. (2008). Pola komunikasi orangtua tunggal dalam membentuk
kemandirian anak (kasus di kota yogyakarta). Jurnal Ilmu Komunikasi,
Vol. 6, No. 3: 199-211
Roeckelein, Jon E. (2013). Kamus Psikologi: Teori, Hukum, dan Konsep, Edisi
Pertama, Terjemahan. Jakarta: Kencana
Sallquist, J., Eisenberg, N., French, Doran C., Purwono, U., & Suryanti, T. A.
(2010). Indonesian adolescents spiritual and religious experiences and
their longitudinal relationship with socioemotional functioning.
Developmental Psychology, American Psychological Association, Vol.
45, No. 3: 699-716
Sandy, R. (2015). Pengaruh Tekana Teman Sebaya terhadap Perilaku Kecanduan
Path pada Kalangan Remaja di Jakarta Barat. Diakses pada tanggal 13
Mei 2019. https://psychology.binus.ac.id/2015/09/06/pengaruh-tekanan-
teman-sebaya-terhadap-perilaku-kecanduan-path-pada-kalangan-remaja-
di-jakarta-barat/
Santrock, John W. (2003). Life-span development. New York: The McGraw-Hill
Companies
Santrock, John W. (2007). Remaja, edisi kesebelas, Terjemahan. Jakarta: Erlangga
Santrock, John W. (2009). Perkembangan Masa Hidup, edisi ke-5, Terjemahan.
Jakarta: Erlangga
Santrock, John W. (2010). Life-Span Development. Jiid ke-1, Terjemahan. Jakarta:
Erlangga
Saputra, Eddy. (2016). Dampak sosial media terhdap sikap keberagamaan remaja
dan solusinya melalui pendidikan agama islam. Sosiso-e-Kons, Vol. 8(2):
160-168
Sobur, Alex. (2003). Psikologi Umum dalam Linatasan Sejarah. Bandung: CV
Pustaka Setia
Surya. 2003. Bina Keluarga. Semarang: Aneka Ilmu
84
Tejena, N. R. & Sukmayanti, L. M. K. (2018). Meditasi meningkatkan regulasi
emosi pada remaja . jurnal Psikologi Udayana, Vol. 50: 370-381
Unayah, N. & Sabarisman, M. (2015). Fenomena kenakalan remaja dan
kriminalitas. Socio Informa. Vol. 1, No. 02: 121-140.
Utomo, J. (2013). Dinamika Pengasuhan Anak pada Keluarga Orang Tua
Tunggal. Skripsi. Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri
Yogyakarta.
Wade, C. & Tavris, C. (2007). Psikologi, edisi ke-9. Jakarta: Erlangga
Warsiyah (2018). Pembentukan religiusitas remaja muslim. Cendikia, Vol. 16 (1),
p. 19-39
Yusuf, Syamsu L. N., M.Pd. (2011). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Zimmermann, P., Maier, M. A., Winter, M., & Grossman, K. E. (2001).
Attachment and adolescents emotion regulation during a joint problem-
solving task with a friend. International Journal of Behavioral
Development, 25(4): 331-343
85
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
KUESIONER PENELITIAN
INFORMED CONSENT
Assalamualaikum, Wr. Wb.
Saya mahasiswi Program Strata 1 (S1) Fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang saat ini sedang melakukan penelitian dalam rangka
penyelesaian tugas akhir. Oleh karena itu, saya mengharapakan kesediaan
Saudara/I untuk menjadi responden dalam penelitian ini. Saudara/I dapat mengisi
kuesioner ini dengan mengikuti petunjuk pengisian yang telah diberikan. TIDAK
ADA JAWABAN SALAH dalam kuesioner ini. Adapun informasi yang
Saudara/I berikan dalam penelitian ini AKAN DIJAGA KERAHASIAANNYA
dan di gunakan hanya untuk kepentingan penelitian. Atas perhatian Saudara/I,
saya ucapkan terima kasih.
Wassalamualaikum Wr. Wb
IDENTITAS RESPONDEN
Nama/Inisial :
Usia :
Jenis Kelamin :
Agama :
Pendidikan Saat Ini :
Alasan Tinggal dengan Orang Tua Tunggal (pilih yang sesuai) :
Ayah dan Ibu bercerai/Ayah atau Ibu meninggal dunia
86
SKALA I
Berikut adalah beberapa pernyataan yang mungkin Anda rasakan atau tidak Anda
rasakan. Di bawah ini, tunjukkan kesesuaian Anda pada setiap item dengan
menunjukkan respons pada masing-masing pernyataan yang ada. Anda diminta
untuk memilih pilihan yang sesuai dengan keadaan Anda.
No. Pernyataan Tidak
Pernah
Jarang Sering Selalu
1 Saat saya sedang ingin merasakan emosi positif
yang lebih banyak, sata ubah ke arah yang lebih
positif tentang hal-hal apa saja yang sedang saya
pikirkan
2 Saya simpan perasaan saya hanya untuk diri saya
sendiri
3 Saya mengubah cara pandang saya menjadi lebih
positif, saat saya sedang ingin mengurangi
pengalaman emosi negative
4 Saat saya sedang merasakan emosi positif, saya
berusaha hati-hati untuk tidak mengekspresikannya
secara berlebihan
5 Saat saya sedang dihadapkan pada situasi penuh
tekanan, saya membuat diri saya berpikir ke arah
yang dapat lebih menenangkan dan mebuat saya
nyaman
6 Saya mengendalikan emosi saya dengan cara tidak
mengekspresikannya.
7 Saat saya ingin merasakan emosi positif yang lebih
banyak, saya ubah cara pandang saya tentang situasi
yang terjadi
8 Saya dapat mengendalikan emosi dengan mengubah
cara pikir saya terhadap situasi yang sedang saya
hadapi
9 Saat saya merasakan emosi negatif, saya kuatkan
diri saya untuk tidak mengekspresikannya secara
berlebihan
10 Saat saya ingin mengurangi pengalaman emosi
negatif, saya berusaha mengubah pola pikir saya
atas situasi yang sedang saya hadapi
11 Saya berusaha untuk tidak terlalu fokus pada
masalah yang sedang saya hadapi, daripada akan
menjadi beban
12 Saat sedih, saya dapat mengalihkan perhatian pada
hobi yang saya senangi, dengan demikian dapat
membantu mengurangi kesedihan yang saya rasakan
13 Saat marah, saya dapat diam dan tidak
menampilkannya dalam perilaku saya
14 Saya lebih memilih berpikir tentang hal-hal yang
menyenangkan daripada yang menyedihkan atau
memberatkan hati
15 Saat merasa sedih, saya dapat segera mengingat hal-
hal yang menyenangkan
87
16 Saya mengendalikan emosi saya dengan cara
mengubah cara pandang saya terhadap suatu situasi
yangs sedang saya hadapi
17 Saya memendam sendiri setiap hal yang saya
rasakan
18 Saat merasa bahagia, saya berhati-hati untuk tidak
terlalu mengekspresikannya secara berlebihan
19 Saya terbiasa mengendalikan emosi saya dengan
cara tidak mengekspresikannya
SKALA II
Berikut adalah beberapa pernyataan yang mungkin Anda setujui atau tidak Anda
setujui. Di bawah ini, tunjukkan kesesuaian Anda pada setiap item dengan
menunjukkan respons pada masing-masing pernyataan yang ada. Anda diminta
untuk memilih pilihan jawaban yang sesuai dengan diri Anda.
No. Item
STS TS S SS
1 Saya senang jika teman saya memberikan pendapat tentang
masalah yang saya hadapi
2 Teman saya dapat mengetahui jika saya sedang kecewa terhadap
sesuatu
3 Ketika sedang berdiskusi, teman saya peduli dengan pendapat
yang saya kemukakan
4 Menceritaka masalah kepada teman akan membuat saya malu dan
merasa bodoh
5 Saya berharap memiliki teman lain dibanding teman saya saat ini
6 Teman-teman memahami saya
7 Teman-teman mendorong saya agar bercerita tentang kesulitan
yang saya hadapi
8 Teman-teman dapat menerima saya apa adanya
9 Saya merasa perlu untuk lebih sering bertemu dengan teman-
teman saya
10 Teman-teman tidak memahami apa yang sedang saya jalani saat
ini
11 Saya merasa kesepian walaupun sedang bersama teman-teman
12 Teman-teman mendengarkan apa yang saya sampaikan
13 Saya merasa bahwa teman-teman saya adalah teman yang baik
14 Teman-teman saya cukup mudah untuk diajak berdiskusi
15 Saat saya sedang marah terhadap suatu hal, teman-teman saya
mencoba memahami saya
16 Teman-teman membantu saya untuk lebih memahami diri saya
sendiri
17 Teman-teman peduli dengan apa yang saya rasakan
18 Saya merasa kesal dengan teman-teman saya
19 Saya dapat mengandalkan teman-teman ketika saya ingin
mengurangi beban yang saya rasakan
20 Saya mempercayai teman-teman saya
21 Teman-teman saya menghormati perasaan saya
22 Tampaknya teman-teman tersinggung kepada saya tanpa alasan
88
yang jelas
23 Saya dapat menceritakan permasalahan yang saya hadapi kepada
teman-teman
24 Saat teman-teman mengetahui bahwa saya sedang merasa
terganggu akan suatu hal, mereka akan bertanya tentang hal
tersebut
SKALA III
Berikut adalah beberapa pernyataan yang mungkin Anda setujui atau tidak Anda
setujui. Di bawah ini, tunjukkan kesesuaian Anda pada setiap item dengan
menunjukkan respons pada masing-masing pernyataan yang ada. Anda diminta
untuk memilih pilihan jawaban yang sesuai dengan diri Anda.
No. Item
STS TS S SS
1 Saya suka mendengarkan atau menyaksikan program keagamaan
yang ada di media elektronik
2 Terkadang saya ragu dengan keberadaan Tuhan karena
kehadiran-Nya tidak saya rasakan
3 Saya lebih suka mengikuti kajian keagamaan daripada berdiam
diri di rumah
4 Saya lebih suka menyaksikan acara musik daripada acara
keagamaan
5 Saya peduli dengan isu-isu keagamaan yang ada pada masyarakat
6 Saya senang mengikuti organisasi keagamaan
7 Saya merasakan adanya kehadiran Tuhan
8 Saya merasa bahwa mempelajari topik keagamaan adalah hal
yang penting
9 Saya merasa perlu untuk lebih sering bertemu dengan teman-
teman saya
10 Saya tidak merasakan manfaat dari mengikuti organisasi
keagamaan
11 Saya tidak suka mempelajaari makna dari ayat-ayat kitab suci
12 Menurut saya, kisah-kisah tentang nabi dan rasul adalah cerita
yang mengada-ngada
13 Saya ragu untuk bergabung dalam komunitas keagamaan yang
ada di lingkungan saya
14 Saya tidak mempercayai adanya mukijizat
15 Saya melaksanakan puasa
16 Saya mempercayai adanya hari kiamat
17 Saya yakin Tuhan melihat semua perbuatan yang saya lakukan
18 Saya ikut serta dalam merayakan hari-hari besar keagamaan
19 Saya percaya bahwa musibah adalah ujian yang Tuhan berikan
untuk saya
20 Saya merasa bahwa berdoa akan membuat saya lebih tenang
21 Saya berdoa dalam keadaan susah maupun senang
22 Saya yakin bahwa kesuksesan yang saya rasakan adalah murni
hasil kerja keras saya, bukan karena Tuhan
23 Saya merasa bahwa Tuhan senantiasa memberikan pertolongan
ketika saya menghadapi masalah
24 Saya melaksanakan ibadah tanpa tertinggal
89
LAMPIRAN 2
SYNTAX DAN PATH DIAGRAM UJI VALIDITAS
Uji Validitas Regulasi Emosi
UJI VALIDITAS REGULASI
DA NI=19 NO=197 AD=OFF
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10
ITEM11 ITEM12 ITEM13 ITEM14 ITEM15 ITEM16 ITEM17 ITEM18 ITEM19
PM SY FI=REGULASI.COR
MO NX=19 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
REGULASI
FR TD 17 10 TD 19 12 TD 8 7 TD 5 4 TD 16 2 TD 12 6 TD 19 17 TD 19 10 TD
9 5 TD 10 9 TD 18 11 TD 11 9 TD 9 4 TD 14 7 TD 2 1 TD 12 2 TD 19 16 TD 12
3 TD 17 12 TD 12 10 TD 8 3 TD 7 3 TD 9 8 TD 15 14 TD 15 7 TD 14 3 TD 15 6
TD 8 5 TD 7 4 TD 14 6 TD 15 8 TD 14 8 TD 18 2 TD 18 2 TD 16 11 TD 16 1
TD 13 9 TD 10 5 TD 17 5 TD 6 5 TD 14 5 TD 17 14 TD 12 5 TD 12 9 TD 9 2
TD 19 9 TD 19 6 TD 15 4 TD 11 1 TD 10 2 TD 17 16 TD 18 15 TD 12 1 TD 16
10 TD 12 7 TD 15 2 TD 13 11 TD 14 2 TD 16 14 TD 19 18 TD 15 1 TD 14 1 TD
16 8 TD 16 5 TD 16 4 TD 18 7 TD 11 10 TD 18 17 TD 18 10
PD
OU TV SS MI
90
Uji Validitas Kepercayaan
UJI VALIDITAS KEPERCAYAAN
DA NI=9 NO=197 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8 ITEM9
PM SY FI=KEPERCAYAAN.COR
MO NX=9 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
KEPERCAYAAN
FR TD 8 5 TD 7 2 TD 4 2 TD 5 3 TD 8 7 TD 2 1 TD 7 1
PD
OU TV SS MI
91
Uji Validitas Komunikasi
UJI VALIDITAS KOMUNIKASI
DA NI=9 NO=197 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8 ITEM9
PM SY FI=KOMUNIKASI.COR
MO NX=9 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
KOMUNIKASI
FR TD 4 3 TD 9 8 TD 8 4 TD 7 5 TD 6 5 TD 6 2 TD 8 3 TD 3 2 TD 5 3 TD 7 6
TD 8 1
PD
OU TV SS MI
92
Uji Validitas Keterikatan
UJI VALIDITAS KETERIKATAN
DA NI=6 NO=197 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6
PM SY FI=KETERIKATAN.COR
MO NX=6 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
KETERIKATAN
FR TD 5 1 TD 6 4 TD 6 2
PD
OU TV SS MI
93
Uji Validitas Intelektual
UJI VALIDITAS INTELEKTUAL
DA NI=5 NO=197 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5
PM SY FI=INTELEKTUAL.COR
MO NX=5 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
INTELEKTUAL
FR TD 3 2
PD
OU TV SS MI
94
Uji Validitas Ideologi
UJI VALIDITAS IDEOLOGI
DA NI=5 NO=197 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5
PM SY FI=IDEOLOGI.COR
MO NX=5 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
IDEOLOGI
FR TD 2 1 TD 3 1 TD 3 2
PD
OU TV SS MI
95
Uji Validitas Ibadah Individu
UJI VALIDITAS INDIVIDU
DA NI=5 NO=197 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5
PM SY FI=INDIVIDU.COR
MO NX=5 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
INDIVIDU
FR TD 5 2 TD 2 1
PD
OU TV SS MI
96
Uji Validitas Ibadah Berkelompok
UJI VALIDITAS KELOMPOK
DA NI=5 NO=197 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5
PM SY FI=KELOMPOK.COR
MO NX=5 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
KELOMPOK
FR TD 5 2
PD
OU TV SS MI
97
Uji Validitas Pengalaman
UJI VALIDITAS PENGALAMAN
DA NI=4 NO=197 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4
PM SY FI=PENGALAMAN.COR
MO NX=4 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
PENGALAMAN
FR TD 4 1
PD
OU TV SS MI
98
LAMPIRAN 3
OUTPUT SPSS 20 ANALISIS REGRESI BERGANDA
Regression
Model Summary
Model R
R
Square
Adjusted R
Square
Std. Error
of the
Estimate
Change Statistics
R Square
Change F Change df1 df2 Sig. F Change
1 .422a .178 .143 8.55706 .178 5.100 8 188 .000
a. Predictors: (Constant), PENGALAMAN, IBDAHBERKELOMPOK, KEPERCAYAAN,
INTELEKTUAL, IDEOLOGI, IBADAHINDIVIDU, KOMUNIKASI, KETERASINGAN
Model Summary
Model R
R
Square
Adjusted
R Square
Std. Error
of the
Estimate
Change Statistics
R Square
Change F Change df1 df2 Sig. F Change
1 .302a .091 .087 8.83583 .091 19.588 1 192 .000
2 .329b .108 .099 8.77573 .017 3.680 1 194 .057
3 .376c .141 .128 8.63422 .033 7.411 1 193 .007
4 .376d .142 .124 8.65469 .000 .088 1 192 .767
5 .396e .157 .135 8.59955 .015 3.470 1 191 .064
6 .421f .177 .151 8.51664 .021 4.737 1 190 .031
7 .421g .178 .147 8.53794 .000 .054 1 189 .817
8 .422h .178 .143 8.55706 .001 .156 1 188 .693
a. Predictors: (Constant), KEPERCAYAAN
b. Predictors: (Constant), KEPERCAYAAN, KOMUNIKASI
c. Predictors: (Constant), KEPERCAYAAN, KOMUNIKASI, KETERIKATAN
d. Predictors: (Constant), KEPERCAYAAN, KOMUNIKASI, KETERIKATAN, INTELEKTUAL
e. Predictors: (Constant), KEPERCAYAAN, KOMUNIKASI, KETERIKATAN, INTELEKTUAL,
IDEOLOGI
f. Predictors: (Constant), KEPERCAYAAN, KOMUNIKASI, KETERIKATAN, INTELEKTUAL,
IDEOLOGI, IBADAH INDIVIDU
99
g. Predictors: (Constant), KEPERCAYAAN, KOMUNIKASI, KETERIKATAN, INTELEKTUAL,
IDEOLOGI, IBADAH INDIVIDU, IBADAH BERKELOMPOK
h. Predictors: (Constant), T KEPERCAYAAN, KOMUNIKASI, KETERIKATAN, INTELEKTUAL,
IDEOLOGI, IBADAH INDIVIDU, IBADAH BERKELOMPOK, PENGALAMAN
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 30.455 5.420
5.619 .000
KEPERCAYAAN .279 .139 .283 2.005 .046
KOMUNIKASI -.371 .128 -.384 -2.900 .004
KETERIKATAN .387 .138 .377 2.797 .006
INTELEKTUAL -.134 .097 -.123 -1.385 .168
IDEOLOGI .079 .090 .075 .878 .381
IBADAHINDIVIDU .211 .099 .200 2.131 .034
IBADAHBERKELOMPOK -.020 .078 -.021 -.261 .794
PENGALAMAN -.040 .100 .035 -.395 .693
a. Dependent Variable: REGULASIEMOSI
ANOVAb
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 29987.292 8 373.411 5.100 .000a
Residual 13765.992 188 73.223
Total 16753.282 196
a. Predictors: (Constant), PENGALAMAN, IBDAHBERKELOMPOK, KEPERCAYAAN,
INTELEKTUAL, IDEOLOGI, IBADAHINDIVIDU, KOMUNIKASI, KETERASINGAN
b. Dependent Variable: REGULASIEMOSI