Upload
ismo-yuwono
View
120
Download
11
Embed Size (px)
DESCRIPTION
glaukoma
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. GLAUKOMA SEKUNDER
I. DEFINISI
Glaukoma adalah suatu neuropati diskus optikus yang ditandai oleh
tekanan tinggi intra okular (IOP) yaitu di atas 21 mmHg, kerusakan
serabut nervus optikus, kehilangan lapangan pandang secara progresif, dan
dapat menyebabkan kebutaan secara permanen.
Glaukoma sekunder adalah peningkatan tekanan intraokular yang
terjadi sebagai suatu manifestasi dari penyakit mata lain.
Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang disebabkan oleh penyakit
mata lain atau faktor-faktor seperti inflamasi, trauma, perdarahan, tumor,
obat-obatan, dan pengaruh fisik atau kimia.
II. ANATOMI
Anatomi sudut filtrasi terdapat di dalam limbus kornea. Limbus adalah
bagian yang dibatasi oleh garis yang menghubungkan akhir dari membran
Descement dan membran Bowman, lalu ke posterior 0,75 mm, kemudian
ke dalam mengelilingi kanal Schlemn dan trabekula sampai ke coa. Akhir
dari membran Descment disebut garis Schwalbe.
Limbus terdiri dari 2 lapisan epitel dan stroma. Epitelnya 2 kali setebal
epitel kornea. Di dalam stromanya terdapat serat-serat saraf dan cabang
akhir dari a. siliaris anterior. Bagian terpenting dari sudut filtrasi adalah
trabekula, yang terdiri dari :
1. Trabekula korneoskleral, serabutnya berasal dari dalam stroma kornea
dan menuju ke belakang, mengelilingi kanal Schlemn untuk berinsersi
pada sklera.
2. Trabekula uveal, serabut berasal dari lapisan dalam stroma kornea,
menuju ke scleralspur (insersi dari m. Siliaris) dan sebagian ke m.
Siliaris meridional.
4
3. Serabut berasal dari akhir membran Descment (garis Schwalbe),
menuju ke jaringan pengikat m. Siliaris radialis dan sirkularis.
4. Ligamentum pektinatum rudimenter, berasal dari dataran depan iris
menuju ke depan trabekula.
Trabekula terdiri dari jaringan kolagen, jaringan homogen, elastis dan
seluruhnya diliputi endotel. Keseluruhannya merupakan spons yang
tembus pandang, sehingga bila ada darah di dalam kanal Schlemn dapat
terlihat dari luar.
Kanal Schlemn merupakan kapiler yang dimodifikasi yang
mengelilingi kornea. Dindingnya terdiri dari satu lapisan sel, diameternya
0,5 mm. Pada dindingnya sebelah dalam terdapat lubang-lubang sebesar
2 U, sehingga terdapat hubungan langsung antara trabekula dan kanal
Schlemn. Dari kanal Schlemn, keluar saluran kolektor 20-30 buah, yang
menuju ke pleksus vena di dalam jaringan sklera dan episklera dan v.
Siliaris anterior di badan siliaris.
a. Uveal meshwork
b. Corneoskleral meshwork
c. Schwalbe line
d. Schlemm canal
e. Collector channels
f. Longitudinal muscle of ciliary body
5
g. Scleral spur
III. FISIOLOGI AKUOS HUMOR
Tekanan intraokular ditentukan oleh kecepatan pembentukan akuos
humor bola mata oleh badan siliar dan hambatan yang terjadi pada
jaringan trabecular meshwork. Akuos humor yang dihasilkan badan siliar
masuk ke bilik mata belakang kemudian melalui pupil menuju ke bilik
mata depan, tepatnya di jaringan trabekulum, mencapai kanal schlemm
dan ke subkonjungtiva. Volumenya adalah sekitar 250 μL, dan
kecepatannya pembentukannya, yang memiliki variasi diurnal adalah 2,5
μL/mnt. Komposisi akuos humor serupa dengan plasma kecuali bahwa
cairan ini memiliki konsentrasi askorbat, piruvat dan laktat yang lebih
tinggi, protein, urea, dan glukosa yang lebih rendah.1
Gambar 2.1 Fisiologis Aliran Aqueous Humor
IV. ETIOLOGY GLAUKOMA SEKUNDER
Glaukoma merupakan penyakit yang tidak dapat dicegah, akan tetapi
bila diketahui dini dan diobati maka glaukoma dapat diatasi untuk
mencegah kerusakan lanjutnya. Glaucoma sekunder Merupakan
glaukoma yang diketahui penyebabnya, biasanya dari penyakit mata yang
lain.
6
Penyakit yang ditandai dengan peningkatan tekanan intra okular ini,
disebabkan:
a. Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan siliar.
b. Hambatan aliran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau di
celah pupil (glaukoma hambatan pupil).
c. Sangat mungkin merupakan penyakit yang diturunkan dalam
keluarga.
d. Glaukoma dapat timbul akibat penyakit atau kelainan dalam
mata.
e. Glaukoma dapat diakibatkan penyakit lain di tubuh.
f. Glaukoma dapat disebabkan efek samping obat misalnya
steroid
V. FAKTOR RESIKO GLAUKOMA SEKUNDER
Beberapa faktor resiko yang dapat mengarah pada glaukoma adalah:
a. Peredaran dan regulasi darah yang kurang akan menambah
kerusakan
b. Tekanan darah rendah atau tinggi
c. Fenomena autoimun
d. Degenerasi primer sel ganglion
e. Usia di atas 45 tahun
f. Riwayat glaukoma pada keluarga
g. Miopia berbakat untuk menjadi glaukoma sudut terbuka
h. Hipermetropia berbakat untuk menjadi glaukoma sudut tertutup
i. Paska bedah dengan hifema atau infeksi
Klasifikasi jenis glaukoma sekunder berdasarkan sudutnya dibedakan
menjadi dua yaitu :
a. Glaucoma sekunder sudut terbuka
• Uveitis
• Katarak hipermature
• Hifema
• Kerusakan akibat iridokorneal akibat trauma tumpul
7
• Pemakaian steroid jangka panjang
b. Glaucoma sekunder sudut terbuka
• Tumor yanh berasal dari uvea/ retina yang mendesak iris kedepan
• Neovascularisasi , missal pada retinopaty diabeticum
VI. PATOFISIOLOGI GLAUKOMA SEKUNDER
Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah
apoptosis sel ganglion retina yang menyebabkan penipisan lapisan serat
saraf dan lapisan inti dalam retina serta berkurangnya akson di nervus
opticus. Diskus optikus menjadi atrofi, disertai pembesaran cawan optik.
A. Glaukoma Pigmentasi
Sindrom dispersi pigmen ditandai oleh pengendapan abnormal
pigmen di bilik mata depan terutama di anyaman trabekular yang
sesuai perkiraan akan mengganggu aliran keluar aqueous dan di
permukaan kornea posterior (Krukenberg’s spindle) disertai defek
transiluminasi iris. Studi dengan ultrasonografi menunjukkan
pelekukan iris ke posterior sehingga iris berkontak dengan zonula atau
processus ciliares, mengindikasikan pengelupasan granul-granul
pigmen dari permukaan belakang iris akibat friksi dan menimbulkan
defek transluminasi iris. Sindrom ini paling sering terjadi pada pria
miopia berusia antara 25 dan 40 tahun yang memiliki bilik mata depan
yang dalam dengan sudut bilik mata depan yang lebar.
B. Glaukoma Pseudoeksfoliasi
Pada sindrom eksfoliasi terlihat endapan-endapan bahan berserat
warna putih di permukaan anterior lensa (berbeda dengan eksfoliasi
kapsul lensa sejati akibat terpajan radiasi inframerah, yakni “katarak
glassblower”), di processus ciliares, zonula, permukaan posterior iris,
melayang bebas di bilik mata depan dan di anyaman trabekular
(bersama dengan peningkatan pigmentasi).
C. Akibat Perubahan Lensa
1. Dislokasi lensa
8
Pada katarak stadium matur yang diobati dapat terjadi
terlepasnya zonula Zinii sehingga menyebabkan dislokasi lensa
yang juga dapat menyebabkan glaukoma dan uveitis.
2. Intumesensi lensa yang katarak (fakotopik)
Berdasarkan kedudukan lensa. Oleh karena proses intumesensi,
iris terdorong ke depan, sudut coa dangkal, aliran coa tidak lancar
sedang produksi terus berlangsung sehingga tekanan intraokular
meninggi dan menimbulkan glaukoma.
3. Karena proses fakolitik dan fakotoksik pada katarak
Proses fakolitik maksudnya pada lensa yang keruh jika
kapsulnya menjadi rusak, substansi lensa yang keluar akan
diresorpsi oleh serbukan fagosit atau makrofag yang banyak di coa,
serbukan ini sedemikian banyaknya sehingga dapat menyumbat
sudut coa dan menyebabkan glaukoma. Penyumbatan dapat terjadi
pula oleh karena substansi lensa sendiri yang menumpuk di sudut
coa terutama bagian kapsul lensa dan menyebabkan exfoliation
glaucoma.
4. Glaukoma kapsularis
Terjadi karena terlepasnya kapsul lensa, maka jaringan kapsul
lensa ini dapat menutupi trabekula sehingga menghalangi
keluarnya humor akueus dari bilik mata depan. Pada prinsipnya
glaukomanya dapat diobati seperti pada glaukoma akut dan bila
sudah tenang lensanya dikeluarkan.
D. Akibat Perubahan Uvea
1. Uveitis Anterior
Uveitis adalah inflamasi traktus uvea (iris, korpus siliaris, dan
koroid) dengan berbagai penyebab. Uveitis dapat menimbulkan
glukoma karena terbentuknya perlekatan iris bagian perifer
( sinekia ) dan eksudatnya yang menutup celah trabekulum hingga
outflow akuos humor terhambat.
9
Tekanan intraokular pada uveitis biasanya di bawah normal
karena corpus ciliare yang meradang berfungsi kurang baik.
Namun, dapat pula terjadi peningkatan tekanan intraokular melalui
beberapa mekanisme yang berlainan. Anyaman trabekular dapat
tersumbat oleh sel-sel radang dari bilik mata depan, disertai edema
sekunder, atau kadang-kadang dapat terlibat dalam proses
peradangan yang secara spesifik mengenai sel-sel trabekular
(trabekulitis). Salah satu penyebab meningkatnya tekanan
intraokular pada individu dengan uveitis adalah penggunaan
steroid topikal. Uveitis kronik atau rekuren menyebakan gangguan
fungsi trabekula yang permanen, sinekia anterior perifer, dan
kadang-kadang neovaskularisasi sudut; semua kelainan tersebut
meningkatkan kemungkinan glaukoma sekunder. Seklusio pupilae
akibat sinekia posterior 360 derajat menimbulkan iris bombe dan
glaukoma sudut tertutup akut. Sindrom-sindrom uveitis yang
cenderung berkaitan dengan glaukoma sekunder adalah seklitis
heterokromik Fuchs, uveitis anterior akut terkait-HLA-B27, dan
uveitis akibat herpes zoster dan herpes simpleks
Terapi terutama ditujukan untuk mengontrol uveitis disertai
pemberian terapi glaukoma sesuai keperluan, miotik dihindari
karena dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya sinekia
posterior. Diberikan kortikosteroid lebih bermanfaat daripada
diberikan Midriatikum ato citoplegik. Latanoprost mungkin juga
harus dihentikan karena dilaporkan menimbulkan eksaserbasi dan
reaktivasi uveitis. Terapi jangka panjang, diantaranya tindakan
bedah, sering dilakukan karena kerusakan anyaman trabekular
bersifat ireversibel.
2. Tumor yang cepat pertumbuhannya
Seperti melanoma, yang berasal dari jaringan uvea. Terjadinya
glaukoma dapat disebabkan oleh karena ukurannya dapat
menyempitkan rongga bola mata atau mendesak iris kedepan dan
10
menutup sudut bilik mata depan. pengobatannya dengan enukleasi
bulbi.
3. Rubeosis iridis
Trombosis vena retina sentral dan retinopati diabetik diikuti
dengan pembentukan pembuluh darah di iris. Dibagian iris perifer
pembuluh darah ini mengakibatkan perlekatan-perlekatan sehingga
sudut dbilik mata depan menutup. Glukoma yang ditimbulkan
biasanya nyeri dan sulit diobati.
E. Akibat trauma
1. Hifema
Perdarahan dibilik mata depan berasal dari robekan diiris atau
badan siliar dapat menutupi sudut bilik mata, timbulkan gangguan
aliran keluar humor akueus.
2. Kontusio bulbi
Dapat pula menyebabkan perdarahan dibagian posterior mata
yang menyebabkan tekanan intraokuler cepat naik. Pengobatan dari
glaukoma ini ditujukan pada perdarahannya.
3. Robeknya kornea atau limbus dapat disertai dengan prolaps iris
Sehingga dapat menyebabkan tertutupnya sudut bilik mata
depan dengan cepat karena menempelnya iris pada kornea.
Tindakannya dapat diatasi dengan cepat-cepat memotong iris yang
keluar, iris reposisi, luka dikornea dijahit dan ditutup dengan flap
konjungtiva supaya jangan timbul perlekatan iris pada kornea yang
menetap yang disebut leukoma adherens yang dapat menyebabkan
glaukoma pula.
F. Sindrom Iridokornea Endotel (ICE)
Seperti atrofi iris esensial, sindrom Chandler dan sindrom nevus
iris. Kelainan idiopatik pada dewasa muda yang jarang ini biasanya
unilateral dan bermanifestasi sebagai dekompensasi kornea, glaukoma,
dan kelainan iris (corectopia dan polycoria).
G. Akibat Operasi
11
1. Pertumbuhan epitel yang masuk ke dalam bilik mata depan. Terjadi
setelah mengadakan insisi kornea atau sklera dan dapat menutup
sudut bilik mata depan sedang lukanya sukar sembuh.
2. Gagalnya pembentukan bilik mata depan setelah operasi katarak.
Hal ini disebabkan adanya kebocoran pada luka operasi. Kalau hal
ini didiamkan selama 5 hari pasca bedah, maka timbullah sinekia
anterior yang menetap.
3. Setelah ektraksi katarak dapat timbul uveitis yang dapat
menyebabkan perlengketan iris pada membran hialoid sehingga
dengan demikian timbul hambatan pupil (blokade pupil), humor
akueus tak dapat masuk ke bilik mata depan, mendorong iris
kedepan menyebabkan goniosinekhia (sinekia anterior perifer) dan
menghambat aliran cairan ke trabekula.
H. Glaukoma Neovaskular
Neovaskularisasi iris (rubeosis iridis) dan sudut bilik mata depan
paling sering disebabkan oleh iskemia retina yang luas seperti yang
terjadi pada retinopati diabetik stadium lanjut dan oklusi vena centralis
retinae iskemik. Glaukoma mula-mula timbul akibat sumbatan sudut
oleh membran fibrovaskular, tetapi kontraksi membran selanjutnya
menyebabkan penutupan sudut.
I. Akibat Peningkatan Tekanan Vena Episklera
Peningkatan tekanan vena episklera dapat berperan menimbulkan
glaukoma pada sindrom Sturge-Weber, yang juga terdapat anomali
perkembangan sudut, dan fistula karotis-kavernosa, yang juga dapat
menyebabkan neovaskularisasi sudut akibat iskemia mata yang luas.
J. Akibat Steroid
Kortikosteroid intraokular, periokular, dan topikal dapat
menimbulkan sejenis glaukoma yang mirip dengan glaukoma sudut
terbuka primer, terutama pada individu dengan riwayat penyakit ini
pada keluarganya, dan akan memperparah peningkatan tekanan
intraokular pada para pengidap glaukoma sudut terbuka primer.
12
Penghentian pengobatan biasanya menghilangkan efek-efek tersebut,
tetapi dapat terjadi kerusakan permanen apabila keadaan tersebut tidak
didasari dalam waktu lama.
VII. GAMBARAN KLINIS
Tergantung kecepatan kenaikan TIO, jika kenaikan TIO terjadi
perlahan-lahan maka tidak menimbulkan gejala yang nyata. Jika TIO naik
dengan cepat dan tinggi maka dapat terjadi gejala seperti penglihatan
kabur, mata merah dan rasa sakit di mata dan sakit kepala.
Pasien dengan glaukoma fakolitik akan mengeluh sakit kepala berat,
mata sakit, tajam penglihatan hanya tinggal proyeksi sinar. Pada
pemeriksaan objektif terlihat edema kornea dengan injeksi silier, flare
berat dengan tanda-tanda uveitis lainnya, bilik mata yang dalam disertai
dengan katarak hipermatur, tekanan bola mata sangat tinggi.
Gejala-gejala lain biasanya berhubungan dengan peningkatan
mendadak TIO, terutama glaukoma akut sudut tertutup dan mungkin
termasuk penglihatan yang kabur, lingkaran cahaya di sekitar lampu, nyeri
pada mata, sakit kepala, sakit perut, mual, dan muntah.
Kebanyakan penderita glaukoma tidak menyadari gejala sampai
mereka mulai kehilangan penglihatan yang signifikan. Serabut saraf optik
yang rusak akibat glaukoma, bintik buta kecil dapat mulai berkembang,
biasanya dalam penglihatan tepi atau sisi. Jika terjadi kerusakan saraf optik
seluruhnya dapat mengakibatkan kebutaan.
VIII. PENEGAKAN DIAGNOSIS
Berdasarkan penjelasan di atas, maka diagnosis dapat ditegakkan dari
anamnesis, pemeriksaan status umum dan oftalmologis serta pemeriksaan
penunjang. Sebelum melakukan penanganan lebih lanjut sebaiknya
dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu sesuai dengan gejala yang ada pada
penderita. Gejala yang ditimbulkan tergantung penyakit dasarnya.
A. Anamnesis
13
Dari anamnesis pasien akan mengeluhkan pandangan kabur,
mata merah atau adanya rasa sakit pada bagian mata atau kepala.
Pada pemeriksaan akan ditemukan tanda-tanda seperti visus yang
turun, konjungtiva hiperemis, kornea keruh, pupil dapat kecil
ataupun melebar tergantung penyebabnya, papil dapat normal
ataupun terjadi penggaungan. Dari pemeriksaan penunjang, dapat
dilakukan pemeriksaan tonometri untuk mengukur tekanan
intraokular, gonioskopi, penilaian diskus optikus serta
pemeriksaan lapangan pandang.
Tabel 1.1.Perbedaan Gejala Glaukoma Sekunder Sudut Terbuka Dan
Tertutup
Gejala Sekunder Sudut Terbuka Gejala Sekunder Sudut Tertutup
• Mata tidak terasa sakit
• Mata tenang
• Sedikit atau tidak menimbulkan
keluhan
• Uveitis : apabila tidak ditangani akan
menyebabkan glaucoma sekunder
• Katarak hipermature korteks lensa
mencair katarak morgagni (lensa
tenggelam kearah bawah) bilik mata
menjadi dalam pada uji gambaran
iris akan memebreikan gambaran
pseudopositif
• Trauma tumpul hifema adanya darah
di bilik mata depan peningkatan TIO
• Katarak hipermature korteks lensa
mencair katarak morgagni (lensa
tenggelam kearah bawah) bilik mata
menjadi dalam pada uji gambaran iris
akan memebreikan gambaran
pseudopositif
• Trauma tumpul hifema adanya darah
di bilik mata depan peningkatan TIO
B. Pemeriksaan Penunjang
1. Tonometri
Tingginya tekanan intraokular tergantung kepada
banyaknya produksi aqueous humor oleh badan siliar dan
14
pengaliran keluarnya melalui sudut bilik mata depan yang juga
tergantung dari keadaan sudut bilik mata depannya sendiri,
trabekula kanal Schlemm dan keadaan di dalam vena episklera.
Tonometri diperlukan untuk mengukur besarnya tekanan
intraokular. Ada 3 macam tonometri yaitu :
a. Secara digital dengan palpasi dengan menggunakan jari
telunjuk yang diletakkan di atas bola mata sambil
pasien diminta untuk melihat ke bawah.
b. Tonometri dengan tonometer Schiotz.
c. Aplanasi dengan tonometer aplanasi Goldmann.
Gambar 2.2 Tonometri Schiotz
Tekanan intraocular (TIO) normalnya 10-21 mmhg.
Pada glukoma akut TIO 40-80 mmhg.
2. Gonioskopi
Gonioskopi adalah suatu cara untuk memeriksa sudut bilik
mata depan dengan menggunakan lensa kontak khusus. Dengan
pemeriksaan ini dapat dilihat sudut bilik mata yang merupakan
tempat keluarnya cairan mata dari bola mata.
15
Mengevaluasi anatomi sudut mata, appositional closure,
adanya sinekia anterior perifer.
Konfigurasi sudut: bentuk kornea, pembesaran lensa.
Menentukan apakah sudut terbuka, sempit, tertutup dan
untuk menyingkirkan kondisi lain yang dapat menyebabkan
peningkatan TIO.
Derajat besar sudut
0→Tidak terlihat struktur sudut dan terdapat kontak
kornea dengan iris→sudut tertutup.
1→Tidak terlihat ½ bagian trabekulum sebelah
belakang dan garis schwalbe
2 sebagian kanal Schlemm terlihat sudut
sempit sedang. Mempunyai kemampuan untuk jadi
tertutup
16
3 sebagian kanal Schlemm masih terlihat
termasuk skleral spur sudut terbuka sedang, tidak
akan terjadi sudut tertutup
4 badan siliar terlihat sudut terbuka
3. Oftalmoskopi
Prosedur diagnostik ini membantu pemeriksaan saraf optik
untuk kasus glaukoma. Tetes mata digunakan untuk
melebarkan pupil sehingga dapat terlihat melalui mata bentuk
dan warna saraf optik.
Gambar 2.3 Kelainan Akibat Glaukoma pada Nervus Optikus
Pemeriksaan fundus mata, khususnya untuk memperhatikan
keadaan papil saraf optik, sangat penting dalam pengelolaan
glaukoma yang kronik. Papil saraf optik yang dinilai adalah
warna papil saraf optik dan lebarnya ekskavasi. Apakah suatu
pengobatan berhasil atau tidak dapat dilihat dari ekskavasi
yang luasnya tetap atau terus membesar. Kelainan papil saraf
optik: Rasio cekungan-diskus > 0,5. Kelainan serabut saraf
retina, serat yang pucat atau atropi akan berwarna hijau. Tanda
lainnya ada perdarahan peripapiler.
4. Pemeriksaan Lapangan Pandang
Penurunan lapangan pandang akibat glaukoma itu sendiri
tidak spesifik karena gangguan ini terjadi akibat defek berkas
17
serat saraf yang dapat dijumpai pada semua penyakit nervus
opticus, namum pola, kelainan lapangan pandang, sifat
progresivitas dan hubungannya dengan kelainan-kelainan
diskus optikus merupakan ciri khas penyakit ini. Kelainan yang
yang ditemukan berupa gangguan lapang pandang terutama
mengenai 30◦ lapangan pandang bagian tengah. Dini semakin
nyatanya bintik buta meluas`kedaerah Bjerrum lapang padang
di 15 derajat dari fiksasi.
Alat yang digunakan untuk pemeriksaan lapangan pandang
adalah perimeter Goldmann yang merupakan pemeriksaan
khusus pada glaukoma. Alat ini digunakan untuk diagnosis dan
penilaian kemajuan terapi. Apabila alat ini tidak tersedia, dapat
dilakukan secara konfrontasi.
Gambar 2.4 Uji Perimetri
IX. DIAGNOSIS BANDING
Iridosiklitis dengan glaukoma sekunder kadang-kadang sukar
dibedakan. Goniuskopi untuk menentukan jenis sudut sangatlah
membantu. Jika pengamatan terganggu dengan adanya kekeruhan kornea
atau kekeruhan didalam bilik mata depan, maka untuk memastikan
diagnosis bisa dilakukan genioskopi pada mata lainnya, dan ini sangat
membantu.
X. PENATALAKSANAAN
18
Prinsip pengobatan pada glaukoma sekunder adalah mengobati
penyakit dasarnya. Untuk glaukoma, penatalaksanaannya tergantung
tipe glaukoma yang ditimbulkan.
Pada glaukoma pigmentasi diperlukannya tindakan bedah
drainase glaukoma disertai terapi antimetabolit.
Trabekuloplasti dengan laser sering digunakan pada
keadaan ini, tetapi kecil kemungkinan dapat menghilangkan
kebutuhan akan bedah drainase. Terapi glaukoma
pseudoeksfoliasi sama dengan glaukoma sudut terbuka.
Apabila terjadi karena uveitis, maka kita obati dulu
penyebab awalnya disertai pemberian terapi glaukoma
sesuai keperluan, miotik dihindari karena dapat
meningkatkan kemungkinan terjadinya sinekia posterior.
Latanoprost mungkin juga harus dihentikan karena
dilaporkan menimbulkan eksaserbasi dan reaktivasi uveitis.
Terapi jangka panjang diantaranya tindakan bedah, sering
diperlukan karena kerusakan anyaman trabekular bersifat
ireversibel. Setiap uveitis dengan kecenderungan
pembentukan sinekia posterior harus diterapi dengan
midriatik selama uveitisnya aktif untuk mengurangi resiko
seklusi pupil.
Pada glaukoma sekunder yang disebabkan oleh katarak
yang pertama turunkan dahulu tekanan intraokulernya,
setelah turun baru dilanjutkan dengan operasi katarak.
Sedangkan pada glaukoma sekunder yang terjadi karena
penggunaan steroid jangka panjang yaitu hentikan dulu
penggunaan steroidnya baru kemudian dilakukan
penurunan tekanan intraokuler. Pada glaukoma yang
disebabkan oleh tumor yang berasal dari uvea atau retina
seabaiknya diberikan obat penurun tekanan intraokuler
sampai dengan dilakukan tindakan enukleasi bulbi. Sedang
19
glaukoma yang disebabkan oleh neovaskularisasi pada
retinopati diabetikum dapat diberikan obat penurun tekanan
intraokuler yang bersifat menurunkan produksi humor
akuos. Pada banyak kasus, terjadi kehilangan penglihatan
dan diperlukan prosedur siklodestruktif untuk mengontrol
tekanan intraokular.
Tujuan utama terapi glaukoma adalah dengan menurunkan tekanan
intraokular serta meningkatkan aliran humor aquos (drainase) dengan
efek samping yang minimal. Penanganannya meliputi :
1. Medikamentosa
a. Supresi pembentukan aqueous humor
Β blockers (misalnya timolol, levobunolol, carteolol, betaxolol,
dan metipranolol). Mekanismenya yaitu menurunkan tekanan
intraokular dengan menurunkan sekresi dari humor aqueos. Sedian
berupa obat tetes mata yang dapat diberikan dua kali sehari atau
sekali sehari (long acting). Carbonic anyidrase inhibitors
(misalnya, dorzolamide, brinzolamide, azetozolamide).
Mekanismenya yaitu menurunkan tekanan intraokular dengan jalan
menghambat produksi humor aqueos. Asetazolamide 250 mg dapat
diberikan 4 kali sehari 1 tablet.
b. Fasilitasi aliran keluar aqueous humor
Prostaglandin analogues (misalnya latanoprost, travoprost, dan
bimatoprost). Mekanismenya yaitu menurunkan tekanan
intraokular dengan melancarkan drainase dari humor aquos melalui
jalur uveosklera. Latanoprost, travoprost, dan bimatoprost masing-
masing sekali setiap malam dan larutan unoprostone dua kali
sehari. Sympathomimetic agents seperti epinefrin 0,25-2%
diteteskan sekali atau dua kali sehari meningkatkan aliran keluar
aqueous humor dan sedikit banyak disertai penurunan
pembentukan aqueous humor.
c. Penurunan volume korpus vitreum
20
Obat-obat hiperosmotik menyebabkan darah menjadi
hipertonik sehingga air tertarik keluar dari korpus vitreum dan
terjadi penciutan korpus vitreum. Selain itu, terjadi juga penurunan
produksi cairan aquos. Penurunan volume korpus viterum
bermanfaat dalam pengobatan glaukoma sudut tertutup akut dan
glaukoma maligna yang menyebabkan pergeseran lensa kristalina
ke depan (disebabkan oleh perubahan volume korpus viteum atau
koroid) dan menyebabkan penutupan sudut (glaucoma sudut
tertutup sekunder).
Gliserin 1 mL/kg BB dalam suatu larutan 50% dingin
dicampur dengan sari lemon, adalah obat yang paling sering
digunakan.
d. Miotik, midriatik dan sikloplegik
Parasympathomimetic agents seperti pilokarpin 2-4%
diberikan 3-6 kali sehari. Mekanismenya yaitu menurunkan
tekanan intraokular dengan jalan memperkecil diameter pupil
sehingga meningkatkan drainase/aliran humor aquos ke trabecular
meshwork.
Tabel 1.2. Obat-obatan Topikal & Sistemik yang Digunakan pada
Glaukoma
Obat Topikal Kerja Efek Samping
Penyekat beta (timolol,
karteolol, levobunolol,
selektif-betaksolol)
Menurunkan sekresi Eksaserbasi asma &
penyakit saluran
napas kronik
Hipotensi,
bradikardia
Parasimpatomimetik
(pilokarpin)
Meningkatkan aliran
keluar
Penglihatan kabur
Sakit kepala karena
21
spasme siliar
Simpatomimetik
(adrenalin, dipivefrin)
Meningkatkan aliran
keluar
Menurunkan sekresi
Mata merah
Sakit kepala
Agonis alfa-2
(apraklonidin,
brimonidin)
Meningkatkan aliran
keluar melalui jalur
uveosklera
Menurunkan sekresi
Mata merah
Lelah, rasa kantuk
Penghambat anhidrase
karbonat (dorzolamid,
brinzolamid)
Menurunkan sekresi Rasa sakit
Rasa tidak enak
Sakit kepala
Analog prostaglandin
(latanopros, travapros,
bimatropos, unotropos)
Meningkatkan aliran
keluar melalui jalur
uveosklera
Meningkatkan
pigmentasi iris &
kulit periokular
Bulu mata
bertambah panjang
& gelap, hiperemi
konjungtiva
Obat Sistemik Kerja Efek Samping
Penghambat anhidrase
karbonat
(asetazolamid)
Menurunkan sekresi Kesemutan pada
ekstremitas
Depresi, rasa kantuk
Batu ginjal
Sindrom stevens-
johnson
2. Terapi Bedah dan Laser
a. Iridoplasti, iridektomi dan iridotomi perifer
Blokade pupil pada glaukoma sudut tertutup paling baik diatasi
dengan membentuk saluran langsung antara blik mata depan dan
belakang sehingga tidak ada perbedaan tekanan diantara keduanya.
22
Iridotomi perifer paling baik dilakukan dengan laser
YAG:neomdymium walaupun laser argon mungkin diperlukan
pada iris berwarna gelap. Tindakan bedah iridektomi perifer
dilakukan bila iridotomi laser YAG tidak efektif. Iridotomi laser
YAG menjadi suatu tindakan pencegahan bila dikerjakan pada
sudut sempit sebelum serangan penutupan sudut. Pada beberapa
kasus penutupan sudut yang tekanan intraokularnya tidak mungkin
dikendalikan dengan obat atau tidak dapat dilakukan iridotomi
laser YAG dapat dikerjakan iridoplasti perifer laser argon (ALPI).
b. Trabekuloplasti Laser
Penggunaan laser (biasanya argon) untuk menimbulkan
bakaran melalui suatu lensa-gonio ke anyaman trabekular akan
memudahkan aliran keluar aqueous humor, ini terjadi karena efek
yang dihasilkan pada anyaman trabekular dan kanal Schlemm atau
adanya proses selular yang meningkatkan fungsi anyaman
trabekular.
c. Bedah Drainase Glaukoma
Trabekulektomi adalah prosedur yang paling sering digunakan
untuk memintas saluran-saluran drainase normal sehingga
terbentuk akses langsung aqueous humor dari bilik mata depan ke
jaringan subkonjungtiva dan orbita.
d. Tindakan Siklodestruktif
Kegagalan terapi medis dan bedah pada glaukoma lanjut dapat
menjadi alasan untuk mempertimbangkan tindakan destruksi
corpus ciliare dengan laser atau pembedahan untuk mengontrol
tekanan intraokular. Krioterapi, diatermi, terapi laser YAG;
neodymium thermal mode, atau laser dioda dapat digunakan untuk
menghancurkan corpus ciliare.
XI. KOMPLIKASI
Glaukoma sekunder yang tidak diobati akan menyebabkan
kebutaan yang ireversibel. Papil yang mengalami perubahan
23
penggaungan (cupping) dan degenerasi dari saraf optik (atrofi) yang
mungkin disebabkan beberapa faktor seperti peninggian tekanan
intraokular mengakibatkan gangguan perdarahan pada papil sehingga
terjadi degenerasi berkas-berkas serabut saraf pada papil saraf optik.
Peningkatan tekanan intraokular juga dapat menekan bagian tengah
optik yang mempunyai daya tahan terlemah dari bola mata. Bagian
tepi papil relatif lebih kuat dari bagian tengah sehingga terjadi
penggaungan pada papil ini.
XII. PROGNOSIS
Tanpa pengobatan, glaukoma dapat mengakibatkan kebutaan total.
Apabila proses penyakit terdeteksi dini sebagian besar penyakit glaukoma
dapat ditangani dengan baik.
B. UVEITIS ANTERIOR
I. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Uvea merupakan lapisan vaskular di dalam bola mata yang terdiri
dari iris, korpus siliar, dan koroid.
1. IrisIris adalah perpanjangan korpus siliare ke anterior. Iris
berupa permukaan pipih dengan apertura bulat di tengahnya
yang disebut dengan pupil. Iris terletak bersambungan dengan
permukaan anterior lensa, yang memisahkan kamera okuli
anterior dan kamera okuli posterior, yang masing-masing berisi
humor aqueus. Di dalam stroma iris terdapat sfingter dan otot-
otot dilator.
2. Korpus SiliarisPada potongan melintang korpus siliare secara kasar
berbentuk cincin segitiga yang membentang ke depan dari
ujung anterior khoroid ke pangkal iris (± 6mm). Terdiri dari
dua zona, yaitu zona anterior dengan permukaan berjonjot
lekuk dan menonjol yang disebut dengan pars pikata (± 2mm),
24
dan zona posterior yang datar dengan permukaan licin disebut
pars plana (± 4mm). Processus siliaris ini berasal dari pars
plikata. Processus siliaris ini terutama terbentuk dari kapiler-
kapiler dan vena yang bermuara ke vene-vena vorteks.
Prosessus siliaris dan epitel siliaris pembungkusnya berfungsi
sebagai pembentuk humor aquaeus.
II. DEFINISI Uveitis anterior merupakan peradangan iris dan bagian depan
korpus siliare (pars plikata), kadang-kadang menyertai peradangan
bagian belakang bola mata, kornea dan sclera.
III. EPIDEMIOLOGIDi Indonesia belum ada data yang akurat mengenai jumlah kasus
uveitis . Di Amerika Serikat ditemukan angka kejadian uveitis anterior
adalah 8-12 orang dari 100.000 penduduk per tahun. Insidensinya
meningkat pada usia 20-50 tahun dan paling banyak pada usia sekitar
30-an.
Menurun AOA (2004), berdasarkan etiologinya ada beberapa
faktor resiko yang menyertai kejadian uveitis anterior antara lain,
penderita toxoplasmosis dan yang berhubungan dengan hewan
perantara toxoplasma. Beberapa penyakit menular seksual juga
meningkatkan angka kejadian uveitis anterior seperti sifilis, HIV, dan
sindroma Reiter.
IV. KLASIFIKASIKlasifikasi uveitis anterior berdasarkan patologi anatominya terdiri
dari tipe granulomatosa dan non granulomatosa. Tipe granulomatosa
infiltratnya terdiri dari sel epiteloid dan makrofag. Sedangkan tipe non
granulomatosa infiltratnya terdiri dari sel plasma dan limfosit.
Klasifikasi uveitis anterior berdasarkan ICD-9-CM dibagi atas:
Uveitis anterior akut
25
o Uveitis anterior traumatik
o Uveitis anterior idiopatik
o Uveitis berhubungan dengan HLA-B27
o Sindrom Behcet
o Uveitis anterior terinduksi lensa
o Sindrom Masquerade
Uveitis anterior kronis
o Juvenile rheumatoid arthritis
o Uveitis anterior dengan uveitis posterior primer
o Fuchs’ heterocromic iridocyclitis
V. ETIOLOGI Penyebab terjadinya uveitis anterior dibagi menjadi beberapa
golongan antara lain: autoimun, infeksi, keganasan, dan lain-lain.
Penyebab autoimun terdiri dari: artritis Rhematoid juvenile, spondilitis
ankilosa, sindrom Reiter, kolitis ulseratif, uveitis terinduksi-lensa,
sarkoidosis, penyakit crohn, psoriasis. Penyebab infeksi terdiri dari:
sipilis, tuberkulosis, lepra, herpes zooster, hepes simpleks,
onkoserkiasis, adenovirus. Untuk penyebab keganasan terdiri dari:
sindrom masquerada, retinoblastoma, leukemia, limfoma, melanoma
maligna. Sedangkan yang lainnya berasal dari: iridopati, uveitis
traumatika, ablatio retina, gout, dan krisis glaukomatosiklitik.
VI. PATOFISIOLOGIBadan siliar berfungsi sebagai pembentuk cairan bilik mata (humor
aqueus) yang memberi makanan kepada lensa dan kornea. Dengan
adanya peradangan di iris dan badan siliar, maka timbullah hiperemi
yang aktif, pembuluh darah melebar, pembentukan cairan bertambah,
sehingga dapat menyebabkan glaukoma sekunder. Selain oleh cairan
bilik mata, dinding pembuluh darah dapat juga dilalui oleh sel darah
putih, sel darah merah, dan eksudat yang akan mengakibatkan tekanan
26
osmose cairan bilik mata bertambah dan dapat mengakibatkan
glaukoma. Cairan dengan lain-lainya ini, dari bilik mata belakang
melalui celah antar lensa iris, dan pupil ke kamera okuli anterior. Di
kamera okuli anterior, oleh karena iris banyak mengandung pembuluh
darah, maka suhunya meningkat dan berat jenis cairan berkurang,
sehingga cairan akan bergerak ke atas. Di daerah kornea karena tidak
mengandung pembuluh darah, suhu menurun dan berat jenis cairan
bertambah, sehingga di sini cairan akan bergerak ke bawah. Sambil
turun sel-sel radang dan fibrin dapat melekat pada endotel kornea,
membentuk keratik presipitat yang dari depan tampak sebagai segitiga
dengan endapan yang makin ke bawah semakin besar. Di sudut
kamera okuli anterior cairan melalui trabekula masuk ke dalam
kanalis Schlemn untuk menuju ke pembuluh darah episklera. Bila
keluar masuknya cairan ini masih seimbang maka tekanan mata akan
berada pada batas normal 15-20 mmHg. Sel radang dan fibrin dapat
pula menyumbat sudut kamera okuli anterior, sehingga alirannya
terhambat dan terjadilah glaukoma sekunder. Galukoma juga bisa
terjadi akibat trabekula yang meradang atau sakit.
VII. GAMBARAN KLINIS
1. Gejala SubyektifGejala subyektif uveitis anterior dapat berupa rasa nyeri,
fotofobia , lakrimasi, dan mata kabur.
2. Gejala Obyektif
Pemeriksaan dilakukan dengan lampu celah, oftalmoskopik
direk dan indirek, bila diperlukan angiografi fluoresen atau
ultrasonografi. Pada pemeriksaan akan ditemukan hasil di bawah
ini:
Hiperemi
Perubahan kornea
Keratik presipitat
27
Kekeruhan bilik mata
Efek tyndal
Hiperemi iris
Miosis pupil Nodul iris
Granuloma iris
Sinekia posterior
Merupakan perlengketan iris dengan kapsul depan lensa.
Perlengketan dapat berbentuk benang atau dengan dasar luas dan
tebal. Bila luas akan menutupi pupil, dengan pemberian midriatika
akan berbentuk bunga. Bila eksudasi fibrin membentuk sinekia
seperti cinein, bila seklusi sempurna akan memblokade pupil (iris
bombe). Kelainan ini dapat dijumpai pada uveitis granulomatosa
atau nongranulomatosa, lebih sering bentuk akut dan subakut,
dengan fibrin cukup banyak. Ditemui juga pada bentuk residif bila
efek Tyndall berat.
Sinekia anterior.
Atrofi iris
Perubahan sel lensa
VIII. PENEGAKAN DIAGNOSISPemeriksaan laboratorium yang mendalam umumnya tidak diperlukan
untuk uveitis anterior, apalagi untuk tipe non-granulomatosa. Tes kulit
terhadap tuberkulosis dan histoplasmosis dapat berguna demikian juga
antibodi terhadap toksoplasmosis. Berdasarkan tes-tes ini dan gambaran
kliniknya, seringkali dapat ditegakkan diagnosa etiologinya. Beberapa
pemeriksaan laboratorium yang dapat mendukung dalam penegakan
diagnosa dan etiologi adalah radiografi thorak dan fluorescent treponemal
antibody absorption (FTA-ABS).
IX. DIAGNOSIS BANDING
28
Diagnosis banding uvetis anterior :
Konjungtivitis: penglihatan tidak kabur, respon pupil normal, ada tahi mata dan umumnya tidak ada sakit, fotofobia, atau injeksi siliaris.
Keratitis atau keratokunjungtivitis: penglihatan dapat kabur dan ada rasa sakit dan fotofobia. Beberapa penyebab keratitis seperti herpes simpleks dan herpes zooster dapat menyertai uveitis anterior sebenarnya.
Glaukoma akut: pupil melebar, tidak ada sinekia posterior, dan korneanya beruap.
Setelah serangan berulang kali,uveitis non-granulomatosa dapat menunjukkan ciri uveitis granulomatosa
X. TERAPI1. Terapi Non Spesifik
Midriatik-sikloplegik
Semua sikloplegik merupakan agen antagonis kolinergik yang
bekerja dengan menghambat neurotransmiter pada reseptor sfingter
iris dan korpus silier. Pada pengobatan uveitis anterior sikloplegik
bekerja dengan 3 cara yaitu:
Mengurangi nyeri karena imobilisasi iris
Mencegah adesi iris ke kapsula lensa anterior (sinekia posterior), yang dapat meningkatkan tekanan intraokular dan menyebabkan glaukoma sekunder.
Menyetabilkan blood-aqueous barrier dan mencegah terjadinya flare.
Agen sikloplegik yang digunakan dalam terapi uveitis anterior
menuruut AOA (2004) antara lain:
Atropine 0,5%, 1%, 2%
Homatropin 2%, 5%
Scopolamine 0,25%
29
Cyclopentolate 0,5%, 1%, 2%.
Kortikosteroid
Semua orang setuju bahwa kortikosteroid merupakan terapi
non spesifik yang bermanfaat pada uveitis. Efek samping baik
topikal maupun sistemik telah kita ketahui, akan tetapi tidak ada
salahnya diingatkan kembali tentang cara kerja variasi efek anti
inflamasi, efek samping dan potensi preparat steroid yang dipakai
dalam pengobatan uveitis. Pengobatan peradangan intra okular
dengan kortikosteroid dimulai pada tahun 50-an.
Imunosupresan
XI. KOMPLIKASIAda empat komplikasi utama uveitis anterior antara lain: katarak,
glaukoma, band keratopathy, dan cystoid macular edema (CME).
Glaukoma sekunder yang terjadi dapat disebabkan oleh beberapa
mekanisme, antara lain: (AOA, 2004)
Gangguan sirkulasi humor aqueous karena tersumbat oleh sel radang
Sinekia posterior memungkinkan humor aqueous terkumpul di belakang iris.
Sinekia anterior peripheral prograsif menutup sudut bilik mata
Cortikosteroid topikal yang digunakan pada terapi dapat meningkatkan tekanan intra okular
Rubeosis iridis menyebabkan neovaskular glaukoma
XII. PROGNOSIS
Prognosis bagi lesi korioretinal perifer lokal jauh lebih baik, sering
sembuh tanpa gangguan penglihatan yang berarti.
30
BAB III
PEMBAHASAN
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
pasien TN. S yang berusia 59 tahun sementara didiagnosis Glaukoma Sekunder
e.c Uveitis Anterior. Dasar diagnosis pada pasien tersebut adalah :
Dari hasil anamnesis pasien datang ke poli mata RSUD Salatiga dengan
keluhan pandangan kabur. Pasien mengeluhkan mata kabur sebelah kanan dan
seperti ada rambut putih pada mata kanan. 6 bulan yang lalu pasien pernah
didiagnosis uveitis anterior dan pasien rutin kontrol. Sejak 1 minggu ini, pasien
mengeluhkan mata kabur kembali, tajam penglihatan perlahan menurun, Sakit
mata dan sakit kepala sering hilang timbul yang lebih berat dari sebelumnya.
Pasien tidak mengeluhkan mual dan muntah. Saat ini pasien juga mengalami
mata merah dan ber air. Dan jika melihat sesuatu seperti ada lingkaran yang
mengelilingi. Pada pemeriksaan fisik didapatkan injeksi silier, pupil yang ireguler,
kripta pada iris dan warna nya sedikit membudur, sinekia posterior, tekanan
intraocular yang meningkat 27.2 pada mata kanan.
Pasien diatas mengeluh mata sakit, mata merah, pandangan kabur
(penglihatan menurun), fotopobia dan berair dikarenakan adanya uveitis anterior.
Mata sakit atau nyeri disebabkan karena iritasi saraf siliar bila
melihat cahaya dan penekanan saraf siliar bila melihat
dekat. Sifat nyeri menetap atau hilang timbul.
Mata merah merupakan hiperemi pembuluh darah siliar
360 sekitar limbus, berwarna ungu. Merupakan tanda
patognomonik dan gejala dini. Bila hebat hiperemi dapat
meluas sampai pembuluh darah konjungtiva. Hiperemi
sekitar kornea disebabkan oleh peradangan pada
pembuluh darah siliar depan dengan refleks aksonal dapat
difusi ke pembuluh darah badan siliar.
31
Fotopobia dan berair disebabkan spasmus siliar dan
kelainan kornea bukan karena sensitif terhadap cahaya.
Lakrimasi disebabkan oleh iritasi saraf pada kornea dan
siliar, jadi berhubungan erat dengan fotofobia.
Pandangan kabur dikarenakan pengendapan fibrin, edema kornea,
kekeruhan akuos dan badan kaca depan karena eksudasi sel radang dan
fibrin dan bisa juga disebabkan oleh kekeruhan lensa, badan kaca, dan
kalsifikasi kornea.
Pada awalnya pasien didiagnosis dengan uveitis anterior namun dengan
gejala klinis yang sangat mendukung, namun adanya peningkatan tekanan intra
ocular yang meningkat menandakan adanya sumbatan pada aliran humor aquos
yang menandakan telah terjadinya glaucoma sekunder karena uveitis
tersebut.Mekanisenya adalah cairan dan lainnya dari bilik mata belakang melalui
celah antara lensa dan iris, lalu masuk kemupil dan kemudian menuju COA. Di
COA oleh karena iris banyak mengandung pembuluh darah maka suhunya
meninggi dan berat jenis cairan berkurang, sehingga ciran akan bergerak ke atas.
Pada daerah kornea karena tidak memiliki pembuluh darahsuhu menurun dan
berat jenis cairan akan bertambah, sehingga disini cairan akan bergerak turun
kebawah. Element-element radang yang mengandung fibrin yang menempel pada
pupil dapat juga mengalami jaringan organisasi sehingga melekatkan ujung iris
pada lensa. Perlekatan ini disebut dengan “Sinekia Posterior”, bila seluruh
pinggiran iris melekat pada lensa disebut dengan seklusio pupil sehingga cairan
dari COP tidak dapat melalui pupil untuk masuk ke COA, iris terdorong ke depan
dan disebut dengan “iris bombe” dan menyebabkan sudut COA sempit dan timbul
lah glaucoma sekunder. Pada kasus didapati pandangan seperti melihat bayangan
putih dan pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya pupil yang berbentuk kripta
dan berwarna membudur, hal ini disebabkan adanya sinekia posterior peradangan
pada iris.
Perlekatan-perlekatan iris dengan lensa menyebabkan pupil bentukanya
tidak teratur. Pupil dapat pula diisi oleh sel-sel radang dan fibrin yang kemudian
mengalami jaringan organisasi dan terbentuklah oklusipupil. Peradangan pada
32
badan silier dapat pula menyebabkan kekeruhan didalam badan kaca oleh sel-sel
radang yang tampak sebagai kekeruhan seperti debu. Dengan adanya peradangan
ini,maka metabolism dari lensa menjadi terganggu dan dapat menimbulkan
kekeruhan lensa yang disebut katarak, sama seperti yang dikeluhkan pasien diatas.
Perlunya dilakukan pemeriksaan tambahan guna menyingkirkan diagnosis
banding. Goniuskopi digunakan untuk menentukan jenis sudut sangatlah
membantu. Jika pengamatan terganggu dengan adanya kekeruhan kornea atau
kekeruhan didalam bilik mata depan. Pemeriksaan Lab juga berguna untuk
menentukan apakah jenis dari uveitisnya, apakah granulomatosa ato non
granulomatosa.
Pada kasus paisen diberi terapi berupa Inmatrol 6x1, C.Timolol 2x1,
Glaucon 250mg 3x1, KCL 250mg 3x1. Imatrol (dexametason dan neomycin)
diberikan dimaksudkan untuk menangani uveitis anterior yang memang terapinya
adalah dengan pemberian kortikosteroid seperti dexamethasone, dan kandungan
neomycin untuk menangglangi infeksi sekunder. Sedangkan pemberian (b-
blocker) tetes mata cendo timolol (asetozolamide 250mg) bekerja dengan cara
menurunkan tekanan intraokular dengan menghambat produksi dan menurunkan
sekresi dari humor aqueos. Glaukon 250mg 3x1 sebagai diuretic (penghambat
carbonic anhydrase) yang berguna menurunkan tekanan intra okuler namun
memiliki efek samping berupa kehilangan kalium bila di gunakan lebih dari 5 hari
yang dapat menyebabkan hipokalemi yang berefek pada gangguan jantung,
sehingga perlu di tambahkan KCL yang dapat mengganti kekurangan kalium yang
hilang. Sedangkan pemberian KCL 250mg bertujuan untuk mengimbangi efek
kehilangan cairan (kehilangan Kalium) supaya keseimbangan cairan elektrolit
tercapai.
Perlunya edukasi kepada pasien tuntuk menghindari factor-faktor resiko
yang dapat meningkatkan tekaanan intra ocular, seperti mengurangi caffeine
karena akan berefek pada peningkatan tekanan darah yang berimbas pada
peningkatan tekanan intra ocular.
33
BAB IV
KESIMPULAN
Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang disebabkan oleh penyakit mata
lain atau faktor-faktor seperti inflamasi, trauma, perdarahan, tumor, obat-obatan,
dan pengaruh fisik atau kimia.
Uveitis anterior merupakan peradangan iris dan bagian depan korpus siliare
(pars plikata), kadang-kadang menyertai peradangan bagian belakang bola mata,
kornea dan sclera.
Pada dasarnya antara glaucoma dan uveitis merupakan satu hal yang berkaitan
dalam hal komplikasi. Berdasarkan etiologinya glaucoma dibagi menjadi
glaucoma primer (sudut terbuka dan tertutup, glaucoma sekunder, glaucoma
absolut dan glaucoma kongenital.
Glaukoma sekunder memiliki gejala klinis tergantung dari penyebab dan
manifestasi dari penyakit yang mendasari. Penanganan pun hamper sama pada
semua glukoma yaitu, dengan menangani penyakit yang mendasari dari glaucoma
itu sendiri yang diharapkan dapat berefek pada turunnya tekanan intra ocular
seperti pada semua jenis glaucoma.
Karena uveitis dan glaucoma sekunder saling berkaitan makan penanganan
dilakukan secara medika mentosa maupun pembedahan. Selama itu dapat
mengurangi gejala klinis dan manifestasi dari penyebab-penyebab yang
menimbulkan.
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2001. hal :
172-9, 220-4.
2. Ilyas S. Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta. Hal : 97-100.
3. Wijaya, N. Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke-6. Jakarta: Abaditegal. 1993.
Hal: 219-243. Hamurwono et. Al., 1996. Ilmu Penyakit Mata, Airlangga
University Press, Surabaya
4. Ilyas, Sidarta., 2004. Ilmu Penyakit Mata, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta.
5. Miranti, A., Arjo SM., 2002. Deteksi dini glaukoma, Medisinal, Vol. III,
Jakarta.
6. Perhimpunan dokter spesialis mata Indonesia, 2002, Ilmu Penyakit Mata
untuk dokter umum dan mahasiswa kedokteran: edisi ke-2, Sagung Seto,
Jakarta.
7. Suhardjo et. Al. 2007. Ilmu Kesehatan Mata, Bagian Ilmu Penyakit
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
35