40
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yaitu email, dentin dan sementum yang disebabkan oleh aktivitas suatu jasad renik dalam suatu karbohidrat yang dapat diragikan (Sondang et al, 2008). Penyebaran penyakit ini sangat luas sehingga mekanisme bagaimana terbentuknya karies menjadi topik yang menarik selama puluhan tahun (Preethi et al, 2010). Proses terjadinya karies ditandai dengan timbulnya white spot pada permukaan gigi dan jika tidak dirawat akan berkembang menjadi lubang gigi atau disebut juga karies (PDGI, 2011). Karies gigi disebabkan banyak faktor seperti faktor host atau tuan rumah, agen atau mikroorganisme, substrat atau diet dan faktor waktu. Substrat yang menjadi penyebab karies adalah karbohidrat terutama sukrosa. Sukrosa dimetabolisme menjadi asam oleh bakteri streptokokus mutans. Setiap kali seseorang mengonsumsi makanan dan minuman yang mengandung karbohidrat, maka bakteri penyebab karies di rongga mulut akan memproduksi asam sehingga terjadi demineralisai yang berlangsung selama 20-30 menit setelah makan (Sondang et al, 2008).

Proposal on PKL

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Proposal on Public Dental Health Work by Ameloblast UNAIR 2011

Citation preview

BAB 1PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangKaries merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yaitu email, dentin dan sementum yang disebabkan oleh aktivitas suatu jasad renik dalam suatu karbohidrat yang dapat diragikan (Sondang et al, 2008). Penyebaran penyakit ini sangat luas sehingga mekanisme bagaimana terbentuknya karies menjadi topik yang menarik selama puluhan tahun (Preethi et al, 2010). Proses terjadinya karies ditandai dengan timbulnya white spot pada permukaan gigi dan jika tidak dirawat akan berkembang menjadi lubang gigi atau disebut juga karies (PDGI, 2011).Karies gigi disebabkan banyak faktor seperti faktor host atau tuan rumah, agen atau mikroorganisme, substrat atau diet dan faktor waktu. Substrat yang menjadi penyebab karies adalah karbohidrat terutama sukrosa. Sukrosa dimetabolisme menjadi asam oleh bakteri streptokokus mutans. Setiap kali seseorang mengonsumsi makanan dan minuman yang mengandung karbohidrat, maka bakteri penyebab karies di rongga mulut akan memproduksi asam sehingga terjadi demineralisai yang berlangsung selama 20-30 menit setelah makan (Sondang et al, 2008).Hasil penelitian di Sumatera Utara menunjukkan penduduk umur 12 tahun ke atas yang mengalami karies terlihat sedikit lebih tinggi pada perempuan yaitu 40,8% dan pada laki-laki 39,3%. Prevalensi karies aktif relatif meningkat denganbertambahnya umur. Secara keseluruhan 62,1% penduduk 12 tahun ke atas mengalami karies. Prevalensi pengalaman karies lebih tinggi pada kelompok umur yang lebih tinggi, pada 12 tahun sebesar 31.2% dan pada 65 tahun ke atas sebesar 92,8% (BPPK Depkes, 2008).Status ekonomi dan tingkat pendidikan mempengaruhi perilaku hidup sehat pada seseorang (Mulder et al, 2011). Pendapatan mempunyai pengaruh langsung pada perawatan medis, jika pendapatan meningkat biaya untuk perawatan kesehatan pun ikut meningkat (Nissim, 2011). Orang dengan stutus ekonomi dan tingkat pendidikan yang rendah cenderung mengabaikan perilaku hidup sehat (Mulder et al, 2011). Anak anak dari kelompok ekonomi rendah cenderung berada pada risiko karies yang parah (Maliderou et al, 2006) Karies dijumpai lebih sedikit pada kelompok sosial ekonomi tinggi dan sebaliknya. Hal ini dikaitkan dengan lebih besarnya minat hidup sehat pada kelompok sosial ekonomi tinggi. Menurut tirthankar (cit Sondang P dan T. Hamada), pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi status kesehatan. Seseorang yang memiliki tingkat pendidikan tinggi akan memiliki pengetahuan dan sikap yang baik tentang kesehatan sehingga akan mempengaruhi perilakunya untuk hidup sehat (Sondang et al, 2008)Status bebas karies dapat dicapai dengan mencegah timbulnya penyakit karies. Hal ini ditandai dengan upaya meningkatkan kesehatan (health promotion) dan memberikan perlindungan khusus (specific protection). Upaya peningkatan kesehatan gigi meliputi penyuluhan tentang cara menyingkirkan plak yang efektif, cara menyikat gigi dan cara menggunakan benang gigi (flossing). Upaya perlindungan khusus meliputi kumur fluor, topikal aplikasi, fluoridasi air minum, pit dan fisur silen (Sondang et al, 2008). Hasil penelitian WHO pada tahun 2004 menunjukkan fluoridasi air minum dapat menurunkan prevalensi karies sebesar 15%. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui prevalensi bebas karies gigi permanen dan hubungan antara tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan orangtua terhadap status bebas karies pada anak usia SD (kurang lebih 6-12 tahun). Peneliti memilih anak usia SD sebagai objek penelitian karena pada usia 7 tahun karies mulai menyerang gigi permanen dan pada usia 12 tahun hampir semua gigi permanen telah erupsi.

1.2 Rumusan MasalahBagaimana tingkat keparahan karies siswa kelas 1 sampai 6 SDN Pandan tahun ajaran 2014 / 2015?

1.3 Tujuan Penelitian1.3.1 Tujuan Penelitian UmumTujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tingkat keparahan karies siswa kelas 1 sampai 6 SDN Pandan tahun ajaran 2014 / 2015.1.3.2 Tujuan Penelitian KhususTujuan lebih khusus penelitian antara lain untuk mengetahui:1. Gambaran tingkat keparahan karies siswa kelas 1 sampai 6 SDN Pandan tahun 2015 menurut status OH subjek.2. Gambaran tingkat keparahan karies siswa kelas 1 sampai 6 SDN Pandan tahun 2015 menurut usia subjek.3. Gambaran tingkat keparahan karies siswa kelas 1 sampai 6 SDN Pandan tahun 2015 menurut jenis kelamin subjek.4. Gambaran tingkat keparahan karies siswa kelas 1 sampai 6 SDN Pandan tahun 2015 menurut cara menyikat gigi subjek.5. Gambaran tingkat keparahan karies siswa kelas 1 sampai 6 SDN Pandan tahun 2015 menurut waktu menyikat gigi subjek.6. Gambaran tingkat keparahan karies siswa kelas 1 sampai 6 SDN Pandan tahun 2015 menurut rutinitas menyikat gigi.7. Gambaran tingkat keparahan karies siswa kelas 1 sampai 6 SDN Pandan tahun 2015 menurut frekuensi jajan subjek di sekolah.8. Gambaran tingkat keparahan karies siswa kelas 1 sampai 6 SDN Pandan tahun 2015 menurut kebiasaan minum air putih setelah mengonsumsi jajanan.9. Gambaran tingkat keparahan karies siswa kelas 1 sampai 6 SDN Pandan tahun 2015 menurut kebiasaan memeriksakan gigi ke Yankes.10. Gambaran tingkat keparahan karies siswa kelas 1 sampai 6 SDN Pandan tahun 2015 menurut susunan geligi subjek.11. Gambaran tingkat keparahan karies siswa kelas 1 sampai 6 SDN Pandan tahun 2015 menurut latar belakang pendidikan formal orang tua subjek.

1.4 Manfaat Penelitian1.4.1 Manfaat Penelitian TeoritisData yang didapat digunakan sebagai acuan penelitian epidemiologis analitik, untuk membuktikan hubungan sebab akibat antara beberapa faktor resiko yang signifikan dengan tingkat keparahan karies gigi siswa kelas 1 sampai 6 SDN Pandan.

1.4.2 Manfaat Penelitian PraktisData yang didapat digunakan untuk menetapkan faktor resiko yang dapat diberdayakan dalam kaitannya untuk menurunkan tingkat keparahan karies siswa kelas 1 sampai 6 SDN Pandan, serta siswa di Sekolah Dasar lain.

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Data DemografiPraktek Kerja Lapangan dilaksanakan di Desa Pandan Arum Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto Propinsi Jawa Timur. Kecamatan Pacet ini berada di dataran tinggi kurang lebih 1000 meter diatas permukaan air laut. Total luas permukiman wilayah menurut penggunaan dalam arti ditempati penduduk di Kecamatan Pacet ini adalah ha/m2. Jumlah penduduk total laki-laki sebanyak jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebanyak jiwa. Jumlah kepala keluarga sejumlah kepala keluarga.

2.2 KariesKaries gigi merupakan masalah gigi dan mulut yang banyak dijumpai pada anak-anak di Negara berkembang termasuk Indonesia, dan cenderung meningkat pada setiap dasawarsa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 90% anak mengalami karies. Angka ini diduga lebih parah di daerah daripada di kota dan pada anak-anak golongan ekonomi menengah ke bawah. Kondisi ini tentu saja berpengaruh pada derajat kesehatan anak, proses tumbuh kembang bahkan masa depan mereka (Depkes RI., 2000). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 melaporkan bahwa prevalensi karies gigi aktif pada usia 12 tahun sebesar 29,8% dengan indeks DMF-T 0,91 dan mencapai 4,46 pada usia 35-44 tahun (Depkes RI., 2008).

2.2.1 Definisi Karies GigiKaries adalah suatu penyakit jaringan keras gigi yaitu email, dentin dan cementum yang disebabkan oleh aktivitas jazad renik terhadap suatu jenis karbohidrat yang dapat diragikan. Tandanya adalah adanya demineralisasi jaringan keras gigi yang kemudian diikuti oleh kerusakan bahan organiknya (Kidd & Bechal, 1992). Karies merupakan proses demineralisasi yang disebabkan oleh suatu interaksi antara (produk-produk) seperti: mikroorganisme, ludah, bagian-bagian yang berasal dari makanan dan email (Houwink & Winchel, 2000).

2.2.2 Proses Terjadinya Karies GigiProses terjadinya karies gigi dimulai dengan adanya plaque di permukaan gigi, sukrosa (gula) dari sisa makanan dan bakteri berproses menempel pada waktu tertentu yang berubah menjadi asam laktat yang akan menurunkan pH mulut menjadi kritis (5,5) dan akan menyebabkan demineralisasi email berlanjut menjadi karies gigi. Secara perlahan-lahan demineralisasi interna berjalan ke arah dentin melalui lubang fokus tetapi belum sampai kavitasi (pembentukan lubang) (Houwink a& Winchel, 2000)Kavitasi baru timbul bila dentin terlibat dalam proses tersebut. Namun kadang-kadang begitu banyak mineral hilang dari inti lesi sehingga permukaan mudah rusak secara mekanis, yang menghasilkan kavitasi yang makrokopis dapat dilihat. Pada karies dentin yang baru mulai terlihat hanya lapisan keempat (lapisan transparan, terdiri dari tulang dentin sklerotik, kemungkinan membentuk rintangan terhadap mikroorganisme dan enzimnya) dan lapisan kelima (lapisan opak/tidak tembus penglihatan, di dalam tubuli terdapat lemak yang mungkin merupakan gejala degenerasi cabang-cabang odontoblast). Baru setelah terjadi kavitasi, bakteri akan menembus tulang gigi. Pada proses karies yang amat dalam, tidak terdapat lapisan-lapisan tiga (lapisan demineralisasi, suatu daerah sempit, dimana dentin partibular diserang), lapisan empat dan lapisan lima (Houwink & Winchel, 2000).Akumulasi plak pada permukaan gigi utuh dalam dua sampai tiga minggu menyebabkan terjadinya bercak putih. Waktu terjadinya bercak putih menjadi kavitasi tergantung pada umur, pada anak-anak 1,5 tahun dengan kisaran 6 bulan ke atas dan ke bawah, pada umur 15 tahun, 2 tahun dan pada umur 21-24 tahun, hampir tiga tahun. Tentu saja terdapat perbedaan individual. Sekarang ini karena banyak pemakaian flourida, kavitasi akan berjalan lebih lambat daripada dahulu.

2.3 Status Oral HygieneAnak usia sekolah biasanya kurangnya kesadaran untuk memperhatikan perilaku oral hygiene sehingga kesehatan gigi anak berkurang. Salah satu komponen pembentukan karies adalah plak. Insidens karies dapat dikurangi dengan melakukan penyingkiran plak secara mekanis dari permukaan gigi, namun banyak pasien tidak melakukannya secara efektif. Peningkatan oral higiene dapat dilakukan dengan menggunakan sikat gigi yang dikombinasi dengan pemeriksaan gigi secara teratur. Pemeriksaan gigi rutin ini dapat membantu mendeteksi dan memonitor masalah gigi yang berpotensi menjadi karies (Gilang, 2010). Aswin (2012) menyatakan bahwa Karies gigi merupakan masalah mulut paling umum dari orang muda sampai dewasa. Perkembangan lubang merupakan proses patologi yang melibatkan kerusakan email gigi pada akhirnya melalui kekurangan kalsium. Ketidakmampuan melakukan perawatan mulut atau oral hygiene dapat mengakibatkan seseorang menderita karies gigi. Juga pendapat yang dikemukakan oleh I Gede Satria Astawa (2008) yang menyatakan bahwa personal hygiene adalah salah satu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis. Salah satu bagian dari personal hygiene adalah oral hygiene, dimana dengan dilakukannya oral hygiene, seseorang dapat terhindar dari penyakit-penyakit seputaran gigi dan mulut. Sedangkan Hiranya M. mengatakan bahwa plak memegang peranan penting dalam menyebabkan terjadinya karies. Plak merupakan deposit lunak yang membentuk biofilm yang menumpuk pada permukaan gigi atau permukaan keras lainnya di rongga mulut yang tidak dibersihkan. Lokasi dan laju pembentukan plak bervariasi pada setiap individu. Faktor yang mempengaruhi laju pembentukan plak adalah oral hygiene, dan faktor-faktor pejamu seperti diet, serta komposisi dan laju aliran saliva. Faktor substrat atau diet dapat mempengaruhi pembentukan plak karena membantu perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada permukaan enamel. Penelitian menunjukkan bahwa orang yang banyak mengonsumsi karbohidrat terutama sukrosa cenderung mengalami kerusakan gigi, sebaliknya orang yang dietnya banyak mengandung lemak dan protein hanya sedikit atau sama sekali tidak mempunyai karies. Sebagaimana diketahui, plak merupakan salah satu komponen dalam pembentukan karies, sehingga insiden karies dapat dikurangi dengan meningkatkan oral hygiene.

2.4 UsiaKejadian karies gigi ini banyak diderita oleh anak-anak usia sekolah. Usia yang paling rentan terhadap kejadian karies gigi adalah antara 4-8 tahun yaitu pada gigi primer, sedangkan pada gigi sekunder adalah antara usia 12-18 tahun (Wong, dkk, 2008). Gigi yang paling akhir erupsi lebih rentan terhadap karies. Anak-anak menjadi usia yang paling rentan terhadap kejadian karies gigi karena pola makan dan pola kebersihan anak yang kurang baik. Anak-anak sangat menyukai makanan sejenis gula-gula yang apabila dikonsumsi terlalu banyak dan tidak dibersihkan makan akan berpotensi terjadinya karies gigi (Hermawan, 2010).

2.5 Jenis KelaminPerbedaan jenis kelamin berpengaruh terhadap jumlah karies pada rongga mulut. Jumlah karies pada perempuan lebih tinggi dari laki- laki karena gigi pada perempuan mempunyai potensi untuk erupsi lebih cepat daripada laki- laki. Erupsi yang lebih cepat pada gigi perempuan menyebabkan gigi lebih lama terpapar bahan kariogenik (H. Fujita et. al., 2007). Pada penelitian terdahulu mengenai hubungan usia dan jenis kelamin terhadap kasus karies didapatkan prevalensi karies pada wanita lebih rendah dari pria karena wanita lebih menjaga oral hygiene. Menurut Lukacs dan Largaespada, anak-anak perempuan lebih banyak mengonsumsi jajanan dibandingkan dengan anak laki - laki (Lukacs dan Largaespada, 2006).

2.6 Kebiasaan Menyikat GigiKebiasaan menggosok gigi merupakan tingkah laku membersihkan gigi yang dilakukan seseorang secara terus menerus. Kandani (2010) mengungkapkan bahwa kebiasaan adalah tindakan konsisten yang dilakukan secara terus menerus hingga membentuk suatu pola di level pikiran bawah sadar. Sementara itu, menurut Potter dan Perry (2005), menggosok gigi adalah membersihkan gigi dari sisa sisa makanan, bakteri, dan plak. Dalam membersihkan gigi, harus memperhatikan pelaksanaan waktu yang tepat dalam membersihkan gigi, penggunaan alat yang tepat untuk membersihkan gigi, dan cara yang tepat untuk membersihkan gigi. Oleh karena itu, kebiasaan menggosok gigi merupakan tingkah laku manusia dalam membersihkan gigi dari sisa sisa makanan yang dilakukan secara terus menerus meliputi kebiasaan pelaksanaan waktu membersihkan gigi, kebiasaan alat yang digunakan dalam membersihkan gigi, dan kebiasaan cara dalam membersihkan gigi. Wong, Hockenberry, Wilson, Winkelstein, dan Schwartz (2008) mengungkapkan bahwa kebiasaan menggosok gigi yang baik merupakan cara paling efektif untuk mencegah karies gigi. Menggosok gigi dapat menghilangkan plak atau deposit bakteri lunak yang melekat pada gigi yang menyebabkan karies gigi (Wong, Hockenberry, Wilson, Winkelstein, & Schwartz, 2008)

2.6.1 Cara Menyikat GigiCara menggosok gigi yang baik adalah membersihkan seluruh bagian gigi, gerakan vertikal, dan bergerak lembut. Potter dan Perry (2005) menjelaskan bahwa seluruh permukaan gigi dalam, luar, dan pengunyah harus disikat dengan teliti. Gigi digosok dengan ujung bulu sikat diletakkan dengan kuat pada sudut 45o pada gigi dan gusi digerakkan ke depan dan belakang dengan gerakan menggetar, bergerak dengan lembut, dan tidak bergerak maju mundur sekuat tenaga. Menggosok gigi dengan sekuat tenaga tidak boleh dilakukan karena dapat merusak email dan gusi dan menyebabkan perkembangan lubang karena abrasi. Untuk membersihkan bagian dalam gigi depan, sikat gigi diletakkan vertikal terhadap gigi dan digerakkan ke atas dan ke bawah (Wong, Eaton-Hockeberry, & Wilson 2008). Menggosok perlu memperhatikan penggunaan sikat gigi yang baik agar dapat membersihkan seluruh bagian gigi. Sikat gigi dengan ujung sikat kecil adalah pilihan yang tepat karena dapat menjangkau seluruh bagian gigi (Maulani, 2005).

2.6.2 Waktu Menyikat GigiKebiasaan menggosok gigi yang baik di pagi hari adalah setelah makan pagi. Menggosok gigi harus dilakukan setelah makan, setelah makan kudapan, dan sebelum tidur (Wong, Hockeberry, Wilson, Winkelstein, & Schwartz, 2008). Menggosok gigi setelah makan dapat membersihkan sisa-sisa makanan yang menempel di gigi setelah makan. Dengan demikian, menggosok gigi yang baik di pagi hari adalah setelah makan pagi. Menggosok gigi yang efektif adalah sebelum tidur malam (Potter & Perry, 2005; Wong, Hockeberry, Wilson, Winkelstein, & Schwartz, 2008). Menggosok gigi sebelum tidur malam penting dilakukan karena interaksi bakteri dan sisa - sisa makan yang berasal dari makan malam dapat terjadi ketika tidur malam (Hockenberry & Wilson, 2007). Hollins (2008) juga mengungkapkan bahwa menggosok gigi sebelum tidur malam penting dilakukan karena produksi saliva kurang efektif selama waktu tidur. Dengan demikian, kebiasaan menggosok gigi yang baik di malam hari adalah menggosok gigi setelah makan malam atau sebelum tidur malam, tidak makan dan minum yang mengandung gula setelah menggosok gigi sampai bangun pagi di esok hari atau menggosok gigi lagi apabila makan dan minum yang mengandung gula untuk mencegah interaksi bakteri dan sisa sisa makan malam yang dapat terjadi ketika tidur malam hari.

2.6.3 Rutinitas Menyikat Gigi

2.7 Kebiasaan Makan Makanan di Sekolah2.7.1 Konsistensi MakananMakanan makanan karbohidrat yang mengandung gula tambahan dapat menyebabkan karies gigi. Potter dan Perry (2005) mengungkapkan bahwa untuk mencegah kerusakan gigi, seseorang harus mengurangi asupan karbohidrat, terutama kudapan manis diantara waktu makan. Contoh karbohidrat yang kariogenik adalah gula susu yang sengaja ditambahkan ketika proses produksi, gula meja, gula yang digunakan dalam memasak, dan gula tambahan untuk minuman. Setiap makanan yang mengandung gula tambahan dan lengket bersifatkariogenik, seperti sirup, kismis, gula meja yang telah dimurnikan, kue, biskuit, permen, puding, selai, pemanis, sereal sarapan, es krim, soft drinks, dan makanan pencuci mulut (Maulani, 2005; Wong, Hockenberry, Wilson, Winkelstein, & Schwartz, 2008). Oleh karena itu, makanan makanan karbohidrat yang mengandung gula tambahan dapat menyebabkan karies gigi.Makanan - makanan manis, lengket, keras, dan dikonsumsi lebih lama di dalam mulut sangat bersifat kariogenik. Hal itu disebabkan karbohidrat yang berada lama di dalam mulut akan terfermentasi, sehingga sangat bersifat kariogenik. Sebagai contoh, memakan permen loli lebih bersifat kariogenik daripada coklat batangan dan sukrosa pada permen karet lebih kariogenik daripada minuman manis yang diminum secara biasa (Maulani, 2005; Wong, Eaton-Hockenberry, & Wilson 2008). Dengan demikian, makanan makanan manis, lengket, keras, dan dikonsumsi lebih lama di dalam mulut sangat bersifat kariogenik. Makanan makanan karbohidrat ada yang tidak berbahaya bagi gigi. Contoh makanan tersebut adalah fruktosa dalam buah dan gula alami yang terkandung di dalam susu atau laktose. Hal itu dikarenakan gula alami menghasilkan asam organik kecil, sehingga tidak berbahaya bagi gigi. Contoh lain makanan lain yang tidak bersifat kariogenik adalah keju cheddar yang dapat mengubah PH dan memperlambat pertumbuhan bakteri (Wong, Eaton-Hockenberry, Wilson, Winkelstein, & Schwartz, 2008). Mengunyah permen karet tidak bergula setelah makan juga dapat memberi perlindungan terhadap karies dengan merangsang saliva yang bersifat menetralkan asam. Dengan demikian, beberapa makanan seperti keju cheddar dan permen karet yang tidak bergula tidak menyebabkan karies gigi. Modifikasi diet dapat dilakukan untuk mencegah karies gigi. Modifikasi diet makanan meliputi konsumsi makanan dan minuman rendah kariogenik dan mengurangi frekuensi asupan makanan kariogenik. Dengan demikian, risiko karies gigi dapat menurun dengan modifikasi diet makanan kariogenik.

2.7.2 Frekuensi Makan Makanan di SekolahPenelitian Barus (2008) yang dilaksanakan pada anak SD 060935 di Jalan Pintu Air II Simpang Gudang Kota Medan tahun 2008 menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara frekuensi makan jajanan dengan karies gigi. Hasil penelitian tersebut menunjukkan anak-anak yang frekuensi makanan jajanannya tinggi memiliki tingkat keparahan karies gigi yang berat (74,2%). Senada dengan itu, penelitian Hidayanti(2005) yang dilaksanakan pada anak Sekolah Dasar di Kecamatan Cihideung Kota Tasikmalaya tahun 2005 menunjukkan ada hubungan kebiasaan konsumsi makanan kariogenik, makanan pencegah karies dan skor konsumsi makan dengan keparahan karies gigi. Rata-rata konsumsi makanan kariogenik sebesar 12,6 4,5 dan rata-rata indeks def-t sebesar 5,93 3,13. Terdapat hubungan kesukaan anak terhadap makanan kariogenik dengan kebiasaan konsumsi makanan kariogenik. Ada hubungan kebiasaan konsumsi makanan kariogenik, makanan pencegah karies gigi, dan delta konsumsi makan dengan keparahan karies gigi.Hadnyanawati (2002), melalui penelitiannya pada siswa sekolah dasar di Kabupaten Jember, juga menunjukkan adanyapengaruh pola jajan di sekolah terhadap karies gigi (pmean

Nominal

2.Status OHBanyaknya plak yang melekat pada gigi subyek.PHP (Personal Hygiene performance)1= mean2=>mean

Nominal

3.UsiaInterpretasi biodata siswa dari sekolah yang menjelaskan tentang usia dihitung sejak lahir hingga saat dilakukan pengambilan data penelitian yang dinyatakan dalam satuan tahun.1= 7-9 tahun2= 10-12 tahunNominal

4.Jenis KelaminJenis kelamin subyek yang diambil dari data sekolahObservasi data1=laki-laki2=perempuanNominal

5.Cara Menyikat gigiPeragaan atau tindakan subyek pada model peraga tentang cara menyikat gigi yang paling sering dikerjakan subyek. Wawancara1=vertikal 2=horizontal 3=roll4=kombinasiNominal

6.Waktu Menyikat GigiJawaban subyek yang menunjukkan kapan subyek menyikat gigi perhari.Wawancara1=setelah sarapan dan sebelum tidur2=lainnyanominal

7.Rutinitas menyikat gigiJawaban subyek yang menunjukkan rutinitas menyikat gigi setiap hari.Wawancara1=rutin2=tidak rutinNominal

8.Jenis JajananJawaban subyek yang menunjukkan jenis jajanan yang paling sering dikonsumsi subyek selama disekolah. Jenis jajanan yang dimaksud adalah konsistensi jajanan yang dikonsumsi subyek selama disekolahWawancara1=padat/setengah padat2=cairNominal

9.Frekuensi jajanJawaban subyek yang menunjukan berapa kali perhari subyek mengonsumsi jajanan dalam 1 waktu selama kegiatan belajar mengajar di sekolah. Jajanan yang dimaksud adalah segala jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi.wawancara1= 1-2 kali2= lebih dari 2 kaliNominal

10.Kebiasaan minum air putih setelah jajanJawaban subyek apakah subyek berkumur air putih setelah mengkonsumsi jajanan.Wawancara1=minum2=tidak minumNominal

11.Kebiasaan memeriksakan gigi ke YankesJawaban subyek tentang jumlah kedatangan subyek ke poli gigi di Yankes dalam periode 1 tahun.Wawancara1=tidak pernah2=pernahNominal

12.Susunan Geligi subyekHasil observasi tentang apakah susunan geligi yang terdiri dari gigi anterior/posterior/keduanya terletak dalam satu lengkung rahang.Observasi1=normal2=crowdingNominal

13.Pendidikan Orang TuaLatar belakang pendidikan formal yang orang tua subyek yang tercantum pada data sekolahObservasi data1=sd-smp/ sederajat2=sma-PT sederajatNominal

3.7 Teknik Pengumpulan Data1. Menentukan populasi yaitu siswa SDN Pandan.2. Menentukan jumlah sampel siswa SDN Pandan.3. Melakukan wawancara kepada siswa SDN Pandan.4. Melakukan pengukuran DMF-T dan def-t pada siswa SDN Pandan.5. Melakukan pengukuran PHP pada siswa SDN Pandan.

3.8 Teknik Analisis DataPengolahan data dianalisa dengan melakukan distribusi tabulasi silang faktor resiko terhadap efek.

3.9 Alur PenelitianMenetapkan subyek

Menentukan besar sample yang representative

Melakukan wawancara terhadap subyek

Pengukuran indeks PHP

Pengumpulan hasil

Perhitungan Data

Analisa Data

Kesimpulan

Pengukuran indeks DMF-T, dan def-t.

Pembahasan

BAB 4ANALISA HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Responden

BAB 5PEMBAHASAN

KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

Akpan, A., Morgan, R. 2002. Oral Candidiasis. Postgrad Med J. 48. p/p; 455-459Anugrah, AS. 2012 Hubungan Frekuensi Makanan Jajanan Anak terhadap Kejadian Karies Gigi di TK Aisyiah Kateguhan Sawit Boyolali. Naskah Publikasi. Universitas Muhammadiyah. Hal 5Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Riset kesehatan dasar (Laporan Provinsi Sumatera Utara 2007). Jakarta pp 115-129.Elfaki N, Elgarrai A, Shwail A, Brair S, Alsheikh M. 2014. Prevalence of Dental Caries among Primary School Attendees in Najran-Saudi Arabia. IOSR Journal of Dental and Medical Sciences. Volume 13, Issue 11. PP 37-41Fujita, H., Asakura, K., Ogura, M. 2007. Age and sex related dental caries prevalence in Japanese from the jomon period. J. Oral Bioscience. 49(3). P/p 198-204Gilang, R.A. (2010). Serba-serbi kesehatan gigi & mulut : Semua yang perlu kamu tahu tentang gigi dan mulut. Jakarta : Bukune.Hermawan, R. (2010). Menyehatkan daerah mulut: Cara praktis menghilangkan bau mulut disertai tips agar gigi dan mulut anda selalu sehat dan indah. Jogjakarta : Buku Biru.Houwink, Dirks B, Winchel, C., 2000, Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.Kidd, E.A.M., Sally, J., Bechal, 1992, Dasar-dasar Karies Gigi dan Penanggulangannya, EGC, Jakarta.Janson G, Goizueta O, Garib D, Janson M. 2011. Relationship between maxillary and mandibular base lengths and dental crowding in patients with complete Class II malocclusions. Angle Orthodontist BDPI Universidade de So Paulo, Vol.81, No.2, p. 217Lukacs, J.R. dan Largaespada, L.L. 2006. Explaining sex differences in dental caries prevalence : saliva, hormones and "life history" etiologies. Am. J. Him. Biol. 18. P/p 540-55Maliderou M, Reeves S, Noble C. 2006. The effect of social demographic factors, snack comsumption and vending machine use on oral health of children living in London. British Dent J pp 201.Mulder BC, Marijn DB, Hanneke S, Erik A, Cees M. 2011. Stressors and resources mediate the association of socioeconomic position with health behavior. BMC Public Health pp 798.Nissim BD. 2011. Economic growth and its effect on public health. www.emeraldinsight.com/0306-8293.htm diakses pada tanggal 30 Maret 2015 19.00 WIBPDGI online. 2011. Gigi berlubang? Mencegah lebeh baik dari pada mengobati. http://dentaluniverseindonesia.com/index.php/component/content/article/5-gigiberlubang-mencegah-lebih-baik-daripada-mengobati. diakses pada tanggal 30 Maret 2015 18.57 WIB Preethi BP, Dodawad R, Pyati A. 2010. Evaluation of flow rate, pH, buffering capacity,calcium, total proteins and total antioxidant capacity levels of saliva in caries: an in vivo study. Clinical Biochemists of India J Clinical Biochemist 2010; Oct-Dec 2010 25(4): 4258.Putri.M.Hiranya.,Eliza.H.,dan Neneng.N., 2011. Ilmu Pencegahan Penyakit Jaringan Keras dan Jaringan Pendukung Gigi. Jakarta: Buku kedokteran EGCRamald, N 2012. Karies Gigi. (Online) (http://romaldoneves.blogspot.com/2012/11/karies-gigi.html, di akses pada 31 Maret 2015Sariningrum E. 2009. Hubungan Tingkat Pendidikan, Sikap dan Pengetahuan Orang Tua tentang Kebersihan Gigi dan Mulut Pada Anak Balita 3 5 Tahun dengan Tingkat Kejadian Karies di Paud Jatipurno. Berita Ilmu Keperawatan ISSN 1979-2697, Vol 2. No.3, pp. 119-124Satria Astawa, I Gede. (2008). Personal Hygiene. Materi Kuliah Manajemen Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana : Badung.Shah N. 2005. Oral and dental diseases: Causes, prevention and treatment strategies. NCMH Background Papers-Burden of Disease in India. National Commission on Macroeconomics and Health, Government of India, p. 276Slayton R, Kanellis M, Levy S, Warren J, Islam M. 2002. Frequency of reported dental visits and professional fluoride applications in a cohort of children followed from birth to age 3 years. Pediatric Dentistry 24:1. p. 64Sondang P, Hamada T. Menuju gigi dan mulut sehat. Medan: USU Press, 2008:4-15.Wong, L. D (2008). Buku ajar keperawatan pediatrik. Jakarta : EGC.