32
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama bertahun-tahun lingkungan perairan telah menjadi sumber makanan, mineral dan produk alami untuk memenuhi kebutuhan manusia. Dalam upaya mengatasi masalah yang ditimbulkan akibat peningkatan populasi dan kebutuhan manusia yang terus meningkat, pengembangan produk berbasis sumber alam terbarukan mutlak diperlukan dan dibutuhkan. Hal ini sesuai dengan teori Malthus bahwa pertumbuhan makanan ibarat deret hitung (lambat) sedangkan pertumbuhan penduduk seperti deret ukur (cepat). Maka dibutuhkan upaya mengatasi permasalahan ini, karena demi keberlangsungan kehidupan. Mikroalga merupakan salah satu sumber alam yang terdapat dalam perairan yang masih belum dimanfaatkan. Pengembangan mikroalga sangat berpotensi sebagai sumber biomasa masa depan. Tabel 1 menunjukkan beberapa jenis produk berbasis mikroalga. Proposal PKL Balai Teknologi Lingkungan

Proposal PKL Rev

Embed Size (px)

DESCRIPTION

microalga

Citation preview

Page 1: Proposal PKL Rev

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Selama bertahun-tahun lingkungan perairan telah menjadi sumber makanan,

mineral dan produk alami untuk memenuhi kebutuhan manusia. Dalam upaya

mengatasi masalah yang ditimbulkan akibat peningkatan populasi dan kebutuhan

manusia yang terus meningkat, pengembangan produk berbasis sumber alam

terbarukan mutlak diperlukan dan dibutuhkan. Hal ini sesuai dengan teori Malthus

bahwa pertumbuhan makanan ibarat deret hitung (lambat) sedangkan pertumbuhan

penduduk seperti deret ukur (cepat). Maka dibutuhkan upaya mengatasi

permasalahan ini, karena demi keberlangsungan kehidupan.

Mikroalga merupakan salah satu sumber alam yang terdapat dalam perairan

yang masih belum dimanfaatkan. Pengembangan mikroalga sangat berpotensi

sebagai sumber biomasa masa depan. Tabel 1 menunjukkan beberapa jenis produk

berbasis mikroalga.

Berdasarkan data diatas menunjukkan bahwa mikroalga merupakan sumber

biomasa yang potensial untuk dikembangkan diantara organisme akuatik lainnya.

Mikroalga tidak hanya memiliki kapasitas unutk memproduksi produk yang

bernilai tinggi, tapi juga memiliki kemampuan unutk berkembang biak hanya

dengan menggunakan cahaya matahari, karbon dioksida dan air laut. Mikroalga

memiliki struktur uniseluler yang dengan mudah mengkonversi energi matahari

menjadi energi kimia. Sebagai organisme fotosintetik, mikroalga memiliki

Proposal PKL Balai Teknologi Lingkungan

Page 2: Proposal PKL Rev

kandungan klorofil yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan atau

kosmetika (Borowitzka, M.A., dkk, 1999).

Dalam pengembangan mikroalga dalam bidang pangan telah banyak

dimanfaatkan sebagai bahan pangan manusia dan pakan hewan. Hal tersebut karena

mikroalga memiliki kandungan protein, vitamin, dan polisakarida yang

memungkinkan untuk dimanfaatkan sebagai makanan tambahan yang mempunyai

gizi yang tinggi. Mikroalga juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan baku

untuk industri farmasi karena beberapa jenis dari mikroalga mengandung

antioksidan dan antibiotik.

Kultivikasi mikroalga relatif cepat, tetapi kesulitan terdapat pada ekstraksi

mikroalga. Maka dibutuhkan suatu metode ekstraksi yang mendapatkan hasil yang

optimal dan efisien untuk mendukung pengembangan mikroalga sebagai sumber

biomassa.

1.2. Tujuan

1.2.1. Umum

Mendapat pemahaman dan gambaran pengembangan mikroalga sebagai

sumber biomassa.

1.2.2. Khusus

1. Dapat mengetahui metode ekstrasi mikroalga yang optimal dan efisien

2. Dapat mengetahui kadungan mikroalga yang berpotensi dalam bidang

pangan

3. Dapat mengetahui penggunaan mikrolaga dalam bidang pangan

1.3. Manfaat

Manfaat yang diperoleh dalam Praktek Kerja Lapangan (PKL) adalah :

1.3.1. Manfaat untuk Mahasiswa

1. Dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan yang bersifat

implementasi.

2. Dapat dijadikan sebagai bahan untuk mempersiapkan diri dalam proses

interaksi sosial dalam lingkungan kerja.

Proposal PKL Balai Teknologi Lingkungan

Page 3: Proposal PKL Rev

1.3.2. Manfaat untuk Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

1. Terbinanya kerja sama Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta dengan Institusi tempat dilangsungkannya Praktek Kerja Lapangan

(PKL) untuk meningkatkan kemampuan SDM yang dibutuhkan di dunia

kerja.

2. Meningkatkan kapasitas dan kuantitas serta kualitas pendidikan dengan

melibatkan tenaga terampil dari pembimbing di lapangan.

3. Tersusunnya kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan nyata di lapangan.

1.3.3. Manfaat untuk Instansi

1. Dapat memanfaatkan tenaga mahasiswa untuk membantu kegiatan

operasional.

2. Dapat memanfaatkan tenaga pembimbing akademik untuk memberikan

masukan yang relevan dengan kegiatan manajemen operasional institusi

tempat dilangsungkannya Praktek Kerja Lapangan (PKL).

1.4. Ruang Lingkup

Metode ekstraksi dan pengembangan mikroalga sebagai sumber biomasa

khususnya dalam bidang pangan.

1.5. Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan (PKL) pada bulan Februari 2013

bertempat di Balai Teknologi Lingkungan (BTL) Badan Pengkajian dan Penerapan

Teknologi (BPPT) kawasan Puspitek Serpong.

Proposal PKL Balai Teknologi Lingkungan

Page 4: Proposal PKL Rev

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Mikroalga

Mikroalga merupakan kelompok tumbuhan berukuran renik yang

termasuk dalam kelas alga, diameternya antara 3-30 µm, baik sel tunggal

maupun koloni yang hidup di seluruh wilayah perairan tawar maupun laut,

yang lazim disebut fitoplankton. Di dunia mikrobia, mikroalga

termasukeukariotik, umumnya bersifat fotosintetik dengan pigmen

fotosintetik hijau (klorofil), coklat (fikosantin), biru kehijauan (fikobilin),

dan merah(fikoeritrin). Morfologi mikroalga berbentuk uniseluler atau

multiseluler tetapi belum ada pembagian tugas yang jelas pada sel-sel

komponennya. Hal itulah yang membedakan mikroalga dari tumbuhan

tingkat tinggi (Romimohtarto, 2004).

Isnansetyo dan Kurniastuty (1995), menyatakan bahwa terdapat

empat kelompok mikroalga antara lain : diatom (Bacillariophyceae), alga

hijau (Chlorophyceae), alga emas (Chrysophyceae) dan alga biru

(Cyanophyceae). Penyebaran habitat mikroalga biasanya di air tawar

(limpoplankton) dan air laut (haloplankton), sedangkan sebaran berdasarkan

distribusi vertikal di perairan meliputi : plankton yang hidup di zona

euphotik (ephiplankton), hidup di zona disphotik(mesoplankton), hidup di

zona aphotik(bathyplankton) dan yang hidup di dasar perairan / bentik

(hypoplankton) (Eryanto et.al, 2003).

Taksonomi mikroorganisme selama ini lebih banyak menggunakan

karakteristik morfologi (morphological characteristics) berdasarkan bentuk,

warna, ukuran sel dan lain-lain. Misalnya, taksonomi dari plankton

Anabaena sp. pada saat ini sebagian besar didasarkan pada karakteristik

morfologi seperti bentuk akinetes, ukuran sel dan posisi relatif akinetes

terhadap heterocysts. Beberapa kriteria secara morfologi tersebut bisa

berbeda-beda antara peneliti yang satu dengan peneliti yang lain (Niiyama,

1996). Lebih jauh lagi, karakter-karakter taksonomi seperti wujud filamen

dan sel akinete bersifat meragukan karena akinetes adakalanya tidak ada

dan wujud filamen mungkin bisa berubah karena kondisi kultur (Li dan

Proposal PKL Balai Teknologi Lingkungan

Page 5: Proposal PKL Rev

Watanabe, 2001). Castenholz dan Waterbury (1989), menyatakan bahwa

untuk menentukan spesies dari plankton Anabaena memerlukan studi-studi

taksonomi secara lebih mendalam, tidak hanya karakter-karakter morfologi

tetapi juga fisiologis, kimiawi dan ciri-ciri genetik.

Alga yang mula-mula ada di bumi kurang lebih sekitar tiga milyar

tahun yang lalu adalah Cyanobacteria (atau ganggang biru-hijau), yang

melakukan fotosintesis, sel prokariotik tidak berinti sel. Kemudian muncul

jenis-jenis alga yang lain yang memiliki inti sel, sel kompleks multiselular

atau sel eukariotik. Alga adalah tanaman laut yang di kelompokkan dalam 2

kelompok besar makro alga dan mikro alga, mikro alga (berukuran kecil)

tidak dapat dilihat secara kasat mata tetapi hanya boleh dilihat dengan

menggunakan alat bantu yaitu mikroskop. Mikroalga atau ganggang adalah

organism perairan yang lebih dikenal dengan fitoplankton (alga laut bersel

tunggal).

Mikroalga dapat melakukan fotosintesis dan hidup dari nutrient

anorganik serta menghasilkan zat-zat organic dari CO2 oleh fotosintesis.

Mikroalga mempunyai zat warna hijau daun (pigmen) klorofil yang

berperan pada proses fotosintesis dengan bantuan H2O, CO2 dan sinar

matahari untuk menghasilkan energi. Energi ini digunakan untuk biosintesis

sel, pertumbuhan dan pertambahan sel, bergerak atau berpindah dan

reproduksi (Pranayogi, D. 2003). Disamping itu sebaliknya alga makro atau

alga yang berukuran besar dapat dilihat langsung (kasat mata).Alga terdiri

atas 8 divisio dan tersebar dalam 16 kelas dengan sejumlah ordo, family,

genus dan spesies.

2.2. Kultivikasi Mikroalga

Metode yang umum digunakan dalam proses kultivasi mikroalga

adalah sistem open raceway pond dan sistem closed photobioreactor.

Sistem open pond memiliki kelemahan yaitu mudah terkena kontaminan

sementara dalam sistem photobioreactor kontaminan dan parameter

pertumbuhan seperti pH, temperatur dan karbon dioksida dapat dikontrol

dengan baik. Walaupun demikian, sistem photobioreactor memerlukan

Proposal PKL Balai Teknologi Lingkungan

Page 6: Proposal PKL Rev

biaya tinggi sehingga pengetahuan dalam pemilihan sistem kultivasi

mikroalga sangat diperlukan.

Sebagian besar mikroalga menggunakan cahaya dan karbon

dioksida (CO2) sebagai sumber energi dan sumber karbon (organisme

photoautotrophic). Pertumbuhan optimum mikroalga membutuhkan

temperatur air berkisar 15-30˚C. Media pertumbuhan juga harus

mengandung elemen inorganik yang berfungsi dalam pembentukan sel,

seperti nitrogen, phospor, dan besi.

Adapun metode kultivikasi dapat dibagi dua macam metode yakni

sebagai berikut :

2.2.1 Sistem open raceway pond

Open ponds merupakan sistem budidaya mikroalga tertua dan

paling sederhana. Sistem tersebut sering dioperasikan secara

kontinyu. Umpan segar (mengandung nutrisi termasuk nitrogen,

phosphor, dan garam inorganic) ditambahkan di depan paddlewheel

dan setelah beredar melalui loop-loop mikroalga tersebut dapat

dipanen di bagian belakang dari paddlewheel. Paddlewheel

digunakan untuk proses sirkulasi dan proses pencampuran

mikroalga dengan nutrisi. Beberapa sumber limbah cair dapat

digunakan sebagai kultur dalam budidaya mikroalga. Pemilihan

sumber limbah cair tersebut berdasarkan pemenuhan kebutuhan

nutrisi dari mikroalga. Mikroalga laut dapat menggunakan air laut

atau air dengan tingkat salinitas tinggi sebagai media kultur.

Biaya operasional sistem open ponds lebih rendah dibandingkan

dengan sistem photobioreactor, namun sistem tersebut memiliki

beberapa kelemahan. Open ponds merupakan sistem kolam terbuka

sehingga mengalami evaporasi akut, dan penggunaan karbon

dioksida (CO2) menjadi tidak efisien. Produktivitas mikroalga juga

dibatasi oleh kontaminasi dari alga atau mikroorganisme yang tidak

diinginkan. Gambar 1 menunjukkan sistem open ponds.

Proposal PKL Balai Teknologi Lingkungan

Page 7: Proposal PKL Rev

Gambar 1. (a) Ilustrasi Raceway open pond (b) race open pond dilapangan

2.2.2 Sistem closed photobioreactor

Photobioreactor dikembangkan untuk mengatasi permasalahan

kontaminasi dan evaporasi yang sering terjadi dalam sistem open

pond. Sistem tersebut terbuat dari material tembus pandang dan

umumnya diletakkan di lapangan terbuka untuk mendapatkan

cahaya matahari. Pada dasarnya, photobioreactor terdapat dalam 2

jenis, plate dan tubular. Photobioreactor tubular lebih sesuai

digunakan di lapangan terbuka.

Pada dasarnya, terdapat dua tipe photobioreactor, yaitu tipe flat

plate (Gambar 2) dan tipe tubular (Gambar 3). Apabila

dibandingkan, tipe tubular lebih cocok untuk aplikasi di luar ruangan

karena luasnya permukaan untuk proses iluminasi. Namun, flat

plate photobioreactor juga sering digunakan karena tipe ini dapat

meratakan intensitas penyinaran sehingga sel yang dihasilkan

memiliki densitas yang lebih tinggi.

Tipe plate-flat photobioreactor lebih disukai karena: (i)

konsumsi energi lebih rendah dan kapasitas transfer massa tinggi;

(ii) efesiensi fotosintetis tinggi; dan (iii) tidak terdapat ruang yang

tidak terkena cahaya. Desain dari tipe ini juga beragam mulai dari

tipe gelas hingga PVC transparan dan tebal.

Proposal PKL Balai Teknologi Lingkungan

Page 8: Proposal PKL Rev

Gambar 2. Instalasi flat photobioreactor

Photobioreactor memiliki rasio luas permukaan dan volume yang

besar. Produktivitas mikroalga menggunakan photobioreactor dapat

mencapai 13 kali lipat total produksi dengan menggunakan sistem

open raceway pond.

Gambar 3. Instalasi tubular photobioreactor

Perbandingan antara penggunaan sistem open pond dengan sistem

photobioreactor dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2.

Perbandingan antara penggunaan sistem open pond dengan sistem

photobioreactor. (Harun, R., dkk., 2010)

Proposal PKL Balai Teknologi Lingkungan

Page 9: Proposal PKL Rev

2.3. Pemanenan Mikroalga

Pemanenan mikroalga dari media untuk memisahkan mikroalga

dengan medianya, lumpur dan cairan lainnya untuk memudahkan proses

selanjutnya yakni ekstraksi alga unutk penggunaan bahan bakar biodiesel,

bioetanol dan lain sebagainya. Teknik yang banyak diaplikasikan untuk

proses pemanenan mikroalga adalah flokulasi, sentrifugasi, dan filtrasi.

Proses flokulasi dapat digunakan sebagai tahap awal untuk mempermudah

proses selanjutnya. Mikroalga memiliki muatan negatif, sehingga untuk

membentuk flok dibutuhkan flokulan kationik seperti Al2(SO4)3, FeCl3, dan

Fe2(SO4)3. Filtrasi adalah metode pemanenan yang terbukti paling

kompetitif dibandingkan dengan teknik pemanenan yang lain. Jenis filtrasi

yang dapat digunakan adalah dead end filtration, mikrofiltrasi, ultrafiltrasi,

filtrasi bertekanan, dan filtrasi aliran tangensial. Kinerja teknik pemanenan

secara kuantitatif dapat dievaluasi menggunakan beberapa parameter antara

lain: laju pemisahan air, kandungan padatan pada lumpur mikroalga, dan

yield dari proses.

Proposal PKL Balai Teknologi Lingkungan

Page 10: Proposal PKL Rev

Adapun jenis teknik pemanenan sebagai berikut :

2.3.1. Sentrifugasi

Sentrifugasi merupakan proses pemisahan yang menggunakan gaya

sentrifugal sebagai driving force untuk memisahkan padatan dan

cairan. Proses pemisahan ini didasarkan pada ukuran partikel dan

perbedaan densitas dari komponen yang akan dipisahkan.

Penelitian Chen, C.Y., dkk pada tahun 2011 menunjukkan bahwa

proses sentrifugasi dengan kecepatan tinggi secara efektif dapat

memisahkanmikroalga dari cairan medianya. Tes laboratorium pada

500-1000 gr hasil kultivasi mikroalga dalam pond menunjukkan 80-

90% mikroalga dapatdipisahkan dalam waktu 2-5 menit. Walaupun

proses sentrifugasi efektif digunakan secara teknis, proses ini juga

memiliki kelemahan terutama pada investasi alat yang tinggi dan

biaya operasional yang tinggi.

2.3.2. Flokulasi

Flokulasi adalah proses dimana partikel zat terlarut dalam larutan

membentuk agregat yang disebut flok. Proses flokulasi terjadi saat

partikel zat terlarut saling bertumbukan dan menempel satu sama

lain. Bahan kimia yang biasa disebut flokulan ditambahkan ke dalam

sistem untuk membantu proses flokulasi. Sel mikroalga umumnya

berukuran 5-50 μm. Sel mikroalga dapat membentuk suspensi cukup

stabil dengan bahan kimia yang memiliki muatan negatif pada

permukaannya. Terdapat dua tipe flokulan yang digunakan yaitu:

flokulan inorganik dan flokulan polimer organik/ polielektrolit. Tabel

3 menunjukkan beberapa jenis flokulan dengan dosis dan pH optimum

yang dibutuhkan untuk proses flokulasi mikroalga.

Tabel 3. Beberapa jenis flokulan dengan dosis dan pH optimum yang

dibutuhkan untuk proses flokulasi mikroalga (Uduman, N., dkk, 2010)

Proposal PKL Balai Teknologi Lingkungan

Page 11: Proposal PKL Rev

Flokulan yang dinilai paling efektif digunakan untuk proses

pemanenam mikroalga adalah aluminium sulfat serta beberapa jenis

polimer kationik

2.3.3. Filtrasi

Metode pemisahan ini melibatkan media yang permeabel untuk

melewatkan cairan sekaligus menahan padatan sehingga kedua

komponen ini terpisah. Proses filtrasi memerlukan pressure drop

untuk mendorong cairan melewati media filter. Pressure drop yang

umum digunakan adalah gravitasi, vakum, tekanan atau sentrifugal.

Menurut penelitian yang dilakukan Grima dkk (2003), proses

filtrasi yang paling efektif diaplikasikan untuk proses pemanenan

mikroalga dengan ukuran sel yang besar adalah filtrasi bertekanan

atau filtrasi vakum. Namun proses filtrasi tidak cocok untuk operasi

pemanenan mikroalga yang memiliki ukuran sel yang kecilseperti

spesies Dunaliella.

Gambar 5 menunjukkan skematik sistem filtrasi aliran tangensial.

Kultur mikroalga dan retentat hasil proses filtrasi dipompakan ke

modul filter. Filtrat dialirkan ke proses selanjutnya, sedangkan

retentat dikembalikan lagi ke tangki umpan sehingga lama kelamaan

mikroalga dalam tangki akan semakin terkonsentrasi.

Proposal PKL Balai Teknologi Lingkungan

Page 12: Proposal PKL Rev

Gambar 4 Skematik Sistem Filtrasi aliran Tangensial

2.4. Ekstraksi Mikroalga

Ekstraksi mikroalga dapat menggunakan beberapa metode yang umumnya

digunaka, diantaranya sebagai berikut :

2.4.1 Presses

Presses ini menggunakan alat mekanik yang dapat memaksa

merusak sel mikroalga. Pengrusakan secara mekanik, yang meliputi

pendesakan, penggilingan mikroalga dan homogenisasi merupakan

pendekatan yang meminimalkan kontaminasi dari sumber eksternal

dengan tetap menjaga hubungan kimia dari bahan awalnya yang

terkandung dalam sel.Melibatkan penekanan biomassa mikroalga

tekanan tinggi agar memecahkan dinding sel dan melepaskan

minyak dan kandungan lainnya.Homogenisasi adalah proses

memaksa biomassa melalui suatu lubang sehingga menghasilkan

perubahan tekanan.

2.4.2 Ultrasonic

Ekstraksi dengan bantuan ultrasonik merupakan suatu tool

untuk meningkatkan laju ekstraksi dalam mengekstrak sejumlah

komponen dari tipe sampel yang berbeda. Penggunaan ultrasonik

merupakan suatu metoda ekstraksi untuk meningkatkan rendemen

dan kualitas produk dibandingkan dengan ekstraksi konvensional

berdasarkan proses padat-cair menggunakan soxhlet. Teknik ini

dapat dipakai untuk meningkatkan konversi, meningkatkan

selektifitas, merubah jalur reaksi dan juga bisa dipakai sebagai

inisiator dalam sistem reaksi kimia, biologi dan lain-lain.

Penggunaan gelombang ultrasonik memungkinkan proses dilakukan

Proposal PKL Balai Teknologi Lingkungan

Page 13: Proposal PKL Rev

pada tekanan dan temperatur lebih rendah, mengurangi pemakaian

bahan baku dan pelarut, mengurangi tahapan sintesa yang akan

dilakukan dan secara simultan akan meningkatkan selektifitas akhir,

memungkinkan pemakaian bahan baku dan pelarut dengan

kemurnian rendah serta meningkatkan keaktifan katalis dan lain-lain

Dengan kelebihan-kelebihan ini, gelombang ultrasonik sangat

menjanjikan dipakai pada industri karena menawarkan potensi

siklus reaksi yang lebih singkat sehingga mengarah terbentuknya

pabrik kimia yang lebih kecil dan murah. Keunggulan unjuk kerja

metode ekstraksi pelarut berbantukan ultrasonik dibandingkan

metode konvensional soxhlet (Moulton,1982).

Gambar 5. Sistem Ekstraksi Ultrasonik

2.4.3 Solvents (pelarut)

Ekstraksi menggunkan pelarut metode mendegradasi

mikroalga, sehingga pelarut akan melarutkan senyawa atau

kandungan yang terdapat didalam mikroalga.Pelarut organik, seperti

benzena, sikloheksana, heksana, aseton dan kloroform telah terbukti

efektif bila digunakan pada mikroalga, mereka mendegradasi

dinding sel mikroalga. Salah satu persyaratan pelarut yang digunkan

adalah sesuai kepolarannya dengan target senyawa yang akan

diekstrak. Lipid diekstraksi dari matriks biologis menggunakan

kombinasi kloroform, metanol dan air. Prosedur ini, yang dikenal

sebagai metode Bligh dan Dyer, awalnya dirancang untuk

Proposal PKL Balai Teknologi Lingkungan

Page 14: Proposal PKL Rev

mengekstrak lipid dari jaringan ikan, telah digunakan sebagai

patokan untuk perbandingan metode ekstraksi pelarut bahan lainya.

Kelebihan dari metode ini hasil atau pelarut dapat didaur

ulang. Kelemahan dari menggunakan metode ini adalah bahwa

pada skala besar, jumlah yang signifikan dari limbah pelarut yang

dihasilkan, membuat daur ulang pelarut mahal, serta meningkatkan

kekhawatiran keamanan karena penanganan sejumlah besar pelarut

organik. Selain itu, pelarut organik dapat menyebabkan kontaminasi

dalam bentuk residu pelarut hadir dalam product

2.4.4 Supercritical CO2

Sebuah metode ekstraksi yang telah memperoleh penerimaan

dalam beberapa tahun terakhir adalah penggunaan cairan superkritis

untuk mengekstrak produk bernilai tinggi dari mikroalga. Hal ini

karena menghasilkan ekstrak sangat murni yang bebas dari pelarut

yang berpotensi membahayakan residu, ekstraksi dan pemisahan

yang cepat, serta aman untuk produk sensitif termal (Mendiola, J. A,

et al. 2007). Juga, fraksinasi senyawa tertentu layak, yang dapat

mengurangi biaya pemisahan, serta kemungkinan menangkal efek

gas rumah kaca dengan menggunakan limbah CO2 dari industri

(Mendes, R. L., et al. 2003).

Supercritical mengambil keuntungan dari fakta bahwa

beberapa bahan kimia lebih optial sebagai cairan dan gas, dan

meningkatkan kekuatan kelarutan ketika mereka dinaikkan di atas

mereka kritis suhu dan tekanan poin. Karbon dioksida lebih disukai

karena relatif rendah temperatur kritis (31.1oC) dan tekanan (72,9

atm) (Cooney, M.,et al. 2009). Efisiensi ekstraksi superkritis CO2

dipengaruhi oleh empat faktor utama:tekanan, temperatur, laju alir

CO2 dan waktu ekstraksi (Harun, R, et al. 2010). Salah satu

kelemahan ekstraksi superkritis CO2 adalah tingkat kelembaban

dalam sampel. Kadar air yang tinggi dapat mengurangi waktu

kontak antara pelarut dan sampel.

Proposal PKL Balai Teknologi Lingkungan

Page 15: Proposal PKL Rev

2.5. Mikroalga dalam Bidang Pangan

Pengembangan dan pemanfaatan mikrolaga dalam bidang pangan

pada khususnya telah banyak digunakan, karena berdasarkan penelitian

banyak mengandung nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh. Mikroalga

dimanfaatkan sebagai berikut :

2.5.1 Microalga sebagai nutrisi bagi hewan

Beberapa mikroalga (misalnya Chlorella, Tetraselmis,

Spirulina, Nannochloropsis, Nitzchia, Navicula, Chaetoceros,

Scenedesmus, Haematococcus, Crypthecodinium), makroalga

(misalnya Laminaria, Gracilaria, Ulva, Padina, Pavonica) dan

jamur (Mortierella, Saccharomyces, Phaffia, Vibrio marinus) dapat

digunakan dalam pakan ternak baik daratan dan perairan (Harel dan

Clayton,2004).

Pakan hewan dapat diformulasikan dengan menggunakan

sumber protein nabati, sayuran sumber minyak, daging ikan, mineral

dan vitamin daya tahan tubuh untuk mencapai sifat gizi yang sesuai

untuk masing-masing kelompok hewan dan meningkatkan manfaat

kesehatan dan kesejahteraan (Harel dan Clayton, 2004).

Menggunakan jumlah yang bahkan sangat kecil biomassa mikroalga

positif dapat mempengaruhi fisiologi hewan dengan respon imun

membaik, sehingga meningkatkan pertumbuhan, tahan penyakit,

antivirus dan antibakteri, fungsi usus ditingkatkan, stimulasi

kolonisasi probiotik,serta dengan konversi pakan membaik, kinerja

reproduksi dan kontrol berat badan (Harel dan Clayton, 2004).

Mikroalga digunakan sebagai pakan hewan diantaranya sebagai

berikut :

1) Pakan unggas

Dalam ayam petelur ada perbedaan yang ditemukan dalam

tingkat produksi telur dan kualitas telur (ukuran, berat,

ketebalan kulit, isi padat telur, indeks albumin, dll) dan pakan

efisiensi konversi, antara kontrol dan burung yang menerima

12% mikroalga Chlorella

(Becker, 1988).

Proposal PKL Balai Teknologi Lingkungan

Page 16: Proposal PKL Rev

2) Pakan babi

Selain unggas, babi tampaknya kelompok potensial yang

mikrolga dapat digunakan sebagai

pakan suplemen. Chlorella dan Scenedesmus digunakan untuk

mengganti tepung kedelai dan

kapas makan biji dalam konsentrasi sampai dengan 10%, tanpa

perbedaan dalam Efisiensi konversi pakan (Hintz etal, 1966.,

Hintz dan Heitmann, 1967).

3) Pakan hewan rumininsia

Ruminansia mewakili kelompok hewan yang paling cocok

pakan dengan ganggang, karena hewan-hewan ini mampu

mencerna material gabah yang belum diproses (misalnya

dinding sel).

4) Pakan aquacultur

Ikan dan hewan-hewan perairan memberikan dampak positif

dan bermanfaat bagi pertumbuhan dan perkembangan hewan.

Pada tahun 1999, produksi mikroalga untuk akuakultur

mencapai 1000 t (62% untuk moluska,

21% untuk udang dan 16% untuk ikan) untuk dunia global

produksi perikanan budidaya dari 43 × 106 t tanaman dan

hewan (Muller-Feuga, 2000).

Salah satu efek menguntungkan dikaitkan dengan

menambahkan ganggang adalah peningkatan tingkat konsumsi

makanan dengan larva ikan laut yang meningkatkan

pertumbuhan dan kelangsungan hidup serta kualitas goreng

(Naas,et.al.1992). Spesies perairan, seperti salmonids (salmon

dan trout), udang, lobster, seabream,

ikan mas dan ikan mas koi dalam kondisi pemeliharaan intensif

membutuhkan suplementasi

karotenoid pigmen dalam diet mereka, untuk mencapai warna

otot karakteristik mereka. Di samping

efek pigmenting, karotenoid, yaitu astaxanthin dan

canthaxanthin, mengerahkan manfaat pada

Proposal PKL Balai Teknologi Lingkungan

Page 17: Proposal PKL Rev

kesehatan hewan dan kesejahteraan, meningkatkan

perkembangan larva dan memberikan efek stimulasi

pertumbuhan dan kinerja pada ikan ternak dan udang (Baker

dan Gunther, 2004).

2.5.2 Microalga sebagai nutrisi bagi manusia

Pada awal tahun 1950-an mikroalga dianggap suplemen yang

baik dan / atau fortifikasi dalam diet untuk anak-anak kurang gizi

dan orang dewasa, sebagai protein sel tunggal namun kini mikroalga

untuk gizi manusia dipasarkan dalam berbagai bentuk tablet, kapsul

dan cairan (Spolaore et al., 2006). Beberapa penelitian gizi

dilakukan dengan manusia dan menyarankan bahwa ganggang

konsumsi sehari-hari harus dibatasi untuk sekitar 20 g, tanpa efek

samping yang berbahaya terjadi, bahkan setelah berkepanjangan

asupan(Becker,1988).

2.5.3 Perkembangan baru mikroalga dalam makanan lainnya

Berbagai kombinasi mikroalga atau campuran dengan

makanan kesehatan lainnya dapat ditemukan di pasar dalam bentuk

tablet, bubuk, kapsul, pastilles dan cairan, seperti suplemen gizi.

Mereka juga dapat dimasukkan ke dalam produk makanan

(misalnya pasta, biskuit, roti, makanan ringan, permen, yoghurt,

minuman ringan). Di beberapa negara (Jerman, Perancis,Jepang,

Amerika Serikat, Cina, Thailand), produksi pangan dan perusahaan

distribusi sudah mulai serius kegiatan untuk memasarkan makanan

fungsional dengan mikroalga dan cyanobacteria (Pulzand Gross,

2004).

Penggunaan mikroalga dalam makanan dapat berupa

digunakan sebagai :

a. Emulsifier

Pengembangan emulsi minyak dalam ai rmenggunakan

sumber-sumber alam, terutama dari mikroalga, adalah bidang

yang menarik untuk diselidiki. Pencapaian menarik dan

colourationsstabil merupakan inovasi penting untuk jenis

Proposal PKL Balai Teknologi Lingkungan

Page 18: Proposal PKL Rev

produk. Karena sifat antioksidan yang paling alami yang

terdapat dalam mikroalga memungkinkan untuk meningkatkan

ketahanan terhadap oksidasi minyak, yang sangat

menguntungkan dalam produk lemak tinggi seperti emulsi.

b. Makanan gel

Baru-baru ini, kelompok kami sedang mempelajari

biomassa mikroalga penggabungan dalam produk makanan gel,

berdasarkan protein dan polisakarida sistem biopolimer

campuran.

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

Dalam melaksanakan kerja praktek, mahasiswa diharapkan mampu melakukan

study kasus yaitu mengangkat suatu kasus yang dijumpai ditempat kerja praktek

menjadi suatu kajian sesuai dengan bidang keahlian yang ada ataupun melakukan

pengamatan terhadap suatu proses atau alat untuk kemudian dikaji sesuai dengan

bidang keahlian yang dimiliki.

Proposal PKL Balai Teknologi Lingkungan

Page 19: Proposal PKL Rev

Untuk mendukung kerja praktek dan kajian yang akan dilakukan, maka dapat

dilakukan beberapa metode pelaksanaan, yaitu antara lain :

3.1. Study Literature

Dengan cara menelaah literatur-literatur yang berhubungan dan bersesuaian,

baik literatur dari Instansi bersangkutan maupun dari instansi lain.

3.2. Metode Interview

Dengan cara memberikan pertanyaan kepada pembimbing atau petugas yang

berwenang untuk mendapatkan data yang ada ditempat kerja praktek.

3.3. Metode Observasi

Dengan cara melakukan pengamatan secara sistematis mengenai hal-hal yang

ada di laboratorium atau tempat kerja praktek

BAB IV

KESIMPULAN

Berdasarkan literatur tentang metode ekstraksi mikroalga menunjukkan

bahwa ekstraksi menggunakan gelombang ultrasonic lebih optimal dan pelarut

yang sesuai dengan metode ini adalah n-heksan.

Proposal PKL Balai Teknologi Lingkungan

Page 20: Proposal PKL Rev

DAFTAR PUSTAKA

Adhik Wati dan Sylvia Anggraeni Motto. Ekstraksi Minyak dari Mikroalga Jenis

Chlorella sp, Berbantukan Ultrasonik. Jurnal Universitas Diponegoro. Semarang.

Alabi, Abayomi O, Martin T and Eric B. 2009. Microalgae Technologies & Processes for

Biofuels/Bioenergy Production in British Columbia : Current Technology,

Suitability & Barriers to Implementation. Seed Science. Canada

Anis Winaya, Maftuchah dan Agus Zainudin. 2010. Tanaman Air Azolla sp. sebagai

Imbuhan Pakan dan Pengaruhnya Terhadap Tampilan Produksi Ayam Broiler

Strain Hubbard. Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 5, No. 1. Januari-Juni 2010.

Anonim. Bioekologi Makro Alga Laut, Budidaya dan Pemanfaatannya.

Ariyanti, Dessy, dkk. 2011.Mikroalga Sebagai Sumber Biomasa Tebarukan : Teknik

Kultivikasi dan Pemanenan. Semarang. Universitas Diponogoro.

Gianpaolo Andrich, et al. 2005. Supercritical Fluid Extraction of Bioactive Lipids from

the Microalga Nannochloropsis sp. Eur. J. Lipid Sci Technol. 107 (2005) 381-386.

Gouvela, L et al. 2008. Microalgae in Novel Food Product. Food Chemistry Research

Development. Nova Science Publisher, Inc. Portugal.

Kanda, Hideki dan Peng Li. 2011. Article Simple Extraction Method of Green Crude

from Natural blue-green Microalgae by Dimethyl Ether. Linkoping, Sweden.

Lily M. G. Pangabean. 1998. Mikroalgae : Alternate Pangan dan Bahan Industri Dimasa

Mendatang. Jurnal Oseana Vol. XXIII, No 1, 1998 : 19-26.

Mercer, Paula dan Roberto EA. 2011. Review Article : Development in Oil Extraction

from Microalga. Ocean Nutrition Canada, Dartmouth, Nova Scotia. Canada.

Muawannah, dkk. 1997. Buletin Teknologi Hasil Perikanan Vol III No 1 : Ekstraksi

Antioksidan dari Alga laut Sagasum sp, dan Efektivitasnya dalam Menghambat

Kerusakan Awal Emulsi Minyak Ikan. Bogor.

Proposal PKL Balai Teknologi Lingkungan

Page 21: Proposal PKL Rev

Mulyanto, Adi. 2010. Mikroalga (Chlorella, sp.) sebagai Agensia Penambat Gas Karbon

Dioksida. Jurnal Hidrosfir Indonesia Vol. 5 No. 2 Hal. 13-23. Badan Pengkajian

dan Penerapan Teknologi. Tangsel.

P. SPOLAORE, C. JOANNIS-CASSAN, E. DURAN, A. ISAMBERT. 2006.

Commercial Applications of Microalgae. Journal of Bioscience and Bioenginering,

101: pp.87-96.

Razif Harun, Manjinder Singh, Gareth M. Forde, Micheal KD. 2009. Bioprocess

Enginering of Microalgae to Product a Variety of Consumer Products. Renewable

and Sustainable Energy Reviews 14 (2010) 1037-1047. Elsavier.

Sri Yadial Chalid, Sri Amini, dan Suci Dwi Lestari. 2011. Ejournal Kultivasi Cholera, sp

Pada Media Tumbuh yang Diperkaya dengan Pupuk Anorganik dan Soil Extract.

Teixeira. 2011. Process for the Extraction of Lipids from Microalgae using Ion Liquids.

Patent Application Publication USA.

Proposal PKL Balai Teknologi Lingkungan