8
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kesehatan jiwa dan psikososial menurut The World Health Report tahun 2001 dialami kira-kira 25% dari seluruh penduduk pada suatu masa dari hidupnya. Gangguan jiwa dan perilaku dialami oleh kira-kira 10% populasi orang dewasa (DepKes RI, 2006). Di Indonesia, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang dilakukan Kementerian Kesehatan pada tahun 2007, prevalensi masalah mental emosional yakni depresi dan ansietas sebanyak 11,6% dari jumlah penduduk Indonesia atau sekitar 24.708.000 jiwa. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat yakni psikosis ada sekitar 0,46% dari jumlah penduduk Indonesia atau sekitar 1.065.000 jiwa (Rahmad, 2011). Prevalensi penderita skizofrenia di Indonesia berkisar 0,3% sampai dengan 1% dan biasanya timbul pada usia sekitar 18 sampai 45 tahun, namun ada juga yang timbul pada usia 11 sampai 12 tahun. Apabila penduduk Indonesia sekitar 200.000.000 jiwa, maka diperkirakan sekitar 2.000.000 jiwa menderita skizofrenia (Aris cit Wulansih dan Widodo, 2008). Skizofrenia merupakan salah satu bentuk psikosis yang memerlukan pengobatan dalam jangka waktu yang panjang dan salah satu farmakoterapi yang diberikan adalah antipsikotik. Antipsikotik sendiri terbagi menjadi dua golongan yaitu antipsikotik tipikal atau generasi pertama dan antipsikotik atipikal atau

psikiatri

Embed Size (px)

DESCRIPTION

psikiatri

Citation preview

Page 1: psikiatri

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masalah kesehatan jiwa dan psikososial menurut The World Health

Report tahun 2001 dialami kira-kira 25% dari seluruh penduduk pada suatu masa

dari hidupnya. Gangguan jiwa dan perilaku dialami oleh kira-kira 10% populasi

orang dewasa (DepKes RI, 2006). Di Indonesia, berdasarkan Riset Kesehatan

Dasar (Riskesdas) yang dilakukan Kementerian Kesehatan pada tahun 2007,

prevalensi masalah mental emosional yakni depresi dan ansietas sebanyak 11,6%

dari jumlah penduduk Indonesia atau sekitar 24.708.000 jiwa. Sedangkan

prevalensi gangguan jiwa berat yakni psikosis ada sekitar 0,46% dari jumlah

penduduk Indonesia atau sekitar 1.065.000 jiwa (Rahmad, 2011). Prevalensi

penderita skizofrenia di Indonesia berkisar 0,3% sampai dengan 1% dan biasanya

timbul pada usia sekitar 18 sampai 45 tahun, namun ada juga yang timbul pada

usia 11 sampai 12 tahun. Apabila penduduk Indonesia sekitar 200.000.000 jiwa,

maka diperkirakan sekitar 2.000.000 jiwa menderita skizofrenia (Aris cit

Wulansih dan Widodo, 2008).

Skizofrenia merupakan salah satu bentuk psikosis yang memerlukan

pengobatan dalam jangka waktu yang panjang dan salah satu farmakoterapi yang

diberikan adalah antipsikotik. Antipsikotik sendiri terbagi menjadi dua golongan

yaitu antipsikotik tipikal atau generasi pertama dan antipsikotik atipikal atau

Page 2: psikiatri

2

generasi kedua. Berdasarkan tolerabilitasnya, antipsikotik atipikal dianggap lebih

superior dibandingkan dengan antipsikotik tipikal. Angka kejadian simtom

ekstrapiramidal, diskinesia tardif, efek antikolinergik lebih rendah pada

penggunaan antipsikotik atipikal. Namun demikian antipsikotik atipikal memiliki

efek merugikan yang perlu mendapat perhatian, antara lain peningkatan berat

badan, hiperglikemia, diabetes dan hiperlipidemia (Patterson, et al., 2010).

Saat ini dikenal suatu istilah sindrom metabolik, yang merupakan suatu

sindrom yang terdiri dari gangguan metabolisme glukosa, gangguan metabolisme

lipid, obesitas dan kenaikan tekanan darah. Sindrom metabolik dianggap sebagai

salah satu faktor risiko terjadinya penyakit kardiovaskuler. Banyak penelitian

yang menyebutkan, bahwa pasien skizofrenia berisiko untuk mengalami sindrom

metabolik dan salah satu faktor penyebabnya adalah penggunaan obat antipsikotik

atipikal. Hal ini sesuai dengan penelitian Van Gaal (cit Haupt, 2006) yang

menyatakan, bahwa penggunaan antipsikotik atipikal meningkat selama dekade

terakhir ini dan ditengarai adanya obat-obat antipsikotik atipikal tertentu yang

berkaitan dengan gangguan metabolik seperti peningkatan berat badan, diabetes

dan dislipidemia. Hal ini penting untuk menjadi perhatian karena adanya

konsekuensi jangka panjang dari abnormalitas metabolik, khususnya kaitan antara

obesitas, diabetes dan dislipidemia dengan penyakit kardiovaskuler .

Prevalensi sindrom metabolik pada pasien skizofrenia di Eropa menurut

penelitian De Hert et al. (2006) berdasarkan kriteria ATP III sebesar 28,4%,

dengan 29,1% pada wanita dan 28% pada pria. Penelitian McEvoy (2005) di

Amerika Serikat, prevalensi sindrom metabolik pasien skizofrenia sebesar 40,9%

Page 3: psikiatri

3

sesuai dengan kriteria NCEP, dengan 51,6% pada wanita dan 36% pada pria.

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Camelia (2008) di RSJ Daerah Provsu

Medan, mendapatkan prevalensi sindom metabolik pada pasien skizofrenia rawat

jalan sebesar 10%.

Penanganan gangguan metabolik pada pasien skizofrenia sendiri

ternyata kurang mendapat perhatian dari tenaga medis. Hal ini berdasarkan

penelitian yang dilakukan oleh Nasrallah et al. (2006) menyebutkan bahwa 30,2%

pasien skizofrenia yang menderita diabetes tidak memperoleh terapi. Dalam

penelitian ini juga disebutkan, bahwa 62,4% pasien skizofrenia yang menderita

hipertensi dan 88% pasien skizofrenia yang menderita dislipidemia, juga tidak

memperoleh terapi. Kurangnya penanganan yang tepat pada pasien skizofrenia,

menyebabkan mereka mempunyai risiko ganda terhadap mortalitas penyakit

kardiovaskuler dini, yaitu akibat dari tingginya kejadian gangguan metabolik dan

kurangnya kualitas penanganan medis.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Brown et al. (2010)

dinyatakan, bahwa mortalitas pasien skizofrenia 2-3 kali lebih tinggi

dibandingkan dengan populasi umum, dan ditemukan adanya peningkatan

mortalitas pasien skizofrenia karena penyakit kardiovaskuler selama 25 tahun

terakhir dibandingkan dengan populasi umum. Hal ini juga dinyatakan oleh

Arango et al. (2008), selain karena faktor gaya hidup dan kecenderungan bunuh

diri, alasan terjadinya peningkatan mortalitas adalah perkembangan prematur

penyakit kardiovaskuler, yang dimungkinkan sebagai akibat dari tingginya

prevalensi gangguan metabolik. Berdasarkan penelitian oleh Van Gaal (2006),

Page 4: psikiatri

4

penyakit kardiovaskuler sebagai penyebab mortalitas pada pasien skizofrenia,

diperkirakan terjadi pada 34% kematian pasien laki-laki dan 31% kematian pasien

wanita .

Suatu konsensus mengenai obat antipsikotik atipikal telah dikeluarkan

oleh American Diabetes Association, American Psychiatry Association, American

Association of Clinical Endocrinology dan North American Association for the

Study of Obesity yang dipublikasikan dalam Diabetes Care dan Journal of

Psychiatry, Februari 2004. Dalam konsensus ini disebutkan, bahwa obat golongan

antipsikotik atipikal dikaitkan dengan risiko yang berbeda-beda terhadap kenaikan

berat badan, diabetes dan hiperlipidemia. Clozapine dan olanzapine merupakan

kelompok obat dengan risiko tinggi, risperidone dan quetiapine merupakan

kelompok risiko sedang, sedangkan aripiprazole dan ziprasidone merupakan

kelompok obat dengan risiko paling rendah (Nasrallah, 2009).

Suatu randomized control trial, double blind 12 minggu yang dilakukan

oleh Krakowski et al. (2008) membandingkan pengaruh clozapine, olanzapine

dan haloperidol terhadap berat badan dan parameter metabolik pasien skizofrenia.

Hasil penelitian ini menyatakan, bahwa pasien skizofrenia yang mendapatkan

terapi haloperidol tidak menunjukkan peningkatan berat badan, kenaikan kadar

lipid dan glukosa darah. Sedangkan pasien skizofrenia yang mendapatkan terapi

clozapine menunjukkan peningkatan yang paling tinggi pada kadar kolesterol,

tigliserid, dan glukosa darah dibandingkan dengan yang mendapat terapi

olanzapine.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Corell et al. (2007),

Page 5: psikiatri

5

menyebutkan, bahwa pasien skizofrenia yang mendapat polifarmasi antipsikotik,

memiliki angka kejadian sindrom metabolik dan marker lipid dari resistensi

insulin yang lebih tinggi daripada pasien skizofrenia yang mendapat monoterapi

antipsikotik. Namun demikian penelitian ini menyebutkan, bahwa prevalensi

sindrom metabolik dan marker lipid dari resistensi insulin tidak dipengaruhi oleh

golongan obat (misal kombinasi antipsikotik atipikal-atipikal dibandingkan

kombinasi antipsikotik atipikal-tipikal) atau antipsikotik atipikal dengan risiko

metabolik tinggi (clozapine dan olanzapine) atau risiko metabolik rendah

(aripiprazole dan ziprasidone).

Penelitian yang hampir serupa dilakukan oleh Misawa et al. (2011),

mengenai pengaruh politerapi antipsikotik terhadap sindrom metabolik. Penelitian

ini menyebutkan, bahwa walaupun telah dilakukan penyesuaian gaya hidup pada

pasien skizofrenia, pasien yang mendapatkan politerapi antipsikotik dibandingkan

monoterapi menunjukkan risiko lebih tinggi untuk mengalami sindrom

premetabolik.

B. Perumusan Masalah

Apakah terapi kombinasi haloperidol dan clozapine dikaitkan dengan

frekuensi sindrom metabolik yang lebih tinggi dibandingkan dengan monoterapi

haloperidol pada penderita skizofrenia.

Page 6: psikiatri

6

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui perbedaan frekuensi sindrom metabolik pada penderita

skizofrenia yang diberi terapi kombinasi haloperidol dan clozapine dibandingkan

dengan monoterapi haloperidol.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi pelayanan kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada tenaga

medis, khususnya psikiater mengenai dampak antipsikotik terhadap

timbulnya sindrom metabolik, sehingga dapat dilakukan langkah-langkah

pencegahan dan penanganannya.

2. Bagi penelitian

Penelitian ini merupakan salah satu penelitian awal psikofarmakoterapi

dikaitkan dengan sindrom metabolik yang diharapkan dapat menjadi acuan

bagi penelitian psikofarmakoterapi selanjutnya

3. Bagi pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber referensi

pengetahuan mengenai dampak antipsikotik terhadap timbulnya sindrom

metabolik

4. Bagi masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada

Page 7: psikiatri

7

penderita skizofrenia dan keluarganya mengenai dampak antipsikotik

terhadap timbulnya sindrom metabolik, sehingga dapat dilakukan langkah-

langkah pencegahannya

E. Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai perbedaan terjadinya sindrom metabolik pada

penderita skizofrenia yang diberi terapi kombinasi haloperidol dan clozapine

dibandingkan dengan monoterapi haloperidol merupakan penelitian yang pertama

kali dilakukan di lingkup Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran

UGM.

Beberapa penelitian mengenai antipsikotik dan sindrom metabolik yang

sudah pernah dilakukan dan digunakan sebagai acuan pustaka diantaranya adalah

sebagai berikut:

Tabel 1. Daftar penelitian mengenai antipsikotik dan sindrom metabolik

Peneliti (Tahun)

Subjek Desain Topik Hasil

Corell et al. (2007)

364 pasien baru yang diterapi dengan antipsikotik generasi kedua

Cross-sectional Polifarmasi antipsikotik meningkatkan risiko sindrom metabolik

Angka kejadian sindrom metabolik pada politerapi antipsikotik dibanding monoterapi antipsikotik: 50% vs 34,3% (p=0,015)

De Hert et al. (2006)

430 pasien skizofrenia rawat jalan dan rawat inap

Cross-sectional Prevalensi sindrom metabolik pada pasien skizofrenia yang mendapat terapi antipsikotik

Prevalensi sindrom metabolik tinggi pada pasien skizofrenia yang mendapat terapi antipsikotik: 28,4% (ATP III)

Page 8: psikiatri

8

Tabel 1. Daftar penelitian mengenai antipsikotik dan sindrom metabolik (lanjutan)

Peneliti (Tahun)

Subjek Desain Topik Hasil

Arango et al. (2008)

117 pasien skizofrenia, skizofreniform atau skizoafektif rawat jalan

Multicenter cross- sectional

Perbandingan pasien skizofrenia rawat jalan yang diterapi antipsikotik dengan atau tanpa sindrom metabolik

Prevalensi sindrom metabolik pada pasien yang diterapi dengan antipsikotik: 24,6% (NCEP), dan didapatkan peningkatan risiko kardiovaskuler pada pasien dengan sindrom metabolik dibanding tanpa sindrom metabolik: 6,6% vs 2,8%

Camelia (2008)

90 pasien skizofrenik rawat jalan RSJ Daerah Provsu Medan

Analitik, cross-sectional

Sindrom metabolik pada pasien skizofrenik rawat jalan

Prevalensi sindrom metabolik pada pasien skizofrenik rawat jalan: 10% (NCEP ATP IIIA)

Brunero et al. (2009)

73 pasien rawat jalan klinik Clozapine, Australia

Cross-sectional Prevalensi dan prediktor sindrom metabolik pada pasien rawat jalan klinik Clozapine, Australia

61,6% pasien mengalami sindrom metabolik (IDF).

Krakowski et al. (2008)

110 pasien rawat inap skizofrenia

Randomized control trial, double blind

Pengaruh olanzapine dan clozapine dibandingkan dengan haloperidol terhadap parameter metabolik pada pasien skizofrenia agresif

Prevalensi sindrom metabolik pada kelompok clozapine: 60%; kelompok olanzapine: 20,8%; kelompok haloperidol: 23,5% (p<0,01)

Misawa et al. (2011)

334 pasien skizofrenia, gangguan skizotipal dan gangguan waham rawat jalan

Cross-sectional Pengaruh polifarmasi antipsikotik terhadap sindrom metabolik setelah dilakukan penyesuaian efek gaya hidup

Prevalensi sindrom metabolik pada kelompok monoterapi dibanding politerapi adalah: 23,4% vs 21% (p=0,6)