Upload
cindi-neriza-dwi-putri
View
224
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
Tiap manusia pasti mempunyai rasa cemas, rasa cemas ini terjadi pada saat adanya
kejadian atau peristiwa tertentu, maupun dalam menghadapi suatu hal. Misalkan, orang
merasa cemas, ketika tampil dihadapan banyak orang atau ketika sebelum ujian berlangsung.
Kecemasan yang dimiliki seseorng yang seperti di atas adalah normal, dan bahkan kecemasan
ini perlu dimiliki manusia. Akan tetapi kecemasan berubah menjadi abnormal ketika
kecemasan yang ada di dalam diri individu menjadi berlebihan atau melebihi dari kapasitas
umumnya.
Individu yang mengalami gangguan seperti ini bisa dikatakan mengalami anxiety
disorder (gangguan kecemasan) yaitu ketakutan yang berlebihan dan sifatnya tidak rasional.
Seseorang dikatakan menderita gangguan kecemasan apabila kecemasan ini mengganggu
aktivitas dalam kehidupan dari diri individu tersebut, salah satunya yakni gangguan fungsi
sosial. Misalnya kecemasan yang berlebihan ini menghambat diri seseorang untuk menjalin
hubungan akrab antar individu atau kelompoknya.
Dan juga kita semua merasa sedih bila ada kejadian yang menyedihkan, dan biasanya
perasaan tersebut teratasi dengan sendirinya. Hal demikian adalah wajar. Lain halnya dengan
"gangguan depresi", yang sudah merupakan gangguan sakit yang menyangkut keluhan
badaniah, perasaan dan pikiran.Bila tidak diobati, depresi dapat menetap berbulan-bulan atau
bahkan menahun. Depresi dapat memperberat atau meningkatkan risiko penyakit fisik dan
meningkatkan risiko bunuh diri. Depresi bisa berdiri sendiri maupun bersamaan dengan
penyakit organik. Depresi akan sulit di diagnosis jika depresi ditemukan bersamaan dengan
penyakit lain.
2
Namun terdapat kelainan yang disebut Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi,
pada pasien ini terdapat gejala-gejala anxietas maupun depresi, namun masing-masing tidak
menunjukkan rangkaian gejala yang cukup berat untuk menegakkan diagnosis tersendiri.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi
Terdapat gejala-gejala anxietas maupun depresi, dimana masing-masing tidak
menunjukkan rangkaian gejala yang cukup berat untuk menegakkan diagnosis
tersendiri. Untuk anxietas, beberapa gejala otonomik harus ditemukan walaupun tidak
terus-menerus, disamping rasa cemas atau kekhawatiran berlebihan. (Maslim, Rusdi.
2001)
Kecemasan adalah keadaan individu atau kelompok mengalami perasaan
gelisah (penilaian atau opini) dan aktivitas sistem saraf autonom dalam berespons
terhadap ancaman yang tidak jelas, nonspesifik. Kecemasan merupakan unsur
kejiwaan yang me3nggambarkan perasaan, keadaan emosional yang dimiliki
seseorang pada saat menghadapi kenyataan atau kejadian dalam hidupnya.
Gangguan depresif merupakan suatu masa terganggunya fungsi manusia yang
berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dengan gejala penyerta termasuk
perubahan pola tidur, nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan,
rasa putus asa, tak berdaya dan gagasan bunuh diri.2
2.2 EPIDEMIOLOGI
Keberadaan ganggguan depresif berat dan gangguan panik secara bersamaan
lazim ditemukan. Dua pertiga pasien dengan gejala depresif memiliki gejala ansietas
yang menonjol, dan dua pertiganya dapat memenuhi kriteria diagnostik ganguan
4
panik. Peneliti telah melaporkan bahwa 20 sampai 90 persen pasien dengan
ganggguan panik memiliki episode gangguan depresif berat. Data ini mengesankan
bahwa keberadaan gejala depresif dan ansietas secara bersamaan, tidak ada di
antaranya yang memenuhi kriteria diagnostik gangguan depresif atau ansietas lain
dapat lazim ditemukan. Meskipun demikian, sejunlah klinisi dan peneliti
memperkirakan bahwa pravelensi gangguan ini pada populasi umum adalah 10 persen
dan di klinik pelayanan primer sampai tertinggi 50 persen, walaupun perkiraan
konservatif mengesankanpravelensi sekitar 1 persen pada populasi umum.
2.3 ETIOLOGI
Empat garis bukti penting mengesankan bahwa gejala ansietas dan gejala
depresif terkait secara kausal pada sejumlah pasien yang mengalamigejala ini. Pertama
, sejumlah peneliti melaporkan temuan neuroendokrin yang serupa pada gangguan
depresif dan ansietas, terutama gangguan panik, termasuk menumpulnya respons
kortisol terhadap hormon adenokort, kotropik, respon hormon pertumbuhan yang
tumpul terhadap klonidin ( Catapres), dan respon TSH (thyroid stimulating hormone)
serta prolaktin yang tumpulterhadap TRH (thyrotropin-relasing hormone).
Kedua, sejumlah peneliti melaporkan data yang menunjukkan bahwa
hiperkatifitas sistem noradrenergik sebagai penyebab relevan pada sejumlah pasien
dengan gangguan depresif dan gangguan ansietas. Secara rinci, studi ini telah
menemukan adanya konsentrasi metabolit norepnefrin 3-methoxy-4-
hydroxyphenylglycol (MHPG) yang meningkat didalam urin, plasma, atau cairan
serebro spinal (LCS) pada pasien dengan serangan panik. Seperti pada gangguan
ansietas dan gangguan depresif lain, serotonin dan asam γ-aminobutirat (GABA) juga
5
mungkin terlibat sebagaipenyebab di dalam gangguan campuran depresif ansietas.
Ketiga, banya studi menemukan bahwa obat serotonergik, seperti fluoxetine (Prozac)
dan clomipramine (Anafranil), berguna dalam terapi gangguan depresif dan ansietas.
Keempat, sejumlah studi keluarga melaporkan data yang menunjukkanbahwa gejala
ansietas dan depresif berhubungan pada secara genetik sedikitnya pada beberapa
keluarga.
2.4 MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis bervariasi, diagnosis Gangguan Anxietas Menyeluruh
ditegakkan apabila dijumpai gejala-gejala antara lain keluhan cemas, khawatir, was-
was, ragu untuk bertindak, perasaan takut yang berlebihan, gelisah pada hal-hal yang
sepele dan tidak utama yang mana perasaan tersebut mempengaruhi seluruh aspek
kehidupannya, sehingga pertimbangan akal sehat, perasaan dan perilaku terpengaruh.
Selain itu spesifik untuk Gangguan Anxietas Menyeluruh adalah kecemasanya terjadi
kronis secara terus-menerus mencakup situasi hidup (cemas akan terjadi kecelakaan,
kesulitan finansial), cemas akan terjadinya bahaya, cemas kehilangan kontrol, cemas
akan`mendapatkan serangan jantung. Sering penderita tidak sabar, mudah marah, sulit
tidur. 3,7,8
Untuk lebih jelasnya gejala-gejala umum ansietas dapat dilihat pada tabel di bawah:
Ketegangan Motorik 1. Kedutan otot/ rasa gemetar
2. Otot tegang/kaku/pegal
3. Tidak bisa diam
4. Mudah menjadi lelah
6
Hiperaktivitas Otonomik 5. Nafas pendek/terasa berat
6. Jantung berdebar-debar
7. Telapak tangan basah/dingin
8. Mulut kering
9. Kepala pusing/rasa melayang
10. Mual, mencret, perut tak enak
11. Muka panas/ badan menggigil
12. Buang air kecil lebih sering
Kewaspadaan berlebihan dan
Penangkapan berkurang
13. Perasaan jadi peka/mudah ngilu
14. Mudah terkejut/kaget
15. Sulit konsentrasi pikiran
16. Sukar tidur
17. Mudah tersinggung
Sedangkan untuk gangguan depresif ditandai dengan suatu mood depresif,
kehilangan minat dan kegembiraan serta berkurangnya energi yang menuju
meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja)
dan menurunnya aktivitas merupakan tiga gejala utama depresi.3,4,5
Gejala utama :
1. Afek depresi
2. Kehilangan minat dan kegembiraan, dan
3. Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah ( rasa
lelah yang nyata sesudah kerja yang sedikit) dan menurunnya aktifitas.
7
Gejala lainnya dapat berupa :
Konsentrasi dan perhatian berkurang
Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
Tidur terganggu
Nafsu makan berkurang.
Gejala-gejala diatas dialami oleh pasien hampir setiap hari dan di nilai berdasarkan
ungkapan pribadi atau hasil pengamatan orang lain misalnya keluarga pasien. 3,4,5
2.5 DIAGNOSIS
Kriteria DSM-IV-TR mengharuskan adanya gejala subsindrom ansietas dan
depresi serta adanya beberapa gejala somatik, seperti tremor, palpitasi, mulut kering,
dan rasa perut yang bergejolak. Sejumlah studi pendahuluan menunjukkan bahwa
sensitivitas dokter umum untuk sindrom gangguan campuran ansietas depresi masih
rendah walaupun kurangnya pengenalan ini dapat mencerminkan kurangnya label
diagnostik yang sesuai bagi pasien.
Kriteria DSM-IV-TR Gangguan Campuran Ansietas Depresif
Mood disforik yang berulang atau menetap dan bertahan sedikitnya 1 bulan
Mood disforik disertai empat (atau lebih) gejala berikut selama sedikitnya 1 bulan :
1. Kesulitan berkonsentrasi atau pikiran kosong
2. Gangguan tidur (sulit untuk jatuh tertidur atau tetap tidur atau gelisahm tidur
tidak puas)
3. Lelah atau energi rendah
8
4. Iritabilitas
5. Khawatir
6. Mudah nangis
7. Hipervigilance
8. Antisipasi hal terburuk
9. Tidak ada harapan (pesimis yang menetap akan masa depan)
10. Harga diri yang rendah atau rasa tidak berharga
Gejala menimbulkan penderitaan yang secara klinis bermakna atau hendaya dalam
area fungsi sosial, pekerjaan atau area fungsi penting lain.
Gejala tidak disebabkan efek fisiologis langsung suatu zat (cth. Penyalahguanaan obat
atau pengobatan) atau keadaan medis umum
Semua hal berikut ini :
1. Kriteria tidak pernah memenuhi gangguan depresif berat, gangguan distimik;
gangguan panik, atau gangguan ansietas menyeluruh
2. Kriteria saat ini tidak memenuhi gangguan mood atau ansietas lain (termasuk
gangguan ansietas atau gangguan mood, dalam remisi parsial)
3. Gejala tidak lebih mungkin disebabkan gangguan jiwa lain.
Pedoman diagnostik menurut PPDGJ-III
1. Terdapat gejala-gejala anxietas maupun depresi, dimana masing-masing tidak
menunjukkan rangkaian gejala yang cukup berat untuk menegakkan diagnosis
tersendiri. Untuk anxietas, beberapa gejala otonomik harus ditemukan walaupun tidak
terus-menerus, disamping rasa cemas atau kekhawatiran berlebihan.
2. Bila ditemukan anxietas berat disertai depresi yang lebih ringan, harus
dipertimbangkan kategori gangguan anxietas lainnya atau gangguan anxietas fobik.
9
3. Bila ditemukan sindrom depresi dan anxietas yang cukup berat untuk menegakkan
masing-masing diagnosis, maka kedua diagnosis tersebut dikemukakan, dan diagnosis
gangguan campuran tidak dapat digunakan. Jika karena sesuatu hal hanya dapat
dikemukakan satu diagnosis maka gangguan depresif harus diutamakan.
4. Bila gejala-gejala tersebut berkaitan erat dengan stres kehidupan yang jelas, maka
harus digunakan kategori F43.2 gangguan penyesuaian.
2.6 DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding mencakup gangguan ansietas dan depresif lainnya serta
gangguan kepribadian. Di anatara gangguan ansietas, gangguan ansietas menyeluruh
merupakan gangguan yang lebih besar kemungkinannya untuk bertumpang tindih
dengan gangguan campuran ansietas-depresif. Diantara gangguan mood, gangguan
distimik, dan gangguan depresif ringan adalah gangguan yang lebih besar
kemungkinannya untuk bertumpang tindih dengan gangguan campuran ansietas-
depresif. Diantara ganggguan kepribadian, gangguan kepribadian mengindar,
dependen, dan obsesfi kompulsif dapar memliki gejala yang mirip dengan gejala
gangguan campuran ansietas-depresif. Diagnosis gangguan somatoform juga harus
dipertimbangkan.
Bila ditemukan anxietas berat disertai depresi yang lebih yang lebih ringan,
maka harus dipertimbangkan kategori gangguan anxietas lainnya atau gangguan
anxietas fobik.
Bila ditemukan sindrom depresi dan anxietas yang cukup berat untuk
menegakkan masing-masing diagnosis, maka kedua diagnosis gangguan tersebut harus
10
dikemukakan, dan diagnosis gangguan campuran tidak dapat digunakan. Jika karena
sesuatu hal hanya dapat dikemukakan, dan diagnosis gangguan campuran tidak dapat
digunakan. Jika karena sesuatu hal hanya dapat dapat dikemukakan satu diagnosis
maka gangguan depresif harus diutamakan.
Bila gejala-gejala tersebut berkaitan erat dengan stres kehidupan yang jelas,
maka harus digunakan kategori F43.2 gangguan penyesuaian. (Maslim, Rusdi. 2001)
2.7 PEJALANAN GANGGUAN DAN PROGNOSIS
Berdasarkan data klinis sampai saat ini, pasien tampak sama besar
kemungkinannya untuk memiliki gejala ansietas yang menonjol, gejala depresif yang
menonjol, atau campuran dua gejala dengan besar yang sama saat awitan. Selama
perjalanan penyakit, dominasi gejala ansietas dan depresif dapat bergantian. Prognosis
nya tidak diketahui.
2.8 PENATALAKSANAAN
Karena studi yang membandingkan modalitas terapi gangguan campuran
ansietas-depresif tidak tersedia, klinis mungkin lebih cenderung memberikan terapi
berdasarkan gejala yang muncul, keparahannya, dan tingkat pengalaman klinis
tersebut dengan berbagai modalitas terapi. Farmakoteapi untuk gangguan campuran
ansietas-depresif dapat mencakup obat antiansietas, obat antidepresif, atau keduanya.
Diantara obat ansiolitik, sejumlah data menunjukkan bahwa penggunaan
triazolobenzodiazepine ( Alprazolam (Xanax) ) dapat di indikasikan karena efektivitas
nya dalam mengobati depresi yang disertai ansietas. Obat yang mempengaruhi
11
reseptor 5-HT, seperti busipron juga dapat di indikasikan. Diantara anti depresan,
meskipun teori noradrenergik menghubungkan gangguan ansietas dengan gangguan
depresif, anti depresif serotonergik ( contohnya, fluoxetine) dapat menjadi obat yang
paling efektif dalam mengobati gangguan campuran ansietas-depresif.
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kecemasan adalah keadaan individu atau kelompok mengalami perasaan
gelisah (penilaian atau opini) dan aktivitas sistem saraf autonom dalam berespons
terhadap ancaman yang tidak jelas, nonspesifik.
Gangguan depresif merupakan suatu masa terganggunya fungsi manusia yang
berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dengan gejala penyerta termasuk
perubahan pola tidur, nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan,
rasa putus asa, tak berdaya dan gagasan bunuh diri.
Kriteria DSM-IV-TR mengharuskan adanya gejala subsindrom ansietas dan
depresi serta adanya beberapa gejala somatik, seperti tremor, palpitasi, mulut kering,
dan rasa perut yang bergejolak. Sejumlah studi pendahuluan menunjukkan bahwa
sensitivitas dokter umum untuk sindrom gangguan campuran ansietas depresi masih
rendah.
Farmakoteapi untuk gangguan campuran ansietas-depresif dapat mencakup
obat antiansietas, obat antidepresif, atau keduanya.
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Maria, Josetta. Cemas Normal atau Tidak Normal. Program Studi Psikologi.
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2. Kaplan, H., Sadock, Benjamin. 1997. Gangguan Kecemasan dalam Sinopsis
Psikiatri: Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis Edisi ke-7 Jilid 2. Jakarta:
Bina Rupa Aksara. Hal. 1-15
2. Kaplan, Harold. I. 1998. Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat. Jakarta: Widya Medika.
Hal. 145-154
3. Tomb, D. A. 2000. Buku Saku Psikiatri Edisi 6. Jakarta : EGC. Hal. 96-110
4. Maslim, Rusdi. 2001. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III.
Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Unika Atmajaya. Hal.
72-75
5. Adiwena, Nuklear. 2007. Anxietas. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Islam Indonesia.
6. Eldido. Anxiety Disorder; Tipe-tipe dan Penanganannya. 20 Oktober 2008.
7. Yates, W. R. 2008. Anxiety Disorders. Update August 13, 2008.
www.emedicine.com
8. Anonim. Kecemasan atau Ansietas. Update 32 Desember 2008.
www.mitrariset.blogspot.com
9. Ashadi. Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi. Updates 22 Mei 2008.
www.sidenreng.com
10. Maslim, Rusdi. 2007. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Jakarta: Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Unika Atmajaya. Hal. 12
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan, H., Sadock, Benjamin. 1997. Gangguan Kecemasan dalam Sinopsis Psikiatri:
Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis Edisi ke-7 Jilid 2. Jakarta: Bina Rupa
Aksara. Hal. 266-267
2. Tomb, D. A. 2000. Buku Saku Psikiatri Edisi 6. Jakarta : EGC. Hal. 96-110
3. Maslim, Rusdi. 2001. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III.
Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Unika Atmajaya. Hal. 72-
75
4. Maslim, Rusdi. 2007. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Jakarta: Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Unika Atmajaya. Hal. 12
5. Cenker Eken, MD, Cem Oktay, MD, Ayse Bacanli, MD, Bedia Gulen, MD, Cem
Koparan, MD, Sandra Sermin Ugras, MD, Yildiray Cete, MD. Anxiety and Depressive
Disorders in Patients Presenting with Chest Pain to the Emergency Department: A
Comparison Between Cardiac and Non-Cardiac Origin. . Medscape Reference; 2011
[updated 29/03/2011; cited on June 2013]; Available from:
http://emedicine.medscape.com.
15