Ruptur Uretra Iid

Embed Size (px)

Citation preview

  • 7/29/2019 Ruptur Uretra Iid

    1/17

    1

    RUPTUR URETRA

    I. Pendahuluan

    Ruptur uretra adalah suatu kegawatdaruratan bedah yang sering terjadi oleh

    karena fraktur pelvis akibat kecelakaan lalulintas atau jatuh dari ketinggian. Sekitar 70%

    dari kasus fraktur pelvis yang terjadi akibat dari kecelakaan lalulintas/kecelakaan

    kendaraan bermotor, 25% kasus akibat jatuh dari ketinggian, dan 90% kasus cedera uretra

    akibat trauma tumpul. Secara keseluruhan pada fraktur pelvis akan terjadi pula cedera

    uretra bagian posterior (3,5%-19%) pada pria, dan (0%-6%) pada uretra perempuan.1,2

    Fraktur pada daerah pelvis biasanya karena cedera akibat terlindas ( crush injury),

    dimana kekuatan besar mengenai pelvis. Trauma ini juga seringkali disertai dengan

    cedera pada anggota tubuh lainnya seperti cedera kepala, thorax, intra abdomen, dan

    daerah genitalia. Angka kematian sekitar 20 % kasus fraktur pelvis akibat robekan pada

    vena dan arteri dalam rongga pelvis.2

    Fraktur pelvis yang tidak stabil atau fraktur pada ramus pubis bilateral merupakan

    tipe fraktur yang paling memungkinkan terjadinya cedera pada urethra posterior.

    Dilaporkan, cedera pada urethra posterior sekitar 16% pada fraktur pubis unilateral danmeningkat menjadi 41% pada fraktur pubis bilateral. Cedera urethra

    prostatomembranaceus bervariasi mulai dari jenis simple ( 25%), ruptur parsial ( 25%)

    dan ruptur komplit ( 50%).2

    II. Anatomi

    Sistem kemih seluruhnya terletak di bagian retroperitoneal, sehingga proses

    patologi seperti obstruksi, radang, dan pertumbuhan tumor terjadi di luar rongga

    abdomen, tetapi gejalanya dan tandanya mungkin tampak di perut menembus peritoneum

    parietal belakang. Gajala dan tanda jarang disertai tanda rangsang peritoneum. Arteri

    renalis dan cabangnya merupakan arteri tunggal tanpa kolateral (end artery) sehingga

    penyumbatan pada arteri atau cabangnya mengakibatkan infark ginjal. Dinding ureter

  • 7/29/2019 Ruptur Uretra Iid

    2/17

    2

    mempunyai lapisan otot yang kuat, yang dapat menyebabkan kontraksi hebat disertai

    nyeri yang sangat hebat. Dinding muskuler tersebut mempunyai hubungan langsung

    dengan lapisan otot dinding pielumdi sebelah cranial dan dengan otot dinding buli-buli

    di sebelah kaudal. Ureter menembus dinding muskuler masuk ke kandung kemih

    secara miring sehingga dapat mencegah terjadinya aliran balik dari kandung kemih ke

    ureter. Sistem pendarahan ureter bersifat segmental dan berasal dari pembuluh arteri

    ginjal, gonad, dan buli-buli.3

    Uretra adalah saluran kecil yang dapat mengembang, berjalan dari vesika urinaria

    sampai keluar tubuh, yang berfungsi untuk menyalurkan urin dari vesika urinaria hingga

    meatus bermuara ke meatus urinarius externus.4

    Secara anatomis, urethra pada pria terbagi dua menjadi pars anterior dan pars

    posterior, yang saling berbatasan pada diafragma urogenital. Urethra proksimal mulai

    dari perbatasan dengan buli-buli, orificium uretra internum dan uretra prostatica. Urethra

    postatica seluruhnya terdapat di dalam prostat dan berlanjut menjadi urethra

    membranaceus. Struktur yang menjaga adalah ligamentum puboprostatika melekatkan

    prostat membran pada arkus anterior pubis. Urethra membranaceus terdapat pada ujung

    anterior diafragma urogenital dan menjadi bagian proksimal urethra anterior setelah

    melewati membran perineum. Urethra bulbosa, agak menonjol pada proksimal anterior,

    berjalan di sepanjang bagian proksimal korpus spongiosum dan berlanjut menjadi urethra

    pendulosa di sepanjang uretra anterior. Ductus dari glandula Cowper bermuara di urethra

    bulbosa. Urethra penil atau pendulosa berjalan di sepanjang penis dimana berakhir pada

    fossa naviculare dan meatus urethra eksternus.2,5

    Uretra diperlengkapi dengan sfingter uretra interna yang terletak pada perbatasan

    buli buli dan uretra, serta sfingter uretra eksterna yang terletak pada perbatasan antara

    uretra anterior dan posterior. Sfingter uretra interna terdiri atas otot polos yang dipersarafi

    oleh sistem simpatis sehingga pada saat buli buli penuh, sfingter ini terbuka. Sfingter

    uretra eksterna terdiri atas otot bergaris dipersarafi oleh sistem somatik yang dapat

    diperintah sesuai dengan keinginan seseorang. Pada saat kencing sfingter ini terbuka dan

    tetap tertutup pada saat menahan kencing. Panjang uretra pada pria sekitar 8 inci (20 cm),

  • 7/29/2019 Ruptur Uretra Iid

    3/17

    5

    Gambar 1: Potongan sagital organ pelvis pada pria dan perempuan.5

    sedangkan pada uretra wanita sekitar 11/2 inci (4cm), yang berada di bawah simfisis

    pubis dan bermuara di sebelah anterior vagina. Di dalam uretra bermuara kelenjar

    pariuretra, diantaranya adalah kelenjar skene. Kurang lebih sepertiga medial uretra,

    terdapat sfingter uretra eksterna yang terdiri atas otot bergaris. Tonus otot sfingter uretra

    eksterna dan tonus otot levator ani berfungsi mempertahankan agar urin tetap berada di

    dalam buli buli pada saat perasaan ingin miksi. Miksi terjadi jika tekanan intravesicamelebihi tekanan intrauretra akibat kontraksi otot detrusor, dan relaksasi sfingter uretra

    eksterna.3,4

    III. Etiologi

    Terjadinya ruptur uretra dapat disebabkan oleh cedera eksternal yang meliputi

    fraktur pelvis atau cedera tarikan ( shearing injury). Selain itu, juga dapat disebabkan

    oleh cedera iatrogenik, seperti akibat pemasangan kateter, businasi, dan bedah

    endoskopi.3,7

    Ruptur uretra anterior biasanya terjadi karena trauma tumpul (paling sering) atau

    trauma tusuk. Dan terdapat sekitar 85% kasus rupture uretra anterior pars bulbosa akibat

  • 7/29/2019 Ruptur Uretra Iid

    4/17

    6

    trauma tumpul.11

    1. Fraktur pelvis

    Cedera urethra posterior utamanya disebabkan oleh fraktur pelvis. Yang menurutkejadiannya, terbagi atas 3 tipe, yaitu :

    Cedera akibat kompresi anterior-posterior

    Cedera akibat kompresi lateral

    Cedera tarikan vertikal.

    Pada fraktur tipe I dan II mengenai pelvis bagian anterior dan biasanya lebih

    stabil bila dibandingkan dengan fraktur tipe III dengan tipe tarikan vertical. Pada fraktur

    tipe III ini seringkali akibat jatuh dari ketinggian, paling berbahaya dan bersifat tidak

    stabil. Fraktur pelvis tidak stabil (unstable) meliputi cedera pelvis anterior disertai

    kerusakan pada tulang posterior dan ligament disekitar articulation sacroiliaca sehingga

    salah satu sisi lebih ke depan dibanding sisi lainnya (Fraktur Malgaigne). Cedera urethra

    posterior terjadi akibat terkena segmen fraktur atau paling sering karena tarikan ke lateral

    pada uretra pars membranaceus dan ligamentum puboprostatika.7

    2. Cedera tarikan ( shearing injury)

    Cedera akibat tarikan yang menimbulkan rupture urethra di sepanjang pars

    membranaceus (5-10%). Cedera ini terjadi ketika tarikan yang mendadak akibat migrasi

    ke superior dari buli-buli dan prostat yang menimbulkan tarikan di sepanjang urethra

    posterior. Cedera ini juga terjadi pada fraktur pubis bilateral (straddle fraktur) akibat

    tarikan terhadap prostat dari segmen fraktur berbentuk kupu-kupu sehingga menimbulkan

    tarikan pada urethra pars membranaceus.

    7

    3. Cedera uretra karena pemasangan kateter

    Cedera uretra karena kateterisasi dapat menyebabkan obstruksi karena edema atau

    bekuan darah. Abses periuretral atau sepsis dapat mengakibatkan demam. Ekstravasasi

    urin dengan atau tanpa darah dapat lebih meluas. Pada ekstravasasi ini, mudah timbul

    infiltrate urin yang mengakibatkan sellulitis dan septisemia bila terjadi infeksi.3

  • 7/29/2019 Ruptur Uretra Iid

    5/17

    7

    IV. Klasifikasi

    Berdasarkan anatomi, rupture uretra dibagi menjadi:3

    1. Rupture uretra posterior

    Terletak di proksimal diafragma urogenital, hampir selalu disertai fraktur

    tulang pelvis. Akibat fraktur tulang pelvis, terjadi robekan pars

    membranasea karena prostat dengan uretra prostatika tertarik ke cranial

    bersama fragmen fraktur, sedangkan uretra membranasea terikat di diafragma

    urogenital. Ruptur uretra posterior dapat terjadi total atau inkomplit. Pada

    rupture total, uretra terpisah seluruhnya dan ligamentum puboprostatikum

    robek sehingga buli-bulidan prostat terlepas ke kranial.3

    2. Rupture uretra anterior

    Terletak di distal dari diafragma urogenital. Terbagi atas 3 segmen,

    yaitu:8

    _ Bulbous urethra

    _ Pendulous urethra

    _ Fossa navicularis

    Namun, yang paling sering terjadi adalah rupture uretra pada pars

  • 7/29/2019 Ruptur Uretra Iid

    6/17

    8

    bulbosa yang disebabkan oleh Saddle Injury, dimana robekan uretra terjadi

    antara ramus inferior os pubis dan benda yang menyebabkannya.3

    Gambar 2: Uretra pada laki-laki.6

    Menurut Collpinto dan McCallum tahun 1977 cedera uretra posterior dapat

    diklasifikasikan berdasarkan luas dari cederanya, menjadi:1,10,11

    Tipe I : Cedera tarikan uretra

    Tipe II : Cedera pada proksimal diafragma genitourinaria

    Tipe III : Cedera uretra pada proksimal dan distal diafragma genitourinaria

  • 7/29/2019 Ruptur Uretra Iid

    7/17

    9

    V. Diagnosis

    Dapat diduga terjadi cedera urethra dari anamnesis atau trauma yang nyata pada

    pelvis atau perineum. Pada penderita yang sadar , riwayat miksi perlu diketahui untuk

    mengetahui waktu terakhir miksi, pancaran urine, nyeri saat miksi dan adanya hematuria.

    1. Ruptur uretra posterior

    Rupture uretra posterior harus dicurigai jika terdapat tanda fraktur pelvis.12

    - Perdarahan per uretra

    Merupakan tanda utama dari rupture uretra posterior, ditemukan pada

    37%-93% penderita dengan cedera urethra posterior .Dengan timbulnya darah,

    setiap instrumentasi terhadap urethra ditunda sampai keseluruhan urethra sudah

    dilakukan pencitraan (uretrografi). Darah di introitus vagina ditemukan pada 80%

    penderita perempuan dengan fraktur pelvis dan cedera urethra.12

    -Retensi urin

    12

    -Pada pameriksaan Rectal Tuse didapatkan Floating prostatyakni prostat seperti

    mengapung karena tidak terfiksasi lagi pada diafragma urogenital.12

    -Pada pemeriksaan uretrografi didapatkan ekstravasasi kontras dan terdapat fraktur

    pelvis.12

  • 7/29/2019 Ruptur Uretra Iid

    8/17

    10

    2. Ruptur uretra anterior

    Trauma uretra anterior yang terdiri dari uretra pars glanularis, pars

    pendulans, dan pars bulbosa.12

    Pada ruptur uretra anterior, didapatkan:12, 14

    - Perdarahan per-uretra/ hematuri.

    - Kadang terjadi retensi urine.

    - Hematom kupu-kupu/butterfly hematom/ jejas perineum.

    Uretra anterior terbungkus di dalam korpus spongiosum penis.

    Korpus spongiosum bersama dengan corpora kavernosa penis dibungkus oleh

    fasia Buck dan fasia Colles. Jika terjadi rupture uretra beserta korpus

    spongiosum darah dan urin keluar dari uretra tetapi masih terbatas pada fasia

    Buck, dan secara klinis terlihat hematoma yang terbatas pada penis. Namun

    jika fasia Buck ikut robek, ekstravasasi urin dan darah hanya dibatasi oleh fasia

  • 7/29/2019 Ruptur Uretra Iid

    9/17

    11

    Colles sehingga darah dapat menjalar hingga skrotum atau ke dinding abdomen.

    Oleh karena itu robekan ini memberikan gambaran seperti kupu-kupu sehingga

    disebut butterfly hematoma atau hematoma kupu-kupu.14,15

    Gambar 3: Ruptur uretra pars anterior dengan perdarahan per uretra, dan hematom

    kupu- kupu

    VI. Penanganan

    Pertama kali yang perlu dilakukan dalam mengatasi kegawatan yang

    mungkin timbul setelah trauma utamanya gangguan hemodinamik .Syok sering

    terjadi akibat perdarahan rongga pelvis. Bila hal ini terjadi, maka ditangani dengan

    pemberian cairan maupun transfuse darah, obat-obat koagulansia, analgetik dan

    antibiotika.9,10

    Terdapat beberapa kontroversi akan penaganan ruptur urethra posterior

    akibat fraktur pelvis, pilihan penanganan yang dapat dilakukan yaitu :

    - Realignment primer

    Awalnya teknik ini dilakukan repair secara open dengan

    mengeluarkan hematom, jaringan dan melakukan jahitan secara langsung. Teknik

    ini tidak dilakukan lagi karena dilaporkan menimbulkan banyak kehilangan

    darah selama operasi, meningkatkan impotensi, striktur dan inkontinensia.

    Kemudian teknik ini berubah yaitu melakukan stenting dengan kateter secara

    indirect maupun endoskopik tanpa melakukan jahitan atau diseksi pelvis.1,2

  • 7/29/2019 Ruptur Uretra Iid

    10/17

    12

    Diskontinuitas uretra dapat dijembatani dengan beberapa variasi.

    Dapat

    dilakukan open sistostomy dan melihat buli-buli untuk adanya kemungkinan

    rupture, bila cedera penyerta lainnya tidak massif dapat dilakukan

    realignment. Pertama kateter uretra dimasukkan dengan panduan jari

    kedalam buli-buli. Kemudian dilakukan perabaan pada anterior prostat sehingga

    kateter dapat diposisikan.Bila hal ini gagal dapat dilakukan dengan sistoskopi

    fleksibel. Ada pula yang menggunakan teknik dengan memasang tube sonde no

    8 secara antegrade sampai tube keluar di meatus kemudian diikatkan dengan

    kateter utnuk kembali dimasukkan ke buli-buli. Pemasangan kateter secara

    retrograde dapat pula dilakukan dengan panduan melalui

    Pada penderita politrauma dengan fraktur pelvis yang berat paling

    mungkin dilakukan teknik dengan memasukkan sistoskopi fleksibel melalui jalur

    suprapubik, sistoskopi rigid melalui uretra dan kawat pemandu diantara

    keduanya sehingga kateter dapat lewat melalui kawat pemandu .Pasien

    ditempatkan dalam posisi litotomy rendah dengan tetap memperhatikan adanya

    segmen fraktur pelvis.1

    Dengan stenting menggunakan kateter dilakukan lebih awal,kemungkinan

    untuk timbulnya komplikasi striktur berkurang bila dibandingkan dengan

    hanya memasang sistostomi saja. Keuntungan lainnya yaitu urethra yang avulse

    dan prostat yang awalnya berjauhan kembali didekatkan sehingga akan

    memudahkan saat dilakukan uretroplasty. Beberapa penulis menilai dengan

    pemasangan kateter dini dapat memperpendek panjang striktur. Realignment ini

    sebaiknya dilakukan sesegera mungkin (dalam 72 jam setelah cedera). Kateter

    urethra dipertahankan selama 6 minggu, dan dilanjutkan dengan pemeriksaan

    uretrosistografi, bila tidak didapatkan ekstravasasi maka kateter dapat

    dikeluarkan dengan tetap mempertahankan kateter

    suprapubi

    k.1

    - Uretroplasty Primer

    Repair primer dengan end-to-end anastomosis hanya dapat dilakukan

  • 7/29/2019 Ruptur Uretra Iid

    11/17

    13

    pada penderita non trauma atau tidak disertai dengan fraktur pelvis, pasien dalam

    keadaan optimal dan terbukti mengalami ruptur urethra posterior.7

    Standar baku dalam penanganan rekonstruksi uretra posterior

    adalah kateterisasi suprapubik selama 3 bulan dan

    dilanjutkan anastomosis end-to-end bulboprostatika. Setelah 3 bulan, jaringan

    scar pada tempat disrupsi urethra sudah

    stabil dan matang menjadi indikasi untuk dilakukaknnya prosedur rekonstruksi.

    selain itu cedera penyerta lainnya telah stabil dan pasien sudah rawat jalan.1

    Sebelum rekonstruksi dilakukan, dilakukan pencitraan

    uretrosistografi retrograde untuk mengetahui karakteristik defek

    uretra. Saat dilakukan pencitraan ini pasien diminta untuk berusaha berkemihsehingga bladder neck terbuka dan defek rupture dapat dievaluasi lebih akurat.

    Pemeriksaan yang lebih akurat yaitu dengan MRI. Teknik yang digunakan yaitu

    transperineal, dimana pasien ditempatkan pada posisi litotomi dan insisi midline

    atau flap inverted. Urethra bulbosa dibebabaskan dan disisihkan menjauhi defek

    urethra ke mid-scrotum. Jaringan skar defek rupture uretra dieksisi dan urethra

    prostatica diidentifikasi pada apex prostat. Untuk membuat anastomosis yang non

    tension atau karena ujung-ujung defek berjauhan, dapat dilakukan beberapa

    maneuver seperti pemisahan krus, pubektomi inferior dan re-

    routing uretra untuk mendekatkan gap.1,7

    VII. Komplikasi

    Komplikasi dari cedera pada pelvis sulit dibedakan dengan komplikasi

    akibat pasca uretroplasti atau cedera buli-buli. Komplikasi dini yang dapat

    terjadi setelah rekonstruksi uretra adalah infeksi, hematoma, abses periuretral, fistel

    uretrokutan. dan epididimitis.3

    Sedangkan komplikasi lanjut yang sering terjadi,

    yaitu:1,2,7,9

    1. Impotensi

    Ditemukan 13-30% dari penderita dengan fraktur pelvis dan pada

    cedera uretra yang dirawat dengan pemasangan kateter. Cedera pada saraf

  • 7/29/2019 Ruptur Uretra Iid

    12/17

    14

    parasimpatis penil merupakan penyebab terjadinya impotensi setelah fraktur pelvis.

    2. Inkontinesia

    Insiden terjadinya inkontinensia urine rendah ( 2-4 %), dan disebabkan

    oleh kerusakan pada Bladder Neck. Oleh karena itu, inkontinensia

    meningkat pada penderita yang dilakukan Open Bladder Necksebelum dilakukan

    operasi.

    3. Striktur

    Setelah dilakukan rekonstruksi rupture uretra posterior, 12-15%

    penderita terbentuk striktur. Biasanya 96% kasus berhasil ditangani dengan

    dilakukan penangan secara endoskopi.

  • 7/29/2019 Ruptur Uretra Iid

    13/17

    15

    TRAUMA BULI-BULI

    Buli-buli ada waktu lahir hingga usia anak, buli-buli terletak di rongga abdomen.

    amun semakin bertambahnya usia, tempatnya turun dan terlindung di dalam kavum pelvis

    sehingga kemungkinan mendapatkan trauma dari luar jarang terjadi.

    Etiologi

    Kurang lebih 90% trauma tumpul buli-buli adalah akibat fraktur pelvis. Fiksasi buli-

    buli pada tulang pelvis oleh fasia endopelvik dan diafragma pelvis sangat kuat sehingga

    cedera deselerasi terutama jika titik fiksasi fasia bergerak pada arah berlawanan (seperti pada

    fraktur pelvis), dapat merobek buli-buli. Robeknya buli-buli karena fraktur pelvis bisa pula

    terjadi akibat fragmen tulang pelvis merobek dindingnya.

    Dalam keadaan penuh terisi urin, buli-buli mudah sekali robek jiak mendapatkan

    tekanan dari luar berupa benturan pada perut sebelah bawah. Buli-buli akan robek pada

    daerah fundus dan menyebabkan ekstravasasi uri ke rongga intraperitoneum.

    Tindakan endourologi dapat menyebabkan trauma buli-buli iatrogenic antara lain

    pada reseksi buli-buli transurethral (TUR buli-buli) atau pada litotripsi. Demikian pula partus

  • 7/29/2019 Ruptur Uretra Iid

    14/17

    16

    kasep atau tindakan operasi di daerah pelvis dapat menyebabkan trauma iatrogenic pada buli-

    buli.

    Klasifikasi

    Secara klinis cedera buli-buli dibedakan menjadi:

    - kontusio buli-buli

    - cedera buli-buli ekstraperitoneal 45-60%

    - cedera intraperitoneal 25-45%

    2-12% cederanya cedera buli-buli ekstraperitoneal/cedera intraperitoneal. Jikat tidak

    mendapatkan perawatan dengan segera 10-20% cedera buli-buli akan berakibat kematian

    karena peritonitis atau sepsis.

    Diagnosis

    Setelah mengalami cedera pada abdomen sebelah bawah, pasien mengeluh nyeri

    didaerah suprasimfisis, miksi bercampur darah atau mungkin pasien tidak dapat miksi.

    Gambaran klinis yang lain tergantung pada etiologi trauma, bagian buli-buli yang mengalami

    cedera yaitu intra/ekstraperitoneal, adanya organ lain yang mengalami cedera, serta penyulit

    yang terjadi akibat trauma. Dalam hal ini mungkin didapatkan tanda fraktur pelvis, syok,

    hematoma perivesika, atau tanpa tanda sepsis dari suatu peritonitis atau abses perivesika.

    Pemeriksaan pencitraan berupa sistografi yaitu dengan memasukkan kontras kedalam

    buli-buli sebanyak 300-400 ml secara gravitasi (tanpa tekanan) melalui kateter per-uretram.Kemudian dibuat beberapa foto, yaitu (1) foto pada saat buli-buli terisi kontras dalam posisi

    anterior-posterior (AP), (2) pada posisi oblik, dan (3) wash out film yaitu foto setelah kontras

    dikeluarkan dari buli-buli.

  • 7/29/2019 Ruptur Uretra Iid

    15/17

    17

    Tcrapi

    Pada kontusio buli-buli, cukup dilakukan pemasangan kateter dengan tujuan untuk

    memberikan instirahat pada buli-buli. Dengan cara ini diharapkan buli-buli sembuh setelah 7-

    10 hari.

    Pada cedera intraperitoneal harus dilakukan eksplorasi laparatomi untuk mencari

    robekan pada buli-buli serta kemungkinan cedera pada organ lain. Jika tidak dioperasi

    ekstravasasi urin ke rongga intraperitoneum dapat menyebabkan peritonitis. Rongga

    intraperitoneum dicuci, robekan pada buli-buli dijahit 2 lapis, kemudian dipasang kateter

    sistostomi yang dilewatkan di luar sayatan laparatomi.

    Pada cedera ekstraperitoneal, robekan yang sederhana (ekstravasasi minimal)

    dianjurkan untuk memasang kateter selama 7-10 hari, tetapi sebagian ahli lain menganjurkan

    untuk melakukan penjahitan buli-buli denagn pemasangan kateter sistostomi. Namun tanpa

    tindakan pembedahan kejadian kegagalan penyembuhan luka 5 15%, dan kemungkinan untuk

    terjadinya infeksi pada rongga perivesika sebesar 12%. Oleh karena itu jika bersamaan

    dengan rupture buli-buli terdapat cedera organ lain yang membutuhkan operasi, sebaiknya

    dilakukan penjahitan buli-buli dan pemasangan kateter sistostomi.

    Untuk memastikan bahwa buli-buli telah sembuh, sebelum melepas kateter uretra atau

    kateter sistostomi, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan sistografi guna melihat

    kemungkinan masih adanya ekstravasasi urin. Sistografi dibuat pada hari ke 10-14 pasca

    trauma. Jika masih ada ekstravasasi kateter sistostomi dipertahankan sampai 3 minggu.

  • 7/29/2019 Ruptur Uretra Iid

    16/17

    18

    Pcnyulit

    Pada cedera buli-buli ekstraperitoneal, ekstravasasi urin ke rongga pelvis yang

    dibiarkan dalam waktu lama dapat menyebabkan infeksi dan abses pelvis. Yang lebih berat

    lagi adalah robekan buli-buli intraperitoneal, jika tidak segera dilakukan operasi, dapat

    menimbulkan peritonitis akibat dari ekstravasasi urin pada rongga intraperitoneum. Kedua

    keadaan itu dapat menyebabkan sepsis yang dapat mengancam jiwa.

  • 7/29/2019 Ruptur Uretra Iid

    17/17

    19

    Daftar pustaka

    1. Purnomo,Dasar-dasar Urologi, Penerbit Sagung Seto, 2007

    2. Syansu Hidayat, R, Win De Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Penerbit EGC, edisi revisi

    2006; 1064

    3. Mansjoer, a, dkk, Kapita Selekta Indonesia, Penerbit Media Aesculapius, FKUI,

    2000; 399

    4. Wilson, l, Price, s, Patofisiologi, Penerbit EGC, edisi 6, 2006; 1323