Lembar Persetujuan
PROPOSAL PRAKTEK KERJA LAPANGAN
1. Nama Instansi : Balai Besar Kulit,Karet dan Plastik Yogyakarta
Alamat : Jalan Sokonandi Nomor 9 Yogyakarta
2. Pelaksanaan :
Praktek Kerja Lapangan akan dilaksanakan pada tanggal 22 bulan Januari sampai tanggal 12 bulan Februari 2013
3. Nama Mahasiswa : Sinta Rumniati
4. Prodi (Program Studi) : Kimia
5. Nomor Induk Mahasiswa : 10630031
Yogyakarta, 21 Januari 2013
Mengetahui dan Menyetujui
Dosen Pembimbing Lapangan Ketua Prodi KimiaFakultas Sain dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Irwan Nugraha.SSi,M.Sc Esti W. Widowati, M.Si.M.BiotekNIP.198203292011011005 NIP. 197608302003122
1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Menurut Salvato (1982), air limbah adalah air bekas yang berasal dari
penyediaan air bersih sudah dicemari berbagai macam penggunaannya. Limbah
adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan terdiri dari air yang
telah dipergunakan dengan hampir 0,1 % dari padanya berupa benda-benda
padat yang teridri dari zat organik dan bukan organik (Mahida,1984).
Di era globalisasi ini banyak industri di bidang tekstil, plastik, kertas dan
karet yang menghasilkan limbah, misalnya mengandung sulfida dan minyak
yang berdampak buruk bagi lingkungan sekitar. Dampak yang sangat berpotensi
adalah air di sekitar lingkungan tempat limbah tersebut ditampung atau dibuang.
Lingkungan air seperti sungai, sumur penduduk, dan perairan lainnya akan
mengalami dampak buruk.
Salah satu kandungan yang terdapat dalam limbah cair hasil industri
misalnya sulfida dan minyak. Sulfida pada umumnya berasal dari limbah hasil
dekomposisi senyawa organik atau juga limbah industri dan hasil reduksi sulfat
oleh bakteri. Hidrogen sulfida yang menguap dari air limbah dapat
menyebabkan bau yang kurang sedap. Salah satu kandungan yang terdapat
dalam limbah industri lainnya adalah minyak. Minyak seperti yang diketahui
dapat merusak lingkungan ekosistem disekitanya. Sehingga dibutuhkan
penanganan terlebih dahulu sebelum minyak tersebut dibuang ke lingkungan.
2
Bahaya yang dapat ditimbulkan dari kandungan minyak di air adalah bau yang
tidak enak dari air-air yang dicemari, warna air yang keruh, dan kemungkinan
adanya logam-logam yang berbahaya bagi kesehatan juga kelestarian biotek
organisme hidup disekitar ekosistem.
Terobosan untuk menanggulangi atau mengurangi dampak dari pencemaran
limbah tersebut adalah dengan penelitian untuk mengetahui kadar senyawa
tersebut sesuai SNI yang pantas untuk diketehui oleh industri-industri masa kini.
Balai Besar Kulit, Karet dan Plastik (BBKKP) Yogyakarta yang berada di
jalan Sokonandi Nomor 9 Yogyakarta mempunyai tugas melaksanakan kegiatan
penelitian, pengembangan, kerjasama, standardisasi, pengujian, sertifikasi,
kalibrasi dan pengembangan kompetensi industri kulit, karet dan plastik. Di
balai ini dapat dilakukan penentuaan konsentrasi sulfida dan kandungan minyak
atau lemak yang aman untuk lingkungan sekitar.
B. RUMUSAN MASALAH
Beberapa permasalahan yang dapat dirumuskan berdasarkan latar belakang
masalah adalah sebagai berikut:
1. Berapa konsentrasi sulfida dalam limbah cair?
2. Berapa kandungan minyak atau lemak dalam limbah cair?
C. TUJUAN
1. Mengetahui konsentrasi sulfat dalam limbah cair,
2. Mengetahui kandungan minyak atau lemak dalam limbah cair.
3
D. MANFAAT DAN KEGUNAAN
1. Memberikan informasi kepada mahasiswa keadaan dunia kerja nyata
sehingga memotifasi untuk mempersiapkan dirinya.
2. Memberikan informasi tentang prinsip kerja dari metode analisis gravimetri
dan metode analisis titrasi iodometri.
3. Menjelaskan tentang angka parameter yang aman untuk lingkungan pada
senyawa sulfida dan minyak atau lemak.
4. Memberikan pengetahuan tentang pembelajaran kimia lingkungan.
E. LOKASI PKL
Lokasi PKL ditentukan atau dipilih oleh mahasiswa peserta PKL adalah di
Balai Besar Kulit, Karet, dan Plastik (BBKKP) Yogyakarta.
F. WAKTU PELAKSANAAN PKL
Waktu pelaksanaan PKL ini dapat kami laksanakan mulai tanggal 22
Januari 2013 sampai 12 Februari 2013 di Balai Besar Kulit, Karet, dan Plastik
(BBKKP) Yogyakarta
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Percemaran air kini menjadi bahan pembicaraan di seluruh lapisan
masyarakat, baik pedesaan hingga pemerintahan. Berdasarkan literatur yang
didapatkan, polusi atau pencemaran air bisa dikatakan sebagai penyimpanan
sifat-sifat air dari keadaan normal bukan dari kemurniannya. Saat ini air sudah
banyak tercemar oleh bermacam-macam limbah dari hasil kegiatan manusia,
baik limbah dari rumah tangga, limbah dari kegiatan industri, dan kegiatan-
kegiatan lainnya. Air yang telah tercemar akan berdampak buruk bagi kesehatan
manusia (Fardiaz,1992).
1. Air
Air merupakan senyawa kimia yang terdiri dari atom H dan O. Sebuah
molekul air terdiri dari satu atom O yang berikatan secara kovalen dengan dua
atom H (Ahmad,2004). Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk
hidup orang banyak dan bahkan oleh semua makhluk hidup. Saat ini, masalah
utama yang dihadapi oleh sumber daya air meliputi kuantitas air yang sudah
tidak mampu memenuhi kebutuhan yang terus meningkat dan kualitas air untuk
keperluan domestik yang semakin menurun. Kegiatan industri, domestik dan
kegiatan lain berdampak negatif terhadap sumber daya air, antara lain
menyebabkan penurunan kualitas air. Kondisi ini dapat menimbulkan gangguan,
kerusakan dan bahaya bagi semua makhluk hidup yang tergantung pada sumber
5
daya air. Oleh karena itu, diperlukan pengolahan dan pelindungan sumber daya
air secara seksama (Effendi, 2003).
Air merupakan pelarut yang baik, sehingga air merupakan media transport
utama bagi zat-zat makanan dan produk buangan atau sampah yang dihasilkan
dari proses kehidupan. Meskipun penetapan standar air yang bersih tidak mudah,
ada kesepakatan bahwa air yang bersih tidak ditetapkan pada kemurnian air,
tetapi didasarkan pada keadaan normalnya. Air dikatakan telah tercemar apabila
air tersebut telah menyimpang dari keadaan normalnya (Wardhana, 1995).
Pengelolaan sumber daya air sangat penting, agar dapat dimanfaatkan secara
berkelanjutan dengan tingkat mutu yang diinginkan. Salah satu langkah
pengelolaan yang dilakukan adalah pemantauan dan interprestasi data kualitas
air, mencakup kualitas fisika, kimia, dan biologi (Effendi, 2003).
Dalam jaringan hidup, air merupakan medium untuk berbagai reaksi dan
proses ekskresi. Air merupakan komponen utama baik dalam tanaman, hewan
maupun manusia. Oleh karena itu, kehidupan ini tidak bisa lepas tanpa adanya
air. Sebagian besar keperluan air sehari-hari berasal dari sumber air tanah dan
sungai (Achmad, 2004). Menurut Effendi (2003) sumber-sumber air meliputi :
a. Air permukaan (Surface Water)
Air tawar berasal dari dua sumber, yaitu air permukaan (Surface Water)
dan air tanah (Ground Water). Air permukaan adalah air yang berada di
sungai, danau, waduk, rawa, dan badan air lainnya, yang tidak mengalami
infiltrasi ke bawah tanah. Perairan permukaan diklasifikasikan menjadi dua
kelompok utama, yaitu badan air tergenang (standing waters atau jentik),
6
meliputi danau, kolam, waduk, rawa dan sebagainya, dan badan air mengalir
(flowing waters atau lotik) salah satunya yaitu sungai.
b. Air tanah
Air tanah (Ground Water) merupakan air yang berada di bawah
permukaan tanah. Karakteristik utama yang membedakan air tanah dari air
permukaan adalah pergerakan yang sangat lambat dan waktu tinggal yang
sangat lama mencapai puluhan bahkan ratusan tahun, sehingga air tanah sulit
pulih kembali apabila mengalami pencemaran. Air tanah dapat berasal dari air
hujan, baik melalui proses infiltrasi secara langsung maupun secara tidak
langsung dari air sungai, danau, rawa, dan genangan air lainnya.
2. Pencemaran Limbah
Percemaran air kini menjadi bahan pembicaraan di seluruh lapisan
masyarakat, baik pedesaan hingga pemerintahan. Berdasarkan literatur yang
didapatkan, polusi atau pencemaran air bisa dikatakan sebagai penyimpanan
sifat-sifat air dari keadaan normal bukan dari kemurniannya. Saat ini air sudah
banyak tercemar oleh bermacam-macam limbah dari hasil kegiatan manusia,
baik limbah dari rumah tangga, limbah dari kegiatan industri, dan kegiatan-
kegiatan lainnya. Air yang telah tercemar akan berdampak buruk bagi kesehatan
manusia (Fardiaz, 1992).
Menurut peraturan pemerintah nomor 220 tahun 2010 pasal 1 ayat 8
menyatakan bahwa pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya
makhluk, zat energi dan atau komponen lain kedalam air oleh karenanya,
7
manusia sehingga kualitas air turun sampai ketingkat tertentu sehingga tidak
dapat berfungsi dengan peruntukannya.
Saat ini masalah utama yang dihadapi oleh sumber daya air meliputi
kuantitas air yang sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan yang terus-menerus
meningkat, dan kualitas air untuk keperluan domestik yang semakin menurun.
Kegiatan industri, kegiatan domestik, dan kegiatan lain berdampak negatif
terhadap sumber daya air, yang menyebabkan penurunan kualitas air. Kondisi ini
dapat menimbulkan gangguan, kerusakan, dan bahaya bagi semua makhluk
hidup yang bergantung pada sumber daya air. Oleh karena itu, diperlukan
pengelolaan dan perlindungan serta pemantauan sumber daya air secara seksama
(Effendi, 2003).
Air yang tercemar tidak aman untuk digunakan. Ciri-ciri air yang sudah
tercemar sangat bervariasi tergantung dari jenis air dan polutannya atau
komponen yang mengakibatkan tercemar. Pencemaran air dapat dikelompokkan
menjadi 9 kelompok berdasarkan perbedaan sifat-sifatnya, meliputi : padatan,
bahan buangan yang membutuhkan oksigen, mikroorganisme, komponen
organik sintesis, nutrient tanaman, minyak, senyawa anorganik dan mineral,
bahan radioaktif, dan panas (Kristanto, 2004).
Pencemaran air diakibatkan oleh masuknya bahan pencemar (polutan) yang
dapat berupa gas, bahan-bahan terlarut, dan partikulat. Pencemaran memasuki
badan air dengan berbagai cara, misalnya melalui tanah, limbah domestik dan
perkotaan, pembuangan limbah industri, dan lain-lainnya. Masukan tersebut
sering disebut dengan unsur pencemar, yang pada prakteknya masukan tersebut
8
berupa buangan yang bersifat rutin, misalnya buangan limbah cair. Aspek pelaku
atau penyebab dapat disebabkan oleh alam atau oleh manusia. Pencemaran yang
disebabkan oleh alam tidak dapat berimplikasi hukum, tetapi pemerintah tetap
harus menanggulangi pencemaran tersebut (Effendi, 2003).
Pengujian sampel air di Laboratorium diperlukan untuk mengetahui apakah
suatu air terpolusi atau tidak, selain itu juga bermanfaat untuk mengetahui
berbagai sifat air, sehingga dapat diketahui apakah terjadi penyimpangan dari
batas-batas polusi air. Sifat-sifat air yang umum diuji di Laboratorium dan dapat
digunakan untuk menentukan tingkat polusi air meliputi pH, keasaman,
alkalinitas, suhu, warna, bau, rasa, jumlah padatan, nilai BOD/COD,
pencemaran mikroorganisme pathogen, kandungan minyak, kandungan logam
berat, dan kandungan bahan radioaktif. Pengujian air dengan berbagai parameter
pengujian bisa dilakukan dengan berbagai metode, dan setiap Laboratorium
yang ada di indonesia memiliki metode tersendiri yang telah ditetapkan sesuai
dengan Standar Nasional Indonesia (Saeni, 1989).
Dalam kehidupan sehari-hari sumber limbah cair yang lazim dikenal adalah:
a. Limbah rumah tangga (Domestic Wastes), yaitu limbah yang berasal dari
rumah tangga, termasuk yang berasal dari WC, kamar mandi, dapur ataupun
dari pemakaian air di pekarangan.
b. Limbah industri (Industrial Waste), yaitu limbah yang berasal dari industri
seperti pabrik kimia, industri baja.
c. Limbah perdagangan (Commercial Wastes), yaitu limbah yang berasal dari
pusat perdagangan seperti pasar-pasar, hotel, restoran, terminal angkutan
9
darat, laut maupun udara serta kegiatan perdagangan lainnya. (Ambarwita,
1999).
3. Minyak atau lemak
Lemak dan minyak terdiri dari trigliserida campuran, yang merupakan ester
dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Minyak dan lemak tidak berbeda
dalam bentuk umum trigliseridanya dan hanya berbeda dalam bentuk (wujud).
Minyak dan lemak tidak larut dalam air dingin dan sedikit larut dalam alkohol,
terutama minyak dengan berat molekul rendah, kecuali minyak jarak. Minyak
dan lemak dapat larut sempurna dalam ester, hidrokarbon, benzena, karbon
disulfida, dan pelarut-pelarut halogen. Kelarutan minyak dan lemak dalam suatu
pelarut ditentukan oleh sifat polaritas asam lemaknya. Asam lemak yang bersifat
polar cenderung larut dalam pelarut polar, sedangkan asam lemak nonpolar larut
dalam pelarut nonpolar. Daya kelarutan asam lemak biasanya lebih tinggi dari
komponen gliseridanya, dan dapat larut dalam pelarut organik yang bersifat
polar dan nonpolar. Semakin panjang rantai karbon maka minyak dan lemak
tersebut semakin sukar larut. Minyak dan lemak yang tidak jenuh lebih mudah
larut dalam pelarut organik dari pada asam lemak jenuh dengan panjang rantai
karbon sama (Ketaren, 1986).
10
Minyak dan lemak termasuk senyawa organik yang relatif stabil dan sulit
diuraikan oleh bakteri. Lemak dapat dirombak oleh senyawa asam yang
menghasilkan asam lemak dan gliserin. Pada keadaan basa, gliserin akan
dibebaskan dari asam lemak dan akan terbentuk garam basa (Manik,2003).
Minyak dan lemak dapat mempengaruhi aktifitas mikroba dan merupakan
pelapisan permukaan cairan limbah sehingga menghambat proses oksidasi pada
kondisi aerobik. Minyak tersebut dapat dihilangkan saat proses netralisasi
dengan penambahan NaOH dan membentuk sabun berbusa (scum) yang sering
mengapung dipermukaan dan bercampur dengan benda-benda lain pada
permukaan limbah (Naibaho,1996).
a. Kandungan minyak dan lemak
Minyak mengandung senyawa volatil yang mudah menguap dan
mengandung sisa minyak yang tidak dapat menguap. Minyak tidak dapat larut
dalam air, maka sisa minyak akan tetap mengapung di air, kecuali jika minyak
tersebut terdampar ke pantai atau tanah disekeliling sungai. Minyak yang
menutupi permukaan air akan menghalangi penetrasi sinar matahari ke dalam
air. Selain itu, lapisan minyak juga dapat mengurangi konsentrasi oksigen
terlarut dalam air karena fiksasi oksigen bebas menjadi terhambat. Akibatnya,
terjadi ketidakseimbangan rantai makanan di dalam air (Nugroho, 2006).
b. Dampak dari bahan buangan cairan berminyak
Lapisan minyak dipermukaan air lingkungan akan mengganggu kehidupan
organisme di dalam air. Hal ini disebabkan oleh :
11
b.1 Lapisan minyak pada permukaan air akan menghalangi difusi oksigen dari
udara ke dalam air sehingga jumlah oksigen yang terlarut di dalam air
menjadi berkurang. Sehingga kandungan oksigen yang menurun akan
mengganggu kehidupan hewan air.
b.2 Adanya lapisan minyak pada permukaan air juga akan menghalangi
masuknya sinar matahari ke dalam air sehingga fotosintesis oleh tanaman
air tidak dapat berlangsung. Sehingga oksigen yang seharusnya
dihasilkan pada proses fotosintesis maka kandungan oksigen dalam air
semakin menurun.
b.3 Tidak hanya hewan air saja yang terganggu akibat adanya lapisan minyak
pada permukaan air tersebut, tetapi burung air pun ikut terganggu karena
bulunya jadi lengket, tidak bisa mengembang kembali akibat terkena
minyak (Wardhana, 1995 ).
Sebagian besar minyak nabati berbentuk cair karena mengandung sejumlah
asam lemak tidak jenuh, yaitu asam oleat , linoleat, atau asam linolenat dengan
titik cair yang rendah. Lemak hewani pada umumnya berbentuk padat pada suhu
kamar karena banyak mengandung asam lemak jenuh, misalnya asam palmitat
dan stearat yang mempunyai titik cair lebih tinggi (Ketaren, 1986). Titik cair
asam lemak meningkat dengan bertambahnya rantai karbon. Asam lemak terdiri
dari rantai karbon yang mengikat semua hidrogen dinamakan asam lemak jenuh.
(Almatsier, 2001).
12
4. Sulfida (H2S)
Sulfida sering kali ada dalam air tanah, terutama pada sumber air panas.
pada umumnya berasal dari limbah hasil dekomposisi senyawa organik atau juga
limbah industri dan hasil reduksi sulfat oleh bakteri. Hidrogen sulfida yang
menguap dari air limbah dapat menyebabkan bau yang kurang sedap. Ambang
batas bau H2S dalam air besih adalah konsentrasi 0,025µg/L. H2S bersifat sangat
toksik dan dapat menyerang logam secara langsung dan secara tidak langsung
sehingga dapat menyebabkan korosi (Samin,2006).
Menurut Akhmad (2004), hidrogen sulfida (H2S) dihasilkan dari proses
pembusukan bahan-bahan organik yang mengandung belerang oleh bakteri
anaerob juga sebagai hasil reduksi dengan kondisi anaerob terhadap sulfat
mikroorganisme dan sebagai salah satu bahan pencemar gas yang dikeluarkan
air panas bumi. Bahan-bahan pencemar dari industri kimia, pabrik kertas, pabrik
tekstil dan penyamakan kulit dapat mengandung H2S merupakan asam lemak
dengan harga pKa (1) = 6,99 dan pKa (2) = 12,92. Ion S2 tidak pernah ditemukan
dalam perairan alami yang bersifat normal. Ion sulfida mempunyai aktifitas yang
menakjubkan dengan banyak logam-logam berat dan pengendapan dari logam-
logam sulfida sering kali penyertai terbentuknya H2S.
5. Analisis Gravimetri
Analisis gravimetri adalah proses isolasi dan pengukuran berat suatu unsur
atau senyawa tertentu. Bagian terbesar dari penetuan secara analisis gravimetri
meliputi transformasi unsur atau radikal senyawa murni stabil yang dapat segera
13
diubah menjadi bentuk yang dapat ditimbang dengan teliti. Pemisahan unsur–
unsur atau senyawa yang dikandung dilakukan dilakukan dengan beberapa cara
seperti : metode pengendapan, metoda penguapan, metode elektroanalisis, atau
berbagai macam metode lainnya (Khopkar,1990).
Tahap pengukuran dalam metode gravimetri adalah pengendapan. Analitnya
secara fisik dipisahkan dari semua komponen lain dari sampel itu maupun
pelarutnya. Pengendapan merupakan teknik yang paling meluas penggunaannya
untuk memisahkan analit dari pengotor atau senyawa pengganggu (Underwood,
1992).
Pengendapan dapat dilakukan dalam gelas piala atau erlenmeyer dan
pereaksi untuk mengendapkan (presipitan) ditambahkan pelan-pelan dengan
pipet atau buret sambil larutan terus diaduk. Pengendapan biasanya dilakukan
dengan larutan yang encer. Kemurnian endapan tergantung antara lain dari
bahan-bahan yang ada dalam larutan sebelum atau setelah penambahan pereaksi
(presipitant) dan juga dari kondisi pengendapan (Khopkar,1990).
Pencucian endapan dimaksudkan untuk membersihkan endapan dari cairan
induknya yang selalu terbawa. Larutan yang digunakan untuk mencuci sedapat
mungkin sedikit saja untuk menghindari adanya endapan yang larut. Untuk
mencuci dapat memakai akuades jika yakin akuades ini melarutkan endapan
serta tidak memyebabkan peptisasi (Khopkar,1990).
14
Menurut Underwood (1992), Persyaratan yang harus dipenuhi agar analisis
dengan metode gravimetri berhasil, yaitu:
a. Proses pemisahan hendaknya cukup sempurna sehingga kuantitas analit
yang tak-terendapkan secara analisis tak-dapat dideteksi (biasanya 0,1
mg atau kurang, dalam menetapkan penyusunan utama dari suatu makro).
b. Zat yang ditimbang hendaknya mempunyai susunan yang pasti dan
hendaknya murni atau hampir murni. Bila tidak, akan diperoleh hasil
yang tidak tepat.
6. Titrasi Iodometri
Dalam proses-proses analisis, iodin digunakan sebagai sebuah agen
pengoksidasi (iodimetri), dan iodida digunakan sebagai sebuah agen pereduksi
(iodometri). Dapat dikatakan bahwa sedikit saja substansi yang cukup kuat
sebagai unsur reduksi untuk titrasi langsung dengan iodine. Karena itu jumlah
dari penentuan – penentuan iodimetrik adalah sedikit. Kelebihan dari ion iodida
ditambahkan kedalam agen pengoksidasi yang sedang ditentukan adalah
membebaskan iodin yang kemudian dititrasi dengan larutan natrium thiosulfat.
Reaksi antara iodin dengan tiosulfat berlangsung sempurna (Underwood,2002).
Menurut Basset (1994), metode cara langsung (iodimetri) jarang dilakukan
mengingat iodium merupakan oksidator yang lemah. Cara langsung disebut
iodimetri yang menggunakan larutan iodium untuk mengoksidasi reduktor yang
dapat dioksidasi secara kuantitatif pada titik ekivalennya. Sedangkan cara tidak
langsung disebut iodometri yaitu oksidator yang dianalisis cukup kuat untuk
15
direaksikan sempurna dengan ion iodida berlebih dalam keadaan sesuai yang
selanjutnya iodium dibebaskan secara kuantitatif dan dititrasi dengan larutan
natrium thiosulfat standar atau asam arsenit.
Larutan standar yang digunakan dalam proses iodometri adalah natrium
thiosulfat. Garam ini biasanya berbentuk sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O.
Larutan tidak boleh distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi
harus distandarisasi dengan standar primer. Larutan natrium thiosulfat tidak
stabil untuk waktu yang lama (Underwood, 2002).
Analat harus berbentuk suatu oksidator yang cukup kuat, karena dalam
metode ini analat selalu direduksi dulu dengan KI sehingga trjadi I2. I2 inilah
yang dititrasi dengan Na2S2O3 .
Oksidator + I- ↔ Reduktor + I2
2 S2O3 + I2 ↔ S 4O6 + 2 I
Daya reduksi ion iodida cukup besar dan titrasi ini banyak diterapkan.
Reaksi S2O3 dengan I2 berlangsung baik dari segi kesempurnaannya, berdasarkan
pada potensial redoks masing-masing:
S4O6 + 2e ↔ 2 S 2O3 EO = 0,08 Volt
I2 + 2e ↔ 2 I- EO = 0,536 Volt
16
Selain itu, reaksi berjalan cepat dan bersifat unik karena oksidator lain
tidak mengubah S2O3 menjadi S4O6 melainkan menjadi SO3 seluruhnya atau
sebagian menjadi SO4 (Rivai, 1995).
7. Indikator Amilum (Kanji)
Titrasi dapat dilakukan tanpa indikator dari luar karena warna I2 yang
dititrasi itu akan lenyap bila titik akhir tercapai, warna itu mula-mula cokelat
agak tua, menjadi lebih muda, lalu kuning, kuning muda dan seterusnya, sampai
akhirnya lenyap. Bila diamati lebih cermat perubahan warna tersebut, maka titik
akhir akan dapat ditentukan dengan cukup jelas. Konsentrasi ≈ 5 x 10 -6 M iod
masih tepat dapat dilihat dengan mata dan memungkinkan penghentian titrasi
dengan kelebihan hanya senilai 1 tetes iod 0,05 M. Namun lebih mudah dan
lebih tegas bila ditambah amilum kedalam larutan sebagai indikator (Harjadi,
1986).
Amilum dengan I2 membentuk suatu kompleks berwarna biru tua yang
sangat jelas. Sekalipun I2 pada titik akhir iod yang terikat itu pun hilang bereaksi
dengan titran sehingga warna biru hilang dan perubahan warnanya tampak
sangat jelas. Penambahan amilum ini harus menunggu sampai mendekati titik
akhir titrasi (bila iod sudah tinggal sedikit yang tampak dari warnanya kuning
muda). Maksudnya adalah agar amilum tidak membungkus iod dan
menyebabkan sulit lepas kembali. Hal itu akan berakibat warna biru akan sulit
lenyap sehingga titik akhir tidak kelihatan tajam lagi. Bila iod masih banyak
17
sekali maka dapat menguraikan amilum dan hasil penguraian ini mengganggu
perubahan warna pada titik akhir (Harjadi,1986 ).
18
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Penentuan Kadar Minyak-Lemak secara Gravimetri:
1. Alat dan Bahan.
Alat – alat yang digunakan dalam penentuan kadar minyak atau lemak
diantaranya neraca analaitik, corong pisah 2000 mL, labu destilasi 125 mL,
corong gelas, kertas saring diameter 11 cm, alat sentrifugal, 2400 rpm, pompa
vacuum, adapter distilasi dengan drip tip, penangas air dilengkapi pengatur suhu,
wadah buangan pelarut, desikator, dan botol gelas mulut lebar.
Bahan – bahan yang digunakan dalam penentuan kadar minyak atau lemak
diantaranya HCl atau H2SO4 (1:1) dalam air, pelarut organik (n-heksana),
MTBE, Na2SO4.anhidrat, campuran 80% n-heksana + 20% MTBE (v/v), dan
pelarut lain ( petroleum benzene atau petroleum eter)
1. Langkah Kerja:
a. Contoh uji sebanyak 500 mL dituangkan kedalam corong pisah,
ditambahkan 30 pelarut n-heksana.
b. Dikocok kuat selama 2 menit, dibiarkan memisah, dikeluarkan lapisan
air.
c. Lapisan pelarut dikeluarkan melalui corong pisah yang telah dipasang
kertas asring berisis 10 gram natrium sulfat anhidrat kedalam labu bersih
yang telah ditimbang.
19
d. Digabungkan lapisan iar dan emulsi sisa ,diekstrasikan 2 kali dengan
pelarut 30 mL tiap kalinya.
e. Digabungkan ekstrak dalam labu distilasi ,termasuk cucian terakhir dari
natrium sulfat anhidrat dan tambah 10 mL pelarut.
f. Distilasikan pelarut dalam penangas air pada suhu 85oC
g. Setelah kondensat habis ,pindahkan labu distilasi pada oven . Dipanaskan
pada suhu 85oC hingga kering selama 1 jam . Pindahkan dalam desikator
selama 15 menit. Ditimbang hingga massa tetap.
2. Perhitungan.
Jumlah minyak-lemak dalam contoh uji:
Kadar minyak-lemak (mg/L)= ( A−B ) x1000mlcontohuji
Dengan pengertian :
A adalah massa labu + ekstrak, (mg)
B adalah massa labu kosong, (mg)
B. Penentuan Kadar Sulfida dengan Titrasi Iodometri
1. Alat dan Bahan.
Alat – alat yang digunakan dalam penentuan kadar sulfida diantaranya pipet
volum (5 mL, 10 mL, 25 mL, dan 50 mL), labu ukur 1000 mL, erlenmeyer 300
mL, gelas piala 300 mL, mikroburet, dan timbangan analitik.
20
Bahan – bahan yang digunakan dalam penentuan kadar sulfida diantaranya
air bebas sulfida, larutan asam klorida 6 N, larutan natrium hidroksida 6 N,
larutan baku iodin 0,025 N, asam salisilat, larutan kanji.
2. Langkah Kerja:
Persiapan contoh uji:
a. Dipiisahkan endapan dengan membuang supernatant secara dekantasi.
b. Ditambahkan air bebas sulfida sampai volume tertentu.
c. Diukur volume akhir secara kuantitatif.
d. Dilakukan pengujian.
Pembakuan larutan thiosulfat dengan kalium bi-iodat:
a. Dilarutkan 2 gram KI dalam Erlenmeyer 300 mL dengan 100 mL air
bebas sulfide.
b. Ditambah 1 mL asam sulfat 6 N.
c. Dipipet 20 mL larutan baku kalium bi-iodat tambahkan ke Erlenmeyer
berisi KI.
d. Ditempatkan diruang gelap selama 5 menit, encerkan sampai 300 mL,
dititrasi dengan natrium thiosulfat hingga kuning muda.
e. Ditambahkan 1-2 mL indikator amilum dan titrasi sampai hilang warna
biru.
f. hitung normalitas,
N1 = N 2 xV 2
V 1
21
Dengan pengertian :
N1 adalah normalitas thiosulfat (N)
N2 adalah normalitas bi-iodat (N)
V2 adalah volume thiosulfat (mL)
V3 adalah volume bi-iodat (mL)
Pengujian :
a. Diukur sejumlah volume tertentu larutan iodine 0.025 N dan tuang dalam
Erlenmeyer. Ditambah air sampai 200 mL.
b. Ditambah 2 mL HCl 6 N. Diambil secara kuantitatif 200 mL contoh (V)
dan tuang dalam erlenmeyer.
c. jika warna iodin hilang, ditambahkan iodin hingga warna kuning muda.
Dicatat volume iodin yang digunakan (A) (1 mL iodin bereaksi dengan
0,4 gram sulfida.
d. Dititrasi dengan thiosulfat 0,025 N, tambah beberapa tetes amilum
sampai biru muda, dititrasi kembali sampai biru muda hilang.
Perhitungan:
Kadar sulfida (mg/L) = [(A x B)- (C x D)] x 16000
V x V 2
V 1
Dengan pengertian:
A adalah volume iodin (mL)
B adalah normalitas iodin (N)
C adalah volume thiosulfat (mL)
D adalah normalitas thiosulfat (N)
22
V adalah volume contoh akhir (mL)
V1 adalah volume akhir (mL)
V2 adalah volume awal (mL)
23
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.Day, R.A., dan Underwood, A.L.2002. Analisis Kimia Kualitatif. Edisi kelima.
Alih bahasa: Aloysius Hadyana. Jakarta: ErlanggaEffendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Yogyakarta : KanisiusFardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara. Yogyakarta : KanisiusHarjadi W. 1986.Ilmu Kimia Analitik Dasar . Jakarta : GramediaKetaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Cetakan
Pertama. Jakarta : UI-Press.Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Alih bahasa: Saptorahardjo.
Jakarta: UI PressKristanto, P. 2004. Ekologi Industri. Yogyakarta : Andi. Mahida, U.N., 1984, Pencemaran air dan Pemanfaatan Limbah Industri, Kata
Pengantar Otto Soemarwoto. Jakarta: Penerbit CV. Radjawali,Manik, Karden. E. S. 2003. Pengelolaan LingkunganHidup. Jakarta: Djambatan
KEP MLH 02 1988 INDNaibaho, PM. 1996. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Medan : Pusat
Penelitian Kelapa Sawit.Nugraha , A. 2006. Efektifitas metode pembelajaran montessori dalam
meningkatkan hasil belajar ranah kognitif pada mata pelajaran matematika . skripsi UPI dansung : tidak diterbitkan
Rivai, H. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta: UI-Press.Saeni, M. S. 1989. Kimia Lingkungan. Bogor : IPBSamin. 2006. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Malang : UMM Press Wardhana, W.A. 1995. Dampak Pencemaran Lingkungan, Yogyakarta: Andi
Offset YogyakartaAnonim,2010.bplhd.jakarta.go.id/peraturan/pergub/PERGUB%20NO
%20220%20TAHUN%202010.pdf. Diakses tanggal 16 Januari 2013
24
Recommended