Upload
uin-malang-ac
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Latar belakang kemunculan gerakan pembaharuan
Islam modern pada akhir abad 19 dan awal abad 20 M,
dapat diruntut dari dua faktor, yakni faktor internal
dan eksternal. Faktor internal adalah berupa krisis
dibidang keagamaan, sosial politik, dan ilmu
pengetahuan. Faktor eksternal terutama berkaitan dengan
kemajuan bangsa-bangsa Barat dalam perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta idustrialisasi sejak
abad 16 hingga 19 M, yang mana bangsa-bangsa Muslim
tidak mampu menandingi mereka. Tindak lanjut dari
kemajuan tersebut adalah imperialisme dan kolonialisme
modern yang dilancarkan oleh bangsa-bangsa Barat sejak
abad 19 hingga abad 20 M.
Gerakan pembaharuan Islam modern berkembang di
beberapa wilayah umat Muslim seperti Turki, Mesir, anak
benua India (India dan Pakistan), serta Iran. Pemikiran
dari para tokoh pembaharu Islam tersebut mempunyai
pengaruh yang tidak kecil di Indonesia. Seperti
lahirnya organisasi Muhammadiyah. Dalam pengamatan
Mukti Ali, program awal Muhammadiyah sangat mirip
dengan empat gagasan pokok Syeikh Muhammad Abduh. Ada
1
lima program awal Muhammadiyah yang sangat mirip,
yakni: (1) membersihkan Islam di Indonesia dari
pengaruh kebiasaan yang bukan Islam, (2) merumuskan
kembali doktrin agama Islam yang disesuaikan dengan
alam pikiran modern, (3) pembaharuan ajaran dan
pendidikan Islam, (4) mempertahankan Islam dari
pengaruh dan serangan-serangan dari luar, serta (5)
melepaskan Indonesia dari belenggu penjajahan.
Muhammadiyah yang didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan
merupakan bagian dan sekaligus mata rantai dari gerakan
para tokoh pembaharu Islam, baik yang pra-modern maupun
yang modern. Disamping itu, komitmen Muhammadiyah untuk
menegakkan dakwah amar ma’ruf nahi munkar dengan
landasan Al-qur’an dan As-sunnah, serta kontribusinya
yang telah diberikan kepada umat Islam dan bangsa
Indonesia ini telah membuktikan posisi Muhammadiyah
sebagai salah satu gerakan pembaharuan Islam modern
yang paling berpengaruh, tidak hanya di Indonesia,
tetapi juga di Dunia Islam. 1
Oleh karena itu, dari pemaparan ringkas di atas,
penulis akan menjelaskan ranah histori dan pemikiran
dari gerakan Muhammadiyah.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan
rumusan masalah sebagai berikut:1 Suwarno, 2010, Relasi Muhammadiyah, Islam dan Negara, Yogyakarta:Pustaka Pelajar, hal:4-18.
2
1. Bagaimana sejarah lahirnya gerakan Muhammadiyah?
2. Bagaimana pemikiran dari gerakan Muhammadiyah?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dirumuskan
tujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui sejarah lahirnya gerakan
Muhammadiyah.
2. Untuk mengetahui pemikiran dari gerakan
Muhammadiyah.
BAB II
PEMBAHASAN
3
A. Sejarah lahirnya Muhammadiyah
Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan
(1868-1923) pada 8 Dzulhijjah 1332 H atau 18 November
1912 M di Kauman Yogyakarta. Tokoh pendiri Muhammadiyah
yang bernama kecil Muhammad Darwis ini berasal dari
keluarga bangsawan keagamaan. Ayahnya yang bernama K.H.
Abu Bakar ibn K.H. Sulaiman, menjabat sebagai khatib,
jabatan abdi dalem urusan agama yang bertanggung jawab
atas penyelenggaraan shalat Jum’at di Masjid Agung
Kasultanan Yogyakarta (Peacock,1983:13).2 Ibunya adalah
putri dari Haji Ibrahim, yaitu seorang pejabat peghulu
kesultanan.
Semasa kecilnya, K.H. Ahmad Dahlan tidak belajar di
sekolah formal, hal ini karena sikap orang-orang Islam
pada waktu itu yang melarang anak-anak memasuki sekolah
gubernamen. Sebagai gantinya, K.H. Ahmad Dahlan diasuh
dan dididik mengaji oleh ayahnya sendiri. Kemudian
beliau meneruskan pelajaran mengaji tafsir dan hadis
serta Bahasa Arab dan fiqh kepada beberapa ulama,
misalnya K.H. Muhammad Saleh, K.H. Muhsin, K.H.R.
Dahlan, K.H. Mahfudz, Syaikh Khayyat Sattokh, Syaikh
Amin, dan Sayyid Bakri. Dalam usia relatif muda, beliau
telah mampu menguasai berbagai disiplin ilmu keislaman.
Ketajaman intelektualitasnya yang tinggi membuat K.H.
Ahmad Dahlan selalu merasa tidak puas dengan disiplin
2 Suwarno, 2010, Relasi Muhammadiyah, Islam dan Negara, Yogyakarta:Pustaka Pelajar, hal:13.
4
ilmu yang telah dipelajarinya dan terus berupaya untuk
lebih mendalaminya.
Pada tahun 1888, ayah K.H. Ahmad Dahlan memintanya
untuk menunaikan ibadah haji. Beliau bermukim di Makkah
selama 5 tahun untuk menuntut ilmu agama Islam, seperti
qiraah, fiqh, tasawuf, ilmu mantiq, dan ilmu falaq.
Sekembali ke kampungnya beliau berganti nama menjadi
Haji Ahmad Dahlan. Pada 1903, ia berkesempatan kembali
ke Makkah untuk memperdalam ilmu agama Islam selama
tiga tahun. Kali ini beliau banyak belajar bersama
Syaikh Akhmad khatib Al-Minangkabawi. K.H. Ahmad Dahlan
juga tertarik pada pemikiran Ibn Taimiyah, Jamaluddin
Al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Muhammad Rasyid Ridha.
Diantara kitab tafsir yang menarik hatinya adalah Tafsir
al-Manar. Dari tafsir ini ia mendapatkan inspirasi untuk
mengadakan perbaikan dan pembaharuan umat Islam di
Indonesia.
Sebelum mendirikan organisasi Muhammmadiyah, K.H.
Ahmad Dahlan menjadi tenaga pengajar agama di
kampungnya. Disamping itu, ia juga mengajar di sekolah
negeri, seperti Kweeksschool (sekolah pendidikan guru)
di Jetis, Yogyakarta dan Opleiding School Voor
Inlandhsche Ambtenaren (OSVIA, sekolah untuk pegawai
pribumi) di Magelang. Sambil mengajar, beliau juga
berdagang dan bertabligh.3
3 Syamsul Kurniawan dan Erwin Mahrus, 2011, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidian Islam, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
5
Pemberian nama Muhammadiyah berasal dari istilah
bahasa Arab. Berasal dari kata-kata “Muhammad” kemudian
mendapat tambahan kata “iyyah”. Iyyah itu menurut tata
bahasa Arab (Nahwu) bernama ya’ nisby, artinya untuk
menjeniskan. Jadi Muhammadiyah berarti sejenis dari
Muhammad. Tegasnya golongan-golongan yang berkemauan
mengikuti Sunnah nabi Muhammad SAW. Oleh K.H Ahmad
Dahlan dimaksudkan agar Muhammadiyah ini dapat
menggerakkan umat Islam untuk mengikuti gerak-gerik
Rasulullah SAW. Baik soal-soal yang berhubungan dengan
kehidupan maupun soal-soal yang berhubungan dengan
peribadatan.4
Muhammadiyah sebagai gerakan pembaharuan Islam di
Indonesia lahir atas dorongan kondisi-kondisi dan
situasi yang mengitari dunia Islam di Indonesia pada
awal abad ke-20 yang mencakup antara lain kondisi
sosial-politik, kultural dan keagamaan. Dalam
memperbincangkan faktor- faktor yang melatarbelakangi
lahirnya gerakan pembaharuan Muhammadiyah, diperoleh
banyak teori atau persepsi yang bermunculan, antara
lain, seperti yang dikemukakan Alwi Shihab bahwa ada
empat teori yang bisa dijelaskan sebagai latar belakang
yang mendorong lahirnya Muhammadiyah.5
Pertama, teori faktor gagasan pembaharuan Islam di
Timur Tengah. Menurut teori ini, selama paruh akhir4 AR Fachruddin, 2009, Mengenal dan Menjadi Muhammadiyah, Malang: UMMPress, hal:7. 5 Alwi Shihab, 1998, Membendung Arus: Respon Gerakan Muhammadiyah terhadap Penetrasi Misi Kristen di Indonesia, Bandung: Mizan, hal:127.
6
abad ke-19, gagasan pembaharuan Islam yang tengah
berkembang di beberapa negara Timur Tengah mulai
diperkenalkan di Indonesia baik secara langsung oleh
para jama’ah haji yang menyampaikan kepada mereka
secara lisan maupun secara tidak langsung melalui
berbagai penerbitan dan jurnal yang tersebar di
kalangan kaum Muslim santri Indonesia.
Pada pergantian abad, gagasan pembaharuan yang
dikembangkan oleh Jamal Al-Din Al-Afghani (w. 1897),
Syaikh Muhammad Abduh (w. 1905) dan penerusnya Muhammad
Rasyid Ridha (w. 1935) mulai mendapat tempat di
kalangan masyarakat Muslim Indonesia. Menurut Shihab,
akar-akar pembaharuan Islam di Indonesia secara
historis dapat dilacak ke tahun-tahun pertama abad ke-
19. Data sejarah yang ada menunjukkan bahwa gagasan
pembaharuan Islam yang berasal dari luar wilayah
geografis Indonesia telah memberi pengaruh besar di
Indonesia.
Kedua, teori faktor pembaharuan Muhammad Abduh.
Menurut teori ini, gerakan pembaharuan yang dipimpin
Jamal al-Afghani dan Muhammad Abduh yang tumbuh di Jawa
Tengah pada akhir abad ke-19, merupakan kelanjutan
logis gerakan awal pembaharuan Wahabiyah. Dari dua
tokoh pembaharu tersebut, sebagian kalangan meyakini
bahwa gagasan pembaharuan Abduh lebih besar dan
bertahan lama pengaruhnya terhadap lahir dan
berkembangnya Muhammadiyah.
7
Kecenderungan Muhammadiyah menerima gagasan-gagasan
dan metode modern, pandangannya tentang politik dan
wataknya yang tidak bersikap oposisional terhadap
kemapanan menunjukkan keterpengaruhannya, setidaknya
peniruannya yang simpatik, oleh gagasan-gagasan
Muhammad Abduh. Selain itu, hal yang menguatkan teori
ini adalah bahwa baik gagasan pembaharuan Abduh maupun
gerakan Muhammadiyah pada dasarnya bersifat keagamaan,
karena keduanya berakar dalam al-Qur’an dan as-Sunnah.
Keduanya juga menggalakkan gagasan dibukanya kembali
pintu ijtihad dan mengecam taqlid. Ditambah lagi, keduanya
sama-sama menjadikan pandangan-pandangan Ibn Taymiyyah
sebagai sumber utama rujukan mereka.
Ketiga, teori faktor pertentangan internal dalam
masyarakat Jawa. Dalam teori ini dikemukakan bahwa
kelahiran muhammadiyah tidak lebih dari suatu akibat
adanya proses pertentangan yang panjang dan berlangsung
perlahan antara dua kelompok besar dalam masyarakat
Jawa, yakni kaum priayi di satu pihak dan kaum santri
di pihak lain. Kaum priayi adalah kelompok Muslim yang
dangkal tingkat komitmen keislamannya, sedangkan kaum
santri merupakan kelompok Muslim yang sangat taat dan
tinggi komitmen keislamannya. Hubungan antara kedua
kelompok Muslim ini meliputi baik konfrontasi yang
keras maupun kolaborasi yang saling menguntungkan. Akan
tetapi, pola hubungan yang dominan adalah
8
kesalahpahaman dan rasa saling tidak percaya di antara
kedua belah pihak.
Dalam sejarahnya, Yogyakarta- dimana K.H. Ahmad
Dahlan dilahirkan dan mendirikan Muhammadiyah, adalah
pusat kerajaan Mataram. Sebagai keturunan kaum Muslim
santri, beliau lahir dan tumbuh di lingkungan yang
relijius tempat ortodoksi Islam tengah menghadapi
ancaman serius Jawa-Hindu. Saat berdiri Budi Otomo,
K.H. Ahmad Dahlan menyaksikan kuatnya Islam sinkretis
melalui kebangkitan kebudayaan priayi. Kendatipun K.H.
Ahmad Dahlan adalah anggota Budi Otomo di satu sisi dan
sebagai elite kraton Yogyakarta di sisi lain, namun
beliau merasa ditantang oleh berkembangnya kebudayaan
Hindu-Islam. Semangat keagamaan Ahmad Dahlan tergugah
untuk bertindak segera melawan gelombang ini. Bentuk
perlawanannya adalah dengan mendirikan sebuah
organisasi atau gerakan dakwah yang membebaskan Islam
Jawa dari campuran adat dan kepercayaan lokal, yang
kemudian diberi nama Muhammadiyah.
Dengan demikian, bagi pendukung teori ini, lahirnya
Muhammadiyah merupakan respon logis terhadap
“ketidakmurnian” yang telah lama berakar dalam
masyarakat, yang ditumbuhkan oleh kebudayaan priayi
semenjak zaman Mataram. Untuk itu mengapa Muhammadiyah
lebih dikenal dan menonjol sebagai gerakan pemurnian
daripada gerakan modernisasi. Muhammadiyah tampil untuk
menyaring dan membersihkan Islam di Indonesia dari
9
pengaruh tradisi kebudayaan Jawa kalangan priayi dan
abangan. Lahirnya Muhammadiyah, dalam konteks ini,
merupakan ekspresi lain dari pertentangan terus-menerus
dalam masyarakat Jawa.
Namun demikian, teori ini tidak sepenuhnya benar
tanpa perkecualian. Salah satu perkecualian tersebut
adalah sebuah fakta bahwa hubungan Muhammadiyah dengan
kaum priayi, khususnya yang bergabung dalam Budi
Oetomo, pernah mengalami kemesraan dan keeratan.
Bahkan, kongres Boedi Oetomo tahun 1917 diselenggarakan
di rumah K.H. Ahmad Dahlan, Kauman Yogyakarta, sang
ketua Persyarikatan Muhammadiyah yang juga terdaftar
sebagai anggota Budi Oetomo. Peristiwa ini juga dicatat
oleh sejarah betapa partisipasi Muhammadiyah terhadap
semangat kebangsaan melalui organisasi Budi Oetomo
tersebut.6
Dan keempat, teori faktor penetrasi Kristen. Teori
ini menyatakan bahwa perkembangan kegiatan misi Kristen
di Jawa merupakan faktor menentukan yang menyebabkan
lahirnya Muhammadiyah. Dalam konteks ini, berdirinya
Muhammadiyah adalah perkembangan logis dalam menghadapi
kegiatan misis Kristen yang diberi dukungan dan
kekuatan luar biasa oleh para penguasa kolonial
Belanda. Muhammadiyah didirikan untuk menawarkan diri
sebagai suatu cara mempertahankan diri dari pengaruh
misi Kristen, yang saat itu kaum Muslim Indonesia telah
6 Abdul Munir Mulkan, 1990, Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan Dan MuhammadiyahDalam Perspektif Perubahan Sosial, Jakarta: Bumi Aksara, hal:21.
10
merasakan adanya tantangan dari misi Kristen yang harus
mereka hadapi dan lawan dengan segala cara jika ingin
menjaga keutuhan agama mereka dan gererasi Muslim
mendatang.
Kesadaran dan resistensi atas bahaya kristenisasi
ini sengaja ditumbuhkan oleh pendiri Muhammadiyah, K.H.
Ahmad Dahlan. Dalam suatu pernyataannya, Dahlan
mengingatkan kaum Muslim bahwa apabila mereka tidak
bertindak segera dan membiarkan situasi dewasa ini
terus berlangsung tanpa melakukan tindakan apapun, maka
situasinya akan makin memburuk dan hal itu tidak akan
bisa diperbaiki nantinya. K.H. Ahmad Dahlan juga
mengingatkan bahwa meskipun Islam tidak akan pernah
lenyap dari muka bumi, kemungkinan Islam lenyap di
Indonesia tetap terbuka.
B. Pemikiran Gerakan Muhammadiyah
Dalam menghadapi tantangan-tantangan yang muncul
sebagai dampak dari perkembangan dan perubahan ruang
dan waktu, Muhammadiyah memilki sejumlah prinsip
fundamental yang bersifat ideologis. Pemikiran
ideologis Muhammadiyah diyakini akan digunakan untuk
membangun kekuatan umat atau warga menjadi pilar
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Pemikiran
ideologis juga diyakini dapat menjadi salah satu
alternatif utama ketika harus berhadapan dengan sistem
11
ideologi lain yang berseberangan dengan misi dan
kepentingan Islam maupun Muhammadiyah.
Sejumlah prinsip fundamental ideologis tersebut,
menurut Haedar Nashir adalah:
Pertama, Muhammadiyah merupakan gerakan Islam yang
meyakini dengan sepenuh hati bahwa Islam sebagai satu-
satunya agama Allah yang benar, yang mendasarkan
keyakinannya itu pada Tauhid yang murni dan bersumber
pada al-Qur’an dan Sunnah Nabi, dan mengemban misi
risalah Islam itu untuk menegakkan dan membangun
kehidupan yang membawa pada keselamatan serta
kebahagiaan hidup untuk manusia di dunia dan akhirat.
Kedua, Muhammadiyah sebagai gerakan Islam
mempunyai maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung
agama Islam melalui sistem dakwah dan organisasi untuk
terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya,
yakni masyarakat utama yang diridhlai Allah SWT dalam
wujud Khaira Ummah dan Baldatun Thayyibah wa Rabbun Ghafur.
Ketiga, Muhammadiyah sebagai gerakan Islam dalam
mencapai maksud, tujuan, dan cita-citanya diwujudkan
dan diaktualisasikan dengan jalan melaksanakan dakwah
Islam yang membawa seruan untuk beriman, amar ma’ruf,
dan nahi munkar yang berwatak tajdid baik yang bersifat
pemurnian, (purivikasi, revivalisasi) maupun
pembaharuan (reformasi, dinamisasi, transformasi).
12
Keempat, Muhammadiyah sebagai gerakan Islam dalam
membangun kehidupan yang dicita-citakan, yakni
membentuk masyarakat Islam-masyarakat utama yang Khaira
Ummah, senantiasa mendasarkan diri pada pandangan
dunia yang memiliki orientasi hablumminallah dan
hablumminannas secara integratif baik dalam lingkup
kehidupan pribadi, keluarga, maupun masyarakat melalui
usaha-usaha dakwah yang menyeluruh di berbagai bidang
kehidupan.
Kelima, Muhammadiyah sebagai gerakan Islam di
Indonesia senantiasa menyadari dan mengindahkan
keberadaan hidup masyarakat dan bangsa serta negara
Indonesia dengan tekad mengemban misi Dakwah Islam
untuk kemajuan dan keselamatan hidup umat dan
masyarakat di dunia dan akhirat.
Keenam, pencapaian tujuan Muhammadiyah dilakukan
secara terus-menerus dan ditempuh melalui sistem
organisasi yang merupakan satu teori dan strategi
gerakan yang utuh dan solid yang didukung oleh sarana
dan prasarana sebagai alat dakwah yang harus
diselenggarakan dengan seksama dan niscaya.
Ketujuh, pencapaian tujuan dengan sistem organisasi
bagi Muhammadiyah hanya akan berhasil jika mampu
melakukan pembinaan anggota sebagai subjek dakwah
secara teorganisasi yang membentuk satu-kesatuan jama’ah
13
(komunitas) dan jam’iyah (organisasi) di bawah imamah
(kepemimpinan) yang kokoh.
Kedelapan, dengan sistem gerakan yang teorganisasi
secara permanen dan memiliki nilai-nilai fundamental
ini, Muhammadiyah senantiasa menjunjung tinggi ukhuwah
Islamiyah dan Ishlah dengan tetap istiqamah dalam
menunaikan dakwah untuk terciptanya rahmatan lil’alamin
dalam kehidupan umat, masyarakat, bangsa, dan dunia
kemanusiaan.
Beberapa hal dalam pemikiran ideologis ini,
seringkali dapat membawa Muhammadiyah lebih sering
mengekspresikan sikap dan perilaku yang lebih tertutup
dalam berhubungan dengan kepentingan-kepentingan
kelompok agama lain. Ekspresi semacam ini biasanya
terjadi pada hal-hal tertentu, terutama ketika
dipandang menyentuh rasa keberagaman umat Islam, dan
umat Muhammadiyah khususnya.7
Pemikiran Muhammadiyah:
1) Aqidah
Dari berbagai penelitian tentang K.H Ahmad dahlan
hampir semuanya sepakat bahwa pemikirannya tidak
dapat dipisahkan dari ide-ide pembaharuan, seperti
Ibnu Taimiyyah, Ibnul Qoyyim, Muhammad bin Abdul
Wahhab, Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh dan
7 Haedar Nashir, 2001, Ideologi Gerakan Muhammadiyah, Bandung: Remaja Rosdakarya, hal: 84.
14
Rasyid Ridlo yang menolak ajaran-ajaran yang tidak
ada sunnahnya dari rasulullah (bid’ah), tahayul dan
khurofat.8
Selain itu, salah satu doktrin lain yang amat
melekat di Muhammadiyah adalah tentang amar ma’ruf
nahi munkar. Amar ma’ruf nahi munkar merupakan
ungkapan terpenting dalam lingkungan Muhammadiyah.
Awalnya gagasan ini hanya seputar masalah agama,
namun berkembang luas ke berbagai permasalahan umat
seperti politik, pendidikan, sosial, budaya dan
lainnya. Dalam upaya mencegah dari kemungkaran, yang
paling tampak adalah upaya mencegah kemungkaran
dalam bentuk TBC (tahayul, bid’ah dan churofat).
Dan konsep terakhir yang merupakan hal penting
dalam Muhammadiyah adalah “menjadi muslim kaffah”
berdasarkan Q.S Al-Baqoroh: 208. Gagasan ini secara
ideal diimplementasikan dalam dua cara yang luas.
Yang pertama adalah melalui implementasi syariat
Islam di semua aktivitas dan lingkungan dan kedua
melalui pelayanan masyarakat yang semata-mata
didasarkan pada al-Qur’an dan sunnah nabi.
Dapat dikelompokkan bahwa pandangan keagamaan
Muhammadiyah didasarkan pada beberapa aspek. Yaitu
ijtihad, tajdid dan jihad. Aspek pertama adalah
ijtihad, secara literal ijtihad didefinisikan
berusaha sekuat tenaga, mengerahkan tenaga, usaha
8 Suadi Asyari, 2009, Nalar politik NU dan Muhammadiyah, Yogyakarta : LKiS, hal. 44-45
15
keras atau memaksimalkan diri. Dalam ilmu fiqh, para
ahli mendefinisikan ijthad adalah usaha maksimal yang
dilakukan oleh ahli fiqh, untuk menguasai dan
menerapkan prinsip-prinsip dan aturan ushul fiqh
(legal theory) yang bertujuan untuk menyingkap hukum
Allah. Di Muhammadiyah ijtihad bisa dijalankan secara
kolektif atau individu dan bagi yang tidak mampu
melakukannya ber-ittiba’, yakni menerima atau
mengakui fatwa seseorang dengan syarat mengetahui
prinsip-prinsip yang mendasari fatwa tersebut.
Aspek kedua adalah tajdid (kebangkitan, reformasi)
yang merujuk pada hadist “ innallaha yab’atsu
hazhiihi al-umma ‘ala ra’si kulli mi’a sana man
yujaddid laha amr diniha” (sesungguhnya Allah
mengutus pada umat ini setiap seratus orang yang akan
memperbarui agama mereka). Tadjid di Muhammadiyah
mempunyai dua definisi, pertama adalah pemurnian yang
yang meliputi pemahaman, internalisasi. Pemurnian
aqidah dan membersihkan pribadi dari hawa nafsu yang
hanya mengikuti kebiasaan yang ada pada diri sendiri,
dalam keluarga, dan dalam masyarakat. Karena
kebiasaan itu tidak sesuai dengan al-Qur’an dan
Sunnah, maka harus ditinggalkan dan kembali pada al-
Qur’an dan Sunnah. Dan penerapan hal-hal yang sudah
tetap dalam Islam seperti otentitas al-Qur’an, hadits
shahih, teologi Islam, ibadah, etika Islam, dan
hubungan sosial. Dan yang kedua adalah modernisasi
16
dalam hal-hal yang tunduk pada perubahan seperti
sistem organisasi, pengembangan model-model
pendidikan dan sebagainya.
Aspek ketiga adalah jihad yang secara literal
berarti “berusaha keras”. Atau “berjuang”. Menurut
Muhammadiyah jihad sebagai sebuah kewajiban dapat
dilakukan dengan empat cara: dengan hati, dengan
lisan, dengan pikiran, dan dengan pedang. Akan tetapi
Muhammadiyah menekankan pentingnya berinfak di jalan
Allah.
2) Fiqh ibadah
Karena Muhammadiyah menganut paham purifikasi
(pemurnian), maka dalam kegiatan beribadah pun
Muhammadiyah meninggalkan segala bentuk amal ibadah
yang tidak ada tuntunannya dari rasulullah serta
tidak sesuai dengan pemahaman salaf, seperti niat
shalat yang dilafadzkan, adzan 2x pada shalat Jum’at,
mewajibkan Qunut, Witir, Shalat tarawih 23 rakaat,
dzikir dengan suara keras, penentuan awal ramadhan
dan 1 syawal, tawasul, tahlil dan makruhnya hukum
rokok.
Berikut sikap Muhammadiyah terhadap hal tersebut:
a) Niat shalat: Muhammadiyah berpendapat bahwa niat
sholat itu di hati, tidak perlu diucapkan.
b) Shalat Jum’at: Shalat Jum’at biasanya diadakan
dengan 1x adzan tanpa adanya ma’ashiral.
17
c) Qunut Shubuh, witir: Muhammadiyah berpendapat
qunut Shubuh bukan merupakan sesuatu yang
disunnahkan atau yang diwajibkan. Muhammadiyah
berpendapat bahwa Qunut Shubuh dan Witir bukan
suatu amalan sunnah.
d) Shalat Tarawih: mengenai Shalat Tarawih
Muhammadiyah berpendapat dikerjakan 8 raka’at di
tambah witir 3 raka’at.
e) Dzikir dengan suara keras: dzikir ba’da shalat
menurut Muhammadiyah dilakukan sendiri-sendiri
dengan suara rendah.
f) Penentuan awal Ramadhan dan 1 Syawal:
Muhammadiyah menggunakan metode hisab
(perhitungan tanggal melalui ilmu astronomi).
g) Tawassul: Muhammadiyah menganggap bahwa berdoa
melalui perantara atau dengan ber-tawassul
adalah tidak boleh hukumnya.
h) Tahlilan: Muhammadiyah tidak membolehkannya,
disebabkan ada unsur-unsur bid’ah di dalamnya.
Esensi pokok tahlilan orang meninggal dunia
sebagai perbuatan bid’ah bukan terletak pada
membaca kalimat la ilaha illallah, melainkan
pada hal pokok yang menyertai tahlil, yaitu:
mengirimkan bacaan ayat-ayat al-Qur’an kepada
jenazah atau hadiah pahala kepada orang yang
meninggal. Bacaan tahlil yang memakai pola
18
tertentu dan dikaitkan dengan peristiwa
tertentu.
Pergerakan
- Sosial dakwah
Dalam rangka amal usaha Muhammadiyah dalam bidang
sosial, Muhammadiyah membuat Majelis Kesehatan Umum,
Majelis Pembina Kesehatan Umum, Majelis Wakaf dan
Kehartabendaan, Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan,
Majelis Hukum dan HAM, Majelis Pelayanan Sosial dan
Majelis Lingkungan Hidup.
Sedangkan dalam kegiatan dalam kegiatan dakwah,
Muhammadiyah memiliki Majelis Tabligh, Majelis Tarjih
dan Tajdid.
Bentuk gerakan nyatanya diantaranya adalah: panti
asuhan, panti jompo, asuhan keluarga, rehabilitasi
cacat, bank perkreditan rakyat, baitul mal wat tanwil,
koperasi, balai pertemuan, rumah sakit umum, rumah
sakit bersalin, balai pengobatan ibu dan anak dan
poliklinik.
- Pendidikan
Dalam dunia pendidikan, Muhammadiyah telah
melakukan aktifitasnya dalam bentuk mendirikan
madrasah-madrasah dan pesantren dengan memasukkan
kurikulum pendidikan dan pengajaran ilmu pengetahuan
19
umum dan modern, mendirikan sekolah-sekolah umum dengan
memasukkan kurikulum keislaman dan kemuhammadiyahan.
Lembaga pendidikan yang didirikan di atas dikelola
dalam bentuk amal usaha dengan penyelenggaranya
dibentuk sebuah majelis dengan nama Majelis Pendidikan
Dasar dan Menengah, serta majelis pendidikan tinggi
secara vertikal mulai dari Pimpinan Pusat sampai ke
tingkat Pimpinan cabang.
Dengan visi pendidikannya yaitu, tertatanya
manajemen dan jaringan pendidikan yang efektif sebagai
gerakan Islam yang maju, professional dan modern serta
untuk meletakkan landasan yang kokoh bagi peningkatan
kualitas pendidikan Muhammadiyah.
Misi-misi yang akan dilaksanakan adalah:
a) Menegakkan keyakinan Tauhid yang murni
b) Menyebarluaskan ajaran Islam yang bersumber kepada
al-Qur’an da As-Sunnah
c) Mewujudkan amal Islami dalam kehidupan pribadi,
keluarga dan masyarakat
d) Menjadikan lembaga pendidikan Muhammadiyah sebagai
pusat pendidikan, dakwah dan pengkaderan.
Dalam menggerakkan di bidang organisasi pelajar,
Muhammadiyah memiliki Ikatan Pelajar Muhammadiyah
(IPM), berdiri 18 Juli 1961, hampir setengah abad
setelah Muhammadiyah berdiri. Namun demikian, latar
belakang berdirinya IPM tidak terlepas kaitannya dengan
latar belakang berdirinya Muhammadiyah sebagai gerakan
20
dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar yang ingin
melakukan pemurnian terhadap pengamalan ajaran Islam,
sekaligus sebagai salah satu konsekuensi dari banyaknya
sekolah yang merupakan amal usaha Muhammadiyah untuk
membina dan mendidik kader. Oleh karena itulah
dirasakan perlu hadirnya IPM sebagai organisasi para
pelajar yang terpanggil kepada misi Muhammadiyah dan
ingin tampil sebagai pelopor, pelangsung penyempurna
perjuangan Muhammadiyah.
Ikatan Pelajar Muhammadiyah telah menjangkau
seluruh wilayah Indonesia, dengan 32 Pimpinan wilayah.
355 Pimpinan daerah, dan sejumlah Pimpinan cabang serta
Pimpinan ranting IPM di semua sekolah Muhammadiyah
tingkat SLTP dan SLTA. Gerakan-gerakan nyata yang
dilakukan IPM adalah: Pengajian Islam Rutin (PIR),
sekolah kader, Gerakan Iqra, Gerakan Budaya Tanding,
Gerakan Kewirausahaan, dan Gerakan Advokasi Pelajar.
3) Politik
Muhammadiyah tidak berafiliasi dan tidak mempunyai
hubungan organisatoris dengan kekuatan-kekuatan politik
atau organisasi manapun termasuk dengan PAN (Partai
Amanat Nasional) yang didirikan oleh mantan ketua umum
Muhammadiyah, Amien Rais. Muhammadiyah senantiasa
mengembangkan sikap positif dalam memandang perjuangan
politik dan menjalankan fungsi kritik sesuai dengan
21
prinsip amar ma’ruf nahi munkar demi tegaknya sistem
politik kenegaraan yang demokratis dan berkeadaban.
Muhammadiyah memberikan kebebasan kepada setiap
anggota persyarikatan untuk menggunakan hak pilihnya
dalam kehidupan politik sesuai hati nurani masing-
masing. Penggunaan hak pilih tersebut harus merupakan
tanggungjawab sebagai warga negara yang dilaksanakan
secara rasional dan kritis, sejalan dengan misi dan
kepentingan Muhammadiyah, demi kemaslahatan bangsa dan
negara.9
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1) Muhammadiyah sebagai gerakan pembaharuan Islam di
Indonesia lahir atas dorongan kondisi-kondisi dan
situasi yang mengitari dunia Islam di Indonesia pada
awal abad ke-20 yang mencakup antara lain kondisi
sosial-politik, kultural dan keagamaan.
9 http://dhezun-notes.blogspot.com/2013/02/muhammadiyah-sejarah-pemikiran-dan.html, diakses senin, 22-12-2014 pukul: 13.50.
22
2) Sejumlah prinsip fundamental ideologis
Muhammadiyah: Pertama, Muhammadiyah merupakan gerakan
Islam yang meyakini dengan sepenuh hati bahwa Islam
sebagai satu-satunya agama Allah yang benar, yang
mendasarkan keyakinannya itu pada Tauhid yang murni
dan bersumber pada al-Qur’an dan Sunnah Nabi, Kedua,
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam mempunyai maksud
dan tujuan menegakkan dan menjunjung agama Islam
melalui sistem dakwah dan organisasi untuk
terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya,
Ketiga, Muhammadiyah sebagai gerakan Islam dalam
mencapai maksud, tujuan, dan cita-citanya diwujudkan
dan diaktualisasikan dengan jalan melaksanakan dakwah
Islam yang membawa seruan untuk beriman, amar ma’ruf,
dan nahi munkar yang berwatak tajdid baik yang
bersifat pemurnian, (purivikasi, revivalisasi) maupun
pembaharuan (reformasi, dinamisasi, transformasi).
23
Daftar Pustaka
Asyari, Suadi. 2009. Nalar politik NU dan Muhammadiyah.
Yogyakarta : LKiS.
Fachruddin, AR. 2009. Mengenal dan Menjadi
Muhammadiyah. Malang: UMM Press.
Kurniawan, Syamsul dan Erwin Mahrus. 2011. Jejak
Pemikiran Tokoh Pendidian Islam. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Mulkan, Abdul Munir. 1990. Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan
Dan Muhammadiyah Dalam Perspektif Perubahan Sosial. Jakarta:
Bumi Aksara.
Nashir, Haedar. 2001. Ideologi Gerakan Muhammadiyah.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Shihab, Alwi. 1998. Membendung Arus: Respon Gerakan
Muhammadiyah terhadap Penetrasi Misi Kristen di Indonesia.
Bandung: Mizan.
Suwarno. 2010. Relasi Muhammadiyah, Islam dan Negara.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
http://dhezun-notes.blogspot.com/2013/02/
muhammadiyah-sejarah-pemikiran-dan.html, diakses senin,
22-12-2014 pukul: 13.50.
24