25
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Latar belakang kemunculan gerakan pembaharuan Islam modern pada akhir abad 19 dan awal abad 20 M, dapat diruntut dari dua faktor, yakni faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah berupa krisis dibidang keagamaan, sosial politik, dan ilmu pengetahuan. Faktor eksternal terutama berkaitan dengan kemajuan bangsa-bangsa Barat dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta idustrialisasi sejak abad 16 hingga 19 M, yang mana bangsa-bangsa Muslim tidak mampu menandingi mereka. Tindak lanjut dari kemajuan tersebut adalah imperialisme dan kolonialisme modern yang dilancarkan oleh bangsa-bangsa Barat sejak abad 19 hingga abad 20 M. Gerakan pembaharuan Islam modern berkembang di beberapa wilayah umat Muslim seperti Turki, Mesir, anak benua India (India dan Pakistan), serta Iran. Pemikiran dari para tokoh pembaharu Islam tersebut mempunyai pengaruh yang tidak kecil di Indonesia. Seperti lahirnya organisasi Muhammadiyah. Dalam pengamatan Mukti Ali, program awal Muhammadiyah sangat mirip dengan empat gagasan pokok Syeikh Muhammad Abduh. Ada 1

Pemikiran Muhammadiyah

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Latar belakang kemunculan gerakan pembaharuan

Islam modern pada akhir abad 19 dan awal abad 20 M,

dapat diruntut dari dua faktor, yakni faktor internal

dan eksternal. Faktor internal adalah berupa krisis

dibidang keagamaan, sosial politik, dan ilmu

pengetahuan. Faktor eksternal terutama berkaitan dengan

kemajuan bangsa-bangsa Barat dalam perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi serta idustrialisasi sejak

abad 16 hingga 19 M, yang mana bangsa-bangsa Muslim

tidak mampu menandingi mereka. Tindak lanjut dari

kemajuan tersebut adalah imperialisme dan kolonialisme

modern yang dilancarkan oleh bangsa-bangsa Barat sejak

abad 19 hingga abad 20 M.

Gerakan pembaharuan Islam modern berkembang di

beberapa wilayah umat Muslim seperti Turki, Mesir, anak

benua India (India dan Pakistan), serta Iran. Pemikiran

dari para tokoh pembaharu Islam tersebut mempunyai

pengaruh yang tidak kecil di Indonesia. Seperti

lahirnya organisasi Muhammadiyah. Dalam pengamatan

Mukti Ali, program awal Muhammadiyah sangat mirip

dengan empat gagasan pokok Syeikh Muhammad Abduh. Ada

1

lima program awal Muhammadiyah yang sangat mirip,

yakni: (1) membersihkan Islam di Indonesia dari

pengaruh kebiasaan yang bukan Islam, (2) merumuskan

kembali doktrin agama Islam yang disesuaikan dengan

alam pikiran modern, (3) pembaharuan ajaran dan

pendidikan Islam, (4) mempertahankan Islam dari

pengaruh dan serangan-serangan dari luar, serta (5)

melepaskan Indonesia dari belenggu penjajahan.

Muhammadiyah yang didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan

merupakan bagian dan sekaligus mata rantai dari gerakan

para tokoh pembaharu Islam, baik yang pra-modern maupun

yang modern. Disamping itu, komitmen Muhammadiyah untuk

menegakkan dakwah amar ma’ruf nahi munkar dengan

landasan Al-qur’an dan As-sunnah, serta kontribusinya

yang telah diberikan kepada umat Islam dan bangsa

Indonesia ini telah membuktikan posisi Muhammadiyah

sebagai salah satu gerakan pembaharuan Islam modern

yang paling berpengaruh, tidak hanya di Indonesia,

tetapi juga di Dunia Islam. 1

Oleh karena itu, dari pemaparan ringkas di atas,

penulis akan menjelaskan ranah histori dan pemikiran

dari gerakan Muhammadiyah.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan

rumusan masalah sebagai berikut:1 Suwarno, 2010, Relasi Muhammadiyah, Islam dan Negara, Yogyakarta:Pustaka Pelajar, hal:4-18.

2

1. Bagaimana sejarah lahirnya gerakan Muhammadiyah?

2. Bagaimana pemikiran dari gerakan Muhammadiyah?

C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dirumuskan

tujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui sejarah lahirnya gerakan

Muhammadiyah.

2. Untuk mengetahui pemikiran dari gerakan

Muhammadiyah.

BAB II

PEMBAHASAN

3

A. Sejarah lahirnya Muhammadiyah

Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan

(1868-1923) pada 8 Dzulhijjah 1332 H atau 18 November

1912 M di Kauman Yogyakarta. Tokoh pendiri Muhammadiyah

yang bernama kecil Muhammad Darwis ini berasal dari

keluarga bangsawan keagamaan. Ayahnya yang bernama K.H.

Abu Bakar ibn K.H. Sulaiman, menjabat sebagai khatib,

jabatan abdi dalem urusan agama yang bertanggung jawab

atas penyelenggaraan shalat Jum’at di Masjid Agung

Kasultanan Yogyakarta (Peacock,1983:13).2 Ibunya adalah

putri dari Haji Ibrahim, yaitu seorang pejabat peghulu

kesultanan.

Semasa kecilnya, K.H. Ahmad Dahlan tidak belajar di

sekolah formal, hal ini karena sikap orang-orang Islam

pada waktu itu yang melarang anak-anak memasuki sekolah

gubernamen. Sebagai gantinya, K.H. Ahmad Dahlan diasuh

dan dididik mengaji oleh ayahnya sendiri. Kemudian

beliau meneruskan pelajaran mengaji tafsir dan hadis

serta Bahasa Arab dan fiqh kepada beberapa ulama,

misalnya K.H. Muhammad Saleh, K.H. Muhsin, K.H.R.

Dahlan, K.H. Mahfudz, Syaikh Khayyat Sattokh, Syaikh

Amin, dan Sayyid Bakri. Dalam usia relatif muda, beliau

telah mampu menguasai berbagai disiplin ilmu keislaman.

Ketajaman intelektualitasnya yang tinggi membuat K.H.

Ahmad Dahlan selalu merasa tidak puas dengan disiplin

2 Suwarno, 2010, Relasi Muhammadiyah, Islam dan Negara, Yogyakarta:Pustaka Pelajar, hal:13.

4

ilmu yang telah dipelajarinya dan terus berupaya untuk

lebih mendalaminya.

Pada tahun 1888, ayah K.H. Ahmad Dahlan memintanya

untuk menunaikan ibadah haji. Beliau bermukim di Makkah

selama 5 tahun untuk menuntut ilmu agama Islam, seperti

qiraah, fiqh, tasawuf, ilmu mantiq, dan ilmu falaq.

Sekembali ke kampungnya beliau berganti nama menjadi

Haji Ahmad Dahlan. Pada 1903, ia berkesempatan kembali

ke Makkah untuk memperdalam ilmu agama Islam selama

tiga tahun. Kali ini beliau banyak belajar bersama

Syaikh Akhmad khatib Al-Minangkabawi. K.H. Ahmad Dahlan

juga tertarik pada pemikiran Ibn Taimiyah, Jamaluddin

Al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Muhammad Rasyid Ridha.

Diantara kitab tafsir yang menarik hatinya adalah Tafsir

al-Manar. Dari tafsir ini ia mendapatkan inspirasi untuk

mengadakan perbaikan dan pembaharuan umat Islam di

Indonesia.

Sebelum mendirikan organisasi Muhammmadiyah, K.H.

Ahmad Dahlan menjadi tenaga pengajar agama di

kampungnya. Disamping itu, ia juga mengajar di sekolah

negeri, seperti Kweeksschool (sekolah pendidikan guru)

di Jetis, Yogyakarta dan Opleiding School Voor

Inlandhsche Ambtenaren (OSVIA, sekolah untuk pegawai

pribumi) di Magelang. Sambil mengajar, beliau juga

berdagang dan bertabligh.3

3 Syamsul Kurniawan dan Erwin Mahrus, 2011, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidian Islam, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

5

Pemberian nama Muhammadiyah berasal dari istilah

bahasa Arab. Berasal dari kata-kata “Muhammad” kemudian

mendapat tambahan kata “iyyah”. Iyyah itu menurut tata

bahasa Arab (Nahwu) bernama ya’ nisby, artinya untuk

menjeniskan. Jadi Muhammadiyah berarti sejenis dari

Muhammad. Tegasnya golongan-golongan yang berkemauan

mengikuti Sunnah nabi Muhammad SAW. Oleh K.H Ahmad

Dahlan dimaksudkan agar Muhammadiyah ini dapat

menggerakkan umat Islam untuk mengikuti gerak-gerik

Rasulullah SAW. Baik soal-soal yang berhubungan dengan

kehidupan maupun soal-soal yang berhubungan dengan

peribadatan.4

Muhammadiyah sebagai gerakan pembaharuan Islam di

Indonesia lahir atas dorongan kondisi-kondisi dan

situasi yang mengitari dunia Islam di Indonesia pada

awal abad ke-20 yang mencakup antara lain kondisi

sosial-politik, kultural dan keagamaan. Dalam

memperbincangkan faktor- faktor yang melatarbelakangi

lahirnya gerakan pembaharuan Muhammadiyah, diperoleh

banyak teori atau persepsi yang bermunculan, antara

lain, seperti yang dikemukakan Alwi Shihab bahwa ada

empat teori yang bisa dijelaskan sebagai latar belakang

yang mendorong lahirnya Muhammadiyah.5

Pertama, teori faktor gagasan pembaharuan Islam di

Timur Tengah. Menurut teori ini, selama paruh akhir4 AR Fachruddin, 2009, Mengenal dan Menjadi Muhammadiyah, Malang: UMMPress, hal:7. 5 Alwi Shihab, 1998, Membendung Arus: Respon Gerakan Muhammadiyah terhadap Penetrasi Misi Kristen di Indonesia, Bandung: Mizan, hal:127.

6

abad ke-19, gagasan pembaharuan Islam yang tengah

berkembang di beberapa negara Timur Tengah mulai

diperkenalkan di Indonesia baik secara langsung oleh

para jama’ah haji yang menyampaikan kepada mereka

secara lisan maupun secara tidak langsung melalui

berbagai penerbitan dan jurnal yang tersebar di

kalangan kaum Muslim santri Indonesia.

Pada pergantian abad, gagasan pembaharuan yang

dikembangkan oleh Jamal Al-Din Al-Afghani (w. 1897),

Syaikh Muhammad Abduh (w. 1905) dan penerusnya Muhammad

Rasyid Ridha (w. 1935) mulai mendapat tempat di

kalangan masyarakat Muslim Indonesia. Menurut Shihab,

akar-akar pembaharuan Islam di Indonesia secara

historis dapat dilacak ke tahun-tahun pertama abad ke-

19. Data sejarah yang ada menunjukkan bahwa gagasan

pembaharuan Islam yang berasal dari luar wilayah

geografis Indonesia telah memberi pengaruh besar di

Indonesia.

Kedua, teori faktor pembaharuan Muhammad Abduh.

Menurut teori ini, gerakan pembaharuan yang dipimpin

Jamal al-Afghani dan Muhammad Abduh yang tumbuh di Jawa

Tengah pada akhir abad ke-19, merupakan kelanjutan

logis gerakan awal pembaharuan Wahabiyah. Dari dua

tokoh pembaharu tersebut, sebagian kalangan meyakini

bahwa gagasan pembaharuan Abduh lebih besar dan

bertahan lama pengaruhnya terhadap lahir dan

berkembangnya Muhammadiyah.

7

Kecenderungan Muhammadiyah menerima gagasan-gagasan

dan metode modern, pandangannya tentang politik dan

wataknya yang tidak bersikap oposisional terhadap

kemapanan menunjukkan keterpengaruhannya, setidaknya

peniruannya yang simpatik, oleh gagasan-gagasan

Muhammad Abduh. Selain itu, hal yang menguatkan teori

ini adalah bahwa baik gagasan pembaharuan Abduh maupun

gerakan Muhammadiyah pada dasarnya bersifat keagamaan,

karena keduanya berakar dalam al-Qur’an dan as-Sunnah.

Keduanya juga menggalakkan gagasan dibukanya kembali

pintu ijtihad dan mengecam taqlid. Ditambah lagi, keduanya

sama-sama menjadikan pandangan-pandangan Ibn Taymiyyah

sebagai sumber utama rujukan mereka.

Ketiga, teori faktor pertentangan internal dalam

masyarakat Jawa. Dalam teori ini dikemukakan bahwa

kelahiran muhammadiyah tidak lebih dari suatu akibat

adanya proses pertentangan yang panjang dan berlangsung

perlahan antara dua kelompok besar dalam masyarakat

Jawa, yakni kaum priayi di satu pihak dan kaum santri

di pihak lain. Kaum priayi adalah kelompok Muslim yang

dangkal tingkat komitmen keislamannya, sedangkan kaum

santri merupakan kelompok Muslim yang sangat taat dan

tinggi komitmen keislamannya. Hubungan antara kedua

kelompok Muslim ini meliputi baik konfrontasi yang

keras maupun kolaborasi yang saling menguntungkan. Akan

tetapi, pola hubungan yang dominan adalah

8

kesalahpahaman dan rasa saling tidak percaya di antara

kedua belah pihak.

Dalam sejarahnya, Yogyakarta- dimana K.H. Ahmad

Dahlan dilahirkan dan mendirikan Muhammadiyah, adalah

pusat kerajaan Mataram. Sebagai keturunan kaum Muslim

santri, beliau lahir dan tumbuh di lingkungan yang

relijius tempat ortodoksi Islam tengah menghadapi

ancaman serius Jawa-Hindu. Saat berdiri Budi Otomo,

K.H. Ahmad Dahlan menyaksikan kuatnya Islam sinkretis

melalui kebangkitan kebudayaan priayi. Kendatipun K.H.

Ahmad Dahlan adalah anggota Budi Otomo di satu sisi dan

sebagai elite kraton Yogyakarta di sisi lain, namun

beliau merasa ditantang oleh berkembangnya kebudayaan

Hindu-Islam. Semangat keagamaan Ahmad Dahlan tergugah

untuk bertindak segera melawan gelombang ini. Bentuk

perlawanannya adalah dengan mendirikan sebuah

organisasi atau gerakan dakwah yang membebaskan Islam

Jawa dari campuran adat dan kepercayaan lokal, yang

kemudian diberi nama Muhammadiyah.

Dengan demikian, bagi pendukung teori ini, lahirnya

Muhammadiyah merupakan respon logis terhadap

“ketidakmurnian” yang telah lama berakar dalam

masyarakat, yang ditumbuhkan oleh kebudayaan priayi

semenjak zaman Mataram. Untuk itu mengapa Muhammadiyah

lebih dikenal dan menonjol sebagai gerakan pemurnian

daripada gerakan modernisasi. Muhammadiyah tampil untuk

menyaring dan membersihkan Islam di Indonesia dari

9

pengaruh tradisi kebudayaan Jawa kalangan priayi dan

abangan. Lahirnya Muhammadiyah, dalam konteks ini,

merupakan ekspresi lain dari pertentangan terus-menerus

dalam masyarakat Jawa.

Namun demikian, teori ini tidak sepenuhnya benar

tanpa perkecualian. Salah satu perkecualian tersebut

adalah sebuah fakta bahwa hubungan Muhammadiyah dengan

kaum priayi, khususnya yang bergabung dalam Budi

Oetomo, pernah mengalami kemesraan dan keeratan.

Bahkan, kongres Boedi Oetomo tahun 1917 diselenggarakan

di rumah K.H. Ahmad Dahlan, Kauman Yogyakarta, sang

ketua Persyarikatan Muhammadiyah yang juga terdaftar

sebagai anggota Budi Oetomo. Peristiwa ini juga dicatat

oleh sejarah betapa partisipasi Muhammadiyah terhadap

semangat kebangsaan melalui organisasi Budi Oetomo

tersebut.6

Dan keempat, teori faktor penetrasi Kristen. Teori

ini menyatakan bahwa perkembangan kegiatan misi Kristen

di Jawa merupakan faktor menentukan yang menyebabkan

lahirnya Muhammadiyah. Dalam konteks ini, berdirinya

Muhammadiyah adalah perkembangan logis dalam menghadapi

kegiatan misis Kristen yang diberi dukungan dan

kekuatan luar biasa oleh para penguasa kolonial

Belanda. Muhammadiyah didirikan untuk menawarkan diri

sebagai suatu cara mempertahankan diri dari pengaruh

misi Kristen, yang saat itu kaum Muslim Indonesia telah

6 Abdul Munir Mulkan, 1990, Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan Dan MuhammadiyahDalam Perspektif Perubahan Sosial, Jakarta: Bumi Aksara, hal:21.

10

merasakan adanya tantangan dari misi Kristen yang harus

mereka hadapi dan lawan dengan segala cara jika ingin

menjaga keutuhan agama mereka dan gererasi Muslim

mendatang.

Kesadaran dan resistensi atas bahaya kristenisasi

ini sengaja ditumbuhkan oleh pendiri Muhammadiyah, K.H.

Ahmad Dahlan. Dalam suatu pernyataannya, Dahlan

mengingatkan kaum Muslim bahwa apabila mereka tidak

bertindak segera dan membiarkan situasi dewasa ini

terus berlangsung tanpa melakukan tindakan apapun, maka

situasinya akan makin memburuk dan hal itu tidak akan

bisa diperbaiki nantinya. K.H. Ahmad Dahlan juga

mengingatkan bahwa meskipun Islam tidak akan pernah

lenyap dari muka bumi, kemungkinan Islam lenyap di

Indonesia tetap terbuka.

B. Pemikiran Gerakan Muhammadiyah

Dalam menghadapi tantangan-tantangan yang muncul

sebagai dampak dari perkembangan dan perubahan ruang

dan waktu, Muhammadiyah memilki sejumlah prinsip

fundamental yang bersifat ideologis. Pemikiran

ideologis Muhammadiyah diyakini akan digunakan untuk

membangun kekuatan umat atau warga menjadi pilar

masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Pemikiran

ideologis juga diyakini dapat menjadi salah satu

alternatif utama ketika harus berhadapan dengan sistem

11

ideologi lain yang berseberangan dengan misi dan

kepentingan Islam maupun Muhammadiyah.

Sejumlah prinsip fundamental ideologis tersebut,

menurut Haedar Nashir adalah:

Pertama, Muhammadiyah merupakan gerakan Islam yang

meyakini dengan sepenuh hati bahwa Islam sebagai satu-

satunya agama Allah yang benar, yang mendasarkan

keyakinannya itu pada Tauhid yang murni dan bersumber

pada al-Qur’an dan Sunnah Nabi, dan mengemban misi

risalah Islam itu untuk menegakkan dan membangun

kehidupan yang membawa pada keselamatan serta

kebahagiaan hidup untuk manusia di dunia dan akhirat.

Kedua, Muhammadiyah sebagai gerakan Islam

mempunyai maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung

agama Islam melalui sistem dakwah dan organisasi untuk

terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya,

yakni masyarakat utama yang diridhlai Allah SWT dalam

wujud Khaira Ummah dan Baldatun Thayyibah wa Rabbun Ghafur.

Ketiga, Muhammadiyah sebagai gerakan Islam dalam

mencapai maksud, tujuan, dan cita-citanya diwujudkan

dan diaktualisasikan dengan jalan melaksanakan dakwah

Islam yang membawa seruan untuk beriman, amar ma’ruf,

dan nahi munkar yang berwatak tajdid baik yang bersifat

pemurnian, (purivikasi, revivalisasi) maupun

pembaharuan (reformasi, dinamisasi, transformasi).

12

Keempat, Muhammadiyah sebagai gerakan Islam dalam

membangun kehidupan yang dicita-citakan, yakni

membentuk masyarakat Islam-masyarakat utama yang Khaira

Ummah, senantiasa mendasarkan diri pada pandangan

dunia yang memiliki orientasi hablumminallah dan

hablumminannas secara integratif baik dalam lingkup

kehidupan pribadi, keluarga, maupun masyarakat melalui

usaha-usaha dakwah yang menyeluruh di berbagai bidang

kehidupan.

Kelima, Muhammadiyah sebagai gerakan Islam di

Indonesia senantiasa menyadari dan mengindahkan

keberadaan hidup masyarakat dan bangsa serta negara

Indonesia dengan tekad mengemban misi Dakwah Islam

untuk kemajuan dan keselamatan hidup umat dan

masyarakat di dunia dan akhirat.

Keenam, pencapaian tujuan Muhammadiyah dilakukan

secara terus-menerus dan ditempuh melalui sistem

organisasi yang merupakan satu teori dan strategi

gerakan yang utuh dan solid yang didukung oleh sarana

dan prasarana sebagai alat dakwah yang harus

diselenggarakan dengan seksama dan niscaya.

Ketujuh, pencapaian tujuan dengan sistem organisasi

bagi Muhammadiyah hanya akan berhasil jika mampu

melakukan pembinaan anggota sebagai subjek dakwah

secara teorganisasi yang membentuk satu-kesatuan jama’ah

13

(komunitas) dan jam’iyah (organisasi) di bawah imamah

(kepemimpinan) yang kokoh.

Kedelapan, dengan sistem gerakan yang teorganisasi

secara permanen dan memiliki nilai-nilai fundamental

ini, Muhammadiyah senantiasa menjunjung tinggi ukhuwah

Islamiyah dan Ishlah dengan tetap istiqamah dalam

menunaikan dakwah untuk terciptanya rahmatan lil’alamin

dalam kehidupan umat, masyarakat, bangsa, dan dunia

kemanusiaan.

Beberapa hal dalam pemikiran ideologis ini,

seringkali dapat membawa Muhammadiyah lebih sering

mengekspresikan sikap dan perilaku yang lebih tertutup

dalam berhubungan dengan kepentingan-kepentingan

kelompok agama lain. Ekspresi semacam ini biasanya

terjadi pada hal-hal tertentu, terutama ketika

dipandang menyentuh rasa keberagaman umat Islam, dan

umat Muhammadiyah khususnya.7

Pemikiran Muhammadiyah:

1) Aqidah

Dari berbagai penelitian tentang K.H Ahmad dahlan

hampir semuanya sepakat bahwa pemikirannya tidak

dapat dipisahkan dari ide-ide pembaharuan, seperti

Ibnu Taimiyyah, Ibnul Qoyyim, Muhammad bin Abdul

Wahhab, Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh dan

7 Haedar Nashir, 2001, Ideologi Gerakan Muhammadiyah, Bandung: Remaja Rosdakarya, hal: 84.

14

Rasyid Ridlo yang menolak ajaran-ajaran yang tidak

ada sunnahnya dari rasulullah (bid’ah), tahayul dan

khurofat.8

Selain itu, salah satu doktrin lain yang amat

melekat di Muhammadiyah adalah tentang amar ma’ruf

nahi munkar. Amar ma’ruf nahi munkar merupakan

ungkapan terpenting dalam lingkungan Muhammadiyah.

Awalnya gagasan ini hanya seputar masalah agama,

namun berkembang luas ke berbagai permasalahan umat

seperti politik, pendidikan, sosial, budaya dan

lainnya. Dalam upaya mencegah dari kemungkaran, yang

paling tampak adalah upaya mencegah kemungkaran

dalam bentuk TBC (tahayul, bid’ah dan churofat).

Dan konsep terakhir yang merupakan hal penting

dalam Muhammadiyah adalah “menjadi muslim kaffah”

berdasarkan Q.S Al-Baqoroh: 208. Gagasan ini secara

ideal diimplementasikan dalam dua cara yang luas.

Yang pertama adalah melalui implementasi syariat

Islam di semua aktivitas dan lingkungan dan kedua

melalui pelayanan masyarakat yang semata-mata

didasarkan pada al-Qur’an dan sunnah nabi.

Dapat dikelompokkan bahwa pandangan keagamaan

Muhammadiyah didasarkan pada beberapa aspek. Yaitu

ijtihad, tajdid dan jihad. Aspek pertama adalah

ijtihad, secara literal ijtihad didefinisikan

berusaha sekuat tenaga, mengerahkan tenaga, usaha

8 Suadi Asyari, 2009, Nalar politik NU dan Muhammadiyah, Yogyakarta : LKiS, hal. 44-45

15

keras atau memaksimalkan diri. Dalam ilmu fiqh, para

ahli mendefinisikan ijthad adalah usaha maksimal yang

dilakukan oleh ahli fiqh, untuk menguasai dan

menerapkan prinsip-prinsip dan aturan ushul fiqh

(legal theory) yang bertujuan untuk menyingkap hukum

Allah. Di Muhammadiyah ijtihad bisa dijalankan secara

kolektif atau individu dan bagi yang tidak mampu

melakukannya ber-ittiba’, yakni menerima atau

mengakui fatwa seseorang dengan syarat mengetahui

prinsip-prinsip yang mendasari fatwa tersebut.

Aspek kedua adalah tajdid (kebangkitan, reformasi)

yang merujuk pada hadist “ innallaha yab’atsu

hazhiihi al-umma ‘ala ra’si kulli mi’a sana man

yujaddid laha amr diniha” (sesungguhnya Allah

mengutus pada umat ini setiap seratus orang yang akan

memperbarui agama mereka). Tadjid di Muhammadiyah

mempunyai dua definisi, pertama adalah pemurnian yang

yang meliputi pemahaman, internalisasi. Pemurnian

aqidah dan membersihkan pribadi dari hawa nafsu yang

hanya mengikuti kebiasaan yang ada pada diri sendiri,

dalam keluarga, dan dalam masyarakat. Karena

kebiasaan itu tidak sesuai dengan al-Qur’an dan

Sunnah, maka harus ditinggalkan dan kembali pada al-

Qur’an dan Sunnah. Dan penerapan hal-hal yang sudah

tetap dalam Islam seperti otentitas al-Qur’an, hadits

shahih, teologi Islam, ibadah, etika Islam, dan

hubungan sosial. Dan yang kedua adalah modernisasi

16

dalam hal-hal yang tunduk pada perubahan seperti

sistem organisasi, pengembangan model-model

pendidikan dan sebagainya.

Aspek ketiga adalah jihad yang secara literal

berarti “berusaha keras”. Atau “berjuang”. Menurut

Muhammadiyah jihad sebagai sebuah kewajiban dapat

dilakukan dengan empat cara: dengan hati, dengan

lisan, dengan pikiran, dan dengan pedang. Akan tetapi

Muhammadiyah menekankan pentingnya berinfak di jalan

Allah.

2) Fiqh ibadah

Karena Muhammadiyah menganut paham purifikasi

(pemurnian), maka dalam kegiatan beribadah pun

Muhammadiyah meninggalkan segala bentuk amal ibadah

yang tidak ada tuntunannya dari rasulullah serta

tidak sesuai dengan pemahaman salaf, seperti niat

shalat yang dilafadzkan, adzan 2x pada shalat Jum’at,

mewajibkan Qunut, Witir, Shalat tarawih 23 rakaat,

dzikir dengan suara keras, penentuan awal ramadhan

dan 1 syawal, tawasul, tahlil dan makruhnya hukum

rokok.

Berikut sikap Muhammadiyah terhadap hal tersebut:

a) Niat shalat: Muhammadiyah berpendapat bahwa niat

sholat itu di hati, tidak perlu diucapkan.

b) Shalat Jum’at: Shalat Jum’at biasanya diadakan

dengan 1x adzan tanpa adanya ma’ashiral.

17

c) Qunut Shubuh, witir: Muhammadiyah berpendapat

qunut Shubuh bukan merupakan sesuatu yang

disunnahkan atau yang diwajibkan. Muhammadiyah

berpendapat bahwa Qunut Shubuh dan Witir bukan

suatu amalan sunnah.

d) Shalat Tarawih: mengenai Shalat Tarawih

Muhammadiyah berpendapat dikerjakan 8 raka’at di

tambah witir 3 raka’at.

e) Dzikir dengan suara keras: dzikir ba’da shalat

menurut Muhammadiyah dilakukan sendiri-sendiri

dengan suara rendah.

f) Penentuan awal Ramadhan dan 1 Syawal:

Muhammadiyah menggunakan metode hisab

(perhitungan tanggal melalui ilmu astronomi).

g) Tawassul: Muhammadiyah menganggap bahwa berdoa

melalui perantara atau dengan ber-tawassul

adalah tidak boleh hukumnya.

h) Tahlilan: Muhammadiyah tidak membolehkannya,

disebabkan ada unsur-unsur bid’ah di dalamnya.

Esensi pokok tahlilan orang meninggal dunia

sebagai perbuatan bid’ah bukan terletak pada

membaca kalimat la ilaha illallah, melainkan

pada hal pokok yang menyertai tahlil, yaitu:

mengirimkan bacaan ayat-ayat al-Qur’an kepada

jenazah atau hadiah pahala kepada orang yang

meninggal. Bacaan tahlil yang memakai pola

18

tertentu dan dikaitkan dengan peristiwa

tertentu.

Pergerakan

- Sosial dakwah

Dalam rangka amal usaha Muhammadiyah dalam bidang

sosial, Muhammadiyah membuat Majelis Kesehatan Umum,

Majelis Pembina Kesehatan Umum, Majelis Wakaf dan

Kehartabendaan, Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan,

Majelis Hukum dan HAM, Majelis Pelayanan Sosial dan

Majelis Lingkungan Hidup.

Sedangkan dalam kegiatan dalam kegiatan dakwah,

Muhammadiyah memiliki Majelis Tabligh, Majelis Tarjih

dan Tajdid.

Bentuk gerakan nyatanya diantaranya adalah: panti

asuhan, panti jompo, asuhan keluarga, rehabilitasi

cacat, bank perkreditan rakyat, baitul mal wat tanwil,

koperasi, balai pertemuan, rumah sakit umum, rumah

sakit bersalin, balai pengobatan ibu dan anak dan

poliklinik.

- Pendidikan

Dalam dunia pendidikan, Muhammadiyah telah

melakukan aktifitasnya dalam bentuk mendirikan

madrasah-madrasah dan pesantren dengan memasukkan

kurikulum pendidikan dan pengajaran ilmu pengetahuan

19

umum dan modern, mendirikan sekolah-sekolah umum dengan

memasukkan kurikulum keislaman dan kemuhammadiyahan.

Lembaga pendidikan yang didirikan di atas dikelola

dalam bentuk amal usaha dengan penyelenggaranya

dibentuk sebuah majelis dengan nama Majelis Pendidikan

Dasar dan Menengah, serta majelis pendidikan tinggi

secara vertikal mulai dari Pimpinan Pusat sampai ke

tingkat Pimpinan cabang.

Dengan visi pendidikannya yaitu, tertatanya

manajemen dan jaringan pendidikan yang efektif sebagai

gerakan Islam yang maju, professional dan modern serta

untuk meletakkan landasan yang kokoh bagi peningkatan

kualitas pendidikan Muhammadiyah.

Misi-misi yang akan dilaksanakan adalah:

a) Menegakkan keyakinan Tauhid yang murni

b) Menyebarluaskan ajaran Islam yang bersumber kepada

al-Qur’an da As-Sunnah

c) Mewujudkan amal Islami dalam kehidupan pribadi,

keluarga dan masyarakat

d) Menjadikan lembaga pendidikan Muhammadiyah sebagai

pusat pendidikan, dakwah dan pengkaderan.

Dalam menggerakkan di bidang organisasi pelajar,

Muhammadiyah memiliki Ikatan Pelajar Muhammadiyah

(IPM), berdiri 18 Juli 1961, hampir setengah abad

setelah Muhammadiyah berdiri. Namun demikian, latar

belakang berdirinya IPM tidak terlepas kaitannya dengan

latar belakang berdirinya Muhammadiyah sebagai gerakan

20

dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar yang ingin

melakukan pemurnian terhadap pengamalan ajaran Islam,

sekaligus sebagai salah satu konsekuensi dari banyaknya

sekolah yang merupakan amal usaha Muhammadiyah untuk

membina dan mendidik kader. Oleh karena itulah

dirasakan perlu hadirnya IPM sebagai organisasi para

pelajar yang terpanggil kepada misi Muhammadiyah dan

ingin tampil sebagai pelopor, pelangsung penyempurna

perjuangan Muhammadiyah.

Ikatan Pelajar Muhammadiyah telah menjangkau

seluruh wilayah Indonesia, dengan 32 Pimpinan wilayah.

355 Pimpinan daerah, dan sejumlah Pimpinan cabang serta

Pimpinan ranting IPM di semua sekolah Muhammadiyah

tingkat SLTP dan SLTA. Gerakan-gerakan nyata yang

dilakukan IPM adalah: Pengajian Islam Rutin (PIR),

sekolah kader, Gerakan Iqra, Gerakan Budaya Tanding,

Gerakan Kewirausahaan, dan Gerakan Advokasi Pelajar.

3) Politik

Muhammadiyah tidak berafiliasi dan tidak mempunyai

hubungan organisatoris dengan kekuatan-kekuatan politik

atau organisasi manapun termasuk dengan PAN (Partai

Amanat Nasional) yang didirikan oleh mantan ketua umum

Muhammadiyah, Amien Rais. Muhammadiyah senantiasa

mengembangkan sikap positif dalam memandang perjuangan

politik dan menjalankan fungsi kritik sesuai dengan

21

prinsip amar ma’ruf nahi munkar demi tegaknya sistem

politik kenegaraan yang demokratis dan berkeadaban.

Muhammadiyah memberikan kebebasan kepada setiap

anggota persyarikatan untuk menggunakan hak pilihnya

dalam kehidupan politik sesuai hati nurani masing-

masing. Penggunaan hak pilih tersebut harus merupakan

tanggungjawab sebagai warga negara yang dilaksanakan

secara rasional dan kritis, sejalan dengan misi dan

kepentingan Muhammadiyah, demi kemaslahatan bangsa dan

negara.9

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

1) Muhammadiyah sebagai gerakan pembaharuan Islam di

Indonesia lahir atas dorongan kondisi-kondisi dan

situasi yang mengitari dunia Islam di Indonesia pada

awal abad ke-20 yang mencakup antara lain kondisi

sosial-politik, kultural dan keagamaan.

9 http://dhezun-notes.blogspot.com/2013/02/muhammadiyah-sejarah-pemikiran-dan.html, diakses senin, 22-12-2014 pukul: 13.50.

22

2) Sejumlah prinsip fundamental ideologis

Muhammadiyah: Pertama, Muhammadiyah merupakan gerakan

Islam yang meyakini dengan sepenuh hati bahwa Islam

sebagai satu-satunya agama Allah yang benar, yang

mendasarkan keyakinannya itu pada Tauhid yang murni

dan bersumber pada al-Qur’an dan Sunnah Nabi, Kedua,

Muhammadiyah sebagai gerakan Islam mempunyai maksud

dan tujuan menegakkan dan menjunjung agama Islam

melalui sistem dakwah dan organisasi untuk

terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya,

Ketiga, Muhammadiyah sebagai gerakan Islam dalam

mencapai maksud, tujuan, dan cita-citanya diwujudkan

dan diaktualisasikan dengan jalan melaksanakan dakwah

Islam yang membawa seruan untuk beriman, amar ma’ruf,

dan nahi munkar yang berwatak tajdid baik yang

bersifat pemurnian, (purivikasi, revivalisasi) maupun

pembaharuan (reformasi, dinamisasi, transformasi).

23

Daftar Pustaka

Asyari, Suadi. 2009. Nalar politik NU dan Muhammadiyah.

Yogyakarta : LKiS.

Fachruddin, AR. 2009. Mengenal dan Menjadi

Muhammadiyah. Malang: UMM Press.

Kurniawan, Syamsul dan Erwin Mahrus. 2011. Jejak

Pemikiran Tokoh Pendidian Islam. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Mulkan, Abdul Munir. 1990. Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan

Dan Muhammadiyah Dalam Perspektif Perubahan Sosial. Jakarta:

Bumi Aksara.

Nashir, Haedar. 2001. Ideologi Gerakan Muhammadiyah.

Bandung: Remaja Rosdakarya.

Shihab, Alwi. 1998. Membendung Arus: Respon Gerakan

Muhammadiyah terhadap Penetrasi Misi Kristen di Indonesia.

Bandung: Mizan.

Suwarno. 2010. Relasi Muhammadiyah, Islam dan Negara.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

http://dhezun-notes.blogspot.com/2013/02/

muhammadiyah-sejarah-pemikiran-dan.html, diakses senin,

22-12-2014 pukul: 13.50.

24

25