57
STATUS PASIEN BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH KOTA TEGAL Nama Mahasiswa : - Dokter Pembimbing : - NIM : - Tanda tangan : I. IDENTITAS PASIEN Data Pasien Ayah Ibu Nama By. Ny. MA Tn. AS Ny. MA Umur 2 hari 33 tahun 32 tahun Jenis Kelamin Laki-laki Laki-laki Perempuan Alamat Jl. Wanacala RT 06/ RW 02, Songgom. Agama Islam Islam Islam Suku Bangsa Jawa Jawa Jawa Pendidikan - SMA SMA Pekerjaan - Swasta Pegawai BAPPEDA Penghasilan - Rp 2.000.000 Rp 1.000.000 Keterangan Hubungan orangtua dengan anak adalah anak kandung Asuransi BPJS Non PBI No. RM 791012 Tanggal masuk RS 2 Juli 2015 II. ANAMNESIS Data anamnesis diperoleh alloanamnesis yang dilakukan dengan ayah pasien pada tanggal 27 Juli 2015 di bangsal Dahlia (NICU) RSU Kardinah pukul 14.00 WIB. 1

Case Atresia Esofagus Upload

Embed Size (px)

Citation preview

STATUS PASIEN

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH KOTA TEGAL

Nama Mahasiswa : - Dokter Pembimbing : -

NIM : - Tanda tangan :

I. IDENTITAS PASIEN

Data Pasien Ayah Ibu

Nama By. Ny. MA Tn. AS Ny. MA

Umur 2 hari 33 tahun 32 tahun

Jenis Kelamin Laki-laki Laki-laki Perempuan

Alamat Jl. Wanacala RT 06/ RW 02, Songgom.

Agama Islam Islam Islam

Suku Bangsa Jawa Jawa Jawa

Pendidikan - SMA SMA

Pekerjaan - Swasta Pegawai BAPPEDA

Penghasilan - Rp 2.000.000 Rp 1.000.000

Keterangan Hubungan orangtua dengan anak adalah anak kandung

Asuransi BPJS Non PBI

No. RM 791012

Tanggal masuk RS 2 Juli 2015

II. ANAMNESIS

Data anamnesis diperoleh alloanamnesis yang dilakukan dengan ayah pasien pada

tanggal 27 Juli 2015 di bangsal Dahlia (NICU) RSU Kardinah pukul 14.00 WIB.

Keluhan Utama

Sesak nafas

Keluhan tambahan

Menangis tidak bersuara

Riwayat Penyakit Sekarang

Seorang bayi laki-laki lahir di RS Dedy Jaya pada tanggal 22 Juli 2015, pukul 06.35

WIB. Ibu G2P1A0 hamil 41 minggu melahirkan pasien secara pervaginam dengan ketuban

pecah dini. Keadaan bayi saat itu kemerahan dan langsung menangis sekali kemudian bayi

1

langsung serak, berat badan 2.650 gram, panjang badan 47 cm, lingkar kepala 35 cm, lingkar

dada 29 cm, skor APGAR 7-8-9. Setelah lahir bayi berangsur menjadi sesak kemudian

dirujuk ke RSU Kardinah dengan keadaan terpasang infus D10% umbilikal.

Menurut ayah pasien, dari setelah pasien lahir sampai ke IGD RSU Kardinah, pasien

tidak mendapat ASI dan tidak kebiruan. Pasien juga tidak sempat kejang ataupun henti nafas.

Sesampainya di PONEK IGD RSU Kardinah pada tanggal yang sama pukul 12.45

WIB, pasien diperiksa dan diobservasi. Selama observasi pasien masih sesak dan merintih,

dan terdapat banyak lendir yang keluar dari mulut pasien, sehingga dilakukan tindakan isap

lendir, warna lendir tidak diketahui. Kemudian dilakukan konsul oleh dokter jaga ke dokter

spesialis anak. Advis dokter anak dilakukan dan pasien dipindahkan ke NICU.

Selama perawatan di NICU keadaan pasien sempat buru k pasca rontgen foto kontras,

namun setelah perawatan keadaan pasien membaik dan saat ini pasien masih menunggu

keadaan stabil sehingga dapat dirujuk ke RS di Semarang untuk tindakan operatif.

Menurut ayah pasien, selama kehamilan tidak ada masalah apapun dalam 1 bulan

kehamilan dan pemeriksaan volume air ketuban tidak ada kelainan.

Riwayat Penyakit Dahulu

-

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang mengalami riwayat keluhan serupa termasuk kakak

pasien. Orangtua tidak tahu apakah ada anggota keluarga lainnya yang memiliki riwayat

sama. Riwayat alergi dan asma pada keluarga disangkal.

Riwayat Lingkungan Rumah

Keadaan Rumah :

Rumah milik pribadi. Pasien tinggal bersama dengan ibu, ayah, dan satu kakak.

Rumah berada di kawasan yang tidak padat penduduk dengan luas 20 x 15m. Tempat tinggal

pasien memiliki 2 kamar tidur, 1 kamar mandi, 1 ruang tamu dan 1 dapur. Rumah memiliki

lebih dari 4 jendela yang hampir selalu dibuka setiap pagi. Penerangan dengan lampu listrik.

Air berasal dari PAM dan sumur. Jarak rumah ke septic tank 10 meter. Air limbah rumah

tangga disalurkan melalui selokan di depan rumah.

Kesan : keadaan rumah baik dengan ventilasi udara yang baik, keadaan

lingkungan tidak ramai dan bersih

2

Riwayat Sosial Ekonomi

Ayah pasien bekerja sebagai pegawai swasta, sedangkan ibu pasien seorang pegawai

BAPPEDA. Penghasilan ayah pasien Rp 2.000.000,00/bulan dan ibu Rp 1.000.000,00/

bulan dan ibu. Ayah pasien menanggung biaya 2 anak dan 1 istri.

Kesan: riwayat sosial ekonomi kurang

Riwayat Kehamilan dan P renatal

Ibu memeriksakan kehamilannya secara teratur di bidan sebulan sekali. Mendapatkan

suntikan TT 2x. Tidak pernah menderita penyakit selama kehamilan, riwayat perdarahan

selama kehamilan disangkal, riwayat trauma selama kehamilan disangkal, riwayat minum

obat tanpa resep dokter dan jamu disangkal, riwayat demam selama kehamilan disangkal

Kesan: riwayat pemeliharaan prenatal baik

Riwayat Kelahiran

Tempat kelahiran : RS Dedy Jaya

Penolong persalinan : Ayah tidak tahu bidan atau dokter

Cara persalinan : Pervaginam dengan dengan ketuban pecah dini

Masa gestasi : 41 minggu G2P1A0

Keadaan bayi

Berat badan lahir : 2650 gram

Panjang badan lahir : 47 cm

Lingkar kepala : 35 cm

Lingkar dada : 29 cm

Keadaan lahir : langsung menangis, kemerahan, tidak pucat, dan tidak biru

Nilai APGAR : 7 – 8 – 9 → sempat menangis 1x kemudian serak

(merintih)

Kelainan bawaan : tidak ada

Air ketuban : keruh

Kesan: neonatus aterm, lahir pervaginam dengan ketuban pecah dini, bayi lahir

dalam keadaan bugar

Riwayat Pemeliharaan Postnatal

Pemeliharaan setelah kehamilan di Posyandu belum dilakukan.

3

Corak Reproduksi Ibu

Ibu P2A0, anak pertama laki-laki berusia 8 tahun, anak kedua adalah pasien.

Riwayat Keluarga Berencana

Ibu pasien saat ini belum menggunakan KB

Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak

Pertumbuhan:

Berat badan lahir 2650 gram. Panjang badan lahir 47 cm. Lingkar kepala 35 cm.

Perkembangan:

Belum dapat dievaluasi.

Kesan : Bayi berat lahir cukup

Riwayat Makan dan Minum Anak

Pasien tidak dapat minum

Riwayat Imunisasi

VAKSIN DASAR (umur) ULANGAN (umur)BCG - - - - - -

DTP/ DT - - - - - -

POLIO - - - - - -

CAMPAK - - - - - -

HEPATITIS B - - - - - -

Kesan : Belum dilakukan Imunisasi

Silsilah Keluarga

Keterangan :

: laki-laki : perempuan : pasien

Kesan : tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan seperti pasien

4

III. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan dilakukan di Bangsal Dahlia RSU Kardinah Tegal pada tanggal 22 Juli 2015

pukul 14.30 WIB.

1. Kesan Umum

Bayi kecil : (-)

Menangis : lemah Kejang : (-)

Gerak : kurang aktif Sianosis : (-)

Sesak : (+) Pucat : (-)

Retraksi : (+) Ikterik : (-)

2. Tanda Vital

Tekanan darah : Tidak dilakukan

HR : 130 x/menit

Laju nafas : 48 x/menit

Suhu : 36.5 0C (aksila)

3. Data Antropometri

Berat badan : 2.650 gram

Panjang badan : 47 cm

4. Kulit

Inspeksi : Warna kulit merah muda, lanugo menipis

Palpasi : Turgor kulit baik

5. Kepala dan wajah

Kepala : Mesosefali, lingkar kepala 35 cm

: UUB datar, tegang (-), molase (-), sefal hematom (-), rambut hitam,

tipis, terdistribusi merata, tidak mudah dicabut

Wajah : Normal, simetris

Mata : Mata cekung (-/-), edema palpebra (-/-)

Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), Katarak kongenital (-/-)

Telinga : Normotia, sekret (-/-), recoil (segera/segera)

Hidung : Bentuk normal, deformitas (-), deviasi (-)

Nafas cuping hidung (-) Sekret (-/-), darah (-/-)

Mulut : Kering (-), sianosis (-), pucat (-), trismus (-)

Stomatitis (-), labioschizis (-), palatoschizis (-)

6. Leher : Pendek, pergerakan lemah, tumor (-), tanda trauma (-)

5

7. Toraks

Paru Inspeksi : Bentuk dadasimetris kanan dan kiri

Kulit merah muda, tidak ada efloresensi bermakna

Sternum dan iga normal, retraksi subcostal (+) dalam

Gerak napas simetris, tidak ada hemithoraks tertinggal

Palpasi : Simetris, tidak ada hemithoraks yang tertinggal

Areola mammae berbintil, benjolan 1-2 mm

Perkusi : Pemeriksaan tidak dilakukan

Auskultasi : Vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis tidak teraba

Perkusi : Tidak dilakukan pemeriksaan

Auskultasi : S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

8. Abdomen

Inspeksi : Cembung, tali pusat terawat

Warna kulit merah muda, pucat (-), ikterik (-)

Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising usus (+)

9. Vertebrae :Spina bifida (-), meningocele (-)

10. Urogenital : Laki-laki, testis sudah turun, rugae jelas

11. Anus dan rectum : Anus (+), diaper rash (-)

12. Ekstremitas : Keempat ekstremitas lengkap, simetris

Superior Inferior

Deformitas - /- - /-

Akral dingin - /- -/-

Akral sianosis - /- - /-

Ikterik - /- - /-

CRT < 2 detik <2 detik

Tonus Normotonus Normotonus

6

13. Refleks primitif

a) Refleks oral

Refleks hisap : (+)

Refleks rooting : (+)

b) Refleks moro : tidak dilakukan

c) Refleks palmar grasp : (+)

d) Refleks plantar grasp : (+)

IV. PEMERIKSAAN KHUSUS

1. Maturitas Bayi (Lubchenko)

Berat badan lahir : 2.650 gram

Usia kehamilan : 41 minggu

Kesan : Neonatus cukup bulan, sesuai masa kehamilan

7

2. Ballard Score

New Ballard score = maturitas fisik + maturitas neuromuskular

= 17 + 21 = 38 40 minggu

3. Lingkar Kepala (Kurva Nellhaus)

Lingkar kepala anak : 35 cm

8

Kesan : mesocephali

4. Bell Squash Score

Partus tindakan (SC, vakum, sungsang)

Ketuban tidak normal

Kelainan bawaan

Asfiksia

Preterm

BBLR

Infus tali pusat

Riwayat penyakit ibu

Riwayat penyakit kehamilan

Bell Squash score 1 Observasi neonatal infeksi

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium Darah 23 Juli 2015 pukul 00:16 Dahlia (NICU)Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

Darah lengkap Hemoglobin 16.0 g/dl 15.2 – 23.6Leukosit 29.8 103/ul 13.0 – 38.0Hematokrit 43.7 (↓) % 44 - 72Trombosit 311 103/ul 217 – 437Eritrosit 4.7 106/ul 4.3 – 6.3RDW 15.4 (↑) % 11.5 – 14.5MCV 93.0 (↓) U 98 - 122MCH 34 Pcg 33 – 41MCHC 36.6 (↑) g/dL 31 – 35Diff countNetrofil 85.2(↑) % 17 – 60Limfosit 7.2(↓) % 20 – 70Monosit 7.2 % 1 – 11Eosinofil 0 (↓) % 1 – 5Basofil 0.1 % 0 – 1Kimia Klinik

9

GDS 80 mg/dl 70 – 140Sero ImunologiCRP NEGATIF NEGATIF

OMD (25/07/2015)

10

Tampak selang VGT pada proyeksi setinggi Th 3

Tak tampak udara pada gaster & intestine

Tampak bayangan konsolidasi pada pulmo kanan atas dengan silhouette sign (+), air

bronchogram (+)

Post kontras: tampak kontras mengisi esophagus & sut off pada setinggi proyeksi Th

3, kontras mengisi trachea dan bronchus sampai bronchus terminalis

Kesan : Atresia esofagus tipe II

Pneumo aspirasi

VI. MASALAH

11

a. Neonatus aterm

b. Sesak

c. Hipersalivasi

d. Menangis serak

e. Tidak dapat intake gizi enteral

VII. DIAGNOSA BANDING

1. Sesak, hipersalivasi, tidak dapat intake enteral

Atresia esofagus tanpa fistula (atresia esophagus murni) – Tipe A

Atresia esofagus dengan fistula trakeoesofageal proximal – Tipe B

Atresia esofagus dengan fistula trakeoesofageal distal – Tipe C

Atresia esofagus dengan fistula trakeoesofageal distal dan proximal –

Tipe D

Fistula trakeoesofageal tanpa atresia esophagus (fistula tipe H) – Tipe

E

Stenosis esofagus congenital tanpa atresia – Tipe F

2. Neonatus

Aterm

Premature

Postmature

VII. DIAGNOSA KERJA

1. Neonatus aterm

2. Atresia esofagus dengan fistula trakeoesofageal proximal (Tipe B)

VIII. TATALAKSANA

Medikamentosa:

IVFD D10% + NaCl 3% (20cc/500) KCL (5cc/500) Glukonas Ca (4cc/100)

Pycin 2 x 150mg

Gentamisin 2 x 5mg

Aminofusin 50cc/12jam

Ivelip 20 cc/12jam

Ventilator

Non-medikamentosa

12

1. Menjelaskan kepada keluarga pasien mengenai penyakit, komplikasi, serta

penatalaksanaannya.

2. Memotivasi keluarga pasien untuk segera dilakukan tindakan pembedahan

3. Menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa penyakit yang diderita pasien

merupakan penyakit bawaan dimana terdapat kelainan pada tenggorokan dan

saluran cerna yang hanya bisa diperbaiki dengan tindakan pembedahan

6. Termoregulasi

7. Tunda diit

IX. SARAN

Pemeriksaan :

OMD

Darah rutin

X. PROGNOSA

Grup A : > 5 ½ lb (1800 – 2500 gr ) dan baik

Grup B  : 1. BB Lahir 4-5 (1800-2500 gr) & baik (2.) BB lahir > tinggi, pneumonia

moderat & kelainan kongenital

Grup C :   1. BB lahir < 4 lb (1800gr) (2.) BB lahir > tinggi & pneumonia berat &

kelainan kongenital berat.

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad sanationam : dubia ad bonam

Quo ad fungsionam : dubia ad bonam

13

PERJALANAN PENYAKIT

22 Juli 2015 (IGD)

Hari Perawatan ke-0

23 Juli 2015 (Dahlia)

Hari Perawatan ke-1

S P/B rujukan dari RS Dedy Jaya: Bayi

lahir 22 Juli 2015 06.30 WIB, BBL

2650gr PB 47cm LD 29cm AS 7/8/9.

Menangis tapi tidak ada suara.

S Sesak (+), Demam (-), kejang (-), BAB

(-), BAK (-) pucat (-), biru (-), kuning

(-), ASI (-), R.hisap (-)

O KU: tampak sesak, merintih

Bayi berat cukup, menangis lemah,

gerak aktif, retraksi (+), sianosis (-).

HR: 150x/m, RR: 72x/m, S: 36 OC

SpO2 99%

K: Mesocefali, UUB datar, molase (-)

Mata: CA (-/-), SI (-/-)

Thx: SNV (+/+), Rh (+/+), wh (-/-), BJ

1-2 reguler, m (-), g (-)

Abdomen: Supel, BU (+), venektasi (-)

Ekst: AD (-/-), OE (-/-), CRT < 2”

GDS: 151 g/dl

O KU: Bayi berat cukup, menangis

lemah, gerak kurang aktif, mata

tertutup, retraksi (+), sianosis (-).

HR: 128x/m, RR: 60x/m, S: 36,6 OC

BB: 2650gr

K: Mesocefali, UUB datar, molase (-)

Mata: CA (-/-), SI (-/-)

Thx: SNV (+/+), Rh (+/+), wh (-/-), BJ

1-2 reguler, m (-), g (-)

Abdomen: Supel, BU (+), venektasi (-)

Ekst: AD (-/-), OE (-/-), CRT < 2”

Terpasang:

O2 CPAP PEEP 6 / FiO2 21%

IVFD KAEN 1B

X-Foto: Atelektasis Lobus Superior

Dextra

A Distress Respirasi ec. Pneumonia

neonatorum

A Suspek Atresia Esofagus, Fistula

Esofagus

P Suction lendir

Advis dr. SpA:

Infus KAEN 1B 10tpm mikro

Inj Pycin 2 x 150 mg

Inj Gentamisin 2 x 5 mg

Ro. Thorax, Lab DR CRP

Pasang CPAP PEEP 6

P IVFD D10% + Glukonas Ca

4cc/100

Pycin 2 x 150 mg

Gentamisin 2 x 5 mg

Diit tunda

Motivasi OMD

Suction lendir pagi dan malam

14

24 Juli 2015 (Dahlia)

Hari Perawatan ke-2

25 Juli 2015 (Dahlia)

Hari Perawatan ke-3

S Sesak (+), Demam (-), kejang (-), BAB

(+), BAK (+) pucat (-), biru (-), kuning

(-), ASI (-), R.hisap (+) <<

S Sesak (+), Demam (-), kejang (-), BAB

(-), BAK (+) pucat (-), biru (-), kuning

(-), ASI (-), R.hisap (+) <<

(09.00) Spastik → Midazolam

O KU: Apatis, tampak sesak.

Bayi berat cukup, menangis lemah,

gerak kurang aktif, mata terbuka,

retraksi (+), sianosis (-).

HR: 132x/m, RR: 48x/m, S: 36,6 OC

BB: 2525gr

K: Mesocefali, UUB datar, molase (-)

Mata: CA (-/-), SI (-/-)

Thx: SNV (+/+), Rh (+/+), wh (-/-), BJ

1-2 reguler, m (-), g (-)

Abdomen: Supel, BU (+), venektasi (-)

Ekst: AD (-/-), OE (-/-), CRT < 2”

Terpasang:

O2 CPAP PEEP 6 / FiO2 47%

IVFD KAEN 1B (Ca Glukonas 20cc)

Post XFoto OMD: Sianosis (+),

retraksi (+), Saturasi 75%

O KU: Apatis, tampak sesak.

Bayi berat cukup, menangis (-), gerak

kurang aktif, mata terbuka, retraksi

(+), sianosis (-).

HR: 126x/m, RR: 68x/m, S: 37,3 OC

BB: 2575gr

K: Mesocefali, UUB datar, molase (-)

Mata: CA (-/-), SI (-/-)

Thx: SNV (+/+), Rh (-/-), wh (-/-), BJ

1-2 reguler, m (-), g (-)

Abdomen: Supel, BU (+), venektasi (-)

Ekst: AD (-/-), OE (-/-), CRT < 2”

Terpasang:

ETT – Ventilator mode SIMV PEEP 6/

FiO2 60%

IVFD Glukosa 10% (Ca Gluc 20cc)

Syringe pump Aminofusin 50cc/jam

A SuspAtresia Esofagus, Fistula Esofagus A Atresia Esofagus, Fistula Esofagus

P IVFD D10% + Glukonas Ca

Pycin 2x150, Gentamisin 2x5

Aminofusin 50cc/12 jam

Ivelip 15cc/12 jam

Diit tunda

→Intubasi → SIMV: RR 30x, PEEP

6 cmH2O, PIP 15 cmH2O, FiO2 50%

→ SpO2 96% HR 123x/m

P IVFD D10% + NaCl 3% (20cc/500)

KCL (5cc/500) Glukonas Ca

(4cc/100)

Pycin 2x150, Gentamisin 2x5

Midazolam 0,1mg/kgBB/hr

Aminofusin 50cc/12jam

Ivelip 15 cc/12jam

Diit tunda

Suction lendir sore

15

26 Juli 2015 (Dahlia)

Hari Perawatan ke-4

27 Juli 2015 (Dahlia)

Hari Perawatan ke-5

S Sesak (+), Demam (-), kejang (-), BAB

(+), BAK (+) pucat (-), biru (-), kuning

(-), ASI (-)

S Sesak (+), Demam (-), kejang (-), BAB

(+), BAK (+) pucat (-), biru (-), kuning

(-), ASI (-), R.hisap (+)

(09.00) Spastik → Midazolam

O KU: Apatis, tampak sesak.

Bayi berat cukup, menangis (-), gerak

kurang aktif, mata terbuka, retraksi

(+), sianosis (-).

HR: 134x/m, RR: 60x/m, S: 36,2 OC

BB: 2575gr

K: Mesocefali, UUB datar, molase (-)

Mata: CA (-/-), SI (-/-)

Thx: SNV (+/+), Rh (-/-), wh (-/-), BJ

1-2 reguler, m (-), g (-)

Abdomen: Supel, BU (+), venektasi (-)

Ekst: AD (-/-), OE (-/-), CRT < 2”

O KU: Apatis, tampak sesak.

Bayi berat cukup, menangis lemah,

gerak kurang aktif, mata terbuka,

retraksi (+), sianosis (-).

HR: 128x/m, RR: 42x/m, S: 36,5 OC

BB: 2650gr

K: Mesocefali, UUB datar, molase (-)

Mata: CA (-/-), SI (-/-)

Thx: SNV (+/+), Rh (-/-), wh (-/-), BJ

1-2 reguler, m (-), g (-)

Abdomen: Supel, BU (+), venektasi (-)

Ekst: AD (-/-), OE (-/-), CRT < 2”

Terpasang:

IVFD Glukosa 10% (+elektrolit)

VM SIMV Mode

A SuspAtresia Esofagus, Fistula Esofagus A Atresia Esofagus, Fistula Esofagus,

Atelektasis

P Terapi SpA lanjut

Suction lendir pagi dan malam

P SIMV: RR ↓ 25x, PEEP 6 cmH2O,

PIP 15 cmH2O, FiO2 40%

Terapi SpA lanjut

16

28 Juli 2015 (Dahlia)

Hari Perawatan ke-6

S Sesak (+), Demam (-), kejang (-), BAB (+), BAK (+) pucat (-), biru (-), kuning (-), ASI

(-), R.hisap (+)

(09.00) Spastik → Midazolam

O KU: Apatis, tampak sesak.

Bayi berat cukup, menangis lemah, gerak kurang aktif, mata terbuka, retraksi (+),

sianosis (-).

HR: 128x/m, RR: 42x/m, S: 36,5 OC

BB: 2650gr

K: Mesocefali, UUB datar, molase (-)

Mata: CA (-/-), SI (-/-)

Thx: SNV (+/+), Rh (-/-), wh (-/-), BJ 1-2 reguler, m (-), g (-)

Abdomen: Supel, BU (+), venektasi (-)

Ekst: AD (-/-), OE (-/-), CRT < 2”

A Atresia Esofagus, Fistula Esofagus, Atelektasis

P SIMV: RR ↓ 20x, PEEP 6 cmH2O, PIP 15 cmH2O, FiO2 40%

Aminofusin 50cc/12jam

Ivelip 20 cc/12jam

Pycin 2x150, Gentamisin 2x5

Midazolam → besok stop

Suction lendir pagi-siang-sore

Diit tunda

17

ANALISA KASUS

Diagnosis Neonatus dengan atresia esofagus tipe B ditegakkan berdasarkan

anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan.

Masalah Interpretasi

Anamnesis

Dari anamnesis di dapatkan bahwa

pasien lahir aterm secara pervaginam

dengan ibu ketuban pecah dini. Pasien

sempat menangis namun setelah itu serak,

dan sesak.

Menurut ayah pasien, dari setelah

pasien lahir sampai ke IGD RSU Kardinah

pasien tidak mendapat ASI dan tidak

kebiruan. Pasien juga tidak sempat kejang

ataupun henti nafas.

Selama di PONEK IGD RSU

Kardinah pasien masih sesak dan merintih,

dan terdapat banyak lendir yang keluar

dari mulut pasien, sehingga dilakukan

tindakan isap lendir, warna lendir tidak

diketahui.

Selama perawatan di NICU

keadaan pasien sempat buruk pasca

rontgen foto kontras.

Menurut ayah pasien, selama

kehamilan tidak ada masalah apapun

dalam 1 bulan kehamilan dan pemeriksaan

volume air ketuban tidak ada kelainan.

Atresia esofagus dapat dicurigai bila

Kasus Ibu dengan Polyhidramnion Jika kateter yang digunakan untuk resusitasi

pada waktu lahir tidak bisa dimasukkan ke dalam lambung

Jika bayi yang baru lahir timbul sesak nafas yang disertai sekresi mulut yang berlebihan

Jika tersendak, sianosis, atau batuk pada waktu berupaya menelan makanan karena aspirasi cairan ke dalam jalan nafas

Selama di IGD sempat keluar lendir dari mulut

pasien dan dilakukan suction. Lendir dicurigai

sebagai hipersalivasi dan sesak mungkin

disebabkan oleh aspirasi saliva ke paru-paru

sehingga menyebabkan obstruksi bronkus dan

berujung pada atelektasis.

Selama di NICU juga dilakukan suction

berulang karena lendir yang sering keluar dari

mulut pasien

Pada pasien tidak terdapat riwayat ibu

polihidramnion dan kelainan pada 30 hari

pertama kehamilan sehingga kurang mendukung

secara anamnesis

Pemeriksaan Fisik

KU: Apatis, tampak sesak. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda sesak

18

Bayi berat cukup, menangis lemah,

gerak kurang aktif, mata terbuka,

retraksi (+), sianosis (-).

HR: 128x/m, RR: 42x/m, S: 36,5 OC

BB: 2650gr

K: Mesocefali, UUB datar, molase (-)

Mata: CA (-/-), SI (-/-)

Thx: SNV (+/+), Rh (-/-), wh (-/-), BJ 1-2

reguler, m (-), g (-)

Abdomen: Supel, BU (+), venektasi (-)

Ekst: AD (-/-), OE (-/-), CRT < 2”

pada pasien dan ronchi paru yang sempat

terdengar, yang kemungkinan disebabkan oleh

aspirasi saliva melalui fistula trakeoesofageal

dan menyebabkan atelektasis pada pasien.

Menangis lemah dan serak dapat disebabkan

oleh laringomalaise dimana terjadi kelemahan

atau flaksiditas dari rongga laring sehingga

seringkali manifestasinya adalah menangis serak

sampai tanpa suara, dan lainnya adalah obstruksi

jalan nafas dan stridor inspiratoar.

Pemeriksaan PenunjangOMD Tampak selang VGT pada proyeksi

setinggi Th 3

Tak tampak udara pada gaster &

intestine

Tampak bayangan konsolidasi pada

pulmo kanan atas dengan silhouette

sign (+), air bronchogram (+)

Post kontras: tampak kontras mengisi

esophagus & sut off pada setinggi

proyeksi Th 3, kontras mengisi trachea

dan bronchus sampai bronchus

terminalis

Hasil pemeriksaan radiologis memberikan kesan

atresia esofagus yang diduga adalah tipe 2

karena pada tipe ini seringkali terjadi aspirasi

kontras ke saluran nafas diakibatkan karena

adanya fistula trakeoesofagus.

Frekuensi tipe atresia esofagus adalah: (a)

Atresia Esofagus tanpa fistula 5-10% (b)

Atresia Esofagus dengan fistula

trakeoesofagus di proximal 1% (c) Atresia

Esofagus dengan fistula trakeoesofagus di distal

80-90% (d) Atresia Esofagus dengan fistula

trakeoesfogaus di proximal dengan distal 2-3%

(e) Fistula Trakeoesofagus tanpa atresia

esofagus ( H-Type ) 5-8%4

Tipe C adalah yang paling sering terjadi,

sedangkan tipe B adalah salah satu yang jarang

terjadi.

Terlihat juga pneumoaspirasi kontras dan

gambaran atelektasis di lobus superior kanan.

TINJAUAN PUSTAKA

19

ATRESIA ESOFAGUS

PENDAHULUAN

Esofagus adalah saluran berongga yang secara keseluruhan merupakan otot,

dipisahkan oleh dua sfingter di antara faring di atas dan lambung di bawah. Fungsi utamanya

untuk membawa bahan yang dicerna dari mulut ke lambung tetapi esofagus tidak punya

peran dalam pencernaan1.

Esophageal Atresia atau Atresia esofagus adalah kelainan pada esofagus yang ditandai

dengan tidak menyambungnya esofagus bagian proksimal dengan esofagus bagian distal,

esophagus bagian proksimal mengalami dilatasi yang kemudian berakhir sebagai kantung

dengan dinding muskuler yang mengalami hipertrofi yang khas memanjang sampai pada

tingkat vertebra torakal segmen 2-4. Bagian distal esophagus merupakan bagian yang

mengalami atresia dengan dinding muskuler yang tipis dan berdiameter kecil. Keadaan ini

meluas sampai diatas diafragma. Atresia esophagus merupakan kelainan kongenital yang

harus dicurigai sebagai salah satu differential diagnosis bila terdapat neonatus yang

mengalami kesulitan makan dan bernapas dalam beberapa hari pertama lahir2,3.

Pada atresia esophagus, lebih dari 90% kasus ini berhubungan dengan fistula

trakeoesofageal (FTE). Fistula trakeoesofagus merupakan hubungan abnormal antara trakea

dan esofagus. Ketika terdapat hubungan dengan atresia esofagus, fistula sering terjadi antara

bagian distal segmen esofagus dan bagian trakea yang letaknya di atas karina. Meskipun

begitu, kedua kelainan ini dapat pula muncul pada beberapa tingkat antara kartilago krikoid

dan karina, fistula trakeoesofagus dapat juga berjalan oblik pada bagian akhir proksimal

trakea atau pada tingkat vertebra torakal segmen kedua. Kelainan yang paling sering terjadi

yaitu atresia esofagus dengan FTE di distal (87%), atresia esofagus tanpa fistula (8%), fistula

trakeoesofagus tanpa atresia esofagus (4%), atresia esofagus dengan fistula di proksimal dan

distal trakea (1%), serta atresia esofagus dengan fistula di proksimal (1%)1,2.

INSIDEN & EPIDEMIOLOGI

Atresia esofagus merupakan kelainan kongenital yang paling sering terjadi dari

esofagus. Atresia esofagus biasanya terjadi 1 dari 4.000 neonatus. Dari semua kelainan ini >

90 % terdapat juga fistula trakeoesofagus. Dari semua tipe atresia esofagus, atresia esofagus

dengan fistula trakeoesofagus di bagian distal, serta ujung proksimal esofagus yang

mengalami dilatasilah yang paling sering terjadi 87 % dari semua kasus. Berikut merupakan

gambar dan prevalensi dari beberapa tipe atresia esofagus1.

20

Gambar 1. Frekuensi dari beberapa tipe Atresia Esofagus dengan atau tanpa Fistula

Trakeoesofagus, (a) Atresia Esofagus tanpa fistula 5-10% (b) Atresia Esofagus dengan

fistula trakeoesofagus di proximal 1% (c) Atresia Esofagus dengan fistula trakeoesofagus di

distal 80-90% (d) Atresia Esofagus dengan fistula trakeoesfogaus di proximal dengan distal

2-3% (e) Fistula Trakeoesofagus tanpa atresia esofagus ( H-Type ) 5-8%4

Sekitar 50 % dari anak yang mengalami atresia esofagus akan mempunyai kelainan lain

selama lahir, maka setelah lahir harus segera dilakukan pemeriksaan USG maupun X-ray

untuk mengidentifikasi kelainannya. Biasanya dihubungkan dengan VACTERL syndrome

(Vertebral, Anorectal, Cardiac, Tracheal, Esophageal, Renal, Limb)5

V = Vertebral, biasanya tulang belakang terbentuk abnormal. Yang paling sering

terjadi ialah hemivertebrae dan abnormal sacrum5,6

A = Anorectal, kelainan yang sering terjadi ialah atresia ani atau anus imperforate5

C = Cardiac, kelainan yang sering terjadi adalah patent ductus arteriosus ( PDA) dan

ventricle septal defect (VSD)5,6

TE = Tracheoesophagus, kelainan dari esofagus sendiri ( atresia esofagus ) yang

melibatkan fistel trakeoesofagus di bagian distal trakea5

21

R = Renal, melibatkan dari ginjal sampai ureter yang menuju ke vesica urinaria.

Kelainan yang sering terjadi ialah ureteral reflux, Unilateral Agenesis dan Horseshoe

Kidney.5,6

L = Limb, yang sering terjadi ialah radial aplasia atau hypoplasia, abnormal thumb,

preaxial polydactyl dan syndactyl.6

EMBRIOLOGI

Esofagus berkembang pertama kali dari postpharyngeal foregut dan dapat dibedakan

dari abdomen pada masa 4 minggu embrio berkembang. Dan di saat yang bersamaan trakea

mulai berkembang menonjol ke anterior dari esofagus yang sedang berkembang; trakea

terbentuk menjadi divertikulum ventral dari pharynx primitive (bagian caudal dari foregut).

Septum trakeoesofagus terbentuk pada tempat dimana pembungkus trakeoesopagus

longitudinal bergabung ke arah garis tengah dan menyatu. Septum ini terbagi menjadi bagian

ventral (tuba laringotrakheal) dan bagian dorsal (esofagus), septum bagian ventral ini yang

akan berkembang menjadi paru paru1,3.

Adanya gangguan pada stadium ini dapat menyebabkan kelainan congenital seperti

atresia esofagus dengan fistula trakeoesofagus. Atresia esofagus terjadi jika septum

trakeoesofagus deviasi ke posterior. Deviasi ini membuat pemisahan esofagus dari saluran

laringotrakea tidak komplit sehingga terjadi fistula trakeoesofagus. Panjang dari esofagus

berkisar 8 – 10 cm setelah lahir, menjadi dua kali lipat saat berumur 2-3 tahun, dan menjadi

kurang lebih 25 cm saat dewasa1.

Esofagus bagian abdominal pada masa 8 minggu embrio sebesar lambung tetapi akan

mengecil seiiring dengan waktu. Di lokasi intra abdominal ini, bagian distal esofagus dengan

LES ( Lower Esophageal Spinchter ) mempunyai peran penting dalam anti refluks. Aktivitas

menelan di esofagus dapat terlihat pada masa gestasi 16-20 minggu, untuk membantu

sirkulasi dari cairan amnion; Polyhidramnion, merupakan tanda dari gangguan proses

menelan dari esofagus atau obstruksi traktus gastrointestinal bagian atas. Oleh karena itu

polyhidramnion merupakan salah satu tanda atau faktor resiko dari terjadinya atresia

esofagus1,5.

ANATOMI

22

Gambar 2. Anatomi Esofagus7

Posisi dan hubungan dengan organ sekitar

Esofagus merupakan organ memanjang seperti tabung yang menghubungkan

pharynx dan gaster. Sebagian besar esofagus terdapat di dalam rongga thorax dan

menembus diafragma untuk masuk ke dalam cavitas abdominalis beberapa sentimeter,

esofagus lalu mencapai gaster pada sisi kanannya. Di tempat peralihan ini (dekat

cardia), di sebelah kanan esofagus terdapat lobus hepatis sinister dan di posteriornya

terdapat crus sinistrum dari diafragma. Nervus vagus terdapat di anterior dan

posteriornya. Peralihan esofagus ke gaster berfungsi sebagai sphincter esofagus

bagian bawah. Makanan yang masuk akan tertahan sementara di sini dan sphincter ini

juga berguna untuk mencegah kembalinya isi gaster ke dalam esofagus8.

Pembuluh Darah

Suplai darah arteria untuk esofagus bagian atas, tengah dan bawah berturut-

turut oleh cabang dari arteria thyroidea inferior, arteria oesophagica, arteria

bronchialis dan cabang dari arteria gastric sinistra. Darah vena mengikuti arterinya

kecuali bagian tengah yang menuju vena azygos dan vena hemiazygos. Darah dari

bagian akhir esofagus akan mengalir ke vena portae hepatis melalui vena gastrica

sinistra. Plexus esofagus merupakan tempat penting untuk anastomosis antara sistem

vena azygos dan vena gastrica8.

Pembuluh Getah Bening

23

Pembuluh getah bening berjalan mengikuti perjalanan pembuluh darah dan

dapat menjadi jalan untuk penyebaran carcinoma esofagus menuju nodi cervicales,

nodi mediastinalis ( nodi juxtaoesophageales ) dan nodi coeliaci8.

Persarafan Esofagus

Persarafan parasimpatis diurus oleh nervus vagus ( plexus esofagus ).

Persarafan simpatis oleh rami oesophagealis dari ganglia thoracica dan nervus

splanchnicus major8.

ETIOLOGI & PATOFISIOLOGI

Beberapa teori menjelaskan bahwa masalah pada kelainan ini terletak pada proses

perkembangan esophagus. Trakea dan esophagus berasal dari perkembangan embrio yang

sama. Selama minggu keempat kehamilan, bagian mesodermal lateral pada esophagus

proksimal berkembang. Pembelahan foregut ini pada bagian tengah memisahkan esophagus

dari trakea pada hari ke- 26 masa gestasi. Kelainan dan disinkronisasi mesenkim esophagus

dan laju pertumbuhan epitel, keterlibatan sel neural, serta pemisahan yang tidak sempurna

dari septum trakeosofageal dihasilkan dari gangguan proses apoptosis yang merupakan salah

satu teori penyebab embryogenesis atresia esophagus. Sebagai tambahan bahwa insufisiensi

vaskuler, faktor genetik, defisiensi vitamin, obat-obatan dan penggunaan alkohol serta

paparan virus dan bahan kimia juga berkontribusi pada perkembangan atresia esophagus.

Berdasarkan pada teori-teori tersebut, beberapa faktor muncul menginduksi laju dan waktu

pertumbuhan dan pfroliferasi sel pada proses embrionik sebelumnya. Kejadian ini biasa

terjadi sebelum 34 hari masa gestasi. Organ lainnya seperti traktus intestinal, jantung, ginjal,

ureter dan sistem muskuloskeletal, juga berkembang pada waktu ini.2

Atresia esophagus dan fistula trakeoesofagus sering ditemukan ketika bayi memiliki

kelainan kelahiran seperti :

Trisomi 13, 18dan 21

Gangguan saluran pencernaan lain (seperti hernia diafragmatika, atresia duodenal, dan

anus imperforata).

Gangguan jantung (seperti ventricular septal defect, tetralogi of Fallot, dan patent ductus

arteriosus).

Gangguan ginjal dan saluran kencing (seperti ginjal polisistik atau horseshoe kidney,

tidak adanya ginjal dan hipospadia).9

Atresia esofagus adalah kelainan yang terjadi pada awal gestasi (22 sampai 36 hari).

Esofagus dan trakea berasal dari foregut primitive. Selama 4 sampai 5 minggu perkembangan

24

embriologi , trakea terbentuk menjadi divertikulum ventral dari pharynx primitive ( bagian

caudal dari forgut ). Septum trakeoesofagus terbentuk pada tempat dimana pembungkus

trakeoesopagus longitudinal bergabung ke arah garis tengah dan menyatu. Septum ini terbagi

menjadi bagian ventral ( tuba laringotrakheal ) dan bagian dorsal ( esofagus ). Atresia

esofagus terjadi jika septum trakeoesofagus deviasi ke posterior. Deviasi ini membuat

pemisahan esofagus dari saluran laringotrakea tidak komplit sehingga terjadi fistula

trakeoesofagus.2,3

Gambar 3. Patofisiologi Atresia Esofagus3

Atresia esofagus ditandai oleh pembentukan esofagus yang tidak sempurna. Karena

terdapat diskontinuitas esofagus , bayi dengan atresia esofagus tidak dapat menelan makanan

maupun minuman yang diberikan padanya. Defek ini menimbulkan pengeluaran air liur yang

menetap, aspirasi atau regurgitasi makanan. Atresia esofagus sering dihubungkan dengan

fistula yang terletak antara trakea dan esofagus. Fistula ini menyebabkan komplikasi

tambahan sebagai akibat adanya hubungan antara esofagus dan trakea. Ketika bayi dengan

fistula trakeoesofagus tegang, batuk atau menangis, udara masuk kedalam lambung melalui

fistula. Akibatnya, perut dan usus kecil berdilatasi yang akan mengangkat diafragma.

Keadaan ini akan membuat bayi kesulitan bernafas. Reflux makanan dan sekresi lambung

melalui fistula menuju trakeobronkus dan naik ke esofagus dapat juga terjadi. Reflux ini

dapat menyebabkan pneumonia dan atelektasis. Oleh karena itu, pneumonia dan distress

pernafasan merupakan komplikasi yang biasanya terjadi pada fistula trakeoesofagus.2,3

25

Pada atresia esofagus, kelainan juga terjadi pada trakea. Kelainan tersebut terdiri atas

defisiensi absolut cartilago trakea dan meningkatnya panjang muskulus tranversus yang

terletak di posterior dinding trakea. Pada kasus yang berat, abnormalitas ini dapat menjadi

tracheomalacia dengan kolaps trakea sekitar 1-2 cm pada segmen sekitar fistula.10

Klasifikasi original oleh Vogt pada tahun 1929 dan masih digunakan sampai

sekarang. Ladd ( 1944 ) dan Gross ( 1953 ) memodifikasi klasifikasinya, sementara Kluth

( 1976 ) menerbitkan sebuah Atlas of Esophageal Atresia yang terdiri atas 10 tipe mayor,

dengan masing-masing subtype berdasarkan pada klasifikasi Vogt yang asli. Hal ini terlihat

lebih mudah untuk menggambarkan kelainan anatomi dari atresia esofagus tersebut. Adapun

klasifikasi atresia esophagus menurut Vogt adalah sebagai berikut10:

Atresia esofagus dengan fistula trakeoesofagus distal ( 86%, Vogt 111b. Gross C )

Ini merupakan jenis yang paling sering terjadi. Esofagus bagian proksimal berdilatasi

dan dinding muscular akan menebal dan berujung pada mediastinum superior setinggi

vertebra thoracis III sampai IV. Esofagus distal (Fistel), yang mana lebih tipis dan sempit,

memasuki dinding posterior trakea setinggi carina atau 1-2 cm diatasnya. Jarak antara

esophagus proksimal yang buntu dan fistula trakheaesofagus distal bervariasi mulai dari

bagian yang berpapasan hingga yang berjarak jauh.10

Atresia esofagus terisolasi tanpa fistula ( 7%, Vogt 11, Gross A )

Esofagus distal dan proksimal benar-benar berakhir tanpa hubungan dengan segmen

esophagus proksimal, dilatasi dan dinding menebal dan biasanya berakhir setinggi

mediastinum posterior sekitar vetebra thorakalis II. Esofagus distal sangat pendek dan

berakhir pada jarak yang bervariasi diatas diagframa.10

Fistula trakeoesofagus tanpa atresia ( 4%, Gross E )

Terdapat hubungan fistula antara esophagus yang secara anatomi cukup intak dengan

trachea. Traktus yang mempunyai fistula seperti ini biasa sangat tipis dengan diameter 3-

5 mm dan umumnya berlokasi pada daerah servikal paling bawah. Biasanya fistulanya

hanya satu tapi pernah ditemukan dua atau tiga fistula. 10

Atresia esofagus dengan fistula trakeoesofagus proksimal ( 2%, Vogt III, Gross B )

Kelainan yang jarang ditemukan namun perlu dibedakan dari jenis terisolasi. Fistula

bukan pada ujung distal esofagus tapi berlokasi 1-2 cm diatas dinding depan esofagus.10

Atresia esofagus dengan fistula trakeoesofagus proksimal dan distal ( <1%, Vogt IIIa,

Gross D )

Pada kebanyakan bayi, kelainan ini sering terlewati (misdiagnosa) dan diterapi

sebagai atresia proksimal dan fistula distal. Sebagai akibatnya infeksi saluran pernapasan

26

berulang. Jika fistula bagian proximal tidak teridentifikasi sebelum operasi, diagnosisnya

seharusnya dicurigai dari kebocoran gas banyak keluar dari kantong atas selama membuat

anastomosis dari esofagus.10

DIAGNOSIS & MANIFESTASI KLINIS

Tanda pertama dari atresia esofagus pada fetus biasanya berupa polyhidramnion pada

ibu bayi, meskipun penyebab polyhidramnion luas termasuk atresia usus halus, hernia

diaphragmatica maupun lesi intrathoracal. Akan tetapi tidak ditemukannya gelembung perut (

bubble stomach ) pada bayi masa gestasi 18 minggu dengan ibu yang polyhidramnion

kemungkinan besar oleh karena atresia esofagus. Secara keseluruhan sensifitas dari USG

sekitar 42 %. Polihidraminon sendiri merupakan indikasi yang lemah dari atresia esofagus

(insiden 1%). Polihidramnion merupakan keadaan dimana terdapat jumlah cairan amnion

yang sangat banyak. Tanda ini bukanlah diagnosa pasti, tetapi jika ditemukan  harus

dipikirkan kemungkinan atresia esofagus. Cairan amnion secara normal mengalami proses

sirkulasi dengan cara ditelan, dikeluarkan melalui urine. Pada  atresia esofagus /fistula atresia

esofagus, cairan amnion yang ditelan dikeluarkan kembali karena menumpuknya cairan pada

kantong  esofagus sehingga meningkatkan jumlah cairan amnion. Akhirnya terjadilah

polihidramion. Pemeriksaan penunjang yang lain yang dapat digunakan untuk meningkatkan

keakuratan diagnosa ialah USG pada leher janin untuk melihat kantong esofagus yang buntu

di proximal dan untuk mengamati proses menelan pada janin. Serta MRI dapat digunakan

untuk membantu diagnosa.3,10

Secara umum atresia esofagus harus dicurigai pada pasien dengan :

Kasus Ibu dengan Polyhidramnion

Jika kateter yang digunakan untuk resusitasi pada waktu lahir tidak bisa dimasukkan

ke dalam lambung

Jika bayi yang baru lahir timbul sesak nafas yang disertai sekresi mulut yang

berlebihan

Jika tersendak, sianosis, atau batuk pada waktu berupaya menelan makanan karena

aspirasi cairan ke dalam jalan nafas2,9

Bayi baru lahir dengan ibu polihidramnion dapat dites dengan nasogastric tube yang

dapat masuk sampai ke lambung setelah kelahiran untuk menyingkirkan kemungkinan

adanya atresia esofagus. Bayi dengan Atresia Esofagus tidak mampu menelan saliva dan

ditandai dengan saliva yang banyak, sering batuk dan memerlukan suction berulang oleh

27

karena atresia esofagus yang menyebabkan isinya tertumpuk di bagian proximal esofagus.

Pada Atresia Esofagus, kateter tidak bisa lewat melebihi 9-10 cm dari hidung ke gaster.

Rongent dada dan abdomen memperlihatkan ujung kateter tertahan. Disuperior mediatinum

(T2-4), sementara gas pada perut & usus menunjukkan adanya fistula trakheoesofagus distal.

Tidak adanya gas gastro intestinal menunjukkan atresia esofagus yang terisolasi1,3

Umumnya Atresia Esofagus mempunyai gambaran klinis terdapat banyak gelembung

mukus yang berbusa, dan putih di mulut bayi, serta kadang kadang pada hidung. Bayi juga

mengalami pernapasan yang tersedak disertai episode batuk dan muntah serta sianosis.

Episode ini biasanya bertambah berat pada saat janin di beri ASI. Jika terdapat fistula pada

trakeoesofagus maka akan tampak berkembang distensi abdomen oleh karena adanya gas

pada saluran pencernaan.6,11,19

Gejala-gejala kelainan atresia esofagus ini bervariasi tergantung dari tipe kelainan

fistula trakeoesofagus yang ada. Pada bayi yang dengan hanya atresia, diagnosis biasanya

dibuat setelah kelahiran. Saliva tidak bisa terletak secara mengisi mulut dan nostril kemudian

mengalami regurgitasi. Bayi dengan fistula pada bagian proksimal menghambat pernafasan,

distress, dan sianosis selama makan. Pada bayi dengan atresia dan fistula distula, saliva yang

banyak dan regurgitasi muncul bersamaan dengan sianosis dan pneumonia sekunder yang

terjadi akibat refluks dari isi lambung. Selain itu, udara biasanya masuk keperut, sehingga

perut menjadi timpani dan mungkin menjadi begitu kembung sehingga mengganggu

pernapasan. Jika kedua fistula proksimal dan distal ada, biasanya fistula proksimal yang

memberikan gejala. Tipe yang berikutnya merupakan tipe fistula trakeoesofagus tanpa atresia

atau fistula tipe-H, akan menimbulkan gejala batuk dan tersedak sewaktu makan, pneumonia

berulang dan distensi abdomen intermitten. Pada beberapa kasus yang jarang, kelainan dapat

diagnosis pada masa kanak-kanak. Sedangkan pada pasien dewasa biasanya muncul dengan

pneumonia rekuren dan bronkiektasis1,3

Pada neonatus dengan atresia esofagus atau tracheasofageal fistula, trachea juga akan

mengalami gangguan yang dikenali sebagai tracheomalacia. Tracheomalacia berarti trakea

menjadi lebih lunak dan rigiditasi lebih rendah dibanding normal. Trahceaomalacia dapat

menyebabkan “barking cough”. Hal ini berpengaruh pada pertumbuhan. Terkadang

tracheomalacia lebih berat dan butuh penanganan tambahan5

GAMBARAN RADIOLOGI

Terdapat beberapa pemeriksaan radiologi yang dapat menunjang diagnosis atresia

esofagus. :

28

Foto Thorax

Pemeriksaan radiologic foto thoraks dilakukan dengan memsaukkan sonde lambung

ke dalam esofagus, kalau perlu kateter diisi kontras non ionic. Penampakan radiografi pada

kasus atresia esofagus tergantung dari tipe atresia esofagus itu sendiri, apakah terdapat fistula

trakeoesfagus atau tidak beserta letak dari fistula itu sendiri. Atresia esofagus sendiri terdapat

beberapa tipe, berikut tipe dari atresia esofagus tersebut beserta gambaran radiologisnya19 :

1. Atresia Esofagus dengan fistula trakeoesofagus pada bagian distal

Distensi gas pada bagian perut dan usus halus (disebabkan udara melewati

fistula kemungkinan akan ditemukan. Foto akan memperlihatkan gambaran udara

yang sedikit jika fistula okolusi. Sejumlah udara akan terlihat pada esofagus,

meskipun biasanya udara dalam esofagus pada neonatus dan anak-anak normal, selain

itu akan tampak gas pada abdomen.2,19

Gambar 4. Gambaran Atresia esofagus

dengan fistula trakeoesofagus di bagian distal.

Tampak orogastric tube di bagian proximal

esofagus se rta terlihat gas pada usus di abdomen.12

Gambar 5. Pada gambaran thorax dan abdomen

tampak depan neonatus memperlihatkan saluran di

kantung proksimal pada pasien dengan AE ini.

Adanya gas pada bagian perut menunjukkan

29

adanya fistula trakeoesofagus distal. Kelainan ini

yang paling sering terjadi.2

2. Atresia Esofagus Tanpa Fistula Trakeoesofagus

Dilatasi dari kantong proksimal esofagus yang berisi udara, akan

menyebabkan trakea maju ke bagian depan. Abdomen tidak akan memperlihatkan

penampakan gas. Kantung esofagus bagian bawah dapat dilihat dengan menggunakan

pemasukan barium dengan gastrostonomi2,19

Gambar 6. GambaranAtresiaesofagustanpa adanya

fistula trakeoesofagus di bagian distal maupun

proximal esofagus. Tampak abdomen tidak

memperlihatkan gas sama sekali12.

Gambar 7. Esophageal Atresia. Tampak ujung kateter

yang tidak mencapai abdomen, serta tidak adanya gas

yang tampak pada daerah abdomen.4

3. Atresia Esofagus dengan fistula trakeoesofagus pada bagian proximal

Pada gambaran radiografi, tanda-tandanya sama dengan yang didapatkan pada

atresia esofagus tanpa fistul. Pemeriksaan dengan menggunakan barium mungkin

30

akan mengalami kegagalan dalam pemeriksaan ini. Gambaran fistula membutuhkan

pemeriksaan videofluoroskopi selama pengisian pada kantung proksimal2

Gambar

8. Pada

pemeriksaan barium meal posisi pronasi oblik

menunjukkan aspirasi pada paru kanan akibat adanya

fistula trakeoesofagus proximal.13

4. Fistula Trakeoesofagus tanpa atresia esofagus ( H-Type )

Pneumonia rekuren mungkin akan terlihat, dengan bentuk pneumonia secara

umum. Penggambaran fistula sulit dilakukan. Sejumlah udara akan terlihat pada

esophagus. Pemeriksaan dengan kontras merupakan pemeriksaan pilihan untuk

diagnosis. Kontrak non-ionik merupakan pilihan kontras; dilusi barium dapat

digunakan sebagai kontras alternatif. Jika pasien diintubasi atau dengan foto kontas

menunjukkan trakea tanpa gambaran fistula, maka esofagram sebaiknya dilakukan

pada pasien ini.2

31

Gambar 9. Foto Sebelah Kanan : Fistula

trakeoesofagus tanpa atresia. Pada pemeriksaan

esofagogram menunjukkan adanya fistula ( tanda

panah) dari bagian anterior esofagus (e) menuju

bagian posterior trakea (t). Foto Sebelah Kiri : H-

Type Fistula Trakeoesofagus4,14.

CT-SCAN

Pemeriksaan CT-Scan sangat jarang dilakukan untuk mendiagnosa atresia esofagus.

Biasanya pemeriksaan ini digunakan pada pasien yang lebih dewasa. Gambar CT-scan

penampakan aksial sulit untuk diindefikasi; fistula kemungkinan hanya terlihat sebagian,

tidak nampak seluruhnya. Pemeriksaan CT penampakan sagital selalu digunakan untuk

mendiagnosis atresia esofagus pada neonatus secara akurat. Metode ini dapat memperlihatkan

gambar panjang esofagus, lengkap dengan atresia, fistula dan batas-batasnya. Pemeriksaan ini

jika dikombinasikan dengan

endoskopi akan lebih memberi

keuntungan, sebagai tambahan untuk

membantu diagnosis atresia

esofagus.2

Gambar 10. Gambaran CT pada

neonatus perempuan yang berumur 1

hari dengan esophageal atresia. Pada

32

gambaran CT helical tranversal menunjukkan adanya distensi udara pada esofagus proksimal

( tanda panah ). Adanya volume yang berkurang berhubungan dengan opasifikasi cairan

yang menipis pada hemithorax kanan, berdilatasi, esofagus distal yang terisi cairan yang

menunjukkan aplasia yang berdekatan pada paru paru kanan.15

USG

USG merupakan pemeriksaan yang tidak rutin dilakukan untuk mendiagnosis atresia

esofagus setelah kelahiran, akan tetapi dapat digunakan sebelum kelahiran. Pada pemeriksaan

ini ditemukan adanya gelembung udara pada perut fetus yang dikombinasikan dengan

polihidramnion pada ibu, yang mengarah ke diagnosis atresia esofagus. Kecurigaan akan

meningkat jika terdapat area anehoik pada bagian tengah leher fetus, tanda ini membedakan

atresia esofagus dengan penyakit-penyakit gangguan menelan. Terdapatnya dilatasi kantung

esofagus yang buntu pada pemeriksaan ini dapat merujuk ke atresia esofagus. Tanda kantung

ini telah didapatkan secara langsung pada usia 26 minggu masa gestasi, tetapi onsetnya

diperkirakan paling cepat 22 minggu. Kemungkinan hubungan antara peningkatan tranlusens

nuchal didapatkan pada trimester pertama dan atresia esofagus telah ditemukan2

Gambar 11. Pada ultrasound sagittal sisi kiri fetus menunjukkan jantung,

polihidramion dan tidak adanya gambaran lambung16.

MRI

33

Seperti pemeriksaan USG, MRI tidak disarankan untuk diagnosa atresia esofagus

pada bayi setelah kelahiran. Meskipun begitu, MRI memberikan gambar esofagus dan

sekitarnya pada posisi sagital dan karonal, dan resolusi kontrasnya lebih baik dibandingkan

CT-scan. MRI sangat jarang digunakan untuk menjelaskan lokasi arkus aorta, tetapi sering

digunakan untuk diagnosa molformasi congenital. Tidak seperti USG, pemeriksaan MRI pada

prenatal memberikan gambar lesi sekitar esofagus dan hubungan dan hubungan anatomi.

MRI pada fetus memberikan bukti akurat untuk diagnosis atresia esofagus pada anak dengan

resiko tinggi berdasarkan penemuan USG. Akan tetapi, pemeriksaan MRI sulit untuk

dilakukan pada kasus polihidramnion karena kualitas gambar jelek2

Gambar 12.Ini merupakan fetus berumur 32 minggu dengan atresia esofagus dan tidak

adanya lambung, hasil yang ditandai polihidramion17.

DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

Gejala awal dari atresia esofagus yang merupakan salah satu faktor resiko dari

penyakit ini ialah polyhidramnion, atresia esofagus bukanlah satu-satunya penyebab dari

polyhidramnion. Berikut beberapa penyakit yang dapat menyebabkan polyhidramnion pada

bayi selain dari atresia esofagus3 :

34

1. Atresia Intestinal

Gambar 13. Pada pemeriksaan sonografi pada fetus yang berumur 35 minggu

menunjukkan adanya tanda “double bubble” yang merupakan karakteristik atresia

duodenal sama dengan polihidramion.11

2. Hernia Diafragmatica

Gambar 14. Gambaran Radiologis pada anak yang mengalami hernia

diafgramatica11

PENGOBATAN

35

Sekali diagnosis atresia esofagus dibuat, persiapan harus dibuat untuk koreksi

pembedahan .Orofaring dibersihkan, dan  french tube di pasang untuk suction kontinus dari

kantung atas esofagus, kepala bayi harus elevasi. Cairan IntraVena (10% dextrose) dapat

diberika, O2 tetapi digunakan sebagai kebutuhan untuk pemeliharaan saturasi O2 normal. Pada

janin dengan kegagalan respirasi. Endotrakeal intubasi harus dilakukan. Ventilasi bag-mask

tidak dibutuhkan oleh karena dapat menyebabkan distensi lambung akut yang membutuhkan

gastrotomi emergensi.3

Jika diduga terjadi spesis atau infeksi pulmonal, antibiotik spekrum luas (seperti

ampicilin+gentamicyn) harus diberikan. Beberapa sumber merekomendasikan memulai

antibiotik intra vera secara empiris karena peningkatan resiko aspirasi. Bayi harus

dipindahkan ke senter tersier yang memiliki NICU.3

Sebelum pembedahan, bayi dievaluasi untuk mengetahui abnormal kongenital yang

lain. Foto thoraks dapat mengevaluasi abnormalitas skeletal, malformasi kordiovaskular,

pneumonia dan lengkung aorta kanan. Foto abdomen bertujuan mengevaluasi abnormalitas

skeletal, obstruksi intestinal dan malrotasi. Foto thoraks dan abdomen biasanya sudah

mencukupi, penggunaan kontraks tidak terlaku sering dibutuhkan untuk mengevaluasi atresia

esofagus. Echocardiogram dan renal ultrasonogram mungkin dapat membantu.3,

Gastrotomi untuk dekompresi lambung digunakan pada pasien dengan pnemonia

signifikan atau atelektasis untuk mencegah refluk isi lambung melewati fistel dan menuju

trakea. Bayi yang sehat tanpa komplikasi pulmonal atau anomali mayor yang lain biasanya

menjalani perbaikan primer pada beberapa hari kehidupan, rata-rata harapan hidup pada

pasien kelompok ini hampir 100%.3

Pembedahan ditunda pada bayi dengan berat badan lahir rendah, pneumonia atau

anomali mayor yang lain. Bayi prematur dengan BBLR dan bayi dengan malformasi mayor

yang bersamaan diterapi dengan nutrisi parenteral, gastrotomi dan suction kantong atau

sampai mereka dapat dioperasi. Rata-rata harapan hidup keluarga ini antara 80-95% anomali

jantung khusunya merupakan penyebab kematian

pada kasus yang lebih kompleks.3

Gambar 15. Tampak esofagus anak yang telah

menjalani operasi perbaikan dari atresia esofagus

dengan fistula trakeoesofagus18

36

PROGNOSIS

Tahun 1962, Waterson dkk membuat klasifikasi bayi yang lahir dengan Atresia Esofagus

menjadi 3 grup " dengan harapan hidup yang berbeda" Klarifikasi menurut BB lahir, kelainan

lain yang berhubungan & adanya pneumonia :

Grup A : > 5 ½ lb (1800 – 2500 gr ) dan baik

Grup B  : 1. BB Lahir 4-5 (1800-2500 gr) & baik

2. BB lahir >tinggi, pneumonia moderat & kelainan congenital

Grup C :   1. BB lahir < 4 lb (1800gr)

2. BB lahir > tinggi & pneumonia berat & kelainan kongenital berat.

Klasifikasi ini merujuk pada 113 kasus yang ditangani dari RS Great Ormond Street dari

1951-1959. 38 bayi di grup A, hampir semua selamat (95%) hanya 2 yang tidak. Dari 43 bayi

di grup B, 29 selamat (68%) sementara hanya 2 bayi dari 32 yang slamat di grup C.

Selama 40 tahun telah terjadi peningkatan angka survival rate berkaitan dengan diagnosis

dan terapi pada kelainan lain yang berhubungan. Kemajuan di bidang tekhnik anastesi dan

intensive care bagi neonatus  cukup memuaskan. Klasifikasi Waterson berdasarkan  357 bayi

dengan atresia esofagus yang dirawat di Rumah sakit dari 1980- 1992 :

Grup A. 153 dari 154 selamat (99%)

Grup B.    72 dari 76 selamat (95% )

Grup C.   101 dari 142 selamat (71%)

Jelaslah bahwa sistem klasifikasi berdasarkan resiko baru diperlukan sesuai era yang

sudah modern. Klasifikasi berdasarkan resiko, baru meliputi berat badan lahir dan malfomasi

jantung  yang bertanggung  jawab pada sebagian besar kematian.

Kalsifikasi menurut Spitz terhadap keselamatan pada Atresia Esofagus :

Grup I   : BB lahir > 1500 gr tanpa kelainan jantung mayor (utama)

Grup II  : BB lahir < 1500 atau dengan kelainan  jantung mayor

GrupIII  : BB lahir < 1500 + kelainan jantung mayor

Kelainan jantung mayor didefinisikan sebagai kelainan jantung kongenital sianotik yang

memerlukan terapi paliatif atau lebih atau kelainan jantung kongenital cyanotic yang

memerlukan bedah untuk gagal jantung. Berdasarkan klasifikasi Scheme, angka keselamatan

di grup I 96 %, grup II 59 % dan grup III 22 % pada tahun 1980, tetapi sudah meningkat

37

menjadi 98 %, 82% dan 58 % pada saat ini. Penelitian dari montreal mengidentifikasikan

hanya preoperative yang tergantung ventilator dan kelainan penyerta yang berat dengan

prognosis signifikan. 10

DAFTAR PUSTAKA

1. Nelson EW. Nelson textbook of pediatrics. Ed.18. Edited by Robert M. Kliegman,

Hal B. Jenson, Richard E. Behrman and Bonita F. Stanton. Saunders Elsevier.

Amerika Serikat. 2007. Chapter 315 Page 1541 & Chapter 316 Page 1543-1544.

2. Kronemer Keith A. and Warwick AS. Imaging in esophageal atresia and

tracheosophageal fistula. (Online) Updated 25 May 2011 (Cited on 27 september

2011). Available from URL : http://emedicine.medscape.com/article/414368-

overview

3. Clark, Dwayne C. Esophagealatresia and tracheosophageal fistula. (Online) Updated

15 Februari 1999 (Cited on 27 september 2011). Available from URL :

http://www.aafp.org/afp/910/html

4. Hardy, Maryann And Stephen Boynes. Paediatric radiography. Blackwell Science.

University of Bradford. Australia. 2003. Page 109-110.

5. University Of Michigan Health System, Departement Of Surgery. Esophageal atresia.

(Online) (Cited on 27 september 2011). Available from URL :

http://surgery.med.umich.edu/pediatric/clinical/patient_content/a-m/

esophageal_atresia_patient.shtml

6. Barksdale, Edward M in Basil J. Zitelli and Holly W. Davis. Atlas of pediatric

physical diagnosis fifth edition. Elvesier Health. Philadelphia. 2007. Chapter 2 Page

28 & Chapter 7 Page 623-628.

7. Putz, R. and R. Pabst, Atlas anatomi manusia sobotta jilid 2. ECG. Indonesia. 2007.

Hal. 104.

8. Wibowo, Daniel S. dan Widjaja Paryana. Anatomi tubuh manusia. Graha Ilmu.

Indoneisa. 2009. Hal. 324-325.

9. Lucile Packard Children’s fistula Hospital. Tracheosophageal and esophageal atresia.

Stanford University of Medicine. California. (Online) (Cited on 27 september 2011).

Available from URL :

http://www.lpch.org/DiseaseHealthInfo/HealthLibrary/digest/tracheo.html

38

10. Spitz, Lewis. Oesophageal atresia. Orphanet Journal of Rare Disease. Bio Med

Central. 11 May 2007.

11. Gunderman, Richard B. Essential radiology second edition. Thieme Medical

Publisher. Newyork. 2006. Page 306.

12. Devos, A.S. and J.G.Blickmann. Radiological imaging of the digestive tract in infants

and children. Springer. Netherland. 2008. Page 86-87.

13. Tamay, Zeynep dkk. A congenital proximal tracheoesophageal fistula 14 years after

surgical repair of esophageal atresia with distal tracheoesophageal fistula. The

Turkish Jurnal of Pediatrics. 2008.

14. Radiological Society of North America. Congenital anomalies of the upper

gastrointestinal tract. United States. (Online) Updated on July 1999 (Cited on 27

september 2011). Available from URL :

http://radiographics.rsna.org/content/19/4/855/F6.expansion

15. American Journal of Roentgenology. Esophageal atresia. United States. (Online)

(Cited on 27 september 2011). Available from

URL :http://www.ajronline.org/cgi/content/full/181/5/1391/FIG6

16. Imaging Consult. Atresia esophageal. (Online) (Cited on 27 september 2011).

Available from URL : http://imaging.consult.com/image/case/dx/Obstetrics%20and

%20Gynecology?title=Atresia,

%20Esophageal&image=fig1&locator=gr1&pii=S1933-0332(08)70523-8

17. Atlas of fetal MRI. Esophageal atresia. (Online) (Cited on 27 September 2011).

Available from URL :

http://radnet.bidmc.harvard.edu/fetalatlas/chest/esophatresia/esophatresia.html

18. Javors, Bruce R. and Ellen L. Wolf. Radiology of the postoperative GI tract. Springer-

Verlang. New York. 2003. Page 71

19. Rasad, Sjahriar. Radiologi diagnostik FKUI. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2009. Page

405.

39