23
PENDAHULUAN Hemolisis, kelainan tes fungsi hati dan jumlah trombosit yang rendah sudah sejak lama dikenal sebagai komplikasi dari preeklampsi-eklampsi. Godlin menamakan sindrom ini EPH Gestosis tipe II. Singkatan HELLP pertama kali diperkenalkan oleh Weinsteint (1982) yang menjelaskan, bahwa Sindroma HELLP, berarti preeclampsia - eclampsia yang mengalami : H : hemolisis, EL : elevated liver enzyme : tanda adanya disfungsi hepar LP : low patelet count : throbositopenia Permasalahan yang sering timbul pada sindroma ini baik pada diagnosis maupun dalam hal penatalaksanaan. Karena gejala dan tanda sindroma HELLP sangat bervariasi sehingga seringkali diagnosis ditegakkan saat penyakit sudah berada dalam stadium lanjut. Akibatnya morbiditas ibu lebih tinggi lagi. Morbiditas yang paling sering terjadi adalah penggunaan transfusi darah atau produk-produk darah. Disamping itu resiko terjadinya edema paru, consumptive coagulopathy “, gagal ginjal, infark dan ruptur hepar serta gagal jantung paru sangat tinggi. EPIDEMIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO 1

Hellp Syndrome.doc

Embed Size (px)

DESCRIPTION

semua tentang HELLP syndrom

Citation preview

Page 1: Hellp Syndrome.doc

PENDAHULUAN

Hemolisis, kelainan tes fungsi hati dan jumlah trombosit yang rendah

sudah sejak lama dikenal sebagai komplikasi dari preeklampsi-eklampsi. Godlin

menamakan sindrom ini EPH Gestosis tipe II.

Singkatan HELLP pertama kali diperkenalkan oleh Weinsteint (1982)

yang menjelaskan, bahwa Sindroma HELLP, berarti preeclampsia - eclampsia

yang mengalami :

H : hemolisis,

EL : elevated liver enzyme : tanda adanya disfungsi hepar

LP : low patelet count : throbositopenia

Permasalahan yang sering timbul pada sindroma ini baik pada diagnosis

maupun dalam hal penatalaksanaan. Karena gejala dan tanda sindroma HELLP

sangat bervariasi sehingga seringkali diagnosis ditegakkan saat penyakit sudah

berada dalam stadium lanjut. Akibatnya morbiditas ibu lebih tinggi lagi.

Morbiditas yang paling sering terjadi adalah penggunaan transfusi darah atau

produk-produk darah. Disamping itu resiko terjadinya edema paru, “ consumptive

coagulopathy “, gagal ginjal, infark dan ruptur hepar serta gagal jantung paru

sangat tinggi.

EPIDEMIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO

Sindrom HELLP terjadi pada ± 2-12% kehamilan. Sebagai perbandingan,

preeklampsi terjadi pada 5-7% kehamilan. Superimposed sindrom HELLP

berkembang dari 4-12% wanita preeklampsi atau eklampsi. Tanpa preeklampsi,

diagnosis sindrom ini sering terlambat. Faktor risiko sindrom HELLP berbeda

dengan preeklampsi (Tabel 1).

Dalam laporan Sibai dkk (1986), pasien sindrom HELLP secara bermakna

lebih tua (rata-rata umur 25 tahun) dibandingkan pasien preeklampsi-eklampsi

tanpa sindrom HELLP (rata-rata umur 19 tahun). lnsiden sindrom ini juga lebih

1

Page 2: Hellp Syndrome.doc

tinggi pada populasi kulit putih dan multipara. Penulis lain juga mempunyai

observasi serupa (Mc Kenna, Dover dan Brame 1983, Thiagarajah dkk 1984,

Weinstein 1985). Sindrom ini biasanya muncul pada trimester ketiga, walaupun

pada 11% pasien muncul pada umur kehamilan <27 minggu; di masa antepartum

pada sekitar 69% pasien dan di masa postpartum pada sekitar 31%. Pada masa

post partum, saat terjadinya khas, dalam waktu 48 jam pertama post partum.

Tabel 1. Faktor risiko

Sindroma HELLP Preeklampsi

MultiparaUsia ibu > 25 tahunRas kulit putihRiwayat keluaran kehamilan yang jelek

NulliparaUsia ibu < 20 tahun atau > 40 tahunRiwayat keluarga preeklampsiAntenatal (ANC) yang minimal Diabetes Melitus Hipertensi Kronik Kehamilan multiple

ETIOLOGI DAN PATOGENESIS

Patogenesis Hellp syndrome masih belum jelas. Normalnya pada

kehamilan terutama pada trimester III akan terjadi penurunan tekanan darah,

sedang renin, angiotensin II, prostasiklin dan volume darah meningkat. Pada PEB

terjadi tekanan darah yang meningkat, sedang renin, angiotensin II, prostasiklin

menurun. Prostasiklin menyebabkan penurunan vasokonstriksi, platelet

agregation, uterine activity dan peningkatan utero-plasental blood flow. Sedang

Tromboksan bekerja sebaliknya. Perubahan material-material diatas dianggap

berperan untuk terjadinya Hellp sindrome.

Hemolisis mikroangiopati pertama kali dikemukakan tahun 1962 dan

didefinisikan sebagai kelompok gangguan klinik dengan fragmentasi sel-sel darah

merah dalam sirkulasi. Oleh Weinstein (1982) mengemukakan bahwa pada

preeklampsia hemolisis terjadi akibat vasospasme pembuluh darah dan interaksi

sel darah merah dengan sel endotel pembuluh darah yang abnormal atau mungkin

juga oleh karena proses imun. Terjadinya reaksi peroksidase pada membran sel

2

Page 3: Hellp Syndrome.doc

darah merah menyebabkan ketidakstabilan membran eritrosit dan perubahan ini

menyebabkan eritrosit rentan untuk mengalami hemolisis. Kelainan membran ini

terutama didapatkan pada penderita yang disertai kelainan hepar. Ada beberapa

parameter laboratorium yang dapat digunakan untuk mengetahui adanya hemolisis

mikroangiopati antara lain haptoglobin, LDH, bilirubin (semen dan urine),

hemoglobin bebas, apusan darah tepi. Meskipun demikian pemeriksaan yang di

anggap “ Gold standar “ belum ada. Diantara beberapa parameter ini, haptoglobin

merupakan pemeriksaan yang paling sensitif untuk mengetahui secara dini

adanya hemolisis mikroangiopati.

Peningkatan enzim hati (alanin aminotrasferase, aspartat

aminotransferase dan laktat dehidrogenase) terjadi karena adanya nekrosis

parenkim dan perdarahan dalam sinusoid hepar. Terjadinya nekrosis dan

perdarahan ini akibat tumpukan bahan yang menyerupai fibrin dalam sinusoid

hepar sehingga terjadi obstruksi aliran darah. Jika perdarahan dan nekrosis dan

nekrosis cukup berat akan terjadi infark atau pembentukan hematoma

subkapsuler. Berapa nilai yang dianggap abnormal juga berbeda-beda. Weinstein

yang pertama kali mempopulerkan istilah ini tidak menyebutkan kadar berapa

yang dianggap abnormal. Menurut Goodlin dan Thiagarah, kadar SGOT yang

dianggap abnormal bila nilai > 50 IU/L. Vandam dkk menggunakan nilai > 16

IU/L, Brazy dkk menggunakan nilai 50 IU/L dan sibai dan Aarnnoudse

menggunakan nilai ≥ 72 IU/L sedangkan Martin dkk menggunakan kadar SGOT

≥ 40 IU/L dan SGPT ≥ 40 IU/L. Kadar LDH yang dianggap abnormal bervariasi

antara 195 – 600 IU/L .

Trombositopenia. Meskipun jarang berat, merupakan kelainan

hematologis yang paling sering ditemukan pada penderita preeklampsia.. Disebut

trombositopenia bila jumlah trombosit ≤ 150.000. Dan jika didapatkan

trombositopenia ≤ 100.000 maka lambat atau cepat dapat masuk kedalam

“fulminant HELLP“. Angka kejadian trombositopenia pada PEB sebesar 20%.

Pathofisiologi terjadinya penurunan jumlah trombosit pada penderita

preeklampsia:

3

Page 4: Hellp Syndrome.doc

1. Meningkatnya pemakaian dan agregasi/aglutinasi diperifer

2. Aktivasi trombosit meningkat

3. Waktu hidup trombosit lebih pendek

4. Dan penurunan kadar prostasiklin (prostasiklin merupakan

penghambat agregasi trombosit yang kuat).

Oleh sebab itu beratnya trombositopenia menggambarkan derajat

kerusakan sel endotel, agregasi trombosit, pemecahan/destruksi trombosit dan

penumpukan mikrotrombus. Jumlah trombosit pada penderita preeklampsia

merupakan indikator yang paling baik untuk melihat adanya komplikasi pada ibu,

janin maupun neonatus. Jumlah trombosit yang < 150.000/ul merupakan periode

transisi dan jumlah trombosit < 100.000/uL merupakan tanda bahwa penyakit

cukup berat sehingga bila persalinan ditunda trombosit akan menurun menilai

lebih rendah lagi. Penderita dengan jumlah trombosit ≤ 50.000/ul mempunyai

risiko tinggi untuk mengalami perdarahan post partum, komplikasi perdarahan

dari luka operasi atau luka episiotomi juga ada hubungannya dengan jumlah

trombosit. Pemberian trannsfusi trombosit untuk tindakan profilaksis tidak

menjamin bahwa komplikasi perdarahan post partum atau dari luka operasi akan

menurun. Oleh karena itu adalah penting untuk untuk melakukan pengamatan

jumlah trombosit pada penderita preeklampsia khususnya preeklampsia berat

khususnya yang mendapatkan perawatan konservatif.

MANIFESTASI KLINIS

Pasien sindrom HELLP dapat mempunyai gejala dan tanda yang sangat

bervariasi, dari yang bernilai diagnostik sampai semua gejala dan tanda pada

pasien preeklampsi-eklampsi yang tidak menderita sindrom HELLP.

Sibai (1990) menyatakan bahwa pasien biasanya muncul dengan keluhan

nyeri epigastrium atau nyeri perut kanan atas (90%), beberapa mengeluh mual dan

muntah (50%), yang lain bergejala seperti infeksi virus. Sebagian besar pasien

4

Page 5: Hellp Syndrome.doc

(90%) mempunyai riwayat malaise selama beberapa hari sebelum timbul tanda

lain.

Dalam laporan Weinstein, mual dan/atau muntah dan nyeri epigastrium

diperkirakan akibat obstruksi aliran darah di sinusoid hati, yang dihambat oleh

deposit fibrin intravaskuler. Pasien sindrom HELLP biasanya menunjukkan

peningkatan berat badan yang bermakna dengan udem menyeluruh. Hal yang

penting adalah bahwa hipertensi berat (sistolik 160 mmHg, diastolik 110 mmHg)

tidak selalu ditemukan. Walaupun 66% dari 112 pasien pada penelitian Sibai dkk

(1986) mempunyai tekanan darah diastolik 110 mmHg, 14,5% bertekanan darah

diastolik 90 mmHg.

Dalam laporan awal Weinstein (1952) atas 29 pasien, kurang dari

setengah (13 pasien) mempunyai tekanan darah saat masuk rumah sakit 160/110

mmHg. Jadi sindrom HELLP dapat timbul dengan tanda dan gejala yang sangat

bervariasi, yang tidak bernilai diagnosis, dan dapat diikuti dengan kesalahan

pemberian obat dan pembedahan seperti apendisitis, gastroenteritis,

glomerulonefritis, pielonefritis dan hepatitis virus. Perlemakan hati akut (AFLP)

jarang terjadi tapi potensial menjadi komplikasi yang fatal pada kehamilan

trimester ketiga. Pada awalnya, perlemakan hati akut dalam kehamilan sukar

dibedakan dari sindrom HELLP. Pasien AFLP mempunyai gejala khas berupa:

mual, muntah, nyeri abdomen, dan ikterus. Sindrom HELLP dan AFLP keduanya

ditandai dengan peningkatan tes fungsi hati, tapi pada sindrom HELLP

peningkatannya cenderung lebih besar. PT dan PTT biasanya memanjang pada

AFLP tapi normal pada sindrom HELLP (Tabel 2). Pemeriksaan mikroskopik

5

Page 6: Hellp Syndrome.doc

hati merupakan tes diagnosis untuk menentukan AFLP. Panlobular

microvesicular fatty change (steatosis) difus derajat rendah merupakan gambaran

patognomonik AFLP. Penanganan AFLP meliputi pengakhiran kehamilan segera,

atasi hiperglikemi atau koagulopati bila timbul.

Tabel 2. Perbedaan hasil laboratorium AFLP dan sindrom HELLP

AFLP HELLP

Glukosa

Asam urat

Kreatinin

Trombcsit

Fibrinogen

Waktu Prothrombin (PT)

Waktu Parsial

Thromboplastin (PTT)

Rendah

Tinggi

Tinggi

Rendah atau normal

Rendah

Memanjang

Memanjang

Normal

Tinggi

Tinggi

Rendah atau normal

Normal sampai meningkat

Normal

Normal

DIAGNOSIS

Tiga kelainan utama pada sindrorn HELLP berupa hemolisis,

peningkatan kadar enzim hati dan jumlah trombosit yang rendah. Banyak penulis

mendukung nilai laktat dehidrogenase (LDH) dan bilirubin agar diperhitungkan

dalam mendiagnosis hemolisis. Derajat kelainan enzim hati harus didefinisikan

dalam nilai standar deviasi tertentu dan nilai normal di masing-masing rumah

sakit. Di University of Tennessee, Memphis, digunakan nilai potong > 3 SD.

(Tabel 3).

6

Page 7: Hellp Syndrome.doc

Tabel 3. Kriteria diagnosis sindrom HELLP (University of Tennessee,

Memphis)

Hemolisis

- Kelainan apusan darah tepi

- Total bilirubin > 1,2 mg/dl

- Laktat dehidrogenase (LDH) > 600 U/L

Peningkatan fungsi hati

- Serum aspartate aminotransferase (AST) > 70 U/L

- Laktat dehidrogenase (LDH) > 600 U/L

Jumlah trombosit yang rendah

- Hitung trombosit < 100.000/mm

WORK UP DAN EVALUASI

Laboratorium. Pemeriksaan darah lengkap, faal homeostasis dan fungsi hati.

Pencitraan : Thorax foto jika dicurigai edema paru, USG jika dicurigai ruptura

hepar.

Test khusus.

a. Dopler USG dapat digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hellp

sindrome dengan cara mengukur pulsatil indeks (PI) dari a.hepatika

komunis. PI kehamilan normal (24 – 36 mgg) adalah 1,17; pada

preeklamsia PI : 1,63; sedang pada PE yang disertai hellp syndrome

terjadi peningkatan berarti PI : 1,83.

b. Haptoglobin. Merupakan protein plasma ( famili alfa 2 glikoprotein) yang

dibuat dihepar. Molekulnya berbentuk tetramareik terdiri dari 2 alfa ringan

dan 2 rantai beta berat dimana kedua rantai ini diikat oleh ikatan disulfida.

Berfungsi untuk mencegah kehilangan hemoglobin melalui ginjal dan

mempertahankan kadar besi dalam tubuh. Pada saat pemecahan eritrosit

haptoglobin dalam plasma akan berikatan dengan hemoglobin bebas

( pada rantai alfa dan beta) sebagai suatu ikatan non kovalen yang

irreversibel. Kemudian makrofag akan membawa ikatan hemoglobin-

7

Page 8: Hellp Syndrome.doc

heptaglobin ke hepar untuk selanjutnya diuraikan dan besi (Fe) akan

didaur ulang. Pemeriksaan secara serial haptoglobin dapat digunakan

untuk mendeteksi dan memantau keadaan hemolisis. Bila didapatkan hasil

yang menurun biasanya menunjukkan adanya anemia hemolitik.

Konsentrasi yang rendah ditemukan pada keadaan-keadaan yang

menyebabkan destruksi sel eritrosit seperti reaksi transfusi, penggunaan

katup jantung, talasemia dan anemia sikle sel, penyakit hati yang berat dan

kelainan kongenital (haptoglobinemia) kehamilan yang disertai hemolisis.

Konsentrasi yang meningkat dapat terjadi pada fase akut suatu infeksi dan

keganasan. Konsentrasi haptoglobin yang tinggi dapat menyingkirkan

adanya hemolisis.

Temuan pathologis

Erythrocyte : Terjadi kerusakan erythrocyte, mengalami fragmentasi dapat

dilihat pada darah tepi.

Thrombosit

o Umur thrombosit normal : 8 – 10 hari. Pada preeclmpasia umur

thrombosit menjadi : 5 – 8 hari.

o Pada sindroma HELLP, umur thrombosit makin memendek,

disertai peningkatan kerusakan thrombosit dan agregasi thrombosit

pada lapisan sel endothel.

o Kerusakan thrombosit akan, menghasilkan thromboxane,

vasokonstriktor kuat.

Gangguan ginjal :

o Sindroma HELLP dapat menimbulkan gangguan ginjal Kerusakan

ginjal bervariasi dari sekedar kenaikan kreatinine serum sampai

terjadi gagal ginjal akut yang reversible (acute tubular necrosis)

maupun yang ireversibel (cortical necrosis)

o Perubahan ginjal pada HELLP Syndrome adalah pembesaran

glomerulus, adanya butir2 fibrin pada lapisan epithel, dan

pembengkakan sel endothel, sehingga terjadi penyempitan

kapiler.glomenrulus

8

Page 9: Hellp Syndrome.doc

DIAGNOSIS BANDING

Pasien sindrom HELLP dapat menunjukkan tanda dan gejala yang sangat

bervariasi, yang tidak bernilai diagnostik pada preeklampsi berat. Akibatnya

sering terjadi salah diagnosis, diikuti dengan kesalahan pemberian obat dan

pembedahan. Diagnosis banding pasien sindrom HELLP meliputi:

- Perlemakan hati akut dalam kehamilan

- Apendistis

- Gastroenteritis

- Kolesistitis

- Batu ginjal

- Pielonefritis

- Ulkus peptikum

- Glomerulonefritis trombositopeni idiopatik

- Trombositipeni purpura trombotik

- Sindrom hemolitik uremia

- Ensefalopati dengan berbagai etiologi

- Sistemik lupus eritematosus (SLE)

Klasifikasi sindroma HELLP

Berdasar kadar thrombosit darah, maka sindroma HELLP diklasifikasi, menjadi :

Klas 1 : thrombositopenia : ≤ 50.000/cc

Klas 2 : > 50.000 ≤ 100.000/cc

Klas 3 : > 100.000 ≤ 150.000/cc

Disertai : hemolisis dan disfungsi hepar yaitu : LDH ≥600 IU/L, AST dan/atau

ALT ≥ 40 IU/L

9

Page 10: Hellp Syndrome.doc

PENATALAKSANAAN

Pasien sindrom HELLP harus dirujuk ke pusat pelayanan kesehatan tersier

dan pada penanganan awal harus diterapi sama seperti pasien preeklampsi.

Prioritas pertama adalah menilai dan menstabilkan kondisi ibu, khususnya

kelainan pembekuan darah (Tabel 4).

Tabel 4. Penatalaksanaan sindrom HELLP pada umur kehamilan < 35

minggu (stabilisasi kondisi ibu) (Akhiri persalinan pada pasien sindrorn

HELLP dengan umur kehamilan 35 minggu)

1. Menilai dan menstabilkan kondisi ibu a. Jika ada DIC, atasi koagulopati b. Profilaksis anti kejang dengan MgSO4 c. Terapi hipertensi berat d. Rujuk ke pusat kesehatan tersier e. Computerised tomography (CT scan) atau Ultrasonografi (USG) abdomen bila diduga hematoma subkapsular hati

2. Evaluasi kesejahteraan janin a. Non stress test/tes tanpa kontraksi (NST) b. Profil biofisik c. USG

3. Evaluasi kematangan paru janin jika umur kehamilan < 35 minggu a. Jika matur, segera akhiri kehamilan b. Jika immatur, beri kortikosteroid, lalu akhiri kehamilan

Pasien sindrom HELLP harus diterapi profilaksis MgSO4 untuk mencegah

kejang, baik dengan atau tanpa hipertensi. Bolus 4-6 g MgSO4 20% sebagai dosis

awal, diikuti dengan infus 2 g/jam. Pemberian infus ini harus dititrasi sesuai

produksi urin dan diobservasi terhadap tanda dan gejala keracunan MgSO4. Jika

terjadi keracunan, berikan 10-20 ml kalsium glukonat 10% iv.

10

Page 11: Hellp Syndrome.doc

Terapi anti hipertensi harus dimulai jika tekanan darah menetap > 160/110

mmHg di samping penggunaan MgSO4. Hal ini berguna menurunkan risiko

perdarahan otak, solusio plasenta dan kejang pada ibu. Tujuannya

mempertahankan tekanan darah diastolik 90 - 100 mmHg. Anti hipertensi yang

sering digunakan adalah hydralazine iv dalam dosis kecil 2,5-5 mg (dosis awal 5

mg) tiap 15-20 menit sampai tekanan darah yang diinginkan tercapai. Labetalol

dan nifedipin juga digunakan dan memberikan hasil baik. Karena efek potensiasi,

harus hati-hati bila nifedipin dan MgSO4 diberikan bersamaan. Diuretik dapat

mengganggu perfusi plasenta sehingga tidak dapat digunakan.

Langkah selanjutnya ialah mengevaluasi kesejahteraan bayi dengan

menggunakan tes tanpa tekanan, atau profil biofisik, biometri USG untuk menilai

pertumbuhan janin terhambat. Terakhir, harus diputuskan apakah perlu segera

mengakhiri kehamilan. Amniosentesis dapat dilakukan pada pasien tanpa risiko

perdarahan. Beberapa penulis menganggap sindrom ini merupakan indikasi untuk

segera mengakhiri kehamilan dengan seksio sesarea, namun yang lain

merekomendasikan pendekatan lebih konservatif untuk memperpanjang

kehamilan pada kasus janin masih immatur. Perpanjangan kehamilan akan

memperpendek masa perawatan bayi di NICU (Neonatal Intensive Care Unit),

menurunkan insiden nekrosis enterokolitis, sindrom gangguan pernafasan.

Beberapa bentuk terapi sindrom HELLP yang diuraikan dalam literatur sebagian

besar mirip dengan penanganan preeklampsi berat.

Jika sindrom ini timbul pada saat atau lebih dari umur kehamilan 35

minggu, atau jika ada bukti bahwa paru janin sudah matur, atau janin dan ibu

11

Page 12: Hellp Syndrome.doc

dalam kondisi berbahaya, maka terapi definitif ialah mengakhiri kehamilan. Jika

tanpa bukti laboratorium adanya DIC dan paru janin belum matur, dapat diberikan

2 dosis steroid untuk akselerasi pematangan paru janin, dan kehamilan diakhiri 48

jam kemudian. Namun kondisi ibu dan janin harus dipantau secara kontinu selama

periode ini. Goodlin meneliti bahwa terapi konservatif dengan istirahat dapat

meningkatkan volume plasma. Pasien tersebut juga menerima infus albumin 5

atau 25%; usaha ekspansi volume plasma ini akan menguntungkan karena

meningkatkan jumlah trombosit. Thiagarajah meneliti bahwa peningkatan jumlah

trombosit dan enzim hati juga bisa dicapai dengan pemberian prednison atau

betametason.

Clark dkk. melaporkan tiga kasus sindrom HELLP yang dapat dipulihkan

dengan istirahat mutlak dan penggunaan kortikosteroid. Kehamilan pun dapat

diperpanjang sampai 10 hari, dan semua persalinan melahirkan anak hidup;

pasien-pasien ini mempunyai jumlah trombosit lebih dari 100.000/mm3 atau

mempunyai enzim hati yang normal. Dua laporan terbaru melaporkan bahwa

penggunaan kortikosteroid saat antepartum dan postpartum menyebabkan

perbaikan hasil laboratorium dan produksi urin pada pasien sindrom HELLP.

Deksametason l0 mg/12 jam iv lebih baik dibandingkan dengan

betametason 12 mg/24 jam im, karena deksametason tidak hanya mempercepat

pematangan paru janin tapi juga menstabilkan sindrom HELLP. Pasien yang

diterapi dengan deksametason mengalami penurunan aktifitas AST yang lebih

cepat, penurunan tekanan arteri rata-rata (MAP) dan peningkatan produksi urin

yang cepat, sehingga pengobatan anti hipertensi dan terapi cairan dapat dikurangi.

12

Page 13: Hellp Syndrome.doc

Tanda vital dan produksi urine harus dipantau tiap 6-8 jam. Terapi kortikosteroid

dihentikan jika gejala nyeri kepala, mual, muntah, dan nyeri epigastrium hilang

dengan tekanan darah stabil <160/110 mmHg tanpa terapi anti hipertensi akut

serta produksi urine sudah stabil yaitu >50 ml/jam.

Sindrom ini bukan indikasi seksio sesarea, kecuali jika ada hal-hal yang

mengganngu kesehatan ibu dan janin. Pasien tanpa kontraindikasi obstetri harus

diizinkan partus pervaginam. Sebaliknya, pada semua pasien dengan umur

kehamilan > 32 minggu persalinan dapat dimulai dengan infus oksitosin seperti

induksi, sedangkan untuk pasien < 32 minggu serviks harus memenuhi syarat

untuk induksi. Pada pasien dengan serviks belum matang dan umur kehamilan <

32 minggu, seksio sesarea elektif merupakan cara terbaik.

Transfusi trombosit diindikasikan baik sebelum maupun sesudah

persalinan, jika hitung trombosit < 20.000/mm3. Namun tidak perlu diulang karena

pemakaiannya terjadi dengan cepat dan efeknya sementara. Setelah persalinan,

pasien harus diawasi ketat di ICU paling sedikit 48 jam. Sebagian pasien akan

membaik selama 48 jam postpartum; beberapa, khususnya yang DIC, dapat

terlambat membaik atau bahkan memburuk. Pasien demikian memerlukan

pemantauan lebih intensif untuk beberapa hari.

Sindrom HELLP dapat timbul pada masa postpartum. Sibai melaporkan

dalam penelitian 304 pasien sindrom HELLP, 95 pasien (31%) hanya

bermanifestasi saat postpartum. Pada kelompok ini, saat terjadinya berkisar dari

beberapa jam sampai 6 hari, sebagian besar dalam 48 jam postpartum. Selanjutnya

75 pasien (79%) menderita preeklampsi sebelum persalinan, 20 pasien (21%)

13

Page 14: Hellp Syndrome.doc

tidak menderita preeklampsi baik antepartum maupun postpartum.

Penanganannya sama dengan pasien sindrom HELLP anteparturn, termasuk

profilaksis antikejang. Kontrol hipertensi harus lebih ketat.

FOLLOW-UP

1. Kemungkinan komplikasi: 1-25% sindroma HELLP mengalami

komplikasi serius seperti : DIC, solusio plasenta, GGA, infeksi/sepsis,

ruptur hematoma hepar, efusi pleura, edema paru, ablasio retina dan

kematian ibu. Terhadap janin komplikasi yang dapat terjadi yaitu kematian

janin dalam rahim, kematian neonatus, lahir prematur dan nilai apgar yang

rendah. Risiko untuk terjadinya sindroam HELLP pada kehamilan

berikutnya ± 14-27 % sedangkan risiko untuk penderita PEB pada

kehamilan berikutnya ± 43%.

Angka kejadian DIC pada sindroma HELLP sekitar 15%.

Hellegren dkk menggunakan sistem skoring untuk mendiagnosis DIC sbb :

1. jumlah trombosit < 100 000

2. pemanjangan waktu protrombin ( 14 det) dan tromboplastin

parsial ( 40 det)

3. kadar fibrinogen 300 mg/dl

4. fibrin split product + (>40 mg/L) atau D-Dimer ( 40 mg/L)

5. aktivitas anti-trombin III < 80 %

Bila didapat 3 kelainan tersebut adalah merupakan diagnosis DIC

manifest dan jika ditemukan 2 kelainan dicurigai suatu dugaan DIC.

Menurut Sibai diagnosis DIC jika didapatkan : trombositopeni, fibrinogen

< 300, FDP > 40 ug/dl. (Peningkatan trhombin time)

2. Outcome yang dapat terjadi :

a. Kematian ibu bersalin cukup tinggi yaitu 24 %. Penyebab kematian

dapat berupa : kegagalan kardiopulmuner , gangguan pembuluh darah,

perdarahan otak, rupture hepar, kegagalan organ multiple.

b. Kematian perinatal cukup tinggi, terutama disebabkan oleh persalinan

preterm.

14

Page 15: Hellp Syndrome.doc

Algoritma penanganan suatu hellp syndrome meliputi:

Pertimbangan dalam kehamilan :

a. Persalinan pervaginam diusahakan bila penderita berada dalam

keadaan inpartu, usia kehamilan > 32 minggu dan bila nilai

pelvik baik dapat dilakukan induksi dengan drip oksitosin.

b. Persalinan dengan operasi sesar dilakukan pada umum

kehamilan ≤ 32 minggu dan nilai pelvik belum matang, ada

gawat janin, malpresentasi, riwayat operasi sesar sebelumnya,

induksi dengan drips oksitosin gagal, nilai pelvik yang jelek

atau pada keadaan dimana kondisi ibu cenderung memburuk

asdfasdfasdf

15