64

Laporan Akhir EKPD 2009 Papua Barat - UNIPA

  • Upload
    ekpd

  • View
    3.299

  • Download
    26

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Dokumen Laporan Akhir EKPD 2009 Provinsi Papua Barat oleh Universitas Negeri Papua

Citation preview

Page 1: Laporan Akhir EKPD 2009 Papua Barat - UNIPA
Page 2: Laporan Akhir EKPD 2009 Papua Barat - UNIPA

Laporan Akhir i

Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat

KATA PENGANTAR

Tulisan dengan judul EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSIPAPUA BARAT merupakan laporan akhir hasil Evaluasi

Pelaksanaan RPJMN 2004-2009 di Provinsi Papua Barat kajian Tim Nara SumberEvaluasi Provinsi Papua Barat. Laporan ini sekaligus merupakan pertanggungjawabanTim Nara Sumber Provinsi Papua Barat yang bekerjasama dengan Kementerian NegaraPerencanaan Pembangunan Nasional Badan Perencanaan Pembangunan Nasional(BAPPENAS) dengan prinsip Swakelola.

Terselesainya tulisan ini sudah barang tentu tidak terlepas dari kerjasama yang apikantara BAPPENAS dan Tim Evaluasi Provinsi Papua Barat, oleh karenanya padakesempatan ini patut disampaikan terima kasih yang tulus kepada Tim BAPPENAS yangtelah berbagi pengalaman, meluangkan waktu dan tenaga yang dimiliki demi perbaikankerja Tim Evaluasi Provinsi Papua Barat.

Terima kasih juga disampaikan kepada sesama Tim Evaluasi Provinsi yang telahmemberikan banyak masukan dan berbagi pengalaman dalam diskusi yang telahmemperkaya wawasan dalam melaksanakan pekerjaan ini. Kepada Kepala BP3D ProvinsiPapua Barat, Kepala BPS Provinsi Papua Barat dan berbagai instansi di lingkunganPemerintah Provinsi Papua Barat yang telah membantu Tim Evaluasi Provinsi PapuaBarat pada kesempatan ini kami juga menghaturkan banyak terima kasih ataskerjasamanya. Kepada Pimpinan Universitas Negeri Papua terima kasih dan hormatdisampaikan atas kepercayaan dan kesempatan yang diberikan kepada Tim Evaluasiuntuk melaksanakan tugas ini.

Akhirnya semoga tulisan ini bermanfaat.

Manokwari, Akhir November 2009

UNIVERSITAS NEGERI PAPUA

REKTOR,

Ir . Yan Pieter Karafir, M.Ec

Page 3: Laporan Akhir EKPD 2009 Papua Barat - UNIPA

Laporan Akhir ii

Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ IDAFTAR ISI .................................................................................................................... iiDAFTAR GAMBAR ........................................................................................................ iiiDAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................................... iii

BAB IPENDAHULUAN ................................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang dan Tujuan ..............................................................................11.2 Tujuan dan Keluaran ........................................................................................21.3 Metodologi Evaluasi .........................................................................................3

1.3.1 Penentuan Indikator Hasil (outcomes) ..................................................31.3.2 Pemilihan Pendekatan Dalam Melakukan Evaluasi ..............................51.3.3 Pelaksanaan evaluasi serta penyusunan rekomendasi kebijakan........61.3.4 Metodologi .............................................................................................7

1.4 Rencana Kerja ...............................................................................................10

BAB 2HASIL EVALUASI ............................................................................................. 12

2.1 Tingkat Pelayanan Publik Dan Demokrasi .....................................................132.1.1. Capaian Indikator ................................................................................152.1.2 Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol ............................................192.1.3 Rekomendasi ......................................................................................20

2.2 Tingkat Kualitas Sumberdaya Manusia ..........................................................212.2.1 Capaian Indikator ................................................................................232.2.3 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol ..............................252.2.3 Rekomendasi ......................................................................................27

2.3 Tingkat Pembangunan Ekonomi ....................................................................282.3.1 Capaian Indikator ................................................................................312.3.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol ..............................332.3.3 Rekomendasi Kebijakan .....................................................................36

2.4 Kualitas Pengelolaan Sumberdaya Alam .......................................................382.4.1 Capaian Indikator ................................................................................422.4.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol ..............................462.4.3 Rekomendasi Kebijakan .....................................................................48

2.5 Tingkat Kesejahteraan Rakyat .......................................................................492.5.1 Capaian Indikator ................................................................................522.5.2 Analisis Indikator Spesifik dan Menonjol .............................................542.5.3 Rekomendasi ......................................................................................56

BAB 3PENUTUP ........................................................................................................ 57DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 58

Page 4: Laporan Akhir EKPD 2009 Papua Barat - UNIPA

Laporan Akhir iii

Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat

DAFTAR GAMBAR

Gambar Uraian Halaman

1 Kerangka Kerja EKPD Provinsi Papua Barat 2009..................................4

2 Hubungan antara Indikator dan Pendekatan Dalam

Melakukan Evaluasi .................................................................................6

3 Struktur Organisasi ..................................................................................9

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Uraian Halaman

1 Data EKPD Provinsi Papua Barat ..........................................................59

2 Indikator Outcomes Provinsi Papua Barat .............................................60

Page 5: Laporan Akhir EKPD 2009 Papua Barat - UNIPA

Laporan Akhir 1

Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Tujuan

Pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

pembangunan nasional, pada hakekatnya pembangunan daerah adalah

upaya terencana untuk meningkatkan kapasitas daerah dalam mewujudkan masa depan

daerah yang lebih baik dan kesejahteraan bagi semua masyarakat.

Hal ini sejalan dengan amanat UU No. 32 tahun 2004 yang menegaskan bahwa

Pemerintah Daerah diberikan kewenangan secara luas untuk menentukan kebijakan dan

program pembangunan di daerah masing-masing.

Evaluasi kinerja pembangunan daerah (EKPD) 2009 dilaksanakan untuk menilai

relevansi dan efektivitas kinerja pembangunan daerah dalam rentang waktu 2004-2008.

Evaluasi ini juga dilakukan untuk melihat apakah pembangunan daerah telah mencapai

tujuan/sasaran yang diharapkan dan apakah masyarakat mendapatkan manfaat dari

pembangunan daerah tersebut.

Secara kuantitatif, evaluasi ini akan memberikan informasi penting yang berguna

sebagai alat untuk membantu pemangku kepentingan dan pengambil kebijakan

pembangunan dalam memahami, mengelola dan memperbaiki apa yang telah dilakukan

sebelumnya.

Hasil evaluasi digunakan sebagai rekomendasi yang spesifik sesuai kondisi lokal

guna mempertajam perencanaan dan penganggaran pembangunan pusat dan daerah

periode berikutnya, termasuk untuk penentuan alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) dan

Dana Dekonsentrasi (DEKON).

Page 6: Laporan Akhir EKPD 2009 Papua Barat - UNIPA

Laporan Akhir 2

Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat

1.2 Tujuan dan Keluaran

Tujuan dan keluaran yang diharapkan dari pelaksanaan EKPD Provinsi Papua

Barat 2009 meliputi:

1. Terhimpunnya data dan informasi evaluasi kinerja pembangunan di Provinsi Papua

Barat

2. Tersusunnya hasil analisa evaluasi kinerja pembangunan di Provinsi Papua Barat.

Untuk laporan awal ini disesuaikan dengan sistematika sebagai berikut:

  Kata Pengantar Daftar Isi BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Tujuan (mengikuti latar belakang EKPD 2009 pada panduan) 1.2 Keluaran 1.3 Metodologi 1.4 Sistematika Penulisan Laporan

BAB II HASIL EVALUASI Deskripsi permasalahan dan tantangan utama pembangunan daerah serta identifikasi tujuan pembangunan daerah.

2.1 TINGKAT PELAYANAN PUBLIK DAN DEMOKRASI

2.1.1. Capaian Indikator Grafik capaian indikator outcomes provinsi dibandingkan dengan capaian indikator outcomes nasional dan analisa Analisis Relevansi Analisis efektifitas

2.1.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol Gambaran dan analisa capaian indikator pendukung penunjang outcomes yang spesifik dan menonjol

2.1.3. Rekomendasi Kebijakan 2.2. TINGKAT KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA

2.2.1. Capaian Indikator Grafik capaian indikator outcomes provinsi dibandingkan dengan capaian indikator outcomes nasional dan analisa Analisis Relevansi Analisis efektifitas

2.2.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol Gambaran dan analisa capaian indikator pendukung outcomes yang spesifik dan menonjol

2.2.3. Rekomendasi Kebijakan 2.3. TINGKAT PEMBANGUNAN EKONOMI

2.3.1. Capaian Indikator Grafik capaian indikator outcomes provinsi dibandingkan dengan capaian indikator outcomes nasional dan analisa Analisis Relevansi Analisis efektifitas

2.3.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol Gambaran dan analisa capaian indikator pendukung outcomes yang spesifik dan menonjol

2.3.3. Rekomendasi Kebijakan 2.4 KUALITAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM

2.4.1 Capaian Indikator Grafik capaian indikator outcomes provinsi dibandingkan dengan capaian indikator outcomes nasional dan analisa Analisis Relevansi Analisis efektifitas

2.4.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol Gambaran dan analisa capaian indikator pendukung penunjang outcomes yang spesifik dan menonjol

2.4.3 Rekomendasi Kebijakan

Page 7: Laporan Akhir EKPD 2009 Papua Barat - UNIPA

Laporan Akhir 3

Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat

1.3 Metodologi Evaluasi

Kerangka kerja EKPD Provinsi Papua Barat 2009 meliputi beberapa tahapan

kegiatan utama yaitu: (1) Penentuan indikator hasil (outcomes) yang memiliki pengaruh

besar terhadap pencapaian tujuan pembangunan daerah; (2) Pemilihan pendekatan dalam

melakukan evaluasi; dan (3) Pelaksanaan evaluasi serta penyusunan rekomendasi

kebijakan, sebagaimana terlihat pada Gambar 1. Ketiga tahapan tersebut diuraikan

sebagai berikut:

1.3.1 Penentuan Indikator Hasil (outcomes)

Indikator kinerja dari tujuan/sasaran pembangunan daerah Provinsi Papua Barat

merupakan indikator dampak (impacts) yang didukung melalui pencapaian 5 kategori

indikator hasil (outcomes) terpilih. Pengelompokan indikator hasil serta pemilihan indikator

pendukungnya, dilakukan dengan memperhatikan kaidah-kaidah sebagai berikut:

A. Specific, atau indikator dapat diidentifikasi dengan jelas;

B. Relevant: mencerminkan keterkaitan secara langsung dan logis antara tar-

get output dalam rangka mencapai target outcome yang ditetapkan; serta

antara target outcomes dalam rangka mencapai target impact yang

ditetapkan;

C. Measurable: jelas dan dapat diukur dengan skala penilaian tertentu yang

disepakati, dapat berupa pengukuran secara kuantitas, kualitas dan biaya;

D. Reliable: indikator yang digunakan akurat dan dapat mengikuti perubahan

tingkatan kinerja;

E. Verifiable: memungkinkan proses validasi dalam sistem yang digunakan

untuk menghasilkan indikator;

F. Cost-effective: kegunaan indikator sebanding dengan biaya pengumpulan

data.

Page 8: Laporan Akhir EKPD 2009 Papua Barat - UNIPA

Laporan Akhir 4

Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat

Pengelompokan 5 kategori indikator hasil (outcomes) yang mencerminkan tujuan/

sasaran pembangunan daerah meliputi:

A. Tingkat Pelayanan Publik dan Demokrasi.

B. Tingkat Kualitas Sumberdaya Manusia.

C. Tingkat Pembangunan Ekonomi.

D. Kualitas Pengelolaan Sumberdaya Alam.

E. Tingkat Kesejahteraan sosial.

EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH

EVALUASIKINERJAPEMBANGUNAN DAERAH

Meningkatkan kapasitas daerah untuk mencapai MASA DEPAN LEBIH BAIKdan KESEJAHTERAAN BAGI SEMUA

Proses untuk menilai pembangunan

Proses atau aktivitas untuk melaksanakan pembangunan

INDIKATOR OUTCOMES

Efektivitas

Efektivitas Biaya

Kualitas

Ketepatan Waktu

Produktivtas

PENDEKATAN DALAM MELAKUKAN EVALUASI:

HASIL EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH

REKOMENDASI KEBIJAKAN

Relevansi

MASA DEPAN LEBIH BAIK

KESEJAHTERAAN BAGI SEMUA

Tingkat Pelayanan Publik dan Demokrasi

Tingkat Kualitas Sumber Daya Manusia

Tingkat Pembangunan Ekonomi

Tingkat Pengelolaan SDA dan Ling. Hidup

Tingkat Kesejahteraan Sosial

Mempertajam Perencanaan Pembangunan Daerah

Mempertajam Penganggaran Pembangunan Daerah

SASARAN POKOK PEMBANGUNAN DAERAH

Efisiensi

Gambar 1 Kerangka Kerja EKPD Provinsi Papua Barat 2009

Page 9: Laporan Akhir EKPD 2009 Papua Barat - UNIPA

Laporan Akhir 5

Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat

1.3.2 Pemilihan Pendekatan Dalam Melakukan Evaluasi

Hubungan antar tingkat indikator dengan pendekatan pengukuran kinerja dapat

dilihat dalam Gambar 2 yaitu:

A. Relevansi untuk menilai sejauh mana pembangunan yang dijalankan relevan

terhadap sasaran atau kebutuhan daerah dalam menjawab

permasalahannya.

B. Efektivitas, untuk melihat apakah pembangunan yang dilakukan

berkontribusi terhadap pencapaian baik tujuan spesifik maupun umum

pembangunan daerah.

C. Efisiensi, untuk mengetahui bagaimana masukan (inputs) dirubah menjadi

keluaran (outputs).

D. Efektivitas Biaya, untuk menggambarkan hubungan antara input dengan

outcomes pembangunan.

E. Kualitas, yaitu pengukuran derajat kesesuaian antara hasil-hasil

pembangunan dengan kebutuhan dan harapan masyarakat.

F. Waktu, yaitu ketepatan waktu/periode pencapaian kinerja yang ditetapkan.

G. Produktivitas, untuk melihat nilai tambah dari setiap tahapan proses

pembangunan dibandingkan dengan sumber daya yang digunakan.

Mengingat keterbatasan waktu dan sumberdaya dalam pelaksanaan EKPD 2009,

maka pendekatan dalam melakukan evaluasi hanya meliputi relevansi dan efektivitas

pencapaian.

Page 10: Laporan Akhir EKPD 2009 Papua Barat - UNIPA

Laporan Akhir 6

Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat

Gambar 2 Hubungan antara Indikator dan Pendekatan Dalam Melakukan

Evaluasi

Permasalahan utama dan Tantangan

Needs

Tujuan/Sasaran Pokok

Inputs/Masukan Proses/KegiatanOutputs/Keluaran

Outcomes/Hasil

Impacts/Dampak

Kondisi Daerah Saat ini

(Identifikasi Pemasalahan dan

Penyebabnya)

RelevansiEfisiensi

Efektivitas

PROSES PEMBANGUNAN

Efektivitas Biaya

1.3.3 Pelaksanaan evaluasi serta penyusunan rekomendasi kebijakan

Tahapan evaluasi dimulai dengan mengidentifikasi permasalahan dan tantangan

utama pembangunan daerah serta mengidentifikasi tujuan pembangunan daerah.

Tahap kedua adalah melengkapi dan mengoreksi Tabel Capaian yang dilanjutkan

dengan tahap ketiga yaitu melakukan penilaian berkaitan dengan relevansi dan efektivitas

pencapaian.

Tahap keempat adalah melakukan identifikasi berbagai alasan atau isu yang

menyebabkan capaian pembangunan daerah (tidak) relevan dan (tidak) efektif. Tim

Evaluasi Provinsi menjelaskan “How and Why” berkaitan dengan capaian pembangunan

daerah.

Tahap kelima adalah menyusun rekomendasi untuk mempertajam perencanaan

dan penganggaran pembangunan periode berikutnya.

Tahap keenam, Bappenas melakukan perbandingan kinerja terkait hasil evaluasi

di atas berupa review dan pemetaan berdasarkan capaian tertinggi sampai terendah.

Page 11: Laporan Akhir EKPD 2009 Papua Barat - UNIPA

Laporan Akhir 7

Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat

1.3.4 Metodologi

Metode yang digunakan untuk menentukan capaian 5 kelompok indikator hasil

adalah sebagai berikut:

1. Indikator hasil (outcomes) disusun dari beberapa indikator pendukung terpilih yang

memberikan kontribusi besar untuk pencapaian indikator hasil (outcomes).

2. Pencapaian indikator hasil (outcomes) dihitung dari nilai rata-rata indikator pendukung

dengan nilai satuan yang digunakan adalah persentase.

3. Indikator pendukung yang satuannya bukan berupa persentase maka tidak

dimasukkan dalam rata-rata, melainkan ditampilkan tersendiri.

4. Apabila indikator hasil (outcomes) dalam satuan persentase memiliki makna negatif,

maka sebelum dirata-ratakan nilainya harus diubah atau dikonversikan terlebih dahulu

menjadi (100%) – (persentase pendukung indikator negatif). Sebagai contoh adalah

nilai indikator pendukung persentase kemiskinan semakin tinggi, maka

kesejahteraan sosialnya semakin rendah.

5. Pencapaian indikator hasil adalah jumlah nilai dari penyusun indikator hasil dibagi

jumlah dari penyusun indikator hasil (indicator pendukungnya). Contoh untuk indikator

Tingkat Kesejahteraan Sosial disusun oleh:

♦ Persentase penduduk miskin

♦ Tingkat pengangguran terbuka

♦ Persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak

♦ Persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia

♦ Presentase pelayanan dan rehabilitasi sosial

Semua penyusun komponen indikator hasil ini bermakna negatif (Lihat No.4).

Sehingga: Indikator kesejahteraan sosial = {(100% - persentase penduduk miskin)

+ (100% - tingkat pengangguran terbuka) + (100% - persentase pelayanan kesejahteraan

sosial bagi anak) + (100%- persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia) +

(100% - persentase pelayanan dan rehabilitasi sosial}/5

Page 12: Laporan Akhir EKPD 2009 Papua Barat - UNIPA

Laporan Akhir 8

Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat

Untuk menilai kinerja pembangunan daerah, pendekatan yang digunakan adalah

Relevansi dan Efektivitas.

Relevansi digunakan untuk menganalisa sejauh mana tujuan/sasaran

pembangunan yang direncanakan mampu menjawab permasalahan utama/tantangan.

Dalam hal ini, relevansi pembangunan daerah dilihat apakah tren capaian pembangunan

daerah sejalan atau lebih baik dari capaian pembangunan nasional.

Sedangkan efektivitas digunakan untuk mengukur dan melihat kesesuaian antara

hasil dan dampak pembangunan terhadap tujuan yang diharapkan. Efektivitas

pembangunan dapat dilihat dari sejauh mana capaian pembangunan daerah membaik

dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Dalam mengumpulkan data dan informasi, teknik yang digunakan dapat melalui:

A. Pengamatan langsung

Pengamatan langsung kepada masyarakat sebagai subjek dan objek

pembangunan di daerah, diantaranya dalam bidang sosial, ekonomi, pemerintahan, politik,

lingkungan hidup dan permasalahan lainnya yang terjadi di wilayah provinsi terkait.

B. Pengumpulan Data Primer

Data diperoleh melalui FGD dengan pemangku kepentingan pembangunan

daerah. Tim Evaluasi Provinsi menjadi fasilitator rapat/diskusi dalam menggali masukan

dan tanggapan peserta diskusi.

C. Pengumpulan Data Sekunder

Data dan informasi yang telah tersedia pada instansi pemerintah seperti BPS

daerah, Bappeda dan Satuan Kerja Perangkat Daerah terkait.

4 Anggota Tim Evaluasi Provinsi Papua Barat

EKPD 2009 dilaksanakan oleh Kedeputian Evaluasi Kinerja Pembangunan,

Bappenas bekerjasama dengan Tim Evaluasi Provinsi yang berasal dari 32 Perguruan

Tinggi Negeri (PTN) untuk mengevaluasi 33 provinsi di masing-masing wilayahnya. Tim

Evaluasi Provinsi bertanggung jawab terhadap pelaksanaan EKPD 2009 di daerah

sebagaimana ditetapkan dalam Surat Keputusan Sekretaris Meneg PPN/Sekretaris Utama

Page 13: Laporan Akhir EKPD 2009 Papua Barat - UNIPA

Laporan Akhir 9

Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat

Bappenas. Struktur organisasi pelaksanaan EKPD 2009 disajikan dalam Gambar 3.

 

Tim Pengarah Nasional (Deputi Meneg PPN/Bappenas

Bidang Evaluasi Kinerja

Tim Sekretariat Nasional (Tim Koordinator Wilayah/Tim Penghubung

Provinsi)

Penanggungjawab (Sekretaris Meneg

PPN/Sekretaris Utama

32 PTN

Tim Evaluasi 33 Provinsi

Legenda: = garis pertanggung-jawaban

= garis koordinasi

33 Pemerintah Provinsi (Bappeda,

SKPD, BPS dsb)

Gambar 3 Struktur Organisasi

Deputi Meneg PPN/Bappenas Bidang Evaluasi Kinerja Pembangunan selaku Ketua

Tim Pengarah mengirim surat tawaran kerjasama pelaksanaan EKPD 2009 kepada Rektor

32 PTN. Selanjutnya berdasarkan surat penunjukan Tim Evaluasi Provinsi oleh Rektor

PTN, kepada Ketua Tim Pengarah, maka Bappenas menetapkan Tim Evaluasi Provinsi

melalui SK Penanggungjawab EKPD 2009.

Penunjukan anggota Tim Evaluasi Provinsi dilakukan oleh Rektor PTN dan

menyampaikan hasil penunjukannya kepada Ketua Tim Pengarah Evaluasi untuk

ditetapkan dalam SK SesMeneg PPN/Sestama Bappenas mengenai Tim Evaluasi Provinsi.

Adapun susunan Tim Evaluasi Provinsi Papua Barat berdasarkan Surat Keputusan

Rektor Universitas Negeri Papua adalah sebagai berikut.

Page 14: Laporan Akhir EKPD 2009 Papua Barat - UNIPA

Laporan Akhir 10

Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat

Penanggung Jawab : Ir. Yan Pieter Karafir, M.Ec (Rektor)

Koordinator Pelaksana : Ir. Victor E. Fere, M.Nat.Res.Ec

Anggota : 1. Dr. Ir. Ishak Semuel Erari, M.Si

2. Dr. Ir. Irnanda A. F. Djuuna, M.Sc

3. Ir. Max Jondudago Tokede, M.Si

4. Simson Werimon, SE., M.Si

1.4 Rencana Kerja

Pelaksanaan kegiatan evaluasi kinerja Provinsi Papua Barat dilaksanakan

berdasarkan rencana kerja yang disusun oleh Tim dalam pertemuan awal seluruh anggota

Tim. Rencana kerja Tim Evaluasi Papua Barat adalah sebagai berikut.

1. Pengumpulan Data dan Informasi oleh Tim Evaluasi Provinsi (Juli - November 2009)

Kegiatan yang dilakukan meliputi menghubungi dan mendatangi dinas/instansi

terkait,serta melakukan Focus Group Discussion (FGD) dengan tujuan melengkapi data

yang masih kurang, memperbaharui data yang ada dengan data yang tersedia pada

dinas/instansi yang berkompeten dan berbagai sumber yang ada di daerah melalui laporan,

Koran dan diskusi dengan informan kunci.

2. Penyusunan Laporan Tim Evaluasi Provinsi (Agustus - Desember 2009)

Laporan disusun berdasarkan informasi/data yang tersedia. Untuk pekerjaan ini

ada 3 jenis laporan yang akan disusun oleh Tim Evaluasi Provinsi. Yang pertama, Laporan

Awal. Laporan ini secara umum berisi metoda dan rencana kerja Tim Provinsi. Yang

kedua, Laporan Kemajuan. Laporan kemajuan berisikan informasi tentang kemajuan

pekerjaan yang telah dicapai oleh Tim Evaluasi Provinsi dalam rangka penyelesaian

Evaluasi Kinerja Provinsi dan yang terakhir, Laporan Akhir, yang merupakan laporan final

pekerjaan Evaluasi Kinerja Provinsi yang dilakukan oleh Tim Evaluasi Provinsi.

Page 15: Laporan Akhir EKPD 2009 Papua Barat - UNIPA

Laporan Akhir 11

Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat

3. Penggandaan dan Pengiriman Laporan

Laporan yang telah tersusun kemudian digandakan sesuai dengan jumlah yang

telah disepakati bersama, yaitu Laporan Awal, Laporan Draft Akhir dan Laporan Akhir

masing-masing sebanyak 3, 3 dan 5 eksemplar. Selanjutnya akan dikirimkan masing-

masing 3 eksemplar ke Tim Evaluasi Kinerja Nasional di Jakarta dan sisanya didistribusikan

ke Instansi Pemerintah di daerah.

4. Verifikasi Laporan (Agustus- November 2009)

Laporan Akhir diverifikasi oleh Bappenas dan hasilnya akan disampaikan kembali

untuk penyempurnaan oleh Tim Evaluasi Provinsi yang meliputi aspek: (1) pemenuhan

sistematika laporan sesuai panduan; (2) kelengkapan dan akurasi data capaian; serta (3)

analisis dan penarikan kesimpulan.

5. Monitoring (Agustus- September 2009)

Monitoring oleh Tim Sekretariat ke daerah dilakukan untuk memantau

perkembangan dan permasalahan pelaksanaan evaluasi oleh Tim Evaluasi Provinsi, serta

rekomendasi penyelesaiannya.

6. Seminar Nasional Laporan Akhir EKPD 2009 (18-20 November 2009)

Seminar akhir EKPD 2009 dilaksanakan di Jakarta dari tanggal 18-20 November

2009. Tim Evaluasi Provinsi menyajikan hasil evaluasi untuk mendapatkan masukan dari

pemangku kepentingan pembangunan Pusat dan daerah.

7. Penyampaian Laporan Tim Evaluasi Provinsi kepada Meneg PPN/Kepala Bappenas

(Awal Januari 2010)

Laporan Akhir disampaikan oleh Tim Pengarah kepada Menteri Negara PPN/

Kepala Bappenas pada awal Januari 2010.

Page 16: Laporan Akhir EKPD 2009 Papua Barat - UNIPA

Laporan Akhir 12

Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat

BAB 2HASIL EVALUASI

Penilaian kinerja pemerintah daerah Provinsi Papua Barat dalam kurun 2004-

2009 perlu memperhatikan situasi dan kondisi politik yang mewarnai

pembentukan provinsi ini. Hal ini dipandang penting mengingat situasi politik pada awal

pembentukan Provinsi ini tidak memungkinkan pemerintah bekerja dengan baik.

Walaupun Provinsi Papua Barat telah ada sejak tahun 1999, penyelenggaraan

pemerintahan di Provinsi Papua Barat baru berjalan efektif setelah pemilihan kepala daerah

tahun 2006. Pemilihan Kepala Daerah merupakan salah satu dasar pengakuan berdirinya

Provinsi Papua Barat. Kegiatan pemerintah provinsi sebelumnya (2004 – 2005) lebih

banyak diwarnai oleh upaya politik dalam rangka mencari solusi atas konflik antar elit

politik yang terjadi sehubungan dengan pembentukan provinsi ini. Pembangunan daerah

pada periode 2004-2005 secara umum dijalankan oleh masing-masing kepala daerah

kabupaten atau para Bupati.

Kondisi awal Provinsi Papua Barat era 2004–2009 ditandai oleh beberapa masalah

dasar seperti sumberdaya manusia yang jumlahnya sedikit dan kualitasnya masih rendah,

sarana prasarana dasar pembangunan seperti air bersih, listrik, pendidikan, kesehatan,

transportasi, telekomunikasi dan perekonomian yang sangat terbatas, kesenjangan taraf

hidup di antara masyarakat, keterisolasian wilayah kampung dan distrik, daya saing

pengusaha lokal yang rendah, kesenjangan pembangunan antara wilayah, pengelolaan

sumberdaya alam yang tidak efektif, tingginya angka kemiskinan, kapasitas kelembagaan

publik yang masih rendah dan otonomi khusus Papua. Dengan memperhatikan masalah

dasar tersebut di atas, tantangan pembangunan Provinsi Papua Barat meliputi

pembangunan manusia, pengembangan ekonomi rakyat, penyediaan sarana dan

prasarana dasar, pengakuan atas hak dasar masyarakat adat, penyebaran dan

pemerataan pembangunan, pelestarian lingkungan dan pengelolaan sumberdaya alam,

pengentasan kemiskinan, pengembangan kelembagaan dan integrasi wilayah.

Page 17: Laporan Akhir EKPD 2009 Papua Barat - UNIPA

Laporan Akhir 13

Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat

2.1 Tingkat Pelayanan Publik Dan Demokrasi

Salah satu masalah yang dihadapi Provinsi Papua Barat pada awal RPJMD 2004-

2009 adalah tingkat pelayanan publik yang masih rendah. Hal ini terlihat dari masih

rendahnya pelayanan aparat pemerintah kepada masyarakat. Rendahnya pelayanan

aparat pemerintah ini, selain disebabkan oleh kurangnya aparat yang memenuhi syarat

kepangkatan untuk jabatan pimpinan dan rendahnya kemampuan aparat pemerintah yang

ditunjukan oleh tingkat pendidikan aparat yang relatif masih rendah, dipengaruhi oleh

beberapa faktor menonjol antara lain penataan kelembagaan yang belum baik, belum

berfungsinya lembaga adat dan lembaga kampung, dan pemahaman sistem berorganisasi

yang masih rendah.

Untuk mengatasi masalah tersebut pemerintah Provinsi Papua Barat

merencanakan agenda Membangun Kapasitas Kelembagaan dengan program prioritas

sebagai berikut :

1. Membentuk dan menata kelembagaan pelayanan dari tingkat provinsi sampai ke tingkat

distrik atau kampung di daerah pedalaman, perkotaan, daerah pesisir dan pulau-

pulau kecil.

2. Merevitalisasi Lembaga Sosial Masyarakat, Adat dan Kelembagaan Kampung.

3. Mengembangkan kemampuan kelembagaan Pemerintah agar mampu melakukan

pelayanan yang prima kepada masyarakat terutama bagi mereka yang mungkin di

kampung/pedesaan, daerah pesisir dan pulau-pulau kecil dengan berbagai

keterbatasan.

4. Meningkatkan kapasitas kelembagaan khususnya kelembagaan pemerintah dalam

membangun serta meningkatkan motivasi masyarakat Papua Barat untuk membangun

dirinya sendiri.

5. Membangun serta memperkuat akses kelembagaan dalam proses perumusan

kebijakan, pelaksanaan program pembangunan serta pengambilan keputusan

pemanfaatan sumberdaya alam di Papua Barat.

6. Membangun kapasitas lembaga sektoral agar mampu melaksanakan pelayanan

secara transparan, akuntabel dan bebas KKN.

Page 18: Laporan Akhir EKPD 2009 Papua Barat - UNIPA

Laporan Akhir 14

Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat

7. Membangun kapasitas kelembagaan baik Pemerintah maupun masyarakat untuk

memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat.

Prestasi Provinsi Papua Barat sampai saat ini, dari berbagai upaya yang ditempuh

telah menunjukan hasil yang signifikan terhadap upaya Membangun Kapasitas

Kelembagaan. Capaian yang berhasil diraih dalam empat tahun pelaksanaan RPJMD

2004-2009 meliputi :

1. Meningkatkan Kapasitas Kelembagaan.

Keberhasilan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan tugas umum

pemerintahan, pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan sangat ditentukan oleh

seberapa besar kapasitas kelembagaan yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah. Semakin

tinggi kapasitas yang dimiliki oleh suatu Pemerintah Daerah semakin baik dalam

menunjang keberhasilan capaian kinerja Pemerintah Daerah tersebut, begitupun

sebaliknya.

Beberapa program dan kegiatan pokok yang telah berhasil dilakukan dalam rangka

penguatan kapasitas pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat adalah Penyempurnaan

struktur kelembagaan Pemerintah tingkat Provinsi, Kabupaten dan Distrik yang meliputi

penyempurnaan SKPD (dengan PERDA), penataan dan penempatan personil-personil

dalam jabatan, rekrutmen pegawai-pegawai baru, penyelenggaraan pendidikan dan

latihan jabatan, pemberian tugas belajar staf pemerintah daerah ke berbagai perguruan

tinggi dan pemberian ijin mengikuti pendidikan ketrampilan fungsional yang dibutuhkan

untuk menggerakan roda Pemerintahan dan pembangunan di Papua Barat.

Sebagai tambahan telah dilakukan penguatan kapasitas perencanaan melalui

penyusunan beberapa dokumen perencanaan pembangunan daerah seperti RPJM,

RPJMD, Strategi Penanggulangan Kemiskinanan, Rencana Induk Pembangunan

Pendidikan dan Kesehatan, Strategi Penguatan Kapasitas Distrik dan Kampung, Standar

Operasional dan Prosedur Dalam Rangka Penataan Kerjasama Luar Negeri di Provinsi

Papua Barat.

Page 19: Laporan Akhir EKPD 2009 Papua Barat - UNIPA

Laporan Akhir 15

Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat

2. Penguatan Lembaga Masyarakat dan Lembaga Adat

Penguatan Kelembagaan LSM adalah kegiatan untuk memperkuat peran dan fungsi

LSM sebagai mitra pemerintah dalam membantu masyarakat berperan aktif dalam proses

pembangunan. Sampai dengan tahun 2007 jumlah LSM yang ada di provinsi Papua Barat

adalah berjumlah 29 LSM.

3. Peningkatan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat.

Dalam hal keamanan dan ketertiban masyarakat diberdayakan polisi pamong

praja untuk berperan aktif menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Hal ini terlihat

dari jumlah polisi pomong praja yang mengalami peningkatan personil yang sangat besar

dalam kurun waktu 2005-2007. Di mana pada tahun 2005, jumlah polisi pamong praja

sebanyak 6.306 orang dan pada tahun 2007 meningkat jumlahnya menjadi 6.430 orang.

Hal ini menunjukan bahwa terjadi peningkatan personil polisi pamong praja sebanyak

124 orang.

4. Peningkatan Jumlah Pegawai Pemerintah

Jumlah Pegawai Negeri Sipil Provinsi Papua barat adalah sebanyak, 17.282 Jiwa,

yang terdiri dari, 642 PNS golonagn I atau sebesar 4 %, Golongan II sebanyak 8.277 jiwa

atau sebesar 47%, Golongan III sebanyak 8251 atau sebesar 48 %, dan golongan IV

sebanyak 112 atau sebesar 1 %. Berdasarkan data di atas, diketahui bahwa jumlah

PNS Provinsi Papua Barat didominasi oleh PNS dengan Golongan II dan Golongan III.

2.1.1. Capaian Indikator

Data penyusun indikator outcome tingkat pelayanan publik terdiri dari data

persentase indikator hasil (output) yang meliputi data persentase jumlah kasus korupsi

yang tertangani dibandingkan dengan yang dilaporkan, persentase aparat yang berijazah

minimal S1 dan persentase jumlah kabupaten/kota yang memiliki peraturan daerah

pelayanan satu atap. Indikator seperti ini sebenarnya belum dapat memberikan gambaran

yang sebenarnya dari tingkat pelayanan publik. Banyaknya jumlah aparat yang berijazah

minimal sarjana tidak berdampak langsung terhadap kinerja pelayanan publik. Hal ini

dapat dipahami karena keahlian aparat berijazah sarjana mengumpul pada bidang keahlian

tertentu, akibatnya banyak aparat yang berijazah sarjana bekerja tidak sesuai dengan

bidang keahliannya.

Page 20: Laporan Akhir EKPD 2009 Papua Barat - UNIPA

Laporan Akhir 16

Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat

Data persentase jumlah kasus korupsi yang tertangani dibandingkan dengan yang

dilaporkan dari tahun 2004 – 2007 di Provinsi Papua Barat tidak ada dalam artian tidak

ada kasus yang dilaporkan sehingga data untuk dua tahun tersebut dianggap sama dengan

nol. Data persentase aparat yang berijazah minimal S1 belum tersedia untuk tahun 2009

sehingga digunakan data prediksi bahwa terjadi peningkatan PNS berijazah minimal S1

sama dengan yang terjadi pada tahun 2008. Capaian indikator outcome tingkat pelayanan

publik Provinsi Papua Barat dan tingkat capaian indikator pelayahan publik Nasional dari

tahun 2004 hingga 2009 disajikan dalam Grafik Capaian Indikator Tingkat Pelayanan

Publik Provinsi Papua Barat Vs Capaian Tingkat Nasional.

Grafik di atas menunjukan bahwa tingkat pelayanan publik di Provinsi Papua

Barat berada di atas rata-rata tingkat pelayanan publik nasional. Tingginya angka capaian

indikator ini sangat dipengaruhi oleh data persentase jumlah kasus korupsi yang tertangani

dibandingkan dengan yang dilaporkan, persentase aparat yang berijazah minimal S1

dan persentase jumlah kabupaten/kota yang memiliki peraturan daerah pelayanan satu

atap. Apabila dilihat dari data yang tersedia, tampak bahwa kasus korupsi di Papua

Barat baru muncul sejak tahun 2008, data tahun-tahun sebelumnya tidak tersedia sehingga

pertanyaan bahwa apakah sejak tahun 2004 tidak ada kasus korupsi? Tidak dapat dijawab

Page 21: Laporan Akhir EKPD 2009 Papua Barat - UNIPA

Laporan Akhir 17

Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat

dalam tulisan ini. Data juga menunjukan bahwa tren pelayanan publik Provinsi Papua

Barat menurun secara tajam pada tahun 2006 hingga berada di bawah rata-rata nasional,

kemudian meningkat secara tetap, mencapai titik tertinggi pada tahun 2008 dan melampaui

rata-rata nasional selanjutnya menurun pada tahun 2009 namun masih lebih tinggi dari

rata-rata nasional. Keadaan ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Seperti disampaikan

sebelumnya bahwa pada tahun 2004 sampai dengan tahun 2006 kondisinya tidak

memungkinkan pemerintah Provinsi Papua Barat bekerja dengan baik. Kegiatan

pemerintah lebih difokuskan pada upaya melegitimasi pendirian Provinsi Papua Barat.

Akibatnya seluruh perhatian pemerintah tertuju pada upaya politik dan kurang

memperhatikan pelayanan publik. Namun, sejalan dengan pengakuan pendirian Provinsi

Papua Barat pemerintah telah meletakan dasar-dasar pembangunan yang baik. Adanya

suatu perencanaan untuk mengatasi berbagai permasalahan mendasar yang dirumuskan

dalam RPJMD 2006-2011 dan adanya perhatian pemerintah terhadap pelayanan publik

yaitu dengan dilaporkannya 2 tindakan kasus korupsi pada tahun 2008 yang telah dan

sedang diproses dan 2 tindakan kasus korupsi pada tahun 2009 telah memberikan indikasi

adanya perbaikan capaian pelayanan publik Provinsi Papua Barat. Kegiatan lain yang

dilakukan oleh pemerintah daerah yang turut meningkatkan capaian pelayanan publik

adalah memberikan kesempatan kepada aparat PEMDA untuk meningkatkan

kemampuannya dengan mengikuti pendidikan lanjut ke jenjang yang lebih tinggi S1 dan

S2 bahkan S3 melalui tugas belajar dan ijin belajar. Perbaikan capaian pelayanan publik

ditunjukan oleh tren capaian ouput tingkat pelayanan publik Provinsi Papua Barat yang

meningkat. Tren yang meningkat ini menunjukan bahwa pembangunan pelayanan publik

Provinsi sudah berada pada track yang benar dan diharapkan dengan kemauan dan

kerja keras upaya peningkatan pelayanan publik dapat mencapai kemajuan yang berarti

pada akhir pelaksanaan RPJMD 2011.

Data penyusun indikator outcome tingkat demokrasi terdiri dari data persentase

indikator hasil (output) yang meliputi data tingkat partisipasi politik masyarakat dalam

pemilihan kepala daerah, tingkat partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan legislatif

dan tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilihan presiden, tingkat pembangunan

gender dan tingkat pemberdayaan gender.

Di lihat dari keikutsertaaan masyarakat Papua Barat dalam kegiatan pemilihan

kepala daerah, pemilihan legislatif dan pemilihan presiden dalam kurun waktu 2004-2009

tampak bahwa sebagian besar masyarakat telah menggunakan hak-haknya dengan baik.

Page 22: Laporan Akhir EKPD 2009 Papua Barat - UNIPA

Laporan Akhir 18

Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat

Hal ini terlihat dari jumlah partisipasi masyarakat dalam pemilihan baik kepala daerah,

legislatif dan presiden di atas 70 % atau secara rinci pemilihan kepala daerah (76 %),

legilatif (72.16 %) dan pemilihan presiden (72.16 %). Kesadaran masyarakat Papua

Barat jika dibandingkan dengan kesadaran masyarakat berdemokrasi secara nasional

tidaklah berbeda, bahkan dalam hal pemilihan kepala daerah terlihat lebih baik dari tingkat

nasional. Sebenarnya kalau panitia PEMILU bekerja dengan baik, pasti angka partisipasi

PEMILU lebih tinggi lagi, karena pada hari pemilihan banyak pemilih yang bergerak ke

TPS-TPS untuk mencari namanya pada Daftar Pemilih. Banyak sekali dari mereka yang

namanya tidak terdaftar sebagai pemilih sehingga tidak ikut PEMILU.

Tingkat demokrasi yang ditunjukan oleh indeks pembangunan gender dan indeks

pemberdayaan gender disajikan dalam grafik di bawah ini.

Grafik di atas menunjukan bahwa tingkat pembangunan gender dan tingkat

pemberdayaan gender Provinsi Papua Barat masih di bawah tingkat nasional. Namun

di lihat dari perkembangannya dari tahun ke tahun tampak bahwa Provinsi Papua Barat

telah menunjukan kemajuan yang baik yang ditandai dengan tren yang meningkat dari

tahun ke tahun mendekati tingkat perkembangan nasional. Hal ini menunjukan bahwa

Page 23: Laporan Akhir EKPD 2009 Papua Barat - UNIPA

Laporan Akhir 19

Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat

program pembangunan yang direncanakan Provinsi Papua Barat sudah tepat walaupun

indeksnya masih di bawah tingkat nasional.

Selain itu, perbaikan berdemokrasi yang ditunjukan oleh peningkatan indeks

pembangunan gender dan indeks pemberdayaan gender menunjukan bahwa

penyelenggaraan pembangunan mampu menjawab tujuan yang ingin dicapai yaitu

partisipasi masyarakat meningkat dalam pembangunan.sudah tepat (efektif).

2.1.2 Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol

Indikator-indikator output spesifik dan menonjol pada tingkat pelayanan publik di

Provinsi Papua Barat selama tahun 2004 hingga 2009 adalah indikator jumlah aparat

pemerintah yang berijazah minimal S1 dan indikator pelayanan satu atap. Indikator-

indikator tersebut dipilih sebagai indikator spesifik karena sangat menonjol mempengaruhi

tingkat pelayanan publik pada tahun 2004 hingga 2009. Capaian kedua indikator tersebut

disajikan pada Grafik Capaian Indikator Jumlah Aparat berijazah minimum S1 dan

Pelayanan Satu Atap.

0.00

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

70.00

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Grafik Persentase Capaian Aparat Berijazah Minimum S1 dan Jumlah Kabupaten/Kota yang Memiliki Perda 1 Atap

Presentase aparat yang berijazah minimal S1

Persentase jumlah kabupaten/ kota yang memiliki peraturan daerah pelayanan satu atap

Page 24: Laporan Akhir EKPD 2009 Papua Barat - UNIPA

Laporan Akhir 20

Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat

Tabel di atas menunjukan bahwa pengaruh jumlah aparat pemerintah yang

berijazah minimal S1 terhadap tingkat pelayanan publik Provinsi Papua Barat sangat

nyata pada dalam kurun waktu 2004-2005 yang ditunjukan dengan peningkatan jumlah

aparat yang berpendidikan minimal sarjana sangat cepat dalam kurun waktu tersebut.

Selanjutnya stabil dan meningkat lagi setelah tahun 2006.

Andil pelayanan satu atap terhadap keberhasilan tingkat pelayanan publik terlihat

dari peningkatan jumlah peraturan daerah satu atap pada masing-masing kabupaten

sejak tahun 2004-2009. Secara keseluruhan daerah yang memiliki peraturan daerah

satu atap meningkat dari 4 kabupaten pada kurun waktu 2004-2006 menjadi 6 kabupaten

sejak tahun 2007 sampai 2009 dan diharapkan pada tahun 2010 seluruh kabupaten di

Provinsi Papua barat telah memiliki dan menerapkan peraturan daerah pelayanan satu

atap.

2.1.3 Rekomendasi

1. Jumlah praktek korupsi yang melibatkan pejabat pemerintah daerah cenderung terjadi,

tetapi upaya pencegahan dan penuntasan belum ditangani seutuhnya (belum

diterapkan secara konsisten). Oleh karenanya upaya untuk menekan tingkat

pertumbuhan korupsi perlu dilakukan melalui pemantauan dan evaluasi pada tingkat

perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pembangunan.

2. Perbaikan tingkat pelayanan publik melalui perbaikan tingkat pendidikan aparat

pemerintah perlu mempertimbangkan kesesuaian tingkat pendidikan dengan job yang

tersedia.

3. Peningkatan pelayanan publik dapat dilakukan dengan meningkatkan jumlah

pelayanan satu atap sesuai dengan pemekaran kabupaten-kabupaten baru.

4. Partisipasi politik/pemahaman demokrasi masyarakat meningkat, namun diperlukan

suatu strategi yang baik untuk memotivasi masyarakat dalam keikutsertaannya dalam

pemilihan umum baik untuk pemilihan kepala daerah, legislatif maupun pemilihan

presiden. Panitia PEMILU perlu memperbaiki cara kerjanya terutama dalam

pendaftaran peserta pemilu dengan mendayagunakan para Ketua Rukun Tetangga

(RT). Hal lain yang dapat dilakukan adalah memberikan sosialisasi atau pemahaman

secara regular, pendidikan politik kepada masyarakat dan peningkatan kesadaran

hukum.

Page 25: Laporan Akhir EKPD 2009 Papua Barat - UNIPA

Laporan Akhir 21

Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat

2.2 Tingkat Kualitas Sumberdaya Manusia

Salah satu masalah utama yang dihadapi Provinsi Papua Barat pada awal

pendiriannya adalah rendahnya mutu dan jumlah sumberdaya manusia. Oleh karenanya

merupakan salah satu agenda utama dalam RPJMD Provinsi Papua Barat 2006-2011

untuk Meningkatkan Mutu Sumberdaya Manusia Provinsi Papua Barat. Upaya yang

ditempuh untuk meningkatkan mutu sumberdaya manusia Papua Barat adalah melalui

perbaikan kualitas kesehatan masyarakat, perbaikan kualitas pendidikan dan perbaikan

sarana dan prasarana kesehatan dan pendidikan. Prioritas peningkatan sumberdaya

manusia melalui perbaikan kualitas pendidikan, kualitas kesehatan dan sarana prasarana,

juga merupakan prioritas kebijakan Otonomi Khusus Papua yang termuat dalam Undang-

Undang Nomor 21 Tahun 2001, di mana kabupaten di seluruh Provinsi Papua Barat

menerima 30 % dana otonomi khusus yang dialokasikan untuk pendidikan dan kesehatan.

Tantangan utama perbaikan kualitas kesehatan masyarakat adalah tertanganinya

dengan baik penyakit menular di kalangan masyarakat baik di semua kampung maupun

perkotaan se Provinsi Papua Barat, meningkatnya akses masyarakat terhadap pelayanan

kesehatan dari 40 % di tahun 2006 menjadi 80 % pada akhir tahun 2011, terlaksananya

pelayanan kesehatan berkala di semua Kampung, terciptanya kader kesehatan

masyarakat, tersedianya kader penolong persalinan di setiap kampung, adanya petugas

paramedis di setiap kampung, terbebasnya masyarakat kampung dari biaya pembelian

obat-obatan, tersedianya tenaga medis dan paramedis di semua sarana kesehatan,

terbangunnya rumah sakit provinsi dan rumah sakit kabupaten serta rumah sakit rujukan,

terbangunnya Pos obat desa di setiap kampung di Provinsi Papua Barat dan

berkembangnya kemitraan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat.

Untuk mengatasi tantangan tersebut di atas, program pokok perbaikan kualitas

kesehatan masyarakat Provinsi Papua Barat tahun 2006-2011 diletakkan pada:

1. Mengembangkan dan mengefektifkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat kampung

baik di wilayah pegunungan, dataran rendah, pesisir pantai dan pulau-pulau kecil.

2. Mempermudah dan menyediakan akses bagi masyarakat untuk memperoleh

pelayanan kesehatan yang baik.

3. Memberantas dan melakukan pencegahan atas berbagai jenis penyakit menular serta

jenis penyakit lain yang dapat mengancam kesehatan masyarakat.

Page 26: Laporan Akhir EKPD 2009 Papua Barat - UNIPA

Laporan Akhir 22

Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat

Tantangan utama perbaikan kualitas pendidikan masyarakat adalah

terselenggaranya proses belajar mengajar dengan baik di setiap jenjang pendidikan baik

di kota maupun di kampung, tertampungnya semua anak usia sekolah dalam proses

belajar mengajar sesuai dengan kebijakan wajib belajar serta pendidikan anak usia dini,

terbebasnya anak sekolah dari beban biaya pendidikan di tingkat dasar dan di tingkat

lanjutan, adanya kerjasama yang efektif antara kabupaten/kota dan provinsi dalam

pengelolaan pendidikan, dilaksanakannya agenda nasional dalam bidang pendidikan

khususnya pendidikan menengah, pendidikan non formal dan pendidikan luar biasa,

dilaksanakannya pendidikan berpola asrama di kampung dan beasiswa bagi anak-anak

yang memiliki potensi dan kemampuan dan mengembangkan budaya baca di setiap

kabupaten.

Untuk mengatasi tantangan tersebut di atas, program pokok perbaikan kualitas

pendidikan masyarakat Provinsi Papua Barat tahun 2006-2011 diletakan pada:

1. Mengembangkan sistem pendidikan di berbagai jenjang

2. Menghasilkan lulusan yang bermutu, bermoral baik, taqwa dan mampu menjadi

pemimpin masyarakat

3. Perbaikan kualitas pendidikan agar mampu bersaing dalam hal ilmu pengetahuan,

teknologi dan mampu bersaing dalam dunia usaha

4. Mengembangkan pola penyiapan sumberdaya manusia Papua Barat agar dapat

memenuhi kebutuhan lapangan kerja yang tersedia.

5. Mengembangkan berbagai jenis pendidikan dan pelatihan ketrampilan kerja yang

mampu bersaing di pasar global

Tantangan utama pembangunan infrastruktur kesehatan dan pendidikan adalah

pembangunan Rumah Sakit Provinsi, Rumah Sakit Kabupaten dan Rumah Sakit Rujukan

lengkap dengan peralatannya dan tenaga pengelola, tenaga medis dan paramedis,

tersedianya berbagai pusat pendidikan kejuruan di berbagai kabupaten sesuai kebutuhan

masing-masing, terpenuhinya kebutuhan guru dan sarana prasana pendidikan, dan adanya

asrama bagi pelajar di kampung.

Page 27: Laporan Akhir EKPD 2009 Papua Barat - UNIPA

Laporan Akhir 23

Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat

Untuk mengatasi tantangan pembangunan sarana dan prasarana pendidikan dan

kesehatan tersebut, program pokok pembangunan infrastruktur kesehatan dan pendidikan

masyarakat Provinsi Papua Barat tahun 2006-2011 diletakan pada:

1. Membangun dan menyediakan berbagai jenis sarana pelayanan kesehatan

masyarakat kampung dan kota seperti rumah sakit, pos pelayan kesehatan, rumah

bersalin.

2. Menyediakan fasilitas kesehatan lainnya.

3. Menyediakan berbagai sarana yang diperlukan untuk membentuk dan membangun

sumberdaya manusia Papua Barat yang terampil, menguasai ilmu pengetahuan dan

teknologi serta mampu bersaing dalam bidangnya.

2.2.1 Capaian Indikator

Data penyusun indikator outcome terdiri dari data persentase indikator hasil

(output) yang meliputi indeks pembangunan manusia, data Angka Partisipasi Murni (APM)

SD/MI, angka putus sekolah SD/MTi, SMP/MTs dan Sekolah Menengah, angka melek

aksara 15 tahun ke atas, jumlah guru yang layak mengajar SMP/MTs dan sekolah

menengah, prevalensi gizi buruk dan prevalensi gizi kurang, tenaga kesehatan per

penduduk, dan penduduk yang berkeluarga berencana.

Di lihat dari indeks pembangunan manusia, kualitas sumberdaya manusia Provinsi

Papua masih jauh di bawah rata-rata nasional. Hal ini dapat dipahami mengingat tingkat

pendidikan, kesehatan dan pendapatan masyarakat Papua Barat masih berada di bawah

tingkat nasional. Perbandingan indeks pembangunan manusia Provinsi Papua Barat

dan indeks pembangunan manusia nasional disajikan dalam Grafik Indeks pembangunan

manusia Provinsi Papua Barat versus indeks pembangunan manusia nasional di bawah

ini.

Data persentase guru yang layak mengajar pada tingkat SMP/MTs untuk tahun

2004 dan 2005 tidak ada sehingga angka data kedua tahun tersebut dianggap sama

dengan nol. Demikian pula halnya dengan data prevalensi gisi buruk dan prevalensi gizi

kurang untuk tahun 2004 hingga 2006 tidak ada sehingga data tahun-tahun tersebut

Page 28: Laporan Akhir EKPD 2009 Papua Barat - UNIPA

Laporan Akhir 24

Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat

dianggap sama dengan nol. Seluruh data tahun 2009 adalah data prediksi yang angkanya

dianggap sama dengan angka tahun 2008. Capaian indikator outcome tingkat kualitas

sumberdaya manusia Papua Barat periode 2004 hingga 2009 ditampilkan pada Gambar

Capaian Indikator Outcome Tingkat Kualitas Sumberdaya Manusia Provinsi Papua Barat

Vs Capaian Indikator Outcomes Nasional.

Grafik di atas menunjukan bahwa capaian indikator outcomes sumberdaya

manusia Provinsi Papua Barat Tahun 2004-2009 masih rendah atau di bawah capaian

indikator outcomes sumberdaya nasional. Hal ini disebabkan karena seluruh indikator

sumberdaya manusia di Papua Barat lebih rendah dari indikator nasional, namun tren

kenaikan tingkat kualitas sumberdaya manusia Provinsi Papua Barat menunjukan

kenaikan yang signifikan pada tahun 2006 kemudian stabil hingga tahun 2008 dan

meningkat pada tahun 2009. Tren kenaikan tingkat kualitas sumberdaya manusia di

Provinsi Papua Barat sangat dipengaruhi oleh persentase jumlah siswa putus sekolah

dan Angka Partisipasi Murni (APM).

Page 29: Laporan Akhir EKPD 2009 Papua Barat - UNIPA

Laporan Akhir 25

Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat

Tren kenaikan tingkat kualitas sumberdaya manusia Provinsi Papua Barat yang

pada tahun 2009 mencapai angka di atas rata-rata nasional menunjukan bahwa program

pembangunan yang direncanakan Provinsi Papua Barat sudah sejalan dengan

pencapaian tujuan pembangunan mutu sumberdaya manusia.

Efektivitas pembangunan sumberdaya manusia di Papua Barat sejalan dengan

yang diharapkan, di mana capaian pembangunan sumberdaya manusia menunjukan

kemajuan yang berarti dibandingkan tahun sebelumnya.

2.2.3 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol

Indikator-indikator output spesifik dan menonjol pada sumberdaya manusia di

Papua Barat selama tahun 2004 hingga 2009 adalah indikator Angka Partisipasi Murni

(APM) dan indikator angka putus sekolah SD/MI, SMP/MTs dan Sekolah Menengah.

Indikator-indikator tersebut dipilih sebagai indikator spesifik karena sangat menonjol

mempengaruhi peningkatan kualitas sumberdaya manusia pada tahun 2004 hingga 2009.

Persentase angka putus sekolah di Papua Barat dihitung dari rata-rata persentase

angka putus sekolah SD/MI, angka putus sekolah SMP/MTs dan angka putus sekolah

sekolah menengah yang mengalami penurunan sejak tahun 2005 hingga sekarang, di

mana capaian indikator tersebut sesuai dengan tujuan yang diharapkan yang terkandung

dalam RPJM Papua Barat.

Page 30: Laporan Akhir EKPD 2009 Papua Barat - UNIPA

Laporan Akhir 26

Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat

Angka putus sekolah pada SD/MI, SMP/MTs dan Sekolah menengah seluruhnya

mengalami penurunan sejak tahun 2005. Angka putus sekolah terbesar terjadi pada

SMP/MTs yaitu 18,30 % pada tahun 2004 dan mengalami penurunan hingga 7,95%

pada tahun 2008. Berbagai program peningkatan sumberdaya manusia dalam bidang

pendidikan telah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Papua Barat antara lain peningkatan

kualitas guru melalui pelatihan dan menghapus seluruh biaya pendidikan dasar yang

ditanggung murid.

Capaian Angka Partisipasi Murni (APM) SD/MI dalam kurun waktu 2004 - 2009

menunjukan peningkatan yang berarti setiap tahun. Hal ini menunjukan bahwa program

pembangunan sumberdaya manusia yang direncanakan Provinsi Papua Barat sudah

berada pada track yang benar. Namun demikian, hasil pengamatan di lapangan

menunjukkan bahwa belum merata pembangunan pendidikan dan kesehatan di Papua

Barat. Sekolah-sekolah dasar terutama di daerah perkotaan atau dekat kota mengalami

peningkatan kualitas sumberdaya manusia yang berarti, tetapi sebaliknya sekolah-sekolah

dasar di daerah pedalaman tidak mengalami perbaikan kualitas sumberdaya manusia

yang berarti. Rendahnya peningkatan kualitas sumberdaya manusia di kampung-kampung

terutama disebabkan karena rendahnya jumlah guru yang layak, terbatasnya sarana dan

prasarana pendidikan dan rendahnya kesadaran guru untuk mengajar di daerah

perkampungan. Hal serupa juga terjadi pada bidang kesehatan di mana terdapat

kecenderungan tenaga medis untuk bekerja dan mengabdi di daerah perkotaan

mengakibatkan jumlah tenaga medis di pedalaman sangat terbatas..

 

9.8010.64

8.22

6.23

4.19 4.19

0

2

4

6

8

10

12

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Persentase Angka Putus Sekolah di Papua Barat

Page 31: Laporan Akhir EKPD 2009 Papua Barat - UNIPA

Laporan Akhir 27

Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat

 

83.41

86.787.45

89.9791.09 91.09

78

80

82

84

86

88

90

92

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Angka Partisipasi Murni SD/MI di Papua Barat

2.2.3 Rekomendasi

1. Penerimaan pegawai disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Prioritas hendaknya

diberikan kepada calon pegawai yang bersedia menjadi tenaga guru dan paramedic

di daerah pedalaman/perkampungan yang jauh dari kota.

2. Pemberian insentif berupa penyediaan rumah, jaminan hidup dan kemudahan informasi

dan komunikasi yang dapat mendorong aparat untuk betah di lokasi pedalaman/

perkampungan.

3. Meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab rumah tangga dalam meningkatkan

kualitas sumberdaya manusia dengan mendorong pentingnya penciptaan lingkungan

hidup yang bersih, kesadaran mengajar dan mendidik anak sejak dini dalam keluarga.

4. Mendorong kemandirian dan partisipasi aktif masyarakat dalam membangun sarana

prasarana pendidikan dan kesehatan.

Page 32: Laporan Akhir EKPD 2009 Papua Barat - UNIPA

Laporan Akhir 28

Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat

2.3 Tingkat Pembangunan Ekonomi

Perekonomian Provinsi Papua Barat didominasi oleh sektor pertanian. Hal ini

dapat dimengerti mengingat sektor pertanian memberikan kontribusi terbesar di dalam

Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB). Pertumbuhan sektor pertanian Provinsi

Papua Barat setiap tahun berdasarkan harga konstan tahun 2000 berkisar antara 2 % - 4

%. Tingkat pertumbuhan ini lebih rendah dibanding sektor lain, keadaan ini disebabkan

karena strategi pemerintah daerah di dalam melakukan pembangunan tidak terkonsentrasi

pada satu sektor dominan tertentu sehingga pertumbuhan hampir merata di setiap sektor.

Permasalahan utama yang berkaitan pembangunan ekonomi Provinsi Papua Barat selama

kurun waktu 2004-2009 adalah rendahnya kemampuan ekonomi daerah yang disebabkan

karena rendahnya pertumbuhan ekonomi, rendahnya ekspor komoditas, rendahnya sektor

usaha manufaktur, rendahnya sektor UMKM, rendahnya pendapatan per kapita, tingginya

angka inflasi, investasi yang rendah dan ketersediaan sarana dan prasarana transportasi

yang terbatas.

Berdasarkan permasalahan di atas maka tantangan pembangunan ekonomi

Provinsi Papua Barat meliputi:

1. Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi,

2. Meningkatkan Komiditi Ekspor

3. Meningkatkan Sektor Usaha Manufaktur dan Sektor UMKM

4. Meningkatkan Pendapatan Perkapita

5. Menekan Laju Inflasi

6. Meningkatkan Investasi

7. Meningkatkan sarana prasarana Jalan

Untuk mengatasi permasalahan pembangunan ekonomi daerah, pemerintah dalam

RPJMD tahun 2006-2011 berupaya untuk mengembangkan perekonomian daerah dengan

mengembangkan dan memperkuat basis ekonomi wilayah dengan jalan mengembangkan

dua program pembangunan. Yang pertama, Pembangunan infrastruktur wilayah yang

meliputi pembangunan prasarana perhubungan darat, perhubungan laut, dan perhubungan

udara dan yang kedua, adalah pembangunan perekonomian rakyat.

Page 33: Laporan Akhir EKPD 2009 Papua Barat - UNIPA

Laporan Akhir 29

Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat

Pembangunan prasarana perhubungan darat yang dimaksud adalah

pembangunan jalan Trans Papua Barat dan jalan non trans-Papua. Kemajuan

pembangunan jalan Trans Papua akan terlihat dari terselesaikannya pembangunan ruas

jalan Manokwari-Sorong sepanjang 568 km, ditingkatkannya kualitas ruas jalan Manokwari-

Bintuni menjadi seluruhnya aspal/hotmix sepanjang 253 km dan peningkatan sebagian

jalan aspal yang telah ada pada ruas tersebut sepanjang 140 km, terlaksananya

pembangunan ruas jalan Mamei-Wasior dengan kondisi jalan kerikil paling tidak 150 km

atau 50 % dari luas seluruhnya, ditingkatkannya kualitas jalan kerikil dan jalan tanah

pada ruas jalan Windesi-Kaimana serta pembangunan ruas sisanya sepanjang 50 % dari

target 120 km, ditingkatkannya mutu ruas jalan Bourof-Bufer-Bomberay-Fakfak serta

pembangunan sisa ruas jalan tersebut paling tidak 50 % dari target 150 km, peningkatan

mutu jalan Kambuaya-Teminabuan sepanjang 54 km, peningkatan mutu ruas Sorong-

Makbon-Mega-Sausapor dan pembangunan sisa ruas yang belum terbangun sepanjang

57 km, peningkatan mutu serta penyelesaian pembangunan ruas Aimas-Seget sepanjang

14 km, peningkatan mutu jalan dan lanjutan pembangunan jalan sepanjang 205 km pada

ruas Susumuk-Kamundan-Bintuni, peningkatan jalan tanah ruas Fakfak-Siboru sepanjang

13.8 km dan pemeliharaan jalan Fakfak-Kokas sepanjang 44 km. Kemajuan jalan Non

Trans Papua Barat akan terlihat dari dibangunnya jalan kampung paling tidak 75% dari

semua kampung terpencil di Papua Barat dan peningkatan mutu jalan kampung ke pusat

ekonomi wilayah di Kabupaten/Kota se Papua Barat.

Pembangunan prasarana Perhubungan Laut akan terlihat dari terlaksananya

regularitas angkutan laut dan penyeberangan oleh armada perintis, dibangunnya sarana

pelabuhan laut di semua distrik yang membutuhkan beserta paket keselamatan pelayaran

dan perpanjangan pelabuhan laut Manokwari, Sorong, Fakfak, serta operasionalisasi

pelabuhan. Sedangkan pembangunan prasarana perhubungan udara akan terlihat dari

adanya peningkatan mutu runway Bandara Rendani, peningkatan dan pembangunan

landasan pacu Hink, Isim, Testega dan Mayado, perpanjangan runway bandara Domine

Eduard Osok Sorong dan subsidi perintis serta penyelesaian ganti rugi, pemeliharaan

dan peningkatan sarana pendukung Bandara Kaimana, operasionalisasi Bandara Wasior,

Bintuni, Merdey, Kebar, Babo, Kambuaya, Ayawasi, Teminabuan dan Inanwatan. Untuk

mencapai sasaran tersebut, program pokok Pembangunan infrastruktur Wilayah Provinsi

Papua Barat tahun 2006-2011 diletakan pada: Membangun dan memperluas jaringan

Page 34: Laporan Akhir EKPD 2009 Papua Barat - UNIPA

Laporan Akhir 30

Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat

infrastruktur wilayah Papua Barat guna membuka isolasi wilayah serta pelayanan sampai

ke kampung serta menghubungkannya dengan pusat kegiatan ekonomi.

Pembangun perekonomian rakyat yang dimaksud adalah terbangunnya sarana

pasar di distrik dan kampung, terbangunnya sarana produksi serta infrastruktur produksi

atau jalan produksi di pusat kegiatan ekonomi kampung, berkembangnya kegiatan

agribisnis dengan komoditas andalan berupa jagung, keladi, dan kacang tanah di

Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Manokwari serta Kabupaten lainnya yang sesuai

potensi lahannya,vberkembangnya tanaman agribisnis dalam bidang tanaman perkebunan

khususnya cacao dan kelapa, berkembangnya usaha perikanan darat pada wilayah yang

potensial serta perikanan laut di pulau kecil dan daeraha pesisir, berkembangnya populasi

ternak kecil, aneka ternak dan ternak besar di semua wilayah yang potensial seperti

Bomberai, Kebar, dan lain-lain serta agribisnis dalam bidang peternakan, meningkatkan

usaha masyarakat melalui pemanfaatan hasil hutan non kayu serta rehabilitasi kawasan

hutan bakau, penguatan modal lembaga UKM di semua Kabupaten /Kota serta meluasnya

jaringan pasar produk UKM, terbentuknya Lembaga Pembiayaan Mikro di pusat kegiatan

agribisnis serta distrik, dan dibangunnya simpul atau pemasaran di tingkat distrik dan

kemudian diintegrasikan kedalam pusat pasar di kabupaten/Provinsi.

Untuk mencapai sasaran tersebut, program pokok Pembangunan Perekonomian

Rakyat Provinsi Papua Barat tahun 2006-2011 diletakan pada :

1. Membangun dan memperkuat ekonomi kerakyatan serta mengembangkan usaha

kecil dan menengah di Papua Barat.

2. Membangun dan menyebarkan Pusat Pertumbuhan di Papua guna menciptakan

keseimbangan antar wilayah.

3. Mengembangkan perekonomian wilayah pesisir dan dan pulau-pulau kecil.

4. Mengembangkan kegiatan ekonomi yang bersifat moderen yang terkait dengan

ekonomi rakyat, usaha kecil dan menengah dengan memperlihatkan aspek lingkungan

dan daya dukung sumber daya alam.

5. Membangun kemitraan antar wilayah (Kabupaten/Kota) guna mendukung

terlaksananya pemerataan dan penyebaran pertumbuhan. Membangun kemampuan

masing-masing sektor untuk mengembangkan investasi dan menciptakan lapangan

kerja.

Page 35: Laporan Akhir EKPD 2009 Papua Barat - UNIPA

Laporan Akhir 31

Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat

6. Memperkuat basis sosial agar dapat memberikan akses yang kuat kepada masyarakat

Papua untuk aktif dalam pengelolaan sumber daya alam.

7. Menanggulangi kemiskinan serta meningkatkan kemampuan masyarakat untuk

rnemanfaatkan potensi sumber daya alam.

8. Mengembangkan dukungan fasilitas ekonomi dan permodalan bagi masyarakat di

kota atau pedesaan.

9. Membangun daya saing ekonomi wilayah Papua Barat.

10. Membangun serta memperkuat kontribusi sektor pertanian sebagai basis utama

ekonomi masyarakat wilayah serta ekonomi nasional di Papua barat.

11. Mengembangkan teknologi serta pemanfaatannya untuk meningkatkan taraf hidup

masyarakat.

2.3.1 Capaian Indikator

Data penyusun indikator outcome tingkat pertumbuhan ekonomi terdiri dari data

laju pertumbuhan ekonomi, persentase ekspor terhadap PDRB, persentase output

manufaktur terhadap PDRB, persentase output UMKM terhadap PDRB dan pendapatan

per kapita. Tingkat pembangunan ekonomi Provinsi Papua Barat dibandingkan dengan

tingkat pembangunan ekonomi nasional secara rinci disajikan dalam Grafik Tingkat

Pembangunan Ekonomi Provinsi Papua Barat Vs Tingkat Pembangunan Ekonomi

Nasional.

Page 36: Laporan Akhir EKPD 2009 Papua Barat - UNIPA

Laporan Akhir 32

Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat

Grafik di atas menunjukan bahwa tingkat pembangunan ekonomi Provinsi Papua

Barat berada di bawah tingkat pembangunan ekonomi nasional. Hal ini menunjukan

bahwa pembangunan ekonomi Provinsi Papua Barat belum baik. Dalam artian belum

mampu mencapai tujuan yang ingin dicapai. Rendahnya pembangunan Provinsi Papua

Barat disebabkan karena masih berfluktuasinya nilai beberapa indicator penyusun nilai

capaian outcome. Indikator-indikator tersebut adalah laju pertumbuhan ekonomi,

persentase ekspor terhadap PDRB dan pendapatan per kapita. Hal ini berarti bahwa

pembangunan ekonomi Provinsi Papua Barat belum efektif.

Dengan memperhatikan tren indikator outcomes pembangunan ekonomi jelas

terlihat bahwa pada indicator pembangunan ekonomi Provinsi Papua Barat pada tahun

2004-2005 berada di atas indikator nasional, namun menurun secara tajam pada tahun

2006 berada di bawah indikator nasional. Keadaan ini berkaitan erat dengan keamanan

yang tidak kondusif pada awal pembentukan provinsi ini. Pemekaran Provinsi Papua

menjadi Provinsi Papua Barat (pada waktu itu Irian Jaya Barat) menimbulkan suatu gejolak

euphoria bagi masyarakat Papua. Euphoria yang berlebihan ini telah menimbulkan gejolak

di dalam masyarakat yang mengakibatkan migrasi ke luar Provinsi Papua Barat oleh

sebagian warga asal luar Papua. Padahal kegiatan perekonomian dijalankan oleh

masyarakat asal luar Papua, akibatnya pembangunan ekonomi menurun drastis. Sejalan

dengan kembalinya kesadaran masyarakat bahwa pemekaran tidak berarti merdeka dan

keamanan dapat dikendalikan oleh aparat keamanan, berangsur-angsur masyarakat asal

luar Papua kembali ke Provinsi Papua Barat dan memulai aktivitas perekonomiannya.

Pembangunan ekonomi berangsur-angsur pulih dan meningkat namun berada di bawah

indikator pembangunan ekonomi nasional, selanjutnya indikator pembangunan ekonomi

Provinsi Papua Barat menurun drastis hingga tahun 2009. Keadaan ini merupakan

pengaruh dari krisis ekonomi yang terjadi.

Pemekaran wilayah Papua dan pemberian hak otonomi khusus bagi Provinsi

Papua telah memberikan legitimasi kepada masyarakat Papua untuk mengklaim hak

kepemilikan atas berbagai lahan dan sumberdaya yang ada diatasnya. Legitimasi atas

lahan telah menimbulkan banyak kasus pemalangan dan penuntutan hak atas tanah

kepada setiap orang yang memiliki lahan untuk segera melengkapi bukti kepemelikannya

dengan bukti penyerahan hak oleh pihak adat. Untuk mendapatkan bukti pelepasan

tanah oleh pihak adat maka diharuskan untuk membayar. Keadaan ini telah menimbulkan

Page 37: Laporan Akhir EKPD 2009 Papua Barat - UNIPA

Laporan Akhir 33

Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat

keengganan investor untuk berinvestasi di Provinsi Papua Barat. Walaupun data

penanaman modal asing menunjukan tren yang meningkat, hal ini disebabkan oleh

besarnya dana investasi yang disalurkan bukan jumlah investor yang masuk. Kenyataan

ini disertai dengan krisis ekonomi ternyata berdampak terhadap menurunnya persentase

ekspor terhadap PDRB dan akibat lanjutnya adalah menurunnya tingkat pembangunan

ekonomi Provinsi Papua Barat.

2.3.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol

Indikator-indikator output spesifik dan menonjol tingkat pembangunan ekonomi

Provinsi Papua Barat selama tahun 2004 hingga 2009 adalah indikator persentase out-

put manufaktur terhadap PDRB dan persentase output UMKM terhadap PDRB. Indikator-

indikator tersebut merupakan indikator spesifik karena sangat menonjol mempengaruhi

pembangunan ekonomi Provinsi Papua Barat periode 2004-2009. Pengaruh output

manufaktur dan output UMKM terhadap pembangunan ekonomi Provinsi Papua Barat

disajikan dalam Grafik Persentase Output Manufaktur terhadap PDRB dan Persetase

Output UMKM terhadap PDRB.

Page 38: Laporan Akhir EKPD 2009 Papua Barat - UNIPA

Laporan Akhir 34

Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat

Grafik di atas menunjukan bahwa persentase output baik manufaktur maupun

UMKM terhadap PDRB menunjukan peningkatan dari tahun ke tahun selama periode

2004-2009. Hal ini menunjukan bahwa sector manufaktur dan UMKM ternyata tidak

terpengaruh oleh krisis ekonomi yang melanda dunia. Keadaan ini memberikan indikasi

bahwa upaya pemerintah membangun perekonomian daerah Provinsi Papua Barat melalui

pengembangan sector manufaktur dan UMKM sudah berada pada track yang benar.

Sektor UMKM yang dikembangkan Provinsi Papua Barat diuraikan sebagai berikut.

1. Tanaman Pangan

Produksi padi sawah dan padi ladang pada tahun 2005 adalah sebesar 24.702

ton dan mengalami peningkatan di tahun 2007 menjadi sebesar 28.204 ton dengan

produksi per ton tertinggi adalah Kabupaten Manokwari yaitu sebesar 16.322 ton dan

terendah sebesar 64 ton di Kabupaten Sorong Selatan.

Tanaman Jagung mengalami penurunan produksi dari 3.317 ton pada tahun 2005

menjadi 2.429 ton pada tahun 2007. Penurunan produksi Jagung ini disebabkan karena

penurunan luas panen jagung dari 2.080 Ha pada tahun 2005 menjadi sebesar 1.518

Ha pada tahun 2007.

Penurunan produksi juga terjadi untuk tanaman pangan ubi kayu dan ubi jalar.

Produksi ubi kayu dan ubi jalar pada tahun 2005 masing-masing adalah sebesar 25.897

ton dan 19.543 ton menurun menjadi masing-masing sebesar 17.833 ton dan 18. 702 ton

pada tahun 2007. Penurunan produksi ubi jalar dan ubi kayu ini disebabkan karena

penurunan luas panen ubi kayu dari 2.336 Ha pada tahun 2005 menjadi 1.615 Ha pada

tahun 2007. dan penurunan luas panen ubi jalar dari 1.991 Ha pada tahun 2005 menjadi

1.874 Ha pada tahun 2007.

Tanaman kacang-kacangan seperti kacang tanah, kacang hijau dan kedele juga

mengalami penurunan produksi sebagai akibat menurunnya luas panenan. Produksi

kacang tanah, kacang hijau dan kedele berturut-turut pada tahun 2005 adalah sebesar

2.131 ton, 871 ton dan 2.279 ton menurun menjadi masing-masing sebesar 1.763 ton,

670 ton dan 1.360 ton pada tahun 2007. Luas panen tanaman kacang-kacangan

mengalami penurunan berturut-turut kacang tanah dari 2.093 ha pada tahun 2005 menjadi

1.725 ha pada tahun 2007, kacang hijau dari .855 ha pada tahun 2005 menjadi 667 ha

Page 39: Laporan Akhir EKPD 2009 Papua Barat - UNIPA

Laporan Akhir 35

Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat

pada tahun 2007 dan kedelai dari 2.279 ha pada tahun 2005 menjadi 1.360 ha pada

tahun 2007.

2. Tanaman Perkebunan

Perkebunan di Provinsi Papua Barat berdasarkan ruang lingkup usahanya dapat

digolongkan menjadi perkebunan besar dan perkebunan rakyat. Perkebunan besar

dikelola oleh investor atau pemerintah bekerja sama dengan perusahaan besar.

Sedangkan perkebunan rakyat adalah perkebunan yang dikelola oleh rakyat. Tanaman

perkebunan besar yang diusahakan di Provinsi Papua Barat adalah tanaman kakao

dengan luas areal perkebunan sebesar 1.668 ha.

Tanaman perkebunan rakyat yang diusahakan meliputi kelapa, kelapa sawit, kopi,

cengkeh, kakao, pala dan jamu mete. Produksi tanaman perkebunan rakyat di Provinsi

Papua Barat dalam periode 2005 – 2007 tidak mengalami peningkatan produksi yang

signifikan. Seperti halnya tanaman kelapa, luas areal perkebunan kelapa rakyat adalah

sebesar 10.942 Ha, dengan jumlah produksi pada tahun 2005 sebesar 5.965 ton dan

jumlah produksi kelapa di tahun 2007 sebesar 5.965 ton. Luas areal perkebunan kelapa

sawit rakyat seluas 16.540 Ha, dengan produksi kelapa sawit pada tahun 2005 adalah

17.326 ton dan di tahun 2007 adalah sebesar 17. 326 ton. Luas areal perkebunan kopi

rakyat seluas 708 ha, dengan produksi pada tahun 2005 sebesar 218 ton dan produksi

pada tahun 2007 adalah sebesar 218 ton. Luas areal perkebunan cengkeh rakyat

adalah seluas 750 Ha, dengan jumlah produksi cengkeh pada tahun 2005 adalah sebesar

60 ton dan produksi pada tahun 2007 adalah 60 ton. Luas areal perkebunan kakao

rakyat adalah seluas 8.463 ha, dengan produksi coklat pada tahun 2005 adalah sebesar

8.962 ton dan jumlah produksi kakao pada tahun 2007 sebesar 8.962 ton. Luas areal

perkebunan pala rakyat adalah seluas 5.911 Ha, dengan produksi pala pada tahun 2005

sebesar 1.749 ton dan jumlah produksi pada tahun 2007 adalah sebesar 1.749 ton. Luas

lahan kebun jambu mete rakyat seluas 305 Ha, dengan produksi jambu mete pada tahun

2005 adalah sebesar 2 ton dan jumlah produksi jambu mete pada tahun 2007 sebesar

2 ton.

Page 40: Laporan Akhir EKPD 2009 Papua Barat - UNIPA

Laporan Akhir 36

Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat

3. Pengembangan Peternakan

Jumlah ternak khususnya Sapi, babi dan kambing pada tahun 2005 masing-masing

berjumlah 31.536 ekor, 27.019 ekor dan 12.923 ekor dan mengalami pertambahan

jumlahnya di tahun 2007 di mana untuk ternak sapi, babi dan kambing berjumlah masing-

masing 34.429 ekor, 33.427 ekor dan 13.223 ekor. Hal ini menunjukan bahwa telah

terjadi peningkatan dalam pengembangan populasi ternak masing-masing 2.893 ekor

sapi, 6.408 ekor babi dan 300 kambing.

2.3.3 Rekomendasi Kebijakan

Arah kebijakan ekonomi daerah adalah mewujudkan ekonomi daerah yang

mencakup peningkatan perekonomian Provinsi Papua Barat yang Kuat, sehat dan

berkeadilan dalam rangka meningkatkan pendapatan masyarakat, menciptakan lapangan

kerja dan kesempatan berusaha. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa setiap peningkatan

kegiatan ekonomi akan berpengaruh pada peningkatan lapangan kerja dan kesempatan

berusaha yang pada akhirnya akan mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan

masyarakat. Maknanya bahwa setiap potensi ekonomi yang dimiliki harus dimanfaatkan

secara optimal dengan memperhatikan peluang-peluang yang ada guna kepentingan

dankesejahteraan masyarakat.

1. Mengembangkan Potensi Unggulan Daerah secara adil, transparan dan

bertanggungjawab untuk kemakmuran rakyak Papua Barat.

2. Membangun serta memperkuat kontribusi sektor pertanian sebagai basis utama

ekonomi masyarakat, wilayah serta ekonomi nasional di Papua Barat.

3. Mengembangkan dukungan fasilitas ekonomi dan permodalan pelaku usaha sektor

Manufaktur dan UMKM.

4. Menyediakan program pendamping baik dalam proses produksi hingga pemasaran

bagi masyarakat.

5. Mengembangkan usaha kecil dan skala rumah tangga.

Page 41: Laporan Akhir EKPD 2009 Papua Barat - UNIPA

Laporan Akhir 37

Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat

6. Mengembangkan kegiatan ekonomi yang bersifat modern yang terkait dengan ekonomi

rakyat, usaha kecil dan menengah dengan memperhatikan aspek lingkungan dan

daya dukung sumberdaya alam.

7. Mengembangkan Sistem Pendampingan Usaha Kecil dan Menengah melalui Lembaga

Perguruan Tinggi, LSM, Dinas Teknis.

8. Membangun infrastruktur pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dan investasi pada tingkat

kampung dan distrik potensial guna meningkatkan keberdayaan masyarakat;

memperluas akses masyarakat ke sumberdaya-sumberdaya produktif untuk

pengembangan usaha; dan mendorong terciptanya lapangan kerja berkualitas;

9. Meningkatkan promosi dan pemasaran produk-produk pertanian dan pedesaan

lainnya;

10. Menyelesaikan Masalah Tanah Adat di Wilayah Pedesaan yang yang berpotensi untuk

dikembangkan sebagai Lahan Komoditas Export.

11. Meninjaukembali berbagai regulasi yang terkait dengan ekspor produksi sektor

pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, hutan tanaman industri, dan industri

12. Meningkatkan kualitas jalan-jalan provinsi dan jalan kabupaten yang telah ada mini-

mal pada kualifikasi jalan kelas I dan II.

13. Meningkatkan pembangunan Jalan Lintas antar Desa Kota Kabupaten dan Kabupaten

Provinsi.

Page 42: Laporan Akhir EKPD 2009 Papua Barat - UNIPA

Laporan Akhir 38

Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat

2.4 Kualitas Pengelolaan Sumberdaya Alam

Masalah utama lainnya yang dihadapi Provinsi Papua Barat pada awal pendiriannya

adalah rendahnya kualitas pengelolaan sumberdaya alam, pemanfaatan sumberdaya

alam yang kurang bijaksana sehingga menimbulkan kerusakan lingkungan, dan rendahnya

hasil pengelolaan sumberdaya alam yang dapat dinikmati oleh masyarakat Papua Barat.

Sebagai tambahan, kemajuan pembangunan bidang pengelolaan sumberdaya alamnya

belum optimal. Pengelolaan sumberdaya alamnya oleh masyarakat Papua Barat masih

bersifat ekstraktif dan hasilnya masih berupa bahan baku dan bahan setengah jadi yang

dieksport ke luar Papua Barat. Kegiatan-kegiatan pengelolaan sumberdaya alam masih

bersifat ekstensif dan lebih mengarah pada perlindungan. Pemanfaatan untuk tujuan

peningkatan nilai ekonomi belum dilaksanakan. Kegiatan yang dilaksanakan lebih banyak

mengarah pada pembinaan dan peningkatan kualitas sumberdaya alam itu sendiri.

Kenyataan ini terutama dilihat dari indikator kemajuan pengelolaan sumberdaya alam

dari segi persentase luas lahan rehabilitasi lahan kritis dalam hutan masih berada di

bawah angka indikator secara nasional. Angka rata-rata indikator luas lahan rehabilitasi

dalam hutan terhadap lahan kritis Papua Barat sebesar 0,21 %, sedangkan secara nasional

sebesar 0,47%. Sebaliknya, apabila ditinjau dari indikator kemajuan persentase terumbu

karang yang masih tergolong baik, maka potensi sumberdaya Provinsi Papua Barat berada

di atas indikator kemajuan secara nasional. Angka rata-rata persentase terumbu karang

Provinsi Papua Barat pada Tahun 2004 sebesar 71,48 %, dibanding rata-rata nasional

sebesar 31,46 %. Ini berarti bahwa pengelolaan sumberdaya alam perairan laut dan

pesisir di Provinsi Papua Barat tergolong cukup berhasil mempertahankan kualitas terumbu

karang. Masih luasnya lahan yang tertutup vegetasi hutan alam menyebabkan perhatian

terhadap rehabilitasi lahan kritis dalam kawasan hutan belum mendapat perhatian serius

dari pemerintah, sekalipun secara nasional telah diprogramkan Gerakan Nasional

Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN-RHL) yang digulirkan sejak Tahun 2004. Luas kawasan

hutan Papua Barat berdasarkan Laporan BPKH Papua, 2004 seluas 9.729.928 ha dan

dari luasan tersebut hanya 18,35 % tergolong lahan kritis (lahan tidak produktif).

Sedangkan masih baiknya kondisi persen tutupan karang di perairan laut dan sepanjang

pesisir Papua Barat lebih disebabkan karena usaha-usaha perikanan skala besar lebih

banyak kegiatannya di bidang penangkapan ikan dan udang di perairan laut dalam dan

perairan teluk. Faktor lainnya yang menyebabkan persentase tutupan karang masih

relatif tinggi adalah ditetapkannya beberapa kawasan konservasi laut di perairan laut dan

Page 43: Laporan Akhir EKPD 2009 Papua Barat - UNIPA

Laporan Akhir 39

Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat

kepulauan di wilayah Papua Barat. Oleh karenanya merupakan salah satu agenda utama

dalam RPJMD Provinsi Papua Barat 2006-2011 untuk mengoptimalkan Pemanfaatan

Sumberdaya Alam Untuk Kesejahteraan Masyarakat Papua Barat Yang Terjamin

Kelestariannya. Untuk itu tantangan di dalam pengelolaan sumberdaya alam Provinsi

Papua Barat adalah termanfaatkannya sumberdaya alam di Papua Barat secara baik

dan bijaksana sumberdaya alam di Papua Barat untuk kepentingan masyarakat dan

kelestarian lingkungan.

Untuk mengatasi tantangan kualitas pengelolaan sumberdaya alam maka sasaran

program prioritas yang dilaksanakan dalam RPJMD Provinsi Papua Barat 2006-2011

adalah sebagai berikut.

1. Tersusunnya Tata Ruang Wilayah Provinsi Papua Barat.

2. Terinventarisir dan terpetakan potensi sumberdaya alam di Papua Barat guna

penyusunan Pengelolaan Sumber Daya Alam (Natural Resource Management) Papua

Barat.

3. Terbentuknya Pusat Pengelolaan Sumber Daya Alam.

4. Meningkatnya kapasitas masyarakat Papua Barat untuk aktif dalam pengelolaan

sumber daya alam.

5. Tersusunnya kriteria serta terlaksananya dalam implementasi kebijakan pemanfaatan

sumberdaya alam di Papua Barat.

6. Terlaksananya pengendalian atas pemanfaatan sumberdaya alam dan terlaksananya

regulasi dalam bidang lingkungan hidup di Papua Barat.

Prioritas pengelolaan sumberdaya alam di Papua Barat juga tercermin dalam

amanat UU No. 21 Tahun 2001, telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang No. 01 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 21

Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua. Pada pasal 64 ayat 1

mengamanatkan bahwa Pemerintah Provinsi Papua (termasuk Papua Barat) berkewajiban

melakukan pengelolaan lingkungan hidup secara terpadu dengan memperhatikan

penataan ruang, melindungi sumberdaya alam hayati dan non hayati, sumberdaya buatan,

konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, cagar budaya, dan

keanekaragaman hayati, serta perubahan iklim dengan memperhatikan hak-hak

masyarakat adat dan untuk sebesar-besarnya bagi kesejahteraan penduduk.

Page 44: Laporan Akhir EKPD 2009 Papua Barat - UNIPA

Laporan Akhir 40

Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat

Tujuan dasar pembangunan Provinsi Papua Barat adalah untuk meningkatkan

harkat dan martabat Masyarakat Papua melalui penyelenggaraan pembangunan di segala

bidang. Khusus terkait dengan bidang pembangunan pengelolaan sumberdaya alam,

maka tujuan pembangunannya adalah untuk memanfaatkan sumberdaya alam secara

lestari dan berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan tetap

menghormati dan mengakui hak-hak masyarakat adat.

Permasalahan utama pembangunan terkait dengan pengelolaan sumberdaya alam

secara rinci dideskripsikan sebagai berikut :

1. Wilayah Provinsi Papua Barat (Kepala Burung) rawan gempa tektonik dan tsunami

karena merupakan pertemuan antara lempeng tektonik Australia dan Pasifik yang

membentuk sejumlah lipatan dan sesar menjadikan wilayah provinsi Papua Barat

tergolong wilayah rawan gempa.

2. Fisiografi bagian utara Kepala Burung merupakan pegunungan dengan relief kasar,

terjal sampai sangat terjal dibarengi dengan mengalirnya sungai-sungai besar dari

Utara ke Selatan dan dari Selatan ke Utara membetuk wilayah-wilayah rawan banjir

dan longsor di sepanjang pantai utara dan pantai selatan Papua Barat.

3. Batuan yang tersusun berupa batuan volkanik, batuan metamorfik, dan batuan intrusif.

Morfologi ini berangsur berubah ke arah Barat–Selatan berupa dataran rendah aluvial,

rawa dan plateau batugamping sehingga dijumpai wilayah endapat mineral dan batu

bara yang relatif luas yang belum termanfaatkan secara optimal.

4. Tuntutan pemekaran wilayah Kabupaten menyebabkan proporsi kawasan hutan setiap

kabupaten/kota menurut fungsi peruntukannya menjadi tidak proporsional sehingga

membutuhkan rasionalisasi dan reposisi fungsi hutan, yang tentunya akan

mempengaruhi penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Pembangunan Provinsi

maupun Kabupaten/Kota

5. Potensi Sumberdaya Hutan yang dimanfaatkan selama ini masih bertumpu pada Kayu,

potensi hutan lainnya seperti Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBLK), Jasa Lingkungan

dan termasuk Potensi Sagu dan Nipah belum dimanfaatkan

Page 45: Laporan Akhir EKPD 2009 Papua Barat - UNIPA

Laporan Akhir 41

Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat

6. Program Rehabilitasi Hutan dan Lahan gagal, pembangunan hutan tanaman dan

pemanfaatan jasa lingkungan masih sebatas kebijakan dan belum menjadi prioritas

perhatian pemerintah daerah.

9. Kegiatan pertambangan umum (bahan galian dan mineral) masih terbatas pada

pemberian izin dengan tahapan kegiatan eksplorasi dan penyelidikan khusus.

10. Bahan tambang logam pada beberapa wilayah telah diketahui cadangan, namun

belum ada izin operasional produksi.

11. Kegiatan penangkapan ikan dan udang di wilayah laut disinyalir banyak yang illegal,

dan banyak dijumpai kegiatan penangkapan yang dilakukan oleh nelayan asing yang

masuk secara illegal.

12. Kegiatan budidaya kerang mutiara dan rumput laut masih terbatas pada beberapa

tempat seperti Raja Ampat dan Kaimana, padahal di beberapa lokasi seperti Fak-Fak

dan Teluk Wondama serta Manokwari sangat potensial untuk dikembangkan.

13. Kebijakan dan regulasi daerah terkait dengan pengelolaan dan pemanfaatan

sumberdaya alam, termasuk pengakuan dan penghormatan terhadap hak-hak

masyarakat hukum adat belum ada, sehingga kebijakan dan regulasi yang digunakan

adalah berlaku secara nasional sehingga hak-hak masyarakat atas sumberdaya alam

selalu terabaikan.

Memperhatikan permasalahan utama yang diuraikan di atas, maka tantangan

utama pembangunan terkait dengan pengelolaan sumberdaya alam di Papua Barat

dideskripsikan sebagai berikut :

1. Pemerintah segera menyusun dan menerbitkan Peraturan Daerah mengenai Rencana

Tata Ruang Wilayah Pembanguan Papua Barat yang sesuai dengan kondisi biofisik

wilayah dan terpadu dengan Tata Ruang Wilayah Kehutanan sehingga terjadi

rasionalisasi fungsi peruntukan kawasan yang terpadu dan serasi sesuai kebutuhan

dan potensi sumberdaya potensial.

2. Pemerintah segera menerbitkan Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) tentang

pengakuan dan penghormataan terhadap hak-hak dasar masyarakat adat atas

sumberdaya alam yang disusul dengan penerbitan Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi)

atau Perda-Perda yang lebih teknis.

Page 46: Laporan Akhir EKPD 2009 Papua Barat - UNIPA

Laporan Akhir 42

Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat

3. Tuntutan pemekaran wilayah dan pembangunan infrastruktur dasar wilayah harus

dilakukan dengan tetap memberi perhatian utama pada pelestarian sumberdaya alam

dan lingkungan serta hak-hak dasar masyarakat adat dengan prinsip penegakan

hukum, hak asasi manusia dan kesejahteraan masyarakat.

4. Pengelolaan sumberdaya alam di Provinsi Papua Barat harus dilakukan secara selektif

melalui perencanaan yang baik, sesuai dengan potensi unggulan dan dilaksanakan

dengan penegakan hukum yang efektif serta menjunjung tinggi nilai-nilai adat

masyarakat hukum adat yang berlaku.

2.4.1 Capaian Indikator

Indikator hasil (output) yang digunakan untuk menilai capaian indikator hasil (out-

comes) kualitas pengelolaan sumberdaya alam terdiri atas indikator hasil (output) sektor

kehutanan dan sektor kelautan. Data penyusunan indikator output sektor meliputi

persentase luas lahan rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan kritis, rehabilitasi lahan di

luar hutan, dan luas kawasan konservasi. Data penyusun indikator output sektor kelautan

meliputi jumlah tindak pidana perikanan, persentase terumbu karang dalam keadaan

baik dan luas kawasan konservasi laut. Indikator seperti disebutkan di atas menurut

hemat kami tidak dapat memberikan gambaran yang holistik tentang kualitas pengelolaan

sumberdaya alam. Menurut kami, indikator yang perlu dipertimbangkan adalah kegiatan-

kegiatan masyarakat yang berhubungan dengan pengelolaan sumberdaya seperti

pengaturan waktu panen sumberdaya alam tertentu dan perlindungan terhadap habitat

dan perburuan satwa tertentu. Untuk indikator yang terakhir dapat digunakan informasi/

data tentang luas kawasan lindung yang ada. Selanjutnya untuk menjamin konsistensi

pembahasan dengan Tim Provinsi yang lain maka pembahasan kami dalam tulisan ini

masih mengikuti indikator yang telah ditetapkan oleh BAPPENAS.

Pembangunan sumberdaya alam sektor kehutanan melalui capain indikator hasil

persentase luas rehabilitasi lahan kritis dalam kawasan hutan rata-rata tahunan selama

periode 2004–2009 terjadi fluktuasi. Pada tahun 2004, pada awal program GN-RHL,

persentase luas lahah kritis yang direhabilitasi terhadap luas lahan kritis seluruhnya

hanya mencapai 0,21 %, pada tahun 2005 meningkat dengan capaian hasil 0,51 %.

Namun pada tahun 2006 terdjadi penurunan drastis dengan capaian hanya 0,05 %.

Kemudian meningkat lagi pada tahun 2007, 2008 dan 2009, masing-masing dengan

Page 47: Laporan Akhir EKPD 2009 Papua Barat - UNIPA

Laporan Akhir 43

Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat

capaian 0,33%, 0,34 % dan 1,27 %. Fluktuasi capaian indikator hasil tersebut diduga

sebagai akibat dari jumlah anggaran yang dialokasikan untuk kegiatan eboisasi lahan

kritis dalam kawasan hutan setiap tahun berbeda yang bersumber dari dana reboisasi.

Faktor lain adalah bahwa kegiatan RHL dengan skema GN-RHL dan dilaksanakan

dalam bentuk proyek dengan pelaksana pihak ke tiga (kontraktor). Keberhasilan realisasi

tahunan proyek GN-RHL ini sangat bergantung pada birokrasi penganggaran, kapasitas

pelaksana proyek dan kapasitas penanggung jawab proyek GN-RHL. Sebelum tahun

2006, penanggung jawab GN-RHL berada pada Balai Pengelolaan DAS Mamberamo

yang berkedudukan di Jayapura. Baru pada Tahun 2006 penanggung jawab kegiatan

RHL di berada di Balai Pengelolaan DAS Remu Ransiki Manokwari. Perubahan

penanggung jawab RHL ini diduga turut mempengaruhi fluktuasi capaian kegiatan

rehabilitasi lahan kritis di Provinsi Papua Barat. Kegiatan-kegiatan Rehabilitasi Lahan

Kritis dalam kawasan hutan melalui investasi Pembanguna Hutan Tanaman di Provinsi

Papua Barat belum berjalan. Hal ini dimungkinkan karena terkait dengan kendala tingginya

biaya perolehan hak guna usaha lahan sebagai akibat tingginya tuntutan masyarakat

adat atas kompensasi hak adat. Demikian pula halnya capaian indikator hasil dari segi

luas rehabilitasi lahan kritis di luar kawasan hutan melalui kegiatan penghijauan. Kegiatan

ini dilaksanakan dalam bentuk padat karya dengan tujuan utama meningkatkan partisipasi

masyarakat dalam proyek penghijauan. Pada tahun 2004, luas lahan kritis di luar kawasan

hutan mencapai 80 ha, dan menurun pada tahun 2005 (25 ha), tahun 2006 (25 ha),

bahkan pada tahun 2007 (0 ha). Pada tahun 2008 luas lahan kritis yang direhabilitasi

hanya mencapai 10 ha dan pada tahun 2007 meningkat pesat menjadi 157 ha.

Peningkatan ini terkait dengan program penanaman sejuta pohon yang dicanangkan

pemerintah guna mengatasi perubahan iklim global. Sekalipun demikian, khusus untuk

Provinsi Papua Barat keberhasilan dari rehabilitasi lahan kritis di luar kawasan hutan ini

terkendala oleh tuntutan ganti rugi oleh masyarakat pemilik tanah adat terhadap lahan-

lahan sasaran kegiatan penghijauan. Sasaran kegiatan penghijauan adalah lahan-lahan

kritis yang sebagian adalah lahan masyarakat adat. Namun karena masyarakat adat

menganggap bahwa kegiatan rehabilitasi dilakukan oleh pemerintah dalam bentuk proyek

dan melibatkan masyarakat pemilik lahan, namun masyarakat tetap menuntut pemerintah

harus memberikan ganti rugi. Tidak jarang, karena tuntutannya tidak dipenuhi, tanaman

reboisasi banyak dicabut dan dirusak oleh masyarakat. Pada sisi lain luas lahan

konservasi di Papua Barat berdasarkan data yang ada seluar 1,7 juta ha dan hingga

tahun 2009 belum ada perubahan luas. Hasil pengamatan lapangan menunjukkan bahwa

Page 48: Laporan Akhir EKPD 2009 Papua Barat - UNIPA

Laporan Akhir 44

Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat

aktivitas yang dilakukan oleh pengelola kawasan konservasi di Papua Barat masih

terbatas pada perlindungan dan pengawasan terhadap kawasan. Kegiatan-kegiatan

yang terkait dengan upaya rehabilitasi lahan kritis dalam kawasan dalam rangka

peningkatan kualitas kawasan belum dilakukan.

Pembangunan sumberdaya alam di sektor kelautan melalui capaian indikator hasil

jumlah tindak pidana kelautan antara tahun 2004 , 2005 dan 2006 terjadi penurunan

jumlah kasus, masing-masing 8 kasus, 7 kasus dan 2 kasus., kemudian pada tahun

2007, 2008 dan 2009 terjadi peningkatan masing-masing 12 kasus, 79 kasus dan 84

kasus. Kasus-kasus tindak pidana perikanan yang terjadi umumnya terkait dengan

pencurian penangkapan ikan (illegal Fishing) yang dilakukan oleh nelayan asing dan

pelanggaran terhadap pelarangan penggunaan alat tangkap (pukat harimau/troll).

Sedangkan tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh nelayan tradisionil adalah

penggunaan alat peledak (bom) dalam penangkapan ikan. Peningkatan capaian hasil

tindak pidana perikanan tersebut terkaitpula dengan tingkat kerusakan terhadap terumbu

karang. Persentase tutupan terumbu karang yang baik (hidup) di perairan laut Papua

barat sekalipun terjadi fluktuasi, namun fluktuasi yang terjadi relatif kacil. Hal ini tentunya

terkait pula dengan tingkat kerusakan yang disebabkan oleh penggunaan alat tangkap

dan bahan peledak dengan kemampuan pertumbuhan karang itu sendiri yang lambat.

Namun dari angka tutupan karang tersebut masih tergolong baik kisarannya antara

42,94 – 71,46 %, tentunya angka ini sangat bergantung pada lokasi dilakukannya kegiatan

monitoring terumbu karang. Sedangkan luas kawasan konservasi laut di Papua Barat

tidak berubah dan belum ada penambahan kawasan, yang hingga tahun 2009 luasannya

tetap 1,36 juta ha. Kegiatan pengelolaan kawasan konservasi laut ini masih terbatas

pada perlindungan dan pengawasan terhadap kegiatan-kegiatan penangkapan illegal

baik oleh nelayan asing maupun oleh nelayan lokal. Kegiatan yang terkait dengan budidaya

terubuh karang, rumput laut serta kegiatan-kegiatan terkait dengan rehabilitasi belum

banyak dilakukan

Dua indikator hasil (output) utama yaitu persentase luas lahan rehabilitasi dalam

kawasan hutan dan persentase terumbu karang dalam kondisi baik digunakan untuk

menilai capaian indikator hasil (outcomes) kualitas pengelolaan sumberdaya alam provinsi

dibanding dengan capaian hasil (outcomes) secara nasional. Berdasarkan ke dua capaian

indicator tersebut menunjukkan bahwa capaian kualitas pengelolaan sumberdaya alam

Page 49: Laporan Akhir EKPD 2009 Papua Barat - UNIPA

Laporan Akhir 45

Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat

provinsi Papua Barat sejalan dan lebih baik dibanding capaian rata-rata secara nasional

seperti pada Grafik Kualitas Pengelolaan Sumberdaya Alam Provinsi Papua Barat Vs

Kualitas Sumberdaya Alam Nasional di bawah ini.

Capaian indikator outcome kualitas pengelolaan sumberdaya alam Provinsi Papua

Barat tahun 2004- 2007 lebih tinggi dan berada di atas rata-rata capaian indicator out-

come secara nasional. Artinya bahwa kualitas pengelolaan sumberdaya alam di Provinsi

Papua lebih baik dibanding dengan capaian secara nasional. Namun dilihat dari

perkembangan capaian indicator outcome kualitas pengelolaan sumberdaya alam sangat

fluktuatif yaitu pada tahun 2005 terjadi penurunan yang tajam ke tahun 2006, kemudian

meningkat secara tajam pada tahun 2007 selanjutnya menurun secara tajam pada tahun

2008 dan meningkat tajam pada tahun 2009. Fluktuasi perkembangan capaian indikator

outcome kualitas pengelolaan sumberdaya alam di Papua Barat tersebut masih berada

di atas fluktuasi perkembangan rata-rata capaian indikator outcome kualitas pengelolaan

sumberdaya alam secara nasional. Fluktuasi perkembangan pengelolaan sumberdaya

alam dipengaruhi oleh fluktuasi luas lahan rehabilitasi di luar kawasan hutan dan jumlah

kegiatan perikanan illegal (illegal fishing) yang ditindak. Hal ini tentunya tidak terlepas

dari pengalokasian anggaran dalam melaksanakan rehabilitasi lahan kritis dan kegiatan

Page 50: Laporan Akhir EKPD 2009 Papua Barat - UNIPA

Laporan Akhir 46

Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat

patroli untuk pengamanan penanggulangan kapal-kapal yang melakukan kegiatan

penangkapan illegal baik oleh nelayan asing maupun oleh nelayan nasional.

Di tinjau dari segi relevansi tampak bahwa tujuan dan sasaranan pengelolaan

sumberdaya alam yang direncanakan telah mampu menjawab permasalahan utama yaitu

meningkatkan kualitas sumberdaya lahan kritis dan mengurangi perusakan terumbu

karang guna meningkatkan kualitas dan pelestarian sumberdaya alam di wilayah Papua

Barat. Dengan demikian, kegiatan pembangunan sektor pengelolaan sumberdaya alam

yang dilaksanakan di Provinsi Papua Barat sangat relevan dengan prioritas pembangunan

nasional dalam bidang pengelolaan sumberdaya alam yaitu meningkatkan kualitas dan

penanggulangan perusakan terumbu karang.

Di tinjau dari efektivitas, tampak bahwa capaian hasil dan dampak dari pengelolaan

sumberdaya alam di Papua Barat belum efektif karena terjadi fluktuasi dari tahun ke

tahun selama periode 2005 – 2009. Artinya capaian kualitas pengelolaan sumberdaya

alam belum mampu meningkatkan produktivitas lahan dan mengurangi kerusakan

terhadap terumbu karang. Banyak faktor yang turut mempengaruhi keberhasilan

rehabilitasi hutan dan pengurangan kerusakan terumbu karang. Salah satunya adalah

terbatasnya dana dan sumberdaya manusia dibanding dengan luasnya areal yang dikelola.

Fakta lapang menunjukkan bahwa bahwa luas lahan kritis di dalam kawasan hutan

maupun di luar kawasan hutan masih terus bertambah dan kegiatan perikanan yang

cenderung merusak terumbu karang masih terus terjadi. Keadaan ini yang menyebabkan

indikator-inikator kualitas pengelolaan sumberdaya alam selalu berfluktuasi dari tahun

ke tahun. Bahkan cenderung pertambahan luas lahan terehabilitasi tidak mampu

mengimbangi laju pertambahan luas lahan kritis yang terjadi. Demikian pula laju

pertumbuhan karang tidak mampu mengimbangi laju kerusakan karang akibat aktivitas

perikanan terutama kegiatan illegal oleh nelayan asing di wilayah perairan indonesia

termasuk perairan laut Papua Barat.

2.4.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol

Indikator pendukung dan penunjang outcomes yang spesifik dan menonjol dalam

pengelolaan sumberdaya alam di Papua Barat adalah jumlah tindak pidana perikanan.

Indikator ini dihitung berdasarkan jumlah kasus pelanggaran terhadap berbagai kegiatan

Page 51: Laporan Akhir EKPD 2009 Papua Barat - UNIPA

Laporan Akhir 47

Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat

illegal yang terkait dengan pencurian dan pengrusakan terhadap sumberdaya alam pada

kawasan konservasi laut, perairan laut dan kawasan pesisir. Capaian indikator tersebut

seperti terlihat pada Grafik Jumlah Tindak Pidana Perikanan di Papua Barat.

 

8 7 212

79 84

0

25

50

75

100

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Jumlah Tindak Pidana Perikanan di Papua Barat

Jumlah tindak pidana perikanan pada tahun 2004 – 2007 berkisar antara 2 -12

kasus. Jumlah tindak pidana kasus perikanan luar biasa terjadi pada tahun 2008 dan

2009, yaitu masing-masing 79 dan 84 kasus. Indikator spesifik ini memperlihatkan

komitmen pemerintah daerah yang lebih meningkatkan kegiatan pengawasan terhadap

berbagai aktivitas diperairan laut melalui pengaktifan patroli maritim baik yang dilakukan

oleh aparat kepolisian, angkatan laut dan polisi khusus kehutanan. Tindakan pengamanan

dan upaya-upaya pemberatasan kegiatan illegal terkait dengan pencurian sumberdaya

alam khususnya sumberadaya perairan laut perlu didukung oleh semua pihak baik

pemerintah, masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) pemerhati lingkungan

dan konservasi sumberdaya alam. Sumberdaya perairan laut di Provinsi Papua Barat

yang sangat kaya menjadi incaran para nelayan asing untuk melakukan pencurian.

Demikian juga nelayan lokal (tradisional) perlu diberikan penyuluhan tentang bahaya

penggunaan bahan peledak dalam kegiatan penangkapan baik terhadap keselamatan

diri dan kerusakan terumbukarang. Mengingkat bahwa sebagian besar nelayan lokal

wilayah penangkapannya di bagian pesisir dan sekitar pulau-pulau yang sebagian besar

wilayah perarannya ditutupi terumbu karang.

Page 52: Laporan Akhir EKPD 2009 Papua Barat - UNIPA

Laporan Akhir 48

Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat

2.4.3 Rekomendasi Kebijakan

Berdasarkan hasil analisis capaian indikator outcomes relevansi dan efektifitas

kualitas pengelolaan sumberdaya alam Papua Barat, maka kebijakan yang harus ditempu

oleh pemerintah Papua Barat dalam rangka mempertahankan relevansi dan efetivitas

capaian pembangunan bidang pengelolaan sumberdaya alam deskripsikan sebagai

berikut:

1. Pemerintah daerah segera menetapkan rancangan RTRWP dan RTRWK/Kota

menjadi RTRWP dan RTR yang telah WK/Kota yang telah dirasionalisasi dan

dipaduserasikan dengan Tata Ruang Kehutanan Provinsi/Kabupaten/Kota serta

dilegitimasi dengan Peraturan Daerah sebagai dasar perencanaan pembangunan

dan pengelolaan sumberdaya alam di Papua Barat.

2. Segera penyusun dan Perdasus atau Perdasi tentang Pengakuan tehadap eksistensi

masyarakat hukum adat dan hak-hak masyarakat adat atas sumberdaya alam sebagai

landasan hukum dalampelibatan dan pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan

sumberdaya alam.

3. Membentuk dan mengaktifkan Tim Koordinasi Tata Ruang Wilayah Pembangunan

Daerah tingkat provinsi dan tingkat kabupaten /kota agar pemanfaatan ruang wilayah

pembangunan sesuai dengan fungsi peruntukannya.

4. Meningkatkan kegiatan monitoring dan evaluasi atas pemanfaatan dan pengelolaan

sumberdaya alam secara berjenjang dan terpadu.

5. Menfasilitasi pembentukan pusat pengelolaan data base neraca sumberdaya alam

dan kemajuan program pembangunan daerah di tingkat Provinsi dengan sistem

satu pintu dalam mengkses data-data secara resmi.

Page 53: Laporan Akhir EKPD 2009 Papua Barat - UNIPA

Laporan Akhir 49

Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat

2.5 Tingkat Kesejahteraan Rakyat

Masyarakat asli Papua Barat berdasarkan wilayah tempat tinggalnya dapat

digolongkan menjadi masyarakat yang berdomisili di daerah dataran rendah, daerah

dataran tinggi dan daerah pantai dan pulau. Walaupun jenis usahatani yang dikembangkan

di setiap wilayah berbeda, sebagai contoh penduduk yang berdomisili di dataran rendah

sampai dataran tinggi hidup dari perladangan berpindah, pertanian extraktif dan meramu

hasil hutan merupakan kegiatan utama masyarakat. Penduduk daerah pantai dan pulau

selain hidup dari hasil nelayan, melakukan kegiatan bertani juga. Jenis usahatani yang

dikembangkan adalah usahatani lahan kering dengan tipe usahatani pertanian campuran.

Pertanian di mana tanaman utama yaitu tanaman bahan makanan ditanam bersama-

sama dengan tanaman sayuran dan pisang pada satu areal lahan. Corak usahatani

yang dikembangkan adalah corak usahatani subsisten yaitu sebagian besar hasil

usahataninya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan keluarga sendiri, jika berlebihan maka

hasilnya dijual. Hasil penjualan umumnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga

yang tidak dapat dihasilkan sendiri seperti garam, vetsin, minyak tanah dan minyak goreng.

Bagi masyarakat yang berdomisili di daerah pantai atau pulau, selain berkebun terutama

pada saat musim ombak, pekerjaan utamanya adalah nelayan. Corak usaha nelayan

yang dikembangkan adalah corak usaha nelayan subsisten, kecuali hasil laut ikan,

sebagian besar hasil laut bukan ikan seperti lola, teripang dan sirip hiu dijual kepada

pedagang antar pulau yang secara berkala mengunjungi pulau atau kampung. Kehidupan

yang bergantung sepenuhnya pada kekayaan sumberdaya alam yang tersedia ternyata

memberikan kehidupan yang nyaman dan memadai. Hal ini nyata dari kebiasaan

masyarakat kampung untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan kebutuhan kampung

seperti sekolah, tempat peribadatan, rumah guru dan rumah guru jemaat secara swadaya

dengan memanfaatkan sumberdaya lokal. Kehidupan seperti ini ternyata memberikan

perasaan damai dan tentram bagi masyarakat. Hal ini nampak dari kebiasaan rumah di

kampung-kampung yang tidak berjendela atau berpintu. Namun sejalan dengan

pembangunan yang dilaksanakan yaitu dalam rangka menyetarakan kehidupan

masyarakat Indonesia seluruhnya, berbagai kegiatan pembangunan terus digalakan

seperti pembukaan perkebunan besar, pembukaan areal transmigrasi, pembukaan HPH

dan pengembangan wilayan perkotaan, telah mengakibatkan terbukanya wilayah-wilayah

hutan yang berdampak terhadap kehidupan masyarakat lokal. Rotasi perladangan yang

biasanya dilakukan selama 10-12 tahun menjadi lebih pendek yaitu 3-4 tahun. Pola

Page 54: Laporan Akhir EKPD 2009 Papua Barat - UNIPA

Laporan Akhir 50

Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat

perladangan seperti ini menyebabkan tekanan terhadap lahan semakin tinggi dan tanpa

masukan input produksi terus menurun mengakibatkan penuhan kebutuhan keluarga

terganggu. Nelayan yang biasanya memancing di daerah sekitar pulau terpaksa harus

mendayung lebih jauh lagi akibat erosi yang mencemari perairan sekitar pulau sehingga

ikan bermigrasi ke perairan yang lebih sehat yang jauh dari pulau. Keadaan ini memberikan

gambaran bahwa pembangunan yang dilakukan telah mengubah pola hidup masyarakat.

Masyarakat lokal yang umumnya hidup dari kelimpahan sumberdaya alam berubah

menjadi masyarakat yang harus mampu bersaing untuk memenuhi kebutuhan hidup

sehari-hari. Masyarakat harus mengubah pola matapencahariannya.

Berdasarkan suku, masyarakat Provinsi Papua Barat sangat bervariasi.

Kemajemukan suku amat menonjol dengan pola-pola kepemimpinan adat yang amat

kuat. Kemajemukan suku ini merupakan kekayaan bangsa tetapi sekaligus merupakan

kelemahan bangsa apabila tidak terwadahi dengan baik. Selain suku asli, di Provinsi

Papua Barat bermukim juga beragam suku dan budaya asal luar Papua. Kehadiran suku

dari luar ini dengan berbagai pengetahuan, ketrampilan, kemauan dan kerja keras telah

menimbulkan persaingan dalam berbagai aspek kehidupan semakin ketat. Masyarakat

local dengan tingkat pengetahuan dan tingkat pendidikan yang masih rendah ternyata

belum mampu bersaing dengan suku-suku asal luar Papua. Sebagai contoh, dalam

berusaha dan berbisnis, sampai saat ini sulit ditemukan kalau tidak dapat disebut tidak

ada pengusaha warung makan yang dikelola orang Papua asli. Kesempatan untuk

mendapatkan pekerjaan jika dilakukan seleksi murni maka penduduk lokal akan sangat

sulit bisa lolos seleksi. Keadaan ini menimbulkan tingginya angka pengangguran,

mengakibatkan potensi konflik horizontal antar masyarakat sangat tinggi.

Ketidakseimbangan taraf hidup yang nyata dari pemenuhan kebutuhan dasar seperti

rumah, makanan, pakaian, rekreasi, pendidikan, keamanan dan kesehatan merupakan

salah satu masalah di Provinsi Papua Barat yang dapat menjadi pemicu konflik. Walupun

belum pernah terjadi konflik terbuka antar suku, namun pelaksanaan peraturan secara

benar dan konsekuen diperlukan agar kegiatan seluruh masyarakat dapat dilaksanakan

secara tertib dan teratur serta tidak berbenturan sehingga tercipta keamanan dan ketertiban

masyarakat.

Kemajemukan suku dan adanya kesenjangan sosial ekonomi masyarakat

merupakan potensi pemecah-belah masyarakat dan kelompok. Ancaman konflik dan

Page 55: Laporan Akhir EKPD 2009 Papua Barat - UNIPA

Laporan Akhir 51

Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat

ketegangan antar kelompok di Provinsi Papua Barat dapat dipicu oleh adanya dikotomi

dalam masyarakat yang tercipta sebagai akibat adanya kesenjangan dalam hal

kesejahteraan hidup masyarakat. Dikotomi ini dapat berkembang menjangkau berbagai

sendi kehidupan masyarakat dan memicu konflik horizontal antar masyarakat atau

kelompok seperti Dikotomi Papua vs Non-Papua atau dalam bahasa Biak Amber versus

Komen.

Walaupun Provinsi Papua Barat digolongkan sebagai provinsi yang kaya akan

sumberdaya alamnya, sebagian besar masyarakatnya masih hidup dalam

ketidakberdayaan akibat rendahnya tingkat pendidikan masyarakat, rendahnya tingkat

kesehatan masyarakat dan rendahnya kemampuan untuk mengelola sumberdaya

alamnya. Pemerintah sebagai fasilitator dan motivator penyelesaian berbagai konflik

belum memiliki kemampuan untuk mengatasi konflik horizontal. Untuk itu upaya

pencegahan perlu dilakukan sedini mungkin sehingga tidak terjadi konflik antar kelompok

atau masyarakat.

Uraian di atas menunjukan bahwa tantangan Provinsi Papua Barat dalam

meningkatkan kesejahteraan masyarakat adalah menurunkan angka kemiskinan di Papua

Barat, meningkatkan kesehatan masyarakat, meningkatkan kemampuan pengelolaan

sumberdaya alam, peningkatan keamanan dan persatuan di dalam kehidupan

bermasyarakat.

Untuk itu berbagai program yang direncanakan dalam RPJMD 2006-2011 Provinsi

Papua Barat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat diuraikan sebagai

berikut.

1. Memperpercepat pembangunan infrastruktur ekonomi diseluruh wilayah Papua Barat.

2. Memperbaiki teknologi produksi.

3. Mengembangkan kemampuan penguasaan teknologi guna menghasilkan produk

sesuai pasar.

4. Menjamin akses dan kepastian pemasaran bagi produk masyarakat.

5. Menyediakan skim permodalan khusus kepada masyarakat miskin di Papua Barat.

(bantuan Permodalan)

Page 56: Laporan Akhir EKPD 2009 Papua Barat - UNIPA

Laporan Akhir 52

Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat

6. Menyediakan program pendampingan baik dalam proses produksi, pemasaran bagi

masyarakat.

7. Membangun serta menyediakan berbagai jenis prasarana dasar yang dibutuhkan

oleh masyarakat dalam proses produksi, distribusi dan pemasaran.

8. Mengembangkan komoditi lokal yang memiliki nilai pasar untuk menjadi komoditi

unggulan serta memiliki nilai pasar tinggi.

9. Menata dan membentuk kelembagaan ekonomi yang mampu mengembangkan

kapasitas masyarakat dalam produksi dan pemasaran.

10. Menyediakan pendampingan kepada masyarakat.

11. Memperluas jangkauan kegiatan ekonomi pedesaan.

12. Mengembangkan usaha berskala kecil dan rumah tangga.

2.5.1 Capaian Indikator

Data penyusun indikator outcome tingkat kesejahteraan sosial terdiri dari data

persentase penduduk miskin, tingkat pengangguran terbuka, persentase pelayanan

kesejahteraan sosial bagi anak (terlantar, jalanan, balita terlantar dan anak nakal),

persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia, dan persentase pelayanan

dan rehabilitasi sosial (penyandang cacat, tunasosial dan korban penyalahgunaan

narkoba).

Sehubungan dengan tidak tersedianya data seluruh indikator outcome tingkat

kesejahteraan sosial pada tahun 2009, maka dalam tulisan ini data tahun 2009 merupakan

data perkiraan berdasarkan tren indikator tingkat kesejahteraan dari tahun-tahun

sebelumnya. Capaian indikator outcome tingkat kesejahteraan sosial Papua Barat dan

tingkat capaian indikator outcome tingkat kesejahteraan sosial Nasional dari tahun 2004

hingga 2009 disajikan dalam Grafik Capaian Indikator Tingkat Pelayanan Publik Provinsi

Papua Barat Vs Capaian Tingkat Nasional.

Page 57: Laporan Akhir EKPD 2009 Papua Barat - UNIPA

Laporan Akhir 53

Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat

Grafik di atas menunjukan bahwa tingkat kesejahteraan sosial Provinsi Papua

Barat berfluktuasi dan lebih rendah dari tingkat kesejahteraan sosial nasional. Tingkat

kesejahteraan sosial Provinsi Papua Barat pada tahun 2004-2005 stabil dan relatiif sama

dengan tingkat kesejahteraan sosial nasional. Hal ini dapat dimengerti mengingat pola

hidup masyarakat yang sangat tergantung pada alam dan kondisi sumberdaya alam yang

relatif masih baik sangat mendukung pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat.

Masyarakat terpenuhi kebutuhan hidupnya dan tidak terlihat adanya anak-anak terlantar

maupun anak jalanan. Tahun 2006 tingkat kesejahtaraan Provinsi Papua Barat menurun

drastis dan jauh lebih rendah dari tingkat kesejahteraan sosial nasional. Keadaan ini

merupakan dampak yang terjadi sebagai akibat berubahnya kondisi alam dengan

masuknya berbagai investor perkebunan besar, transmigrasi dan pemekaran wilayah.

Tatanan kehidupan masyarakat mulai berubah dari kehidupan yang sangat serasi dengan

alam dan masyarakat yang mandiri berubah menjadi masyarakat yang sangat tergantung

pada bantuan pemerintah dan tidak berdaya karena tidak mampu berkompetisi untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemekaran wilayah dan diimplementasikannya UU Otsus

Page 58: Laporan Akhir EKPD 2009 Papua Barat - UNIPA

Laporan Akhir 54

Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat

mengakibatkan terbukanya wilayah dan beredarnya uang dalam jumlah banyak

mengakibatkan arus migrasi masuk ke kota-kota kabupaten dan provinsi menjadi tinggi.

Implementasi otsus yang tidak sesuai dengan tujuannya mengakibatkan masyarakat

sangat tergantung pada bantuan pemerintah untuk kelangsungan hidupnya, terutama

para lansia. Migrasi penduduk ke kota-kota dari kampung-kampung mengakibatkan angka

pengangguran bertambah dan muncul berbagai masalah sosial seperti tingginya angka

putus sekolah, anak jalanan dan anak terlantar.

Sejalan dengan perbaikan kesadaran sosial masyarakat, peningkatan kemampuan

masyarakat dan perbaikan kinerja aparat pemerintah, tingkat kesejahteraan sosial Provinsi

Papua Barat kemudian meningkat secara tajam dan mencapai puncaknya pada tahun

2008 kemudian menurun perlahan pada tahun 2009. Fluktuasi tren tingkat kesejahteraan

sosial Provinsi Papua Barat menunjukan bahwa upaya pembangunan Provinsi Papua

Barat telah berjalan dengan baik. Tujuan peningkatan kesejahteraan sosial secara

bertahap menunjukan peningkatan yang berarti. Hal ini menunjukan bahwa program

pembangunan yang direncanakan Provinsi Papua Barat dapat mencapai tujuan yang

telah ditetapkan. Tingkat kesejahteraan sosial Provinsi Papua yang relatif sama dengan

tingkat kesejahteraan nasional pada tahun 2008 menunjukan bahwa program

pembangunan Provinsi Papua Barat apabila dilaksanakan secara konsekuen ternyata

sangat efektif dalam mencapai tujuan pembangunan kesejahteraan sosial.

2.5.2 Analisis Indikator Spesifik dan Menonjol

Indikator pendukung dan penunjang outcomes yang spesifik dan menonjol dalam

meningkatkan tingkat kesejahteraan sosial di Papua Barat adalah jumlah penduduk miskin,

persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi penduduk lanjut usia dan persentase

pelayanan dan rehabilitasi sosial (penyandang cacat, tunasosial dan korband

penyalahgunaan narkoba).

Tingkat kesejahteraan sosial Provinsi Papua Barat sangat tergantung pada

indikator persentase penduduk miskin, persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi

penduduk lanjut usia dan persentase pelayanan dan rehabilitasi sosial. Capaian ketiga

indikator ini disajikan secara rinci dalam Grafik Indikator Spesifik dan Menonjol Tingkat

Kesejahteraan Provinsi Papua Barat.

Page 59: Laporan Akhir EKPD 2009 Papua Barat - UNIPA

Laporan Akhir 55

Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat

Persentase penduduk miskin Provinsi Papua Barat selama periode 2004-2009

meningkat setiap tahunnya. Hal ini menunjukan bahwa upaya pengentasan kemiskinan

merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan tingkat

kesejahteraan sosial Provinsi Papua Barat. Demikian pula halnya dengan persentase

persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi penduduk lanjut usia dan persentase

pelayanan dan rehabilitasi sosial terdapat kecenderungan kedua indikator ini meningkat

selama perioda 2004-2009. Hal ini merupakan salah satu indikator bahwa peningkatan

kesejahteraan sosial Provinsi Papua Barat dapat dilaksanakan dengan meningkatkan

pelayananan terhadap para lansia dan rehabilitasi sosial. Capaian indicator persentase

pelayanan terhadap para lansia dan rehabilitasi sosial disajikan secara rinci dalam Grafik

di bawah ini.

Page 60: Laporan Akhir EKPD 2009 Papua Barat - UNIPA

Laporan Akhir 56

Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat

2.5.3 Rekomendasi

1. Upaya meningkatkan kesejahteraan sosial Provinsi Papua Barat dapat dilaksanakan

dalam situasi aman dan damai untuk itu upaya menurunkan ketegangan dan ancaman

antar kelompok masyarakat perlu dijaga dan ditingkatkan.

2. Peningkatan kesejahteraan sosial Provinsi Papua Barat merupakan tanggungjawab

seluruh komponen masyarakat untuk itu partisipasi seluruh komponen masyarakat

terutama tokoh adat, pemuka agama, pemuda dan perempuan perlu ditingkatkan.

3. Peninjauan kembali atas kebijakan pemanfaatan sumberdaya kehutanan yang

direncanakan bahwa pada tahun 2009 tidak ada lagi eksport kayu dalam bentuk log

tetapi dieksport dalam bentuk barang setengah jadi (barang olahan).

4. Penataan kembali usaha-usaha penangkapan dengan tujuan agar proses

pengolahannya dapat dilakukan di daerah ini dan tidak melakukan ekspor dalam

bentuk bahan mentah.

5. Penataan ulang segenap wilayah konsesi pertambangan dan KPS dengan tujuan

agar kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam dapat memberikan manfaat yang

sebesar-besarnya bagi Provinsi Papua Barat.

6. Pembuatan peraturan yang melindungi hak-hak dasar masyarakat adat dalam

pengelolaan sumberdaya alam.

7. Peningkatan kapasitas aparat penegakan hukum dan pembuatan database penduduk.

Page 61: Laporan Akhir EKPD 2009 Papua Barat - UNIPA

Laporan Akhir 57

Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat

Hasil evaluasi kinerja pembangunan Provinsi Papua Barat berdasarkan

capaian indikator outcomes yang mencerminkan tujuan pembangunan

daerah seperti Tingkat Pelayanan Publik dan Demokrasi, Tingkat Kualitas Sumberdaya

Manusia, Tingkat Pembangunan Ekonomi, Kualitas Pengelolaan Sumberdaya Alam dan

Tingkat Kesejahteraan Sosial menunjukan bahwa program pembangunan yang

dilaksanakan di Provinsi Papua Barat berkontribusi terhadap pencapaian tujuan

pembangunan daerah dan sejalan dengan tujuan pembangunan nasional.

Walaupun capaian indikator outcomesnya belum mencapai target yang diharapkan,

program pembangunan Provinsi Papua Barat sejauh ini berdasarkan kecenderungan

capaian indikator outcomes menunjukan peningkatan yang kontinyu dari tahun ke tahun.

Keadaan ini menunjukan bahwa program pembangunan Provinsi Papua Barat sudah

sesuai dengan kebutuhan daerah dan mampu menjawab permasalahan pembangunan

Provinsi Papua Barat. Diharapkan dengan komitment dan kerja keras pada akhir RPJMD

2006-2011 seluruh target RPJMD dapat tercapai.

BAB 3PENUTUP

Page 62: Laporan Akhir EKPD 2009 Papua Barat - UNIPA

Laporan Akhir 58

Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Irian Jaya Barat . Irian Jaya Barat dalam Angka 2005. BPS Provinsi Papua Barat.Manokwari.

Badan Pusat Statistik Provinsi Papua Barat. Papua Barat dalam Angka 2005. BPS Provinsi Papua Barat.Manokwari.

Cenderawasih Pos. 1 Agustus 2005. hal. 1. Solossa Akui Tiga Tahun Tak Cukup.

Cenderawasih Pos. 13 Agustus. DAP/MAP ajukan 6 Tuntutan; DPRP Jani Salurkan Aspirasi DAP ke Pusat.

Media Papua. 15 Agustus 2005. hal 13. Dana Otsus Dimanfaatkan Tanpa Dasar.

Sekretariat Daerah Provinsi Papua. 2001. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2001tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua. Sekretariat Daerah Provinsi Papua. Jayapura.

Sullivan, L. Challenges to Special Autonomy in the Province of Papua Republic of Indonesia. State societyand Governance in Melanesia discussion paper 2003/6.

Suebu, B. 2007. Kami Menanam, Kami Menyiram, Tuhanlah yang Menumbuhkan. Pemerintah ProvinsiPapua. Jayapura

Van den brook, T. 2001. Special Autonomy its Process and Final Contents. Sekretariat Keadialan danPerdamaian Keuskupan Jayapura. Jayapura.

Page 63: Laporan Akhir EKPD 2009 Papua Barat - UNIPA

Laporan Akhir 59

Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat

Lampiran 1 Data EKPD Provinsi Papua Barat

Page 64: Laporan Akhir EKPD 2009 Papua Barat - UNIPA

Laporan Akhir 60

Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat

Lampiran 2 Indikator Outcomes Provinsi Papua Barat