Presentasi morbus hansen

Preview:

Citation preview

PENGERTIAN:Penyakit Hansen atau Penyakit Morbus Hansen yang dahulu dikenal sebagai Penyakit Kusta atau Lepra adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae dan biasanya mempengaruhi kulit serta saraf tepi, namun memiliki berbagai macam manifestasi klinis. (WHO, 2010).

PENYAKIT MENULAR MORBUS HANSEN (KUSTA)

Penyakit ini ditandai dengan borok dari tulang dan kulit yang menyebabkan hilangnya sensasi, lumpuh, gangrene, dan deformasi. (The American Heritage-Dictionary of the English language).

Istilah kusta berasal dari bahasa Sansekerta, yakni kustha berarti kumpulan gejala-gejala kulit secara umum.

Lesi pada Kulit

Kecatatan pada extremitas atas

Penyebab Penyebab penyakit kusta adalah kuman

kusta ( mycobacterium leprae). Berbentuk batang dengan ukuran panjang

1–8 mic, lebar 0,2–0,5 .Masa belah diri kuman kusta adalah

memerlukan waktu yang sangat lama dibandingkan dengan kuman lain, yaitu 12-21 hari.

Masa tunas lama yaitu rata-rata 2–5 tahun. Pertumbuhan optimal dari kuman kusta

adalah pada suhu 27°-30°C.

Klasifikasi dan Kriteria Kusta

Tanda dan Gejala

Cara Penularan

Pemeriksaan Klinis

A. Pemeriksaan Kulit

Penatalaksanaan

Tujuan utama program pemberantasan kusta adalah menyembuhkan pasien kusta dan mencegah timbulnya cacat serta memutuskan mata rantai penularan dari pasien kusta terutama tipe yang menular kepada orang lain untuk menurunkan insidens penyakit.

Program Multi Drug Therapy (MDT) dengan kombinasi rifampisin, klofazimin, dan DDS dimulai tahun 1981. Program ini bertujuan untuk mengatasi resistensi dapson yang semakin meningkat, mengurangi ketidaktaatan pasien, menurunkan angka putus obat, dan mengeliminasi persistensi kuman kusta dalam jaringan.

Rejimen pengobatan MDT di Indonesia sesuai rekomendasi WHO ( 1995) sebagai berikut:

1.Tipe PB• Jenis obat dan dosis untuk orang dewasa:a.Rifampisin 600 mg/bulan diminum di

depan petugas.b.DDS tablet 100 mg/hari diminum di

rumah.• Pengobatan 6 dosis diselesaikan

dalam 6-9 bulan.

2. Tipe MB• Jenis obat dan dosis untuk orang dewasa:a.Rifampisin 600 mg/bulan diminum di depan

petugas.b.Klofazimin 300 mg/bulan diminum di depan

petugas dilanjutkan dengan klofazimin 50 mg/hari diminum di rumah.

c.DDS 100 mg/hari diminum di rumah.• Pengobatan 24 dosis diselesaikan

dalam waktu maksimal 36 bulan.

Pengobatan MDT terbaru

Metode ROM adalah pengobatan MDT terbaru. Menurut WHO ( 1998), pasien kusta tipe PB

dengan lesi hanya 1 (satu cukup diberikan dosis tunggal rifampisin 600 mg, olloksasin 400 mg, dan minosiklin I 00 mg dan pasien langsung dinyatakan RFT, sedangkan untuk tipe PB dengan 2-5 lesi diberikan 6 dosis dalam 6 bulan.

Untuk tipe MB diberikan sebagai obat alternatif dan dianjurkan digunakan sebanyak 24 dosis dalam 24 bulan.

Putus Obat

Pada pasien kusta tipe PB yang tidak minum obat sebanyak 4 dosis dari yang seharusnya maka dinyatakan DO.

Pasien kusta tipe MB dinyatakan DO bila tidak minum obat 12 dosis dari yang seharusnya.

Evaluasi Pengobatan

Evaluasi pengobatan menurut Buku Panduan Pemberantasan Penyakit Kusta Depkes  ( 1999) adalah sebagai berikut:

a. Pasien PB yang telah mendapat pengobatan MDT 6 dosis dalam waktu 6 sampai 9 bulan dinyatakan RFT tanpa diharuskan menjalani pemeriksaan laboratorium.

b. Pasien MB yang telah mendapat pengobatan MDT 24 dosis dalam waktu 24-36 bulan dinyatakan RFT tanpa diharuskan menjalani pemeriksaan laboratorium.

c. RFT dapat dilaksanakan setelah dosis dipenuhi tanpa diperlukan pemeriksaan laboratorium. Dikeluarkan dari register pasien dan dimasukkan dalam register pengamatan (surveillance) dan dapat dilakukan oleh petugas kusta.

Masa Pengamatan

• Pengamatan setelah RFT dilakukan secara pasif    :

1.Tipe PB selama 2 tahun.2.Tipe MB selama 5 tahun tanpa

diperlukan pemeriksaan laboratorium.

Komplikasi

• Cacat merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada pasien kusta baik akibat kerusakan fungsi saraf tepi maupun karena neuritis sewaktu terjadi reaksi kusta.

Program Kesehatan

Program pemerintah :a. Tujuan :1.Tujuan Jangka Panjang : Eradikasi

Kusta di Indonesia2.Tujuan Jangka Menengah :

Menurunkan angka kesakitan kusta.3. Tujuan Jangka Pendek :

Lanjutan Point 3

a. Penemuan Penderita (Case Finding)b. Implementasi MDT.c. Pembinaan pengobatan (“Case Holding”).d. Mencegah cacat pada penderita yang telah

terdaftaf sehingga tidak akan terjadi cacat baru.e. Penyuluhan kesehatan di bidang kusta.f. Pengawasan sesudah RFTg. Melaksanakan pencatatan dan pelaporan

sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam memenuhi kebutuhan program.

b. Kebijaksanaan1.Penderita kusta tidak boleh diisolasi.2.Obat kusta diberikan secara cuma-

cuma.3.Regimen MDT mengikuti

rekomendasi WHO.4. Program P2 Kusta diintegrasikan

kedalam sistem pelayanan kesehatan dan rujukan.

c. Strategi1.MDT dilaksanakan secara intensif dan

extensif.2. Meningkatkan peran serta organisasi

swasta.3. Meningkatkan peran serta lintas sektor

dan kerjasama program.4.Meningkatkan kemampuan serta

ketrampilan petugas yang bertanggung jawab.

d. Kegiatan Pemberantasan Kusta

1.Penemuan penderita2.Pemeriksaan anak sekolah SD/Taman

Kanak-kanak atau sederajat disebut survei sekolah.

3.“Chase Survey” 4.Survai Khusus.

Pencegahan Penyakit Kusta

1. Pencegahan primera. Penyuluhan kesehatanb. Pemberian imunisasi

2. Pencegahan sekunder • Pencegahan sekunder dapat

dilakukan dengan :a. Pengobatan pada penderita kusta

3. Pencegahan tertiera. Pencegahan cacat kustaUpaya pencegahan cacat terdiri atas (Depkes RI, 2006) : Upaya pencegahan cacat primer meliputi penemuan

dini penderita sebelum cacat, pengobatan secara teratur dan penangan reaksi untuk mencegah terjadinya kerusakan fungsi saraf.

Upaya pencegahan cacat sekunder meliputi perawatan diri sendiri untuk mencegah luka dan perawatan mata, tangan, atau kaki yang sudah mengalami gangguan fungsi saraf.

b. Rehabilitasi kusta• Rehabilitasi merupakan proses pemulihan untuk

memperoleh fungsi penyesuaian diri secara maksimal atas usaha untuk mempersiapkan penderita cacat secara fisik, mental, sosial dan kekaryaan untuk suatu kehidupan yang penuh sesuai dengan kemampuan yang ada padanya.

• Tujuan rehabilitasi adalah penyandang cacat secara umum dapat dikondisikan sehingga memperoleh kesetaraan, kesempatan dan integrasi sosial dalam masyarakat yang akhirnya mempunyai kualitas hidup yang lebih baik (Depkes RI, 2006).

Rehabilitasi terhadap penderita kusta meliputi : Latihan fisioterapi pada otot yang mengalami

kelumpuhan untuk mencegah terjadinya kontraktur. Bedah rekonstruksi untuk koreksi otot yang

mengalami kelumpuhan agar tidak mendapat tekanan yang berlebihan.

Bedah plastik untuk mengurangi perluasan infeksi. Terapi okupsi (kegiatan hidup sehari-hari) dilakukan

bila gerakan normal terbatas pada tangan. Konseling dilakukan untuk mengurangi depresi pada

penderita cacat.

Kelompok berisiko

• Kelompok yang berisiko tinggi terkena kusta adalah yang tinggal di daerah endemik dengan kondisi yang buruk seperti tempat tidur yang tidak memadai, air yang tidak bersih, asupan gizi yang buruk, dan adanya penyertaan penyakit lain seperti HIV yang dapat menekan sistem imun.

Peran Perawat Komunitas

1. Care Giver2. Advokat3. Edukator

Daftar Pustaka

• Depkes, 1998, Buku Pedoman Pemberantasan Penyakit Kusta, Cetakan ke-XII, Depkes Jakarta.

• Departemen Kesehatan RI Dirjen P2M dan PLP, 1996, Buku Pedoman Pemberantasan Penyakit Kusta, Jakarta.

• Mansjoer, Arif, 2000, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Ed. III, media Aeuscualpius, Jakarta.

• Yayan, M. 2011. Askep Klien dengan Penyakit Kusta. Disitasi dari http://yayannerz.blogspot.com/2011/03/askep-klien-dengan-penyakit-kusta.html. Diakses pada 17 Januari 2016 jam 14.05 wita.

• Anonim.2009. Penatalaksanaan kusta di Indonesia. Disitasi dari https://pramareola14.wordpress.com/2009/12/09/penatalaksanaan-kusta-di indonesia/. Diakses pada 17 Januari 20167 jam 13.40 wita.

• Anonim.2009. Penatalaksanaan kusta di Indonesia. Disitasi dari https://pramareola14.wordpress.com/2009/12/09/penatalaksanaan-kusta-di indonesia/. Diakses pada 17 Januari 20167 jam 13.40 wita.