45
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) merupakan suatu kondisi medis, yang ditandai oleh hiperaktivitas, ketidakmampuan memusatkan perhatian dan impulsivitas, yang terdapat secara persisten (menetap). Sebagian anak dapat menunjukkan gejala hiperaktif, yang lainnya menunjukkan gejala kesulitan memusatkan perhatian, dan ada pula yang menunjukkan impulsivitas, atau ketiga gejala tersebut terdapat secara bersamaan. Anak dengan GPPH jenis predominan ketidakmampuan memusatkan perhatian, seringkali tampak sebagai anak yang suka melamun, pasif dan sulit untuk ikut beraktivitas dengan temantemannya. GPPH adalah gangguan jiwa pada anak yang paling sering dijumpai di klinik maupun masyarakat. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kedokteran jiwa, sudah ditemukan cara mengatasi anak dengan GPPH, baik secara organobiologis, maupun psikoedukatif ataupun sosiokultural. Selama ini belum banyak orang memahami keadaan tersebut. Banyak yang menganggap anak dengan GPPH merupakan anak yang nakal, bahkan mereka diperlakukan dengan keras dan sering dihukum, baik di rumah oleh orangtua, maupun di sekolah oleh guru atau di masyarakat. Hal ini tidak akan dapat menyelesaikan masalah dan bahkan membuat masalahnya bertambah berat. 1

BAB I (Repaired)ftythhgyj

Embed Size (px)

DESCRIPTION

jgjgyjhh

Citation preview

Page 1: BAB I (Repaired)ftythhgyj

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) merupakan suatu kondisi

medis, yang ditandai oleh hiperaktivitas, ketidakmampuan memusatkan perhatian dan

impulsivitas, yang terdapat secara persisten (menetap). Sebagian anak dapat menunjukkan

gejala hiperaktif, yang lainnya menunjukkan gejala kesulitan memusatkan perhatian, dan

ada pula yang menunjukkan impulsivitas, atau ketiga gejala tersebut terdapat secara

bersamaan. Anak dengan GPPH jenis predominan ketidakmampuan memusatkan

perhatian, seringkali tampak sebagai anak yang suka melamun, pasif dan sulit untuk ikut

beraktivitas dengan temantemannya.

GPPH adalah gangguan jiwa pada anak yang paling sering dijumpai di klinik maupun

masyarakat. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kedokteran jiwa,

sudah ditemukan cara mengatasi anak dengan GPPH, baik secara organobiologis, maupun

psikoedukatif ataupun sosiokultural.

Selama ini belum banyak orang memahami keadaan tersebut. Banyak yang

menganggap anak dengan GPPH merupakan anak yang nakal, bahkan mereka

diperlakukan dengan keras dan sering dihukum, baik di rumah oleh orangtua, maupun di

sekolah oleh guru atau di masyarakat. Hal ini tidak akan dapat menyelesaikan masalah dan

bahkan membuat masalahnya bertambah berat.

Tidak mudah menjadi orangtua dari seorang anak dengan GPPH, mereka sering merasa

lelah dan putus asa. Walau sudah banyak melakukan usaha untuk mengatasinya, namun

mereka merasa sia-sia karena tidak mendapatkan hasil yang diharapkan. Orangtua juga

sering merasa malu karena anaknya sering berbuat yang tidak pada tempatnya (misalnya

mengacak-acak barang, bahkan merusak atau mengganggu anak lain).

Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM), definisi GPPH

telah mengalami beberapa kali perubahan sesuai dengan perubahan konsep tentang

penyakit tersebut. Sesuai dengan DSM IV, terdapat tiga gejala utama yaitu inattentiveness

atau tidak mampu memusatkan perhatian, hiperaktivitas dan impulsivitas.

Prevalensi GPPH tipe kombinasi lebih tinggi dibandingkan dengan prevalensi

gangguan pemusatan perhatian saja atau hiperaktif saja (Lahey, 1990). Pada umumnya

1

Page 2: BAB I (Repaired)ftythhgyj

berbagai ahli mengemukakan prevalensi GPPH pada anak sekolah berkisar 3%-10%

(Pineda D., et al., 1999). Di Amerika Serikat para ahli mempunyai kesepakatan bahwa

prevalensi GPPH adalah 3%-5% pada populasi anak (American Psychiatric Association,

1994). Berbagai penelitian terdahulu menunjukkan prevalensi gangguan ini berkisar dari

1% sampai 29,2% (Wang et al., 1992). Di Jakarta, prevalensi GPPH diantara anak Sekolah

Dasar 26,2%(Saputro D, 2004), proporsi terbesar adalah jenis gangguan tidak mampu

memusatkan perhatian yaitu sebesar 15,9 %.

Anak dengan GPPH banyak dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk menjalani

pemeriksaan dalam upaya menegakkan diagnosis dan mendapatkan penanganan yang

sesuai. Namun tidak semua tenaga kesehatan di Rumah Sakit Umum (RSU), khususnya

Kelas A dan Kelas B, dan Rumah Sakit Jiwa (RSJ) memahami masalah GPPH.

1.2 Tujuan Pembahasan

Dalam penyusunan makalah ini tentunya memiliki tujuan yang diharapkan berguna

bagi para pembaca dan khususnya kepada penulis sendiri. Dimana tujuannya dibagi

menjadi dua macam yang pertama secara umum makalah ini bertujuan menambah

wawasan mahasiswa/I dalam menguraikan suatu persoalan secara holistik dan tepat, dan

melatih pemikiran ilmiah dari seorang mahasiswa/I fakultas kedokteran, dimana pemikiran

ilmiah tersebut sangat dibutuhkan bagi seorang dokter agar mampu menganalisis suatu

persoalan secara cepat dan tepat. Sedangkan secara khusus tujuan penyusunan makalah ini

ialah sebagai berikut :

a. Melengkapi tugas small group discussion skenario dua, modul dua puluh tentang

gangguan pemusatan perhatian hiperaktif (GPPH) atau attention deficit and

hyperaktivity disorder (ADHD).

b. Menambah khasanah ilmu pengetahuan para pembaca dan penulis.

c. Sebagai bahan referensi mahasiswa/I Fakultas Kedokteran UISU dalam menghadapi

ujian akhir modul.

Itulah merupakan tujuan dalam penyusunan makalah ini, dan juga sangat diharapkan

dapat berguna setiap orang yang membaca makalah ini. Semoga seluruh tujuan tersebut

dapat tercapai dengan baik

2

Page 3: BAB I (Repaired)ftythhgyj

1.3 Metode dan Teknik

Dalam penyusunan makalah ini kami mengembangkan suatu metode yang sering

digunakan dalam pembahasan-pembahasan makalah sederhana, yaitu dengan

menggunakan metode dan teknik secara deskriptif dimana tim penyusun mencari sumber

data dan sumber informasi yang akurat lainnya setelah itu dianalisis sehinggga diperoleh

informasi tentang masalah yang akan dibahas setelah itu berbagai referensi yang

didapatkan dari berbagai sumber tersebut disimpulan sesuai dengan pembahasan yang akan

dilakukan dan sesuai dengan judul makalah dan dengan tujuan pembuatan makalah ini.

Itulah sekilas tentang metode dan teknik yang digunakan dalam penyusunan makalah ini.

3

Page 4: BAB I (Repaired)ftythhgyj

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Teori Psikososial Anak

Banyak teori mengenai perkembangan psikososial, yang paling banyak dianut adalah teori

psikosisal dari Erik Erikson. Teori psikososial dari Erik Erikson meliputi delapan tahap

yang saling berurutan sepanjang hidup. Hasil dari tiap tahap tergantung dari hasil tahapan

sebelumnya, dan resolusi yang sukses dari tiap krisis ego adalah penting bagi individu

untuk dapat tumbuh secara optimal. Ego harus mengembangkan kesanggupan yang

berbeda untuk mengatasi tiap tuntutan penyesuaian dari masyarakat. Berikut adalah

delapan tahapan perkembangan psikososial menurut Erik Erikson :

1. Tahap I : Trust versus Mistrust (0-1 tahun)

Dalam tahap ini, bayi berusaha keras untuk mendapatkan pengasuhan dan kehangatan, jika

ibu berhasil memenuhi kebutuhan anaknya, sang anak akan mengembangkan kemampuan

untuk dapat mempercayai dan mengembangkan asa (hope). Jika krisis ego ini tidak pernah

terselesaikan, individu tersebut akan mengalami kesulitan dalam membentuk rasa percaya

dengan orang lain sepanjang hidupnya, selalu meyakinkan dirinya bahwa orang lain

berusaha mengambil keuntungan dari dirinya.

2. Tahap II: Autonomy versus Shame and Doubt (l-3 tahun)

Dalam tahap ini, anak akan belajar bahwa dirinya memiliki kontrol atas tubuhnya. Orang

tua seharusnya menuntun anaknya, mengajarkannya untuk mengontrol keinginan atau

impuls-impulsnya, namun tidak dengan perlakuan yang kasar. Mereka melatih kehendak

mereka, tepatnya otonomi. Harapan idealnya, anak bisa belajar menyesuaikan diri dengan

aturan-aturan sosial tanpa banyak kehilangan pemahaman awal mereka mengenai otonomi,

inilah resolusi yang diharapkan.

3. Tahap III : Initiative versus Guilt (3-6 tahun)

Pada periode inilah anak belajar bagaimana merencanakan dan melaksanakan tindakannya.

Resolusi yang tidak berhasil dari tahapan ini akan membuat sang anak takut mengambil

inisiatif atau membuat keputusan karena takut berbuat salah. Anak memiliki rasa percaya

diri yang rendah dan tidak mau mengembangkan harapanharapan ketika ia dewasa. Bila

anak berhasil melewati masa ini dengan baik, maka keterampilan ego yang diperoleh

adalah memiliki tujuan dalam hidupnya.

4

Page 5: BAB I (Repaired)ftythhgyj

4. Tahap IV: Industry versus Inferiority (6-12 tahun)

Pada saat ini, anak-anak belajar untuk memperoleh kesenangan dan kepuasan dari

menyelesaikan tugas khususnya tugas-tugas akademik. Penyelesaian yang sukses pada

tahapan ini akan menciptakan anak yang dapat memecahkan masalah dan bangga akan

prestasi yang diperoleh. Ketrampilan ego yang diperoleh adalah kompetensi. Di sisi lain,

anak yang tidak mampu untuk menemukan solusi positif dan tidak mampu mencapai apa

yang diraih teman-teman sebaya akan merasa inferior.

5. Tahap V : Identity versus Role Confusion (12-18 tahun)

Pada tahap ini, terjadi perubahan pada fisik dan jiwa di masa biologis seperti orang dewasa

sehingga tampak adanya kontraindikasi bahwa di lain pihak ia dianggap dewasa tetapi di

sisi lain ia dianggap belum dewasa. Tahap ini merupakan masa stansarisasi diri yaitu anak

mencari identitas dalam bidang seksual, umur dan kegiatan. Peran orang tua sebagai

sumber perlindungan dan nilai utama mulai menurun. Adapun peran kelompok atau teman

sebaya tinggi.

6. Tahap VI : Intimacy versus Isolation (masa dewasa muda)

Dalam tahap ini, orang dewasa muda mempelajari cara berinteraksi dengan orang lain

secara lebih mendalam. Ketidakmampuan untuk membentuk ikatan sosial yang kuat akan

menciptakan rasa kesepian. Bila individu berhasil mengatasi krisis ini, maka keterampilan

ego yang diperoleh adalah cinta.

7. Tahap VII : Generativity versus Stagnation (masa dewasa menengah)

Pada tahap ini, individu memberikan sesuatu kepada dunia sebagai balasan dari apa yang

telah dunia berikan untuk dirinya, juga melakukan sesuatu yang dapat memastikan

kelangsungan generasi penerus di masa depan. Ketidakmampuan untuk memiliki

pandangan generatif akan menciptakan perasaan bahwa hidup ini tidak berharga dan

membosankan. Bila individu berhasil mengatasi krisis pada masa ini maka ketrampilan ego

yang dimiliki adalah perhatian.

8. Tahap VIII : Ego Integrity versus Despair (masa dewasa akhir)

Pada tahap usia lanjut ini, mereka juga dapat mengingat kembali masa lalu dan melihat

makna, ketentraman dan integritas. Refleksi ke masa lalu itu terasa menyenangkan dan

pencarian saat ini adalah untuk mengintegrasikan tujuan hidup yang telah dikejar selama

bertahun-tahun. Kegagalan dalam melewati tahapan ini akan menyebabkan munculnya rasa

putus asa.

5

Page 6: BAB I (Repaired)ftythhgyj

2.2 Defenisi Anak Hiperaktif

Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) adalah suatu kondisi medis

yang ditandai oleh ketidakmampuan memusatkan perhatian, hiperaktif dan atau impulsif

yang terdapat lebih sering dan lebih berat dibandingkan dengan anak-anak yang sebaya.

Masalah ini terdapat secara menetap (persisten) dan biasanya menyebabkan kesulitan

dalam kehidupan anak, baik di rumah, sekolah, atau dalam hubungan sosial antar manusia.

Gejala yang tampil tidak sama pada semua anak, oleh karena itu masalah yang dihadapi

juga berbeda. Sebagian anak dapat menunjukkan gejala hiperaktif, yang lainnya

menunjukkan gejala kesulitan memusatkan perhatian, dan ada pula yang menunjukkan

impulsivitas, atau ketiga gejala tersebut terdapat secara bersamaan. Gejalanya bervariasi,

mulai dari ringan, sedang sampai berat.

Diperkirakan 3 – 7 dari 100 anak sekolah, menderita GPPH (American Psychiatric

Association 2000). Ini berarti bahwa pada 40 murid dalam satu kelas, minimal satu orang

mengalami GPPH. Anak dengan GPPH berusaha keras untuk mempertahankan perhatian

dalam jangka waktu tertentu. Kadang-kadang mereka mengalami kesulitan dan menjadi

sangat mengganggu. GPPH berdampak pada semua aspek dari kehidupan anak,

mempengaruhi keadaan psikologis, sosial dan pencapaian akademik. Gejala GPPH sering

mulai tampak pada usia pra sekolah atau usia sekolah. Gejala dapat berlanjut sampai

remaja dan bahkan juga sampai dewasa. Oleh karena itu GPPH perlu dideteksi dan

ditangani secara dini.

Berdasarkan sebagian besar riset medis di Amerika Serikat dan di Negara lainnya,

GPPH merupakan suatu gangguan yang kronik dan sudah ditemukan terapi yang efektif

untuk mengurangi masalah, namun belum ada terapi yang dapat mengobati secara tuntas.

Anak hiperaktiv adalah anak yang mengalami gangguan pemusatan perhatian

dengan hiperaktivitas (GPPH) atau attention deficit and hyperactivity disorder (ADHD).

Kondisi ini juga disebut sebagai gangguan hiperkinetik. Dahulu kondisi ini sering disebut

minimal brain dysfunction syndrome.

Gangguan hiperkinetik adalah gangguan pada anak yang timbul pada masa

perkembangan dini (sebelum berusia 7 tahun) dengan ciri utama tidak mampu memusatkan

perhatian, hiperaktif dan impulsif. Ciri perilaku ini mewarnai berbagai situasi dan dapat

berlanjut hingga dewasa.

6

Page 7: BAB I (Repaired)ftythhgyj

2.3 Klasifikasi Anak Hiperaktif

ADHD adalah sebuah kondisi yang amat kompleks; gejalanya berbeda-beda. Para ahli

mempunyai perbedaan pendapat mengenai hal ini, akan tetapi mereka membagi ADHD ke

dalam 3 jenis berikut ini:

1. Tipe anak yang tidak bisa memusatkan perhatian. Mereka sangat mudah terganggu

perhatiannya, tetapi tidak hiperaktif atau Impulsif. Mereka tidak menunjukkan gejala

hiperaktif. Tipe ini kebanyakan ada pada anakperempuan. Mereka seringkali melamun

dan dapat digambarkan seperti sedang berada “di awang-awang”.

2. Tipe anak yang hiperaktif dan impulsive. Mereka menunjukkan gejala yang sangat

hiperaktif dan impulsif, tetapi bisa memusatkan perhatian. Tipe ini seringkali

ditemukan pada anak- anak kecil.

3. Tipe gabungan. Mereka sangat mudah terganggu perhatiannya, hiperaktif dan impulsif.

Kebanyakan anak anak termasuk tipe seperti ini.

2.4 Faktor-Faktor Penyebab Hiperaktif

Sampai sekarang ini belum ditemukan penyebab utama GPPH, berbagai faktor

berperan terhadap terbentuknya gangguan tersebut.

Pada umumnya yang memegang peranan utama adalah faktor bawaan, khususnya

genetik, namun masalah saat hamil, melahirkan, menderita sakit parah pada usia dini serta

racun yang ada di sekeliling kita memperbesar risiko terjadinya gangguan ini. Kesemua

faktor ini berinteraksi satu sama lain yang dapat memperberat GPPH (bio-psiko-sosial).

Faktor psikososial berpengaruh terhadap perjalanan penyakit dan prognosis dari

gangguan tersebut. Kondisi psikososial yang buruk berpengaruh besar terhadap interaksi

anak dengan orangtua, sehingga masalah psikososial yang timbul akibat gangguan ini akan

semakin kompleks.

1. Faktor Genetik

GPPH terkait dengan genetik karena sering terdapat dalam keluarga. Penelitian

menunjukkan bahwa 25% keluarga dekat dari anak yang menderita GPPH, juga menderita

GPPH. Penelitian pada anak kembarpun menunjukkan adanya kaitan genetik yang kuat.

Sampai saat ini belum dapat dibuktikan adanya kromosom abnormal sebagai penyebab

gangguan ini. Walaupun GPPH sangat terkait dengan faktor bawaan, namun kemungkinan

besar gangguan ini disebabkan oleh faktor heterogen.

2. Faktor Neurologik (kerusakan dalam otak)

7

Page 8: BAB I (Repaired)ftythhgyj

Pengetahuan tentang struktur otak, telah membantu para peneliti untuk memahami

GPPH. Rutter berpendapat bahwa GPPH disebabkan oleh gangguan pada fungsi otak,

karena didapatkan defisit aktivasi yang disebabkan adanya patologi di area prefrontal

dan/atau sagital frontal pada otak dengan predominasi pada korteks otak. Adanya

kerusakan otak merupakan risiko tinggi terjadinya gangguan jiwa, termasuk GPPH.

Kerusakan otak pada janin dan neonatal paling sering disebabkan oleh kondisi hipoksia.

Pada tahun 2002 National Institute of Mental Health di Amerika melakukan penelitian

terhadap 152 anak laki-laki dan perempuan yang menderita GPPH dibandingkan dengan

139 anak normal dengan umur yang sama. Dilakukan pemindaian (scanning) pada otak

kedua kelompok, minimal sebanyak 2 kali. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa anak

yang menderita GPPH mempunyai otak yang lebih kecil 3 – 7% pada beberapa bagian bila

dibandingkan dengan otak anak normal.

3. Faktor Neurotransmiter

Neurotransmiter yang diperkirakan berkaitan dengan terjadinya GPPH antara lain nor-

epinefrin dan dopamin.

4. Faktor Psikososial

Faktor psikososial bukan merupakan penyebab namun dapat berpengaruh pada perjalanan

penyakit dan prognosis gangguan ini.

5. Faktor Lingkungan

Berbagai toksin dari lingkungan yang dianggap sebagai penyebab GPPH antara lain:

a. Rokok dan alkohol

Penelitian menunjukkan adanya kemungkinan hubungan antara merokok dan minum

alkohol selama kehamilan dan risiko terjadinya GPPH. Oleh karena itu sebaiknya

selama kehamilan jangan merokok atau minum alkohol

b. Konsentrasi timbal (Pb) yang tinggi dalam tubuh anak prasekolah juga merupakan

risiko tinggi terhadap terjadinya GPPH. Timbal biasanya banyak terdapat pada cat,

asap knalpot, bensin dll.

6. Trauma Otak

Beberapa anak yang mengalami kecelakaan dan trauma otak mungkin menunjukkan

beberapa gejala yang sama dengan perilaku penderita GPPH, namun hanya sedikit

penderita GPPH yang mempunyai riwayat trauma otak.

8

Page 9: BAB I (Repaired)ftythhgyj

7. Gula dan Zat Tambahan Pada Makanan (Aditif)

Pada Tahun 1982 The National Institute of Health America menyatakan bahwa pembatasan

diet hanya menolong 5% dari anak penderita GPPH, umumnya hanya pada anak yang

alergi terhadap gula/zat tambahan.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan anak menjadi hiperaktif antara lain:

1. Faktor Genetik

Anak laki-laki dengan eksra kromosom Y yaitu XYY, kembar satu telur lebih

memungkinkan hiperaktif dibanding kembar dua telur.

2. Faktor Neurologik

Penelitian menunjukan, anak hiperaktif lebih banyak disebabkan karena gangguan

fungsi otak akibat sulit saat kelahiran, penyakit berat, cidera otak.

3. Faktor Lingkungan

Racun atau limbah pada lingkungan sekitar bisa menyebabkan hiperaktif terutama

keracunan timah hitam (banyak terdapat pada asap knalpot berwarna hitam kendaraan

bermotor yang menggunakan solar).

4. Faktor Kultural dan Psikososial

a. Pemanjaan.

Pemanjaan dapat juga disamakan dengan memperlakukan anak terlalu manis,

membujuk-bujuk makan, membiarkan saja, dan sebagainya. Anak yang terlalu

dimanja itu sering memilih caranya sendiri agar terpenuhi kebutuhannya.

b. Kurang disiplin dan pengawasan.

Anak yang kurang disiplin atau pengawasan akan berbuat sesuka hatinya, sebab

perilakunya kurang dibatasi. Jika anak dibiarkan begitu saja untuk berbuat sesuka

hatinya dalam rumah, maka anak tersebut akan berbuat sesuka hatinya ditempat

lain termasuk di sekolah. Dan orang lain juga akan sulit untuk mengendalikannya

di tempat lain baik di sekolah.

c. Orientasi kesenangan.

Anak yang memiliki kepribadian yang berorientasi kesenangan umumnya akan

memiliki ciri-ciri hiperaktif secara sosio-psikologis dan harus dididik agak berbeda

agar mau mendengarkan dan menyesuaikan diri.

9

Page 10: BAB I (Repaired)ftythhgyj

Penyebab utama perilaku hiperaktif telah dilakukan penelitian secara terus menerus oleh

para ahli, namun masih terdapat perbedaan pendapat, Martin (1994:29) mengatakan ada

beberapa faktor penyebab perilaku hiperaktif :

1. Faktor neurologik, proses persalinan dengan cara ekstraksi forcep, bayi yang lahir

dengan berat badan dibawah 2500 gram, ibu melahirkan terlalu muda, ibu yang

merokok dan minum minuman keras

2. Faktor genetik, sekitar 25-35% dari orang tua dan saudara yang masa kecilnya

hiperaktif akan menurun pada anak

3. Faktor makanan, zat pewarna, pengawet dan kekuarangan vitamin

4. Faktor psiko sosial dan lingkungan. Terkadang gangguan hiperaktif adalah dampak

dari pola pengasuhan yang kurang efektif, misalnya faktor pemanjaan dan kurangnya

penanaman kedisiplinan.

Beberapa faktor yang menyebabkan anak menjadi hiperaktif dari pola pengasuhan yang

kurang efektif antara lain :

1. Pemanjaan, anak yang terlalu dimanja sering memilihcaranya sendiri agar terpenuhi

kebutuhannya, ia akan memperdaya orang tuanya untuk memperoleh apa yang

diinginkannya, kurangnya disiplin yang diberikan oleh orang tua kepada anak. Cara

seperti itulah membuat anak berbuat sesuka hatinya. Anak yang dimanja biasanya

kalau di sekolah ia akan memilih berjalan-jalan dan berdiri dari pada mendengarkan/

mematuhi instruksi guru

2. Kurang disiplin dan pengawasan, anak yang kurang disiplin atau pengawasan ini akan

berbuat sesuka hatinya, sebab perilakunya kurang dibatasi, apa yang dilakukan

dibiarkan begitu saja tanpa ada perhatian dari orang tua. Jika anak dibiarkan tanpa

perhatian, maka anak akan berbuat sesuka hatinya ketika berada ditempat lain baik itu

di sekolah.

2.5 Ciri-ciri Anak Hiperaktif

Ada tiga tanda utama anak yang menderita ADHD, yaitu:

1. Tidak ada perhatian. Ketidak-mampuan memusatkan perhatian pada beberapa hal

seperti membaca, menyimak pelajaran.

2. Hiperaktif. Mempunyai terlalu banyak energi. Misalnya berbicara terus menerus, tidak

mampu duduk diam, selalu bergerak, dan sulit tidur.

10

Page 11: BAB I (Repaired)ftythhgyj

3. Impulsif. Bertindak tanpa dipikir, misalnya mengejar bola yang lari ke jalan raya,

menabrak pot bunga pada waktu berlari di ruangan, atau berbicara tanpa dipikirkan

terlebih dahulu akibatnya.

Adapun ciri-ciri khusus anak yang hiperaktif diantaranya ialah sebagai berikut :

Sering menggerak-gerakkan tangan atau kaki ketika duduk, atau sering menggeliat.

Sering meninggalkan tempat duduknya, padahal seharusnya ia duduk manis.

Sering berlari-lari atau memanjat secara berlebihan pada keadaan yang tidak

selayaknya.

Sering tidak mampu melakukan atau mengikuti kegiatan dengan tenang.

Selalu bergerak, seolah-olah tubuhnya didorong oleh mesin. Juga, tenaganya tidak

pernah habis.

Sering terlalu banyak bicara.

Sering sulit menunggu giliran.

Sering memotong atau menyela pembicaraan.

Jika diajak bicara tidak dapat memperhatikan lawan bicaranya (bersikap apatis

terhadap lawan bicaranya).

Wiguna (2007:5) mengemukakan karakteristik anak yang cenderung mengalami gangguan

hiperaktif :

1. Tidak bisa duduk diam di dalam kelas,

2. Tangan bergerak dengan gelisah

3. Kadang berlari-lari dan naik di atas meja dan memanjat guru;

4. Mengalami kesulitan dalam bermain atau dalam kegiatan menyenangkan bersama yang

memerlukan ketenangan

5. Impulsivitas, mengalami kesulitan dalam menunggu giliran

6. Menjawab sebelum pertanyaan selesai/ sering menginterupsi orang lain. Anak yang

hiperaktif menunjukkan semua atau hampir semua ciri-ciri di atas.

Gangguan Pemusatan Perhatian, Hiperaktif, dan Kesulitan Belajar :

Beberapa masalah perilaku yang muncul dan dapat menghambat proses belajar pada anak

GPP/H dan kesulitan belajar ini dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Aktivitas motorik yang berlebihan

Masalah motorik pada anak ini disebabkan karena kesulitan mengontrol dan melakukan

koordinasi dalam aktivitas motoriknya, sehingga tidak dapat membedakan kegiatan yang

11

Page 12: BAB I (Repaired)ftythhgyj

penting dan yang tidak penting. Gerakannya dilakukan terus-menerus tanpa lelah, sehingga

kesulitan memusatkan perhatian. Aktivitas motorik berlebihan ini seperti, jalan-jalan di

kelas atau bertindak berlebihan. Tindakan-tindakan seperti itu cenderung mengarah pada

perilaku negatif yang dapat merugikan dirinya maupun orang lain.

2. Menjawab tanpa ditanya

Masalah ini sangat membutuhkan kesabaran guru. Ciri impulsif demikian ini merupakan

salah satu sifat yang dapat menghambat proses belajar anak. Keadaan ini menunjukkan

bahwa anak tidak dapat mengendalikan dirinya untuk berespon secara tepat. Mereka sangat

dikuasai oleh perasaannya sehingga sangat cepat bereaksi, sulit untuk mempertimbangkan

atau memikirkan terlebih dahulu perilaku yang akan ditampilkannya. Perilaku ini biasanya

menyulitkan yang bersangkutan maupun lingkungannya.

3. Menghindari tugas

Masalah ini muncul karena biasanya anak merasa cepat bosan, sekalipun dengan tugas

yang menarik. Tugas-tugas belajar kemungkinan sulit dikerjakan karena anak mengalami

hambatan untuk menyesuaikan diri terhadap kegiatan belajar yang diikutinya. Keadaan ini

dapat memunculkan rasa frustasi. Akibatnya anak kehilangan motivasi untuk belajar.

4. Kurang perhatian

Kesulitan dalam mendengar, mengikuti arahan, dan memberikan perhatian adalah

merupakan masalah umum pada anak-anak ini. Kesulitan tersebut muncul karena

kemampuan perhatian yang jelek. Sebagian anak mempunyai kesulitan dengan informasi

yang disampaikan secara visual sebagian lainnya, sebagian kecil mempunyai kesulitan

dengan materi pelajaran yang disampaikan secara auditif. Perhatian yang mudah teralihkan

sangat menghambat dalam proses belajar.

5. Tugas yang tidak diselesaikan

Masalah ini berhubungan dengan masalah pengabaian tugas. Jika anak mengabaikan tugas,

boleh jadi tidak menyelesaikan tuganya. Sekali mengembangkan kebiasaan belajar yang

jelek di sekolah maupun di rumah, pola-pola tersebut akan terjadi pula di tempat lain.

Masalah ini berhubungan dengan penghargaan waktu yang kurang baik, frustasi terhadap

tugas, serta berbagai sikap yang merusak, namun membangun kebiasaan yang baik secara

konsisten merupakan langkah yang penting agar tugas dapat diselesaikan dengan baik.

Harus diingat bahwa anak-anak ini mempunyai masalah dalam perencanaan, penataan, dan

perkiraan waktu.

12

Page 13: BAB I (Repaired)ftythhgyj

6. Bingung akan arahan-arahan

Masalah ini berpangkal pada perhatian, ketika perhatian pecah selama kegiatan

permbelajaran, terjadi perpecahan proses informasi yang mengakibatkan kebingungan

sehingga informasi yang diterima tidak utuh.

7. Disorganisasi

Pada umumnya anak-anak ini mengalami disorganisasi, impulsif, ceroboh, dan terburu-

buru dalam melakukan tugas yang mengakkibatkan pekerjaan acak-acakan, bingung, dan

sering kali lupa beberapa bagian tugas. Anak akan gagal melakukan seluruh tugas karena ia

lupa atau salah menginterpretasikan keperluan dalam menyelesaikan tugas tersebut atau

meski ia dapat menyelesaikan tugas, ia sering kali lupa membawa kembali tugas tersebut

ke sekolah.

8. Tulisan yang jelek

Anak-ank ini seringkali memiliki tulisan tangan yang jelek. Masalah ini bisa ditemukan

pada tingkat berat sampai ringan. Tulisan yang jelek ada hubungannya dengan masalah

aktivitas motorik dan sikap impulsif yang teburu-buru.

9. Masalah-masalah sosial

Meskipun masalah dalam hubungan teman sebaya tidak ditemukan pada semua anak-anak

ini, namun kecenderungan impulsif, kesulitan menguasai diri sendiri, serta toleransi rasa

frustasi yang rendah, tidaklah mengherankan jika sebagian anak mempunyai masalah

dalam kehidupan sosial, kesulitan bermain dengan aturan, dan aktivitas lainnya yang tidak

hanya terbatas di sekolah saja tetapi di lingkungan sosial lainnya.

2.6 Masalah Yang Sering Dialami Oleh Anak Dengan Gpph

Anak yang menderita GPPH tidak saja menimbulkan masalah belajar di sekolah, tapi juga

mengalami masalah dalam semua aspek kehidupan, yaitu dalam bidang sosial, olahraga,

kegiatan dengan anak lain, dan hubungan dalam keluarga. Agar dapat memahami anak,

kita harus melihat kesulitan yang dialaminya dalam segala bidang.

Anak dengan GPPH dapat mengalami:

1. Kesulitan dalam bidang sosial (kurang matang, hubungan dengan teman sebaya buruk)

Anak dengan GPPH seringkali mengalami kesulitan berhubungan dengan teman

sebaya. Mereka mungkin lebih memilih bermain dengan anak yang lebih muda atau sama

sekali tidak bermain dengan semua anak. Beberapa anak dengan GPPH sering merasa malu

13

Page 14: BAB I (Repaired)ftythhgyj

atau mengalami kegagalan mengendalikan dirinya. Mereka hanya ingin melakukan apa

yang mereka inginkan dan dengan caranya sendiri. Mereka terlihat bossy dan tidak

dapat diduga.

Anak dengan GPPH memiliki kesulitan memproses informasi, termasuk bahasa (baik

kata-kata maupun tulisan). Ini mengakibatkan mereka sering salah persepsi terhadap

maksud orang lain dan dalam menanggapi pelajaran di sekolah.

Beberapa anak dengan GPPH sulit mengikuti dan mematuhi norma sosial sehingga

mengalami hambatan dalam mengembangkan keterampilan sosial. Mereka tidak mampu

memberikan respons yang tepat terhadap rangsangan yang datang dari lingkungan sekitar.

2. Masalah emosional

Anak dengan GPPH seringkali merasa frustrasi dan terlihat tidak bahagia. Mereka

sering mengalami kegagalan, oleh karena itu mereka merasa tak adekuat, nakal dan malas.

Mereka sering berpikir bahwa mereka bodoh, karena tidak pintar di sekolah. Perasaan

ini dapat menyebabkan mereka menjadi reaktif, sehingga menimbulkan konflik. Mereka

menginternalisasi perasaan mereka sehingga menjadi depresif. Banyak anak dengan GPPH

yang tidak ditangani dengan baik, memiliki rasa percaya diri yang kurang dan citra diri

yang buruk sehingga dapat terjadi perilaku berisiko tinggi seperti kenakalan remaja,

penyalahgunaan NAPZA dan tawuran.

Sebagian anak yang menderita GPPH memanipulasi dunianya untuk menghindari

situasi yang stres seperti membaca atau mengerjakan matematika, atau apapun yang

menyebabkan mereka sulit berkonsentrasi. Contohnya mereka bisa menjadi ”badut kelas”

atau melakukan hal lain yang menyebabkan mereka dikeluarkan dari kelas.

3. Konflik dalam keluarga

Orang tua dapat menjadi frustasi dalam usahanya untuk memahami atau menolong

anaknya. Sulit bagi orangtua untuk menerima kenyataan bahwa mereka memiliki anak

dengan GPPH, atau mereka memungkiri adanya masalah tersebut. Bahkan ketika orangtua

sudah dapat memahaminya, mereka masih akan tetap marah mengapa hal ini terjadi pada

dirinya, atau memikirkan apa yang menyebabkan hal ini terjadi, sehingga saling

menyalahkan di antara suami dan isteri. Orangtua sering merasa malu karena berpikir

bahwa teman dan relasinya tidak memahami anak dengan GPPH. Mereka sering

menyalahkan diri sendiri karena tidak dapat mengendalikan sikap anaknya. Butuh waktu

untuk menerima dan belajar untuk mengatasi perasaan ini. Anggota keluarga sering sekali

berbeda pendapat mengenai cara yang terbaik dalam membesarkan anak dengan GPPH.

14

Page 15: BAB I (Repaired)ftythhgyj

Ada yang mengatakan harus dilakukan dengan tegas, sementara yang lainnya lebih

memilih dengan pengertian dan permisif.

Adik dan kakak akan mengalami kesulitan dalam berhubungan dengan saudara mereka

yang menderita GPPH, khususnya jika mereka tidak memahami mengapa saudaranya

berlaku seperti itu. Mereka mungkin saja marah terhadap orangtua tentang standar ganda:

”Kenapa kalau dia melakukannya tidak terkena hukuman, sedangkan ketika saya

melakukannya, saya dihukum?” Anak yang lain mungkin akan merasa bersalah. Mereka

selalu diperintah agar lebih pengertian dan menerima, sementara itu mereka merasa marah

dengan kelakuan saudara mereka serta perhatian dari orangtua yang berlebihan. Banyak

anak yang tidak mau mengundang teman-temannya ke rumah karena mereka takut dan

malu akan sikap saudaranya yang menderita GPPH.

2.7 Komorbiditas GPPH

Gangguan yang seringkali menyertai GPPH adalah:

1. Kesulitan belajar

Sekitar 10 – 90% anak yang menderita GPPH juga mengalami kesulitan belajar

spesifik. Pada usia prasekolah hal ini meliputi kesulitan dalam mengerti bunyi atau kata-

kata tertentu dan/atau kesulitan dalam mengekspresikan diri sendiri dalam bentuk kata-

kata. Pada usia sekolah, anak-anak tersebut mungkin mengalami kesulitan membaca atau

mengeja, mengalami gangguan menulis dan gangguan berhitung. Pada anak GPPH

pencapaian prestasi akademik tidak sesuai dengan potensi kecerdasannya

(underachievement) Kesulitan belajar yang ditemukan pada anak dengan GPPH, lebih

banyak berkaitan dengan kesulitan berkonsentrasi, daya ingat dan fungsi eksekutif

daripada berkaitan dengan dyslexia, dysgraphia atau dyscalculia yang juga menimbulkan

kesulitan belajar spesifik.

2. Sindroma Tourette

Sejumlah kecil anak dengan GPPH juga mengalami gangguan neurologis yang disebut

sindroma Tourette. Orang dengan Tourette, juga mengalami tics dan gerakan-gerakan aneh

yang berulang, misalnya mengedipngedipkan mata atau menggerak-gerakkan otot muka

seperti menyeringai. Yang lainnya mungkin mendehem berulang kali seperti

membersihkan tenggorokan dari lendir, mendengus, mendengkur, atau mengeluarkan suara

seperti menggonggong. Keadaan ini dapat diatasi dengan memberikan obat atau medikasi.

Walaupun hanya sedikit anak dengan GPPH yang mengalami sindroma ini, namun banyak

15

Page 16: BAB I (Repaired)ftythhgyj

kasus sindroma Tourette berkaitan erat dengan GPPH. Pada kasus demikian, kedua

gangguan tersebut seringkali membutuhkan pengobatan.

3. Gangguan perilaku menentang (oppositional defiant disorders)

Sepertiga sampai setengah dari anak dengan GPPH yang umumnya lakilaki, mengalami

gangguan perilaku menentang, yaitu pola perilaku negatif, menentang dan bermusuhan

(hostile). Gejalanya meliputi kehilangan kendali diri, bertengkar (khususnya dengan orang

dewasa), tidak mematuhi peraturan, sangat mengganggu dan menyalahkan orang lain.

Individu ini juga pemarah, mudah tersinggung, mungkin juga pendendam. Dengan

penanganan yang komprehensif, gejala tersebut banyak berkurang dan bahkan menghilang.

4. Gangguan tingkah laku (conduct disorders)

Sekitar 20 – 40% dari anak dengan GPPH juga mengalami gangguan tingkah laku yang

lebih serius dari pada perilaku anti sosial. Anak ini sering berbohong atau mencuri,

berkelahi atau memperdaya orang lain. Anak sering menimbulkan kesulitan di sekolah atau

berurusan dengan polisi. Dia sering melanggar hak asasi orang lain, agresif terhadap orang

atau binatang, merusak milik orang lain, membawa atau menggunakan senjata tajam atau

terlibat perilaku merusak lingkungan (vandalisme). Anak usia remaja berisiko untuk

terlibat dengan NAPZA, yang dapat berlanjut dengan penyalahgunaan dan ketergantungan.

Mereka ini membutuhkan pertolongan segera.

5. Ansietas dan depresi

Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif sering kali juga terjadi bersamaan

dengan ansietas dan depresi. Jika ansietas atau depresi dapat dikenali dan diterapi, anak

akan lebih mampu mengatasi masalah yang menyertai GPPH. Sebaliknya terapi yang

efektif terhadap GPPH dapat memberikan dampak yang positif terhadap ansietas dan

depresi, sehingga mereka lebih mampu berinteraksi dengan sesama dan dapat

menyelesaikan tugas akademiknya dengan lebih baik.

Ansietas adalah kecemasan yang berlebihan yang sulit dikendalikan. Gejalanya

meliputi: perasaan gelisah, mudah lelah, susah berkonsentrasi, mudah tersinggung,

gangguan tidur, serta keluhan somatik seperti otot tegang, berdebar-debar, berkeringat,

gemetar.

Depresi adalah perasaan sedih, merasa bersalah dan gangguan tidur. Terdapat beberapa

jenis depresi, dan yang sering menyertai GPPH adalah jenis Distimia dengan gejala depresi

yang berkepanjangan (lebih dari satu tahun) seperti: gangguan makan (susah makan atau

terlalu banyak makan), susah tidur atau terlalu banyak tidur, tidak bertenaga, harga diri

(self esteem) rendah, sulit berkonsentrasi dan merasa putus asa.

16

Page 17: BAB I (Repaired)ftythhgyj

6. Gangguan bipolar

Tidak ada angka akurat yang menunjukkan banyaknya penderita GPPH yang mengalami

gangguan bipolar. Kadang-kadang sulit untuk membedakan GPPH dengan gangguan

bipolar pada masa kanak. Dalam bentuk klasik, gangguan bipolar ditandai oleh mood yang

sangat meningkat pada saat manik dan sangat menurun pada saat depresi. Pada masa

kanak, gangguan bipolar sering tampil dalam bentuk disregulasi mood yang kronis dengan

campuran elasi, depresi dan iritabilitas. Selanjutnya ditemukan beberapa gejala yang

terdapat baik pada GPPH, maupun gangguan bipolar, seperti: energi yang berlebihan dan

kebutuhan tidur yang berkurang. Gejala karakteristik yang membedakan GPPH dengan

gangguan bipolar pada anak adalah elasi mood dan terdapatnya ide-ide kebesaran pada

gangguan bipolar.

7. Autisme

Autisme merupakan gangguan perkembangan otak yang dikenal juga dengan Gangguan

Spectrum Autisme (ASD). Autisme ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan

dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial. Keadaan ini

sudah dapat terlihat sejak sebelum anak berusia 3 tahun. ASD seringkali terdapat

bertumpang tindih dengan GPPH. Anak yang menderita ASD seringkali menunjukkan

gejala hiperaktif, sulit berkonsentrasi dan impulsif, sebaliknya anak yang menderita GPPH

juga sering mengalami gangguan interaksi sosial.

2.8 Penanganan Gangguan Perhatian Dengan Heraktivitas (GPPH)

Penanganan Anak Kesulitan Belajar

Terdapat beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dalam memberikan layanan

kepada anak yang mengalami GPP/H dan kesulitan belajar, yaitu: pertama, langkah

penanganan anak GPP/H dan kesulitan belajar banyak jenisnya sebagian tergantung pada

pandangan pelaksana terhadap perkembangan anak dan kedua, penanganan anak GPP/H

dan kesulitan belajar tergantung pada masalah yang dihadapi anak.

Dalam pandangan filosofi tentang perkembangan manusia secara ontogenik dapat

dikelompokkan menjadi tiga gugus, yaitu:

a. Pandangan yang bersifat mekanistik. Menurut pandangan ini bahwa manusia tersusun

dari unsur-unsur alami yang mempunyai hukum-hukum yang sifatnya otomatis. Dalam

pandangan ini gangguan yang menimpa satu komponen belum tentu menimpa

17

Page 18: BAB I (Repaired)ftythhgyj

komponen yang lain. Dalam pandangan ini terapi ditujukan kepada komponen yang

mengalami gangguan saja.

b. Pandangan yang bersifai organistik. Menurut pandangan ini, diri manusia mempunyai

energi yang sifatnya mengatur semua komponen. Gangguan terhadap salah satu

komponen tidak hanya menimpa komponen yang dimaksud melainkan menimpa

seluruh komponen organisme, sehingga jika timbul gangguan, maka seluruh organisme

mengalami perubahan.

c. Pandangan yang bersifat interaksionistik. Menurut pandangan ini perkembangan terjadi

sebagai resultante interaksi individu dengan lingkungan. Bagi terapi ini berarti, kita

bukan hanya harus menangani individu tetapi juga lingkungan individu itu.

Dalam kaitannya dengan teori belajar pandangan-pandangan tadi dapat dijelaskan sebagai

berikut:

1. Teori conditioning. Menurut teori ini proses belajar merupakan suatu bentuk perubahan

tingkah laku yang dapat diamati dan terjadi melalui hubungan rangsang jawaban

menurut prinsip-prinsip mekanistik. Terdapat beberapa pandangan diantaranya apa

yang disebut dengan hukum primer tentang proses belajar, yaitu:

a. hukum kesiapan (law of readnees) yang menjelaskan bahwa jika seorang anak telah

memiliki kesiapan untuk memiliki sesuatu dan diberikan kesempatan untuk

melakukannya, maka anak tersebut akan melakukan dengan sepenuh hati.

Sebaliknya jika anak belum memiliki kesiapan untuk melakukan sesuatu dan

disuruh melakukannya, maka ia tidak akan melakukannya dengan sepenuh hati.

b. Hukum latihan (law of exercise) menjelaskan adanya penguasaan tingkah laku akan

semakin meningkat jika ada latihan.

c. hukum akibat (law of effect) menjelaskan bahwa kuat atau lemahnya hubungan

rangsang jawaban tergantung pada akibat tingkah laku. Anak yang melakukan

sesuatu perbuatan dan kemudian mendapat sambutan, maka ia akan cenderung

mengulang perbuatannya. Sebaliknya, anak yang memperoleh kekecewaan dari

perbuatannya, maka anak akan meninggalkan perbuatan itu.

2. Teori belajar kognitif. Menurut teori ini belajar merupakan proses pencapaian atas

perubahan pemahaman, pandangan, harapan atau pola pikir. Bruner mengemukakan

tiga tahapan dalam proses belajar, yaitu:

a. enactive, yaitu tahap dalam proses yang ditandai oleh manipulasi secara langsung

objek-objek berupa benda atau peristiwa konkrit

18

Page 19: BAB I (Repaired)ftythhgyj

b. econic, yaitu ditandai oleh pengguaan perumpamaan atau tamsilan,

c. symbolic, yaitu tahap yang ditandai oleh penggunaan simbol dalam proses belajar.

Pandangan ini lebih jauh mengatakan bahwa dalam proses belajar informasi yang

masuk akan diproses sampai pada saraf sensorik. Jika anak memiliki perhatian terhadap

informasi tersebut, selanjutnya masuk ke dalam ingatan jangka pendek, selanjutnya

terjadi pengulangan, informasi akan tetap berada pada ingatan jangka pendek,

sedangkan melalui penyandian akan dimasukkan ke dalam ingatan jangka panjang

dalam bentuk struktur kognitif. Struktur kognitif tersebut akan dipanggil untuk

digunakan dalam proses belajar. Dengan demikian proses belajar menurut teori ini

dapat dipandang sebagai proses pengolahan, penyimpanan, dan pemanggilan informasi

untuk digunakan bila diperlukan.

3. Teori Social Lerning. Menurut teori ini anak dapat belajar melalui pengamatan atau

melalui orang lain. Menurut pandangan ini terdapat empat komponen dalam belajar

melalui pengamatan yang disebut pemodelan (modeling), yaitu:

a. Perhatian

b. Pencaman

c. Reproduksi

d. penguatan dan motivasi

Setelah anak memperhatikan materi latihan yang disajikan anak mencamkan dan

menyerupakan hasil pengamatannya dalam bentuk simbol-simbol kemampuan untuk

melakukan simbolisasi, inilah yang memungkinkan manusia dapat belajar melalui

pengamatan.

Teori ini pun berpendapat bahwa isyarat yang datang dari lingkungan akan

membangkitkan respon internal pada diri anak untuk menyesuaikan diri (imitasi)

dengan norma kelompok. Kesadaran tersebut tidak nampak atau tidak dapat diamati,

dan karena itu disebut vicarious. Kesadaran menyesuaikan tingkah laku dengan norma

kelompok membangkitkan dorongan yang selanjutnya membangkitkan respon

eksternal. Jika respon eksternal anak sesuai dengan norma kelompok maka ia akan

diterima oleh kelompoknya. Perasaan diterima merupakan peredaan ketegangan yang

disebabkan oleh adanya dorongan untuk memenuhi kebutuhan sosial.

Penanganan juga bergantung pada jenis masalah yang dihadapi: penanganan terhadap

gangguan kepribadian, terapi terhadap gangguan emosi dan pertahanan diri, terapi terhadap

kesulitan belajar, dan lain-lain. Dalam melakukan terapi terhadap kesulitan belajar perlu

dibedakan antara kesulitan belajar sebagai akibat gangguan-gangguan kognisi, emosi, dan

19

Page 20: BAB I (Repaired)ftythhgyj

pengalaman dengan gangguan belajar sebagai penyebab timbulnya kelainan yang lain.

Yang akan dibahas lebih lanjut cenderung kepada kesulitan belajar sebagai akibat. Tujuan

umum terapi ini mengemukakan cara-cara mengeliminasi atau mengurangi kesulitan

belajar dengan memperdulikan faktor-faktor yang mengakibatkan kesulitan belajar

Teknik-teknik Penanganan

Teknik-teknik yang akan dikemukakan berikut bukan untuk dilakukan semuanya.

Pilihlah yang paling tepat, lalu latihkan berulang-ulang. Kalau ternyata teknik ini tidak

memberikan hasil, ganti atau tambahlah dengan teknik yang lain.

1. Menghilangkan/mengurangi tingkah laku yang tidak dikehendaki

Langkah pertama, mengupayakan untuk menganalisis tingkah laku yang akan menjadi

sasaran penanganan. Teknik ini disebut analisis A-B-C, yaitu bahwa kebanyakan tingkah

laku dipengaruhi oleh kejadian yang mendahuluinya/antecendent (A), yang terjadi sebelum

terjadinya tingkah laku/behavior (B) dan akan mengakibatkan suatu

konsekuensi/Consequen (C).

Informasi tersebut dapat diperoleh melalui wawancara dengan orang tua, mengamati,

dan mencatat kejadian-kejadian yang terjadi terutama pada tingkah laku yang tidak

dikehendaki. Tingkah laku yang tidak dikehendaki ini selanjutnya dipelajari bentuk (pola)

tingkah laku, kapan terjadinya, dalam situasi bagaimana, dan sebagainya. Gambaran yang

jelas dari tingkah laku anak ini memudahkan dalam memberikan pengubahan kejadian

sebelum dan sesudah tingkah laku yang tidak dikehendaki terjadi. Pengubahan ini akan

menghasilkan suatu tingkah laku yang baik menggantikan tingkah laku yang tidak

dikehendaki.

Contoh tingkah laku yang tidak dikehendaki, keluar tempat duduk sembarang waktu,

melempar-lempar pensil teman ke jendela, berjalan-jalan di kelas, berteriak-teriak di kelas

dan sebagainya. Carilah alasan mengapa anak melakukan tingkah laku yang tidak

dikehendaki. Alasan-alasannya misalnya membutuhkan perhatian, merasa bosan, keinginan

bergerak, ingin mengetahui sesuatu, ingin bebas dari udara apek, dsb.

Usahakan pertama adalah menghilangkan alasan-alasan tersebut. Misalnya:

memberikan perhatian, mengubah kegiatan, membuka jendela, dsb. Selain itu beri tahu

anak cara yang baik untuk menyatakan ketidakpuasan, kejengkelan, kemarahan, dsb.

Misalnya; dengan mengatakan maksud dengan baik-baik, mengangkat lengan, menyatakan

ingin keluar, dsb. Jika teknik ini tidak memberikan hasil yang tidak diharapkan, pilihlah

yang paling tepat teknik-teknik ini.

20

Page 21: BAB I (Repaired)ftythhgyj

a. Ekstingsi (extinction)

Suatu tingkah laku cenderung akan diulangi kalau mendapat respon, oleh karena itu

jika tingkah laku tersebut tidak dikehendaki jangan direspon sampai anak

menghentikannya. Teknik ini didasarkan atas asumsi bahwa tanpa penguat terhadap suatu

respon akan menurunkan atau menghilangkan respon tersebut. Contoh: Seorang guru

mengabaikan siswa yang berbicara tanpa mengangkat tangan terlebih dahulu. Contoh lain:

anak yang mengganggu dan tetap diabaikan kadang-kadang ia bosan atas tingkah lakunya

atau sadar karena guru dan teman-temannya tidak terpancing, kemudian dia akan berhenti

bertingkah laku mengganggu.

b. Satiasi (satiation)

Bedanya dengan ektingsi, dalam satiasi upaya yang dilakukan adalah menghilangkan

alasan yang menghasilkan tingkah laku yang tidak dikehendaki. Alasan tersebut ada pada

diri anak. Misalnya dengan memberikan perhatian sebelum anak menuntut perhatian,

segera mengalihkan kegiatan ke kegiatan lain sebelum bosan. Satiasi bisa juga dengan

melebihkan (Bhs. Sunda: Nyungkun) „layanan‟ dari pada yang diinginkan, misalnya: anak

yang suka berteriak-teriak dikelas, mintalah anak untuk berteriak terus.

c. Pemberian hukuman

Terutama hukuman fisik, hanya akan mengurangi perilaku untuk sementara. Adapun

hukuman yang keras akan membuat situasi tegang dan penuh kebencian, sehingga sangat

membahayakan kepribadian anak oleh karena itu cara ini sangat jarang dilakukan. Jika

penggunaan hukuman akan dilakukan, maka perlu mempertimbangkan:

hukuman digunakan jika tidak ingin membiarkan suatu tingkah laku berlanjut,

misalnya anak yang agresif

hukuman bisa digunakan jika prosedur lain tidak berhasil

sebaiknya diberikan hukuman yang ringan yang terbukti efektif untuk tingkah laku

tertentu

jangan melakukan hukuman dalam keadaan marah.

d. Time out

Yaitu menghilangkan kesempatan anak untuk mendapatkan sambutan atau imbalan.

Teknik ini dilakukan dengan cara anak dipindahkan dari tempat dimana tingkah laku yang

tidak dikehendaki terjadi, dan membuat anak melewatkan waktu yang tidak menarik bagi

dirinya, waktu yang dilewatkan harus diperhitungkan sesuai dengan usia anak sehingga

tidak berlebihan agar ia merasa diperlakukan secara adil. Biasanya anak menghentikan

21

Page 22: BAB I (Repaired)ftythhgyj

tingkah laku yang tidak dikehendaki tersebut. Jika tingkah laku tersebut diulangi lagi maka

time out harus diberlakukan kembali.

2. Mengembangkan tingkah laku yang dikehendaki

Mengembangkan tingkahlaku yang dikehendaki dilakukan dengan memberi ulangan

penguatan (Reinforcement). Prinsip memberikan ulangan penguatan menunjuk pada suatu

peningkatan frekuensi respons jika respons tersebut diikuti dengan konsekuensi tertentu.

Reaksi terhadap satu rangsang akan lebih kuat jika terdapat penguat pada tingkah lakunya.

Teknik ini dapat dijelaskan secara khusus mengenai tingkah laku yang dikehendaki dan

tingkah laku yang tidak dikehendaki.

Terangkan kepada anak konsekuensi dari setiap tingkah laku yang baik atau yang

dikehendaki, secara bertahap anak diharapkan akan menyadari apa yang akan ia dapatkan

bila bertingkah laku sesuai yang diharapkan. Oleh karena itu penguat berupa sambutan

dengan imbalan dapat dilakukan jika anak memperlihatkan tingkah laku yang dikehendaki.

Dengan cara ini diharapkan anak semakin percaya bahwa dirinya akan memperoleh

keberhasilan. Penguat atau hadiah sebaiknya diberikan dengan segera setelah tingkah laku

yang dikehendaki terjadi. Anak dengan gangguan ini cenderung tidak sabar dan impulsif,

sehingga menunggu terlalu lama akan kurang baik baginya dan akan mengurangi

kemauannya untuk membentuk tingkah laku yang dikehendaki.

Karakter utama yang harus dimiliki dalam menangani anak yang berperilaku

hiperaktif adalah fleksibilitas, sensitivitas, yaitu luwes, terbuka, punya empati yang tinggi

dan mau menyesuaikan diri dengan masalah yang dialami anak. Ia harus memahami bahwa

rentang perhatian anak yang mengalami gangguan hiperaktif lebih singkat dari pada anak-

anak yang lain, sehingga dalam proses pembelajaran atau pada aktifitas lainnya tidak

disamakan dengan anak yang lain. Selain itu seorang guru harus mampu mengelolah

pembelajaran secara profesional.

Menurut Doucherty (1990:67) Beberapa jenis bantuan dapat dilakukan oleh guru

dan pendidik AUDI dalam menangani anak yang berperilaku hiperaktif diantaranya:

1. Menempatkan posisi duduk pada bagian depan berhadapan dengan guru,

membelakangi anak-anak yang lain agar tidak mudah perhatian beralih pada hal-hal

yang lain, atau menempatkan pada posisi yang memungkinkan berdiri selama pelajaran

tanpa mengganggu anak-anak lain misalnya posisi duduk dekat dinding, atau

menyiapkan kursi kosong didekatnya

22

Page 23: BAB I (Repaired)ftythhgyj

2. Pemberian informasi atau penjelasan harus jelas dengan menggunakan media

pembelajaran yang bervariasi dan dilakukan secara klasikal untuk semua anak dan

dilanjutkan dengan individual untuk anak yang hiperaktif, penjelasan harus jelas,

kongkrit, singkat dengan menggunakan kontak mata langsung pada setiap kali

pengajaran

3. Dampingi anak dalam penyelesaian tugas-tugas dan bagi dalam bentuk unit-unit yang

lebih kecil, misalnya memberikan tugas mewarnai gambar rumah, tugaskan anak

mewarnai bagian atap, badan rumah, kemudian dinding, dan seterusnya. Setiap tugas

yang berhasil diselesaikan beri penguatan atau pujian, misalnya “bagus, pintar, luar

biasa, hebat” dan lain sebagainya. Ini bertujuan untuk mengembangkan gangguan

perhatian, tanggung jawab dan kedisiplinan. Memberikan terapi tingkah laku

merupakan prioritas utama yang perlu dikembangkan bagi anak yang berrperilaku

hiperaktif (Rosmawartini:2008:57)

4. Memanfaatkan energy anak dengan tugas lain yang dapat menguras tenaganya,

misalnya memberi tugas menghapus white board, mengajak anak bermain peran

dengan pentas kecil-kecilan, menyususn puzzel, membawa anak ke tempat wisata

(dalam pembelajaran ada unsur pergerakan tubuh) ini dimaksudkan agar energi anak

dapat tersalur

5. Untuk mengurangi perilaku yang tidak dikehendaki dapat dilakukan dengan:

a. teknik Ekstingsi, yaitu ketika tingkah laku yang tidak diinginkan terjadi jangan

direspon sampai anak menghentikannya. Dengan asumsi bahwa tanpa penguatan

terhadap satu respon akan menurunkan atau menghilangkan respon tersebut,

contoh, seorang guru mengabaikan anak yang berjalan kesana kemari pada saat

pembelajaran ia akan bosan sendiri dan berhenti melakukannya

b. Satiasi, berusaha menghilangkan alasan yang memungkinkan perilaku negatif

terjadi, misalnya memberi perhatian sebelum anak menuntut diperhatikan

c. Time out, menghilangkan keempatan anak untuk mendapatkan sambutan atau

imbalan. Dengan cara anak dipindahkan dari tempat dimana tingkah laku yang

tidak dikehendaki terjadi, dan membuat anak melewatkan waktu yang tidak

menarik bagi dirinya

d. Pemberian hukuman, ini dilakukan jika cara lain tidak berhasil, misalnya memukul

pantat anak dengan pelan dan tidak dalam keadaan marah.

23

Page 24: BAB I (Repaired)ftythhgyj

6. Konsultasi dengan pihak yang lebih profesional, dengan maksud memperoleh

keterampilan atau teknis dalam membantu mengatasi masalah anak yang berperilaku

hiperaktif .

Untuk melatih anak agar fokus, ciptakan suasana yang kondusif jangan tekan dia,

terima kaadaan apa adanya, perlakukan anak dengan hangat dan sabar, tapi konsisten

dantegas didalam menerapkan norma dan tugas. Kalau anak tidak bisa diam di satu tempat,

pegang kedua tangannya dengan lembut, kemudian ajaklah untuk duduk diam, mintalah

agar anak menatap mata anda ketika berbicara atau diajak berbicara, berilah arahan dengan

nada yang lembut tanpa harus membentak. Arahan ini penting sekali untuk melatih anak

disiplin dan berkonsentrasi pada satu pekerjaan. Anda harus konsisten, jika meminta dia

melakukan sesuatu, jangan berikan dia ancaman tapi pengertian, yang membuatnya tahu

kenapa anda berharap dia melakukan seperti itu.

Adapun upaya yang dilakukan guru dengan pemberian hukuman untuk merubah

perilaku anak hiperaktif sebaiknya tidak dilakukan. Guru harus memahami bahwa anak

hiperaktif bukan tidak mau mematuhi aturan yang ada tetapi ia tidak mampu

melakukannya karena adanya permasalahan perhatian yang dialami. Anak yang hiperaktif

sangat mudah kecewa dan merasa rendah diri, tetapi apabila mendapat sambutan atau

penghargaan atas perilaku positif yang dilakukan maka perkembangan pribadinya akan

lebih terarah, dan bila tidak mendapatkan sambutan atau penghargaan maka ia akan

menjadi rendah diri dan egoisnya makin tinggi dan akan bersifat masa bodoh. Olehnya itu

pemberian penghargaan atau pujian sangat diharapkan untuk dilakukan oleh guru atau

pendidik lainnya.

Menurut Wiramiharja (2008:9) bahwa, anak yang hiperaktif cenderung lebih patuh

terhadap penyelesaian tugas dan merubah perilakunya, jika ia memperoleh suatu pujian

atau penguatan karena melakukannya, dari pada tidak diberi imbalan karena tidak

melakukannya. Pemberian sanksi bukan berarti tidak efektif tetapi dapat dilakukan sebagai

pilihan, bahwa imbalan lebih efektif jika digunakan dengan cara yang lebih positif.

Beberapa imbalan yang dapat diberikan adalah, komentar yang positif, pemberian stiker

atau bintang, tanggung jawab tambahan di dalam kelas, membawa kelas agar rileks,

memberikan waktu bebas, membebaskan pilihan permainan dan sebagainya.

Hal tersebut diperkuat juga Pentecost (2004:69) pujian adalah salah satu cara yang

paling efektif untuk menolong anak agar berubah, pujian yang diberikan secara jelas dan

sering merupakan senjata rahasia anda terhadap aspek perilaku negatif anak yang

24

Page 25: BAB I (Repaired)ftythhgyj

berperilaku hiperaktif. Namun perlu diingat bahwa di dalam memberikan imbalan/ pujian

upayakan pujian itu bervariasi.

Penanganan dengan obat

a. Stimulan merupakan jenis obat yang paling banyak dipergunakan untuk ADHD. Dalam

kelompok ini terdapat Adderal/E, DextroStat/E, dan Ritalin/E. Stimulan bereaksi cepat dan

berefek sampinng ringan dan bias memberikan energi bagi mental anak dalam memusatkan

perhatian.

b. TCA ( Tri cyclic Antideppressant) sangat efektif dalam mengatasi suasana hati karena

merupakan jenis anti depresi, namun TCA bekerja lebih lambat dan beresiko dalam

penggunaannya.

c. Catapress (Clinidine) dulunya dipergunakan untuk pengobatan darah tinggi, bisa

dipergunakan untuk penderita ADHD hiperaktif dan impulsive tetapi belum mendapatkan

persetujuan dari FDA

2.9 Komplikasi

Apabila perilaku hiperaktif ini tidak ditangani dengan baik, maka pada akhirnya

akan menimbulkan hambatan penyesuaian perilaku sosial dan kemampuan akademik di

lingkungan rumah dan sekolah. Akibatnya perkembangan anak menjadi tidak optimal

dengan timbulnya gangguan perilaku dikemudian hari. Untuk itu diperlukan adanya upaya

penanganan atau bimbingan yang komprehensif dan berkesinambungan.

Menurut Hurlock (1998:100) lima tahun pertama merupakan peletak dasar bagi

perkembangan selanjutnya atau dengan kata lain, dasar pendidikan anak adalah pada usia

0-5 tahun. Jika pada usia tersebut orang dewasa tidak melakukan apa-apa terhadap anak,

maka mereka akan mengalami kesulitan di masa mendatang. Inilah alasan penting perlunya

pemberian stimulasi sejak dini, termasuk anak yang berperilaku hiperaktif. Anak yang

berperilaku hiperaktif apabila mendapatkan stimulasi yang terarah atau penanganan khusus

secara berkesinambungan akan dapat mengembangkan aspek kognitif, aspek sosial-

emosional dan kemandiriannya. Aspek pengembangan sosial dan kemandirian

dimaksudkan untuk membina anak agar dapat mengendalikan emosinya secara wajar, yang

merupakan salah satu perilaku negatif yang harus dikembangkan bagi anak hiperaktif,

dengan harapan dapat berinteraksi dengan baik dengan sesamanya maupun dengan orang

dewasa.

25

Page 26: BAB I (Repaired)ftythhgyj

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Hiperaktif adalah kondisi terjadinya gangguan pemusatan perhatian dengan

hiperaktivitas (GPPH) pada anak. Kondisi ini juga disebut sebagai gangguan hiperkinetik.

Gangguan hiperkinetik adalah gangguan pada anak yang timbul pada masa perkembangan

dini (sebelum berusia 7 tahun) dengan ciri utama tidak mampu memusatkan perhatian,

hiperaktif dan impulsif. Ciri perilaku ini mewarnai berbagai situasi dan dapat berlanjut

hinggadewasa.

Faktor-faktor penyebab dari hiperaktif itu sendiri adalah faktor genetik (gen), faktor

neurologik (cedera otak), faktor lingkungan (racun/limbah), serta faktor kultural dan

psikososial (pemanjaan, kurang disiplin dan pengawasan, serta orientasi kesenangan).

Banyak hal yang bisa dilakukan dalam penanggulangan anak hiperaktif, terutama adalah

mengenali kondisi hiperaktif serta telaten dalam melatihnya.hiperaktif adalah suatu pola

perilaku pada seseorang yang menunjukkan sikap tidak mau diam, tidak terkendali, tidak

menaruh perhatian dan impulsif (bertindak sekehendak hatinya). Anak hiperaktif selalu

bergerak dan tidak pernah merasakan asyiknya permainan atau mainan yang disukai oleh

anak-anak lain seusia mereka, dikarenakan perhatian mereka suka beralih dari satu fokus

ke fokus yang lain. Mereka seakan-akan tanpa henti mencari sesuatu yang menarik dan

mengasikkan namun tidak kunjung datang.

Anak GPP/H dan kesulitan belajar secara umum memiliki hambatan belajar yang

sama. Mereka sulit memusatkan perhatian pada suatu pelajaran atau pekerjaan. Keadaan

tersebut mengakibatkan munculnya gangguan tingkah laku belajar. Upaya pendidikan

ditujukan untuk membantu mengurangi atau menghilangkan tingkah laku yang tidak

dikehendaki dan mengembangkan tingkah laku yang diharapkan. Terapi Pasikoedukasi

merupakan salah satu upaya yang dapat dipilih dalam teknik modifikasi tingkah laku.

Penanganan anak GPP/H dan kesulitan belajar bukan sesuatu yang mudah, oleh karena itu

dibutuhkan kerjasama berbagai pihak secara terpadu. Cara demikian akan sangat

membantu anak mengatasi masalah dan mengoptimalkan potensi belajarnya.

26

Page 27: BAB I (Repaired)ftythhgyj

3.2 Saran

Dalam penyelesaian makalah ini kami juga memberikan saran bagi para pembaca dan

mahasiswa yang akan melakukan pembuatan makalah berikutnya :

a. Kombinasikan metode pembuatan makalah berikutnya.

b. Pembahsan yang lebih mendalam disertai data-data yang lebih akurat.

Beberapa poin diatas merupakan saran yang kami berikan apabila ada pihak-pihak

yang ingin melanjutkan penelitian terhadap makalah ini, dan demikian makalah ini disusun

serta besar harapan nantinya makalah ini dapat berguna bagi pembaca khususunya

mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatra Utara semester VI/2014 dalam

penambahan wawasan dan ilmu pengetahuan

27

Page 28: BAB I (Repaired)ftythhgyj

DAFTAR PUSTAKA

(online), tersedia :

http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/arsip/bn/2011/bn107-2011lmp1.pdf

(14 Maret 2014)

(online), tersedia :

http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195405271987031-

MOHAMAD_SUGIARMIN/SeMinar_ADHD.pdf

(14 Maret 2014)

(online), tersedia :

http://www.google.com/url?

sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=5&cad=rja&uact=8&ved=0CFAQFjAE&ur

l=http%3A%2F%2Fdocs.docstoc.com%2Forig%2F1616240%2Fb90dce1f-63ad-4ea9-

8ac8-

498246e12899.pdf&ei=848gU6rZGMfLrQeyi4GIDQ&usg=AFQjCNFIEYK68GTWe

Sc6IrTwCE7L0ZImZg&sig2=vxQOzz3zpRrhKp0MPYwJbA&bvm=bv.62788935,d.b

mk

(14 Maret 2014)

(online), tersedia :

http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/viewFile/7029/5274

(14 Maret 2014)

Baihaqi, Mif dan Sugiarmin, 2006. Memahami & membantu Anak ADHD. Bandung:

Refika aditama

Depdiknas. 2006. Panduan Bimbingan di Taman Kanak-Kanak. Jakarta: Direktorat

Pembinaan Taman Kanak-Kanak.

Doucherty, Michael. 1993. Psychological Consultation and Community Settings.

Thomson. Fourth Edition. (diterjemahkan Mahasiswa PAUD 2009) UNM

Handojo. 2002. Petunjuk Praktis Utama dan Pedoman Materi Untuk Mengajar Anak

Normal, Autis dan Perilaku Lain. Surabaya: Bhuana Ilmu Populer

Martin, Grant. 2008. Terapi Untuk Anak ADHD, Anak Hiperaktif, Sulit Konsentrasi,

Tidak Aktif, Kurang Perhatian dll. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer.

28

Page 29: BAB I (Repaired)ftythhgyj

29