43
HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN PENYESUAIAN SOSIAL MAHASISWA PAPUA DI KOTA SALATIGA OLEH ELDORA MANUELLA NGUTRA 80 2012 028 TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2016

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN PENYESUAIAN … · 2017. 3. 4. · Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui signifikan hubungan antara konsep diri dengan penyesuaian sosial pada

  • Upload
    others

  • View
    9

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN PENYESUAIAN

    SOSIAL MAHASISWA PAPUA DI KOTA SALATIGA

    OLEH

    ELDORA MANUELLA NGUTRA

    80 2012 028

    TUGAS AKHIR

    Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan

    Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

    Program Studi Psikologi

    FAKULTAS PSIKOLOGI

    UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

    SALATIGA

    2016

  • PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

    AKADEMIS

    Sebagai citivas akademika Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), saya yang bertanda

    tangan di bawah ini:

    Nama : Eldora Manuella Ngutra

    Nim : 802012028

    Program Studi : Psikologi

    Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana

    Jenis Karya : Tugas Akhir

    Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas

    Kristen Satya Wacana hal bebas royalti non-eksklusif (non-exclusive royality freeright) atas

    karya ilmiah saya berjudul:

    HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN PENYESUAIAN SOSIAL

    MAHASISWA PAPUA DI KOTA SALATIGA

    Dengan hak bebas royalty non-eksklusif ini, Universitas Kristen Satya Wacana berhak

    menyimpan, mengalihmedia/mengalihformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data,

    merawat dan mempublikasikan tugas akhir, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai

    penulis atau pencipta.

    Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

    Dibuat di : Salatiga

    Pada Tanggal : 26 Juli 2016

    Yang menyatakan,

    Eldora Manuella Ngutra

    Mengetahui,

    Pembimbing

    Prof. Dr. Sutriyono, M.Sc.

  • PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR

    Yang bertanda tangan di bawah ini:

    Nama : Eldora Manuella Ngutra

    NIM : 802012028

    Program Studi : Psikologi

    Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana

    Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir, judul:

    HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN PENYESUAIAN SOSIAL

    MAHASISWA PAPUA DI KOTA SALATIGA

    Yang dibimbing oleh:

    Prof. Dr. Sutriyono, M.Sc.

    Adalah benar-benar hasil karya saya.

    Di dalam laporan tugas akhir ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau gagasan

    orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian

    kalimat atau gambar serta simbol yang saya akui seolah-olah sebagai karya saya sendiri tanpa

    memberikan pengakuan pada penulis atau sumber aslinya.

    Salatiga, 26 Juli 2016

    Yang memberi pernyataan,

    Eldora Manuella Ngutra

  • LEMBAR PENGESAHAN

    HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN PENYESUAIAN SOSIAL

    MAHASISWA PAPUA DI KOTA SALATIGA

    Oleh

    Eldora Manuella Ngutra

    80 2012 028

    TUGAS AKHIR

    Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk

    Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

    Disetujui pada tanggal: 26 Juli 2016

    Oleh:

    Pembimbing Utama

    Prof. Dr. Sutriyono, M.Sc.

    Diketahui Oleh, Disahkan Oleh,

    Kaprogdi Dekan

    Dr. Chr. Hari Soetjiningsih, MS. Prof. Dr. Sutarto Wijono, MA.

    FAKULTAS PSIKOLOGI

    UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

    SALATIGA

    2016

  • HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN PENYESUAIAN

    SOSIAL MAHASISWA PAPUA DI KOTA SALATIGA

    Eldora Manuella Ngutra

    Sutriyono

    Program Studi Psikologi

    FAKULTAS PSIKOLOGI

    UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

    SALATIGA

    2016

  • i

    Abstrak

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui signifikan hubungan antara konsep diri dengan

    penyesuaian sosial pada mahasiswa Papua di kota Salatiga. Penelitian ini menggunakan

    metode kuantitatif dengan teknik pengambilan data metode skala pengukuran psikologi.

    Teknik sampling yang digunakan ialah teknik sampling jenuh. Partisipan dalam penelitian ini

    berjumlah 80 mahasiswa. Skala yang digunakan untuk mengukur penyesuaian sosial, disusun

    bersdasarkan pada aspek-aspek penyesuaian sosial yang positif menurut Schneiders (1964)

    dan skala yang digunakan untuk mengukur konsep diri, disusun berdasarkan ciri-ciri konsep

    diri positif menurut Brooks dan Emmert (dalam Rakhmat, 1986). Analisis data menggunakan

    teknik analisis Product Moment dari Karl Pearson. Dari hasil analisa data diperoleh koefisien

    korelasi (r) 0,510 dengan nilai signifikansi 0,000 (p< 0,05) yang berarti kedua variabel yaitu

    konsep diri dengan penyesuaian sosial memiliki hubungan yang positif signifikan. Dengan

    kata lain, semakin tinggi konsep diri, maka semakin tinggi penyesuaian sosial atau sebaliknya.

    Kata kunci: konsep diri, penyesuaian sosial

  • ii

    Abstract

    This research aims to understand the significant relation between self concept and social

    adjustment of Papuan students in Salatiga. Method used in this research is quantitative

    method with data collection technique psychology measurement scale. Sampling technique

    used in this research is boring sampling, with 80 students as the participant. Scale used to

    measure social adjustment is arranged based on positive social adjustment aspects according

    to Schneiders (1964) and scale used to measure self-concept, is arranged based on the positive

    characteristic of self-concept stated by Brooks and Emmert (Rahmat, 1986). Data is analyzed

    using analysis technique Product Moment from Karl Person. The result of the analysis is the

    correlation of coefficient r=0,510 with significance 0,000 (p < 0,05) which means both

    variables, self-concept and social adjustment, have significant relation. In other words, the

    higher the self-concept is, the higher social adjustment is or vice versa.

    Keywords: self-concept, social adjustment

  • 1

    PENDAHULUAN

    Pendidikan adalah salah satu bagian terpenting untuk menciptakan dan meningkatkan

    sumber daya manusia guna mengembangkan daerah atau lingkungan untuk mencukupi

    kebutuhan hidup bermasyarakat.Salah satu daerah yang berada di sebelah Timur Indonesia

    yaitu Papua, memiliki banyak mahasiswa yangmeninggalkan tempat asal mereka untuk

    melanjutkan pendidikan di bangku yang lebih tinggi di luar Papua setelah menyelesaikan

    tingkat sekolah menengah atas (SMA).Hal ini dikarenakan tingkat pendidikan yang kurang

    atau sangat minim di Papua, membuat mereka harus berusaha meraih pendidikan guna

    menciptakan sumber daya manusia untuk daerah asalnya.Pemerintah dan yayasan yang peduli

    terhadap pendidikan di Papua, memberikan beasiswa untuk membantu anak-anak.Untuk

    lingkungan asal mereka sendiri, beragam.Di Papua, ada masyarakat dari pegunungan, daerah

    rawa dan ada pula daerah pantai. Masyarakat dari daerah pegunungan hidup bercocok tanam,

    memelihara babi, kadang berburu atau memetik hasil hutan.Masyarakat demikian tidak

    dimanjakan oleh alam.Mereka harus mengolah alam yang ada untuk bisa bertahan

    hidup.Sedangkan di daerah pantai, masyarakatnya mengambil hasil alam seperti mengambil

    ikan di laut dan sagu. Masyarakat tersebut tidak perlu susah payah berkebun karena bisa

    langsung mengambil hasil alam yang sudah tersedia. Hal ini berpengaruh pada pola tingkah

    lakunya.Ada masyarakat yang berani menerima tantangan namun ada pula yang malas dan

    tidak mau bersusah-susah.

    Mahasiswa Papua yang kuliah di kotaSalatiga, dihadapkan pada perbedaan

    karakteristik budaya setempat dengan budaya daerah asalnya.Kehidupan sosial pun berbeda di

    Papua dan di Salatiga.Mahasiswa Papua memiliki pola hidup komunal. Jika memiliki sesuatu,

    akan dibagikan ke orang lain, senang berkumpul dan makan bersama, berpesta sehingga

    berpengaruh pada pengaturan keuangannya. Mereka dituntut untuk bisa mengatur keuangan

    dengan baik sehingga uang saku yang diberikan bisa cukup untuk memenuhi kebutuhan

    mereka selama sebulan. Di Salatiga, mahasiswa Papua harus beradaptasi dengan lingkungan

    yang lebih bersifat individual. Tidak sering berkumpul untuk pesta-pesta dan tidak

    mengeluarkan uang tanpa melakukan perhitungan.

    Berdasarkan perbincangan dengan 3 orang mahasiswa Papua angkatan 2015 pada

    tanggal 12 Desember 2015 di halaman kampus, peneliti memperoleh informasi mengenai

  • 2

    adanya mahasiswa Papua yang mengalami kesulitan penyesuaian sosial. Mahasiswa tersebut

    hanya berkumpul dengan temannya yang juga berasal dari Papua.Mereka sulit melakukan

    penyesuaian sosial karenabelum mampu membangun sebuah hubungan yang efektif dengan

    lingkungan di sekitarnya, dalam hal ini mahasiswa lain yang berasal dari etnis yang berbeda.

    Mahasiswa tersebut pun mengalami ketergantungan dengan teman yang satu suku dengannya,

    bisa dikatakan karena kenyamanan yang mereka rasakan dalam satu kelompok yang berasal

    dari Papua membuat mereka menutup diri untuk bersosialisasi dengan orang lain. Dari ketiga

    mahasiswa yang diwawancarai, ada yang mengatakan jika temannya tidak mengikuti kuliah,

    maka ia juga tidak mengikuti kuliah. Akhirnya prestasi akademiknya menjadi tidak maksimal.

    Ketika harus membentuk kelompok untuk mengerjakan tugas, mereka mencoba untuk berbaur

    dengan mahasiswa lain namun tidak semua mahasiswa bersedia sekelompok dengan mereka.

    Mahasiswa lain tampak menghindar.

    Selain dari hal kenyamanan, mereka mengatakan bahwa teman-teman yang berasal

    dari daerah Papua takut untuk bersosialisai karena tidak sulit dalam berkomunikasi dalam arti

    penyesuaian bahasa dan logat yang digunakan. Dari situ mereka merasa bahwa akan

    membentuk pemikiran yang berbeda dan tidak sependapat sehingga tidak menimbulkan

    kecocokan atau interaksi yang baik. Mereka juga beranggapan bahwa yang berasal dari daerah

    Papua pasti memiliki sikap dan perilaku yang keras sehingga menjadi persepsi bahwa

    masyarakat di luar daerah Papua takut untuk bersosialisasi dengan mereka (etnis luar

    Papua).Ada pula mahasiswa Papua yang mampu membangun hubungan yang akrab dengan

    mahasiswa lain dari etnis yang berbeda. Seorang mahasiswa asal Papua yang berkuliah di

    Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga mengatakan, untuk melakukan penyesuaian sosial

    sebenarnya bukanlah hal yang sulit, tergantung bagaimana orang tersebut bisa

    mengembangkan rasa percaya diri dan sikap menerima terhadap masyarakat dan lingkungan

    sehingga dapat terjalin sosialisasi yang harmonis.Rakhmat (2008) berpendapat bahwa

    penilaian orang lain akan mempengaruhi cara remaja dalam merespon penilaian tersebut. Baik

    penilaian tersebut merupakan penilaian positif maupun negatif, keduanya akan mempengaruhi

    cara individu merespon lingkungannya. Individu dengan konsep diri positif memiliki evaluasi

    diri dan evaluasi atas lingkungannya yang positif sehingga individu tidak akan bersikap

    defensif baik terhadap terhadap orang lain (Burns, 1993). Sebaliknya, individu dengan konsep

    diri negatif akan memandang dunia dengan cara yang tidak menyenangkan dan akan bersikap

  • 3

    defensif baik terhadap orang lain (Burns, 1993). Oleh sebab itu, konsep diri diduga menjadi

    penyebab siswa kesulitan melakukan penyesuaian sosial. Menegaskan hal tersebut, Hurlock

    (1975) menyatakan bahwa konsep diri dapat memengaruhi pola penyesuaian sosial individu,

    dan begitu pula sebaliknya (dalam Jurnal Psikologi : Hubungan Antara konsep Diri dan

    Kebutuhan Afiliasi dengan Penyesuaian Sosial, Character-Volume01, Nomor 02, Tahun

    2013).

    Gerungan (1996) menyatakan bahwa penyesuaian sosial merupakan usaha yang

    dilakukan individu untuk mengubah diri dan keinginan agar sesuai dengan keadaan

    lingkungan atau kelompok..Sebagai makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran orang lain,

    dibutuhkan adanya keselarasan diantara individu itu sendiri. Individu perlu beradaptasi atau

    menyesuaikan diri terhadap lingkungan fisik maupun lingkungan sosialnya agar hubungan

    interaksi berjalan baik sehingga dapat menjadi bagian dari lingkungan tanpa menimbulkan

    masalah pada dirinya. Dengan kata lain berhasil atau tidaknya individu dalam menyelaraskan

    diri dengan lingkungannya, sangat tergantung dari kemampuan penyesuaian dirinya.Lebih

    lanjut Eysenk (dalam Wardani & Apollo, 2010) menyatakan bahwa penyesuaian sosial

    sebagai suatu proses belajar, yaitu belajar memahami, mengerti, dan berusaha untuk

    melakukan apa yang diinginkan oleh individu itu sendiri maupun lingkungannya.

    Schneiders (dalam Hurlock, 2002) mengatakan penyesuaian sosial merupakan proses

    mental dan tingkah laku yang mendorong seseorang untuk menyesuaikan diri dengan

    keinginan yang berasal dari dalam diri sendiri yang dapat diterima oleh lingkungannya.

    Penyesuaian sosial dapat berlangsung karena adanya dorongan manusia untuk memenuhi

    kebutuhan.Pemenuhan kebutuhan ini adalah untuk mencapai keseimbangan antara tuntutan

    sosial dengan harapan yang ada dalam dirinya.Dwijanti (1997) menyatakan bahwa pandangan

    individu terhadap dirinya berpeluang besar terhadap perkembangan dirinya secara menyeluruh

    terutama pada penyesuaian sosialnya.

    Penyesuaian sosial menurut Schneiders (1964) adalah kemampuan individu untuk

    bereaksi secara sehat dan efektif terhadap hubungan, situasi dan kenyataan sosial yang ada

    sehingga dapat mencapai kehidupan sosial yang menyenangkan dan memuaskan. Akibat

    langsung dari penyesuaian sosial adalah adanya penerimaan masyarakat yang akan

    memunculkan perasaan berharga, berarti dan dibutuhkan oleh masyarakat.Untuk diterima oleh

  • 4

    masyarakat, maka individu perlu menunjukkan sikap dan tingkah laku yang baik yang sesuai

    dengan harapan lingkungan di sekitarnya.

    Bukan hal yang mudah bagi mahasiswa ketika berada di lingkungan yang baru.

    Individu yang mengalami peralihan dari masa sekolah menengah atas ke perguruan tinggi

    akan dihadapkan pada lingkungan yang baru. Dalam hal ini lingkungan sosial yang semakin

    luas dan proses belajar yang berbeda dengan tahap sebelumnya.

    A. Rumusan Masalah

    Adakah hubungan antara konsep diri dengan kemampuan penyesuaian sosial pada

    mahasiswa Papua angkatan 2015 di UKSW?

    B. Tujuan Penelitian

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konsep diri dengan

    penyesuaian sosial mahasiswa Papua di Salatiga.

    C. Manfaat Penelitian

    Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat:

    1. Teoritis

    Manfaat dalam penelitian ini dalam pengembangan ilmu di bidang psikologi sosial

    mengenai penyesuaian sosial dan salah satu faktor yang bisa mempengaruhi proses

    penyesuaian sosial tersebut, dan pada psikologi kepribadian mengenai pentingnya

    membangun konsep diri yang positif.

    2. Praktis

    a. Memberi informasi kepada pendamping mahasiswa Papua di Salatiga mengenai

    pentingnya membangun konsep diri yang positif untuk membantu mahasiswa

    Papua dalam proses penyesuaian sosialnya.

    b. Memberi gambaran konsep diri yang dimiliki mahasiswa Papua di kotaSalatiga

    sehingga dapat dilakukan penanganan lebih lanjut untuk mengatasi

    permasalahan dalam penyesuaian sosialnya.

  • 5

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Penyesuaian Sosial

    1. Definisi Penyesuaian Sosial

    Schneiders (1964) mengungkapkan penyesuaian diri adalah kemampuan

    atau kapasitas individu untuk bereaksi secara efektif terhadap kenyataan, situasi dan

    hubungan sosial untuk mencapai kehidupan sosial yang memuaskan.Penyesuaian

    diri mempunyai ciri-ciri tertentu yaitu adanya motif yang melatarbelakangi

    munculnya perilaku, ada rintangan dari lingkungan yang menghambat, respon yang

    muncul pada masing-masing individu bervariasi dan berakhir dengan penemuan

    suatu pemecahan. Dalam arti yang lebih sempit ditekankan pada penyesuaian diri

    sebagai proses melibatkan respon mental dan perilaku manusia dalam usahanya

    mengatasi dorongan-dorongan dari dalam diri agar diperoleh kesesuaian antar

    tuntutan dari dalam dan dari lingkungan. Ini berarti bahwa penyesuaian diri

    merupakan suatu proses yang dinamis dan bukan kondisi yang statis.

    Hurlock (1999) menjelaskan bahwa penyesuaian sosial diartikan sebagai

    keberhasilan individu untuk menyesuaikan diri terhadap orang lain pada umumnya

    dan terhadap kelompok pada khususnya. Menurut Eysenck, dkk dalam Anantasri,

    (1997) penyesuaian sosial merupakan proses individu atau suatu kelompok

    mencapai keseimbangan sosial dalam arti tidak mengalami konflik dengan

    lingkungan, dengan demikian individu mampu menyesuaikan diri dengan

    lingkungan sosial.

    Dari berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa yangdimaksud

    penyesuaian sosial adalah kemampuan atau kapasitas individu untuk bereaksi secara

    efektif terhadap kenyataan, situasi dan hubungan sosial untuk mencapai kehidupan

    sosial yang memuaskan. Dalam melakukan penyesuaian sosial, seorang individu

    akan menjalin hubungan dengan lingkungan masyarakat yang merupakan sifat dan

    kebutuhan manusia.

  • 6

    2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyesuaian Sosial

    Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian sosial erat kaitannya

    dengan penyesuaian diri karena penyesuaian sosial merupakan bagian dari

    penyesuaian diri. Schneiders (1964) mengelompokan faktor-faktor yang

    mempengaruhi penyesuaian diri sebagai berikut:

    a. Physical condition (kondisi jasmaniah) meliputi:

    1. Pengaruh pembawaan dan struktur jasmaniah.

    Beberapa ciri kepribadian memiliki hubungan dengan struktur jasmaniah

    yang lebih banyak dipengaruhi oleh faktor pembawaan, dapat diwariskan

    secara genetis terutama dengan perantara temperamen.

    2. Kesehatan dan kondisi jasmaniah

    3. Kualitas penyesuaian diri yang baik dapat diperoleh dan dipelihara dalam

    kondisi kesehatan jasmani yang sehat. Orang yang memiliki penyakit

    jasmani kemungkinan memiliki kurang percaya diri, perasaan rendah diri,

    ketergantungan dan perasaan ingin diperhatikan oleh orang lain. Namun

    tidak semua orang yang memiliki penyakit jasmani tidak dapat

    menyesuaikan diri dengan baik.

    b. Development and maturation (perkembangan dan kematangan)

    Perkembangan dan kematangan mempunyai hubungan yang erat dengan

    proses penyesuaian diri, dalam arti bahwa proses penyesuaian diri itu akan

    banyak tergantung pada tingkat perkembangan dan kematangan yang dicapai.

    Dalam proses perkembangan, respon anak berkembang dari respon yang

    bersifat instingtif menjadi respon yang diperoleh melalui belajar dan

    pengalaman. Dengan bertambahnya usia, anak juga matang untuk melakukan

    respon, proses ini menentukan pola-pola penyesuaian sosial.

    c. Psychological condition (kondisi psikologis)

    Banyak sekali faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi penyesuaian

    diri.Diantaranya adalah faktor pengalaman, frustasi, konflik, iklim psikologis

    dan lain-lain. Proses belajar merupakan suatu dasar yang fundamental dalam

    penyesuaian diri, karena melalui proses belajar ini akan berkembang pola-pola

    respon yang akan membentuk kepribadian.

  • 7

    d. Environmental condition (kondisi lingkungan)

    1. Pengaruh rumah dan keluarga. Lingkungan rumah dan keluarga merupakan

    faktor lingkungan yang paling besar pengaruhnya terhadap penyesuaian

    diri individu. Hal ini karena keluarga merupakan lingkungan pertama dan

    utama dalam kehidupan individu.

    2. Pengaruh masyarakat. Lingkungan masyarakat merupakan tempat individu

    bergerak, bergaul dan melakukan peran sosial. Sehingga individu sedikit

    banyak akan terpengaruh oleh lingkungan sekitar. Pengaruh masyarakat

    merupakan kondisi-kondisi yang menentukan proses dan pola-pola

    penyesuaian diri.

    3. Pengaruh sekolah. Sekolah mempunyai peran yang penting dalam

    menentukan pola penyesuaian seseorang, karena sekolah mempunyai peran

    sebagi medium untuk mempengaruhi kehidupan intelektual, sosial, dan

    moral siswa sehingga individu diharapkan mampu mengembangkan

    kemampuan menyesuaikan diri.

    e. Culture and religion (budaya dan agama)

    1. Faktor budaya.

    Faktor kebudayaan mempunyai pengaruh terhadap pembentukan watak

    dan tingkah laku individu yang diperoleh melalui media pendidikan dalam

    keluarga, sekolah, dan masyarakat secara bertahap dipengaruhi oleh faktor-

    faktor kebudayaan. Budaya yang sehat dalam suatu lingkungan masyarakat

    akan memberikan pengaruh yang baik kepada anggota masyarakat, begitu

    pula sebaliknya budaya yang tidak sehat akan mempengaruhi perilaku

    anggota yang ada di lingkungan tersebut.

    2. Pengaruh Agama

    Agama merupakan sumber nilai, kepercayaan, dan polapola tingkah laku

    yang akan memberikan arti, tujuan, dan kestabilan hidup kepada umat

    manusia. Agama memberikan suasana psikologis Universitas Sumatera

    Utara tertentu dalam mengurangi konflik, frustasi dan ketegangan lainnya

    kemudian memberikan suasana tenang dan damai.

  • 8

    Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor penyesuaian sosial

    dapat dipengaruhi oleh faktor dalam diri individu tersebut dan juga dari luar diri

    individu.

    3. Aspek-aspek Penyesuaian Sosial,

    Lebih lanjut disebutkan bahwa ada beberapa aspek penting yang menjadi penentu

    keberhasilan individu dalam penyesuaian sosial di lingkungannya, yaitu :

    1. Recognition yaitu menghormati dan menerima hak-hak orang lain yang berbeda

    dengan dirinya, untuk menghindari terjadinya konflik sosial. Schneiders

    mengatakan bahwa ketika kita menghargai dan menghormati orang lain maka

    orang lain akan berbuat hal yang sama pada kita sehingga, hubungan sosial

    antar individu dapat terjalin dengan sehat dan harmonis.

    2. Participation yaitu melibatkan diri dalam berelasi. Setiap individu harus dapat

    mengembangkan dan memelihara persahabatan. Seseorang yang tidak mampu

    membangun relasi dengan orang lain dan lebih menutup diri dari relasi sosial,

    akan menghasilkan penyesuaian sosial yang buruk. Individu tersebut tidak

    memiliki ketertarikan untuk berpartisipasi dengan aktivitas di lingkungannya

    serta tidak mampu untuk mengekspresikan diri mereka sendiri.

    3. Social approval yaitu minat dan simpati terhadap kesejahteraan orang lain.

    Individu dapat peka dengan masalah dan kesulitan orang lain di sekelilingnya

    serta bersedia membantu meringankan masalahnya.

    4. Altruisme yaitu memiliki sifat rendah hati dan tidak egois. Rasa saling

    membantu dan mementingkan oranglain. Bentuk dari sifat-sifat tersebut

    memiliki rasa kemanusiaan, rendah hati dan kejujuran.

    5. Conformity yaitu menghormati dan menaati nilai-nilai integritas hukum, tradisi

    dan kebiasaan. Adanya kesadaran untuk mematuhi dan menghormati

    peeraturan serta tradisi yang berlaku di lingkungan, maka individu tersebut

    dapat diterima di lingkungannya.

    Menurut uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa penyesuaian sosial

    dapat dikatakan baik apabila individu mampu menciptakan relasi yang sehat dengan

    orang lain, memperhatikan kesejahteraan dengan oranglain, mengembangkan

  • 9

    persahabatan, berperan aktif dalam kegiatan sosial serta menghargai nilai-nilai yang

    berlaku di masyarakat.

    B. Konsep Diri

    1. Pengertian Konsep Diri

    Stuart dan Sundeen (dalam Keliat, 1992) menyatakan bahwa konsep diri

    adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu

    tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain.

    Hal ini temasuk persepsi individu akan sifat dan kemampuannya, interaksi dengan

    orang lain dan lingkungan, nilai-nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan objek,

    tujuan serta keinginannya.

    Hal ini sejalan dengan istilah looking glass self yang dikemukakan oleh

    Cooley (Baumeister, 1999), yaitu ketika individu memandang dirinya berdasarkan

    interpretasi dari pandangan orang lain terhadap dirinya. Dalam hal ini interaksi yang

    terjadi antara individu dengan lingkungannya akan menjadi cermin bagi individu

    tersebut untuk menginterpretasikan dirinya sendiri. Beberapa hal yang menjadi

    sumber konsep diri seseorang antara lain adalah orang tua, teman sebaya,

    masyarakat serta proses pembelajaran (Calhoun dan Accocela, 1990). Informasi

    yang diperoleh individu dari sumber tersebut adalah berupa penilaian atas dirinya,

    baik penilaian positif maupun pernilaian negatif.

    Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Hurlock mengenai pengertian

    konsep diri. Hurlock (1990) menyatakan bahwa konsep diri adalah gambaran yang

    dimiliki orang tentang dirinya. Konsep diri ini merupakan gabungan dari keyakinan

    yang dimiliki orang tentang diri mereka, antara lain karakter fisik, psikologis, sosial

    dan emosional, aspirasi dan prestasi. Semua konsep diri mencakup citra fisik dan

    psikologis diri.

    Dalam teori Rogers (Burn, 1993) menyatakan bahwa konsep diri adalah organisasi

    dari persepsi-persepsi diri.Konsep diri menjadi penentu (determinant) yang paling

    penting dari respons terhadap lingkungannya.

    Konsep diri merupakan kesadaran seseorang mengenai siapa

    dirinya.Menurut Deaux, Dane, dan Wrightsman (dalam Sarwono dan Meinarno,

  • 10

    2011), konsep diri adalah sekumpulan keyakinan dan perasaan seseorang mengenai

    dirinya.Keyakinan seseorang mengenai dirinya bisa berkaitan dengan bakat, minat,

    kemampuan, penampilan fisik, dan lain sebagainya. Orang pun kemudian memiliki

    perasaan terhadap keyakinan mengenai dirinya tersebut, apakah ia merasa positif

    atau negatif, bangga atau tidak bangga, dan senang atau tidak senang dengan

    dirinya.

    Konsep diri pada dasarnya merupakan suatu skema, yaitu pengetahuan yang

    terorganisasi mengenai sesuatu yang digunakan untuk menginterpretasikan

    pengalaman. Dengan demikian, konsep diri adalah skema diri (self-schema), yaitu

    pengetahuan tentang diri yang memengaruhi cara seseorang mengolah informasi

    dan mengambil tindakan (Vaughan & Hogg, 2002) (dalam Sarwono dan Meinarno,

    2011).

    Menurut Santrock, konsep diri merupakan evaluasi terhadap domain yang

    spesifik dari diri. Remaja dapat membuat evaluasi diri terhadap berbagai domain

    dalam hidupnya, antara lain akademik, atletik, penampilan fisik, dan

    sebagainya.Dapat disimpulkan bahwa rasa percaya diri merupakan evaluasi diri

    yang menyeluruh, konsep diri lebih kepada evaluasi terhadap domain yang spesifik

    (2003).

    Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep diri adalah pandangan,

    keyakinan, dan perasaan individu mengenai dirinya pada segi psikologis, sosial dan

    emosional, dan fisik.

    2. Konsep Diri Positif

    Brooks dan Emmert (dalam Rakhmat, 1986) mengungkapkan tanda-tanda

    orang yang memiliki konsep diri positif. Berikut ini ciri-ciri orang yang memiliki

    konsep diri positif:

    a. Yakin akan kemampuannya mengatasi masalah

    b. Merasa setara dengan orang lain

    c. Menerima pujian tanpa rasa malu

    d. Menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan

    perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat

  • 11

    e. Mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek

    kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha mengubahnya.

    Konsep diri positif menurut Hurlock (1990) memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

    a. Mengembangkan sifat kepercayaan diri dan harga diri

    b. Kemampuan untuk melihat dirinya secara realistis

    c. Dapat menilai hubungan dengan orang lain secara tepat dan ini menumbuhkan

    penyesuaian sosial yang baik

    D.E Hamachek (dalam Rakhmat, 1986) menyebutkan karakteristik orang yang

    memiliki konsep diri positif, yaitu:

    a. Meyakini betul nilai-nilai dan prinsip-prinsip tertentu serta bersedia

    mempertahankannya, walaupun menghadapi pendapat kelompok yang kuat.

    b. Mampu bertindak berdasarkan penilaian yang baik tanpa merasa bersalah

    yang berlebih-lebihan, atau menyesali tindakannya jika orang lain tidak

    menyetujui tindakannya.

    c. Tidak menghabiskan waktu yang tidak perlu untuk mencemaskan apa yang

    akan terjadi besok, apa yang telah terjadi waktu yang lalu, dan apa yang

    sedang terjadi waktu sekarang.

    d. Memiliki keyakinan pada kemampuannya untuk mengatasi persoalan, bahkan

    ketika ia menghadapi kegagalan atau kemunduran.

    e. Merasa sama dengan orang lain, sebagai manusia tidak tinggi atau rendah,

    walaupun terdapat perbedaan dalam kemampuan tertentu, latar belakang

    keluarga, atau sikap orang lain terhadapnya.

    f. Sanggup menerima dirinya sebagai orang yang penting dan bernilai bagi

    orang lain, paling tidak bagi orang-orang yang ia pilih sebagai sahabatnya.

    g. Dapat menerima pujian tanpa berpura-pura rendah hati, dan menerima

    penghargaan tanpa merasa bersalah.

    h. Cenderung menolak usaha orang lain untuk mendominasinya.

    i. Sanggup mengaku kepada orang lain bahwa ia mampu merasakan berbagai

    dorongan dan keinginan, dari perasaan marah sampai cinta, dari sedih sampai

    bahagia, dari kekecewaan yang mendalam sampai kepuasan yang mendalam

    pula.

  • 12

    j. Mampu menikmati dirinya secara utuh dalam berbagai kegiatan yang meliputi

    pekerjaan, permainan, ungkapan diri yang kreatif, persahabatan, atau sekedar

    mengisi waktu.

    k. Peka pada kebutuhan orang lain, pada kebiasaan sosial yang telah diterima,

    dan terutama sekali pada gagasan bahwa ia tidak bisa bersenang-senang

    dengan mengorbankan orang lain.

    Kesimpulan ciri-ciri konsep diri positif mengacu pada teori yang

    diungkapkan oleh Brooks dan Emmert dalam Rakhmat, antara lain adanya

    keyakinan akan kemampuannya mengatasi masalah, merasa setara dengan orang

    lain, menerima pujian tanpa rasa malu, sadar bahwa tidak semua perasaan,

    keinginan, dan perilaku bisa disetujui masyarakat, dan mampu mengungkapkan

    kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha memperbaikinya. Ciri-ciri

    tersebut diambil dari pendapat Brooks dan Emmert dalam Rakhmat (1986) karena

    penyampaiannya ringkas namun mampu memberi gambaran konsep diri positif

    secara jelas dan aplikatif.

    C. Mahasiswa Papua Di Salatiga

    Mahasiswa rata-rata berusia 18 tahun sampai 21 tahun sehingga dapat

    digolongkan dalam tahap remaja akhir. Dalam tahap remaja akhir, terjadi proses

    penyempurnaan pertumbuhan fisik dan perkembangan aspek-aspek psikis yang telah

    dimulai sejak masa-masa sebelumnya. Ciri-ciri khas masa remaja akhir menurut Mappiare

    (1982) adalah sebagai berikut:

    1. Stabilitas mulai timbul dan meningkat

    Stabilitas mengandung pengertian bahwa mereka relatif tetap atau mantap dan tidak

    mudah berubah pendirian akibat adanya rayuan atau propaganda.Akibat positif dari

    keadaan ini adalah remaja akhir lebih “well adjusted”, lebih dapat mengadakan

    penyesuaian-penyesuaian dalam banyak aspek kehidupannya dibandingkan dengan

    masa-masa sebelumnya.

    2. Citra diri dan sikap pandangan yang lebih realistis

    Remaja akhir mulai menilai dirinya sebagaimana adanya, menghargai miliknya,

    keluarganya, orang-orang lain seperti keadaan sesungguhnya.Akibat positif dari

  • 13

    keadaan remaja akhir seperti itu adalah timbulnya perasaan puas, menjauhkan

    mereka dari rasa kecewa.Perasaan puas itu merupakan prasyarat penting mencapai

    kebahagiaan bagi remaja.

    3. Menghadapi masalahnya secara lebih matang

    Kematangan itu ditunjukkan dengan usaha pemecahan masalah-masalah yang

    dihadapi;baik dengan cara sendiri-sendiri maupun dengan diskusi-diskusi dengan

    teman-temansebaya mereka. Langkah-langkah pemecahan masalah itu

    mengarahkan remaja akhir padatingkah laku yang lebih “well adjusted”, lebih dapat

    menyesuaikan diri dalam banyaksituasi lingkungan dan situasi perasaan-perasaan

    sendiri.

    Individu yang berada pada tahap masa remaja akhir diharapkan telah memenuhi

    ketiga ciri di atas.Tak terkecuali mahasiswa Papua yang sedang berada pada tahap

    tersebut.Mahasiswa Papua diharapkan memiliki stabilitas, pribadi yang mantap dan tidak

    mudah berubah-ubah pendiriannya. Selain itu juga mahasiswa Papua diharapkan telah

    mampu menilai dirinya secara realistis atau sebagaimana adanya dan mampu menerima

    keadaan dirinya sehingga ia merasa tidak berkecil hati dan memiliki kepercayaan diri.

    Mahasiswa Papua juga diharapkan mampu menghadapi dan memecahkan masalahnya

    dengan caranya sendiri sehingga membantunya ketika menghadapi masalah dalam proses

    penyesuaian sosialnya.

    Remaja dihadapkan pada tugas-tugas perkembangan yang harus dilalui sebagai

    persiapan memasuki tugas perkembangan tahap berikutnya. Havighurst (dalam

    Fuhrmann, 1986) menyebutkan tugas-tugas perkembangan individu pada fase remaja

    antara lain sebagai berikut:

    1. Membentuk hubungan baru dan lebih dewasa dengan teman sebaya dari kedua jenis

    kelamin.

    2. Mencapai peran sosial secara maskulin atau feminin sesuai jenis kelaminnya.

    3. Menerima kondisi fisik dan menggunakannya secara efektif.

    4. Membentuk keinginan dan tingkah laku bertanggung jawab secara sosial.

    Mappiare (1982) mengungkapkan bahwa perkembangan sosial remaja akhir saling

    berhubungan dengan perkembangan pribadi dan moralnya.Pandangan remaja terhadap

    masyarakat dan kehidupan bersama dalam masyarakat, banyak dipengaruhi oleh kuat atau

  • 14

    tidaknya pribadi, citra diri dan rasa percaya diri.Remaja yang memiliki penilaian diri

    kurang dan hal itu tidak diterimanya, maka remaja akhir ini sering memproyeksikan

    penolakkan diri itu pada keadaan atau tatanan masyarakatnya.

    Dalam Mappiare (1982), hal-hal penting dalam perkembangan pribadi, sosial, dan moral

    remaja akhir yang perlu mendapat perhatian adalah:

    1. Masa remaja akhir merupakan masa yang kritis bagi pembentukan kepribadiannya.

    Kritis disebabkan karena sikap, kebiasaan, dan pola perlakuan sedang dimapankan,

    dan ada atau tidak adanya kemapanan itu menjadi penentu apakah remaja yang

    bersangkutan dapat menjadi dewasa dalam artian memiliki keutuhan atau tidak.

    2. Penerimaan dan penghargaan secara baik orang-orang sekitar terhadap diri remaja,

    mendasari adanya pribadi yang sehat, citra diri positif dan adanya rasa percaya diri

    remaja. Demikian pula, pribadi sehat, citra diri positif dan rasa percaya diri yang

    mantap bagi remaja menimbulkan pandangan (persepsi) positif terhadap

    masyarakatnya sehingga remaja lebih berpartisipasi dalam kehidupan sosial

    3. Kemampuan mengenal diri sendiri disertai dengan adanya usaha memperoleh citra

    diri yang stabil, mencegah timbulnya tingkah laku yang over kompensasi ataupun

    proyeksi, sekaligus dapat menanamkan moral positif dalam diri remaja akhir.

    Mahasiswa adalah salah satu golongan dari lapisan dewasa dan masa remaja, yang

    oleh sesuatu hal memperoleh kesempatan untuk lebih menyelami lapangan hidupnya

    melalui perguruan tinggi.Untuk menjadi mahasiswa harus melalui berbagai penyaringan

    yang bertingkat-tingkat sejak dari sekolah dasar, sekolah menengah, dan waktu memasuki

    perguruan tinggi itu sendiri.Mereka memiliki kemampuan yang cukup dalam bidang-

    bidang pengetahuan yang dipelajarinya. Dalam perkembangan kepribadiannya, masih

    memerlukan penambahan isi, baik secara ilmiah sebagai pengetahuan yang akan

    dimilikinya maupun sebagai bimbingan dalam persiapan menyempurnakan

    perkembangan pribadinya. Dalam kehidupan kemahasiswaan terdapat persoalan-

    persoalan yang meminta kemasakan untuk menyesuaikan diri (Meichati, 1983).Dapat

    disimpulkan mahasiswa adalah salah satu golongan dari lapisan masa remaja yang

    memperoleh kesempatan untuk menyelami lapangan hidupnya melalui perguruan tinggi.

    Mahasiswa Papua merupakan mahasiswa dengan latar belakang budaya Papua.

    Masyarakat Papua pada umumnya merupakan masyarakat yang terikat oleh kultur budaya

  • 15

    alami. Kehidupan mereka sangat nikmat dengan alam (naturalistik) dan belum banyak

    mengenal ilmu pengetahuan dan teknologi.Kebanyakan orang Papua hanya

    mengandalkan kebun yang mereka miliki. Menurut Yermias Ignatius Degei dalam Narasi

    Sejarah Sosial Papua (2011), mereka hanya memikirkan bagaimana cara hidup hari ini,

    tanpa memikirkan bagaimana masa depan anak cucu mereka. Masyarakat Papua hidup

    dengan mengandalkan tenaga yang mereka miliki.Sebagian besar dari mereka belum

    menyadari bahwa yang mereka butuhkan saat ini bukan hanya tenaga secara fisik saja,

    tetapi juga tenaga yang terampil dan mempunyai banyak keahlian (Narasi oleh Degei,

    2011).

    Adanya fenomena dinamis masyarakat Papua yang ingin terus mengembangkan

    diri dan berubah merupakan bagian dari kultur Papua yang kental rasa kesukuannya.

    Sayangnya keinginan berubah dan mengembangkan diri ini berkembang menjadi tidak

    terkendali.Pembalasan dendam melalui perang suku dinilai sebagai tindakan heroisme

    yang bertujuan mencari keseimbangan sosial.Hal ini secara tak sadar membentuk diri

    mahasiswa Papua yang memiliki karakter yang keras serta hidup sesuai dengan adat

    istiadat Papua.

    Berbeda dengan masyarakat di kota Salatiga yang hidup berlandaskan budaya

    Jawa. Bagi orang Jawa, keselarasan sosial atau keharmonisan merupakan sebuah

    rangkaian besar agar terjadinya kesejahteraan hidup bersama.Terdapat dua nilai yang

    sangat dijunjung tinggi oleh masyarakat Jawa.Nilai tersebut adalah rukun dan rasa

    hormat.Pertama, nilai rukun.Mayarakat Jawa memegang teguh bahwa rukun merupakan

    sebuah kondisi untuk mempertahankan kondisi masyarakat yang harmonis, tentram,

    aman, dan tanpa perselisihan.Setiap pribadi dituntut memiliki sebuah sikap yang sering

    disebut nrimo dalam setiap masyarakat Jawa.Dalam artian setiap individu harus punya

    sikap pasrah terhadap sebuah kekuatan yang lebih tinggi, menyadari bahwa hidupnya

    adalah bagian dari masyarakat luas.Kedua, rasa hormat. Nilai ini berkaitan erat dalam

    hubungannya dengan orang lain, dengan kata lain mencakup relasi sosial. Prinsip hormat

    berhubungan erat dengan masyarakat yang teratur secara hirarkis (diambil dari google

    dengan judul Kebudayaan Masyarakat Jawa).

  • 16

    Tampak bahwa ada perbedaan antara lingkungan tempat asal mahasiswa Papua dengan

    lingkungan di Salatiga.Adanya perbedaan tersebut mengharuskan mahasiswa Papua untuk

    melakukan penyesuaian terhadap lingkungan di Salatiga.

    D. Hubungan Konsep Diri dengan Penyesuaian SosialMahasiswa Papua di Salatiga

    Gambaran yang dimiliki orang tentang dirinya disebut konsep diri (Hurlock,

    1990).Gambaran atau penilaian diri ini dapat mempengaruhi individu dalam berinteraksi

    dengan lingkungan sosialnya. Hurlock menjelaskan bahwa individu dengan penilaian

    positif akan menyukai dan menerima keadaan dirinya sehingga akan mengembangkan

    rasa percaya diri, harga diri, serta dapat melakukan interaksi sosial secara tepat. Pendapat

    dari Brooks dan Emmert dalam Rakhmat (1986) mengungkapkan bahwa individu yang

    memiliki konsep diri positif dapat terlihat dari keyakinannya akan kemampuan mengatasi

    masalah, merasa setara dengan orang lain, menerima pujian tanpa rasa malu, sadar bahwa

    perasaan, pikiran dan perilaku tiap orang tidak seluruhnya disetujui masyarakat, serta

    mampu mengungkapkan aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha

    mengubahnya. Ketika individu memiliki ciri-ciri tersebut, maka individu cenderung

    tampil lebih aktif dan terbuka dalam hubungan sosial dengan orang lain karena adanya

    perasaan setara dengan orang lain, bisa menerima bahwa tidak semua perilaku yang

    dilakukan dapat disetujui masyarakat, serta berusaha mengubah diri menjadi individu

    yang lebih baik. Relasi sosial yang luas akan menjadikan individu mampu mengerti dan

    melakukan apa yang diharapkan oleh lingkungan sehingga memudahkannya untuk

    menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Sebaliknya, individu yang memiliki

    penilaian diri yang negatif dan hal itu tidak bisa diterimanya maka individu akan

    memproyeksikan penolakan diri pada keadaan atau lingkungan sosialnya sehingga

    individu sulit melakukan penyesuaian sosial (Mappiare, 1982).

    Terdapat perbedaan fisik antara mahasiswa Papua dan masyarakat di

    lingkungannya yang baru di Salatiga.Hal ini diakibatkan karena adanya perbedaan etnis

    antara keduanya.Mahasiswa Papua memiliki ciri-ciri khusus dengan rambut keriting, kulit

    gelap, serta wajah yang khas sangat mudah dikenali dan terlihat jelas perbedaannya

    dengan masyarakat di Salatiga.Perbedaan ini dapat membentuk konsep diri mahasiswa

    Papua.Entah konsep diri positif ataupun negatif tergantung bagaimana reaksi mahasiswa

  • 17

    Papua terhadap perbedaan tersebut. Jika ia menerima keadaan dirinya dan memiliki

    pandangan yang positif terhadap dirinya maka ia akan lebih percaya diri dan berani

    tampil aktif di lingkungan sosialnya. Hal ini memudahkannya untuk melakukan proses

    penyesuaian diri terhadap lingkungan sosialnya. Sedangkan jika mahasiswa Papua

    memiliki pandangan yang negatif, merasa tidak setara dengan orang lain, dan tidak bisa

    menerima keadaan dirinya maka ia akan cenderung menutup diri dari orang lain sehingga

    mengalami kesulitan dalam proses penyesuaian sosialnya.

    Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa persepsi seseorang terhadap

    dirinya yang disebut sebagai konsep diri dapat mempengaruhi kehidupan sosial individu

    tersebut.Individu yang memiliki konsep diri yang positif dapat membantu individu untuk

    berhasil dalam melakukan penyesuaian sosial.Sedangkan individu yang memiliki konsep

    diri negatif dapat menyulitkan individu dalam penyesuaian sosialnya.

    E. Hipotesis

    H0 : Tidak ada hubungan antara konsep diri dengan kemampuan penyesuaian sosial pada

    mahasiswa Papuadi Salatiga.

    H1 : Ada hubungan antara konsep diri dengan kemampuan penyesuaian sosial pada

    mahasiswa Papuadi Salatiga.

    METODE PENELITIAN

    A. Metode Penelitan Yang Digunakan

    Peneliti menggunakan metode penelitian kuantitatif.Penelitian dengan pendekatan

    kuantitatif menekankan analisisnya pada data-data numerikal (angka) yang diolah dengan

    metode statistika. Dengan metode kuantitatif akan diperoleh signifikansi perbedaan

    kelompok atau signifikansi hubungan antar variabel yang diteliti (Azwar, 2009, h. 5).

    B. Identifikasi Variabel

    Variabel adalah konsep mengenai atribut atau sifat yang terdapat pada subyek

    penelitian yang dapat bervariasi secara kuantitatif ataupun secara kualitatif (Azwar,

    2009). Variabel yang akan dilibatkan dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel, yaitu:

  • 18

    1. Variabel Tergantung : Penyesuaian Sosial

    2. Variabel Bebas : Konsep Diri

    C. Definisi Operasional Variabel

    Definisi operasional adalah suatu definisi mengenai variabel yang dirumuskan

    berdasarkan karakteristik-karakteristik variabel tersebut yang dapat diamati (Azwar,

    2009). Adapun definisi operasional dari variabel-variabel penelitian ini adalah:

    1. Penyesuaian Sosial Mahasiswa Papua di Salatiga

    Penyesuaian sosial mahasiswa Papua di Salatiga adalah proses mahasiswa Papua

    dalam bereaksi secara sehat dan efektif terhadap lingkungan sosialnya, baik orang

    yang dikenal maupun orang yang tidak dikenalnya sehingga dapat mencapai

    kehidupan sosial yang menyenangkan dan memuaskan.Baik buruknya penyesuaian

    sosial mahasiswa Papua di Salatiga dapat diukur dengan menggunakan skala

    penyesuaian sosial. Skala penyesuaian sosial ini disusun berdasarkan ciri-ciri

    penyesuaian sosial yang baik:

    a. Mengadakan relasi yang sehat terhadap masyarakat

    b. Bereaksi secara efektif dan harmonis terhadap kenyataan sosial

    c. Menghargai dan menjalankan hukum tertulis maupun tidak tertulis

    d. Menghargai orang lain mengenai hak-haknya dan pribadinya

    e. Bergaul dengan orang lain dalam bentuk persahabatan

    f. Simpati terhadap kesejahteraan orang lain berupa memberi pertolongan pada

    orang lain dan bersikap jujur

    Semakin tinggi skor yang diperoleh semakin baik tingkat penyesuaian sosialnya,

    sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh semakin buruk tingkat penyesuaian

    sosialnya.

    2. Konsep Diri

    Konsep diri adalah pandangan, keyakinan, dan perasaan individu mengenai

    dirinya pada segi psikologis, sosial dan emosional, dan fisik.Positif negatif konsep

    diri dapat diukur dengan skala konsep diri. Penyusunan skala konsep diri didasarkan

  • 19

    pada ciri-ciri konsep diri positif: yakin akan kemampuannya mengatasi masalah,

    merasa setara dengan orang lain, menerima pujian tanpa rasa malu, menikmati

    dirinya secara utuh dalam berbagai kegiatan, dan mampu memperbaiki dirinya.

    Semakin tinggi skor yang diperoleh semakin positif konsep diri, sebaliknya semakin

    rendah skor yang diperoleh semakin negatif konsep diri.

    D. Subyek Penelitian

    Azwar (2009) mendefinisikan populasi sebagai kelompok subyek yang hendak

    dikenai generalisasi hasil penelitian. Sebagai suatu populasi, kelompok subyek ini harus

    memiliki ciri-ciri atau karakteristik-karakteristik bersama yang membedakannya dari

    kelompok subyek lain. Pada penelitian ini, populasinya adalah mahasiswa Papua

    angkatan 2015 di Salatiga.Penelitimenggunakan teknik Sampling Jenuh.Menurut

    Sugiyono (2001) sampling jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota

    populasi digunakan sebagai sampel. Jadi peneliti mengambil semua populasi mahasiswa

    Papua angkatan 2015 di UKSW sebagai sampel penelitian yang berjumlah 80 mahasiswa.

    E. Metode Pengumpulan Data

    Metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh data dalam

    penelitian ini adalah metode skala.Penelitian ini menggunakan dua skala yaitu skala

    penyesuaian sosial dan skala konsep diri.

    1. Skala Penyesuaian Sosial

    Dalam penelitian ini, skala penyesuaian sosial mahasiswa Papua terdiri dari

    36 item yang mencakup enam ciri penyesuaian sosial positif, yaitu mengadakan

    relasi yang sehat terhadap masyarakat, bereaksi secara efektif dan harmonis

    terhadap kenyataan sosial, menghargai dan menjalankan hukum tertulis maupun

    tidak tertulis, menghargai orang lain mengenai hak-hak dan pribadinya, bergaul

    dengan orang lain dalam bentuk persahabatan, simpati terhadap kesejahteraan orang

    lain berupa perilaku menolong dan jujur.

  • 20

    Tabel 1

    Blue Print Skala Penyesuaian Sosial Mahasiswa Papua

    No. Aspek Pernyataan

    Jumlah F UF

    1. Mengadakan relasi yang sehat terhadap

    masyarakat

    3 3 6

    2. Bereaksi secara efektif dan harmonis terhadap

    kenyataan sosial

    3 3 6

    3. Menghargai dan menjalankan hukum tertulis

    maupun tidak tertulis

    3 3 6

    4. Menghargai orang lain mengenai hak-hak dan

    pribadinya

    3 3 6

    5. Bergaul dengan orang lain dalam bentuk

    persahabatan

    3 3 6

    6. Simpati terhadap kesejahteraan orang lain

    berupa perilaku menolong dan jujur

    3 3 6

    Total 18 18 36

    Penyajian skala penyesuaian sosial mahasiswa Papua diberikan dalam

    bentuk pilihan jawaban.Seluruh item dalam skala ini terdiri dari dua jenis yaitu item

    yang mendukung pernyataan (favourable) dan item yang tidak mendukung

    pernyataan (unfavourable).Pilihan jawaban dalam setiap item terdiri dari empat

    macam yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), Sangat Tidak

    Sesuai (STS). Untuk item yang mendukung pernyataan (favourable), subyek akan

    memperoleh skor 4 untuk jawaban Sangat Sesuai (SS), skor 3 untuk jawaban Sesuai

    (S), skor 2 untuk jawaban Tidak Sesuai (TS), dan skor 1 untuk jawaban Sangat

    Tidak Sesuai (STS). Sedangkan untuk item yang tidak mendukung pernyataan

    (Unfavourable), subyek akan memperoleh skor 4 untuk jawaban Sangat Tidak

    Sesuai (STS), skor 3 untuk jawaban Tidak Sesuai (TS), skor 2 untuk jawaban

    Sesuai (S), dan skor 1 untuk jawaban Sangat Sesuai (SS).

  • 21

    2. Skala Konsep Diri

    Skala konsep diri terdiri dari ciri-ciri konsep diri positif yaitu: yakin akan

    kemampuannya mengatasi masalah, merasa setara dengan orang lain, menerima

    pujian tanpa rasa malu, menikmati dirinya secara utuh dalam berbagai kegiatan,

    mampu memperbaiki dirinya.

    Tabel 2

    Blue Print Skala Konsep Diri

    Penyajian skala konsep diri diberikan dalam bentuk pilihan jawaban.Seluruh

    item dalam skala ini terdiri dari dua jenis item yang mendukung pernyataan

    (favourable) dan item yang tidak mendukung pernyataan (unfavourable).Pilihan

    jawaban dalam setiap item terdiri dari empat macam yaitu Sangat Sesuai (SS),

    Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Untuk item yang

    mendukung pernyataan (favourable), subyek akan memperoleh skor 4 untuk

    jawaban Sangat Sesuai (SS), skor 3 untuk jawaban Sesuai (S), skor 2 untuk jawaban

    Tidak Sesuai (TS), skor 1 untuk jawaban Sangat Tidak Sesuai (STS). Sedangkan

    untuk item yang tidak mendukung pernyataan (unfavourable), subyek akan

    memperoleh skor 4 untuk jawaban Sangat Tidak Sesuai (STS), skor 3 untuk

    jawaban Tidak Sesuai (TS), skor 2 untuk jawaban Sesuai (S), dan skor 1 untuk

    jawaban Sangat Sesuai (SS).

    No. Aspek Pernyataan

    Jumlah F UF

    1. Yakin akan kemampuannya mengatasi masalah 3 3 6

    2. Merasa setara dengan orang lain 3 3 6

    3. Menerima pujian tanpa rasa malu 3 3 6

    4. Menikmati dirinya secara utuh dalam berbagai

    kegiatan

    3 3 6

    5. Mampu memperbaiki dirinya 3 3 6

    Total 15 15 30

  • 22

    F. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur

    1. Validitas Alat ukur

    Validitas adalah sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur

    dalam melakukan fungsi ukurnya.Suatu alat ukur dikatakan valid bila alat ukur

    tersebut mampu mencapai tujuan pengukuran yang dikehendaki dengan tepat

    (Azwar, 2004, h. 7).Validitas alat ukur dalam penelitian ini diukur dengan teknik

    korelasi Product Moment, yaitu mengkorelasikan skor item dengan skor

    total.Adapun hasil perhitungan koefisien korelasi antar item dengan skor total akan

    mengakibatkan over estimate terhadap korelasi yang sebenarnya. Untuk itu, perlu

    dilakukan koreksi dengan menggunakan rumus part whole.

    2. Reliabilitas

    Reliabilitas alat ukur adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat

    dipercaya (Azwar, 2010, h.4).Pengujian reliabilitas skala dalam penelitian ini

    menggunakan teknik perhitungan reliabilitas koefisien Alpha Cronbach.

    G. Metode Analisis Data

    Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis statistic.Teknik

    analisis yang digunakan adalah teknik analisis Product Moment dari KarlPearson yang

    bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel yaitu konsep diri dan

    penyesuaian sosial.Dalam penelitian ini, analisis data akan dilakukan dengan bantuan

    program khusus komputer statistik yaitu SPSS version 16.0 for windows.

    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    A. Orientasi Kancah

    Penelitian ini dilakukan di lingkungan tempat tinggal subjek mahasiswa Papua

    angkatan 2015 baik laki-laki maupun perempuan yang bertempat tinggal di sekitar daerah

    Cemara, Kemiri, Asrama FIK dan Turen. Peneliti dibantu oleh beberapa rekan mahasiswa

    Papua untuk menyebarkan angket kepada mahasiswa-mahasiswa Papua yang tergabung

    dalam komunitas-komunitas mahasiswa Papua yang berada di S

  • 23

    B. Persiapan Penelitian

    1. Penyusunan Alat Ukur

    a. Skala Penyesuaian Sosial

    Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala penyesuaian

    sosial dengan empat pilihan jawaban yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S),

    Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Pemilihan jawaban tersebut

    dipakai untuk menjawab pernyataan yang ada di angket dan yang sesuai dengan

    kondisi masing-masing dari subjek.Penyusunan skala penyesuaian sosial

    didasarkan pada ciri-ciri penyesuaian sosial yang positif yaitu mengadakan

    relasi yang sehat, bereaksi secara efektif dan harmonis terhadap kenyataan

    sosial, menghargai dan menjalankan hukum tertulis mapun tidak tertulis,

    menghargai orang lain mengenai hak-hak dan pribadinya, bergaul dengan orang

    lain dalam bentuk persahabatan, serta simpati terhadap kesejahteraan orang lain

    berupa perilaku menolong dan jujur.

    b. Skala Konsep Diri

    Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala konsep diri

    dengan empat pilihan jawaban yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak

    Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Pemilihan jawaban tersebut

    dipakai untuk menjawab pernyataan yang ada di angket dan yang sesuai dengan

    kondisi masing-masing dari subjek tersebut.Penyusunan skala konsep diri

    didasarkan pada ciri-ciri konsep diri positif yaitu yakin akan kemampuannya

    mengatasi masalah, merasa setara dengan orang lain, menerima pujian tanpa

    rasa malu, menikmati dirinya secara utuh dalam berbagai kegiatan, serta

    mampu memperbaiki dirinya

    2. Tahap Perijinan Penelitian

    Sebelum pelaksanaan penelitian, peneliti meminta ijin terlebih dahulu

    kepada pihak Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana dan atas

    persetujuan dari dosen pembimbing yang kemudian mengeluarkan surat ijin

    penelitian pada tanggal 23 Mei 2016.

  • 24

    3. Pelaksanaan Penelitian

    Pengambilan data dilakukan pada tanggal 24Mei 2016.Peneliti mendatangi

    beberapa kost dan kontrakan yang dihuni oleh mahasiswa Papua dan menitipkan

    kepada salah satu teman. Skala yang dibagikan berjumlah 80 skala di sejumlah

    tempat tinggal subjek, namun pada saat hari pengambilan yang sesuai dengan waktu

    yang sudah ditentukan yaitu 2 hari terhitung pada saat mulai dibagikannya

    kuisioner, peneliti hanya mendapatkan 50 skala yang kembali dan

    terisi.Pelaksanaan penelitian dilakukan hanya sekali melakukan penyebaran skala

    karena menggunakan metode try out terpakai. Metode try out terpakai merupakan

    metode yang menjadikan data yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya menjadi

    data hasil penelitian. Kelebihan try out terpakai adalah adanya efisiensi waktu,

    biaya, dan tenaga dalam pelaksanaan penelitian. Salah satu kelemahan metode ini

    karena peneliti tidak bersama mendampingi subjek saat subjek menerima dan

    mengisi angket yang menyebabkan 30 angket gugur dalam arti tidak kembali pada

    peneliti.

    C. Hasil Uji Seleksi Item dan Reliabilitas

    Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan program SPSS 16.0.

    Pengujian validitas menggunakan rumus uji korelasi Product Moment dari Karl

    Pearson.Pengkorelasian dilakukan dengan menggunakan teknik Part Whole.Setelah

    diketahui validitasnya, maka item-item yang valid ditabulasi ulang untuk kemudian dicari

    reliabilitasnya dengan menggunakan Alpha Cronbach.

    1. Skala Penyesuaian Sosial

    Item pada skala penyesuaian sosial berjumlah 36 item, melalui perhitungan

    statistik terdapat 9 item gugur dan 27 item valid. Koefisien validitas berkisar antara

    -0,049sampai 0,490. Pengujian skala penyesuaian sosial dilakukan atas item yang

    valid. Hasil uji reliabilitas skala penyesuaian sosial adalah 0,784 artinya skala

    penyesuaian sosial dapat diandalkan atau reliabel.Sebaran item valid dan item gugur

    dapat dilihat pada tabel3.

  • 25

    Tabel 3

    Tabel Sebaran Nomor Item Skala Penyesuaian Sosial

    Aspek Favourable Unfavourable Jumlah

    Mengadakan relasi yang sehat 1*, 2, 26 11, 12, 13 6

    Bereaksi secara efektif dan harmonis

    terhadap kenyataan sosial 3, 4, 14 15*, 16*, 17* 6

    Menghargai dan menjalankan hukum

    tertulis mapun tidak tertulis 5, 6, 18* 21*, 22, 23 6

    Menghargai orang lain mengenai

    hak-hak dan pribadinya 27, 28, 29 32, 34, 35* 6

    Bergaul dengan orang lain dalam

    bentuk persahabatan 7, 8, 24 19*, 20, 25 6

    Simpati terhadap kesejahteraan orang

    lain berupa perilaku menolong dan

    jujur

    9, 10, 36* 30, 31, 33 6

    TOTAL 18 18 36

    Keterangan : * = Item gugur

    2. Skala Konsep Diri

    Item pada skala konsep diri berjumlah 30 item, melalui perhitungan statistik

    terdapat 7 item gugur dan 23 item valid. Koefisien validitas berkisar antara 0,030

    sampai 0,675. Pengujian skala konsep diri dilakukan atas item yang valid. Hasil uji

    reliabilitas skala konsep diri adalah 0,815 artinya skala konsep diri dapat diandalkan

    atau reliabel.Sebaran item valid dan item gugur dapat dilihat pada tabel4.

    Tabel 4

    Tabel Sebaran Nomor Item Skala Konsep Diri

    Aspek Favourable Unfavourable Jumlah

    Yakin akan kemampuannya mengatasi

    masalah

    1, 2*, 3 10, 12, 15 6

  • 26

    Merasa setara dengan orang lain 4, 5, 6* 18*, 19, 20 6

    Menerima pujian tanpa rasa malu 7*, 8*, 9* 22, 23, 24 6

    Menikmati dirinya secara utuh dalam

    berbagai kegiatan

    11, 13, 14 21, 30*, 27 6

    Mampu memperbaiki dirinya 17, 26, 29 16, 25, 28 6

    Jumlah 15 15 30

    Keterangan : * = Item Gugur

    Uji Deskriptif Statistika

    1. Variabel Penyesuaian Sosial

    Tabel 1.1

    Kategorisasi Pengukuran Skala Penyesuaian Sosial

    Interval Kategori Mean f Persentase

    101.25 ≤ x ≤108 Sangat Tinggi 1 2%

    74.25 ≤ x

  • 27

    bahwa mahasiswa Papua angkatan 2015 di UKSW memiliki penyesuaian sosial

    yang tinggi.

    2. Variabel Konsep Diri

    Tabel1.2

    Kategorisasi Pengukuran Skala Konsep Diri

    Keterangan: x = konsep diri

    Berdasarkan Tabel 1.2 di atas, dapat dilihat bahwa tidak ada subjek subjek

    memiliki skor penyesuaian diri yang berada pada kategori sangat rendah dengan

    persentase 0%.8subjek memiliki skor penyesuaian diri yang berada pada kategori

    rendah dengan persentase 16%, 41 subjek memiliki skor penyesuaian diri yang

    berada pada kategori tinggi dengan persentase 82%, dan 1 subjek memiliki skor

    penyesuaian diri pada kategori sangat tinggi dengan persentase 2%. Berdasarkan

    rata-rata sebesar 71.08, dapat dikatakan bahwa rata-rata konsep diri berada pada

    kategori tinggi. Skor yang diperoleh subjek bergerak dari skor minimum sebesar 51

    sampai dengan skor maksimum sebesar 86dengan standard deviasi 7.365.

    Berdasarkan uraian data di atas, dapat dikatakan bahwa mahasiswa Papua angkatan

    2015 di UKSW memiliki konsep diri yang tinggi.

    D. Uji Asumsi

    Uji asumsi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah uji normalitas sebaran

    variabel penelitian dan uji linearitas hubungan variabel bebas dengan variabel tergantung

    Interval Kategori Mean f Persentase

    86.25 ≤ x ≤92 Sangat Tinggi 1 2%

    63.25 ≤ x

  • 28

    yang dilakukan dengan menggunakan program Statistical Packages for Social Sciences

    for Windows Release 16.0.

    1. Uji Normalitas

    Pada skala penyesuaian sosial diperoleh nilai K-S-Z sebesar 0,855 dengan

    probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 0,458 (p>0,05), sehingga dapat dikatakan

    bahwa data pada skala penyesuaian sosial memiliki distribusi yang normal..

    Sedangkan, pada skor konsep diri memiliki nilai K-S-Z sebesar 0,638dengan

    probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 0,810 (p>0,05), sehingga dapat dikatakan

    bahwa data pada skala konsep diri memiliki distribusi yang normal, dapat dilihat

    pada tabel 1.1

    Tabel 1.1

    2. Uji Linearitas

    Hasil uji linearitas diperoleh nilai Fbeda sebesar 1.914dengan sig.= 0,060

    (p>0,05) yang menunjukkan variabel penyesuaian sosial dengan konsep diri adalah

    linear, dapat dilihat pada tabel 1.2

    One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

    P.S K.D

    N 50 50

    Normal Parametersa Mean 85.02 71.08

    Std. Deviation 7.266 7.365

    Most Extreme

    Differences

    Absolute .121 .090

    Positive .121 .090

    Negative -.090 -.058

    Kolmogorov-Smirnov Z .855 .638

    Asymp. Sig. (2-tailed) .458 .810

    a. Test distribution is Normal.

  • 29

    3. Uji Korelasi

    Karena kedua data pada skala berdistribusi normal dan kedua variabel tidak

    linear, maka perhitungan korelasi menggunakan uji parametrik, yaitu uji korelasi

    Pearson, dapat dilihat pada Tabel 1.3 berikut:

    Tabel 1.3

    Hasil Uji Korelasi antara Penyesuaian Sosial Dengan Konsep Diri

    Berdasarkan hasil perhitungan uji korelasi diperoleh koefisien korelasi

    antara penyesuaian sosial dengan konsep diri sebesar 0,510 dengan sig. = 0,000 (p <

    0.05) yang berarti ada hubungan yang positif signifikan antara dukungansosial

    dengan penyesuaian diri.

    E. Pembahasan

    Berdasarkan penelitian mengenai hubungan antara konsep diri dengan

    penyesuaian sosial pada mahasiswa Papua angkatan 2015 di UKSW, didapatkan hasil

    bahwa terdapat hubungan yang positif signifikan antara konsep diri dengan penyesuaian

    Tabel 1.2

    ANOVA Table

    Sum of Squares df Mean Square F Sig.

    P.S * K.D Between Groups (Combined) 1769.230 26 68.047 1.914 .060

    Within Groups 817.750 23 35.554

    Total 2586.980 49

    Correlations

    P.S K.D

    P.S Pearson Correlation 1 .510**

    Sig. (1-tailed) .000

    N 50 50

    K.D Pearson Correlation .510** 1

    Sig. (1-tailed) .000

    N 50 50

    **. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).

  • 30

    sosial. Berdasarkan hasil uji perhitungan korelasi, keduanya memiliki r = 0,510 dengan

    sig. = 0,000(p < 0,05) yang berarti kedua variabel yaitu konsep diri dengan penyesuaian

    sosial memiliki hubungan yang positif signifikan. Dengan kata lain, semakin tinggikonsep

    diri, maka semakin tinggi penyesuaian sosial atau sebaliknya. Hasil penelitian ini

    mendukung hasil penelitian Wima Bin Ary, dkk (2009, h. 8) mengenai hubungan konsep

    diri dengan penyesuaian sosial siswa akselerasi di SMP Negeri 2 dan SMP PL Domenico

    Savio Semarang bahwa ada hubungan positif antara konsep diri dan penyesuaian sosial.

    Hasil yang diperoleh sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa penyesuaian sosial

    dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah konsep diri (Haryadi, 1995, h.

    110). Hal ini dikemukakan oleh Hurlock bahwa individu dengan penilaian positif akan

    menyukai dan menerima keadaan dirinya sehingga akan mengembangkan rasa percaya

    diri, harga diri, serta dapat melakukan interaksi sosial secara tepat. Dalam Hurlock

    (1990), konsep diri mencakup citra fisik dan psikologis diri. Citra fisik diri berkaitan

    dengan penampilan fisik, daya tariknya, dan kesesuaian atau ketidaksesuaian dengan jenis

    kelaminnya.Sedangkan citra psikologis diri didasarkan atas pikiran, perasaan, dan

    emosi.Citra ini terdiri atas kualitas dan kemampuan yang mempengaruhi penyesuaian

    pada kehidupan, sifat-sifat seperti keberanian, kejujuran, kemandirian, dan kepercayaan

    diri serta berbagai jenis aspirasi dan kemampuan.

    Pandangan remaja terhadap masyarakat dan kehidupan bersama dalam

    masyarakat, banyak dipengaruhi oleh kuat atau tidaknya pribadi, citra diri dan rasa

    percaya diri.Remaja yang memiliki penilaian diri kurang dan hal itu tidak diterimanya,

    maka remaja ini sering memproyeksikan penolakan diri pada keadaan atau tatanan

    masyarakatnya (Mappiare, 1982, h. 91).Dalam teori Rogers (Burn, 1993, h. 48)

    menyatakan bahwa konsep diri adalah organisasi dari persepsi-persepsi diri.Konsep diri

    menjadi penentu (determinant) yang paling penting dari respons terhadap lingkungannya.

    Dari uraian di atas, penulis dapat mengatakan bahwa semakin tinggikonsep diri

    yang ada pada diri mahasiswa, maka semakin tinggi penyesuaian sosial yang dialami,

    sehingga dapat meningkatkan kualitas kehidupan mahasiswa.Hal tersebut dikarenakan

    mahasiswa Papua angkatan 2015 Universitas Kristen Satya Wacana memiliki tingkat

    konsep diri yang tinggi, sehingga menyebabkan terjadinya penyesuaian sosial yang tinggi

    pula.Hal ini terlihat dari hasil kajian penelitian di atas, bahwa antara konsep diri dengan

  • 31

    penyesuaian sosial memiliki hubungan yang positif signifikan. Berdasarkan hasil analisis

    deskriptif dalam penelitian ini, diperoleh data bahwa konsep diri sebesar 82% yang

    berada pada kategori tinggi, dengan skor tertinggi adalah 41 dan skor terendah adalah 1.

    Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa papua 2015 di UKSW memiliki

    tingkat konsep diri yang tinggi. Pada penyesuaian sosial, data sebesar 94% yang berada

    pada kategori tinggi, dengan skor tertinggi adalah 47 dan skor terendah adalah 1. Hal

    tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa mahasiswa Papua 2015 di

    UKSW memiliki tingkat penyesuaian sosial yang tinggi.

    Banyak faktor yang menyebabkan tinggi rendahnya penyesuaian sosial,hasil yang

    diperoleh sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa penyesuaian sosial dipengaruhi

    oleh beberapa faktor, salah satunya adalah konsep diri (Haryadi, 1995, h. 110).Jika dilihat

    sumbangan efektif yang diberikan konsep diri terhadap penyesuaian sosial, Konsep diri

    memberikan sumbangan efektif (SE) terhadap penyesuaian sosial sebesar 26. 1% sisanya

    sebesar 73,9% untuk faktor-faktor penyesuaian sosial yang lain seperti motif, persepsi,

    sikap, inteligensi dan minat, kepribadian, keluarga, kondisi sekolah, kelompok sebaya,

    prasangka sosial, serta hukum dan norma sosial.

    Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep diri memberikan

    kontribusi terhadap penyesuaian sosial sehingga nampak jelas bahwa konsep diri

    memiliki hubungan positif dengan penyesuaian sosial.

    KESIMPULAN DAN SARAN-SARAN

    A. Kesimpulan

    Berdasarkan hasil penelitian dan uraian yang telah dipaparkan, maka dapat

    disimpulkan bahwa konsep diri memberikan kontribusi terhadap penyesuaian sosial,

    sehingga nampak jelas bahwa konsep dirimemiliki hubungan positif signifikandengan

    penyesuaian sosial yang ditunjukan dengan r sebesar 0,510 yang berarti semakin tinggi

    konsep diri, semakin tinggi penyesuaian sosial.

  • 32

    B. Saran - Saran

    1. Bagi Mahasiswa Papua

    Mahasiswa Papua tetap mempertahankan dan meningkatkan konsep diri

    positif dengan cara mengikuti atau berpartisipasi dalam seminar-seminar

    pengembangan konsep diri sehingga individu semakin terlatih untukmeyakinkan

    bahwa ia mampu menyelesaikan masalahnya, merasa setara dengan orang lain,

    menerima pujian tanpa rasa malu, menerima dirinya secara utuh, serta mampu

    memperbaiki hal yang negatif dari dirinya.

    2. Bagi Komunitas-komunitas Mahasiswa Papua

    Mengadakan pelatihan atau pengembangan kepribadian untuk membantu

    anggota komunitas atau mahasiswa Papua dalam membangun konsep diri yang

    positif sehingga mahasiswa Papua tidak merasa berbeda dengan lingkungan

    sosialnya di kota Salatiga terkhusus di Universitas Kristen Satya Wacana serta

    membantu mahasiswa Papua dalam proses penyesuaian sosialnya.

    3. Bagi Peneliti Selanjutnya

    Peneliti selanjutnya diharapkan meneliti lebih lanjut aspek-aspek lain yang

    berpengaruh terhadap penyesuaian sosial seperti motif, persepsi, sikap, inteligensi

    dan minat, kepribadian, keluarga, kondisi sekolah, kelompok sebaya, prasangka

    sosial, serta hukum dan norma sosial.

  • 33

    DAFTAR PUSTAKA

    Agustiani, H. (2002). Perkembangan remaja menurut pendekatan ekologi serta hubungannya

    dengan konsep diri dan penyesuaian diri terhadap remaja.Jurnal Psikologi UNPAD,

    9,(1) 13-29.

    Ary, W.B., dkk. (2009).Hubungan konsep diri dengan penyesuaian sosial siswa kelas

    akselerasi diSMP Negeri 2 dan SMP PL Domenico Savio Semarang.Gifted

    Review.Jurnal keberbakatan dan kreativitas, 3(1).

    Azwar, Saifuddin. (2004). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset

    Azwar, Saifuddin. (2009). Metode penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

    Azwar, Saifuddin. (2010). Reliabilitas dan validitas.Edisi 3. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

    Burn, R.B. (1993).Konsep diri, teori, pengukuran, perkembangan dan perilaku. Jakarta:

    Penerbit Arcan

    Degei, Y.I. (2011). Narasi sejarah sosial Papua.Editor: I Ngurah Suryawan. Malang: Intrans

    Publishing

    Fuhrmann, B.S. (1986). Adolescence, adolescents. Canada: Little, Brown and Company

    Hariyadi, S., Hendrarno,E., Deliana, S.M., dkk. (1995). Perkembangan peserta didik.

    Semarang: IKIP Semarang Press

    Hartanti & Dwijanti, J. (1997). Hubungan antara konsep diri dan kecemasan menghadapi

    masa depan dengan penyesuaian sosial anak-anak madura. Anima, XII,(46), 145-161

    Hurlock, E.B. (1990). Perkembangan anak Jilid 2. Jakarta: Erlangga

    Hurlock, E. B. (2002). Psikologi perkembangan: suatu pendekatan sepanjang rentang

    kehidupan. Jakarta: Erlangga.

    Mappiare, A. (1982). Psikologi remaja. Surabaya: Usaha Nasional

    Meichati, S. (1974).Mental hygiene dan kelainan mental. Yogyakarta: PT Gunung Agung

    Meichati, S. (1983).Kesehatan mental. Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi

    UGM

    Nurdin.(2009). Pengaruh kecerdasan emosional terhadap penyesuaian sosial siswa di sekolah.

    Jurnal Administrasi Pendidikan, IX (1) April 2009

    Rakhmat, J. (1986). Psikologi komunikasi. Bandung: Penerbit Karya CV

  • 34

    Santrock, John W. (2003). Perkembangan remaja. Jakarta: Penerbit Erlangga

    Sarwono, Sarlito W., Meinarno, Eko A. 2011. Psikologi sosial.Jakarta: Penerbit Salemba

    Humanika

    Schneiders, A.A. (1964). Personal adjustment and mental health. New York: Holt Rineheart

    and Winston

    Siswanto.(2007). Kesehatan mental.konsep, cakupan dan perkembangannya. Yogyakarta:

    Penerbit Andi

    Wardani, R., & Apollo.(2010). Hubungan antara kompetensi sosial dengan penyesuaian sosial

    pada remaja.Jurnal Widya Warta, 34 (1), 93-95.