Upload
others
View
9
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN PENYESUAIAN
SOSIAL MAHASISWA PAPUA DI KOTA SALATIGA
OLEH
ELDORA MANUELLA NGUTRA
80 2012 028
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan
Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2016
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN
AKADEMIS
Sebagai citivas akademika Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), saya yang bertanda
tangan di bawah ini:
Nama : Eldora Manuella Ngutra
Nim : 802012028
Program Studi : Psikologi
Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana
Jenis Karya : Tugas Akhir
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas
Kristen Satya Wacana hal bebas royalti non-eksklusif (non-exclusive royality freeright) atas
karya ilmiah saya berjudul:
HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN PENYESUAIAN SOSIAL
MAHASISWA PAPUA DI KOTA SALATIGA
Dengan hak bebas royalty non-eksklusif ini, Universitas Kristen Satya Wacana berhak
menyimpan, mengalihmedia/mengalihformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data,
merawat dan mempublikasikan tugas akhir, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis atau pencipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Salatiga
Pada Tanggal : 26 Juli 2016
Yang menyatakan,
Eldora Manuella Ngutra
Mengetahui,
Pembimbing
Prof. Dr. Sutriyono, M.Sc.
PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Eldora Manuella Ngutra
NIM : 802012028
Program Studi : Psikologi
Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir, judul:
HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN PENYESUAIAN SOSIAL
MAHASISWA PAPUA DI KOTA SALATIGA
Yang dibimbing oleh:
Prof. Dr. Sutriyono, M.Sc.
Adalah benar-benar hasil karya saya.
Di dalam laporan tugas akhir ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau gagasan
orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian
kalimat atau gambar serta simbol yang saya akui seolah-olah sebagai karya saya sendiri tanpa
memberikan pengakuan pada penulis atau sumber aslinya.
Salatiga, 26 Juli 2016
Yang memberi pernyataan,
Eldora Manuella Ngutra
LEMBAR PENGESAHAN
HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN PENYESUAIAN SOSIAL
MAHASISWA PAPUA DI KOTA SALATIGA
Oleh
Eldora Manuella Ngutra
80 2012 028
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk
Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Disetujui pada tanggal: 26 Juli 2016
Oleh:
Pembimbing Utama
Prof. Dr. Sutriyono, M.Sc.
Diketahui Oleh, Disahkan Oleh,
Kaprogdi Dekan
Dr. Chr. Hari Soetjiningsih, MS. Prof. Dr. Sutarto Wijono, MA.
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2016
HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN PENYESUAIAN
SOSIAL MAHASISWA PAPUA DI KOTA SALATIGA
Eldora Manuella Ngutra
Sutriyono
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2016
i
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui signifikan hubungan antara konsep diri dengan
penyesuaian sosial pada mahasiswa Papua di kota Salatiga. Penelitian ini menggunakan
metode kuantitatif dengan teknik pengambilan data metode skala pengukuran psikologi.
Teknik sampling yang digunakan ialah teknik sampling jenuh. Partisipan dalam penelitian ini
berjumlah 80 mahasiswa. Skala yang digunakan untuk mengukur penyesuaian sosial, disusun
bersdasarkan pada aspek-aspek penyesuaian sosial yang positif menurut Schneiders (1964)
dan skala yang digunakan untuk mengukur konsep diri, disusun berdasarkan ciri-ciri konsep
diri positif menurut Brooks dan Emmert (dalam Rakhmat, 1986). Analisis data menggunakan
teknik analisis Product Moment dari Karl Pearson. Dari hasil analisa data diperoleh koefisien
korelasi (r) 0,510 dengan nilai signifikansi 0,000 (p< 0,05) yang berarti kedua variabel yaitu
konsep diri dengan penyesuaian sosial memiliki hubungan yang positif signifikan. Dengan
kata lain, semakin tinggi konsep diri, maka semakin tinggi penyesuaian sosial atau sebaliknya.
Kata kunci: konsep diri, penyesuaian sosial
ii
Abstract
This research aims to understand the significant relation between self concept and social
adjustment of Papuan students in Salatiga. Method used in this research is quantitative
method with data collection technique psychology measurement scale. Sampling technique
used in this research is boring sampling, with 80 students as the participant. Scale used to
measure social adjustment is arranged based on positive social adjustment aspects according
to Schneiders (1964) and scale used to measure self-concept, is arranged based on the positive
characteristic of self-concept stated by Brooks and Emmert (Rahmat, 1986). Data is analyzed
using analysis technique Product Moment from Karl Person. The result of the analysis is the
correlation of coefficient r=0,510 with significance 0,000 (p < 0,05) which means both
variables, self-concept and social adjustment, have significant relation. In other words, the
higher the self-concept is, the higher social adjustment is or vice versa.
Keywords: self-concept, social adjustment
1
PENDAHULUAN
Pendidikan adalah salah satu bagian terpenting untuk menciptakan dan meningkatkan
sumber daya manusia guna mengembangkan daerah atau lingkungan untuk mencukupi
kebutuhan hidup bermasyarakat.Salah satu daerah yang berada di sebelah Timur Indonesia
yaitu Papua, memiliki banyak mahasiswa yangmeninggalkan tempat asal mereka untuk
melanjutkan pendidikan di bangku yang lebih tinggi di luar Papua setelah menyelesaikan
tingkat sekolah menengah atas (SMA).Hal ini dikarenakan tingkat pendidikan yang kurang
atau sangat minim di Papua, membuat mereka harus berusaha meraih pendidikan guna
menciptakan sumber daya manusia untuk daerah asalnya.Pemerintah dan yayasan yang peduli
terhadap pendidikan di Papua, memberikan beasiswa untuk membantu anak-anak.Untuk
lingkungan asal mereka sendiri, beragam.Di Papua, ada masyarakat dari pegunungan, daerah
rawa dan ada pula daerah pantai. Masyarakat dari daerah pegunungan hidup bercocok tanam,
memelihara babi, kadang berburu atau memetik hasil hutan.Masyarakat demikian tidak
dimanjakan oleh alam.Mereka harus mengolah alam yang ada untuk bisa bertahan
hidup.Sedangkan di daerah pantai, masyarakatnya mengambil hasil alam seperti mengambil
ikan di laut dan sagu. Masyarakat tersebut tidak perlu susah payah berkebun karena bisa
langsung mengambil hasil alam yang sudah tersedia. Hal ini berpengaruh pada pola tingkah
lakunya.Ada masyarakat yang berani menerima tantangan namun ada pula yang malas dan
tidak mau bersusah-susah.
Mahasiswa Papua yang kuliah di kotaSalatiga, dihadapkan pada perbedaan
karakteristik budaya setempat dengan budaya daerah asalnya.Kehidupan sosial pun berbeda di
Papua dan di Salatiga.Mahasiswa Papua memiliki pola hidup komunal. Jika memiliki sesuatu,
akan dibagikan ke orang lain, senang berkumpul dan makan bersama, berpesta sehingga
berpengaruh pada pengaturan keuangannya. Mereka dituntut untuk bisa mengatur keuangan
dengan baik sehingga uang saku yang diberikan bisa cukup untuk memenuhi kebutuhan
mereka selama sebulan. Di Salatiga, mahasiswa Papua harus beradaptasi dengan lingkungan
yang lebih bersifat individual. Tidak sering berkumpul untuk pesta-pesta dan tidak
mengeluarkan uang tanpa melakukan perhitungan.
Berdasarkan perbincangan dengan 3 orang mahasiswa Papua angkatan 2015 pada
tanggal 12 Desember 2015 di halaman kampus, peneliti memperoleh informasi mengenai
2
adanya mahasiswa Papua yang mengalami kesulitan penyesuaian sosial. Mahasiswa tersebut
hanya berkumpul dengan temannya yang juga berasal dari Papua.Mereka sulit melakukan
penyesuaian sosial karenabelum mampu membangun sebuah hubungan yang efektif dengan
lingkungan di sekitarnya, dalam hal ini mahasiswa lain yang berasal dari etnis yang berbeda.
Mahasiswa tersebut pun mengalami ketergantungan dengan teman yang satu suku dengannya,
bisa dikatakan karena kenyamanan yang mereka rasakan dalam satu kelompok yang berasal
dari Papua membuat mereka menutup diri untuk bersosialisasi dengan orang lain. Dari ketiga
mahasiswa yang diwawancarai, ada yang mengatakan jika temannya tidak mengikuti kuliah,
maka ia juga tidak mengikuti kuliah. Akhirnya prestasi akademiknya menjadi tidak maksimal.
Ketika harus membentuk kelompok untuk mengerjakan tugas, mereka mencoba untuk berbaur
dengan mahasiswa lain namun tidak semua mahasiswa bersedia sekelompok dengan mereka.
Mahasiswa lain tampak menghindar.
Selain dari hal kenyamanan, mereka mengatakan bahwa teman-teman yang berasal
dari daerah Papua takut untuk bersosialisai karena tidak sulit dalam berkomunikasi dalam arti
penyesuaian bahasa dan logat yang digunakan. Dari situ mereka merasa bahwa akan
membentuk pemikiran yang berbeda dan tidak sependapat sehingga tidak menimbulkan
kecocokan atau interaksi yang baik. Mereka juga beranggapan bahwa yang berasal dari daerah
Papua pasti memiliki sikap dan perilaku yang keras sehingga menjadi persepsi bahwa
masyarakat di luar daerah Papua takut untuk bersosialisasi dengan mereka (etnis luar
Papua).Ada pula mahasiswa Papua yang mampu membangun hubungan yang akrab dengan
mahasiswa lain dari etnis yang berbeda. Seorang mahasiswa asal Papua yang berkuliah di
Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga mengatakan, untuk melakukan penyesuaian sosial
sebenarnya bukanlah hal yang sulit, tergantung bagaimana orang tersebut bisa
mengembangkan rasa percaya diri dan sikap menerima terhadap masyarakat dan lingkungan
sehingga dapat terjalin sosialisasi yang harmonis.Rakhmat (2008) berpendapat bahwa
penilaian orang lain akan mempengaruhi cara remaja dalam merespon penilaian tersebut. Baik
penilaian tersebut merupakan penilaian positif maupun negatif, keduanya akan mempengaruhi
cara individu merespon lingkungannya. Individu dengan konsep diri positif memiliki evaluasi
diri dan evaluasi atas lingkungannya yang positif sehingga individu tidak akan bersikap
defensif baik terhadap terhadap orang lain (Burns, 1993). Sebaliknya, individu dengan konsep
diri negatif akan memandang dunia dengan cara yang tidak menyenangkan dan akan bersikap
3
defensif baik terhadap orang lain (Burns, 1993). Oleh sebab itu, konsep diri diduga menjadi
penyebab siswa kesulitan melakukan penyesuaian sosial. Menegaskan hal tersebut, Hurlock
(1975) menyatakan bahwa konsep diri dapat memengaruhi pola penyesuaian sosial individu,
dan begitu pula sebaliknya (dalam Jurnal Psikologi : Hubungan Antara konsep Diri dan
Kebutuhan Afiliasi dengan Penyesuaian Sosial, Character-Volume01, Nomor 02, Tahun
2013).
Gerungan (1996) menyatakan bahwa penyesuaian sosial merupakan usaha yang
dilakukan individu untuk mengubah diri dan keinginan agar sesuai dengan keadaan
lingkungan atau kelompok..Sebagai makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran orang lain,
dibutuhkan adanya keselarasan diantara individu itu sendiri. Individu perlu beradaptasi atau
menyesuaikan diri terhadap lingkungan fisik maupun lingkungan sosialnya agar hubungan
interaksi berjalan baik sehingga dapat menjadi bagian dari lingkungan tanpa menimbulkan
masalah pada dirinya. Dengan kata lain berhasil atau tidaknya individu dalam menyelaraskan
diri dengan lingkungannya, sangat tergantung dari kemampuan penyesuaian dirinya.Lebih
lanjut Eysenk (dalam Wardani & Apollo, 2010) menyatakan bahwa penyesuaian sosial
sebagai suatu proses belajar, yaitu belajar memahami, mengerti, dan berusaha untuk
melakukan apa yang diinginkan oleh individu itu sendiri maupun lingkungannya.
Schneiders (dalam Hurlock, 2002) mengatakan penyesuaian sosial merupakan proses
mental dan tingkah laku yang mendorong seseorang untuk menyesuaikan diri dengan
keinginan yang berasal dari dalam diri sendiri yang dapat diterima oleh lingkungannya.
Penyesuaian sosial dapat berlangsung karena adanya dorongan manusia untuk memenuhi
kebutuhan.Pemenuhan kebutuhan ini adalah untuk mencapai keseimbangan antara tuntutan
sosial dengan harapan yang ada dalam dirinya.Dwijanti (1997) menyatakan bahwa pandangan
individu terhadap dirinya berpeluang besar terhadap perkembangan dirinya secara menyeluruh
terutama pada penyesuaian sosialnya.
Penyesuaian sosial menurut Schneiders (1964) adalah kemampuan individu untuk
bereaksi secara sehat dan efektif terhadap hubungan, situasi dan kenyataan sosial yang ada
sehingga dapat mencapai kehidupan sosial yang menyenangkan dan memuaskan. Akibat
langsung dari penyesuaian sosial adalah adanya penerimaan masyarakat yang akan
memunculkan perasaan berharga, berarti dan dibutuhkan oleh masyarakat.Untuk diterima oleh
4
masyarakat, maka individu perlu menunjukkan sikap dan tingkah laku yang baik yang sesuai
dengan harapan lingkungan di sekitarnya.
Bukan hal yang mudah bagi mahasiswa ketika berada di lingkungan yang baru.
Individu yang mengalami peralihan dari masa sekolah menengah atas ke perguruan tinggi
akan dihadapkan pada lingkungan yang baru. Dalam hal ini lingkungan sosial yang semakin
luas dan proses belajar yang berbeda dengan tahap sebelumnya.
A. Rumusan Masalah
Adakah hubungan antara konsep diri dengan kemampuan penyesuaian sosial pada
mahasiswa Papua angkatan 2015 di UKSW?
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konsep diri dengan
penyesuaian sosial mahasiswa Papua di Salatiga.
C. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat:
1. Teoritis
Manfaat dalam penelitian ini dalam pengembangan ilmu di bidang psikologi sosial
mengenai penyesuaian sosial dan salah satu faktor yang bisa mempengaruhi proses
penyesuaian sosial tersebut, dan pada psikologi kepribadian mengenai pentingnya
membangun konsep diri yang positif.
2. Praktis
a. Memberi informasi kepada pendamping mahasiswa Papua di Salatiga mengenai
pentingnya membangun konsep diri yang positif untuk membantu mahasiswa
Papua dalam proses penyesuaian sosialnya.
b. Memberi gambaran konsep diri yang dimiliki mahasiswa Papua di kotaSalatiga
sehingga dapat dilakukan penanganan lebih lanjut untuk mengatasi
permasalahan dalam penyesuaian sosialnya.
5
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penyesuaian Sosial
1. Definisi Penyesuaian Sosial
Schneiders (1964) mengungkapkan penyesuaian diri adalah kemampuan
atau kapasitas individu untuk bereaksi secara efektif terhadap kenyataan, situasi dan
hubungan sosial untuk mencapai kehidupan sosial yang memuaskan.Penyesuaian
diri mempunyai ciri-ciri tertentu yaitu adanya motif yang melatarbelakangi
munculnya perilaku, ada rintangan dari lingkungan yang menghambat, respon yang
muncul pada masing-masing individu bervariasi dan berakhir dengan penemuan
suatu pemecahan. Dalam arti yang lebih sempit ditekankan pada penyesuaian diri
sebagai proses melibatkan respon mental dan perilaku manusia dalam usahanya
mengatasi dorongan-dorongan dari dalam diri agar diperoleh kesesuaian antar
tuntutan dari dalam dan dari lingkungan. Ini berarti bahwa penyesuaian diri
merupakan suatu proses yang dinamis dan bukan kondisi yang statis.
Hurlock (1999) menjelaskan bahwa penyesuaian sosial diartikan sebagai
keberhasilan individu untuk menyesuaikan diri terhadap orang lain pada umumnya
dan terhadap kelompok pada khususnya. Menurut Eysenck, dkk dalam Anantasri,
(1997) penyesuaian sosial merupakan proses individu atau suatu kelompok
mencapai keseimbangan sosial dalam arti tidak mengalami konflik dengan
lingkungan, dengan demikian individu mampu menyesuaikan diri dengan
lingkungan sosial.
Dari berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa yangdimaksud
penyesuaian sosial adalah kemampuan atau kapasitas individu untuk bereaksi secara
efektif terhadap kenyataan, situasi dan hubungan sosial untuk mencapai kehidupan
sosial yang memuaskan. Dalam melakukan penyesuaian sosial, seorang individu
akan menjalin hubungan dengan lingkungan masyarakat yang merupakan sifat dan
kebutuhan manusia.
6
2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyesuaian Sosial
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian sosial erat kaitannya
dengan penyesuaian diri karena penyesuaian sosial merupakan bagian dari
penyesuaian diri. Schneiders (1964) mengelompokan faktor-faktor yang
mempengaruhi penyesuaian diri sebagai berikut:
a. Physical condition (kondisi jasmaniah) meliputi:
1. Pengaruh pembawaan dan struktur jasmaniah.
Beberapa ciri kepribadian memiliki hubungan dengan struktur jasmaniah
yang lebih banyak dipengaruhi oleh faktor pembawaan, dapat diwariskan
secara genetis terutama dengan perantara temperamen.
2. Kesehatan dan kondisi jasmaniah
3. Kualitas penyesuaian diri yang baik dapat diperoleh dan dipelihara dalam
kondisi kesehatan jasmani yang sehat. Orang yang memiliki penyakit
jasmani kemungkinan memiliki kurang percaya diri, perasaan rendah diri,
ketergantungan dan perasaan ingin diperhatikan oleh orang lain. Namun
tidak semua orang yang memiliki penyakit jasmani tidak dapat
menyesuaikan diri dengan baik.
b. Development and maturation (perkembangan dan kematangan)
Perkembangan dan kematangan mempunyai hubungan yang erat dengan
proses penyesuaian diri, dalam arti bahwa proses penyesuaian diri itu akan
banyak tergantung pada tingkat perkembangan dan kematangan yang dicapai.
Dalam proses perkembangan, respon anak berkembang dari respon yang
bersifat instingtif menjadi respon yang diperoleh melalui belajar dan
pengalaman. Dengan bertambahnya usia, anak juga matang untuk melakukan
respon, proses ini menentukan pola-pola penyesuaian sosial.
c. Psychological condition (kondisi psikologis)
Banyak sekali faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi penyesuaian
diri.Diantaranya adalah faktor pengalaman, frustasi, konflik, iklim psikologis
dan lain-lain. Proses belajar merupakan suatu dasar yang fundamental dalam
penyesuaian diri, karena melalui proses belajar ini akan berkembang pola-pola
respon yang akan membentuk kepribadian.
7
d. Environmental condition (kondisi lingkungan)
1. Pengaruh rumah dan keluarga. Lingkungan rumah dan keluarga merupakan
faktor lingkungan yang paling besar pengaruhnya terhadap penyesuaian
diri individu. Hal ini karena keluarga merupakan lingkungan pertama dan
utama dalam kehidupan individu.
2. Pengaruh masyarakat. Lingkungan masyarakat merupakan tempat individu
bergerak, bergaul dan melakukan peran sosial. Sehingga individu sedikit
banyak akan terpengaruh oleh lingkungan sekitar. Pengaruh masyarakat
merupakan kondisi-kondisi yang menentukan proses dan pola-pola
penyesuaian diri.
3. Pengaruh sekolah. Sekolah mempunyai peran yang penting dalam
menentukan pola penyesuaian seseorang, karena sekolah mempunyai peran
sebagi medium untuk mempengaruhi kehidupan intelektual, sosial, dan
moral siswa sehingga individu diharapkan mampu mengembangkan
kemampuan menyesuaikan diri.
e. Culture and religion (budaya dan agama)
1. Faktor budaya.
Faktor kebudayaan mempunyai pengaruh terhadap pembentukan watak
dan tingkah laku individu yang diperoleh melalui media pendidikan dalam
keluarga, sekolah, dan masyarakat secara bertahap dipengaruhi oleh faktor-
faktor kebudayaan. Budaya yang sehat dalam suatu lingkungan masyarakat
akan memberikan pengaruh yang baik kepada anggota masyarakat, begitu
pula sebaliknya budaya yang tidak sehat akan mempengaruhi perilaku
anggota yang ada di lingkungan tersebut.
2. Pengaruh Agama
Agama merupakan sumber nilai, kepercayaan, dan polapola tingkah laku
yang akan memberikan arti, tujuan, dan kestabilan hidup kepada umat
manusia. Agama memberikan suasana psikologis Universitas Sumatera
Utara tertentu dalam mengurangi konflik, frustasi dan ketegangan lainnya
kemudian memberikan suasana tenang dan damai.
8
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor penyesuaian sosial
dapat dipengaruhi oleh faktor dalam diri individu tersebut dan juga dari luar diri
individu.
3. Aspek-aspek Penyesuaian Sosial,
Lebih lanjut disebutkan bahwa ada beberapa aspek penting yang menjadi penentu
keberhasilan individu dalam penyesuaian sosial di lingkungannya, yaitu :
1. Recognition yaitu menghormati dan menerima hak-hak orang lain yang berbeda
dengan dirinya, untuk menghindari terjadinya konflik sosial. Schneiders
mengatakan bahwa ketika kita menghargai dan menghormati orang lain maka
orang lain akan berbuat hal yang sama pada kita sehingga, hubungan sosial
antar individu dapat terjalin dengan sehat dan harmonis.
2. Participation yaitu melibatkan diri dalam berelasi. Setiap individu harus dapat
mengembangkan dan memelihara persahabatan. Seseorang yang tidak mampu
membangun relasi dengan orang lain dan lebih menutup diri dari relasi sosial,
akan menghasilkan penyesuaian sosial yang buruk. Individu tersebut tidak
memiliki ketertarikan untuk berpartisipasi dengan aktivitas di lingkungannya
serta tidak mampu untuk mengekspresikan diri mereka sendiri.
3. Social approval yaitu minat dan simpati terhadap kesejahteraan orang lain.
Individu dapat peka dengan masalah dan kesulitan orang lain di sekelilingnya
serta bersedia membantu meringankan masalahnya.
4. Altruisme yaitu memiliki sifat rendah hati dan tidak egois. Rasa saling
membantu dan mementingkan oranglain. Bentuk dari sifat-sifat tersebut
memiliki rasa kemanusiaan, rendah hati dan kejujuran.
5. Conformity yaitu menghormati dan menaati nilai-nilai integritas hukum, tradisi
dan kebiasaan. Adanya kesadaran untuk mematuhi dan menghormati
peeraturan serta tradisi yang berlaku di lingkungan, maka individu tersebut
dapat diterima di lingkungannya.
Menurut uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa penyesuaian sosial
dapat dikatakan baik apabila individu mampu menciptakan relasi yang sehat dengan
orang lain, memperhatikan kesejahteraan dengan oranglain, mengembangkan
9
persahabatan, berperan aktif dalam kegiatan sosial serta menghargai nilai-nilai yang
berlaku di masyarakat.
B. Konsep Diri
1. Pengertian Konsep Diri
Stuart dan Sundeen (dalam Keliat, 1992) menyatakan bahwa konsep diri
adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu
tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain.
Hal ini temasuk persepsi individu akan sifat dan kemampuannya, interaksi dengan
orang lain dan lingkungan, nilai-nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan objek,
tujuan serta keinginannya.
Hal ini sejalan dengan istilah looking glass self yang dikemukakan oleh
Cooley (Baumeister, 1999), yaitu ketika individu memandang dirinya berdasarkan
interpretasi dari pandangan orang lain terhadap dirinya. Dalam hal ini interaksi yang
terjadi antara individu dengan lingkungannya akan menjadi cermin bagi individu
tersebut untuk menginterpretasikan dirinya sendiri. Beberapa hal yang menjadi
sumber konsep diri seseorang antara lain adalah orang tua, teman sebaya,
masyarakat serta proses pembelajaran (Calhoun dan Accocela, 1990). Informasi
yang diperoleh individu dari sumber tersebut adalah berupa penilaian atas dirinya,
baik penilaian positif maupun pernilaian negatif.
Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Hurlock mengenai pengertian
konsep diri. Hurlock (1990) menyatakan bahwa konsep diri adalah gambaran yang
dimiliki orang tentang dirinya. Konsep diri ini merupakan gabungan dari keyakinan
yang dimiliki orang tentang diri mereka, antara lain karakter fisik, psikologis, sosial
dan emosional, aspirasi dan prestasi. Semua konsep diri mencakup citra fisik dan
psikologis diri.
Dalam teori Rogers (Burn, 1993) menyatakan bahwa konsep diri adalah organisasi
dari persepsi-persepsi diri.Konsep diri menjadi penentu (determinant) yang paling
penting dari respons terhadap lingkungannya.
Konsep diri merupakan kesadaran seseorang mengenai siapa
dirinya.Menurut Deaux, Dane, dan Wrightsman (dalam Sarwono dan Meinarno,
10
2011), konsep diri adalah sekumpulan keyakinan dan perasaan seseorang mengenai
dirinya.Keyakinan seseorang mengenai dirinya bisa berkaitan dengan bakat, minat,
kemampuan, penampilan fisik, dan lain sebagainya. Orang pun kemudian memiliki
perasaan terhadap keyakinan mengenai dirinya tersebut, apakah ia merasa positif
atau negatif, bangga atau tidak bangga, dan senang atau tidak senang dengan
dirinya.
Konsep diri pada dasarnya merupakan suatu skema, yaitu pengetahuan yang
terorganisasi mengenai sesuatu yang digunakan untuk menginterpretasikan
pengalaman. Dengan demikian, konsep diri adalah skema diri (self-schema), yaitu
pengetahuan tentang diri yang memengaruhi cara seseorang mengolah informasi
dan mengambil tindakan (Vaughan & Hogg, 2002) (dalam Sarwono dan Meinarno,
2011).
Menurut Santrock, konsep diri merupakan evaluasi terhadap domain yang
spesifik dari diri. Remaja dapat membuat evaluasi diri terhadap berbagai domain
dalam hidupnya, antara lain akademik, atletik, penampilan fisik, dan
sebagainya.Dapat disimpulkan bahwa rasa percaya diri merupakan evaluasi diri
yang menyeluruh, konsep diri lebih kepada evaluasi terhadap domain yang spesifik
(2003).
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep diri adalah pandangan,
keyakinan, dan perasaan individu mengenai dirinya pada segi psikologis, sosial dan
emosional, dan fisik.
2. Konsep Diri Positif
Brooks dan Emmert (dalam Rakhmat, 1986) mengungkapkan tanda-tanda
orang yang memiliki konsep diri positif. Berikut ini ciri-ciri orang yang memiliki
konsep diri positif:
a. Yakin akan kemampuannya mengatasi masalah
b. Merasa setara dengan orang lain
c. Menerima pujian tanpa rasa malu
d. Menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan
perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat
11
e. Mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek
kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha mengubahnya.
Konsep diri positif menurut Hurlock (1990) memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Mengembangkan sifat kepercayaan diri dan harga diri
b. Kemampuan untuk melihat dirinya secara realistis
c. Dapat menilai hubungan dengan orang lain secara tepat dan ini menumbuhkan
penyesuaian sosial yang baik
D.E Hamachek (dalam Rakhmat, 1986) menyebutkan karakteristik orang yang
memiliki konsep diri positif, yaitu:
a. Meyakini betul nilai-nilai dan prinsip-prinsip tertentu serta bersedia
mempertahankannya, walaupun menghadapi pendapat kelompok yang kuat.
b. Mampu bertindak berdasarkan penilaian yang baik tanpa merasa bersalah
yang berlebih-lebihan, atau menyesali tindakannya jika orang lain tidak
menyetujui tindakannya.
c. Tidak menghabiskan waktu yang tidak perlu untuk mencemaskan apa yang
akan terjadi besok, apa yang telah terjadi waktu yang lalu, dan apa yang
sedang terjadi waktu sekarang.
d. Memiliki keyakinan pada kemampuannya untuk mengatasi persoalan, bahkan
ketika ia menghadapi kegagalan atau kemunduran.
e. Merasa sama dengan orang lain, sebagai manusia tidak tinggi atau rendah,
walaupun terdapat perbedaan dalam kemampuan tertentu, latar belakang
keluarga, atau sikap orang lain terhadapnya.
f. Sanggup menerima dirinya sebagai orang yang penting dan bernilai bagi
orang lain, paling tidak bagi orang-orang yang ia pilih sebagai sahabatnya.
g. Dapat menerima pujian tanpa berpura-pura rendah hati, dan menerima
penghargaan tanpa merasa bersalah.
h. Cenderung menolak usaha orang lain untuk mendominasinya.
i. Sanggup mengaku kepada orang lain bahwa ia mampu merasakan berbagai
dorongan dan keinginan, dari perasaan marah sampai cinta, dari sedih sampai
bahagia, dari kekecewaan yang mendalam sampai kepuasan yang mendalam
pula.
12
j. Mampu menikmati dirinya secara utuh dalam berbagai kegiatan yang meliputi
pekerjaan, permainan, ungkapan diri yang kreatif, persahabatan, atau sekedar
mengisi waktu.
k. Peka pada kebutuhan orang lain, pada kebiasaan sosial yang telah diterima,
dan terutama sekali pada gagasan bahwa ia tidak bisa bersenang-senang
dengan mengorbankan orang lain.
Kesimpulan ciri-ciri konsep diri positif mengacu pada teori yang
diungkapkan oleh Brooks dan Emmert dalam Rakhmat, antara lain adanya
keyakinan akan kemampuannya mengatasi masalah, merasa setara dengan orang
lain, menerima pujian tanpa rasa malu, sadar bahwa tidak semua perasaan,
keinginan, dan perilaku bisa disetujui masyarakat, dan mampu mengungkapkan
kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha memperbaikinya. Ciri-ciri
tersebut diambil dari pendapat Brooks dan Emmert dalam Rakhmat (1986) karena
penyampaiannya ringkas namun mampu memberi gambaran konsep diri positif
secara jelas dan aplikatif.
C. Mahasiswa Papua Di Salatiga
Mahasiswa rata-rata berusia 18 tahun sampai 21 tahun sehingga dapat
digolongkan dalam tahap remaja akhir. Dalam tahap remaja akhir, terjadi proses
penyempurnaan pertumbuhan fisik dan perkembangan aspek-aspek psikis yang telah
dimulai sejak masa-masa sebelumnya. Ciri-ciri khas masa remaja akhir menurut Mappiare
(1982) adalah sebagai berikut:
1. Stabilitas mulai timbul dan meningkat
Stabilitas mengandung pengertian bahwa mereka relatif tetap atau mantap dan tidak
mudah berubah pendirian akibat adanya rayuan atau propaganda.Akibat positif dari
keadaan ini adalah remaja akhir lebih “well adjusted”, lebih dapat mengadakan
penyesuaian-penyesuaian dalam banyak aspek kehidupannya dibandingkan dengan
masa-masa sebelumnya.
2. Citra diri dan sikap pandangan yang lebih realistis
Remaja akhir mulai menilai dirinya sebagaimana adanya, menghargai miliknya,
keluarganya, orang-orang lain seperti keadaan sesungguhnya.Akibat positif dari
13
keadaan remaja akhir seperti itu adalah timbulnya perasaan puas, menjauhkan
mereka dari rasa kecewa.Perasaan puas itu merupakan prasyarat penting mencapai
kebahagiaan bagi remaja.
3. Menghadapi masalahnya secara lebih matang
Kematangan itu ditunjukkan dengan usaha pemecahan masalah-masalah yang
dihadapi;baik dengan cara sendiri-sendiri maupun dengan diskusi-diskusi dengan
teman-temansebaya mereka. Langkah-langkah pemecahan masalah itu
mengarahkan remaja akhir padatingkah laku yang lebih “well adjusted”, lebih dapat
menyesuaikan diri dalam banyaksituasi lingkungan dan situasi perasaan-perasaan
sendiri.
Individu yang berada pada tahap masa remaja akhir diharapkan telah memenuhi
ketiga ciri di atas.Tak terkecuali mahasiswa Papua yang sedang berada pada tahap
tersebut.Mahasiswa Papua diharapkan memiliki stabilitas, pribadi yang mantap dan tidak
mudah berubah-ubah pendiriannya. Selain itu juga mahasiswa Papua diharapkan telah
mampu menilai dirinya secara realistis atau sebagaimana adanya dan mampu menerima
keadaan dirinya sehingga ia merasa tidak berkecil hati dan memiliki kepercayaan diri.
Mahasiswa Papua juga diharapkan mampu menghadapi dan memecahkan masalahnya
dengan caranya sendiri sehingga membantunya ketika menghadapi masalah dalam proses
penyesuaian sosialnya.
Remaja dihadapkan pada tugas-tugas perkembangan yang harus dilalui sebagai
persiapan memasuki tugas perkembangan tahap berikutnya. Havighurst (dalam
Fuhrmann, 1986) menyebutkan tugas-tugas perkembangan individu pada fase remaja
antara lain sebagai berikut:
1. Membentuk hubungan baru dan lebih dewasa dengan teman sebaya dari kedua jenis
kelamin.
2. Mencapai peran sosial secara maskulin atau feminin sesuai jenis kelaminnya.
3. Menerima kondisi fisik dan menggunakannya secara efektif.
4. Membentuk keinginan dan tingkah laku bertanggung jawab secara sosial.
Mappiare (1982) mengungkapkan bahwa perkembangan sosial remaja akhir saling
berhubungan dengan perkembangan pribadi dan moralnya.Pandangan remaja terhadap
masyarakat dan kehidupan bersama dalam masyarakat, banyak dipengaruhi oleh kuat atau
14
tidaknya pribadi, citra diri dan rasa percaya diri.Remaja yang memiliki penilaian diri
kurang dan hal itu tidak diterimanya, maka remaja akhir ini sering memproyeksikan
penolakkan diri itu pada keadaan atau tatanan masyarakatnya.
Dalam Mappiare (1982), hal-hal penting dalam perkembangan pribadi, sosial, dan moral
remaja akhir yang perlu mendapat perhatian adalah:
1. Masa remaja akhir merupakan masa yang kritis bagi pembentukan kepribadiannya.
Kritis disebabkan karena sikap, kebiasaan, dan pola perlakuan sedang dimapankan,
dan ada atau tidak adanya kemapanan itu menjadi penentu apakah remaja yang
bersangkutan dapat menjadi dewasa dalam artian memiliki keutuhan atau tidak.
2. Penerimaan dan penghargaan secara baik orang-orang sekitar terhadap diri remaja,
mendasari adanya pribadi yang sehat, citra diri positif dan adanya rasa percaya diri
remaja. Demikian pula, pribadi sehat, citra diri positif dan rasa percaya diri yang
mantap bagi remaja menimbulkan pandangan (persepsi) positif terhadap
masyarakatnya sehingga remaja lebih berpartisipasi dalam kehidupan sosial
3. Kemampuan mengenal diri sendiri disertai dengan adanya usaha memperoleh citra
diri yang stabil, mencegah timbulnya tingkah laku yang over kompensasi ataupun
proyeksi, sekaligus dapat menanamkan moral positif dalam diri remaja akhir.
Mahasiswa adalah salah satu golongan dari lapisan dewasa dan masa remaja, yang
oleh sesuatu hal memperoleh kesempatan untuk lebih menyelami lapangan hidupnya
melalui perguruan tinggi.Untuk menjadi mahasiswa harus melalui berbagai penyaringan
yang bertingkat-tingkat sejak dari sekolah dasar, sekolah menengah, dan waktu memasuki
perguruan tinggi itu sendiri.Mereka memiliki kemampuan yang cukup dalam bidang-
bidang pengetahuan yang dipelajarinya. Dalam perkembangan kepribadiannya, masih
memerlukan penambahan isi, baik secara ilmiah sebagai pengetahuan yang akan
dimilikinya maupun sebagai bimbingan dalam persiapan menyempurnakan
perkembangan pribadinya. Dalam kehidupan kemahasiswaan terdapat persoalan-
persoalan yang meminta kemasakan untuk menyesuaikan diri (Meichati, 1983).Dapat
disimpulkan mahasiswa adalah salah satu golongan dari lapisan masa remaja yang
memperoleh kesempatan untuk menyelami lapangan hidupnya melalui perguruan tinggi.
Mahasiswa Papua merupakan mahasiswa dengan latar belakang budaya Papua.
Masyarakat Papua pada umumnya merupakan masyarakat yang terikat oleh kultur budaya
15
alami. Kehidupan mereka sangat nikmat dengan alam (naturalistik) dan belum banyak
mengenal ilmu pengetahuan dan teknologi.Kebanyakan orang Papua hanya
mengandalkan kebun yang mereka miliki. Menurut Yermias Ignatius Degei dalam Narasi
Sejarah Sosial Papua (2011), mereka hanya memikirkan bagaimana cara hidup hari ini,
tanpa memikirkan bagaimana masa depan anak cucu mereka. Masyarakat Papua hidup
dengan mengandalkan tenaga yang mereka miliki.Sebagian besar dari mereka belum
menyadari bahwa yang mereka butuhkan saat ini bukan hanya tenaga secara fisik saja,
tetapi juga tenaga yang terampil dan mempunyai banyak keahlian (Narasi oleh Degei,
2011).
Adanya fenomena dinamis masyarakat Papua yang ingin terus mengembangkan
diri dan berubah merupakan bagian dari kultur Papua yang kental rasa kesukuannya.
Sayangnya keinginan berubah dan mengembangkan diri ini berkembang menjadi tidak
terkendali.Pembalasan dendam melalui perang suku dinilai sebagai tindakan heroisme
yang bertujuan mencari keseimbangan sosial.Hal ini secara tak sadar membentuk diri
mahasiswa Papua yang memiliki karakter yang keras serta hidup sesuai dengan adat
istiadat Papua.
Berbeda dengan masyarakat di kota Salatiga yang hidup berlandaskan budaya
Jawa. Bagi orang Jawa, keselarasan sosial atau keharmonisan merupakan sebuah
rangkaian besar agar terjadinya kesejahteraan hidup bersama.Terdapat dua nilai yang
sangat dijunjung tinggi oleh masyarakat Jawa.Nilai tersebut adalah rukun dan rasa
hormat.Pertama, nilai rukun.Mayarakat Jawa memegang teguh bahwa rukun merupakan
sebuah kondisi untuk mempertahankan kondisi masyarakat yang harmonis, tentram,
aman, dan tanpa perselisihan.Setiap pribadi dituntut memiliki sebuah sikap yang sering
disebut nrimo dalam setiap masyarakat Jawa.Dalam artian setiap individu harus punya
sikap pasrah terhadap sebuah kekuatan yang lebih tinggi, menyadari bahwa hidupnya
adalah bagian dari masyarakat luas.Kedua, rasa hormat. Nilai ini berkaitan erat dalam
hubungannya dengan orang lain, dengan kata lain mencakup relasi sosial. Prinsip hormat
berhubungan erat dengan masyarakat yang teratur secara hirarkis (diambil dari google
dengan judul Kebudayaan Masyarakat Jawa).
16
Tampak bahwa ada perbedaan antara lingkungan tempat asal mahasiswa Papua dengan
lingkungan di Salatiga.Adanya perbedaan tersebut mengharuskan mahasiswa Papua untuk
melakukan penyesuaian terhadap lingkungan di Salatiga.
D. Hubungan Konsep Diri dengan Penyesuaian SosialMahasiswa Papua di Salatiga
Gambaran yang dimiliki orang tentang dirinya disebut konsep diri (Hurlock,
1990).Gambaran atau penilaian diri ini dapat mempengaruhi individu dalam berinteraksi
dengan lingkungan sosialnya. Hurlock menjelaskan bahwa individu dengan penilaian
positif akan menyukai dan menerima keadaan dirinya sehingga akan mengembangkan
rasa percaya diri, harga diri, serta dapat melakukan interaksi sosial secara tepat. Pendapat
dari Brooks dan Emmert dalam Rakhmat (1986) mengungkapkan bahwa individu yang
memiliki konsep diri positif dapat terlihat dari keyakinannya akan kemampuan mengatasi
masalah, merasa setara dengan orang lain, menerima pujian tanpa rasa malu, sadar bahwa
perasaan, pikiran dan perilaku tiap orang tidak seluruhnya disetujui masyarakat, serta
mampu mengungkapkan aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha
mengubahnya. Ketika individu memiliki ciri-ciri tersebut, maka individu cenderung
tampil lebih aktif dan terbuka dalam hubungan sosial dengan orang lain karena adanya
perasaan setara dengan orang lain, bisa menerima bahwa tidak semua perilaku yang
dilakukan dapat disetujui masyarakat, serta berusaha mengubah diri menjadi individu
yang lebih baik. Relasi sosial yang luas akan menjadikan individu mampu mengerti dan
melakukan apa yang diharapkan oleh lingkungan sehingga memudahkannya untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Sebaliknya, individu yang memiliki
penilaian diri yang negatif dan hal itu tidak bisa diterimanya maka individu akan
memproyeksikan penolakan diri pada keadaan atau lingkungan sosialnya sehingga
individu sulit melakukan penyesuaian sosial (Mappiare, 1982).
Terdapat perbedaan fisik antara mahasiswa Papua dan masyarakat di
lingkungannya yang baru di Salatiga.Hal ini diakibatkan karena adanya perbedaan etnis
antara keduanya.Mahasiswa Papua memiliki ciri-ciri khusus dengan rambut keriting, kulit
gelap, serta wajah yang khas sangat mudah dikenali dan terlihat jelas perbedaannya
dengan masyarakat di Salatiga.Perbedaan ini dapat membentuk konsep diri mahasiswa
Papua.Entah konsep diri positif ataupun negatif tergantung bagaimana reaksi mahasiswa
17
Papua terhadap perbedaan tersebut. Jika ia menerima keadaan dirinya dan memiliki
pandangan yang positif terhadap dirinya maka ia akan lebih percaya diri dan berani
tampil aktif di lingkungan sosialnya. Hal ini memudahkannya untuk melakukan proses
penyesuaian diri terhadap lingkungan sosialnya. Sedangkan jika mahasiswa Papua
memiliki pandangan yang negatif, merasa tidak setara dengan orang lain, dan tidak bisa
menerima keadaan dirinya maka ia akan cenderung menutup diri dari orang lain sehingga
mengalami kesulitan dalam proses penyesuaian sosialnya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa persepsi seseorang terhadap
dirinya yang disebut sebagai konsep diri dapat mempengaruhi kehidupan sosial individu
tersebut.Individu yang memiliki konsep diri yang positif dapat membantu individu untuk
berhasil dalam melakukan penyesuaian sosial.Sedangkan individu yang memiliki konsep
diri negatif dapat menyulitkan individu dalam penyesuaian sosialnya.
E. Hipotesis
H0 : Tidak ada hubungan antara konsep diri dengan kemampuan penyesuaian sosial pada
mahasiswa Papuadi Salatiga.
H1 : Ada hubungan antara konsep diri dengan kemampuan penyesuaian sosial pada
mahasiswa Papuadi Salatiga.
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitan Yang Digunakan
Peneliti menggunakan metode penelitian kuantitatif.Penelitian dengan pendekatan
kuantitatif menekankan analisisnya pada data-data numerikal (angka) yang diolah dengan
metode statistika. Dengan metode kuantitatif akan diperoleh signifikansi perbedaan
kelompok atau signifikansi hubungan antar variabel yang diteliti (Azwar, 2009, h. 5).
B. Identifikasi Variabel
Variabel adalah konsep mengenai atribut atau sifat yang terdapat pada subyek
penelitian yang dapat bervariasi secara kuantitatif ataupun secara kualitatif (Azwar,
2009). Variabel yang akan dilibatkan dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel, yaitu:
18
1. Variabel Tergantung : Penyesuaian Sosial
2. Variabel Bebas : Konsep Diri
C. Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional adalah suatu definisi mengenai variabel yang dirumuskan
berdasarkan karakteristik-karakteristik variabel tersebut yang dapat diamati (Azwar,
2009). Adapun definisi operasional dari variabel-variabel penelitian ini adalah:
1. Penyesuaian Sosial Mahasiswa Papua di Salatiga
Penyesuaian sosial mahasiswa Papua di Salatiga adalah proses mahasiswa Papua
dalam bereaksi secara sehat dan efektif terhadap lingkungan sosialnya, baik orang
yang dikenal maupun orang yang tidak dikenalnya sehingga dapat mencapai
kehidupan sosial yang menyenangkan dan memuaskan.Baik buruknya penyesuaian
sosial mahasiswa Papua di Salatiga dapat diukur dengan menggunakan skala
penyesuaian sosial. Skala penyesuaian sosial ini disusun berdasarkan ciri-ciri
penyesuaian sosial yang baik:
a. Mengadakan relasi yang sehat terhadap masyarakat
b. Bereaksi secara efektif dan harmonis terhadap kenyataan sosial
c. Menghargai dan menjalankan hukum tertulis maupun tidak tertulis
d. Menghargai orang lain mengenai hak-haknya dan pribadinya
e. Bergaul dengan orang lain dalam bentuk persahabatan
f. Simpati terhadap kesejahteraan orang lain berupa memberi pertolongan pada
orang lain dan bersikap jujur
Semakin tinggi skor yang diperoleh semakin baik tingkat penyesuaian sosialnya,
sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh semakin buruk tingkat penyesuaian
sosialnya.
2. Konsep Diri
Konsep diri adalah pandangan, keyakinan, dan perasaan individu mengenai
dirinya pada segi psikologis, sosial dan emosional, dan fisik.Positif negatif konsep
diri dapat diukur dengan skala konsep diri. Penyusunan skala konsep diri didasarkan
19
pada ciri-ciri konsep diri positif: yakin akan kemampuannya mengatasi masalah,
merasa setara dengan orang lain, menerima pujian tanpa rasa malu, menikmati
dirinya secara utuh dalam berbagai kegiatan, dan mampu memperbaiki dirinya.
Semakin tinggi skor yang diperoleh semakin positif konsep diri, sebaliknya semakin
rendah skor yang diperoleh semakin negatif konsep diri.
D. Subyek Penelitian
Azwar (2009) mendefinisikan populasi sebagai kelompok subyek yang hendak
dikenai generalisasi hasil penelitian. Sebagai suatu populasi, kelompok subyek ini harus
memiliki ciri-ciri atau karakteristik-karakteristik bersama yang membedakannya dari
kelompok subyek lain. Pada penelitian ini, populasinya adalah mahasiswa Papua
angkatan 2015 di Salatiga.Penelitimenggunakan teknik Sampling Jenuh.Menurut
Sugiyono (2001) sampling jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota
populasi digunakan sebagai sampel. Jadi peneliti mengambil semua populasi mahasiswa
Papua angkatan 2015 di UKSW sebagai sampel penelitian yang berjumlah 80 mahasiswa.
E. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh data dalam
penelitian ini adalah metode skala.Penelitian ini menggunakan dua skala yaitu skala
penyesuaian sosial dan skala konsep diri.
1. Skala Penyesuaian Sosial
Dalam penelitian ini, skala penyesuaian sosial mahasiswa Papua terdiri dari
36 item yang mencakup enam ciri penyesuaian sosial positif, yaitu mengadakan
relasi yang sehat terhadap masyarakat, bereaksi secara efektif dan harmonis
terhadap kenyataan sosial, menghargai dan menjalankan hukum tertulis maupun
tidak tertulis, menghargai orang lain mengenai hak-hak dan pribadinya, bergaul
dengan orang lain dalam bentuk persahabatan, simpati terhadap kesejahteraan orang
lain berupa perilaku menolong dan jujur.
20
Tabel 1
Blue Print Skala Penyesuaian Sosial Mahasiswa Papua
No. Aspek Pernyataan
Jumlah F UF
1. Mengadakan relasi yang sehat terhadap
masyarakat
3 3 6
2. Bereaksi secara efektif dan harmonis terhadap
kenyataan sosial
3 3 6
3. Menghargai dan menjalankan hukum tertulis
maupun tidak tertulis
3 3 6
4. Menghargai orang lain mengenai hak-hak dan
pribadinya
3 3 6
5. Bergaul dengan orang lain dalam bentuk
persahabatan
3 3 6
6. Simpati terhadap kesejahteraan orang lain
berupa perilaku menolong dan jujur
3 3 6
Total 18 18 36
Penyajian skala penyesuaian sosial mahasiswa Papua diberikan dalam
bentuk pilihan jawaban.Seluruh item dalam skala ini terdiri dari dua jenis yaitu item
yang mendukung pernyataan (favourable) dan item yang tidak mendukung
pernyataan (unfavourable).Pilihan jawaban dalam setiap item terdiri dari empat
macam yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), Sangat Tidak
Sesuai (STS). Untuk item yang mendukung pernyataan (favourable), subyek akan
memperoleh skor 4 untuk jawaban Sangat Sesuai (SS), skor 3 untuk jawaban Sesuai
(S), skor 2 untuk jawaban Tidak Sesuai (TS), dan skor 1 untuk jawaban Sangat
Tidak Sesuai (STS). Sedangkan untuk item yang tidak mendukung pernyataan
(Unfavourable), subyek akan memperoleh skor 4 untuk jawaban Sangat Tidak
Sesuai (STS), skor 3 untuk jawaban Tidak Sesuai (TS), skor 2 untuk jawaban
Sesuai (S), dan skor 1 untuk jawaban Sangat Sesuai (SS).
21
2. Skala Konsep Diri
Skala konsep diri terdiri dari ciri-ciri konsep diri positif yaitu: yakin akan
kemampuannya mengatasi masalah, merasa setara dengan orang lain, menerima
pujian tanpa rasa malu, menikmati dirinya secara utuh dalam berbagai kegiatan,
mampu memperbaiki dirinya.
Tabel 2
Blue Print Skala Konsep Diri
Penyajian skala konsep diri diberikan dalam bentuk pilihan jawaban.Seluruh
item dalam skala ini terdiri dari dua jenis item yang mendukung pernyataan
(favourable) dan item yang tidak mendukung pernyataan (unfavourable).Pilihan
jawaban dalam setiap item terdiri dari empat macam yaitu Sangat Sesuai (SS),
Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Untuk item yang
mendukung pernyataan (favourable), subyek akan memperoleh skor 4 untuk
jawaban Sangat Sesuai (SS), skor 3 untuk jawaban Sesuai (S), skor 2 untuk jawaban
Tidak Sesuai (TS), skor 1 untuk jawaban Sangat Tidak Sesuai (STS). Sedangkan
untuk item yang tidak mendukung pernyataan (unfavourable), subyek akan
memperoleh skor 4 untuk jawaban Sangat Tidak Sesuai (STS), skor 3 untuk
jawaban Tidak Sesuai (TS), skor 2 untuk jawaban Sesuai (S), dan skor 1 untuk
jawaban Sangat Sesuai (SS).
No. Aspek Pernyataan
Jumlah F UF
1. Yakin akan kemampuannya mengatasi masalah 3 3 6
2. Merasa setara dengan orang lain 3 3 6
3. Menerima pujian tanpa rasa malu 3 3 6
4. Menikmati dirinya secara utuh dalam berbagai
kegiatan
3 3 6
5. Mampu memperbaiki dirinya 3 3 6
Total 15 15 30
22
F. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur
1. Validitas Alat ukur
Validitas adalah sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur
dalam melakukan fungsi ukurnya.Suatu alat ukur dikatakan valid bila alat ukur
tersebut mampu mencapai tujuan pengukuran yang dikehendaki dengan tepat
(Azwar, 2004, h. 7).Validitas alat ukur dalam penelitian ini diukur dengan teknik
korelasi Product Moment, yaitu mengkorelasikan skor item dengan skor
total.Adapun hasil perhitungan koefisien korelasi antar item dengan skor total akan
mengakibatkan over estimate terhadap korelasi yang sebenarnya. Untuk itu, perlu
dilakukan koreksi dengan menggunakan rumus part whole.
2. Reliabilitas
Reliabilitas alat ukur adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat
dipercaya (Azwar, 2010, h.4).Pengujian reliabilitas skala dalam penelitian ini
menggunakan teknik perhitungan reliabilitas koefisien Alpha Cronbach.
G. Metode Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis statistic.Teknik
analisis yang digunakan adalah teknik analisis Product Moment dari KarlPearson yang
bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel yaitu konsep diri dan
penyesuaian sosial.Dalam penelitian ini, analisis data akan dilakukan dengan bantuan
program khusus komputer statistik yaitu SPSS version 16.0 for windows.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Orientasi Kancah
Penelitian ini dilakukan di lingkungan tempat tinggal subjek mahasiswa Papua
angkatan 2015 baik laki-laki maupun perempuan yang bertempat tinggal di sekitar daerah
Cemara, Kemiri, Asrama FIK dan Turen. Peneliti dibantu oleh beberapa rekan mahasiswa
Papua untuk menyebarkan angket kepada mahasiswa-mahasiswa Papua yang tergabung
dalam komunitas-komunitas mahasiswa Papua yang berada di S
23
B. Persiapan Penelitian
1. Penyusunan Alat Ukur
a. Skala Penyesuaian Sosial
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala penyesuaian
sosial dengan empat pilihan jawaban yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S),
Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Pemilihan jawaban tersebut
dipakai untuk menjawab pernyataan yang ada di angket dan yang sesuai dengan
kondisi masing-masing dari subjek.Penyusunan skala penyesuaian sosial
didasarkan pada ciri-ciri penyesuaian sosial yang positif yaitu mengadakan
relasi yang sehat, bereaksi secara efektif dan harmonis terhadap kenyataan
sosial, menghargai dan menjalankan hukum tertulis mapun tidak tertulis,
menghargai orang lain mengenai hak-hak dan pribadinya, bergaul dengan orang
lain dalam bentuk persahabatan, serta simpati terhadap kesejahteraan orang lain
berupa perilaku menolong dan jujur.
b. Skala Konsep Diri
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala konsep diri
dengan empat pilihan jawaban yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak
Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Pemilihan jawaban tersebut
dipakai untuk menjawab pernyataan yang ada di angket dan yang sesuai dengan
kondisi masing-masing dari subjek tersebut.Penyusunan skala konsep diri
didasarkan pada ciri-ciri konsep diri positif yaitu yakin akan kemampuannya
mengatasi masalah, merasa setara dengan orang lain, menerima pujian tanpa
rasa malu, menikmati dirinya secara utuh dalam berbagai kegiatan, serta
mampu memperbaiki dirinya
2. Tahap Perijinan Penelitian
Sebelum pelaksanaan penelitian, peneliti meminta ijin terlebih dahulu
kepada pihak Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana dan atas
persetujuan dari dosen pembimbing yang kemudian mengeluarkan surat ijin
penelitian pada tanggal 23 Mei 2016.
24
3. Pelaksanaan Penelitian
Pengambilan data dilakukan pada tanggal 24Mei 2016.Peneliti mendatangi
beberapa kost dan kontrakan yang dihuni oleh mahasiswa Papua dan menitipkan
kepada salah satu teman. Skala yang dibagikan berjumlah 80 skala di sejumlah
tempat tinggal subjek, namun pada saat hari pengambilan yang sesuai dengan waktu
yang sudah ditentukan yaitu 2 hari terhitung pada saat mulai dibagikannya
kuisioner, peneliti hanya mendapatkan 50 skala yang kembali dan
terisi.Pelaksanaan penelitian dilakukan hanya sekali melakukan penyebaran skala
karena menggunakan metode try out terpakai. Metode try out terpakai merupakan
metode yang menjadikan data yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya menjadi
data hasil penelitian. Kelebihan try out terpakai adalah adanya efisiensi waktu,
biaya, dan tenaga dalam pelaksanaan penelitian. Salah satu kelemahan metode ini
karena peneliti tidak bersama mendampingi subjek saat subjek menerima dan
mengisi angket yang menyebabkan 30 angket gugur dalam arti tidak kembali pada
peneliti.
C. Hasil Uji Seleksi Item dan Reliabilitas
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan program SPSS 16.0.
Pengujian validitas menggunakan rumus uji korelasi Product Moment dari Karl
Pearson.Pengkorelasian dilakukan dengan menggunakan teknik Part Whole.Setelah
diketahui validitasnya, maka item-item yang valid ditabulasi ulang untuk kemudian dicari
reliabilitasnya dengan menggunakan Alpha Cronbach.
1. Skala Penyesuaian Sosial
Item pada skala penyesuaian sosial berjumlah 36 item, melalui perhitungan
statistik terdapat 9 item gugur dan 27 item valid. Koefisien validitas berkisar antara
-0,049sampai 0,490. Pengujian skala penyesuaian sosial dilakukan atas item yang
valid. Hasil uji reliabilitas skala penyesuaian sosial adalah 0,784 artinya skala
penyesuaian sosial dapat diandalkan atau reliabel.Sebaran item valid dan item gugur
dapat dilihat pada tabel3.
25
Tabel 3
Tabel Sebaran Nomor Item Skala Penyesuaian Sosial
Aspek Favourable Unfavourable Jumlah
Mengadakan relasi yang sehat 1*, 2, 26 11, 12, 13 6
Bereaksi secara efektif dan harmonis
terhadap kenyataan sosial 3, 4, 14 15*, 16*, 17* 6
Menghargai dan menjalankan hukum
tertulis mapun tidak tertulis 5, 6, 18* 21*, 22, 23 6
Menghargai orang lain mengenai
hak-hak dan pribadinya 27, 28, 29 32, 34, 35* 6
Bergaul dengan orang lain dalam
bentuk persahabatan 7, 8, 24 19*, 20, 25 6
Simpati terhadap kesejahteraan orang
lain berupa perilaku menolong dan
jujur
9, 10, 36* 30, 31, 33 6
TOTAL 18 18 36
Keterangan : * = Item gugur
2. Skala Konsep Diri
Item pada skala konsep diri berjumlah 30 item, melalui perhitungan statistik
terdapat 7 item gugur dan 23 item valid. Koefisien validitas berkisar antara 0,030
sampai 0,675. Pengujian skala konsep diri dilakukan atas item yang valid. Hasil uji
reliabilitas skala konsep diri adalah 0,815 artinya skala konsep diri dapat diandalkan
atau reliabel.Sebaran item valid dan item gugur dapat dilihat pada tabel4.
Tabel 4
Tabel Sebaran Nomor Item Skala Konsep Diri
Aspek Favourable Unfavourable Jumlah
Yakin akan kemampuannya mengatasi
masalah
1, 2*, 3 10, 12, 15 6
26
Merasa setara dengan orang lain 4, 5, 6* 18*, 19, 20 6
Menerima pujian tanpa rasa malu 7*, 8*, 9* 22, 23, 24 6
Menikmati dirinya secara utuh dalam
berbagai kegiatan
11, 13, 14 21, 30*, 27 6
Mampu memperbaiki dirinya 17, 26, 29 16, 25, 28 6
Jumlah 15 15 30
Keterangan : * = Item Gugur
Uji Deskriptif Statistika
1. Variabel Penyesuaian Sosial
Tabel 1.1
Kategorisasi Pengukuran Skala Penyesuaian Sosial
Interval Kategori Mean f Persentase
101.25 ≤ x ≤108 Sangat Tinggi 1 2%
74.25 ≤ x
27
bahwa mahasiswa Papua angkatan 2015 di UKSW memiliki penyesuaian sosial
yang tinggi.
2. Variabel Konsep Diri
Tabel1.2
Kategorisasi Pengukuran Skala Konsep Diri
Keterangan: x = konsep diri
Berdasarkan Tabel 1.2 di atas, dapat dilihat bahwa tidak ada subjek subjek
memiliki skor penyesuaian diri yang berada pada kategori sangat rendah dengan
persentase 0%.8subjek memiliki skor penyesuaian diri yang berada pada kategori
rendah dengan persentase 16%, 41 subjek memiliki skor penyesuaian diri yang
berada pada kategori tinggi dengan persentase 82%, dan 1 subjek memiliki skor
penyesuaian diri pada kategori sangat tinggi dengan persentase 2%. Berdasarkan
rata-rata sebesar 71.08, dapat dikatakan bahwa rata-rata konsep diri berada pada
kategori tinggi. Skor yang diperoleh subjek bergerak dari skor minimum sebesar 51
sampai dengan skor maksimum sebesar 86dengan standard deviasi 7.365.
Berdasarkan uraian data di atas, dapat dikatakan bahwa mahasiswa Papua angkatan
2015 di UKSW memiliki konsep diri yang tinggi.
D. Uji Asumsi
Uji asumsi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah uji normalitas sebaran
variabel penelitian dan uji linearitas hubungan variabel bebas dengan variabel tergantung
Interval Kategori Mean f Persentase
86.25 ≤ x ≤92 Sangat Tinggi 1 2%
63.25 ≤ x
28
yang dilakukan dengan menggunakan program Statistical Packages for Social Sciences
for Windows Release 16.0.
1. Uji Normalitas
Pada skala penyesuaian sosial diperoleh nilai K-S-Z sebesar 0,855 dengan
probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 0,458 (p>0,05), sehingga dapat dikatakan
bahwa data pada skala penyesuaian sosial memiliki distribusi yang normal..
Sedangkan, pada skor konsep diri memiliki nilai K-S-Z sebesar 0,638dengan
probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 0,810 (p>0,05), sehingga dapat dikatakan
bahwa data pada skala konsep diri memiliki distribusi yang normal, dapat dilihat
pada tabel 1.1
Tabel 1.1
2. Uji Linearitas
Hasil uji linearitas diperoleh nilai Fbeda sebesar 1.914dengan sig.= 0,060
(p>0,05) yang menunjukkan variabel penyesuaian sosial dengan konsep diri adalah
linear, dapat dilihat pada tabel 1.2
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
P.S K.D
N 50 50
Normal Parametersa Mean 85.02 71.08
Std. Deviation 7.266 7.365
Most Extreme
Differences
Absolute .121 .090
Positive .121 .090
Negative -.090 -.058
Kolmogorov-Smirnov Z .855 .638
Asymp. Sig. (2-tailed) .458 .810
a. Test distribution is Normal.
29
3. Uji Korelasi
Karena kedua data pada skala berdistribusi normal dan kedua variabel tidak
linear, maka perhitungan korelasi menggunakan uji parametrik, yaitu uji korelasi
Pearson, dapat dilihat pada Tabel 1.3 berikut:
Tabel 1.3
Hasil Uji Korelasi antara Penyesuaian Sosial Dengan Konsep Diri
Berdasarkan hasil perhitungan uji korelasi diperoleh koefisien korelasi
antara penyesuaian sosial dengan konsep diri sebesar 0,510 dengan sig. = 0,000 (p <
0.05) yang berarti ada hubungan yang positif signifikan antara dukungansosial
dengan penyesuaian diri.
E. Pembahasan
Berdasarkan penelitian mengenai hubungan antara konsep diri dengan
penyesuaian sosial pada mahasiswa Papua angkatan 2015 di UKSW, didapatkan hasil
bahwa terdapat hubungan yang positif signifikan antara konsep diri dengan penyesuaian
Tabel 1.2
ANOVA Table
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
P.S * K.D Between Groups (Combined) 1769.230 26 68.047 1.914 .060
Within Groups 817.750 23 35.554
Total 2586.980 49
Correlations
P.S K.D
P.S Pearson Correlation 1 .510**
Sig. (1-tailed) .000
N 50 50
K.D Pearson Correlation .510** 1
Sig. (1-tailed) .000
N 50 50
**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).
30
sosial. Berdasarkan hasil uji perhitungan korelasi, keduanya memiliki r = 0,510 dengan
sig. = 0,000(p < 0,05) yang berarti kedua variabel yaitu konsep diri dengan penyesuaian
sosial memiliki hubungan yang positif signifikan. Dengan kata lain, semakin tinggikonsep
diri, maka semakin tinggi penyesuaian sosial atau sebaliknya. Hasil penelitian ini
mendukung hasil penelitian Wima Bin Ary, dkk (2009, h. 8) mengenai hubungan konsep
diri dengan penyesuaian sosial siswa akselerasi di SMP Negeri 2 dan SMP PL Domenico
Savio Semarang bahwa ada hubungan positif antara konsep diri dan penyesuaian sosial.
Hasil yang diperoleh sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa penyesuaian sosial
dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah konsep diri (Haryadi, 1995, h.
110). Hal ini dikemukakan oleh Hurlock bahwa individu dengan penilaian positif akan
menyukai dan menerima keadaan dirinya sehingga akan mengembangkan rasa percaya
diri, harga diri, serta dapat melakukan interaksi sosial secara tepat. Dalam Hurlock
(1990), konsep diri mencakup citra fisik dan psikologis diri. Citra fisik diri berkaitan
dengan penampilan fisik, daya tariknya, dan kesesuaian atau ketidaksesuaian dengan jenis
kelaminnya.Sedangkan citra psikologis diri didasarkan atas pikiran, perasaan, dan
emosi.Citra ini terdiri atas kualitas dan kemampuan yang mempengaruhi penyesuaian
pada kehidupan, sifat-sifat seperti keberanian, kejujuran, kemandirian, dan kepercayaan
diri serta berbagai jenis aspirasi dan kemampuan.
Pandangan remaja terhadap masyarakat dan kehidupan bersama dalam
masyarakat, banyak dipengaruhi oleh kuat atau tidaknya pribadi, citra diri dan rasa
percaya diri.Remaja yang memiliki penilaian diri kurang dan hal itu tidak diterimanya,
maka remaja ini sering memproyeksikan penolakan diri pada keadaan atau tatanan
masyarakatnya (Mappiare, 1982, h. 91).Dalam teori Rogers (Burn, 1993, h. 48)
menyatakan bahwa konsep diri adalah organisasi dari persepsi-persepsi diri.Konsep diri
menjadi penentu (determinant) yang paling penting dari respons terhadap lingkungannya.
Dari uraian di atas, penulis dapat mengatakan bahwa semakin tinggikonsep diri
yang ada pada diri mahasiswa, maka semakin tinggi penyesuaian sosial yang dialami,
sehingga dapat meningkatkan kualitas kehidupan mahasiswa.Hal tersebut dikarenakan
mahasiswa Papua angkatan 2015 Universitas Kristen Satya Wacana memiliki tingkat
konsep diri yang tinggi, sehingga menyebabkan terjadinya penyesuaian sosial yang tinggi
pula.Hal ini terlihat dari hasil kajian penelitian di atas, bahwa antara konsep diri dengan
31
penyesuaian sosial memiliki hubungan yang positif signifikan. Berdasarkan hasil analisis
deskriptif dalam penelitian ini, diperoleh data bahwa konsep diri sebesar 82% yang
berada pada kategori tinggi, dengan skor tertinggi adalah 41 dan skor terendah adalah 1.
Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa papua 2015 di UKSW memiliki
tingkat konsep diri yang tinggi. Pada penyesuaian sosial, data sebesar 94% yang berada
pada kategori tinggi, dengan skor tertinggi adalah 47 dan skor terendah adalah 1. Hal
tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa mahasiswa Papua 2015 di
UKSW memiliki tingkat penyesuaian sosial yang tinggi.
Banyak faktor yang menyebabkan tinggi rendahnya penyesuaian sosial,hasil yang
diperoleh sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa penyesuaian sosial dipengaruhi
oleh beberapa faktor, salah satunya adalah konsep diri (Haryadi, 1995, h. 110).Jika dilihat
sumbangan efektif yang diberikan konsep diri terhadap penyesuaian sosial, Konsep diri
memberikan sumbangan efektif (SE) terhadap penyesuaian sosial sebesar 26. 1% sisanya
sebesar 73,9% untuk faktor-faktor penyesuaian sosial yang lain seperti motif, persepsi,
sikap, inteligensi dan minat, kepribadian, keluarga, kondisi sekolah, kelompok sebaya,
prasangka sosial, serta hukum dan norma sosial.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep diri memberikan
kontribusi terhadap penyesuaian sosial sehingga nampak jelas bahwa konsep diri
memiliki hubungan positif dengan penyesuaian sosial.
KESIMPULAN DAN SARAN-SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan uraian yang telah dipaparkan, maka dapat
disimpulkan bahwa konsep diri memberikan kontribusi terhadap penyesuaian sosial,
sehingga nampak jelas bahwa konsep dirimemiliki hubungan positif signifikandengan
penyesuaian sosial yang ditunjukan dengan r sebesar 0,510 yang berarti semakin tinggi
konsep diri, semakin tinggi penyesuaian sosial.
32
B. Saran - Saran
1. Bagi Mahasiswa Papua
Mahasiswa Papua tetap mempertahankan dan meningkatkan konsep diri
positif dengan cara mengikuti atau berpartisipasi dalam seminar-seminar
pengembangan konsep diri sehingga individu semakin terlatih untukmeyakinkan
bahwa ia mampu menyelesaikan masalahnya, merasa setara dengan orang lain,
menerima pujian tanpa rasa malu, menerima dirinya secara utuh, serta mampu
memperbaiki hal yang negatif dari dirinya.
2. Bagi Komunitas-komunitas Mahasiswa Papua
Mengadakan pelatihan atau pengembangan kepribadian untuk membantu
anggota komunitas atau mahasiswa Papua dalam membangun konsep diri yang
positif sehingga mahasiswa Papua tidak merasa berbeda dengan lingkungan
sosialnya di kota Salatiga terkhusus di Universitas Kristen Satya Wacana serta
membantu mahasiswa Papua dalam proses penyesuaian sosialnya.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Peneliti selanjutnya diharapkan meneliti lebih lanjut aspek-aspek lain yang
berpengaruh terhadap penyesuaian sosial seperti motif, persepsi, sikap, inteligensi
dan minat, kepribadian, keluarga, kondisi sekolah, kelompok sebaya, prasangka
sosial, serta hukum dan norma sosial.
33
DAFTAR PUSTAKA
Agustiani, H. (2002). Perkembangan remaja menurut pendekatan ekologi serta hubungannya
dengan konsep diri dan penyesuaian diri terhadap remaja.Jurnal Psikologi UNPAD,
9,(1) 13-29.
Ary, W.B., dkk. (2009).Hubungan konsep diri dengan penyesuaian sosial siswa kelas
akselerasi diSMP Negeri 2 dan SMP PL Domenico Savio Semarang.Gifted
Review.Jurnal keberbakatan dan kreativitas, 3(1).
Azwar, Saifuddin. (2004). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset
Azwar, Saifuddin. (2009). Metode penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Azwar, Saifuddin. (2010). Reliabilitas dan validitas.Edisi 3. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Burn, R.B. (1993).Konsep diri, teori, pengukuran, perkembangan dan perilaku. Jakarta:
Penerbit Arcan
Degei, Y.I. (2011). Narasi sejarah sosial Papua.Editor: I Ngurah Suryawan. Malang: Intrans
Publishing
Fuhrmann, B.S. (1986). Adolescence, adolescents. Canada: Little, Brown and Company
Hariyadi, S., Hendrarno,E., Deliana, S.M., dkk. (1995). Perkembangan peserta didik.
Semarang: IKIP Semarang Press
Hartanti & Dwijanti, J. (1997). Hubungan antara konsep diri dan kecemasan menghadapi
masa depan dengan penyesuaian sosial anak-anak madura. Anima, XII,(46), 145-161
Hurlock, E.B. (1990). Perkembangan anak Jilid 2. Jakarta: Erlangga
Hurlock, E. B. (2002). Psikologi perkembangan: suatu pendekatan sepanjang rentang
kehidupan. Jakarta: Erlangga.
Mappiare, A. (1982). Psikologi remaja. Surabaya: Usaha Nasional
Meichati, S. (1974).Mental hygiene dan kelainan mental. Yogyakarta: PT Gunung Agung
Meichati, S. (1983).Kesehatan mental. Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi
UGM
Nurdin.(2009). Pengaruh kecerdasan emosional terhadap penyesuaian sosial siswa di sekolah.
Jurnal Administrasi Pendidikan, IX (1) April 2009
Rakhmat, J. (1986). Psikologi komunikasi. Bandung: Penerbit Karya CV
34
Santrock, John W. (2003). Perkembangan remaja. Jakarta: Penerbit Erlangga
Sarwono, Sarlito W., Meinarno, Eko A. 2011. Psikologi sosial.Jakarta: Penerbit Salemba
Humanika
Schneiders, A.A. (1964). Personal adjustment and mental health. New York: Holt Rineheart
and Winston
Siswanto.(2007). Kesehatan mental.konsep, cakupan dan perkembangannya. Yogyakarta:
Penerbit Andi
Wardani, R., & Apollo.(2010). Hubungan antara kompetensi sosial dengan penyesuaian sosial
pada remaja.Jurnal Widya Warta, 34 (1), 93-95.