40
i SKIZOFRENIA PARANOID OLEH FITRAH RAMADHANIL 111001102 DEPARTEMEN PSIKIATRI FAKULTAS KEDOKTERAN

MAKALAH PSIKIATRI FITRAH.doc

Embed Size (px)

Citation preview

i

SKIZOFRENIA PARANOID

OLEH

FITRAH RAMADHANIL

111001102

DEPARTEMEN PSIKIATRI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA

UTARA

2015

SKIZOFRENIA PARANOID

Makalah dibuat untuk melengkapi persyaratan kepaniteraan

klinik dibagian Psikiatri FK UISU

Disusun oleh

Firah Ramadhanil

11001102

Nama Pembimbing

Dr.dr. Hj. Elmeida Effendy,M.Ked( Kj ), Sp. KJ ( K )

DEPARTEMEN PSIKIATRI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA

2015

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang

atas berkat dan rahmatNya telah memberikan kelapangan

waktu serta kesehatan bagi penulis sedemikian hingga penulis

dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini tepat pada

waktunya.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr.dr. Hj. Elmeida

Effendy,M.Ked ( Kj ), Sp. KJ, selaku supervisor dan

pembimbing makalah ini. Ucapan terima kasih juga penulis

sampaikan kepada para dokter di bagian Psikiatri FK UISU

yang telah memberikan masukan dan saran yang membangun

dalam penyusunan makalah ini.

Makalah ini disusun untuk melengkapi persyaratan

kepaniteraan klinik di bagian Psikiatri FK UISU. Judul yang

diangkat dalam makalah ini adalah Skizofrenia Paranoid.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari

sempurna. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati,

penulis mengharapkan saran dan masukan yang membangun

demi penempurnaan makalah ini di kemudian hari. Semoga

makalah ini dapat memberikan kontribusi dalam upaya

meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat Indonesia.

Medan, Oktober 2015

Penulis,

iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................ i

DAFTAR ISI .......................................................................................... ii

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................. 1

1.2 Tujuan Masalah ............................................................................... 4

BAB II. PEMBAHASAN

2.1 Definisi ........................................................................................... 5

2.2 Epidemiologi .................................................................................. 7

2.3 Etiologi ........................................................................................... 7

2.4 Manifestasi Klinis............................................................................ 9

2.5 Diagnosis ....................................................................................... 10

2.6 Diagnosis Banding ......................................................................... 11

2.7 Penatalaksanaan ........................................................................... 11

2.8 Prognosis ....................................................................................... 12

BAB III. PENUTUP ...............................................................................

14DAFTAR PUSTAKA

iv

1

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar Belakang MasalahMasalah kesehatan

jiwa di Indonesia merupakan masalah kesehatan masyarakat yang sangat

penting dan harus mendapat perhatian sungguh-sungguh dari seluruh

jajaran lintas sektor Pemerintah baik di tingkat Pusat maupun Daerah,

serta perhatian dari seluruh masyarakat.1Skizofrenia adalah gangguan

psikotik yang bersifat kronis atau kambuh ditandai dengan terdapatnya

perpecahan ( schism ) antara pikiran, emosi dan perilaku pasien yang

terkena. Perpecahan pada pasien digambarkan dengan adanya gejala

fundamental (atau primer) spesifik, yaitu gangguan pikiran yang ditandai

dengan gangguan asosiasi, khususnya kelonggaran asosiasi. Gejala

fundamental lainnya adalah gangguan afektif, autisme, dan ambivalensi.

Sedangkan gejala sekundernya adalah waham dan halusinasi.2Awalnya

pada tahun ( 1856 – 1926 ) skizofrenia di istilahkan oleh Kraepelin

sebagai sebagai demensia prekox, menurutnya pada penyakit ini terjadi

kemunduran intelegensia sebelum waktunya. Eugene bleuer merupakan

orang pertama yang menyatakan istilah skizofrenia karena nama ini yang

dengan tepat sekali menonjolkan gejala utama penyakit, yaitu terpecah

belahnya, adanya keretakan, atau disharmoni antara proses berfikir,

perasaan, dan perbuatan.Bluler membagi gejala skizofrenia menjadi 2

kelompok primer dan sekunder, yang termasuk gejala primer adalah

gangguan proses pikiran, gangguan emosi, gangguan kemauan, dan

otisme, yang termasuk gejala sekunder yaitu, waham, halusinasi, gejala

katatonik atau psikomotorik, dan lain – lain3 Prevalensi di seluruh dunia

diperkirakan skizofrenia terdapat 0,5 sampai 1 % dari selurh penduduk

dunia. Di amerika sendiri prevalensi skizofrenia diperkirakan 1

% .Indonesia diperkirakan terus meningkat. Hasil Riset Kesehatan Dasar

(Riskesdas) tahun 2013 prevalensi gangguan jiwa berat, seperti

schizophrenia adalah 1,7 per 1000 penduduk atau sekitar 400.000.Usia

episode pertama biasanya lebih muda antara laki-laki (sekitar 21 tahun)

dibandingkan perempuan (27 tahun). Orang dengan skizofrenia

menimbulkan risiko tinggi untuk bunuh diri. Sekitar sepertiga akan

2

mencoba bunuh diri dan, akhirnya, sekitar 1 dari 10 orang yang

meninggalkarena bunuh diri.

5

BAB IIPEMBAHASANDefinisi3,5

Gangguan-gangguan psikis yang sekarang dikenal sebagai

Skizofrenia, untuk pertama kalinya diidentifikasi sebagai “demence

precoce” atau gangguan mental dini oleh Benedict Muler (1809-1873),

seorang dokter kebangsaan Belgia pada tahun 1890. Konsep yang lebih

jelas dan sistematis diberikan oleh Emil Kraepelin (1856-1926), seorang

psikiatri jerman pada tahun 1893. Kraepelin menyebutnya dengann istilah

“dimentia praecox”. Menurut Kraepelin, dimentia praecox merupakan

proses penyakit yang disebabkan oleh penyakit tertentu dalam tubuh.

Dimentia praecox meliputi hilangnya kesatuan dalam pikiran, perasaan,

dan tingkah laku. Penyakit ini muncul pada usia muda dan ditandai oleh

kemampuan-kemampuan yang menurun yang akhirnya menjadi

disintegrasi kepribadian yang kompleks. Gambaran Kraepelin tentang

dimentia paecox ini meliputi pola-pola tingkah laku seperti delusi,

halusinasi, dan tingkah laku yang aneh.

Eugen Bleuler (1857-1939), seorang psikiater Swiss,

memperkenalkan istilah Skizofrenia. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani

schitos artinya terbelah, terpecah, dan prenyang artinya pikiran. Secara

harafiah, Skizofrenia berarti pikiran/jiwa yang terpecah/terbelah. Bleuler

lebih menekankan pola perilaku, yaitu tidak adanya integrasi otak yang

mempengaruhi pikiran, perasaan, dan afeksi. Dengann demikian tidak ada

kesesuaian antara pikiran dan emosi, antara persepsi terhadap kenyataan

yang sebenarnya.

PPDGJ III (Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa

di Indonesia III) menempatkan Skizofrenia pada kode F20. Skizofrenia

termasuk dalam kelompok psikosis fungsional. Psikosis fungsional

merupakan penyakit mental secara fungsional yang non-organis sifatnya,

hingga terjadi kepecahan kepribadian yang ditandai oleh desintegrasi

kepribadian dan maladjustment sosial yang berat, tidak mampu

mengadakan hubungan sosial dengann dunia luar, bahkan sering terputus

5

6

sama sekali dengan realitas hidup (lalu menjadi ketidakmampuan secara

sosial). Hilanglah rasa tanggung jawabnya dan terdapat gangguan pada

fungsi intelektualnya. Jika perilakunya tersebut menjadi begitu abnormal

dan irrasional, sehingga dianggap bisa membahayakan orang lain dan

dirinya sendiri, yang secara hukum disebut gila.

Skizofrenia adalah suatu deskripsi sindrom dengann variasi

penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu

bersifat kronis) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada

pertimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya. Pada umumnya

ditandai oleh penyimpangan yang foundamental dan karakteristik dari

pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) atau

tumpul (blunted). Kesadaran yang jernih dan kemampuan intelektual

biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat

berkembang kemudian.

Skizofrenia Paranoid merupakan gangguan psikotik yang merusak

yang dapat melibatkan gangguan yang khas dalam berpikir (delusi),

persepsi (halusinasi), pembicaraan, emosi dan perilaku.

2.1 Epidemiologi1,2,4

Insiden Skizofrenia secara umum berkisar antara 5-50/100.000

orang pertahun. Ditemukan pada 1% populasi di seluruh dunia tanpa

memandang sosioekonomi dan jenis kelamin. Onset Skizofrenia lebih

cepat pada laki-laki (15-25 tahun) dibanding perempuan (25-35 tahun).

Namun pada hakekatnya bisa terjadi pada hampir setiap tingkat usia, 10%

pada usia 20 tahun, 65% pada usia 20-40 tahun, 50% pada usia 30 tahun,

dan 25% pada usia diatas 40 tahun. Diperkirakan pula bahwa Skizofrenia

mengenai 33-50% pada individu tunawisma serta terjadi pada 50%

penyalahgunaan obat.

2.2 Etiologi2

7

Terdapat beberapa pendekatan yang dominan dalam menganalisa

penyebab Skizofrenia, yaitu pendekatan biologis (meliputi faktor genetik

dan faktor biokimia), dan pendekatan psikodinamik.

1. Pendekatan Biologis

a. Faktor Genetik

Semakin dekat hubungan genetis antara penderita Skizofrenia dan

anggota keluarganya,semakin besar kemungkinannya untuk terkena

Skizofrenia. Hal ini menunjukkan bahwa kecenderungan terkena

Skizofrenia dapat ditularkan secara genetis. Keluarga penderita

Skizofrenia tidak hanya terpengaruh secara genetis akan tetapi juga

melalui pengalaman sehari-hari. Orang tua yang menderita Skizofrenia

dapat sangat mengganggu perkembangan anaknya.

b. Faktor Biokimia

Hipotesis dopamine menyatakan bahwa Skizofrenia disebabkan

oleh terlalu banyaknya penerimaan dopamine dalam otak. Kelebihan ini

mungkin karena produksi neurotransmitter atau gangguan regulasi

mekanisme pengambilan kembali yang dengannnya dopamine kembali

dan disimpan oleh vesikel neuron parasimpatik. Kemungkinan lain

adalah adanya oversensitif reseptor dopamine atau terlalu banyaknya

respon dopamine.

c. Otak

Sekitar 20-35% penderita Skizofrenia mengalami beberapa bentuk

kerusakan otak.

2. Pendekatan Psikoanalisa

Menurut Freud struktur kepribadian terdiri atas 3 aspek yaitu id,

ego, dan super ego. Pertimbangan antara id dan super ego seringkali

tidak seimbang dan menimbulkan konflik. Apabila ego berfungsi

8

dengann baik, maka situasi konflik tersebut akan dapat

dikendalikannya atau diselesaikannya secara adekuat. Sementara jika

ego lemah, maka situasi konflik tersebut tidak akan dapat

diseleaikannya, dan akan timbul banyak konflik internal atau bahkan

konflik yang sifatnya sangat hebat, yang diekspresikan dalam bentuk

tingkah laku yang abnormal.

2.3 Manifestasi Klinis3

Gejala – gejala skizofrenia dapat dibagi menjadi dua mnurut Eugen

Bleuler menjadi gejala primer dan sekunder

A. Gejala primer

1. .Gejala proses pikiran ( bentuk, langkah dan isi pikiran ).

Pada skizofrenia inti gagguan memang pada proses pikiran

Kadang – kadang satu ide belum selesai diutarakan sudah timbul

satu ide lain.atau terdapat pemindahan maksud , umpama

maksudnya “ tani” tetapi dikatakan “sawah”. Tidak jarang juga

digunakan arti simbolik seperti dikatakan “ merah” bila

dimaksudkan “berani”, atau terdapat clang association karena

pikiran sering tidak mempunyai tujuan tertentu. Semua ini

menyebabkan bahwa jalan pikiran pada skizofrenia sukar atau

tidak dapat di ikuti atau dimngerti. Hal ini dinamakn inkoherensi.

Kadang kdang pikiran seakan – akan berhenti, tidak timbul ie lagi.

Keadaan ini dinamakan blocking, biasanya berlangsung beberapa

detik saja, kadang – kadang sampai beberapa hari.

2. Keadaan afek dan emosi

Gangguan ini pada skizofrenia berupa :

- Keadaan afek dam emosi “ emosional blunting” misalnya

penderita menjadi acuh tak acuh pada terhhadap hal yang

9

penting untuk dirinya, seperti pada keadaan dirinya sendiri , dan

keluarganya.

- Parathimi, apa yang seharusnya menimbulkan rasa senang dan

gembira, pada penderita menimbulkan rasa sedih atau marah

- Paramimi, penderita merasa senang dan gembira tetapi ia

menangis,

- Kadang – kadang emosi dan afekk serta expresinya tiidak

meempunyaii kesatuan, umpamanya sesudah membunuh

anaknya penderita menanigis berhari – hari tetapi mulutnya

tertawa. Semua ini merupakan gangguan afek dan emosi yang

khas untuk skizofrenia. Gangguan afek dan emosi lainnya

adalah :

- Emosi yang berlebihan seperti kelihatan dibuat – buat seperti

terlihat penderita sedang bermain sandiara

- Hilangnya kemampuan untuk mengadakan hubungan eemoi

yang baik “ emotional rapport” karena itu sering kita tidak dapat

merasakan perasaan penderita.

- Karena terpecahnya kepribadian, maka dua hal yang

berlawanan mungkin terdapat beersama – sama, umpamanya

mencintai dan membenci satu orang yang sama, atau menangis

dan tertawa tentang satu hal yang sama, ini dinamakan

ambivalensi pada afek.

-

3. Gangguan kemauan. Mereka tidak dapat mengambil keputusan,

tidak dapat bertindak dalam satu keadaan. Mereka selalu

memberikan alasan meskipun alasan tersebut tidak tepat,

umpamanya bila ditanyai mengapa tidak maju dengan pekerjaan

atau mengapa terus tidur saja. Mreka menganggap hal itu biasa

saja dan tidak perlu diterangkan.

10

Kadang – kadang penderita melamun berhari – hari lamanya

bahkan berbulan – bulan. Prilaku demikian erat hubungannya

dengan otisme dan stupor katatonik.

Negativisme : sikap atau perbuatan yang negativ atau beerlawanan

terhadap suatu permintaan.

Ambivalensi kemauan : menghendaki dua hal yang berlawanan

pada waktu yang bersamaan, umpamanya mau makan dan tidak

mau makan. Atau tangan di ulurkan untuk berjabat tangan tetapi

belum sampai tangannya sudah ditarik kembali. Jadi sebelum satu

perbuatan selesai sudah timbul dorongan yang berlawanan.

Otomatisme : penderita merasa kemauannya dipengaruhi oleh

orang lain ata tenaga dari luar, sehingga dia melakukan sesuatu

secara otomatis.

4. Gejala psikomotor, juga dinamakan gejala katatonik atau gangguan

perbuatan. Kelompk gejala ini oleh bleuler dimasukkan ke dalam

gejala skizofrenia sekunder sebab juga ditemukan pada penyakit

lain.

B. Gejala seknder

1. Waham. Pada skizofrenia waham sring tidak logis sama sekali

dan sangat bizar. Tapi penderita tidak menginsafi hal ini, dan

untuk dia wahamnya merupakan fakta dan tidak dapat dirubah

oleh siapapun. Sebaliknya iya tidak mengubah sikapnya yang

bertentangan, umpamanya penderita berwaham bahwa iya raja

2. Halusinasi timbul tanpa penurunan kesadaran, dan hal ini

merupakan suatu gejala yang hampir tidak dijumpai pada

keadaan lain. Paling sering pada skizofrenia adalah halusinasi

pendengaran.

2.4. Diagnosis5

11

Kriteria klinis Skizofrenia menurut PPDGJ III adalah sebagai berikut :

1. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan

biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam

atau kurang jelas) :

a. - Thought echo = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau

bergema dalam kepalanya (tidak keras) dan isi pikiran ulangan,

walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda, atau

- Thought insertion or withdrawal = isi pikiran yang asing dari luar

masuk kedalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil

keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (Withdrawal) dan

- Thought broadcasting = isi pikirannya tersiar keluar sehingga

orang lain atau umumnyamengetahuinya.

b. - Delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan oleh

suatu kekuatan tertentu dari luar atau

- Delusion of influence = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh

suatu kekuatantertentu dari luar atau

- Delusion of passivity = waham tentang dirinya tidak berdaya

dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang dirinya=

secara jelas ,merujuk ke pergerakan tubuh/anggota gerak atau

kepikiran, tindakan atau penginderaan khusus).

- Delusion perception = pengalaman inderawi yang tidak wajar,

yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik

dan mukjizat.

c. Halusional Auditorik

- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus

terhadap prilaku pasien.

- Mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri

(diantara berbagai suara yang berbicara atau

12

- Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian

tubuh.

d. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya

setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahi,

misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu atau

kekuatan dan kemampuan diatas manusia biasa (misalnya

mampu mengendalikan cuaca atau berkomunikasi dengan

mahluk asing atau dunia lain)

2. Atau paling sedikitnya dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada

secara jelas:

a. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila

disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang

setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun

disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang

menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-

minggu atau berbulan-bulan terus menerus.

b. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan

(interpolation) yang berakibat inkoherensia atau pembicaraan

yang tidak relevan atau neologisme.

c. Perilaku katatonik seperti keadaan gaduh gelisah (excitement),

posisi tubuh tertentu (posturing) atau fleksibilitas cerea,

negativisme, mutisme, dan stupor.

d. Gejala negatif seperti sikap apatis, bicara yang jarang dan

respons emosional yang menumpul tidak wajar, biasanya yang

mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan

menurunya kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa semua hal

tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neureptika.

13

3. Adapun gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung

selama kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk

setiap fase nonpsikotik prodromal);

4. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam

mutu keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku

pribadi (personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya

minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam

diri sendiri (self absorbed attitute), dan penarikan diri secara sosial.

Menurut PPDGJ III pedoman diagnostik untuk Skizofrenia Paranoid

F.20.0 adalah sebagai berikut :

Halusinasi dan/ waham arus menonjol

a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi

perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa

bunyi pluit (whistling), mendengung (humming), atau bunyi tawa

(laughing).

b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat

seksual , atau lain-lain perasaan tubuh, halusinasi visual

mungkin ada tetapi jarang menonjol.

c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham

dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of

influence) atau passivity (delussion of passivity), dan keyakinan

dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas.

Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta

gejala katatonik secara relatif tidak nyata/tidak menonjol.

2.3 Penatalaksanaan 2,3

. Penatalaksanaan

Terapi Somatik (Medikamentosa)

14

----Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia

disebut antipsikotik. Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi,

delusi dan perubahan pola fikir yang terjadi pada Skizofrenia.

Pasien mungkin dapat mencoba beberapa jenis antipsikotik

sebelum mendapatkan obat atau kombinasi obat antipsikotik

yang benar-benar cocok bagi pasien. Antipsikotik pertama

diperkenalkan 50 tahun yang lalu dan merupakan terapi obat-

obatan pertama yang efektif untuk mengobati Skizofrenia.

Terdapat 3 kategori obat antipsikotik yang dikenal saat ini, yaitu

: antipsikotik konvensional, newer atypical antipsycotics, dan

Clozaril (Clozapine).

a. Antipsikotik Konvensional

----Obat antipsikotik yang paling lama penggunannya disebut

antipsikotik konvensional.Walaupun sangat efektif, antipsikotik

konvensional sering menimbulkan efek samping yang serius.

Contoh obat antipsikotik konvensional antara lain :

1. Haldol (haloperidol) 5. Stelazine ( trifluoperazine)

2. Mellaril (thioridazine) 6. Thorazine ( chlorpromazine)

3. Navane (thiothixene) 7. Trilafon (perphenazine)

4. Prolixin (fluphenazine)

----Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh

antipsikotik konvensional, banyak ahli lebih merekomendasikan

penggunaan newer atypical antipsycotic.

----Ada 2 pengecualian (harus dengan antipsikotok

konvensional). Pertama, pada pasien yang sudah mengalami

perbaikan (kemajuan) yang pesat menggunakan antipsikotik

konvensional tanpa efek samping yang berarti. Biasanya para

15

ahli merekomendasikan untuk meneruskan pemakaian

antipskotik konvensional. Kedua, bila pasien mengalami

kesulitan minum pil secara reguler. Prolixin dan Haldol dapat

diberikan dalam jangka waktu yang lama (long acting) dengan

interval 2-4 minggu (disebut juga depot formulations). Dengan

depot formulation, obat dapat disimpan terlebih dahulu di dalam

tubuh lalu dilepaskan secara perlahan-lahan. Sistem depot

formulation ini tidak dapat digunakan pada newer atypic

antipsycotic.

b. Newer Atypcal Antipsycotic

----Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal

karena prinsip kerjanya berbeda, serta sedikit menimbulkan

efek samping bila dibandingkan dengan antipsikotik

konvensional.

Beberapa contoh newer atypical antipsycotic yang tersedia,

antara lain :

Risperdal (risperidone)

Seroquel (quetiapine)

Zyprexa (olanzopine)

Para ahli banyak merekomendasikan obat-obat ini untuk

menangani pasien-pasien dengan Skizofrenia.

c. Clozaril

----Clozaril mulai diperkenalkan tahun 1990, merupakan

antipsikotik atipikal yang pertama. Clozaril dapat membantu ±

25-50% pasien yang tidak merespon (berhasil) dengan

antipsikotik konvensional. Sangat disayangkan, Clozaril

memiliki efek samping yang jarang tapi sangat serius dimana

16

pada kasus-kasus yang jarang (1%), Clozaril dapat

menurunkan jumlah sel darah putih yang berguna untuk

melawan infeksi. Ini artinya, pasien yang mendapat Clozaril

harus memeriksakan kadar sel darah putihnya secara reguler.

Para ahli merekomendaskan penggunaan Clozaril bila paling

sedikit 2 dari obat antipsikotik yang lebih aman tidak berhasil.

Cara penggunaan

Pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek

primer (efek klinis) yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan

terutama pada efek samping sekunder.

Pemilihan jenis obat anti psikosis mempertimbangkan gejala

psikosis yang dominan dan efek samping obat. Pergantian obat

disesuaikan dengan dosis ekivalen.

Apabila obat anti psikosis tertentu tidak memberikan respon

klinis dalam dosis yang

sudah optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat

diganti dengan obat psikosis lain (sebaiknya dari golongan

yang tidak sama), dengan dosis ekivalennya dimana profil efek

samping belum tentu sama.

Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti psikosis

sebelumnya jenis obat antipsikosis tertentu yang sudah terbukti

efektif dan ditolerir dengan baik efek sampingnya, dapat dipilih

kembali untuk pemakaian sekarang

Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan:

o Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2-4 minggu

o Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2-6 jam

17

o Waktu paruh 12-24 jam (pemberian 1-2 kali perhari)

o Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi

dampak efek samping

(dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak

begitu mengganggu

kualitas hidup pasien

Mulai dosis awal dengan dosis anjuran dinaikkan setiap 2-3

hari sampai mencapai dosis efektif (mulai peredaan sindroma

psikosis) dievaluasi setiap 2 minggu dan bila perlu dinaikkan

dosis optimal dipertahankan sekitar 8-12 minggu (stabilisasi)

diturunkan setiap 2 minggu dosis maintanance dipertahankan 6

bulan sampai 2 tahun (diselingi drug holiday 1-2 hari/minggu)

tapering off (dosis diturunkan tiap 2-4 minggu) stop

Untuk pasien dengan serangan sindroma psikosis multi

episode terapi pemeliharaan dapat diberikan palong sedikit

selama 5 tahun.

Efek obat psikosis secara relatif berlangsung lama, sampai

beberapa hari setelah dosis terakhir yang masih mempunyai

efek klinis.

Pada umumnya pemberian obat psikosis sebaiknya

dipertahankan selama 3 bulan sampai 1 tahun setelah semua

gejala psikosis mereda sama sekali. Untuk psikosis reaktif

singkat penurunan obat secara bertahap setelah hilangnya

gejala dalam kurun waktu 2 minggu - 2bulan.

Obat antipsikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat yang

hebat walaupun diberikan dalam jangka waktu yang lama,

sehingga potensi ketergantungan obat kecil sekali.

18

Pada penghentian yang mendadak dapat timbul gejala

Cholinergic rebound yaitu:

gangguan lambung, mual muntah, diare, pusing, gemetar dan

lain-lain. Keadaan ini akan mereda dengan pemberian

anticholinergic agent (injeksi sulfas atrofin 0,25 mg IM dan

tablet trihexypenidil 3x2 mg/hari)

Obat anti pikosis long acting (perenteral) sangat berguna

untuk pasien yang tidak mau atau sulit teratur makan obat

ataupun yang tidak efektif terhadap medikasi oral. Dosis dimulai

dengan 0,5 cc setiap 2 minggu pada bulan pertama baru

ditingkatkan menjadi 1 cc setap bulan. Pambarian anti psikosis

long acting hanya untuk terapi stabilisasi danpemeliharaan

terhadap kasus skizofrenia.

Penggunaan CPZ (Chlorpromazine) injeksi sering

menimbulkan hipotensi ortostatik pada waktu peubahan posisi

tubuh (efek alpha adrenergik blokade). Tindakan mengatasinya

dengan injeksi noradrenalin (effortil IM)

----

Pemilihan Obat untuk Episode (Serangan) Pertama

----Newer atypical antipsycoic merupakan terapi pilihan untuk

penderita Skizofrenia episode pertama karena efek samping

yang ditimbulkan minimal dan resiko untuk terkena tardive

dyskinesia lebih rendah.

----Biasanya obat antipsikotik membutuhkan waktu beberapa

saat untuk mulai bekerja. Sebelum diputuskan pemberian salah

satu obat gagal dan diganti dengan obat lain, para ahli

biasanya akan mencoba memberikan obat selama 6 minggu (2

kali lebih lama pada Clozaril)

19

Pemilihan Obat untuk keadaan relaps (kambuh)

----Biasanya timbul bila penderita berhenti minum obat, untuk

itu, sangat penting untuk mengetahui alasan mengapa

penderita berhenti minum obat. Terkadang penderita berhenti

minum obat karena efek samping yang ditimbulkan oleh obat

tersebut. Apabila hal ini terjadi, dokter dapat menurunkan dosis

menambah obat untuk efek sampingnya, atau mengganti

dengan obat lain yang efek sampingnya lebih rendah.

----Apabila penderita berhenti minum obat karena alasan lain,

dokter dapat mengganti obat oral dengan injeksi yang bersifat

long acting, diberikan tiap 2- 4 minggu. Pemberian obat dengan

injeksi lebih simpel dalam penerapannya.

----Terkadang pasien dapat kambuh walaupun sudah

mengkonsumsi obat sesuai anjuran. Hal ini merupakan alasan

yang tepat untuk menggantinya dengan obat obatan yang lain,

misalnya antipsikotik konvensonal dapat diganti dengan newer

atipycal antipsycotic atau newer atipycal antipsycotic diganti

dengan antipsikotik atipikal lainnya. Clozapine dapat menjadi

cadangan yang dapat bekerja bila terapi dengan obat-obatan

diatas gagal.

Pengobatan Selama fase Penyembuhan

----Sangat penting bagi pasien untuk tetap mendapat

pengobatan walaupun setelah sembuh. Penelitian terbaru

menunjukkan 4 dari 5 pasien yang berhenti minum obat setelah

episode petama Skizofrenia dapat kambuh. Para ahli

merekomendasikan pasien-pasien Skizofrenia episode pertama

tetap mendapat obat antipskotik selama 12-24 bulan sebelum

mencoba menurunkan dosisnya. Pasien yang menderita

Skizofrenia lebih dari satu episode, atau balum sembuh total

20

pada episode pertama membutuhkan pengobatan yang lebih

lama. Perlu diingat, bahwa penghentian pengobatan

merupakan penyebab tersering kekambuhan dan makin

beratnya penyakit.

Efek Samping Obat-obat Antipsikotik

----Karena penderita Skizofrenia memakan obat dalam jangka

waktu yang lama, sangat penting untuk menghindari dan

mengatur efek samping yang timbul. Mungkin masalah terbesar

dan tersering bagi penderita yang menggunakan antipsikotik

konvensional gangguan (kekakuan) pergerakan otot-otot yang

disebut juga Efek samping Ekstra Piramidal (EEP). Dalam hal

ini pergerakan menjadi lebih lambat dan kaku, sehingga agar

tidak kaku penderita harus bergerak (berjalan) setiap waktu,

dan akhirnya mereka tidak dapat beristirahat. Efek samping lain

yang dapat timbul adalah tremor pada tangan dan kaki.

Kadang-kadang dokter dapat memberikan obat antikolinergik

(biasanya benztropine) bersamaan dengan obat antipsikotik

untuk mencegah atau mengobati efek samping ini.

----Efek samping lain yang dapat timbul adalah tardive

dyskinesia dimana terjadi pergerakan mulut yang tidak dapat

dikontrol, protruding tongue, dan facial grimace. Kemungkinan

terjadinya efek samping ini dapat dikurangi dengan

menggunakan dosis efektif terendah dari obat antipsikotik.

Apabila penderita yang menggunakan antipsikotik konvensional

mengalami tardive dyskinesia, dokter biasanya akan mengganti

antipsikotik konvensional dengan antipsikotik atipikal.

----Obat-obat untuk Skizofrenia juga dapat menyebabkan

gangguan fungsi seksual, sehingga banyak penderita yang

menghentikan sendiri pemakaian obat-obatan tersebut. Untuk

21

mengatasinya biasanya dokter akan menggunakan dosis efektif

terendah atau mengganti dengan newer atypical antipsycotic

yang efek sampingnya lebih sedikit.

----Peningkatan berat badan juga sering terjadi pada penderita

Sikzofrenia yang memakan obat. Hal ini sering terjadi pada

penderita yang menggunakan antipsikotik atipikal. Diet dan olah

raga dapat membantu mengatasi masalah ini.

----Efek samping lain yang jarang terjadi adalah neuroleptic

malignant syndrome, dimana timbul derajat kaku dan termor

yang sangat berat yang juga dapat menimbulkan komplikasi

berupa demam, penyakit-penyakit lain. Gejala-gejala ini

membutuhkan penanganan yang segera.

Terapi Psikososial

a. Terapi perilaku

----Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan

ketrampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial,

kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis, dan

komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif adalah didorong

dengan pujian atau hadiah yang dapat ditebus untuk hal-hal

yang diharapkan, seperti hak istimewa dan pas jalan di rumah

sakit. Dengan demikian, frekuensi perilaku maladaptif atau

menyimpang seperti berbicara lantang, berbicara sendirian di

masyarakat, dan postur tubuh aneh dapat diturunkan.

b. Terapi berorintasi-keluarga

----Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia

seringkali dipulangkan dalam keadaan remisi parsial, dimana

pasien skizofrenia kembali seringkali mendapatkan manfaat

dari terapi keluarga yang singkat namun intensif (setiap hari).

22

Setelah periode pemulangan segera, topik penting yang

dibahas didalam terapi keluarga adalah proses pemulihan,

khususnya lama dan kecepatannya. Seringkali, anggota

keluarga, didalam cara yang jelas mendorong sanak

saudaranya yang terkena skizofrenia untuk melakukan aktivitas

teratur terlalu cepat. Rencana yang terlalu optimistik tersebut

berasal dari ketidaktahuan tentang sifat skizofrenia dan dari

penyangkalan tentang keparahan penyakitnya.-Ahli terapi harus

membantu keluarga dan pasien mengerti skizofrenia tanpa

menjadi terlalu mengecilkan hati. Sejumlah penelitian telah

menemukan bahwa terapi keluarga adalah efektif dalam

menurunkan relaps. Didalam penelitian terkontrol, penurunan

angka relaps adalah dramatik. Angka relaps tahunan tanpa

terapi keluarga sebesar 25-50 % dan 5 - 10 % dengan terapi

keluarga.

c. Terapi kelompok

----Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan

pada rencana, masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata.

Kelompok mungkin terorientasi secara perilaku, terorientasi

secara psikodinamika atau tilikan, atau suportif. Terapi

kelompok efektif dalam menurunkan isolasi sosial,

meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan tes realitas

bagi pasien skizofrenia. Kelompok yang memimpin dengan

cara suportif, bukannya dalam cara interpretatif, tampaknya

paling membantu bagi pasien skizofrenia.

d. Psikoterapi individual

----Penelitian yang paling baik tentang efek psikoterapi

individual dalam pengobatan skizofrenia telah memberikan data

bahwa terapi akan membantu dan menambah efek terapi

23

farmakologis. Suatu konsep penting di dalam psikoterapi bagi

pasien skizofrenia adalah perkembangan suatu hubungan

terapetik yang dialami pasien. Pengalaman tersebut

dipengaruhi oleh dapat dipercayanya ahli terapi, jarak

emosional antara ahli terapi dan pasien, dan keikhlasan ahli

terapi seperti yang diinterpretasikan oleh pasien.

----Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari

yang ditemukan di dalam pengobatan pasien non-psikotik.

Menegakkan hubungan seringkali sulit dilakukan, pasien

skizofrenia seringkali kesepian dan menolak terhadap

keakraban dan kepercayaan dan kemungkinan sikap curiga,

cemas, bermusuhan, atau teregresi jika seseorang mendekati.

Pengamatan yang cermat dari jauh dan rahasia, perintah

sederhana, kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan terhadap

kaidah sosial adalah lebih disukai daripada informalitas yang

prematur dan penggunaan nama pertama yang merendahkan

diri. Kehangatan atau profesi persahabatan yang berlebihan

adalah

tidak tepat dan kemungkinan dirasakan sebagai usaha untuk

suapan, manipulasi, atau eksploitasi.

Perawatan di Rumah Sakit (Hospitalization)

----Indikasi utama perawatan rumah sakit adalah untuk tujuan

diagnostik, menstabilkan medikasi, keamanan pasien karena

gagasan bunuh diri atau membunuh, prilaku yang sangat kacau

termasuk ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar.

----Tujuan utama perawatan dirumah sakit yang harus

ditegakkan adalah ikatan efektif antara pasien dan sistem

pendukung masyarakat. Rehabilitasi dan penyesuaian yang

dilakukan pada perawatan rumah sakit harus direncanakan.

24

Dokter harus juga mengajarkan pasien dan pengasuh serta

keluarga pasien tentang skizofrenia.

----Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada pasien

dan membantu mereka menyusun aktivitas harian mereka.

Lamanya perawatan rumah sakit tergantung dari keparahan

penyakit pasien dan tersedianya fasilitas pengobatan rawat

jalan. Rencana pengobatan di rumah sakit harus memiliki

orientasi praktis ke arah masalah kehidupan, perawatan diri,

kualitas hidup, pekerjaan, dan hubungan sosial. Perawatan di

rumah sakit harus diarahkan untuk mengikat pasien dengan

fasilitas perawatan termasuk keluarga pasien. Pusat perawatan

dan kunjungan keluarga pasien kadang membantu pasien

dalam memperbaiki kualitas hidup.

2.8 Prognosis

Prognosis untuk skizofrenia hebefrenik sama dengan

skizofrenia tipe lainnya, prognosisnya pada umumnya kurang begitu

menggembirakan. Sekitar 25% pasien dapat kembali pulih dari

episode awal dan fungsinya dapat kembali pada tingkat prodromal

(sebelum munculnya gangguan tersebut). Sekitar 25% tidak akan

pernah pulih dan perjalanan penyakitnya cenderung memburuk.

Sekitar 50% berada diantaranya, ditandai dengan kekambuhan

periodik dan ketidakmampuan berfungsi dengan efektif kecuali untuk

waktu yang singkat.

Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis skizofrenia

1.Keluarga 

Pasien membutuhkan perhatian dari masyarakat, terutama dari

keluarganya. jangan membeda-bedakan antara orang yang

mengalami Skizofrenia dengan orang yang normal, karena

25

orang yang mengalami gangguan Skizofrenia mudah

tersinggung.

2.Inteligensi

Pada umumnya pasien Skizofrenia yang mempunyai Inteligensi

yang tinggi akan lebih mudah sembuh dibandingkan dengan

orang yang inteligensinya rendah.

3.Pengobatan

Obat memiliki dua kekurangan utama. Pertama hanya sebagian

kecil pasien (kemungkinan 25%) cukup tertolong untuk

mendapatkan kembali jumlah fungsi mental yang cukup normal.

Kedua antagonis reseptor dopamine disertai dengan efek

merugikan yang mengganggu dan serius. Namun pasien

skkizofrenia perlu di beri obat Risperidone serta Clozapine.

4.Reaksi Pengobatan

Dalam proses penyembuhan skizofrenia, orang yang bereaksi

terhadap obat lebih bagus perkembangan kesembuhan

daripada orang yang tidak bereaksi terhadap pemberian obat.

5.Stressor Psikososial

Apabila stressor dari skizofrenia ini berasal dari luar, maka

akan mempunayi dampak yang positif, karena tekanan dari luar

diri individu dapat diminimalisir atau dihilangkan. Begitu pula

sebaliknya apabila stressor datangnya dari luar individu dan

bertubi-tubi atau tidak dapat diminimalisir maka prosgnosisnya

adalah negatif atau akan bertambah parah.

6.Kekambuhan

penderita skizofrenia yang sering kambuh prognosisnya lebih

buruk.

26

7.Gangguan Kepribadian

Prognosis untuk orang yang mempunyai gangguan kepribadian

akan sulit disembuhkan. Besar kecilnya pengalaman akan

memiliki peran yang sangat besar terhadap kesembuhan.

8.Onset

Jenis onset yang mengarah ke prognosis yang baik berupa

onset yang lambat dan akut, sedangkan onset yang tidak jelas

memiliki prognosis yang lebih baik.

9.Proporsi

Orang yang mempunyai bentuk tubuh normal (proporsional)

mempunyai prognosis yang lebih baik dari pada penderita yang

bentuk tubuhnya tidak proporsional.

10.Perjalanan penyakit

Pada penderita skizofrenia yang masih dalam fase prodromal

prognosisnya lebih baik dari pada orang yang sudah pada fase

aktif dan fase residual.

11.Kesadaran

Kesadaran orang yang mengalami gangguan skizofrenia

adalah jernih. Hal inilah yang menunjukkan prognosisnya baik

nantinya.

14

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Skizofrenia Paranoid merupakan gangguan psikotik yang merusak,

yang dapat melibatkan gangguan yang khas dalam berpikir (delusi),

persepsi (halusinasi), pembicaraan,emosi dan perilaku. Keyakinan

irasional bahwa dirinya seorang yang penting (delusigrandeur) atau isi

pikiran yang menunjukkan kecurigaan tanpa sebab yang jelas,

seperti bahwa orang lain bermaksud buruk atau bermaksud

mencelakainya. Para penderita skizofrenia tipe paranoid secara mencolok

tampak berbeda karena delusi dan halusinasinya,sementara keterampilan

kognitif dan afek mereka relatif utuh. Mereka pada umumnya

tidak mengalami disorganisasi dalam pembicaraan atau afek datar.