32
zPREEKLAMSIA BERAT DENGAN SINDROMA HELLP DEFINISI 2,3 Preeklamsia adalah peningkatan tekanan darah ≥ 140/90 mmHg panda kehamilan > 20 minggu disertai proteinuria dan atau tanpa oedem. Preeklampsia merupakan suatu sindroma yang berhubungan dengan vasospasme, peningkatan resistensi pembuluh darah perifer, dan penurunan perfusi organ. Umumnya terjadi pada triwulan ke-3 kehamilan, tetapi dapat pula terjadi sebelumnya, misalnya pada mola hidatidosa. Komplikasi yang tejadi termasuk: eklampsia, HELLP Syndrome, edema paru, gagal ginjal, DIC, krisis hipertensi, encephalopathy hypertension, dan buta kortikal. Preeklamsia berat adalah preeklamsia dengan salah satu atau lebih gejala & tanda berikut: 1. Tekanan darah dalam keadaan istirahat desakan sistolik ≥ 160 mmHg dan desakan diastolik ≥ 110 mmHg 2. Proteinuria ≥ 5 gr / jumlah urin 24 jam, atau dipstick : +4 3. Oligouria: produksi urin < 400-500 cc/ 24 jam 4. Kenaikan kreatinin serum 5. Edema paru dan cyanosis 6. Nyeri epigastrium dan nyeri kuadran atas kanan abdomen : disebabkan teregangnya kapsula glisone, nyeri dapat sebagai gejala ruptur hepar 7. Gangguan otak dan visus : perubahan kesadarn, nyeri kepala, scotoma, dan pandangan kabur 1

PEB DENGAN HELLP SYNDROME lapkas 3 fix 2.doc+ (2).doc

  • Upload
    rizzqq

  • View
    119

  • Download
    4

Embed Size (px)

DESCRIPTION

PEB DENGAN HELLP SYNDROM

Citation preview

Page 1: PEB DENGAN HELLP SYNDROME lapkas 3 fix 2.doc+ (2).doc

zPREEKLAMSIA BERAT DENGAN SINDROMA HELLP

DEFINISI 2,3

Preeklamsia adalah peningkatan tekanan darah ≥ 140/90 mmHg panda

kehamilan > 20 minggu disertai proteinuria dan atau tanpa oedem.

Preeklampsia merupakan suatu sindroma yang berhubungan dengan

vasospasme, peningkatan resistensi pembuluh darah perifer, dan penurunan

perfusi organ. Umumnya terjadi pada triwulan ke-3 kehamilan, tetapi dapat pula

terjadi sebelumnya, misalnya pada mola hidatidosa. Komplikasi yang tejadi

termasuk: eklampsia, HELLP Syndrome, edema paru, gagal ginjal, DIC, krisis

hipertensi, encephalopathy hypertension, dan buta kortikal.

Preeklamsia berat adalah preeklamsia dengan salah satu atau lebih gejala &

tanda berikut:

1. Tekanan darah dalam keadaan istirahat desakan sistolik ≥ 160 mmHg

dan desakan diastolik ≥ 110 mmHg

2. Proteinuria ≥ 5 gr / jumlah urin 24 jam, atau dipstick : +4

3. Oligouria: produksi urin < 400-500 cc/ 24 jam

4. Kenaikan kreatinin serum

5. Edema paru dan cyanosis

6. Nyeri epigastrium dan nyeri kuadran atas kanan abdomen : disebabkan

teregangnya kapsula glisone, nyeri dapat sebagai gejala ruptur hepar

7. Gangguan otak dan visus : perubahan kesadarn, nyeri kepala, scotoma,

dan pandangan kabur

8. Gangguan fungsi hepar : peningkatan alanin atau aspartat amino

transferase

9. Hemolisis mikroangiopati

10. Trombositopenia : < 100.000 sel/mm3

11. Sindroma HELLP

1

Page 2: PEB DENGAN HELLP SYNDROME lapkas 3 fix 2.doc+ (2).doc

Hipertensi biasanya muncul terlebih dulu dari tanda-tanda yang

lainnya. (1,4) Hipertensi merupakan timbulnya desakan darah sistolik ≥ 140

mmHg dan diastolik ≥ 90 mmHg, diukur dua kali selang 4 jam setelah

penderita istirahat. (5)

Edema adalah penimbunan cairan secara umum dan berlebihan

dalam jaringan tubuh, diketahuinya dari kenaikan berat badan serta

pembengkakan kaki, jari tangan, dan wajah. Kenaikan berat badan ½

kg/minggu dalam kehamilan masih dianggap normal, tetapi bila kenaikan 1

kg/minggu beberapa kali, hal ini perlu menimbulkan kewaspadaan terhadap

timbulnya preeklampsia. (1,4) Edema tungkai tidak dipakai lagi sebagai kriteria

hipertensi dalam kehamilan, kecuali edema anasarka. (2,3,5)

Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam urin yang melebihi 0,3

g/liter dalam air kencing 24 jam, atau pemeriksaan kualitatif menunjukan +1

atau +2 atau 1 g liter atau lebih dalam urin yang dikeluarkan kateter atau

midstream yang diambil minimal dua kali dengan jarak waktu 6 jam. (1,4,5)

Biasanya proteinuria timbul lebih lambat daripada hipertensi dan kenaikan

berat badan, karena itu harus dianggap sebagai tanda yang serius.

Terminologi HELLP diperkenalkan pertama sekali oleh Weinstein (1982)

yang merupakan singkatan dari hemolisis, elevated liver enzim dan low platelets

counts. Sindrome ini merupakan kumpulan dari gejala multisistem pada PE

berat dan eklamsi dengan karakteristik trombositopenia, hemolisis

(anemia hemolisis mikro angiopatik) dan sistem hepar abnormal

Sibai (1986), melaporkan 4-14 % penderita PE berat

mengalami Sindroma HELLP. Sindroma ini juga dapat muncul pads PE

ringan. Sindroma HELLP selalu dianggap sebagai varian dari PE tetapi

sindroma ini juga dapat berdiri sendiri.

Definisi dari sindroma HELLP masih kontroversi. Menurut

Godlin (1982) Sindroma HELLP merupakan bentuk awal dari PE berat.

Weinstein (1982) melaporkan Sindroma HELLP merupakan varian yang

unik dari PE, tetapi Mackenna dkk (1983) melaporkan bahwa sindroma

ini tidak berhubungan dengan PE. Di lain pihak banyak penulis melaporkan

bahwa sindroma HELLP merupakan bentuk lain dari Disseminated

Intravascular Coagulat ion (DIC) yang ter lewatkan karena proses

pemeriksaan laboratorium yang tidak adekuat.

2

Page 3: PEB DENGAN HELLP SYNDROME lapkas 3 fix 2.doc+ (2).doc

INSIDENSI

Insidensi preeklamsia dan eklamsia berkisar 4-9 %,dimana 3-7 % terjadi

panda nullipara dan 0,8–5 % panda multipara.angka kiejadian preklamsia di

indonesia berkisar 3-10%. Di Medan penelitian terakhir oleh Girsang ES (2004)

melaporkan angka kejadian preeklamsia berat periode 2000-2003 adalah 5,94%.

Sampai saat ini insidens Sindroma HELLP belum diketahui dengan pasti.

Hal ini disebabkan sindroma ini sulit diduga serta gambaran klinisnya mirip

dengan penyakit non obstetri.

Menurut Sibai (1964) angka kejadian Sindroma HELLP berkisar

antara 4 s/d 14% dari seluruh penderita PE berat, sedangkan angka

kejadian Sindroma HELLP pads seluruh kehamilan adalah 0,2 – 0,6%.

Dalam laporan Sibai dkk (1986), pasien sindrom HELLP secara

bermakna lebih tua (rata-rata umur 25 tahun) dibandingkan pasien

preeklampsi-eklampsi tanpa sindrom HELLP (rata-rata umur 19 tahun).

Insiden sindrom ini juga lebih tinggi pada populasi kulit putih dan multipara.

Penulis lain juga mempunyai observasi serupa (Mc Kenna, Dover clan Brame

1983, Thiagarajah dkk 1984, Weinstein 1985). Sindrom ini biasanya muncul pada

trimester ke tiga, walaupun pada 11% pasien muncul pada umur kehamilan <27

minggu; di mass antepartum pada sekitar 69% pasien dan di masa postpartum

pada sekitar 31 %. Pada masa post partum, saat terjadinya khas, dalam waktu

48 jam pertama post partum.

Faktor risiko

Sindroma HELLP Preeklampsi

Multipara Nullipara

Usia ibu > 25 tahun Usia ibu < 20 tahun atau > 40

Tahun

Ras kulit putih Riwayat keluarga preeklampsi

Riwayat keluaran Asuhan mental (ANC) yang

kehamilan yang jelek Minimal

Diabetes Melitus

Hipertensi Kronik

Kehamilan multiple

3

Page 4: PEB DENGAN HELLP SYNDROME lapkas 3 fix 2.doc+ (2).doc

ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI1,7,11

Preklamsia adalah disease of theory. Hingga kini tidak satupun teori

yang dapat menerangkan secara sempurna patofisiologi preklamsia, namun

diantaranya adalah : iskemia plasenta, faktor imunologi, genetik, perbandingan

(ratio) VLDL dan TXPA yang toxis, kegagalan invasi trofoblast terhadap arteri

spiralis hingga menyebabkan arteri spiralis tidak dapat berdilatasi sempurna

sehingga menurunkan aliran darah ke plasenta. Hal ini kemudian menyebabkan

stress oksidasi, peningkatan radikal bebas, disfungsi endothel, agregasi, dan

penumpukan trombosit panda berbagai organ.

B a n y a k t e o r i y a n g d i k e m b a n g k a n d a r i d u l u h i n g g a

s e k a r a n g u n t u k mengungkapkan patogenesis dari PE, namun

dalam dekade terakhir ini perhatian terfokus pads aktivasi atau

disfungsi dari sel endotel. Tetapi spa penyebab perubahan sel endotel

ini belum diketahui dengan pasti. Saat ini ads 4 hipotesis yang

sedang diteliti untuk mengungkapkan etiologi dari PE, yaitu: iskemia placenta,

Very Low Density Lipoprotein versus aktivitas pertahanan toksisitas,

maladaptasi imun dan penyakit genetik.

Teori yang dapat diterima harus dapat menerangkan hal-hal tersebut:

1. Sebab bertambahnya frekuensi pada primigravida, kehamilan ganda,

hidramnion, dan mola hidatidosa.

2. Sebab bertambahnya frekuensi pada bertambahnya usia kehamilan.

3. Sebab dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian

janin dalam uterus.

4. Sebab jarangnya kejadian-kejadian preeklampsia pada kehamilan-

kehamilan berikutnya.

5. Sebab timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma.

Yang ditemukan pada penyakit multisistem ini adalah kelainan tonus

vaskuler, vasospasme, dan kelainan koagulasi. Sampai sekarang tidak

ditemukan faktor pencetusnya. Sindroma HELLP ini merupakan manifestasi

akhir dari hasil kerusakan endotel mikrovaskuler dan aktivasi dari trombosit

intravaskuler akibatnya terjadi vasospasme, aglutinasi dan agregasi trombosit

dan selanjutnya terjadi kerusakan endotel

4

Page 5: PEB DENGAN HELLP SYNDROME lapkas 3 fix 2.doc+ (2).doc

Adanya kegagalan invasi dari trofoblas dari trimester kedua dalam

menginvasi tunika muskularis arteri spiralis, menyebabkan vasokonstriksi arterial

pada bagian uteroplasenta. Kegagalan ini disebabkan oleh gagalnya sel-sel

trofoblas dalam mengekspresikan integrin yang merupakan "molekul perekat"

(adhesion molecules) atau kegagalan Vasculare Endothelial Growth Factor

(VEGF) dalam mengekspresikan integrin,

Keadaan ini menyebabkan penurunan aliran darah intervilus, hipoksia

dan akhirnya terjadi kerusakan sel endotel ibu dan janin. Selanjutnya

mengakibatkan efek terhambatnya pertumbuhan janin intrauterin (PJT). Akibat

kerusakan dari endotel ini terjadi pelepasan zat-zat vasoaktif dimana tromboksan

(TXA2) meningkat dibandingkan dengan prostasiklin (Pgl2)-

Adanya perubahan respon imun ibu terhadap trofoblas akibat dari

perubahan "polymorphism" HLA-G (human leucocyte antigens-G) terhadap

trofoblas, menyebabkan terjadinya proses imunologis. Hal ini mengakibatkan

terjadinya gangguan pertumbuhan dan invasi dari trofoblas. Proses imunologis

akibat perubahan respon imun ibu juga mempengaruhi terjadinya kerusakan sel

endotel.

Pada akhirnya terjadilah gangguan sirkulasi sistemik dan gangguan

organ-organ tubuh. Pada Sindroma HELLP, hepar mengalami perubahan berupa

nekrosis parenkhim periportal yang disertai dengan deposit hialin yang besar dari

bahan seperti fibrin yang terdapat pada sinusoid. Pada penelitian dengan

imunofluorescen dijumpai mikrotrombi fibrin dan deposit fibrinogen pada sinusoid

dan daerah hepatoselluler yang nekrosis. Adanya mikrotrombi dan deposit fibrin

pads sinusoid tersebut menyebabkan obstruksi aliran darah di hepar yang

merupakan dasar terjadinya peningkatan enzim hepar dan nyeri perut kanan

atas. Obstruksi ini menyebabkan nekrosis periportal dan pads kasus yang berat

dapat terjadi perdarahan intrahepatik, hematom subkapsular atau ruptur hati.

Nekrosis periportal dan perdarahan merupakan gambaran histopatologik yang

paling sering ditemukan.

Pada Sindroma HELLP sel darah merah mengalami perubahan komposisi

pada membran sel sehingga lebih fragil. Passase sel darah merah ini pada

pembuluh darah yang spasme dan mengalami kerusakan endotel serta agregasi

trombosit menyebabkan sel darah merah berubah bentuk dan mudah menjadi

lisis. Pada sediaan apes darah tepi ditemukan spherocytes, schistocytes,

5

Page 6: PEB DENGAN HELLP SYNDROME lapkas 3 fix 2.doc+ (2).doc

triangular cells dan burr cells Jadi hemolisis pads Sindroma HELLP terjadi karena

proses mikroangiopati yang merupakan tanda khas sindroma ini.

Trombositopeni ditandai dengan peningkatan pemakaian dan/atau

destruksi trombosit. Banyak penulis tidak menganggap sindrom HELLP sebagai

suatu variasi dari disseminated intravascular coagulopathy (DIC), karena nilai

parameter koagulasi seperti waktu prothrombin (PT), waktu parsial

thromboplastin (PTT), dan serum fibrinogen normal. Secara klinis sulit

mendiagnosis DIC kecuali menggunakan tes antitrombin III, fibrinopeptide-A,

fibrin monomer, D-Dimer, α2 antiplasmin, plasminogen, prekallikrein, dan

fibronectin. Namun tes ini memerlukan waktu dan tidak digunakan secara rutin.

Sibai dkk, mendefinisikan DIC dengan adanya trombositopeni, kadar fibrinogen

rendah (fibrinogen plasma < 300 mg/dl) dan fibrin split product > 40 g/m 1 2 .

Semua pasien sindrom HELLP mungkin mempunyai kelainan dasar koagulopati

yang biasanya tidak terdeteksi.

GEJALA DAN TANDA KLINIS

Gejala yang paling sering dijumpai adalah nyeri pada daerah epigastrium

atau kuadran kanan atas (90%), nyeri kepala, malaise sampai beberapa hari

sebelum dibawa ke rumah sakit (90%), serta mual dan muntah (45 – 86%).1,4

Penambahan berat badan dan edema (60%), hipertensi tidak dijumpai

sekitar 20% kasus, hipertensi ringan (30%) dan hipertensi berat (50%).

Pada beberapa kasus dijumpai hepatomegali, kejang-kejang, jaundice,

perdarahan gastrointestinal dan perdarahan gusi. Sangat jarang dijumpai

hipoglikemi, koma, hiponatremia, gangguan mental, buta kortikal, dan diabetes

insipidus yang nefrogenik. Edema pulmonum dan gaga) ginjal akut biasa

dijumpai pads kasus Sindroma HELLP yang onsetnya postpartum atau

antepartum yang ditangani secara konservatif. 1,4

Dalam laporan Weinstein, mual atau muntah dan nyeri epigastrium

diperkirakan akibat obstruksi aliran darah di sinusoid hati, yang dihambat oleh

deposit fibrin intravaskuler. Pasien sindrom HELLP biasanya menunjukkan

peningkatan berat badan yang bermakna dengan edema menyeluruh. Hal yang

penting adalah bahwa hipertensi berat (sistolik z 160 mmHg, diastolik > 110

mmHg) tidak selalu ditemukan. Walaupun 66% dari 112 pasien pads penelitian

Sibai dkk (1986) mempunyai tekanan darah diastolik > 110 mmHg, 14,5%

6

Page 7: PEB DENGAN HELLP SYNDROME lapkas 3 fix 2.doc+ (2).doc

bertekanan darah diastolik < 90 mmHg.

Dalam laporan awal Weinstein (1952) atas 29 pasien, kurang dari

setengah (13 pasien) mempunyai tekanan darah saat masuk rumah sakit a

160/110 mmHg. Jadi sindrom HELLP dapat timbul dengan tanda dan gejala yang

sangat bervariasi, yang tidak bernilai diagnosis, dan dapat diikuti dengan

kesalahan pemberian obat dan pembedahan seperti apendisitis, gastroenteritis,

glomerulonefritis, pielonefritis dan hepatitis virus.

Pemeriksaan laboratorium pada Sindroma HELLP sangat diperlukan,

karena diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil laboratorium. Walaupun saat ini

belum ada batasan yang tegas mengenai nilai batas untuk masing-masing

parameter. Hal ini terlihat dari banyaknya penelitian terhadap Sindroma HELLP

yang bertujuan untuk membuat suatu keputusan nilai batas dari masing-masing

parameter.

KLASIFIKASI: 1,2,7

1. Klasifikasi Missisippi

Klas I : Thrombosit ≤ 50.000 / ml

Serum LDH ≥ 600.000 IU / l

AST dan / atau ALT ≥ 40 IU / l

Klas II : Thrombosit > 50.000 / ml sampai ≤ 100.000 / ml

Serum LDH ≥ 600.000 IU / l

AST dan / atau ALT ≥ 40 IU / l

Klas III : Thrombosit > 100.000 / ml sampai ≤ 150.000 / ml

Serum LDH ≥ 600.000 IU / l

AST dan / atau ALT ≥ 40 IU / l

2. Klasifikasi Tennesse

Klas Lengkap : Thrombosit < 100.000 / ml

LDH ≥ 600.000 IU / l

AST ≥ 70 IU / l

Klas tidak lengkap :

Bila ditemukan hanya satu atau dua tanda – tanda diatas.

7

Page 8: PEB DENGAN HELLP SYNDROME lapkas 3 fix 2.doc+ (2).doc

DIAGNOSIS

Tiga kelainan utama pada sindrom HELLP berupa hemolisis, peningkatan

kadar enzim hati dan jumlah trombosit yang rendah. Banyak penulis mendukung

nilai laktat dehidrogenase (LDH) dan bilirubin agar diperhitungkan dalam

mendiagnosis hemolisis. Derajat kelainan enzim hati harus didefinisikan dalam

nilai standar deviasi tertentu dan nilai normal di masing-masing rumah sakit. Di

University of Tennessee, Memphis, digunakan nilai potong > 3 SD.(1)

DIAGNOSIS BANDING

Pasien sindrom HELLP dapat menunjukkan tanda dan gejala yang sangat

bervariasi, yang tidak bernilai diagnostik pads preeklampsi berat. Akibatnya

terjadi salah diagnosis, diikuti dengan kesalahan pemberian obat dan

pembedahan. Diagnosis banding pasien sindrom HELLP meliputi:

- Perlemakan hati akut dalam kehamilan

- Apendistis

- Gastroenteritis

- Kolesistitis - Batu ginjal - Pielonefritis

- Ulkus peptikum

- Glomerulonefritis trombositopeni idiopatik

- Trombositipeni purpura trombotik

- Sindrom hemolitik uremia

- Ensefalopati dengan berbagai etiologi

- Sistemik lupus eritematosus (SLE)

PENATALAKSANAAN 1,2,8.9

Tata laksana PEB yang disertai sindroma HELLP sampai saat ini masih

kontroversi. Satu-satunya pengobatan definitif masih dengan melahirkan bayi.

Durig menyebutkan management konservatif panda Sindroma HELLP tidak

dianjurkan karena belum tervalidasi oleh penelitian prospektif. Curtin Dkk,

melaporkan mortalitas perinatal terndah ditemukan panda pasien yang diterapi

agresif yang dilahirkan segera. Gardeil dkk, menyebutkan tatalaksana

konservatif bukan pilihan yang baik bila Sindroma HELLP terjadi jauh dari umur

kehamilan yang viable untuk janin.

8

Page 9: PEB DENGAN HELLP SYNDROME lapkas 3 fix 2.doc+ (2).doc

Prinsip penatalaksanaan

1. Penanganan dimulai sebagaimana penanganan pada PE berat.

2. Adanya Sindroma HELLP bukan merupakan indikasi untuk segera

melakukan seksio sesaria. Stabilisasi ibu adalah prioritas utama

Pengobatan Medisinal

1. Tirah baring

2. Oksigen

3. Kateter menetap

4. IVFD : Ringer Asetat Ringer laktat , Koloid

Jumlah input cairan 2000ml/24 jam , berpedoman pads diuresis,

insensible waterlus clan CVP

5. Sulfas Magnesikus

· Initial dose:

- Loading dose : 4 gr SM 20% iv (4-5 menit)

- 8 gr SM 40% im, 4 gr bokong kanan, 4 gr bokong kiri

· Maintenance dose : 4 gr SM 40% im setiap 4 jam

6. Anti hipertensi diberikan jika tekanan darah diastol > 110 mmHg. Dapat

diberikan nifedipine sublingual 10 mg. Setelah 1 jam, jika TD masih tinggi

dapat diberikan nifedifine ulangan 5 - 10 mg sublingual atau oral dengan

interval 1 jam, 2 jam atau 3 jam sesuai kebutuhan. Penurunan TD tidak

boleh terlalu agresif. TD diastol jangan kurang dari 90 mmHg, penurunan

TD maksimal 30%.

6. Diuretikum tidak diberikan kecuali jika ada:

Edema paru, gagal jantung kongestif, edema anasarka.

7. Deksametason 10 mg iv dengan interval 12 jam 2 kali pemberian saja.

8. N-Acetyl Cystein 3 x 600 mg.

6. Jika terjadi penurunan trombosit < 50.000 /mm3 beri trombosit 10 unit.

7. Atasi anemia dengan Fresh Whole Blood

12. Antibiotik

13. Jika pasien koma, diberikan perawatan koma di ICU

14. Konsul ke bagian interns, hematologi, mata, neurologi

15. Jajaki kemungkinan terjadinya DIC. Jika trombosit < 50.000 periksa kadar

fibrinogen, protombine time, partial tromboplastin time, D dimer

9

Page 10: PEB DENGAN HELLP SYNDROME lapkas 3 fix 2.doc+ (2).doc

Penanganan Obstetrik

1. Pada keadaan ibu sudah stabil, tetapkan suatu keputusan apakah

dilakukan terminasi kehamilan atau tindakan konservatif.

Penanganan konservatif dilakukan pada keadaan :

· TD terkontrol < 160/110 mmHg

· Oliguria respon dengan cairan

· Tidak dijumpai nyeri epigastrik

· Usia kehamilan < 34 minggu

2. Jika diputuskan untuk terminasi kehamilan, persalinan diharapkan

selesai dalam 48 jam penanganan.

3. Jika serviks sudah matang dan tidak ada kontra indikasi obstetri,

dilakukan induksi persalinan dengan oksitosin drips dan amniotomi. Kala

II dipercepat dengan EV/EF.

Seksio sesarea dilakukan pada:

1. Skor pelvic < 5

2. Dengan drips oksitosin, setelah 12 jam belum ada tanda-tanda

anak akan lahir pervaginam.

3. Indikasi obstetric.

4.Manajemen SC:

· Insisi midline

· Plika vesika uterine dibiarkan terbuka

· Sebaiknya pasang drain abdominal

· Pasien pasca SC dirawat di ICU

5.Analgesia dan anastesia

Baik anastesia epidural maupun general dapat diberikan pada pasien

sindroma HELLP, tergantung kondisi ibu. Dengan anetesia epidural fungsi

hemodinamik ibu lebih stabil, namun pada jumlah trombosit < 50.000

/mm3 dikhawatirkan terjadi komplikasi epidural hematom sehingga dapat

dipertimbangkan untuk melakukan anestesi general. Pada pasien yang

mengalami edema laring, gemuk dan leher pendek, meskipun jumlah

trombosit < 50.000/ mm3 dilakukan anestesi epidural.

6. Bayi ditangani oleh bagian pediatri dan dirawat di Neonatal Intensive Care

Unit.

10

Page 11: PEB DENGAN HELLP SYNDROME lapkas 3 fix 2.doc+ (2).doc

Pasien sindrom HELLP harus dirujuk ke pusat pelayanan kesehatan

tersier dan pada penanganan awal harus diterapi sama seperti pasien

preeklampsi. Prioritas pertama adalah menilai dan menstabilkan kondisi ibu,

khususnya kelainan pembekuan darah.

Penatalaksanaan sindrom HELLP pada umur kehamilan < 35 minggu

(stabilisasi kondisi ibu. Akhiri persalinan pada pasien sindroma HELLP

dengan umur kehamilan > 35 minggu).

Pasien sindrom HELLP harus diterapi profilaksis MgSO4 untuk mencegah

kejang, baik dengan atau tanpa hipertensi. Bolus 4-6 g MgSO4 20% sebagai

dosis awal, diikuti dengan infus 2 g/jam. Pemberian infus ini harus dititrasi sesuai

produksi urin dan diobservasi terhadap tanda clan gejala keracunan MgSO4. Jika

terjadi keracunan, berikan 10-20 ml kalsium glukonat 10% iv.

Terapi anti hipertensi harus dimulai jika tekanan darah menetap >

160/110 mmHg di samping penggunaan MgSO4. Hal ini berguna

menurunkan risiko perdarahan otak, solusio plasenta dan kejang pada ibu.

Tujuannya mempertahankan tekanan darah diastolik 90 - 100 mmHg. Anti

hipertensi yang sering digunakan adalah hydralazine (Apresoline®) iv dalam dosis

kecil 2,5-5 mg (dosis awal 5 mg) tiap 15-20 menit sampai tekanan darah yang

11

1. Menilai dan menstabilkan kondisi ibu

a. Jika ada DIC, atasi koagulopati

b. Profilaksis anti kejang dengan MgSO4

c. Terapi hipertensi berat

d. Rujuk ke pusat kesehatan tersier e.Computerised tomography (CT

scan) atau Ultrasonografi (USG) abdomen bila diduga hematoma

subkapsular hati

2. Evaluasi kesejahteraan janin

a. Non stress test/tes tanpa kontraksi (NST)

b. Profit biofisik

c. USG

3. Evaluasi kematangan paru janin jika umur kehamilan

< 35 minggu

a. Jika matur, segera akhiri kehamilan

Page 12: PEB DENGAN HELLP SYNDROME lapkas 3 fix 2.doc+ (2).doc

diinginkan tercapai. Labetalol (Normodyne®) dan nifedipin juga digunakan

dan memberikan hasil baik. Karena efek potensiasi, harus hati-hati bila nifedipin

dan MgSO4 diberikan bersamaan. Diuretik dapat mengganggu perfusi plasenta

sehingga tidak dapat digunakan.

Langkah selanjutnya ialah mengevaluasi kesejahteraan bayi dengan

menggunakan tes tanpa tekanan, atau profit biofisik, biometri USG untuk menilai

pertumbuhan janin terhambat. Terakhir, harus diputuskan apakah perlu segera

mengakhiri kehamilan. Amniosentesis dapat dilakukan pada pasien tanpa risiko

perdarahan. Beberapa penulis menganggap sindrom ini merupakan indikasi

untuk segera mengakhiri kehamilan dengan seksio sesarea, namun yang lain

merekomendasikan pendekatan lebih konservatif untuk memperpanjang

kehamilan pada kasus janin masih immatur. Perpanjangan kehamilan akan

memperpendek masa perawatan bayi di NICU (Neonatal Intensive Care Unit),

menurunkan insiden nekrosis enterokolitis, sindrom gangguan pernafasan.

Beberapa bentuk terapi sindrom HELLP yang diuraikan dalam literatur sebagian

besar mirip dengan penanganan preeklampsi berat.

Jika sindrom ini timbul pada saat atau lebih dari umur kehamilan 35

minggu, atau jika ada bukti bahwa paru janin sudah matur, atau janin dan ibu

dalam kondisi berbahaya, maka terapi definitif ialah mengakhiri kehamilan. Jika

tanpa bukti laboratorium adanya DIC clan paru janin belum matur, dapat

diberikan 2 dosis steroid untuk akselerasi pematangan paru janin, dan kehamilan

diakhiri 48 jam kemudian. Namun kondisi ibu dan janin harus dipantau secara

kontinu selama periode ini. Goodlin meneliti bahwa terapi konservatif dengan

istirahat dapat meningkatkan volume plasma.

Pasien tersebut juga menerima infus albumin 5 atau 25%; usaha

ekspansi volume plasma ini akan menguntungkan karena meningkatkan jumlah

trombosit. Thiagarajah meneliti bahwa peningkatan jumlah trombosit dan enzim

hati juga bisa dicapai dengan pemberian prednison atau betametason.

Clark dkk. melaporkan tiga kasus sindrom HELLP yang dapat dipulihkan

dengan istirahat mutlak clan penggunaan kortikosteroid. Kehamilan pun dapat

diperpanjang sampai 10 hari, dan semua persalinan melahirkan anak hidup;

pasien-pasien ini mempunyai jumlah trombosit lebih dari 100.000/mm3 atau

mempunyai enzim hati yang normal. Dua laporan terbaru melaporkan bahwa

penggunaan kortikosteroid saat antepartum dan postpartum menyebabkan

perbaikan hasil laboratorium dan produksi urin pada pasien sindrom HELLP.

12

Page 13: PEB DENGAN HELLP SYNDROME lapkas 3 fix 2.doc+ (2).doc

Dexametason 10 mg/12 jam iv lebih balk dibandingkan dengan

betametason 12 mg/24 jam im, karena dexametason tidak hanya mempercepat

pematangan paru janin tapi juga menstabilkan sindrom HELLP. Pasien yang

diterapi dengan deksametason mengalami penurunan aktifitas AST yang lebih

cepat, penurunan tekanan arteri rata-rata (MAP) dan peningkatan produksi urin

yang cepat, sehingga pengobatan anti hipertensi dan terapi cairan dapat

dikurangi. Tanda vital dan produksi urine harus dipantau tiap 6-8 jam. Terapi

kortikosteroid dihentikan jika gejala nyeri kepala, mual, muntah, dan nyeri

epigastrium hilang dengan tekanan darah stabil <160/110 mmHg tanpa terapi

anti hipertensi akut serta produksi urine sudah stabil yaitu >50 ml/jam.

Pemberian dexametason

1. Antepartum deiberikan duble strength dexametason (double dose) jika

didapati: trombosit < 100.000/cc atau trombosit 100.000 – 150.000/cc dan

dengan eklamsia, nyeri epigastrium, hipertensi berat, maka diberikan

dexametason 10 mg iv tiap 12 jam.

2. Post partum, dexametason diberikan 10 mg iv tiap 12 jam 2 kali,

kemudian diikuti 5 mg iv tiap 12 jam 2 kali.

Sindrom ini bukan indikasi seksio sesarea, kecuali jika ada hal-hal yang

mengganggu kesehatan ibu dan janin. Pasien tanpa kontraindikasi obstetri harus

diizinkan partus pervaginam. Sebaliknya, pada semua pasien dengan umur

kehamilan > 32 minggu persalinan dapat dimulai dengan infus oksitosin seperti

induksi, sedangkan untuk pasien < 32 minggu serviks harus memenuhi syarat

untuk induksi. Pada pasien dengan serviks belum matang dan umur kehamilan <

32 minggu, seksio sesarea elektif merupakan cara terbaik.

Analgesia ibu selama persalinan dapat menggunakan dosis kecil

meperidin iv (25-50 mg) intermiten. Anestesi lokal infiltrasi dapat digunakan untuk

semua persalinan pervaginam. Anestesi blok pudendal atau epidural merupakan

kontraindikasi karena risiko perdarahan di area ini. Anestesi umum merupakan

metode terpilih pads seksio sesarea. Pasien dengan nyeri bahu, syok, asites

masif atau efusi pleura harus di USG atau CT scan hepar untuk evaluasi adanya

hematom subkapsular hate.

13

Page 14: PEB DENGAN HELLP SYNDROME lapkas 3 fix 2.doc+ (2).doc

PROGNOSA 1,11,12

Angka kematian dan kesakitan ibu dan anak meningkat pada Sindroma

HELLP. Dilaporkan angka kematian ibu pada Sindroma HELLP adalah 1-24%,

sedangkan angka kematian perinatal lebih tinggi lagi yaitu 7,7-60%.3

Perubahan nilai laboratorium menunjukkan apakah penyakit ini

bertambah parah atau membaik.Puncak kemunduran parameter HELLP terjadi

dalam 24 s/d 48 jam setelah melahirkan. Berapa lama terjadi pemulihan

Sindroma HELLP tergantung pada beberapa faktor antara lain waktu terminasi

kehamilan, beratnya gangguan multi sistemik, pengobatan yang adekuat dan

lain-lain. Umumnya nilai laboratorium parameter Sindroma HELLP kembaii

normal dalam 3 –5 hari setelah melahirkan.5

Sibai dkk (1995) melaporkan penderita dengan normotensif sebelum

menderita Sindroma HELLP mempunyai kemungkinan 19% untuk terjadinya PE,

27% terjadi kelainan hipertensi lainnya dan 3% terjadi Sindroma HELLP pads

kehamilan berikutnya. Tetapi bila penderita Sindroma HELLP dengan riwayat

hipertensi kronik sebelumnya, maka 75% akan terjadi PE dan 5% kemungkinan

terjadi Sindroma HELLP pada kehamilan berikutnya.3

14

Page 15: PEB DENGAN HELLP SYNDROME lapkas 3 fix 2.doc+ (2).doc

DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham F. Bart'; Williams Obstetrics ; 21st edition; McGraw Hill, USA,

2001 in Hypertensive Disorders in Pregnancy ; 567 - 609.

2. Himpunan Kedokteran Feto Maternal POGI; Pedoman Pengelolaan

Hipertensi dalam Kehamilan di Indonesia; edisi kedua; 2005.

3. Winknjosastro H; Ilmu Kebidanan, Edisi Ketiga; Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo Jakarta, 1994 dalam Preeklampsia dan Eklampsia;

hal 281 – 301

4. Mochtar Rustam; Sinopsis Obstetri; Obstetri Fisiologi Obstetri Patologi;

Edisi 5; 1995; Penerbit Buku Kedokteran EGC; halaman 218-230.

5. Foley R Michael; Strong Thomas; Obstetric Intensive Care; A Practical

Manual; W13 Saunders Company; 1997; page 63 - 75.

6. Miller Alistrair WF; Callander Robin; Obstetrics Illustrated; Fourth edition;

Churchill Livingstone; Hypertension in Pregnancy ; 169 - 175.

7. Cohen Wayne R; Complications of Pregnancy ; Fifth Edition; Lippincott

Williams & Wilkins 2000; Preeklampsia and Hypertensive Disorders ; 207 -

233.

8. Alarm International; a Program to Reduce Maternal Mortality and

Morbidity; Second edition; Pregnancy Induced Hypertension; 85 - 91.

9. Ratnam SS; Arulkumaran S; Problem Oriented Approach to Obstetrics and

Gynaecology ; Oxford University Press; 1997; Hypertension in Pregnancy ;

75 - 79.

10. Saifuddin AB; Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan

Neonatal; Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; Jakarta 2002.

11. De Cherney AH, Phernol ML. Current Obstetric and

Gynecologyic.Diagnosis and Treatment, 8th ed, Appleton ang Lange,

Norwalk 1994: 380-8

12. Arias Fernando. Preeklampsia and Eklampsia: Practical Guide To High

Pregnancy and Delivery, 2nd ed, Mosby Year Book, 1993: 183-210

15

Page 16: PEB DENGAN HELLP SYNDROME lapkas 3 fix 2.doc+ (2).doc

STATUS ORANG SAKIT

ANAMNESA PRIBADINama : Ny. JUmur : 36 tahunStatus : G3P2A0

Suku : JawaAgama : IslamPendidikan : SDPekerjaan : IRTAlamat : Dusun III Desa Koto Tangah Kec Masihul, SerdangTanggal Masuk : 15-02-2012Pukul : 22.11 wib

Anamnesa PenyakitKeluhan Utama : Badan terasa lemasTelaah : Hal ini dialami OS sejak 2 minggu ini, OS merasa semakin

lemah dan hanya berbaring di tempat tidur. Riw mual dan muntah (-), Riw penurunan nafsu makan (+) sejak 1 bulan ini, riwayat keluar darah dari kemaluan (-), Riw keluar jaringan dari kemaluan (-), Riw trauma ditusuk pada perut (-). Os merupakan pasien rujukan dari RS luar dengan Dx/ KAL

RPT : HT (-), DM (-), Asma (-)RPO : -HPHT : ? - 12 - 2011TTP  : ? - 09 - 2012 ANC : Bidan 1x (12 minggu yang lalu)

Riwayat Persalinan1. ♀, aterm, PSP, Klinik Bersalin, Bidan, 4000 gr, 10 thn, sehat2. ♂, aterm, PSP, Klinik bersalin, Bidan, 3500 gr, 4 thn, sehat3. Hamil ini

Status PresentSens : CM Anemis : (+)TD : 110 / 60 mmHg Icterus : (-)HR : 124 x/i Dispnoe : (-)RR : 20 x/i Sianonis : (-)T : 37,90C Oedem : (-)

Status ObstetrikusAbdomen : Soepel, membesar simetrisTFU : 2 jari diatas simfisisP/V : (-)

Status GinekologiInspekulo : Portio licin, lividae (+), F/A (-), darah (-)VT : Uterus > BB

A/P ka-ki lemas CD tidak menonjol

16

Page 17: PEB DENGAN HELLP SYNDROME lapkas 3 fix 2.doc+ (2).doc

USG : TASJanin tunggal, IntrauterineFHR (+). FM (+)BPD: 27 mm

Kes: IUP (14 mgg) + AH

Hasil Laboratorium (15 -02-2012) Pukul 16.58 wib– Hb : 6,9 gr/dl– Ht : 20,4 %– Leukosit : 11850/mm3

– Platelet : 307.000/mm3

KGD adrandom : 92.20 mg/dl

Na : 134 meq/l PT : 10,9’’ INR : 0,86K : 3,0 meq/L aPTT : 27,4’’Cl : 103 meq/L TT : 10,1’’

Ureum : 127.50 mg/flCreatinin : 1,84 mg/dl

SGOT : 47 u/LSGPT : 22 u/L

Dx : MG + KDR (14 Minggu / USG) +AH

Terapi :

– Tirah baring

– IVFD RL 20 gtt/i

– SF 1 x 320 mg

Rencana :

– Perbaikan KU– Feses rutin– Morfologi darah tepi

17

Page 18: PEB DENGAN HELLP SYNDROME lapkas 3 fix 2.doc+ (2).doc

Tanggal 16-02-2012, Pukul 07.30 Wib

KU : lemas

Status PresentSens : CM Anemis : ( + )TD : 110/70 mmHg Ikterik : ( - )HR : 88 x/i Sianosis : ( - )RR : 18 x/i Dispnoe : ( - )T : 36,70C Oedem : ( - )

Status ObstetrikusAbdomen : membesar simetrisTFU : 2 jari di atas simfisisP/V : (-)

Dx : MG + KDR (14 minggu) + AH + Anemia

Terapi : - IVFD RL-D5-NaCl 20 gtt/i- SF 1 x 320 mg

Rencana: - Cek serum Feritin, Si/ TiBC, morfologi darah tepi, feses rutin, urinalisa- Cek malaria

Follow up tanggal 17-02-2012, Pukul 07.30 Wib

KU : -

Status Present

Sens : CM Anemis : ( + )TD : 110/60 mmHg Ikterik : ( - )HR : 96x/i Sianosis : ( - )RR : 28x/i Dispnoe : ( - )T : 36,7 0C Oedem : ( - )

Status ObstetrikusAbdomen : membesar simetrisTFU : 2 jari di atas simfisisP/V : (-)

Dx : MG + KDR (14 minggu) + AH + Anemia

Terapi : - IVFD RL-D5%-NaCl 0.9% 20 gtt/i- SF 1 x 1

Rencana: USGHasil Laboratorium (17-02-2012) Pukul 16.58 wib

18

Page 19: PEB DENGAN HELLP SYNDROME lapkas 3 fix 2.doc+ (2).doc

– Hb : 7.1 gr%– Ht : 20,80 %– Leukosit : 8380/mm3

– Platelet : 318.000/mm3

Malaria : NegatifFerritin : 628.60 ng/mLBesi (Fe/Iron) : 63 mg/dLTIBC : 209 ug/dLUIBC : 146 ug/dL

Follow up tanggal 18-02-2012, Pukul 08.00 Wib

KU : -

Status PresentSens : CM Anemis : ( + )TD : 90/60 mmHg Ikterik : ( - )HR : 76 x/i Sianosis : ( - )RR : 20 x/i Dispnoe : ( - )T : 36,5 0C Oedem : ( - )

Status ObstetrikusAbdomen : membesar simetrisTFU : 3 jari di bawah pusatP/V : (-)

Dx : MG + KDR (14 minggu) + AH + Anemia

Terapi : - IVFD RL-D5%-NaC 0.9%l 20 gtt/i- SF 1 x 1

Rencana: - Konsul Interna - Konsul Psikiatri

Follow up tanggal 19-02-2012, Pukul 08.00 Wib

KU : -

Status PresentSens : CM Anemis : ( + )TD : 110/70 mmHg Ikterik : ( - )HR : 88 x/i Sianosis : ( - )RR : 22 x/i Dispnoe : ( - )T : 36,8 0 C Oedem : ( - )

Status ObstetrikusAbdomen : membesar simetrisTFU : 3 jari di bawah pusatP/V : (-)

19

Page 20: PEB DENGAN HELLP SYNDROME lapkas 3 fix 2.doc+ (2).doc

Dx : MG + KDR (14 minggu) + AH + Anemia

Terapi : - IVFD RL-D5%-NaCl 0.9% 20 gtt/i- SF 1 x 1

Rencana: - konsul HOM (senin Tanggal 20/02/2012 - Cek darah rutin ulang

Hasil Laboratorium (19-02-2012) Pukul 16.58 wib– Hb : 7,8 gr%– Ht : 22.90 %– Leukosit : 16610/mm3

– Platelet : 398.000/mm3

Follow up tanggal 20-02-2012, Pukul 08.00 Wib

KU : ( - )

Status PresentSens : CM Anemis : ( + )TD : 100/50 mmHg Ikterik : ( - )HR : 80 x/i Sianosis : ( - )RR : 20x/i Dispnoe : ( - ) T : 36,70C Oedem : ( - )

Status ObstetrikusAbdomen : membesar simetrisTFU : 3 jari di bawah pusatP/V : (-)

Dx : MG + KDR (14 minggu) + AH + Anemia

Terapi : - IVFD RL-D5%-NaCl 0.9% 20 gtt/i- SF 1 x 1- Asam Folat + Multivitamin

Rencana: - Konsul Nefrologi untuk toleransi transfusi - Tanyakan kepada psikiatri tentang progresifitas penyakit - Cek darah lengkap dan elektrolit

Hasil Laboratorium (20-02-2012) Pukul 16.58 wib– Hb : 7,3 gr/dl– Ht : 21,4 %– Leukosit : 12240/mm3

– Platelet : 393.000/mm3

Na : 135 meq/l

20

Page 21: PEB DENGAN HELLP SYNDROME lapkas 3 fix 2.doc+ (2).doc

K : 3,1 meq/LCl : 107 meq/L

Follow up tanggal 21-02-2012, Pukul 08.00 Wib

KU : ( - )

Status PresentSens : CM Anemis : ( - )TD : 110/60 mmHg Ikterik : ( - )HR : 72 x/i Sianosis : ( - )RR : 22x/i Dispnoe : ( - )T : 36,80C Oedem : ( - )

Status ObstetrikusAbdomen : membesar simetrisTFU : 3 jari di bawah pusatP/V : (-)

Dx : MG + KDR (14 minggu) + AH + Anemia

Terapi : - IVFD RL-D5%-NaCl 0.9% 20 gtt/i- Transfusi PRC 1 bag- SF 1 x 1- Asam Folat 1 x 1

Follow up tanggal 22-02-2012, Pukul 08.00 Wib

KU : ( - )

Status PresentSens : CM Anemis : ( + )TD : 110/50 mmHg Ikterik : ( - )HR : 94 x/i Sianosis : ( - )RR : 24x/i Dispnoe : ( - )T : 36,80C Oedem : ( - )

Status ObstetrikusAbdomen : membesar simetrisTFU : 3 jari di bawah pusatP/V : (-)

Dx : MG + KDR (14 minggu) + AH + Anemia

Terapi : - IVFD RL-D5%-NaCl 0.9% 20 gtt/i- SF 1 x 1- Asam Folat 1 x 1

21

Page 22: PEB DENGAN HELLP SYNDROME lapkas 3 fix 2.doc+ (2).doc

Rencana : Cek darah rutin

Hasil Laboratorium (22-02-2012) Pukul 16.58 wib– Hb : 8,1 gr/dl– Ht : 23,8 %– Leukosit : 12250/mm3

– Platelet : 404.000/mm3

Follow up tanggal 23-02-2012, Pukul 08.00 Wib

KU : ( - )

Status PresentSens : CM Anemis : ( + )TD : 100/50 mmHg Ikterik : ( - )HR : 90 x/i Sianosis : ( - )RR : 24x/i Dispnoe : ( - )T : 36,50C Oedem : ( - )

Status ObstetrikusAbdomen : membesar simetrisTFU : 3 jari di bawah pusatP/V : (-)

Dx : MG + KDR (14 minggu) + AH + Anemia

Terapi : - IVFD RL-D5%-NaCl 0.9% 20 gtt/i- SF 1 x 1- Asam Folat 1 x 1

Rencana : - PBJ - Kontrol Poli

ANALISA KASUS

Ny R, 42 tahun, G3P2A0, Karo, Kristen, SMP, IRT, datang ke IGD RSHAM pada tanggal 13-01-2012 pukul 01.15 wib dengan keluhan tekanan darah tinggi. Os merupakan pasien kiriman dari RS luar dengan PEB + MG + KDR (26-28 mgg)+ AH. Riwayat pandangan kabur (+), mual-muntah (+), nyeri epigastrium (+), sakit kepala (+), Mules – mules (+), keluar lendir darah (-) dan keluar air – air (-).

22

Page 23: PEB DENGAN HELLP SYNDROME lapkas 3 fix 2.doc+ (2).doc

Pada status present ketika masuk dijumpai TD 170/100 mmHg, dengan HR 92 x/i, RR 22x/i. Oedem pretibial dijumpai, refleks patella (+) Dari status lokalisata suara pernapasan masih vesiculer. Suara tambahan pada seluruh lapangan paru kanan dan kiri tidak di jumpai.

Pada status obstetrikus dijumpai TFU 2 jari di atas pusat. HIS (-), DJJ (+) 162x/i, dengan taksiran berat badan janin dari USG 1000 gr. Pada pemeriksaan dalam setelah dilakukan loading dose MgSO4 cervix tertutup. Dari hasil laboratorium dijumpai penurunan jumlah trombosit ( 34.000 ), peningkatan LFT, LDH dengan proteinuri +++.

Pasien kami diagnosa dengan Hellp Syndrome + PEB + MG + KDR (26-28 mgg)+ AH. Pasien kami rawat untuk stabilisasi, pemberian regimen MgSo4 loading dose dan maintenance dose.

Pasien kami rencanakan sc cito setelah dilakukan stabilisasi. Lapor dengan supervisor jaga Dr. MPL, SpOG anjurannya : stabilisasi perbaikan ku dan SC cito.

Pada follow up pukul 07.30 wib tanggal 14-01-2012, dijumpai tekanan darah 150/90 mmhg, dengan HR 90 x/i, RR 24 x/i.

Sebelum dilakukan tindakan SC dilakukan konsul kebagian anak, unit perinatologi

Pukul 08.00 wib tanggal 14-01-2012 lahir bayi perempuan , BB 1000 gr, PB 32cm, AS 5/10, anus (+).Bayi di diagnosa dari bagian anak dengan BBLASR + NKB-SMK.

Pada follow up post op tanggal 14-01-2012. TD dijumpai 170/90 mmHg. Pada status obstetrikus dijumpai TFU 2 jari bawah pusat, kontraksi (+), peristaltik (+), BAK (+) 350 cc/3 jam. Pada hasil laboratorium post SC Hb : 13,3 gr %, Ht : 36,2 %, Leukosit : 180990 / mm3, Trombosit : 58.000 / mm3.

Pada follow up hari ke 1 tanggal 15-01-2012, TD dijumpai 150/80 mmHg. Pada status obstetrikus dijumpai TFU 2 jari bawah pusat, kontraksi (+), peristaltik (+), BAK(+) 100 cc/2 jam, proteinuria ( + ).

Pada follow up hari ke 2 tanggal 16-01-2012. TD dijumpai 150/80 mmHg. Pada status obstetrikus dijumpai TFU 3 jari bwh pst, kontraksi (+), peristaltik(+), BAK(+) 50 cc / jam . Di karenakan tekanan darah tinggi pasien di konsul ke interna divisi hipertensi dan nefrologi dengan DD : hipertensi stage II + post sc a/i Hellp syndrome + PEB + sterilisasi Pomeroy. Dengan pemberian terapi tirah baring, diet MB rendah garam, nifedipine 3 x 10 mg

Pada follow up hari ke 3 tanggal 17-01-2012, TD dijumpai 140/80 mmHg. Pada status obstetrikus dijumpai TFU 3 jari bawah pusat, kontraksi (+), peristaltik (+), BAK(+) N.

23

Page 24: PEB DENGAN HELLP SYNDROME lapkas 3 fix 2.doc+ (2).doc

Pada follow up hari ke 4 tanggal 18-01-2012, TD dijumpai 140/80 mmHg. Pada status obstetrikus dijumpai TFU 3 jari bawah pusat, kontraksi (+). dan dilakukan GV pada luka operasi dan dijumpai luka operasi kering.

Pada tanggal 18-01-2012 pasien kami PBJ dan dianjurkan untuk kontrol ke PIH.

PERMASALAHAN

1. Apakah penanganan pada pasien ini sudah tepat dengan protap yang ada ?

24